PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 174/PJ/2007 TENTANG PEDOMAN PENENTUAN STANDAR INVESTASI TANAMAN (SIT) KELAPA SAWIT DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Menimbang : bahwa dalam rangka meningkatkan akuntabilitas dan transparansi penentuan Standar Investasi Tanaman kelapa sawit untuk kepentingan Pajak Bumi dan Bangunan, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak tentang Pedoman Penentuan Standar Investasi Tanaman (SIT) Kelapa Sawit; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3312) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3569); 2. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor : KEP523/KMK.04/1998 tentang Penentuan Klasifikasi dan Besarnya Nilai Jual Objek Pajak sebagai Dasar Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan; 3. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-16/PJ.6/1998 tentang Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan; MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG PEDOMAN PENENTUAN STANDAR INVESTASI TANAMAN (SIT) KELAPA SAWIT. Pasal 1 Dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang dimaksud dengan : 1. Standar Investasi Tanaman yang selanjutnya disebut SIT adalah jumlah biaya tenaga kerja, bahan dan alat yang diinvestasikan untuk pembukaan lahan, penanaman, dan pemeliharaan tanaman kelapa sawit. 2. Tanaman Belum Menghasilkan yang selanjutnya disebut TBM adalah tanaman kelapa sawit pada fase belum menghasilkan yang terdiri dari fase TBM1 untuk umur tanaman 1 (satu) tahun, fase TBM2 untuk umur tanaman 2 (dua) tahun, dan fase TBM3 untuk umur tanaman 3 (tiga) tahun. 3. Tanaman Menghasilkan yang selanjutnya disebut TM adalah tanaman kelapa sawit pada fase menghasilkan yang terdiri dari fase TM1 untuk umur tanaman 4 (empat) tahun sampai dengan fase TM22 untuk umur tanaman 25 (dua puluh lima) tahun. 4. Satuan Biaya Tanaman yang selanjutnya disebut SBT adalah satuan biaya yang diinvestasikan tiap tahun berdasarkan umur tanaman kelapa sawit. 5. Satuan Biaya Pembangunan Kebun yang selanjutnya disebut SBPK adalah satuan biaya tahunan per kegiatan yang meliputi kegiatan pembukaan lahan dan penanaman yang selanjutnya disebut P0, pemeliharaan tahun pertama yang selanjutnya disebut P1, pemeliharaan tahun kedua yang selanjutnya disebut P2, dan pemeliharaan tahun ketiga yang selanjutnya disebut P3, untuk setiap hektar perluasan kebun kelapa sawit di suatu wilayah, yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Perkebunan, Departemen Pertanian. 6. Indeks Biaya Tanaman yang selanjutnya disebut IBT adalah angka yang digunakan sebagai dasar penentuan SBT kelapa sawit untuk fase TM. Pasal 2 (1) SIT pada fase TBM ditetapkan sebagai berikut : a. SIT pada fase TBM1 merupakan SBT pada fase TBM1; b. SIT pada fase TBM2 merupakan penjumlahan dari SIT pada fase TBM1 sebagaimana dimaksud pada huruf a dengan SBT pada fase TBM2; c. SIT pada fase TBM3 merupakan penjumlahan dari SIT pada fase TBM2 sebagaimana dimaksud pada huruf b dengan SBT pada fase TBM3; (2) SIT pada suatu tahun dalam fase TM ditetapkan sebesar SIT pada fase TBM3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c ditambah dengan SBT pada fase TM pada tahun tersebut. (3) Dalam hal terdapat tanaman berumur lebih dari 25 (dua puluh lima) tahun, SIT ditetapkan sama dengan SIT pada fase TM22. Pasal 3 (1) SBT pada fase TBM1 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a sebesar 71% (tujuh puluh satu persen) dari SBPK untuk kegiatan P0 dan kegiatan P1. (2) SBT pada fase TBM2 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b sebesar 71% (tujuh puluh satu persen) dari SBPK untuk kegiatan P2. (3) SBT pada fase TBM3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf c sebesar 71% (tujuh puluh satu persen) dari SBPK untuk kegiatan P3. (4) SBPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) adalah SBPK untuk tahun sebelum Tahun Pajak berjalan. (5) Dalam hal SBPK sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak diterbitkan, maka SBT pada fase TBM Tahun Pajak berjalan ditentukan berdasarkan penyesuaian SBT pada fase TBM Tahun Pajak sebelumnya dengan tingkat diskonto 10% (sepuluh persen). Pasal 4 SBT pada fase TM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) ditetapkan sebesar SBT pada fase TBM3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf c dikalikan dengan IBT pada tahun tersebut. Pasal 5 IBT ditetapkan sebagaimana tercantum dalam Lampiran l Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini. Pasal 6 Sarana yang digunakan untuk pengumpulan data objek dan Subjek Pajak sektor perkebunan yang sebagian atau seluruhnya berupa perkebunan kelapa sawit adalah Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) sebagaimana Lampiran ll Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini. Pasal 7 Sarana yang digunakan untuk perhitungan ketetapan Pajak Bumi dan Bangunan objek pajak sektor perkebunan yang sebagian atau seluruhnya berupa perkebunan kelapa sawit adalah Formulir Daftar Perhitungan Ketetapan (DPK) Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana tercantum dalam Lampiran lll Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini. Pasal 8 Pada saat Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku, Ketentuan Pasal 3 ayat (2) Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-16/PJ.6/1998 tentang Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan sepanjang menyangkut perkebunan kelapa sawit dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 9 Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini berlaku mulai Tahun Pajak 2008. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 26 Desember 2007 Direktur Jenderal, ttd. Darmin Nasution NIP. 130605098