eLLY h1 - Universa Medicina

advertisement
Universa Medicina
Januari-Maret 2005, Vol.24 No.1
Efek pemberian minuman stimulan terhadap
kelelahan pada tikus
Elly Herwana *, Laurentia L. Pudjiadi*, Rachman Wahab*, Didi Nugroho**,
Tanu Hendrata*, Rianto Setiabudy***
*Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti
**Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Trisakti
***Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menilai efek minuman stimulan terhadap kelelahan akibat aktivitas
fisik. Penelitian ini merupakan studi experimental in vivo menggunakan desain paralel silang (cross
over) yang dilakukan pada 30 ekor tikus putih jantan galur Sprague Dawley dengan berat badan antara
180-200 g. Komposisi minuman stimulan mengandung taurin, ginseng, kafein, vitamin B 1, B 6, B12, madu,
dan glukosa. Tikus dibagi dalam dua kelompok secara acak, satu kelompok diberi minuman stimulan
dan kelompok yang lain diberi larutan akuades dengan volume yang sama sebagai kelompok kontrol.
Dosis minuman stimulan yang diberikan besarnya 10 kali dari penggunaan manusia. Pada kedua kelompok
dilakukan uji renang untuk mengetahui kemampuan struggling dan pengukuran kadar asam laktat dalam
darah sebelum dan sesudah uji renang untuk mengetahui akumulasi asam laktat akibat aktivitas fisik.
Hasil penelitian menunjukkan ada perbedaan yang bermakna terhadap kemampuan struggling (p<0,001)
tetapi tidak ada perbedaan yang bermakna terhadap akumulasi asam laktat dalam darah (p>0,001) antara
kelompok tikus perlakuan yang diberikan minuman stimulan dibandingkan dengan kelompok tikus kontrol.
Kata kunci: Minuman stimulan, struggling, kelelahan, asam laktat
The effect of stimulant drink administration on fatigue in rats
ABSTRACT
This study was designed to evaluate the effect of stimulant drink on fatigue induced by physical
activity. This research was an in vivo experimental cross over design using 30 Sprague-Dawley furrow
white rats in body weight between 180-200 g. The stimulant drink contained taurine, ginseng, caffeine,
vitamins B 1, B 6, B 12, honey, and glucose. The rats were randomized into two groups, one group receiving
2 ml of stimulant drink and the other group receiving aquadest in equal volume as a control group. The
dosage of stimulant drink was ten times to that used in adult human. Swim test was done to both rat groups
to measure their struggling capacity. Blood lactic acid concentration was measured twice, before and
after the swim test. The increase of blood lactic acid concentration used to detect the accumulation of
lactic acid induced by physical activity. The results showed that there was a significant difference in
struggling capacity (p<0.001) between the group with stimulant drink administration and control group,
but there was no significant difference in blood lactic acid accumulation (p>0.001).
Keywords: Stimulant drink, struggling, fatigue, lactic acid
8
Universa Medicina
PENDAHULUAN
Salah satu fungsi terpenting dari jaringan
otot adalah untuk kontraksi. Dalam proses
terjadinya kontraksi otot dibutuhkan transmisi
neuromuskuler, ion kalsium, dan energi.
Energi yang berasal dari makanan tidak dapat
ditransfer langsung ke dalam sel untuk proses
biologis, sekalipun makanan tersebut tersedia
dalam bentuk nutrisi energi. (1,2) Kontraksi sel
o t o t m e m b u t u h k a n e n e rg i d a l a m b e n t u k
adenosine triphosphate (ATP). Selanjutnya
ATP akan dihidrolisis menjadi adenosine
d i p h o s p h a t e ( A D P ) d a n e n e rg i y a n g
digunakan untuk kontraksi. Proses ini dapat
terus berlangsung selama persediaan ATP
intrasel masih ada. Namun karena ATP yang
tersedia jumlahnya sangat sedikit, akan habis
terpakai untuk kontraksi otot dalam waktu
yang sangat singkat. (1-3) Total persediaan ATP
di dalam tubuh juga jumlahnya sangat terbatas
yaitu sekitar 80 sampai 100 g dan hanya
mencukupi untuk aktivitas maksimal selama
beberapa detik. Selanjutnya kebutuhan energi
dipenuhi dari sintesis ATP melalui jalur
o k s i d a t i f d a r i c re a t i n e p h o s p h a t e ( C P ) .
Konsentrasi CP di dalam sel adalah sekitar
empat sampai enam kali lebih besar dari
persediaan ATP. Proses oksidatif ini sangat
b e rg a n t u n g p a d a k e t e r s e d i a a n O 2 d a n
cadangan glikogen yang berasal dari glukosa.
Energi yang diperoleh dari CP ini juga hanya
mencukupi kebutuhan kontraksi otot untuk
beberapa detik saja, dan untuk selanjutnya
ATP akan dipenuhi melalui proses fosforilasi
non oksidatif (anaerob). (1-3) Metabolisme
anaerob memanfaatkan glukosa dan glikogen
melalui proses glikolisis tanpa O2
menghasilkan ATP dan sisa metabolisme
berupa asam laktat. (1,4)
Dengan demikian, meskipun otot mampu
berkontraksi dengan cepat, tetapi karena
persediaan ATP adalah terbatas maka kerja
Vol.24 No.1
otot hanya dapat berlangsung singkat dan
akhirnya akan menimbulkan kelelahan.
Kelelahan atau fatigue merupakan suatu
keadaan di mana sel otot tidak mampu lagi
untuk berkontraksi akibat kekurangan ATP,
n e u ro m u s c u l a r j u n c t i o n t i d a k m a m p u
meneruskan rangsang, disertai akumulasi
asam laktat. Kelelahan akan menimbulkan
rasa nyeri akibat iskemia jaringan otot. (3-4)
Minuman stimulan banyak dikonsumsi
masyarakat luas sebagai minuman suplemen
untuk menambah tenaga dan mengurangi
kelelahan akibat kerja fisik sebagaimana
dipromosikan oleh produsennya. Ada banyak
jenis minuman stimulan, tetapi yang
digunakan untuk penelitian ini mengandung
taurin, vitamin B 1, B 6 , B 12 , kafein, ginseng,
madu, glukosa, dan beberapa zat aditif
lainnya. Taurin adalah asam amino yang
berperan dalam proses konjugasi asam empedu
di dalam tubuh. (5) Taurin diindikasikan sebagai
ajuvan pada terapi hiperkolesterolemia dan
g a n g g u a n k a r d i o v a s k u l e r. ( 5 ) Vi t a m i n
merupakan zat yang dibutuhkan dalam jumlah
kecil sebagai koenzim yang berperan dalam
proses metabolisme tubuh, termasuk juga
dalam metabolisme energi. (6)
Defisiensi vitamin B 1, B 6, dan B 12 akan
menimbulkan gejala pada saraf perifer berupa
neuritis. (6) Hal ini menyebabkan banyak orang
mengkonsumsi vitamin B 1 , B 6 , dan B 12 dalam
jumlah yang berlebihan untuk meningkatkan
metabolisme dalam sel saraf, meskipun
diketahui bahwa untuk proses ini hanya
dibutuhkan vitamin dalam jumlah kecil dan
kelebihannya akan diekskresikan melalui
urine. Kafein yang juga terdapat pada
minuman stimulan kopi, digolongkan sebagai
o b a t s t i m u l a n s u s u n a n s a r a f o t a k . (7-8)
Penggunaan kafein dalam dosis terapi akan
meningkatkan kewaspadaan, mengurangi
kantuk dan rasa lelah, mempercepat daya
berpikir, namun berkurang dalam kemampuan
9
Herwana, Pudjiadi, Wahab, dkk.
untuk pekerjaan yang membutuhkan
koordinasi otot yang halus. Meskipun
demikian, penggunaan kafein dengan dosis
yang berlebih atau pada orang yang sesnsitif
dapat menimbulkan efek samping gelisah,
gugup, insonmnia, tremor, palpitasi, dan
k e j a n g . (7-8) G i n s e n g b e r a s a l d a r i a k a r
tumbuhan ginseng dan mengandung saponin. (5)
Meskipun belum didukung dengan hasil uji
klinik yang cukup, ginseng banyak
dimanfaatkan untuk meningkatkan daya tahan
tubuh dan stimulan saraf pusat. (5) Madu dan
glukosa merupakan karbohidrat yang dapat
digunakan sebagai sumber energi. (7-8)
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
efek pemberian minuman stimulan terhadap
kelelahan dan akumulasi asam laktat pada
tikus yang diinduksi dengan aktivitas fisik
melalui uji renang.
METODE
Rancangan penelitian
Penelitian
ini
merupakan
uji
eksperimental in vivo dengan desain penelitian
paralel silang (cross over).
Hewan coba dan besar sampel
Hewan coba yang digunakan adalah tikus
putih jantan galur Sprague-Dawley dengan
berat badan 180-200g. Besar sampel
ditentukan berdasarkan perhitungan statistik
rumus kelompok berpasangan. (9) Dari hasil
perhitungan ini diperoleh nilai n = 28.
Penelitian ini menggunakan 30 ekor tikus.
Bahan dan alat
Bahan : minuman stimulan, akuades,
reagen kering asam laktat (lactate pro stripe).
Alat : Sonde, kaca objek, stop watch, bak
renang, pelampung dari Styrofoam, Lactate
Pro Test Meter.
10
Efek minuman stimulan terhadap kelelahan
Cara kerja
Sebanyak 30 ekor tikus dibagi menjadi
2 kelompok secara acak menjadi kelompok
perlakuan dan kelompok kontrol. Pada
kelompok perlakuan akan diberikan minuman
stimulan sedangkan kelompok kontrol akan
diberikan akuades. Untuk memicu terjadinya
kelelahan pada tikus dilakukan uji renang
(swim test). Pada kedua kelompok ini akan
dilakukan uji renang dan pemeriksaan kadar
a s a m l a k t a t d a l a m d a r a h . ( 1 0 ) Ti k u s
dipuasakan selama 12 jam sebelum
percobaan dilakukan, kemudian diperiksa
kadar asam laktat dalam darah sebagai nilai
awal asam laktat. Pada kelompok perlakuan
diberikan 2 cc minuman stimulan yang dibuat
dari 1 sachet minuman stimulan yang
dilarutkan dalam 25 cc akuades, sehingga
dosis pemberian minuman stimulan adalah 10
kali dosis penggunaan pada manusia. (10) Pada
kelompok kontrol diberikan 2 cc akuades.
Pemberian larutan dilakukan dengan
menggunakan sonde. Satu jam setelah
pemberian minuman stimulan atau akuades,
dilakukan uji renang (swim test) untuk
memicu terjadinya kelelahan pada tikus,
pelampung dari Styrofoam dipasang untuk
menjaga agar tikus tetap terapung. Segera
setelah uji renang selesai dilakukan,
diperiksa kadar asam laktat dalam darah.
Setelah itu dilakukan wash out selama satu
minggu, kemudian kedua kelompok tikus
dipertukarkan dan dilakukan percobaan yang
sama.
Uji renang
Uji renang dilakukan sebagai aktivitas
fisik untuk memicu terjadinya kelelahan. (1115)
Pada uji renang akan dinilai kemampuan
struggling tikus. Definisi struggling adalah
periode waktu dalam detik selama tikus
percobaan dalam keadaan berenang sekuat
Universa Medicina
tenaga dengan kepala dan kedua tungkai
depan berada di atas permukaan air (10,12)
selama 3 kali 5 menit periode pengamatan
dengan interval masa istirahat selama 15
menit. (10,12)
Kadar asam laktat
Sampel darah didapat dengan cara
memotong sedikit ujung distal ekor tikus.
Sebanyak satu tetes darah diletakkan pada
kaca objek kemudian langsung dilakukan
pengukuran kadar asam laktat dengan
menggunakan reagen kering lactate pro test
stripe (Arkray) dengan alat Lactate Pro
Meter (Arkray). Pengukuran kadar asam
laktat dilakukan dua kali yaitu sebelum uji
renang untuk mendapatkan nilai awal kadar
asam laktat dalam darah, dan segera sesudah
uji renang. Selisih kadar asam laktat dalam
darah setelah uji renang dan nilai awal asam
laktat, digunakan untuk mendeteksi
terjadinya akumulasi asam laktat dalam
darah akibat aktivitas fisik. (4,16)
Analisis data
Data dianalisis secara statistik
menggunakan uji-t berpasangan (paired ttest)
HASIL PENELITIAN
Hasil pengamatan lama struggling tikus
kontrol rata-rata (±SD) adalah 265,27
Vol.24 No.1
(±119,02) detik, sedangkan pada kelompok
tikus perlakuan yang diberi minuman
stimulan adalah 433,43 (±129,64) detik.
Berdasarkan perhitungan secara statistik,
terdapat perbedaan yang bermakna (p<0,001)
antara lama waktu struggling dari kelompok
tikus yang diberikan minuman stimulan
dengan kelompok tikus kontrol (Tabel 1).
Hasil pengukuran kadar asam laktat
dalam darah rata-rata (±SD) sebelum
dilakukan uji renang pada kelompuk
perlakuan dan kelompok kontrol adalah 3,19
± 1,12 mmol/L dan 3,19 ± 1,12 mmol/L.
Berdasarkan hasil perhitungan secara
statistik tidak ada perbedaan yang bermakna
(p>0,001) antara kadar asam laktat dalam
darah pada kelompok perlakuan dan
kelompok kontrol (Tabel 1).
Hasil pengukuran kenaikan kadar asam
laktat diperhitungkan dari selisih kadar asam
laktat dalam darah sesudah dan sebelum uji
renang. Kenaikan kadar asam laktat dalam
darah rata-rata (±SD) yang didapatkan pada
tikus kelompok kontrol penelitian ini adalah
6,46 (±3,06) mmol/L, sedangkan untuk tikus
kelompok perlakuan yang diberikan minuman
stimulan adalah 7,71 (±3,65) mmol/L.
Berdasarkan hasil perhitungan statistik tidak
ada perbedaan yang bermakna (p>0,001)
terhadap kenaikan kadar asam laktat dalam
darah antara tikus kelompok kontrol dan
kelompok yang mendapat minuman stimulan
(Tabel 1).
Tabel 1. Hasil pengamatan kemampuan struggling dan kenaikan kadar asam laktat dalam
darah pada kelompok tikus kontrol dan kelompok tikus perlakuan
11
Herwana, Pudjiadi, Wahab, dkk.
PEMBAHASAN
Pada penelitian ini digunakan dua
parameter untuk mendeteksi kelelahan pada
tikus yaitu kemampuan struggling dan
kenaikan kadar asam laktat dalam darah
akibat aktivitas fisik. Untuk menginduksi
kelelahan, metode yang digunakan adalah uji
renang dengan menilai kemampuan struggling
tikus coba. Parameter struggling telah
digunakan oleh beberapa peneliti (10-14) sebagai
induksi aktivitas fisik pada tikus. Meskipun
tikus bukan merupakan binatang air, bilamana
dimasukkan ke dalam bak air akan berenang
sekuat tenaga untuk bertahan. Pada keadaan
a k t i v i t a s y a n g b e r a t i n i , e n e rg i y a n g
dibutuhkan per unit waktu akan sangat
meningkat bila dibandingkan dengan keadaan
istirahat, ini akan mengaktifkan metabolisme
anaerob dalam sel otot untuk menghasilkan
energi dan akan meningkatkan kadar asam
laktat intrasel. Akumulasi asam laktat dalam
sel otot akan menyebabkan asidosis
intraseluler dan menimbulkan kelelahan. Asam
laktat dalam sel otot akan berdifusi ke dalam
darah dan meningkatkan kadar asam laktat
plasma. (4,16) Peningkatan kadar asam laktat
dalam darah berbanding lurus dengan
kemampuan struggling, karena makin berat
aktivitas fisik yang dilakukan akan
meningkatkan proses metabolisme anaerob
sehingga kadar asam laktat juga meningkat.
Hasil penelitian yang telah dilakukan ini
menunjukka n pe rbedaa n ya ng ber m ak n a
terhadap kemampuan struggling antara tikus
kelompok perlakuan yang diberikan minuman
stimulan dan kelompok tikus kontrol,
sementara terhadap kenaikan kadar asam
laktat hasil perbedaannya tidak bermakna. Hal
ini menunjukkan bahwa minuman stimulan
efektif untuk meningkatkan kemampuan
struggling tanpa disertai perbedaan
peningkatan kadar asam laktat dalam darah
12
Efek minuman stimulan terhadap kelelahan
yang bermakna pada kelompok tikus yang
diberikan minuman stimulan dibandingkan
dengan kelompok tikus yang hanya diberikan
akuades.
Penelitian yang pernah dilakukan oleh
Ikrar (9) terhadap efektifitas pemberian vitamin
B 1 , B 6, B 12 dosis tinggi sebagai antikelelahan,
tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna
terhadap kemampuan struggling maupun
kenaikan kadar asam laktat dalam darah
antara kelompok tikus yang diberikan vitamin
B 1 , B 6 , B 12 dosis tinggi dan kelompok tikus
kontrol. Dalam hal ini vitamin tersebut
berperan sebagai koenzim dalam metabolisme
aerob, sementara pada tikus coba dalam
kondisi struggling yang terjadi terutama
adalah glikolisis anaerob.
Peningkatan kemampuan struggling pada
kelompok tikus yang diberikan minuman
stimulan dibandingkan dengan kelompok
kontrol dapat terjadi karena pada kelompok
kontrol tikus dilakukan uji renang dalam
keadaan kelaparan, sementara minuman
stimulan mengandung glukosa dan madu
sebagai sumber energi. Kafein dan ginseng
yang juga terdapat di dalam minuman stimulan
ini merupakan perangsang saraf pusat yang
dapat meningkatkan kewaspadaan pada
kondisi terancam pada uji renang. Kafein
dapat meningkatkan mobilisasi lemak
kemudian mengisi cadangan glikogen di dalam
otot. Pemberian kafein dapat meningkatkan
kemampuan aktivitas fisik karena
pengosongan glikogen adalah salah satu
penyebab terjadinya kelelahan. (17) Namun
pemberian kafein tidak meningkatkan
kemampuan kontraksi otot yang kuat dalam
jangka waktu pendek karena pada kondisi ini
kebutuhan energi terutama dipenuhi melalui
jalur metabolisme anaerob. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pemberian kafein tidak
terbukti meningkatkan kemampuan aktivitas
fisik maupun kemampuan fungsi pernapasan,
Universa Medicina
kalaupun ada efeknya tentu sangat kecil. (17)
Kafein juga termasuk substansi stimulan yang
dilarang bagi atlit olahraga. (17)
Meskipun penelitian ini memberikan hasil
yang positif, tidak berarti bahwa penggunaan
minuman stimulan efektif dan aman untuk
dikonsumsi dalam dosis berlebih atau terus
menerus. Kafein dan mungkin juga ginseng
merupakan stimulan saraf pusat yang
potensial menimbulkan efek samping yang
dapat berbahaya seperti sensitisasi terhadap
sistem kardiovaskuler.
KESIMPULAN
Pemberian minuman stimulan pada tikus
terbukti dapat meningkatkan kemampuan
struggling dibandingkan dengan kelompok
kontrol, sementara peningkatan kadar asam
laktat dalam darah tidak berbeda bermakna,
sedangkan efek samping yang mungkin terjadi
akibat minuman stimulan perlu diwaspadai.
Untuk itu perlu dilakukan penelitian lebih
lanjut terhadap pengaruh penggunaan
minuman stimulan ini terutama terhadap
sistem kardiovaskuler seperti terhadap
tekanan darah atau denyut jantung.
UCAPAN TERIMA KASIH
Peneliti mengucapkan terima kasih atas
bantuan dana untuk penelitian ini kepada
Pimpinan Fakultas Kedokteran Universitas
Trisakti. Ucapan terima kasih juga kami
sampaikan untuk Laboratorium Farmakologi
Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti di
mana penelitian ini telah dilaksanakan.
Daftar Pustaka
1.
McArdle WD, Katch FL. Energy transfer in
the body. In: Balado D, Vaughn VM, Eckhart
C, editors. Exercise physiology: energy
nutrition and human perfornance. 4 th ed.
Vol.24 No.1
Philadelphia: Williams and Wilkins; 1996.
p. 101-19.
2. Strojnik V, Komi PV. Neuromuscular fatigue
after maximal stretch-shortening cycle
exercise. J Appl Physiol 1998; 84: 344-50.
3. S i l v e r t h o r n D U . S k e l e t a l m u s c l e . I n :
Berriman L, Reid AA, Dekel Z, editors.
Human physiology: an integrated approach.
3 rd ed. San Francisco: Daryl fox publisher;
2004. p. 391-412.
4. Billat LV. Use of blood measurements for
prediction of exercise performance and for
control of training. Sports Med 1996; 2: 5775.
5. Mayes PA. Structure and function of water
soluble vitamins. In: Murray RK, Granner
D K , M a y e s PA , R o d w e l l VW, e d i t o r s .
H a r p e r ’s B i o c h e m i s t r y. 2 7 t h e d . N e w
York:McGran-Hill; 2000. p. 627-41.
6. B l o o m F E . N e u r o t r a n s m i s s i o n a n d t h e
central nervous system. In: Hardman JG,
Gilman AG, editors. Goodman & Gilmans’s
The pharmacological basis of therapeutics.
10 th ed. New York: McGraw-Hill; 2001. p.
293-320.
7. Wa r d T N . Tr e a d m e n t o f n e u r o l o g i c
disorders. In : Carruthers SG, Hoffman BB,
M e l m o n K L , N i e r e n b e rg D W, e d i t o r s .
Melmon
and
M o r r e l l i ’s
Clinical
pharmacology. 4 th ed. New York: McGrawHill; 2000. p. 401-10.
8. Browner WS, Black D, Newman TB, Hulley
SB. Estimating sample size and power. In:
Hulley SB, Cummings SR, editors.
D e s i g n i n g c l i n i c a l r e s e a r c h . 1 st e d .
Baltimore: Williams & Wilkins; 1998. p.
139-58.
9. Ikrar T. Efektivitas pemberian kombinasi
vitamin B1, B6, B12 per oral untuk
mengatasi kelelahan pada tikus (thesis).
Jakarta:Universitas Indonesia; 2003.
10. Griffith JQ Jr, Jeffers WA, Roberts E. The
circulatory system. In: Farris EJ, Griffith JQ
J r, e d i t o r s . T h e r a t i n l a b o r a t o r y
investigation. New York: Hafner Press;
1949. p. 278-95.
11. S w a i n M G , M a r i c M . I m p r o v e m e n t i n
colestasis-associated fatigue with a
13
Herwana, Pudjiadi, Wahab, dkk.
serotonin receptor agonist using a novel rat
model of fatigue assessment. Hepatology
1997;25:291-4.
12. Rachman IM, Unnerrstall JR, Pfaff DW,
Cohen RS. Estrogen alters behaviors and
forebrain
c-fost
expression
in
ovariectomized rats subjected to the forced
swim test. Neurobiology 1998; 95: 139416.
13. Kirby LG, Lucki I. Interaction between the
forced swimming test and fluoxetine
treatment
on
extracellular
5droxytryptamine and 5-hydroxyndoleaceatic
acid in rat. J Pharm and Expermimental
Ther 1997; 282: 967-76.
14. Frye CA, Walf AA. Changes in progesterone
metabolites in the hippocampus can
14
Efek minuman stimulan terhadap kelelahan
modulate open field an forced swim test
behavior of proestrous rats. Hormons and
Bahavior 2002; 41: 306-15.
15. Kirby LG, Allen AR, Lucki I. Regional
defferences in the effect of forced swimming
on extracellular levels of 5-hydrotryptamine
and 5- hydroxynodoleacetic acid. Brain
Research 1995; 682: 189-96.
16. Westerblad H, Allen DG, Lannergren J.
Muscle fatigue: lactic acid or in organic
phosphate the major cause? News Physiol
Sci 2000; 17: 17-21.
17. Dekhuijzen PNR, Machiels HA, Heunks
LMA, van der Heijden HFM, van Balkom
RHH. Athletes and doping: effects of drugs
on the respiratory system. Thorax 1999; 54:
1041-6.
Download