Penggunaan Akad Ijarah Dalam Sukuk Negara

advertisement
Penggunaan Akad Ijarah Dalam Sukuk Negara
Oleh Eri Hariyanto, pegawai Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Resiko
Kementerian Keuangan RI*)
Penggunaan Akad dalam Sukuk
Hukum Islam merupakan tatanan komprehensif (kaaffah) yang bukan hanya mengatur hubungan
manusia dengan Allah SWT, tetapi juga mengatur hubungan manusia dengan sesamanya agar
tercipta manfaat dan keadilan. Ulama Mazhab Syafi’i membagi lapangan hukum Islam menjadi empat
bidang, yaitu ibadah, muamalah, munakahah (perkawinan), dan ‘uqubah (hukuman). Menurut
mazhab ini, empat bidang ini dapat disimpulkan menjadi dua saja, yaitu urusan akhirat (ibadah) dan
urusan dunia (muamalah). Kaidah hukum (fiqih) muamalah adalah “al ashlu fil mua’malati al ibahah
hatta yadullu ad daliilu ala tahrimiha” (hukum asal dalam urusan muamalah adalah boleh, kecuali ada
dalil yang mengharamkannya). Ini berarti bahwa semua hal yang berhubungan dengan muamalah
yang tidak ada ketentuan baik larangan maupun anjuran yang ada di dalam dalil Islam (Al-Qur’an
maupun Al-Hadist), maka hal tersebut adalah diperbolehkan dalam Islam. Sedangkan kaidah hukum
ibadah yaitu sebaliknya, semua dilarang kecuali ada dalil yang memerintahkan untuk dilaksanakan.
Berdasarkan kaidah tersebut, umat manusia dalam melaksanakan muamalah diberikan kebebasan
untuk berkreasi selama tidak ada dalil yang melarangnya. Sebagai contoh: dalam rangka memenuhi
kebutuhannya, manusia boleh melakukan pinjam meminjam atau tukar menukar dalam berbagai
bentuk. Namun dari transaksi tersebut dilarang memunculkan riba yaitu pengambilan tambahan
(ziyadah) secara batil (dalil: Al Qur’an Surat Al Baqarah 275-276, 278, An Nisa 161, dll). Kaidah
muamalah tersebut selanjutnya mendorong berbagai kegiatan ekonomi termasuk perkembangan
keuangan syariah yang pesat dalam dua dekade terakhir. Implementasi fikih muamalah dalam
perekonomian juga telah memunculkan berbagai instrumen keuangan syariah yang disesuaikan
dengan kebutuhan transaksi misalnya tabungan, deposito, pembiayaan, gadai, instrumen investasi
(sukuk), hedging, dll.
Salah satu instrumen keuangan syariah yang tumbuh pesat adalah sukuk. Instrumen ini menjadi
jembatan penghubung (intermediary) antara pemilik modal dengan pengguna modal. Pemilik modal
menjadikan sukuk sebagai sarana investasi sedangkan pengguna modal menjadikan sukuk sebagai
sarana untuk memperoleh pembiayaan. Keduanya selanjutnya mengadakan perikatan untuk
melaksanakan suatu jenis transaksi yang menghasilkan barang atau jasa tertentu. Perikatan antara
kedua belah pihak tersebut di dalam fikih muamalah disebut sebagai akad (‘aqd yang berarti
mengikat, menyambung, dan menghubungkan atau dalam bahasa Indonesia disebut perjanjian).
Jenis perikatan (akad) yang digunakan sangat dipengaruhi oleh jenis barang atau jasa yang
ditransaksikan. Barang atau jasa yang dijadikan sebagai obyek transaksi tersebut selanjutnya disebut
sebagai underlying asset. Sebagai contoh: sebuah badan usaha memerlukan tambahan modal untuk
pengembangan usaha dapat menerbitkan sukuk untuk memperolah modal. Pengembangan usaha
merupakan obyek transaksi yang menentukan jenis perikatan. Jika badan usaha menghendaki
bentuk kerjasama dalam pengembangan usaha maka dapat menggunakan akad kerjasama (syirkah).
Sehingga sukuk yang diterbitkan dapat menggunakan nama jenis perikatan (akad) yang digunakan
yaitu Sukuk Musyarakah.
Selain akad kerjasama (syirkah), masih banyak lagi jenis-jenis akad dalam fikih muamalah misalnya:
sewa menyewa (ijarah), perwakilan (wakalah), jual beli (murabahah), investasi (mudharabah),
pemesanan (istishna’ dan salam) dll, yang dapat digunakan sebagai nama sukuk yang diterbitkan.
Akad Ijarah dalam Sukuk Negara
Penerbitan sukuk oleh pemerintah Indonesia mengalami perkembangan secara gradual, termasuk
dalam penggunaan underlying asset dan akad yang digunakan. Perkembangan ini tentu disesuaikan
dengan kondisi yang ada, baik kondisi pemerintah selaku penerbit sukuk maupun masyarakat selaku
investor sukuk. Sukuk Negara pertama kali diterbitkan pada bulan Oktober tahun 2008. Sukuk
Negara yang diterbitkan pertama kali menggunakan akad Ijarah sale and lease back dengan
underlying penerbitan (obyek transaksi) yaitu Barang Milik Negara (BMN) berupa tanah dan
bangunan. Pada awal penerbitannya, Sukuk Negara digunakan untuk menyediakan instrumen
investasi bagi individu maupun korporasi yang memerlukan instrumen investasi berbasis syariah.
Selain itu, instrumen ini juga digunakan sebagai upaya diversifikasi sumber pembiayaan APBN.
Ada beberapa pertimbangan penggunaan akad Ijarah dalam penerbitan Sukuk Negara yaitu:
a. Akad Ijarah sederhana dan mudah dipahami
Diantara akad-akad yang digunakan dalam penerbitan sukuk, Ijarah merupakan salah satu akad
yang sederhana. Akad ini berdasarkan perikatan sewa menyewa antara investor dan penerbit
sukuk (emiten). Penggunaan akad ijarah pada awal pengenalan sukuk negara diharapkan
memudahkan calon investor untuk memahami alur transaksi dalam Sukuk Ijarah. Dengan akad
yang mudah dipahami, diharapkan investor menjadi lebih mudah tertarik untuk berinvestasi.
b. International best practice
Pemerintah atau korporasi yang menerbitkan sukuk pada awal tahun 2000 sebagian besar
menggunakan akad Ijarah sehingga saat itu menjadi praktik internasional terbaik yang ada. Data
Direktorat Pembiayaan Syariah DJPPR menunjukkan bahwa sampai dengan tahun 2006 sebesar
41% penerbitan sukuk menggunakan akad Ijarah. Selain itu akad Mudharabah juga menjadi akad
yang banyak digunakan dalam penerbitan sukuk.
c. Memberikan imbalan tetap (fixed income) dengan risiko terendah (zero risk)
Mayoritas investor adalah investor rasional yang mengharapkan investasinya terus berkembang
dengan risiko seminimal mungkin. Selain itu sebagian besar investor juga menginginkan agar
hasil investasinya bersifat tetap sehingga mudah untuk memprediksikan penerimaan di masa
yang akan datang. Kondisi yang diharapkan oleh investor tersebut sangat sesuai dengan
penggunaan akad ijarah, dimana nilai sewa dapat ditentukan di awal investasi dengan nilai tetap
sepanjang tenor sukuk. Karena Sukuk Negara merupakan surat berharga yang diterbitkan oleh
negara, maka pembayaran imbalan maupun pokok investasinya dijamin oleh pemerintah
sehingga dapat dikatakan bahwa investasi pada Sukuk Negara risikonya nol (zero risk).
Tantangan ke Depan
Selama kurun waktu 7 tahun (2008-2015), peran Sukuk Negara sebagai instrumen pembiayaan
APBN terus mengalami peningkatan. Seiring dengan hal tersebut, volume penerbitan Sukuk Negara
juga semakin meningkat. Pada tahun 2008 volume penerbitan Sukuk Negara hanya sebesar Rp6,5
triliun, sedangkan pada tahun 2015 penerbitan Sukuk Negara ditargetkan mencapai Rp104,4 triliun.
Saat ini, sebagian besar penerbitan Sukuk Negara diarahkan untuk pembiayaan proyek infrastruktur
milik pemerintah. Sesuai dengan program pemerintah, pembangunan infrastruktur akan lebih
ditingkatkan sehingga peran sukuk dalam pembiayaan APBN juga semakin besar. Seiring dengan hal
tersebut, maka Sukuk Negara harus terus berevolusi agar dapat menyesuaikan dengan kondisi yang
ada, termasuk penggunaan jenis akad dan underlying asset yang digunakan.
Pengembangan jenis akad dan underlying asset merupakan suatu keniscayaan. Seiring dengan
meningkatnya volume penerbitan dan tujuan penerbitan Sukuk Negara, Pemerintah harus melakukan
diversifikasi akad yang disesuaikan dengan underlying asset yang digunakan. Pengembangan
tersebut juga untuk mengantisipasi berkurangnya ketersediaan Barang Milik Negara (BMN) sebagai
underlying asset. Penggunaan proyek infrastruktur merupakan suatu terobosan untuk mengatasi
kekurangan underlying asset. Pembangunan infrastruktur yang sedang dilakukan oleh pemerintah
sangat membantu penyediaan underlying asset Sukuk Negara, sehingga dapat menjaga
kesinambungan penerbitan Sukuk Negara.
Dalam melakukan diversifikasi akad, nampaknya Pemerintah harus tetap memperhatikan preferensi
investor. Jangan sampai akad-akad yang baru tidak diminati oleh investor, karena menimbulkan
berbagai risiko ketidakpastian yang selama ini dihindari oleh investor. Penerbitan Sukuk Negara
dengan akad Wakalah dan Ijarah Asset to be Leased dengan underlying asset berupa pembangunan
proyek pemerintah nampaknya cukup ideal dan tetap diminati oleh investor domestik maupun
internasional.
Penggunaan underlying asset berupa pembangunan proyek pemerintah juga mendapatkan apresiasi
dari para ulama ahli fikih karena Sukuk Negara tidak menyimpang dari maqosid (tujuan syariah)
penerbitannya yaitu memberikan manfaat bagi negara terutama sebagai pendorong pertumbuhan
ekonomi, penciptaan barang dan jasa, serta penyerapan tenaga kerja.
*) Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis
bekerja
Download