BAB I Pendahuluan - Institut Teknologi Bandung

advertisement
BAB III Metode Penelitian
Penelitian pembuatan zat anti kusut dan antibakteri dari turunan kitosan
karboksilat meliputi beberapa tahap yaitu, isolasi kitin dari kulit udang,
transformasi kitin menjadi kitosan, sintesis turunan kitosan dengan asam
karboksilat, kemudian aplikasi sebagai zat anti kusut dan anti bakteri pada kain
kapas. Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Fisik Material Program Studi
Kimia Institut Teknologi Bandung, dan Laboratorium Evaluasi Kimia Jurusan
Kimia Tekstil Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil.
III.1 Diagram Alir Penelitian
Tahapan penelitian dilakukan sesuai dengan diagram alir seperti yang ditunjukkan
pada Gambar III.1
-
Tahap 1, seleksi turunan karboksilat :
Turunan dikarboksilat
Kain kapas
Esterifikasi Variasi :
Jenis turunan karboksilat
Konsentrasi turnan karboksilat
Jenis katalis
Kapas teresterifikasi
Karakterisasi:
FTIR
Sifat anti kusut
Turunan dikarboksilat
terseleksi
Gambar III.1. Diagram alir penelitian
35
-
Tahap 2, sintesis turunan kitosan karboksilat:
Hidrolisis kitin
hasil isolasi
Turunan dikarboksilat
hasil seleksi
Kitosan
Esterifikasi/amidasi
Variasi:
- Perbandingan mol
kitosan dan dikarboksilat
- Waktu reaksi
Kitosan karboksilat
Karakterisasi:
FTIR,NMR,XRD,TGA,
Kelarutan dalam air
-
Kitosan karboksilat
larut air
Tahap 3, esterifikasi kapas dengan turunan kitosan karboksilat :
Kitosan karboksilat larut air
Kain kapas
Esterifikasi Variasi:
- Jenis kitosan karboksilat
- Konsentrasi kitosan
Kapas kitosan karboksilat
Karakterisasi:
- Sifat anti bakteri
- Sifat anti kusut
- Penggembungan
- Sifat termal
Kapas tahan kusut
dan anti bakteri
Gambar III.1. Diagram alir penelitian (lanjutan)
36
III.2 Peralatan dan Bahan
III.2.1 Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : Mesin Pading (benam
peras) dan pemanas awetan untuk proses penyempurnaan anti kusut, seperangkat
alat gelas (lab set) lengkap dan peralatan pengujian meliputi : FTIR merk
Shimadzu 200-91538, Autograph AG-500 B, XRD merk Rigaku dan TGA merk
Seiko .
III.2.2 Zat dan Bahan yang Digunakan
Semua zat kimia yang digunakan dalam percobaan ini berkualitas pa, kecuali kitin
sebagai bahan baku yang diperoleh dari hasil isolasi kulit udang. Zat-zat tersebut
meliputi NaOH untuk proses penghilangan protein dari kulit udang, transformasi
kitin menjadi kitosan dan penetralan pada hasil sintesis kitosan karboksilat. HCl
untuk menghilangkan mineral-mineral pada kulit udang. Turunan asam
dikarboksilat meliputi asam oksalat, asam malonat, asam suksinat, asam glutarat,
asam maleat dan asam sitrat digunakan sebagai zat anti kusut dan sintesis kitosan
karboksilat. Na2HPO4, NaH2PO4, dan Na2H2PO2 sebagai katalis. Anhidrida asetat
sebagai zat pendehidrasi, dimetilformamida (DMF) dan metanol sebagai pelarut.
Sebagai material selulosa digunakan
kapas dalam bentuk kain yang telah
mengalami proses desizing (penghilangan kanji), scouring (pemasakan),
bleaching (pemutihan). Kain kapas yang digunakan mempunyai konstruksi
sebagai berikut :
Jenis anyaman
: plat(polos)
Nomer benang lusi (kehalusan benang arah panjang kain) : 40 Ne1
Nomer benang pakan (kehalusan benang arah lebar kain)
: 40 Ne1
Tetal lusi (density benang arah panjang kain)
: 138 helai/inch
Tetal pakan (density benang arah lebar kain )
: 72 helai/inch
2
: 120 g/m2
Berat kain/m
III.3 Prosedur Kerja
Tahapan pekerjaan yang dilakukan ditunjukkan dalam diagram alir penelitian
pada Gambar III.1
37
III.3.1 Isolasi Kitin dari Limbah Udang
Isolasi kitin dari kulit udang dilakukan dengan proses deproteinasi dan
demineralisasi. Pada proses deproteinasi sejumlah kulit udang yang telah
dikeringkan dihaluskan untuk memperbesar luas permukaan kemudian dipanaskan
dalam larutan NaOH 3% (w/v) dengan perbandingan berat kitin terhadap volume
NaOH 3% (w/v) 1 : 20 pada temperatur 60oC selama 4 jam, kemudian dicuci
sampai bebas alkali. Setelah proses deproteinasi dilakukan proses demineralisasi
dengan merendam kulit udang sambil diaduk dalam larutan HCl 1 N dengan
perbandingan 1 : 20 (w/v) pada temperatur ruang selama 1 jam kemudian dicuci
bersih dengan air dan dikeringkan.
III.3.2 Transformasi Kitin Menjadi Kitosan
Transformasi kitin menjadi kitosan dilakukan dengan cara penghilangan gugus
asetil (deasetilasi) sehingga dihasilkan gugus amina pada kitosan. Sejumlah kitin
kering dipanaskan dalam larutan NaOH 50% (w/v) dengan perbandingan berat
kitin dan volume larutan NaOH 50% (w/v) sebesar 1 : 20 pada temperatur 115 oC
selama 1 jam. Setelah proses deasetilasi selesai dilakukan pencucian dengan air
panas sampai larutan bebas alkali kemudian dikeringkan. Hasil transformasi
dikarakterisasi melalui analisis massa molekul dan derajat deasetilasi.
III.3.3 Esterifikasi Kain Kapas Dengan Turunan Karboksilat.
Proses ini bertujuan untuk mengetahui beberapa turunan karboksilat yang dapat
digunakan sebagai zat pengikat silang pada kain kapas. Dari hasil proses
esterifikasi akan dipilih senyawa turunan karboksilat yang dapat menaikkan
ketahanan kusut kain kapas. Senyawa turunan dikarboksilat tersebut selanjutnya
disubstitusikan pada kitosan.
Kain kapas diproses rendam peras pada mesin pading seperti yang tertera pada
Gambar III.2
dengan larutan yang mengandung turunan karboksilat dengan
variasi konsentrasi 1, 2, 3, 4, 5, 6,dan 7%. Wet Pick Up (Faktor peras) dari rol
penekan (padder) adalah 80%. Katalis garam fosfat digunakan sejumlah 20% dari
konsentrasi senyawa karboksilat.
38
Kain kemudian dikeringkan pada mesin stenter seperti yang tertera pada Gambar
III.3 dengan temperatur 100oC selama 2 menit dan dilanjutkan dengan proses
curing pada mesin yang sama selama 2 menit pada temperatur 170 oC.
Gambar III.2 Mesin pading
Gambar III.3 Mesin pengering dan curing
39
Setelah proses curing selesai dilakukan proses pencucian dengan sabun netral
0,2% untuk menghilangkan sisa-sisa asam yang menempel, kemudian dilanjutkan
dengan proses pengeringan. Karakterisasi pada kain hasil esterifikasi meliputi
elusidasi struktur dengan FTIR, Ketahanan kusut kain, kekuatan tarik dan mulur
kain.
III.3.4 Pembuatan Anhidrida Sitrat
Pembuatan anhidrida sitrat dilakukan dengan mereaksikan asam sitrat dengan
anhidrida asetat. Satu mol asam sitrat dimasukkan dalam labu reaksi kemudian
ditambahkan anhidrida asetat dengan perbandingan mol 1:3. Campuran
dipanaskan dalam oil bath pada temperatur 120oC dengan pengadukan selama 2
jam. Setelah selesai larutan dituangkan pada gelas piala lalu didinginkan pada
temperatur ruang, kemudian dimasukkan dalam lemari pendingin pada temperatur
5oC dan dibiarkan sampai terbentuk kristal. Kristal yang terbentuk dicuci dengan
eter kemudian dikeringkan. Karakterisasi dilakukan melalui analisis titik leleh dan
struktur molekul dengan spektroskopi Infra Merah. Berhubung proses
pembentukan kristal yang terlalu lama (sekitar 6 bulan atau 195 hari) maka proses
selanjutnya dilakukan secara in situ.
III.3.5 Sintesis Kitosan Karboksilat
25 mmol (4,025 gram) kitosan dilarutkan dalam 40 mL larutan campuran asam
asetat 2% dan metanol 95% (dengan perbandingan volume 1 : 1) dalam piala
gelas, kemudian ditambahkan anhidrida dikarboksilat dengan perbanding mol 1 :
1 sampai 1 : 10 yang dilarutkan dalam DMF 100%
Campuran senyawa diaduk dengan 120 rpm selama 30 menit atau sampai
menggumpal, kemudian putaran pengadukan diturunkan menjadi 80 rpm dan
dibiarkan beberapa jam (bervariasi dari 4 sampai 28 jam dengan selang 4 jam) dan
ditutup rapat. Setelah waktu reaksi selesai ditambahkan NaOH 4 N sampai pH 11
sambil diaduk. Endapan kitosan karboksilat yang terbentuk disaring. Pencucian
endapan dilakukan dengan penambaan air sampai terbentuk gel yang kental,
selanjutnya ditambahkan alkohol untuk mengendapkan kitosan karboksilat. Proses
pencucian
diulang sebanyak tiga kali. Endapan yang dihasilkan kemudian
40
dikeringkan pada temperatur kamar sampai kering. Dilakukan karakterisasi hasil
proses meliputi kelarutan dalam air, massa molekul, derajat substitusi, dan analisis
gugus fungsi.
III.3.6 Esterifikasi Kain Kapas Dengan Turunan kitosan karboksilat
Kain kapas di rendam peras pada mesin padder dengan larutan yang mengandung
turunan kitosan karboksilat dengan variasi konsentrasi sebesar 0,2%; 0,4%; 0,6%
dan 0,8% dan katalis natrium dihidrogen fosfat digunakan sejumlah 20% dari
senyawa kitosan karboksilat. Kemudian kain dikeringkan pada mesin stenter
dengan temperatur 100oC selama 2 menit dan dilanjutkan dengan curing selama 2
menit dengan temperatur 170oC. Setelah proses curing selesai dilakukan proses
pencucian dengan sabun netral 0,2 g/L untuk menghilangkan sisa-sisa asam yang
menempel kemudian dilanjutkan dengan proses pengeringan. Dari hasil percobaan
dilakukan karakterisasi meliputi elusidasi struktu molekul, sifat tahan kusut, sifat
anti bakteri.
III.4 Karakterisasi Hasil Percobaan
III.4.1 Pengukuran Derajat Deasetilasi Kitosan
Pengukuran derajat desetilasi kitosan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu cara
kimia dan cara analisis spektrum infra merah. Analisis spektrum infra merah
dilakukan dengan membandingkan nilai absorbansi pada bilangan gelombang
3440 cm-1 yang merupakan pita serapan tekuk –OH dengan absorbansi pada
bilangan 1650 cm-1 yang merupakan pita serapan –C=O. Derajat deasetilasi
ditentukan melalui persamaan :
⎡ ⎛ A ⎞⎤
DDA = ⎢1 − ⎜⎜ 1650 ⎟⎟⎥ x100%
⎣ ⎝ A3440 ⎠⎦
....................(III.1)
Pengukuran derajat deasetilasi cara kimia dilakukan dengan proses asetilasi
kitosan. 1 gram kitosan di dimasukkan dalam labu reaksi 25 mL, kemudian
ditambahkan berturut-turut 1 mL anhidrida asetat, 10 mL DMF. Campuran di
refluks selama 2 jam, kemudian diencerkan dengan air menjadi 100 mL. 10 mL
41
larutan encer dititrasi dengan NaOH 0,1 N. Titrasi blanko dilakukan terhadap
1 mL anhidrida asetat.
III.4.2 Pengukuran Massa Molekul Kitosan.
1 gram kitosan dilarutkan dalam 100 mL campuran asam asetat 0,1M dan NaCl
0,2M sebagai larutan induk, kemudian dari larutan kitosan 1 g/L diencerkan dan
dibuat larutan kitosan dengan konsentrasi masing-masing 0,1; 0,2; 0,3; 0,4; 0,5
g/L. Masing-masing larutan kitosan diukur waktu alirnya menggunakan
viskosimeter Ostwald.Viskositas spesifik larutan (η
sp)
dan viskositas intrinsik
{[η]} dihitung dari waktu alir. Massa molekul kitosan ditentukan dengan
menggunakan persamaan Mark Houwink.
III..4.3 Pengukuran Titik Leleh Dari Anhidrida Hasil Sintesis
Pengukuran titik leleh dilakukan dengan alat Sybron Thermolyne melting point
model MP 12615 seperti yang ditunjukkan dalam Gambar III.4.
Beberapa butir kristal anhidrida dihaluskan dan diletakkan di antara kaca tipis.
Contoh uji diletakkan pada tempat contoh uji yang terletak di atas pemanas.
Temperatur dinaikkan perlahan lahan sambil diamati sampai contoh uji meleleh.
Setelah contoh uji meleleh, temperatur titik leleh dicatat.
Gambar III.4 Alat pengukur titik leleh
42
III.4.4 Elusidasi Struktur Molekul Dengan Spektroskopi Infra Merah
Penentuan struktur molekul dapat dilakukan dengan metode spektroskopi infra
merah. Suatu molekul dapat menyerap infra merah jika gerakan vibrasi dan
gerakan rotasi molekul tersebut disertai dengan perubahan momen dwikutub,
sehingga medan listrik dari sinar infra merah akan dapat berinteraksi dengan
molekul dan menyebabkan perubahan dalam gerakan vibrasi dan / atau gerakan
rotasi. Gerakan vibrasi dan/atau rotasi dari setiap molekul akan menyerap pada
panjang gelombang yang khas, sehingga struktur molekul dari senyawa dapat
ditentukan dengan menganalisis spektrum infra merah.
Elusidasi struktur dilakukan dengan menggunakan pelet serbuk KBr dan sampel
uji dilewatkan pada berkas sinar infra merah. Pembuatan pellet KBr dilakukan
dengan menggerus 1 mg contoh uji dan 50 – 100 mg serbuk KBr, kemudian
serbuk dicetak dengan cara ditekan menggunakan pompa hidrolik sehingga
didapat pelet yang transparan. Kemudian pellet diletakkan pada tempat sampel
dan siap diukur dengan alat FTIR merk Shimadzu 200 – 91538.
III.4.5 Elusidasi Struktur Dengan Spektroskopi Resonansi Magnetik Inti
Prinsip dari spektroskopi resonansi magnetik inti adalah berdasarkan bahwa
proton mempunyai spin yang akan menimbulkan medan magnet kecil. Pada
spektrum RMI proton dari molekul diberikan suatu medan magnet luar (Ho).
Medan magnet luar akan membuat molekul yang mengandung hidrogen
berorientasi paralel dan atau antiparalel terhadap medan magnet luar. Jika
diberikan suatu gelombang radio dengan frekwensi yang tepat momen magnetik
proton pada posisi paralel akan menyerap energi tersebut dan membalik (flip)
menjadi posisi anti paralel yang mempunyai energi lebih tinggi (Creswell, 2005;
Skoog, 1992) Jumlah energi yang diserap untuk membalik dari posisi paralel ke
posisi anti paralel bergantung kepada medan magnet yang dialami oleh molekul.
Medan magnet ini berupa medan magnet induksi akibat spin dari proton molekul
dan medan magnet dari luar (Ho). Semakin besar medan magnet yang dialami
molekul semakin sulit untuk membalik dari paralel menjadi anti paralel artinya
energi gelombang radio yang diberikan harus semakin tinggi.
43
Pada spektroskopi RMI gelombang radio diberikan dengan frekwensi tetap,
sedangkan medan magnet luar (Ho) diberikan berubah-ubah sampai didapatkan
berkas gelombang elektromagnetik yang tepat dengan frekwensi gelombang radio
untuk membalikkan posisi paralel menjadi anti aralel dari molekul yang diuji.
Spektrum RMI merupakan hubungan antara banyaknya energi yang diserap
proton dengan kuat medan magnet yang diubah-ubah. Posisi serapan bergantung
kepada kuat medan magnet netto yang dialami oleh proton molekul. Dalam
spektrum RMI serapan energi dinyatakan dengan geseran kimia yang menyatakan
selisih serapan proton dari senyawa standar yaitu tetrametilsilana (TMS) dengan
proton dari senyawa contoh.
III.4.6 Pengukuran Derajat Kristalinitas
Pengukuran derajat kristalinitas dilakukan dengan metoda difraksi sinar x. Prinsip
pengujian dengan metode difraksi sinar x adalah jika suatu bidang pada sel satuan
sistim kristal dikenai berkas sinar x maka berkas tersebut sebagian ada yang
diserap dan sebagian ditransmisikan serta dihamburkan oleh atom-atom pada
bidang. Berkas sinar x yang dihamburkan ada yang saling menguatkan dan ada
yang saling melemahkan. Analisis metoda difraksi sinar x memanfaatkan sinar
yang dihamburkan yang saling menguatkan (Cullity, 1978).
Pengukuran
derajat
kristalinitas
dari
polimer
dilakukan
melalui
kurva
difraktogram yang terjadi. Struktur kristalin dari polimer ditandai dengan
munculnya puncak intensitas yang tinggi pada difraktogram, sedangkan intensitas
yang landai dan melebar di bawah puncak yang tinggi menggambarkan daerah
amorf seperti yang tertera pada Gambar III.5.
Metoda yang sering digunakan untuk mengukur derajat kristalinitas adalah
dengan mengukur luas difraktogram bagian amorf dibandingkan dengan luas
bagian kristalin (Alexander, 1969).
44
Gambar III.5 Pola difraksi sinar x oleh atom-atom (Cullity, 1978)
Derajat kristalinitas dihitung melalui persamaan :
Xc =
Oc
x 100 % ……………..
(Oc + KOa )
( III.2 )
Dengan : Xc = derajat kristalinitas
Oc = luas daerah kristalin
K = Tetapan geometri, untuk kitosan = selulosa = 1
Oa = luas daerah amorf
Oc = luas daerah kristalin
III.4.7 Pengukuran Derajat Penggembungan
Pengukuran derajat penggembungan dilakukan untuk mengetahui sejauh mana
terjadinya ikatan silang di antara serat kapas. Penggembungan dilakukan dengan
larutan NaOH 18% (Andrew et al., 1989). Pada kapas yang terikat silang
penggembungan yang terjadi relatif lebih kecil dibandingkan kapas tidak terikat
silang (Hussain et al., 1982, Evan et al., 2003). Derajat penggembungan
merupakan perbedaan diameter penampang melintang serat sebelum dan sesudah
penggembungan. Kain hasil proses esterifikasi diuraikan menjadi benang baik
kearah panjang maupun lebar kain. Beberapa helai benang direndam dalam
larutan NaOH 18% selama 5 menit kemudian dicuci bersih sampai netral dan
45
dikeringkan. Untuk mendapatkan potongan melintang dilakukan dengan bantuan
gabus seperti yang tertera pada Gambar III.6. Beberapa helai benang diuraikan
menjadi serabut serat, kemudian dilapisi resin poliakrilat selanjutnya dimasukkan
ke bagian tengah gabus dengan bantuan jarum.
Serat
Serat
gabus
gabus
Benang dan jarum
Gambar III.6. Cara mendapatkan irisan melintang serat
Gabus kemudian dipotong tipis untuk mendapatkan irisan lintang serat yang
transpasran, lalu diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 1000 kali dan
diukur diameter masing masing serat. Proses yang sama dilakukan untuk kain
yang tidak mengalami proses esterifikasi.
III.4.8 Pengukuran Temperatur Dekomposisi Kitosan Hasil Sintesis
Pengukuran temperatur dekomposisi kitosan dilakukan dengan termograf
DTA/TGA. Termogram TGA merupakan perubahan massa senyawa setiap
kenaikan temperatur yang dialaminya. Prinsip pengujian dengan DTA/TGA
adalah jika suatu senyawa dipanaskan suatu saat akan terjadi dekomposisi dari
senyawa tersebut. Adanya dekomposisi dari senyawa akan membuat perubahan
massa dari senyawa tersebut. Pengukuran
dekomposisi senyawa dilakukan
dengan mengukur % berat sisa setelah senyawa dipanaskan.
46
Pengujian dilakukan dengan menimbang 10-20 mg sampel uji dan diletakkan pada
tempat sampel alat TGA. Kemudian alat dijalankan dengan rentang temperatur
antara 25oC sampai 400oC. Temperatur dekomposisi ditunjukkan oleh penurunan
kurva yang tajam pada selang temperatur tertentu.
III.4.9 Pengukuran Kekuatan Tarik Kain
Kekuatan tarik adalah sifat mekanik material yang menunjukkan besarnya gaya
yang diperlukan untuk mematahkan atau merusak material tersebut. Untuk
menggambarkan sifat mekanik suatu material biasanya dinyatakan dalam kurva
tegangan regangan seperti Gambar III.7.
Gambar III.7 Kurva tegangan dan regangan dari beberapa serat tekstil (Yang,
1993)
Selain kekuatan tarik dan regangan/mulur material, dari kurva tegangan dan
regangan dapat ditentukan kekakuan dari bahan . Kekakuan dapat dinyatakan
dengan perbandingan antara tegangan tarik dan regangan pada gaya atau tegangan
awal yang diberikan, yang disebut modulus Young. Modulus Young diukur dari
kemiringan kurva tegangan regangan pada daerah elastis. Semakin tinggi modulus
Young menunjukkan kekakuan material semakin tinggi.
47
Kekuatan tarik kain diuji berdasarkan ASTM
No.5035- 2003
dengan alat
Autograf yang ditunjukkan Gambar III.8
Gambar III.8 Gambar Alat uji kekuatan tarik Autograf
Kain dipotong dengan ukuran 20 kali 3 cm ke arah panjang kain yang disebut arah
lusi, dan ke arah lebar kain yang disebut arah pakan masing-masing 5 buah.
Kemudian kain dipasang pada penjepit sampel pada alat Autograf dengan jarak
jepit 7,5 cm. Kain ditarik pada kecepatan 300 mm/menit dan pada beban 5 kg
sampai putus
III.4.10 Pengukuran Ketahanan Kusut
Pengukuran sifat ketahanan kusut kain kapas yang telah mengalami proses
esterifikasi dilakukan sesuai dengan AATCC No. 66-1996, sifat ketahanan kusut
dinyatakan dengan nilai sudut kembali dari lipatan, atau biasa disebut nilai WR
(Wrinkle Recovery). Gambar alat pengujian ketahanan kusut yang disebut Crease
Recovery Tester ditunjukkan dalam Gambar III.9 di bawah ini :
48
Gambar III.9 Alat Crease Recovery Tester
Kain dipotong dengan ukuran 15 mm x 40 mm ke arah panjang dan arah lebar
kain masing-masing sebanyak 5 buah.
Kain dipasang pada alat pelipat
sedemikian rupa sehingga kain terlipat tepat di tengah, kemudian kain ditekan
dengan beban sebesar 500 gram selama 5 menit, setelah itu kain diambil dari
pelipat dan diletakkan pada alat pengukur sudut lipat. Kain digantung pada
pengukur sudut lipat selama 5 menit. Setelah itu sudut lipatan diukur dengan
pengukur sudut seperti pada Gambar III.9.
Sebagai pembanding digunakan kain blanko pengujian yang tidak mengalami
perlakuan yang mempunyai nilai sudut kembali dari kekusutan sebesar 95 o.
III.4.11 Pengujian Anti Bakteri
Pengujian antibakteri pada material tekstil dilakukan merujuk kepada AATCC
100 – 1993. Inoculum bakteri dikulturkan selama 24 jam sambil dikocok pada
shaker sehingga dihasilkan larutan inokulum yang mengandung sekitar 1 – 2 .105
mikroorganisme / mL. Sebelum diteteskan ke kain, inoculum dibiarkan 15 menit
tanpa dikocok.
Dua contoh uji (yang sudah disterilkan dengan autoclaf selama 15 menit)
diletakkan pada cawan petri kemudian ditetesi dengan sekitar 1 mL inokulum
sampai terbasahi merata . Kain segera dimasukkan dalam bejana tertutup dan
dibiarkan selama 0 jam dan 24 jam. Untuk pengujian 0 jam bejana yang berisi
49
kain segera ditambahkan 100 mL aquades steril kemudian dikocok dengan keras
selama 1 menit. Untuk pengujian 24 jam, setelah 24 jam ditambahkan 100 mL
aquades steril kemudian dikocok dengan keras selama 1 menit. Dari larutan yang
dihasilkan masing-masing dibuat pengenceran 100 kali.
Larutan agar disiapkan dengan melarutkan 23 gram nutrien agar ke dalam 1 liter
larutan bufer fosfat pH 7. Pada cawan Petri dituangkan larutan nutrient agar
sebanyak 15 mL setelah dingin dibungkus kertas kemudian disterilkan dalam
autoclaf selama 15 menit. Ke dalam dua buah cawan petri berisi nutrien agar
dipipet masing-masing 0,1 mL larutan inoculum yang telah diencerkan dan cawan
petri segera ditutup, kemudian diinkubasi selama 24 jam, setelah 24 jam jumlah
koloni mikroorganisme dihitung dengan mengalikan faktor pengenceran yang
dilakukan. Pengujian yang sama dilakukan untuk sampel yang dibiarkan selama
24 jam.
Hasil penghitungan koloni bakteri dinyatakan dalam CFU / mL (Colony Forming
Unit )
III.4.12 Penentuan Bilangan Tembaga Pada Analisis Kerusakan Serat Kapas
Penentuan bilangan tembaga dilakukan untuk mengetahui berapa banyak Cu2+
yang direduksi oleh gugus aldehid yang terdapat pada kain kapas hasil esterifikasi.
Jumlah Cu2+ yang tereduksi akan menunjukkan berapa banyak jumlah gugus
aldehid dalam rantai selulosa, sehingga dapat digunakan sebagai parameter gugus
ujung dari rantai polimer. Jumlah gugus aldehid akan sebanding dengan
kerusakan yang terjadi. Cara pengujiannya adalah sebagai berikut :
Kain selulosa direaksikan dengan larutan Fehling selama 2 jam pada suhu 35 oC,
setelah reaksi selesai kain dicuci untuk menghilangkan sisa-sisa pereaksi yang
tidak bereaksi sampai larutan pencuci tidak berwarna. Adanya gugus aldehid pada
kain ditandai dengan warna kemerahan pada kain. Pada kain lalu ditambahkan
larutan feriamoniumsulfat 0,1N untuk mengoksidasi kembali Cu+ yang ada di
dalam kain dan menghasilkan FeSO4, dan FeSO4 hasil reaksi dititrasi dengan
larutan KMnO4 0,1N. Jumlah KMnO4 yang diperlukan untuk bereaksi dengan
FeSO4 akan sebanding dengan jumlah Cu+ yang direduksi oleh feriamoniumsulfat.
50
Bilangan tembaga =
(ml titrasi contoh uji - ml titrasi blanko) x NKMnO 4
x 100 (III.3)
berat contoh uji x 1000
III.4.13 Analisis data
Analisis data secara statistik dilakukan untuk menentukan kondisi optimum dari
proses esterifikasi.Analisis data secara statistik dilakukan dengan analisis variansi
(ANOVA) dan uji pembanding ganda (Multiple Comparisons). Analisis data
dilakukan dengan bantuan program SPSS 14.
51
Download