analisis faktor-faktor yang mempengaruhi struktur

advertisement
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
STRUKTUR MODAL PERUSAHAAN SEKTOR
PERTAMBANGAN YANG TERDAFTAR
DI BURSA EFEK INDONESIA
Oleh
CAHYO WIDODO
H24104071
PROGRAM SARJANA ALIH JENIS MANAJEMEN
DEPARTEMEN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
STRUKTUR MODAL PERUSAHAAN SEKTOR
PERTAMBANGAN YANG TERDAFTAR
DI BURSA EFEK INDONESIA
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar
SARJANA EKONOMI
pada Program Sarjana Alih Jenis Manajemen
Departemen Manajemen
Fakultas Ekonomi dan Manajemen
Institut Pertanian Bogor
Oleh
CAHYO WIDODO
H24104071
PROGRAM SARJANA ALIH JENIS MANAJEMEN
DEPARTEMEN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
RINGKASAN
CAHYO WIDODO. H24104071. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Struktur Modal Perusahaan Sektor Pertambangan yang Terdaftar di Bursa Efek
Indonesia. Dibimbing oleh FARIDA RATNA DEWI.
Keputusan pendanaan merupakan salah satu faktor penting dalam mencapai
peningkatan nilai perusahaan. Struktur modal didefinisikan sebagai proporsi
hutang jangka panjang dan ekuitas yang ditetapkan perusahaan (Mardiyanto,
2009). Keputusan mengenai penetapan struktur modal harus mempertimbangkan
perimbangan antara tingkat risiko dan pengembalian. Kesalahan dalam
menentukan struktur modal akan menimbulkan biaya modal yang berlebihan
sehingga dapat menurunkan nilai perusahaan bahkan menyebabkan kebangkrutan.
Sektor pertambangan di Indonesia merupakan salah satu tujuan investasi yang
masih terus berkembang. Hal ini dibuktikan dengan semakin meningkatnya data
statistik nilai realisasi investasi, baik oleh PMA maupun PMDN. Selain itu, di
pasar bursa saham, sektor pertambangan memiliki jumlah emiten yang terus
meningkat setiap tahunnya dengan nilai kapitalisasi pasar yang dapat
mempengaruhi pergerakan IHSG mencapai porsi rata-rata 12,83% dari tahun
2006-2012. Disisi lain, berdasarkan data keuangan, perusahaan sektor
pertambangan memiliki tingkat struktur modal yang cukup bervariasi. Oleh sebab
itu, pengetahuan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi dalam pengambilan
keputusan tingkat struktur modal wajib diketahui oleh pengelola keuangan
perusahaan sektor pertambangan. Hal ini dimaksudkan untuk mempermudah
dalam menetapkan tingkat struktur modal yang optimal sesuai dengan
kemampuan dan kodisi masing-masing perusahaan.
Tujuan penelitian ini adalah menganalisis pengaruh antara ukuran
perusahaan (SIZE), pertumbuhan aktiva (GROWTH), struktur aktiva (STR_A),
profitabilitas (ROA) dan pertumbuhan penjualan (SALES) terhadap struktur
modal (LDER) baik secara simultan maupun parsial. Metode analisis yang
digunakan adalah regresi linier berganda dengan tingkat signifikansi sebesar 5%.
Perhitungan serta uji statistik dibantu dengan menggunakan software IBM SPSS
Statistics 20.0.
Hasil penelitian secara simultan menyatakan bahwa ukuran perusahaan,
pertumbuhan aktiva, struktur aktiva, profitabilitas dan pertumbuhan penjualan
berpengaruh terhadap struktur modal. Tingkat koefisien determinasi yang
disesuaikan 0,371 yang artinya adalah sebesar 37,1% struktur modal (LDER)
dapat di definisikan oleh ukuran perusahaan (SIZE), pertumbuhan aktiva
(GROWTH), struktur aktiva (STR_A), profitabilitas (ROA) dan pertumbuhan
penjualan (SALES), sedangkan sisanya sebanyak 62,9% dijelaskan oleh sebab
maupun variabel lain di luar model. Secara parsial, ukuran perusahaan (SIZE)
berpengaruh negatif signifikan terhadap struktur modal (LDER); pertumbuhan
aktiva (GROWTH) berpengaruh positif signifikan terhadap struktur modal
(LDER); struktur aktiva (STR_A) berpengaruh negatif dan tidak signifikan
terhadap struktur modal (LDER); profitabilitas (ROA) berpengaruh negatif
signifikan terhadap struktur modal (LDER); dan pertumbuhan penjualan (SALES)
berpengaruh negatif signifikan terhadap struktur modal (LDER).
i
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI STRUKTUR
MODAL PERUSAHAAN SEKTOR PERTAMBANGAN YANG TERDAFTAR
DI BURSA EFEK INDONESIA
Cahyo Widodo
Alumni Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen,
Istitut Pertanian Bogor
[email protected]
Farida Ratna Dewi
Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen,
Institut Pertanian Bogor
ABSTRACT
The level of capital structure that is part of the funding decision is one
important factor in increasing the value of the company. Decisions regarding the
optimal capital structure should consider the balance between risk and benefit
levels. The purpose of this study was to analyze the effect of firm size (SIZE), asset
growth (GROWTH), the structure of assets (STR_A), profitability (ROA) and sales
growth (SALES) the capital structure (LDER) either simultaneously or partially on
mining companies . The sample used in this study is a mining company listed on
the Indonesia Stock Exchange in the period 2007 to 2011. Samples were taken
using a sampling method porpose. The analytical method used is linear
regression with error tolerance level (α) of 5%. The results of the study states that
the SIZE, GROWTH, STR_A, ROA and SALES simultaneously affect LDER with
Adjusted R2 of 37.1%. Partial results of the study indicate that the variable SIZE,
ROA and SALES individually has negative and significant effect of the LDER,
GROWTH has a positive and significant effect of the LDER while STR_A has a
negative influence but no significant effect on LDER.
Keywords: Capital Structure, Laverage, Long Term Debt, Equity, Mining
ABSTRAK
Tingkat struktur modal yang merupakan bagian dari keputusan pendanaan
yang merupakan salah satu faktor penting dalam meningkatkan nilai perusahaan.
Keputusan mengenai struktur modal yang optimal harus mempertimbangkan
perimbangan antara tingkat risiko dan manfaat. Tujuan penelitian ini adalah
menganalisis pengaruh antara ukuran perusahaan (SIZE), pertumbuhan aktiva
(GROWTH), struktur aktiva (STR_A), profitabilitas (ROA) dan pertumbuhan
penjualan (SALES) terhadap struktur modal (LDER) baik secara simultan maupun
parsial pada perusahaan sektor pertambangan. Sampel yang digunakan dalam
penelitian ini adalah perusahaan sektor pertambangan yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia periode 2007 sampai dengan 2011. Sampel diambil dengan
menggunakan porpose sampling method. Metode analisis yang digunakan adalah
regresi linier dengan toleransi tingkat kesalahan (α) sebesar 5%. Hasil penelitian
menyatakan bahwa SIZE, GROWTH, STR_A, ROA dan SALES secara bersama-sama
berpengaruh terhadap LDER dengan Adjusted R2 sebesar 37,1%. Hasil penelitian
secara parsial menunjukkan bahwa variabel SIZE, ROA dan SALES masing-masing
berpengaruh negatif dan signifikan terhadap LDER, variabel GROWTH
berpengaruh positif dan signifikan terhadap LDER sedangkan variabel STR_A
memiliki arah hubungan yang negatif tetapi tidak berpengaruh signifikan
terhadap LDER.
Kata kunci: Struktur Modal, Laverage, Hutang Jangka Panjang, Ekuitas, Pertambangan
Judul Skripsi: Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Struktur Modal
Perusahaan Sektor Pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia
Nama
: Cahyo Widodo
NIM
: H24104071
Disetujui oleh:
Dosen Pembimbing
Farida Ratna Dewi, S.E., M.M.
NIP 19710307 200501 2 001
Diketahui oleh:
Ketua Departemen
Dr. Ir. Jono M. Munandar, M.Sc.
NIP. 19610123 198601 1 002
Tanggal Lulus:
ii
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Pati pada tanggal 06 Maret 1988 sebagai anak dari
Bapak Darmaji Dwiyanto dan Ibu Dwi Susilorini. Penulis adalah putra pertama
dari dua bersaudara. Masa pendidikan penulis dimulai dari Taman Kanak-kanak
Kemala Bhayangkari 42 Pati, kemudian melanjutkan di Sekolah Dasar (SD)
Negeri Taman Sari 02 Pati dan lulus pada tahun 2000, pada tahun yang sama
penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 03
Pati. Pada tahun 2003, penulis melanjutkan di Sekolah Menengah Atas (SMA)
Negeri 02 Pati. Penulis lulus SMA tahun 2006 dan diterima melanjutkan
pendidikan di Direktorat Program Diploma Institut Pertanian Bogor pada Program
Keahlian Akuntansi melalui jalur PMDK dan berhasil lulus pada tahun 2009.
Pada tahun 2009 penulis sempat bekerja di perusahaan rekanan PT
Pertamina sebagai staf keuangan hingga tahun 2012. Tahun 2010 penulis
melanjutkan jenjang pendidikan di Program Sarjana Alih Jenis Manajemen,
Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian
Bogor. Di luar aktivitas perkuliahan, pada tahun 2012 penulis dilibatkan sebagai
tenaga survey dan sosialisasi sensus pajak nasional yang merupakan program
tahunan Direktorat Jenderal Pajak dalam kurun waktu enam bulan. Selain itu,
penulis juga telah mengikuti beberapa training yang berhubungan dengan
manajemen.
iii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
membuat segala sesuatu indah tepat pada waktunya dan yang telah melimpahkan
rahmat, kasih dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat
menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul “Analisis Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Struktur Modal Perusahaan Sektor Pertambangan yang Terdaftar
di Bursa Efek Indonesia”, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi pada Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan
Manajemen Institut Pertanian Bogor.
Penulis menyadari bahwa baik dalam pengungkapan, penyajian dan
pemilihan kata-kata maupun pembahasan materi dalam skripsi ini masih jauh dari
sempurna. Oleh karena itu dengan penuh kerendahan hati penulis mengharapkan
saran, kritik dan segala bentuk pengarahan yang bersifat membangun dari semua
pihak yang dapat ditujukan untuk perbaikan skripsi ini. Penulis berharap semoga
skripsi ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak yang membacanya serta mampu
berkontribusi dalam perkembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang
manajemen keuangan.
Bogor, Juli 2013
Penulis
iv
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini penulis mendapat
bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, tidaklah berlebihan apabila dalam
kesempatan ini, penulis dengan segala kerendahan hati ingin menyampaikan
ucapan terima kasih yang tidak terhingga atas segala doa, bimbingan serta
dukungan yang telah diberikan, kepada:
1.
Dr. Ir. Jono M. Munandar, M.Sc., selaku Kepala Departemen Manajemen
Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB.
2.
Farida Ratna Dewi, S.E., M.M., sebagai dosen pembimbing yang telah
bersedia meluangkan banyak waktu dan pikiran untuk dapat memberikan
bimbingan, arahan, serta motivasi kepada penulis sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini.
3.
Dr. Ir. Ma’mun Sarma, M.S., M.Ec., selaku dosen wali penulis selama
menempuh pendidikan sebagai mahasiswa di Program Sarjana Alih Jenis
Manajemen IPB.
4.
Dr. Ir. Anggraini Sukmawati, M.Si., dan Yusrina Permatasari, S.Sos., M.E.,
selaku dosen penguji, terima kasih atas waktu, penilaian, saran, nasihat serta
kesediaannya dalam menghadiri ujian sidang skripsi.
5.
Hardiana Widyastuti, S.Hut., M.M., sebagai moderator dalam sesi seminar
penelitian penulis serta sebagai dosen QC skripsi yang bersedia meluangkan
waktu serta saran dalam proses penulisan skripsi.
6.
Ayahanda Darmaji Dwiyanto dan Ibunda Dwi Susilorini tercinta yang telah
melahirkan, merawat dan membesarkan aku dengan setiap tetes peluh atas
kerja keras dan untaian doa serta harapan yang tak pernah sedikitpun padam
dalam hidupku. Terima kasih Ayah, Ibu.
7.
Novita Sintya Dewi, adikku tersayang, yang selalu menjadi motivasi bagi
setiap kami dalam keluarga untuk selalu berusaha dan berjuang untuk
memberikan yang terbaik. I’m proud of you my little sister.
8.
Spesial untuk Dyas Semiartya Kristi, yang selalu memberikan semangat,
motivasi, keyakinan, serta jalan keluar dalam proses menyelesaikan masa
studi sarjana. Terima kasih telah bersedia berbagi banyak hal yang tidak
v
ternilai dalam hidup ini, baik suka maupun duka. Selalu ada dan akan tetap
ada. Let’s enjoy our time together.
9.
Keluarga besar Ayah dan Ibuku serta keluarga besar Dyas Semiartya Kristi
terima kasih atas dukungan baik moral maupun materi selama ini.
10. Teman satu bimbingan, Chinderaka Yulandita, Sri Rahayu, dan Irvan Sandy
atas bantuan serta dukungannya dalam setiap proses meraih kelulusan.
11. Abed Ago, Aira, Andi Pebriananta, Choirul Azis, Condro Yas, Dian
Puspitaning, Dhenta, Dicky Wisnu, Erick, Lek Anto, Mbak Endah, Onoth
Tono, Ook, Pewe, Proboniscoyotiwi, Ragil, Rhieno, Tia, Reza Ramadhany
(teman bergadang dan diskusi selama proses penulisan skripsi), Pras, serta
seluruh teman-teman seperjuangan mahasiswa Program Sarjana Alih Jenis
Manajemen, Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen
IPB.
12. Seluruh dosen, staf dan pengurus Program Sarjana Alih Jenis Manajemen
IPB.
13. Warga maupun alumni kost Cidangiang 21 serta semua pihak yang telah
membantu dan tidak dapat disebutkan satu persatu.
Akhir kata, hanya doa dan ucapan syukur yang dapat penulis panjatkan
semoga Allah berkenan membalas semua kebaikan Bapak, Ibu, Saudara, Sahabat
dan teman-teman sekalian.
vi
DAFTAR ISI
RINGKASAN ................................................................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................................................. vii
DAFTAR TABEL ......................................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................................ xi
I. PENDAHULUAN ....................................................................................................... 1
1.1.
1.2.
1.3.
1.4.
1.5.
Latar Belakang ................................................................................................ 1
Rumusan Masalah .......................................................................................... 4
Tujuan .............................................................................................................. 5
Manfaat Penelitian ......................................................................................... 5
Ruang Lingkup Penelitian ............................................................................. 5
II. TINJAUAN PUSTAKA........................................................................................... 7
2.1.
2.2.
2.3.
2.4.
Manajemen Keuangan ................................................................................... 7
Struktur Modal ................................................................................................ 8
Struktur Modal Optimal .............................................................................. 13
Teori Struktur Modal ................................................................................... 14
2.4.1 Teori Modigliani dan Miller (MM) .................................................. 15
2.4.2 Agency Theory .................................................................................... 17
2.4.3 Trade Off Theory ................................................................................ 21
2.4.4 Asymmetric Information Theory ....................................................... 25
2.4.5 Signaling Theory................................................................................. 26
2.4.6 Pecking Order Theory........................................................................ 27
2.5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Struktur Modal ............................... 30
2.6. Penelitian Terdahulu .................................................................................... 35
III. METODE PENELITIAN .................................................................................... 41
3.1.
3.2.
3.3.
3.4.
3.5.
Kerangka Pemikiran Penelitian .................................................................. 41
Hipotesis ........................................................................................................ 41
Variabel Penelitian dan Definisi Operasional .......................................... 43
Jenis dan Sumber Data ................................................................................ 45
Populasi dan Sampel .................................................................................... 46
3.5.1 Populasi ................................................................................................ 46
3.5.2 Sampel .................................................................................................. 46
3.6. Metode Pengumpulan Data ......................................................................... 47
3.7. Metode Analisis Data................................................................................... 47
3.8. Uji Penyimpangan Asumsi Klasik ............................................................. 48
3.9. Statistik Deskriptif ....................................................................................... 52
3.10. Uji Hipotesis .................................................................................................. 52
3.10.1 Uji Hipotesis Secara Simultan (Uji F) ........................................... 53
3.10.2 Uji Hipotesis Secara Parsial (Uji t) ................................................ 54
3.11. Koefisien Determinasi (R2) ......................................................................... 55
vii
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................... 56
4.1. Deskripsi Obyek Penelitian ......................................................................... 56
4.2. Analisis Data Deskriptif .............................................................................. 56
4.3. Uji Asumsi Klasik ........................................................................................ 58
4.3.1 Uji Normalitas ..................................................................................... 58
4.3.2 Uji Multikolinieritas ........................................................................... 59
4.3.3 Uji Autokorelasi.................................................................................. 60
4.3.4 Uji Heteroskedastisitas....................................................................... 60
4.4. Uji Hipotesis ................................................................................................. 61
4.4.1 Uji F (Uji Simultan) ........................................................................... 61
4.4.2 Koefisien Determinasi ....................................................................... 62
4.4.3 Uji t (Uji Parsial) ................................................................................ 62
4.4.4 Analisisi Regresi Berganda............................................................... 64
4.5. Pembahasan Uji Hipotesis........................................................................... 65
4.5.1 Pembahasan Hasil Pengujian Hipotesis Pertama ........................... 65
4.5.2 Pembahasan Hasil Pengujian Hipotesis Kedua .............................. 66
4.5.3 Pembahasan Hasil Pengujian Hipotesis Ketiga .............................. 68
4.5.4 Pembahasan Hasil Pengujian Hipotesis Keempat .......................... 69
4.5.5 Pembahasan Hasil Pengujian Hipotesis Kelima ............................. 71
4.5.6 Pembahasan Hasil Pengujian Hipotesis Keenam ........................... 72
4.6. Keterbatasan Penelitian ............................................................................... 73
KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................................. 74
1.
2.
Kesimpulan ................................................................................................... 74
Saran............................................................................................................... 75
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. 77
LAMPIRAN................................................................................................................... 80
viii
DAFTAR TABEL
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
Penelitian terdahulu ....................................................................................... 36
Daftar nama perusahaan sektor pertambangan periode 2007-2011 ............... 56
Deskripsi statistik variabel ............................................................................. 57
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test......................................................... 58
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test (tanpa data outlier) ......................... 59
Hasil uji Multikolinieritas .............................................................................. 59
Hasil uji Durbin Watson ................................................................................ 60
Hasil uji F (uji simultan) ................................................................................ 62
Koefisien determinasi .................................................................................... 62
Hasil uji t (uji parsial) .................................................................................... 63
Model regresi linier berganda ........................................................................ 64
ix
DAFTAR GAMBAR
1.
2.
3.
4.
Nilai realisasi investasi PMDN & PMA sektor pertambangan ........................ 2
Rata-rata tingkat struktur modal perusahaan sektor pertambangan ................. 3
Kerangka pemikiran penelitian ...................................................................... 41
Diagram Scatterplot ....................................................................................... 61
x
DAFTAR LAMPIRAN
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
One-Sample-Kolmogorov-Smirnov (tanpa outlier) ........................................ 81
Histogram ...................................................................................................... 82
P-P Plot .......................................................................................................... 83
F Test (ANOVA) ........................................................................................... 84
Deteminasi yang disesuaikan (Adjusted R Square)........................................ 85
t Test (Parsial) ................................................................................................ 86
Beta Coefficients ............................................................................................ 87
Hasil perhitungan ukuran perusahaan (SIZE) ................................................ 88
Hasil perhitungan pertumbuhan aktiva (GROWTH) ..................................... 89
Hasil perhitungan struktur aktiva (STR_A) ................................................... 90
Hasil perhitungan profitabilitas (ROA).......................................................... 91
Hasil perhitungan pertumbuhan penjualan (SALES)..................................... 92
Hasil perhitungan struktur modal (LDER) .................................................... 93
xi
1
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Persaingan di dalam dunia usaha dan ekonomi yang semakin ketat seiring
kemajuan fungsi manajemen dalam mengelola perusahaan memaksa pemilik
maupun pihak manajemen perusahaan untuk lebih bekerja keras dalam
meningkatkan nilai perusahaan. Hal inilah yang menyebabkan timbulnya iklim
persaingan yang kompetitif dibidang usaha baik di sektor industri maupun jasa.
Persaingan usaha merupakan tantangan bagi perusahaan untuk selalu berusaha
menerapkan tata kelola perusahaan yang baik demi mencapai tujuan utama
perusahaan yaitu peningkatan nilai perusahaan yang mencerminkan peningkatan
kekayaan pemegang saham.
Manajemen keuangan merupakan salah satu fungsi manajemen yang
berperan penting dalam mengelola suatu perusahaan, diantaranya adalah
menyangkut ketersediaan modal yang berkaitan dengan keputusan pendanaan.
Kebutuhan dana untuk mendukung semua aktivitas fungsi manajemen akan terus
mengalami peningkatan seiring berkembangnya suatu perusahaan. Manajemen
perusahaan harus cermat dan teliti dalam mencari sumber dana yang digunakan
untuk membiayai investasi perusahaan. Pentingnya penentuan sumber dana yang
tepat dikarenakan masing-masing sumber dana memiliki konsekuensi langsung
bagi perusahaan berupa biaya modal.
Struktur modal didefinisikan sebagai proporsi hutang jangka panjang dan
ekuitas yang ditetapkan perusahaan (Mardiyanto, 2009). Keputusan mengenai
penetapan struktur modal harus mempertimbangkan perimbangan antara tingkat
pengembalian dan biaya modal yang timbul akibat dari keputusan pendanaan
tersebut sehingga tercapai tingkat struktur modal yang optimal. Kesalahan dalam
keputusan pendanaan akan mengakibatkan timbulnya biaya modal yang
berlebihan sehingga dapat menurunkan nilai perusahaan bahkan dapat
menyebabkan risiko kebangkrutan bagi perusahaan. Sebaliknya, tingkat struktur
modal yang optimal akan memberikan pengembalian yang maksimum berupa
peningkatan nilai perusahaan.
2
Sektor pertambangan merupakan salah satu sektor industri yang mampu
menarik minat investor, baik dalam negeri maupun luar negeri untuk berinvestasi
di Indonesia. Potensi alam Indonesia yang kaya akan sumber daya mineral
menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara terkemuka di dunia dalam hal
produksi serta peranannya dalam mencukupi kebutuhan komoditas pertambangan
di dunia. Selain itu, dalam tiga tahun terakhir, nilai realisasi investasi sektor
pertambangan terus mengalami peningkatan baik oleh Penanam Modal Asing
(PMA) maupun Penanam Modal Dalam Negeri (PMDN) yang ditunjukan oleh
Gambar 1.
45.000,0
41.162,5
40.000,0
32.818,9
35.000,0
30.000,0
25.000,0
19.784,7
PMDN (Rp. Miliar)
20.000,0
PMA (Rp. Miliar)
15.000,0
10.480,9
10.000,0
5.000,0
6.899,2
3.075,0
0,0
2010
2011
2012
Gambar 1. Nilai realisasi investasi PMDN & PMA sektor pertambangan
Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat jumlah emiten perusahaan yang
termasuk ke dalam sektor pertambangan sepanjang tahun 2007 hingga tahun 2011
terus mengalami peningkatan. Emiten perusahaan sektor pertambangan pada
tahun 2007 berjumlah 10 perusahaan dan terus mengalami pertumbuhan hingga
mencapai 31 perusahaan pada tahun 2012. Hal ini mengindikasikan bahwa
perusahaan sektor pertambangan semakin memiliki pengaruh yang besar terhadap
pergerakan pasar bursa saham BEI. Selain itu, saham perusahaan sektor
pertambangan juga memiliki nilai kapitalisasi pasar yang cukup mendominasi
terhadap
pembentukan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tahun 2006
sampai dengan 2012 dengan porsi rata-rata mencapai 12,83 % setiap tahunnya.
Peningkatan nilai realisasi investasi, jumlah perusahaan serta besarnya nilai
kapitalisasi pasar merupakan bukti bahwa bahwa sektor pertambangan masih
3
memiliki peluang besar sebagai salah satu sektor usaha yang akan terus
berkembang di masa yang akan datang.
3,000
2,485
2,500
2,000
1,267
1,500
0,949
1,000
0,500
0,750
LDER
0,471
0,176
0,173 0,165 0,206 0,098 0,116
0,000
Gambar 2. Rata-rata tingkat struktur modal perusahaan sektor pertambangan
yang terdaftar di BEI periode 2007-2011
Gambar 2 menyatakan bahwa tingkat rata-rata struktur modal pada
perusahaan pertambangan yang menjadi sampel dalam penelitian ini sangat
bervariasi. Semakin tinggi tingkat struktur modal perusahaan berarti semakin
tinggi penggunaan hutang jangka panjang oleh perusahaan. Perusahaan sektor
pertambangan yang memiliki tingkat struktur modal paling tinggi adalah PT Bumi
Resources Tbk (BUMI) dengan tingkat struktur modal sebesar 2,485 yang berarti
bahwa perusahaan lebih mengutamakan pendanaan dengan hutang jangka
panjang. PT Radian Utama Interinsco Tbk (RUIS) memiliki tingkat struktur
modal sebesar 0,949 yang berarti bahwa perusahaan hampir menyeimbangkan
proporsi antara penggunaan hutang jangka panjang dan ekuitas dalam mencukupi
kebutuhan pendanaan perusahaan. Perusahaan yang memiliki tingkat struktur
modal paling rendah dimiliki oleh PT Timah (Persero) Tbk (TINS) dengan tingkat
struktur modal sebesar 0,098 yang berarti perusahaan cenderung untuk mencukupi
sebagian besar kebutuhan modalnya dari ekuitas dibanding dari penggunaan
hutang jangka panjang.
Variasi tingkat struktur modal pada perusahaan sektor pertambangan
menunjukkan
bahwa
masing-masing
perusahaan
memiliki
strategi
dan
pertimbangan tertentu yang menyesuaikan dengan situasi dan kondisi yang
dihadapi oleh perusahaan demi mencapai struktur modal yang optimal. Brigham
4
dan Houston (2001) berpendapat bahwa penentuan tingkat struktur modal optimal
bukan merupakan ilmu pasti, bersifat dinamis serta tidak bisa ditentukan secara
tepat. Karena itu meskipun perusahaan-perusahaan berada dalam industri yang
sama, seringkali mempunyai struktur modal yang sangat berbeda.
Potensi pertumbuhan investasi pada perusahaan sektor pertambangan yang
cukup baik serta karakteristik struktur modal yang dinamis dan bervariasi pada
perusahaan sektor pertambangan menjadi dasar pemikiran peneliti untuk
melakukan
penelitian
dengan
judul
“Analisis
Faktor-Faktor
yang
Mempengaruhi Struktur Modal Pada Perusahaan Sektor Pertambangan
yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia”. Hasil penelitian ini diharapkan dapat
membantu para manajer untuk memahami terjadinya tingkat struktur modal
perusahaan sektor pertambangan yang bervariasi serta dalam memahami faktorfaktor yang harus dipertimbangkan dalam menentukan tingkat struktur modal
yang optimal bagi perusahaan sektor pertambangan.
1.2. Rumusan Masalah
Tingkat struktur modal suatu perusahaan sangat memungkinkan berubah
atau dinamis sesuai dengan kondisi internal maupun eksternal perusahaan. oleh
sebab itu, pada umumnya tingkat struktur modal yang dimiliki perusahaan satu
berbeda dengan perusahaan yang lainnya. Salah satu hal penting dalam proses
pencapaian keputusan struktur modal yang optimal adalah pengetahuan mengenai
teori dan faktor-faktor yang mempengaruhi struktur modal, dimana menurut
Weston (1996) rasio hutang jangka panjang dan modal sendiri (LDER) dapat
menggambarkan tingkat struktur modal suatu perusahaan. Berdasarkan latar
belakang tersebut, maka rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini
adalah:
1. Bagaimana secara bersama-sama (simultan) pengaruh ukuran perusahaan
(SIZE), pertumbuhan aktiva (GROWTH), struktur aktiva (STR_A),
profitabilitas (ROA) dan pertumbuhan penjualan (SALES) terhadap struktur
modal (LDER) pada perusahaan sektor pertambangan yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia?
2. Bagaimana secara individu (parsial) pengaruh ukuran perusahaan (SIZE),
pertumbuhan aktiva (GROWTH), struktur aktiva (STR_A), profitabilitas
5
(ROA) dan pertumbuhan penjualan (SALES) terhadap struktur modal
(LDER) pada perusahaan sektor pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia?
1.3. Tujuan
Sesuai dengan perumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini, maka
tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Menganalisis secara bersama-sama (simultan) pengaruh ukuran perusahaan
(SIZE), pertumbuhan aktiva (GROWTH), struktur aktiva (STR_A),
profitabilitas (ROA) dan pertumbuhan penjualan (SALES) terhadap struktur
modal (LDER) pada perusahaan sektor pertambangan yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia.
2. Menganalisis secara individu (parsial) pengaruh ukuran perusahaan (SIZE),
pertumbuhan aktiva (GROWTH), struktur aktiva (STR_A), profitabilitas
(ROA) dan pertumbuhan penjualan (SALES) terhadap struktur modal
(LDER) pada perusahaan sektor pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia.
1.4. Manfaat Penelitian
Diharapkan penelitian ini dapat memberikan manfaat, yaitu:
1. Bagi perusahaan dan manajemen sebagai masukan yang dapat dijadikan
tolok ukur pemikiran dalam mengambil keputusan keuangan khususnya
mengenai struktur modal berdasarkan perimbangan antara biaya dan
manfaat dengan tujuan dapat meningkatkan nilai perusahaan.
2. Memberikan referensi bagi peneliti selanjutnya yang berminat untuk
meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi struktur modal perusahaan,
khususnya sektor pertambangan.
1.5. Ruang Lingkup Penelitian
Menurut Brigham dan Houston (2001) ada beberapa faktor yang
mempengaruhi keputusan struktur modal perusahaan, antara lain: stabilitas
penjualan, struktur aktiva, leverage operasi, tingkat pertumbuhan, profitabilitas,
pajak, pengawasan, sifat manajemen, sikap kreditur dan konsultan, kondisi pasar,
kondisi internal perusahaan dan fleksibilitas keuangan. Riyanto (2001) juga
6
menambahkan bahwa faktor-faktor utama yang mempengaruhi struktur modal
adalah tingkat bunga, stabilitas laba, susunan aktiva, kadar risiko aktiva, jumlah
modal yang dibutuhkan, keadaan pasar modal, sifat manajemen dan besarnya
perusahaan. Namun dalam penelitian ini tidak membahas semua faktor yang
diduga mempengaruhi struktur modal perusahaan. Beberapa faktor yang akan
dibahas dalam penelitian ini adalah: ukuran perusahaan (SIZE), pertumbuhan
aktiva (GROWTH), struktur aktiva (STR_A), profitabilitas (ROA) dan
pertumbuhan penjualan (SALES) serta pengaruhnya terhadap struktur modal pada
perusahaan sektor pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode
2007 – 2011.
7
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Manajemen Keuangan
Riyanto (2001) mendefinisikan manajemen keuangan sebagai keseluruhan
aktivitas yang berkaitan dengan usaha untuk mendapatkan dana dan menggunakan
atau mengalokasikan dana tersebut. Manajemen keuangan menyangkut kegiatan
perencanaan, analisis dan kegiatan pengendalian kegiatan keuangan. Secara
spesifik, manajemen keuangan dalam suatu perusahaan berbeda dengan
perusahaan lain biasanya sesuai dengan karakteristik suatu perusahaan. Walaupun
demikian, secara umum manajemen keuangan memiliki tujuan yang sama yaitu
menciptakan stabilitas finansial perusahaan dan memaksimalkan kekayaan
pemegang saham.
Menurut Husnan (2000), manajemen keuangan dalam kegiatannya harus
mengambil beberapa keputusan penting yang sering disebut dengan fungsi
keputusan manajemen keuangan, yaitu :
1. Penggunaan dana, disebut keputusan investasi (investment decision)
2. Memperoleh dana, disebut keputusan pendanaan (financial decision)
3. Pembagian laba, disebut kebijakan deviden (earning decision)
Keputusan investasi tercermin dalam sisi aktiva neraca perusahaan.
Sebaliknya keputusan pendanaan dan dividen tercermin dalam sisi pasiva neraca
perusahaan. Keputusan pendanaan dan dividen mempengaruhi besarnya proporsi
struktur modal perusahaan. Aktiva-aktiva yang dimiliki perusahaan menunjukkan
penggunaan bersih dari dana, sedangkan hutang dan modal sendiri mencerminkan
sumber dananya. Keputusan yang diambil oleh manajer keuangan akan tercermin
pada nilai perusahaan. Keputusan investasi akan mempengaruhi struktur kekayaan
perusahaan, yaitu perbandingan antara aktiva lancar dan aktiva tetap. Sedangkan
keputusan pendanaan dan kebijakan dividen akan mempengaruhi struktur modal.
Secara umum perbandingan dana yang tertanam dalam jangka waktu lama disebut
sebagai struktur modal (Husnan, 2000). Keputusan yang diambil oleh manajer
keuangan akan sangat menentukan nilai suatu perusahaan.
Nilai perusahaan secara normatif merupakan harga yang bersedia dibayar
oleh calon pembeli apabila perusahaan tersebut dijual. Pengertian lain
8
menyebutkan bahwa nilai perusahaan pada dasarnya sama dengan nilai pasar
saham ditambah nilai pasar hutang. Apabila besarnya nilai hutang konstan maka
setiap peningkatan nilai saham dengan sendirinya akan meningkatkan nilai
perusahaan. Namun, bila nilai hutang berubah, maka struktur modal akan berubah
pula. Perubahan dalam struktur modal akan menguntungkan bagi pemegang
saham jika nilai perusahaan meningkat. Setiap fungsi manajemen keuangan harus
mempertimbangkan tujuan perusahaan yaitu dengan mengoptimalkan kombinasi
tiga kebijakan keuangan yang mampu meningkatkan nilai kekayaan bagi para
pemegang saham.
Beberapa pandangan, diantaranya Brigham dan Houston (2001), Brealey at
al. (2008), Horne dan Wachowicz (1998), dan Husnan (2000) menyatakan bahwa
peningkatan nilai kekayaan bagi pemegang saham dapat direfleksikan oleh
peningkatan harga saham. Secara mendasar tujuan pemaksimalan kekayaan para
pemegang saham secara rasional yaitu mampu menunjukkan operasi bisnis
perusahaan melalui alokasi sumber daya secara efisien, dengan asumsi bahwa
manajemen keuangan harus melalui pertimbangan kebijakan keuangan sesuai
perencanaan dan pengendalian secara efektif dan efisien (costefectiveness),
dengan tetap mencermati kondisi ekonomi secara makro mengarah pada
pemaksimalan kekayaan para pemegang saham.
2.2. Struktur Modal
Struktur modal merupakan salah satu keputusan keuangan yang kompleks
karena berhubungan dengan variabel keputusan keuangan yang lainnya. Manajer
keuangan harus dapat menilai struktur modal perusahaan dan memahami
hubungannya dengan risiko, pengembalian dan nilai perusahaan. Kesalahan dalam
membuat keputusan struktur modal dapat menimbulkan biaya modal yang cukup
besar bagi perusahaan. Sebaliknya, keputusan struktur modal yang efektif dapat
meminimisasi biaya modal sehingga mampu berkontribusi dalam meningkatkan
nilai perusahaan dan meningkatkan porsi laba bagi pemilik perusahaan.
Neraca perusahaan (balance sheet) terdiri dari dua sisi yaitu sisi aktiva yang
mencerminkan struktur kekayaan dan sisi pasiva sebagai struktur keuangan.
Struktur modal didefinisikan sebagai komposisi dan proporsi hutang jangka
panjang dan ekuitas (saham preferen dan saham biasa) yang ditetapkan oleh
9
perusahaan. Sehingga, apabila struktur keuangan tercermin pada keseluruhan
pasiva dalam neraca, maka struktur modal hanya tercermin pada hutang jangka
panjang dan unsur-unsur modal sendiri, dimana kedua golongan tersebut
merupakan dana permanen atau dana jangka panjang. Margaretha (2006) juga
menyatakan bahwa terminologi modal hanya menunjukkan modal jangka panjang
pada suatu perusahaan. Modal jangka panjang meliputi semua komponen di sisi
pasiva pada neraca perusahaan kecuali hutang lancar. Dengan demikian, maka
struktur modal hanya merupakan sebagian saja dari struktur keuangan
(Mardiyanto, 2009).
Weston (1996) mengemukakan bahwa rasio hutang jangka panjang terhadap
modal sendiri (long term debt to equity ratio) menggambarkan struktur modal
perusahan. Menurut Abor dan Biekpe (2009) struktur modal merupakan
kombinasi antara hutang jangka panjang dan modal sendiri yang digunakan oleh
perusahaan untuk mendanai pengoperasiannya. Sedangkan, Brigham dan Houston
(2001) menyatakan bahwa struktur modal merupakan campuran atau kumpulan
dari hutang jangka panjang, saham preferen dan saham sendiri yang digunakan
untuk menggalang modal. Kebijakan struktur modal melibatkan adanya suatu
perimbangan (trade-off) antara resiko dan tingkat pengembalian, penggunaan
lebih banyak hutang akan meningkatkan resiko yang ditanggung oleh para
pemegang saham. Namun, penggunaan hutang yang lebih besar biasanya akan
menyebabkan terjadinya ekspektasi tingkat pengembalian atas ekuitas yang lebih
tinggi.
Keputusan pemenuhan dana mencakup berbagai pertimbangan apakah
perusahaan akan menggunakan sumber internal maupun sumber eksternal yang
berasal dari hutang atau emisi saham baru. Manajer harus mampu menghimpun
dana baik yang bersumber dari dalam maupun dari luar perusahaan secara efisien,
dalam arti keputusan pendanaan tersebut mampu meminimalkan biaya modal
yang harus ditanggung perusahaan. Tidak ada ukuran yang pasti mengenai jumlah
dan komposisi modal dari tiap-tiap perusahaan, tetapi pada dasarnya pengaturan
terhadap struktur modal dalam perusahaan harus berorientasi pada perimbangan
antara risiko dan tingkat pengembalian yang diperoleh perusahaan demi
tercapainya stabilitas finansial dan peningkatan nilai perusahaan.
10
Sundjaja et al. (2007) menyatakan bahwa terminologi modal menunjukkan
modal jangka panjang pada suatu perusahaan. Modal jangka panjang meliputi
semua komponen pada posisi pasiva neraca perusahaan kecuali hutang lancar.
Modal terdiri dari modal hutang dan modal sendiri / ekuitas yang dijelaskan
sebagai berikut:
1.
Modal Hutang
Modal hutang merupakan semua pinjaman jangka panjang yang
diperoleh perusahaan baik dengan cara negosiasi dengan lembaga keuangan
maupun dengan menjual obligasi. Biaya modal pinjaman jangka panjang
relatif lebih rendah apabila dibandingkan dengan pendanaan dengan
penerbitan saham. Hal ini disebabkan karena kreditur memperoleh risiko
yang paling kecil atas segala jenis modal jangka panjang, seperti:
a. Pemegang pinjaman memiliki prioritas terhadap pembayaran bunga
atas pinjaman atau terhadap aset yang akan dijual untuk membayar
hutang.
b. Pemegang
modal
pinjaman
memiliki
kekuatan
hokum
atas
pembayaran hutang dibanding dengan pemegang saham preferen dan
pemegang saham biasa.
c. Bunga pinjaman merupakan biaya yang dapat mengurangi pajak,
sehingga biaya modal pinjaman yang sebenarnya secara subtansial
menjadi lebih rendah.
Pembiayaan jangka panjang dapat diperoleh dalam beberapa bentuk
pinjaman berjangka sebagai berikut:
a. Pinjaman berjangka
Pinjaman berjangka adalah suatu pinjaman yang diberikan oleh
lembaga keuangan kepada perusahaan dengan suatu perjanjian formal
yang jatuh temponya lebih dari satu tahun. Pinjaman berjangka biasa
digunakan untuk membiayai kebutuhan modal kerja permanen, untuk
melunasi hutang lain atau membeli mesin dan peralatan.
b. Obligasi perusahaan
Obligasi perusahaan merupakan instrument hutang jangka
panjang yang menyatakan bahwa perusahaan meminjam uang dari
11
suatu lembaga atau perorangan dan berjanji akan membayar kembali
di masa yang akan datang dengan aturan-aturan yang jelas. Beberapa
jenis obligasi yang umum dijumpai diantaranya adalah:
i.
Obligasi tanpa jaminan yaitu obligasi yang dijual tanpa
mensyaratkan adanya suatu agunan bagi pemegang obligasi.
Hanya perusahaan terpercaya yang dapat menerbitkan obligasi
tanpa jaminan.
ii.
Obligasi pendapatan yaitu obligasi yang bunganya hanya
dibayarkan jika perusahaan membukukan laba bersih, tetapi
hutang pokok harus dibayar pada waktunya
iii.
Obligasi hipotik yaitu obligasi yang dijamin dengan aset berupa
properti.
iv.
Obligasi dengan jaminan saham dan (atau) obligasi yaitu
obligasi yang dijamin dengan saham dan (atau) obligasi yang
dimiliki oleh penerbit. Nilai jaminan umumnya antara 25%
sampai 30% lebih besar dari nilai obligasi.
Modal hutang jangka panjang merupakan sumber dana bagi
perusahaan yang harus dibayar kembali dalam jangka waktu tertentu.
Semakin lama jangka waktu, maka semakin ringan syarat-syarat
pembayaran kembali hutang tersebut sehingga akan mempermudah bagi
perusahaan untuk mendayagunakan hutang jangka panjang tersebut.
Meskipun demikian, hutang harus dibayar pada waktu yang sudah
ditetapkan tanpa memperhatikan kondisi finansial perusahaan pada saat itu
dan harus sudah disertai dengan bunga yang sudah diperhitungkan
sebelumnya, dengan demikian seandainya perusahaan tidak mampu
membayar kembali hutang dan bunga, maka kreditur dapat memaksa
perusahaan dengan menjual asset yang dijadikan jaminannya. Oleh karena
itu, kegagalan membayar hutang atau bunganya akan mengakibatkan
perusahaan kehilangan kontrol terhadap perusahaannya seperti halnya
sebagian atau keseluruhan modal yang ditanamkan dalam perusahaan,
begitu pula sebaliknya para kreditur dapat kehilangan kontrol sebagian atau
12
keseluruhan dana pinjaman dan bunganya, karena segala macam bentuk
yang ditanamkan dalam perusahaan selalu dihadapkan pada risiko kerugian.
Semakin besar proporsi modal hutang jangka panjang dalam struktur
modal perusahaan akan semakin besar pula risiko kemungkinan terjadinya
ketidakmampuan untuk membayar kembali hutang jangka panjang beserta
bunga pada saat jatuh tempo. Oleh sebab itu, kemungkinan kerugian
terhadap dana yang kreditur tanamkan dalam perusahaan sebagai akibat
gagal bayar juga semakin besar.
2.
Modal sendiri / ekuitas
Modal sendiri adalah modal jangka panjang yang diperoleh dari
pemilik perusahaan atau pemegang saham. Modal sendiri diharapkan tetap
berada dalm perusahaan untuk jangka waktu yang tidak terbatas, sedangkan
modal hutang memiliki jatuh tempo.
Komponen modal sendiri / ekuitas terdiri dari:
a. Modal saham (eksternal)
Saham adalah tanda bukti kepemilikan suatu perseroan terbatas
(P.T.) yang terdiri dari:
i.
Saham biasa (common stock)
Pemegang saham biasa merupakan pemilik perusahaan
yang menginvestasikan uangnya dengan harapan mendapat
pengembalian di masa yang akan datang. Pemegang saham biasa
sering disebut sebagai pemilik residual karena pemegang saham
biasa hanya menerima sisa setelah seluruh tuntutan atas
pendapatan dan aset telah dipenuhi dan tidak memperoleh
penggantian dividen yang tidak terbayarkan pada tahun-tahun
sebelumnya.
ii.
Saham preferen (preferred stock)
Saham preferen bentuk komponen surat berharga modal
jangka panjang yang memiliki karakteristik campuran antara
saham biasa dan hutang jangka panjang. Saham preferen
memberikan para pemegangnya beberapa hak istimewa yang
menjadikannya lebih diprioritaskan daripada pemegang saham
13
biasa. Hak istimewa adalah mempunyai prioritas dalam
pendapatan untuk menuntut aset saat likuidasi atau hak prioritas
baik dalam pendapatan maupun aset lebih dulu daripada saham
biasa.
b. Laba ditahan (internal)
Laba ditahan adalah sisa laba bersih yang tidak dibayarkan
sebagai deviden.
Komponen modal sendiri ini merupakan modal perusahan yang
dipetaruhkan untuk segala risiko, baik risiko usaha maupun risiko-risiko
lainnya. Modal sendiri ini tidak memerlukan jaminan atau keharusan untuk
pembayaran kembali dalam setiap keadaan serta tidak memiliki kepastian
mengenai jangka waktu pembayaran kembali modal sendiri. Setiap
perusahaan harus mempunyai jumlah minimum modal yang diperlukan
untuk menjamin kelangsungan hidup perusahaan.
Modal sendiri yang bersifat permanen akan tetap tertanam dalam
perusahaan dan dapat diperhitungkan setiap saat untuk memelihara
kelangsungan hidup dan melindungi perusahan dari risiko kebangkrutan.
Modal sendiri merupakan sumber dana perusahaan yang paling tepat untuk
diinvestasikan pada aktiva tetap yang bersifat permanen dan investasiinvestasi yang menghadapi risiko kerugian yang relatif kecil, karena suatu
kerugian atau kegagalan dari investasi tersebut dengan alasan apapun
merupakan tindakan membahayakan bagi kontinuitas kelangsungan hidup
perusahaan.
2.3. Struktur Modal Optimal
Struktur modal yang optimal adalah struktur modal yang meminimumkan
biaya modal dan memaksimumkan nilai perusahaan. Bagi perusahaan yang sudah
go public, struktur modal mempengaruhi nilai perusahaan yang tercatat di bursa
saham. Perusahaan harus menetapkan sumber dana jangka panjang mana yang
akan dipilih dan memperhitungkannya dengan matang agar diperoleh kombinasi
struktur modal yang optimal. Perusahaan yang mempunyai struktur modal optimal
akan menghasilkan tingkat pengembalian yang optimal pula, sehingga nilai
perusahaan dan kekayaan pemegang saham ikut meningkat.
14
Struktur modal yang tidak optimal akan menimbulkan biaya modal yang
terlalu besar. Semakin besar penggunaan hutang dalam struktur modal maka akan
menimbulkan biaya hutang yang besar pula. Perusahaan yang memenuhi
kebutuhan dananya dengan mengutamakan sumber dana yang berasal dari dalam
perusahaan atau sumber internal akan dapat mengurangi ketergantungannya
kepada pihak luar. Namun, bila kebutuhan dana perusahaan semakin meningkat
karena faktor seperti pertumbuhan perusahaan dan semua sumber dana internal
sudah digunakan, maka perusahaan tidak mempunyai pilihan lain selain
menggunakan dana yang berasal dari luar perusahaan baik dari hutang (debt
financing) atau dapat juga dengan mengeluarkan saham baru (external equity
financing).
Ang (1997) berpendapat bahwa setelah struktur modal ditentukan, maka
perusahaan akan menggunakan dana yang diperoleh tersebut untuk mendanai
aktivitas investasi perusahaan. Aktivitas investasi perusahaan dikatakan
menguntungkan jika return yang diperoleh dari hasil investasi tersebut lebih besar
daripada biaya modal (cost of capital), dimana biaya modal ini merupakan ratarata tertimbang dari biaya pendanaan (cost of funds) yang terdiri dari biaya
(bunga) pinjaman dan biaya modal sendiri. Biaya modal sendiri terdiri dari
dividen yang dibayarkan kepada pemegang saham biasa dan saham preferen.
Sedangkan biaya pinjaman merupakan biaya bunga bersih (setelah dikurangi tarif
pajak). Besarnya biaya modal itulah yang perlu dipertimbangkan oleh manajemen
dalam menentukan komposisi hutang dan modal sendiri yang akan digunakan oleh
perusahaan.
2.4. Teori Struktur Modal
Weston dan Brigham (1996) menyatakan bahwa teori struktur modal adalah
teori yang menjelaskan apakah ada pengaruh perubahan struktur modal terhadap
nilai perusahaan, kalau keputusan investasi dan kebijakan dividen dipegang
konstan. Nilai perusahaan adalah harga yang bersedia dibayar oleh calon pembeli
apabila perusahaan tersebut dijual (Husnan, 2000). Teori struktur modal telah
banyak dikemukakan oleh para peneliti terdahulu, berikut ini akan diuraikan
mengenai teori-teori tersebut:
15
2.4.1 Teori Modigliani dan Miller (MM)
Teori mengenai struktur modal bermula pada tahun 1958, ketika
Profesor Franco Modigliani dan Profesor Merton Miller (yang selanjutnya
disebut MM) mempublikasikan artikel keuangan yang paling berpengaruh
yang pernah ditulis yaitu “The Cost of capital, Corporation Finance, and
The Theory of Invesment”. MM membuktikan bahwa nilai suatu perusahaan
tidak dipengaruhi oleh struktur modalnya (Brigham dan Houston, 2001).
MM berpendapat bahwa dalam keadaan pasar sempurna maka penggunaan
hutang adalah tidak relevan dengan nilai perusahaan. Namun, studi MM
didasarkan pada sejumlah asumsi yang tidak realistis, antara lain (Brigham
dan Houston, 2001);
1. Tidak ada biaya broker (pialang).
2. Tidak ada pajak.
3. Tidak ada biaya kebangkrutan.
4. Para investor dapat meminjam dengan tingkat suku bunga yang sama
dengan perseroan.
5. Semua investor mempunyai informasi yang sama seperti manajemen
mengenai peluang investasi perusahaan pada masa mendatang .
6. EBIT tidak dipengaruhi oleh penggunaan hutang.
Penggunaan asumsi-asumsi tersebut membuat teori ini dianggap tidak
relevan, karena pada kenyataannya asumsi-asumsi tersebut hampir tidak
mungkin dapat dipenuhi. Pada tahun 1963, MM menerbitkan makalah
lanjutan yang berjudul “Corporate Income Taxes and The Cost of Capital: A
Correction” yang melemahkan asumsi tidak ada pajak perseroan. Peraturan
perpajakan memperbolehkan pengurangan pembayaran bunga sebagai beban
(corporate tax shield), tetapi pembayaran deviden kepada pemegang saham
tidak dapat dikurangkan. Dalam keadaan pasar sempurna dan ada pajak,
pada umumnya bunga yang dibayarkan akibat penggunaan hutang dapat
dipergunakan untuk mengurangi penghasilan yang dikenakan pajak atau
kata lain bersifat tax deductible. Dengan demikian, apabila ada dua
perusahaan yang memperoleh laba operasi yang sama tetapi perusahaan
yang satu mengunakan hutang dan membayar bunga sedangkan perusahaan
16
yang lain tidak, maka perusahaan yang membayar bunga akan membayar
pajak penghasilan yang lebih kecil. Karena menghemat membayar pajak
merupakan manfaat bagi pemilik perusahaan, maka nilai perusahaan yang
menggunakan hutang akan lebih besar dari nilai perusahaan yang tidak
menggunakan hutang.
Perlakuan
yang
berbeda
ini
mendorong
perusahaan
untuk
menggunakan hutang dalam struktur modalnya. MM menjelaskan bahwa
apabila semua asumsi yang lain berlaku dan bunga atas hutang diakui
sebagai pengurang dalam perhitungan pajak, maka nilai perusahaaan
meningkat sejalan dengan makin besarnya jumlah hutang dan nilainya akan
mencapai titik maksimum bila seluruhnya dibiayai dengan hutang (Brigham
dan Houston, 2001).
Namun pendapat Modigliani dan Miller (1963) yang menunjukkan
bahwa perusahaan dapat meningkatkan nilainya bila menggunakan hutang
sebesar-besarnya (dalam keadaan ada pajak) ini mengundang kritik dan
keberatan dari para praktisi. Keberatan tersebut disebabkan oleh asumsi
yang dipergunakan oleh Modigliani dan Miller dalam analisis mereka, yaitu
pasar modal adalah sempurna. Adanya ketidaksempurnaan pasar modal
menyebabkan pemilik perusahaan atau pemegang saham mungkin keberatan
untuk menggunakan leverage yang ekstrim karena akan menurunkan nilai
perusahaan (Husnan, 2000). Bahkan pasar modal yang tidak sempurna
memungkinkan munculnya biaya kebangkrutan, biaya keagenan atau adanya
informasi asimetris.
Pendekatan MM juga mengasumsikan bahwa tidak adanya biaya
transaksi, dengan kata lain diasumsikan proses arbitrase dilakukan tanpa
biaya, namun dalam kenyataannya bahwa komisi untuk para broker cukup
tinggi. Pandangan tidak relevan lainnya ditujukan terhadap asumsi MM
yang menyatakan investor dan perusahaan memiliki akses yang sama
terhadap lembaga keuangan. Kenyataannya, para investor besar lebih
dimungkinkan memperoleh hutang dengan bunga yang lebih rendah
sedangkan investor individu mungkin harus meminjam dengan tingkat
bunga yang tinggi.
17
Hasil studi MM lainnya yang tidak realistis juga terdapat pada asumsi
yang menyatakan bahwa tidak ada biaya kebangkrutan. Namun, dalam
prakteknya, biaya kebangkrutan bisa sangat mahal. Perusahaan yang
bangkrut mempunyai biaya hukum dan akuntansi yang sangat tinggi untuk
proses likuidasi aktivanya, serta sulit menahan pelanggan, pemasok dan
karyawan. Masalah yang terkait kebangkrutan cenderung muncul apabila
perusahaan menggunakan lebih banyak hutang dalam struktur modalnya
(Brigham dan Houston, 2001). Apabila biaya kebangkrutan semakin besar,
biaya modal hutang juga akan semakin tinggi karena pemberi pinjaman akan
membebankan bunga yang tinggi serta syarat-syarat yang lebih ketat pada
kontrak pinjaman sebagai kompensasi kenaikan risiko kebangkrutan. Oleh
karena itu, dijelaskan dalam teori yang selanjutnya bahwa perusahaan akan
terus menggunakan hutang apabila manfaat hutang (penghematan pajak dari
hutang) masih lebih besar dibandingkan dengan biaya kebangkrutan. Jika
biaya kebangkrutan lebih besar dibandingkan dengan penghematan pajak
dari hutang, perusahaan akan menurunkan tingkat hutangnya. Dengan
demikian, struktur modal yang optimal terjadi pada saat tambahan
penghematan pajak sama dengan tambahan biaya kebangkrutan.
2.4.2 Agency Theory
Teori ini dikemukakan oleh Jensen dan Meckling pada tahun 1976
(Horne dan Wachowicz, 1998), Teori keagenan (agency theory) membahas
tentang adanya hubungan keagenan antara prinsipal dan agen. Hubungan
keagenan adalah sebuah kontrak di mana satu atau lebih prinsipal menyewa
orang lain (agen) untuk melakukan beberapa jasa untuk kepentingan mereka
yang biasanya berkaitan dengan pendelegasian beberapa wewenang dalam
pembuatan keputusan
kepada agen.
Prinsipal adalah pihak
yang
memberikan mandat kepada agen, dalam hal ini yaitu pemegang saham
(pemilik perusahaan). Sedangkan yang disebut agen adalah pihak yang
mengerjakan mandat dari prinsipal, yaitu manajemen yang mengelola
perusahaan.
Para pemegang saham berharap agen akan bertindak atas kepentingan
mereka sehingga mendelegasikan wewenang kepada agen. Untuk dapat
18
melakukan fungsinya dengan baik, manajemen harus diberikan insentif dan
perlu adanya suatu mekanisme pengawasan untuk meminimumkan konflik
kepentingan antara manajer dengan pemegang saham. Pengawasan dapat
dilakukan melalui cara-cara seperti pengikatan agen, pemeriksaan laporan
keuangan, dan pembatasan terhadap keputusan yang dapat diambil
manajemen. Kegiatan pengawasan tentu saja membutuhkan biaya yang
disebut dengan biaya agensi. Biaya agensi menurut Horne dan Wachowicz
(1998) adalah biaya-biaya yang berhubungan dengan pengawasan
manajemen untuk meyakinkan bahwa manajemen bertindak konsisten
sesuai dengan perjanjian kontraktual perusahaan dengan kreditur dan
pemegang saham.
Menurut Horne dan Wachowicz (1998), salah satu pendapat dalam
teori agensi adalah siapapun yang menimbulkan biaya pengawasan, biaya
yang timbul pasti merupakan tanggungan pemegang saham. Sebagai misal,
pemegang obligasi, mengantisipasi biaya pengawasan, membebankan bunga
yang lebih tinggi. Semakin besar peluang timbulnya pengawasan, semakin
tinggi tingkat bunga, dan semakin rendah nilai perusahaan bagi pemegang
saham. Biaya pengawasan berfungsi sebagai diisensif dalam penerbitan
obligasi, terutama dalam jumlah besar. Jumlah pengawasan yang diminta
oleh pemegang obligasi akan meningkat seiring dengan meningkatnya
jumlah obligasi yang beredar.
Teori keagenan berusaha untuk menjawab masalah keagenan yang
terjadi yang disebabkan karena pihak-pihak yang saling bekerjasama
memiliki tujuan yang berbeda dan adanya informasi yang tidak asimetris
serta kondisi ketidakpastian. Teori keagenan (agency theory) ditekankan
untuk mengatasi dua permasalahan yang dapat terjadi dalam hubungan
keagenan. Pertama, adalah masalah keagenan yang timbul pada saat
keinginan-keinginan
atau
tujuan-tujuan
prinsipal
dan
agen
saling
berlawanan dan merupakan hal yang sulit bagi prinsipal untuk melakukan
verifikasi apakah agen telah melakukan sesuatu secara tepat. Kedua, adalah
masalah pembagian dalam menanggung resiko yang timbul dimana
prinsipal dan agen memiliki sikap berbeda terhadap resiko. Inti dari
19
hubungan keagenan adalah bahwa di dalam hubungan keagenan tersebut
terdapat adanya pemisahan antara kepemilikan (pihak prinsipal) yaitu para
pemegang saham dengan pengendalian (pihak agen) yaitu manajer yang
mengelola perusahaan.
Perusahaan yang memisahkan fungsi pengelolaan dan fungsi
kepemilikan akan mengakibatkan munculnya perbedaan kepentingan antara
manajer dengan pemegang saham. Perbedaan kepentingan antara manajer
dengan pemegang saham ini dapat terjadi disebabkan karena manajer tidak
perlu mananggung resiko sebagai akibat adanya pengambilan keputusan
yang salah, begitu pula jika mereka tidak dapat meningkatkan nilai
perusahaan. Resiko tersebut sepenuhnya ditanggung oleh para pemilik yaitu
pemegang saham. Karena pihak manajemen ini tidak ikut menanggung
resiko,
maka
manajemen
cenderung
membuat
keputusan
yang
mementingkan kepentingan sendiri. Selain itu, keuntungan yang diperoleh
perusahaan tidak dapat sepenuhnya dinikmati oleh manajer, sehingga
membuat para manajer tidak hanya berkonsentrasi pada maksimalisasi nilai
dalam pengambilan keputusan pendanaan untuk peningkatan kemakmuran
pemegang saham melainkan cenderung bertindak untuk mengejar
kepentingan dirinya sendiri. Para manajer mempunyai kecenderungan untuk
memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya dengan biaya pihak lain.
Perilaku ini yang biasa disebut sebagai keterbatasan rasional (bounded
rationality) dan manajer juga cenderung tidak menyukai resiko (risk
aversion). Teori keagenan (agency theory) dilandasi oleh beberapa asumsi
(Eisenhardt, 1989) yaitu:
a.
Asumsi tentang sifat manusia.
Asumsi sifat manusia menekankan bahwa manusia memiliki
sifat
mementingkan
dirinya
sendiri
(self
interest),
memiliki
keterbatasan rasionalitas (bounded rationality), dan tidak menyukai
resiko (risk aversion).
20
b.
Asumsi keorganisasian.
Asumsi keorganisasian menekankan bahwa adanya konflik antar
anggota organisasi dan adanya asimetri informasi antara prinsipal dan
agen.
c.
Asumsi informasi.
Asumsi informasi menekankan bahwa informasi sebagai barang
komoditi yang bisa diperjualbelikan.
Jensen dan Meckling (1976) menyebutkan ada tiga jenis biaya
keagenan yaitu:
a.
Monitoring cost
Monitoring cost adalah biaya yang timbul dan ditanggung oleh
prinsipal untuk memonitor perilaku agen, yaitu untuk mengukur,
mengamati, dan mengontrol perilaku agen. Contohnya adalah biaya
audit dan biaya untuk menetapkan rencana kompensasi manajer,
pembatasan anggaran, dan aturan-aturan operasi.
b.
Bonding cost
Bonding cost adalah biaya yang ditanggung oleh agen untuk
menetapkan dan mamatuhi mekanisme yang menjamin bahwa agen
akan bertindak untuk kepentingan prinsipal. Contohnya adalah biaya
yang dikeluarkan oleh manajer untuk menyediakan laporan keuangan
kepada pemegang saham.
c.
Residual loses
Residual loses timbul dari kenyataan bahwa tindakan agen
kadang
kala
berbeda
dari
tindakan
yang
memaksimumkan
kepentingan prinsipal.
Menurut Wahidahwati (2002) dalam Dewani (2010), ada beberapa
alternatif untuk mengurangi agency cost yaitu :
a.
Meningkatkan kepemilikan saham perusahaan oleh manajemen dan
selain itu manajer merasakan langsung manfaat dari keputusan yang
diambil dan juga apabila ada kerugian yang timbul sebagai
konsekuensi dari pengambilan keputusan yang salah.
21
b.
Meningkatkan dividend payout ratio, dengan demikian tidak tersedia
cukup banyak free cash flow dan manajemen terpaksa mencari
pendanaan dari luar untuk membiayai investasinya.
c.
Meningkatkan pendanaan dengan hutang. Peningkatan hutang akan
menurunkan besarnya excess cash flow yang ada di dalam perusahaan
sehingga menurunkan kemungkinan pemborosan yang dilakukan oleh
manajemen.
d.
Institutional investor sebagai monitoring agents. Distribusi saham
antara pemegang saham dari luar yaitu institusional investor dan
shareholders dispersion dapat mengurangi agency cost. Hal ini karena
kepemilikan mewakili suatu sumber kekuasaan yang dapat digunakan
untuk mendukung atau sebaliknya terhadap keberadaan manajemen.
2.4.3 Trade Off Theory
Teori trade off menjelaskan adanya hubungan antara pajak, resiko
kebangkrutan dan penggunaan hutang yang disebabkan keputusan struktur
modal yang diambil perusahaan (Brealey et al. 2008). Pada intinya tujuan
dari trade off theory adalah menyeimbangkan antara manfaat dan
pengorbanan yang timbul sebagai akibat penggunaan hutang (Myers, 1984).
Oleh sebab itu, teori ini juga sering disebut sebagai balancing theory. Model
trade-off mengansumsikan bahwa struktur modal perusahaan merupakan
hasil trade-off dari keuntungan pajak dengan menggunakan hutang dan
biaya yang akan timbul sebagai akibat penggunaan hutang tersebut
(Brigham dan Houston, 2001). Sejauh manfaat lebih besar, tambahan hutang
masih diperkenankan. Namun, apabila pengorbanan karena penggunaan
hutang
sudah
lebih
besar,
maka
tambahan
hutang
sudah
tidak
diperbolehkan. Pengorbanan karena menggunakan hutang tersebut bisa
dalam bentuk biaya kebangkrutan (bankruptcy cost) dan biaya keagenan
(agency cost). Berdasarkan makalah Modilgliani-Miller (1963), harga
saham perusahaan akan dimaksimumkan jika menggunakan hutang 100
persen. Tetapi pada kenyataannya, sangat jarang ada perusahaan yang
menggunakan hutang seratus persen. Hal ini dikarenakan perusahaan
22
membatasi penggunaan hutang untuk menekan biaya-biaya yang berkaitan
dengan kebangrutan (Bringham dan Houston, 2001).
Pendapat Modilgliani-Miller mengenai penggunakan hutang seratus
persen dalam membiayai perusahaan ditentang oleh trade off theory. Teori
Modigliani dan Miller (1963) berpendapat bahwa semakin besar hutang
yang digunakan, semakin tinggi nilai perusahaan. Hal ini dikarenakan
hutang memberikan manfaat perlindungan pajak sehingga penggunaan
hutang meningkatkan porsi laba operasi perusahaan (EBIT) yang mengalir
ke investor. Model Modilgliani dan Miller mengabaikan faktor biaya
kebangrutan dan biaya keagenan. Kenyataannya, semakin banyak hutang,
semakin tinggi beban yang harus ditanggung perusahaan.
Biaya kebangkrutan antara lain terdiri dari legal fee yaitu biaya yang
harus dibayar kepada ahli hukum untuk menyelesaikan klaim dan distress
price yaitu kekayaan perusahaan yang terpaksa dijual dengan harga murah
sewaktu perusahaan dianggap bangkrut. Semakin besar kemungkinan terjadi
kebangkrutan akan memperbesar biaya modal bagi perusahaan. Sebagai
akibatnya, meskipun memperoleh manfaat penghematan pajak dari
penggunaan hutang yang besar, biaya modal perusahaan akan terus
meningkat dan berakhir pada penurunan nilai perusahaan. Oleh sebab itu,
perusahaan akan cenderung melakukan kontrol dan membatasi penggunakan
hutang serta menurunkan tingkat laverage perusahaan.
DeAngelo dan Masulis (1980) juga membahas mengenai biaya
kebangkrutan saat membuktikan dampak perubahan komposisi hutang
terhadap harga saham. Hasil penelitian mereka menyatakan bahwa
abnormal returns pada hari pengumuman dari perusahaan–perusahaan yang
meningkatkan proporsi penggunaan hutang, ternyata positif. Sedangkan
perusahaan yang menurunkan leverage ternyata memperoleh abnormal
returns yang negatif pada hari pengumuman dan sehari setelahnya.
Abnormal returns yang positif berarti bahwa keuntungan yang diperoleh
para pemodal lebih besar dari keuntungan yang seharusnya. Abnormal
returns yang positif bagi perusahaan yang meningkatkan proporsi
penggunaan hutang memberi kesimpulan bahwa peningkatan leverage
23
dinilai memberikan manfaat bagi pemodal dalam bentuk penghematan
pajak. Disamping itu, mereka juga menunjukkan bahwa nampaknya manfaat
dari penghematan pajak lebih dari kerugian karena kemungkinan munculnya
biaya kebangkrutan (Husnan, 2000).
Biaya lain yang timbul adalah biaya keagenan yaitu biaya yang
muncul kerena perusahaan menggunakan hutang dan melibatkan hubungan
antara pemilik perusahaan (pemegang saham) dan kreditor. Sangat
memungkinkan pemilik perusahaan yang menggunakan hutang melakukan
tindakan yang merugikan bagi kreditor, sebagai misal perusahaan
melakukan investasi pada proyek-proyek beresiko tinggi. Biaya keagenan
ini antara lain berupa pembatasan kewenangan pemegang saham dan
manajer dengan tujuan mengatasi kondisi yang dapat merugikan pihak
kreditor. Misalnya kreditor dapat melindungi diri dengan memperketat
syarat-syarat pada saat memberikan kredit, pembebanan denda apabila ada
pelanggaran perjanjian dan pembatasan besarnya dividen yang boleh
dibagikan. Selain itu, kreditor juga memonitor perusahaan debitor untuk
menjamin perusahaan tidak melakukan wanprestasi terhadap perjanjian
yang dibebankan pada perusahaan dalam bentuk bunga hutang yang lebih
tinggi (Mardiyanto, 2009).
Perusahaan seharusnya membatasi penggunaan hutang untuk menekan
biaya-biaya
yang
berkaitan
dengan
kebangkrutan
dan
keagenan.
Penggunaan hutang yang semakin besar akan meningkatkan keuntungan
dari penggunaan hutang tersebut, disisi lain akan diikuti oleh biaya
kebangkrutan dan biaya keagenan yang bahkan bisa lebih besar. Model ini
secara implisit menyatakan bahwa perusahaan yang sama sekali tidak
menggunakan pinjaman dan perusahaan yang menggunakan pembiayaan
investasinya dengan pinjaman seluruhnya adalah buruk. Keputusan terbaik
adalah keputusan yang moderat dengan mempertimbangkan kedua intrumen
pembiayaan. Oleh karena itu, teori ini menyatakan bahwa struktur modal
optimal tercapai pada saat terjadi keseimbangan antara manfaat dan
pengorbanan penggunaan hutang (Brigham dan Gapenski,1996).
24
Dengan memasukkan pertimbangan biaya kebangkrutan dan biaya
keagenan ke dalam model Modigliani dan Miller dengan pajak, disimpulkan
bahwa penggunaan hutang akan meningkatkan nilai perusahaan tetapi hanya
pada sampai titik tertentu. Setelah titik tersebut, penggunaan hutang justru
menurunkan nilai perusahaan karena kenaikan keuntungan dari penggunaan
hutang tidak sebanding dengan kenaikan biaya financial distress dan agency
problem (Brigham dan Houston, 2001). Titik balik tersebut biasa disebut
sebagai struktur modal yang optimal. the trade off model memang tidak
dapat digunakan untuk menentukan modal yang optimal secara akurat dari
suatu perusahaan. Tapi melalui model ini memungkinkan dibuat tiga
kesimpulan tentang penggunaan leverage (Brealey et al. 2008), yaitu:
a.
Perusahaan dengan resiko usaha yang lebih rendah dapat meminjam
lebih besar tanpa harus dibebani oleh expected cost of financial
distress sehingga diperoleh keuntungan pajak karena penggunaan
yang hutang lebih besar.
b.
Perusahaan yang memiliki tangible asset dan marketable assets
seperti real estate seharusnya dapat menggunakan hutang yang lebih
besar daripada perusahaan yang memiliki nilai terutama dari
intangible assets seperti patent dan goodwill. Hal ini disebabkan
karena intangible assets lebih mudah umtuk kehilangan nilai apabila
terjadi financial distress, dibandingkan standart assets dan tangible
assets.
c.
Perusahaan-perusahaan di negara yang tingkat pajaknya tinggi
seharusnya memuat hutang yang lebih besar dalam struktur modalnya
daripada perusahaan yang membayar pajak pada tingkat yang lebih
rendah, karena bunga yang dibayar diakui pemerintah sebagai biaya
sehingga mengurangi pajak penghasilan yang berdampak pada
peningkatan porsi laba bersih perusahaan.
Trade off theory telah mempertimbangkan berbagai faktor seperti
corporate tax, biaya kebangkrutan, dan biaya keagenan dalam menjelaskan
mengapa suatu perusahaan memilih struktur modal tertentu (Husnan, 2000).
Brigham dan Gapenski (1996) menjelaskan bahwa penggunaan hutang yang
25
berbeban bunga memiliki keuntungan dan kelemahan bagi perusahaan.
Keuntungan
penggunaan
hutang
adalah
biaya
bunga
mengurangi
penghasilan kena pajak sehingga biaya hutang relatif menjadi lebih rendah,
kreditor hanya mendapat biaya bunga yang relatif bersifat tetap. Sehingga
kelebihan maupun keuntungan penerimaan merupakan klaim bagi pemilik
perusahaan. Weston dan Brigham (1996) mengatakan bahwa kelemahan
penggunaan hutang adalah karena semakin tinggi penggunaan hutang akan
meningkatkan technical insolvency, sehingga bila bisnis perusahaan tidak
dalam keadaan yang baik, pendapatan operasi menjadi rendah dan tidak
cukup untuk menutup biaya bunga sehingga kekayaan pemilik perusahaan
berkurang. Pada kondisi yang sangat ekstrim, perusahaan akan terancam
kebangkrutan.
2.4.4 Asymmetric Information Theory
Model asymmetric information ini menjelaskan bahwa terjadi
perbedaan tingkat informasi antara pihak manajemen (insiders) dan pihak
pemodal (outsiders) yaitu pihak manajemen mempunyai informasi yang
lebih banyak daripada pihak pemodal sehingga insiders bertindak sebagai
penyampai informasi mengenai nilai perusahaan pada outsiders. Asymmetric
information atau ketidaksamaan informasi menurut Brigham dan Houston
(2001) dan (Husnan, 2000) adalah situasi dimana manajer memiliki
informasi yang berbeda (lebih baik) mengenai prospek perusahaan daripada
yang dimiliki investor. Dengan demikian, pihak manajemen mungkin
berpikir bahwa harga saham saat ini sedang overvalue (terlalu mahal).
Dalam situasi ini, maka manajemen tentu akan berpikir untuk lebih baik
menawarkan saham baru sehingga saham dapat dijual dengan harga yang
lebih mahal dari yang seharusnya yang tentunya akan memberikan
pengembalian yang lebih besar daripada biasanya. Tetapi pemodal akan
menafsirkan kalau perusahaan menawarkan saham baru, salah satu
kemungkinannya adalah harga saham saat ini sedang terlalu mahal yaitu
sesuai dengan persepsi pihak manajemen. Sebagai akibatnya, para pemodal
akan menawar harga saham baru tersebut dengan harga yang lebih rendah.
Oleh sebab itu, emisi saham baru akan menurunkan harga saham.
26
2.4.5 Signaling Theory
Pada awal 1977, Ross membangun signaling theory berdasarkan
adanya asymmetric information. Teori ini berdasarkan pemikiran bahwa
manajer akan mengumumkan kepada investor luar ketika mendapat
informasi yang baik. Ini bertujuan untuk menaikkan nilai perusahaan,
namun investor tidak akan mempercayai informasi tersebut karena manajer
merupakan interest party. Solusinya, perusahaan akan berusaha melakukan
signaling pada financial policy mereka. Tindakan ini membutuhkan biaya
yang besar dan hanya dilakukan oleh perusahaan besar sehingga tidak dapat
ditiru oleh perusahaan kecil. Signal adalah proses yang membutuhkan biaya
dengan tujuan untuk meyakinkan investor luar tentang nilai perusahaan.
Signal yang baik adalah yang tidak dapat ditiru oleh perusahaan lain karena
faktor biaya.
Ross (1977) menyatakan bahwa peningkatan leverage memuat
informasi yang positif berkaitan dengan kapasitas perusahaan untuk
menyediakan hutang dalam jumlah yang lebih besar. Sebaliknya penurunan
leverage memberikan signal informasi yang negatif. Salah satu contoh yang
diberikan Ross (1977) adalah perusahaan besar akan membuat insentif yang
mendorong mereka mengambil leverage tinggi. Hal ini tidak akan dapat
diikuti oleh perusahaan yang lebih kecil, karena mereka akan lebih rentan
mengalami kebangkrutan. Hal ini menciptakan separating equilibrium yaitu
dimana perusahaan yang memiliki nilai perusahaan lebih tinggi akan
menggunakan lebih banyak hutang dan perusahaan yang memiliki nilai
perusahaan lebih rendah akan menggunan lebih banyak equity.
Brigham dan Houston (2001) mengemukakan bahwa perusahaan
dengan prospek yang menguntungkan akan mencoba menghindari penjualan
saham dan mengusahakan setiap modal baru yang di perlukan dengan caracara lain, termasuk penggunaan hutang yang melebihi target struktur modal
yang normal. Sedangkan perusahaan dengan prospek yang kurang
menguntungkan akan cenderung untuk menjual sahamnya, yang berarti
mencari investor baru untuk berbagi kerugian. Dengan kata lain,
pengumuman emisi saham oleh suatu perusahaan umumnya merupakan
27
suatu isyarat (signal) bahwa manajemen memandang prospek perusahaan
tersebut suram. Sebaiknya, bagi perusahaan dalam kondisi normal harus
memperhatikan adanya kapasitas cadangan untuk meminjam (reserve
borrowing capacity). Oleh sebab itu, perusahaan sering kali menggunakan
lebih sedikit hutang daripada yang ditentukan oleh struktur modal yang
optimal menurut MM untuk memastikan perusahaan dapat memperoleh
modal hutang jika kelak diperlukan bila muncul peluang investasi yang
lebih menguntungkan.
Fama et al. (1983) melalui hasil penelitiannya menambahkan bahwa
perusahaan yang mengumumkan kesepakatan hutang dengan bank
memberikan signal informasi yang positif. Hal ini disebabkan karena
bankers
mengetahui
rahasia
informasi
perusahaan
selama
proses
peminjaman. Sebaliknya, perusahaan yang mengumumkan pengurangan
hutang dari bank memuat informasi insiders yang tidak menguntungkan dari
tindakan bankers.
Teori ini mengungkapkan bahwa investor dapat membedakan antara
perusahaan yang memiliki nilai tinggi dengan perusahaan yang memiliki
nilai rendah dengan mengobservasi struktur permodalannya untuk
perusahaan yang highly levered. Kelebihan teori ini adalah kemampuan
dalam menjelaskan mengapa terjadi peningkatan harga saham sebagai
tanggapan terhadap peningkatan financial leverage. Kelemahan dari model
ini adalah ketidakmampuan dalam menjelaskan hubungan berkebalikan
antara profitabilitas dan leverage. Kelemahan lain adalah tidak dapat
dijelaskan mengapa perusahaan yang memiliki potensi pertumbuhan dan
nilai tangible assets tinggi menggunakan lebih banyak hutang daripada
perusahaan yang memiliki nilai intangible assets tinggi. Namun, dalam teori
hal ini diperlukan untuk mengurangi efek dari ketidaksimetrisan informasi.
2.4.6 Pecking Order Theory
Teori ini dikenalkan pertama kali oleh Donaldson pada tahun (1961)
sedangkan penanaman packing order theory dilakukan oleh Myers pada
tahun 1984 (Husnan, 2000). Teori ini disebut pecking order karena teori ini
menjelaskan mengapa perusahaan akan menentukan hieraki sumber dana
28
yang paling disukai. Menurut Brealey and Myers (2008), secara singkat
teori ini menyatakan bahwa:
a.
Perusahaan menyukai internal financing (pendanaan dari hasil operasi
perusahaan berwujud laba ditahan / retained earning). Berdasarkan
teori ini perkembangan laba yang diperoleh akan meningkatkan laba
ditahan dan akan berpengaruh negatif terhadap struktur modal.
pecking order theory membedakan ekuitas yang diperoleh dari laba
ditahan dan penerbitan saham baru karena urutan pilihan atau prioritas
sumber pendanaan menempatkan laba ditahan pada posisi yang paling
atas, sedangkan penerbitan saham berada pada urutan terbawah.
b.
Perusahaan akan berusaha menyesuaikan rasio pembagian dividen
dengan kesempatan investasi yang dihadapi, dan berupaya untuk tidak
melakukan perubahan pembayaran dividen yang terlalu besar. Hal ini
membawa implikasi bahwa kebijakan dividen lebih relevan dengan
keputusan investasi daripada dengan keputusan pendanaan. Kebijakan
manajemen meningkatkan deviden biasanya hanya dilakukan bila
mereka memiliki keyakinan akan data pada masa yang akan datang.
c.
Kebijakan dividen yang cendrung bersifat konstan (sticky), sehingga
dampak fluktuasi profitabilitas terhadap peluang pada aliran kas
internal bisa lebih besar atau lebih kecil dari pengeluaran investasi.
d.
Apabila pendanaan dari luar (external financing) diperlukan, maka
perusahaan akan menerbitkan sekuritas yang paling aman terlebih
dulu, yaitu dimulai dengan penerbitan obligasi, kemudian diikuti oleh
sekuritas yang berkarakteristik opsi (seperti obligasi konversi
(convertible bond), saham preferen (preffered stock), baru akhirnya
apabila masih memerlukan dana, perusahaan akan menerbirkan
common stock (external equity). Hal ini terjadi karena adanya
transaction cost didalam mendapatkan dana dari pihak eksternal.
Penelitian lebih lanjut kembali dilakukan oleh Stewart C. Myers pada
1992. Hasil penelitian ini mengatakan bahwa dalam bentuk yang paling
sederhana, pecking order model dalam pendanaan perusahaan menjelaskan
bahwa ketika arus kas internal perusahaan tidak cukup untuk mendanai
29
investasi riil dan dividen, perusahaan akan menerbitkan hutang. Saham tidak
akan pernah diterbitkan, kecuali biaya financial distrees perusahaan tinggi.
Pecking order theory menjelaskan mengapa perusahaan yang sangat
menguntungkan pada umumnya mempunyai hutang yang lebih sedikit. Hal
ini terjadi bukan karena perusahaan tersebut mempunyai target debt ratio
yang rendah, tetapi disebabkan karena perusahaan memang tidak
membutuhkan dana dari pihak eksternal (Brealey et al. 2008). Sesuai
dengan teori ini, tidak ada target rasio hutang, karena ada dua jenis modal
sendiri yang preferensinya berbeda, yaitu laba ditahan (dipilih lebih dahulu)
dan penerbitan saham baru (dipilih paling akhir setelah penggunaan hutang).
Rasio hutang setiap perusahaan akan dipengaruhi oleh kebutuhan dana
untuk investasi.
Perusahaan–perusahaan
yang
kurang
profitable
cenderung
mempunyai hutang yang lebih besar karena alasan dana internal yang tidak
mencukupi kebutuhan dan karena hutang merupakan sumber eksternal yang
lebih disukai dibanding menerbitkan ekuitas baru. Kaaro (2003) dalam
penelitiannya mengemukakan bahwa dana internal lebih disukai dari dana
eksternal karena dana internal memungkinkan perusahaan untuk tidak perlu
mencari sumber pendanaan dari pemodal luar atau pihak eksternal
perusahaan. Sumber dana yang dapat diperoleh tanpa mendapatkan sorotan
dan publisitas publik sebagai akibat penerbitan saham baru akan lebih
diutamakan oleh perusahaan.
Menurut Husnan (2000), Terdapat dua alasan mengapa dana eksternal
lebih disukai dalam bentuk hutang daripada modal sendiri, yaitu:
a.
Pertimbangan mengenai biaya emisi obligasi lebih murah dari biaya
emisi saham baru. Hal ini disebabkan karena penerbitan saham baru
akan memicu timbulnya ketidaksempurnaan informasi yang dapat
menurunkan harga saham.
b.
Manajer khawatir kalau penerbitan saham baru akan ditafsirkan
sebagai kabar buruk oleh para pemodal sehingga akan membuat harga
saham menurun. Hal ini disebabkan antara lain oleh kemungkinan
30
adanya informasi asimetrik antara pihak manajemen dengan pihak
pemodal.
2.5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Struktur Modal
Mardiyanto (2009) berpendapat bahwa salah satu tugas manajer keuangan
dalam mengelola keuangan perusahaan adalah membuat keputusan keuangan.
Manajer harus cermat dalam memutuskan darimana sumber dana yang ditujukan
untuk membiayai kegiatan perusahaan diperoleh. Terdapat dua sumber dana
dalam memenuhi kebutuhan modal, yaitu dana bersumber dari hutang (debt) dan
dana yang bersumber dari modal sendiri (equity). Manajer keuangan akan
dihadapkan oleh suatu variasi dalam pembelanjaan dimana masing-masing
keputusan yang diambil akan memberikan dampak terhadap kondisi finansial dan
nilai dari perusahaan. Oleh karena itu manajer keuangan di dalam operasinya
perlu berusaha untuk memenuhi suatu sasaran tertentu mengenai perimbangan
antara besarnya hutang dan jumlah modal sendiri yang tercermin dalam struktur
modal perusahaan, sehingga manajer harus memperhatikan berbagai faktor yang
mempengaruhi struktur modal.
Brigham dan Houston (2001) menyatakan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi dalam pengambilan keputusan struktur modal perusahaan adalah
sebagai berikut:
1. Stabilitas Penjualan
Perusahaan dengan penjualan yang relatif stabil dapat lebih aman
memperoleh lebih banyak pinjaman dan menanggung beban tetap yang
lebih tinggi dibanding dengan perusahaan yang penjualannya tidak stabil.
2. Struktur Aktiva
Perusahaan yang aktivanya sesuai untuk dijadikan jaminan kredit
cenderung lebih banyak menggunakan hutang dalam jumlah yang lebih
besar. Aktiva multiguna yang dapat digunakan oleh banyak perusahaan
merupakan jaminan yang baik, sedangkan aktiva yang hanya digunakan
untuk tujuan tertentu tidak begitu baik untuk dijadikan jaminan. Karena itu,
perusahaan real estate biasanya mempunyai leverage yang tinggi,
sedangkan perusahaan yang terlibat dalam penelitian teknologi tidak
demikian.
31
3. Leverage Operasi
Jika hal-hal lain tetap sama, perusahaan dengan leverage operasi yang
lebih kecil cenderung lebih mampu untuk memperbesar leverage keuangan
karena perusahaan dengan leverage operasi lebih kecil akan mempunyai
tingkat risiko bisnis yang lebih kecil.
4. Tingkat Pertumbuhan (Aktiva)
Jika hal-hal lain tetap sama, perusahaan yang tumbuh dengan pesat
harus lebih banyak mengandalkan modal eksternal. Lebih jauh lagi, biaya
penerbitan penjualan saham biasa lebih besar daripada biaya untuk
penerbitan surat hutang sehingga mendorong perusahaan untuk lebih banyak
mengandalkan hutang. Namun pada saat yang sama perusahaan yang
tumbuh dengan pesat sering menghadapi ketidakpastian yang lebih besar,
yang cenderung untuk mengurangi keinginan untuk menggunakan hutang.
5. Profitabilitas
Seringkali pengamatan menunjukkan bahwa perusahaan dengan
tingkat pengembalian yang tinggi atas investasi menggunakan hutang relatif
kecil. Meskipun tidak ada pembenaran teoritis mengenai hal ini, namun
penjelasan praktis atas pernyataan ini adalah perusahaan yang sangat
menguntungkan memang tidak memerlukan banyak pembiayaan dengan
hutang. Tingkat pengembalian yang tinggi memungkinkan mereka untuk
membiayai sebagian besar kebutuhan pendanaan mereka dengan dana yang
dihasilkan secara internal.
6. Pajak
Bunga merupakan beban yang dapat dikurangkan untuk tujuan
perpajakan, dan pengurangan tersebut sangat bernilai bagi perusahaan yang
terkena tarif pajak yang tinggi. Karena itu, semakin tinggi tarif pajak
perusahaan, semakin besar manfaat penggunaan hutang.
7. Pengendalian
Posisi pengendalian manajemen dapat mempengaruhi struktur modal
perusahaan. Apabila manajemen saat ini mempunyai hak suara untuk
mengendalikan perusahaan (mempunyai saham lebih dari 50%) tetapi sama
sekali tidak diperkenankan untuk membeli saham tambahan, mereka
32
mungkin akan memilih hutang untuk pembiayaan baru. Di lain pihak,
manajemen mungkin memutuskan untuk menggunakan ekuitas jika kondisi
keuangan perusahaan sangat lemah sehingga penggunaan hutang dapat
membawa perusahaan pada risiko kebangkrutan, karena apabila perusahaan
jatuh bangkrut, maka manajer akan kehilangan pekerjaan. Tetapi apabila
hutangnya terlalu kecil, manajemen menghadapi risiko pengambilalihan.
Jadi, pertimbangan pengendalian tidak selalu menghendaki penggunaan
hutang dan ekuitas karena jenis modal yang memberikan perlindungan bagi
manajemen bervariasi dari suatu situasi ke situasi yang lain.
8. Sikap Manajeman
Tidak seorangpun dapat membuktikan bahwa struktur modal yang
satu akan membuat harga saham lebih tinggi daripada struktur modal
lainnya, manajemen dapat melakukan pertimbangan sendiri terhadap
struktur modal yang tepat. Sejumlah manajemen cenderung lebih
konservatif daripada manajemen lainnya, sehingga menggunakan jumlah
hutang yang lebih kecil daripada rata-rata perusahaan dalam industri yang
bersangkutan, sementara manajemen lain lebih cenderung menggunakan
banyak hutang dalam usaha mengejar laba yang tertinggi.
9. Sikap Pemberi Pinjaman dan Lembaga Pemeringkat
Tanpa memperhatikan analisis para manajer atas faktor-faktor
leverage yang tepat bagi perusahaan mereka, sikap para pemberi pinjaman
dan perusahaan penilai peringkat (rating agency) seringkali mempengaruhi
keputusan struktur keuangan. Dalam sebagian besar kasus, perusahaan
membicarkan struktur modalnya dengan pemberi pinjaman dan lembaga
penilai peringkat serta sangat memperhatikan masukan yang diterima.
10. Kondisi Pasar
Kondisi pasar saham dan obligasi mengalami perubahan jangka
panjang dan pendek yang dapat sangat mempengaruhi terhadap struktur
modal perusahaan yang optimal. Misalnya selama situasi krisis ekonomi,
tidak ada pasar dengan tingkat suku bunga yang wajar untuk obligasi jangka
panjang yang baru dengan peringkat di bawah B. karena itu, perusahaan
berperingkat rendah yang membutuhkan modal terpaksa beralih ke pasar
33
saham atau pasar hutang jangka pendek, tanpa mempedulikan struktur
modal yang ditargetkan. Tetapi setelah keadaan membaik, perusahaan ini
dapat menjual obligasi untuk mengembalikan struktur modalnya yang
ditargetkan semula.
11. Kondisi Internal Perusahaan
Kondisi internal perusahaan juga berpengaruh terhadap struktur modal
yang ditargetkan perusahaan. Misalkan, suatu perusahaan baru saja
menyelesaikan program litbangnya dan perusahaan tersebut meramalkan
laba yang lebih tinggi dalam waktu dekat. Namun, kenaikan laba tersebut
belum diantisipasi oleh investor, karena belum tercermin dalam harga
saham. Perusahaan ini tidak ingin menerbitkan saham, perusahaan lebih
menyukai pembiayaan dengan hutang sampai kenaikan laba tersebut
terealisasi dan tercermin pada harga saham. Kemudian pada saat itu
perusahaan akan menerbitkan saham biasa, melunasi hutang, dan kembali
pada struktur modal yang ditargetkan.
12. Fleksibilitas Keuangan
Kemampuan untuk menambah modal dengan persyaratan yang wajar
dalam keadaan yang memburuk. Para manajer mengetahui bahwa
penyediaan modal yang mantap diperlukan untuk operasi yang stabil.
Pendanaan jangka panjang merupakan faktor yang sangat menentukan
keberhasilan jangka panjang. Mereka juga mengetahui bahwa dalam
keadaan perekonomian yang sulit, atau bila perusahaan menghadapi
kesulitan operasi, para pemilik modal lebih suka menanamkan modalnya
pada perusahaan dengan posisi neraca yang baik. Karena itu, kemungkinan
tersedianya dana di masa mendatang dan konsekuensi akibat kurangnya
dana sangat berpengaruh terhadap struktur modal yang ditargetkan. Semakin
besar kemungkinan kebutuhan modal di masa mendatang ditunjang dengan
semakin buruknya konsekuensi kekurangan modal, maka seharusnya neraca
semakin kuat.
Sedangkan menurut Riyanto (2001), struktur modal suatu perusahaan
dipengaruhi oleh banyak faktor, dimana faktor-faktor yang utama adalah:
34
1. Tingkat Bunga
Pada waktu perusahaan merencanakan pemenuhan kebutuhan modal
adalah sangat dipengaruhi oleh tingkat suku bunga yang berlaku pada waktu
itu. Tingkat bunga akan mempengaruhi pemilihan jenis modal apa yang
akan ditarik, apakah perusahaan akan mengeluarkan saham ataukah obligasi.
2. Stabilitas dari Earnings
Suatu perusahaan yang mempunyai earnings yang stabil akan selalu
dapat memenuhi kewajiban finansialnya sebagai akibat dari penggunaan
modal asing. Sebaliknya perusahaan yang mempunyai earnings yang tidak
stabil dan unpredictable akan menanggung resiko tidak dapat membayar
beban bunga pada tahun atau keadaan yang buruk.
3. Susunan dari Aktiva
Kebanyakan perusahaan manufaktur dimana sebagian besar dari
modalnya tertanam dalam aktiva tetap, akan mengutamakan pemenuhan
kebutuhan modalnya dari modal yang permanen, yaitu modal sendiri,
sedangkan modal asing sifatnya adalah sebagai pelengkap. Sementara itu,
perusahaan yang sebagian besar dari aktivanya adalah aktiva lancar akan
mengutamakan pemenuhan kebutuhan dananya dengan hutang jangka
pendek.
4. Kadar Resiko dari Aktiva
Tingkat atau kadar resiko dari setiap aktiva didalam perusahaan adalah
tidak sama. Semakin panjang jangka waktu penggunaan suatu aktiva
didalam
perusahaan,
semakin
besar
derajat
resikonya.
Dengan
perkembangan dan kemajuan teknologi serta ilmu pengetahuan yang tiada
henti, dalam artian ekonomis dapat mempercepat tidak digunakannya suatu
aktiva, meskipun dalam artian teknis masih dapat digunakan.
5. Besarnya Jumlah Modal yang dibutuhkan
Apabila jumlah modal yang dibutuhkan sangat besar, maka dirasakan
perlu bagi perusahaan tersebut untuk mengeluarkan beberapa golongan
sekuritas
secara
bersama-sama,
sedangkan
bagi
perusahaan
yang
membutuhkan modal yang tidak begitu besar cukup hanya mengeluarkan
satu golongan sekuritas saja.
35
6. Keadaan Pasar Modal
Keadaan pasar modal sering mengalami perubahan disebabkan karena
adanya gelombang konjungtur. Pada umumnya apabila gelombang
meninggi (up-saving) para investor lebih tertarik untuk menanamkan
modalnya dalam saham. Oleh karena itu, dalam rangka mengeluarkan atau
menjual sekuritasnya, perusahaan harus menyesuaikan dengan keadaan
pasar modal tersebut.
7. Sifat Manajemen
Sifat manajemen akan mempunyai pengaruh langsung dalam
pengambilan keputusan mengenai cara pemenuhan kebutuhan dana.
Manajemen yang menyukai risiko akan cenderung menggunakan lebih
banyak hutang. Sebaliknya, manajemen yang tidak menyukai risiko akan
cenderung memilih pendanaan yang bersumber dari modal sendiri.
8. Besarnya suatu Perusahaan
Ukuran perusahaan menggambarkan besar kecilnya suatu perusahaan
yang ditujukan pada besarnya total aktiva, jumlah penjualan, rata-rata
penjualan dan rata-rata total aktiva (Riyanto, 2001). Perusahaan yang lebih
besar dimana sahamnya tersebar sangat luas akan lebih berani mengeluarkan
saham baru dalam memenuhi kebutuhannya untuk membiayai pertumbuhan
penjualannya dibandingkan perusahaan yang lebih kecil. Selain itu,
Perusahaan yang lebih besar memiliki potensi risiko kebangkrutan yang
lebih rendah dibanding perusahan yang lebih kecil.
2.6. Penelitian Terdahulu
Penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi struktur modal
perusahaan sudah dilakukan oleh beberapa peneliti terdahulu yang temuannya
dapat dijadikan acuan dalam penelitian ini. Namun, yang membedakan penelitian
ini dengan penelitian terdahulu adalah obyek penelitian dilakukan di perusahaan
sektor pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia, di mana penelitian
terdahulu kebanyakan dilakukan pada perusahaan sektor manufaktur dan otomotif
& komponennya. Selain itu, peneliti juga menambahkan variabel baru yaitu
pertumbuhan penjualan sebagai variabel independen. Tabel 1 menyajikan
beberapa penelitian terdahulu mengenai struktur modal.
36
Tabel 1. Penelitian terdahulu
No. Nama Peneliti
1 Yuke Prabansari
dan Hadri
Kusuma (2005)
Variabel Penelitian
Independen: Ukuran
Perusahaan, Risiko
Bisnis, Pertumbuhan
Aktiva, Profitabilitas,
dan Struktur
Kepemilikan.
Dependen: Struktur
Modal.
2 Attaulah Shah
dan Safiullah
Khan (2007)
Independen:
Tangibility, Size,
Growth, Profitability,
Earning Volatility dan
Depreciation.
Dependen: Capital
Structure.
3 Muhammad
Rafiq, Asif Iqbal
dan Muhammad
Atiq (2008)
Independen:
Profitability,
Tangibility, Size,
Growth, Income
Variation dan Nondebt Tax Shield.
Dependen: Capital
Structure.
4 Andi Kartika
(2009)
Independen: Risiko
Bisnis, Struktur
Aktiva, Profitabilitas,
dan Ukuran
Perusahaan.
Dependen: Struktur
Modal.
Hasil Penelitian
Secara simultan: variabel
independen mempengaruhi struktur
modal dengan koefisien
determinasi sebesar 85,3%. Secara
parsial: ukuran perusahaan,
pertumbuhan aktiva, profitabilitas,
struktur kepemilikan berpengaruh
positif dan signifikan terhadap
struktur modal. Risiko risnis
berpengaruh negatif dan signifikan
terhadap struktur modal.
Secara parsial: Tangibility
berhubungan positif dan signifikan
terhadap capital structuredengan
koefisien determinasi sebesar
25,9%. Secara parsial: Growth,
profitability berhubungan negatif
dan signifikan terhadap struktur
modal. Size, earning, volatility dan
depreciation tidak berpengaruh
terhadap struktur modal.
Secara simultan: variabel
independen berpengaruh terhadap
capital structure dengan koefisien
determinasi sebesar 90,8%. Secara
parsial: Size, non-debt tax shield,
income variation dan growth
berpengaruh positif dan signifikan
terhadap capital structure.
Profitability berpengaruh negatif
dan signifikan terhadap capital
structure. Tangibility tidak
berpengaruh terhadap capital
structure.
Secara simultan: variabel
independen berpengaruh terhadap
struktur modal dengan koefisien
determinasi yang disesuaikan
sebesar 32,8%. Secara parsial:
Struktur aktiva dan ukuran
perusahaan berpengaruh positif dan
Profitabilitas berpengaruh negatif
signifikan terhadap struktur modal.
Risiko bisnis tidak berpengaruh
terhadap struktur modal.
37
Lanjutan Tabel 1.
No. Nama Peneliti
5 Dilek Teker,
Ozlem
Tasseven, Ayca
Tukel (2009)
6 Endang Sri
Utami (2009)
7 Farah
Margaretha dan
Aditya Rizky
Ramadhan
(2010)
8 Joni dan Lina
(2010)
Variabel Penelitian
Independen:
Tangibility, Size,
Growth Opportunities,
Return on Assets,
Profit Margin on
Sales dan Non-debt
Tax Shield. Dependen:
Capital Structure.
Hasil Penelitian
Secara simultan: variabel
independen berpengaruh terhadap
struktur modal dengan koefisien
determinasi yang disesuaikan
sebesar 10,2%. Secara parsial:
ROA dan tangibility assets
berpengaruh positif signifikan
terhadap capital structure dengan
koefisien determinasi yang
disesuaikan sebesar 10,2%. Nondebt tax shield, profit margin on
sales berpengaruh negatif
signifikan terhadap capital
structure. Size dan growth tidak
berpengaruh terhadap capital
structure.
Independen: Ukuran
Secara simultan: variabel
Perusahaan, Risiko
independen berpengaruh terhadap
Bisnis, Tingkat
struktur modal dengan koefisien
Pertumbuhan, Struktur determinasi yang disesuaikan
Aktiva, Profitabilitas. sebesar 36,5%. Secara parsial:
Dependen: Struktur
Struktur aktiva dan profitabilitas
Modal
berpengaruh terhadap struktur
modal. Ukuran perusahaan, risiko
bisnis dan tingkat pertumbuhan
tidak berpengaruh terhadap struktur
modal.
Independen: Size,
Secara simultan: variabel
Tangibility Assets,
independen berpengaruh terhadap
Profitability,
struktur modal. Secara parsial: Size,
Liquidity, Growth,
tangibility, berpengaruh terhadap
Non Debt Tax Shield, capital structure. Profitability,
Age, Invesment.
liquidity, growth, non-debt tax
Dependen: Capital
shield dan age tidak berpengaruh
Structure.
terhadap capital structure.
Independen:
Secara simultan: variabel
Pertumbuhan Aktiva,
independen berpengaruh terhadap
Struktur Aktiva,
struktur modal. Secara parsial:
Ukuran Perusahaan,
Pertumbuhan aktiva dan struktur
Risiko Bisnis,
aktiva berpengaruh positif dan
Dividen, Profitabilitas. Profitabilitas aktiva berpengaruh
Dependen: Struktur
negatif signifikan terhadap struktur
Modal.
modal. Ukuran perusahaan, risiko
bisnis, dividen tidak berpengaruh
terhadap struktur modal.
38
Lanjutan Tabel 1.
No. Nama Peneliti
9 Nina Febriyani,
Ceacilia
Srimindarti
(2010)
Variabel Penelitian
Independen: Struktur
Aktiva, Peluang
Pertumbuhan,
Profitabilitas, dan
Ukuran Perusahaan.
Dependen: Struktur
Modal.
10 Talat Afza,
Amer Hussain
(2011)
Independen: Size,
Profitability,
Tangibility of Assets,
Cost of Debt, Taxes,
Liquidity, Non-debt
Tax Shield. Dependen:
Capital Structure.
11 Tariq Naeem
Awan, Majed
Rashid,
Muhammad Ziaur-rehman
(2011)
Independen: Size,
Profitability,
Tangibility dan
Growth. Dependen:
Capital Structure.
Hasil Penelitian
Secara simultan: variabel
independen berpengaruh
terhadap struktur modal
dengan koefisien determinasi
yang disesuaikan sebesar
66,5%. Secara parsial: Struktur
aktiva, profitabilitas, ukuran
perusahaan berpengaruh
negatif dan signifikan terhadap
struktur modal. Peluang
pertumbuhan tidak
berpengaruh terhadap struktur
modal.
Secara simultan: variabel
independen signifikan
mempengaruhi struktur modal
dengan tingkat koefisien
determinasi yang disesuaikan
sebesar 49,5%. Secara parsial:
Taxes, non-debt tax shield,
liquidity, cost of debt
berpengaruh negatif dan
signifikan terhadap capital
structure. Size berpengaruh
positif dan signifikan terhadap
capital structure. Tangibility
dan profitability tidak
berpengaruh terhadap capital
structure.
Secara simultan: Variabel
independen mempengaruhi
capital structure dengan
koefisien determinasi sebesar
46%. Secara parsial:
Tangibility berpengaruh positif
dan signifikan terhadap capital
structure. Profitability
berpengaruh negatif dan
signifikan terhadap capital
structure. Growth dan size
tidak berpengaruh terhadap
capital structure.
39
Lanjutan Tabel 1.
No. Nama Peneliti
Variabel Penelitian
12 Glenn Indrajaya, Independen: Struktur
Herlina dan Reni Aktiva, Ukuran
Setiadi (2011)
Perusahaan,
Profitabilitas, Risiko
Bisnis, dan tingkat
pertumbuhan.
Dependen: Struktur
Modal.
13 Friska Firnanti
(2011)
Independen: Size,
Profitabilitas, Risiko
Bisnis, Time Interest
Earned, Pertumbuhan
Aktiva. Dependen:
Struktur Modal.
14 Seftianne (2011)
Independen:
Profitabilitas,
Likuiditas, Ukuran
Perusahaan, Risiko
Bisnis, Growth
Opportunity,
Kepemilikan
Manajerial dan
Struktur Aktiva.
Dependen: Struktur
Modal.
Hasil Penelitian
Secara simultan: variabel
independen berpengaruh
signifikan terhadap struktur
modal dengan koefisien
determinasi yang disesuaikan
sebesar 46,4%. Secara parsial:
Struktur aktiva, ukuran
perusahaan berpengaruh positif
dan signifikan terhadap struktur
modal. Profitabilitas
berpengaruh negatif dan
signifikan terhadap struktur
modal. Risiko bisnis dan tingkat
pertumbuhan tidak berpengaruh
terhadap struktur modal.
Secara simultan: variabel
independen berpengaruh
signifikan terhadap struktur
modal dengan koefisien
determinasi yang disesuaikan
sebesar 56,4%. Secara parsial:
Time interest earned dan
pertumbuhan aktiva
berpengaruh positif dan
signifikan terhadap struktur
modal. Profitabilitas
berpengaruh negatif dan
signifikan terhadap struktur
modal. Risiko bisnis dan size
tidak berpengaruh terhadap
struktur modal.
Secara simultan: variabel
independen mempengaruhi
struktur modal. Secara parsial:
Ukuran perusahaan berpengaruh
positif dan signifikan terhadap
struktur modal. Growth
opportunity berpengaruh negatif
dan signifikan terhadap struktur
modal. Profitabilitas, likuiditas,
risiko bisnis, kepemilikan
manajerian dan struktur aktiva
tidak berpengaruh terhadap
struktur modal.
40
Lanjutan Tabel 1.
No. Nama Peneliti
15 Ratri Dian
Hestuningrum
dan Darsono
(2012)
Variabel Penelitian
Independen:
Profitabilitas,
Likuiditas, Price
Earning Ratio, Size,
Struktur Aktiva dan
Growth. Dependen:
Struktur Modal.
16 Vina Ratna Furi,
Saifudin (2012)
Independen: Ukuran
Perusahaan,
Likuiditas,
Profitabilitas, Risiko
Bisnis, Pertumbuhan
Penjualan, Struktur
Aktiva, Rasio Hutang.
Dependen: Rasio
Hutang.
Hasil Penelitian
Secara simultan: variabel
independen berpengaruh
terhadap struktur modal dengan
koefisien determinasi yang
disesuaikan sebesar 45,5%.
Secara parsial: Ukuran
perusahaan dan perumbuhan
perusahaan berpengaruh positif
dan signifikan terhadap struktur
modal. Profitabilitas, likuiditas,
dan struktur aktiva berpengaruh
negatif dan signifikan terhadap
struktur modal. Price earning
ratio tidak berpengaruh terhadap
struktur modal.
Secara simultan: variabel
independen berpengaruh
terhadap struktur modal dengan
koefisien determinasi yang
disesuaikan sebesar 25,1%.
Secara parsial: Ukuran
perusahaan dan rasio hutang
berpengaruh positif dan
signifikan terhadap rasio hutang.
Risiko bisnis berpengaruh
negatif dan signifikan terhadap
rasio hutang. Likuiditas,
profitabilitas, pertumbuhan
penjualan dan struktur aktiva
tidak berpengaruh terhadap rasio
hutang.
41
III. METODE PENELITIAN
3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian
Perusahaan Sektor Pertambangan yang terdaftar
di Bursa Efek Indonesia periode 2007-2011
Laporan Keuangan
Laba Rugi
Neraca
Ukuran Perusahaan (X1)
Pertumbuhan Aktiva (X2)
Struktur Aktiva (X3)
Struktur Modal (Y)
Profitabilitas (X4)
Pertumbuhan Penjualan (X5)
Analisis Regresi Linier
Hasil Analisis
Rekomendasi
potesis
Gambar 3. Kerangka pemikiran penelitian
3.2. Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini merupakan pernyataan singkat
yang disimpulkan dari tinjauan pustaka dan merupakan uraian semetara dari
permasalahan yang perlu diujikan kembali. Suatu hipotesis akan diterima jika
42
hasil analisis data empiris membuktikan bahwa hipotesis tersebut benar, begitu
pula sebaliknya.
Berdasarkan telaah pustaka dan hasil penelitian terdahulu, maka hubungan
antara faktor-faktor yang diduga mempengaruhi struktur modal yang menjadi
hipotesis sementara dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Secara simultan (bersama-sama):
Hipotesis pertama:
H0
: Ukuran perusahaan (SIZE), pertumbuhan aktiva (GWORTH),
struktur aset (STR_A), profitabilitas (ROA), dan pertumbuhan
penjualan (SALES) secara bersama-sama tidak berpengaruh
terhadap struktur modal (LDER).
H1
: Ukuran perusahaan (SIZE), pertumbuhan aktiva (GWORTH),
struktur aset (STR_A), profitabilitas (ROA), dan pertumbuhan
penjualan
(SALES)
secara
bersama-sama
berpengaruh
terhadap struktur modal (LDER).
2. Secara parsial:
Hipotesis kedua:
H0
: Ukuran perusahaan (SIZE) tidak berpengaruh terhadap struktur
modal (LDER).
H1
: Ukuran perusahaan (SIZE) berpengaruh terhadap struktur
modal (LDER).
Hipotesis ketiga:
H0
: Pertumbuhan aktiva (GROWTH) tidak berpengaruh terhadap
struktur modal (LDER).
H1
: Pertumbuhan
aktiva (GROWTH) berpengaruh
terhadap
struktur modal (LDER).
Hipotesis keempat:
H0
: Struktur aktiva (STR_A) tidak berpengaruh terhadap struktur
modal (LDER).
H1
: Struktur aktiva (STR_A) berpengaruh terhadap struktur modal
(LDER).
43
Hipotesis kelima:
H0
: Profitabilitas (ROA) tidak berpengaruh terhadap struktur
modal (LDER).
H1
: Profitabilitas (ROA) berpengaruh terhadap struktur modal
(LDER).
Hipotesis keenam:
H0
: Pertumbuhan penjualan (SALES) tidak berpengaruh terhadap
struktur modal (LDER).
H1
: Pertumbuhan
penjualan
(SALES)
berpengaruh
terhadap
struktur modal (LDER).
3.3. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
Penelitian ini memiliki dua variabel yaitu variabel dependen sebagai
variabel terikat atau yang dipengaruhi dan variabel independen sebagai variabel
bebas atau yang mempengaruhi yaitu :
1.
Variabel dependen atau variabel terikat (terpengaruh) sebagai variabel (Y).
Mardiyanto (2009) menyatakan bahwa stuktur modal didefinisikan
sebagai komposisi dan proporsi hutang jangka panjang dan ekuitas yang
ditetapkan perusahaan, sehingga variabel dependen yang digunakan dalam
penelitian ini adalah long term debt to equity ratio / LDER yang merupakan
ratio untuk mengukur besarnya proporsi antara total hutang jangka panjang
dan total equity (total modal sendiri). LDER dihitung dengan formulasi
sebagai berikut (Seftianne dan Handayani, 2011):
LDER =
2.
……….………........……………...…... (1)
Variabel independen atau variabel bebas sebagai variabel (X).
Dalam penelitian ini yang menjadi variabel bebas adalah ukuran
perusahaan (SIZE), pertumbuhan aktiva (GROWTH), struktur aktiva
(STR_A), ptofitabilitas (ROA) dan pertumbuhan penjualan (SALES) yang
akan dijabarkan sebagai berikut:
44
a. Ukuran Perusahaan (SIZE)
Ukuran perusahaan merupakan ukuran atau besarnya asset yang
dimiliki perusahaan. Riyanto, 2001 juga menyatakan bahwa ukuran
perusahaan menggambarkan besar kecilnya suatu perusahaan yang ditujukan
pada besarnya total aktiva, jumlah penjualan, rata-rata penjualan dan ratarata total aktiva. Pengukuran terhadap ukuran perusahaan mengacu
pada Indrajaya et al. (2011) dan Seftianne dan Handayani (2011)
dimana
ukuran
perusahaan
diproksikan
dengan
total
aktiva
perusahaan. Total aktiva dijadikan indikator dari ukuran perusahaan
karena jika semakin besar ukuran perusahaan maka total aset yang
dimiliki juga akan semakin besar.
SIZE = Total Aktiva …...….………....……………………………. (2)
b. Pertumbuhan Aktiva (GROWTH)
Pertumbuhan aktiva adalah perubahan (peningkatan atau
penurunan) total aktiva yang dimiliki oleh perusahaan. Penentuan
proxy untuk menghitung pertumbuhan aktiva dalam penelitian ini
mengacu pada Rafiq et al. (2008) yaitu dihitung sebagai persentase
perubahan aktiva pada tahun tertentu terhadap tahun sebelumnya.
-
–
GROWTH =
-
...…………..…... (3)
c. Struktur Aktiva (STR_A)
Aktiva dapat digolongkan menjadi aktiva tetap, aktiva tidak
berwujud, dan aktiva lain-lain (Keown et al. 2002). Weston dan
Brigham
(1996)
menyatakan
struktur
aktiva
mencerminkan
perimbangan atau perbandingan antara aktiva tetap dan total aktiva
yang dimiliki perusahaan. Sehingga perhitungan struktur aktiva
dihitung dengan proksi sebagai berikut:
STR_A =
……………..……………..……………… (4)
45
d. Profitabilitas (ROA)
Profitabilitas perusahaan dihitung untuk mengetahui sejauh
mana kemampuan total aktiva (keputusan investasi) perusahaan
menghasilkan laba sebelum bunga dan pajak. Ukuran profitabilitas
pada penelitian ini mengacu pada Mardiyanto (2009) dalam
menghitung profitabilitas perusahaan sebelum dipengaruhi oleh biaya
bunga dan pajak.
…................…………..… (5)
ROA =
e. Pertumbuhan Penjualan (SALES)
Pertumbuhan penjualan adalah perubahan penjualan perusahaan
yang diukur berdasarkan perbandingan antara total penjualan periode
sekarang (t) minus periode sebelumnya (t-1) terhadap total penjualan
periode
sebelumnya
(t-1).
Dalam
penelitian
ini
pengukuran
perusahaan mengacu pada Furi dan Saifudin (2012). Tingkat
pertumbuhan penjualan (SALES) dirumuskan sebagai berikut:
SALES =
-
-
.... (6)
3.4. Jenis dan Sumber Data
Jenis penelitian ini adalah terapan yang merupakan aplikasi dan modifikasi
dari beberapa penelitian yang telah ada. Data dalam penelitian ini bersumber dari
data sekunder (secondary data). Data sekunder adalah data yang diperoleh secara
tidak langsung dan melalui media perantara. Data sekunder diperoleh dalam
bentuk yang sudah jadi, sudah dikumpulkan dan diolah oleh pihak lain, biasanya
sudah dalam bentuk publikasi (Sugiyono, 2006). Data sekunder memiliki bentuk
seperti bukti, catatan atau laporan histori yang telah tersusun dalam arsip (data
dokumenter) yang dipublikasikan maupun tidak dipublikasikan. Data sekunder
yang digunakan berupa laporan keuangan perusahaan sektor pertambangan yang
dipublikasikan di Bursa Efek Indonesia tahun 2007 sampai dengan 2011 yang
secara khusus diambil dari Indonesian Capital Market Electronic Library
(ICaMEL).
46
3.5. Populasi dan Sampel
3.5.1 Populasi
Populasi merupakan wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau
subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang diterapkan
oleh peneliti untuk mempelajari dan kemudian ditarik suatu kesimpulan
(Sugiyono, 2006). Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah
perusahaan sektor pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
(BEI) yang memiliki laporan keuangan lengkap dan dipublikasikan dalam
Indonesian Capital Market Electronic Library (ICaMEL).
3.5.2 Sampel
Sampel merupakan sebagian dari jumlah dan karakteristik yang
dimiliki oleh populasi (Sugiyono, 2006). Pengambilan sampel bertujuan
untuk menghemat waktu dan tenaga dalam menganalisa data, namun
demikian pengambilan sampel harus bersifat representatif, sehingga hasil
analisis dapat digeneralisasikan. Sampel dalam penelitian ini adalah
perusahaan sektor pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
(BEI) dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2011. Teknik yang digunakan
dalam pengambilan sampel adalah purposive sampling, yaitu pemilihan
sampel perusahaan selama periode penelitian berdasarkan pertimbangan dan
kriteria tertentu dimana syarat yang dibuat sebagai kriteria harus dipenuhi
oleh sampel, dengan tujuan untuk mendapatkan sampel yang representatif
(Sugiyono, 2006).
Tujuan dari metode ini untuk mendapatkan sampel yang pertimbangan
tertentu dan kriteria-kriteria yang telah ditentukan dengan tujuan
mendapatkan sampel yang representatif. Adapun kriteria pemilihan sampel
tersebut adalah sebagai berikut :
1.
Perusahaan sektor pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia.
2.
Saham dari emiten aktif diperdagangkan selama periode pengamatan
yaitu tahun 2007 sampai dengan 2011.
47
3.
Mempublikasikan
laporan
keuangan
periodik
selama
periode
pengamatan dari tahun 2007 hingga tahun 2011 dengan lengkap.
4.
Perusahaan selalu menghasilkan profit atau dengan kata lain tidak
mendapatkan laba negatif selama periode pengamatan yaitu tahun
2007 sampai dengan 2011.
3.6. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data merupakan suatu cara pengambilan data atau
informasi dalam suatu penelitian. Data sekunder yang ada dalam penelitian ini
diperoleh dengan metode dokumentasi. Dokumentasi adalah suatu teknik
pengumpulan data dengan cara mencari data yang diperlukan yang berupa arsip
atau buku yang ada hubungannya dengan struktur modal. Data diperoleh dari
Indonesian Capital Market Electronic Library (ICaMEL) berbentuk laporan
keuangan perusahaan sektor pertambangan pada tahun 2007-2011. Selain itu, juga
diperoleh dengan metode studi pustaka yaitu dengan melakukan telaah pustaka,
eksplorasi dan mengkaji jurnal-jurnal, buku dan sumber lain yang terkait dengan
permasalahan dalam penelitian.
3.7. Metode Analisis Data
Metode analisis data bertujuan untuk mendapatkan informasi relevan yang
terkandung di dalam data tersebut dan menggunakan hasilnya untuk memecahkan
suatu masalah (Ghozali, 2009). Metode analisis data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah menggunakan model regresi linier sederhana dan berganda.
Analisis regresi digunakan untuk menguji pengaruh antara variabel independen
meliputi ukuran perusahaan (SIZE), pertumbuhan aktiva (GROWTH), struktur
aktiva (STR_A), profitabilitas (ROA) dan pertumbuhan penjualan (SALES)
terhadap struktur modal (LDER) perusahaan sektor pertambangan yang terdaftar
di Bursa Efek Indonesia periode 2007-2008 sebagai variabel dependen, baik
secara parsial maupun secara simultan. Model yang digunakan adalah :
Y = α + β1X1+ β 2 X2 +β 3X3 + β4X4 + β5X5…...…………………………... (7)
Keterangan:
Y
: Long Term Debt to Equity Ratio
α
: Konstanta
48
β1,2,3,4,5
: Penaksir koefisien regresi
X1
: Ukuran Perusahaan
X2
: Pertumbuhan Aktiva
X3
: Struktur Aktiva
X4
: Profitabilitas
X5
: Pertumbuhan Penjualan
3.8. Uji Penyimpangan Asumsi Klasik
Sebelum melakukan pengujian regresi terlebih dahulu harus dilakukan
pengujian asumsi klasik. Analisis regresi linier berganda perlu menghindari
penyimpangan asumsi klasik supaya tidak timbul masalah dalam penggunaan
analisis tersebut. Diharapkan setelah melewati pengujian asumsi klasik dapat
diperoleh model-model
regresi
yang signifikan, representatif dan
bisa
dipertanggungjawabkan. Oleh sebab itu, digunakan asumsi-asumsi sebagai
berikut:
1. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah variabel independen
dan variabel dependen dalam sebuah model regresi memiliki distrubisi
normal atau tidak. Uji t dan uji F mengasumsikan bahwa nilai variabel
independen dan variabel dependen mengikuti distribusi normal (Ghozali,
2009). Jika asumsi tersebut dilanggar maka uji statistik menjadi tidak valid
untuk jumlah sampel kecil. Ada dua cara untuk mendeteksi apakah variabel
independen dan variabel dependen berdistribusi normal atau tidak. Cara
pertama yaitu dengan menggunakan analisis grafik. Sedangkan cara yang ke
dua adalah dengan melakukan uji statistik (Ghozali, 2009).
Analisis grafik merupakan analisis yang sangat mengandalkan
kemampuan visual untuk mengartikulasikannya. Dasar untuk pengambilan
keputusan dengan analisis grafik adalah:
a.
Jika data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis
diagonal atau grafik histogramnya menunjukkan pola distribusi
normal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas.
49
b.
Jika data menyebar jauh dari diagonal dan / atau tidak mengikuti arah
garis diagonal atau grafik histogram tidak menunjukkan pola distribusi
normal, maka model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas.
Uji normalitas dengan grafik dapat menyesatkan jika tidak berhati-hati
dalam mengartikulasian hasil visual dari analisis grafik. Oleh sebab itu
dianjurkan selain menggunakan uji grafik dilengkapi juga dengan uji
statistik. Uji statistik yang dapat digunakan untuk menguji normalitas
variabel independen dan variabel dependen adalah uji statistik Kolgomorov
Smirnov (K-S), yaitu :
a.
Nilai signifikan atau probabilitas < taraf signifikansi yang ditetapkan
(α=0,05), maka data tidak terdistribusi normal.
b.
Nilai signifikan atau probabilitas > taraf signifikansi yang ditetapkan
(α=0,05), maka data terdistribusi normal.
2. Uji Multikolinearitas
Multikolinearitas
merupakan
fenomena
adanya
korelasi
yang
sempurna antara satu variabel independen dengan variabel independen yang
lain. Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi
ditemukan adanya korelasi antar variabel independen.
Konsekuensi
praktis
yang
timbul
sebagai
akibat
adanya
multikolinearitas ini adalah kesalahan standar penaksiran semakin besar dan
probabilitas untuk menerima hipotesis yang salah menjadi semakin besar.
Menurut Ghozali (2009) terdapat beberapa cara untuk menemukan
hubungan antara variabel X yang satu dengan variabel X yang lainnya
(terjadinya multikolinearitas), adalah sebagai berikut :
a.
Besaran VIF (Variance Inflation Factor) dan Tolerance.
i.
Memiliki korelasi antar variabel bebas yang sempurna (lebih
dari 0,9), maka terjadi problem multikolinearitas.
ii.
Memiliki nilai VIF lebih dari 10 (lebih besar 10) dan nilai
tolerance kurang dari 0,10 (lebih kecil 0,10), maka model terjadi
problem multikolinearitas.
catatan: Tolerance = 1/ VIF atau VIF = 1/ Tolerance.
50
b.
Besaran korelasi antar variabel independen.
Pedoman suatu model regresi yang bebas multikolinearitas
adalah koefisien korelasi antar variable independen haruslah lemah (di
bawah 0,5). Jika korelasi kuat, maka terjadi problem multikolinearitas.
Cara mengatasi apabila terjadi multikolinearitas adalah sebagai
berikut:
i.
Menggabungkan data cross section dan time series (polling
data).
ii.
Mengeluarkan satu atau lebih variabel independen yang
memiliki
korelasi
tinggi
dengan
model
regresi
dan
diidentifikasikan dengan variabel lain untuk membantu prediksi.
iii.
Transformasi variabel dalam bentuk log natural dan bentuk first
difference atau delta.
iv.
Menggunakan
mempunyai
model
korelasi
dengan
tinggi
variabel
hanya
independen
semata–mata
yang
untuk
memprediksi (dengan tidak menginterpretasi koefisien regresi).
v.
Menggunakan metode analisis yang lebih canggih seperti
baynesian regression atau dalam kasus khusus ridge regression.
3. Uji Autokorelasi
Uji Autokorelasi merupakan korelasi antara anggota dalam data runtut
waktu (time series) atau antara space untuk data cross section. Uji
autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam model regresi linear ada
korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan
pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya). Jika terjadi korelasi, maka
dinamakan ada problem autokorelasi. Autokorelasi muncul karena observasi
yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lain (Ghozali, 2009).
Masalah ini timbul karena residual (kesalahan pengganggu) tidak bebas dari
satu observasi ke observasi lainnya. Hal ini sering ditemukan pada data
runtut waktu atau time series karena gangguan pada individu atau kelompok
cenderung mempengaruhi individu atau kelompok pada periode berikutnya.
Model regresi yang baik adalah regresi yang bebas dari autokorelasi.
51
Keberadaan autokorelasi yang signifikan menyebabkan penaksiran
dari hasil uji statistik menjadi tidak konsisten, meskipun tidak bias.
Pengujian terhadap adanya fenomena autokorelasi dalam data yang
dianalisis dapat dilakukan dengan menggunakan Durbin-Watson Test (DW
test). Pengambilan keputusan ada atau tidaknya autokorelasi berdasarkan
tabel nilai DW, nilai ini akan kita bandingkan dengan nilai tabel dengan
menggunakan nilai signifikansi 1% dengan jumlah sampel (n) dan jumlah
variabel independen, maka tabel Durbin-Watson akan didapat nilai sebagai
berikut : du < DW < 4-du, apabila du lebih kecil maka dapat disimpulkan
bahwa kita tidak bisa menolak H0 yang menyatakan bahwa tidak ada
autokorelasi positif atau negatif atau dapat disimpulkan tidak terdapat
autokorelasi (Ghozali, 2009). Pengambilan keputusan ada tidaknya
Autokorelasi ditentukan berdasarkan kriteria berikut (Ghozali, 2009):
a.
Bila nilai DW terletak antara batas atas atau upper bound (du) dan (4du), maka koefisien autokorelasi sama dengan nol, berarti tidak ada
autokorelasi.
b.
Bila nilai DW lebih rendah daripada batas bawah atau lower bound
(dl), maka koefisien autokorelasi lebih besar daripada nol, berarti ada
autokorelasi positif.
c.
Bila nilai DW lebih besar daripada (4-dl), maka koefisien autokorelasi
lebih kecil daripada nol, berarti ada autokorelasi negatif.
d.
Bila nilai DW terletak di antara batas atas (du) dan batas bawah (dl)
atau DW terletak antara (4-du) dan (4-dl), maka hasilnya tidak dapat
disimpulkan.
4. Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model
regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke
pengamatan yang lain. Jika variance dari residual satu pengamatan ke
pengamatan yang lain tetap disebut homoskedastisitas. Namun, apabila
berbeda maka disebut heterokedastisitas. Salah satu cara untuk menguji ada
tidaknya heteroskedastisitas yaitu dengan menggunakan analisis grafik
scatterplot. Hal ini bisa dilakukan dengan melihat plot antara nilai prediksi
52
variabel terikat (ZPRED), dengan residualnya (SRESID). Model regresi
yang
baik
adalah
yang
homoskedastisitas
atau
tidak
terjadi
heterokedastisitas (Ghozali, 2009).
Dasar analisis terjadi Heteroskedastisitas adalah (Ghozali, 2009) :
a.
Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola
tertentu yang teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit),
maka mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas.
b.
Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di
bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.
Menurut Ghozali (2009), cara memperbaiki model jika terjadi
heteroskedastisitas adalah sebagai berikut :
a.
Melakukan transformasi dalam bentuk model regresi dengan membagi
model regresi dengan salah satu variabel independen yang digunakan
dalam model tersebut.
b.
Melakukan transformasi logaritma.
3.9. Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif digunakan untuk memperoleh gambaran umum sampel
data. Statistik deskriptif memberikan gambaran atau deskripsi suatu data yang
dilihat dari nilai rata-rata (mean), standar deviasi, varian, maksimum, minimum,
sum, range, kurtosis dan skewnes (kemencengan distribusi). Hasil statistik
deskriptif dari sampel data penelitian dapat dilihat melalui jumlah data, rata-rata
sampel dan standar deviasi. Mengulas tentang data-data statistik dari masingmasing variabel seperti:
1.
Mean, yaitu rata-rata dari nilai data penelitian
2.
Standar deviasi, yaitu besarnya varians / perbedaan nilai antara nilai data
minimal dan maksimal.
3.
Nilai maksimum, yaitu nilai tertinggi dari data penelitian.
4.
Nilai minimum, yaitu nilai terendah data penelitian.
3.10. Uji Hipotesis
Uji Hipotesis digunakan untuk menjelaskan kekuatan dan arah pengaruh
beberapa variabel bebas (independent variable) terhadap satu variabel terikat
53
(dependent variable). Uji Hipotesis dilakukan sebagai berikut: uji signifikansi
(pengaruh nyata) variabel independen (Xi) terhadap variabel dependen (Y) baik
secara parsial maupun secara bersama-sama, dilakukan uji statistik t dan uji
statistik F.
3.10.1 Uji Hipotesis Secara Simultan (Uji F)
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah semua variabel
bebas, yaitu ukuran perusahaan (SIZE), pertumbuhan aktiva (GROWTH),
struktur aktiva (STR_A), profitabilitas (ROA) dan pertumbuhan penjualan
(SALES) secara bersama-sama (simultan) berpengaruh terhadap variabel
dependen struktur modal (LDER). Pengujian secara simultan (Uji F) ini
akan melihat arah (nilai koefisien beta) dan signifikansi pengaruhnya.
Caranya adalah sebagai berikut:
1.
Ada tidaknya pengaruh dapat dilihat dengan cara membandingkan
antara F tabel dan F hitung.
Dasar keputusan yang diambil adalah sebagai berikut:
a.
Bila F hitung < F tabel, variabel bebas (independen) secara
bersama-sama tidak berpengaruh terhadap variabel struktur
modal (LDER).
b.
Bila F hitung > F tabel, variabel bebas (independen) secara
bersama-sama berpengaruh terhadap variabel struktur modal
(LDER).
c.
Adapun rumus Fhitung adalah sebagai berikut:
-
Fhitung =
-
……………….……………………... (8)
-
Keterangan:
2.
R2
= Koefisien Determinasi
n
= Jumlah Sampel
k
= Jumlah Variabel
Signifikansi pengaruh akan dilihat dari nilai signifikansi pada tingkat
signifikansi (α) = 0.05 dengan kriteria sebagai berikut:
54
a.
Jika Sig. < 0.05 maka ukuran ukuran perusahaan (SIZE),
pertumbuhan aktiva (GROWTH), struktur aktiva (STR_A),
profitabilitas (ROA) dan pertumbuhan penjualan (SALES)
berpengaruh signifikan terhadap struktur modal (LDER).
b.
Jika Sig. > 0.05 maka ukuran perusahaan (SIZE), pertumbuhan
aktiva (GROWTH), struktur aktiva (STR_A), profitabilitas
(ROA) dan pertumbuhan penjualan (SALES) tidak berpengaruh
signifikan terhadap struktur modal (LDER).
3.10.2 Uji Hipotesis Secara Parsial (Uji t)
Uji parsial (t test) dilakukan untuk menguji signifikansi pengaruh
variabel-variabel independen, yaitu ukuran perusahaan (SIZE), pertumbuhan
aktiva (GROWTH), struktur aktiva (STR_A), profitabilitas (ROA) dan
pertumbuhan penjualan (SALES) secara individual terhadap variabel
dependen, yaitu struktur modal (LDER) perusahaan sektor pertambangan
yang terdaftar di BEI periode 2007-2011 dengan asumsi variabel bebas
lainnya konstan (Ghozali, 2009).
Pengujian dilaksanakan dengan pengujian dua arah sebagai berikut :
1.
Membandingkan antara variabel t tabel dan t hitung. Nilai t hitung
dapat dicari dengan rumus:
t hitung =
a.
……………….…...…..…………… (9)
Bila –t tabel < –t hitung dan t hitung < t tabel, variabel bebas
(independen) secara individu tidak berpengaruh terhadap
variabel dependen.
b.
Bila t hitung > t tabel dan –t hitung < –t tabel, variabel bebas
(independen) secara individu berpengaruh terhadap variabel
dependen.
2.
Berdasarkan probabilitas
Jika probabilitas (signifikansi) lebih besar dari tingkat alfa 0,05
(α) maka secara individu tidak ada pengaruh yang signifikan dari
masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen, jika
55
lebih kecil dari 0,05 maka secara individu ada pengaruh yang
signifikan dari masing-masing variabel independen terhadap variabel
dependen.
3.11. Koefisien Determinasi (R2)
Angka koefisien determinasi menunjukkan presentase tingkat kebenaran
prediksi dari model regresi. Nilai koefisien determinasi (R2) menyatakan seberapa
besar variabel independen dapat menjelaskan variabel dependen dalam model
regresi. Sedangkan sisanya (100% - R2) dapat dijelaskan oleh sebab-sebab lain
selain variabel independen (Ghozali, 2009). Nilai R2 besarnya antara 0 sampai
dengan 1 (0 < R2 < 1) koefisien. Apabila R2 mendekati 1 berarti variabel bebas
semakin berpengaruh terhadap variabel tidak bebas, begitu juga sebaliknya.
Kelemahan mendasar pada penggunaan koefisien determinasi adalah bias
terhadap jumlah variabel independen yang dimasukkan ke dalam model. Setiap
tambahan satu variabel independen, maka R2 pasti akan meningkat tanpa melihat
apakah variabel tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap variabel
dependen atau tidak. Oleh karena itu, banyak peneliti menganjurkan untuk
menggunakan Adjusted R2 untuk mengevaluasi model regresi. Hal ini dikarenakan
Adjusted R2 dapat naik atau turun apabila satu variabel independen ditambahkan
ke dalam model (Ghozali (2009). Dengan demikian, pada penelitian ini tidak
menggunakan R2, namun menggunakan nilai Adjusted R2 untuk mengevaluasi
model regresi.
56
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Deskripsi Obyek Penelitian
Obyek dalam penelitian ini adalah perusahaan sektor pertambangan yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada periode 2007 sampai 2011.
Berdasarkan data Indonesian Capital Market Directory (ICMD), maka diperoleh
jumlah perusahaan sektor pertambangan yang telah memenuhi kriteria
pengambilan sampel adalah sebanyak 11 perusahaan. Daftar nama-nama
perusahaan tersebut dapat dilihat pada Tabel 1 sebagai berikut:
Tabel 2. Daftar nama perusahaan sektor pertambangan (sampel)
No.
Kode
Nama Perusahaan
1
BUMI
Bumi Resources Tbk.
2
PTRO
Petrosea Tbk.
3
PTBA
Tambang Batubara Bukit Asam Tbk.
4
MEDC
Medco Energi International Tbk.
5
RUIS
Radiant Utama Interinsco Tbk.
6
ANTM
Aneka Tambang (Persero) Tbk.
7
CITA
Cita Mineral Investindo Tbk.
8
INCO
International Nickel Indonesia Tbk.
9
TINS
Timah (Persero) Tbk.
10
CNKO
Exploitasi Energi Indonesia Tbk.
11
MITI
Mitra Investindo Tbk.
Sumber: Fact book BEI tahun 2007-2011
4.2. Analisis Data Deskriptif
Tabel 3 menjelaskan gambaran data yang digunakan dalam penelitian ini
berupa jumlah sampel, nilai minimum, nilai maximum, rata-rata (mean), dan
standar deviasi.
57
Tabel 3. Deskripsi statistik variabel
Variabel
Jumlah
Sampel
Minimum
Maximum
SIZE
55
25,4179
31,8768
GROWTH
55
-16,0638
91,2236
STR_A
55
4,4967
72,4898
ROA
55
1,8264
88,9121
SALES
55
-56,3821
212,5840
LDER
55
0,0435
4,3825
Sumber: Output IBM SPSS Statistics 20.0
Mean
Std. Deviasi
28,9170
20,0391
31,8225
19,8618
28,0575
0,6233
1,7843149
24,0617303
19,3578126
16,1793771
48,8710477
0,8705234
Berdasarkan Tabel 2 di atas, deskripsi data yang digunakan sebagai sampel
dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Hasil statistik deskripif mengenai ukuran perusahaan (SIZE) menunjukkan
bahwa nilai paling tinggi (max) dimiliki oleh PT Bumi Resources Tbk. pada
tahun 2008 yaitu sebesar 31,5350. Sebaliknya, nilai paling rendah (min)
dimiliki oleh PT Radiant Utama Interisco Tbk pada tahun 2008 yaitu
sebesar 27,1506. Ukuran perusahaan (SIZE) mempunyai nilai rata-rata
(mean) sebesar 29,3236 dengan deviasi standar sebesar 1,3293.
2. Hasil statistik deskripif mengenai pertumbuhan aktiva (GROWTH)
menunjukkan bahwa nilai paling tinggi (max) dimiliki oleh PT Cita Mineral
Investindo Tbk. pada tahun 2010 yaitu sebesar 91,2236. Sebaliknya, nilai
paling rendah (min) dimiliki oleh PT Timah (Persero) Tbk. pada tahun 2009
yaitu sebesar -16,0638. Pertumbuhan aktiva (GROWTH) mempunyai nilai
rata-rata (mean) sebesar 22,2532 dengan deviasi standar sebesar 26,9932.
3. Hasil statistik deskripif mengenai struktur aktiva (STR_A) menunjukkan
bahwa nilai paling tinggi (max) dimiliki oleh PT International Nickel
Indonesia Tbk. pada tahun 2008 yaitu sebesar 72,4898. Sebaliknya, nilai
paling rendah (min) dimiliki oleh PT Medco Energi International Tbk. pada
tahun 2011 yaitu sebesar 4,4967. Struktur aktiva (STR_A) mempunyai nilai
rata-rata (mean) sebesar 35,4418 dengan deviasi standar sebesar 20,8844.
4. Hasil statistik deskripif mengenai profitabilitas (ROA) menunjukkan bahwa
nilai paling tinggi (max) dimiliki oleh PT International Nickel Indonesia
Tbk. pada tahun 2007 yaitu sebesar 88,9121. Sebaliknya, nilai paling rendah
(min) dimiliki oleh PT Medco Energi International Tbk. pada tahun 2011
58
yaitu sebesar 4,4967. Struktur aktiva (STR_A) mempunyai nilai rata-rata
(mean) sebesar 35,4418 dengan deviasi standar sebesar 20,8844.
5. Hasil statistik deskripif mengenai pertumbuhan penjualan (SALES)
menunjukkan bahwa nilai paling tinggi (max) dimiliki oleh PT Cita Mineral
Investindo Tbk. pada tahun 2010 yaitu sebesar 212,5843. Sebaliknya, nilai
paling rendah (min) dimiliki oleh PT Cita Mineral Investindo Tbk. pada
tahun 2009 yaitu sebesar -56,3821. Pertumbuhan penjualan (SALES)
mempunyai nilai rata-rata (mean) sebesar 28,0575 dengan deviasi standar
yang paling tinggi diantara variabel lainnya yaitu sebesar 48,8710.
6. Hasil statistik deskripif mengenai struktur aktiva (LDER) menunjukkan
bahwa nilai paling tinggi (max) dimiliki oleh PT Bumi Resources Tbk. pada
tahun 2009 yaitu sebesar 4,3825. Sebaliknya, nilai paling rendah (min) dari
data tersebut dimiliki oleh PT Cita Mineral Investindo Tbk. pada tahun 2008
yaitu sebesar -0,0432. Struktur modal (LDER) mempunyai nilai rata-rata
(mean) sebesar 0,6233 dengan deviasi standar sebesar 0,8705.
4.3. Uji Asumsi Klasik
4.3.1 Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi,
variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal (Ghozali,
2009). Uji normalitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji
Kolmogorov-Smirnov (K-S).
Tabel 4. One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Keterangan
SIZE GROWTH STR_A ROA
Jumlah Sampel 55
55
55
55
Sig. K-S
0,691
0,317
0,166
0,068
Sumber: Output IBM SPSS Statistics 20.0 (diolah)
SALES
55
0,319
LDER
55
0,002
Output SPSS uji K-S pada Tabel 4 menunjukkan bahwa dengan
sampel sebanyak 55 dihasilkan nilai Sig. K-S pada variabel ukuran
perusahaan (SIZE), pertumbuhan aktiva (GROWTH), struktur aktiva
(STR_A), profitabilitas (ROA), pertumbuhan penjualan (SALES) dan
struktur modal (LDER) secara berturut–turut adalah sebesar 0,69; 0,317;
0,166; 0,068; 0,319 dan 0,002. Teori dalam uji K-S menyatakan bahwa data
59
terdistribusi dengan normal apabila nilai signifikansi lebih besar dari 0.05.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel ukuran perusahaan (SIZE),
pertumbuhan aktiva (GROWTH), struktur aktiva (STR_A), profitabilitas
(ROA), pertumbuhan penjualan (SALES) sudah terdistribusi dengan
normal, sedangkan variabel struktur modal (LDER) tidak terdistribusi
dengan normal.
Model regresi linier yang baik mensyaratkan adanya data yang
terdistribusi dengan normal, sehingga perlu dilakukan beberapa tindakan
untuk menormalkan data, diantaranya adalah dengan menghilangkan datadata outlier. Setelah data-data outlier dihilangkan, sampel yang digunakan
untuk membangun model regresi linier menjadi 32 sampel. Output SPSS uji
K-S setelah tidak mengikutsertakan data outlier dalam membangun model
regresi linier disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5. One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test (tanpa data outlier)
Keterangan
SIZE GROWTH STR_A ROA SALES LDER
Jumlah Sampel
32
32
32
32
32
32
Sig. K-S
0,714
0,885
0,425 0,351 0,644
0,157
Sumber: Output IBM SPSS Statistics 20.0 (diolah)
Hasil pengujian terhadap 32 sampel pada Tabel 5 menunjukkan bahwa
masing-masing variabel sudah memiliki nilai signifikansi KolmogorovSmirnov melebihi batas tingkat signifikan yang ditetapkan yaitu 0,05,
sehingga dapat disimpulkan bahwa data masing-masing variabel tersebut
sudah terdistribusi dengan normal.
4.3.2 Uji Multikolinieritas
Tabel 6. Hasil uji Multikolinieritas
Variabel
Tolerance
SIZE
0,769
GROWTH
0,533
STR_A
0,859
ROA
0,703
SALES
0,438
Sumber: Output IBM SPSS Statistics 20.0 (diolah)
VIF
1,300
1,876
1,164
1,423
2,282
60
Hasil uji multikolinieritas pada Tabel 6 menunjukkan bahwa masingmasing variabel independen memiliki nilai Variance Inflation Factor (VIF)
pada output IBM SPSS statistics 20.0 tidak lebih dari 10 dan nilai Tolerance
tidak kurang dari 0,1 sehingga dapat disimpulkan bahwa data masingmasing variabel independen terbebas dari asumsi klasik multikolinieritas.
4.3.3 Uji Autokorelasi
Pengujian autokorelasi dalam penelitian ini dilakukan dengan uji
Durbin Watson. Output SPSS uji Durbin Watson disajikan sebagai berikut:
Tabel 7. Hasil uji Durbin-Watson
Model
Durbin-Watson
Regression
1,894
Sumber: Output IBM SPSS Statistics 20.0 (diolah)
Tabel hasil uji Durbin Watson di atas menghasilkan nilai Durbin
Watson sebesar 1,894 dengan jumlah variabel bebas (k) = 5 dan jumlah
sampel (n) = 32, maka diperoleh angka dl sebesar 1,109 dan du sebesar
1,819. Berdasarkan uji tersebut, dihasilkan nilai Durbin Watson hitung
sebesar 1,894 dimana nilai tersebut terletak di antara du yaitu 1,819 dan 4du yaitu 4–1,819 = 2,181 (daerah No Autocorelation), sehingga dapat
disimpulkan bahwa model regresi linier berganda terbebas dari asumsi
klasik statistik autokorelasi.
4.3.4 Uji Heteroskedastisitas
Pengujian dalam memprediksi ada tidaknya heteroskesdastisitas dalam
penelitian ini dapat dilihat dari hasil output pola gambar scatterplot pada
model regresi yang disajikan sebagai berikut:
61
Gambar 4. Diagram Scatterplot
Diagram Scatterplot pada Gambar 3 menunjukkan titik-titik data
menyebar di atas dan di bawah atau di sekitar angka 0, sehingga dapat
disimpulkan bahwa dalam penelitian ini tidak terdapat asumsi klasik
heteroeskesdastisitas model regresi linier berganda.
4.4. Uji Hipotesis
4.4.1 Uji F (Uji Simultan)
Uji simultan dengan F-test ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh
secara bersama-sama variabel independen terhadap variabel dependen.
Selain itu, hasil dari uji F dalam penelitian ini akan digunakan untuk
menguji hipotesis pertama yang telah dirumuskan sebelumnya. Output SPSS
dari F-test dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
62
Tabel 8. Hasil uji F (uji simultan)
Model
F
Regression
4,659
Sumber: Output IBM SPSS Statistics 20.0 (diolah)
Sig.
0,004
Output SPSS pada Tabel 8 menunjukkan F hitung 4,659 > F tabel
2,590 dan nilai Sig. 0,004 < tingkat signifikansi 0,05, sehingga hipotesis
pertama dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa H1 Diterima, yang
berarti ukuran perusahaan (SIZE), pertumbuhan aktiva (GROWTH),
struktur aktiva (STR_A), profitabilitas (ROA) dan pertumbuhan penjualan
(SALES) secara bersama-sama (simultan) berpengaruh terhadap variabel
struktur modal (LDER) pada tingkat kesalahan sebesar 5%.
4.4.2 Koefisien Determinasi
Nilai determinasi model regresi yang dihitung dengan bantuan
program IBM SPSS Statistics 20.0 disajikan pada Tabel 9.
Tabel 9. Koefisien determinasi
Adjusted R
Square
Model
Regression
0,371
Sumber: Output IBM SPSS Statistics 20.0 (diolah)
Std. Error of
the Estimate
0,3385591
Tabel 9 menuntukkan nilai koefisien determinasi yang sudah
disesuaikan 0,371. Sehingga dapat disimpulkan bahwa 37,1% variabel
dependen yaitu struktur modal (LDER) dapat dijelaskan oleh lima variabel
independen
yaitu
ukuran
perusahaan
(SIZE),
pertumbuhan
aktiva
(GROWTH), struktur aktiva (STR_A), profitabilitas (ROA), pertumbuhan
penjualan (SALES), sedangkan sisanya sebesar 62,9% struktur modal
(LDER) dijelaskan oleh variabel atau sebab-sebab lain diluar model.
4.4.3 Uji t (Uji Parsial)
Uji parsial dengan t-test ini bertujuan untuk mengetahui besarnya
pengaruh masing-masing variabel independen secara individual (parsial)
terhadap variabel dependen. T-test ini digunakan untuk menguji hipotesis
kedua sampai dengan hipotesis keenam. Hasil t-test pada Output IBM SPSS
Statistics 20.0 dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:
63
Tabel 10. Hasil uji t (uji parsial)
Variabel
t
(Constant)
2,854
SIZE
-2,245
GROWTH
2,644
STR_A
-1,873
ROA
-2,431
SALES
-2,067
Sumber: Output IBM SPSS Statistics 20.0 (diolah)
Sig.
0,008
0,033
0,014
0,072
0,022
0,049
Berdasarkan hasil uji t (uji parsial) pada Tabel 9, maka dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut:
1.
Pengujian Hipotesis Kedua
Variabel ukuran perusahaan (SIZE) memiliki t hitung -2,245 < t
tabel -2,052 dan nilai Sig. sebesar 0,048 < tingkat signifikansi 0,05.
Sehingga dapat disimpulkan H1 Diterima, yang menyatakan bahwa
variabel ukuran perusahaan (SIZE) secara parsial berpengaruh
signifikan terhadap struktur modal (LDER).
2.
Pengujian Hipotesis Ketiga:
Variabel pertumbuhan aktiva (GROWTH) memiliki t hitung
2,644 > t tabel 2,052 dan nilai Sig. sebesar 0,014 < tingkat signifikansi
0,05. Sehingga dapat disimpulkan H1 Diterima, yang menyatakan
bahwa variabel pertumbuhan aktiva (GROWTH) secara parsial
berpengaruh signifikan terhadap struktur modal (LDER).
3.
Pengujian Hipotesis Keempat
Variabel struktur aktiva (STR_A) memiliki t hitung -1,873 >
t tabel -2,052 dan nilai Sig. sebesar 0,072 > tingkat signifikansi 0,05.
Sehingga dapat disimpulkan H1 Ditolak, yang menyatakan bahwa
variabel struktur aktiva (STR_A) secara parsial tidak berpengaruh
signifikan terhadap struktur modal (LDER).
4.
Pengujian Hipotesis Kelima
Variabel profitabilitas (ROA) memiliki t hitung -2,431 < t tabel
-2,052 dan nilai Sig. sebesar 0,022 < tingkat signifikansi 0,05.
Sehingga dapat disimpulkan H1 Diterima, yang menyatakan bahwa
64
variabel profitabilitas (ROA) secara parsial berpengaruh signifikan
terhadap struktur modal (LDER).
5.
Pengujian Hipotesis keenam
Variabel pertumbuhan penjualan (SALES) memiliki t hitung
-2,067 < t tabel -2,042 dan nilai Sig. sebesar 0,049 > tingkat
signifikansi 0,05. Sehingga dapat disimpulkan H1 Diterima, yang
menyatakan bahwa variabel pertumbuhan penjualan (SALES) secara
parsial berpengaruh signifikan terhadap struktur modal (LDER).
4.4.4 Analisisi Regresi Berganda
Regresi bertujuan untuk menguji hubungan pengaruh antara satu
variabel satu dengan variabel lain. Output SPSS dari analisis regresi
berganda ditunjukkan sebagai berikut:
Tabel 11. Model regresi linier berganda
Unstandardized Coefficients
Beta
Std. Error
(Constant)
3,766
1,320
SIZE
- 0,102
0,046
GROWTH
0,010
0,004
STR_A
- 0,007
0,003
ROA
- 0,014
0,006
SALES
0,004
0,002
Sumber: Output IBM SPSS Statistics 20.0 (diolah)
Variabel
Berdasarkan perhitungan dan pengujian regresi linier berganda, maka
dihasilkan persamaan model regresi sebagai berikut:
LDER =
3,766 - 0,102SIZE + 0,010GROWTH – 0,007STR_A –
0,014ROA - 0,004SALES
Persamaan model regresi linier berganda di atas dapat dijelaskan
sebagai berikut:
1.
Ukuran perusahaan (SIZE) mempunyai koefisien regresi dengan arah
negatif sebesar 0,102. Hal ini berarti setiap peningkatan sebesar 1
satuan pada variabel ukuran perusahaan (SIZE) akan menurunkan
variabel struktur modal perusahaan sebesar 0,102 satuan, dengan
asumsi semua variabel independen lainnya konstan.
65
2.
Pertumbuhan aktiva (GROWTH) mempunyai koefisien regresi dengan
arah positif sebesar 0,010. Hal ini berarti setiap peningkatan sebesar 1
satuan
pada variabel
pertumbuhan
aktiva
(GROWTH)
akan
meningkatkan variabel struktur modal sebesar 0,010 satuan, dengan
asumsi semua variabel independen lainnya konstan.
3.
Struktur aktiva (STR_A) mempunyai koefisien regresi dengan arah
negatif sebesar -0,007. Hal ini berarti setiap peningkatan sebesar 1
satuan pada variabel struktur aktiva (STR_A) akan menurunkan
variabel struktur modal sebesar 0,007 satuan, dengan asumsi semua
variabel independen lainnya konstan.
4.
Profitabilitas (ROA) mempunyai koefisien regresi dengan arah negatif
sebesar -0,014. Hal ini berarti setiap peningkatan sebesar 1 satuan
pada variabel profitabilitas (ROA) akan menurunkan variabel struktur
modal sebesar 0,014 satuan, dengan asumsi semua variabel
independen lainnya konstan.
5.
Pertumbuhan penjualan (SALES) mempunyai koefisien regresi
dengan arah negatif sebesar -0,004 Hal ini berarti setiap peningkatan
sebesar 1 satuan pada variabel pertumbuhan penjualan (SALES) akan
menurunkan variabel struktur modal sebesar 0,004 satuan, dengan
asumsi semua variabel independen lainnya konstan.
4.5. Pembahasan Uji Hipotesis
4.5.1 Pembahasan Hasil Pengujian Hipotesis Pertama
Hasil dalam penelitian ini menunjukkan bahwa model regresi struktur
modal (LDER) pada perusahaan sektor pertambangan secara bersama-sama
dipengaruhi
(GROWTH),
oleh
ukuran
struktur
perusahaan
aktiva
(SIZE),
(STR_A),
pertumbuhan
profitabilitas
aktiva
(ROA)
dan
pertumbuhan penjualan (SALES). Hasil uji determinasi model regresi
menyatakan bahwa 37,1% struktur modal (LDER) pada perusahaan sektor
pertambangan
dapat
dijelaskan
oleh
ukuran
perusahaan
(SIZE),
pertumbuhan aktiva (GROWTH), struktur aktiva (STR_A), profitabilitas
(ROA) dan pertumbuhan penjualan (SALES). Sisanya sebesar 62,9%
66
diduga dijelaskan oleh faktor-faktor lainnya, beberapa diantaranya adalah
leverage operasi, pajak, pengendalian, sikap manajemen, sikap pemberi
pinjaman dan lembaga pemeringkat, kondisi pasar, kondisi internal
perusahaan, fleksibilitas keuangan, tingkat bunga, kadar risiko aktiva,
besarnya jumlah modal yang diperlukan, dan keadaan pasar modal.
4.5.2 Pembahasan Hasil Pengujian Hipotesis Kedua
Hasil
pengujian
hipotesis
kedua
menyatakan
bahwa
ukuran
perusahaan (SIZE) berpengaruh negatif dan signifikan terhadap struktur
modal (LDER). Hasil pengujian hipotesis kedua dalam penelitian ini
didukung penelitian sebelumnya oleh Rajan dan Zingales (1995) dan
Riyanto (2001) yang menyatakan bahwa ukuran perusahaan (SIZE)
berpengaruh negatif terhadap struktur modal (LDER).
Riyanto (2001) menyatakan bahwa perusahaan dengan ukuran yang
lebih besar memiliki potensi risiko kebangkrutan yang lebih rendah
dibanding perusahaan dengan ukuran yang lebih kecil. Hal ini dikarenakan
perusahaan dengan ukuran lebih besar memiliki arus kas yang lebih stabil
dan bisnis yang terdiversifikasi sehingga lebih mampu dalam mencukupi
kebutuhan pendanaan perusahaan secara internal dan cenderung mengurangi
penggunaan hutang dengan tujuan untuk menekan besarnya biaya modal
yang dapat menyebabkan kebangkrutan.
Selain itu, tingkat ketidakpastian dan risiko yang tinggi pada
perusahaan yang bergerak di sektor pertambangan akan memaksa
perusahaan untuk berusaha memenuhi kebutuhan dananya dari sumber dana
yang paling aman terlebih dahulu yaitu pendanaan dari internal perusahaan,
seperti laba ditahan. Bagi perusahaan sektor pertambangan dengan risiko
operasi yang tinggi, maka pemenuhan kecukupan sumber dana yang
bersumber dari internal perusahaan akan lebih diutamakan untuk mendanai
keputusan-keputusan investasi jangka panjang. Hal ini dilakukan dengan
tujuan untuk memberikan jaminan terhadap keberlangsungan operasi
perusahaan yang sebagian besar ditopang oleh investasi-investasi jangka
panjang serta mampu meminimalkan risiko kebangkrutan bagi perusahaan
sektor pertambangan. Penjelasan tersebut didukung oleh pecking order
67
theory yang menyatakan bahwa perusahaan yang beresiko tinggi dengan
kempampuan finansial yang baik cenderung memiliki kesempatan untuk
memilih menggunakan pendanaan yang bersumber dari internal perusahaan
dan mengurangi pendanaan yang beresiko lebih tinggi seperti pendanaan
yang bersumber dari hutang.
Alasan lain menyatakan bahwa perusahaan sektor pertambangan yang
memiliki ukuran lebih besar memiliki lebih sedikit fenomena informasi
asimetris (asymmetric information theory) antara perusahaan dan publik.
Hal ini memperkecil kemungkinan terjadinya undervalue oleh publik
terhadap saham baru yang diterbitkan oleh perusahaan sehingga saham baru
tersebut cenderung dihargai dengan harga yang wajar oleh publik. Keadaan
tersebut akan mendorong perusahaan untuk berpendapat bahwa pembiayaan
dengan penerbitan saham baru akan lebih menguntungkan dibanding
pembiayaan dengan penerbitan surat hutang baru. Mengacu pada agency
theory, perusahaan sektor pertambangan memiliki tingkat risiko dan
ketidakpastian yang tinggi sehingga pada umumnya kreditor akan
menetapkan tingkat bunga yang lebih tinggi serta memberikan persyaratan
yang membatasi kebijakan keuangan perusahaan dalam memberikan
pinjaman. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi terjadinya kerugian yang
kemungkinan dihadapi oleh kreditor akibat ketidakpastian. Oleh sebab itu,
sesuai dengan trade off theory, penerbitan surat hutang baru dinilai memiliki
biaya yang lebih mahal dibanding penerbitan saham baru. Hasil penelitian
ini didukung oleh hasil penelitian Rajan dan Zingales (1995).
Riyanto (2001) juga menyatakan alasannya mengapa ukuran
perusahaan berhubungan negatif terhadap struktur modal. Suatu perusahaan
besar yang sahamnya tersebar luas menyebabkan setiap perluasan modal
saham hanya akan mempunyai pengaruh yang kecil terhadap kemungkinan
hilangnya pengendalian dari pihak yang lebih dominan terhadap perusahaan
yang bersangkutan. Sebaliknya perusahaan kecil di mana sahamnya tersebar
hanya di lingkungan kecil maka penambahan jumlah saham akan
mempunyai pengaruh besar terhadap kemungkinan hilangnya kontrol dari
pihak pemegang saham pengendali terhadap perusahaan yang bersangkutan.
68
Hal ini yang mendorong perusahaan besar lebih berani dalam memilih
pendanaan yang bersumber dari penerbitan saham baru.
Selain itu, mengacu pada signaling theory, perusahaan dalam kondisi
normal harus memperhatikan adanya kapasitas cadangan untuk meminjam,
sehingga perusahaan sektor pertambangan pada umumnya akan mengurangi
penggunaan dana yang bersumber dari hutang. Kapasitas cadangan untuk
meminjam ini ditujukan untuk memastikan perusahaan sektor pertambangan
dapat memperoleh modal hutang jika kelak diperlukan ketika muncul
kesempatan investasi baru yang lebih menguntungkan.
4.5.3 Pembahasan Hasil Pengujian Hipotesis Ketiga
Hasil pengujian hipotesis ketiga menyatakan bahwa pertumbuhan
aktiva (GROWT) berpengaruh signifikan dan memiliki koefisien positif
terhadap struktur modal (LDER). Hasil penelitian ini sejalan dengan
penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Prabansari dan Kusuma (2005),
Rafiq et al. (2008), Joni dan Lina (2010), Firnanti (2011) dan Hestuningrum
dan Darsono (2012)
Perusahaan sektor pertambangan dengan tingkat pertumbuhan yang
besar sangat memungkinkan mengalami kekurangan pendanaan kegiatan
investasi perusahaan. Pecking order theory mengemukakan bahwa ketika
dana yang bersumber dari internal perusahaan tidak mencukupi untuk
membiayai investasi, maka perusahaan memerlukan dana eksternal.
Perusahaan yang sedang bertumbuh akan cenderung memilih menggunakan
hutang terlebih dahulu dibanding menerbitkan saham baru. Hal ini
dikarenakan semakin tinggi pertumbuhan perusahaan akan semakin tinggi
pula peluang adanya asimetris informasi. Kondisi seperti ini menyebabkan
biaya penerbitan hutang jangka panjang dianggap lebih rendah dibanding
biaya penerbitan saham baru.
Perusahaan sektor pertambangan yang mengalami pertumbuhan tinggi
menandakan perusahaan tersebut memiliki prospek yang menguntungkan.
Oleh sebab itu, perusahaan sektor pertambangan pada kondisi tersebut akan
menghindari pendanaan dengan penerbitan saham baru dan cenderung
menggunakan pendanaan yang bersumber dari hutang. Bagi pemegang
69
saham, penerbitan saham baru dinilai akan merugikan dan mengurangi
besarnya
bagian
keuntungan
yang
diterima
atas
prospek
yang
menguntungkan di masa depan.
Myers (1984) mengemukakan bahwa perusahaan akan lebih memilih
menggunakan hutang untuk memperkecil peluang terjadinya asimetri
informasi. Hal ini didasari oleh signaling theory yang berpendapat bahwa
perusahaan dapat mengomunikasikan prospek pertumbuhan yang baik di
masa depan dengan menggunakan hutang. Hutang dapat menjadi sinyal
positif bagi investor eksternal, hal ini dikarenakan semakin banyak
penggunaan hutang, maka investor meyakini bahwa perusahaan memiliki
kemampuan
finansial
yang
baik
dan
memiliki
prospek
dengan
pengembalian yang tinggi di masa yang akan datang. Sedangkan penerbitan
saham baru cenderung memberikan sinyal negatif bagi publik sehingga akan
berpotensi menurunkan harga pasar saham yang dapat menurunkan nilai
perusahaan sektor pertambangan. Penjelasan tersebut juga didukung oleh
hasil penelitian yang dilakukan oleh Ross (1977).
4.5.4 Pembahasan Hasil Pengujian Hipotesis Keempat
Hasil pengujian hipotesis keempat menyatakan bahwa struktur aktiva
(STR_A) tidak berpengaruh signifikan dan memiliki arah koefisien negatif
terhadap struktur modal (LDER). Hasil pengujian hipotesis keempat ini
mendukung hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Furi dan
saifudin (2012) dan tidak mendukung hasil penelitian sebelumnya yang
dilakukan oleh Kartika (2009), Utami (2009), Joni dan Lina (2010), Awan
et al. (2011), Margaretha dan Ramadhan (2010), Rafiq et al. (2008), Teker
et al. (2009), Indrajaya et al. (2011), dan Shah dan Khan (2007).
Perusahaan sektor pertambangan memiliki komposisi aktiva tetap
yang berbeda dengan perusahaan pada umunya. Aktiva tetap pada
perusahaan sektor pertambangan sebagian besar didominasi oleh mesin,
pabrik dan instalasi produksi. Dalam kaitannya dengan pendapat Brigham
dan Houston mengenai jenis aset yang dapat dijaminkan, maka aset tetap
yang dimiliki oleh perusahaan sektor pertambangan bukan merupakan aset
multiguna yang tidak begitu baik dijaminkan. Oleh sebab itu kreditur akan
70
memilih aktiva maupun syarat perjanjian lainnya sebagai agunan dalam
memberikan kredit kepada perusahaan sektor pertambangan, misalnya
saham, sertifikat kepemilikan, akta cash, corporate guarantie, persediaan,
piutang, mesin, peralatan, penerimaan, kontrak jual beli, rekening bank,
klaim asuransi dan deposito. Hal inilah yang menyebabkan pertambahan
aktiva tetap perusahaan tidak berpengaruh signifikan terhadap struktur
modal perusahaan sektor pertambangan pada tingkat alfa 5%.
Pecking order theory menyatakan bahwa ketika perusahaan memiliki
sumber daya keuangan internal yang cukup maka perusahaan cenderung
membiayai peningkatan aktiva tetap perusahaan dengan dana internal yang
dihasilkan oleh perusahaan. Perusahaan sektor pertambangan akan
cenderung berusaha mengalokasikan modal sendiri untuk membiayai
investasi aktiva tetap perusahaan. Hal ini dilakukan untuk mengurangi risiko
penggunaan hutang jangka panjang dikarenakan kegiatan perusahaan sektor
pertambangan memiliki ketergantungan terhadap aktiva tetap yang dimiliki,
misalnya adalah mesin dan instalasi pabrik untuk produksi. Semakin tinggi
struktur aktiva (semakin besar jumlah aktiva tetap) maka penggunaan modal
sendiri akan semakin tinggi (penggunaan hutang jangka panjang semakin
sedikit) atau struktur modalnya semakin rendah. Dari penjelasan mengenai
pecking order theory tersebut, dapat disimpulkan bahwa perusahaan sektor
pertambangan
dalam
keadaan
normal
cenderung
berusaha
untuk
mengurangi penggunaan hutang jangka panjang dengan menggunakan laba
ditahan dan saham baru dalam mendanai investasi aktiva tetap perusahaan
sehingga menyebabkan turunnya tingkat struktur modal.
Selain itu, penambahan ataupun pengurangan aset tetap pada
umumnya terjadi pada mesin maupun peralatan yang berkaitan dengan
perubahan volume produksi, sedangkan bangunan, tanah, dan aset tetap
lainnya yang tidak berhubungan dengan produksi cenderung tetap. Oleh
sebab itu, ketika terjadi peningkatan jumlah aset tetap pada perusahaan
sektor pertambangan, maka akan terjadi peningkatan kapasitas produksi
sehingga meningkatkan total penerimaan perusahaan sektor pertambangan.
Peningkatan penerimaan akan sangat berkontribusi dalam peningkatan laba
71
bagi perusahaan yang akan memperkuat sumber daya keuangan internal
perusahaan sektor pertambangan.
Sesuai dengan pecking order theory, ketika perusahaan memiliki
sumber daya keuangan yang cukup untuk mendanai kebutuhan investasinya,
maka perusahaan tersebut akan lebih memilih untuk menggunakan
pendanaan yang bersumber dari internal perusahaan dan akan cenderung
menurunkan tingkat struktur modal (LDER) sampai tingkat tertentu untuk
mengurangi risiko sebagai dampak penggunaan hutang.
4.5.5 Pembahasan Hasil Pengujian Hipotesis Kelima
Hasil pengujian hipotesis kelima menyatakan bahwa profitabilitas
(ROA) berpengaruh signifikan dan memiliki arah koefisien negatif terhadap
struktur modal (LDER). Hasil pengujian hipotesis kelima dalam penelitian
ini sejalan dengan hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Rafiq et al.
(2008), Joni dan Lina (2010), Awan et al. (2011), dan Febriyani dan
Srimindarti (2010).
Profitabilitas (ROA) merupakan salah satu variabel yang paling tidak
bisa diabaikan pengaruhnya terhadap struktur modal (LDER). Profitabilitas
mengindikasikan
bahwa
suatu
perusahaan
memiliki
stabilitas
dan
sumberdaya keuangan yang baik. Tingkat profitabilitas (ROA) yang tinggi
atas investasi pada perusahaan sektor pertambangan memungkinkan
perusahaan untuk membiayai sebagian besar kebutuhan pendanaan dengan
dana internal yang dihasilkan oleh perusahaan. Sumber daya keuangan
internal yang baik akan cenderung mendorong perusahaan sektor
pertambangan untuk mengurangi proporsi hutang dengan tujuan untuk
mengurangi risiko kebangrutan, agency cost serta mengantisipasi potensi
ketidakpastian. Sesuai dengan pecking order theory, penggunaan sumber
dana yang dihasilkan secara internal berupa laba ditahan lebih diminati
perusahaan karena memiliki resiko yang jauh lebih rendah dibanding
dengan pendanaan dari sumber eksternal.
72
4.5.6 Pembahasan Hasil Pengujian Hipotesis Keenam
Hasil pengujian hipotesis kelima menyatakan bahwa pertumbuhan
penjualan (SALES) berpengaruh signifikan dan memiliki koefisien negatif
terhadap struktur modal (LDER). Hasil pengujian terhadap hipotesis
keenam ini tidak sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh
Furi dan Saifudin (2012) yang menyatakan pertumbuhan penjualan
(SALES) tidak berpengaruh signifikan terhadap struktur modal (LDER).
Pertumbuhan
penjualan
(SALES)
pada
perusahaan
sektor
pertambangan memiliki hubungan yang negatif terhadap tingkat struktur
modal (LDER) yang dimiliki perusahaan. Hal ini mengindikasikan bahwa
semakin
stabil
pertumbuhan
penjualan,
maka
perusahaan
sektor
pertambangan cenderung mengurangi pendanaan yang bersumber dari
hutang jangka panjang sehingga mengakibatkan turunnya tingkat struktur
modal (LDER). Tingkat pertumbuhan penjualan yang stabil menandakan
bahwa perusahaan akan lebih mampu dalam menciptakan laba dengan
tingkat pertumbuhan yang stabil pula, sehingga perusahaan memiliki
stabilitas alokasi sumber pendanaan dari laba ditahan, begitu pula
sebaliknya.
Perusahaan sektor pertambangan yang mampu mengalokasikan laba
ditahan dari sebagian laba bersihnya akan cenderung mengurangi porsi
penggunaan hutang jangka panjang dengan tujuan mengurangi biaya tetap
yang tinggi berupa bunga hutang. Kreditur akan tetap beranggapan bahwa
perusahaan sektor pertambangan dengan tingkat pertumbuhan penjualan
yang setabilpun masih memiliki potensi risiko dan ketidakpastian yang
cukup tinggi. Hal inilah yang menyebabkan kreditur membebankan biaya
bunga hutang yang lebih tinggi serta membebankan agency cost akibat
bebagai persyaratan mengikat yang diajukan kreditur dalam memberikan
pinjaman kepada perusahaan sektor pertambangan sebagai debitur. Dalam
keadaan normal, tingginya biaya hutang jangka panjang menyebabkan
pendanaan yang bersumber dari hutang jangka panjang baru akan dipilih
perusahaan sektor pertambangan setelah pendanaan yang bersumber dari
73
laba ditahan dianggap tidak mencukupi dan penerbitan saham dianggap
sudah tidak menguntungkan bagi perusahaan.
Perusahaan sektor pertambangan dengan pertumbuhan penjualan yang
stabil dapat menjual sahamnya dengan harga yang lebih wajar. Hal tersebut
dikarenakan stabilitas pertumbuhan penjualan merupakan sinyal positif bagi
calon investor eksternal (publik) yang menandakan bahwa perusahaan
memiliki stabilitas keuangan serta prospek yang baik, sehingga mampu
mengurangi peluang terjadinya informasi asimetris antara manajemen dan
publik. Preferensi penggunaan pendanaan yang bersumber dari laba ditahan
serta penerbitan saham untuk perusahaan sektor pertambangan yang
memiliki stabilitas pertumbuhan penjualan dibanding pendanaan yang
berusmber dari hutang jangka panjang menyebabkan turunnya tingkat
struktur modal.
4.6. Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan antara lain:
1.
Penelitian ini hanya mengambil jangka waktu 5 tahun yaitu dari tahun 2007
sampai dengan tahun 2011 dengan total data sebanyak 55 data, sehingga ada
kemungkinan kurang mencerminkan kondisi perusahaan dalam jangka
panjang.
2.
Penelitian ini hanya terbatas untuk sampel perusahaan sektor pertambangan
yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia sehingga kurang mewakili
perusahaan sektor pertambangan secara keseluruhan.
3.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa variabel ukuran perusahaan (SIZE),
pertumbuhan
aktiva
(GROWTH),
struktur
perusahaan
(STR_A),
profitabilitas (ROA) dan pertumbuhan penjualan (SALES) secara bersamasama hanya mampu menjelaskan tingkat struktur modal (LDER) sebesar
37,1%, sehingga belum bisa menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi
pengambilan keputusan tingkat struktur modal (LDER) secara keseluruhan.
74
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dipaparkan
sebelumnya, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Hasil dari pengolahan metode regresi linier berganda menunjukkan bahwa
37,1% pengambilan keputusan tingkat struktur modal (LDER) dapat
dijelaskan oleh variabel ukuran perusahaan (SIZE), pertumbuhan aktiva
(GROWTH),
struktur
aktiva
(STR_A),
profitabilitas
(ROA)
dan
pertumbuhan penjualan (SALES). Sisanya, sebesar 62,9% dari pengambilan
keputusan tingkat struktur modal (LDER) dipengaruhi oleh variabel lain
diluar variabel yang diteliti dalam penelitian ini.
2. Hasil dari pengolahan metode regresi linier secara parsial menunjukkan
bahwa ukuran perusahaan (SIZE), pertumbuhan aktiva (GROWTH),
profitabilitas (ROA) dan pertumbuhan penjualan (SALES) berpengaruh
signifikan terhadap struktur modal (LDER) yang dapat diartikan sebagai
berikut:
a.
Semakin besar ukuran perusahaan (SIZE) maka perusahaan sektor
pertambangan akan cenderung mengurangi porsi penggunaan hutang
jangka panjang.
b.
Semakin tingginya tingkat pertumbuhan aktiva (GROWTH) maka
perusahaan sektor pertambangan akan cenderung meningkatkan porsi
penggunaan hutang jangka panjang.
c.
Semakin besarnya profitabilitas (ROA) maka perusahaan sektor
pertambangan akan cenderung mengurangi porsi penggunaan hutang
jangka panjang.
d.
Semakin tingginya pertumbuhan penjualan (SALES) maka perusahaan
sektor pertambangan akan cenderung mengurangi porsi penggunaan
hutang jangka panjang.
75
2. Saran
1.
Bagi Perusahanaan (Emiten):
a.
Manajemen perusahaan sektor pertambangan harus memperhatikan
variabel ukuran perusahaan, pertumbuhan aktiva, profitabilitas dan
pertumbuhan penjualan dalam mempertimbangkan dan menentukan
arah kebijakan struktur modal perusahaan. Walaupun demikian,
manajemen tidak boleh mengabaikan variabel lainnya yang tidak
diteliti
dalam
penelitian
ini.
Hal
ini
dimaksudkan
supaya
mempermudah manajemen perusahaan sektor pertambangan dalam
mewujudkan tingkat struktur modal yang optimal bagi perusahaan
sehingga
mampu
meningkatkan
nilai
perusahaan
sektor
pertambangan.
b.
Perusahaan sektor pertambangan yang memiliki ukuran perusahaan
yang lebih besar dan dalam keadaan yang normal sebaiknya
mengurangi penggunaan hutang jangka panjang dan beralih
menggunakan pendanaan dari modal sendiri, mengingat perusahaan
sektor pertambangan memiliki tingkat risiko dan ketidakpastian yang
tinggi.
c.
Perusahaan sektor pertambangan yang sedang bertumbuh pesat dan
memiliki prospek yang menguntungkan di masa yang akan datang
sebaiknya menggunakan pendanaan yang bersumber dari hutang
jangka panjang. Pendanaan dari hutang jangka panjang tidak
mengurangi porsi distribusi keuntungan yang akan dihasilkan
perusahaan sektor pertambangan tersebut sehingga nilai perusahaan
meningkat. Sebaliknya, penggunaan pendanaan yang bersumber dari
saham akan mengurangi porsi distribusi keuntungan pada masingmasing pemilik perusahaan.
d.
Perusahaan sektor pertambangan yang mampu menghasilkan laba
yang tinggi sebaiknya mengurangi porsi penggunaan hutang jangka
panjang yang dimilikinya. Hal ini dapat mengurangi potensi risiko
76
kebangkrutan akibat timbulnya biaya modal yang merupakan
konsekuensi langsung dari keputusan pendanaan.
e.
Perusahaan sektor pertambangan yang memiliki pertumbuhan
penjualan yang baik dan stabil sebaiknya mengurangi porsi
penggunaan hutang di dalam struktur modal yang dimiliki perusahaan.
Risiko yang cukup tinggi dapat dikurangi dengan cara mengurangi
penggunaan hutang dan lebih mengutamakan penggunaan modal
sendiri untuk membiayai investasi perusahaan.
2.
Bagi peneliti selanjutnya:
a.
Peneliti selanjutnya diharapkan dapat meneliti variabel lain yang
dianggap mempengaruhi pengambilan keputusan tingkat struktur
modal, antara lain: leverage operasi, pajak, pengendalian, sikap
manajemen, sikap pemberi pinjaman dan lembaga pemeringkat,
kondisi pasar, kondisi internal perusahaan, fleksibilitas keuangan,
tingkat bunga, kadar risiko aktiva, besarnya jumlah modal yang
diperlukan, dan keadaan pasar modal.
b.
Peneliti selanjutnya juga dapat menambah jumlah sampel penelitian
dan periode pengamatan sehingga model regresi yang dihasilkan
semakin mencerminkan hubungan regresi yang dingun dan diuji.
c.
Peneliti selanjutnya dapat menggunakan proxy yang berbeda dalam
melakukan perhitungan terhadap variabel-variabel yang diduga
mempengaruhi dalam pengambilan keputusan tingkat struktur modal
perusahaan.
77
DAFTAR PUSTAKA
Abor J, Biekpe N. 2009. How do we Explain the Capital Structure of SMEs in
Sub-Saharan Africa: Evidence from Ghana. Journal of Economic Studies.
36(1):83-97.
Afza T, Hussain A. 2011. Determinants of Capital Structure Across Selected
Manufacturing Sectors of Pakistan. International Journal of Humanities and
Social Science. 1(12).
Ang R. 1997. Buku Pintar: Pasar Modal Indonesia (The Intelligent Guide to
Indonesian Capital Market). Jakarta (ID): Mediasoft Indonesia.
Awan TN, Rashid M, Zia-ur-rehman M. 2011. Analysis of the Determinants of
Capital Structure in Sugar and Allied Industry. International Journal of
Business and Social Science. 2(1).
BEI. 2012. Fact Book [Internet]. Jakarta (ID): Bursa Efek Indonesia. [Diunduh
pada 25 Desember 2012]. Tersedia di www.idx.co.id.
BEI. 2013. Laporan Keuangan dan Tahunan [Internet]. Jakarta (ID): Bursa Efek
Indonesia. [Diunduh pada 15 Januari 2013]. Tersedia di www.idx.co.id.
BI. 2013. Kurs Transaksi Bank Indonesia [Internet]. Jakarta (ID): Bank Indonesia.
[Diunduh pada 16 Januari 2013]. Tersedia di www.bi.go.id.
BKPM. 2012. Perkembangan Realisasi Investasi PMA dan PMDN Berdasarkan
Laporan Kegiatan Penanaman Modal (LKPM Menurut Sektor [Internet].
Jakarta (ID): Badan Koordinasi Penanaman Modal. [Diunduh pada 12
Desember 2012]. Tersedia di www.bkpm.go.id.
Brealey RA., Myers SC, Marcus AJ. 2008. Dasar-dasar Manajemen Keuangan
Perusahaan. Sabran B, penerjemah. Jakarta (ID): Erlangga. Terjemahan
dari: Fundamentals of Financial of Management.
Brigham EF, Houston JF. 2001. Manajemen Keuangan Buku II. Suharto D,
Wibowo H, penerjemah; Sumiharti Y, Kristiaji WC, editor. Jakarta (ID):
Erlangga. Terjemahan dari: Fundamentals of Management.
Brigham EF, Gapenski LC. 1996. Intermediate Financial Management. 5th ed.
Florida (US). The Dryden Press.
DeAngelo H, Masulis R. 1980. Optimal Capital Structure under Corporate and
Personal Taxation. Journal of Financial Economics. 8:3-29.
Dewani TH. 2010. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Struktur Modal
[Skripsi]. Semarang (ID): Universitas Diponegoro.
Eisenhardt KM. 1989. Agency Theory an Assesment and Review. The Academy
of Management Review. 14(1):57-74.
Fama EF, Jensen, Michael. 1983. Agency Problem and Residual Claims. Journal
of Law and Economics. 26:327-349.
Febriyani N, Srimindarti C. 2010. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Struktur
Modal pada Perusahaan-perusahaan LQ-45 di Bursa Efek Indonesia Periode
2006-2008. Dinamika Keuangan dan Perbankan. 2(2):138-159. ISSN:
1979-4878.
Firnanti F. 2011. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Struktur Modal Perusahaan
Manufaktur di Bursa Efek Indonesia. Jurnal Bisnis dan Akuntansi.
13(2):119-128.
78
Furi VR, Saifudin. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Struktur Modal (Studi
Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI Tahun 20092010. JURAKSI. 1(2). ISSN: 2301-9328.
Ghozali I. 2009. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Ed ke-4.
Semarang (ID): Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Hestuningrum RD, Darsono. 2012. Pengaruh Karakteristik Perusahaan terhadap
Struktur Modal Pemaknufakturan yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia.
Diponegoro Journal of Accounting.
Horne JV, Wachowicz JM Jr. 1998. Prinsip-Prinsip Manajemen Keuangan.
Jakarta (ID): Salemba Empat.
Husnan S. 2000. Manajemen Keuangan Teori dan Penerapan (Keputusan Jangka
Panjang) Buku 1. Ed ke-4. Yogyakarta (ID): BPFE.
Indrajaya G, Herlina, Setiadi R. 2011. Pengaruh Struktur Aktiva, Ukuran
Perusahaan, Tingkat Pertumbuhan, Profitabilitas dan Risiko Bisnis terhadap
Struktur Modal: Studi Empiris pada Perusahaan Sektor Pertambangan yang
Listing di Bursa Efek Indonesia. Akurat Jurnal Ilmiah Akuntansi. 6(2).
Jesen MC, Meckling WH. 1976. A Theory of The Firm: Managerial Behavior,
Agency Cost and Ownership Structure. Journal of Financial Economics.
3(4):305-360.
Joni, Lina. 2010. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Struktur Modal. Jurnal
Bisnis dan Akuntansi. 12(2):81-86.
Kaaro H. 2003. Analisis leverage dan Deviden dalam Lingkungan Ketidakpastian:
Pendekatan Pecking Order dan Balancing Theory. Simposium Nasional
Akuntansi IV.
Kartika A. 2009. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Struktur Modal pada
Perusahaan Manufaktur yang Go Public di BEI. Dinamika Keuangan
Perbankan. 1(2):105-122. ISSN: 1979-4878.
Keown AJ, Martin JD, Petty JW, Scott DF Jr. 2002. Manajemen Keuangan:
Prinsip-prinsip dan Aplikasi. Jilid 1. Haryandini, penerjemah; Sawiji B,
editor. Jakarta (ID): PT Index kelompok Gramedia. Terjemahan dari:
Financial Managemen: Principles and Applications.
Mardiyanto H. 2009. Inti Sari Manajemen Keuangan Teori, Soal, dan Jawaban.
Jakarta (ID): PT Grasindo.
Margaretha F, Ramadhan AR. 2010. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Struktur
Modal pada Industri Manufaktur di Bursa Efek Indonesia. Jurnal Bisnis dan
Akuntansi. 12(2):119-130.
Myers S. 1984. The Capital Structure Puzzle. Journal of Finance. 39.
Prabansari Y, Kusuma H. 2005. Faktor-faktor yang mempengaruhi Struktur
Modal Perusahaan Manufaktur go Public di Bursa Efek Jakarta. Kajian
Bisnis dan Manajemen. Edisi Khusus Finance. 1-15. ISSN: 1410-9018.
Rafiq M, Iqbal A, Atiq M. 2008. The Determinant of Capital Structure of the
Chemical Industry in Pakistan. The Lahore Jurnal of Economics. 13(1):139158.
Rajan GR, Zingales L. 1995. What do we know about capital structure? Some
evidence from international data. Journal of Finance. 50. ISSN 1421-1460.
Riyanto B. 2001. Dasar-dasar Pembelanjaan Perusahaan. Yogyakarta (ID):
BPFE.
79
Ross S. 1977. The determinants of financial structure: The incentive signaling
approach. Bell Journal of Economics. 8:23-40.
Seftianne, Handayani R. 2011. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Struktur Modal
pada Perusahaan Publik Sektor Manufaktur. Jurnal Bisnis dan Akuntansi.
13(1):39-56.
Shah A, Khan S. 2007. Determinan of Capital Structure: Evidence from Pakistani
Panel. International Review of Business Research Papers. 3(4):265-282.
Sugiyono. 2006. Metode Penelitian Bisnis. Ed ke-9. Bandung (ID): CV Alvabeta.
Sundjaja RS, Barlian I, Sundjaja DP. 2007. Manajemen Keuangan II. Ed ke-5.
Bandung (ID): UNPAR Press.
Teker D, Tasseven O, Tukel A. Determinants of Capital Structure for Turkeish
Firms: A Panel data Analysis. International Research Journal of Finance
and Economics. 29. ISSN 1450-2887.
Utami ES. 2009. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Struktur Modal Perusahaan
Manufaktur. Fenomena. 7(1):39-47. ISSN 1693-4296.
Weston JF. 1996. Manajemen Keuangan Jilid 2. Ed ke-8. Lamarto Y, penerjemah.
Jakarta (ID): Binarupa.
Weston JF, Brigham EF. 1996. Dasar–Dasar Manajemen Keuangan Jilid II.
Sirait A, penerjemah. Jakarta (ID): Erlangga.
80
LAMPIRAN
81
Lampiran 1. One-Sample-Kolmogorov-Smirnov (tanpa outlier)
82
Lampiran 2. Histogram
83
Lampiran 3. P-P Plot
84
Lampiran 4. F Test (ANOVA)
85
Lampiran 5. Deteminasi yang disesuaikan (Adjusted R Square)
86
Lampiran 6. t Test (Parsial)
87
Lampiran 7. Beta Coefficients
88
Lampiran 8. Hasil perhitungan ukuran perusahaan (SIZE)
No
KODE
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
BUMI
PTBA
PTRO
MEDC
RUIS
ANTM
CITA
INCO
TINS
CNKO
MITI
2007
30,92
29,01
27,97
30,66
26,75
30,12
27,02
30,51
29,25
27,35
25,55
2008
31,53
29,44
28,16
30,56
27,15
29,96
27,31
30,49
29,39
27,37
25,57
Tahun
2009
31,66
29,72
28,24
30,59
27,06
29,93
27,34
30,59
29,21
27,50
25,42
2010
31,83
29,80
28,38
30,70
27,11
30,13
27,99
30,66
29,40
27,82
25,47
2011
31,88
30,07
28,90
30,83
27,62
30,35
28,25
30,76
29,51
28,17
25,49
89
Lampiran 9. Hasil perhitungan pertumbuhan aktiva (GROWTH)
No
KODE
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
BUMI
PTBA
PTRO
MEDC
RUIS
ANTM
CITA
INCO
TINS
CNKO
MITI
2007
12,17
28,04
23,87
16,08
25,08
65,16
33,71
-11,10
45,36
3,10
32,42
2008
85,67
53,46
19,93
-9,15
49,90
-14,93
33,30
-2,33
14,95
2,20
2,79
Tahun
2009
13,67
32,30
9,11
3,04
-8,79
-3,08
3,13
10,00
-16,06
13,58
-14,45
2010
18,44
7,97
14,40
11,64
5,46
23,06
91,22
8,02
21,12
38,00
5,09
2011
4,55
31,92
69,56
13,58
65,71
24,41
29,83
10,55
11,71
41,11
2,65
90
Lampiran 10. Hasil perhitungan struktur aktiva (STR_A)
No
KODE
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
BUMI
PTBA
PTRO
MEDC
RUIS
ANTM
CITA
INCO
TINS
CNKO
MITI
2007
23,70
9,06
37,60
23,99
10,10
25,10
51,67
65,93
10,23
25,65
40,44
2008
16,79
9,55
46,98
7,95
29,42
28,21
48,11
72,49
15,72
24,31
35,15
Tahun
2009
14,65
7,99
55,98
11,56
30,26
28,89
61,84
68,02
26,77
45,00
36,86
2010
11,67
12,71
64,17
11,10
24,81
23,10
53,73
66,87
23,67
33,24
30,19
2011
12,27
11,43
67,39
4,50
43,35
19,61
49,65
65,23
23,53
26,49
25,55
91
Lampiran 11. Hasil perhitungan profitabilitas (ROA)
No
KODE
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
BUMI
PTBA
PTRO
MEDC
RUIS
ANTM
CITA
INCO
TINS
CNKO
MITI
2007
32,4331
25,3711
8,7400
9,4752
15,1137
61,0836
26,3736
88,9121
53,5958
1,9741
2,1619
2008
20,4936
41,7869
4,0787
28,3124
11,1577
19,1907
37,9939
25,1660
37,1549
1,8738
6,7210
Tahun
2009
11,8339
46,5676
4,4394
5,4509
10,0731
8,3700
12,1871
11,6837
12,3991
1,8264
12,5210
2010
16,7747
29,8033
24,5578
13,4928
8,1507
18,7028
16,2015
26,6364
19,4340
8,7721
10,3274
2011
17,0903
35,2748
19,0412
11,7406
5,6298
17,0480
20,4369
18,9030
19,6857
7,6228
30,5569
92
Lampiran 12. Hasil perhitungan pertumbuhan penjualan (SALES)
No
KODE
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
BUMI
PTBA
PTRO
MEDC
RUIS
ANTM
CITA
INCO
TINS
CNKO
MITI
2007
22,3552
16,7080
19,1423
26,7276
11,2206
113,3122
102,8325
73,8654
109,5555
1,7908
116,5867
2008
49,1256
74,9874
63,3778
19,0930
32,2785
-20,1214
56,4551
-43,5865
5,9783
5,3241
79,3361
Tahun
2009
2010
8,4842 -20,1389
23,9963 -11,6084
-16,5058
8,8013
-47,9832
39,2410
-11,9629
1,0194
-9,1807
0,3780
-56,3821 212,5843
-42,0049
67,7271
-14,8372
8,1636
24,8104 116,8302
-26,4917
24,6047
2011
36,6983
33,7889
41,0914
22,9543
11,0536
18,3220
61,3772
-2,6457
4,9209
35,9912
63,7226
93
Lampiran 13. Hasil perhitungan struktur modal (LDER)
No
KODE
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
BUMI
PTBA
PTRO
MEDC
RUIS
ANTM
CITA
INCO
TINS
CNKO
MITI
2007
0,3979
0,2036
0,2535
1,8362
0,6164
0,1685
0,4888
0,1795
0,0962
0,0836
0,1364
2008
1,0627
0,1657
0,4719
1,1366
1,0278
0,1741
0,0435
0,1450
0,0846
0,1238
1,3087
Tahun
2009
4,3825
0,1576
0,6659
1,1045
0,8634
0,1192
0,0693
0,2272
0,0940
0,1536
1,3322
2010
3,3085
0,1760
0,3005
1,1817
0,5563
0,0727
0,0596
0,2097
0,0972
0,1085
0,7833
2011
3,2731
0,1751
0,6632
1,0762
1,6827
0,3317
0,1643
0,2676
0,1196
0,1092
0,1902
Download