hubungan beberapa parameter kualitas air dengan kelimpahan

advertisement
HUBUNGAN BEBERAPA PARAMETER KUALITAS AIR
DENGAN KELIMPAHAN FITOPLANKTON DI PERAIRAN
PULAU PENYENGAT KOTA TANJUNG PINANG PROVINSI
KEPULAUAN RIAU
The Relationship Between Some Water Quality Parameters with Phytoplankton
Abundance Around Penyengat Island, Tanjung Pinang Regency Kepulauan Riau
Province
By
T. Efrizal
Lecture at Faculty of Marine Science and Fisheries
Maritim University of Raja Ali Haji Tanjungpinang
ABSTRACT
This research was conducted from July to September 2006 and it is located
around Penyengat Island. There were 3 sampling points, samples were taken once a
days for 4 days period. Samples were then analyzed in the Ecology Laboratory
Fisheries and Marine Science Faculty. This research was aimed to determine the
relationship between some water quality parameters with phytoplankton abundance.
Results of this research showed determination coefficient (R2) = 0,977 and correlation
coefisient (R) = 0,989 indicating that the relationship between water quality
parameters on phytoplankton abundance is very strong. There were 40 phytoplankton
species, the obtained highest abundance is at station III (East Penyengat Island) that is
10371 cells/l, and which lowest is at stasion I (West Penyengat Island) that is 7471
cells/l. Water quality parameters in Penyengat Island are as follow: temperature 29.0 –
29.5 0C, tranparancy 1.873 – 2.430 m, salinity 32.0 – 32.5 0/00, pH 8, dessolved
oxygen 5.142 – 5.267 mg/l, CO2 2.083 – 2.198 mg/l, surface water velocity 0.55 –
0.63 m/s, nitrate 1.213 – 1.678 mg/l and phosfat 1.213 – 1.678 mg/l.
Keyword: water quality, abundance, phytoplankton, Penyengat Island
merupakan daerah
penting bagi
nelayan setempat karena telah lama
dijadikan sebagai areal penangkapan
sumberdaya hayati perikanan untuk
kebutuhan pangan, juga merupakan
tempat lalu lintas kapal, daerah
pemukiman masyarakat dan pelabuhan
kapal. Di lain pihak Pulau Penyengat
yang berhadapan dengan Kota Tanjung
Pinang telah mengalami modifikasi
bila ditinjau dari segi aktivitas
masyarakat
penghuni
kawasan
tersebut, dan ada kecenderungan
aktivitas tersebut akan meningkat di
PENDAHULUAN
Keberadaan fitoplankton sangat
berpengaruh terhadap kehidupan di
perairan karena memegang peran
penting sebagai makanan bagi berbagai
organisme
laut.
Pada
awalnya
penelitian fitoplankton di laut hanya
untuk
memenuhi
keingin-tahuan
peneliti akan aneka jenis biota tersebut,
namun pada masa kini fitoplankton
sudah dianggap sebagai salah satu
unsur penting dalam ekosistem bahari.
Penelitian ini dilakukan di
perairan Pulau Penyengat yang
22
masa mendatang sesuai dengan laju
pembangunan saat ini. Sehingga
pemanfaatannya
harus
didukung
dengan adanya informasi mengenai
potensi perairan tersebut agar dapat
digunakan seoptimal mungkin dan
untuk
mempermudah
dalam
pengelolaan. Selain itu, dengan makin
pesatnya perkembangan pembangunan
maka upaya penyajian informasi
sumberdaya perikanan terbaru mutlak
diperlukan
untuk
memenuhi
permintaan akan informasi yang lebih
rinci dan akurat oleh para perencana
pembangunan perikanan.
Perkembangan daerah ini cepat
atau lambat akan memberikan dampak
yang kurang menguntungkan terhadap
keberlangsungan sumberdaya alam,
Adapun penentu tingkat kesuburan
suatu perairan dapat dilihat dari
kelimpahan fitoplankton dan kondisi
kualitas fisika kimia perairan. Aktifitas
yang berlebihan di sekitar perairan
Pulau Penyengat akan dapat merubah
kondisi ekosistem perairan seperti
kelimpahan fitoplankton dan kualitas
air. Berkenaan dengan hal tersebut,
penulis
merasa
tertarik
untuk
melakukan
penelitian
tentang
hubungan beberapa parameter kualitas
air dengan kelimpahan fitoplankton di
perairan Pulau Penyengat Kota
Tanjung Pinang Propinsi Kepulauan
Riau.
METODOLOGI PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan
pada bulan Juli-September 2006 di
perairan sekitar Pulau Penyengat.
Identifikasi dan analisis sampel
dilakukan di laboratorium Ekologi
Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan Universitas Riau.
ALAT DAN BAHAN
Peralatan
yang digunakan
dilapangan adalah GPS, ember plastik
volume 15 liter, plankton net no 25,
botol sampel volume 50 ml untuk
sampel fitoplankton, botol untuk
sampel
air
volume
330
ml,
thermometer, kertas pH, current drag,
hand refraktometer, ice box, peralatan
tulis dan kapal pompong (alat
transportasi
dalam
melakukan
pengambilan sampel). Peralatan di
laboratorium yang digunakan adalah
mikroskop, objek glass, pipet tetes,
cover
glass,
spektrofotometer,
erlenmeyer dan buku-buku identifikasi
fitoplankton. Bahan yang digunakan
antara lain larutan lugol untuk
pengawet sampel fitoplankton.
METODE
Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode survei,
data yang dikumpulkan berupa data
kualitas air baik yang diukur dan
diamati di lapang atau yang dianalisis
di laboratorium. Selanjutnya data yang
diperoleh ditabulasikan ke dalam
bentuk tabel dan grafik.
Data
parameter kualitas air akan dianalisis
secara deskriptif. Sedangkan untuk
melihat hubungan antara beberapa
parameter
kualitas
air
dengan
kelimpahan fitoplankton dianalisis
dengan menggunakan regresi linier
berganda.
Tujuan dan Manfaat
Penelitian ini bertujuan untuk
melihat hubungan antara beberapa
parameter
kualitas
air
dengan
kelimpahan fitoplankton di perairan
Pulau Penyengat Kota Tanjung Pinang
Propinsi Kepulauan Riau. Hasil dari
penelitian ini diharapkan dapat
digunakan sebagai informasi awal
mengenai kondisi perairan Pulau
Penyengat
dan
nantinya
dapat
dijadikan sebagai bahan pertimbangan
dalam pengelolaan lingkungan dan
sumberdaya perairan lainnya.
Lokasi Pengambilan Sampel
23
(1040 24' 53" BT - 00 55'
57" LU), St-4.2 (1040 25'
0" BT - 00 56' 1" LU)
dan St-4.3 (1040 25' 6"
BT - 00 55' 57" LU).
Lokasi
selama
penelitian
dibagi menjadi 4 stasiun secara
purposive yang dianggap dapat
mewakili dari daerah penelitian, yaitu:
Stasiun 1 : Terletak sebelah Barat
Pulau Penyengat (relatif
tidak
ada
aktifitas
masyarakat).
Pengambilan
sampel
dilakukan pada 3 titik
sampling yaitu St-1.1
(1040 24' 17" BT - 00 55'
42" LU), St-1.2 (1040 24'
11" BT - 00 55' 38" LU)
dan St-1.3 (1040 25' 17"
BT - 00 55' 31" LU).
Stasiun 2 : Terletak sebelah Selatan
Pulau Penyengat (terdapat
beberapa
pohon
mangrove,
bekas
pelabuhan,
dan
ada
pemukiman masyarakat).
Pengambilan
sampel
dilakukan pada 3 titik
sampling yaitu St-2.1
(1040 24' 54" BT - 00 55'
21" LU), St-2.2 (1040 25'
0" BT - 00 55' 16" LU)
dan St-2.3 (1040 25' 5"
BT - 00 55' 21" LU
Stasiun 3 : Terletak sebelah Timur
Pulau Penyengat (terdapat
pemukiman
penduduk
dan tempat lalu lintas
kapal).
Pengambilan
sampel dilakukan pada 3
titik sampling yaitu St-3.1
(1040 25' 43" BT - 00 55'
33" LU), St-3.2 (1040 25'
47" BT - 00 25' 37" LU)
dan St-3.3 (1040 25' 43"
BT - 00 55' 42" LU).
Stasiun 4 : Terletak sebelah Utara
Pulau
penyengat
(pemukiman penduduk,
terdapat pelabuhan dan
tempat lalu lintas kapal).
Pengambilan
sampel
dilakukan pada 3 titik
sampling yaitu St-4.1
Prosedur Pengambilan Sampel Air
Pengambilan sampel air untuk
nitrat dan fosfat dilakukan di
permukaan perairan sampai botol terisi
penuh kemudian botol diberi larutan
pengawet H2SO4 pekat dan botol
dibalut dengan alumunium foil.
Prosedur
Pengambilan
Fitoplankton
Sampel
Sampel fitoplankton diambil
dengan menggunakan Plankton net no.
25. pengambilan ini dilakukan
sebanyak dua kali dengan interval
waktu dua hari. Sampel yang diperoleh
dimasukkan ke dalam botol 50 ml yang
telah diberi label dan diberi larutan
pengawet lugol. Sampel kemudian
dimasukkan ke dalam ice box dan
dibawa
ke
laboratorium
untuk
dianalisis. Identifikasi merujuk kepada
Yamaji (1976), Sachlan (1980), serta
Bold dan Wyne (1985).
Kelimpahan
Untuk
menghitung kelimpahan
fitoplankton digunakan metode APHA
(1989) yaitu:
K
N xC
V0 x V1
Dimana :
K = kelimpahan fitoplankton
(sel/l)
N = jumlah individu (sel)
C = volume air dalam botol
sampel (50 ml)
V0 = volume air disaring (100
l)
V1 = volume pipet tetes (0,01
ml)
24
Analisis Data
Data fisika dan kimia perairan
dianalisis secara deskriptif. Sedangkan
hubungan beberapa parameter kualitas
air dengan kelimpahan fitoplankton
dianalisis secara statistik dengan
mengunkan regresi linear berganda
(Sudjana, 1992).
Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 +
b4X4 + b5X5 + b6X6 + b7X7 +
b8X8 + b9X9
dimana :
Y
= kelimpahan
fitoplankton (sel/l)
a dan b = konstanta
X1
= suhu
X7
= kecepatan arus
X2
= kecerahan
X8
= nitrat
Tabel 1.
penelitian
1.
X3
X9
X4
= salinitas
= fosfat
= pH
X5
= oksigen terlarut
X6
= karbondioksida
HASIL DAN PEMBAHASAN
Jenis Fitoplankton
Jenis
fitoplankton
yang
ditemukan selama penelitian terdiri
dari 28 jenis tergolong ke dalam kelas
Bacillariophyceae, 4 jenis dari kelas
Cyanophyceae dan 8 jenis dari kelas
Chlorophyceae (Tabel 1).
Jenis fitoplankton yang ditemukan pada setiap stasiun selama
Bacillariophyceae
Triceratium reticulum
Odontella sp
Eucampia sp
Streptotheca indica
S. thamenis
Rhizosolenia bergantii
R. calcaravis
R. alata
R. setigera
Melosira granulata
M. varians
Skeletonema costatum
Chaetoceros distans
Thalassionema longisima
Fragillaria constriens
Tabellaria fenestriata
Nitzchia lorenziana
N. longissima
N. pungens
N.vitrea
N. closterium
N.sigma
Orthoseira sp
Pleurosigma aestuari
P. angulatum
25
Jumlah (sel/l)
I
II
5
13
3
4
3
2
6
9
3
7
5
7
14
19
6
10
6
10
10
6
8
11
13
5
8
11
11
4
5
7
7
9
3
5
7
5
5
7
3
6
9
4
3
9
3
5
4
6
11
10
III
11
8
5
9
4
4
10
9
9
7
6
7
10
10
8
13
3
8
9
4
12
13
11
5
6
IV
7
2
5
6
2
7
18
6
11
11
7
14
9
10
8
10
8
6
6
4
11
10
3
5
10
2.
Cyanophyceae
3.
Chlorophyceae
Meridion circulare
Aulacoseira plaufiana
A. muzzanensis
Dactylococcopsis cicularis
D. rhaphidiodes
Rhichelia intracellularis
Hammatoda sinensis
Closterium lineatum
C. intermedium
C. gracile
Chlorogonium elegans
Gonatozygon sp
Tetraspora gelatinosa
Raphidonema nivale
Spirotaenia obscures
Spesies yang paling banyak ditemui
selama penelitian adalah dari jenis
Rhizosolenia carcalavis, spesies ini
termasuk
dalam
Famili
Rhizosoleniaceae yang memiliki ciri–
ciri katup berbentuk oval dengan
puncak esentrik, ada yang berbentuk
silindris
dan
berbentuk
rantai.
Cornelius (1999) menambahkan genus
yang paling banyak dijumpai di
perairan akibat dari aktifitas manusia
adalah dari genus Coscinodiscus,
Biddulphia, Chaetoceros, Pleurosigma
dan
Rhizosolenia.
Selanjutnya
Samiadji, Nurachmi, dan Siregar
(1991) menyatakan bahwa pada waktu-
7
5
4
14
20
12
7
6
4
2
5
4
7
8
4
7
9
4
8
9
15
6
3
2
2
6
13
8
10
5
7
8
7
14
9
11
8
23
9
11
4
10
18
11
14
6
6
11
14
11
14
5
14
6
6
9
9
10
13
7
waktu tertentu populasi suatu jenis
fitoplankton dapat tumbuh atau
melimpah sehingga muncul jenis yang
paling banyak. Munculnya spesies atau
populasi ini kadang-kadang dengan
tiba-tiba, kemudian hilang lagi dan
keberadaannya diganti dengan jenis
lainnya .
Kelimpahan Fitoplankton
Kelimpahan fitoplankton ratarata berkisar 7471-10137 sel/l.
Kelimpahan rata-rata fitoplankton
tertinggi berada pada Stasiun III yaitu
10137 sel/l, sedangkan terendah berada
pada Stasiun I yaitu 7471 sel/l (Tabel
2).
Tabel 2.
Kelimpahan rata-rata fitoplankton di perairan sekitar Pulau
Penyengat pada setiap stasiun selama penelitian
Stasiun I
Jumlah
Stasiun II
Jumlah
Stasiun III
Kelimpahan (sel/l)
Sampling I
Sampling II
6666
7499
7330
8833
6832
7665
7471
7163
7834
7835
8997
9164
8332
8415
9498
10331
10667
11665
26
9000
Jumlah
Stasiun IV
9830
10137
8499
9166
8331
9332
10665
9997
Jumlah
9332
Dari Tabel 2 terlihat bahwa
kelimpahan
rata-rata
terendah
ditemukan pada Stasiun I, diduga hal
ini disebabkan oleh tingkat kecerahan
perairan yang relatif rendah berada
pada Stasiun I. Efrizal (2001)
menyatakan
bahwa
kecerahan
merupakan faktor penentu daya
penetrasi cahaya matahari yang masuk
ke perairan. Kelimpahan fitoplankton
tertinggi ditemukan di Stasiun III, hal
ini diduga disebabkan oleh adanya
peningkatan unsur nitrat dan fosfat di
perairan. Hasil analisis konsentrasi
nitrat menunjukkan bahwa konsentrasi
nitrat tertinggi berada pada Stasiun III.
Hal yang sama juga terlihat dari
analisis fosfat yang menunjukkan
bahwa konsentrasi fosfat yang tertinggi
berada pada Stasiun III. Meningkatnya
unsur nitrat dan fosfat di perairan
disebabkan adanya masukan limbah
domestik karena Stasiun III ini
merupakan daerah padat pemukiman
dan lalu lintas kapal.
Dari data
kelimpahan fitoplankton menunjukkan
bahwa kelimpahan fitolankton di
Perairan Pulau Penyengat termasuk
kategori rendah. Hal ini sesuai dengan
pendapat
Rimper
(2002)
yang
menyatakan
bahwa
kelimpahan
fitoplankton < 12500 sel/l termasuk
kategori rendah.
Parameter Kualitas Air
Parameter kualitas perairan
yang diukur selama pengamatan di
perairan Pulau Penyengat meliputi :
suhu, kecerahan, salinitas, pH, Oksigen
terlarut,
Karbondioksida
bebas,
kecepatan arus, Nitrat dan Fosfat. Hasil
pengukuran
perairan
tersebut
dibandingkan dengan baku mutu air
laut
untuk
biota
laut
(KEP
NO.51/MENLH/
2004).
Hasil
pengukuran parameter kualitas air ratarata selama penelitian dapat dilihat
pada Tabel 3.
Tabel 3. Hasil pengukuran parameter kualitas air
Pulau Penyengat selama penelitian
Stasiun Pengamatan
I
II
0
Suhu ( C)
29
29
Kecerahan (m)
1,873*
2,235*
0
Salinitas ( /00)
32
32
pH
8
8
Oksigen terlarut (mg/l)
5,142
5,183
Karbondioksida bebas(mg/l)
2,198
2,163
Kecepatan arus (m/s)
0,630
0,618
Nitrat (mg/l)
1,331*
1,213*
Fosfat (mg/l)
0,086*
0,065*
Keterangan :
* = Melebihi baku mutu
Suhu
27
rata-rata di perairan sekitar
III
29,5
2,372*
32,5
8
5,267
2,095
0,563
1,678*
0,173*
IV
29,5
2,430*
32,5
8
5,217
2,083
0,550
1,602*
0,127*
Alami
>5
Alami
7 - 8,5
>5
< 0,008
< 0,015
Suhu perairan rata-rata berkisar
29-29,50C, suhu terendah berada pada
Stasiun I dan II dan tertinggi pada
Stasiun III dan IV. Nurdin (2000)
menyatakan bahwa suhu dapat
mempengaruhi fotosintesis di laut baik
secara langsung maupun tidak
langsung. Pengaruh secara langsung
yakni suhu berperan untuk mengontrol
reaksi enzimatik dalam proses
fotosintesis. Suhu yang tinggi dapat
menaikan laju maksimum fotosintesis,
sedangkan pengaruh tidak langsung
yakni
dalam
merubah
struktur
hidrologi kolom perairan yang pada
gilirannya
akan
mempengaruhi
distribusi fitoplankton.
yaitu 8,0. Isnansetyo dan Kurniastuty
(1995) menyatakan bahwa pH berkisar
antara 8,0 – 9,0 masih dapat
mendukung
perkembangan
fitoplankton.
O2 Terlarut
Nilai rata-rata oksigen terlarut
berkisar 5,14-5,27 mg/l.
Kadar
oksigen terlarut tertinggi terdapat pada
Stasiun III, hal ini diduga disebabkan
oleh proses fotosintesis yang dilakukan
oleh
fitoplankton.
Tingginya
kelimpahan fitoplankton di stasiun ini
memberikan
kontribusi
terhadap
tingginya kadar oksigen terlarut yang
merupakan
hasil
dari
proses
fotosintesis. Jika dibandingkan dengan
KEP NO.51/MENLH/2004, oksigen
terlarut yang diperkenankan adalah >
5.
Dari data oksigen terlarut di
perairan ini menunjukkan bahwa
oksigen terlarut pada masing- masing
stasiun termasuk kategori tinggi.
Kecerahan
Kecerahan perairan rata-rata
perairan Pulau Penyengat berkisar
1,87-2,43 m, kecerahan tertinggi
terdapat pada Stasiun IV dan terendah
pada Stasiun I.
Secara umum
kecerahan perairan tergolong relatif
rendah, jika dibandingkan dengan baku
mutu air laut yang diperuntukkan bagi
biota laut (Kep NO.51/MENLH/Tahun
2004) yakni > 5 meter. Rendahnya
kecerahan di setiap stasiun disebabkan
oleh adanya aktifitas-aktifitas yang
tinggi di perairan ini seperti kegiatan
transportasi,
pelabuhan
dan
pemukiman.
Karbondioksida Bebas
Konsentrasi
rata-rata
Karbondioksida
bebas
selama
penelitian berkisar 2,08-2,20 mg/l.
Karbondioksida bebas tertinggi berada
pada Stasiun I dan yang terendah
berada pada Stasiun IV yaitu 2,083
mg/l. Hal ini disebabkan karena dalam
melakukan fotosintesis fitoplankton
membutuhkan karbondioksida bebas.
Salinitas
Kecepatan Arus
Nilai salinitas rata-rata berkisar
32-32,5 0/00, secara umum kisaran
salinitas di perairan ini masih
tergolong alami untuk kehidupan biota
air. Hal ini didukung oleh pendapat
Milero dan Sohn (1992) yang
menyatakan bahwa fitoplankton dapat
berkembang dengan baik pada salinitas
15 – 32 0/00.
Kecepatan
arus
rata-rata
berkisar 0,55-0,63 m/detik, arus
tertinggi terdapat pada Stasiun I dan
terendah pada Stasiun IV. Data ini
tidak berbeda jauh dengan penelitian
Nurrachmi (2000), yang menyatakan
kecepatan arus di perairan Pulau
Bintan berkisar 0,5- 0,75 m/detik.
Kuatnya arus di stasiun I disebabkan
posisi stasiun I yang terletak sebelah
barat dari pulau yang posisinya lebih
pH
Nilai rata-rata pH perairan
Pulau Penyengat di setiap stasiun sama
28
terbuka dibandingkan dengan stasiun
lain.
Dari hasil
analisis data
diperoleh nilai koefisien determinasi
(R2) = 0,977. Hal ini memberikan
gambaran bahwa terdapat hubungan
yang sangat kuat antara variabel bebas
yakni kesembilan parameter kualitas
air (suhu, kecerahan, salinitas, pH,
oksigen terlarut, karbondioksida bebas,
kecepatan arus, nitrat dan fosfat)
dengan
variabel
terikat
yakni
kelimpahan fitoplankton. Selanjutnya
diperoleh persamaan regresi linier
berganda sebagai berikut:
Nitrat
Konsentrasi rata-rata nitrat
berkisar 1,213-1,678 mg/l, konsentrasi
rata-rata tertinggi berada pada Stasiun
III dan terendah pada Stasiun I. Zieren,
Priyana
dan
Aribowo
(1996)
menyatakan bahwa konsentrasi nitrat
di perairan Bintan 0,69 mg/l.
Selanjutnya Goldman dan Horne
dalam Nurrachmi (1999) menyatakan
bahwa konsentrasi nitrat > 0,2 mg/l
merupakan kesuburan yang baik.
Berdasarkan hal tersebut, konsentrasi
nitrat di perairan Pulau Penyengat
termasuk dalam kategori kesuburan
yang baik. Namun, jika dibandingkan
dengan baku mutu air laut untuk biota
laut konsentrasi maksimum nitrat
tersebut telah melewati stándar baku
mutu. Hal ini memperlihatkan tingkat
kesuburan perairan Pulau Penyengat
termasuk kategori sangat subur.
Y =
+
+
+
Dari persamaan regresi tersebut
memperlihatkan bahwa parameter
kualitas air yang memiliki hubungan
searah (berbanding lurus) adalah suhu,
kecerahan, O2 terlarut, pH, nitrat dan
fosfat. Sedangkan parameter kualitas
air
yang
memiliki
hubungan
berbanding terbalik yaitu; salinitas,
CO2 bebas, salinitas dan kecepatan
arus.
Fosfat
Nilai rata-rata fosfat selama
penelitian berkisar 0,065-0,173 mg/l.
Konsentrasi rata-rata fosfat tertinggi
berada pada Stasiun III dan terendah
berada pada Stasiun I. Namun, jika
dibandingkan dengan baku mutu air
laut untuk biota laut konsentrasi
maksimum fosfat tersebut telah
melewati stándar baku mutu. Hal ini
memperlihatkan tingkat kesuburan
perairan Pulau Penyengat termasuk
kategori sangat subur.
Tingginya
konsentrasi nitrat dan fosfat di perairan
Pulau Penyengat dan sekitarnya
mengindikasikan bahwa aktivitasaktivitas
pemukiman,
industri,
pertanian dan aktivitas lainnya
memberikan kontribusi terhadap input
nitrat dan fosfat perairan.
Hubungan
Fitoplankton
Kualitas Air
24,911 +
0,000suhu
0,047kecerahan – 0,752salinitas
0,000pH + 0,921Oksigen terlarut
0,328Karbondioksida
bebas
4,410kecepatan arus + 0,143Nitrat
0,803Fosfat
KESIMPULAN
Berdasarkan nilai kelimpahan
fitoplankton, perairan sekitar Pulau
Penyengat termasuk pada kategori
kelimpahan yang rendah. Hasil regresi
berganda
menunjukkan
adanya
hubungan yang sangat kuat antara
beberapa parameter kualitas air yang
diamati dengan kelimpahan organisme
fitoplankton. Berdasarkan konsentrasi
Nitrat dan Fosfat memperlihatkan
bahwa
perairan
sekitar
Pulau
Penyengat termasuk kategori sangat
subur. Salah satu parameter kualitas
perairan
yang
perlu
mendapat
perhatian adalah rendahnya tingkat
kecerahan perairan. Namun secara
umum kondisi lingkungan perairan
Kelimpahan
dengan Parameter
29
sekitar Pulau Penyengat masih berada
pada kisaran yang layak untuk
kehidupan fitoplankton dan biota
perairan laut lainnya.
Nurdin, S. 2000. Kumpulan literatur
fotosintesis pada fitoplankton.
Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Universitas Riau.
Pekanbaru. 50 hal. (tidak
diterbitkan).
DAFTAR PUSTAKA
Nurrachmi, I. 2000. Hubungan
konsentrasi Nitrat dan Fosfat
dengan kelimpahan Diatom
(Bacillariophyceae) di perairan
pantai Dumai Barat.
J.
Perikanan dan Kelautan 4(12):
47-58.
American Public Health Association
[APHA].
1989.
Standard
Method for The Examination of
Water and Waste Water.
American
Water
Work
Association, Water Pollution
Control Federation, Port City
Press, Baltimore, Maryland.
Rimper,
J.,
2002. Kelimpahan
fitoplankton
dan
kondisi
hidrooseanografi
perairan
Teluk
Manado.
Makalah
Pengantar
Falsafah
Sains.
Institut
Pertanian
Bogor.
www.rudyct.com.
Bold, H.C and M.J. Wyne. 1985.
Introduction to The Algae.
Stucture and Reproduction
Prentice-Hall, Inc. Englewood
Cliffts, New Jersey United
States of America. 720 pp.
Sachlan, M. 1980. Planktonologi.
Diktat Perkuliahan. Fakultas
Perikanan Institut Pertanian
Bogor. 166 hal.
Cornelius, E. 1999. Kajian fitoplankton
di
perairan.
http://pkukmweb.ukm.my/
ahmad/
botani/elsie.html
(dikunjungi
tanggal
01/12/2006, pukul 20.00 WIB).
Samiadji, J., I. Nurachmi, dan M.R.
Siregar.
1991.
Penuntun
Praktikum
Planktonologi.
Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan Universitas Riau.
Pekanbaru. 32 hal.
Efrizal,T. 2001. Kualitas perairan di
sekitar lokasi penambangan
pasir Desa
Pongkar
Kabupaten Karimun. Berkala
Perikanan Terubuk 74(28): 5058.
Yamaji, I. 1976. Illustration of The
Marine Plankton of Japan.
Hoikusha Publishing Co, Ltd.
Tokyo. 539 pp.
Isnansetyo, A dan Kurniastuti. 1995.
Teknik Kultur Fitoplankton dan
Zooplankton (Pakan Alami
Untuk Pembenihan Organisme
Laut). Kanisius. Jogjakarta. 116
hal.
Zieren, M., T. Priyana dan F. Aribowo.
1996. Kualitas air laut dan
kondisi terumbu karang di
Pulau Bintan: Evaluasi potensi
terumbu
karang
untuk
rehabilitasi dan konservasi.
Laporan Teknis No.4. Riau
Coastal
Zone
Land-Use
Management Project. PT Ardes
Perdana. 182 hal.
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup
No. 51. 2004. Baku Mutu Air
Laut.
Milero, F.J. and M.L. Sohn. 1992.
Chemical Oceanography. CRC
Press Inc. London. 531 pp.
30
Download