REKAYASA INSTITUSI PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF

advertisement
REKAYASA INSTITUSI PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF TEKHNOLOGIS
(Suatu Kajian Institusional terhadap Konsep Sekolah Unggulan)
SUPARNO
STAI Al Azhar, Jl. Menganti Raya Krajan No.474, Menganti Gresik
[email protected]
Abstrak
Tulisan ini, sebenarnya, merupakan fenomena klasik yang dicoba dibaca
kembali menggunakan pandangan baru. Sebuah pendekatan, yang
sebenarnya, bukan termasuk dari aspek-aspek diskursif. Pendekatan
teknologis, bisa dimaknai sebagai pemahaman praktis dalam kehidupan
sehari-hari. Maka dari itu, cakupan-cakupan institusional dalam lembaga
pendidikan Islam, akan diurai dalam bentuk practical form-nya. Bukan dari
sisi teoritik semata. Tulisan ini juga akan menggambarkan sebuah kasus
menarik tentang ‘rekayasa’ atau labelling baru model pendidikan. Bernama
sekolah atau lembaga pendidikan Unggulan/Unggul atau lebih dikenal,
dalam ilmu manajemen sebagai, sekolah efektif. Sebuah tipologi sekolah
yang menawarkan mutu tinggi dalam proses-proses penyelenggaraannya.
In the ends, tulisan ini akan berupaya mengurai bentuk-bentuk praktis
yang dapat memandu kepala sekolah, guru, dan elemen sumber daya
manusia lainnya, untuk mendesain lembaga pendidikan Islam Unggul.
Baik itu hanya sebagai wujud penciteraan agar bisa menarik minat para
pelanggan dunia pendidikan. Atau, lebih dari itu, benar-benar bisa
diimplementasikan, sehingga bisa menciptakan produk atau lulusan yang
sangat berkualitas, serta bermanfaat bagi pembangunan bangsa.
Keyword: Rekayasa Tekhnologis, Lembaga Pendidikan, Sekolah
Unggulan
Pendahuluan
Pada awal abad ke 21, indonesia mengagendakan pembaharuan pendidikan. Agenda ini
diakibatkan oleh problem-problem pendidikan Indonesia secara fundamental tidak dapat
diselesaikan pada Orde Baru. H.A.R Tilaar menyebutkan ada empat permasalahan mendasar
dalam pendidikan saat ini, Pertama kualitas pendidikan yang tidak memadai. Kedua relevansi antara
aspek materi sekolah (kurikulum) dan kehidupan sosial yang sebenarnya (link and match). Ketiga
elitisme, yaitu akses pendidikan yang cukup dinikmati oleh masyarakat ekonomi kelas atas.
Keempat proses manajemen yang tidak efesien dan efektif 1. Dari sini, kemudian memunculkan
pelbagai pemikiran-pemikiran dalam upaya menyelesaikan (solving) permasalahan tersebut.
Salah-satu pemikiran dari sekian banyak pemikiran adalah sebagaimana yang disebutkan
oleh Dede Rosyada Pertama, reward dan insentif untuk pengembangan Ilmu dan Tekhnologi
dalam pendidikan. Hal ini dilaksanakan karena tekhnologi pada beberapa dekade terakhir
memberikan dampak yang sangat signifikan dalam kehidupan masyarakat. Oleh karenanya,
pemerintah dan lembaga seyogyanya memberikan insentif agar melaksanakan inovasi-inovasi
pengembangan pendidikan. Kedua Updating Skill dan Kurikulum yang harus dilakukan untuk
memberikan pengalaman dan kemampuan yang mesti dihadapi oleh semua siswa atau peserta
1
H.A.R. Tilaar, Pendidikan dan Kekuasaan (Jakarta : Bumi Aksara, 2004), 56
0
didik. Ketiga, Cakrawala Global (broad based education sistem) dan kebutuhan terhadap tekhnologi
Informasi yang kuat. Keempat Kontinuitas kehidupan melalui pendidikan dan tekhnologi 2.
Dari kerangka teoritik di atas, berimpact timbulbnya pelbagai fenomena unik di
masyarakat. Salah satunya ada label-label dalam lembaga dan institusi pendidikan. Label-label
tersebut seakan-akan wajib dalam upaya menampakkan eksistensi sekolah. Misalnya saja,
Sekolah/madrasah Unggulan, Sekolah/Madrasah Teladan Nasional, Sekolah/Madrasah bertaraf
Internasional dan masih banyak lainnya. Fenomena ini dalam pendidikan disebut dengan istilah
“educational engineering” (rekayasa pendidikan).
Dari upaya teoritik dan evidensi yang dijelaskan di atas, tulisan ini akan menjabarkan
tentang “pendekatan tekhnologis dalam rekayasa institusi pendidikan islam”. Ada tiga term pada judul ini
yang mempunyai disparitas unik. Pertama Tekhnologi Pendidikan. Kedua Rekayasa Pendidikan.
Ketiga, Institusi Pendidikan. Jadi, mungkin, judul ini mengandung makna bahwa tekhnologi
dijadikan alat untuk melakukan rekayasa (engineering) terhadap lembaga pendidikan. atau
tekhnologi sebagai kerangka teoritik yang akan menjadi pisau analisa untuk membedah beberapa
label-label pendidikan (unggulan, internasional, atau teladan nasional.
Rekayasa Sekolah/Madrasah Unggulan
1. Terminologi Rekayasa Pendidikan
Penggunaan istilah rekayasa sekolah atau pendidikan sulit untuk dilacak, berbeda dengan
peristilahan rekayasa sosial ataupun rekayasa perangkat lunak dalam tekhnologi. Tapi dalam
upaya memahami rekayasa sekolah dapat diambil sebuah definisi general dari penggunakaan
istilah rekayasa (engineering). Dalam konteks rekayasa sosial (social engineering), rekayasa mempunyai
makna bahwa adanya campur tangan ilmiah untuk mendapatkan formulasi yang cocok atau
sesuai dengan visi ideal yang diinginkan dalam konteks perubahan sosial 3.
Dengan demikian, seandainya terma rekayasa digunakan dalam konteks pendidikan,
rekayasa (engineering) adalah kerangka keilmuan (research) yang secara objektive dilakukan untuk
memberikan formulasi model yang cocok pada konteks implementasi pendidikan nasional
Indonesia. Pemerintah dituntut membuat konsep rekayasa pendidikan (design) yang dapat
mengakomodasi prospek fundamental dari tujuan pendidikan 4.
Ada banyak hasil rekayasa design pendidikan melalui yang ditawarkan oleh birokrasi
pemerintah. Misalnya saja, sekolah/madrasah bertaraf internasional (SBI), sekolah Gratis,
sekolah Satu Atap dan Sekolah Terpadu. Rakaya menjadikan sekolah bertaraf internasional
dilatarbelakangi oleh arus globalisasi yang memberikan akses tanpa batas teritorial. Ini
terprogram dalam bantuan Bank Dunia. Tidak jauh berbeda dengan sekolah gratis, inipun
merupakan program UNESCO dalam upaya membumikan slogan education for all. Sekolah Satu
Atap, wujud dari konsep bisnis yang diimplemetasikan ke lembaga pendidikan. Dengan
menggunakan satu atap, akan memberikan efesiensi dan efektifitas dalam hal pendidikan 5.
Dalam kasus sekolah/madrasah terpadu, design dan model ini bisa ditemukan di 8 (delapan)
kabupaten kota di Indonesia. Adapun hal-hal yang dipadukan dalam institusi pendidikan ini
adalah : pertama Integrasi Administrasi, Kedua Intergrasi Kurikulum, Ketiga Integrasi Personel
keempat, Integrasi Sarana Prasarana, Kelima Integrasi Pembiyaan 6. Latar belakang dari sekolah
terpadu ini adalah standarisasi pendidikan yang diinginkan untuk mencapai tujuan integral pula.
Dari sekian banyak wujud dari engineering a eduction di atas, tidak dapat dipastikan apa yang sampai
saat ini cocok terhadap karakter bangsa Indonesia. Oleh karenanya, masih banyak proses-proses
rekaya lanjutan yang mungkin akan terus berkembang dalam dunia pendidikan. Pasalnya, ilmu
Dede Rosyada, Paradigma pendidikan demokratis (Jakarta : Prenada Media, 2004), 7-8.
Lihat Helmi Umam, Rekayasa Sosial. http://ush.sunan-ampel.ac.id/wp-content/uploads/2009/10/REKAYASASOSIAL.pdf (diakses 03 Mei 2011).
4 Team National Council, Engineering Education, Designing adaptive system (USA : National Council, 1995), iii
5 Ibid, iv
6 Abdurrahman Shaleh, Madrasah dan Pendidikan Anak Bangsa ( Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2005), 38-42
2
3
1
pengetahuan pun bersifat dinamis dan mempunyai memiliki produktifitas istilah yang tidak
sedikit pula.
Sekolah Unggulan, Adakah ?
Serupa dengan beberapa label institusi pendidikan yang ada di atas, Sekolah/Madrasah
Unggulan merupakan hasil rekayasa. Sekolah Unggulan secara konseptual dibentuk oleh
Departemen Pendidikan dan Kebudayan Wardiman Djokonegoro sebagai upaya meningkatkan
mutu SMA agar mencapai standar tertentu. Sekolah Unggulan biasanya berawal dari sekolahsekolah Negeri yang ada di Indonesia. Pada saat itu, menurut Darmaningtiyas, ada perubahan
paradigma pendidikan Indonesia setelah pertemuan APEC (1994). Landasan pendirian sekolah
Unggulan adalah untuk memberikan bentuk pendidikan yang mempunyai link and macth terhadap
pembangunan ekonomi Indonesia yang akan menghadapi perdangan bebas (AFTA) dan masih
banyak lainnya 7.
Di Indonesia sendiri menurut Prof. Dr. Tobroni membagi tipologi pendidikan Indonesia
menjadi empat tingkatan. bed school (sekolah yang buruk) , good school, (sekolah yang baik) effective
school (sekolah yang efektif) dan excellence school (sekolah unggul). Bed school adalah sekolah yang
memiliki in put yang baik atau sangat baik tetapi proses pendidikannya tidak baik dan
menghasilkan out put yang tidak bermutu. Good school adalah sekolah yang memiliki in put yang
baik, proses baik dan hasilnya (out put-nya) baik. effective school adalah sekolah yang memiliki in
put baik/kurang baik, proses pendidikannya sangat baik dan menghasilkan out put baik/sangat
baik. Sedang excellence school adalah sekolah yang in put nya sangat baik, prosesnya sangan baik dan
menghasilkan lulusan (out put) yang sangat baik 8.
Sedangkan sekolah unggulan menurut Abdul Hadis, dalam buku Pendidikan bahasa
Indonesia, mengatakan bahwa pendidikan yang unggul adalah pendidikan atau sekolah yang
bermutu atau berkualitas. Pendidikan mutu sendiri terbia menjadi beberapa bagian dalam pola
dan proses pengimplementalisannya dalam pendidikan 9. Nur Kholis MM. Menyebutkan bahwa
penggunaan istilah “unggul” atau “unggulan” tidak cocok. Baginya, sekolah unggulan adalah
merupakan sikap congkak (baca: sombong). Penggunalan istilah exelecent tidak ada di negara maju,
yang sering terdengan dan ada adalah penggunalan istilah effective, accelerate, esencial dan develop
school 10.
Ketidak cocokan penggunaan istilah unggulan juga diserukan oleh Darmaningtiyas,
menurutnya tidak ada sekolah unggulan atau unggul. Pasalnya, sekolah Unggulan membutuhkan
kompetesi (competetion) yang secara terus menerus dilaksanakan. Sedangkan di Indonesia tidak
terjadi hal yang demikian, melainkan sekolah Unggulan ditunjuk oleh Departemen Pendidikan
sejak tahun 1995, dan yang terjadi di Masyarakat adalah ekslusivisme pendidikan 11.
Dari pemaparan di atas, sekolah unggulan secara konseptual sulit untuk didefinisikan
kecuali mengacu pada peraturan penyelenggaraannya. Namun, fenomena tersebut sudah ada di
masyarakat dan menjadi trend hingga saat ini. Oleh karenanya, para praktisi pendidikan
mendefinisikan “sekolah unggulan” sebagai “sekolah yang efektif” bahkan ada yang mengatakan
bahwa sekolah unggulan adalah terjemahaan bebas dari “sekolah efective”. Sebagaimana yang
pernah diberitakan di koran Kompas ;
“....Sekolah unggulan yang sebenarnya dibangun secara bersama-sama oleh seluruh warga
sekolah, bukan hanya oleh pemegang otoritas pendidikan. Dalam konsep sekolah
unggulan yang saat ini diterapkan, untuk menciptakan prestasi siswa yang tinggi maka
harus dirancang kurikulum yang baik yang diajarkan oleh guru-guru yang berkualitas
Darmaningtiyas. Pendidikan yang memiskinkan Jakarta : Galang Press, 2004), 209
Tobroni, Teori-Teori mengukur mutu sekolah berdasarkan pada kebijakan Depdikbud, Pengembangan Sekolah Unggu 1994
(diakses melalui http//tobroni.staff.umm.ac.id./2010/11/25/teori-teori-tentang-mutu-sekolah/pada 15 Mei 2011)
9 Abdul Hadis, Sekolah Unggulan dalam Buku Panduan Bahasa Indonesia untuk SMP (Jakarta : DEPDIKNAS, 2004),
34
10 Nurkholis MM. http://re-searchengines.com/nurkolis3.html (diakses, 03 Mei 2011).
11 Darmaningtiyas, Pendidikan yang memiskinkan... 208
7
8
2
tinggi. Padahal sekolah unggulan yang sebenarnya, keunggulan akan dapat dicapai apabila
seluruh sumber daya sekolah dimanfaatkan secara optimal. Berati tenaga administrasi,
pengembang kurikulum di sekolah, kepala sekolah, dan penjaga sekolah pun harus
dilibatkan secara aktif. Karena semua sumber daya tersebut akan menciptakan iklim
sekolah yang mempu membentuk keunggulan sekolah... 12”.
Dengan kutipan ini, untuk mendefinisikan sekolah unggulan yang benar-benar unggul,
mungkin ada baiknya kalau beralih ke pendefinisian “sekolah efektive”. Terry Mclaughlin adalah
“An Effective School is a school that can, in measured student achievement terms, demonstrate the joint presence
of quality and equity. Said another way, an Effective School is a school that can, in measured student
achievement terms and reflective of its “learning for all” mission, demonstrate high overall levels of achievement and
no gaps in the distribution of that achievement across major subsets of the student population” 13.
Kutipan ini mempunyai makna bahwa sekolah yang efektive ada sekolah yang peserta
didiknya bisa diukur secara pencapaianya dan mendemonstrasikan kualitas atau mutu. Dengan
kata lain, sekolah yang efektive adalah sekolah yang tidak mempunyai gap antara capaian yang ada
disekolah dan kehidupannya yang ada dalam kehidupan nyata. Suparlan dalam buku “membangun
sekolah efektive” memberikan contoh wujud dari sekolah unggul dari seluruh aspek 14 ;
Visi
Unggul dalam Prestasi berdasarkan Iman dan Taqwa
Misi
- Melaksanakn pembelajaran dan bimbingan secara efektif, sehingga
setiap siswa berkembang secara optimal, sesuai dengan potensi yang
dimiliki
- Menumbuhkan semangat keunggulan secara intensif kepada seluruh
sekolah warga sekolah
- Mendorong dan membantu setiap siswa untuk mengenali potensi
dirinya, sehingga dapat dikembangkan secara optimal
- Menumbuhkan penghayatan terhadap ajaran agama yang dianut dan
juga budaya bahasa sehingga menjadi sumber kearifan dalam
bertindak
- Menerapkan manajemen partisipatif dengan melibatkan seluruh
warga sekolah dan kelompok kepentingan yang terkait dengan
sekolah
Indikator
- Unggul dalam perolehan NEM
- Ungggul dalam persaingan melanjutkan ke jenjang pendidikan di
atasnya
- Unggul dalam Perlombaan, tingkat regional atau nasional
- Unggul dalam disiplin
- Unggul dalam kepedulian dan kepekaan sosial
- Unggul dalam aktivitas keagamaan
Dari pemaparan yang disebutkan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa konsep sekolah
unggulan secara faktual memang dapat dilihat sebagai bentuk labelisasi produk rekayasa yang
dilakukan oleh birokrasi pendidikan. Secara content kebahasaan sekolah unggulan merupakan
adalah sekolah yang mempunyai daya saing mutu, efektifitas yang tinggi dan budaya sekolah yang
kondusif dalam memproduksi kepekaan sosial. Dalam pendidikan islam, Sekolah lebih dikenal
dengan istilah madrasah. Jadi, Madrasah unggulan adalah madrasah yang mempunyai kreteria
yang sudah disebutkan di atas dengan gamblang.
Kreteria Sekolah/Madrasah Unggulan
Berita opinikompasiana.com, 29-4-2002, h.4
Terry Mclaughlin, Effective School Reaserch and The role of Profesional Learning communities, (San Dardino School,
2002,ppt file). 5
14 Suparlan, Membangun Sekolah Efektif (Yogyakarta : HIKAYAT, 2008), 43-44
12
13
3
Meski dalam penggunaan istilahnya masih bermasalah. Para praktisi pendidikan
mengilustrasikan bahwa pendidikan yang “unggul” atau “unggulan” adalah pendidikan yang
mampu melaksanakan pengendalian dan pengembangan “mutu”. Dalam sekolah yang
mengimplementasikan Total Quality Management disebutkan bahwa ada lima kualitas yang
seyogyanya dilakasanakan. Pertama kualitas control. Kedua kualitas income. Ketiga, Kualitas
Kurikulum. Keempat, kualitas output. Kelima kualitas service (pelayanan) 15.
Syarat Sekolah Unggulan/Efektif
Indikator Mutu yang
Leadership,
Partisipasi
masyarakat,
transparansi
Kualitas control
akuntabilitas, efesiensi dan efektivitas.
Kualitas Input
Proses Instrumen Seleksi Masuk, Instrument rekrutment
dan profesionalisme Guru
Kualitas Kurikulum
Relevansi terhadap tujuan pendidikan, Link and Macth,
Skill dan konpetensi akademik.
Kulitas Output
Kuantitas dan kualitas lulusan dan sustansibilitas sistem
Kualitas Pelayanan
Aksestabilitas publik terhadap informasi, Perilaku
organisasi dan sistem tindakan staff.
Menurut Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) dalam Prof. Dr. Tobroni, M.Sc,
sekolah dikatakan baik apabila memiliki delapan kriteria: (1) siswa yang masuk terseleksi dengan
ketat dan dapat dipertanggungjawabkan berdasarkan prestasi akademik, psikotes dan tes fisik; (2)
sarana dan prasarana pendidikan terpenuhi dan kondusif bagi proses pembelajaran, (3) iklim dan
suasana mendukung untuk kegiatan belajar, (4) guru dan tenaga kependidikan memiliki
profesionalisme yang tinggi dan tingkat kesejahteraan yang memadai, (5) melakukan improvisasi
kurikulum sehingga memenuhi kebutuhan siswa yang pada umumnya memiliki motivasi belajar
yang tinggi dibandingkan dengan siswa seusianya, (6) jam belajar siswa umumnya lebih lama
karena tuntutan kurikulum dan kebutuhan belajar siswa, (7) proses pembelajaran lebih berkualitas
dan dapat dipertanggungjawabkan kepada siswa maupun wali siswa, dan (8) sekolah unggul
bermanfaat bagi lingkungannya 16
Aspek-Aspek Tekhnologis Sekolah/Madrasah Unggulan
Sekolah unggulan mempunyai keterikatan erat dengan aspek-aspek tekhnologi. Jadi,
dalam hal ini, dapat dikatakan bahwa seluruh element pendidikan Madrasah Unggulan
membutuhkan atau semestinya mengimplementasikan tekhnologi. Oleh karenanya, sebelum
membahas tentang aspek-aspek tekhnologis. Ada baiknya kita mengetahui beberapa
pendefinisian terhadap tekhnologi pendidikan atau tekhnologi dalam pendidikan. Sebagaimana
disebutkan dalam buku “fundamental aspect of educational technology”. Ada dua kategori tekhnologi
pendidikan. Pertama tekhnologi dalam pendidikan. Maksudnya adalah penggunaan tekhnologi
dalam pendidikan yang bisa membantu menjelaskan hal-hal yang abstrak menjadi seakan-akan
nyata, atau membantu pendidikan dalam upaya mencapai tujuan yang “rumit” dicapai kecuali
menggunakan alat bantul. Contohnya, proyektor, komputer, dan beberapa produk tekhnologi
lainnya. Kedua teknologi pendidikan (technology of education), yaitu nilai-nilai efesiensi dan efektivitas
yang menjadi karakter tekhnologi pendidikan diinternalisasi menjadi sistem dalam pendidikan.
Misalnya saja, adalah pemangkasan waktu atau sistematika pengajaran sebagai kesatuan sistem 17.
Selain mengetahui pengertian tekhnologi yang ada di pendidikan. Identifikasi pun bisa
melalui beberapa pendekatan-pendekatan tekhnologis. Pada kasus ini, ada tiga pola pendekatakan
untuk mengetahui proses pendidikan yang ada dalam pendidikan. Pertama Pendekatan hardwere,
15 E. Mulyasa, Menjadi kepala sekolah profesional dalam mensukseskan MBS dan KBK (Bandung ; Remaja Rosdakarya,
2005), 151
16 Tobroni, Teori-Teori mengukur mutu sekolah berdasarkan pada kebijakan Depdikbud, Pengembangan Sekolah
Unggu 1994 (diakses melalui http//tobroni.staff.umm.ac.id./2010/11/25/teori-teori-tenntang-mutu-sekolah/pada
15 Mei 2011)
17Yagendra K. Sharma, Fundamental Aspect of Educational Technology (New Delhi ; Khaniska Publisher, 2002), 23
4
kedua Pendekatan softwere, ketiga Pendekatan sistem 18. Dari tiga pendekatan ini maka akan
tampak aspek-aspek tekhnologis madrasah “unggulan” yang kretrianya sudah disebutkan di atas.
Dalam upaya menunjukkan aspek-aspek tekhnologis dalam madrasah unggulan mengaca
dari kreteria atau karakteristik madrasah unggulan adalah sebagai berikut :
1. Implementasi tekhnologi dalam upaya marketting pendidikan (web-site) yang dimiliki
oleh sekolah unggulan, e-learning
2. Implementasi tekhnologi dalam sistem pengajaran yang ada di sekolah unggulan.
3. Tekhnologi dalam aspek manajemen berbasis mutu
4. Kurikulum tekhnologis dalam upaya link and macth dengan kehidupan bermasyarakat.
5. Input yang baik dan produktivitas output.
6. Proses pemilihan strategi pembelajaran
7. Konstruksi dan pengembangan kurikulum
8. Pelatihan guru dan pengembangannya
9. Tatanan iklim atau budaya sekolah yang efektive dan efesien 19.
Jadi, bisa disimpulkan bahwa aspek-aspek tekhnologis madrasah unggulan terdapat pada
empat hal. Pertama manajemen dan leadership sekolah. Kedua sistem pembelajaran dan
pengembangan kurikulum Ketiga input, proses, output, dari tiga element guru, staff, murid.
Keempat iklim atau budaya sekolah dan partisipasi masyarakat yang baik. Dengan demikian,
hampir seluruh aspek dalam institusi sekolah unggulan dirasuki atau memilih hal-hal yang bersifat
tekhnologis dalam upaya pengimplementasiannya.
Pendekatan Tekhnologis dalam penyusunan Kurikulum sekolah/madrasah Unggulan
Kurikulum adalah muara dari seluruh kegiatan pendidikan di sekolah/madrasah.
Kurikulum juga merupakan instrument tindakan dari seorang guru dalam proses belajar
mengajar. Selain itu kurikulum juga menjadi satu disiplin kajian tersendiri dalam dunia pendidikan
serupa dengan teaching and learning proces. Ada banyak teori dan pengembangan yang bisa dilakukan
dalam pembaharuan kurikulum. Dalam hal ini sebagaimana yang disebutkan oleh Bell “Curriculum
revision and renewal is the only means through which the education system can become a real instrument of social
change and development....The curriculum is to be updated to match the challenges and required curriculum
materials are to be designed including application of mass media and educational technology 20
Kutipan ini mempunyai makna bahwa pembaharuan kurikulum yang akan dilaksanakan
harus berlandaskan pada kebutuhan social dan perkembangan tekhnologi. Pasalnya, kurikulum
adalah instrument dari perubahan social masyarakat. Dalam konteks penyesuaian kurikulum
berlandaskan pada perkembangan tekhnologi ada yang kita kenal dengan istilah “kurikulum
tekhnologis”.
Munir dalam bukunya kurikulum berbasis tekhnologi dan komunikasi menyebutkan
bahwa ada dua pola pendekatan kurikulum yang diintegralkan dengan terma tekhnologi. Pertama
tekhnologi sebagai wujud dari produk dan menjadi alat bantu dalam menyusun kurikulum. Kedua
tekhnologi sebagai prinsip dan system yang mempunyai nilai instrumentalisme, efesiensi dan
efektifitas yang bisa mengantarkan pada tujuan tertentu 21. Dari dua hal ini kita bisa melihat
bagaimana formulasi kurikulum yang ada dalam sekolah/madrasah unggulan menggunakan
pendekatan tekhnologi ?.
Sekolah/madrasah unggulan mempunyai tujuan meminimalisir gap antara kebutuhan
sekolah dan aspek social-ekonomi. Maka kurikulum yang ada di sekolah unggulan adalah
berlandaskan pada research dan identifikasi permasalahan-permasalahan yang ada di lingkungan
masyarakat yang berkembang. Mendapatkan main problem pendidikan institusi pendidikan
Ibid, 24
Ibid, 25
20 Suzane T. Bell, Teaching with educational technology (London ; British catalog, 2006), 33
21 Munir, Kurikulum Tekhnologi Informasi dan Komunikasi (Bandung, 2004), 40
18
19
5
seyogyanya membuat kurikulum yang bisa diukur secara implementasinya dan output yang
diharapkannya.
1. Kurikulum Instrumental atau standarisasi capaian kurikulum. Ciri khas dari tekhnologi
adalah bisa diukur dari segi implementasi, proses sampai pada evaluasi yang diinginkan.
Begitu halnya dengan kurikulum yang menggunakan pendekatan tekhnologis dalam
sekolah unggulan semestinya bisa diukur dalam upaya pencapaiannya ataupun
kegagalannya. Misalnya, adalah pada aspek kelulusan dan aktifitas setelah menyelesaikan
sekolah.
Jadi, kurikulum yang berdasarkan tekhnologis harus mempunyai tujuan adanya
perubahan tingkah laku yang dapat diukur. Oleh karenanya, pandangan umum yang ada
dalam kurikulum dijelaskan menjadi tujuan-tujuan khusus (instrumental). “Sekolah
unggulan” mempunyai wujud kurikulum terpisah yang berbentuk tekhnologis. Pasalnya,
kurikulum di Indonesia masih menggunakan sistem centralistik.
2. Kurikulum praksis atau terapan atau kerikulum tepat guna. Ciri lain yang ada dalam
tekhnologi adalah bisa dijadikan sebuah bentuk kerja nyata tidak hanya kerangka
konseptual semata. Kurikulum terapan merupakan reduksi dan tekhnologi terapan.
Dalam kasus ini, sekolah difungsikan sebagai institusi produksi sedangkan perusahaan
merupakan konsumen yang akan menggunakan produk dari proses pendidikan.
Kurikulum yang bersifat terapan ini biasanya mengandung life skill education (pendidikan
berbasis kecakapan), to lead maningfull life (untuk mengembangkan pendidikan yang lebih
bermakna), to enneble life (untuk memuliakan kehidupan). Ciri kurikulum ini adalah (1)
menguasai keterampilan-keterampilan dasar (mastery of basic skill); (2) berusaha meraih
prestasi akademik semaksimal mungkin pada semua mata pelajaran; dan (3) menunjukkan
keberhasilan melalui evaluasi yang sistematik (systematic testing) 22.
3. Penggunaan produk tekhnologis dalam sistem belajar mengajar. Selain tekhnologi dalam
kerangka prinsip sebagaimana di atas, ada pula kurikulum yang bisa diusung
menggunakan produk tekhnologi. Misalnya saja, penyusunan kurikulum berbasis pada
hasil laboratorium psikologis dalam learning theory yang berlandaskan pada behavioristik.
Kurikulum yang dihasilkan dari kerangka teori ini menghasilkan kurikulum tekhnologis
sebagai berikut :
a. Belajar dipandang sebagai proses respon terhadap rangsangan
b. Belajar diatur berdasarkan langkah-langkah tertentu dengan sejumlah tugas yang
harus dipelajari
c. Secara khusus siswa belajar secara individual, meskipun dalam hal-hal tertentu bisa
saja belajar secara kelompok 23.
Pendekatan tekhnologis dalam Manajemen sekolah/madrasah unggulan
Penetapan pendekatan sistem dalam menilai keefektifan sekolah menurut ERIC didasari
oleh dua asumsi: pertama, organisasi sekolah merupakan sebuah sistem yang terbuka yang harus
mampu memanfaatkan dan merefleksikan lingkungan sekitarnya. Kedua, organisasi sekolah
merupakan sebuah sistem yang dinamis, dan begitu menjadi besar, kebutuhannya semakin
kompleks, sehingga tidak mungkin didefinisikan hanya melalui sejumlah kecil tujuan organisasi
seperti prestasi murid semata 24.
Oleh sebab itulah, sebagai organisasi, seyogyanya sekolah mempunyai manajemen
pendidikan. Ada banyak macam hasil kajian manajemen yang bisa masuk dalam pendidikan.
Salah atunya adalah ‘manajemen bisnis” yang mempunyai pandangan bahwa sekolah adalah
Oemar Hamalik, Menejemen Pengembangan Kurikulum, (Bandung: Rosdakarya, 2006), 10
Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran; teori dan Praktek pengembangan Kurikulum tingkat Satuan Pendidikan, (Jakarta:
Kencana, 2009), 76
24Eric A Hanushek and Ludger Woessmann. “The Role of Education Quality in Economic Growth.” Policy Research
Working , World Bank, Washington, DC. 2007.),23
22
23
6
perusahaan, produk jualannya ada jasa, dan konsumennya adalah masyarakat umum. Dalam
manajemen bisnis tersebut ada dua pandangan umum dalam teori manajemennya, yaitu Pertama
design untuk menggapai sebuah tujuan. Kedua efektifitas dan efesiensi. Kaitan desain menggapai
tujuan bermuara melalui perencanaan yang baik, pengorganisasian kegiatan, motivasi dan
evaluasi. Sedangkan efektifitas adalah melalukan pekerjaan (tugas) yang benar (doing the right
things). Efesiensi mempunyai arti mengerjakan hal dengan benar (doing things right) 25.
Kaitan tekhnologi dengan manajemen berada pada kajian Educational Technology bagian
keetiga (pendekatan sistem) atau System Analysis. Hal ini juga dikenal dengan sebutan
Management Technology. Ruang lingkup Managemen berbasis tekhnologi ini terbagi menjadi
beberapa aspek. Aspek administrasi, industri dan persenjataan. Aspek pengambilan keputusan
melalui beberapa aspek sistem informasi tekhnologis yang dibutuhkan. Sedangkan yang terakhir
adalah efektifitas harga dan program yang bisa dilaksanakan dalam mengelola pendidikan 26.
Pendekatan tekhnologis dalam implementasi sekolah unggulan bisa diasumsikan sebagai
bentuk program-program manajerial sebagai berikut :
1. Computerizing Data. Komputerisasi data merupakan kunci utama dalam manajemen
tekhnologi ini. Dulu semua data, notulensi dan kebutuhan manajerial ditulis secara
manual. Sehingga memakan waktu dan dana yang sangat lama dan banyak. Dengan
adanya pendekatan tekhnologis seperti ini, maka apapun yang dibutuhkan dalam
managemen pendidikan dapat dilaksanakan dengan mudah dan efesien.
2. e-Goverment dan wujud Governance. E-goverment ada produk dari sistem informasi
manajemen yang dilakukan oleh sekolah untuk melakukan aktifitas transparansi,
akuntabilitas dan partisipasi masyarakat. Informasi dapat diakses melalu alat pendukung
tekhnologis seperti website atau bahkan perihal lainnya. Menggunakan sistem yang
seperti lebih efesien dibandingnkan dengan mengantarkan surat melalui kantor pos atau
biro jasa yang lainnya.
3. Strukrurisasi aktivitas, dalam sistem manajemen pastilah ada aspek strukturisai yang
mempunyai tugas dan weweenang masing-masing. Untuk mengefektifkan dan
mengefesiensikan tugas yang dimiliki oleh kepala sekolah. Adapun aktifitas tersebut
terbagi sebagai berikut : (1) aktivitas-aktivitasnya disesuaikan dengan kebutuhan murid
secara individual; (2) antara murid satu dengan lainnya tidak dituntut mengikuti aktivitas
yang sama; (3) sekolah melibatkan sepenuhnya partisipasi murid; (4) murid sebagai
subyek dalam setiap aktivitasnya; (5) aktivitas murid tidak terbatas pada gedung sekolah,
melainkan mencakup semua sumber dalam masyarakat; (6) pengembangan aktivitas
berdasarkan pada perbedaan latar belakang dan kemampuan murid.
Penutup
Sebagai akhir dari tulisan ini, setelah menjabarkan apa yang subjek-subjek tekhnologis
dari “sekolah unggulan”, dapat disimpulkan bahwa pendekatan tekhnologis dalam sekolah
unggulan sangat dibutuhkan untuk meningkatkan partisipasi, akuntabilitas dan efektifitas dari
pendidikan di Indonesia. Ada dua hal yang menarik untuk diungkapkan dalam kasus ini. Pertama
tekhnologi rupaya benar-benar berpengaruh dalam menentukan rekayasa pendidikan yang ada di
Indonesia. Sekolah Unggulan adalah akibat daripada reasearch yang dilaksanakan oleh
Departement Pendidikan Nasional Pada tahun 1994. Kedua sekolah Unggulan dalam pendekatan
tekhnologisnya dapat melaksanakan kurikulumnya berlandaskan pada keterampilan-keterampilan
(berbentuk terapan) sedangkan pada aspek manajerial sistem informasi manajemen menjadi
landasan dalam mengkomunikasikan akuntabilitas sekolah.
Dengan demikian, pendekatan tekhnologis dalam institusi pendidikan Islam ini hanya
bagian umum dari beberapa elemen-elemen yang mungkin akan dijabarkan secara gamblang oleh
25
26
Sudarwan Danim, Visi Baru Manajemen Sekolah, (Jakarta: PT.Bumi Aksara, 2007), 32
Yagendra K. Sharma, Fundamental Aspect of Educational Technology, 27
7
teman-teman lainnya. Khususnya, pendekatan tekhnologis dalam hal guru, proses belajar, dan
pengembangan kurikulum dan manajemennya. Oleh karenya, seandainya tidak mencakup seluruh
aspek-aspek tersebut karena ini masih kajian yang sangat general.
DAFTAR PUSTAKA
H.A.R. Tilaar, Pendidikan dan Kekuasaan Jakarta. Bumi Aksara. 2004.
Dede Rosyada, Paradigma pendidikan demokratis Jakarta : Prenada Media, 2004
Lihat Helmi Umam, Rekayasa Sosial. http://ush.sunan-ampel.ac.id/wpcontent/uploads/2009/10/REKAYASA-SOSIAL.pdf (diakses 03 Mei 2011).
Team National Council, Engineering Education, Designing adaptive system USA : National
Council, 1995.
Abdurrahman Shaleh, Madrasah dan Pendidikan Anak Bangsa .Jakarta : PT Raja Grafindo
Persada, 2005.
Darmaningtiyas. Pendidikan yang memiskinkan Jakarta : Galang Press, 2004.
Tobroni, Teori-Teori mengukur mutu sekolah berdasarkan pada kebijakan Depdikbud,
Pengembangan Sekolah Unggu 1994 (diakses melalui
http//tobroni.staff.umm.ac.id./2010/11/25/teori-teori-tenntang-mutu-sekolah/pada 15 Mei
2011)
Abdul Hadis, Sekolah Unggulan dalam Buku Panduan Bahasa Indonesia untuk SMP (Jakarta
: DEPDIKNAS, 2004.
Nurkholis MM. http://re-searchengines.com/nurkolis3.html (diakses, 03 Mei 2011).
Terry Mclaughlin, Effective School Reaserch and The role of Profesional Learning communities, San
Dardino School, 2002.
Suparlan, Membangun Sekolah Efektif Yogyakarta : HIKAYAT, 2008.
E. Mulyasa, Menjadi kepala sekolah profesional dalam mensukseskan MBS dan KBK Bandung ;
Remaja Rosdakarya, 2005
Yagendra K. Sharma, Fundamental Aspect of Educational Technology New Delhi ; Khaniska
Publisher, 2002
Suzane T. Bell, Teaching with educational technology London ; British catalog, 2006
Munir, Kurikulum Tekhnologi Informasi dan Komunikasi Bandung, 2004
Oemar Hamalik, Menejemen Pengembangan Kurikulum, Bandung: Rosdakarya, 2006
Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran; teori dan Praktek pengembangan Kurikulum tingkat
Satuan Pendidikan, Jakarta: Kencana, 2009
Eric A Hanushek and Ludger Woessmann. “The Role of Education Quality in Economic
Growth.” Policy Research Working , World Bank, Washington, DC. 2007
Sudarwan Danim, Visi Baru Manajemen Sekolah, Jakarta: PT.Bumi Aksara, 2007
8
Download