PDF (Bab I)

advertisement
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Diabetes merupakan penyakit serius yang mempengaruhi semua organ
vital dalam tubuh dan ditandai tingginya kadar gula dalam darah (Singh, 2013).
Diabetes melitus ini akan menyebabkan terjadinya perubahan patofisiologi dalam
tubuh seperti mata, ginjal dan ekstremitas bawah (Decroli, 2008). Dalam waktu
lama diabetes yang tidak terkontrol dapat menimbulkan komplikasi akut dan
kronis. Neuropati diabetik paling sering dialami yaitu neuropati perifer dan
merupakan faktor risiko terjadinya foot ulcer (Perkeni, 2011). Penyebab umum
pasien diabetes mendapat perawatan di rumah sakit adalah masalah pada kaki
diabetik seperti infeksi, ulserasi dan gangren (Mathangi, 2013).
Foot ulcer yaitu luka pada kaki penderita diabetes yang berkembang
menjadi infeksi disebabkan oleh bakteri aerob maupun anaerob. Kurang lebih
15% penderita diabetes akan mengalami komplikasi ulcer selama perjalanan
penyakitnya (Singh, 2013). Kekambuhan dapat terjadi saat seseorang mempunyai
riwayat penyakit foot ulcer sebelumnya, prevalensi kekambuhan dapat mencapai
70% dalam 5 tahun (Leese, 2009).
Pengobatan foot ulcer terdiri atas antibiotik dan pengobatan suportif. Uji
kultur bakteri perlu dilakukan bila terjadi kegagalan terapi terhadap antibiotik
empiris (Leese, 2009). Di Amerika Serikat 38% angka amputasi disebabkan
diabetes. Adanya foot ulcer dapat mengganggu aktivitas, oleh karena itu
komplikasi ini merupakan salah satu beban bagi pasien diabetes dan tenaga
kesehatan walaupun penyakit ini dapat dicegah (Singh, 2013).
Penelitian sebelumnya yang dilakukan Hadi dalam Hadiki melaporkan
pemakaian antibiotik untuk pasien rawat inap diabetes komplikasi foot ulcer
(84%) dan hanya 21% dari peresepan tersebut dinilai tepat dalam hal pemilihan
jenis antibiotik, 42% yang sebenarnya tidak perlu diberikan dan 15% tidak tepat
dalam pemberian antibiotik berdasarkan dosis dan lama pemberian (Hadiki,
2014). Lama pemberian atau durasi antibiotik pada pasien foot ulcer harus
1
2
berdasarkan pada tingkat keparahan ulcer. Antibiotik dapat dihentikan apabila
gejala infeksi sudah dapat teratasi (Lipsky dkk, 2012).
Berdasarkan hal di atas maka dilakukan penelitian tentang penggunaan
antibiotik pada pasien diabetes melitus dengan komplikasi foot ulcer di RSUP dr.
Soeradji Tirtonegoro untuk mengevaluasi pemilihan obat sesuai dengan standar
yang ada. Rumah sakit ini dipilih sebagai tempat penelitian karena prevalensi
pasien diabetes dengan komplikasi foot ulcer cukup tinggi.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan
sebagai berikut:
1. Bagaimana gambaran penggunaan antibiotik pada pasien diabetes melitus tipe
2 dengan komplikasi foot ulcer di RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro tahun 2014?
2. Apakah penggunaan antibiotik yang diberikan pada pasien foot ulcer di RSUP
dr. Soeradji Tirtonegoro tahun 2014 sudah sesuai dengan standar yaitu IDSA
2012?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui penggunaan antibiotik pada pasien diabetes melitus tipe 2
dengan komplikasi foot ulcer di RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro tahun 2014.
2. Untuk mengetahui kerasionalan pemakaian antibiotik dalam pengobatan foot
ulcer meliputi tepat pasien, obat dan dosis di RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro
berdasarkan standar yang digunakan yaitu IDSA Guidelines 2012.
D. Tinjauan Pustaka
1. Diabetes Melitus
a. Definisi Diabetes Melitus
Diabetes melitus merupakan penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya.
Diagnosis diabetes melitus dapat ditegakkan dengan dasar pemeriksaan glukosa
dalam darah (Perkeni 2011). Diabetes melitus ini akan menyebabkan terjadinya
3
perubahan patofisiologi dalam tubuh seperti mata, ginjal dan ekstremitas bawah
(Deroli, 2008). Diabetes digolongkan menjadi beberapa tipe yaitu diabetes melitus
tipe 1, diabetes melitus tipe 2, diabetes melitus gestasional dan diabetes tipe lain
(Perkeni, 2011).
Tabel 1. Kriteria Diagnosis Diabetes melitus (ADA, 2010)
Kriteria Diagnosis DM
1. HbA1C ≥6,5 %=
2. Kadar gula darah puasa ≥ 126 mg/dL
3. Kadar gula darah 2 jam pp ≥ 200 mg/dL pada tes toleransi glukosa oral yang
dilakukan dengan 75 g glukosa standar
4. Pasien dengan gejala klasik hiperglikemia atau krisis hiperglikemia dengan kadar gula
sewaktu ≥200 mg/dL
b. Klasifikasi Diabetes Melitus
1) Diabetes Melitus Tipe 1
Diabetes tipe 1 merupakan destruksi sel β-pankreas untuk memproduksi
insulin yang disebabkan reaksi autoimun dan merupakan diabetes yang jarang
dikalangan masyarakat. Destruksi sel β-pankreas umumnya menjurus ke defisiensi
insulin absolut. Reaksi autoimun dan adanya virus merusak sel-sel β-pankreas dan
menyebabkan defisiensi sekresi insulin. Defisiensi insulin dapat menyebabkan
gangguan metabolisme yang ada pada diabetes tipe I (Depkes, 2005).
2) Diabetes Melitus Tipe 2
Diabetes Tipe 2 umumnya terjadi karena faktor gaya hidup, diabetes tipe
ini lebih banyak dijumpai dibandingkan dengan diabetes tipe 1. Faktor genetik
dan gaya hidup sangat berpengaruh akan terjadinya diabetes tipe 2 seperti
obesitas, kurang berolah raga, diet tinggi lemak dan rendah serat. Diabetes tipe 2
ini disebabkan karena sel target insulin tidak dapat merespon insulin, bukan
karena sekresi insulinnya berkurang maupun sensitivitas insulin yang menurun
(Perkeni, 2011)
3) Diabetes Melitus Gestasional
Diabetes Melitus Gestasional adalah intoleransi glukosa yang timbul pada
masa kehamilan, umumnya bersifat sementara dan terjadi pada trisemester kedua.
Diabetes gestasional akan pulih kembali setelah melahirkan namun diabetes tipe
ini meningkatkan risiko terjadinya diabetes tipe 2 di usia lanjut dan dapat
4
membahayakan bayi yang dikandung antara lain malformasi kongenital,
meningkatnya risiko mortalitas perinatal dan peningkatan berat badan bayi ketika
lahir (Depkes, 2005).
c. Faktor Risiko
Faktor risiko diabetes yaitu adanya faktor keturunan diabetes melitus,
diabetes gestasional, pra-diabetes, umur, hipertensi, hiperlipidemia, melahirkan
dengan berat bayi > 4 kg, kista ovarium (polycystic ovary syndrome) dan IFG
(Impaired Fasting Glucose) (Depkes, 2005).
d. Gejala Klinik dan Diagnosis
Gejala diabetes perlu diwaspadai meskipun pada umumnya gejala diabetes
melitus tidak terlihat. Gejala yang sering dialami pada diabetes yaitu poliuria
(sering buang air kecil), polidipsi (sering haus) dan polifagi (mudah lapar). Selain
gejala di atas pasien diabetes sering mengeluh penglihatan kabur, kesemutan pada
tangan dan kaki serta berat badan menurun tanpa sebab yang pasti. Diagnosis
klinis diabetes dapat dilihat dengan mengukur kadar glukosa darah, jika gula
darah sewaktu > 200 mg/dL atau gula darah puasa > 126 mg/dL sudah dapat
digunakan untuk mendiagnosis diabetes (Depkes, 2005).
e. Komplikasi Diabetes Melitus
Diabetes yang tidak terkontrol dapat memicu timbulnya komplikasi
diabetes yang dibagi menjadi dua kategori, yaitu :
1) Komplikasi Akut
Hipoglikemi dan hiperglikemi adalah komplikasi akut yang terjadi pada
diabetes melitus. Hipoglikemi adalah kadar glukosa darah kurang dari 50 mg/dL.
Gejala umum dari hipoglikemi yaitu lapar, gemetar, berkeringat, berdebar-debar,
pusing dan pandangan kabur. Hipoglikemi apabila tidak segera mendapatkan
pertolongan dapat menimbulkan kerusakan pada jaringan otak bahkan kematian.
Komplikasi akut lainnya yaitu terjadinya hiperglikemi. Hiperglikemi merupakan
kenaikan gula darah secara tiba-tiba yang disebabkan karena stress, infeksi dan
obat-obatan tertentu. Gejala yang timbul saat terjadinya hiperglikemi adalah
poliuria, polifagi, polidipsi, kelelahan dan pandangan kabur (Depkes, 2005).
5
2) Komplikasi Kronis
Komplikasi kronis ini dapat dibagi menjadi makrovaskuler dan
mikrovaskuler. Penyakit jantung koroner (PJK), penyakit pembuluh darah otak,
penyakit pembuluh darah perifer merupakan komplikasi makrovaskuler yang
umum dialami bagi penderita diabetes. Mengatur gaya hidup pasien diabetes
adalah salah satu metode pencegahan komplikasi makrovaskuler. Sedangkan
untuk komplikasi mikrovaskuler umumnya terjadi karena hiperglikemi presisten
yang
akan
memicu
dinding
pembuluh
darah
melemah,
menyebabkan
penyumbatan pada pembuluh darah kecil seperti nefropati, retinopati dan
neuropati (Depkes, 2005)
2. Foot Ulcer
a. Definisi Foot Ulcer
Foot ulcer adalah infeksi, ulserasi atau destruksi jaringan ikat yang
berhubungan dengan neuropati dan kelainan vaskuler perifer pada tungkai bawah
yang diakibatkan diabetes melitus. Kekebalan tubuh pasien diabetes melitus
menurun menyebabkan pasien dengan mudah terkena infeksi. Kurangnya
pengetahuan pasien dan keluarga tentang ulcer pada kaki diabetes dapat
mengakibatkan ulcer menjadi lebih parah dan menjadi gangren (Decroli, 2008).
Kulit pada daerah ekstremitas bawah merupakan tempat yang sering
mengalami infeksi. Foot ulcer yang terinfeksi biasanya melibatkan banyak
mikroorganisme seperti stafilokokus, streptokokus, batang gram negatif dan
bakteri anaerob (Perkeni, 2011). Mikroba yang berperan besar dalam ulcer dan
mengakibatkan infeksi adalah bakteri gram positif, gram negatif dan beberapa
jamur (Mathangi, 2013).
b. Epidemiologi Foot Ulcer
Kurang lebih 15% penderita diabetes akan mengalami ulcer pada kaki
(Singh, 2013). Neuropati perifer, kelainan pembuluh darah, kelainan bentuk kaki,
tekanan pada kaki, gula darah tidak terkontrol, riwayat ulcer atau amputasi, lama
menderita diabetes merupakan faktor-faktor penyebab terjadinya foot ulcer
(Frykberg dkk., 2006). Rawat inap merupakan langkah yang perlu dilakukan pada
kasus foot ulcer, hal ini telah dibuktikan dapat mengurangi morbiditas, mortalitas,
tekanan psikologis dan biaya perawatan (Mendes, 2012).
6
c. Patofisiologi Foot Ulcer
Secara garis besar penyebab terjadinya komplikasi foot ulcer dipicu oleh
beberapa hal yaitu neuropati perifer, gangguan pembuluh darah, tekanan pada
kaki dan resistensi terhadap infeksi. Salah satu hal tersebut secara tunggal maupun
gabungan berpotensi mengakibatkan foot ulcer (Mathangi, 2013). Foot ulcer
memiliki dua faktor utama yaitu neuropati perifer dan gangguan pembuluh darah
(Mendes, 2012).
1) Neuropati Perifer
Neuropati perifer merupakan komplikasi yang sering dijumpai pada pasien
diabetes dan berisiko terjadinya foot ulcer. Pasien dengan neuropati perifer harus
mendapatkan pengetahuan tentang perawatan kaki untuk menangani risiko foot
ulcer (Perkeni, 2011). Neuropati sensorik hilangnya rasa atau sensasi pada kaki
sehingga tidak dapat merasakan dan merupakan faktor utama terjadinya foot ulcer,
neuropati motorik adanya tekanan tinggi pada kaki yang dapat menimbulkan
kelainan bentuk kaki dan yang terakhir neuropati autonom yang berakibat
terjadinya pecah-pecah pada telapak kaki, kaki kering sehingga mudah terjadi
infeksi (Mendes, 2012).
2) Gangguan Pembuluh Darah
Gangguan pembuluh darah dapat menghambat kesembuhan dari foot
ulcer. Gangguan pembuluh darah jarang menyebabkan foot ulcer secara langsung,
namun bila infeksi sudah semakin parah dapat menghambat kesembuhan ulcer,
hal itu disebabkan terhambatnya penghantaran antibiotik menuju lokasi infeksi
(Frykberg dkk, 2006).
3) Infeksi
Luka terbuka yang sudah terkontaminasi bakteri merupakan jalan masuk
infeksi yang lebih parah (Rebolledo dkk, 2011). Kejadian infeksi sangat umum
bagi pasien diabetes bahkan lebih berat angka kejadiannya dibandingkan dengan
pasien non-diabetik. Peningkatan gula darah juga menghambat kerja leukosit
sehingga penyembuhan ulkus menjadi lebih lama. Luka dapat berkembang
menjadi ulcer, gangrene maupun osteomyelitis apabila luka tidak ditangani
dengan tepat dan cepat kejadian amputasi dapat terjadi (Frykberg dkk ,2006).
7
Tabel 2. Klasifikasi Foot Ulcer Menurut Wagner-Meggit (Frykberg dkk., 2006)
GRADE
LESI
0
Tidak ada luka terbuka, kulit utuh
1
Ulkus diabetes superfisialis (partial atau full thickness)
Ulkus meluas sampai ligamen, tendon, kapsula sendi atau fasial dalam tanpa abses atau
2
osteomyelitis
3
Ulkus dalam dengan abses, osteomielitis, atau sepsis sendi
4
Gangren yang terbatas atau terlokalisir seperti pada kaki bagian depan atau tumit
5
Gangren yang meluas meliputi seluruh kaki
d. Faktor Risiko Foot Ulcer
Umumnya foot ulcer mempunyai faktor risiko yaitu gula darah yang tidak
terkontrol, lamanya menderita diabetes, neuropati (sensorik, motorik, perifer),
kelainan pembuluh darah, kelainan bentuk kaki, tekanan pada kaki, riwayat ulcer
atau amputasi (Frykberg dkk, 2006).
e. Isolasi Bakteri pada Foot Ulcer
Bakteri yang umumnya dapat menginfeksi ulcer yaitu bakteri gram-positif
yang bersifat aerob seperti Staphylococcus aureus dan β-hemolytic streptococci
dan merupakan bakteri pertama yang menyebabkan infeksi akut pada kulit
(Mendes, 2012). Berdasarkan penelitian yang dilakukan Mathangi dan
Prabhakaran (2013), menyatakan bakteri patogen pada insiden infeksi seperti yang
terlihat pada tabel 3. Staphylococcus aureus menjadi bakteri terbesar penyebab
infeksi pada penelitian tersebut.
Tabel 3. Isolasi Bakteri pada Foot Ulcer (Mathangi, 2013)
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
Nama Bakteri
Staphylococcus aureus
Pseudomonas aeruginosa
Escherichia coli
MRSA(methicilin-resistan Staphylococcus aureus)
Klebsiella pneumonia
Proteus mirabilis
Enterococcus faecalis
Enterobacter Spp
Proteus vulgaris
NFGNB (non-fermentif-gram-negatif-basiller)
Beta-hemolytic-Streptococci
Pseudomonas flourescens
Morganella morganii
Streptococcus pyogenes
Citrobacter freundii
Acinetobacter baumannii
N (%)
97 (21,6)
63 (15,1)
68 (14)
42 (9,3)
34 (7,6)
31 (7)
29 (6,4)
20 (4,4)
17 (3,8)
15 (3,3)
9 (2)
7 (1,5)
5 (1,1)
5 (1,1)
4 (0,9)
4 (0,9)
f. Penatalaksanaan Foot Ulcer
Tujuan perawatan kaki diabetik yaitu mengurangi risiko terjadinya
amputasi, memperbaiki kualitas hidup serta mengurangi biaya perawatan pasien.
8
Pemeriksaan secara teratur diharapkan akan mengurangi kemungkinan terjadinya
amputasi dan biaya rawat (Decroli, 2008).
Tabel 4. Pembagian Tingkat Keparahan Foot Ulcer Secara Klinis (Lipsky dkk., 2012)
Tingkat Keparahan
Ulcer
Tidak terinfeksi
Ringan
Sedang
Berat
Keterangan
Tidak ada tanda-tanda peradangan
Terjadi nyeri di kulit dan jaringan subkutan, terjadi kemerahan 0,5-2 cm. Tidak
termasuk nyeri karena respon inflamasi seperti benturan, asam urat, nyeri tulang
dan saraf
Terjadi lokal infeksi seperti diatas. Terjadi nyeri dan peradangan > 2 cm, nyeri
terletak lebih dalam dari subkutan.
Tidak terjadi nyeri secara sistemik.
Terjadi tanda infeksi seperti yang telah disebutkan, mulai muncul
tanda sepsis. Terjadi demam > 38oC atau suhu menurun hingga < 36oC. Terjadi
takikardi > 90 x/menit. Kecepatan pernapasan meningkat 20 x/menit, Sel darah
putih < 4000 atau > 12000 sel/microliter dengan > 10% merupakan sel yang
belum matang
Pasien diabetes cenderung akan mengalami masalah pada kaki disebabkan
suplai darah perifer ke kaki kurang baik sehingga daerah pada luka akan
kekurangan nutrisi yang diperlukan untuk penyembuhan luka. Daya sensorik pada
kaki akan menurun sehingga adanya luka pada kaki sering tidak disadari oleh
pasien (Frykberg dkk, 2006). Pasien foot ulcer sangatlah perlu melakukan
perawatan khusus pada kaki. Dasar tatalaksana dari foot ulcer yaitu debridement,
pengurangan tekanan beban pada kaki (off-loading) dan penanganan infeksi
(Singh, 2013).
1) Debridement
Debridement yaitu proses pengangkatan jaringan mati pada luka dan
merupakan tahap penting evaluasi Ulcer. Ulcer akan cepat sembuh apabila luka
dalam keadaan bersih, tindakan debridement pada luka akan mempercepat
penyembuhan foot ulcer dengan cara mengangkat jaringan mati pada luka (Singh,
2013). Debridement mempunyai beberapa tipe yaitu surgical, enzymatic,
autolytic, mechanical dan biological, dari kelima tipe tersebut hanya surgical
debridement telah terbukti efektif dalam uji klinis. Foot ulcer seringkali lambat
sembuh, penyebabnya adalah sulitnya suplai antibiotik yang memegang peranan
penting dalam proses penyembuhan infeksi (Frykberg, 2006).
2) Pengurangan Tekanan pada Ulcer (Off-loading)
Off-loading atau pengurangan tekanan pada ulcer merupakan faktor
penting pada penyembuhan ulcer. Off-loading harus berdasarkan lokasi luka,
9
keparahan ulcer, karakteristik pasien dan status sosial pasien (Lipsky dkk, 2012).
Penyembuhan menggunakan Total contacs cast lebih cepat daripada half shoe dan
removable cast walker (Frykberg, 2006).
3) Penanganan Infeksi
Ulcer yang sudah terkontaminasi bakteri dapat berakibat infeksi yang
lebih parah. Infeksi dapat dilihat berdasarkan keadaan klinik seperti nyeri, edema
dan luka terasa hangat. Perawatan kaki perlu dilakukan untuk penanganan infeksi
dengan penggunaan antibiotik empiris (Rebolledo dkk, 2011).
Tabel 5. Standar Terapi Antibiotik Empiris Pada Pasien Foot Ulcer (Lipsky, 2012)
1
Kondisi
Klinis
Ringan
2
Sedang
3
Berat
NO
Bakteri Penyebab
Pilihan Antibiotika Empirik
Staphylococcus aureus;
Streptococcus spp
Methicillin-resistant
Staphylococcus aureus (MRSA)
Dicloxacillin, clindamycin, cephalexin, levofloxacin,
amoxicillin-clavulanate
Doxycycline, trimethoprim/sulfamethoxazole
Staphylococcus aureus ;
Streptococcus spp;
Enterobacteriaceae;
obligate anaerobes
MRSA
Levofloxacin, cefoxitin, ceftriaxone , ampicillinsulbactam, moxifloxacin, ertapenem, tigecycline,
clindamycin +levofloxacin/ciprofloxacin, Imipenemcilastatin
Linezolid, daptomycin, vancomycin
Pseudomonas
Aeruginosa
MRSA,
Enterobacteriacae, Pseudomonas,
andobligate anaerobes
Piperacillin-tazobactam
Vancomycin+ (ceftazidime/ cefepime/ piperacillintazobactam/ aztreonam/ carbapenem)
Durasi antibiotik pada pasien foot ulcer harus berdasarkan pada tingkat
keparahan ulcer. Antibiotik dapat dihentikan apabila gejala infeksi telah teratasi
(Lipsky dkk, 2012)
Tabel 6. Standar Rute dan Durasi Pemberian Antibiotik pada Pasien Foot Ulcer (Lipsky,
2012)
Kondisi
Klinis
Ringan
Sedang
Berat
Rute pemberian
Pasien
Topikal atau oral
Rawat jalan
Oral atau parenteral
Rawat jalan atau rawat inap
Parenteral dilanjutkan oral bila memungkinkan Rawat inap lalu rawat jalan
Durasi Terapi
1 - 2 minggu
1 - 3 minggu
2 – 4 minggu
Download