BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini anemia masih merupakan salah satu masalah kesehatan terbesar, dimana prevalensinya di dunia diperkirakan sebesar 24.8% atau mengenai hampir 1.62 milyar orang dan sekitar 47.4% nya diderita anak di bawah 5 tahun (McLean et al., 2008). Prevalensi anemia pada anak-anak di beberapa negara cukup bervariasi, yaitu antara 12.5-47% (Balarajan et al., 2011; Luo et al., 2011; Willows et al., 2012). Beberapa peneliti melaporkan tingginya prevalensi anemia pada anak di Indonesia yaitu 56.6% (Campbell et al., 2011) dan 62% (Souganidis et al., 2011). Efek anemia yang dapat terjadi pada anak-anak diantaranya gangguan perkembangan psikomotor, gangguan fungsi tubulus ginjal, penurunan fungsi kognitif, retardasi mental, dan penurunan sistem imun (Jain et al., 2005). Seorang anak dikatakan menderita anemia jika kadar hemoglobinnya lebih rendah dari nilai normal sesuai umurnya (WHO, 2010). Faktor paparan dari lingkungan juga dapat menyebabkan terjadinya penurunan konsentrasi hemoglobin darah sehingga terjadi anemia, salah satunya adalah timbal (Pb), yaitu dengan cara menghambat pembentukan hemoglobin atau mengurangi usia eritrosit (Hegazy et al., 2010; Kordas, 2010; Ahamed et al., 2011). Paparan timbal terhadap manusia dapat melalui makanan, air, ataupun udara, salah satu contoh sumbernya dapat berasal dari asap kendaraan bermotor (Hegazy et al., 2010). Paparan ini dari tahun ke tahun meningkat jumlahnya terutama dari pertambahan jumlah kendaraan bermotor, salah satunya terjadi di kota Yogyakarta (Dephub, 2008; Sarwindaningrum, 2009; Desta, 2012). Anak-anak, terutama yang berusia kurang dari 6 tahun, lebih rentan terpapar timbal daripada orang dewasa karena aktivitas hand to mouth mereka, laju pernapasan yang lebih tinggi, dan absorpsi saluran pencernaan yang lebih tinggi per unit berat badannya (Goyer, 1993; Florida Departement of Health, 2008; Ahamed et al., 2011). Centre for Disease and Prevention Control (CDC) dan American Academy of Pediatrics (AAP) menetapkan kadar timbal dalam darah ≥10 µg/dL tergolong tinggi dan memerlukan perhatian lebih lanjut. Beberapa peneliti melaporkan prevalensi anak-anak dengan kadar timbal darah yang tinggi di beberapa kota seperti Jakarta (35,4%), Bandung (65,5%), Makasar (90%), serta Mesir (63.33%) (Albalak et al., 2003; CDC, 2005; AAP, 2005; Sakkir et al., 2008, Hegazy et al., 2010). Beberapa hasil penelitian mengenai efek paparan timbal terhadap kadar hemoglobin juga masih terdapat kontroversi. Di satu pihak menemukan bahwa timbal berhubungan dengan penurunan kadar hemoglobin (Faizah, 2002; Jain et al., 2005; Hegazy et al., 2010; Liu et al., 2011), tetapi di lain pihak dilaporkan bahwa paparan timbal tidak berhubungan dengan kadar hemoglobin (Froom et al., 1999; Darmadji, 2003; Suciani, 2007; Prabawati, 2009; Keramati et al., 2010). Penurunan absorbsi besi (Fe) akan meningkatkan kadar timbal dalam darah (Bradman et al., 2001; S. Turgut et al., 2007; Hegazy et al., 2010; Shah et al., 2010). Oleh karena polusi timbal semakin meningkat, efek paparan timbal yang cukup berbahaya terutama untuk anak-anak, hasil beberapa penelitian masih kontroversial, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian ini. B. Pertanyaan Penelitian Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut, yaitu apakah terdapat korelasi antara kadar timbal (Pb) dalam darah dengan kadar hemoglobin pada anak usia 1-6 tahun ?. C. Tujuan Penelitian 1. Menentukan gambaran kadar timbal (Pb) dalam darah anak-anak usia 1-6 tahun di Yogyakarta. 2. Menentukan seberapa kuat korelasi kadar timbal (Pb) dalam darah dengan kadar hemoglobin pada anak usia 1-6 tahun di Yogyakarta. D. Manfaat Penelitian 1. Keilmuan Mengetahui lebih jelas hubungan antara kadar timbal (Pb) dalam darah dengan kadar hemoglobin pada anak usia 1-6 tahun. 2. Masyarakat Membantu memberikan informasi kepada masyarakat, terutama orangtua anak mengenai sumber-sumber paparan timbal (Pb) dan pengaruh toksisitasnya pada kadar hemoglobin. 3. Pemerintah Hasil penelitian ini diharapkan nantinya dapat menjadi wacana bagi pemerintah, misalnya dalam pengambilan kebijakan yang terkait dengan kesehatan lingkungan. E. Keaslian Penelitian Tabel 1. Hasil penelitian lain hubungan kadar Pb dalam darah terhadap kadar Hb No. 1. Pengarang (Tahun) Laila Faizah (2002) Metode Penelitian Hasil Penelitian Cross sectional Terdapat hubungan bermakna antara kadar Pb dalam udara sebelum dan saat proses dengan kadar Pb dalam darah dan antara kadar Pb dalam udara dengan penurunan kadar Hb 2. Hegazy et al. (2010) Cross sectional Kadar Pb dalam darah ≥10 µg/dl berhubungan bermakna dengan kejadian anemia 3. Jain et al. (2005) Cross sectional Peningkatan kadar Pb dalam darah berhubungan dengan peningkatan risiko kejadian anemia sedang dan berat 4. Liu et al. (2011) Cohort prospective Peningkatan kadar Pb dalam darah menyebabkan trend penurunan Hb 5. Ahmad et al. (2009) Cross sectional Terdapat korelasi negatif yang bermakna antara kadar Pb darah dengan kadar Hb 6. Sri Suciani (2007) Cross sectional Tidak ada hubungan antara kadar Pb dalam darah dengan kadar Hb 7. Prabawati (2009) Cross sectional Tidak terdapat hubungan antara kadar Pb dalam darah dengan kadar Hb 8. Indro Darmadji (2003) Cross sectional Tidak ada hubungan yang signifikan antara Pb darah dengan Hb 9. Keramati et al. (2010) Cross sectional Tidak ada hubungan antara kadar Pb dalam darah dengan kadar Hb atau ferritin serum atau parameter darah yang lain 10. Froom et al. (1999) Cross sectional Tidak terdapat korelasi antara kadar Pb dalam darah dengan kadar hemoglobin Perbedaan penelitian ini dengan penelitian di atas adalah bahwa penelitian ini subjek yang diteliti adalah anak usia 1-6 tahun yang bertempat tinggal di daerah Gedongtengen, Pingit, dan Juminahan Yogyakarta. Selain itu pada penelitian ini juga mengikutsertakan kadar Fe serum, status perokok pasif, dan status gizi dalam analisisnya.