BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Film 2.1.1 Pengertian Film Film merupakan gambar bergerak adalah bentuk dominan dari komunikasi massa visual di belahan dunia ini. Sinematografi adalah kata serapan dari bahasa inggris cinematography yang brasal dari bahasa latin sinema “gambar” sinematografi sebagai ilmu terapan merupakan bidang ilmu yang membahas tentang teknik menangkap gambar dan menggabung – gabingkan gambar tersebut sehingga menjadi rangkaian gambar yang dapat menyampaikan ide (dapat mengembangkan berita). 1 Film merupakan salah satu bentuk media massa elektronik yang sangat besar pengaruhnya kepada komunikan, dampak yang ditimbulkannya bisa positif atau negative. Jadi fungsi media massa dan tugas media massa harus benar – benar diperhatikan oleh komunikator, apalagi komunikator yang menggunakan media massa elektronik. film misalnya dalam menyampaikan pesan – pesan komunikasi, sangat berpengaruh terhadap komunikan.2 Film merupakan sarana pengungkapan daya cipta dari beberapa cabang seni sekaligus dan produksinya bisa diterima dan diminati layaknya karya seni. 1 2 James Monaco. Cara menghayati sebuah film. Yayasan citra 1977 hal 34 Ibid hal 35 10 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 11 Sebagai sarana baru digunakan untuk menghibur, memberikan informasi, menyajikan cerita, peristiwa, dan sajian teknis lainnya kepada masyarakat umum.3 2.1.2 Sejarah Film Film ditemukan pada akhir abad ke-19. Film mengalami perkembangan seiring dengan perkembangan teknologi yang mendukung. Pada awalnya hanya dikenal film hitam – putih tanpa suara. Pada akhir 1920-an, mulai dikenal film bersuara, dan menyusul film warna pada tahun 1930-an. Peralatan produksi fim juga mengalami perkembangan dari waktu ke waktu sehingga sekarang tetap mampu menjadikan film sebagai tontonan menarik bagi masyarakat luas. Di masa depan, ada kecenderungan kuat produksi film tidak akan menggunakan pita seluloid (proses kimiawi) namun akan memanfaatkan proses video (elektronik) dengan system digital. Perubahan proses produksi ini tentu mempengaruhi konsep video masa depan. Namun, apa yang terjadi yang akan dipertontonkan adalah suatu seni audio visual, yaitu kekuatan bahasa gambar yang dipadukan dengan unsur suara. Menurut sejarah, film yang kita kenal sekarang ini merupakan perkembangan lanjut dari fotografi. Seperti diketahui, penemu fotografi adalah Joseph Nicephore Niepce dari prancis pada 1826. Penyempurnaan fotografi terus berlanjut yang kemudian mendorong rintisan percetakan film/gambar hidup. Dua nama penting dalam rintisan penemuan film adalah Thomas Alva Edison (amerika 3 Moekijat. Teori komunikasi. Mandar maju. Bandung. 1977. Hal 150 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 12 Serikat) dan Lumiere bersaudara (Perancis). Edison menciptakan Kinetoskop (Kinetoscope) yang bentuknya menyerupai sebuah kotak berlubang untuk mengintip pertunjukkan. Adapun Lumiere bersaudara merancang sinematograf (cinematoghrape) yang dipatenkan pada 1895. Keunggulan alat ini terletak pada adanya mekanisme gerakan tersendat (intermittent movement). Gerakan tersendat ini mirip dengan mesin jahit, yang memungkinkan setiap frame dari film yang diputar akan berhenti sesaat untuk disinari lampu proyektor. Akibatnya, hasil proyeksi tidak tampak berkedip – kedip.4 Film pertama kali diperkenalkan dan dipertunjukkan kepada public secara luas oleh Lumiere bersaudara (Louis dan Auguste) di Grand Café di Boulevard de Capicines No. 14 Paris, Prancis, tahun 1895. Selanjutnya, tahun itu dinyatakan sebagai awal mula lahirnya film di dunia. Kegemparan bukan hanya dirasakan penontonnya pada zaman itu, tapi juga sebagian orang yang menganggap bahwa film seharusnya sudah dianggap muncul jauh sebelum pertunjukkan dari Lumiere bersaudara. Thomas Alva Edison mungkin akan menjadi orang yang paling berang diantaranya. Sebagai seorang penemu jempolan, antara lain menemukan kinetoskop (sebuah kotak berlubang untuk mengintip pertunjukkan), sebenarnya film sudah lahir seiring dengan kelahiran kinetoskop tersebut. Bahkan, dikabarkan Lumiere bersaudara itu adalah pengagum alat temuan Edison ini. Namun, apa boleh buat. Konsep film sebagai pertunjukkan itu nyatanya muncul dengan kriteria : ditonton secara massal di dalam sebuah gedung pertunjukan, menggunakan karcis masuk dan suguhan 4 Rahayu Supanggah, Sejarah kebudayaan Indonesia seni pertunjukkan dan seni media.raja grafindo persada. 2009.hal 13 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 13 pertunjukan “gambar hidup”. Dengan catatan tersebut, film diawali dari kondisi perunjukan yang bersifat massal, adanya jinsep teknologi film, ekonomi dan hiburan. Hal – hal inilah yang menggerakan perkembangan film sampai sekarang, yang umumnya berupa pengelolaan secara industrial semacam industry film di Hollywood. 5 2.1.3 Perkembangan Film Film pertama kali diperkenalan dan dipertunjukkan kepada public secara luas oleh lumiere bersaudara (Louis dan Auguste) di Grand café di Boulevard de Capucines No. 14 Paris, Prancis tahun 1895. Selanjutnya, tahun itu dinyatkan sebagai awal mula lahirnya film di dunia. Kegemparan bukan hanya dirasakan penontonnya pada zaman itu, namun juga sebagian orang yang menganggap bahwa film seharusnya sudah harus dianggap muncul jauh sebelum pertunjukkan dari Lumiere bersaudara. Thomas Alva Edison mungkin akan menjadi orang ang paling berang diantaranya. Sebagai seorang penemu jempolan, antara lain menemukan kinetoskop (sebuah kotak berlubang untuk mengintip pertunjukkan), sebenarnya film sudah lahir seiring dengan kelahiran kinetoskop tersebut. Bahkan, dikabarkan Lumiere bersaudara itu adalah pengagum alat temuan Edison ini. Namun, apa boleh buat. Konsep film sebagai pertunjukkan itu nyatanya dengan 5 Ibid hal 107 dan 108 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 14 kriteria : ditonton secara massal di dalam sebuah gedung pertunjukkan, menggunakan karcis masuk dan suguhan pertunjukkan “gambar hidup”.6 Kriteria inilah yang tidak sepenuhnya dimiliki oleh alat ciptaan Edison. Meskipun dia juga menjual karcis bagi penontonnya, pertunjukannya hanya bisa dinikmati orang per orang melalui kotak berlubang. Jadi, peralatan yang digunakannya untuk mempertunjukkan film belum sempurna karena tidak memiliku mekanisme Intermittet movement (cinematogrhape) Lumieree bersaudara yang telah menggunakan mekanisme ini sehingga kesan “gambar hidup” setidaknya sudah tercapai. Dengan catatan tersebut, film diawali dari kondisi pertunjukkan yang bersifat massal, adanya konsep teknologi film, ekonomi dan hiburan. Hal – hal inilah yang menggerakan perkembangan film sampaai sekarang, yang umumnya berupa pengelolaan secara industrial semacam industry film di Hollywood. Bicara tentang industry film, prinsip kerjanya adalah produksi-distribusi- eksibisi/peredaran. Prinsip kerja industry itu dimulai dari imigran – imigran yang bekerja sebagai buruh kasar di Amerika Serikat yang di zaman itu jenuh dengan rutinitas kerja mereka sehari – hari. Untuk menyiasati kejenuhan itu, para imigran tersebut membeli film – film dari luar Amerika untuk kemudian diputar di bioskop – bioskop kecil di Amerika yang dikenal dengan sebutan Nickelodeon (pengertian nickel berkaitan dengan penonton yang harus membayar lima send an odeon kata lain yang berarti gedung kecil pertunjukkan). Itulah mengapa rintisan 6 Ibid Hal 107 – 108 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 15 para imigran tersebut di kemudian hari menjadikan amerika (baca ; Hollywood ) sebagai salah satu pusat megabisnis film di dunia. Evolusi film ternyata bukan semata bisnis pertunjukkan belaka. Jika Hollywood telah berhasil dengan industry pertunjukkan filmnya, ini hanyalah satu cabang dari evolusi itu. Kalau karya – karya awal film Lumiere bersaudara lebih bersifat dokumentasi, orientasi membuat film ini pun kemudian berkembang luas ke tingkat bisnis pertunjukkan. Charles Pathe dan George Melies termasuk orang yang memanfaatkan potensi karya – karya dari Lumiere bersaudara. Dengan strategi pemasarannya, Pathe telah membuat kecenderungan film sebagai potensi dagang yang besar. Sementara Melies dengan latar belakan teater telah membuat dasar untuk membuat struktur film yang bercerita. Dari kecenderungan – kecenderungan pemikiran ini dikemudian hari film sering dipertentangkan, antara sebagai film hiburan semata atau film sebagai media ekspresi artistic. Di satu kutub berpendapat, dinyatakan bahwa film itu tidak lebih daru proyeksi sebuah gambaran realita untuk menghibur penonton dan dibuat dengan pertimbangan - pertimbangan komersial. Konsep hiburan dalam film itu memang telah lahir ketika Thomas Alva Edison mempertontonkan The Sneeze (sekitar tahun 1893), salah satu judul karyanya yang dipertontonkan kepada public melalui kinetoskopnya tentang seorang yang selalu bersin – bersin. Kutub berpendapat lainnya menyatakan bahwa film sebuah bentuk seni. Mereka beragumen bahwa unsur – unsur media seni (drama, metaforsa dan lambing – lambing yang terdapat dalam puisi, irama dan harmoni dalam music, gerak ritmis dalam tari, garis, komposisi, bentuk, volume dan massa dalam seni http://digilib.mercubuana.ac.id/ 16 lukis dan seni pahat) telah terangkum dengan baik dalam film. Bahkan film sebenarnya telah melangkahi keterbatasan rasa yang dimiliki media – media seni itu karena emmusatkan secara bersamaan indra pendengaran dan penglihatan. Dewasa ini wacana yang terus dominan adalah bahwa konsep artistic itu bisa dikawinkan dengan konsep film hiburan. Ajang pertemuan kedua konsep film ini terjadi terutama di festival – festival film. Yang paling popular adalah festival film Academy Award yang memberikan hadiah piala Oscar. Cotohnya film – film pemenang Oscar semacam Platoon, The Godfather I dan II, Forest Gump, Lord Of The Ring, yang telah berhasil memadukan konsep film sebi dab hiburan. Dengan kata lain, sebuah festival film bukan hanya sebagai ajang kompetisi film artistic tapi juga pasar film internasional, tempat para pembuat film dan actor/aktris bisa bertemu dan sekaligus mempromosikan film – filmnya. Dengan semakin berkembangnya teknologi perfilman, semakin luas pula jangkauan pesan yang bisa tersampaikan, melihat keluasan dunia hanya dengan menjentikan jari saja. Film ternyata telah melintas ruang dan tersebar dari pusat peradaban film yang pertama kali. Kelahiran film di belahan bumi lainnya bisa lahir dari kebutuhan yang beragam : hiburan, dagang, artistic, eksperimentasi atau bahkan hanya sebagai dokumentasi belaka. Apa pun alasannya dan dimana pun tempatnya, film telah merambah bahkan telah sampai pada wilayah titik – titik peta dunia yang tak terduga, termasuk di Indonesia (Hindia Belanda) waktu itu. Tanggal 5 desember 1990 menjadi tanggal yang “bersejarah” bagi sebagian penduduk Batavia (sekarang Jakarta), karena pertama kalinya masyarakat di http://digilib.mercubuana.ac.id/ 17 Betawi, tanah Abang Kebonjae menikmati sensasi film ( Gambar Idoep ) sebagaimana disebut pada masa itu. 7 2.1.4 Film Sebagai Media Massa Film adalah industry yang tidak ada habisnya. Sebagai media massa, film digunakan sebagai media yang merefleksikan realitas, atau bahkan membentuk realitas. Cerita yang ditayangkan lewat film dapat berbentuk fiksi atau non fiksi. Lewat film, informasi dapat di konsumsi dengan lebih mendalam karena film adalah media audio visual. Media ini banyak digemari banyak orang karena dapat dijadikan sebagai hiburan dan penyalur hobi. Sebab film itu berupa jarum yang disuntikan dibawah kulit, atau yang dikenal dengan sebutan teori model jarum hipordemik. ( hypodemic needle theory ) dan film itu berupa peluru yang ditembakkan langsung kepada para penonton, stimuli – stimuli yang diarahkan kepada penonton langsung mengena ke sasaran tanpa adanya perlawanan dari penonton. 8 Film pun menjadi media yang sangat unik karena dengan karakter yang audio – visual film mampu memberikan pengalaman dan perasaan yang special kepada para penonton / khalayak. Para penonton dapat merasakan ilusi dimensi parasosial yang lebih ketika menyaksikan gambar – gambar bergerak, berwarna, dan bersuara. Dengan karakter audio – visual ini juga film dapat menjadi media yang mampu menembus 7 Ibid hal 107,108,109 Onong U. Effendi, Ilmu Teori, dan Filsafah Komunikasi. Remaja rosdaka Karya, Bandyng, 2003. Hal – 24 8 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 18 batas – batas kultural dan sosial. Film memiliki kekurangan dan kelebihan tersendiri dari media massa lain, yaitu: 1. Kekurangan dari Film a. Multitafsir: Diperlukan analisa tersendiri untuk memahami unsur – unsur semiotic yang ditampilkan dalam film. Kemampuan film menembus batas – batas kultural di sisi lain justru membuat film – film yang membawa unsur tradisional susah untuk ditafsirkan bahkan salah tafsir oleh penonton yang berasal dari kelompok budaya lain b. Universalitas: turut membentuk apa yang disebut common culture yang dapat mengikis lokalitas masyarakat tertentu. Film juga sangat memberikan efek pada orang yang menontonnya terutama anak – anak, sehingga untuk jenis film – film tertentu seperti horror, kekrasan, dan pornografi akan memberikan pengaruh negative bagi khalayak. Dari segi industry, industrialisasi dan komersiliasi film telah menjadikannya sebagai media yang dikomodofikasi. Sehingga saat ini banyak film – film yang hanya mngejar pangsa pasar dan profit semata, kualitas pun tidak dipedulikan. Ideology yang diusung film pun tidak jelas. 2. Kelebihan dari Film film lebih kuat dalam menyampaikan pesan kepada khalayak yang multikultur dan lintass kelas sosial. Perasaan dan pengalaman yang hadir saat menonton film pun menjadikan film sebagai media yang special karena http://digilib.mercubuana.ac.id/ 19 dapat membuat khalayak terbawa ke dalam film bersama dimensi parasosial yang dihadirkan. Bagi para pembuat film, film merupakan media yang sangat represenattif atas ide – ide kreatif mereka. Dan keakraban film terhadap khalayak menjadikan ide – ide dan pesan para pembuat film lebih mudah diterima khalayak. 2.1.5 Karakteristik Film Film merupakan salah satu media massa yang kehadirannya juga tidak dapat disepelekan film tidak hanya hadir sebagai hiburan semata, lebih dari itu. Saat seseorang menonton film, umumnya ia akan digiring kepada imajinas sang sutradara, disinilah film akan merasuk kejiwa si penonton, karena seperti yang dijelaskan James Monaco dibawah ini, factor – factor yang dapat menunjukan karakteristik film. 9 1. Layar yang luas atau lebar Film dan televise sama – sama menggunakan layar, namun kelebihan media film adalah layarnya yang berukuran luas. Layar film yang luas memberikan keleluasaan penontonnya untuk melihat adegan – adegan yang disajikan dalam film. Seiring dengan adanya kemajuan teknologi, layar film saat ini menjadi tiga dimensi (3D) sehingga khalayak seolah – olah meliha kejadian nyata dan tidak berjarak. 2. Pengambilan Gambar 9 James Monaco, Cara Menghayati Sebuah Film, Yayasan Citra, Jakarta, 1997. Hal - 145 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 20 Sebagai konsekuensi layar lebar, maka pengambilan gambar atau shot dalam film dengan menggunakan extreme long shoot atau pamoramic shoot, yaitu pengambilan gambar menyeluru Shoot tersebut dipakai untuk memberi kesan artistic dan suasana yang sesungguhnya sehingga film menjadi menarik. 3. Konsentrasi Penuh Saat menonton film dibisokop, kita akan terbebas dari gangguan apapun karena semua mata khalayak hanya tertuju pada layar. Dalam keadaan demikian maka emosi khalayak akan terbawa suasana sehingga khalayak dapat berkonsentrasi penuh untuk menyaksikan setiap adegan yang disampaikan dalam film tersebut. 2.1.6 Fungsi Film Seperti televise siaran, tujuan khalayak menonton film terutama adalah ingin memperoleh hiburan. Akan tetapi dalam film dapat terkandung fungsi informative maupun edukatif, bahkan persuasive. Hal ini pun sejalan dengan misi perfilman nasional sejak tahun 1979, bahwa selain sebagai media hiburan, film dapat digunakan sebagai media edukasi untuk pembinaan generasi muda dalam rangka nation and character building. Fungsi edukasi dapat tercapai apabila film http://digilib.mercubuana.ac.id/ 21 nasional memproduksi film – film sejarah yang objektif, atau film documenter dan film yang diangkat dari kehidupan sehari – hari secara berimbang. 10 2.2 Jenis - Jenis Film 1. Drama Tema ini mengangkat aspek – aspek human interest sehingga sasarannya adalah perasaan penonton untuk meresapi kejadian yang menimpa tokohnya. Tema ini dikaitkan dengan latar belakang kejadiannya, seperti jika kejadian yang ada disekitar keluarga maka disebut drama keluarga 2. Action jenis ini bisa dikatakan film yang berisi tentang pertarungan fisik antar tokoh baik dan tokoh jahat. 3. Komedi Film komedi tidak harus dilakukan atau dimainkan oleh pelawak, tetapi juga bisa dimainkan oleh pemain film biasa dan selalu membuat orang tertawa. 4. Horror Film yang menekankan suasana yang menakutkan dan menyeramkan yang dapat membuat bulu kuduk penontonnya merinding. 5. Drama Action 10 Elvinaro Ardianto “Komunikasi Massa Suatu Pengantar” Simbiosa Rekatama Media, Bandung 2007, Hal - 145 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 22 Film yang menyuguhkan suasana drama dengan adegan – adegan pertengkaran fisik. Biasanya film dimulai dengan suasana drama setelah itu suasana tegang berupa pertengkaran – pertengkaran. 6. Tragedi Jenis ini menekankan pada nasib manusia, sebuah film dengan akhir cerita tokoh utama. 7. Musikal Jenis film ini yang isinya disertai dengan lagu – lagu maupun drama melodis, sehingga penyutradaraan, acting, penyuntingan, termasuk dialog, dikospensasi dengan kehadiran lagu – lagu dan irama melodis. 11 8. Komedi Horror Film ini menampilkan film horror yang berkembang kemudian diplesetkan menjadi komedi. Unsur ketegangan yang bersifat menakutkan menjadi lunak karena unsur tersebut dikemas dengan adegan komedi. 12 2.3 Film Sebagai Representasi Realitas Sosial Film adalah potret dari masyarakat dimana film itu dibuat, film selalu merekam realitas yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat, dan memproyeksikannnya ke dalam layar.13 11 Askurifa Baksin, Membuat Film Indie itu Gampang, Bandung: Kata Is.2003. hal 93 Suhandang, Kustadi, Pengantar Jurnalistik, Yayasan Nuansa Cendiki, Jakarta, 2004, hal 188 13 Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu PEngantar Untuk Analisis Wacana,Analisis Semiotika Dan Analisis Framing. Bandung : Remaja Rosdakarya. 2001. Hal 127 12 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 23 Film adalah dokumen kehidupan sosial sebuah komunitas. Film mewakili realitas kelompok masyarakat pendukungnya itu. baik realitas dalam bentuk imajinasi maupun realitas dalam arti sebenarnya. Film menunjukkan pada kita jejak – jejak yang ditinggalkan pada masa lampau, cara menghadapi masa kini dan keinginan manusia terhadap masa yang akan datang. Sehingga dalam perkembangannya film bukan lagi sekedar usaha menampilkan “citra bergerak” (moving image) namun juga telah diikuti oleh muatan – muatan kepentingan tertentu seperti politik, kapitalisme, hak asasi manusia atau gaya hidup. Film juga sudah dianggap bisa mewakili citra atau identitas komunitas tertentu. Bahkan bisa membentuk komunitas sendiri, karena sifatnya yang universal. Meskipun demikian, film juga bukan tidak menimbulkan dampak negative. 2.4 Representasi Istilah representasi merupakan penggambaran ( perwakilan) kelompok dan institusi sosial. Penggambaran itu tidak hanya berkenan dengan tampilan fisik dan deskripsi, melainkan juga terkait dengan makna dibalik tampilan fisik. Tampilan fisik representasi adalah sebuah jubbah yang menyembunyikan bentuk makna sesungguhnya yang ada dibaliknya. 14 Pierce sendiri menempatkan representasi sebagai suatu bentuk hubungan elemen – elemen makna, jadi representasi menurut pisau bedah yang 14 Graeme Burton, Membincangkan Televisi, Jalasutra, Yogyakarta dan Bandung. 2007. Hal 41 - 42 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 24 dikemukakan pierce mengacu bagaimana sesuatu ditandakan dan membentuk interpretant seperti apa lalu bagaimana sesuatu ditandakan dan membentuk interpreting seperti apa lalu bagaimana segitiga makna itu beruntai menjadi semiosis tersendiri. 15 Bisa dikatakan bahwa representasi mengharuskan kita berurusan dengan persoalan bentuk. Cara penggunaan medialah yang menyebabkan khalayak membangun makna, yang merupakan esensi dari representasi. Sampai pada tingkatan ini. Representasi juga berkaitan dengan produksi simbolik yaitu pembuatan tanda – tanda dalam kode – kode dimana kita mencipyaka makna – makna. Dengan mempelajari representasi, kita mempelajari pembuatan konstruksi makna. Karenanya, representasi juga berkaitan dengan penghadiran kembali ( re – presentasi ), bukan gagasan asli atau objek fisika asli, melainkan sebuah representas atau sebuah versi yang dibangung darinya. Representasi dalam teks media boleh dikatakan berfungsi secara ideology sepanjang representasi itu membantu memproduksi hubungan sosial yang berkenaan dengan dominasi dan eksploitasi. 16 2.5 Mistisme Bagi sebagian masyarakat yang mengklaim diri sebagai masyarakat peradaban modern, westernism bahkan sebagian yang mengesankan perilaku 15 Marcel Danesi. Pesan Tanda, dan Makna : Buku Teks Dasar Mengenai Semiotika dan Teori Komunikasi, Terjemahan oleh Evi Setyarini dan Lusi Lian Piantari. Jalasutra. Yogyakarta : 2010. Hal 3-4 16 Graeme Burton, Membincangkan Televisi, Jalasutra, Yogyakarta dan Bandung. 2007. Hal - 285 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 25 agamis yakni hanya bermain – main sebatas pada symbol – symbol agama saja tanpa mengerti hakekatnya, dan kesadaraannya masih sangat terkotak oleh dogma agama – agama tertentu (kesadaran “kulit) manakala mendengar istilah mistik, akan timbul konotasi negative. Walau bermakna sama, namun perbedaan bahasa dan istilah yang digunakan, terkadang membuat orang dengan mudah terjerumus ke dalam pola piker yang sempit dan hipokrit. Itulah piciknya manusia yang tanpa sadar masih dipelihara hingga akhir hayat. Selama puluhan tahun, kata – kata mistik mengalami intimidasi dari berbagai kalangan terutama kaum modernism, westernisme dan agamisme. Mistisme adalah atau mistik asal kata dari bahasa Yunani (mystikos) yang berarti (inisiasi) adalah persekutuan mengejar mencapai atau identitas, atau kesadaran, realitas, yang illahiyah, kebenaran rohani, atau pengalaman ketuhanan, intuisi, atau wawasan dan keyakinan bahwa pengalaman tersebut merupakan sumber penting pengetahuan, pemahaman, dan kebijaksanaan. Tradisi bisa disebut juga mistik karena termasuk kepercayaan tentang keberadaan tugas empiris di luar pemahaman yang sebenarnya, atau keyakinan bahwa pemahaman manusia di dunia melampaui penalaran secara logis atau pemahaman intelektual. Dalam banyak kasus mistik salah satunya seperti meditasi adalah sebuah jangkauan keadaan untuk keberadaan ketuhanan dalam diri. Tujuan dari praktek mistik adalah untuk mencapai pengalaman, untuk mengatasi keadaan yang terbatas dan mengidentifikasi kembali dengan segala yang ada. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 26 Istilah Mistisme atau mistik sering digunakan untuk merujuk kepercayaan yang murni atau praktik aspek metafisis dan dimensi internal agama, sebagai contoh, kabbalah adalah gerakan mistik yang dalam yudaisme, dan tasawuf adalah gerakan mistik yang signifikan dalam islam. Mistisme merupakan salah satu sisi dan pokok bahasan dalam psikologi agama. Mistisme dijumpai dalam semua agama, baik agama teistik (islam, Kristen, dan yahudi) maupun nonteistik (misalnya penganut agama budha). 17 2.5.1 Karakteristik Mistisme William james, seorang ahli jiwa amerika, mengatakan bahwa kondisi – kondisi mistisme selalu ditandai oleh empat karakteristik sebagai berikut:18 1. Ia merupakan suatu kondisi pemahaman (noetic), sebab bagi para pelakunya ia merupakan kondisi pengetahuan. Dalam kondisi tersebut tersingkap hakikat realitas yang baginya merupakan ilham dan bukan pengetahuan demostratif 2. Ia merupakan suatu kondisi yang mustahil dapat dideskripsikan atau dijabarkan, kondisi tersebut merupakan perasaan (state of thinking) yang sulit dilakukan pada orang lain dengan detail kata seteliti apapun. 3. Ia merupakan suatu kondisi yang cepat sirna (transiency). Dengan kata lain, ia tidak langsung tinggal lama pada sang sufi atau mistikus, tapi ia menimbulkan kesan – kesan yang sangat kuat dalam ingatan. 17 Bambang Syamsul Arifin, “psikologi Agama”, (bandung Pustaka Setia, 2008) cet I, hal. 207 William James, The Varieties of Religious Experience (New York: The Modern Library. 1932), hal 371 - 372 18 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 27 4. Ia merupakan kondisi pasif (passifity). Dengan kata lain, seseorang tidak mungkin menumbuhkan kondisi tersebut dengan kehendak sendiri. Sebab, dalam pengalaman mistisnya, justru dia tampak seolah – olah tunduk di bawah suatu kekuatan supernatural yang begitu menguasainya. manusia dan masyarakat hidup dalam dua lingkungan, yaitu lingkungan alam dan masyarakat. Lingkungan alam meliputi benda organis yang hidup disekitar manusia dan lingkungan masyarakat, adalah masa manusia yang berada di sekitarnya. Dalam kedua macam lingkungan ini manusia mempertahankan dan mengembangkan hidupnya. Bagi manusia yang kurang pengalaman dan pengetahuan terpaksa menyerah dalam menghadaapi keadaan lingkungan ini dan terpaksa menyesuaikan diri dengan kehendak keadaan. Maka timbul dari keinginan mereka untuk mencari jalan agar pengaruh alam itu tidak merugikan dan membinasakan mereka. Berdasarkan keadaan sosial budaya yang mereka miliki dicarilah usaha untuk menguasai alam dengan kekuatan gaib sejalan dengan kekuatan alam yang bagi mereka merupakan kekuatan gaib. Diciptakannya mantra – mantra yang dianggap sakti untuk menguasai, menangkal atau membinasakan kekuatan gaib perkembangan itu melibatkan masyarakat umum dan individu yang bersifat umum berkembang menjadi kultus dan individualis berkembang menjadi perdukunan. 19 19 Jalalludin, Psikologi agama, Jakarta: Rajawali Pers, 2010 hal 135 - 236 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 28 2.5.2 Macam – macam Tayangan Mistik dan Tahayul Sehubungan dengan penjelasan di atas, komsep tanyangan – tayangan (film) mistik itu terutama di televise, dapat dikategorikan dalam beberapa bentuk, seperti: 20 1. Mistik – semi sains, yaitu film – film mistik yang berhubungan dengan fiksi yang berhubungan dengan fiksi ilmiah. Tayangan ii bertutur tentang berbagai macam bentuk misteri yang ada hubungan dengan ilmiah, walaupun sebenarnyakadang tidak rasional namun secara ilmiah mengandung kemungkinan kebenaran. Contoh tayangan – tayangan macam ini adalah beberapa film discovery yang ditayang ulang oleh stasiun – stasiun TV kita, Manimal, Manusia harimau, tayangan pertunjukkan Deddy Corbuzier, pertunjukkan David Copperfield. 2. Mistik – Fiksi, yaitu film mistik hiburan yang tidak masuk akal, bersifat fiksi, atau hanya sebuah fiksi yang difilmkan untuk menciptakan dan menyajikan misteri, suasana mencekam, kengerian, kepada pemirsa. Contohnya adalah beberapa film kartun (semacam Scooby doo, Popeye, dan sebagainya), Batman, Alien, Robocop, Harry Potter, Misteri Gunung Merapi, Anglingdharma, Nini Pelet, Saras, Srikandi, dan sebagainya 20 Burhan Bungin, Sosiologi komunikasi. Surabaya. PT Pernada Media Group, 2007 hal 330 - 331 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 29 3. Mistik – Horror, yaitu film mistik yang lebih banyak mengeksploitasi duna lain, seperti hubungannya dengan jun, setan, santetm kekuatan – kekuatan supranatural seseorang, kematian tidak wajar, balas, penyiksaan, dan sebagainya. Tujuan dari tayangan – tayangan film ini untuk menciptakan suasana mencekam dan horror bagi pemirsa film televise. Seperti Kismis, Misteri Kisah Nyata, Jadi Pocong, Saksi Misteri, Dunia Lain,dan lainnya. Lebih jauh, bahwa tayangan mistik dan tahayul apa pun yang disiarkan di media massa, semua adalah konstruksi sosial media massa yang tujuannya adalah untuk menciptakan keseraman dan kengerian massa. 2.6 Semiotika 2.6.1 Pengertian Semiotika Secara epotmologis, semiotic berasal dari bahasa yunanu yaitu semeion yang berarti tanda. Tanda itu sendiri didefinisikan sebagai suatu yang atas dasar konvensi sosial yang terbangun sebelumnta dapat dianggap mewakili sesuatu yang lain. Sedangkan terminologis, semiotika dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari sederetan luas obyek – obyek, peristiwa – peristiwa seluruh kebudayaan sebagai tanda.21 semiotika adalah ilmu tentang tanda – tanda. Studi tentang tanda dan segala yang berhubungan dengannya, cara berfungsinya, hubungan dengan tanda 21 Seti, Indiawan, Semiotika Komunikasi. Mitra Wacana Media. Hal 5 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 30 – tanda lain, pengirimannya dan penerimaannya oleh mereka yang menggunakannya. 22 tokoh semiotika yang terkenal ada dua tokoh yakni, Ferdinande Saussure (1857 – 1913) dan Charles Sanders Pierce (1834 – 1914). Kedua tokoh tersebut mengembangkan ilmu semiotika secara terpisah dan tidak mengenal satu dengan yang lain. Saussure di Eropa dan Pierce di Amerika Serikat. Latar belakang keilmuan Saussure adalah linguistic, sedangkan Pierce adalah filsafat. Saussure menyebut ilmu yang dikembangkannya semiology, sedangkan Pierce menyebutnya semiotika.23 Menurut Ferdinand de Saussure, mendefinisikan semiotika merupakan tanda sebagai kesatuan dari dua bidang yang tak terpisahkan . artinya, sebuah tanda mempunyai dua aspek yang ditangkap oleh indra kita (signifier), bidang penanda atau bentuk dan aspek lainnya (signified) bidang petanda atau konsep atau makna. 24 Sedangkan menurut Pierce, kata ‘semiotika’, kata yang sudah digunakan sejak abad kedelapan belas oleh ahli filsafat jerman Lambert, merupakan sinonim kata logika. Logika harus mempelajari bagaimana orang bernalar. Penalaran, menurut hipotesis Pierce yang mendasar dilakukan melalui tanda – tanda. Tanda – tanda memungkinkan manusia berfikir, berhubungan dengan orang lain dan memberi makna pada apa yang ditampilkan oleh alam semesta. Semiotika bagi pierce adalah suatu tindakan (action), pengaruh (influence) atau 22 Rachmat Kriyantoso. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta. Kencana Pradana Media Group. 2006. Hal 265 23 Sumbo Tinarko. Semiotika Komunikasi Visual. Jalasutra. 2008. Hal 11 24 Ibid. Hal 13 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 31 kerja sama tiga subjek yaitu tanda (sign), objek (object), dan interpretan (interpretant). 2.6.2 Teori Semiotika Charles Sanders Pierce Charles Sanders Pierce merupakan salah satu tokoh yang berperan penting dalam perkembangan semiotika, karena Pierce menurut pandangan Roy J. Howard sudah sangat erjasa karena telah mengidentifikasi, dari logika ilmu kedalam kepentingan intelektual, yaitu tindakan komunikatif dan telah menunjukkan bagaimana ia menggarisbawahi kepentingan teknis ilmu. Pierce terkenal karena teori tandanya. Didalam lingkup semiotika, Pierce sebagaimana yang sudah dipaparkan Lechte seringkali mengulang – ulang bahwa secara umum tanda adalah yang mewakili sesuatu bagi seseorang. Konsekuensi suatu tanda (sign atau representamen) selalu terdapat dalam hubungan triadic, yakni ground, object dan interpretant. Sesuatu yang digunakan agar tanda dapat berfungsi, oleh Pierce disebut Ground. Tanda yang dikaitkan dengan Ground dibagi menjadi 3 yaitu: 25 1. Qualisign Qualisign adalah kualitas yang ada pada tanda. Contohnya seperti kata – kata kasar, keras, lemah, lembut, merdu. 2. Sinsign Sinsign adalah eksistensi actual benda atau peristiwa yang ada pada tanda. Contohnya seperti kata kabur atau keruh yang ada pada 25 Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, Pt Remaja Rosdakarya, Bandung, 2009, Hal 41 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 32 urutan kata air sungai keruh yang menandakan bahwa ada hujan di hulu sungai. 3. Legisign Legisign adalah norma yang dikandung oleh tanda. Contohnya seperti rambu – rambu lalu yang menandakan hal – hal yang boleh atau tidak boleh dilakukan manusia. Berdasarkan objeknya, Pierce membagi tanda atas: 26 1. Icon (ikon) Ikon adalah tanda yang hubungan antara penanda dan penandanya bersifat bersamaan bentuk alamiah. Atau dengan kata lain, ikon adalah hubungan antara tanda dan objek atau acuan yang bersifat kemiripan, misalnya potret dan peta. 2. Index (indeks) Indeks adalah tanda yang menunjukkan adanya hubungan alamiah, antara tanda dan petanda yang bersifat kausal atau hubungan sebab akibat, atau tanda yang langsung mengacu pada kenyataan. Contoh yang paling jelas ialah asap yang menjadi tanda adanya api. 3. Symbol (Simbol) Symbol adalah tanda yang menunjukkan hubungan alamiah antara penanda dengan petandanya. Hubungan diantaranya bersifat arbitrer atau semena, hubungan antara konfensi (perjanjian) masyarakat. 26 Ibid Hal 41 – 42 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 33 Berdasarkan Interpretant , Pierce membagi tanda menjadi: 27 1. Rheme Rheme adalah tanda yang memungkinkan orang menafsirkan berdasarkan pilihan. Sebagai contoh, orang yag merah matanya dapat saja menandakan bahwa orang itu baru menangis atau menderita penyakit mata, atau mata dimasuki insekta, atau baru bangun, atau ingin tidur. 2. Dicent Sign (Dicisign) Dicent Sign adalah tanda sesuai kenyataan. Misalnya jika pada suatu jalan sering terjadi kecelakaan, maka ditepi jalan di pasang rambu lalulintas yang menyatakan bahwa di situ sering terjadi kecelakaan. 3. Argument Argument adalah tanda yang langsung memberikan alasan tentang sesuatu. Pierce juga mengemukakan teori segitiga makna atau Triangle Meaning yang merupakan sebuah teori yang mengupas tentang bagaimana makna muncul dari sebuah tanda ketika tanda tersebut digunakan dalam berkomunikasi. Menurut Pierce, semiotika itu terdiri dari tiga elemen utama yang disebut teori segitiga makna atau Triangle of Meaning, yaitu: 28 1. Tanda adalah sesuatu yang berbentuk fisik yang dapat ditangkap oleh panca indera manusia dan merupakan sesuatu yang merujuk 27 Ibid hal 42 Rahmat Kriyanto. Teknik Praktis Riset Komunukasi. Kencana Prenada Media Group. Jakarta. 2007 hal 263 28 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 34 (merepresentasikan) hal lain di luar tanda itu sendiri. Tanda menurut Pierce terdiri dari symbol (tanda yang muncul dari kesepakatan), ikon (tanda yang muncul dari perwakilan fisik) dan indeks (tanda yang muncul dari hubungan sebab-akibat). 2. Sedangkan acuan tanda ini disebut objek. Objek atau acuan tanda adalah konteks sosial yang menjadi referensi dari tanda atau sesuatu yang dirujuk tanda. 3. Interpretant atau pengguna tanda adalah konsep pemikiran dari orang yang menggunakan tanda dan menurunkannya ke suatu makna tertentu atau makna yang ada dalam benak seseorang tentang objek yang dirujuk sebuah tanda. Hal yang terpenting dalam proses semiosis adalah bagaimana makna muncul dari sebuah tanda ketika tanda itu digunakan orang saat berkomunikasi. Gambar 1.1 Sign Object http://digilib.mercubuana.ac.id/ Interpetant 35 Semiotika Charles Sanders Pierce dipilih untuk meneliti film The Conjuring ini sebab peneliti menganggap bahwa semiotika Charles Sanders Pierce ini cocok digunakan dalam meneliti film The Conjuring sebab semiotika Charles Sanders Pierce dengan segitiga maknanya sangatlah tepat jika digunakan dalan film ini dimana sign yaitu gambar atau adegan yang melukiskan unsur mistisme ditandakan dengan munculnya penampakan makhluk – makhluk astral dalam film ini. http://digilib.mercubuana.ac.id/