BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengertian Pendidikan Pendidikan adalah segala pengalaman belajar yang berlangsung dalam segala lingkungan dan sepanjang hidup serta pendidikan dapat diartikan sebagai pengajaran yang diselenggarakan di sekolah sebagai lembaga pendidikan formal (Mudyahardjo, 2004: 6). Pendidikan berupaya mempersiapan kecakapan-kecakapan tersebut dengan teliti dan sempurna. Kecakapan-kecakapan yang harus dikuasai untuk dapat terjun dalam kehidupan sangat bermacam-macam, tergantung pada tingkatan maupun jenis lingkungannya. Setiap tingkatan dan lingkungan kehidupan menuntut penguasaan pengetahuan, keterampilan, sikap, dan kebiasaan apresiasi tertentu (Tim Pengembangan Ilmu Pendiikan UPI, 2007: 9). Pendidikan dapat pula diartikan sebagai proses kegiatan mengubah perilaku individu menuju kedewasaan dan kematangan. Arti kedewasaan dalam konotasi ini sangat luas tidak terbatas dengan usia kalender, melainkan lebih menekankan pada mental-spiritual, sikap nalar, baik intelektual maupun emosional, sosial, dan spiritual (Purba, 2014: 53). Hakekat pendidikan itu bukan membentuk, bukan menciptakan seperti yang diinginkan, tetapi membantu dan menolong dalam arti luas. Membantu menyadarkan anak tentang potensi yang ada padanya, membantu mengembangkan potensi seoptimal mungkin, memberikan pengetahuan dan keterampilan memberikan latihan-latihan, memotivasi untuk terlibat dalam 7 pengalaman-pengalaman yang berguna, mengusahakan lingkungan yang serasi dan kondusif untuk belajar, mengarahkan jika terjadi penyimpangan, mengolah materi pelajaran sehingga peserta didik berkeinginan untuk menguasainya, mengusahakan alat-alat, meningkatkan intensitas proses pembelajaran. Pendidikan menyediakan alternatif pilihan, begitu peserta didik telah memutuskan suatu alternatif, pendidikan siap membantu, siap merangsang dan menjauhkan dari hal-hal yang dapat mengganggu jalannya proses (Purba, 2014: 55). Pendidikan adalah usaha manusia untuk menumbuhkan dan mengambangkan potensi-potensi pembawaan baik jasmani maupun rohani, sesuai dengan nilai nilai-nilai masyarakat dan kebudayaan (Ihsan, 2011: 2). B. Faktor-Faktor yang Berpengaruh dalam Proses Pendidikan Enam faktor yang dapat membentuk pola interaksi atau saling mempengaruhi dalam proses pendidikan. Namun faktor integratir terutamanya terletak pada pendidik dengan segala kemampuan dan keterbatasannya. Faktor yang pertama adalah faktor tujuan, dalam praktek pendidikan baik di lingkungan keluarga, di sekolah, maupun di masyarakat luas, banyak sekali tujuan pendidikan yang diinginkan oleh pendidik. Harapan dari pendidik semua tujuan pendidikan dapat dicapai oleh peserta didik (Ihsan, 2011: 2). Faktor yang kedua adalah faktor pendidik. Pendidik menurut kodrat yaitu orangtua dan pendidik menurut jabatan ialah guru. Orangtua sebagai pendidik adalah yang pertama dan utama. Guru sebagai pendidik, memiliki 8 tanggungjawab terhadap tiga pihak yaitu orangtua, masyarakat dan negara. Diharapkan guru mampu memberikan pendidikan dan pengajaran sesuai dengan perkembangan peserta didik dan diharapkan pula dari pribadi guru memancar sikap-sikap dan sifat-sifat yang normatif baik sebagai kelanjutan dari sikap dan sifat orangtua pada umumnya, yaitu kasih sayang dan tanggung jawab (Ihsan, 2011: 2). Faktor yang ketiga adalah peserta didik. Peserta didik dipandang sebagai oraganisme yang pasif dalam konteks pendidikan tradisional, hanya menerima informasi dari orang dewasa. Cepatnya perubahan sosial, teknologi dan komunikasi menyebabkan, peserta didik dalam tingkat kelas dan usia yang sama dapat memiliki pengetahuan yang berbeda-beda (Ihsan, 2011: 2). Faktor yang keempat adalah faktor isi/ materi pendidikan. Materi pendidikan adalah segala sesuatu yang diberikan oleh pendidik kepada peserta didik dalam rangka mencapai tujuan pendidikan. Materi harus sesuai dengan tujuan pendidikan dan peserta didik. Faktor yang kelima adalah faktor metode pendidikan. Metode adalah cara yang di dalam fungsinya merupakan alat untuk mencapai tujuan pendidikan. Metode yang digunakan harus disesuaikan dengan tujuan pendidikan dan peserta didik sebagai subjek didik. Faktor yang, keenam adalah situasi lingkungan. Situasi lingkungan sangat mempengaruhi hasil belajar. Lingkungan yang dimaksud disini adalah lingkungan fisis, teknis dan sosial-kultural (Ihsan, 2011: 2). 9 C. Analisis Ragam Pengetahuan: Fakta menurut Merrill, 1993 :287-289 dalam Prawiradilaga, (2008: 83) adalah informasi tentang nama-nama orang, tempat, kejadian, julukan, istilah dan simbol. Fakta juga dapat berupa hubungan antar informasi. Menurut Kemp, dkk. fakta adalah hubungan antara dua objek. Pendapat Anderson dan Krathwohl, 2001 fakta merupakan landasan bagi sesorang untuk menguasai ragam pengetahuan lain. Konsep pada dasarnya konsep memiliki dua sifat, yaitu nyata atau konkret, berwujud serta abstrak. Konsep nyata mengandung aspek keberadaan dan kasatmata. Konsep tidak nyata adalah sebuah gagasan, usul, atau pendapat seseorang terhadap suatu hal, tidak dapat diamati secara langsung (Prawiradilaga, 2008: 84). Kemp dkk, 1994 mengemukakan bahwa konsep adalah kategori atau ragam yang menunjukan kesamaan atau kemiripan atau gagasan, kejadian, objek, atau kebendaan. Merill mengemukakan konsep adalah kelompok objek atau kebendaan, kejadian, symbol, yang memiliki kesamaan atau kemiripan karakteristik serta nama atau julukan (Prawiradilaga, 2008: 85). Sifat pengetahuan dianggap sebagai penjelasan atau uraian tentang jenjang, kedalaman kemampuan, atau kopetensi yang harus dikuasai oleh seorang peserta didik dalam belajarnya. Menurut Prawiradilaga, (2008: 93) tingkatan pengetahuan ada tiga yaitu, pengetahuan prasyarat, pengetahuan inti dan pengetahuan lanjutan. Pengetahuan prasyarat adalah pengetahuan yang menjadi landasan berpikir, pengetahuan yang benar-benar harus 10 dikuasai sebelum pengetahuan inti dipelajari. Pengetahuan inti adalah pengetahuan yang menjadi tumpuan untuk penguasaan suatu konsep dasar tertentu. Pengetahuan lanjutan adalah jenjang pengetahuan yang lebih sulit dan mendalam. Rangkaian dalam kegiatan, pengetahuan lanjutan akan diberikan jika pengetahuan inti sudah dipahami dengan benar. D. Metode Pembelajaran Pengajar, desainer pembelajaran, atau teknolog pendidikan sebagai tenaga ahli dapat memanfaatkan dua paradigma, pembelajaran dan belajar untuk mendesain suatu pembelajaran atau proses belajar. Desain pembelajaran dikembangkan meliputi penekanan pada konsep rancangan lingkungan belajar baik di kelas maupun untuk lokasi lain, termasuk untuk kelas maya dan belajar mandiri. Dukungan bahan ajar dengan format yang sesuai (modul atau paket) tentu saja berperan terhadap proses belajar seseorang (Prawiradilaga, 2008: 8). Saat ini, beberapa metode belajar dianggap inovatif terhadap perkembangan kemampuan kognitif dan kemandirian belajar. Salah satu metode yang digunakan adalah belajar berbasis masalah (problem base learning). Metode ini mendorong pembelajar untuk memecahkan masalah dalam berbagai situasi. Metode belajar berbasis masalah melatih ketajaman pola pikir metakognitif, yakni kemampuan strategis dalam memecahkan masalah. Metode Belajar proyek (Project based learning). Metode Belajar proyek (Project based learning) adalah belajar proyek adalah metode yang 11 melatih kemampuan pembelajar untuk melaksanakan suatu kegiatan di lapangan. Proyek yang dikembangkan dapat berupa pekerjaan atau kegiatan sebenarnya atau berupa simulasi kegiatan. Model Pembelajaran Discovery Learning atau Penemuan diartikan pula sebagai cara belajar memahami konsep, arti, dan hubungan, melalui proses intuitif untuk akhirnya sampai kepada suatu kesimpulan. Discovery terjadi bila individu terlibat, terutama dalam penggunaan proses mentalnya untuk menemukan beberapa konsep dan prinsip. Discovery dilakukan melalui observasi klasifikasi, pengukuran, prediksi, penentuan daninferi. Penentuan metode yang digunakan memerlukan pertimbangan dari segi sifat materi ajar dan fasilitas belajar yang tersedia (Budiningsih, 2005: 43) E. Peserta Didik dan Pendidik Pola pembelajaran hibrida dikembangkan sebagai alternatif pola online learning yang menerapkan belajar mandiri dalam porsi yang banyak. Kesulitan belajar yang dilakukan secara mandiri diatasi dengan kegiatan terstruktur offline. Kegiatan terstruktur ini sekaligus menjadi program penerapan metode-metode pembelajaran konvensional (Prawiradilaga, 2008: 6). Kecanggihan teknologi telekomunikasi memberikan nuansa berbeda dalam proses belajar seseorang. Teknologi telekomunikasi mengubah lokasi belajar dari kelas ke tempat dimanapun peserta didik dapat belajar. Ia bisa mengakses internet untuk mempelajari isi atau topik. Teknologi komunikasi 12 terutama belajar melalui dunia maya (virtual world) dapat diakses dan diterapkan tanpa memandang usia, jarak, lokasi, dan karakteristik peserta didik (Prawiradilaga, 2008: 7-8). Setiap mahluk hidup diciptakan berbeda, demikian halnya dengan manusia. Setiap individu memiliki ciri khas yang berbeda dan menetap, sehingga dalam suatu kelompok individu memiliki porsi ragam pengetahuan yang berbeda karena kepekaan yang dimiliki masing-masing individu berbeda (Prawiradilaga, 2008: 100-101). F. Peran lembaga pendidikan Lembaga pendidikan terdiri atas lembaga pendidikan keluarga dan lembaga pendidikan sekolah. Keluarga adalah lingkungan pertama bagi anak. Di lingkungan keluarga anak mendapatkan pengaruh dasar. Oleh karena itu keluarga disebut sebagai lembaga informal dan kodrati. Lembaga pendidikan sekolah Satuan pendidikan adalah satuan dalam sistem pendidikan nasional yang merupakan wahana belajar baik sekolah-sekolah maupun luar sekolah. Berdasarkan jenisnya dibagi menjadi pendidikan sekolah dan pendidikan luar sekolah. Berdasarkan jenjangnya terbagi atas pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi (Ihsan, 2011: 16-23). Kegiatan pembelajaran adalah kegiatan yang dilaksanakan di sekolah, perguruan tinggi, kursus-kursus, pendidikan dan pelatihan pegawai, pusat pelatihan dan PSDM di organisasi. Kegiatan pembelajaran 13 biasanya berlokasi di dalam ruang kelas, di laboratorium, di ruang terbuka dimana interkasi antara pengajar dan peserta didik terjadi secara langsung. Konsep pendidikan seumur hidup merumuskan asas bahwa pendidikan adalah suatu proses yang terus-menerus (kontinu) dari bayi sampai meninggal dunia (Ihsan, 2011: 40). Pembinaan pendidikan yang dilakukan kepada anak dalam lingkungan keluarga akan membentuk sikap, tingkah laku, cara merasa dan cara mereaksi anak terhadap lingkungannya (Ihsan, 2011: 77). Hadari dalam Ihsan, (2011 : 77) menjelaskan bahwa pendidikan formal adalah usaha pendidikan yang diselenggarakan secara berencana, terarah, dan sistematis melalui lembaga pendidikan yang disebut sekolah. Pendidikan informal adalah usaha pendidikan yang diselenggarakan secara sengaja, tetapi tidak berencana dan tidak sistematis di luar lingkungan keluarga. Pendidikan non formal adalah usaha pendidikan yang diselenggarakan secara sengaja, berencana tetapi tidak sistematis di lingkungan keluarga dan sekolah. G. Pengertian Miskonsepsi Miskonsepsi atau salah konsep (Suparno, 2005: 4) menunjuk pada konsep yang tidak sesuai dengan pengertian ilmiah atau pengertian yang diterima pakar atau ahli dalam bidang itu. Wartono, dkk (2004: 25) mendefinisikan miskonsepsi adalah pemahaman alternative yang tidak benar secara ilmiah. Miskonsepsi adalah ketidaksesuaian konsep yang dimiliki oleh siswa dengan konsep para ahli. 14 Miskonsepsi dalam pembelajaran banyak terjadi mulai dari siswa tingkat Sekolah Dasar (SD) sampai dengan mahasiswa di Perguruan Tinggi (PT). Miskonsepsi akan menghambat proses penerimaan dan asimilasi pengetahuan-pengetahuan baru dalam diri siswa, sehingga akan menghalangi keberhasilan siswa dalam proses belajar. Miskonsepsi yang terjadi dalam pembelajaran biologi masih menjadi masalah utama dan titik fokus penelitian pendidikan beberapa tahun terakhir (Hidayati, 2013:1). Miskonsepsi diakibatkan oleh pengetahuan awal siswa terhadap konsep awal yang keliru atau konsep awal siswa benar, tetapi siswa salah dalam menghubungkan konsep tersebut (Kusumaningrum, 2014: 2-3). Konsep yang terdapat di dalam satu materi saling berhubungan dengan konsep pada materi selanjutnya, sehingga dibutuhkan pemahaman konsep yang benar. H. Faktor Miskonsepsi pada Materi Metabolisme Sel Penelitian sebelumnya mengenai “Identifikasi Miskonsepsi Mahasiswa Biologi Universitas Negeri Makassar pada Konsep Genetika dengan Metode CRI” yang dilakukan oleh Andri Adi Mustika, dkk pada tahun 2014, menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi miskonsepsi antara lain adalah penalaran yang salah terhadap suatu konsep, ketidaklengkapan informasi yang diterima yang berasal dari mahasiswa sendiri, pengalaman dan pengamatan mahasiswa yang keliru, istilah dan konsep yang telah lama, pengalaman belajar di sekolah dan kesalahan pada buku teks. 15 Materi metabolisme sel memiliki karakteristik kerumitan yang hampir sama dengan materi genetika, dimana masih terdapat banyak istilah atau konsep seperti istilah enzim-enzim, nama proses reaksi dan komponenkomponen yang berperan dalam proses metabolisme sel. Materi metabolisme sel memiliki konsep-konsep abstrak yang fenomenanya sulit diamati secara langsung. Kesulitan pengamatan ini, terjadi karena tingkatan organisasi yang diamati adalah tingkat seluler. Berdasarkan hasil observasi dengan metode wawancara tidak terstruktur mahasiswa semester lima Universitas Negeri Yogyakarta yang sedang menempuh mata kuliah Biologi Sel dan Molekuler, ada miskonsepsi pada hasil dari satu kali proses glikolisis. Mahasiswa mengatakan bahwa hasil dari satu kali proses glikolisi adalah 36 ATP dan 38 ATP tanpa ada penjelasan lebih lanjut alasan mengapa terjadi perbedaan hasil. Dosen kembali meluruskan miskonsepsi ini hampir disetiap proses pembelajaran. Sehingga ada indikasi terjadinya miskonsepsi pada tingkat sekolah menengah atas pada materi metabolisme sel. I. Meteri Metabolisme Sel Sel merupakan unit kehidupan yang terkecil, oleh karena itu sel dapat menjalankan aktivitas hidup, diantaranya metabolisme (Poedjiadi, 2012: 90). Metabolisme berasal dari kata metabole yang artinya perubahan. Berubah di sini memiliki dua pengertian. Pertama, berubah menjadi lebih kompleks disebut anabolisme, asimilasi, atau sintesis. Kedua, berubah menjadi lebih sederhana disebut katabolisme atau disimilasi. Metabolisme 16 secara keseluruhan mengelola sumber daya materi dan energi bagi sel. Metabolisme adalah proses-proses kimia yang terjadi di dalam tubuh makhluk hidup/sel. Metabolisme disebut juga reaksi enzimatis, karena metabolisme terjadi selalu menggunakan katalisator enzim (Campbell. 2010: 153) Berdasarkan prosesnya metabolisme dibagi menjadi 2, yaitu: 1. Anabolisme (Asimilasi) Anabolisme/Asimilasi/Sintesis yaitu proses pembentukan molekul yang kompleks dengan menggunakan energi tinggi, energi cahaya atau energi kimia. a. Fotosintesis Fotosintesis merupakan sintesis yang memerlukan cahaya (fotos = cahaya; sintesis = penyusunan atau membuat bahan kimia). Fotosintesis adalah peristiwa pembentukan karbohidrat dari karbondioksida dan air dengan bantuan energi cahaya matahari (Campbell. 2010: 201). Reaksi fotosintesis yang melibatkan berbagai enzim dapat dituliskan sebagai berikut: 6 CO2 + karbondioksida 6H2O air cahaya matahari → C6H12O6 glukosa + 6O2 oksigen Fotosintesis terjadi di dalam kloroplas. Kloroplas merupakan organel plastida yang mengandung pigmen hijau daun (klorofil). Sel yang mengandung kloroplas terdapat pada mesofil daun tanaman yang 17 disebut palisade atau jaringan tiang dan sel-sel jaringan bunga karang yang disebut spons. Kloroplas tersusun atas bagian-bagian sebagai berikut: 1) Stroma ialah struktur kosong di dalam kloroplas, merupakan tempat glukosa terbentuk dari karbondioksida. 2) Tilakoid ialah struktur cakram bertumpuk tumpuk, yang terbentuk dari pelipatan membran dalam kloroplas, dan berfungsi menangkap energi cahaya dan mengubahnya menjadi energi kimia. 3) Grana ialah selubung tangkai penghubung tilakoid. Klorofil merupakan pigmen utama yang terdapat pada tumbuhan yang berfungsi menyerap cahaya radiasi elektromagnetik pada spektrum kasat mata. Klorofil dapat dibedakan menjadi klorofil a dan klorofil b. Klorofil a mampu menyerap cahaya merah dan biru keunguan. Klorofil a sangat berperan dalam reaksi gelap fotosintesis. Klorofil b merupakan klorofil yang mampu menyerap cahaya biru dan merah kejinggaan. Terdapat pigmen selain klorofil di dalam kloroplas seperti karotenoid, antosianin, dan fikobilin (Campbell, 2010: 201-202). Tumbuhan merupakan produsen makanan (karena dapat menghasilkan makanan dengan bantuan cahaya matahari), dan disebut juga organisme autotrof (auto = sendiri; trophic = makanan), yaitu organisme yang dapat membuat makanan sendiri. Proses reaksi fotosintesis dalam tumbuhan tinggi dibagi menjadi dua tahap, yaitu reaksi terang dan reaksi gelap (Campbell, 2010: 203). 18 1) Reaksi terang Tahap pertama, energi matahari ditangkap oleh pigmen penyerap cahaya dan diubah menjadi bentuk energi kimia, ATP, dan senyawa pereduksi NADPH. Proses ini disebut tahap reaksi terang. Atom hidrogen dari molekul H2O dipakai untuk mereduksi NADP+ menjadi NADPH, dan O2 dilepaskan sebagai hasil samping reaksi fotosintesis. Reaksi ini juga dirangkaikan dengan reaksi endergonik, membentuk ATP dari ADP + Pi. Reaksi terang dapat dituliskan dengan persamaan: H2O + NADP+ + ADP + Pi O2 + H+ → NADPH + ATP (Campbell. 2010: 204). Pembentukan ATP dari ADP + Pi, merupakan suatu mekanisme penyimpanan energi matahari yang diserap kemudian diubah menjadi bentuk energi kimia. Proses ini disebut fosforilasi fotosintesis atau fotofosforilasi. Reaksi terang yang terjadi di membran tilakoid, energi cahaya memacu pelepasan elektron dari fotosistem di dalam membran tilakoid. Fotosistem adalah tempat berkumpulnya beratus-ratus molekul pigmen fotosintesis. Aliran elektron melalui sistem transpor menghasilkan ATP dan NADPH. ATP dan NADPH dapat terbentuk melalui jalur non siklik, yaitu elektron mengalir dari molekul air, kemudian melalui fotosistem II dan fotosistem I. Elektron dan ion hidrogen akan membentuk NADPH dan ATP. Oksigen yang dibebaskan berguna untuk respirasi aerob (Campbell, 2010: 208-209) 19 Pusat reaksi pada fotosistem I mengandung klorofil a, disebut sebagai P700, karena dapat menyerap foton terbaik pada panjang gelombang 700 nm. Pusat reaksi pada fotosistem II mengandung klorofil a yang disebut sebagai P680, karena dapat menyerap foton terbaik pada panjang gelombang 680 nm (Campbell. 2010: 209). 2) Reaksi gelap (reaksi tidak tergantung cahaya) Reaksi gelap disebut juga siklus Calvin-Benson. Reaksi ini disebut reaksi gelap, karena tidak tergantung secara langsung dengan cahaya matahari. Reaksi gelap terjadi di stroma. Namun demikian, reaksi ini tidak mutlak terjadi hanya pada kondisi gelap. Reaksi gelap memerlukan ATP, hidrogen, dan elektron dari NADPH, karbon dan oksigen dari karbondioksida, enzim yang mengkatalisis setiap reaksi, dan RuBp (Ribulosa bifosfat) yang merupakan suatu senyawa yang mempunyai 5 atom karbon. Reaksi gelap terjadi melalui beberapa tahapan, yaitu: a) Karbondioksida diikat oleh RuBp (Ribulosa bifosfat yang terdiri atas 5 karbon) menjadi senyawa 6 karbon yang labil. Senyawa 6 karbon ini kemudian memecah menjadi 2 fosfogliserat (PGA). b) Masing-masing PGA menerima gugus pfosfat dari ATP dan menerima hidrogen serta e- dari NADPH. Reaksi ini menghasilkan PGAL (fosfo gliseral dehida). c) Tiap 6 molekul karbon dioksida yang diikat dihasilkan 12 PGAL. 20 d) Dari 12 PGAL, 10 molekul kembali ke tahap awal menjadi RuBp, dan seterusnya RuBp akan mengikat CO2 yang baru. e) Dua PGAL lainnya akan berkondensasi menjadi glukosa 6 fosfat. Molekul ini merupakan prekursor (bahan baku) untuk produk akhir menjadi molekul gula yang merupakan karbohidrat untuk diangkut ke tempat penimbunan tepung pati yang merupakan karbohidrat yang tersimpan sebagai cadangan makanan. Gambar 1. Siklus calvin atau reaksi gelap (Campbell, 2010: 214). b. Kemosintesis Kemosintesis terjadi pada organisme autotrof, tepatnya kemoautotrof, yang mampu menghasilkan senyawa organik yang dibutuhkan dari zat-zat anorganik dengan bantuan energi kimia. Energi kimia di sini adalah energi yang diperoleh dari suatu reaksi kimia yang berasal dari reaksi oksidasi. Kemampuan mengadakan kemosintesis ini, terdapat 21 pada mikroorganisme dan bakteri autotrof. Bakteri Sulfur yang tidak berwarna memperoleh energi dari proses oksidasi senyawa H2S. Berbeda dengan bakteri sulfur yang berwarna kelabu-keunguan yang mampu mengadakan fotosintesis karena memiliki klorofil, dengan reaksi sebagai berikut: CO2 + 2H2S → CH2O + 2S + H2O Bakteri besi memperoleh energi kimia dengan cara oksidasi Fe++ (Ferro) menjadi Ferri. Bakteri Nitrogen dengan melakukan oksidasi senyawa tertentu dapat memperoleh energi untuk mensintesis zat organik yang diperlukan. Bakteri Nitrosomonas dan Nitrococcus memperoleh energi dengan cara mengoksidasi NH3 yang telah membentuk senyawa amonium, yaitu amonium karbonat menjadi asam nitrit, dengan reaksi: (NH4) 2 CO3 + 3O2 → 2 HNO2 + CO2 + 3H2O + Energi (amonium karbonat) (asam nitrit) Bakteri Nitrogen yang lain, Nitrobacter, mengubah nitrit menjadi nitrat dengan reaksi sebagai berikut: Ca (NO2)2 + O2 → Ca (NO3)2 + Energi (nitrit) (nitrat) 2. Katabolisme (Dissimilasi) Katabolisme adalah reaksi penguraian senyawa kompleks menjadi senyawa yang lebih sederhana dengan bantuan enzim. Penguraian senyawa ini menghasilkan atau melepaskan energi berupa ATP yang biasa digunakan organisme untuk beraktivitas. Katabolisme mempunyai dua fungsi, yaitu menyediakan bahan baku untuk sintesis 22 molekul lain, dan menyediakan energi kimia yang dibutuhkan untuk melakukan aktivitas sel. Reaksi yang umum terjadi adalah reaksi oksidasi. Energi yang dilepaskan oleh reaksi katabolisme disimpan dalam bentuk fosfat, terutama dalam bentuk ATP (Adenosin trifosfat) dan berenergi elektron tinggi NADH + H+ (Nikotilamid adenine dinukleotida H2) serta FADH2 (Flavin adenin dinukleotida H2). Contoh katabolisme adalah respirasi. Berdasarkan kebutuhan akan oksigen, katabolisme dibagi menjadi dua, yaitu respirasi aerob dan anaerob. Respirasi aerob adalah respirasi yang membutuhkan oksigen untuk menghasilkan energi. Respirasi anaerob adalah respirasi yang tidak membutuhkan oksigen untuk menghasilkan energi. 1. Respirasi Aerob Sebagian besar hewan dan tumbuhan melakukan respirasi aerob. Respirasi aerob adalah peristiwa pembakaran zat makanan menggunakan oksigen dari pernapasan untuk menghasilkan energi dalam bentuk ATP. Adenosin trifosfat digunakan untuk memenuhi proses hidup yang selalu memerlukan energi. Respirasi aerob disebut juga pernapasan, dan terjadi di paru-paru, sedangkan pada tingkat sel respirasi terjadi pada organel mitokondria. Secara sederhana, reaksi respirasi adalah sebagai berikut: C6H12O6 + 6O2 → 6H2O + 6CO2 + Glukosa oksigen air karbondioksida 23 (ATP + panas) energi Bahan makanan seperti senyawa karbohidrat, lemak atau protein dioksidasi sempurna menjadi karbondioksida dan air pada proses respirasi. Reaksi di atas menunjukkan, substrat yang dioksidasi sempurna adalah glukosa. Oksigen diperlukan sebagai akseptor elektron terakhir pada rantai transpor elektron di mitokondria. Karbondioksida (CO2) dibebaskan keluar sel sebagai sampah. Karbondioksida dilarutkan dalam darah, kemudian dibuang melalui pernapasan dari paru-paru. Molekul air juga merupakan sampah dari respirasi dan dibuang lewat plasma darah ke paru-paru, kemudian dikeluarkan melalui hembusan napas (Campbell. 2010: 176). Respirasi aerob dapat dibedakan menjadi tiga tahap, yaitu: glikolisis, siklus krebs, dan transpor elektron. a. Glikolisis Glikolisis berarti pemecahan gula peristiwa pengubahan molekul glukosa (6 atom C) menjadi 2 molekul yang lebih sederhana, yaitu asam piruvat (3 atom C). Glikolisis terjadi dalam sitoplasma sel (Campbell. 2010: 181). 24 Gambar 2.1. Diagram Glikolisis (Campbell, 2010: 182). 25 Gambar 2.2. Diagram Glikolisis (Campbell, 2010: 183). 26 Peristiwa glikolisis menunjukkan perubahan dari 1 molekul glukosa, kemudian makin berkurang kekomplekan molekulnya dan berakhir sebagai molekul asam piruvat. Produk penting glikolisis adalah: 1) Glukosa → Piruvat + 2 H2O 2) 2 NAD+ + 4 e- + 4 H+ → NADH + 2 H+ 3) 4 ATP terbentuk – 2 ATP digunakan → 2 ATP (Campbell. 2010: 181). b. Siklus krebs Siklus krebs merupakan tahap kedua respirasi aerob. Nama siklus ini berasal dari nama orang yang menemukan reaksi tahap kedua respirasi aerob ini, yaitu Hans Krebs. Siklus ini disebut juga siklus asam sitrat. Siklus krebs diawali dengan adanya 2 molekul asam piruvat yang dibentuk pada glikolisis yang meninggalkan sitoplasma masuk ke mitokondria, sehingga siklus krebs terjadi di dalam mitokondria. Tahapan siklus krebs adalah sebagai berikut: a) Asam piruvat dari proses glikolisis, selanjutnya masuk ke siklus krebs setelah bereaksi dengan NAD+ (Nikotinamida adenine dinukleotida) dan ko-enzim A atau Ko-A, membentuk asetil Ko-A. CO2 dan NADH dalam peristiwa ini, dibebaskan. Perubahan kandungan C dari 3C (asam piruvat) menjadi 2C (asetil ko-A). b) Reaksi antara asetil Ko-A (2C) dengan asam oksalo asetat (4C) dan terbentuk sitrat (6C). Ko-A dibebaskan kembali dalam peristiwa ini. 27 c) Sitrat diubah menjadi isomernya isositrat, melalui pembuangan satu molekul air dan penambahan satu molekul air lainnya. d) Isositrat (6C) dioksidasi, dengan mereduksi NAD+ menjadi NADH membentuk asam alfa ketoglutarat (5C) dengan membebaskan CO2. e) Peristiwa berikut agak kompleks, yaitu pembentukan suksinat (4C) setelah bereaksi dengan NAD+ dengan membebaskan NADH, CO2 dan menghasilkan ATP setelah bereaksi dengan ADP dan asam fosfat anorganik. f) Suksinat yang terbentuk, kemudian bereaksi dengan FAD (Flavin Adenin Dinucleotida) dan membentuk malat (4C) dengan membebaskan FADH2. g) Asam malat (4C) kemudian bereaksi dengan NAD+ dan membentuk oksaloasetat (4C) dengan membebaskan NADH, karena oksalo asetat akan kembali dengan asetil ko-A seperti langkah ke 2 di atas. Dapat disimpulkan bahwa siklus krebs merupakan tahap kedua dalam respirasi aerob yang mempunyai tiga fungsi, yaitu menghasilkan NADH, FADH2, ATP serta membentuk kembali oksaloasetat. Oksaloasetat ini berfungsi untuk siklus krebs selanjutnya. Siklus krebs menghasilkan 6 NADH, 2 FADH2, dan 2 ATP (Campbell. 2010: 185). 28 Gambar 3. Glikolisis atau siklus asam sitrat (Campbell, 2010: 185). c. Transpor elektron Transpor elektron terjadi di membran dalam mitokondria, dan berakhir setelah elektron dan H+ bereaksi dengan oksigen yang berfungsi sebagai akseptor terakhir, membentuk H2O. Reaksinya kompleks, tetapi yang berperan penting adalah NADH, FADH2, dan molekul-molekul khusus, seperti Flavo protein, ko-enzim Q, serta beberapa sitokrom. Dikenal ada beberapa sitokrom, yaitu sitokrom C1, C, A, B, dan A3. Elektron berenergi pertama-tama berasal dari NADH, 29 kemudian ditransfer ke FMN (Flavine Mono Nukleotida), selanjutnya ke Q, sitokrom C1, C, A, B, dan A3, lalu berikatan dengan H yang diambil dari lingkungan sekitarnya sampai terjadi reaksi terakhir yang membentuk H2O. Secara sederhana, reaksi transpor elektron dituliskan: 24e- + 24 H+ + 6 O2 → 12 H2O Gambar 4. Fosforilasi oksidatif : rantai transport elektron dan kemiosmosis (Campbell, 2010: 189). Rantai transpor elektron merupakan pengubah energi yang menggunakan aliran eksergonik elektron dari NADH dan FADH2 untuk memompa H+ melintasi membran, mengantarkan ke matriks mitokondria menuju ruang antar membran. H+ memiliki kecenderungan untuk bergerak kembali melintasi membran, berdifusi menuruni gradiennya. Adapun ATP sintase merupakan satu-satunya situs yang menyediakan jalan menembus membran untuk H+ seperti yang 30 dideskripsikan sebelumnya, melintasnya H+ melalui ATP sintase memanfaatkan aliran eksergonik H+ untuk menggerakan fosforilasi ADP. Energi yang tersimpan pada gradient H+ di kedua sisi membran akan menggandengkan reaksi redoks pada rantai transport elektron dengan sintesis ATP, suatu contoh kemiosmosis (Campbell, 2010: 189). Larutan berair di dalam dan di sekeliling sel merupakan sumber H+ yang mudah diperoleh. Langkah-langkah di sepanjang rantai transfer elektron menyebabkan H+ dapat diambil dan dilepaskan kedalam larutan yang mengelilinginya. Pembawa elektron dalam sel eukariotik tersusun secara spasial di dalam membran sedemikian rupa sehingga H+ diterima dari matriks mitokondria dan dideposit di ruang antar membran (Campbell, 2010: 190). Gradien H+ yang dihasilkan disebut sebagai gaya gerak –proton (proton-motive force), dengan menekankan pada kapasitas gradient untuk melakukan kerja. Gaya tersebut menggerakkan H+ kembali melintasi membran melalui saluran-saluran H+ yang disediakan oleh ATP sintase (Campbell, 2010: 190). 31 Ketiga proses respirasi dapat diringkas sebagai berikut: Gambar 5. Perolehan ATP per molekul glukosa (Campbell, 2010: 190). Hasil akhir proses ini respirasi aerob adalah terbentuknya 36 atau 38 ATP dan H2O sebagai hasil sampingan respirasi. Produk sampingan respirasi tersebut pada akhirnya dibuang ke luar tubuh, pada tumbuhan melalui stomata dan melalui paru-paru pada pernapasan hewan tingkat tinggi. Pertama, fosforilasi dan reaksi redoks tidak secara langsung digandengkan satu sama lain, sehingga rasio jumlah molekul NADH terhadap jumlah molekul ATP bukan merupakan bilangan bulat kita tahu bahwa 1 NADH menyebabkan 10 H+ ditransport keluar melintasi membran dalam mitokondria, dan kita juga tahu bahwa antara 3 dan 4 H+ harus masuk kembali ke matriks mitokondria melalui ATP sintase untuk menghasilkan 1 ATP. Satu molekul NADH, membangkitkan cukup gaya gerak 32 proton untuk sintesis 2,5 sampai 3,3 ATP; umumnya, kita melakukan pembulatan dan mengatakan bahwa 1 NADH dapat menghasilkan 3 ATP. Siklus asam sitrat juga menyuplai elektron ke rantai transport elektron melalui FADH2, namun karena FADH2 memasuki rantai belakang, setiap molekul pembawa elektron ini hanya menyebabkan transport H+ yang cukup untuk sintesis 1,5 sampai 2 ATP. Angka-angka ini juga memperhitungkan sedikit biaya energi untuk memindahkan ATP yang terbentuk dalam mitokondria ke luar ke sitoplasma, tempat ATP akan digunakan (Cambell, 2010: 191). Kedua, perolehan ATP sedikit bervariasi, bergantung pada tipe wahana ulang-alik yang digunakan untuk mentranspor elektron dari sitosol ke dalam mitokondria. Membran dalam mitokondria tidak permiabel terhadap NADH, sehingga NADH pada sitosol terpisah dari mesin fosforilasi oksidatif. Kedua elektron NADH yang ditangkap saat glikolisis harus diangkut ke dalam mitokondria melalui satu dari beberapa sistem ulang-alik elektron. Bergantung pada tipe wahana ulang alik, dalam tipe sel tertentu, elektron dapat diteruskan ke NAD+ atau FAD dalam matriks mitokondria. Jika elektron diteruskan ke FAD, seperti dalam sel otak, hanya ada sekitar 2 ATP yang dapat dihasilkan dari setiap NADH dari sitosol. Jika elektron diteruskan ke NAD+ mitokondria, seperti dalam sel hati dan sel jantung maka 3 ATP akan diperoleh (Cambell, 2010: 191). 33 2. Respirasi Anaerob Respirasi anaerob merupakan respirasi yang tidak menggunakan oksigen sebagai penerima akhir pada saat pembentukan ATP. Respirasi anaerob juga menggunakan glukosa sebagai substrat. Organisme yang melakukan respirasi anaerob adalah organisme prokariotik yang hidup di rawa, lumpur, makanan yang diawetkan, atau tempat-tempat lain yang tidak mengandung oksigen. Organisme ini memiliki rantai transport elektron, tapi tidak menggunakan oksigen sebagai penerima elektron terakhir di ujung rantai tersebut. Beberapa organisme dapat berespirasi menggunakan oksigen, tetapi dapat juga melakukan respirasi anaerob. Organisme seperti ini melakukan fermentasi jika lingkungannya miskin oksigen. Sebagai contoh, sel-sel otot dapat melakukan respirasi anaerob jika kekurangan oksigen (Campbell, 2010: 191-192). Fermentasi adalah cara memanen energi kimia tanpa menggunakan oksigen maupun rantai transport elektron, atau dengan kata lain tanpa respirasi seluler. Proses fermentasi, memecah glukosa menjadi 2 molekul asam piruvat, 2 NADH, dan terbentuk 2 ATP. Fermentasi tidak bereaksi secara sempurna memecah glukosa menjadi karbon dioksida dan air, ATP yang dihasilkan pun tidak sebesar ATP yang dihasilkan dari glikolisis. Dari hasil akhirnya, fermentasi dibedakan menjadi fermentasi asam laktat dan fermentasi alkohol (Campbell, 2010: 192). 34 a. Fermentasi asam laktat Fermentasi asam laktat merupakan respirasi anaerob, hasil akhir fermentasi ini ialah asam laktat yang disebut juga asam susu. Sebagian masyarakat menyebut asam laktat sebagai asam kelelahan, karena erat kaitannya dengan rasa lelah karena manusia bergerak melebihi batas sehingga terjadi penimbunan asam laktat yang merupakan hasil akhir fermentasi pada otot tubuh. Proses fermentasi juga dimulai dengan glikolisis yang menghasilkan asam piruvat, karena pada proses ini tidak ada oksigen yang merupakan reseptor terakhir, maka asam piruvat diubah menjadi asam laktat. Kejadian ini berakibat pada elektron yang tidak meneruskan perjalanannya, tidak lagi menerima elektron dari NADH dan FADH2, karena tidak terjadi penyaluran elektron, berarti NAD+ dan FAD yang diperlukan dalam siklus krebs juga tidak terbentuk. Akibatnnya, reaksi siklus krebs pun terhenti. Asam laktat merupakan zat kimia yang merugikan karena bersifat racun atau toksis (Campbell, 2010: 193). b. Fermentasi alkohol Peristiwa pembebasan energi pada beberapa mikroorganisme, terjadi karena asam piruvat diubah menjadi asam asetat dan CO2. Asam asetat diubah menjadi alcohol dan NADH diubah menjadi NAD+. Terbentuknya NAD+ menyebabkan glikolisis dapat terjadi, sehingga asam piruvat selalu tersedia dan dapat diubah menjadi energi. Energi (ATP) yang dihasilkan dari 1 molekul glukosa pada peristiwa ini, hanya 35 2 molekul ATP, berbeda dengan proses respirasi aerob yang mengubah 1 molekul glukosa menjadi 36/38 ATP (Campbell, 2010: 192). 3. Keterkaitan Proses Katabolisme dan Anabolisme Proses katabolisme dan anabolisme pada suatu organisme berlangsung secara kontinyu dan bersamaan. Keduanya merupkan proses pengubahan energi sehingga energi dalam tubuh organisme tersebut tetap tersedia. Tumbuhan hijau sebagai organisme fotoautotrof menyediakan sumber energi kimia bagi organsime heterotrof, sebaliknya organisme heterotrof akan melepaskan sisa metabolsime berupa CO2 dan H2O yang akan dimanfaatkan kembali oleh tumbuhan hijau untuk proses fotosintesis (Campbell, 2010: 175). Secara ekologis terdapat hubungan antara tumbuhan hijau sebagai produsen dan hewan sebagai konsumen dalam proses transformasi energi. Tubuh organisme juga terjadi proses penyusunan dan pembongkaran zat untuk transformasi energi. Tumbuhan hijau, menyusun makanannya sendiri melalui proses fotosintesis. Tumbuhan hijau juga memanfaatkan senyawa kimia yang terbentuk dari fotosintesis tersebut untuk proses respirasi sel guna menghasilkan energi. Beberapa tumbuhan dapat menyimpan cadangan makanannya sebagai energi cadangan, yang tersimpan dalam bentuk umbi-umbian. Begitu pula dalam tubuh hewan, termasuk dalam tubuh manusia terjadai proses penyusunan dan pembongkaran zat tersebut. Di samping ada proses respirasi protein (katabolisme) untuk memperoleh energi, juga terjadi proses penyusunan (sintesis) protein yang penting untuk tersedianya protein guna membangun sel 36 atau jaringan yang rusak dan sebagai pembangun struktur jaringan tubuh (Campbell, 2010: 175). Gambar 6. Keterkaitan anabolisme dan katabolisme (Campbell, 2010: 175). 4. Keterkaitan Metabolisme Karbohidrat, Lemak, dan Protein Proses metabolisme karbohidrat, protein dan lemak dalam sel tubuh manusia, satu sama lain saling terkait. Ketiga proses metabolisme tersebut akan melewati senyawa asetil KO-A, sebagai senyawa antara untuk memasuki siklus Krebs. Begitu pula apabila terjadi kelebihan sintesis glukosa, maka dalam tubuh akan diubah menjadi senyawa lemak sebagai cadangan energi. 37 Gambar 7. Keterikatan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein (Campbell, 2010: 194). 5. Enzim Enzim merupakan biokatalisator / katalisator organik yang dihasilkan oleh sel. a. Struktur enzim terdiri dari: 1) Apoenzim, yaitu bagian enzim yang tersusun dari protein, yang akan rusak bila suhu terlampau panas (termolabil). 2) Gugus Prostetik (Kofaktor), yaitu bagian enzim yang tidak tersusun dari protein. Kofaktor dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu: 1) gugus prostetik 2) koenzim 3) kofaktor 38 yang dimaksud dengan gugus prostetik ialah kelompok kofaktor yang terikat pada enzim dan tidak mudah lepas dari enzimnya. Sebagai contoh flavin adenine dinukleotida adalah gugus prostetik yang terikat pada enzim suksinat dehidrogenase. Koenzim adalah molekul organik kecil, tahan terhadap panas, yang mudah terdisosiasi dan dapat dipisahkan dari enzimnya dengan cara dialisis. Contoh-contaok koenzim adalah NAD, NADP, asam tetra hidrosfat, tiamin pirofospat, dan ATP. Aktivator pada umumnya merupakan ion-ion logam yang dapat terikat atau mudah terlepas dari enzim. Contoh dari aktivator logam ialah K+, Mn++, Mg++, Cu++, atau Zn++ (Poedjiadi, 2012:176). Enzim mengatur kecepatan dan kekhususan ribuan reaksi kimia yang berlangsung di dalam sel. Enzim adalah makromolekul yang bekerja sebagai katalis, agen kimiawi yang mempercepat reaksi tanpa ikut terkontaminasi oleh reaksi. Reaksi yang dikendalikan oleh enzim antara lain ialah respirasi, pertumbuhan dan perkembangan, kontraksi otot, fotosintesis, fiksasi, nitrogen, dan pencernaan (Campbell, 2010: 163). b. Sifat-sifat enzim menurut Dwidjoseputro, (1992: ) : 1) Biokatalisator, mempercepat jalannya reaksi tanpa ikut bereaksi. 2) Thermolabil; mudah rusak, bila dipanasi lebih dari suhu 60º C, karena enzim tersusun dari protein yang mempunyai sifat thermolabil. 3) Merupakan senyawa protein sehingga sifat protein tetap melekat pada enzim. 39 4) Dibutuhkan dalam jumlah sedikit, sebagai biokatalisator, reaksinya sangat cepat dan dapat digunakan berulang-ulang. 5) Bekerjanya ada yang di dalam sel (endoenzim) dan di luar sel (ektoenzim), contoh ektoenzim: amilase,maltase. 6) Umumnya enzim bekerja mengkatalisis reaksi satu arah, meskipun ada juga yang mengkatalisis reaksi dua arah, contoh : lipase, meng- katalisis pembentukan dan penguraian lemak lipase Lemak + H2O —> 3 Asam lemak + Gliserol 7) Bekerjanya spesifik ; enzim bersifat spesifik, karena bagian yang aktif (permukaan tempat melekatnya substrat) hanya sesuai atau cocok dengan permukaan substrat tertentu. 8) Umumnya enzim tak dapat bekerja tanpa adanya suatu zat non protein tambahan yang disebut kofaktor. Terdapat zat yang mempengaruhi reaksis enzimatis, yakni aktivator dan inhibitor, aktivator dapat mempercepat jalannya reaksi, contoh aktivator enzim: ion Mg, Ca, zat organik seperti koenzim-A. 9) Inhibitor akan menghambat jalannya reaksi enzim. Contoh inhibitor : CO, Arsen, Hg, Sianida. c. Faktor-faktor yang mempengaruhi kerja enzim menurut Poedjiadi, (2012: 158-175) 1) Konsentrasi enzim Seperti pada katalis lain, kecepatan suatu reaksi yang menggunakan enzim tergantung pada konsentrasi enzim tersebut. 40 Bertambahnya konsentrasi enzim pada konsentrasi substrat tertentu menambah kecepatan reaksi (Poedjiadi, 2012: 158). 2) Konsentrasi substrat Berdasarkan hasil eksperimen Michaelis-Menten menunjukan bahwa dengan konsentrasi enzim yang tetap, maka pertambahan konsentrasi substrat akan menaikkan kecepatan reaksi. Akan tetapi, pada batas konsentrasi tertentu, tidak terjadi peningkatan kecepatan reaksi walaupun konsentrasi substrat diperbesar (Poedjiadi, 2012: 159). 3) Suhu Suhu rendah pada reaksi kimia menyebabkan reaksi berlangsung lambat, sedangkan pada suhu tinggi reaksi kimia berlangsung lebih cepat. Enzim merupakan protein, pada kenaikan suhu tertentu akan mengalami denaturasi, jika terjadi denaturasi maka bagian sisi aktif enzim akan terganggu dan dengan demikian konsentrasi efektif enzim menjadi berkurang dan kecepatan reaksi enzim akan menurun (Poedjiadi, 2012: 161). 4) pH Enzim merupakan protein yang memiliki struktur ion, dengan bermuatan negatif atau bermuatan ganda. Muatan enzim akan berpengaruh terhadap efektivitas bagian aktif enzim dalam bentuk kompleks enzim substrat. Kondisi pH lingkungan yang terlalu tinggi atau terlalu rendah dapat menyebabkan denaturasi enzim, yang dapat menurunkan aktivitas enzim (Poedjiadi, 2012: 162). 41 5) Inhibitor Inhibitor adalah molekul atau ion yang dapat menghambat reaksi kimia yang menggunakan enzim. Hambatan terhadap aktivitas enzim akan sangat berpengaruh terhadap reaksi-reaksi yang terjadi. Hambatan pada enzim ada yang bersifat reversibel dan irreversible (Poedjiadi, 2012: 163). 3. Kerangka Berpikir Persiapan Instrumen Penentuan tujuan tes dengan pendekatan kesalahan yang biasa dilakukan oleh siswa Penyusunan kisi-kisi instrumen soal Penyusunan draft instrumen soal Justifikasi instrumen soal oleh Ahli Biologi, Ahli Evaluasi Pendidikan, dan Uji coba soal terhadap responden yang berbeda dengan subjek penelitian Pengambilan Data Analisis Data Penarikan Kesimpulan 42