BAB 2.1 - Lumbung Pustaka UNY

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Pengertian Pendidikan
Pendidikan adalah segala pengalaman belajar yang berlangsung
dalam segala lingkungan dan sepanjang hidup serta pendidikan dapat
diartikan sebagai pengajaran yang diselenggarakan di sekolah sebagai
lembaga pendidikan formal (Mudyahardjo, 2004: 6). Pendidikan berupaya
mempersiapan kecakapan-kecakapan tersebut dengan teliti dan sempurna.
Kecakapan-kecakapan yang harus dikuasai untuk dapat terjun dalam
kehidupan sangat bermacam-macam, tergantung pada tingkatan maupun
jenis lingkungannya. Setiap tingkatan dan lingkungan kehidupan menuntut
penguasaan pengetahuan, keterampilan, sikap, dan kebiasaan apresiasi
tertentu (Tim Pengembangan Ilmu Pendiikan UPI, 2007: 9).
Pendidikan dapat pula diartikan sebagai proses kegiatan mengubah
perilaku individu menuju kedewasaan dan kematangan. Arti kedewasaan
dalam konotasi ini sangat luas tidak terbatas dengan usia kalender,
melainkan lebih menekankan pada mental-spiritual, sikap nalar, baik
intelektual maupun emosional, sosial, dan spiritual (Purba, 2014: 53).
Hakekat pendidikan itu bukan membentuk, bukan menciptakan
seperti yang diinginkan, tetapi membantu dan menolong dalam arti luas.
Membantu menyadarkan anak tentang potensi yang ada padanya, membantu
mengembangkan potensi seoptimal mungkin, memberikan pengetahuan dan
keterampilan memberikan latihan-latihan, memotivasi untuk terlibat dalam
7
pengalaman-pengalaman yang berguna, mengusahakan lingkungan yang
serasi dan kondusif untuk belajar, mengarahkan jika terjadi penyimpangan,
mengolah materi pelajaran sehingga peserta didik berkeinginan untuk
menguasainya, mengusahakan alat-alat, meningkatkan intensitas proses
pembelajaran. Pendidikan menyediakan alternatif pilihan, begitu peserta
didik telah memutuskan suatu alternatif, pendidikan siap membantu, siap
merangsang dan menjauhkan dari hal-hal yang dapat mengganggu jalannya
proses (Purba, 2014: 55). Pendidikan adalah usaha manusia untuk
menumbuhkan dan mengambangkan potensi-potensi pembawaan baik
jasmani maupun rohani, sesuai dengan nilai nilai-nilai masyarakat dan
kebudayaan (Ihsan, 2011: 2).
B. Faktor-Faktor yang Berpengaruh dalam Proses Pendidikan
Enam faktor yang dapat membentuk pola interaksi atau saling
mempengaruhi dalam proses pendidikan. Namun faktor integratir
terutamanya terletak pada pendidik dengan segala kemampuan dan
keterbatasannya. Faktor yang pertama adalah faktor tujuan, dalam praktek
pendidikan baik di lingkungan keluarga, di sekolah, maupun di masyarakat
luas, banyak sekali tujuan pendidikan yang diinginkan oleh pendidik.
Harapan dari pendidik semua tujuan pendidikan dapat dicapai oleh peserta
didik (Ihsan, 2011: 2).
Faktor yang kedua adalah faktor pendidik. Pendidik menurut kodrat
yaitu orangtua dan pendidik menurut jabatan ialah guru. Orangtua sebagai
pendidik adalah yang pertama dan utama. Guru sebagai pendidik, memiliki
8
tanggungjawab terhadap tiga pihak yaitu orangtua, masyarakat dan negara.
Diharapkan guru mampu memberikan pendidikan dan pengajaran sesuai
dengan perkembangan peserta didik dan diharapkan pula dari pribadi guru
memancar sikap-sikap dan sifat-sifat yang normatif baik sebagai kelanjutan
dari sikap dan sifat orangtua pada umumnya, yaitu kasih sayang dan
tanggung jawab (Ihsan, 2011: 2).
Faktor yang ketiga adalah peserta didik. Peserta didik dipandang
sebagai oraganisme yang pasif dalam konteks pendidikan tradisional, hanya
menerima informasi dari orang dewasa. Cepatnya perubahan sosial,
teknologi dan komunikasi menyebabkan, peserta didik dalam tingkat kelas
dan usia yang sama dapat memiliki pengetahuan yang berbeda-beda (Ihsan,
2011: 2).
Faktor yang keempat adalah faktor isi/ materi pendidikan. Materi
pendidikan adalah segala sesuatu yang diberikan oleh pendidik kepada
peserta didik dalam rangka mencapai tujuan pendidikan. Materi harus sesuai
dengan tujuan pendidikan dan peserta didik. Faktor yang kelima adalah
faktor metode pendidikan. Metode adalah cara yang di dalam fungsinya
merupakan alat untuk mencapai tujuan pendidikan. Metode yang digunakan
harus disesuaikan dengan tujuan pendidikan dan peserta didik sebagai
subjek didik. Faktor yang,
keenam adalah situasi lingkungan. Situasi
lingkungan sangat mempengaruhi hasil belajar. Lingkungan yang dimaksud
disini adalah lingkungan fisis, teknis dan sosial-kultural (Ihsan, 2011: 2).
9
C. Analisis Ragam Pengetahuan:
Fakta menurut Merrill, 1993 :287-289 dalam Prawiradilaga, (2008:
83) adalah informasi tentang nama-nama orang, tempat, kejadian, julukan,
istilah dan simbol. Fakta juga dapat berupa hubungan antar informasi.
Menurut Kemp, dkk. fakta adalah hubungan antara dua objek. Pendapat
Anderson dan Krathwohl, 2001 fakta merupakan landasan bagi sesorang
untuk menguasai ragam pengetahuan lain.
Konsep pada dasarnya konsep memiliki dua sifat, yaitu nyata atau
konkret, berwujud serta abstrak. Konsep nyata mengandung aspek
keberadaan dan kasatmata. Konsep tidak nyata adalah sebuah gagasan, usul,
atau pendapat seseorang terhadap suatu hal, tidak dapat diamati secara
langsung (Prawiradilaga, 2008: 84).
Kemp dkk, 1994 mengemukakan bahwa konsep adalah kategori atau
ragam yang menunjukan kesamaan atau kemiripan atau gagasan, kejadian,
objek, atau kebendaan. Merill mengemukakan konsep adalah kelompok
objek atau kebendaan, kejadian, symbol, yang memiliki kesamaan atau
kemiripan karakteristik serta nama atau julukan (Prawiradilaga, 2008: 85).
Sifat pengetahuan dianggap sebagai penjelasan atau uraian tentang
jenjang, kedalaman kemampuan, atau kopetensi yang harus dikuasai oleh
seorang peserta didik dalam belajarnya. Menurut Prawiradilaga, (2008: 93)
tingkatan pengetahuan ada tiga yaitu, pengetahuan prasyarat, pengetahuan
inti dan pengetahuan lanjutan. Pengetahuan prasyarat adalah pengetahuan
yang menjadi landasan berpikir, pengetahuan yang benar-benar harus
10
dikuasai sebelum pengetahuan inti dipelajari. Pengetahuan inti adalah
pengetahuan yang menjadi tumpuan untuk penguasaan suatu konsep dasar
tertentu. Pengetahuan lanjutan adalah jenjang pengetahuan yang lebih sulit
dan mendalam. Rangkaian dalam kegiatan, pengetahuan lanjutan akan
diberikan jika pengetahuan inti sudah dipahami dengan benar.
D. Metode Pembelajaran
Pengajar, desainer pembelajaran, atau teknolog pendidikan sebagai
tenaga ahli dapat memanfaatkan dua paradigma, pembelajaran dan belajar
untuk mendesain suatu pembelajaran atau proses belajar. Desain
pembelajaran dikembangkan meliputi penekanan pada konsep rancangan
lingkungan belajar baik di kelas maupun untuk lokasi lain, termasuk untuk
kelas maya dan belajar mandiri. Dukungan bahan ajar dengan format yang
sesuai (modul atau paket) tentu saja berperan terhadap proses belajar
seseorang (Prawiradilaga, 2008: 8).
Saat ini, beberapa metode belajar dianggap inovatif terhadap
perkembangan kemampuan kognitif dan kemandirian belajar. Salah satu
metode yang digunakan adalah belajar berbasis masalah (problem base
learning). Metode ini mendorong pembelajar untuk memecahkan masalah
dalam berbagai situasi. Metode belajar berbasis masalah melatih ketajaman
pola pikir metakognitif, yakni kemampuan strategis dalam memecahkan
masalah.
Metode Belajar proyek (Project based learning). Metode Belajar
proyek (Project based learning) adalah belajar proyek adalah metode yang
11
melatih kemampuan pembelajar untuk melaksanakan suatu kegiatan di
lapangan. Proyek yang dikembangkan dapat berupa pekerjaan atau kegiatan
sebenarnya atau berupa simulasi kegiatan.
Model Pembelajaran Discovery Learning atau Penemuan diartikan
pula sebagai cara belajar memahami konsep, arti, dan hubungan, melalui
proses intuitif untuk akhirnya sampai kepada suatu kesimpulan. Discovery
terjadi
bila
individu
terlibat,
terutama
dalam
penggunaan proses mentalnya untuk menemukan beberapa konsep dan
prinsip. Discovery dilakukan melalui observasi klasifikasi, pengukuran,
prediksi, penentuan
daninferi. Penentuan metode yang digunakan
memerlukan pertimbangan dari segi sifat materi ajar dan fasilitas belajar
yang tersedia (Budiningsih, 2005: 43)
E. Peserta Didik dan Pendidik
Pola pembelajaran hibrida dikembangkan sebagai alternatif pola
online learning yang menerapkan belajar mandiri dalam porsi yang banyak.
Kesulitan belajar yang dilakukan secara mandiri diatasi dengan kegiatan
terstruktur offline. Kegiatan terstruktur ini sekaligus menjadi program
penerapan metode-metode pembelajaran konvensional (Prawiradilaga,
2008: 6).
Kecanggihan teknologi telekomunikasi memberikan nuansa berbeda
dalam proses belajar seseorang. Teknologi telekomunikasi mengubah lokasi
belajar dari kelas ke tempat dimanapun peserta didik dapat belajar. Ia bisa
mengakses internet untuk mempelajari isi atau topik. Teknologi komunikasi
12
terutama belajar melalui dunia maya (virtual world) dapat diakses dan
diterapkan tanpa memandang usia, jarak, lokasi, dan karakteristik peserta
didik (Prawiradilaga, 2008: 7-8).
Setiap mahluk hidup diciptakan berbeda, demikian halnya dengan
manusia. Setiap individu memiliki ciri khas yang berbeda dan menetap,
sehingga dalam suatu kelompok individu memiliki porsi ragam
pengetahuan yang berbeda karena kepekaan yang dimiliki masing-masing
individu berbeda (Prawiradilaga, 2008: 100-101).
F. Peran lembaga pendidikan
Lembaga pendidikan terdiri atas lembaga pendidikan keluarga dan
lembaga pendidikan sekolah. Keluarga adalah lingkungan pertama bagi
anak. Di lingkungan keluarga anak mendapatkan pengaruh dasar. Oleh
karena itu keluarga disebut sebagai lembaga informal dan kodrati. Lembaga
pendidikan sekolah Satuan pendidikan
adalah satuan dalam sistem
pendidikan nasional yang merupakan wahana belajar baik sekolah-sekolah
maupun luar sekolah. Berdasarkan jenisnya dibagi menjadi pendidikan
sekolah dan pendidikan luar sekolah. Berdasarkan jenjangnya terbagi atas
pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi (Ihsan,
2011: 16-23).
Kegiatan pembelajaran adalah kegiatan yang
dilaksanakan di
sekolah, perguruan tinggi, kursus-kursus, pendidikan dan pelatihan
pegawai, pusat pelatihan dan PSDM di organisasi. Kegiatan pembelajaran
13
biasanya berlokasi di dalam ruang kelas, di laboratorium, di ruang terbuka
dimana interkasi antara pengajar dan peserta didik terjadi secara langsung.
Konsep pendidikan seumur hidup merumuskan asas bahwa
pendidikan adalah suatu proses yang terus-menerus (kontinu) dari bayi
sampai meninggal dunia (Ihsan, 2011: 40). Pembinaan pendidikan yang
dilakukan kepada anak dalam lingkungan keluarga akan membentuk sikap,
tingkah laku, cara merasa dan cara mereaksi anak terhadap lingkungannya
(Ihsan, 2011: 77).
Hadari dalam Ihsan, (2011 : 77) menjelaskan bahwa pendidikan
formal adalah usaha pendidikan yang diselenggarakan secara berencana,
terarah, dan sistematis melalui lembaga pendidikan yang disebut sekolah.
Pendidikan informal adalah usaha pendidikan yang diselenggarakan secara
sengaja, tetapi tidak berencana dan tidak sistematis di luar lingkungan
keluarga. Pendidikan non formal adalah usaha pendidikan yang
diselenggarakan secara sengaja,
berencana tetapi tidak sistematis di
lingkungan keluarga dan sekolah.
G. Pengertian Miskonsepsi
Miskonsepsi atau salah konsep (Suparno, 2005: 4) menunjuk pada
konsep yang tidak sesuai dengan pengertian ilmiah atau pengertian yang
diterima pakar atau ahli dalam bidang itu. Wartono, dkk (2004: 25)
mendefinisikan miskonsepsi adalah pemahaman alternative yang tidak
benar secara ilmiah. Miskonsepsi adalah ketidaksesuaian konsep yang
dimiliki oleh siswa dengan konsep para ahli.
14
Miskonsepsi dalam pembelajaran banyak terjadi mulai dari siswa
tingkat Sekolah Dasar (SD) sampai dengan mahasiswa di Perguruan Tinggi
(PT). Miskonsepsi akan menghambat proses penerimaan dan asimilasi
pengetahuan-pengetahuan
baru
dalam
diri
siswa,
sehingga
akan
menghalangi keberhasilan siswa dalam proses belajar. Miskonsepsi yang
terjadi dalam pembelajaran biologi masih menjadi masalah utama dan titik
fokus penelitian pendidikan beberapa tahun terakhir (Hidayati, 2013:1).
Miskonsepsi diakibatkan oleh pengetahuan awal siswa terhadap
konsep awal yang keliru atau konsep awal siswa benar, tetapi siswa salah
dalam menghubungkan konsep tersebut (Kusumaningrum, 2014: 2-3).
Konsep yang terdapat di dalam satu materi saling berhubungan dengan
konsep pada materi selanjutnya, sehingga dibutuhkan pemahaman konsep
yang benar.
H. Faktor Miskonsepsi pada Materi Metabolisme Sel
Penelitian
sebelumnya
mengenai
“Identifikasi
Miskonsepsi
Mahasiswa Biologi Universitas Negeri Makassar pada Konsep Genetika
dengan Metode CRI” yang dilakukan oleh Andri Adi Mustika, dkk pada
tahun 2014, menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi
miskonsepsi antara lain adalah penalaran yang salah terhadap suatu konsep,
ketidaklengkapan informasi yang diterima yang berasal dari mahasiswa
sendiri, pengalaman dan pengamatan mahasiswa yang keliru, istilah dan
konsep yang telah lama, pengalaman belajar di sekolah dan kesalahan pada
buku teks.
15
Materi metabolisme sel memiliki karakteristik kerumitan yang
hampir sama dengan materi genetika, dimana masih terdapat banyak istilah
atau konsep seperti istilah enzim-enzim, nama proses reaksi dan komponenkomponen yang berperan dalam proses metabolisme sel. Materi
metabolisme sel memiliki konsep-konsep abstrak yang fenomenanya sulit
diamati secara langsung. Kesulitan pengamatan ini, terjadi karena tingkatan
organisasi yang diamati adalah tingkat seluler.
Berdasarkan hasil observasi dengan metode wawancara tidak
terstruktur mahasiswa semester lima Universitas Negeri Yogyakarta yang
sedang menempuh mata kuliah Biologi Sel dan Molekuler, ada miskonsepsi
pada hasil dari satu kali proses glikolisis. Mahasiswa mengatakan bahwa
hasil dari satu kali proses glikolisi adalah 36 ATP dan 38 ATP tanpa ada
penjelasan lebih lanjut alasan mengapa terjadi perbedaan hasil. Dosen
kembali meluruskan miskonsepsi ini hampir disetiap proses pembelajaran.
Sehingga ada
indikasi terjadinya miskonsepsi pada tingkat sekolah
menengah atas pada materi metabolisme sel.
I. Meteri Metabolisme Sel
Sel merupakan unit kehidupan yang terkecil, oleh karena itu sel
dapat menjalankan aktivitas hidup, diantaranya metabolisme (Poedjiadi,
2012: 90). Metabolisme berasal dari kata metabole yang artinya perubahan.
Berubah di sini memiliki dua pengertian. Pertama, berubah menjadi lebih
kompleks disebut anabolisme, asimilasi, atau sintesis. Kedua, berubah
menjadi lebih sederhana disebut katabolisme atau disimilasi. Metabolisme
16
secara keseluruhan mengelola sumber daya materi dan energi bagi sel.
Metabolisme adalah proses-proses kimia yang terjadi di dalam tubuh
makhluk hidup/sel. Metabolisme disebut juga reaksi enzimatis, karena
metabolisme terjadi selalu menggunakan katalisator enzim (Campbell.
2010: 153)
Berdasarkan prosesnya metabolisme dibagi menjadi 2, yaitu:
1. Anabolisme (Asimilasi)
Anabolisme/Asimilasi/Sintesis yaitu proses pembentukan molekul yang
kompleks dengan menggunakan energi tinggi, energi cahaya atau energi
kimia.
a. Fotosintesis
Fotosintesis merupakan sintesis yang memerlukan cahaya (fotos
= cahaya; sintesis = penyusunan atau membuat bahan kimia).
Fotosintesis
adalah
peristiwa
pembentukan
karbohidrat
dari
karbondioksida dan air dengan bantuan energi cahaya matahari
(Campbell. 2010: 201). Reaksi fotosintesis yang melibatkan berbagai
enzim dapat dituliskan sebagai berikut:
6 CO2
+
karbondioksida
6H2O
air
cahaya matahari
→
C6H12O6
glukosa
+
6O2
oksigen
Fotosintesis terjadi di dalam kloroplas. Kloroplas merupakan
organel plastida yang mengandung pigmen hijau daun (klorofil). Sel
yang mengandung kloroplas terdapat pada mesofil daun tanaman yang
17
disebut palisade atau jaringan tiang dan sel-sel jaringan bunga karang
yang disebut spons.
Kloroplas tersusun atas bagian-bagian sebagai berikut:
1) Stroma ialah struktur kosong di dalam kloroplas, merupakan tempat
glukosa terbentuk dari karbondioksida.
2) Tilakoid ialah struktur cakram bertumpuk tumpuk, yang terbentuk
dari pelipatan membran dalam kloroplas, dan berfungsi menangkap
energi cahaya dan mengubahnya menjadi energi kimia.
3) Grana ialah selubung tangkai penghubung tilakoid.
Klorofil merupakan pigmen utama yang terdapat pada tumbuhan
yang berfungsi menyerap cahaya radiasi elektromagnetik pada spektrum
kasat mata. Klorofil dapat dibedakan menjadi klorofil a dan klorofil b.
Klorofil a mampu menyerap cahaya merah dan biru keunguan. Klorofil
a sangat berperan dalam reaksi gelap fotosintesis. Klorofil b merupakan
klorofil yang mampu menyerap cahaya biru dan merah kejinggaan.
Terdapat pigmen selain klorofil di dalam kloroplas seperti karotenoid,
antosianin, dan fikobilin (Campbell, 2010: 201-202).
Tumbuhan merupakan produsen makanan (karena dapat
menghasilkan makanan dengan bantuan cahaya matahari), dan disebut
juga organisme autotrof (auto = sendiri; trophic = makanan), yaitu
organisme yang dapat membuat makanan sendiri. Proses reaksi
fotosintesis dalam tumbuhan tinggi dibagi menjadi dua tahap, yaitu
reaksi terang dan reaksi gelap (Campbell, 2010: 203).
18
1) Reaksi terang
Tahap pertama, energi matahari ditangkap oleh pigmen
penyerap cahaya dan diubah menjadi bentuk energi kimia, ATP, dan
senyawa pereduksi NADPH. Proses ini disebut tahap reaksi terang.
Atom hidrogen dari molekul H2O dipakai untuk mereduksi NADP+
menjadi NADPH, dan O2 dilepaskan sebagai hasil samping reaksi
fotosintesis. Reaksi ini juga dirangkaikan dengan reaksi endergonik,
membentuk ATP dari ADP + Pi. Reaksi terang dapat dituliskan dengan
persamaan:
H2O + NADP+ + ADP + Pi O2 + H+ → NADPH + ATP
(Campbell. 2010: 204).
Pembentukan ATP dari ADP + Pi, merupakan suatu mekanisme
penyimpanan energi matahari yang diserap kemudian diubah menjadi
bentuk energi kimia. Proses ini disebut fosforilasi fotosintesis atau
fotofosforilasi. Reaksi terang yang terjadi di membran tilakoid, energi
cahaya memacu pelepasan elektron dari fotosistem di dalam membran
tilakoid. Fotosistem adalah tempat berkumpulnya beratus-ratus molekul
pigmen
fotosintesis.
Aliran
elektron
melalui
sistem
transpor
menghasilkan ATP dan NADPH. ATP dan NADPH dapat terbentuk
melalui jalur non siklik, yaitu elektron mengalir dari molekul air,
kemudian melalui fotosistem II dan fotosistem I. Elektron dan ion
hidrogen akan membentuk NADPH dan ATP. Oksigen yang dibebaskan
berguna untuk respirasi aerob (Campbell, 2010: 208-209)
19
Pusat reaksi pada fotosistem I mengandung klorofil a, disebut
sebagai P700, karena dapat menyerap foton terbaik pada panjang
gelombang 700 nm. Pusat reaksi pada fotosistem II mengandung
klorofil a yang disebut sebagai P680, karena dapat menyerap foton
terbaik pada panjang gelombang 680 nm (Campbell. 2010: 209).
2) Reaksi gelap (reaksi tidak tergantung cahaya)
Reaksi gelap disebut juga siklus Calvin-Benson. Reaksi ini
disebut reaksi gelap, karena tidak tergantung secara langsung dengan
cahaya matahari. Reaksi gelap terjadi di stroma. Namun demikian,
reaksi ini tidak mutlak terjadi hanya pada kondisi gelap. Reaksi gelap
memerlukan ATP, hidrogen, dan elektron dari NADPH, karbon dan
oksigen dari karbondioksida, enzim yang mengkatalisis setiap reaksi,
dan RuBp (Ribulosa bifosfat) yang merupakan suatu senyawa yang
mempunyai 5 atom karbon.
Reaksi gelap terjadi melalui beberapa tahapan, yaitu:
a) Karbondioksida diikat oleh RuBp (Ribulosa bifosfat yang terdiri atas
5 karbon) menjadi senyawa 6 karbon yang labil. Senyawa 6 karbon
ini kemudian memecah menjadi 2 fosfogliserat (PGA).
b) Masing-masing PGA menerima gugus pfosfat dari ATP dan
menerima hidrogen serta e- dari NADPH. Reaksi ini menghasilkan
PGAL (fosfo gliseral dehida).
c) Tiap 6 molekul karbon dioksida yang diikat dihasilkan 12 PGAL.
20
d) Dari 12 PGAL, 10 molekul kembali ke tahap awal menjadi RuBp,
dan seterusnya RuBp akan mengikat CO2 yang baru.
e) Dua PGAL lainnya akan berkondensasi menjadi glukosa 6 fosfat.
Molekul ini merupakan prekursor (bahan baku) untuk produk akhir
menjadi molekul gula yang merupakan karbohidrat untuk diangkut
ke tempat penimbunan tepung pati yang merupakan karbohidrat yang
tersimpan sebagai cadangan makanan.
Gambar 1. Siklus calvin atau reaksi gelap (Campbell, 2010: 214).
b. Kemosintesis
Kemosintesis terjadi pada organisme autotrof, tepatnya kemoautotrof, yang mampu menghasilkan senyawa organik yang dibutuhkan
dari zat-zat anorganik dengan bantuan energi kimia. Energi kimia di sini
adalah energi yang diperoleh dari suatu reaksi kimia yang berasal dari
reaksi oksidasi. Kemampuan mengadakan kemosintesis ini, terdapat
21
pada mikroorganisme dan bakteri autotrof. Bakteri Sulfur yang tidak
berwarna memperoleh energi dari proses oksidasi senyawa H2S.
Berbeda dengan bakteri sulfur yang berwarna kelabu-keunguan
yang mampu mengadakan fotosintesis karena memiliki klorofil, dengan
reaksi sebagai berikut:
CO2
+
2H2S →
CH2O +
2S
+
H2O
Bakteri besi memperoleh energi kimia dengan cara oksidasi Fe++
(Ferro) menjadi Ferri. Bakteri Nitrogen dengan melakukan oksidasi
senyawa tertentu dapat memperoleh energi untuk mensintesis zat
organik yang diperlukan. Bakteri Nitrosomonas dan Nitrococcus
memperoleh energi dengan cara mengoksidasi NH3 yang telah
membentuk senyawa amonium, yaitu amonium karbonat menjadi asam
nitrit, dengan reaksi:
(NH4) 2 CO3 + 3O2
→
2 HNO2 + CO2 + 3H2O + Energi
(amonium karbonat)
(asam nitrit)
Bakteri Nitrogen yang lain, Nitrobacter, mengubah nitrit menjadi nitrat
dengan reaksi sebagai berikut:
Ca (NO2)2 + O2 → Ca (NO3)2 + Energi
(nitrit)
(nitrat)
2. Katabolisme (Dissimilasi)
Katabolisme adalah reaksi penguraian senyawa kompleks
menjadi senyawa yang lebih sederhana dengan bantuan enzim.
Penguraian senyawa ini menghasilkan atau melepaskan energi berupa
ATP yang biasa digunakan organisme untuk beraktivitas. Katabolisme
mempunyai dua fungsi, yaitu menyediakan bahan baku untuk sintesis
22
molekul lain, dan menyediakan energi kimia yang dibutuhkan untuk
melakukan aktivitas sel. Reaksi yang umum terjadi adalah reaksi
oksidasi. Energi yang dilepaskan oleh reaksi katabolisme disimpan
dalam bentuk fosfat, terutama dalam bentuk ATP (Adenosin trifosfat)
dan berenergi elektron tinggi NADH + H+ (Nikotilamid adenine
dinukleotida H2) serta FADH2 (Flavin adenin dinukleotida H2). Contoh
katabolisme adalah respirasi.
Berdasarkan kebutuhan akan oksigen, katabolisme dibagi
menjadi dua, yaitu respirasi aerob dan anaerob. Respirasi aerob adalah
respirasi yang membutuhkan oksigen untuk menghasilkan energi.
Respirasi anaerob adalah respirasi yang tidak membutuhkan oksigen
untuk menghasilkan energi.
1. Respirasi Aerob
Sebagian besar hewan dan tumbuhan melakukan respirasi aerob.
Respirasi
aerob
adalah
peristiwa
pembakaran
zat
makanan
menggunakan oksigen dari pernapasan untuk menghasilkan energi
dalam bentuk ATP. Adenosin trifosfat digunakan untuk memenuhi
proses hidup yang selalu memerlukan energi. Respirasi aerob disebut
juga pernapasan, dan terjadi di paru-paru, sedangkan pada tingkat sel
respirasi terjadi pada organel mitokondria. Secara sederhana, reaksi
respirasi adalah sebagai berikut:
C6H12O6 + 6O2 → 6H2O + 6CO2 +
Glukosa
oksigen
air
karbondioksida
23
(ATP + panas)
energi
Bahan makanan seperti senyawa karbohidrat, lemak atau protein
dioksidasi sempurna menjadi karbondioksida dan air pada proses
respirasi. Reaksi di atas menunjukkan, substrat yang dioksidasi
sempurna adalah glukosa. Oksigen diperlukan sebagai akseptor elektron
terakhir pada rantai transpor elektron di mitokondria. Karbondioksida
(CO2) dibebaskan keluar sel sebagai sampah. Karbondioksida dilarutkan
dalam darah, kemudian dibuang melalui pernapasan dari paru-paru.
Molekul air juga merupakan sampah dari respirasi dan dibuang lewat
plasma darah ke paru-paru, kemudian dikeluarkan melalui hembusan
napas (Campbell. 2010: 176). Respirasi aerob dapat dibedakan menjadi
tiga tahap, yaitu: glikolisis, siklus krebs, dan transpor elektron.
a. Glikolisis
Glikolisis berarti pemecahan gula peristiwa pengubahan molekul
glukosa (6 atom C) menjadi 2 molekul yang lebih sederhana, yaitu asam
piruvat (3 atom C). Glikolisis terjadi dalam sitoplasma sel (Campbell.
2010: 181).
24
Gambar 2.1. Diagram Glikolisis (Campbell, 2010: 182).
25
Gambar 2.2. Diagram Glikolisis (Campbell, 2010: 183).
26
Peristiwa glikolisis menunjukkan perubahan dari 1 molekul
glukosa, kemudian makin berkurang kekomplekan molekulnya dan
berakhir sebagai molekul asam piruvat. Produk penting glikolisis
adalah:
1) Glukosa
→
Piruvat + 2 H2O
2) 2 NAD+ + 4 e- + 4 H+
→
NADH + 2 H+
3) 4 ATP terbentuk – 2 ATP digunakan →
2 ATP
(Campbell. 2010: 181).
b. Siklus krebs
Siklus krebs merupakan tahap kedua respirasi aerob. Nama
siklus ini berasal dari nama orang yang menemukan reaksi tahap kedua
respirasi aerob ini, yaitu Hans Krebs. Siklus ini disebut juga siklus asam
sitrat. Siklus krebs diawali dengan adanya 2 molekul asam piruvat yang
dibentuk pada glikolisis yang meninggalkan sitoplasma masuk ke
mitokondria, sehingga siklus krebs terjadi di dalam mitokondria.
Tahapan siklus krebs adalah sebagai berikut:
a) Asam piruvat dari proses glikolisis, selanjutnya masuk ke siklus
krebs setelah bereaksi dengan NAD+ (Nikotinamida adenine
dinukleotida) dan ko-enzim A atau Ko-A, membentuk asetil Ko-A.
CO2 dan NADH dalam peristiwa ini, dibebaskan. Perubahan
kandungan C dari 3C (asam piruvat) menjadi 2C (asetil ko-A).
b) Reaksi antara asetil Ko-A (2C) dengan asam oksalo asetat (4C) dan
terbentuk sitrat (6C). Ko-A dibebaskan kembali dalam peristiwa ini.
27
c) Sitrat diubah menjadi isomernya isositrat, melalui pembuangan satu
molekul air dan penambahan satu molekul air lainnya.
d) Isositrat (6C) dioksidasi, dengan mereduksi NAD+ menjadi NADH
membentuk asam alfa ketoglutarat (5C) dengan membebaskan CO2.
e) Peristiwa berikut agak kompleks, yaitu pembentukan suksinat (4C)
setelah bereaksi dengan NAD+ dengan membebaskan NADH, CO2
dan menghasilkan ATP setelah bereaksi dengan ADP dan asam
fosfat anorganik.
f) Suksinat yang terbentuk, kemudian bereaksi dengan FAD (Flavin
Adenin Dinucleotida) dan membentuk malat (4C) dengan
membebaskan FADH2.
g) Asam malat (4C) kemudian bereaksi dengan NAD+ dan membentuk
oksaloasetat (4C) dengan membebaskan NADH, karena oksalo
asetat akan kembali dengan asetil ko-A seperti langkah ke 2 di atas.
Dapat disimpulkan bahwa siklus krebs merupakan tahap kedua
dalam respirasi aerob yang mempunyai tiga fungsi, yaitu
menghasilkan NADH, FADH2, ATP serta membentuk kembali
oksaloasetat. Oksaloasetat ini berfungsi untuk siklus krebs
selanjutnya. Siklus krebs menghasilkan 6 NADH, 2 FADH2, dan 2
ATP (Campbell. 2010: 185).
28
Gambar 3. Glikolisis atau siklus asam sitrat (Campbell, 2010: 185).
c. Transpor elektron
Transpor elektron terjadi di membran dalam mitokondria, dan
berakhir setelah elektron dan H+ bereaksi dengan oksigen yang
berfungsi sebagai akseptor terakhir, membentuk H2O. Reaksinya
kompleks, tetapi yang berperan penting adalah NADH, FADH2, dan
molekul-molekul khusus, seperti Flavo protein, ko-enzim Q, serta
beberapa sitokrom. Dikenal ada beberapa sitokrom, yaitu sitokrom C1,
C, A, B, dan A3. Elektron berenergi pertama-tama berasal dari NADH,
29
kemudian ditransfer ke FMN (Flavine Mono Nukleotida), selanjutnya
ke Q, sitokrom C1, C, A, B, dan A3, lalu berikatan dengan H yang
diambil dari lingkungan sekitarnya sampai terjadi reaksi terakhir yang
membentuk H2O. Secara sederhana, reaksi transpor elektron dituliskan:
24e- + 24 H+ + 6 O2 → 12 H2O
Gambar 4. Fosforilasi oksidatif : rantai transport elektron dan
kemiosmosis (Campbell, 2010: 189).
Rantai transpor elektron merupakan pengubah energi yang
menggunakan aliran eksergonik elektron dari NADH dan FADH2 untuk
memompa H+ melintasi membran, mengantarkan ke matriks
mitokondria menuju ruang antar membran. H+ memiliki kecenderungan
untuk bergerak kembali melintasi membran, berdifusi menuruni
gradiennya. Adapun ATP sintase merupakan satu-satunya situs yang
menyediakan jalan menembus membran untuk H+ seperti yang
30
dideskripsikan sebelumnya, melintasnya H+ melalui ATP sintase
memanfaatkan aliran eksergonik H+ untuk menggerakan fosforilasi
ADP. Energi yang tersimpan pada gradient H+ di kedua sisi membran
akan menggandengkan reaksi redoks pada rantai transport elektron
dengan sintesis ATP, suatu contoh kemiosmosis (Campbell, 2010: 189).
Larutan berair di dalam dan di sekeliling sel merupakan sumber
H+ yang mudah diperoleh. Langkah-langkah di sepanjang rantai
transfer elektron menyebabkan H+ dapat diambil dan dilepaskan
kedalam larutan yang mengelilinginya. Pembawa elektron dalam sel
eukariotik tersusun secara spasial di dalam membran sedemikian rupa
sehingga H+ diterima dari matriks mitokondria dan dideposit di ruang
antar membran (Campbell, 2010: 190).
Gradien H+ yang dihasilkan disebut sebagai gaya gerak –proton
(proton-motive force), dengan menekankan pada kapasitas gradient
untuk melakukan kerja. Gaya tersebut menggerakkan H+ kembali
melintasi membran melalui saluran-saluran H+ yang disediakan oleh
ATP sintase (Campbell, 2010: 190).
31
Ketiga proses respirasi dapat diringkas sebagai berikut:
Gambar 5. Perolehan ATP per molekul glukosa (Campbell, 2010:
190).
Hasil akhir proses ini respirasi aerob adalah terbentuknya 36
atau 38 ATP dan H2O sebagai hasil sampingan respirasi. Produk
sampingan respirasi tersebut pada akhirnya dibuang ke luar tubuh,
pada tumbuhan melalui stomata dan melalui paru-paru pada
pernapasan hewan tingkat tinggi. Pertama, fosforilasi dan reaksi
redoks tidak secara langsung digandengkan satu sama lain, sehingga
rasio jumlah molekul NADH terhadap jumlah molekul ATP bukan
merupakan bilangan bulat kita tahu bahwa 1 NADH menyebabkan
10 H+ ditransport keluar melintasi membran dalam mitokondria, dan
kita juga tahu bahwa antara 3 dan 4 H+ harus masuk kembali ke
matriks mitokondria melalui ATP sintase untuk menghasilkan 1
ATP. Satu molekul NADH, membangkitkan cukup gaya gerak
32
proton untuk sintesis 2,5
sampai 3,3 ATP; umumnya, kita
melakukan pembulatan dan mengatakan bahwa 1 NADH dapat
menghasilkan 3 ATP. Siklus asam sitrat juga menyuplai elektron ke
rantai transport elektron melalui FADH2, namun karena FADH2
memasuki rantai belakang, setiap molekul pembawa elektron ini
hanya menyebabkan transport H+ yang cukup untuk sintesis 1,5
sampai 2 ATP. Angka-angka ini juga memperhitungkan sedikit
biaya energi untuk memindahkan ATP yang terbentuk dalam
mitokondria ke luar ke sitoplasma, tempat ATP akan digunakan
(Cambell, 2010: 191).
Kedua, perolehan ATP sedikit bervariasi, bergantung pada
tipe wahana ulang-alik yang digunakan untuk mentranspor elektron
dari sitosol ke dalam mitokondria. Membran dalam mitokondria
tidak permiabel terhadap NADH, sehingga NADH pada sitosol
terpisah dari mesin fosforilasi oksidatif. Kedua elektron NADH
yang ditangkap saat glikolisis harus diangkut ke dalam mitokondria
melalui satu dari beberapa sistem ulang-alik elektron. Bergantung
pada tipe wahana ulang alik, dalam tipe sel tertentu, elektron dapat
diteruskan ke NAD+ atau FAD dalam matriks mitokondria. Jika
elektron diteruskan ke FAD, seperti dalam sel otak, hanya ada
sekitar 2 ATP yang dapat dihasilkan dari setiap NADH dari sitosol.
Jika elektron diteruskan ke NAD+ mitokondria, seperti dalam sel hati
dan sel jantung maka 3 ATP akan diperoleh (Cambell, 2010: 191).
33
2. Respirasi Anaerob
Respirasi anaerob merupakan respirasi yang tidak menggunakan
oksigen sebagai penerima akhir pada saat pembentukan ATP. Respirasi
anaerob juga menggunakan glukosa sebagai substrat. Organisme yang
melakukan respirasi anaerob adalah organisme prokariotik yang hidup
di rawa, lumpur, makanan yang diawetkan, atau tempat-tempat lain
yang tidak mengandung oksigen. Organisme ini memiliki rantai
transport elektron, tapi tidak menggunakan oksigen sebagai penerima
elektron terakhir di ujung rantai tersebut. Beberapa organisme dapat
berespirasi menggunakan oksigen, tetapi dapat juga melakukan respirasi
anaerob.
Organisme
seperti
ini
melakukan
fermentasi
jika
lingkungannya miskin oksigen. Sebagai contoh, sel-sel otot dapat
melakukan respirasi anaerob jika kekurangan oksigen (Campbell, 2010:
191-192).
Fermentasi
adalah
cara memanen
energi
kimia
tanpa
menggunakan oksigen maupun rantai transport elektron, atau dengan
kata lain tanpa respirasi seluler. Proses fermentasi, memecah glukosa
menjadi 2 molekul asam piruvat, 2 NADH, dan terbentuk 2 ATP.
Fermentasi tidak bereaksi secara sempurna memecah glukosa menjadi
karbon dioksida dan air, ATP yang dihasilkan pun tidak sebesar ATP
yang dihasilkan dari
glikolisis. Dari hasil akhirnya, fermentasi
dibedakan menjadi fermentasi asam laktat dan fermentasi alkohol
(Campbell, 2010: 192).
34
a. Fermentasi asam laktat
Fermentasi asam laktat merupakan respirasi anaerob, hasil akhir
fermentasi ini ialah asam laktat yang disebut juga asam susu. Sebagian
masyarakat menyebut asam laktat sebagai asam kelelahan, karena erat
kaitannya dengan rasa lelah karena manusia bergerak melebihi batas
sehingga terjadi penimbunan asam laktat yang merupakan hasil akhir
fermentasi pada otot tubuh. Proses fermentasi juga dimulai dengan
glikolisis yang menghasilkan asam piruvat, karena pada proses ini tidak
ada oksigen yang merupakan reseptor terakhir, maka asam piruvat
diubah menjadi asam laktat. Kejadian ini berakibat pada elektron yang
tidak meneruskan perjalanannya, tidak lagi menerima elektron dari
NADH dan FADH2, karena tidak terjadi penyaluran elektron, berarti
NAD+ dan FAD yang diperlukan dalam siklus krebs juga tidak
terbentuk. Akibatnnya, reaksi siklus krebs pun terhenti. Asam laktat
merupakan zat kimia yang merugikan karena bersifat racun atau toksis
(Campbell, 2010: 193).
b. Fermentasi alkohol
Peristiwa pembebasan energi pada beberapa mikroorganisme,
terjadi karena asam piruvat diubah menjadi asam asetat dan CO2. Asam
asetat diubah menjadi alcohol dan NADH diubah menjadi NAD+.
Terbentuknya NAD+ menyebabkan glikolisis dapat terjadi, sehingga
asam piruvat selalu tersedia dan dapat diubah menjadi energi. Energi
(ATP) yang dihasilkan dari 1 molekul glukosa pada peristiwa ini, hanya
35
2 molekul ATP, berbeda dengan proses respirasi aerob yang mengubah
1 molekul glukosa menjadi 36/38 ATP (Campbell, 2010: 192).
3. Keterkaitan Proses Katabolisme dan Anabolisme
Proses katabolisme dan anabolisme pada suatu organisme berlangsung
secara kontinyu dan bersamaan. Keduanya merupkan proses pengubahan energi
sehingga energi dalam tubuh organisme tersebut tetap tersedia. Tumbuhan hijau
sebagai organisme fotoautotrof menyediakan sumber energi kimia bagi
organsime heterotrof, sebaliknya organisme heterotrof akan melepaskan sisa
metabolsime berupa CO2 dan H2O yang akan dimanfaatkan kembali oleh
tumbuhan hijau untuk proses fotosintesis (Campbell, 2010: 175).
Secara ekologis terdapat hubungan antara tumbuhan hijau sebagai
produsen dan hewan sebagai konsumen dalam proses transformasi energi.
Tubuh organisme juga terjadi proses penyusunan dan pembongkaran zat untuk
transformasi energi. Tumbuhan hijau, menyusun makanannya sendiri melalui
proses fotosintesis. Tumbuhan hijau juga memanfaatkan senyawa kimia yang
terbentuk dari fotosintesis tersebut untuk proses respirasi sel guna menghasilkan
energi. Beberapa tumbuhan dapat menyimpan cadangan makanannya sebagai
energi cadangan, yang tersimpan dalam bentuk umbi-umbian. Begitu pula
dalam tubuh hewan, termasuk dalam tubuh manusia terjadai proses penyusunan
dan pembongkaran zat tersebut. Di samping ada proses respirasi protein
(katabolisme) untuk memperoleh energi, juga terjadi proses penyusunan
(sintesis) protein yang penting untuk tersedianya protein guna membangun sel
36
atau jaringan yang rusak dan sebagai pembangun struktur jaringan tubuh
(Campbell, 2010: 175).
Gambar 6. Keterkaitan anabolisme dan katabolisme (Campbell, 2010: 175).
4. Keterkaitan Metabolisme Karbohidrat, Lemak, dan Protein
Proses metabolisme karbohidrat, protein dan lemak dalam sel tubuh
manusia, satu sama lain saling terkait. Ketiga proses metabolisme tersebut akan
melewati senyawa asetil KO-A, sebagai senyawa antara untuk memasuki siklus
Krebs. Begitu pula apabila terjadi kelebihan sintesis glukosa, maka dalam tubuh
akan diubah menjadi senyawa lemak sebagai cadangan energi.
37
Gambar 7. Keterikatan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein (Campbell,
2010: 194).
5. Enzim
Enzim merupakan biokatalisator / katalisator organik yang dihasilkan oleh sel.
a. Struktur enzim terdiri dari:
1) Apoenzim, yaitu bagian enzim yang tersusun dari protein, yang akan
rusak bila suhu terlampau panas (termolabil).
2) Gugus Prostetik (Kofaktor), yaitu bagian enzim yang tidak tersusun dari
protein. Kofaktor dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu:
1) gugus prostetik
2) koenzim
3) kofaktor
38
yang dimaksud dengan gugus prostetik ialah kelompok kofaktor yang
terikat pada enzim dan tidak mudah lepas dari enzimnya. Sebagai contoh
flavin adenine dinukleotida adalah gugus prostetik yang terikat pada enzim
suksinat dehidrogenase. Koenzim adalah molekul organik kecil, tahan
terhadap panas,
yang mudah terdisosiasi dan dapat dipisahkan dari
enzimnya dengan cara dialisis. Contoh-contaok koenzim adalah NAD,
NADP, asam tetra hidrosfat, tiamin pirofospat, dan ATP. Aktivator pada
umumnya merupakan ion-ion logam yang dapat terikat atau mudah terlepas
dari enzim. Contoh dari aktivator logam ialah K+, Mn++, Mg++, Cu++, atau
Zn++ (Poedjiadi, 2012:176).
Enzim mengatur kecepatan dan kekhususan ribuan reaksi kimia
yang berlangsung di dalam sel. Enzim adalah makromolekul yang bekerja
sebagai katalis, agen kimiawi yang mempercepat reaksi tanpa ikut
terkontaminasi oleh reaksi. Reaksi yang dikendalikan oleh enzim antara lain
ialah
respirasi,
pertumbuhan
dan
perkembangan,
kontraksi
otot,
fotosintesis, fiksasi, nitrogen, dan pencernaan (Campbell, 2010: 163).
b. Sifat-sifat enzim menurut Dwidjoseputro, (1992: ) :
1) Biokatalisator, mempercepat jalannya reaksi tanpa ikut bereaksi.
2) Thermolabil; mudah rusak, bila dipanasi lebih dari suhu 60º C, karena
enzim tersusun dari protein yang mempunyai sifat thermolabil.
3) Merupakan senyawa protein sehingga sifat protein tetap melekat pada
enzim.
39
4) Dibutuhkan dalam jumlah sedikit, sebagai biokatalisator, reaksinya
sangat cepat dan dapat digunakan berulang-ulang.
5) Bekerjanya ada yang di dalam sel (endoenzim) dan di luar sel
(ektoenzim), contoh ektoenzim: amilase,maltase.
6) Umumnya enzim bekerja mengkatalisis reaksi satu arah, meskipun ada
juga yang mengkatalisis reaksi dua arah, contoh : lipase, meng- katalisis
pembentukan dan penguraian lemak lipase
Lemak + H2O —> 3 Asam lemak + Gliserol
7) Bekerjanya spesifik ; enzim bersifat spesifik, karena bagian yang aktif
(permukaan tempat melekatnya substrat) hanya sesuai atau cocok
dengan permukaan substrat tertentu.
8) Umumnya enzim tak dapat bekerja tanpa adanya suatu zat non protein
tambahan yang disebut kofaktor. Terdapat zat yang mempengaruhi
reaksis enzimatis, yakni aktivator dan inhibitor, aktivator dapat
mempercepat jalannya reaksi, contoh aktivator enzim: ion Mg, Ca, zat
organik seperti koenzim-A.
9) Inhibitor akan menghambat jalannya reaksi enzim. Contoh inhibitor :
CO, Arsen, Hg, Sianida.
c. Faktor-faktor yang mempengaruhi kerja enzim menurut Poedjiadi, (2012:
158-175)
1) Konsentrasi enzim
Seperti pada katalis lain, kecepatan suatu reaksi yang
menggunakan enzim tergantung pada konsentrasi enzim tersebut.
40
Bertambahnya konsentrasi enzim pada konsentrasi substrat tertentu
menambah kecepatan reaksi (Poedjiadi, 2012: 158).
2) Konsentrasi substrat
Berdasarkan hasil eksperimen Michaelis-Menten menunjukan
bahwa dengan konsentrasi enzim yang tetap, maka pertambahan
konsentrasi substrat akan menaikkan kecepatan reaksi. Akan tetapi,
pada batas konsentrasi tertentu, tidak terjadi peningkatan kecepatan
reaksi walaupun konsentrasi substrat diperbesar (Poedjiadi, 2012: 159).
3) Suhu
Suhu rendah pada reaksi kimia menyebabkan reaksi berlangsung
lambat, sedangkan pada suhu tinggi reaksi kimia berlangsung lebih
cepat. Enzim merupakan protein, pada kenaikan suhu tertentu akan
mengalami denaturasi, jika terjadi denaturasi maka bagian sisi aktif
enzim akan terganggu dan dengan demikian konsentrasi efektif enzim
menjadi berkurang dan kecepatan reaksi enzim akan menurun
(Poedjiadi, 2012: 161).
4) pH
Enzim merupakan protein yang memiliki struktur ion, dengan
bermuatan negatif atau bermuatan ganda. Muatan enzim akan
berpengaruh terhadap efektivitas bagian aktif enzim dalam bentuk
kompleks enzim substrat. Kondisi pH lingkungan yang terlalu tinggi
atau terlalu rendah dapat menyebabkan denaturasi enzim, yang dapat
menurunkan aktivitas enzim (Poedjiadi, 2012: 162).
41
5) Inhibitor
Inhibitor adalah molekul atau ion yang dapat menghambat reaksi kimia
yang menggunakan enzim. Hambatan terhadap aktivitas enzim akan
sangat berpengaruh terhadap reaksi-reaksi yang terjadi. Hambatan pada
enzim ada yang bersifat reversibel dan irreversible (Poedjiadi, 2012:
163).
3. Kerangka Berpikir
Persiapan Instrumen
Penentuan tujuan tes dengan pendekatan kesalahan yang biasa dilakukan oleh
siswa
Penyusunan kisi-kisi instrumen soal
Penyusunan draft instrumen soal
Justifikasi instrumen soal oleh Ahli Biologi, Ahli Evaluasi Pendidikan, dan Uji coba
soal terhadap responden yang berbeda dengan subjek penelitian
Pengambilan Data
Analisis Data
Penarikan Kesimpulan
42
Download