Pemilahan dan Karakterisasi Inhibitor Protease dari

advertisement
METODOLOGI
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan mulai tahun 2003 sampai akhir tahun 2005,
bertempat di Laboratorium Bioteknologi Hewan dan Biomedis, juga Laboratorium
Mikrobiologi dan Biokimia, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi
Institut Pertanian Bogor.
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi bakteri patogen
penghasil
protease,
yaitu
Pseudomonas
aeruginosa,
Escherichia
coli,
Staphylococcus epidermidis, Aeromonas hydrophilla, dan Staphylococcus aureus
yang diisolasi dari pasien Rumah Sakit Pusat Pertamina, Jakarta; spons yang
diambil dari Pulau Panggang, Kepulauan Seribu sebagai sumber isolat bakteri
penghasil inhibitor. Medium yang digunakan untuk eksplorasi, pertumbuhan, dan
produksi protease seperti Luria Bertani Agar {Trypton (Oxoid), yeast extract (Oxoid),
NaCl (Merck), bactoagar (Difco)}, dan susu skim. Media yang digunakan untuk
eksplorasi, pertumbuhan dan produksi inhibitor dari bakteri asal spons yaitu marine
agar {special peptone (Oxoid), yeast extract (Oxoid), NaCl (Merck), trace element,
glucose monohidrat (Merck)} dan susu skim. Komposisi media yang digunakan
untuk pertumbuhan bakteri patogen dan bakteri laut dapat dilihat pada Lampiran 1.
Bahan-bahan untuk ektraksi dan pemurnian inhibitor protease yaitu
amonium sulfat (NH4)2SO4, Sephadex G75, dan Sephadex A-50, serta bufer
TrisHCl. Bahan kimia yang digunakan untuk analisis aktivitas protease, konsentrasi
protein dan aktivitas inhibitor protease meliputi Trisbase, kasein, asam trikloro
asetat (TCA), tirosin, Na2CO3, folin dan pereaksi Bradford.
Logam-logam yang
digunakan untuk karakterisasi inhibitor protease adalah NaCl, KCl, CaCl2, ZnCl2,
MgCl2, FeCl3.6H2O. Pembuatan pereaksi yang digunakan untuk analisis protease
dan inhibitor protease disajikan pada Lampiran 2.
Alat-alat yang digunakan meliputi spektofotometer (Pharmacia LKB,
Novaspec 2), spektofotometer UV (CE 292 Series 2), centrifuge (SORVALL),
mikropipet (pipetman), freeze dryer (Yamato), centrifuge (Tommy), seperangkat alat
elektroforesis, alat-alat gelas, tip, eppendorf, autoclave (Tommy), ose, batang
penyebar, dan lain-lain.
18
Metode Penelitian
Metode penelitian terdiri dari empat tahap, yaitu tahap I isolasi dan
identifikasi bakteri serta pemilahan bakteri yang berasosiasi dengan spons sebagai
penghasil inhibitor protease; tahap II optimasi media yang digunakan untuk produksi
inhibitor protease; dan tahap III pemurnian inhibitor protease dan tahap IV
karakterisasi inhibitor protease. Tahapan penelitian disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5 Tahapan penelitian
No.
Tahapan penelitian
Parameter yang diukur
Tahap I isolasi dan identifikasi bakteri serta pemilahan bakteri yang berasosiasi
dengan spons sebagai penghasil inhibitor protease
1.
Pengumpulan sampel (spons)
2.
Pemilahan dan pemurnian bakteri yang berasosiasi
dengan spons
3.
Pemilahan bakteri penghasil inhibitor protease
dengan metode skim 2 lapisan; sebagai bakteri uji:
E. coli, S. aureus, dan P. aeruginosa asal Rumah
Sakit Pusat Pertamina
Isolat yang positif menghasilkan inhibitor protease, dilanjutkan ke tahap berikutnya
4.
Karakterisasi bakteri penghasil inhibitor protease
5.
Pemilahan bakteri penghasil inhibitor protease
berdasarkan aktivitas inhibitor protease tertinggi
Sebagai substrat digunakan protease dari bakteri
E. coli, S. aureus, dan P. aeruginosa
- pewarnaan gram
- pewarnaan spora
- motilitas
- uji biokimia (Microbact 12 A
dan 12 B)
- OD
- pH
- konsentrasi protein
- aktivitas inhibitor
protease
Isolat yang mempunyai aktivitas inhibitor protease tertinggi dilanjutkan ke tahap berikutnya
6.
7.
Identifikasi molekular bakteri penghasil inhibitor
protease tertinggi
Analisa 16S rRNA
Tahap II optimasi media yang digunakan untuk produksi inhibitor protease
Optimasi media produksi inhibitor protease
- OD
Variasi komposisi media: glukosa 0,1% (w/v) dan - pH
yeast extract (1%; 0,5%; 0,1% w/v), dengan - konsentrasi protein
pembanding media marine broth yang ditambah - aktivitas inhibitor
glukosa 0,05 % (w/v)
protease
Substrat: protease P. aeruginosa
19
Tabel 5 Lanjutan
No.
8.
Tahapan penelitian
Optimasi media produksi inhibitor protease
Variasi komposisi media: glukosa 0,05 % (w/v) dan
yeast extract 0,1 %; 0,2 %; 0,3 %; 0,4 % (w/v)
Substrat: protease P. aeruginosa
Parameter yang diukur
- OD
- pH
- konsentrasi protein
- aktivitas inhibitor
protease
Media terbaik (menghasilkan inhibitor protease dengan aktivitas tertinggi) digunakan untuk
tahap selanjutnya
Tahap III pemurnian inhibitor protease
9.
Ekstraksi dengan amonium sulfat dan aseton
- aktivitas inhibitor protease
- konsentrasi protein
Metode ekstraksi terbaik digunakan untuk tahap selanjutnya
10.
11.
12.
13.
Dialisis dan pengeringan beku
Pemurnian inhibitor protease dengan filtrasi gel
Pemurnian inhibitor protease dengan penukar ion
Produksi inhibitor protease dengan metode terbaik
untuk setiap tahapnya
- aktivitas inhibitor protease
- konsentrasi protein
Tahap IV karakterisasi inhibitor protease
13.
Ekstrak kasar
- penentuan suhu dan pH
optimum
- kestabilan panas
- kestabilan panas pada
kondisi optimum
- IC50
- mekanisme
penghambatan
- penentuan bobot
molekul protein
14.
Hasil pengendapan dengan aseton
- penentuan suhu dan pH
optimum
- kestabilan panas
- kestabilan panas pada
kondisi optimum
- penentuan bobot
molekul protein
15.
Hasil pemurnian dengan filtrasi gel
- penentuan suhu dan pH
optimum
- kestabilan panas
- kestabilan panas pada
kondisi optimum
- IC50
- pola penghambatan
- penentuan bobot
molekul protein
16.
Hasil pemurnian dengan penukar ion
- penentuan bobot molekul
protein
20
Penelitian tahap I isolasi dan identifikasi bakteri serta pemilahan bakteri yang
berasosiasi dengan spons sebagai penghasil inhibitor protease
Tahap I meliputi pengumpulan sampel, pemilahan dan pemurnian bakteri
yang berasosiasi dengan spons, karakterisasi bakteri penghasil inhibitor protease,
penentuan bakteri penghasilkan inhibitor protease
dalam media marine broth
dengan aktivitas tertinggi dan identifikasi bakteri penghasil inhibitor protease.
Pengumpulan sampel
Sampel spons diambil dari Perairan Pulau Panggang, Kepulauan Seribu
sebanyak 10 jenis dan diambil pada kedalaman berbeda (4-12 m). Sampel disimpan
dalam media marine broth : gliserol = 1 : 1. Lokasi pengambilan sampel spons
disajikan pada Lampiran 3.
Pemilahan dan pemurnian bakteri yang berasosiasi dengan spons.
Masing-masing spons (1 gram) dihancurkan menggunakan mortar, lalu
diencerkan 10 kali. Supernatan sebanyak 200 µl disebar pada marine agar dan
diinkubasi pada suhu 30 oC selama 5 hari. Pemurnian dilakukan dengan cara
menggoresnya berulang kali, sampai didapatkan koloni tunggal yang murni.
Pemilahan bakteri penghasil inhibitor protease yang berasosiasi dengan spons
(Modifikasi Imada 1986)
Pemilahan dilakukan dengan menggunakan metode plate agar dua lapis.
Lapisan bawah terdiri dari marine agar (MA), sedangkan lapisan atas terdiri dari
luria bertani agar (LA) yang diberi skim 1,5 % (w/v). Isolat bakteri laut yang akan
dipilah, ditusukkan pada lapisan bawah (MA), lalu diinkubasi 24, 48, dan 72 jam
pada suhu 30 oC. Isolat yang tumbuh dibuang, kemudian diberi lapisan atas. Isolat
bakteri patogen ditusukkan pada bagian atas lalu diinkubasi 24 jam pada suhu
37
o
C. Isolat yang positif menghasilkan inhibitor protease menunjukkan tidak
adanya zona bening di sekitar koloni bakteri patogen atau bakteri patogen tidak
tumbuh.
Karakterisasi bakteri penghasil inhibitor protease
Isolat yang potensial menghasilkan inhibitor protease dikarakterisasi
fisiologis (gram, spora, motilitas) dan biokimiawi.
Pewarnaan gram (Cappucino dan Shermna 1983).
Satu tetes kultur bakteri diletakkan pada gelas obyek dan difiksasi dengan
panas.
Olesan bakteri digenangi dengan larutan kristal violet selama 1 menit,
kemudian dibilas dengan akuades, lalu ditiriskan. Olesan itu selanjutnya digenangi
dengan larutan KI selama 2 menit, dibilas dengan akuades, kemudian ditiriskan.
Tahap selanjutnya adalah pemucatan dengan alkohol 95 % (v/v) diikuti pembilasan
menggunakan akuades, kemudian ditiriskan.
Olesan bakteri tersebut digenangi
21
dengan safranin selama 30 detik, dibilas dengan akuades, dan ditiriskan. Kelebihan
air diserap menggunakan kertas tisu. Pengamatan dilakukan dengan mikroskop.
Bila sel bakteri bakteri berwarna merah berarti bakteri tersebut termasuk golongan
bakteri gram negatif, dan sebaliknya jika berwarna biru termasuk golongan bakteri
gram positif.
Motilitas (Jenie dan Fardiaz 1989)
Uji ini dilakukan dengan menusukkan satu ose dalam media SIM 0.5 %
(w/v), diinkubasi pada suhu 30oC selama 24 jam. Bila koloni menyebar berarti
bakteri mempunyai motilitas positif.
Morfologi sel (JEOL 1995)
Metode ini dilakukan menggunakan mikroskop elektron dan diperuntukkan
khusus untuk isolat 6A3. Tahapannya adalah sebagai berikut: isolat 6A3
ditumbuhkan pada media marine broth hingga mencapai fase logaritmik (OD 0,8).
Pelet diperoleh dengan cara memisahkannya dari media melalui sentrifugasi
dengan kecepatan 8000 rpm selama 15 menit.
Pelet difiksasi dengan
glutaraldehida 2,5 % (v/v) dalam 0,1 M bufer sodium cacodilat pH 7,2, dibiarkan
selama 1,5 jam, dicuci dua kali dengan bufer cacodilat 0,05 M, pH 7,2 masingmasing selama 20 menit. Selanjutnya difiksasi dengan osmium tetraoksida 1 %
(w/v) dalam bufer cacodilat 0,05 % (w/v), pH 7,2 selama 1-2 menit, lalu dicuci
dengan akuabides sebanyak tiga kali, masing-masing selama 2 menit. Pelet yang
sudah difiksasi dikeringkan dengan etanol pada berbagai konsentrasi secara
bertahap, dimulai dari 25, 50, 75 kemudian 100 % (v/v) sebanyak tiga kali, masingmasing selama 10 menit. Pelet diambil dan dilewatkan melalui membran 0,2 µm
untuk selanjutnya direkatkan pada stub aluminium dan dilapisi dengan emas melalui
proses vakum (6-7 Pa) selama 20 menit, kemudian sampel diamati dibawah
scanning electron microscope (SEM) tipe JEOL 5310.
Pewarnaan spora (Lay 1994)
Pertama-tama disiapkan preparat ulas dari bakteri yang akan diuji.
Preparat ulas yang sudah diberi warna hijau malasit dipanaskan dengan terlebih
dahulu menempatkan kertas saring diatas preparat guna menghindari penguapan
yang tidak merata. Setelah dingin warna hijau malakit akan terperangkap ke dalam
spora.
Kelebihan warna hijau malakit dibuang dengan cara membilas dengan
akuades, setelah terlebih dahulu kertas saring dibuang. Dengan demikian warna
hijau malasit yang tertinggal adalah yang ada di dalam spora. Untuk melihat sel
vegetatif dilakukan pemberian safranin selama 60 detik, tanpa pemanasan.
Kelebihan warna merah dibuang dengan akuades. Pengamatan dilakukan dengan
22
mikroskop.
Warna merah merah menunjukkan sel
vegetatif dan warna hijau
menunjukkan adanya spora.
Penentuan kisaran suhu, pH, dan konsentrasi NaCl (%) pertumbuhan bakteri (isolat
6A3)
Kisaran suhu pertumbuhan ditentukan dengan cara menumbuhkan bakteri
pada suhu 10-40
o
C. Kisaran pH pertumbuhan ditentukan dengan cara
menumbuhkan bakteri pada pH 3-10.
Sedangkan kisaran pH pertumbuhan
ditentukan dengan menumbuhkan bakteri pada konsentrasi NaCl 1-50 % (w/v).
Semua uji tersebut dilakukan dalam media marine broth.
Uji biokimia (MVD)
Pengujian biokimiawi dilakukan menggunakan kit Microbact 12A dan 12B.
Adapun yang diamati adalah lisina, ornitin, H2S, glukosa, manitol, xilosa,
ortonitrofenil-ß-d-galaktopiranosida (ONPG), indol, urease, Voges Preskauer (VP),
sitrat, dan triptofan deaminase (TDA) (Microbact Kit 12A), serta gelatin, malonat,
inositol, sorbitol, ramnosa, sukrosa, laktosa, arabinosa, adonitol, rafinosa, salisina,
dan arginina (Microbact Kit 12B).
Penentuan bakteri penghasil inhibitor protease tertinggi dalam media marine broth
Media yang digunakan adalah marine broth. Tahap propagasi dilakukan
pada suhu 30 oC dengan kecepatan 150 rpm hingga mencapai fase logaritmik.
Setelah itu dilakukan kultivasi selama 52 jam pada kondisi yang sama. Pengamatan
pada penentuan optimasi waktu produksi dilakukan tiap 4 jam sekali. Ekstrak kasar
didapatkan dengan cara melakukan sentrifugasi terhadap sampel yang diambil
pada kecepatan 8.000 rpm selama 15 menit. Analisis meliputi pH, OD (λ=660 nm),
dan konsentrasi protein (metode Bradford), dan aktivitas inhibitor protease (Imada
et al. 1985c). Sebagai substrat digunakan protease dari E. coli, P. aeruginosa, dan
S. aureus yang diproduksi dengan metoda Baehaki (2004). Disamping itu juga
dilakukan penentuan konsentrasi NaCl yang tepat untuk pertumbuhan isolat 6A3
dan produksi inhibitor protease dalam media fermentasi dengan perlakuan
konsentrasi NaCl 1–4 % (w/v). Pertumbuhan terbaik isolat 6A3 ditentukan dengan
rancangan acak lengkap (RAL) sederhana 1 faktor, sedangkan uji lanjutnya
menggunakan Uji Duncan (Steel dan Torrie 1980).
Identifikasi bakteri penghasil inhibitor protease tertinggi.
Identifikasi mikroba dilakukan dengan metode 16S rRNA (Santosa 2001).
Beberapa tahap yang harus dilakukan untuk analisis ini adalah (a) isolasi DNA, (b)
perbanyakan gen DNA menggunakan PCR, (c) sequencing DNA.
23
Isolasi DNA
DNA diisolasi dari bakteri dengan cara sebagai berikut: sebanyak 0,1 g sel
bakteri dicampur dalam tabung mikro dengan 200 µl buffer TE, sampel
dihomogenkan dengan tip pipet, kemudian ditambahkan 500 µl DAS-Iz. Sebanyak
500 µl kloroform-isoamilalkohol (24:1) ditambahkan ke dalam larutan, dicampur
selama 1 menit, lalu disentrifugasi pada kecepatan 15.000 g selama 10 menit.
Supernatan dibuang dengan pipet dan pipet dicampur dengan 0,54 x volume
isopropanol dingin, didiamkan pada suhu 4 oC selama 15 menit. Pellet dicuci
dengan 70 % (v/v) alkohol, lalu disentrifugasi selama 2 menit. Pellet dikeringkan
pada suhu kamar selama 10-15 menit dan dilarutkan dalam 200 ml buffer TE. 200µl
DNA crude extract dicampur dengan 200 µl larutan DAS-IIz, disentrifugasi. Pellet
dilarutkan dengan 200µl buffer TE, kemudian diekstrak dengan 200 µl fenol dan
kloroform-isoamilalkohol. Larutan diendapkan dengan 0,7x volume isopropanol.
Pellet dicuci dengan 70 % (v/v) alkohol dan dielusi dalam 10µl H2O.
Perbanyakan DNA menggunakan PCR
Tahap ini dilakukan dengan prosedur sebagai berikut: pertama-tama
disiapkan campuran reaksi yang terdiri atas 5 µl (10x buffer taq-polimerase), 10 µl
dNTPs (masing-masing 2,5 mM), 30 µl H2O, dan primer 2,5 µl (12 mM). Sebanyak
10-500 pg DNA dan 2 U taq polymerase ditambahkan. Primer yang digunakan
untuk analisis 16S rDNA adalah 16F27 dan 16R1492. Setelah itu dilakukan
amplifikasi DNA menggunakan PCR, tahapannya yaitu: denaturasi pada suhu 94 oC
selama 2 menit, dilanjutkan dengan 30 siklus denaturasi pada 94 oC selama 1
menit; annealing pada suhu 45 oC selama 1 menit, dan ekstensi pada suhu 72 oC
selama 2 menit. Setelah itu dilanjutkan dengan siklus ekstensi pada 72 oC selama
10 menit.
Sequencing DNA
Sequencing
DNA
dilakukan
dengan
cara
sebagai
berikut:
DNA
diamplifikasi kembali menggunakan PCR dengan primer tunggal T7, dalam 20 µl
campuran reaksi taq-polimerase, nukleotida berlabel, dan DMSO dengan kondisi
seperti di atas; sebanyak 100 µl H2O ditambahkan ke larutan DNA yang akan
diamplifikasi.
Larutan yang diinginkan sebanyak 120 µl ke dalam tabung mikro
baru, ditambahkan 18 µl 2 M sodium asetat, pH 5 dan 300 µl etanol. Larutan
disentrifugasi selama 10 menit, supernatan dibuang secara hati-hati, disisakan 2030 µl, kemudian dicuci dengan 70 % (v/v) alkohol, disentrifugasi kembali selama 2
menit, disisakan supernatan 20-30 µl, kemudian pellet dikeringkan menggunakan
pompa vakum. DNA produk yang dihasilkan disekuens menggunakan automatic
24
DNA sequencer (ABI PRISM 377 DNA sequencer) dengan prosedur yang sesuai
dengan instruksi di buku petunjuk. Hasil sekuens adalah berupa urutan basa DNA.
Hasil pengurutan DNA dibandingkan dengan data gen 16S rRNA dari
GenBank
menggunakan
program
pencarian
BLAST
dari
NCBI
(http://www.ncbi.nlm.nih.gov/BLAST) guna memperoleh urutan dengan tingkat
homologi yang tinggi dengan urutan nukleotida isolat 6A3. Sebanyak 16 untai
urutan DNA dari GenBank termasuk sekuen DNA isolat 6A3 disusun dengan format
FASTA3 untuk dilakukan analisis kemiripan menggunakan program ClustalW dari
situs www.ebi.ec.uk/clustalW. Hasil yang diperoleh disimpan pada software
TreeConW, yang selanjutnya digunakan untuk membuat pohon filogenetik dalam
format Phylip menggunakan program tersebut dengan replikasi bootstrap 100x.
Jenis dan nomor akses
urutan DNA yang digunakan untuk pembuatan pohon
filogenetik disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6 Jenis dan nomor akses bakteri yang digunakan untuk pembuatan pohon
filogenetik
Jenis bakteri
Chromohalobacter canadiensis
Chromohalobacter sp. 1A1-2
Pseudomonas beijerinckii
Chromohalobacter nigriensis
Chromohalobacter sarecenensis
Halomonas elongata
Chromohalobacter MAN K24
Chromohalobacter sp. Is-Chi
Isolat 6A3
Halomonas nitritophilus
Deleya marina
Cobetia marina
Pseudomonas sp.
Haererehalobacter ostenderiensis
Halomonas sp. NT N110
Staphylococcus aureus
Nomor akses
AJ295143
AB89308.1
AB021386.1
AJ277205
AB105069.1
AJ295147
AB166934.1
AB189306.1
DQ631801
AJ309564.1
M93354.1
AB167062.1
AB055789.1
U78786.1
AB167027.1
AY859409
Penelitian tahap II optimasi media yang digunakan untuk produksi inhibitor
protease
Pada tahap ini dilakukan produksi protease dari bakteri patogen dan
seleksi media produksi inhibitor protease.
Produksi protease (Baehaki 2004)
Bakteri patogen yang telah diremajakan, diinokulasi sebanyak 1-2 lup
pada media Luria Bertani Broth (LB) sampai mencapai fase logaritmik (OD
mencapai 0,8; λ=620 nm). Sebanyak 10 % (v/v) inokulum dipindahkan ke dalam
100 ml media produksi (LB), selanjutnya diinkubasi pada suhu 37 oC selama waktu
25
tertentu (waktu optimum untuk guna mendapatkan enzim protease ekstraseluler),
yaitu protease dari S. aureus 16 jam, E. coli 24 jam, P. aeruginosa 40 jam, Listeria
sp.
24 jam, Aeromonas hydrophilla 48 jam, dan S. epidermidis 48 jam. Untuk
memisahkan sel dilakukan sentrifugasi dengan kecepatan 8.000 rpm selama 15
menit pada suhu 4 oC. Supernatan yang mengandung enzim (ekstrak kasar) diuji
aktivitasnya menggunakan metode Walter (1984) pada substrat kasein (Sigma) dan
kadar proteinnya menurut metode Bradford dalam Hammond dan Kruger (1988).
Optimasi media produksi inhibitor protease
Optimasi dilakukan pada media marine broth yang ditambah dengan
glukosa 0,1 % (w/v) dan konsentrasi yeast extract yang bervariasi (0,1; 0,5; dan 1,0
% w/v), dan pH media (7 dan 8) untuk isolat 6A3. Sebagai pembanding digunakan
media marine broth yang ditambah glukosa 0,05 % (w/v). Selanjutnya dilakukan
optimasi media pada media marine broth yang ditambah glukosa 0,05 % (w/v)
dengan konsentrasi yeast extract 0,1; 0,2; 0,3 dan 0,4 % (w/v). Pengamatan
dilakukan tiap 4 jam sekali. Sampel yang diambil disentrifugasi pada kecepatan
8.000 rpm selama 15 menit. Analisis yang dilakukan meliputi OD (λ=660 nm), pH,
konsentrasi protein (metode Bradford), dan aktivitas inhibitor protease
(Imada
et al.1985c).
Penelitian Tahap III pemurnian inhibitor protease
Tahap ini meliputi ekstraksi inhibitor protease dan pemurnian inhibitor
protease menggunakan kolom kromatografi.
Ekstraksi inhibitor protease
Ekstrak kasar yang diproduksi menggunakan medium dan kondisi produksi
optimum, selanjutnya diekstraksi menggunakan aseton dan ammonium sulfat
(NH4)2SO4.
Konsentrasi aseton yang ditambahkan 20-60 % (v/v), sedangkan
konsentrasi ammonium sulfat yang ditambahkan adalah 50-80 % kejenuhan (w/v).
Proses ekstraksi dilakukan pada suhu dibawah 4 oC. Ekstrak kasar yang sudah
diendapkan dengan ketiga jenis bahan tersebut, selanjutnya disimpan selama 1
malam pada suhu 4 oC. Tahap selanjutnya adalah sentrifugasi pada suhu 4 oC,
kecepatan 10.000 rpm selama 15 menit.
Pengamatan meliputi penentuan
konsentrasi protein (mg/ml) dan aktivitas inhibitor protease (U/ml) (Imada, 1985c)
baik pada supernatan maupun pada pelet.
Dialisis dan pengeringan beku
Dialisis berguna untuk membuang molekul-molekul yang berukuran lebih
kecil dari molekul inhibitor, termasuk untuk membuang garam dan pelarut organik
yang digunakan selama proses ekstraksi.
Kantung dialisis yang digunakan
26
mempunyai cut off 12 kD.
semalam.
Proses dialisis dilakukan dengan waktu 4 jam dan
Proses dialisis akan menyebabkan pengenceran terhadap inhibitor
protease. Oleh karena itu dilanjutkan dengan pemekatan dengan pengering beku
sampai mengalami pemekatan 100x.
Pemurnian dan produksi inhibitor protease
Sebelum dimurnikan, inhibitor protease terlebih dahulu dikering-bekukan.
Tujuannya adalah untuk memekatkan bahan tersebut sehingga konsentrasi
proteinnya memenuhi syarat untuk keperluan pemurnian.
Pemurnian dilakukan 2 tahap, tahap pertama menggunakan metode filtrasi
gel dan tahap kedua menggunakan penukar ion. Pemurnian dengan filtrasi gel
dilakukan dengan bahan pengelusi yaitu buffer TrisHCl pH 5, sedangkan matriknya
adalah Sephadex G-75. Fraksi dikumpulkan dengan fraction collector. Masingmasing fraksi berisi 3 ml eluen. Fraksi dengan aktivitas tinggi dikumpulkan untuk
selanjutnya dimurnikan dengan penukar ion.
Konsentrasi NaCl yang digunakan
adalah 0,6 M. Matrik yang digunakan Sephadex A-50. Masing-masing fraksi berisi
2 ml eluen. Masing-masing fraksi diuji konsentrasi protein (mg/ml) dengan metode
Bradford dan aktivitasnya diuji dengan metode Imada et al. (1985c).
Setelah didapatkan metode pemurnian yang tepat, tahap selanjutnya
adalah produksi inhibitor protease dengan metode terbaik untuk setiap tahapnya.
Penelitian tahap IV karakterisasi inhibitor protease
Karakterisasi inhibitor protease dilakukan terhadap ekstrak kasar, hasil
pengendapan dengan aseton, dan hasil pemurnian dengan filtrasi gel. Karakterisasi
meliputi penentuan suhu optimum, pH optimum, kestabilan panas, kestabilan panas
pada kondisi optimum, serta penentuan bobot molekul.
Khusus untuk ekstrak
kasar, dilakukan karakteristik tambahan berupa penentuan IC50 dan mekanisme
penghambatan inhibitor protease. Sedangkan pada inhibitor protease hasil filtrasi
gel dilakukan karakteristik tambahan berupa penentuan penghambatan dengan
metode zimogram, ketahanan pH, pengaruh berbagai substrat (protease) dan
logam terhadap aktivitas inhibitor protease, serta IC50. Selain itu juga dilakukan
penentuan model penghambatan inhibitor protease.
Penentuan suhu optimum
Tahap ini dilakukan dengan cara menginkubasi sampel yang diuji aktivitas
inhibitornya pada suhu yang berbeda, yaitu 10-70 oC dengan interval 10 oC.
Setelah itu diukur aktivitasnya sesuai prosedur Imada et al. (1985c)
27
Penentuan pH optimum
Penentuan pH optimum dilakukan dengan cara sebagai berikut: sampel
yang akan diuji ditambahkan buffer dengan pH berbeda, yaitu berkisar 3-12, dengan
interval 1. Setelah itu diukur aktivitasnya sesuai prosedur Imada et al. (1985c)
dengan suhu inkubasi merupakan suhu optimum untuk inhibitor protease tersebut.
Stabilitas panas
Uji ini dilakukan dengan cara sebagai berikut: sampel disimpan pada suhu
yang berbeda, yaitu antara 10-70 oC, dengan interval 10 oC selama 10 menit.
Setelah itu sampel tersebut diukur aktivitasnya sesuai prosedur Imada et al.
(1985c), menggunakan kondisi suhu dan pH optimum berdasarkan hasil analisa
sebelumnya.
Stabilitas panas pada kondisi optimum
Sampel sebelumnya disimpan pada kondisi optimum (suhu dan pH
optimum) selama 8 jam, dengan interval waktu 1 jam. Setelah itu sampel diukur
aktivitasnya sesuai prosedur Imada et al. (1985c) pada kondisi optimum.
Penentuan IC50
Definisi IC50 adalah besarnya konsentrasi inhibitor protease yang dapat
menghambat aktivitas protease sebesar 50 %. Analisa ini dilakukan menggunakan
metode sumur. Ekstrak kasar dengan jumlah yang bervariasi (500, 1000, 1500,
2000, dan 2500 µl) ditambahkan ke dalam media marine agar. Untuk kontrol tidak
ditambahkan ekstrak kasar. Setelah dibuat sumur, bakteri patogen (E. coli,
S. aureus, dan P. aeruginosa) dengan OD 0,8 dimasukkan ke dalam sumur
sebanyak 2 µl.
Kemudian diinkubasi pada suhu 37 oC selama 24 jam. Besarnya
penghambatan (%) dihitung dengan cara sebagai berikut :
% penghambatan = 1 - A
B
Keterangan : A= zona bening koloni yang mendapat penambahan inhibitor
B= zona bening kontrol (tanpa penambahan inhibitor)
SDS PAGE dan zimogram
Penentuan bobot molekul dilakukan menggunakan SDS PAGE (Laemmli
1970). Konsentrasi akrilamid yang digunakan dalam analisis ini adalah 10 % (w/v).
Pewarnaan yang digunakan adalah pewarnaan perak. Prosedurnya sebagai berikut:
gel direndam dalam larutan fiksasi (25 % (v/v) metanol dan 12 % (v/v) asam asetat)
selama 1 jam kemudian direndam dalam 50 % (v/v) etanol selama 20 menit,
kemudian diganti dengan 30 % (v/v) etanol selama 2x20 menit, larutannya diganti
dengan pengembang kemudian dicuci dengan akuabidestilata, setelah dicuci
ditambahkan larutan perak nitrat selama 30 menit kemudian dicuci lagi dengan
28
akuabidestilata 2x20 detik dan ditambahkan larutan campuran Na2CO3 dan
formaldehida dan terakhir dengan larutan fiksasi.
Zimogram
yang
digunakan
untuk
melihat
penghambatan
adalah
menggunakan modifikasi metode Granelli-Pipemo dan Reich (1978). Perbedaan
antara zimogram dengan SDS PAGE adalah pada gel akrilamid ditambah substrat
kasein 2 % (w/v). Enzim protease direaksikan dengan inhibitor protease dengan
berbagai konsentrasi. Reaksi berjalan selama waktu tertentu, yaitu 0,5 jam; 1 jam;
dan 1,5 jam. Setelah itu sampel dirunning pada SDS PAGE. Elektroforesis berjalan
pada voltage 100 V dan arus 50 mA. Running dinyatakan selesai bila penanda biru
mencapai jarak 1 cm dari batas bawah. Setelah itu direndam dengan Triton X-100
2,5 % (v/v) selama 1 jam dan dilakukan inkubasi dalam buffer TrisHCl 10 mM, pH 8
selama 24 jam. Pewarna yang digunakan untuk keperluan ini adalah coomassie
brilliant blue. Pereaksi yang digunakan untuk SDS PAGE dan zimogram disajikan
pada Lampiran 4.
Ketahanan pH
Sampel disimpan pada pH 3-12 dengan interval 1 selama 1 jam pada suhu
o
30 C. Sebelum diassay sampel dikembalikan pada kondisi pH optimum.
Pengaruh berbagai substrat
Pengujian aktivitas inhibitor protease dilakukan dengan menggunakan
berbagai substrat, dalam hal ini berbagai protease. Sebagai substrat digunakan
beberapa protease bakteri patogen, seperti protease E. coli, S. aureus,
S. epidermidis, A. hydrophilla, Listeria spp., dan P. aeruginosa.
Pengaruh ion logam
Untuk menguji pengaruh keberadaan ion logam terhadap aktivitas inhibitor
protease, maka sebelum diukur, inhibitor protease direaksikan dengan berbagai ion
logam dengan konsentrasi 1 mM dan 5 mM selama 12 menit pada suhu 30 oC.
Setelah itu dilakukan pengukuran aktivitas inhibitor dengan metode Imada et al.
(1985c). Ion logam yang digunakan berasal dari garam NaCl, KCl, CaCl2, MgCl2,
ZnCl2, dan FeCl3.6H2O.
Penentuan model penghambatan
Model penghambatan aktivitas protease oleh inhibitor dapat ditentukan
dengan melakukan variasi substrat (kasein), yaitu 0,75-3,0 % (w/v) dengan interval
0,25. Dengan melakukan plot antara 1/[S] dengan 1/v, maka akan didapatkan nilai
Km dan Vmaks. Nilai ini akan menentukan model penghambatan inhibitor terhadap
protease (Copeland 2005).
29
Mekanisme penghambatan
Penentuan mekanisme penghambatan inhibitor protease dilakukan
dengan cara mengamati pertumbuhan bakteri P. aeruginosa dalam media LB yang
ditambahkan inhibitor protease pada konsentrasi berbeda.
Pada penentuan ini
terdapat kontrol, yaitu dalam kultur bakteri tersebut tidak ditambahkan inhibitor
protease.
Pengamatan dilakukan 1 jam sekali sampai pengamatan kelima,
selanjutnya diamati tiap 30 menit selama 9,5 jam. Analisa meliputi OD dan aktivitas
protease.
Analisis
Analisis yang dilakukan meliputi aktivitas protease, konsentrasi protein,
dan aktivitas inhibitor protease.
Aktivitas protease (Walter 1984)
Untuk setiap sampel yang dianalisis, harus disertai dengan blanko dan
standar, dengan perincian seperti pada Tabel 7.
Tabel 7 Prosedur untuk mengukur aktivitas protease
Pereaksi
Sampel (ml)
Blanko (ml)
Buffer Tris-HCl (0,2 M, pH 8)
1,00
1,00
Substrat kasein 2 % (w/v), pH 8,0
1,00
1,00
Enzim dalam CaCl2 (2 mmol/l)
0,20
Tirosin standar
Akuades
0,20
diinkubasi pada suhu 37 oC selama 10 menit
TCA (0,2 M)
2,00
2,00
Akuades
0,20
Enzim dalam CaCl2 (2 mmol/l)
0,20
Diinkubasi pada suhu 37 oC selama 10 menit, lalu disentrifugasi
selama 10 menit
Filtrat
1,50
1,50
Na2CO3
5,00
5,00
Pereaksi folin
1,00
1,00
Diinkubasi selama 20 menit suhu 37 oC
Diukur dengan spektrofotometer pada λ = 578 nm
Perhitungannya adalah :
UA
=
(A
sp
− Abl )
( Ast − Abl )
× P×
1
T
Standar (ml)
1,00
1,00
0,20
2,00
0,20
10.000 rpm
1,50
5,00
1,00
30
dimana:
UA
=
jumlah tirosin yang dihasilkan per ml enzim/ menit
Asp
=
nilai absorbansi sampel
Abl
=
nilai absorbansi blanko
Ast
=
nilai absorbansi standar
P
=
faktor pengencer
T
=
waktu inkubasi (10 menit)
Konsentrasi protein (Metode Bradford dalam Hammond dan Kruger 1988)
Analisa ini diawali dengan pembuatan larutan bradford dan larutan standar
BSA. Larutan bradford dibuat dengan cara sebagai berikut : sebanyak 100 mg
coomassie brilliant blue G-250 dilarutkan dalam 50 ml etanol 95 % (v/v). Setelah itu
100 ml asam fosfat 85 % (w/v) ditambahkan. Terakhir larutan diencerkan dengan
akuades sampai 1 liter. Larutan standar segar dibuat dengan menggunakan protein
BSA. Sebanyak 100 mg BSA ditimbang dan ditambahkan 25 ml akuades. Larutan
dikocok pelan-pelan, setelah larut diencerkan sampai 50 ml. Konsentrasi akhir
larutan stok untuk standar ini adalah 2 mg/ml. Kemudian sederetan larutan standar
dengan menggunakan larutan stock diatas. Konsentrasi Bradford dan kurva standar
yang digunakan untuk menentukan konsentrasi protein disajikan pada Lampiran 5.
Setelah semua pereaksi siap, langkah selanjutnya adalah memipet
masing-masing larutan dalam tiap tabung sebanyak 0,1 ml dan dimasukkan ke
dalam tabung reaksi yang lain yang bersih. Untuk metode makroassay, sebanyak
5 ml pereaksi Bradford ditambahkan ke dalam masing-masing tabung reaksi,
sedangkan untuk mikroassay pereaksi Bradford yang ditambahkan sebanyak 1 ml.
Blanko dibuat dengan cara mencampurkan 0,1 ml dan direaksikan dengan 5 ml
(makroassay) atau 1 ml (mikroassay) pereaksi Bradford. Setelah sekitar 5 menit,
masing-masing campuran reaksi diukur absorbansinya pada λ = 595 nm. Dari sini
akan dapat dibuat kurva standar.
Aktivitas inhibitor protease (Imada et al. 1985c)
Aktivitas inhibitor protease diukur dengan menggunakan metode Anson
yang dimodifikasi. Prosedur pengukuran inhibitor protease dapat dilihat pada Tabel
8 Contoh penentuan konsentrasi inhibitor yang digunakan untuk assay aktivitas
inhibitor protease disajikan pada Lampiran 6.
31
Tabel 8 Prosedur pengukuran aktivitas inhibitor protease
No.
1.
2.
3.
4.
Bahan kimia
Inhibitor
Blanko Inhibitor Kontrol (ml)
(ml)
(ml)
Enzim
0,5
0,5
0,5
Inhibitor
0,5
0,5
Diinkubasi 12 menit, 30oC
Kasein (1% w/v) 1
1
1
Diinkubasi
Diinkubasi 12
Tidak
12 menit, diinkubasi
menit, 30oC
o
30 C
TCA (5 % w/v)
2
2
2
Diinkubasi 20 menit, 30 oC
Disaring dengan kertas saring
Diukur dengan spektrofotometer UV (λ = 280 nm)
Blanko
Kontrol (ml)
0,5
1
Tidak
diinkubasi
2
Persentase Penghambatan = 1 – (Inhibitor-Blanko inhibitor) x 100 %
(Enzim – Blanko enzim)
Satu unit inhibitor protease adalah jumlah inhibitor protease yang mampu
menghambat aktivitas protease 0,05 U/mg protein sebanyak 50 %.
Download