POTENSI EKSPOR

advertisement
No. 6 - Agustus 2010
Lai, Durian Berwarna Daging Atraktif
POTENSI EKSPOR
Indonesia memiliki potensi sumberdaya
genetik tanaman buah tropika, khususnya durian,
yang berlimpah. Lai atau Pampaken (Durio
kutejensis Becc.) merupakan salah satu kerabat
durian yang memiliki potensi pasar domestik dan
ekspor yang cukup tinggi untuk mendampingi
durian. Pengembangan dan promosi komoditas
ini perlu digalakkan agar dapat menjadi komoditas
unggulan masa depan Indonesia.
Pengembangan komoditas buah tropika,
khususnya durian, perlu ditingkatkan untuk
menahan laju buah impor. Tanaman durian yang
berkembang di masyarakat umumnya tumbuh secara
alamiah dan dimiliki secara turun temurun. Selain
varietasnya yang beragam, kebanyakan tanaman
masih berasal dari biji dan tidak mendapatkan
input yang memadai. Namun demikian, komoditas
ini mampu bertahan sebagai komoditas buah ke-4
di Indonesia setelah pisang, jeruk, dan mangga,
dengan produksi 682.000 t dari luas panen 56.655
ha pada tahun 2008 (Departemen Pertanian 2009).
36
Fakta ini merupakan salah satu petunjuk adanya
potensi besar yang dimiliki durian.
Disamping memperhatikan aspek kuantitas,
pengembangan komoditas ini ke depan juga perlu
memperhatikan aspek kualitas. Yang tidak kalah
penting juga perlu dicari terobosan-terobosan
dalam membangun citra durian nusantara. Salah
satunya dengan memanfaatkan potensi sumberdaya
genetik lokal kerabat durian yang banyak tersebar
di berbagai daerah.
Durian merupakan salah satu genus tanaman
buah asli Indonesia dan Kalimantan dianggap
sebagai pusat asalnya (center of origin). Di antara
28 spesies yang ada di dunia, 19 spesies berasal
dari Kalimantan dan Sumatera (Nanthachai
1994, Brown 1997), dan tujuh spesies diketahui
menghasilkan buah yang dapat dimakan (edible)
(Gadug dan Voon 2000). Lai (Durio kutejensis
Becc.) merupakan salah satu dari enam durian
edible tersebut.
iptek hortikultura
Lai atau Lay merupakan nama khas yang
diberikan oleh penduduk asli Kalimantan Timur.
Di Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah Lai
dikenal dengan nama Pampaken atau Pampakin
(Krismawati dan Sarwani 2005, Antarlina 2009),
di Serawak dikenal sebagai durian Nyekak, sedang
di Brunei dikenal dengan nama durian Pulu
(Nanthachai 1994).
Lai merupakan jenis durian yang endemik
di Kalimantan terutama di Kalimantan Timur
dan Kalimantan Selatan. Namun demikian,
ia juga dijumpai tumbuh baik di Sumatera
dan Jawa. Beberapa tanaman tampak tumbuh
baik di Palembang, Riau, Sumatera Barat, dan
Jambi. Tanaman ini juga dijumpai tumbuh baik
di KP. Subang dan Taman Buah Mekarsari. Di
Banyuwangi juga ditemui Lai yang dapat berbuah
dengan baik (Pengamatan pribadi).
Lai memiliki potensi yang besar untuk
dikembangkan sebagai salah satu produk unggulan
buah tropika, namun pamornya masih tertutup
oleh ketenaran durian dari spesies D. zibhetinus.
Oleh karena itu kepedulian dan upaya promosi Lai
perlu ditingkatkan agar citra salah satu komoditas
unggulan masa depan ini meningkat dan dapat
menjadi pendamping buah-buah lain.
Karakteristik Lai
Ciri khas Lai dibandingkan dengan durian
lain adalah pada daun, bunga, dan buahnya.
Pohon Lai sama dengan durian pada umumnya,
tetapi memiliki daun yang ukurannya lebih besar
dan tebal. Panjang daunnya mencapai 20-25 cm,
dengan lebar 5-7 cm. Bunganya besar, menarik
dengan warna bervariasi dari merah muda sampai
merah tua. Buahnya kecil sampai sedang (1-2 kg),
bertangkai pendek, berwarna hijau muda atau hijau
kekuningan saat mentah, dan kuning hingga coklat
bila telah masak penuh, berkulit relatif tipis dengan
duri yang tumpul.
Musim panen Lai biasanya bulan Januari
sampai Maret, dengan masa puncak bulan
Pebruari. Lai mempunyai porsi daging buah 2040%. Teksturnya agak kering, lembut, dan halus
bergantung pada varietasnya. Buah yang baru
gugur biasanya belum masak penuh dan mutunya
meningkat beberapa hari setelah gugur. Warna
daging bervariasi dari kuning, kuning tua, oranye,
sampai merah, dan memiliki aroma yang lembut,
kadang-kadang beraroma wangi mawar. Warna biji
bervariasi dari coklat muda sampai coklat gelap.
Potensi Lai
Kelebihan Lai adalah pada aroma yang
lembut, warna daging atraktif, daya simpan
yang lebih lama, dan musim panen yang berbeda
dengan durian, memberikan peluang pasar lebih
luas baik untuk pasar domestik maupun ekspor.
Kelebihan ini dapat mensubstitusi kekurangan
yang selama ini menjadi kendala pada komoditas
durian. Dengan kelebihan ini, Lai dapat menjadi
pendamping durian dari jenis D. zibhetinus sebagai
komoditas unggulan trend setter Indonesia di masa
depan, baik pemanfaatan secara langsung maupun
tidak langsung untuk perbaikan varietas durian
(Purnomo et al. 2005).
Aroma yang sangat lembut bahkan hampir
tidak beraroma, atau kadang beraroma wangi
mawar, membuka peluang untuk konsumsi durian
di dalam ruangan atau dihidangkan di meja
makan, di mana hal ini tidak biasa untuk durian.
Demikian pula aroma yang lembut ini lebih sesuai
untuk konsumen baru, apabila ingin mengenalkan
durian di pasar ekspor. Karena para konsumen
baru biasanya menolak durian pada kesan
pertama sehubungan dengan baunya yang sangat
menyengat. Demikian juga masalah transportasi,
biasanya penumpang menolak penumpang lain
yang membawa durian. Dengan Lai mungkin hal
ini nanti tidak lagi menjadi masalah.
Warna yang menyolok dan atraktif (kuning
tua atau oranye), sangat menarik dan menggugah
selera. Selain menunjukkan tingginya kandungan
karoten atau provitamin A (Djufry dan Jumberi
2005), dengan karakter warna yang atraktif ini
menjadikan Lai lebih sesuai untuk dipasarkan
dalam bentuk segar tanpa kulit dibungkus dengan
styrofoam dan plastik transparan, atau disebut
durian segar dengan penanganan pascapanen
minimal. Disamping memberi kesan yang menarik,
cara ini akan memudahkan untuk ekspor. Dengan
cara ini akan lebih efisien dalam biaya, karena
hanya memasarkan bagian edible dan biji, juga
mengurangi sampah bagi negara tujuan, karena
37
No. 6 - Agustus 2010
b
c
a
d
e
f
Gambar 1. Lai koleksi Balitbu Tropika. a. Keragaan pohon, b. bunga, c. buah pada cabang, d. tampilan
luar buah, e. tampilan bagian dalam, f. biji durian di antara daging buah
lebih dari 60% durian adalah kulit yang merupakan
sampah. Negara maju seperti Australia bahkan
telah menerapkan peraturan hanya mengimpor
durian segar tanpa kulit, karena alasan sampah
dan karantina (Zappala dan Diczbala 2002).
Sebagaimana diketahui, bersama kulit durian akan
terbawa berbagai mikroorganisme dan telur hama
yang mungkin akan berbahaya bagi negara tujuan
ekspor.
Daya simpan lebih lama yang dimiliki Lai
akan menjadi salah satu solusi dalam distribusi
durian, baik di dalam negeri maupun untuk tujuan
ekspor. Sebagaimana masalah durian lokal yang
umumnya mudah pecah karena memiliki umur
simpan yang pendek (Wibawa 2009), maka pada
Lai tidak demikian. Dengan kemasakan yang
38
optimal justru diperoleh setelah disimpan beberapa
hari, dan tahan sampai tujuh hari setelah masak,
menjadikan Lai sebagai buah yang ideal untuk
transportasi jarak jauh.
Selain kelebihan-kelebihan yang telah
disebutkan di atas, Lai mempunyai potensi sebagai
penghambat laju durian impor, dengan cara
menunda distribusinya, baik melalui cara kultur
teknis atau penyimpanan buah dalam cold storage
sampai bulan Mei atau Juni. Karena pada bulan
inilah terjadi panen raya durian di Thailand dan
mulai menyerbu pasar Indonesia.
Varietas Unggul Lai
Beberapa varietas Lai sudah beredar di
masyarakat, baik yang sudah dilepas sebagai
iptek hortikultura
Gambar 2. Durian Lai dari Kalimantan Tengah,
kulit berwarna putih susu, daging
oranye
Gambar 3. Lai Rencong, andalan Kalimantan
Timur mulai diminati eksportir
Singapura dan Malaysia
Gambar 4. Pembenihan durian Lai di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur
39
No. 6 - Agustus 2010
Gambar 5. Lai Mas di Mekarsari, ukuran buahnya sedang, cukup untuk konsumsi satu orang
varietas unggul maupun yang belum dilepas, di
antaranya adalah Lai Mas, Lai Kayan, Lai Rencong,
Lai Nangka, dan Lai Batuah. Lai Mas merupakan
salah satu varietas yang pertama kali diperkenalkan
kepada masyarakat umum. Walaupun belum dilepas
sebagai varietas unggul, Lai sudah cukup dikenal.
Di Taman Buah Mekarsari, varietas ini ditanam
cukup banyak dan sudah berproduksi. Pada musim
buah Lai menjadi salah satu daya tarik dalam pesta
kebun bertema durian (komunikasi pribadi).
Lai Kayan, Lai Rencong, Lai Nangka, dan
Lai Batuah, merupakan varietas Lai yang terbilang
baru, dan dilepas sebagai varietas unggul dari
Kalimantan Timur. Varietas-varietas tersebut
sudah mulai dikembangkan. Beberapa kebun
telah menghasilkan dan ternyata cukup diminati
konsumen. Informasi terakhir, varietas ini juga
diminati oleh eksportir dari Singapura dan
Malaysia (Dinas Pertanian Kaltim, komunikasi
pribadi). Dan masih banyak lagi Lai yang tersebar
di kawasan lain di Kalimantan yang belum
dieksplorasi atau dipromosikan kepada khalayak
umum.
Namun sayang, citra Bangkok kadang masih
melekat pada buah-buah nasional yang unggul,
40
hanya karena ulah pedagang yang ingin ambil
untung dengan jalan pintas. Sebagai contoh di
Palembang, Riau, dan Jambi, durian Lai Mas
diperkenalkan oleh pedagang benih dengan nama
Bangkok Mas. Bahkan beberapa hobbiis baru
menganggap Lai berasal dari Thailand, karena
bibitnya diperoleh dari sana.
Salah Kaprah Seputar Lai
Ada beberapa persepsi yang salah kaprah
pada buah Lai dan durian. Karena umumnya Lai
memiliki rasa yang kurang manis, banyak orang
beranggapan bshes semua Lai tidak enak. Padahal,
sebagaimana durian zibhetinus dengan beragam
rasa mulai dari yang hambar sampai yang manis
dan pahit, demikian juga Lai. Terbukti akhir-akhir
ini ditemukan varietas unggul Lai yang memiliki
rasa manis. Beberapa sumber di Kalimantan Timur
juga mengaku memiliki Lai yang rasanya manis
legit seperti durian biasa.
Lai tidak mengandung kolesterol dan rendah
alkohol, demikian pembawa acara salah satu media
TV memperkenalkan durian Lai. Informasi ini
tidak salah, tetapi seolah-olah hanya Lai yang tidak
mengandung kolesterol. Padahal yang namanya
iptek hortikultura
kolesterol itu hanya diproduksi oleh hewan (lemak
hewani). Dan tidak ada satupun tanaman yang
mengandung bahan ini. Jadi kita tidak perlu cemas
kolesterol akan naik bila mengkonsumsi durian,
apalagi Lai. Meningkatnya mood setelah makan
durian, sebenarnya disebabkan oleh kandungan
tryptophan yang tinggi (Aminuddin 2010).
Demikian juga kandungan kalium, vit B6, dan vit C
yang tinggi akan menambah kebugaran bagi yang
mengkonsumsi durian.
Sedangkan kadar alkohol yang rendah pada
Lai, (menurut sebagian orang dikandung oleh
durian biasa sehingga berasa pahit), adalah tidak
tepat. Karena alkohol merupakan senyawa yang
dihasilkan dari fermentasi karbohidrat atau gula
dengan bantuan mikroorganisme, bukan disintesis
oleh tanaman itu sendiri. Jadi, bila ada kandungan
alkohol dalam durian, hal itu berarti buah duriannya
kelewat masak alias busuk.
PENUTUP
Lai, sebagai salah satu kekayaan sumberdaya
genetik buah tropika Indonesia yang mempunyai
potensi pasar domestik maupun ekspor. Tidak
hanya berfungsi sebagai pendamping durian, tetapi
juga dapat menjadi komoditas trend setter di masa
depan. Dengan berbekal kelebihan karakter buah,
kepedulian semua kalangan, rasa nasionalisme
dan kebanggaan, Lai siap dimunculkan sebagai
komoditas unggulan citra buah Indonesia.
PUSTAKA
1. Aminuddin, A. H. K. 2010. To All Durian Lovers.
Do check this out!. http://cutenabata. multiply.com/
journal/item/5/TO_ALL_DURIAN_LOVERSDO_
CHECK_THIS_OUT_ [ 21 Januari 2010]
2. Antarlina, S. S. 2009. Identifikasi Sifat Fisik dan
Kimia Buah-buahan Lokal Kalimantan. Bul Plasma
Nutfah. 15 (2): 80-90
3. Brown, M. J. 1997. Durio-A Bibliographic Review.
In R. K. Arora, V. R. Rao and A. N. Rao, (Eds.). IPGRI office for South Asia, New Delhi. 188 Hlm.
4. Departemen Pertanian. 2009. Statistik Pertanian
tahun 2009.
5. Djufry, F., dan A. Jumberi. 2005. Penggalian Data
Pendukung Domestikasi dan Komersialisasi Jenis,
Spesies, dan Varietas Tanaman Buah di Kalimantan
Selatan. Prosiding Lokakarya I: Domestikasi dan
Komersialisasi Tanaman Hortikultura. Jakarta, 15
September 2005. Hlm 35-48.
6. Gadug, S. dan B. H. Voon. 2000. Kepelbagaian
Durio di Sarawak. Dalam Mohamed, Z. A., M.
S. Othman, A. T. Sapii, Z. Mahmood and S. Idris
(Eds.). Prosiding Seminar Durian 2000: Kearah
Menstabilkan Pengeluaran Kualiti dan Pasaran,
1-3 Ogos 2000. Ipoh, Perak, Malaysia. pp. 212215.
7. Krismawati, A. dan M. Sarwani. 2005. Penggalian
Data Pendukung Domestikasi dan Komersialisasi
Jenis, Spesies, dan Varietas Tanaman Buah di Kalimantan Tengah. Prosiding Lokakarya I: Domestikasi dan Komersialisasi Tanaman Hortikultura.
Jakarta, 15 September 2005. Hlm 49-54.
8. Nanthachai, S. 1994. Durian: Fruit Development,
Post-Harvest Physiology, Handling and Marketing
in ASEAN. ASEAN Food Handling Bureau. 156
Hlm.
9. Purnomo, S., P.J. Santoso, dan S. Hosni 2005.
Ringkasan. Prosiding Lokakarya I: Domestikasi
dan Komersialisasi Tanaman Hortikultura. Jakarta,
15 September 2005. Hlm v-viii.
10.Wibawa, W. D. 2009. Program Pengembangan
Durian. Makalah Workshop: Sinkronisasi Program
Pengembangan Durian. Direktorat Jendral Hortikultura. Bogor, 25-27 Juni 2009. 16 Hlm.
11.Zappala, G. A. Zappala dan Y. Diczbalis. 2002.
Durian Germplasm Evaluation for Tropical Australia Phase 1. A Report for Rural Industries Research
and Development Corporation. RIRDC Publication. 98 Hlm.
Santoso, P.J.
Balai Penelitian Tanaman Buah Tropika
Jalan Raya Solok-Aripan km 8.
P.O. Box 5 Solok,27301
Sumatera Barat
41
Download