BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Pustaka 1. Manajemen Perilaku Siswa 1.1. Pengertian Manajemen Perilaku Siswa Kata manajemen berasal dari bahasa latin, yaitu manus yang berarti tangan, dan agree yang berarti melakukan, jika digabung menjadi manager yang artinya menangani. Kata manager jika diterjemahkan kedalam bahasa Inggris dalam bentuk kata kerja to manage dengan kata benda manajement, sehingga diterjemahkan ke dalam bahasa pengelolaan. Indonesia menjadi manajemen definisi manajemen menurut yang berarti 1 Beberapa beberapa ahli sebagaimana dikutip oleh Fatah Syukur antara lain: 2 a. Manajemen menurut Hasibuan adalah ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai suatu tujuan tertentu. b. Manajemen menurut GR. Terry adalah suatu proses yang khas yang terdiri dari tindakan-tindakan perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian yang dilakukan untuk menentukan serta mencapai sasaran-sasaran yang telah ditentukan melalui pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya. c. Manajemen menurut Harnold Koontz dan Cyril O’Donnel adalah usaha mencapai suatu tujuan tertentu melalui kegiatan orang lain. Dengan demikian manajer mengadakan koordinasi atas sejumlah 1 Agus Wibowo, Manajemen Pendidikan Karakter di Sekolah, Pustaka Pelajar Yogyakarta, 2013, hlm.29 2 Fatah Syukur, Manajemen Pendidikan Berbasis pada Madrasah, Pustaka Rizki Putra, Semarang ,2011, hlm.7-8. 11 12 aktivitas orang lain yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, penempatan, pengarahan, dan pengendalian. Adapun Paul Hersey dan Kenneth H. Blanchard memberikan batasan manajemen sebagai proses kerja sama dengan dan melalui orang-orang dan kelompok untuk mencapai tujuan organisasi.3 Sehingga, kegiatan manajemen melibatkan kerja sama individu atau kelompok dalam suatu organisasi dan biasanya ditunjukkan dengan adanya struktur organisasi. Berdasarkan pengertian diatas di dalam manajemen terdapat kegiatan yang dilakukan oleh seorang pengelola (pemimpin, kepala, komandan, ketua, guru dan sebagainya) bersama orang lain, baik perorangan maupun kelompok. Hal ini menunjukkan bahwa pentingnya kemampuan dan keterampilan khusus yang perlu dimiliki oleh pengelola untuk melakukan hubungan kemanusiaan dengan orang lain dan untuk mempengaruhi orang lain baik melalui hubungan perorangan maupun melalui kelompok.4 Manajemen dalam Islam adalah manajemen yang didasarkan pada nilai-nilai kemanusiaan yang berkembang dalam masyarakat pada waktu tersebut. Manajemen sebagai proses pengelolaan pekerjaan dan pranata sosial masyarakat menuntut pembumian nilainilai Islam, karena itu manajemen dalam Islam mengandung prinsipprinsip bekerja sama, keadilan, tanggung jawab yang harus melekat pada aktivitas manajemen Islami. Sofyan Syafri mengemukakan bahwa manajemen Islami diartikan sebagai suatu ilmu manajemen yang berisi struktur teori yang menyeluruh dan konsisten serta dapat dipertahankan dari segi empirisnya yang didasarkan pada jiwa dan prinsip-prinsip Islam. Dengan kata lain, manajemen Islami ialah 3 Paul Hersey & Kenneth H. Blanchard, Manajemen Perilaku Organisasi: Pendayagunaan Sumber Daya Manusia (Edisi Keempat) Terjemahan Agus Dharma, Erlangga, Jakarta, 1982, hlm.3. 4 Sudjana, Manajemen Program Pendidikan untuk Pendidikan Nonformal dan Pengembangan Sumber Daya Manusia, Falah Production, Bandung, 2004, hlm.17. 13 penerapan berbagai prinsip Islami dalam mengelola organisasi untuk kebaikan dan kemajuan manusia.5 Dalam sejarah perkembangannya, manajemen telah dipengaruhi oleh faktor agama, tradisi, dan adat istiadat, serta lingkungan sosial budaya. Manajemen diterapkan dalam organisasi. Organisasi diperlukan karena manusia memiliki kemampuan yang terbatas. 6 Agama sendiri pada dasarnya memberi landasan kuat agar manajemen digunakan untuk mengubah kondisi masyarakat ke arah yang lebih baik.7 Dalam Islam, tentang perlunya organisasi tertera dalam QS. Ash-Shaff ayat 4 sebagai berikut: Artinya : Sesungguhnya Allah menyukai orang yang berperang dijalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh.(QS. Ash-Shaff ayat 4). 8 Ayat diatas mengindikasikan tentang perlunya pengorganisasian orang-orang mukmin yang berjuang menegakkan kalimat Allah sehingga menjadi satu kekuatan yang solid utuk dapat meraih prestasi gemilang. Mengutip pendapat Ali bin Abi Thalib yang menyatakan bahwa “Kebenaran yang tidak terorganisasi dengan baik, akan dapat dikalahkan oleh kebathilan yang terorganisasi dengan baik”. Pernyataan tersebut menunjukkan betapa pentingnya pengelolaan suatu organisasi dengan baik, sehingga hanya organisasi yang dikelola dengan baik yang akan menang atau mencapai tujuan. Sebuah kejahatan bisa jadi dapat dikalahkan oleh kejahatan yang terorganisir dengan baik.9 5 Abdus Salam, Manajemen Insani dalam Pendidikan, Pustaka Pelajar,Yogyakarta, 2014, hlm.56. 6 Ibid., hlm.11. 7 Ibid., hlm.14. 8 Al-Qur’an Surat Ash-Shaff ayat 4, Al-Qur’an Terjemahan Bahasa Indonesia, Departemen Agama RI, Menara Kudus, Kudus, 1997, hlm.552. 9 Abdus Salam, Op.Cit., hlm.52. 14 Nabi Muhammad merupakan seorang penafsir pertama dari wahyu-wahyu Tuhan yang terkodifikasi dalam Al-Qur’an. Bahkan, perilaku Nabi Muhammad baik sebagai pribadi, kepala keluarga, panglima perang, ketua (manajer) organisasi atau komunitas muslim bahkan sampai menjadi kepala negara Madinah adalah implementasi nilai-nilai wahyu dalam kehidupan nyata. Nabi Muhammad telah menunjukkan kesuksesan dalam memanajemen sumber daya manusia yang dimilikinya. Manajemen yang diterapkan Nabi Muhammad itu sangat efektif. Terdapat enam rahasia keunggulan manajemen Rasulullah, yaitu: 1) kemampuan memotivasi tim, 2) simpel dalam memotivasi, 3) kemampuan berkomunikasi, 4) kemampuan mendelegasikan dan membagi tugas, 5) efektif dalam memimpin rapat, dan 6) kemampuan mengontrol dan mengevaluasi.10 Ilmu manajemen membahas tentang perilaku manusia. Perilaku manusia bisa dikelola sedemikian rupa sehingga terarah untuk mencapai tujuan.11 Perilaku pada dasarnya berorientasi tujuan. Dengan kata lain perilaku kita pada umumnya dimotivasi oleh keinginan untuk memperoleh tujuan tertentu. Tujuan spesifik tidak selamanya diketahui dengan sadar oleh yang bersangkutan.12 Satuan perilaku yang utama adalah aktivitas. Semua perilaku merupakan suatu rangkaian aktivitas. Sebagai manusia selamanya melakukan sesuatu, misalnya berjalan, berbicara, makan, tidur, bekerja, dan yang serupa. Dalam banyak hal manusia melakukan lebih dari satu aktivitas pada saat yang sama. Untuk memperkirakan perilaku, para manajer harus mengubah motif atau kebutuhan seseorang yang menimbulkan aktivitas pada saat tertentu.13 10 Ibid., hlm.54-55. Kisbiyanto, Manajemen Pendidikan Pendekatan Teoritik dan Praktik, Idea Press, Yogyakarta, 2011, hlm.12. 12 Paul Hersey & Kenneth H. Blanchard, Op.Cit., hlm.15. 13 Ibid., hlm.16. 11 15 Suatu lembaga pendidikan merupakan organisasi. Luthans mendefinisikan perilaku organisasi sebagai pemahaman, prediksi dan manajemen perilaku manusia dalam organisasi. Robins mendefinisikan perilaku organisasi sebagai suatu bidang kajian yang mempelajari dampak perorangan, kelompok dan stuktur pada perilaku dalam organisasi dengan maksud menerapkan pengetahuan tentang hal-hal tersebut demi perbaikan efektifitas organisasi.14 Model manajemen perilaku organisasi merupakan model pengelolaan organisasi dilihat dari aspek perilakunya, baik perilaku pada tingkat individu, perilaku tingkat kelompok, maupun perilaku tingkat organisasi.15 Adapun perilaku individu terletak pada motivasi, kemampuan, dan cara individu memerankan persepsinya. Ketiganya didukung oleh nilai-nilai yang diyakini kepribadian diri individu tersebut, persepsi terhadap sesuatu disekelilingnya, emosi kejiwaan dan cara bersikap serta stress yang mungkin terjadi atau dikendalikan individu yang mempunyai cukup motivasi, kemampuan dan persepsi positif akan bisa berperilaku positif juga didukung situasi yang relevan. Perilaku individu bisa dioptimalisasikan dengan cara memberdayakan secara positif motivasi individu dalam berorganisasi, memberdayakan kemampuan baik secara fisiologis maupun secara psikologis sehingga menjadi kemampuan positif, dan menjadikan persepsi individu positif terhadap orang dan lingkungan tempat bekerja sehingga persepsi itu mendorong pada tindak positif. Jika tindak-tindak itu berlaku terus dan berulang-ulang dalam situasi yang sesuai, maka hal itu membentuk perilaku individu yang positif.16 Dalam kepemimpinan dan manajemen akan terdapat hubungan antar manusia yang dikenal dengan istilah hubungan kemanusiaan (human relations). Hubungan kemanusiaan dimaksudkan sebagai 14 Kisbiyanto, Op.Cit., hlm.16. Ibid., hlm.20. 16 Ibid., hlm.24. 15 16 keseluruhan rangkaian hubungan, baik formal maupun informal, antara yang memimpin (mempengaruhi) dan yang dipimpin (dipengaruhi). Hubungan kemanusiaan menjadi inti dalam interaksi antara pihak yang memimpin dan pihak yang dipimpin. Upaya pihak yang memimpin, mempengaruhi perilaku pihak yang dipimpin dalam suatu organisasi, merupakan salah satu fungsi manajemen.17 Siswa adalah salah satu komponen manusiawi yang menempati posisi sentral dalam proses belajar mengajar. Di dalam proses belajar mengajar, siswa sebagai pihak yang ingin meraih citacita, memiliki tujuan dan kemudian ingin mencapainya secara optimal. Siswa itu akan menjadi faktor “penentu”, sehingga menuntut dan dapat mempengaruhi segala sesuatu yang diperlukan untuk mencapai tujuan belajarnya.18 Siswa adalah organisasi yang unik yang berkembang sesuai dengan tahap perkembangannya. Perkembangan anak adalah perkembangan seluruh aspek kepribadiannya, akan tetapi tempo dan irama perkembangannya masing-masing anak pada setiap aspek tidak selalu sama. Proses pembelajaran dapat dipengaruhi oleh perkembangan anak yang tidak sama itu, disamping karakteristik lain yang melekat pada diri anak.19 Berdasarkan uraian teori sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa manajemen perilaku adalah kemampuan dan keterampilan khusus yang harus dimiliki oleh seorang manajer dalam mengelola dan mengendalikan perilaku yang ditampilkan oleh seorang individu ataupun perilaku organisasi dengan cara mengubah motif atau kebutuhan seseorang yang dapat menimbulkan aktivitas pada saat tertentu. 17 Sudjana, Op.Cit., hlm.24 Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Rajawali Press, Jakarta, 2011, hlm.111. 19 Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2006, hlm.54 18 17 Dengan begitu, yang dimaksud manajer dalam manajemen perilaku siswa adalah guru atau pendidik. Sedangkan perilaku individu atau perilaku organisasi yang ditampilkan adalah perilaku seorang siswa atau kelompok siswa yang dikelola oleh guru. Sehingga, manajemen perilaku siswa adalah kemampuan atau keterampilan guru dalam mengelola dan mengendalikan perilaku siswa selama proses pembelajaran agar dapat mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan. 1.2. Pendekatan Perilaku (Behavioristik) dalam Manajemen Perilaku Siswa Hubungan antara perilaku dan lingkungan saling berbalasan. Siswa yang terlibat dalam perilaku yang secara negatif mempengaruhi pembelajaran mereka dan melanggar hak-hak orang lain kecil kemungkinan menjadi pelajar yang berhasil atau mempunyai pilihan persahabatan yang luas. Pemberdayaan siswa untuk mengembangkan keterapilan baru guna me-manage perilaku adalah hal yang bersifat terbuka. Behaviorisme dapat digunakan untuk membantu guru lebih memahami perilaku siswa dan membantu siswa dalam mengembangkan perilaku kelas yang lebih bertanggung jawab. Behaviomrisme sesungguhnya lebih bersifat pemikiran dan metodologis daripada serangkaian prosedur yang spesifik. Aliran ini didasarkan pada penyelidikan data yang spesifik dan menerapkan prosedur yang valid secara eksperimental untuk mengubah perilaku. Cukup sederhana, bahaviorisme merupakan pendekatan ilmiah untuk mengubah perilaku.20 Behavioristik merupakan orientasi teoritis yang didasarkan pada premis bahwa psikologi ilmiah harus berdasarkan studi tingkah 20 Vern Jones & Louise Jones, Manajemen Kelas Komprehensif Terjemahan Intan Irawati, Kencana, Jakarta, 2012, hlm.395 18 laku yang teramati (observeable behavior).21 Behaviorisme menganalisis manusia hanya dari sisi perilakunya yang tampak. Sebab, hanya perilaku yang tampak yang dapat diukur, dilukiskan, dan dijelaskan.22 Berikut ini adalah beberapa teori penting yang dihasilkan oleh kelompok behaviorisme antara lain: a. Pembiasaan Klasikal (Classical Conditioning) Pembiasaan klasikal (clasical conditioning) merupakan tipe belajar yang menekankan stimulus netral memerlukan kapasitas untuk merangsang respon yang secara orisinil terangsang oleh stimulus yang lain. Proses ini dinamakan juga respondent conditioning yang pertama kali diperkenalkan oleh Ivan Pavlov pada tahun 1903.23 Eksperimen yang dilakukan Pavlov terhadap seekor anjing menghasilkan hukum-hukum belajar diantaranya sebagai berikut: 1) Law of respondent conditioning, yaitu hukum pembiasaan yang dituntut. Jika dua macam stimulus dihadirkan secara simultan (yang salah satunya berfungsi sebagai reinforcer), maka reflek dan stimulus lainnya akan meningkat. 2) Law of respondent extincion, yaitu hukum pemusnahan yang dituntut. Jika refleks yang sudah diperkuat melalui respondent conditioning itu didatangkan kembali tanpa menghadirkan reinforcer, kekuatannya akan menurun.24 b. Pengkondisian Operan (Operant Conditioning) Teori yang dikembangkan Skinner terkenal dengan “Operant Conditioning”, yaitu bentuk belajar yang menekankan 21 Syamsu Yusuf, Teori Kepribadian, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 2013, hlm.123. Mahmud, Psikologi Pendidikan, CV Pustaka Setia, Bandung, 2012, hlm.28. 23 Syamsu Yusuf, Op.Cit. hlm.124. 24 Mahmud, Op.Cit., hlm.34. 22 19 respon-respon atau tingkah laku yang sukarela dikontrol oleh konsekuen-konsekuennya.25 Eksperimen yang diakukan Skinner terhadap tikus dan selanjutnya terhadap burung merpati menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya sebagai berikut 1) Law of operant conditioning, yaitu jika timbulnya perilaku diiringi dengan stimulus penguat, kekuatan perilaku tersebut akan meningkat. 2) Law of operant extinction, yaitu jika timbulnya perilaku operant telah diperkuat melalui proses conditioning itu tidak diiringi stimulus penguat, kekuatan perilaku tersebut akan menurun, bahkan musnah. Rober menyebutkan bahwa operant telah sejumlah perilaku yang membawa efek yang sama terhadap lingkungan.26 c. Belajar Sosial (Sosial Learning) Teori belajar sosial atau disebut juga teori observational learning adalah sebuah teori belajar yang relatif masih baru dibandingkan dengan teori-teori lainnya.27 Teori belajar sosial Bandura tentang kepribadian didasarkan kepada formula bahwa tingkah laku manusia merupakan hasil interaksi timbal balik yang terus menerus antara faktor-faktor penentu: internal (kognisi, persepsi, dan faktor lainnya yang mempengaruhi kegiatan manusia), dan eksternal (lingkungan).28 1.3. Peran Guru dalam Manajemen Perilaku Siswa Sebagai pengelola pembelajaran (learning manager), guru berperan dalam menciptakan iklim belajar yang memungkinkan siswa dapat belajar secara nyaman. Melalui pengelolaan kelas yang baik guru dapat menjaga kelas agar tetap kondusif untuk terjadinya proses 25 Syamsu Yusuf, Op.Cit., hlm.129. Mahmud, Op.Cit., hlm.35. 27 Loc.Cit. 28 Syamsu Yusuf, Op.Cit., hlm.133 26 20 belajar seluruh siswa. Salah satu kecenderungan yang sering dilupakan adalah melupakan bahwa hakikat pembelajaran adalah belajarnya siswa dan bukan mengajarnya guru.29 Pelaksanakan pengelolaan pembelajaran ada dua macam kegiatan yang harus dilakukan, yaitu mengelola sumber belajar dan melaksanakan peran sebagai sumber belajar itu sendiri. Sebagai manajer, guru memiliki empat fungsi umum, yaitu: a. Merencanakan tujuan belajar. b. Mengorganisasikan berbagai sumber belajar untuk mewujudkan tujuan belajar. c. Memimpin, yang meliputi memotivasi, mendorong, dan mensimulasi siswa. d. Mengawasi segala sesuatu, apakah sudah berfungsi sebagaimana mestinya atau belum dalam rangka pencapaian tujuan.30 Guru dan instruktur umumnya sangat menguasai banyak keterampilan yang diperlukan untuk melaksanakan pembelajaran, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, dan refleksi. 31 Berikut ini adalah keterampilan guru yang berhubungan dengan pengendalian kondisi belajar yang optimal. 32 a. Modifikasi perilaku 1) Mengajarkan perilaku baru dengan contoh dan pembiasaan 2) Meningkatkan perilaku yang baik melalui penguatan 3) Mengurangi perilaku buruk dengan hukuman. b. Pengelolaan kelompok dengan cara (1) peningkatan kerjasama dan keterlibatan, (2) menangani konflik dan memperkecil masalah yang timbul. 29 Wina Sanjaya, Op.Cit., hlm.24. Ibid.,hlm.24-25. 31 Sudarwan Danim, Psikologi Pendidikan (dalam Perspektif Baru), Alfabeta, Bandung, 2014, hlm.120. 32 E Mulyasa, Menjadi Guru Profesional Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 2009, hlm.92-92 30 21 c. Menemukan dan mengatasi perilaku yang menimbulkan masalah. 1) Pengabaian yang direncanakan 2) Campur tangan dengan isyarat 3) Mengawasi secara ketat 4) Mengakui perasaan negatif peserta didik (siswa) 5) Mendorong peserta didik untuk mengungkapkan perasaannya. 6) Menjauhkan benda-benda yang dapat mengganggu konsentrasi. 7) Menyusun kembali program belajar. 8) Menghilangkan ketegangan dan humor. 9) Mengekang secara fisik. Selain itu, guru harus memahami bahwa setiap peserta didik (siswa) memiliki karakter yang berbeda-beda. Maka pembelajaran harus mengenal karakteristik, sikap dan perilaku siswa di kelas, agar dapat memberikan bimbingan dan penanggulangan masalah jika diperlukan. Secara umum sifat dan perilaku siswa dapat digolongkan sebagai berikut.33 a. Siswa Pendiam/Pemalu Siswa ini tidak banyak aktifitas fisiknya, tetapi ia selalu menurut perintah guru, karena dia cenderung diam, guru sulit mengidentifikasinya. Siswa seperti ini juga ini juga tidak suka bertanya. Walaupun selalu mengikuti perintah guru dia cenderung pasif. Oleh karena itu guru harus sering bertanya dan memberi kesempatan pada siswa ini agar dia lebih aktif, tidak malu bertanya, dan berani menampilkan diri, tetapi guru juga harus waspada dan jeli terhadap siswa tersebut. Ada juga siswa yang yang tampak tenang kalau ada guru, tetapi kalau tidak ada guru siswa tersebut juga suka mengganggu teman-temannya atau mengganggu ketenangan kelas. 33 Martinis Yamin, Paradigma Baru Pembelajaran, Referensi, Jakarta, 2013, hlm.74-76. 22 b. Siswa Perenung Selain siswa pendiam terdapat pula siswa perenung, suka melamun, dan tidak berkonsentrasi. Kelihatannya memandang ke depan, namun sebenarnya tidak memperhatikan penjelasan dan perintah guru. Biasanya siswa ini prestasinya kurang begitu baik. Guru harus memperhatikan siswa yang seperti ini dengan banyak bertanya dan memberi perintah secara khusus. Perintah-perintah klasikal diulang secara khusus pada siswa ini. c. Siswa Super Aktif Siswa yang super aktif dan bersifat negatif adalah siswa yang mengganggu kondisi belajar teman-temannya di kelas dan merusak konsentrasi. Selain itu siswa ini juga berperilaku seperti menarik perhatian guru dan temannya yang lain dan berbuat sesuatu hal yang aneh dan berbuat sesuai dengan kemauannya sendiri, misalnya tidak mau duduk di tempatnya ketika pelajaran berlangsung dengan alasan mengambil sesuatu. Siswa seperti ini ada kecendurungan tidak serius melakukan tugas yang diberikan guru. Siswa tersebut harus diberikan bimbingan dan konseling, serta penanganannya harus khusus. Siswa yang berperilaku seperti itu, harus diketahui oleh guru tentang riwayatnya sejak dari rumah dan selalu bertukar pikiran dengan orang tua anak, juga tidak juga teratasi, guru mengusulkan kepada orang tua anak agar dia membaawa anaknya ke ahli jiwa dan ke dokter jiwa. Anak yang seperti ini harus mendapat pendidikan khusus bukanlah pada sekolah-sekolah umumnya. d. Siswa Pemalas Siswa pemalas biasanya mengikuti sifat perenung, walaupun tidak selalu demikian, karena ada juga siswa yang aktif yang malas. Gejala sifat malas ini antara lain, jarang mengerjakan tugas, pekerjaan rumah, mengabaikan kebersihan kelas dan kebersihan 23 diri sendiri. Selain itu, kurang disiplin dan sering terlambat. Pembelajar harus memberikan perhatian khusus terhadap siswa ini. Pada prinsipnya siswa diharapkan aktif dalam arti yang positif, misalnya berani bertanya dan berani mengemukakan pendapat, tegas dan dapat berkonsentrasi penuh pada saat-saat tertentu. 1.4. Langkah-Langkah Manajemen Perilaku Siswa Guru yang efektif terlihat sangat percaya diri saat sedang mengajar. Kepercayaan diri ini muncul karena guru memiliki rencana yang jelas yang memungkinkan guru untuk merespons insiden-insiden yang paling serius maupun yang paling tidak serius dengan sikap yang tenang.34 Dalam Strategi Manajemen Perilaku ada rencana sepuluh langkah untuk mendukung proses disipin yang dilakukan oleh guru. Langkah-langkah tersebut sebagai berikut:35 a. Langkah 1 : Pergoki mereka ketika sedang berbuat baik. Iklim yang mendukung dan menyemangati membutuhkan penekanan pada komentar-komentar positif. 1) Jika mungkin, berfokuslah dahulu pada siswa yang memilih untuk patuh alih-alih pada mereka yang memilih untuk berperilaku buruk. 2) Pujilah siswa yang berperilaku baik di depan umum, sembari mengabaikan mereka yang tidak berperilaku baik. Berikan pujian yang spesifik. 3) Jika siswa yang berperilaku buruk kembali berperilaku baik, pujilah mereka. 4) Jika sejumlah anak tidak kembali berperilaku baik, arahkan kembali mereka dengan secara lembut mengulangi arahan guru. b. Langkah 2 : Gunakan isyarat positif. Isyarat positif berusaha menggunakan siswa yang berperilaku baik sebagai contoh atau pengingat bagi mereka yang tidak 34 Peter Hook dan Andi Vass, Strategi Manajemen Perilaku Terjemahan P.A. Lestari, Jakarta, Esensi, hlm.68. 35 Ibid., hlm.70-85 24 berperilaku baik. Contoh: pujilah siswa yang membuat pilihan baik di dekat siswa yang tidak berperilaku baik. c. Langkah 3 : Gunakan kedekatan fisik. Kemampuan guru untuk mengatur kedekatan fisik guru dengan kelompok dan individu merupakan bagian penting dari manajemen ruang kelas yang dilakukan oleh guru. Contoh: guru memperhatikan siswa yang tidak mengerjakan tugasnya, sehingga memutuskan untuk berjalan mengelilingi kelas. Bergeraklah secara perlajan ke arah siswa yang tidak mengerjakan tugas sembari memuji siswa lain yang sedang mengerjakan tugas, maka dengan sendirinya siswa tersebut akan ikut mengerjakan tugas. d. Langkah 4 : Gunakan pertanyaan untuk membuat anak kembali fokus. Pertanyaan-pertanyaan yang terdengar santai dapat menjadi cara yang sangat kuat untuk membuat anak kembali terfokus tanpa menarik banyak perhatian. 1) Guru semata-mata mengajukan pertanyaan yang mengarahkan kembali dengan lembut, seperti “bagaimana pekerjaanmu ? apakah kau butuh bantuan ?” 2) Kemudian tinggalkan siswa yang sudah kembali terfokus itu dengan harapan ia akan terus patuh. e. Langkah 5 : Ulangi arahan secara personal. Memberikan seorang siswa pengarahan yang singkat dan personal diikuti dengan memberikan waktu beberapa detik untuk membiarkan siswa memfokuskan kembali perilakunya sangatlah efektif terutama bagi siswa-siswa yang memiliki respon buruk terhadap teguran di muka publik. f. Langkah 6 : Akui dan arahkan kembali. Alih-alih terjebak ke dalam perilaku argumentatif atau sekunder, guru-guru yang cerdas menggunakan pengakuan yang diikuti dengan pengarahan kembali. 25 g. Langkah 7 : Berikan pengingat aturan yang jelas. Pengingat aturan-aturan kelas yang personal dan tegas dapat menjadi strategi yang sangat efektif dan tidak konfrontasional. Dengan menyebut aturan-aturan tersebut sebagai “peraturan kita”, guru, hingga taraf tertentu, membuat penegakan disiplin guru bersifat tidak pribadi. h. Langkah 8 : Berikan pilihan yang jelas. Menyatakan berbagai konsekuensi atas pilihan-pilihan tidak baik yang berkelanjutan, secara tegas memngembalikan pusat kendali dan tanggung jawab kepada diri siswa dengan cara menghampirinya dan dengan tenangdan tegas menyatakan konseuensi-konsekuensi dari perilaku tidak baik yang berkelanjutan. i. Langkah 9 : Gunakan konsekuensi yang telah disetujui. Jika siswa-siswa terus membuat pilihan buruk, guru dapat menerapkan konsekuensi-konsekuensi yang telah disetujui, setiap kali guru mengharapkan kepatuhan. 1) Jika siswa terus melakukan pilihan yang buruk atau secara terbuka menolak untuk bekerja sama, guru dapat mengulangi langkah-langkah 8 dan 9 dengan tenang dan terapkan hierarki konsekuensi. 2) Bila sang siswa patuh, perbaiki hubungan dengan memberikan pujian. j. Langkah 10 : Gunakan strategi “keluar”. Jika sejumlah siswa terus-menerus mengganggu proses belajar guru secara signifikan dan/atau proses belajar siswa-siswa lain, cukup layak bila mereka dikeluarkan dari ruang kelas menggunakan prosedur-prosedur yang telah disetujui sekolah. 1) Biasanya, sebuah hukuman “keluar” seharusnya diberikan sebagai pilihan dan selalu didahului oleh strategi-strategi lainnya. 26 2) Gunakan strategi “keluar” dengan tenang dan tegas yang disertai pesan yang jelas bahwa hukuman “keluar” ditegakkan karena pilihan buruk siswa tersebut. 3) Selalu tindak lanjuti strategi “keluar” dengan berbicara kepada siswa dan merencanakan pilihan-pilihan yang lebih baik di lain waktu. Hukuman “keluar” hanya merupakan konsekuensi awal, oleh karenanya peran guru yang menegakkannya juga penting. Setelah memberikan hukuman “keluar”, guru seharusnya menemui siswa itu sesegera mungkin untuk : 1) Membahas cara membuat pilihan-pilihan yang lebih baik di lain waktu. 2) Menunjukkan bahwa guru tidak marah dan bersedia memulai lembaran baru. 3) Mengatur agar tugas yang ditinggalkan bisa diselesaikan. 4) Mengajarkan siswa keterampilan baru yang dibutuhkan agar dapat membuat pilihan-pilihan yang lebih baik di lain waktu. 5) Menjalin kembali dan memperbaiki hubungan. Carolyn M Evertson dan Edmund T. Emmer menyebutkan bahwa perilaku yang harus diperhatikan meliputi kurangnya keterlibatan siswa dalam kegiatan pembelajaran, tidak perhatian atau menghindari tugas yang terlalu lama dan pelanggaran yang jelas atas peraturan dan prosedur ruang kelas. Perilaku tersebut sebaiknya ditangani secara langsung tetapi tanpa reaksi yang berlebihan.sebuah teguran atau pendekatan yang tenang dan masuk akal lebih produktif dan berkemungkinan lebih kecil mengarah pada konfrontasi.36 Arternatif berikut ini disarankan:37 a. Lakukan kontak mata atau bergerak lebih dekat dengan siswa. Gunakan sebuah tanda, seperti jari ditempel dibibir atau anggukan 36 Carolyn M. Evertson & Edmund T. Emmer, Manajemen Kelas untuk Guru Sekolah Dasar,Kencana Terjemahan Arif Rahman, Jakarta, 2015, hlm.186. 37 Ibid., hlm.186-187. 27 kepala, untuk menyiratkan perilaku yang pantas. Awasi hingga siswa itu mematuhinya. b. Jika siswa tidak mentaati prosedur dengan benar, sebuah pengingat sederhana mengenai prosedur yang benar mungkin efektif. Guru dapat menyatakan prosedur yang benar atau bertanya kepada siswa itu apakah ia mengingatnya atau tidak. c. Ketika siswa menjauh dari tugas, yaitu tidak mengerjakan tugas, arahkan kembali perhatiannya kepada tugas tersebut. periksalah kemajuan para siswa secara singkat setelahnya untuk memastikan ia terus mengerjakannya. d. Minta atau beritahukan kepada siswa untuk menghentikan perilaku yang tidak pantas. Kemudian awasi hingga ia menghentikan siswa memulai keguatan yang konstruktif. 1.5. Prinsip-Prinsip Manajemen Perilaku Siswa Sue Cowley dalam buku Panduan Manajemen Perilaku Siswa menyebutkan diantara prinsip manajemen perilaku siswa antara lain: 38 a. Bersikap tegas Dalam bersikap tegas guru harus : 1) Mengetahui apa yang guru harapkan dari siswa-siswanya. 2) Menyampaikan kepada siswa sehingga tidak ada ketidakjelasan. 3) Menyatakan kepada siswa persepsi bahwa guru yakin akan mendapatkan apa yang ia minta. Hal ini berkaitan dengan seberapa baik guru menggunakan komunikasi verbal dan nonverbal. Singkatnya beberapa strategi yang dibutuhkan meliputi: a) Melakukan banyak kontak mata. b) Nada suara yang jelas dan menarik. c) Melakukan banyak gerakan di sekitar ruangan kelas. 38 Sue Cowley, Panduan Manajemen Perilaku Siswa Terjemahan Gina Gania, Erlangga, Jakarta, 2011, hlm.3-23 28 d) Bahasa tubuh yang terbuka dan santai. e) Menolak untuk bertindak berlebihan, atau bersikap defensif. b. Bersikap waspada Prinsip yang kedua berkaitan dengan apa yang terjadi jika siswa memenuhi atau tidak memenuhi harapan guru. Pada waktuwaktu tertentu, guru akan mendapati beberapa siswa yang tidak melakukan apa yang ia inginkan. Ketika dihadapkan pada posisi tersebut, guru memiliki tiga pilihan dasar : 1) Reaksi instingtif (bersikap tenang dan menghindari pemberian sanksi). 2) Reaksi rasional (memberikan contoh perilaku yang baik). 3) Reaksi kreatif (menghadapi siswa dengan cara yang berbeda). c. Bersikap tenang dan konsisten Jika guru dapat selalu bersikap tenang dan konsisten sepanjang waktu, kecil kemungkinan konfrontasi yang serius akan terjadi. Guru juga mencegah munculnya tekanan yang tidak perlu bagi dirinya sendiri. Untuk membantu agar tetap bersikap tenang, ada beberapa teknik atau metode yang dapat dilakukan guru antara lain: 1) Menarik nafas dalam-dalam 2) Berhitung hingga sepuluh 3) Melihat keluar jendela untuk melihat dunia lain di luar ruangan kelas. d. Mampu menunjukkan kepada siswa sebuah struktur Ada banyak cara yang dapt digunakan untuk menunjukkan struktur kepada siswa yaitu melalui isi pelajaran yang jelas, organisasi ruang kelas, dan metode yang digunakan untuk mengendalikan perilaku. Ketika guru memiliki sebuah struktur yang jelas dalam pikirannya, kejelasan ini akan terlihat kepada siswa melalui tingkat kesadaran dan keyakinan yang tinggi. 29 e. Bersikap positif Bersikap positif tidak hanya berkaitan dengan memuji siswa, akan tetapi juga berarti memiliki pandangan positif untuk waktu yang dihabiskan bersama siswa. Penggunaan pujian dan kemampuan untuk selalu bersikap positif, akan membantu guru dalam mengelola perilaku. Hal tersebut seharusnya membuat guru tidak terlalu mudah terpengaruh oleh tekanan dan emosi negatif di tempat kerjanya. f. Bersikap tertarik Pada intinya manajemen perilaku baik berkaitan dengan hubungan baik dari guru atau siswa. Menaruh minat kepada siswa khususnya akan sangat membantu ketika guru mengalami masalah perilaku. Jika siswa membuat guru kesulitan, maka perhatikan apa yang memotivasi siswa tersebut. Untuk membangun hubungan yang lebih baik dengan siswa dapat dilakukan dengan: 1) Bertanya kepada siswa tentang minat mereka. 2) Terlibat dalam aktivitas ekstrakurikuler. 3) Mengikuti tren terkini. 4) Bersikap terbuka terhadap ide siswa, dan tertarik dengan pendapat mereka. g. Bersikap fleksibel Adakalanya saat menjadi seorang guru, guru harus belajar bagaimana bersikap sedikit lebih lentur, demi kepentingan siswa dan kepentingan guru sendiri. Suatu pendekatan yang fleksibel berarti guru cenderung menemukan cara kreatif dan menarik untuk mengatasi masalah. Hal tersebut berkaitan dengan bersikap fleksibel dalam pemikiran dan dalam pengajaran guru untuk membantu mengendalikan perilaku. h. Bersikap gigih Menciptakan perilaku yang baik merupakan perjuangan yang tiada henti, terdapat hari-hari ketika guru merasa dikalahkan. Guru 30 benar-benar menyerah karena terdapat begitu banyak gangguan yang terjadi sehingga guru tidak tahu harus mulai dari mana, maka disinilah sikap gigih dapat diterapkan: 1) Jangan menyerah terhadap strategi karena strategi tersebut tidak berhasil dengan seketika. 2) Seluruh waktu yang guru habiskan untuk melatih keahlian manajemen perilaku, membuat guru menjadi guru yang lebih baik dan lebih efektif. 3) Setiap kali sesuatu tidak berjalan seperti seharusnya, pandang hal tersebut sebagai kesempatan untuk belajar. i. Menarik perhatian siswa Menarik perhatian siswa berhubungan dengan menemukan aktivitas yang membuat siswa merasa tertarik, gembira, ingin tahu, tercengang, terheran-heran, atau hanya berada dalam kerangka pikiran untuk belajar. Untuk menarik perhatian siswa, guru harus: 1) Bersikap kreatif dengan apa yang terjadi dalam pembelajaran. 2) Mencari cara untuk membuat pelajaran menjadi menyenangkan. 3) Bersikap cukup berani untuk menggunakan aktivitas yang orisinal dan eksperimental. 4) Menggunakan sumber daya yang menarik dan memikat. 5) Berpikir secara lateral tentang bagaimana menyajikan konsep dan ide yang baru. 2. Strategi MPT (Mempengaruhi Perilaku melalui Tindakan) 2.1. Pengertian Strategi MPT Strategi MPT merupakan penggabungan dari kata strategi dan singkatan MPT yaitu Mempengaruhi Perilaku melalui Tindakan. Strategi MPT sendiri merupakan salah satu strategi yang ada pada metode pembelajaran Quantum Teaching yang diperkenalkan oleh Bobbi DePorter dkk. Mempengaruhi Perilaku melalui Tindakan (MPT) menangkap perhatian pelajar, dan mengubah arahnya ke tugas 31 selanjutnya atau kepada guru. Salah satu strategi MPT yang digunakan sangat praktis jika ingin mendapatkan perhatian siswa saat mereka bekerja sama dalam kelompok, tim, atau pasangan.39 Strategi (strategy) berasal dari “kata benda” dan “kata kerja” dalam bahasa Yunani. Sebagai kata benda, strategos merupakan gabungan dari kata stratos (militer) dan ago (memimpin). Sebagai kata kerja stratego berarti merencanakan (to plan). Strategi adalah suatu pola yang direncanakan dan ditetapkan secara sengaja untuk melakukan kegiatan atau tindakan.40 Strategi dipahami sebagai rencana atau kehendak yang mendahului dan mengendalikan kegiatan. Strategi mencakup tujuan kegiatan, siapa yang terlibat dalam kegiatan, isi kegiatan, proses kegiatan dan sarana penunjang kegiatan. Untuk melaksanakan suatu strategi tertentu diperlukan seperangkat metode pengajaran.41 Untuk melaksanakan suatu strategi digunakan seperangkat metode pengajaran tertentu. Dalam pengertian yang demikian, maka metode pengajaran menjadi salah satu unsur dalam strategi belajar mengajar. Unsur lain seperti sumber belajar, materi pembelajaran, organisasi kelas, waktu yang tersedia, dan kondisi kelas dan lingkungannya, merupakan unsur-unsur yang juga mendukung strategi belajar-mengajar.42 Strategi pembelajaran yang baik adalah strategi yang mampu mengkondisikan segala aspek perbedaan peserta didik baik yang menyangkut kecerdasan, perbedaan individu, latar kemampuan dan segala aspek yang ada pada anak didik. belakang, 43 Adapun MPT adalah singkatan dari kata Mempengaruhi Perilaku melalui 39 Bobbi DePorter, dkk., Quantum Teaching: Mempraktikkan Quantum Learning di RuangRuang Kelas Terjemahan Ary Nilandari, Kaifa, Bandung, 2014, hlm.200. 40 Abdul Majid, Strategi Pembelajaran, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung 2013, hlm.3. 41 W. Gulo, Strategi Belajar-Mengajar, PT Gramedia, Jakarta, 2008, hlm.3. 42 Ibid., hlm.4. 43 Syamsul Ma’arif, Guru Profesional: Harapan dan Kenyataan, Need’s Press, Semarang 2012, hlm.63. 32 Tindakan. Berdasarkan rangkaian kata tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa strategi MPT adalah rencana atau kehendak yang dilakukan guru untuk mengendalikan perilaku siswa dengan cara mendapatkan perhatian siswa baik secara individu maupun saat mereka bekerja sama dalam kelompok, tim, atau pasangan. Guru adalah salah satu faktor paling berarti dan berpengaruh dalam kesusksesan siswa sebagai pelajar. Dr. Georgi Lozanov menyatakan bahwa tindakan yang paling ampuh yang dapat dilakukan untuk siswa adalah memberikan teladan tentang makna seorang pelajar. Keteladanan, ketulusan, menjadi kongruensi, dan kesiapsiagaan Anda akan memberdayakan dan mengilhami siswa untuk membebaskan potensi milik mereka sebagai pelajar.44 2.2. Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Perilaku manusia dipengaruhi oleh stimulus yang ada di lingkungannya. Oleh karena itu, perilaku manusia dianggap dapat dikontrol atau dikendalikan dengan melakukan manipulasi terhadap lingkungan.45 Ketika manusia melakukan perbuatan, disadari atau tidak sebenarnya hal yang dilakukan itu digerakkan oleh suatu sistem di dalam dirinya, yaitu sistem nafs.46 Isyarat tentang adanya penggerak tingkah laku manusia dalam sistem nafs dipaparkan AlQur’an dalam QS. Yusuf ayat 53 sebagai berikut: Artinya: “Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena Sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang.” 47 44 Bobbi DePorter dkk., Op.Cit., hlm.156 Ridwan Abdullah Sani, Inovasi Pembelajaran, Bumi Aksara, Jakarta, 2013, hlm.7. 46 U. Saefullah, Psikologi Perkembangan dan Pendidikan, CV Pustaka Setia, Bandung, 2012, hlm.121. 47 Al-Qur’an Surat Yusuf ayat 53, Al-Qur’an Terjemahan Bahasa Indonesia, Departemen Agama RI, Menara Kudus, Kudus, 1997, hlm.243. 45 33 Ayat tersebut mengisyaratkan adanya sistem nafs yang menggerakkan tingkah laku. Secara terperinci ayat tersebut mengisyaratkan tiga hal: a. Dalam sistem nafs manusia terdapat potensi pada tingkah laku tertentu, yang dicontohkan adalah tingkah laku keburukan untuk melakukan perbuatan yang memberi kepuasan tetapi buruk nilainya. b. Meskipun manusia memiliki kecenderungan pada keburukan, pada sisinya dibuka pintu rahmat yang mengisyaratkan manusia dapat mengendalikan kecenderungannya, menekan doronganmua. Dengan akalnya, ia bisa memilih mana yang baik dan berguna untuk dirinya dan orang lain. c. Pengertian rahmat Allah dalam ayat ini harus dipahami bahwa Tuhan menciptakan manusia dengan keseimbangan potensi-potensi positif dan potensi negatif sekaligus memberi peluang bagi manusia untuk memilih.48 Menurut kajian psikologi pendidikan perilaku manusia dipengaruhi oleh faktor personal dan faktor situasional. a. Faktor Personal Ada dua faktor personal yang mempengaruhi perilaku manusia, yaitu faktor biolagis dan faktor sosiopsikologis.49 1) Faktor Biologis Faktor biologis manusia terlibat dalam seluruh kegiatan manusia. Artinya, warisan biologis moyang seseorang menentukan perilakunya. Gen orang tua seseorang dapat berpengaruh terhadap gen orang yang bersangkutan. Dua hal penting yang menunjukkan bahwa faktor biologis berpengaruh terhadap perilaku. 48 49 U. Saefullah, hlm.123. Mahmud., Op.Cit., hlm.47-51. 34 Pertama, telah diakui secara meluas adanya perilaku tertentu yang merupakan bawaan manusia. Perilaku ini bukan pengaruh lingkungan atau situasi. Istilah populer untuk menyebut bawaan tersebut adalah insting. Ia muncul sebagai karakter bawaan dalam jiwa manusia. Kedua, diakui bahwa ada motif biologis yang mendorong manusia untuk berperilaku. Orang yang lapar lebih cepat tersinggung adalah bukti adanya motif biologis yang mempengaruhinya untuk cepat marah. Ini menggambarkan bahwa manusia merupakan makhluk yang perilakunya dipengaruhi oleh naluri hewani. 2) Faktor Sosiopsikologis Proses sosial membentuk karakteristik manusia sebagai pelakunya. Beberapa komponen diri manusia dibentuk secara perlahan, tetapi pasti, oleh proses sosial tersebut. Komponenkomponen dalam diri manusia yang biasa terbentuk oleh proses sosial ada tiga, yaitu komponen afektif, komponen kognitif, dan komponen konatif. Afektif merupakan komponen emosional manusia. Kognitif merupakan komponen intelektual manusia. Adapun konatif adalah aspek volisional yang terkait dengan kebiasaan dan kemauan bertindak. b. Faktor Situasional Banyak faktor situasional yang mempengaruhi perilaku. Pertama, aspek-aspek objektif dari lingkungan, seperti faktor ekologis, faktor desain dan arsitektural, faktor temporal, analisis suasana perilaku, faktor teknologi, dan faktor sosial. Kedua, lingkungan psikososial, seperti iklim organisasi, etos, iklim institusional, dan kultural. Ketiga, stimuli yang mendorong dan meneguhkan perilaku, seperti orang lain dan situasi pendorong perilaku. 35 1) Faktor Ekologis Faktor ekologis adalah keadaan alam yang melingkupi seseorang. Keadaan alam mempengaruhi gaya hidup dan perilaku. 2) Faktor Rancangan dan Arsitektural Para ahli psikologi arsitektur menemukan bahwa rancangan dan bentuk bangunan mempengaruhi perilaku penghuninya. Rancangan arsitektur dapat mempengaruhi pola belajar di antara orang yang ada dalam bangunan sekolah tertentu. 3) Faktor Temporal Waktu mempengaruhi bioritma manusia. Dari tengah malam hingga pukul empat pagi, fungsi tubuh manusia berada pada tingkat paling rendah, sementara pendengaran sangat tajam. Pada pukul sepuluh siang konsentrasi dan daya ingat seseorang mencapai puncaknya. Sementara itu, pada pukul tiga sore, analisis dan kreativitas seseorang berada pada puncaknya. 4) Teknologi Revolusi teknologi sering disusul dengan revolusi dalam perilaku sosial. Pola-pola teknologi yang menghasilkan berbagai loncatan membentuk serangkaian perilaku manusia. Teknologi pendidikan yang menjamur saat ini mempengaruhi perilaku siswa, termasuk tingkat penguasaan informasi. Kehadiran teknologi dunia maya (virtual) telah membawa perubahan yang tidak kecil terhadap psikososial manusia pendidikan. Tidak jarang para siswa mengalami perubahan secara psikis akibat ledakan teknologi dunia maya yang telah menyatroni kamar setiap orang. 5) Lingkungan Psikososial Margareth Mead, seorang penganut aliran determinisme lingkungan, menunjukkan kepada kita bagaimana nilai-nilai yang diserap oleh anak pada waktu kecil mempengaruhi 36 perilakunya di kemudian hari. Anak kecil yang dibesarkan dalam lingkungan manyarakat yang patuh pada agama akan berperilaku seperti orang tuanya pada waktu yang akan datang. Seorang anak yang dibesarkan oleh seorang guru yang keras akan memiliki karakter seperti gurunya di kemudian hari. Anak ini menyerap nilai-nilai yang dibawa oleh gurunya.50 2.3. Strategi dalam Mempengaruhi Perilaku Siswa Strategi yang ideal adalah strategi yang menjaga atau memulihkan ketertiban di kelas dengan segera tanpa merugikan lingkungan pembelajaran yang positif, selain itu sebuah strategi yang ideal mencegah terulangnya masalah dan menghasilkan perilaku yang pantas dalam situasi yang serupa.51 Mengendalikan sekelompok besar orang merupakan hal yang sulit dalam segala situasi. Sue Cowley menawarkan sepuluh strategi dalam mempengaruhi perilaku siswa melalui tindakan yang dilakukan oleh guru antara lain:52 a. Belajar untuk “membaca dan merespon” Disamping terdiri dari individu-individu, sebuah kelas juga merupakan satu kesatuan dengan haknya sendiri. Terdapat hari-hari dimana kelas tersebut mudah diatur, dan hari lainnya ketika kelas sulit untuk merespon” ditangani. terhadap Kemampuan untuk suatu kelas atau “membaca dan individu, dengan menyesuaikan apa yang harus dilakukan guru secara spontan. b. Tunggu hingga suasana hening Menuggu hingga suasana hening merupakan salah satu teknik terpenting yang dapat dilakukan oleh seorang guru untuk mendorong dan meningkatkan pembelajaran. Dalam usaha untuk menciptakan suasana hening, akan lebih baik jika menggunakan teknik non-verbal daripada verbal. 50 Ibid., hlm.55-58 Carolyn M. Evertson & Edmund T. Emmer, Op.Cit., hlm.231. 52 Sue Cowley, Op.Cit., hlm.45-64 51 37 1) Gunakan isyarat Sebagian besar ketegangan para guru disebabkan oleh perilaku buruk yang tidak terlalu berat, misalnya para siswa meneriaki jawaban daripada mengangkat tangannya. Ide yang melatar belakangi penggunaan isyarat adalah untuk membuat para siswa melakukan perilaku yang diinginkan oleh guru, daripada membiarkan mereka berperilaku salah sejak awal. 2) Berikan mereka “pilihan” Guru tidak dapat benar-benar memaksa siswa untuk berperilaku baik. Namun, hanya bisa menmberikannya pilihan terbaik dari semua pilihan yang memungkinkan. Idealnya, guru ingin agar siswa bertanggung jawab atas tindakan mereka sendiri, dan atas konsekuensi dari tindakan tersebut. Jika guru membuat pilihan dan konsekuensi tersebut cukup jelas dan sederhana, guru dapat mencegah perilaku buruk terjadi atau meningkat. Hal ini juga mendorong siswa untuk mempertimbangkan dan mengubah perilaku negatif mereka, untuk menghindari konsekuensi di masa mendatang. 3) Bersikap logis Ketika masalah perilaku ditantang, para siswa sering kali berusaha memaksa guru untuk berkompromi, daripada bertanggung jawab atas apa yang mereka lakukan. Beberapa siswa sangat pandai dalam mengelak larangan guru. Guru harus mengambil keputusan yang tepat dalam memberikan hukuman. 4) Gunakan pernyataan, bukan pertanyaan, dan menghargai kepatuhan Ketika guru membuat pernyataan positif tentang apa yang guru inginkan. Guru juga dapat menggunakan sebuah teknik yang disebut “kepatuhan palsu”. Yang dimaksud dengan istilah tersebut adalah guru mengucapkan “terima kasih” dan bukan 38 “tolong”. Jika guru menggunakan kedua teknik tersebut secara simultan, maka guru akan mendapatkan manfaat besar. 5) Gunakan pengulangan Dibawah ini adalah saat-saat dimana guru menggunakan pengulangan yang mungkin bermanfaat bagi siswa antara lain: a) Memberikan suatu instruksi. b) Mengingatkan siswa tentang sanksi yang tepat. c) Menyatakan keinginan guru secara jelas. 6) Tetapkan target dan batasan waktu Belajar selalu berjalan dengan sangat baik jika guru memiliki tujuan yang jelas, suatu target spesifik yang ingin dituju. Target dapat membantu guru mengendalikan intuisi untuk bersaing. Memiliki angka yang jelas untuk dicapai, dalam suatu kerangka waktu, membantu menciptakan urgen dan kecepatan dalam bekerja. 7) Gunakan humor Guru yang membuat siswa mereka tertawa, dan dapat tertawa bersama mereka di waktu yang tepat, pasti menjalin hubungan yang baik dengan para siswa. Adapun keuntungan dari humor antara lain: a) Mengurangi ketegangan b) Menjadikan pekerjaan guru menyenangkan c) Membantu guru untuk tetap santai dan rasional. d) Membantu guru menghindari sifat defensif. 8) Menempatkan diri guru dalam posisi siswa. Ketika suatu aktivitas tampak tidak berjalan dengan baik, atau siswa mulai berperilaku buruk, maka guru harus menempatkan diri pada posisi siswa. 39 3. Partisipasi Belajar Siswa 3.1. Pengertian Partisipasi Belajar Siswa Partisipasi berasal dari bahasa Inggris yaitu “partisipation” yang berarti pengambilan bagian atau pengikutsertaan.53 Pengertian partisipasi menurut para ahli antara lain: Sebagaimana pendapat partisipasi yang dikutip dalam Suryosubroto antara lain : a. Menurut Moelyarto Tjokrowinoto dalam partisipasi didefinisikan sebagai penyertaan mental dan emosi seseorang di dalam situasi kelompok yang mendorong mereka untuk mengembangkan daya pikir dan perasaan mereka bagi tercapainya tujuan-tujuan, bersama bertanggung jawab terhadap tersebut.54 b. Menurut Keith Davis partisipasi didefinisikan sebagai keterlibatan mental dan emosi seseorang kepada pencapaian tujuan dan ikut bertanggung jawab di dalamnya. c. Pendapat lain tentang partisipasi dikemukakan oleh The Liang Gie, partisipasi meliputi: 1) Satu aktivitas untuk membangkitkan perasaan diikutsertakan dalam organisasi. 2) Ikut sertanya bawahan dalam kegiatan organisasi.55 Pengertian partisipasi secara formal adalah turut sertanya seseorang, baik secara mental maupun emosional untuk memberikan sumbangan kepada proses pengambilan keputusan mengenai persoalan dimana keterlibatan pribadi orang yang bersangkutan melaksanakan tanggung jawab untuk melakukannya.56 Berdasarkan definisi sebelumnya, partisipasi dapat diartikan sebagai keterlibatan mental 53 dan emosi dalam situasi kelompok sehingga dapat Suryosubroto, Proses Belajar Mengajar di Sekolah, PT. Rineka Cipta, Jakarta, 1997, hlm.278 54 Ibid., hlm.279. 55 Loc.Cit. 56 Siti Rodliyah, Partisipasi Masyarakat dalam Pengambilan Keputusan dan Perencanaan di Sekolah, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2013, hlm.30. 40 dimanfaatkan sebagai motivasi dalam usaha mencapai tujuan organisasi. Belajar diartikan sebagai suatu proses yang terjadi karena adanya usaha untuk melakukan perubahan terhadap diri manusia, dengan maksud memperoleh perubahan dalam dirinya baik berupa pengetahuan, keterampilan, ataupun sikap. Kegiatan belajar yang terjadi di sekolah merupakan upaya yang telah dirancang berdasarkan teori-teori belajar yang dipandang relevan dengan tujuan pendidikan yang telah ditentukan.57 Belajar adalah proses bagi siswa dalam membangun gagasan atau pemahaman dari diri siswa itu sendiri, maka kegiatan belajar hendaknya melibatkan siswa untuk melakukan hal sendiri untuk membentuk kefahaman pelajaran yang disampaikan. Suasana belajar yang diciptakan guru harus mendukung untuk menciptakan suasana yang aktif, misalnya mengamati, bertanya dan mempertanyakan, dan menjelaskan. Belajar aktif tidak dapat terjadi tanpa adanya partisipasi siswa.58 Belajar bukanlah sekedar mengumpulkan pengetahuan. Belajar adalah proses mental yang terjadi dalam diri seseorang, sehingga menyebabkan munculnya perubahan perilaku.59 Maka, dapat disimpulkan bahwa partisipasi belajar siswa adalah turut sertanya siswa dalam proses membangun gagasan atau pemahaman dari diri siswa itu sendiri yang melibatkan siswa untuk membentuk kefahaman pembelajaran, sehingga menyebabkan munculnya perubahan perilaku pada siswa. Partisipasi siswa dalam proses pembelajaran di kelas jelas diperlukan, karena pada dasarnya belajar adalah upaya untuk mengubah tingkah laku siswa yang melibatkan siswa untuk berperan 57 Syaiful Sagala, Kemampuan Profesional Guru dan Tenaga Pendidikan, Alfabeta, Bandung, 2011, hlm.166. 58 Syamsul Ma’arif, hlm.64. 59 Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran: Teori dan Praktik Pengembangan KTSP, Bandung, Kencana, 2008, hlm.229. 41 aktif didalamnya sebagai wujud dari aktivitas siswa. Keterlibatan siswa tersebut memungkinkan terjadinya proses penanaman pengetahuan dalam membentuk sikap dan perilaku yang sesuai dalam pembelajaran yang diajarkan. Sehingga, partisipasi siswa sangatlah penting untuk menciptakan pembelajaran aktif, kreatif, dan menyenangkan tergantung bagaimana cara guru dalam menciptakan kegiatan pembelajaran tersebut sesuai dengan kebutuhan siswa di kelas. Dengan adanya partisipasi belajar siswa maka akan tercapai pengalaman belajar yang membentuk sikap dan perilaku siswa secara efektif dan efisien. 3.2. Unsur-Unsur Partisipasi Belajar Diantara unsur-unsur partisipasi antara lain: a. Keterlibatan anggota dalam segala kegiatan yang dilaksanakan oleh organisasi b. Kemauan anggota untuk berinisiatif dan berkreasi dalam kegiatankegiatan yang dilancarkan oleh organisasi.60 Berdasarkan hal tersebut, maka unsur-unsur partisipasi belajar siswa dalam pembelajaran meliputi keterlibatan siswa dalam segala kegiatan yang dilaksanakan dalam proses belajar mengajar di kelas, serta kemauan dan keikutsertaan siswa untuk berkreasi dan berinisiatif dalam menyumbangkan ide atau gagasan dalam kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan selama proses pembelajaran. Pariata Westra menyebutkan prasarat-prasarat sebagai kondisi pendahuluan agar tercapainya partisipasi antara lain: a. Tersedianya waktu yang cukup untuk mengadakan partisipasi. b. Pembiayaan hendaknya tidak melebihi nilai-nilai hasil yang diperoleh. c. Pelaksanaan partisipasi haruslah memandang penting serta urgen terhadap kelompok kerja. 60 Suryosubroto, Op.Cit., hlm.279. 42 d. Peserta partisipasi haruslah mempunyai kemampuan-kemampuan tertentu agar efektif untuk dipartisipasikan. e. Pelaku partisipasi haruslah berhubungan agar saling bertukar ide. f. Tidak ada pihak-pihak yang merasa terancam dengan adanya partisipasi tersebut. g. Partisipasi agar efektif jika didasari atas asas-asas adanya kebebasan kerja.61 Mengacu pada beberapa syarat yang telah disebutkan untuk menjelaskan tercapainya unsur-unsur partisipasi belajar dalam kegiatan pendahuluan pembelajaran, maka diperlukan adanya waktu yang cukup untuk mengadakan partisipasi belajar, hal ini dapat dilaksanakan melalui perencanaan pembelajaran melalui Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang dirumuskan oleh guru mata pelajaran. Pelaksanan partisipasi memandang penting terhadap organisasi kelompok, sehingga siswa yang berpartisipasi tentu terlibat dalam diskusi-diskusi dan kegiatan yang dilaksanakan oleh kelompok belajar. Siswa harus mempunyai kemampuan bertukar ide agar efektif untuk dipartisipasikan, misalnya kemampuan untuk mengajukan pertanyaan, menjawab pertanyaan memberikan gagasan dan tanggapan kepada siswa lain, serta memberikan kesimpulan sebagai keterlibatannya berpartisipasi aktif dalam pembelajaran. Adapun prasyarat dalam meningkatkan partisipasi adalah melalui penanaman kesadaran yaitu: a. Rasa senasib sepenanggungan, ketergantungan, dan keterikatan. b. Keterlibatan anggota dengan tujuan yang jelas agar meningkatkan ketetapan hati, kemauan keras, dan sikap tahan uji. c. Kemampuan menyesuaikan diri terhadap lingkungan. d. Adanya prakasa.62 61 62 Loc.Cit. Ibid., hlm.281. 43 Berdasarkan hal tersebut, dalam meningkatkan partisipasi belajar dapat dilaksanakam melalui penanaman kesadaran siswa dengan adanya rasa senasib sepenanggungan, adanya keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran yang mengharuskan adanya kemauan keras untuk mencapai prestasi, serta sikap tahan uji terhadap prosesproses yang dihadapi, memiliki kemampuan menyesuaikan diri terhadap lingkungan di kelas. 3.3. Manfaat Partisipasi Belajar Keith Davis mengemukakan manfaat prinsipil dari partisipasi yaitu: a. Lebih memungkinkan diperolehnya keputusan yang benar. b. Dapat digunakan kemampuan berfikir kreatif dari para anggotanya. c. Dapat mengendalikan nilai-nilai martabat manusia, motivasi, serta membangun kepentingan bersama. d. Lebih memungkinkan untuk mengikuti perubahan-perubahan.63 Burt K. Sachlan dan Roger memberikan pendapatnya bahwa manfaat dari partisipasi yaitu: a. Lebih banyak komunikasi dua arah. b. Lebih banyak bawahan mempengaruhi keputusan. c. Manajer dan partisipan kurang bersikap agresif. d. Potensi untuk memberikan sumbangan yang berarti dan positif, diakui dalam derajat lebih tinggi.64 Menyimpulkan kedua pendapat tersebut, adanya partisipasi belajar akan memberikan manfaat yang penting bagi keberhasilan tujuan organisasi belajar yaitu: 1) memungkinkan diperolehnya keputusan yang benar karena banyaknya sumbangan pikiran yang diberikan oleh siswa, 2) pengembangan potensi diri dan kreativitas siswa, 3) adanya penerimaan yang lebih besar terhadap perintah yang diberikan oleh guru kepada siswa dan adanya perasaan diperlukan 63 64 Loc.Cit. Ibid., hlm.282 44 dalam kegiatan pembelajaran, dan 4) melatih untuk bertanggung jawab serta mendorong kesadaran siswa untuk membangun kepentingan bersama yaitu mencapai tujuan pembelajaran di kelas. Jelaslah bahwa patisipasi belajar siswa dalam proses pembelajaran di kelas adalah penting karena berpengaruh positif bagi kepemimpinan guru dalam mengelola kondisi kelas yang didalamnya meliputi pengelolaan perilaku siswa agar tercapai tujuan pembelajaran yang hendak dicapai. Adapun tujuan pembelajaran adalah sejumlah hasil pembelajaran yang dinyatakan dalam artian siswa belajar, yang secara umum mencakup pengetahuan baru, keterampilan dan kecakapan, serta sikap-sikap yang baru, yang diharapkan oleh guru dicapai oleh siswa sebagai hasil pengajaran. Tujuan pembelajaran suatu deskripsi mengenai tingkah laku yang diharapkan tercapai oleh siswa setelah berlangsungnya proses pembelajaran. Konsep tujuan pembelajaran yang dikemukakan oleh Mager menitikberatkan pada tingkah laku siswa atau perbuatan (performance) sebagai suatu jenis output yang terdapat pada siswa, yang dapat dialami dan menunjukkan bahwa siswa tersebut telah melakukan kegiatan pembelajaran. Artinya bahwa, jika siswa tidak dapat mempertunjukkan tingkah laku tertentu sebelum dia belajar, kemudian dia dapat mempertunjukkannya, berarti siswa telah menempuh proses pembelajaran.65 Tujuan pembelajaran bukanlah penguasaan materi pelajaran saja, akan tetapi proses untuk mengubah tingkah laku siswa sesuai dengan tujuan yang akan dicapai. Oleh karena itulah penguasaan materi sebagai tujuan perantara untuk pembentukan tingkah laku yang lebih luas, artinya sejauh mana materi pelajaran yang dikuasai siswa 65 Oemar Hamalik, Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem, PT. Bumi Aksara, Jakarta, 2004, hlm.108-109. 45 dapat membentuk pola perilaku siswa itu sendiri.66 Tujuan pembelajaran sendiri meliputi tujuan-tujuan kognitif (berbuat dengan berpikir), tujuan-tujuan afektif (berbuat dengan perasaan), dan tujuantujuan psikomotorik (berbuat dengan berbuat).67 Berdasarkan hal tersebut, tujuan belajar siswa adalah berbuat dengan memahami dan menganalisis ilmu pengetahuan atau informasi baru, dengan menyerapnya ke dalam pikiran, sehingga muncullah perasaan (sikap) ingin melaksanakan tindakan sesuai dengan pengetahuan yang telah siswa peroleh. 3.4. Tingkatan Partisipasi Belajar Menurut Pariata Westra tingkatan partisipasi dapat dibagi menjadi tiga yaitu: a. Tingkatan pengertian timbal balik artinya mengarahkan anggota agar mengerti akan fungsinya masing-masing dan sikap yang seharusnya satu sama yang lain. b. Tingkatan pemberian nasihat artinya individu-individu disini saling membantu untuk pembuatan keputusan terhadap pesoalanpersoalan yang sedang dihadapi sehingga saling tukar menukar ideide mereka satu per satu. c. Tingkatan kewenangan artinya menempatkan posisi anggotanya pada keadaan mereka, sehingga dapat mengambil keputusan pada persoalan yang mereka hadapi. Pendapat lain dikemukakan oleh Jumrowi bahwa dilihat dari tingkatanya, partisipasi dibedakan menjadi tiga macam yaitu: a. Partisipasi dalam proses perencanaan dan kaitannya dengan progrm lain, yaitu keterlibatannya dalam mengidentifikasi permasalahan dan prioritas masalah. b. Partisipasi dalam proses pengambilan keputusan, yaitu keterlibatan seseorang dalam merumuskan tujuan organisasi. 66 67 Wina Sanjaya, Op.Cit., hlm.100. Oemar Hamalik, Op.Cit., hlm.114. 46 c. Partisipasi dalam pelaksanaan,68 yaitu keterlibatannya dalam membangun interaksi yang efektif dalam pelaksanaan program kegiatan. Partisipasi secara penuh hanya mungkin terjadi apabila terdapat iklim yang memungkinkan ke arah itu walaupun dari pihak pengikut telah ada kesadaran untuk mengembangkan pikiran maupun pisiknya, namun tidak mungkin tersebut bisa terwujud, tanpa tersedianya peluang untuk itu.69 Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa untuk mengukur tingkat partisipasi belajar siswa dapat dilihat dari seberapa jauh keterlibatannya dalam proses pembelajaran dimana siswa menjadi anggotanya. Partisipasi tersebut akan terwujud apabila organisasi kelas memberikan peluang bagi siswa untuk berpartisipasi. Peluang untuk berpartisipasi tersebut luas di dalam organisasi kelas yang bersifat demokratis baik dalam pengambilan keputusan maupun dalam praktek pelaksanaan serta evaluasi hasil pelaksanaan keputusan. Dengan demikian kegiatan pembelajaran di kelas merupakan salah satu organisasi yang memungkinkan bagi anggotanya untuk berpartisipasi penuh dalam proses pembelajaran. 3.5. Kegiatan Pembelajaran Parisipatif Kegiatan pembelajaran partisipatif muncul sebagai akibat dari penggunaan strategi pembelajaran partisipatif. Kegiatan pembelajaran partisipatif dapat diartikan sebagai upaya guru untuk mengikutsertakan siswa dalam kegiatan pembelajaran. Keikutsertaan siswa itu diwujudkan dalam tiga tahapan kegiatan pembelajaran yaitu perencanaan program, pembelajaran. 68 69 Suryosubroto, Op.Cit, hlm.282.. Ibid., hlm.284. pelaksanaan, dan penilaian kegiatan 47 Partisipasi pada tahap perencanaan adalah keterlibatan siswa dalam kegiatan mengidentifikasikan kebutuhan belajar, permasalahan dan prioritas masalah, sumber-sumber atau potensi yang tersedia dan kemungkinan hambatan dalam pembelajaran. Kebutuhan belajar dinyatakan oleh siswa dalam wujud keinginan yang dirasakan tentang pengetahuan, keterampilan, dan atau nilai apa yang ingin dimiliki melalui kegiatan pembelajaran.70 Partisipasi berikutnya adalah keterlibatan siswa dalam merumuskan tujuan belajar. Tujuan belajar merupakan pernyataan mengenai perolehan belajar yang akan dicapai siswa melalui kegiatan pembelajaran. Perolehan belajar itu dapat berupa pengetahuan, keterampilan, dan atau nilai-nilai yang menjadi bagian dari kehidupan siswa. Partisipasi dalam tahap pelaksanaan program kegiatan pembelajaran adalah keterlibatan siswa dalam menciptakan iklim yang kondusif untuk belajar. Iklim yang kondusif ini mencakup pertama, kedisiplinan siswa yang ditandai dengan keteraturan dalam kehadiran pada setiap kegiatan pembelajaran. Kedua, pembinaan hubungan antar siswa dan antara siswa dengan guru sehingga tercipta hubungan kemanusiaan yang terbuka, akrab, terarah, saling menghargai, saling membantu, dan saling belajar. Ketiga, interaksi kegiatan pembelajaran antara siswa dengan guru dilakukan melalui hubungan horisontal. Keempat, tekanan kegiatan pembelajaran adalah pada peranan siswa yang lebih aktif melakukan kegiatan pembelajaran, bukan pada guru yang lebih mengutamakan kegiatan mengajar. Partisipasi dalam evaluasi program pembelajaran amat penting. Evaluasi dilakukan untuk menghimpun, mengolah dan menyajikan data atau informasi yang dapat digunakan sebagai masukan dalam pengambilan keputusan. Penilaian pelaksanaan pembelajaran mencakup penilaian terhadap proses, hasil, dan dampak pembelajaran. Partisipasi dalam tahap evaluasi ini pun bermanfaat 70 Sudjana, Strategi Pembelajaran, Falah Production, Bandung, 2010, hlm.131. 48 bagi siswa untuk mengetahui tentang sejauh mana perubahan yang telah dialami dan dicapai oleh mereka melalui kegiatan pembelajaran partisipatif. Objek formal yang dikaji dalam pembelajaran partisipatif adalah kegiatan pembelajaran yang sejalan dengan hakekat siswa dalam proses pengembangan sikap dan perilakunya yang harus dan dapat berpartisipasi dalam aktivitas bersama. Sedangkan obyek material pembelajaran partisipatif berhubungan dengan hakekat proses pembelajaran itu sendiri dimana terjadi interaksi antara pihak-pihak yang terlibat dalam pembelajaran. Dalam uraian tentang proses kegiatan partisipatif telah dijelaskan bahwa interaksi antara guru dan siswa menjadi faktor utama terciptanya situasi kegiatan pembelajaran. Guru berperan sebagai pembantu, pendorong, dan pembimbing bagi peserta didik dalam kegiatan pembelajaran. Sedangkan siswa dengan kesadaran diri dan kesengajaan melakukan kegiatan pembelajaran dengan keterlibatan atau partisipasi yang tinggi.71 3.6. Bentuk Partisipasi Belajar Siswa Menurut Sardiman, partisipasi dapat terlihat aktivitas fisiknya, yang dimaksud adalah peserta didik giat aktif dengan anggota badan, membuat sesuatu, bermain, ataupun bekerja, ia tidak hanya duduk dan mendengarkan, melihat atau pasif. Aspek aktivitas fisik dan psikis antara lain:72 a. Visual activities : membaca dan memperhatikan b. Oral activities : menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi saran, mengeluarkan pendapat, wawancara, diskusi, dan sebagainya. c. Listening activities : mendengarkan uraian, percakapan, diskusi. d. Writing activities : menulis, menyalin. 71 72 Ibid., hlm.130-155. Sardiman, Op.Cit., hlm.101. 49 e. Drawing activities : menggambar, membuat grafik, peta, dan sebagainya. f. Motor activities : melakukan percobaan, membuat model. g. Mental activities : menganggap, mengingat, memecahkan masalah, menganalisis, melihat hubungan, mengambil keputusan. h. Emotional activities : menaruh minat, merasa bosan, gembira, tenang, dan sebagainya. Bentuk partisipasi belajar siswa selama proses pembelajaran berlangsung sebagai berikut:73 a. Sebelum pembelajaran dimulai diadakan doa. b. Siswa harus mengikuti pembelajaran dengan seksama. c. Siswa diperkenankan mengemukakan pendapat atau bertanya tentang pelajaran yang diterangkan, bila tidak dimengerti. d. Siswa tidak diperbolehkan mengerjakan pekerjaan lain, selain pelajaran yang bersangkutan. e. Siswa tidak boleh meninggalkan kelas tanpa izin dari guru. f. Bila ada sesuatu kepantingan, siswa diperbolehkan meninggalkan pelajaran (pulang) dengan izin guru yang bersangkutan dan sepengetahuan pimpinan sekolah. g. Siswa wajib ikut serta memelihara kebersihan dan ketertiban kelas. h. Siswa harus bersikap sopan dan hormat terhadap guru. Aktivitas pengetahuan yang akan diuraikan diperoleh di siswa atas berdasarkan melalui bahwa pengamatan dan pengalamannya sendiri, yaitu keikutsertaannya dalam segala kegiatan pembelajaran. Belajar adalah suatu proses dimana siswa harus aktif terlibat dalam pembelajaran. Berdasarkan aspek aktivitas fisik dan psikis serta berdasarkan teori kegiatan pembelajaran partisipatif sebelumnya maka dapat dijabarkan beberapa indikator partisipasi belajar siswa sebagai berikut: a. Siswa aktif dalam mengikuti pembelajaran di kelas. 73 Martinis Yamin, Op.Cit., hlm.60. 50 b. Siswa ikut serta dalam mendengarkan dan memahami penjelasan yang disampaikan oleh guru. c. Siswa ikut serta mengamati kejadian-kejadian di lingkungan sekitarnya. d. Siswa ikut serta dalam kegiatan mengidentifikasikan kebutuhan belajar. e. Siswa ikut serta dalam merumuskan tujuan belajar. f. Siswa ikut serta menjawab pertanyaan dari guru serta mengajukan pertanyaan kepada guru ataupun kepada sesama siswa. g. Siswa ikut serta dalam mengemukakan pendapat dalam kegiatan pembelajaran di kelas. h. Siswa ikut serta dalam mengembangkan potensi dan kreativitas yang dimilikinya. i. Siswa ikut serta mengerjakan tugas yang diberikan guru. j. Siswa ikut serta mengikuti instruksi (arahan) yang diberikan guru. k. Siswa ikut serta dalam menciptakan iklim yang kondusif untuk belajar, yang meliputi: 1) Kedisiplinan siswa yang ditandai dengan keteraturan dalam kehadiran pada setiap kegiatan pembelajaran. 2) Pembinaan hubungan antar siswa dan antara siswa dengan guru sehingga tercipta hubungan kemanusiaan yang terbuka, akrab, terarah, saling menghargai, saling membantu, dan saling belajar. 3) Interaksi belajar antara siswa dengan guru dilakukan melalui hubungan horisontal. 4) Peranan siswa yang lebih aktif melakukan kegiatan pembelajaran, bukan pada guru yang lebih mengutamakan kegiatan mengajar. l. Siswa ikut serta dalam penilaian pelaksanaan pembelajaran. m. Siswa bertanggung jawab mengikuti aturan atau kesepakatan yang dibuat oleh guru bersama siswa. 51 4. Mata Pelajaran Qur’an Hadits di Madrasah Tsanawiyah Dalam Keputusan Menteri Agama Nomor 165 Tahun 2014 tentang Kurikulum 2013 Mata Pelajaran Pendidika Agama Islam dan Bahasa Arab di Madrasah, disebutkan bahwa mata pelajaran Qur’an Hadits merupakan sumber utama ajaran Islam, dalam arti keduanya merupakan sumber akidah akhlak, syari’ah/fikih (ibadah, muamalah), sehingga kajiannya berada di setiap unsur tersebut.74 Karakteristik mata pelajaran Qur’an Hadits menekankan pada kemampuan baca tulis yang baik dan benar, memahami makna secara tekstual dan kontekstual, serta mengamalkan kandungannya dalam kehidupan sehari-hari.75 Mata pelajaran Qur’an Hadits MTs. merupakan kelanjutan dan kesinambungan dengan mata pelajaran Qur’an Hadits pada MI dan MA, terutama pada penekanan kemampuan membaca Al-Qur’an dan Hadits, pemahaman surah-surah pendek, dan mengaitkannya dengan kehidupan sehari-hari. Adapun tujuan mata pelajaran Qur’an Hadits antara lain: a. Meningkatkan kecintaan peserta didik terhadap Al-Qur’an dan Hadits. b. Membekali peserta didik dengan dalil-dalil yang terdapat dalam AlQur’an dan Hadits sebagai pedoman dalam menyikapi dan menghadapi kehidupan. c. Meningkatkan kekhusyukan peserta didik dalam beribadah terlebih shalat, dengan menerapkan hukum bacaan tajwid serta isi kandungan surah / ayat dalam surat-surat pendek yang mereka baca.76 Adapun ruang lingkup mata pelajaran Qur’an Hadits di Madrasah Tsanawiyah meliputi: a. Membaca dan menulis yang merupakan unsur penerapan ilmu tajwid. b. Menerjemahkan makna (tafsiran) yang merupakan pemahaman, interpretasi ayat dan hadits dalam memperkaya hazanah intelektual. 74 Lampiran Keputusan Menteri Agama No 165 Tahun 2014 tentang Kurikulum 2013 Pendidikan Agama Islam dan Bahasa Arab di Madrasah, Jakarta, 2014, hlm.37. 75 Ibid., hlm.38. 76 Ibid., hlm.45. 52 c. Menerapkan isi kandungan ayat atau hadits yang merupakan unsur pengalaman nyata dalam kehidupan sehari-hari.77 Pembelajaran Qur’an Hadits adalah interaksi yang terjadi antara pendidik dan peserta didik dalam sebuah lingkungan pembelajaran dalam rangka penguasaan materi Qur’an Hadits. Pembelajaran Qur’an Hadits sebagai bagian dari pendidikan keagamaan adalah pendidikan yang menyiapkan peserta didiknya menguasai pengetahuan khusus tentang ajaran keagamaan yang bersangkutan.78 B. Hasil Penelitian Terdahulu Hasil penelitian terdahulu ini dimaksudkan untuk melengkapi kajian penelitian yang berjudul “Analisis Pelaksanaan Manajemen Perilaku Siswa melalui Strategi MPT (Mempengaruhi Perilaku melalui Tindakan) dalam Meningkatkan Partisipasi Belajar Siswa pada Mata Pelajaran Qur’an Hadits di MTs. Mansyaul Ulum Sukoharjo Wedarijaksa Pati Tahun Pelajaran 2016/2017” Adapun beberapa penelitian terdahulu sebagai berikut: 1. Murniawati, “Implementasi Pendekatan Keterampilan Proses Pada Mata Pelajaran Akidah Akhlak dalam Membentuk Perilaku Siswa di MI NU Banat Kudus”, Skripsi (tidak diterbitkan), dengan hasil penelitiannya yaitu: (1) Pelaksanaan Pendekatan Keterampilan Proses pada mata pelajaran Akidah Akhlak di MI NU Banat Kudus diawali dengan pembuatan perencanaan oleh guru sebelum pelaksanaan pembelajaran guru memilih pelaksanaan. Dalam pendekatan yang dapat mengaktifkan siswa dalam kelas yang diharapkan secara efektif mendukung perencanaan yang ditunjukkan oleh metode yakni pendekatan keterampilan proses. (2) Upaya yang dilakukan guru dalam membentuk perilaku siswa di MI NU Banat Kudus tidak hanya dilakukan dalam proses pembelajaran, tetapi juga dengan adanya kebiasaan berperilaku di 77 78 2009. Ibid., hlm.48. Adri Efferi, Materi dan Pembelajaran Qur’an Hadits MTs-MA, STAIN Kudus, Kudus, 53 madrasah. (3) Efektivitas pelaksanaan Pendekatan Keterampilan Proses pada mata pelajaran Akidah Akhlak dalam membentuk perilaku siswa di MI NU Banat Kudus dapat dilihat dari keaktifan siswa dalam pembelajaran dan dapat menemukan sesuatu hal yang baru yang diperoleh dari pengalaman dan dapat mengembangkan keterampilan-keterampilan yang dimiliki. Selain itu juga dibuktikan dengan adanya perilaku siswa di lingkungan madrasah yang patuh dan terbiasa dengan peraturan-peraturan yang berlaku.79 2. Fatkhiyatus Saadah, “Studi Analisis Tentang Perilaku Siswa Setelah Mengikuti Proses Pembelajaran Akhidah Akhlak di MA Manzilul Ulum Bakalan Krapyak Kaliwungu Kudus Tahun Pelajaran 2013/2014”, Skripsi (tidak diterbitkan), dengan hasil penelitiannya yaitu: Pertama, perilaku siswa MA Manzilul Ulum pada umumnya sudah cukup baik, akan tetapi masih ada siswa yang akhlaknya kurang baik. Hal ini disebabkan kurangnya pemahaman siswa tersebut mengenai norma-norma agama dan juga karena pengaruh pergaulan mereka ketika masih di SMP/MTs. Kedua, proses pembelajaran Akidah Akhlak di MA Manzilul Ulum menggunakan strategi PAKEM dengan metode ceramah, diskusi, tanya jawab, dan pemberian tugas. Adapun tujuan metode pembelajaran tersebut menuntun siswa agar mengimplementasikan pembelajaran tersebut ke dalam tingkah lakunya sehari-hari. Ketiga, setelah mengikuti pembelajaran Akidah Akhlak di MA Manzilul Ulum, terdapat perubahan perilaku pada sebagian siswa, dari perilaku yang negatif menjadi positif.80 3. Ahmad Muhajir, “Upaya Guru Pendidikan Agama Islam (PAI) dalam Membentuk Perilaku Beragama Siswa di SMA Islam Jepara Kabupaten Jepara”, Skripsi (tidak diterbitkan), dengan hasil penelitiannya yaitu keadaan belajar Pendidikan Agama Islam (PAI) siswa 79 Murniawati, Implementasi Pendekatan Keterampilan Proses pada Mata Pelajaran Akidah Akhlak dalam Membentuk Perilaku Siswa di MI NU Banat Kudus, Skripsi, STAIN Kudus, Kudus, 2011, hlm.98-99. 80 Fatkhiyatus Sa’adah, Studi Analisis Tentang Perilaku Siswa Setelah Mengikuti Proses Pembelajaran Akidah Akhlak di Madrasah Aliyah Manzilul Ulum Bakalan Krapyak Kaliwungu Kudus Tahun Pelajaran 2013/2014, Skripsi, STAIN Kudus, Kudus, 2014, hlm.78-79. 54 di SMP Islam Jepara cukup baik, ini terlihat dari guru yang memberikan motivasi siswa untuk belajar sehingga menumbuhkan semangat belajar pada pembelajaran PAI. Faktor yang mempengaruhi perilaku beragama siswa di SMA Islam Jepara terdapat dua faktor, yaitu faktor pendukung, meliputi adanya kesadaran siswa, adanya koorsinasi yang baik antara kepala sekolah, guru kelas dan guru PAI serta adanya kegiatan ekstra keagamaan. Sedangkan faktor pengambat, meliputi kurangnya partisipasi orang tua dalam memantau perilaku beragama siswa saat di rumah dan minimnya respos siswa dalam mengikuti kegiatan keagamaan di sekolah. Upaya guru PAI dalam membentuk perilaku beragama siswa yaitu dengan adanya kegiatan keagamaan di masyarakat, siswa juga mampu untuk menampilkan bakat dan keterampilannya.81 Berdasarkan penelitian terdahulu, terdapat persamaan dan perbedaan dengan penelitian peneliti. Adapun persaman dengan penelitian ini, yaitu sama-sama menganalisis tentang perilaku siswa dalam kegiatan pembelajaran. Obyek yang diteiti sama yaitu guru dalam membentuk perilaku siswa. Adapun perbedaannya terletak pada mata pelajaran yang diteliti yaitu mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) dan mata pelajaran Akidah Akhlak, sedangkan fokus yang peneliti teliti pada mata pelajaran Qur’an Hadits. C. Kerangka Berfikir Kajian tentang perilaku siswa hendaknya perlu dipelajari oleh seorang guru. Perilaku siswa yang berbeda-beda antara satu dengan lainnya menunjukkan ada atau tidaknya minat dan partisipasi siswa dalam proses pembelajaran. Proses pembelajaran yang menyenangkan dan tidak membosankan secara otomatis akan memunculkan partisipasi siswa dalam pembelajaran. Untuk meningkatkan mutu pembelajaran maka kompetensi profesional guru juga perlu dikembangkan, salah satunya adalah kompetensi 81 Ahmad Muhajir, Upaya Guru Pendidikan Agama Islam (PAI) dalam Membentuk Perilaku Beragama Siswa di SMA Islam Jepara Kabupaten Jepara, Skripsi, STAIN Kudus, Kudus, 2011, hlm.63-64 55 pedagogik. Kompetensi pedagogik guru meliputi pemahaman terhadap landasan dan filsafat pendidikan, kemampuan memahami potensi dan keberagaman peserta didik, kemampuan untuk mengembangkan minat dan bakat peserta didik, kemampuan guru dalam pengelolaan peserta didik di kelas dan masih banyak lagi tugas guru dalam mengembangkan kompetensi pedagogik untuk mencapai profesionalisme seorang guru. Pengelolaan siswa atau peserta didik, dapat dikaitkan dengan ilmu manajemen, khususnya manajemen pendidikan. Kompetensi profesional guru tidak bisa dipisahkan dengan kajian tentang manajemen, dikarenakan guru tidak hanya berperan sebagai pendidik saja melainkan juga berperan sebagai seorang manajer bagi siswa. Berdasarkan tujuan tersebut maka jelas diperlukan manajerial yang baik dan terencana agar proses pembelajaran dapat mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan. Dengan menumbuhkan partisipasi belajar siswa melalui kemampuan guru sebagai manajer maka akan tercapai tujuan pembelajaran secara optimal. Hal tersebut yang selama ini dilakukan oleh guru mata pelajaran Qur’an Hadis di MTs. Mansyaul Ulum Sukoharjo Wedarijaksa Pati dalam kemampuannya menerapkan manajemen perilaku siswa untuk meningkatkan partisipasi belajar siswa selama proses pembelajaran berlangsung.