PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PEMANFAATAN BOLA SEBAGAI ALAT PERAGA UNTUK MEMBANTU SISWA SEKOLAH LUAR BIASA TUNANETRA (SLB A) MEMAHAMI KONSEP PERKALIAN (Studi Kasus Pada Siswa Kelas II SLB A Yaketunis Yogyakarta) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Matematika Disusun Oleh: Dennis Meilky La’lang NIM : 121414117 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2016 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PEMANFAATAN BOLA SEBAGAI ALAT PERAGA UNTUK MEMBANTU SISWA SEKOLAH LUAR BIASA TUNANETRA (SLB A) MEMAHAMI KONSEP PERKALIAN (Studi Kasus Pada Siswa Kelas II SLB A Yaketunis Yogyakarta) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Matematika Disusun Oleh: Dennis Meilky La’lang NIM : 121414117 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2016 i PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI ii PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI iii PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI HALAMAN PERSEMBAHAN Hai anakku, dengarkanlah didikan ayahmu, dan jangan menyia-nyiakan ajaran ibumu (Amsal 1 : 8) Skripsi ini saya persembahkan untuk: Tuhan Yesus Terima kasih untuk anugerahMu yang saya rasakan hingga saya bisa menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih untuk setia dan pertolonganMU Benjamin La’lang, S.E., Alm. Sabina Patandean & Helena, S.Pd. Terima kasih kepada orang tua saya yang sudah memberi dukungan kepada saya, terima kasih untuk semua doa yang sudah dipanjatkan untuk anakmu ini. Apryanto Michael La’lang, S.Pd., Debby Novita La’lang, S.Si., dan Reinhard Oka Pniel La’lang Terima kasih saudara-saudaraku untuk dukungan dan semangat yang diberikan. Teman-Teman Terkasih Dedy, Anton, Riris, Winda, Grace, Edith, Yopek, Arum, Nita Terima kasih teman-teman untuk semangat yang selalu kalian berikan! Seluruh Anak Tunanetra iv PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI v PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI vi PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI ABSTRAK Dennis Meilky La’lang. 2016. Pemanfaatan Bola Sebagai Alat Peraga Untuk Membantu Siswa Sekolah Luar Biasa Tunanetra (SLB A) Memahami Konsep Perkalian. Skripsi. Program Studi Pendidikan Matematika. Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mengetahui hasil belajar yang dicapai siswa Kelas II SLB A Yaketunis Yogyakarta dalam pembelajaran matematika dengan menggunakan bola sebagai alat peraga pada materi perkalian, (2) mengetahui pengaruh penggunaan bola sebagai alat peraga dalam pembelajaran matematika terhadap pemahaman siswa SLB A pada materi perkalian. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif. Subjek penelitian adalah 2 orang siswa kelas II SLB A Yaketunis Yogyakarta. Pengambilan data dilaksanakan pada bulan Agustus dan September 2016. Data diperoleh dari wawancara peneliti dengan siswa dan hasil pre-test dan post-test. Data hasil wawancara dianalisis secara kualitatif, sedangkan data hasil belajar siswa dianalisis secara kuantitatif untuk mendapatkan jawaban dari masalah yang telah dirumuskan. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa: (1) hasil belajar siswa Kelas II SLB A Yaketunis Yogyakarta dalam pembelajaran yang menggunakan alat peraga berupa bola pada materi perkalian meningkat, dimana secara keseluruhan rata-rata nilai hasil belajar siswa meningkat dari 35% dalam kriteria rendah menjadi 85% dalam kriteria sangat tinggi, (2) pemahaman siswa mengenai konsep perkalian sangat baik, dimana siswa menjadi paham mengenai konsep perkalian sebagai penjumlahan berulang. Alat peraga yang digunakan dalam penelitian ini sangat membantu siswa dalam memahami konsep perkalian karena membuat materi yang abstrak menjadi konkret sehingga mudah dipahami siswa. Kata Kunci: alat peraga, tunanetra, konsep perkalian, hasil belajar, pre-test, posttest, pemahaman. vii PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI ABSTRACT Dennis Meilky La’lang. 2016. The utilization of ball as learning media to help the students of Sekolah Luar Biasa Tunanetra (SLB A) in comprehending the concept of multiplication. Undergraduate Thesis. Mathematics Education Study Program. Department of Mathematics Education and Science. Faculty of Teachers Training and Education. Sanata Dharma University, Yogyakarta. This research aims to (1) investigate the learning results of the students in second grade of SLB A Yaketunis Yogyakarta using ball as the learning media in teaching multiplication, (2) investigate the effect of ball utilization as a learning media on teaching multiplication for students of SLB A. This research is a qualitative descriptive research. The subject of this research is two students of second grade in SLB A Yaketunis Yogyakarta. The data gathering was conducted from August to September 2016. The data were taken from an interview result with the students and from pre-test and post-test results. The data from the interview result was scrutinized qualitatively, while pretest and post-test results were scrutinized quantitatively in order to solve the problem formulation. This research shows that (1) the result of students in second grade of SLB A Yaketunis Yogyakarta in learning multiplication using ball as a media increases from 35% as low criterion up to 85% as high criterion, (2) Students’ comprehension of multiplication is excellent, in which the students are able to comprehend that multiplication is repeated addition. This learning media makes the abstract concept of multiplication become more concrete so that the students can comprehend the concept with less difficulty. Keywords: learning media, vision loss, multiplication concept, learning result, pretest, post-test, comprehension. viii PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI KATA PENGANTAR Puji syukur dan terima kasih penulis haturkan pada Tuhan Yang Maha Esa, atas limpahan rahmat dan kasih karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Pemanfaatan Bola Sebagai Alat Peraga Untuk Membantu Siswa Sekolah Luar biasa Tunanetra (SLB A) Memahami Konsep Perkalian” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Matematika, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Selama proses penyusunan skripsi ini, penulis mendapatkan banyak pengalaman, hambatan dan rintangan. Namun berkat kuasa Tuhan dan berkat bantuan, saran, bimbingan serta motivasi dari berbagai pihak maka penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada: 1. Bapak Rohandi, Ph.D. selaku dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma. 2. Bapak Dr. Hongki Julie, M.Si. selaku Ketua Program Studi Pendidikan Matematika, Universitas Sanata Dharma. 3. Bapak Prof. Dr. St. Suwarsono selaku dosen pendamping akademik yang telah banyak membimbing dan memberikan nasihat kepada penulis. 4. Bapak Dr. Yansen Marpaung, selaku dosen pembimbing skripsi atas waktu yang diberikan untuk membimbing dengan penuh perhatian dan arahan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 5. Ibu Dra. Haniek Sri Pratini, M.Pd. dan Ibu Niluh Sulistyani, M.Pd. selaku dosen penguji yang telah memberi banyak saran sehingga skripsi ini bisa lebih baik. 6. Ibu Ambarsih, S.Pd., selaku Kepala SLB A Yaketunis Yogyakarta yang telah memberikan kesempatan untuk melaksanakan penelitian. 7. Ibu Sofia Patriyati Humardani, S.Pd., Ibu Siti Syamsidariyah, S.Pd., dan Bapak Warno, S.Pd. selaku guru SLB A Yaketunis Yogyakarta yang telah membantu serta memberikan bimbingan perkembangan dalam melaksanakan penelitian. ix dan arahan positif bagi PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI x 8. Siswa Kelas II SLB A Yaketunis Yogyakarta, Anas dan Layla yang telah membantu peneliti melaksanakan penelitian dan telah aktif selama pembelajaran. 9. Seluruh dosen Pendidikan Matematika yang telah memberikan pengalaman, pengetahuan dan arahan selama penulis menuntut ilmu di Universitas Sanata Dharma. 10. Seluruh staf sekretariat JPMIPA yang telah membantu segala administratif selama penulis berkuliah di Universitas Sanata Dharma. 11. Keluarga yang senantiasa mendoakan dan mendukung, Papa, Alm. Mama, Tante Lena, Ribek, Bolong, Bude sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini. 12. Sahabat-sahabat seperjuangan Grace, Riris, Edith, Winda, Dedy, Anton, dan Yopek yang selalu mendukung, menemani dan memberi saran selama penulis menyelesaikan skripsi. 13. Sahabat terkasih Febby Winda Pelupessy yang tidak henti-hentinya memberikan semangat, motivasi, dan masukan yang sangat berarti kepada penulis selama menyelesaikan skripsi ini 14. Teman-teman terbaik Giri Iriani (Mendes) dan Maria Yunita (Combro) yang selalu mendukung, memberi dukungan dan semangat selama penulis menyelesaikan skripsi. 15. Teman-teman Pendidikan Matematika angkatan 2012 khususnya kelas C yang sudah berdinamika dan menjalani seluruh proses perkuliahan serta selalu menyemangati selama berkuliah di Universitas Sanata Dharma. 16. Serta semua pihak dan teman-teman yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu atas dukungan dan semangat sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan tepat waktu. Yogyakarta, 14 November 2016 Penulis PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................... ii HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... iii HALAMAN PERSEMBAHAN ................................................................... iv PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ....................................................... v LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ...................................... vi ABSTRAK .................................................................................................... vii ABSTRACT .................................................................................................... viii KATA PENGANTAR .................................................................................. ix DAFTAR ISI ................................................................................................. xi DAFTAR TABEL ......................................................................................... xiv DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xv DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xvi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ............................................................................. 1 B. Rumusan Masalah ........................................................................ 5 C. Tujuan Penelitian .......................................................................... 6 D. Manfaat Penelitian ........................................................................ 6 E. Batasan Istilah .............................................................................. 7 BAB II LANDASAN TEORI A. Tunanetra ....................................................................................... 9 B. Klasifikasi Ketunanetraan ............................................................. 10 C. Klasifikasi Tunanetra Berdasarkan Kemampuan Melihat ............. 10 D. Metode Pengajaran Anak Tunanetra ............................................ 12 E. Media Pembelajaran Untuk Anak Tunanetra ............................... 15 F. Huruf Braille ................................................................................. 16 G. Hasil Belajar ................................................................................. 19 H. Pemahaman ................................................................................... 21 xi PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI xii I. Perkalian ....................................................................................... 22 J. Alat Peraga Bola ........................................................................... 24 K. Cara Penggunaan Alat Peraga ...................................................... 25 L. Penelitian Yang Relevan .............................................................. 29 M. Kerangka Berpikir ........................................................................ 30 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ............................................................................. 31 B. Subjek Penelitian .......................................................................... 31 C. Objek Penelitian ........................................................................... 31 D. Waktu dan Tempat Penelitian ...................................................... 32 E. Jenis Data ...................................................................................... 32 F. Teknik Pengumpulan Data ........................................................... 32 1. Observasi ............................................................................... 32 2. Tes ......................................................................................... 33 3. Wawancara ............................................................................ 33 4. Dokumentasi .......................................................................... 34 G. Instrumen Penelitian ..................................................................... 35 H. Validasi Instrumen ........................................................................ 35 I. Teknik Analisis Data .................................................................... 36 J. Prosedur Pelaksanaan Penelitian .................................................. 37 BAB IV HASIL PENELITIAN, ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Pelaksanaan Penelitian ................................................. 40 1. Observasi Awal ..................................................................... 40 2. Pelaksanaan Penelitian di Dalam Kelas ................................. 43 B. Hasil Penelitian ............................................................................. 47 1. Data Pre-Test ......................................................................... 47 2. Data Post-Test ....................................................................... 48 3. Data Pemahaman Siswa ........................................................ 48 C. Analisis Data ................................................................................. 49 1. Analisis Pre-test dan Post-Test .............................................. 49 2. Analisis Pemahaman Siswa ................................................... 50 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI xiii D. Pembahasan ................................................................................... 52 E. Keterbatasan Penelitian ................................................................ 56 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ................................................................................... 58 B. Saran ............................................................................................. 58 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 60 LAMPIRAN ................................................................................................. 62 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI DAFTAR TABEL Tabel 4.1 Hasil Belajar Siswa Mengerjakan Soal Pre-Test .......................... 47 Tabel 4.2 Hasil Belajar Siswa Mengerjakan Soal Post-Test .......................... 48 Tabel 4.3 Persentase Ketercapaian Hasil Belajar Siswa ................................ 49 Tabel 4.4 Analisis Hasil Pre-Test .................................................................. 49 Tabel 4.5 Analisis Hasil Post-Test ................................................................ 50 xiv PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Huruf Braille ............................................................................. 18 Gambar 2.2 Alat Peraga Bola ........................................................................ 24 Gambar 2.3 Langkah Pertama Penggunaan Alat Peraga .............................. 26 Gambar 2.4 Langkah Kedua Penggunaan Alat Peraga ................................. 27 Gambar 2.5 Posisi Bola Setelah Melakukan Langkah Pertama dan Kedua .. 28 Gambar 2.6 Proses Menghitung Hasil Perkalian .......................................... 28 xv PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI DAFTAR LAMPIRAN Lampiran A ................................................................................................ 63 Lampiran A.1 Surat Permohonan Ijin Penelitian ........................................... 64 Lampiran A.2 Surat Ijin Penelitian Dari Dinas Perizinan.............................. 65 Lampiran A.3 Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian ................. 66 Lampiran B ................................................................................................ 67 Lampiran B.1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ............................ 68 Lampiran B.2 Validasi Instrumen Pre-Test Siswa ........................................ 74 Lampiran B.3 Validasi Instrumen Post-Test Siswa ....................................... 80 Lampiran B.4 Soal Pre-Test .......................................................................... 86 Lampiran B.5 Soal Post-Tes .......................................................................... 87 Lampiran B.6 Soal Pre-Test Dalam Huruf Braille ........................................ 88 Lampiran B.7 Soal Post-Test Dalam Huruf Braille ....................................... 90 Lampiran C ................................................................................................ 92 Lampiran C.1 Kunci Jawaban Soal Pre-Test ................................................. 93 Lampiran C.2 Kunci Jawaban Soal Post-Test ............................................... 94 Lampiran C.3 Lembar Jawab Hasil Pre-Test Siswa (Braille) ....................... 95 Lampiran C.4 Lembar Jawab Hasil Post-Test Siswa (Braille) ...................... 97 Lampiran C.5 Jawaban Pre-Test Siswa ......................................................... 99 Lampiran C.6 Jawaban Post-Test Siswa........................................................ 101 Lampiran D ................................................................................................ 103 Lampiran D.1 Foto Hasil Penelitian............................................................... 104 Lampiran D.2 Transkripsi Percakapan Hasil Wawancara ............................. 107 Lampiran D.3 Berita Mengenai Kasus Konsep Perkalian ............................. 124 xvi PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah segala situasi dalam hidup yang mempengaruhi pertumbuhan seseorang, sebagai pengalaman belajar setiap orang sepanjang hidupnya. Setiap pengalaman belajar dalam hidup dengan sendirinya terarah kepada pertumbuhan. Tujuan pendidikan tidak berada di luar pengalaman belajar, tetapi terkandung dan melekat di dalamnya. Misi atau tujuan pendidikan yang tersirat dalam pengalaman belajar memberi hikmah tertentu bagi pertumbuhan seseorang. Penyelenggaraan pendidikan pada jenjang sekolah dasar bertujuan memberikan bekal kepada siswa untuk hidup bermasyarakat dan dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, maka tujuan pembelajaran matematika di sekolah dimaksudkan agar siswa tidak hanya terampil menggunakan matematika, tetapi dapat memberikan bekal kepada siswa dengan tekanan penataan nalar dalam penerapan matematika dalam kehidupan sehari-hari di tengah-tengah masyarakat di mana ia tinggal. Matematika merupakan salah satu bidang studi yang dipelajari pada semua jenjang pendidikan, mulai dari tingkat sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Bahkan matematika diajarkan di taman kanak-kanak secara informal. Cockroft dalam Mulyono (2009: 253) mengemukakan bahwa matematika perlu diajarkan kepada siswa karena (1) selalu digunakan 1 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 2 dalam segi kehidupan; (2) semua bidang studi memerlukan keterampilan matematika yang sesuai; (3) merupakan sarana komunikasi yang kuat, singkat, dan jelas; (4) dapat digunakan untuk menyajikan informasi dalam berbagai cara; (5) meningkatkan kemampuan berpikir logis, ketelitian, dan kesadaran keruangan; dan (6) memberikan kepuasan terhadap usaha memecahkan masalah menantang. Berbagai alasan perlunya sekolah mengajarkan matematika kepada siswa pada hakikatnya dapat diringkas karena masalah kehidupan sehari-hari. Belajar matematika merupakan suatu syarat untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang berikutnya. Karena dengan belajar matematika, akan diajar bernalar secara kritis, kreatif, dan aktif. Matematika merupakan ide-ide abstrak yang berisi simbol-simbol, maka konsepkonsep matematika harus dipahami terlebih dahulu sebelum memanipulasi simbol-simbol itu. Pada kurikulum Depdiknas 2014 dalam Susanto (2013: 184) disebutkan bahwa standar kompetensi matematika di sekolah dasar yang harus dimiliki siswa setelah melakukan kegiatan pembelajaran bukanlah penguasaan matematika, namun yang diperlukan ialah dapat memahami dunia sekitar, mampu bersaing, dan berhasil dalam kehidupan. Standar kompetensi yang dirumuskan dalam kurikulum ini mencakup pemahaman konsep matematika, komunikasi matematis, koneksi matematis, penalaran, dan pemecahan masalah, serta sikap dan minat yang positif terhadap matematika. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 3 Konsep adalah ide abstrak yang dapat digunakan untuk menggolongkan atau mengklasifikasikan sekumpulan objek. Konsep akan dibutuhkan dalam elemen keterampilan dan pemecahan masalah. Konsep matematika harus diajarkan dengan benar sejak siswa berada pada tingkat sekolah dasar, karena dengan konsep matematika yang benar akan menjadi bekal siswa untuk belajar matematika pada materi berikutnya atau bahkan di tingkat selanjutnya, serta penting untuk kehidupan sehari-hari. Hal ini sejalan dengan salah satu tujuan khusus pembelajaran matematika di sekolah dasar sebagaimana yang disajikan oleh Depdiknas yaitu memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep, dan mengaplikasikan konsep atau algoritma. Salah satu contoh kasus konsep matematika yang keliru yang pernah terjadi adalah kasus yang dialami oleh Habibi, siswa sekolah dasar di Semarang. Kasus mengenai konsep perkalian yang menghebohkan itu dimuat dalam beberapa media cetak maupun media online, salah satunya di Liputan6.com. Berikut adalah kutipan berita dari kasus yang menarik perhatian beberapa pakar di Indonesia: Liputan6.com, Jakarta – Di akun Facebook, Muhammad Erfas Maulana memposting hasil tugas matematika adiknya, Habibi yang mendapat ponten merah dari sang guru. Mahasiswa Teknik Mesin Universitas Diponegoro itu mempertanyakan kesalahan jawaban tugas matematika adiknya yang bersekolah di salah satu SD di Semarang. “Bu Guru yang terhormat, mohon maaf sebelumnya, saya kakak dari Habibi yang mengajarinya mengerjakan PR di atas. Bu, bukankah jawaban Habibi benar semua? Apakah hanya karena letaknya yang terbalik sehingga jawaban Habibi Anda salahkan? Menurut saya masalah peletakan bukan menjadi masalah Bu, PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 4 misal 4x6 = 6x4. Hasilnya sama-sama 24. Terima kasih Bu, mohon perhatiannya. Semoga dapat dijadikan pertimbangan,” tulis Irfan dalam kertas tugas matematika adiknya yang di posting di wall facebooknya. Berdasarkan kutipan berita tersebut, perlu disadari bahwa memahami konsep yang benar sangatlah penting. Konsep bukan tentang hasil yang diperoleh namun proses yang benar. Kasus kesalahan konsep perkalian ini terjadi pada seorang siswa sekolah dasar di Semarang yang secara fisik tidak terdapat kekurangan. Sebelum melakukan penelitian ini, peneliti melakukan wawancara dengan beberapa mahasiswa Pendidikan Matematika USD angkatan 2012 mengenai pendidikan di Indonesia. Hasil yang diperoleh dari wawancara tersebut adalah ketika membicarakan mengenai pendidikan di Indonesia peneliti tidak menemukan satu pun jawaban tentang pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus (ABK). Semua mahasiswa yang peneliti wawancarai fokus kepada pendidikan untuk anak yang normal. Belajar matematika dengan konsep yang benar tidak hanya bagi anak normal, namun juga untuk ABK. Anak dengan kebutuhan khusus juga memiliki hak untuk mendapat pendidikan yang baik, sama seperti anak normal pada umumnya. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Lidya (2013) pada siswa kelas IV SLB-A YPAB Tegalsari Surabaya tentang pendekatan matematika realistik yang menunjukkan bahwa ada pengaruh positif terhadap hasil belajar, maka peneliti juga akan melakukan penelitian kepada anak tunanetra. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 5 Mengajarkan matematika dengan konsep yang benar kepada ABK dapat dilakukan dengan metode pengajaran menggunakan alat peraga, yang diharapkan dapat lebih membantu siswa dalam belajar dan memahami konsep matematika yang benar. Alat peraga menjadi salah satu alternatif untuk mengajarkan matematika bagi ABK. Anak berkebutuhan khusus dirasa masih kesulitan untuk membuat konsep yang abstrak menjadi konkret, sehingga dengan alat peraga untuk ABK diharapkan mampu membantu pada pembelajaran matematika. Dari sekian banyak ABK, peneliti memilih anak tunanetra dengan alasan bahwa alat peraga yang dapat diraba akan memberi hasil yang maksimal. Peneliti memilih untuk menggunakan alat peraga berupa bola dengan alasan bahwa bola merupakan benda yang bentuknya mudah dibayangkan oleh anak-anak, dapat diraba, dan mudah ditemukan. Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk meneliti “Pemanfaatan Bola Sebagai Alat Peraga Untuk Membantu Siswa Sekolah Luar Biasa Tunanetra (SLB A) Memahami Konsep Perkalian” B. Rumusan Masalah Dari latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka peneliti merumuskan pokok masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana hasil belajar yang dicapai siswa SLB A dalam pembelajaran matematika dengan menggunakan bola sebagai alat peraga untuk materi perkalian? PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 6 2. Bagaimana pemahaman siswa SLB A mengenai materi konsep perkalian pada pembelajaran matematika dengan menggunakan bola sebagai alat peraga? C. Tujuan Penelitian Tujuan dalam penelitian ini adalah: 1. Mendeskripsikan hasil yang dicapai siswa SLB A dalam pembelajaran matematika dengan menggunakan bola sebagai alat peraga untuk materi perkalian. 2. Mendeskripsikan pemahaman siswa SLB A mengenai materi konsep perkalian pada pembelajaran matematika dengan menggunakan bola sebagai alat peraga. D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Guru SLB Guru dapat mempunyai referensi baru dalam memilih alat peraga untuk membuat pembelajaran matematika di SLB menjadi lebih menarik. 2. Bagi Siswa Siswa mendapat pengetahuan mengenai konsep perkalian dengan menggunakan bola sebagai alat peraga yang akan membantu mengubah konsep abstrak menjadi lebih konkret. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 7 3. Bagi Peneliti Penelitian ini dapat digunakan untuk menambah dan memperluas pengetahuan mengenai pembelajaran matematika untuk siswa tunanetra dengan menggunakan alat peraga dan sebagai bahan perbandingan antara teori dengan keadaan sebenarnya. E. Batasan Istilah 1. Tunanetra Tunanetra adalah kondisi dimana seseorang mengalami masalah pada indera penglihatan (mata) yaitu kehilangan daya penglihatan sebagian atau seluruhnya. 2. Alat peraga bola Alat peraga bola adalah alat peraga berupa bola warna-warni yang dapat membantu siswa dalam proses belajar mengajar untuk bisa memahami materi perkalian. 3. Pemahaman Pemahaman adalah jenjang setingkat diatas pengetahuan yang meliputi penerimaan dalam komunikasi secara akurat, menempatkan hasil komunikasi dalam bentuk penyajian yang berbeda, mereorganisasikannya secara setingkat tanpa merubah pengertian dan dapat mengeksporasikan. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 8 4. Perkalian Perkalian merupakan sebuah operasi matematika yang meliputi penskalaan (pelipatan) bilangan yang satu dengan yang lain. Operasi perhitungan ini termasuk ke dalam aritmatika dasar. Secara sederhana, perkalian merupakan penjumlahan berulang dengan bilangan yang sama. 5. Hasil belajar Hasil belajar yang dimaksud adalah hasil atau kemampuan kognitif yang diperoleh dari hasil pre-test dan post-test siswa. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI BAB II LANDASAN TEORI A. Tunanetra Menurut Anastasia dan Imanuel (1987: 4), kata tunanetra itu sendiri tidak asing lagi bagi kebanyakan orang, tetapi masih banyak yang belum memahaminya. Dipandang dari segi bahasa, kata tunanetra terdiri dari dua kata yaitu tuna dan netra. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia dalam Anastasia dan Imanuel (1987: 4) tuna mempunyai arti rusak, luka, kurang, tidak memiliki. Sedangkan netra artinya mata. Tunanetra artinya rusak matanya atau luka matanya atau tidak memiliki mata yang berarti buta atau kurang dalam penglihatannya. Menurut Frans Harsana Sasraningrat dalam Sari (2003: 4), tunanetra ialah suatu kondisi dari dria penglihatan yang tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Kondisi itu disebabkan oleh karena kerusakan pada mata, syarat optik dan atau bagian otak yang mengolah stimulus visual. Menurut Encyclopedia Americana dalam Sari (2003: 5), blindness is a general term used to denote partial or complete loss of vision. Kurang lebih berarti: tunanetra merupakan istilah umum yang digunakan untuk menunjuk kehilangan penglihatan sebagian atau menyeluruh. Berdasarkan beberapa pendapat tokoh tersebut, dapat disimpulkan bahwa tunanetra adalah kondisi dimana seseorang mengalami masalah pada indera penglihatan (mata) yaitu kehilangan daya penglihatan sebagian atau seluruhnya. 9 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 10 B. Klasifikasi Ketunanetraan Menurut Esthy (2014: 10), tunanetra dapat diklasifikasikan berdasarkan waktu terjadinya ketunanetraan dan kemampuan daya penglihatan. a. Berdasarkan waktu terjadinya, ketunanetraan dibedakan menjadi beberapa jenis berikut: 1) Tunanetra sebelum dan sejak lahir 2) Tunanetra setelah lahir dan atau pada usia kecil 3) Tunanetra pada usia sekolah atau pada masa remaja 4) Tunanetra pada usia dewasa 5) Tunanetra dalam usia lanjut b. Berdasarkan kemampuan daya penglihatan, ketunanetraan dibedakan menjadi beberapa jenis berikut: 1) Tunanetra ringan 2) Tunanetra setengah berat atau sedang 3) Tunanetra berat C. Klasifikasi Ketunanetraan Berdasarkan Kemampuan Melihat Menurut Anastasia dan Imanuel (1987: 7), klasifikasi atau pengelompokkan tunanetra berdasarkan tingkat ketajaman penglihatan atau kemampuan melihat dibedakan menjadi empat jenis: 1. 6/6 m – 6/16 m atau 20/20 feet – 20/50 feet. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 11 Pada tingkat ini sering dikatakan sebagai tunanetra ringan atau bahkan masih dapat dikatakan normal. Mereka masih mampu mempergunakan peralatan pendidikan pada umumnya, sehingga masih dapat memperoleh pendidikan di sekolah umum. Mereka masih mampu melihat benda lebih kecil seperti mengamati uang logam seratus rupiah dan korek api. 2. 6/20 m – 6/60 m atau 20/70 feet – 20/200 feet. Pada tingkat ketajaman ini sering disebut dengan tunanetra kurang lihat atau low vision atau disebut juga dengan partially sight atau tunanetra ringan. Pada taraf ini mereka masih mampu melihat dengan bantuan kacamata. 3. 6/60 m lebih atau 20//200 feet lebih. Pada tingkat ini sudah dikatakan tunanetra berat. Taraf ini masih mampu mempunyai tingkatannya yaitu: a. Masih dapat menghitung jari pada jarak 6 meter. b. Masih dapat melihat gerakan tangan. c. Hanya dapat membedakan terang dan gelap. 4. Memiliki visus 0. Tingkat terakhir sudah tidak mampu melihat rangsangan cahaya dan tidak dapat melihat apapun. Pada tingkatan ini sering disebut buta. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 12 D. Metode Pengajaran Anak Tunanetra Pada dasarnya metode yang digunakan untuk siswa tunanetra hampir sama dengan siswa normal, hanya menurut Ardhi (2013: 63), yang membedakan ialah adanya beberapa modifikasi dalam pelaksanaannya, sehingga para siswa tunanetra mampu mengikuti kegiatan pembelajaran yang bisa mereka ikuti dengan pendengaran ataupun perabaan. Adapun metode-metode yang dapat dilaksanakan pada pembelajaran siswa tunanetra antara lain: 1. Metode ceramah Yang dimaksud dengan metode ceramah ialah cara penyampaian sebuah materi pelajaran dengan cara penuturan lisan kepada siswa. Zuhairini dkk (dalam Ardhi 2013: 63) mendefinisikan metode ceramah ialah suatu metode di dalam pendidikan di mana cara penyampaian pengertian-pengertian materi kepada anak didik dengan jalan penjelasan dan penuturan secara lisan. Untuk penjelasan uraiannya, guru dapat menggunakan alat bantu mengajar yang lain, misalnya gambar, peta, denah, dan alat peraga lainnya. Metode ceramah dapat diikuti oleh siswa tunanetra karena dalam pelaksanaannya metode ini guru menyampaikan materi pelajaran dengan penyampaian secara lisan dan siswa mendengar penyampaian materi dari guru. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 13 2. Metode Tanya jawab Metode Tanya jawab ialah penyampaian pelajaran dengan cara guru mengajukan pertanyaan dan siswa menjawab atau suatu metode di dalam pendidikan di mana guru bertanya sedangkan siswa menjawab tentang materi yang ingin diperolehnya. Siswa tunanetra mampu mengikuti pengajaran dengan menggunakan metode tanya jawab, karena metode ini merupakan tambahan dari metode ceramah yang menggunakan indera pendengaran. 3. Metode diskusi Metode diskusi adalah salah satu alternatif metode yang dapat dipakai oleh seorang guru di kelas dengan tujuan dapat memecahkan suatu masalah berdasarkan pendapat para siswa. Seiring dengan itu metode diskusi berfungsi untuk merangsang siswa berpikir atau mengeluarkan pendapatnya sendiri mengenai persoalan-persoalan yang kadang-kadang tidak dapat dipecahkan oleh suatu jawaban atau suatu cara saja, tetapi memerlukan wawasan atau ilmu pengetahuan yang mampu mencari jalan terbaik atau alternatif terbaik. Anak tunanetra dapat mengikuti kegiatan belajar mengajar yang menggunakan metode diskusi. Mereka dapat ikut berpartisipasi dalam kegiatan diskusi itu karena dalam metode diskusi, kemampuan data fisik siswa untuk memecahkan suatu persoalan lebih diutamakan. Dan metode ini bisa diikuti tanpa menggunakan indera penglihatan. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 14 4. Metode sorongan Metode sorongan adalah metode individual di mana siswa mendatangi guru untuk mengkaji suatu buku dan guru membimbingnya secara langsung. Metode ini dalam sejarah pendidikan agama Islam dikenal dengan sistem pendidikan “Kuttai”, sementara di dunia barat dikenal dengan metode tutorship dan mentoring. Pada praktiknya siswa diajari dan dibimbing bagaimana cara membaca, menghafal, atau lebih jauh lagi menerjemahkan atau menafsirkan, semua itu dilakukan oleh guru, sementara siswa menyimak penuh perhatian dan mensahkan dengan memberi catatan pada bukunya atau mensahkan bahwa ilmu itu telah diberikan kepadanya. Metode ini dapat diikuti oleh anak tunanetra dan inti dari metode ini adalah adanya bimbingan langsung dari guru kepada anak didiknya dan seorang guru dapat mengetahui langsung sejauh mana kemampuan anak didiknya dalam memahami suatu materi pelajaran. 5. Metode drill Metode drill atau latihan adalah suatu metode dalam menyampaikan pelajaran dengan menggunakan latihan secara terus menerus sampai anak didik memiliki ketangkasan yang diharapkan. Metode drill merupakan salah satu bentuk dari berbagai macam metode yang banyak digunakan oleh para pendidik dalam proses belajar mengajar agar tujuan pembelajaran tercapai. Metode ini lebih PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 15 menitikberatkan kepada keterampilan siswa secara kecakapan motoris, mental, asosiasi yang dibuat dan sebagainya. Metode drill dapat disebut juga dengan metode latihan atau praktik secara langsung. Anak tunanetra mampu mengikuti metode ini jika materi yang disampaikan dan media yang digunakan mampu mendukung mereka untuk memahami materi pelajaran. Berdasarkan beberapa metode pengajaran tersebut, peneliti merasa bahwa metode yang sesuai digunakan untuk anak tunanetra tingkatan sekolah dasar adalah metode ceramah, metode tanya jawab, dan metode drill. Dalam penelitian yang akan dilakukan, peneliti juga akan menggunakan ketiga metode tersebut. Metode ceramah dirasa tepat karena anak tunanetra masih mengandalkan indera pendengaran dengan bantuan suara dari guru. Metode tanya jawab merupakan metode pendukung dari metode ceramah karena dengan metode ini akan membangun interaksi yang baik antara guru dan siswa. Metode drill digunakan karena dalam penelitian menggunakan alat peraga yang menuntut siswa untuk lebih banyak berlatih. E. Media Pembelajaran untuk Anak Tunanetra Selain kekhususan metode pembelajaran yang digunakan untuk anak tunanetra, mereka pun mempunyai kekhususan dalam menggunakan media pembelajaran. Karena kondisi penglihatan mereka yang tak berfungsi, maka menurut Ardhi (2013: 62) media yang digunakan untuk PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 16 pengajaran anak tunanetra ialah media yang dapat dijangkau dengan perabaan dan pendengarannya. Adapun media tersebut ialah papan baca (Kenop), Reglette, dan Stilus (pena) yaitu alat tulis normal, Mesin tik Braille (Perkins Braille). Media pembelajaran yang diterapkan pada anak tunanetra di beberapa Sekolah Luar Biasa (SLB) meliputi: alat bantu membaca huruf Braille (Papan huruf dan Optacon); alat bantu berhitung (Cubaritma, Abacus/Sempoa, Speech Calculator), serta alat bantu yang bersifat audio seperti tape-recorder. Khusus alat bantu membaca Braille adalah alat bantu pembelajaran untuk mengenal huruf Braille. Alat ini biasa disebut pantule singkatan dari papan tulis Braille. F. Huruf Braille Menurut Ardhi (2013: 66), Braille adalah sejenis sistem tulisan sentuh yang digunakan oleh para tunanetra. Sistem ini diciptakan oleh seorang Prancis yang bernama Louis Braille yang juga merupakan seorang tunanetra. Ketika berusia 15 tahun, Braille membuat suatu tulisan tentara untuk memudahkan tentara membaca ketika gelap. Tulisan ini kemudian dinamakan huruf Braille. Namun saat itu Braille tidak memiliki huruf W. Munculnya inspirasi untuk menciptakan huruf-huruf yang dapat dibaca oleh tunanetra berawal dari seorang bekas perwira alteleri Napoleon, Kapten Charles Barbier. Barbier menggunakan sandi berupa garis-garis dan titik-titik timbul untuk memberikan pesan ataupun perintah PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 17 kepada serdadu nya dalam kondisi gelap malam. Pesan tersebut dibaca dengan cara meraba rangkaian kombinasi garis dan titik yang tersusun menjadi sebuah kalimat. Sistem demikian kemudian dikenal dengan sebutan night writing atau tulisan malam. Sistem ini dirancang khusus untuk tentara perang yang menggunakan kombinasi 12 titik timbul yang dapat dikombinasikan untuk mewakili huruf-huruf dan dapat dirasakan oleh ujung jari. Sayangnya kode tersebut terlalu rumit bagi sebagian besar pasukannya sehingga ditolak untuk digunakan. Braille kemudian menyederhanakan sistem ini dengan menggunakan satu sel 6 titik dan didasarkan ejaan normal yang sekarang dinamakan huruf Braille. Berdasarkan uji coba yang dilakukan Braille, jari-jari tangan tunanetra ternyata lebih peka terhadap titik dibandingkan dengan garis sehingga pada akhirnya huruf Braille hanya menggunakan kombinasi antara titik dan ruang kosong atau spasi. Sistem tulisan Braille pertama kali digunakan di L’Institution Nationale de Jeunes Aveugles, Paris dalam rangka mengajar siswa-siswa tunanetra. Huruf-huruf Braille menggunakan kerangka penulisan seperti kartu domino. Satuan dasar dari sistem tulisan ini disebut sel Braille, dimana tiap sel terdiri dari enam titik timbul; tiga baris dan dua titik. Keenam titik tersebut dapat disusun sedemikian rupa hingga menciptakan 64 macam kombinasi. Huruf Braille dibaca dari kiri ke kanan dan dapat melambangkan abjad, tanda baca, angka, tanda musik, simbol matematika PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 18 dan lainnya. Ukuran huruf Braille yang umum digunakan adalah dengan tinggi sepanjang 0,5 mm, serta spasi horizon dan vertikal antara titik dalam sel sebesar 2,5 mm. Pada mulanya orang tidak berpikir bahwa kode Braille merupakan sesuatu yang sangat berguna bagi kaum tunanetra. Banyak orang menduga bahwa sistem Braille akan mati sebagaimana penemunya. Namun ada orang-orang yang menyadari pentingnya penemuan Louis Braille. Penemuan brilian Louis Braille telah mengubah dunia membaca dan menulis kaum tunanetra untuk selamanya. Sekarang kode Braille telah digunakan hampir ke dalam semua bahasa tulis terkenal di dunia. + × - ÷ . = Gambar 2.1. Huruf Braille PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 19 G. Hasil Belajar Dalam mengajar, guru sudah mengetahui tujuan yang harus capai dalam mengajarkan suatu pokok bahasan. Untuk itu, dirumuskan tujuan instruksional khusus, yang didasarkan pada Taksonomi Bloom tentang tujuan-tujuan perilaku menurut Bloom dalam Ratna (2011: 118), yang meliputi tiga dominan: kognitif, afektif, dan psikomotorik. Gagne mengemukakan lima macam hasil belajar, tiga diantaranya bersifat kognitif, satu bersifat afektif, dan satu lagi bersifat psikomotorik. Penampilan-penampilan yang dapat diamati sebagai hasil-hasil belajar disebut kemampuan. Menurut Gagne dalam Ratna (2011: 118), ada lima kemampuan. Ditinjau dari segi-segi yang diharapkan dari suatu pengajaran atau instruksi, kemampuan itu perlu dibedakan karena kemampuan itu memungkinkan berbagai macam penampilan manusia dan juga karena kondisi-kondisi untuk memperoleh berbagai kemampuan itu berbeda. Kelima hasil belajar atau yang menurut Gagne dalam Ratna (2011: 118) disebut kemampuan, yaitu: 1. Kemampuan pertama disebut keterampilan intelektual karena keterampilan itu merupakan penampilan yang ditunjukkan oleh siswa tentang operasi intelektual yang dapat dilakukannya. 2. Kemampuan kedua meliputi penggunaan strategi kognitif karena siswa perlu menunjukkan penampilan yang kompleks dalam suatu situasi baru, dimana diberikan sedikit bimbingan dalam memilih dan menerapkan aturan dan konsep yang telah dipelajari sebelumnya. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 20 3. Kemampuan ketiga berhubungan dengan sikap atau mungkin sekumpulan sikap yang dapat ditunjukkan oleh perilaku yang mencerminkan pilihan tindakan terhadap kegiatan-kegiatan. 4. Kemampuan keempat adalah informasi verbal atau pengetahuan verbal yang diperoleh dari pembelajaran di sekolah, dan juga dari kata-kata yang sering diucapkan orang, membaca dari buku, mendengar radio, televisi atau media lainnya. 5. Kemampuan kelima adalah keterampilan motorik. Keterampilan motorik tidak hanya mencakup kegiatan fisik, melainkan juga kegiatan motorik yang digabung dengan keterampilan intelektual misalnya membaca, menulis, memainkan alat musik dan lain sebagainya. Kingsley dalam Ahmad (2013: 3) membagi hasil belajar menjadi tiga macam, yaitu (1) keterampilan dan kebiasaan; (2) pengetahuan dan pengertian; dan (3) sikap dan cita-cita. Sedangkan Djamarah dan Zain dalam Ahmad (2013: 3) menetapkan bahwa hasil belajar telah tercapai apabila telah terpenuhi dua indikator berikut, yaitu: 1. Daya serap terhadap bahan pengajaran yang diajarkan mencapai prestasi tinggi, baik secara individual maupun kelompok. 2. Perilaku yang digariskan dalam tujuan pengajaran/instruksional khusus telah dicapai oleh siswa baik secara individual maupun kelompok. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 21 Menurut para ahli tersebut, yang ingin peneliti ketahui mengenai hasil belajar siswa adalah pengetahuan atau kemampuan kognitif terkait materi perkalian berdasarkan hasil pre-test dan post-test. H. Pemahaman Bloom dalam Elis dan Rusdiana (2015: 55) mengklasifikasikan tujuan kognitif dalam enam level, yaitu: (1) pengetahuan; (2) pemahaman; (3) aplikasi; (4) analisis; (5) sintesis; dan (6) evaluasi. Pemahaman yang disebut C2 menurut Elis dan Rusdiana (2015: 56) adalah tingkatan yang paling rendah dalam aspek kognisi yang berhubungan dengan penguasaan atau mengerti tentang sesuatu. Dalam tingkatan ini, siswa diharapkan mampu memahami ide-ide matematika apabila dapat menggunakan beberapa kaidah yang relevan tanpa perlu menghubungkannya dengan ideide lain dan segala implikasinya. Sedangkan pemahaman menurut Usman dalam Asep dan Abdul (2013: 16) adalah jenjang setingkat di atas pengetahuan yang meliputi penerimaan dalam komunikasi secara akurat, menempatkan hasil komunikasi dalam bentuk penyajian yang berbeda, mereorganisasikannya secara setingkat tanpa mengubah pengertian dan dapat mengeksporasikan. Berdasarkan pendapat tokoh diatas, dalam penelitian ini peneliti ingin mengetahui pemahaman siswa mengenai konsep perkalian. Adapun indikator yang menunjukkan bahwa siswa paham yaitu: 1. Siswa mampu menjawab dengan benar berapa kali harus mengambil bola ketika diberikan soal perkalian. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 22 2. Siswa mampu menjawab dengan benar sekali mengambil, berapa bola yang diambil ketika diberikan soal perkalian. 3. Siswa mampu membuat bentuk penjumlahan berulang dengan benar dari soal perkalian yang diberikan. 4. Siswa mampu menghitung hasil perkalian dengan tepat. Apabila siswa telah memenuhi indikator tersebut, maka dapat dikatakan bahwa siswa telah memahami konsep perkalian. I. Perkalian Ruseffendi (1990: 38) mengatakan bahwa pada tingkat rendah yaitu sekolah dasar, penjumlahan dan pengurangan dikenalkan melalui bendabenda konkret atau gambarnya. Ini adalah suatu keyakinan dan kepercayaan sejak lama bahwa konsep matematika supaya ditanamkan kepada anak-anak melalui contoh-contoh dunia nyata. Menurut penelitian pun peragaan ini sangat membantu. Begitu pula perkalian bagi anak-anak di tingkat rendah supaya dijelaskan melalui benda-benda konkret atau gambar benda-benda konkret dan dikaitkan pula dengan kehidupan sehari-hari. Dari keadaan kehidupan nyata sehari-hari itu dibuat dulu ke tahap model konkret atau model gambar dan kemudian dilanjutkan kepada tahap akhir yaitu tahap model simbol. Dan ini tidak terkecuali harus terjadi baik pada tingkat pemahaman konsep, pada tingkat pemahaman fakta-fakta dasar, maupun pada tahap perhitungan (algoritma). Untuk jelasnya, ambillah sebuah contoh. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 23 “Ibu Ami punya 2 dus telur. Masing-masing dus berisi 6 biji. Berapa biji telur ibu Ami?” Persoalan perkalian itu sebelum sampai kepada angka-angka (model simbol) supaya diperagakan dulu dengan model konkret atau model gambar. Kemudian diubah ke dalam simbol. Tujuannya ialah agar anakanak dapat memahami kalimat matematika yang ditulis dengan simbol itu. Maksudnya ialah tanpa alat peraga (model konkret atau model gambar) mungkin anak tidak akan dapat memahami bahwa soal dapat diselesaikan melalui 2×6 = 6 + 6. Perkalian merupakan sebuah operasi matematika yang meliputi penskalaan (pelipatan) bilangan yang satu dengan bilangan yang lain. Operasi perhitungan ini termasuk ke dalam aritmatika dasar. Sangat penting untuk memahami konsep perkalian karena perkalian seringkali digunakan di dalam beragam rumus matematika lainnya. Secara sederhana, perkalian dapat didefinisikan sebagai penjumlahan yang diulang. Misalnya, pada perkalian 5 ×3 (5 dikali 3) kita dapat menghitungnya dengan cara menjumlahkan angka 3 yang diulang sebanyak 5 kali atau 3 + 3 + 3 + 3 + 3. Dalam konsep perkalian, 5 × 3 tidaklah sama dengan 3×5 meskipun hasilnya sama. 5×3 berarti 3 + 3 + 3 + 3 + 3, sedangkan 3×5 berarti 5 + 5 + 5. Konsep perkalian ini seringkali digunakan dalam ilmu kedokteran, terutama ketika dokter memberikan resep obat. Misalnya dokter memberi resep obat 3×1, maka yang dimaksud adalah obat tersebut dalam satu hari PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 24 harus diminum sebanyak 3 kali, dan setiap minum hanya 1 obat. Berbeda dengan ketika resep 1×3, itu berarti obat tersebut dalam sehari hanya diminum 1 kali, dan pada saat minum langsung 3 obat. J. Alat Peraga Bola Ali dalam Rostina (2015: 7), berpendapat bahwa alat peraga adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyatakan pesan merangsang pikiran, perasaan dan perhatian, dan kemauan siswa sehingga mendorong proses belajar. Dalam pendapat tokoh yang lain yaitu menurut Ruseffendi dalam Rostina (2015: 7), alat peraga adalah alat yang menerangkan atau mewujudkan konsep matematika. Sedangkan pengertian alat peraga matematika menurut Pramudjono dalam Rostina (2015: 7), adalah benda konkret yang dibuat, dihimpun atau disusun secara sengaja digunakan untuk membantu menanamkan atau mengembangkan konsep matematika. Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, alat peraga bola adalah alat peraga berupa bola warna-warni yang dapat membantu siswa dalam proses belajar untuk bisa memahami materi perkalian, khususnya konsep perkalian. Gambar 2.2. Alat Peraga Bola PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 25 K. Cara Penggunaan Alat Peraga Alat peraga yang digunakan dalam penelitian ini adalah bola. Alat peraga ini digunakan untuk membantu siswa memahami konsep perkalian. Setiap siswa akan mendapatkan 100 buah bola dan tiga kotak yang akan digunakan sebagai wadah untuk bola. Kotak pertama berisi 100 buah bola yang akan diambil oleh siswa sesuai dengan soal perkalian yang akan diberikan. Kotak kedua digunakan untuk menaruh bola yang telah diambil dari kotak pertama, dan selanjutnya bola tersebut dipindahkan ke kotak ketiga yang digunakan untuk menampung bola-bola dari kotak sebagai hasil perkalian. Untuk menghitung hasil perkalian dari soal yang diberikan, siswa akan menghitung jumlah bola yang ada pada kotak ketiga. Cara siswa menghitung hasil perkaliannya adalah dengan menghitung jumlah bola pada kotak ketiga yang dipindahkan ke kotak kedua yang telah kosong satu per satu. Siswa akan diberi pemahaman mengenai penjumlahan berulang sebagai dasar untuk mempelajari materi perkalian. Peneliti akan memberi beberapa soal penjumlahan dengan bilangan yang sama. Misalnya peneliti akan memberi soal 5+5, 7+7, 3+3+3, 5+5+5+5. Peneliti kemudian bertanya ada berapa bilangan yang sama pada penjumlahan, setelah itu peneliti mengaitkan dengan konsep perkalian. Untuk memudahkan siswa memahami materi tersebut, peneliti menggunakan bola sebagai alat peraga. Peneliti kemudian melanjutkan materi konsep perkalian dengan memberikan soal-soal. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 26 Sebagai contoh, siswa diberikan soal perkalian 3×5. Maka langkah yang akan dilakukan siswa untuk mengetahui hasil perkaliannya adalah sebagai berikut: 1. Siswa akan mengambil 5 bola dari kotak pertama satu per satu dan menaruhnya di kotak kedua. 1 2 3 1 2 3 3 Gambar 2.3. Langkah Pertama Penggunaan Alat Peraga PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 27 2. Kemudian, 5 bola tersebut dipindahkan ke kotak ketiga. 1 2 3 1 2 3 Gambar 2.4. Langkah Kedua Penggunaan Alat Peraga 3. Siswa akan melakukan langkah (1) dan (2) sebanyak 3 kali sesuai dengan konsep perkalian, karena soalnya adalah 3×5. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 28 1 3 2 Gambar 2.5. Posisi bola setelah melakukan langkah pertama dan kedua 4. Setelah siswa telah melakukan langkah (1) dan (2) sebanyak 3 kali, dan semua bola yang merupakan hasil perkalian sudah ada di kotak ketiga, maka siswa akan menghitung hasil perkalian dengan cara menghitung jumlah bola yang ada pada kotak ketiga. Untuk memudahkan siswa menghitung hasilnya, satu per satu bola di kotak ketiga dipindahkan ke kotak kedua sambil siswa menghitung hasil perkaliannya. 1 2 3 Gambar 2.6. Proses Menghitung hasil perkalian PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 29 Setelah melakukan langkah pertama hingga langkah keempat, maka siswa akan mendapatkan hasil perkalian dari soal yang diberikan. Selain itu, dengan bantuan bola sebagai alat peraga, siswa juga diharapkan mampu memahami konsep perkalian sebagai penjumlahan berulang. L. Penelitian Yang Relevan Penelitian yang relevan adalah penelitian yang pernah dilakukan oleh Lidya Cindi Septika (2013), seorang mahasiswi program studi Pendidikan Luar Biasa Universitas Negeri Surabaya. Penelitian yang berjudul “Pendekatan Matematika Realistik Terhadap Hasil Belajar Penjumlahan Pecahan Anak Tunanetra” dilakukan di SLB-A YPAB Tegalsari Surabaya pada siswa kelas IV menghasilkan kesimpulan bahwa dengan menggunakan pendekatan matematika realistik, anak benar-benar belajar dengan benda rill atau memang dengan benda yang dikenal dan bisa dibayangkan anak, sehingga pembelajaran lebih bermakna. Penelitian ini juga menyimpulkan bahwa ada pengaruh positif pendekatan matematika realistik terhadap hasil belajar penjumlahan pecahan pada siswa kelas IV di SLB-A YPAB Tegalsari Surabaya. Penelitian yang dilakukan oleh Lidya ini memiliki relevansi dengan penelitian ini. Relevansinya adalah penelitian ini juga menggunakan alat peraga yang dikenal dan bisa dibayangkan oleh siswa. Hal lain adalah penelitian ini juga akan dilakukan di SLB A dengan subjek PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 30 dua orang siswa tunanetra. Sehingga diharapkan penelitian ini juga bisa memberi pengaruh positif kepada siswa tunanetra terkait pemahaman konsep perkalian dan hasil belajar siswa. M. Kerangka Berpikir Dalam penelitian ini peneliti melihat bahwa konsep matematika sangat penting untuk diajarkan sejak siswa berada pada tingkat pendidikan dasar yaitu di sekolah dasar. Konsep yang benar juga perlu diajarkan kepada anak berkebutuhan khusus, karena setiap anak berhak mendapatkan pendidikan yang sama. Berdasarkan permasalahan tersebut, peneliti merancang pembelajaran matematika untuk siswa tunanetra kelas II di SLB A Yaketunis pada materi perkalian. Pembelajaran dilakukan dengan menggunakan bantuan bola sebagai alat peraga. Alat peraga disini berguna untuk membuat konsep abstrak menjadi konkret sehingga mudah dipahami siswa. Dengan pembelajaran menggunakan alat peraga berupa bola, diharapkan dapat meningkatkan pemahaman mengenai konsep yang benar tentang materi perkalian. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dipakai dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif deskriptif. Penelitian deskriptif bertujuan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan keadaan atau status fenomena yang ada di lapangan (Lexy J. Moleonh dalam Agustinus (2009: 25)). Penelitian kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan data deskriptif yaitu berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. Dalam penelitian ini, peneliti mendeskripsikan proses pembelajaran matematika yang terjadi di dalam kelas. B. Subjek Penelitian Subjek penelitian ini adalah dua orang siswa kelas II SLB A Yaketunis Yogyakarta yang terletak di Jalan Parangtritis No. 46 A. Kedua subjek adalah siswa tunanetra dengan klasifikasi ringan (low vision). Penentuan subjek pada penelitian ini juga sudah berdasarkan diskusi dengan guru kelas II. C. Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah pembelajaran matematika dengan menggunakan alat peraga berupa bola pada materi perkalian di kelas II SLB A Yaketunis Yogyakarta. 31 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 32 D. Waktu dan Tempat Penelitian Waktu : 24 Agustus 2016 – 9 September 2016 Tempat : SLB A Yaketunis Yogyakarta yang terletak di Jalan Parangtritis No. 46 Yogyakarta E. Jenis Data Jenis data yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari subjek penelitian melalui pengamatan dan wawancara, sedangkan data sekunder adalah data yang tidak peroleh langsung dari subjek penelitian melainkan dari pihak lain berupa keterangan dan data mengenai proses belajar dan hasil belajar siswa. F. Teknik Pengumpulan Data Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam melaksanakan penelitian, peneliti menggunakan beberapa teknik pengumpulan data, yaitu: 1) Observasi Observasi sebagai teknik pengumpulan data mempunyai ciri yang spesifik bila dibandingkan dengan teknik yang lain, yaitu wawancara atau kuesioner. Kalau wawancara atau kuesioner selalu berkomunikasi dengan orang, maka observasi tidak terbatas pada orang, tetapi juga objek-objek alam yang lain. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 33 Sutrisno Hadi dalam Sugiyono (2010: 203) mengemukakan bahwa observasi merupakan suatu proses yang kompleks, suatu proses yang tersusun dari pelbagai proses biologis dan psikologis. Dua diantara yang terpenting adalah proses-proses pengamatan dan ingatan. Teknik pengumpulan data dengan observasi digunakan bila peneliti berkenaan dengan perilaku manusia, proses kerja, gejala-gejala alam, dan bila responden yang diamati tidak terlalu besar. 2) Tes. Menurut Asep dan Abdul (2013: 67), tes merupakan himpunan pertanyaan yang harus dijawab, harus ditanggapi, atau tugas yang harus dilaksanakan oleh orang yang dites. Tes digunakan untuk mengukur sejauh mana seorang siswa telah menguasai pelajaran yang disampaikan terutama meliputi aspek pengetahuan dan keterampilan. Alat penilaian teknik tes, yaitu: (a) tes tertulis; (b) tes lisan; dan (c) tes perbuatan. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan tes tertulis yaitu pre-test dan post-test. Peneliti menggunakan tes untuk mengetahui hasil belajar yang dicapai oleh siswa kelas II SLB A Yaketunis. 3) Wawancara Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti, dan juga apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari subjek yang lebih mendalam dan jumlah PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 34 subjek sedikit/kecil. Teknik pengumpulan data ini mendasarkan pada laporan tentang diri sendiri, atau setidak-tidaknya pada pengetahuan dan atau keyakinan pribadi. Sutrisno Hadi dalam Sugiyono (2010: 194) mengemukakan bahwa anggapan yang perlu dipegang oleh peneliti dalam menggunakan metode wawancara adalah sebagai berikut: 1. Bahwa subjek adalah orang yang paling tahu tentang dirinya sendiri. 2. Bahwa apa yang dinyatakan oleh subjek kepada peneliti adalah benar dan dapat dipercaya. 3. Bahwa interpretasi subjek tentang pertanyaan-pertanyaan yang diajukan peneliti kepadanya adalah sama dengan apa yang dimaksudkan oleh peneliti. Wawancara dapat dilakukan secara terstruktur maupun tidak terstruktur, dan dapat dilakukan melalui tatap muka maupun menggunakan telepon. 4) Dokumentasi Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan dokumentasi berupa voice recorder dan video. Melalui dokumentasi ini peneliti dapat keterangan dalam pembelajaran berupa rekaman suara dan video yang dianalisis kembali untuk mendapatkan data kualitatif. Dokumentasi ini juga digunakan sebagai bukti dalam penelitian. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 35 G. Instrumen Penelitian Instrumen yang digunakan peneliti dalam penelitian ini antara lain: 1. Lembar observasi Lembar pengamatan ini berfungsi mencatat semua hasil pengamatan yang dilakukan peneliti selama penelitian berlangsung. 2. Soal pre test dan soal post test. Soal pre-test dan post-test digunakan oleh peneliti untuk mengetahui hasil belajar siswa. Setiap soal pre-test dan post-test masing-masing berisi 10 soal yang sudah dikonsultasikan dengan guru kelas. 3. Pedoman wawancara Pedoman wawancara berupa garis besar pertanyaan yang akan ditanyakan kepada subjek penelitian, dan pertanyaan yang ada akan berkembang sesuai dengan jawaban dari subjek. 4. Alat Perekam. Alat perekam yang digunakan adalah telepon genggam untuk mengambil gambar, merekam percakapan serta merekam proses pembelajaran matematika dengan menggunakan bola sebagai alat peraga. H. Validitas Instrumen Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar observasi, pedoman wawancara dan soal. Instrumen tersebut akan diuji dengan teknik ”expert justification” yaitu dengan mengonsultasikan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 36 kepada orang yang lebih berpengalaman dimana peneliti anggap lebih mengerti dan memahami. Dalam hal ini, instrumen-instrumen tersebut akan dikonsultasikan dengan dosen dan guru kelas. Setelah mendapatkan kritik dan saran serta petunjuk maka semua instrumen tersebut telah diperbaiki dan dinyatakan valid. I. Teknik Analisis Data Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif kualitatif dan analisis komparatif. Analisis deskriptif digunakan untuk menganalisis semua data yang telah diperoleh melalui instrumen-instrumen dan untuk menarik kesimpulan sesuai dengan rumusan masalah yang ada. Sedangkan analisis komparatif digunakan untuk menganalisis kembali data pemahaman yang telah dipaparkan secara deskriptif. Data hasil belajar dan pemahaman siswa mengenai materi perkalian diperoleh dengan cara menganalisis hasil deskripsi dari instrumeninstrumen yaitu hasil rekaman wawancara dengan siswa, hasil wawancara dengan guru, latihan soal yang diberikan kepada siswa, dan lembar observasi. Data tersebut dianalisis secara deskriptif dan secara bertahap pada setiap pertemuan. Kemudian data yang telah diperoleh dari pertemuan pertama sampai pertemuan keempat dianalisis secara komparatif, dengan membandingkan dan melihat peningkatan hasil belajar PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 37 dan pemahaman siswa mengenai materi perkalian dengan menggunakan bola sebagai alat peraga. J. Prosedur Pelaksanaan Penelitian 1. Tahap persiapan Sebelum melaksanakan penelitian, peneliti melakukan beberapa persiapan yaitu: a. Bertemu dengan dosen pembimbing skripsi untuk konsultasi terkait penelitian yang akan peneliti laksanakan. Konsultasi diadakan beberapa kali untuk memastikan tempat penelitian, materi penelitian, dan alat peraga yang akan digunakan. b. Mempersiapkan surat izin untuk penelitian. c. Bertemu dengan Kepala Sekolah untuk perizinan penelitian. d. Bertemu dengan guru kelas untuk berdiskusi mengenai pelaksanaan penelitian, meminta saran juga informasi tentang pembelajaran di SLB. e. Mempersiapkan alat peraga yang akan digunakan dalam penelitian. f. Berkonsultasi dengan dosen pembimbing dan guru mengenai alat peraga yang akan digunakan, serta meminta saran untuk perbaikan atau perubahan alat peraga. g. Observasi kelas yang akan dijadikan tempat penelitian. h. Mempersiapkan instrumen-instrumen yang dibutuhkan untuk penelitian. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 38 2. Rencana kegiatan Dalam penelitian ini, peneliti dibantu oleh guru pembimbing yang membantu peneliti dalam berkomunikasi dengan anak tunanetra. Kegiatan yang akan dilakukan antara lain: a. Kegiatan pembelajaran: 1) Membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). 2) Mempraktekkan penggunaan alat peraga. 3) Melakukan evaluasi setelah pembelajaran. b. Untuk melihat pemahaman siswa tentang konsep perkalian, peneliti juga melaksanakan wawancara setelah pembelajaran. Hal ini dapat membantu peneliti untuk mengetahui sejauh mana pemahaman siswa tentang konsep perkalian. 3. Alat peraga yang digunakan Peneliti menggunakan bola sebagai alat peraga pada materi perkalian. Alat peraga ini merupakan bola warna-warni yang mudah ditemukan. Setiap subjek mendapat 100 buah bola dan tiga buah kotak sebagai wadah untuk menaruh bola tersebut. 4. Evaluasi pembelajaran Evaluasi pembelajaran dilakukan pada pertemuan keempat. Hal ini dilakukan untuk melihat hasil belajar dan pemahaman siswa tentang materi perkalian khususnya konsep perkalian. Evaluasi pembelajaran dilakukan dengan memberikan soal-soal (post-test) yang dilakukan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 39 diakhir pembelajaran dan juga dilakukan wawancara untuk mengetahui pemahaman siswa. 5. Rencana pelaksanaan a. Pelaksanaan penelitian akan dilaksanakan empat kali, dengan rincian: 1) Pertemuan awal adalah pemberian soal pre-test. 2) Pertemuan kedua dan ketiga adalah pemberian materi perkalian dengan menggunakan bola sebagai alat peraga. 3) Pertemuan terakhir adalah pemberian soal post-test. b. Pelaksanaan penelitian akan dibantu oleh guru kelas II selaku guru pembimbing, mengingat susahnya berkomunikasi dan mengajar anak tunaneta. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI BAB IV HASIL PENELITIAN, ANALISIS DATA, DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Pelaksanaan Penelitian 1. Observasi Awal Penelitian dilakukan di SLB A Yaketunis Yogyakarta yang terletak di Jalan Parangtritis No. 46 Yogyakarta. Subjek penelitian adalah 2 orang siswa kelas II SLB A Yaketunis Yogyakarta, dimana mereka memiliki keterbatasan dalam penglihatan dan termasuk dalam kategori low vision. Dalam penelitian ini peneliti adalah fasilitator yang menyediakan alat peraga serta sebagai pengamat. Materi yang akan dipelajari dan dibahas adalah perkalian secara khusus penanaman konsep perkalian sebagai penjumlahan berulang. Materi tersebut akan diajarkan dengan menggunakan alat peraga berupa bola. Sebelum melakukan penelitian, peneliti melakukan observasi terlebih dahulu. Tujuan dilakukannya observasi adalah untuk melihat kegiatan pembelajaran, model pembelajaran, dan metode yang digunakan dalam pembelajaran yang dilaksanakan sehari-hari di kelas II SLB A Yaketunis Yogyakarta, sehingga dapat membantu dalam merancang kegiatan pembelajaran yang akan dilakukan terkait penelitian. Selain itu kegiatan observasi juga dilakukan untuk membantu peneliti mengenal para siswa yang akan menjadi subjek penelitian sehingga dapat membantu kelancaran penelitian. 40 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 41 Peneliti melakukan observasi sebanyak 3 kali sebelum melaksanakan penelitian. Dari kegiatan tiga kali observasi yang dilakukan yaitu pada tanggal 24 Agustus 2016, 26 Agustus 2016, dan 31 Agustus 2016, peneliti melihat kurikulum dan materi yang diajarkan sama dengan sekolah umum lainnya, tidak ada yang berbeda. Selain itu, kegiatan belajar mengajar yang dilaksanakan di SLB A Yaketunis tidak jauh berbeda dengan yang dilaksanakan dengan sekolah-sekolah lainnya, hanya saja pemberian materinya disesuaikan dengan kemampuan masing-masing siswa. Seperti diketahui bahwa kemampuan setiap siswa berbeda, maka ini yang mendasari guru kelas untuk memberikan materi sesuai dengan kemampuan siswa. Pembelajaran matematika yang dilaksanakan di SLB A Yaketunis Yogyakarta juga sama seperti sekolah dasar umum yaitu tiga kali dalam seminggu. Dalam pembelajaran di SLB A Yaketunis Yogyakarta, siswa tidak hanya belajar tentang materi pembelajaran namun juga belajar membaca dan menulis huruf Braille yang akan siswa gunakan dalam pembelajaran setiap hari. Selain itu siswa juga diberikan pelajaran Orientasi Mobilitas yaitu pelajaran dimana siswa akan diajar untuk mandiri melakukan sesuatu yang mendasar seperti berpakaian, memakai sepatu, minum, berjalan menggunakan tongkat, dan lain sebagainya. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 42 Pada observasi yang dilakukan, peneliti juga melihat karakter yang dimiliki siswa, yaitu: S1 adalah siswa yang tergolong mudah dalam menerima pelajaran setiap harinya. S1 aktif dalam pembelajaran, dan selalu menjawab pertanyaan yang diajukan oleh guru. Namun terkadang S1 kurang fokus dalam pembelajaran, karena dengan mudah dialihkan oleh beberapa hal seperti suara keras dari teman yang sedang bermain ataupun suara musik yang terdengar hingga ke kelas. S1 mengalami kendala dalam hal mengingat. Bisa saja S1 sudah menjawab dengan benar ketika ditanya oleh guru, namun ketika diminta untuk mengulang jawabannya, S1 bisa saja lupa kembali apa yang sudah dijawab. S2 adalah siswa yang kurang aktif dalam pembelajaran. S2 merupakan siswa pindahan dari SLB di Magelang. Kemampuan S2 sebenarnya baik, namun perlu banyak pancingan dari guru. Dalam pembelajaran di kelas, S2 bisa dibilang kurang aktif. S2 hanya akan serius belajar apabila mendapat teguran yang cukup keras dari guru. Suasana pembelajaran saat observasi kondusif. Di SLB A Yaketunis Yogyakarta setiap kelas mempunyai ruangan masingmasing. Namun ruangan kelas tidak terlalu besar karena menyesuaikan dengan jumlah siswa tiap kelas. Kelas yang berdempetan kadang menjadi faktor yang membuat kondisi pembelajaran menjadi tidak kondusif karena suara gaduh yang berasal dari luar kelas. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 43 Pembelajaran yang terjadi saat peneliti melakukan observasi sangat baik. Guru menyampaikan dan menjelaskan materi tidak terlalu cepat. Hal ini menyesuaikan dengan kemampuan siswa. Guru juga selalu menciptakan interaksi yang baik dengan siswa dengan cara memberi pertanyaan di sela penyampaian materi. Walaupun memiliki keterbatasan penglihatan, namun siswa tetap memperhatikan guru dalam memberikan pelajaran dengan antusias. Di kelas II ini, jadwal pelajaran matematika pada hari Selasa jam pertama dan kedua, hari Rabu jam ketiga dan keempat, serta hari Jumat jam pertama dan kedua. Jadwal ini sangat sesuai untuk mengajarkan matematika kepada siswa karena tergolong masih pagi dan siswa masih bersemangat serta masih memiliki konsentrasi yang penuh. 2. Pelaksanaan Penelitian di dalam kelas Pelaksanaan penelitian dilakukan sebanyak empat kali pertemuan, yaitu: a. Pertemuan Pertama Pertemuan hari pertama dilakukan pada tanggal 2 September 2016. Pada penelitian hari pertama dilakukan pre-test untuk mengetahui pemahaman awal siswa tentang materi perkalian sebelum dilakukan pembelajaran menggunakan alat peraga. Sebelumnya siswa sudah menerima materi pembelajaran tentang penjumlahan, dimana materi penjumlahan akan membantu siswa mempelajari materi perkalian. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 44 Sebelum melakukan pre-test guru terlebih dahulu mengingatkan siswa tentang materi penjumlahan khususnya penjumlahan berulang yang akan digunakan untuk mempelajari materi perkalian. Pada pertemuan pertama ini siswa mengerjakan soal pre-test berdasarkan kemampuan mereka sendiri. Siswa mengerjakan soal dengan tenang dan serius. Waktu yang diberikan untuk mengerjakan soal pre-test adalah 50 menit. Soal pre-test yang diberikan adalah sebanyak 10 soal. Pada saat mengerjakan soal pre-test kedua siswa kadang terlihat bingung, namun peneliti dibantu dengan guru kelas sesekali memberi petunjuk tentang perintah soal, sehingga siswa tidak salah mengartikan soalnya. Pretest selesai dalam waktu 50 menit sesuai dengan waktu yang diberikan oleh peneliti. Setelah mengerjakan pre-test, peneliti melakukan wawancara dengan kedua siswa dan memberikan beberapa pertanyaan yang dijawab dengan baik oleh siswa. b. Pertemuan Kedua Pertemuan kedua diadakan pada tanggal 6 September 2016, dimulai pukul 07.30 dan berakhir pada pukul 08.40. Pertemuan kedua ini diawali dengan kegiatan dimana peneliti kembali mengingatkan siswa mengenai pre-test yang sudah dilaksanakan pada pertemuan sebelumnya. Setelah siswa sudah mengingat soal yang dikerjakan, kemudian peneliti bertanya apakah ada soal yang sulit untuk dikerjakan. Peneliti kemudian mulai mengajarkan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 45 materi perkalian kepada siswa. Pembelajaran matematika pada penelitian kali ini menggunakan alat peraga berupa bola. Penggunaan bola dalam penelitian bertujuan untuk membuat konsep bilangan yang abstrak menjadi konkret dimana bilangan 1 diwakili dengan sebuah bola, bilangan 2 diwakili dengan dua buah bola, bilangan 3 diwakili dengan tiga buah bola, dan seterusnya. Peneliti memulai pelajaran dengan mengenalkan alat peraga kepada siswa dan menjelaskan apa yang akan dilakukan dengan alat peraga tersebut. Setelah dijelaskan dan siswa sudah mengerti, peneliti mulai melaksanakan proses pembelajaran. Diawali dengan materi penjumlahan bilangan yang sama. Peneliti bertanya beberapa pertanyaan mengenai penjumlahan. 5 + 5 = ….? Kemudian peneliti meminta siswa menjawab hasilnya. Untuk memastikan jawaban siswa, peneliti mempersilahkan siswa untuk menggunakan alat peraga bola untuk menghitung hasilnya. Berangkat dari pertanyaan tersebut peneliti kemudian mengajar materi perkalian. Materi perkalian sebagai penjumlahan berulang diajarkan kepada siswa. 2×3 = ….? Setiap diberikan pertanyaan, siswa diminta untuk menghitung dengan menggunakan alat peraga. Pada pertemuan kedua ini, peneliti memberikan beberapa soal sebagai latihan untuk siswa. Peneliti juga membantu siswa ketika kesulitan untuk menjawab atau kesulitan dalam memahami maksud soal yang diberikan. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 46 c. Pertemuan Ketiga Pertemuan ketiga diadakan pada tanggal 7 September 2016 dimulai pukul 08.40 dan berakhir pada pukul 09.50. Kegiatan pembelajaran pada pertemuan ketiga ini hampir sama dengan pembelajaran pada pertemuan kedua, karena dua pertemuan ini digunakan peneliti untuk mengajarkan kepada siswa konsep perkalian dengan menggunakan alat peraga. Sebelum memulai pembelajaran, peneliti kembali mengingatkan siswa tentang apa yang sudah dipelajari pada pertemuan sebelumnya. Peneliti kemudian menjelaskan bahwa pembelajaran pada pertemuan ketiga ini masih akan belajar dan berlatih soal-soal perkalian. Siswa terlihat sangat antusias untuk belajar menggunakan alat peraga. Siswa juga mengerjakan soalsoal latihan dengan bersemangat. Selama pembelajaran, siswa terkadang meminta bantuan peneliti apabila ada soal yang dirasa sulit untuk dikerjakan. Selebihnya siswa mengerjakan soal secara mandiri karena sudah memahami materi dan juga sudah memahami cara menggunakan alat peraga. Di akhir pembelajaran, peneliti melakukan wawancara untuk melihat perkembangan pemahaman siswa, dan juga mengingatkan bahwa dilaksanakan post-test. pada pertemuan selanjutnya akan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 47 d. Pertemuan Keempat Pada pertemuan keempat ini, tepatnya pada tanggal 9 September 2016 dilakukan post-test. Post-test dimulai pada pukul 07.40 dan berakhir pada pukul 08.30. Siswa diberikan waktu 50 menit untuk mengerjakan post-test. Sama dengan pre-test, jumlah soal post-test juga sebanyak 10 soal. Sebelum dilaksanakan posttest, peneliti kembali mengingatkan siswa mengenai penggunaan alat peraga untuk materi perkalian. Setelah diingatkan mengenai penggunaan alat peraga, siswa mengerjakan soal post-test dengan tenang dan percaya diri. Di akhir pembelajaran, peneliti kembali mengadakan wawancara dengan kedua siswa untuk memberikan pertanyaan terkait soal post-test dan untuk melihat pemahaman siswa mengenai materi perkalian. B. Hasil Penelitian 1. Data pre-test Tabel 4.1. Hasil belajar siswa mengerjakan soal pre-test Nomor Soal Pre-Test Total Nilai Siswa 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 S1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 4 S2 1 0 1 0 1 0 0 0 0 0 3 Tabel diatas menunjukkan hasil pre-test kedua subjek penelitian. Soal pre-test sebanyak 10 nomor. Angka 1 menunjukkan soal tersebut PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 48 dijawab dengan benar, dan angka 0 menunjukkan soal tersebut dijawab dengan salah. 2. Data post-test Tabel 4.2 Hasil belajar siswa mengerjakan soal post-test Nomor Soal Post-Test Total Nilai Siswa 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 S1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 8 S2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 9 Tabel diatas menunjukkan hasil post-test kedua subjek penelitian. Soal post-test sebanyak 10 nomor. Angka 1 menunjukkan soal tersebut dijawab dengan benar, dan angka 0 menunjukkan soal tersebut dijawab dengan salah. 3. Data pemahaman siswa (hasil wawancara per pertemuan) Data yang lain dalam penelitian ini adalah transkripsi percakapan antara peneliti dan kedua subjek. Transkripsi percakapan ini merupakan hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti kepada masing-masing subjek setelah pembelajaran selesai. Data ini bertujuan untuk mengetahui pemahaman siswa mengenai materi konsep perkalian. Adapun hasil transkripsi percakapan antara peneliti dan subjek akan dilampirkan. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 49 C. Analisis Data Berikut ini adalah hasil analisis pre-test dan post-test serta pemahaman siswa tentang konsep perkalian 1. Analisis pre-test dan post-test % 𝑘𝑒𝑡𝑒𝑟𝑐𝑎𝑝𝑎𝑖𝑎𝑛 = 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑠𝑖𝑠𝑤𝑎 ×100% 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑎𝑙 Tabel 4.3 Persentase ketercapaian hasil belajar siswa % ketercapaian Kriteria 0% - 20% Sangat Rendah 20,01% - 40% Rendah 40,01% - 60% Cukup 60,01% - 80% Tinggi 80,01% - 100% Sangat Tinggi (Sumber: Dikutip dari Asep Jihad dan Abdul Haris, 2013) Tabel diatas adalah pembagian persentase ketercapaian hasil belajar dimana ketercapaian hasil belajar dibagi dalam 5 kategori yaitu sangat rendah, rendah, cukup, tinggi, dan sangat tinggi. Pre-test Tabel 4.4. Analisis hasil pre-test % Ketercapaian Kriteria S1 40% Rendah S2 30% Rendah Rata-Rata Ketercapaian Pre-test Kriteria 35% Rendah PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 50 Tabel diatas adalah tabel analisis hasil pre-test siswa berdasarkan nilai pre-test yang diperoleh dan disajikan dengan persentase ketercapaian dan kriteria. Post-test Tabel 4.5 Analisis hasil post-test % Ketercapaian Kriteria S1 80% Tinggi S2 90% Sangat Tinggi Rata-Rata 85% Ketercapaian Pre-test Kriteria Sangat Tinggi Tabel diatas adalah tabel analisis hasil post-test siswa berdasarkan nilai post-test yang diperoleh dan disajikan dengan persentase ketercapaian dan kriteria. 2. Analisis pemahaman siswa Wawancara yang dilakukan peneliti kepada dua siswa yang menjadi subjek dalam penelitian ini menunjukkan pemahaman siswa mengenai konsep perkalian sangat baik. Hasil analisis peneliti menunjukkan bahwa S1 dapat mengerti konsep perkalian dengan baik, namun sering kali terlihat bingung ketika ditanya. Peneliti sering mendapat jawaban yang menunjukkan S1 bingung. Contohnya: P : “Ada yg susah gak soalnya?” S1 : “Ada e. Ada, semuanya dua, lima, enam, tujuh eh satu, PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 51 dua, tiga, empat, lima, enam, tujuh, delapan, Sembilan, sepuluh”. P : “Oh itu semuanya berarti?” S2 : “Hooh, iya” (dalam rekaman 1) P : “Susah gak perkaliannya?” S1 : “Ono seng susah ono seng nggak.” P : “Yang susah apa?” S1 : “Enam” P : “Perkalian enam?” S1 : “Hooh” P : “Terus yang mudah?” S1 : “Delapan” P : “Lho kok malah lebih banyak?” S1 : “Oh, siji loro telu empat limo enem pitu wolu songo sepuluh” (dalam rekaman 2) S1 terlihat bingung diawal-awal pembelajaran. Namun S1 bisa menunjukkan peningkatan pemahaman selama pembelajaran. Hal ini terlihat dari jawaban ketika ditanya tentang konsep perkalian. S1 mampu menjawab dengan baik dan benar serta terlihat yakin dengan jawabannya. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 52 S2 sedikit berbeda dengan S1. S2 tidak menunjukkan kebingungan ketika diwawancarai, walaupun S2 mengakui bahwa soal yang diberikan termasuk susah. Namun S2 menunjukkan sikap ingin belajar. P : “Soalnya gimana? Ada yang susah?” S2 : “Ada. Tapi ada yang gampang juga” P : “Tadi ngerjainnya serius gak?” S2 : “Serius, tapi susah.” P : “Yaudah yang susah besok dipelajari lagi ya biar bisa ngerjain” S2 : “Iya” (dalam rekaman 1) S2 juga terlihat suka belajar menggunakan alat peraga karena menurut S2 akan lebih mudah belajar perkalian dengan menggunakan alat peraga. Selama penelitian S2 menunjukkan sikap yang serius dan sungguh-sungguh belajar. Peningkatan pemahaman juga ditunjukkan oleh S2, terlihat dari hasil wawancara dengan peneliti dimana S2 menjawab dengan baik dan sangat yakin, walaupun kadang-kadang S2 terlihat kelelahan saat menjawab pertanyaan. D. Pembahasan 1. Hasil belajar Pelaksanaan penelitian dilakukan sebanyak empat kali pertemuan. Pertemuan pertama dan keempat adalah pemberian soal pre-test dan post-test, sedangkan pertemuan kedua dan pertemuan ketiga adalah PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 53 pembelajaran biasa dengan latihan soal perkalian. Pemberian soal pretest dan post-test bertujuan untuk mengetahui peningkatan hasil belajar siswa. Setelah dilaksanakan pre-test dan post-test, terlihat bahwa hasil yang diperoleh kedua siswa yang menjadi subjek dalam penelitian ini meningkat. Pada siswa 1, hasil belajar meningkat dari 40% dalam kriteria rendah pada pre-test menjadi 80% dalam kriteria tinggi pada post-test. Sedangkan pada siswa 2 peningkatan hasilnya belajarnya dari 30% dalam kriteria rendah pada pre-test menjadi 90% dalam kriteria yang sangat tinggi pada post-test. Dari hasil kedua siswa tersebut, secara keseluruhan, terjadi peningkatan rata-rata nilai pre-test dan post-test yaitu 35% dalam kriteria rendah pada pre-test menjadi 85% dalam kriteria yang sangat tinggi pada post-test. Menurut Wasliman dalam Ahmad (2013:12), hasil belajar yang dicapai oleh peserta didik merupakan hasil interaksi antara berbagai faktor yang mempengaruhi, baik faktor internal maupun faktor eksternal. Faktor internal merupakan faktor yang bersumber dari dalam diri peserta didik, yang mempengaruhi kemampuan belajarnya. Salah satu faktor internal yang dimaksud adalah faktor kondisi fisik, seperti cacat jasmani yang dapat mempengaruhi siswa dalam menerima materi pelajaran. Metode komunikasi yang digunakan anak tunanetra dalam menerima pelajaran ialah dengan metode mendengarkan dan memanfaatkan indera peraba sehingga dapat memahami apa yang PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 54 disampaikan kepada mereka. Pembelajaran yang menggunakan alat peraga akan sangat membantu siswa dalam menerima materi pelajaran, karena selain memancing siswa untuk menggunakan indera peraba, alat peraga juga membuat siswa menjadi lebih tertarik untuk belajar dan membuat materi pelajaran menjadi lebih konkret sehingga mudah dipahami. Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa ada peningkatan hasil belajar siswa yang cukup signifikan yaitu sebesar 50%, dimana setelah menggunakan alat peraga siswa lebih mengerti materi yang diajarkan dan lebih mudah dalam mengerjakan soal. 2. Pemahaman siswa tentang konsep perkalian Dalam penelitian ini, peneliti mengetahui pemahaman siswa tentang konsep perkalian melalui wawancara yang dilakukan kepada dua orang siswa yang menjadi subjek penelitian dan akan disesuaikan dengan hasil belajar siswa. Peneliti selalu melakukan wawancara di akhir pembelajaran. Hal ini dimaksudkan agar peneliti mengetahui perkembangan pemahaman siswa tentang materi perkalian. Pada pertemuan pertama, peneliti melakukan wawancara setelah siswa menyelesaikan soal pre-test. Peneliti mendapat hasil bahwa siswa masih bingung dan terlihat kesulitan dengan materi perkalian. Selain dari wawancara dengan siswa, hasil ini juga didukung dari hasil belajar siswa yang menunjukkan nilai yang rendah. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 55 Pada pertemuan kedua dan ketiga, pembelajaran dilakukan dengan menggunakan alat peraga yaitu bola. Siswa melakukan pembelajaran dengan berlatih soal yang sudah disiapkan peneliti. Setelah pembelajaran, siswa diwawancarai. Dari dua pertemuan ini, peneliti melihat bahwa pemahaman siswa tentang konsep perkalian sudah mulai baik. Dengan banyak latihan, pemahaman siswa menjadi meningkat. Hasil wawancara selama 2 pertemuan dengan siswa menunjukkan bahwa siswa mulai mengerti konsep perkalian dengan bantuan alat peraga. Ketika ditanya pertanyaan mengenai konsep perkalian siswa menjawab dengan benar, walaupun kadang-kadang terlihat ragu karena takut jawaban mereka salah. Peneliti melakukan wawancara yang terakhir dengan siswa ketika siswa selesai mengerjakan soal post-test. Berdasarkan wawancara terakhir, hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa siswa sudah memahami dengan baik konsep perkalian sebagai penjumlahan berulang. Jawaban yang diberikan siswa sangat baik, walaupun terkadang siswa kurang konsentrasi dalam menjawab sehingga jawaban siswa kadang keliru. Hal lain yang menyebabkan jawaban siswa keliru adalah akibat dari kondisi siswa yang sudah lelah belajar dan mengerjakan soal yang diberikan oleh peneliti. Secara keseluruhan, penelitian ini menunjukkan bahwa pemahaman siswa tentang konsep perkalian sangat baik. Salah satu faktor yang menyebabkan itu bisa terjadi adalah penggunaan alat PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 56 peraga yaitu bola. Bola dirasa bisa memberikan dampak positif yang membuat siswa dengan mudah memahami konsep perkalian. Dari pertemuan pertama hingga pertemuan keempat, pemahaman siswa mengalami peningkatan yang terlihat dari hasil wawancara peneliti dengan siswa. Di pertemuan awal, siswa masih belum memahami dengan baik konsep perkalian sebagai penjumlahan berulang. Peneliti melakukan dua kali pertemuan sebagai latihan untuk siswa. Dalam dua pertemuan ini, siswa diajar dan diberikan pemahaman mengenai konsep perkalian. Dan pada pertemuan terakhir, siswa menunjukkan pemahaman yang sangat baik mengenai konsep perkalian. E. Keterbatasan Penelitian 1. Pada saat akan menggunakan alat peraga dan akan mengajarkan kepada siswa, seharusnya mencari cara penggunaan yang lebih efektif. Peneliti seharusnya berkonsultasi terlebih dahulu dengan dosen sehingga menemukan cara penggunaan yang efektif untuk siswa tunanetra, mengingat siswa tunanetra mempunyai kemampuan yang terbatas dalam penglihatan dan hanya mengandalkan kemampuan meraba dan mendengar. 2. Kemampuan dan pengalaman mengajar anak dengan kebutuhan khusus dalam hal ini adalah siswa tunanetra yang sangat minim membuat PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 57 peneliti sempat mengalami kesulitan diawal penelitian khususnya dalam penanganan kelas. 3. Jumlah pertemuan dalam penelitian ini tergolong sedikit sehingga peneliti harus mengatur pembelajaran menyesuaikan dengan materi yang harus disampaikan kepada siswa, agar dengan jumlah pertemuan yang sedikit tidak mengurangi pemahaman yang seharusnya didapat oleh siswa. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Dari penelitian yang telah dilaksanakan sebanyak empat kali pertemuan, dapat ditarik kesimpulan, yaitu: 1. Hasil belajar siswa tunanetra kelas II di SLB A Yaketunis dalam pembelajaran matematika dengan menggunakan alat peraga berupa bola pada materi perkalian sangat baik. Terlihat dari hasil pre-test dan post test yang diperoleh siswa. Pada siswa 1 nilai pre-test adalah 4 dan nilai post-test adalah 8. Sedangkan pada siswa 2 nilai pre-test adalah 3 dan nilai post-test adalah 9. Hasil belajar yaitu pada post-test kedua siswa termasuk dalam kategori yang tinggi. 2. Pemahaman siswa tentang materi konsep perkalian sangat baik. Kedua siswa yang menjadi subjek dalam penelitian ini menjadi paham mengenai konsep perkalian sebagai penjumlahan berulang dengan mengggunakan bola sebagai peraga dalam pembelajaran. B. Saran 1. Bagi pembaca yang ingin melakukan penelitian serupa, khususnya penelitian kepada anak tunanetra, disarankan untuk menentukan cara penggunaan alat peraga yang memudahkan anak berkebutuhan khusus, sehingga mendapatkan hasil yang maksimal. 58 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 59 2. Bagi pembaca yang ingin mengembangkan penelitian serupa, disarankan untuk mencari materi pembelajaran matematika yang lain dan mengunakan alat peraga yang sesuai dengan materi sehingga memudahkan siswa memahami materi. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI DAFTAR PUSTAKA Agustinus Beni. 2009. “Efektivitas Metode Belajar Menggunakan Alat Peraga Dalam Materi Pengenalan Bangun-Bangun Geometri Datar Pada Siswa SLB A (Tunanetra)”. Skripsi. FKIP. Pendidikan Matematika. Universitas Sanata Dharma. Yogyakarta Ahmad Susanto. 2013. Teori Belajar & Pembelajaran di Sekolah Dasar. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Anastasia Widdjajantin dan Imanuel Hitipeuw. 1987. Ortopedagogik Tunanetra. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta. Ardhi Widjaya. 2013. Seluk-Beluk Tunanetra dan Strategi Pembelajarannya. Yogyakarta: Javalitera. Asep Jihad dan Abdul Haris. 2013. Evaluasi Pembelajaran. Yogyakarta: Multi Pressindo. Elis Ratnawulan dan Rusdiana. 2015. Evaluasi Pembelajaran. Bandung: Pustaka Setia. Esthy Wikasanti. 2014. Pengembangan Life Skill Untuk Anak berkubutuhan Khusus. Yogyakarta: Maxima. http://m.liputan6.com/news/read/2109404/heboh-4x6-atau-6x4 bulan Mei 2016) (diakses pada Lidya Cindi Septika. 2013. Pendekatan Matematika Realistik Terhadap Hasil Belajar Penjumlahan Pecahan Anak Tunanetra. Universitas Negeri Surabaya. Jurnal Pendidikan Khusus. Mulyono Abdurrahman. 2009. Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta: PT Rineka Cipta Ratna Wilis Damar. 2011. Teori-Teori Belajar & Pembelajaran. Jakarta: Erlangga. Rostina Sundayana. 2015. Media dan Alat Peraga Dalam Pembelajaran Matematika. Bandung: Alfabeta. Runtukahu, T. 1999. Pengajaran Matematika Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta. 60 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 61 Ruseffendi. 1990. Pengajaran Matematika Modern dan Masa Kini. Bandung: Tarsito. Sari Rudiyati. 2003. Ortodidaktik Anak Tunanetra. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta. Siregar, E. dan Hartini Nara. 2010. Teori Belajar dan Pembelajaran. Bogor: Ghalia Indonesia. Siti M. Amin dan Zaini M. Sani. 2007. Matematika SD di Sekitar Kita. Jakarta: Esis. Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan : Pendekatan Kuantitatif, Kualitatid, dan R&D. Bandung: Alfabeta. Zainal Arifin. 2011. Penelitian Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rusdakarya. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI LAMPIRAN 62 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI LAMPIRAN A LAMPIRAN A.1 : Surat Permohonan Ijin Penelitian Dari Sekretariat JPMIPA LAMPIRAN A.2 : Surat Ijin Penelitian Dari Dinas Perizinan Kota Yogyakarta LAMPIRAN A.3 : Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian 63 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 64 Lampiran A.1 Surat Permohonan Ijin Penelitian Dari Sekretariat JPMIPA PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 65 Lampiran A.2 Surat Ijin Penelitian Dari Dinas Perizinan Kota Yogyakarta PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 66 Lampiran A.3 Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI LAMPIRAN B LAMPIRAN B.1 : Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) LAMPIRAN B.2 : Validasi Instrumen Pre-Test Siswa LAMPIRAN B.3 : Validasi Instrumen Post-Test Siswa LAMPIRAN B.4 : Soal Pre-Test LAMPIRAN B.5 : Soal Post-Test LAMPIRAN B.6 : Soal Pre-Test Dalam Huruf Braille LAMPIRAN B.7 : Soal Post-Test Dalam Huruf Braille 67 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 68 Lampiran B.1 RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Sekolah : SLB A Yaketunis Yogyakarta Mata Pelajaran : Matematika Kelas / Semester : II / Ganjil Pertemuan ke : 1 -4 Alokasi Waktu : 8 x 35 menit A. Standar Kompetensi 3. Melakukan perkalian dan pembagian sampai dua angka B. Kompetensi Dasar 3.1. Memahami konsep perkalian sebagai penjumlahan berulang. 3.2. Melakukan perkalian yang hasilnya satu angka. 3.3. Melakukan perkalian yang hasilnya dua angka. C. Indikator 3.1.1. Siswa mampu menjelaskan dengan menyebutkan konsep perkalian sebagai penjumlahan berulang. 3.2.1. Siswa mampu melakukan perkalian yang hasilnya satu angka dengan menggunakan alat peraga. 3.3.1. Siswa mampu melakukan perkalian yang hasilnya dua angka dengan menggunakan alat peraga. D. Tujuan Pembelajaran 3.1.1. Setelah melakukan pembelajaran, siswa mampu menjelaskan dengan menyebutkan konsep perkalian sebagai penjumhan. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 69 3.2.1. Setelah melakukan pembelajaran, siswa mampu melakukan perkalian yang hasilnya satu angka dengan menggunakan alat peraga. 3.3.1. Setelah melakukan pembelajaran, siswa mampu melakukan perkalian yang hasilnya dua angka dengan menggunakan alat peraga. E. Materi Ajar Perkalian sebagai penjumlahan berulang Perkalian yang hasilnya satu angka Perkalian yang hasilnya dua angka F. Metode Pembelajaran Tanya jawab Ceramah Penggunaan alat peraga Latihan soal. G. Langkah-langkah Pembelajaran Pertemuan Pertama Kegiatan Awal Guru kelas mengawali dengan memberi salam kepada siswa, dan siswa menjawab salam dari guru. Kemudian guru kelas memperkenalkan peneliti ke subjek penelitian. Guru memberikan kesempatan kepada peneliti untuk melaksanakan penelitian. Peneliti meminta siswa memimpin doa untuk memulai pembelajaran Kegiatan Inti Peneliti menyampaikan maksud penelitian kepada siswa. Peneliti menyampaikan kepada siswa kalau hari ini akan dilaksanakan pre-test untuk melihat kemampuan awal siswa. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 70 Siswa mengerjakan soal pre-test selama 50 menit Peneliti mengumpulkan jawaban siswa. Kegiatan Penutup Peneliti melakukan wawancara kepada siswa mengenai soal pretest yang baru saja dikerjakan oleh siswa. Peneliti mengingatkan siswa untuk belajar mengenai perkalian dan memberitahu pada pertemuan selanjutnya akan belajar perkalian menggunakan alat peraga Siswa memimpin doa untuk mengakhiri pembelajaran. Pertemuan Kedua Kegiatan Awal Peneliti memberi salam kepada siswa, dan siswa menjawab salam. Siswa memimpin doa untuk memulai pembelajaran Peneliti mengingatkan siswa pembelajaran sebelumnya mengerjakan soal pre-test dan sedikit membahas kesulitan siswa selama mengerjakan soal. Peneliti dan siswa melakukan sharing kesulitan selama mengerjakan soal pre-test Kegiatan Inti Peneliti membuka pembelajaran dengan mengenalkan alat peraga yang akan digunakan selama pembelajaran materi perkalian. Siswa dipersilahkan untuk meraba bola yang akan digunakan sebagai alat peraga. Peneliti mulai mengajar materi perkalian dan mengawalinya dengan materi penjumlahan bilangan yang sama. Siswa mulai melakukan penjumlahan bilangan yang sama dengan menggunakan alat peraga. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 71 Peneliti mengajarkan perkalian yang hasilnya satu angka dan dilanjutkan perkalian yang hasilnya dua angka dengan menggunakan alat peraga. Siswa menghitung perkalian yang hasilnya satu angka kemudian menghitung perkalian yang hasilnya dua angka dengan menggunakan alat peraga. Siswa mengerjakan soal latihan yang disiapkan oleh peneliti. Kegiatan Penutup Siswa diajak refleksi kelas dengan ditanya perasaannya belajar perkalian dengan menggunakan bola sebagai peraga. Siswa diwawancarai oleh peneliti mengenai pembelajaran hari ini untuk melihat sejauh mana pemahaman siswa tentang materi perkalian yang hasilnya satu angka dengan dan dua angka. Peneliti mengingatkan siswa bahwa pertemuan selanjutnya masih akan belajar perkalian dengan menggunakan alat peraga. Siswa memimpin doa untuk mengakhiri pembelajaran. Pertemuan Ketiga Kegiatan Awal Peneliti mengucapkan salam dan siswa menjawab salam. Siswa memimpin doa untuk mengawali pembelajaran. Peneliti menanyakan kabar siswa dan mengingatkan materi pembelajaran sebelumnya. Kegiatan Inti Siswa mengerjakan soal perkalian yang diberikan peneliti dengan menggunakan alat peraga. Kegiatan Penutup Siswa diajak refleksi oleh peneliti dengan ditanya perasaannya belajar perkalian menggunakan alat peraga dan apa saja yang siswa pelajari. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 72 Siswa diwawancarai oleh peneliti mengenai pembelajaran hari ini untuk melihat sejauh mana pemahaman siswa tentang materi perkalian yang hasilnya satu angka dengan dan dua angka. Siswa diingatkan bahwa pertemuan berikutnya akan dilaksanakan post-test untuk mengetahui. Siswa memimpin doa untuk mengakhiri pembelajaran. Pertemuan Keempat Kegiatan Awal Siswa dan peneliti membuka pembelajaran dengan berdoa. Siswa menanyakan kabar dan mengecek kesiapan siswa untuk pertemuan terakhir. Siswa ditanya materi yang dipelajari pada pertemuan sebelumnya. Kegiatan Inti Siswa diajak untuk kembali mengingatkan materi perkalian yang sudah dipelajari sebelumnya. Siswa dan peneliti membahas bersama kesulitan siswa sebelum dilaksanakan post-test. Siswa mengerjakan soal post-test yang disediakan selama 50 menit. Kegiatan Penutup Siswa ditanya mengenai soal post-test yang telah dikerjakan. Siswa diwawancarai oleh peneliti mengenai post-test yang baru saja dilaksanakan dan pembelajaran matematika materi perkalian secara keseluruhan untuk mengetahui pemahaman siswa selama penelitian berlangsung. Peneliti menutup pembelajaran dan penelitian yang sudah dilaksanakan dengan mengucapkan terima kasih kepada siswa. Siswa memimpin doa untuk mengakhiri pembelajaran. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 73 H. Alat/bahan dan Sumber Belajar 1. Kertas 2. Reglet 3. Alat peraga Bola 4. Buku pelajaran matematika kelas II I. Penilaian Pada penelitian ini, peneliti melakukan penilaian terhadap hasil pre-tes dan post-test siswa. Pre-test dilaksanakan pada pertemuan pertama, sedangkan post-test dilaksanakan pada pertemuan keempat. Jumlah soal Pre-test dan post-test adalah masing-masig sebanyak 10 soal. Tiap soal yang dijawab benar akan diberi poin 1, dan soal yang dijawab salah atau tidak dijawab akan diberi poin 0. Poin minimal adalah 0 dan poin maksimal adalah 10. Cara menentukan nilai pre-test dan post-test adalah sebagai berikut: 𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 = 𝑝𝑜𝑖𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ 𝑠𝑖𝑠𝑤𝑎 × 100 𝑝𝑜𝑖𝑛 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑎𝑙 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 74 Lampiran B.2 Lembar Validasi Instrumen Pre-Test PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 75 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 76 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 77 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 78 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 79 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 80 Lampiran B.3 Lembar Validasi Instrumen Post-Test PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 81 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 82 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 83 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 84 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 85 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 86 Lampiran B.4 Soal Pre Test Nama : ………………. Kerjakan soal-soal berikut dengan teliti dan jujur. 1. Pada hari Senin Andi member 4 buah bola. Dua hari kemudian Andi membeli 4 buah bola lagi. Berapa jumlah bola yang Andi miliki sekarang? 2. Hari ini Budi berulang tahun. Sebagai hadiah, Ayah memberikan 2 permen, Ibu memberikan 2 buah permen juga, dan Paman memberikan juga 2 buah permen. Berapa permen yang dimiliki Budi? Tuliskan perkalian berikut dalam bentuk penjumlahan berulang, dan hitunglah hasilnya. 3. 2 × 3 = 3 + 3 = ⋯ 4. 4 × 2 = ⋯ + ⋯ + ⋯ + ⋯ = ⋯ 5. 2 × 4 = ⋯ 6. 5 × 1 = ⋯ 7. 6 × 3 = ⋯ 8. 4 × 5 = ⋯ 9. 5 × 7 = ⋯ 10. 3 × 8 = ⋯ PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 87 Lampiran B.5 Soal Post Test Nama : ………………. Kerjakan soal-soal berikut dengan teliti dan jujur. 1. Setiap hari Ibu memerlukan 5 butir telur untuk membuat kue. Berapa butir telur yang diperlukan ibu jika membuat kue dalam seminggu? (Tuliskan bentuk penjumlahan dan hasilnya) 2. Dalam sebulan Dito memanen 10 buah semangka. Berapa jumlah semangka yang dipanen Dito jika memanen dalam waktu 7 bulan? (Tuliskan dalam bentuk penjumlahan dan hasilnya) Tuliskan perkalian berikut dalam bentuk penjumlahan berulang, dan hitunglah hasilnya. 3. 4 × 3 = ⋯ 4. 5 × 1 = ⋯ 5. 2 × 4 = ⋯ 6. 5 × 9 = ⋯ 7. 8 × 4 = ⋯ 8. 7 × 8 = ⋯ 9. 6 × 10 = ⋯ 10. 9 × 3 = ⋯ PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 88 Lampiran B.6 Soal Pre-Test Dalam Huruf Braille PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 89 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 90 Lampiran B.7 Soal Post-Test Dalam Huruf Braille PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 91 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI LAMPIRAN C LAMPIRAN C.1 : Kunci Jawaban Soal Pre-Test LAMPIRAN C.2 : Kunci Jawaban Soal Post-Test LAMPIRAN C.3 : Lembar Jawab Hasil Pre-Test Siswa (Braille) LAMPIRAN C.4 : Lembar Jawab Hasil Post-Test Siswa (Braille) LAMPIRAN C.5 : Jawaban Pre-Test Siswa LAMPIRAN C.6 : Jawaban Post-Test Siswa 92 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 93 Lampiran C.1 Kunci Jawaban Soal Pre-Test 1. 4 + 4 = 8 2. 2 + 2 + 2 = 6 3. 3 + 3 = 6 4. 2 + 2 + 2 + 2 = 8 5. 4 + 4 = 8 6. 1 + 1 + 1 + 1 + 1 = 5 7. 3 + 3 + 3 + 3 + 3 + 3 = 18 8. 5 + 5 + 5 + 5 = 20 9. 7 + 7 + 7 + 7 + 7 = 35 10. 8 + 8 + 8 = 24 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 94 Lampiran C.2 Kunci Jawaban Soal Post-Test 1. 5 + 5 + 5 + 5 + 5 + 5 + 5 = 35 2. 10 + 10 + 10 + 10 + 10 + 10 + 10 = 70 3. 3 + 3 + 3 + 3 = 12 4. 1 + 1 + 1 + 1 = 4 5. 4 + 4 = 8 6. 9 + 9 + 9 + 9 = 36 7. 4 + 4 + 4 + 4 + 4 + 4 + 4 + 4 = 32 8. 8 + 8 + 8 + 8 + 8 + 8 + 8 = 56 9. 10 + 10 + 10 + 10 + 10 + 10 = 60 10. 3 + 3 + 3 + 3 + 3 + 3 + 3 + 3 + 3 = 27 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 95 Lampiran C.3 Jawaban Pre-Test Siswa 1 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 96 Jawaban Pre-Test Siswa 2 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 97 Lampiran C.4 Jawaban Post-Test Siswa 1 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 98 Jawaban Post-Test Siswa 2 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 99 Lampiran C.5 Jawaban Pre-Test Siswa 1 1. 4 + 4 = 8 2. 2 + 2 + 2 = 6 3. 3 + 3 = 6 4. 2 + 2 + 2 + 2 = 8 5. 2 + 2 + 2 + 2 = 8 6. 5 + 1 = 6 7. 6 + 3 = 9 8. 4 + 5 = 9 9. 5 + 7 = 12 10. 3 + 8 = 1 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 100 Jawaban Pre-Test Siswa 2 1. 4 + 4 = 8 2. 2 + 2 = 4 3. 3 + 3 = 6 4. 2 + 2 = 4 5. 4 + 4 = 8 6. 1 + 1 = 2 7. 3 + 3 = 6 8. 5 + 5 = 10 9. 7 + 7 = 14 10. 8 + 8 = 15 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 101 Lampiran C.6 Jawaban Post-Test Siswa 1 1. 5 + 5 + 5 + 5 + 5 + 5 + 5 = 35 2. 10 + 10 + 10 + 10 + 10 + 10 + 10 = 70 3. 3 + 3 + 3 + 3 = 12 4. 1 + 1 + 1 + 1 + 1 = 5 5. 4 + 4 = 8 6. 9 + 9 + 9 + 9 + 9 = 45 7. 4 + 4 + 4 + 4 + 4 + 4 + 4 + 4 = 32 8. 8 + 8 + 8 + 8 + 8 + 8 + 8 = 57 9. 10 + 10 + 10 + 10 + 10 + 10 = 60 10. 3 + 3 + 3 + 3 + 3 + 3 + 3 + 3 = 24 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 102 Jawaban Post-Test Siswa 2 1. 5 + 5 + 5 + 5 + 5 + 5 + 5 = 35 2. 10 + 10 + 10 + 10 + 10 + 10 + 10 = 70 3. 3 + 3 + 3 + 3 = 12 4. 1 + 1 + 1 + 1 + 1 = 5 5. 4 + 4 = 8 6. 9 + 9 + 9 + 9 + 9 = 45 7. 4 + 4 + 4 + 4 + 4 + 4 + 4 + 4 = 32 8. 8 + 8 + 8 + 8 + 8 + 8 + 8 = 56 9. 10 + 10 + 10 + 10 + 10 + 10 = 60 10. 3 + 3 + 3 + 3 + 3 + 3 + 3 + 3 + 3 = 28 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI LAMPIRAN D LAMPIRAN D.1 : Foto-Foto Hasil Penelitian. LAMPIRAN D.2 : Transkripsi Percakapan Hasil Wawancara. LAMPIRAN D.3 : Berita Tentang Kasus Konsep Perkalian 103 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 104 Lampiran D.1 Foto-Foto Hasil Penelitiian Siswa sedang mengerjakan Pre-Test PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 105 Siswa sedang berlatih mengerjakan soal latihan dengan menggunakan alat peraga PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 106 Siswa sedang mengerjakan Soal Post-Test PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 107 Lampiran D.2 Transkripsi percakapan ini yang merupakan hasil wawancara antara peneliti dan kedua subjek penelitian. Adapun keterangan transkripsi ini adalah sebagai berikut: P = Peneliti S1 = Siswa 1 S2 = Siswa 2 a. Hasil wawancara dengan Siswa 1 Rekaman 1 P : “Tadi S1 belajar apa? Tadi ngerjain soal apa?” S1 : “Soal perkalian” P : “Susah nggak soalnya?” S1 : “Anu susah e soalnya” P : “Kenapa soalnya susah? S1 konsentrasi gak tadi ngerjain soalnya?” S1 : “Nggak konsentrasi wong cuma ngomong” P : “Lah kok ngomong terus?” S1 : “Anu cuma, gak tau e” P : “Ada yg susah gak soalnya?” S1 : “Ada e. Ada, semuanya dua, lima, enam, tujuh eh satu, dua, tiga, empat, lima, enam, tujuh, delapan, sembilan, sepuluh.” P : “Oh itu semuanya berarti?” S2 : “Hooh, iya” PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 108 Rekaman 2 P : “S1 tadi belajar apa? Tentang apa?” S1 : “Tentang perkalian” P : “Perkalian. Pake apa?” S1 : “Bola.” P : “Seneng gak?” S1 : “Seneng.” P : “Kenapa senengnya?” S1 : “Senengnya iki mesti iseh ono seng lali.” P : “Susah gak perkaliannya?” S1 : “Ono seng susah ono seng nggak” P : “Yang susah apa?” S1 : “Enam.” P : “Perkalian enam?” S1 : “Hooh.” P : “Terus yang mudah?” S1 : “Delapan.” P : “Lho kok malah lebih banyak?” S1 : “Oh, siji loro telu papat limo enem pitu wolu songo sepuluh.” P : “Tapi S1 tadi ngerjainnya hampir semua benar tuh. berarti gak ada yang susah?” S1 : “Hooh oh iyo.” P : “Tapi cuma lupa kadang-kadang. Berarti kalo S1 ditanya tiga kali empat, berarti nanti S1 ambilnya sebanyak berapa kali?” S1 : “Empat.” PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 109 P : “Tiga kali empat ambilnya sebanyak?” S1 : “Tiga kali.” P : ‘Terus sekali ngambil berapa bola?” S1 : “Dua bola eh tiga bola eh empat bola” P : “Terus kalo S1 ditanya lima kali delapan berarti S1 ngambil bolanya berapa kali?” S1 : “Lima kali” P : “Sebanyak berapa bola?” S1 : “Delapan kali” P : “Delapan bola” S1 : “Oh iya delapan bola.” P : “Besok belajar perkalian lagi ya pake bola” Rekaman 3 P : “Kalo tujuh kali lima berarti S1 ngambilnya berapa kali?” S1 : “Tujuh kali” P : “Sekali ngambil berapa bola?” S1 : “Lima bola” P : “Kalo dalam bentuk penjumlahan berarti lima ditambah? Ayo gimana kalo dalam bentuk penjumlahan. Tujuh kali lima itu gimana?” S1 : “Tujuh kali lima” P : “Nggak. Kan S1 ambil bolanya tujuh kali? Iya kan? dengerin dulu sini, dengerin dulu. Kan S1 ngambil bolanya tujuh kali sekali ngambil berapa bola?” S1 : “Dua bola” PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 110 P : “Lima kali tujuh?” S1 : “Ini tujuh” P : “Kan S1 ngambil bolanya tujuh kali, sekali ngambil berapa bola? S1 : “Dua bola” P : “Tujuh kali lima?” S1 : “Tiga bola” P : “Tujuh kali lima?” S1 : “Empat bola lima bola enam bola” P : “Ayo beneran jawabnya. Ayo diulang. Tujuh kali lima, S1 ngambilnya bolanya berapa kali?” S1 : “Tujuh kali” P : “Sekali ngambilnya berapa bola?” S1 : “Dua bola” P : “Tujuh kali berapa ayo?” S1 : “Lima bola ding” P : “Lima bola. Berarti nanti penjumlahannya lima ditambah?” S1 : “Tambah dua” P : “Kok ditambah dua?” S1 : “Tiga. Tujuh” P : “Ditambah berapa? Kan limanya diulang tujuh kali. Lima tambah?” S1 : “Tujuh” P : “Lima tambah tambah lima. Tangannya angka tujuh. Tangannya angka tujuh dulu. Berarti kan S1 ambil bolanya tujuh kali sekali ngambil lima bola. Berarti lima PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 111 ditambah lima ditambah lima ditambah lima ditambah lima ditambah lima ditambah lima. Iya kan?” S1 : “Iya” P : “Udah kan?” S1 : “Iya” P : “Yok sekarang dikerjain.” Rekaman 4 P : “Sekarang tujuh dikali delapan, nanti S1 ngambil berapa kali?” S1 : “Tujuh kali” P : “Sekali ngambil berapa bola?” S1 : “Delapan bola?” P : “Ayo angka tujuh dulu tangannya. Tujuh. Tujuh. Sekali ngambil berapa bola?” S1 : “Delapan bola” P : “Berarti delapan ditambah…” S1 : “Delapan delapan delapan delapan delapan delapan” P : “Ditambahnya mana? Ayo ulang. Tujuh kali delapan berarti?” S1 : “Delapan ditambah delapan ditambah delapan ditambah delapan ditambah delapan ditambah delapan ditambah delapan” P : “Oke” PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 112 Rekaman 5 P : “Kan tadi tujuh kali delapan hasilnya berapa?“ S1 : “Lima puluh enam” P : “Ayo, sekarang kalo dibalik delapan kali tujuh, S1 ngambilnya berapa kali?” S1 : “Tujuh kali” P : “Delapan kali tujuh”. S1 : “Oh delapan kali” P : “Delapan kali. Ayo angka delapan nya mana? Sekali ngambil berapa bola?” S1 : “Tujuh bola” P : “Berarti?” S1 : “Tujuh ditambah tujuh ditambah eh delapan to?” P : “Delapan kali. Sekali ngambil berapa bola?” S1 : “Tujuh bola” P : “Berarti?” S1 : “Tujuh ditambah tujuh ditambah tujuh ditambah tujuh ditambah tujuh ditambah tujuh ditambah tujuh ditambah tujuh” P : “Oke sekarang dihitung” Rekaman 6 P : “Delapan kali tujuh hasilnya?” S1 : “Lima puluh enam” P : “Tadi tujuh kali delapan hasilnya berapa? Lima puluh enam juga kan?” S1 : “Hooh.” PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 113 P : “Delapan kali tujuh hasilnya? Ini yang baru tadi” S1 : “Lima puluh enam”. P : “Berarti delapan kali tujuh sama tujuh kali delapan hasilnya gimana?” S1 : “Sama” P : “Oke sama. Tapi bedanya kalo tujuh kali delapan berarti S1 ngambil bolanya berapa kali?” S1 : “Berapa ya?” P : “Tujuh kali delapan berarti ngambil bolanya berapa kali?” S1 : “Tujuh kali” P : “Tujuh kali. Tangannya tujuh. Sekali ngambil berapa bola? S1 : “Delapan… Dua bola” P : “Tujuh kali delapan. Tadi udah bener nyebut.” S1 : “Apa? Piro mau?” P : “Tujuh kali delapan” S1 : “Ohhh delapan bola” P : “Berarti? Kalo bentuk penjumlahan gimana?” S1 : “Tujuh kali” P : “Iya. Tangannya tujuh dulu. Tujuh kali sekali ngambil berapa bola?” S1 : “Delapan bola” P : “Berarti..” S1 : “Tujuh ditambah tujuh” P : “Eh kan ngambil bolanya berapa?” S1 : “Eh Delapan. Eh delapan tambah delapan tambah PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 114 delapan tambah delapan tambah delapan tambah delapan tambah delapan.” P : “Oke kalo delapan kali tujuh. Berarti S1 ngambilnya bolanya berapa kali?” S1 : “Tujuh kali” P : “Delapan kali tujuh?” S1 : “Oh delapan kali” P : “Tangannya delapan. Sekali ngambil berapa?” S1 : “Tujuh bola” P : “Tujuh bola berarti?” S1 : “Delapan bola” P : “Hmmm” S1 : “Kok delapan bola?” P : “Sekali ngambil berapa bola?” S1 : “Tujuh bola” P : “Berarti?” S1 : “Tujuh” P : “Berarti tujuh? Delapan kali tujuh? Yok delapan kali tujuh berarti S1 ngambil berapa kali?” S1 : “Delapan bola delapan bola” P : “Sini dulu yang bener. Delapan kali tujuh berarti S1 ngambilnya berapa kali?” S1 : “Delapan kali” P : “Sekali ngambil berapa bola” S1 : “Tujuh bola” P : “Berarti?” S1 : “Tujuh tambah tujuh tambah tujuh tambah tujuh tambah PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 115 tujuh tambah tujuh tambah tujuh tambah tujuh” P : “Berarti beda tapi hasilnya sama-sama lima puluh enam” S1 : “Kok?” P : “Kok sama? Delapan kali tujuh sama tujuh kali delapan kok sama hasilnya tapi beda?” S1 : “Hasilnya” P : “Beda caranya.” Rekaman 7 P : “Hari ngerjain soal apa” S1 : “Perkalian” P : “Bisa kan perkaliannya?” S1 : “Bisa” P : “Bisa kan? Gampang?” S1 : “Tapi kan nek ngitung” P : “Ngitung apa” S1 : “Ngitung kayak mau” P : “Kenapa kalo ngitung kenapa?” S1 : “Nek ngitung iso lali kabeh” P : “Tapi caranya bisa” S1 : “Bisa” P : “Kalo tiga kali empat berarti?” S1 : “Ambilnya tiga kali” P : “Ambilnya tiga kali, sekali ngambil berapa bola?” S1 : “Empat bola” P : “Berarti?” S1 : “Empat ditambah empat ditambah empat” PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 116 b. Hasil wawancara dengan Siswa 2 Rekaman 1 P : “Tadi ngerjain soal apa?” S2 : “Perkalian” P : “Soalnya gimana? Ada yang susah?” S2 : “Ada. Tapi ada yang gampang juga” P : “Tadi ngerjainnya serius gak?” S2 : “Serius, tapi susah” P : “Yaudah yang susah besok dipelajari lagi ya biar bisa ngerjain” S2 : “Iya” Rekaman 2 P : “Belajar perkaliannya pake bola seneng gak?” S2 : “Suka.” P : “Kenapa sukanya?” S2 : “Kalo pake jari gak bisa, kalo pake alat-alat sih bisa” P : “Kalo pake bola bisa nggak?” S2 : “Bisa” P : “Kalau tiga kali dua berarti S2 ngambil berapa kali? harus ngambil berapa kali?” S2 : “Ngambil tiga kali” P : “Satu kali ngambil sebanyak berapa bola?” S2 : “Huaaaahh berapa ya?” P : “Kan tiga kali dua tadi benar, nanti ngambilnya tiga kali sebanyak? Sebanyak? “ PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 117 S2 : “Sebanyak” P : “Sebanyak berapa bola?” S2 : “Sebanyaknya dua” P : “Oke berarti tiga kali dua S2 nanti ngambilnya tiga kali sekali ngambil dua bola. Kalo empat kali satu, S2 ngambil bolanya berapa kali?” S2 : “Empat” P : “Sekali ngambil sebanyak?” S2 : “Sebanyak satu” P : “Oke Gitu. Bisa ya? Sekali lagi kalo lima kali dua” S2 : “Lima kali dua?” P : “Berarti S2 ngambil bolanya berapa kali?” S2 : “Lima kali” P : “Lima kali. Sekali ngambil berapa bola?” S2 : “Dua” Rekaman 3 P : “Tujah kali empat, S2 masukin bola kedalam kardusnya berapa kali?” S2 : “Tujuh kali” P : “Tujuh kali. Sekali masukin berapa bola?” S2 : “Empat bola” P : “Empat. Ayo silahkan. Berarti tujuh kali empat hasilnya berapa?” S2 : “Dua puluh delapan”. P : “Oke” PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 118 Rekaman 4 P : “Enam kali lima S2 ngambilnya berapa kali?” S2 : “Ngambilnya enam kali” P : “Sekali ngambil berapa bola?” S2 : “Tiga bola” P : “Eh kan enam kali lima” S2 : “Lima bola” P : “Enam kali, sekali ngambil berapa bola?” S2 : “Lima” P : “Mana tangannya enam. Sekali ngambil berapa bola?” S2 : “Enam” P : “Tadi S2 ngambilnya berapa bola?” S2 : “Lima” P : “Berarti penjumlahannya lima ditambah” S2 : “Lima ditambah lima ditambah lima ditambah lima ditambah lima ditambah lima” P : “Oke berarti lima nya ada?” S2 : “Enam kali” Rekaman 5 P : “Kalo empat kali dua, berarti nanti mana angka empatnya?” S2 : “Hah?” P : “Empat kali dua iya kan?” S2 : “Empat kali dua?” P : “Sama dengannya udah belum?” S2 : “Udah” PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 119 P : “Empat kali dua berarti nanti S2 ngambil berapa kali?” S2 : “Empat kali” P : “Sekali ngambil berapa bola?” S2 : “Tiga” P : “Eh” S2 : “Dua” P : “Mana tangan empat nya. empat mana empat nya? Sekali ngambil berapa bola?” S2 : “Dua” P : “Berarti?” S2 : “Dua tambah dua” P : “Teruss. Tambah. Tambah” S2 : “Tambah” P : “Kan tadi dua, ini yg ini dua, angka empat nya mana dulu” S2 : “Empat nya ini” P : “Berarti empat kali dua kan. Tadi S2 ngambilnya berapa kali?” S2 : “Empat kali” P : “Empat kali pinter. Sekali ngambil berapa bola?” S2 : “Dua” P : “Berarti dua ditambah…” S2 : “Dua” P : “Terus?” S2 : “Dua ditambah dua ditambah dua ditambah dua” P : “Ayo ditulis” S2 : “Empat” PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 120 P : “Eh kok empat. Ulang dulu. Empat kali dua. Ayo empatnya mana. S2 nanti ngambilnya berapa kali?” S2 : “Empat kali” P : “Sekali ngambil berapa bola” S2 : “Dua” P : “Dua. Mana tangan empat nya dulu” S2 : “Ini” P : “Empat kali. Sekali ngambil berapa bola?” S2 : “Dua” P : “Berarti dua ditambah dua, ayo dilanjutkan” S2 : “Dua ditambah dua ditambah dua ditambah dua” P : “Ayo ditulis” Rekaman 6 P : “Kalo tujuh kali delapan. Sekali lagi tujuh kali delapan S2 ngambil berapa kali?” S2 : “Hah?” P : “Ngambilnya berapa kali “ S2 : “Tujuh kali” P : “Tujuh kali pinter. Sekali ngambil berapa bola?” S2 : “Delapan” P : “Mana angka tujuh nya? Angka tujuh di tangan” S2 : “Nggak ada” P : “Woo kok nggak ada? Mana ayo” S2 : “Nggak ada nggak ada” P : “Tujuhnya mana? Dilepas dulu regletnya. Tujuh mana?” S2 : “Dibuka dulu regletnya sini” PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 121 P : “Nggak usah nanti dulu. Tujuh kali delapan, S2 ngambil berapa kali bolanya?” S2 : “Hah” P : “S2 ngambil berapa kali nanti bolanya” S2 : “Tujuh kali” P : “Tujuh kali, pinter. Sekali ngambil berapa bola?” S2 : “Delapan bola” P : “Tujuhnya mana? Ayo ayo tujuhnya mana?” S2 : “Ini” P : “Sekali ngambilnya berapa bola?” S2 : “Tujuh” P : “Kan tujuh kali delapan nanti S2 ngambil tujuh kali sekali ngambil berapa bola?” S2 : “Delapan” P : “Delapan berarti delapan ditambah”… S2 : “Delapan ditambah dekapan ditambah delapan ditambah delapan ditambah delapan ditambah delapan ditambah delapan” P : “Oke” Rekaman 7 P : “S2 Hari ini belajar apa?” S2 : “Hah” P : “Belajar apa tadi?” S2 : “Belajar matematika. Aduuuh capek” P : “Matematika tentang apa?” S2 : “Tentang perkalian” PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 122 P : “Tadi S2 seneng gak belajar matematika pake bola?” S2 : “Ya seneng” P : “Senengnya kenapa?” S2 : “Senengnya karena belajar matematika senang.” P : “Bisa gak belajarnya matematika tentang perkalian tadi? Regletnya dimasukin dulu” S2 : “Iya “ P : “Seneng gak? Bisa gak tadi belajarnya?” S2 : “Bisa” P : “P nanya, kalo enam kali empat berarti S2 ngambil berapa kali?” S2 : “Enam” P : “Enam kali. Sekali ngambil berapa bola?” S2 : “Empat” P : “Berarti mana angka enam nya. enam kali sekali ngambil berapa bola?” S2 : “Aduh aku capek. Empat.” P : “Berarti penjumlahannya gimana? Empat ditambah…” S2 : “Empat ditambah empat ditambah empat ditambah empat ditambah empat ditambah empat”. P : “Oke bisa ya?” S2 : “Iya”. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 123 Rekaman 8 P : “Tadi kalo lima kali sembilan S2 ngerjainnya gimana? Berapa kali ngambil?” S2 : “Lima kali” P : “Sekali ngambil berapa bola?” S2 : “Sembilan”. P : “Tangan limanya mana?” S2 : “Ini” P : “Sekali ngambil sembilan, berarti?” S2 : “Sembilan ditambah Sembilan ditambah Sembilan ditambah Sembilan ditambah Sembilan.” P : “Oke begitu, jangan kebalik ya”. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 124 Lampiran D.3 Liputan6.com, Jakarta – Di akun Facebook, Muhammad Erfas Maulana memposting hasil tugas matematika adiknya, Habibi yang mendapat ponten merah dari sang guru. Mahasiswa Teknik Mesin Universitas Diponegoro itu mempertanyakan kesalahan jawaban tugas matematika adiknya yang bersekolah di salah satu SD di Semarang. Dalam tugas tersebut, Erfas mengajarkan adiknya cara perkalian yang menurutnya lebih mudah dipahami anak kelas 2 SD. Yaitu 4+4+4+4+4+4 = 4x6 = 24, dengan alasan empatnya ada enam kali. Saat itu dia tidak berpikir posisi angka 4 dan 6, karena hasilnya sama saja, dan soalnya “=….x….=”.” Untuk itu, ia yakin jawaban yang ditulis dalam tugas tersebut adalah benar semua. Namun betapa kagetnya dia saat tahu jawaban itu salah. Sang guru menulis 6x4 = 24. Untuk itu, dia yakin kesalahan ini bukan dari murid tapi dari pihak guru. Akhirnya dia pun mem-posting gambar hasil nilai tugas adiknya tersebut ke akun Facebook. Dalam postingan itu terlihat nilai dan coretan tanda salah dari guru. Dia pun sempat menulis sesuatu di bawah mempertanyakan nilai tersebut. “Bu Guru yang terhormat, mohon maaf sebelumnya, saya kakak dari Habibi yang mengajarinya mengerjakan PR di atas. Bu, bukankah jawaban Habibi benar semua? Apakah hanya karena letaknya yang terbalik sehingga jawaban Habibi Anda salahkan? Menurut saya masalah peletakan bukan menjadi masalah Bu, misal 4x6 = 6x4. Hasilnya sama-sama 24. Terimakasih Bu, mohon perhatiannya. Semoga dapat dijadikan pertimbangan,” tulis Irfan dalam kertas tugas matematika adiknya yang di posting di wall facebooknya. Picu Perdebatan Sontak, postingan itu menjadi heboh. Perdebatan pun muncul. Ada yang setuju dengan Erfas dan juga ada yang berpihak pada ponten sang guru. Tak hanya itu, para pakar pun angkat bicara. Astronom sekaligus Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) Thomas Djamaluddin menilai jawaban model matematis dari soal 4+4+4+4+4+4 itu adalah 6x4. Dia mengatakan, meskipun 4x6 dan 6x4 hasilnya sama-sama 24 namun logikanya berbeda. “Misalnya, Ahmad dan Ali harus memindahkan bata yang jumlahnya sama, 24. Karena Ahmad lebih kuat, ia membawa 6 bata sebanyak 4 kali, secara matematis ditulis 4x6,” jelas Thomas dalam akun Facebooknya, Selasa 23 September 2014. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 125 “Tetapi Ali yang badannya lebih kecil, hanya mampu membawa 4 bata sebanyak 6 kali. Model matematisnya 6x4. Jadi 4+4+4+4+4+4 = 6x4. Berbeda konsepnya dengan 6+6+6+6 = 4x6, walau hasilnya sama 24,” imbuh dia. Thomas menilai, belajar logika matematika seperti ini sebenarnya hal yang mengasyikkan. Namun kini, banyak orang yang sekedar ingin mencari cara cepat penyelesaian soal matematika tanpa mengerti logikanya. Yang penting, kata dia, tahu hasilnya. Itulah yang menjadikan generasi “kalkulator”, yang malas menjadikan logika matematika untuk memudahkan kehidupan. “Dengan kemampuan berlogika, suatu kasus bisa dimodelkan dengan rumusan matematis, sehingga mudah dipecahkan,” ucap Thomas Fisikawan Yohanes Surya menilai persoalan 4x6 atau 6x4 ini adalah sebuah kesepakatan dalam matematika dan bukan benar atau salah. Melalui akun facebook resminya, Yohanes mengajak untuk latihan mengekspresikan sebuah perhitungan dalam bahasa matematika. Ia memberi satu contoh ada 2 kotak yang masing-masing berisi 4 jeruk. Bila ditulis dalam operasi penjumlahan, yakni 4+4. Namun, dalam operasi perkalian, maka 2 kotak yang masing-masing berisi 4 jeruk itu ditulis 2x4. “2x4 jeruk = 4 jeruk + 4 jeruk,” tulis Yohanes dalam akun Facebook-nya, Selasa (23/9/2014) Dengan logika tersebut, lanjut dia, maka 6x4 = 4+4+4+4+4+4. Dan 4x6 = 6+6+6+6. “Ketika menghitung 6x4 kita membayangkan menghitung jumlah jeruk dalam 6 kotak berisi masing-masing4 jeruk. Jadi 6x4 = 4+4+4+4+4+4,” papar dia. “Ketika menghitung 4x6 kita membayangkan menghitung jumlah jeruk dalam 4 kotak berisi masing-masing 6 jeruk. Jadi 4x6 = 6+6+6+6. Matematika itu GASING –Gampang AsyIk menyenaNGkan,” tandas Yohanes. Dosen Matematika ITB Iwan Pranoto menilai 4x6 dan 6x4 sama saja. Karena itu, jawaban 4+4+4+4+4+4 = 4x6 tidak bisa serta-merta disalahkan. Dalam kultwitnya di @iwanpranoto, Selasa 23 September 2014, Iwan memberi ilustrasi. Ia mencontohkan, bila pertanyaan guru adalah “jika 2x3 = 3+3, tentukan 3x4”, maka jawaban yang seharusnya adalah 4+4+4. “Jika dengan pertanyaan ini anak jawabannya 3+3+3+3, barulah salahkan,” katanya lewat akun Twitter-nya. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 126 Namun, Iwan mengungkapkan, bila pertanyaannya hanya 3x4, maka anak bisa menjawab 3+3+3+3 atau 4+4+4. Semuanya benar. Dengan demikian, didasarkan pada pendapat Iwan, 4+4+4+4+4+4 bisa saja dinyatakan 4x6 atau 6x4 dalam operasi perkalian. Karena itu jawaban dalam tugas Matematika adik Erfas seharusnya tak dapat disalahkan. “Cara bertanya guru Matematika di Indonesia mungkin salah. Juga cara mengoreksinya salah,” kritik Iwan. Tak hanya itu, Iwan juga mengomentari pendapat Yohanes Surya. Menurutnya apa yang dipaparkan sang fisikawan itu merupakan ilmu alam bukan ilmu matematika. “Di ilmu alam, kita mengamati alam, lalu berteori. Di matematika, kita berteori dan bernalar dengannya, menjelajah berbagai inferensinya,” tulis Iwan Jika mendefinisikan perkalian dengan situasi di alam atau kejadian di kenyataan, jelas Iwan, perkalian akan menjadi gagasan yang tergantung alam. “Math is not like that.” Dia menambahkan dalam ilmu alam, bila teori berbeda dengan kenyataan, maka teori itu gugur. Namun, dalam Matematika, bila pernyataan berbeda dengan kenyataan, tak serta-merta salah. “Math is not about the nature,” ungkapnya. “Secara bercanda, matematikawan akan berkata bahwa karena alam/semesta yang tak ideal, akhirnya teori matematika tak sesuai dengan fenomena alam. Yang salah itu alam/semesta, bukan salah matematikanya karena matematika lebih ideal dari kenyataan/alam. Persamaan/pernyataan matematika itu kekal. Lebih kekal dari alam,” pungkas Iwan. Kecaman keras disampaikan Humas Kemendikbud Ibnu Hamad terhadap sang guru. Dia menilai kasus itu sebenarnya siswa telah menggunakan nalarnya. “Itukan nalar dia, harusnya penalarannya dihargai gurunya, selama masih masuk nalar boleh dong, kecuali hasilnya menjadi kurang,” kritik Ibnu. Harusnya, kata Ibnu, sang guru yang telah mendapat pelatihan Kurikulum 2013 itu mengimplementasikan dengan baik pada siswa. Untuk itu dia segera mengingatkan Dinas Pendidikan terkait agar menindaklanjuti kasus ini “Harusnya dia tahu apalagi guru kelas 1,2,4 dan 5 sudah pernah ikut pelatihan kurikulum,” bebernya. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 127 “Dalam kasus itu, bisa saja si siswa memberikan jawaban sesuai penalarannya, yaitu 4x6 atau 6x4. Itu nggak salah, karena dalam penalaran enggak harus memberikan satu jawaban. Jika dia penalarannya mengasosiasikan 4x6 bisa benar, 6x4 juga benar,” beber Ibnu. Mohon Maaf Setelah memunculkan perdebatan seru antara sejumlah pakar, kini Erfas meminta maaf. Maafnya tersebut dialamatkan kepada guru. Namun dia tak menyebut, siapa guru yang dimaksud. “Mohon maaf, saya sudah menghebohkan media sosial beberapa hari terakhir ini. Baru saja saya mengkonfirmasi ini kepada guru. Saya juga sudah meminta maaf sebesar-besarnya kepada beliau,” tulis Erfas melalui akun Facebook-nya Selasa (23/9/2014) “Sekali lagi saya mohon, jangan ada yang menyalahkan guru karena guru sudah mengajarkan sesuai konsep dan buku yang ada. Sang guru juga tidak menyalahkan pendapat saya.” Dia mengakui, kurikulum 2013 saat ini sangat baik. Namun bagi mereka yang tak pernah mencicipi sistem pendidikan – seperti yang tengah dilalui adiknya ini— akan kesulitan untuk beradaptasi. “Mungkin banyak orangtua yang bingung mengenai kurikulum 2013 karena mata pelajaran di kurikulum ini dicampur. Misalnya matematika, IPA, IPS, bahasa Indonesia, PPKN, dll dilebur menjadi tematik,” tukas dia. “Misal, dari dulu kita terbiasa menuliskan resep obat 3x1, dibaca tiga kali sehari, satu butir. Bayangkan bila dari dulu resep penulisan obat adalah 1x3, dibaca satu butir, tiga kali sehari, semuanya 1+1+1. Kembali lagi ini semua adalah tentang kebiasaan,” ujar Erfas