ANALISIS “MATERI DIKLAT TERINTEGRASI” PADA STUDI KASUS DI PUSDIKLAT KU Oleh : Pandu Patriadi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Latar belakang penulisan artikel ini adalah penulisan studi kasus di lingkungan Pusat Pendidikan dan Pelatihan Keuangan Umum (Pusdiklat KU), Badan pendidikan dan Pelatihan Keuangan (BPPK), Kementerian Keuangan (Kemenkeu) pada Tahun Anggaran (TA) 2014 belum dijalankan secara maksimal. Dirasakan perlu penyusunan studi kasus dengan metode penulisan “materi diklat terintegrasi” sehingga dapat membantu tidak hanya Pengajar (Widya Iswara Kemenkeu, Pejabat Struktural Kemenkeu, Dosen Perguruan Tinggi, Konsultan atau Pakar di bidang Terkait Diklat). Studi kasus biasanya didisain untuk digunakan dalam suatu diskusi kelompok yang tujuannya adalah untuk mendorong Peserta agar dapat melakukan analisis terhadap masalah yang dihadapi, lebih dari sekedar menerima solusi dari Fasilitatornya. Metode studi kasus juga menuntut Peserta agar mampu berbicara (mengemukakan pendapat), menulis bahkan menghitung, biasanya penggunaan metode ini sudah didahului oleh pemaparan materi oleh instruktur atau menggali pengalaman yang telah Peserta miliki sebelumnya. Beberapa manfaat metode studi kasus antara lain: (1)menyajikan permasalahan berupa situasi yang harus didiskusikan; (2)merupakan salah satu teknik pemecahan masalah; (3)memberikan pengalaman belajar tentang proses pemecahan masalah; (4) membangun gambaran situasi yang lengkap dan agak kompleks; dan (5) menerapkan pendekatan induktif untuk pengambilan kebijakan ekonomi makro terintegrasi. Bagaimana mengembangkan “studi kasus dengan materi diklat terintegrasi” yang efektif ? Pada dasarnya Fasilitator dan Peserta studi kasus harus memahami secara komprehensif term of reference (TOR), kerangka acuan program (KAP) dan garis-­‐garis besar pendidikan dan pelatihan (GBPP) diklat. Berikut ini beberapa pedoman yang dapat digunakan: (1) masalah harus memungkinkan Peserta mencapai tujuan pembelajaran; (2) masalah harus mengarahkan Peserta untuk melakukan análisis dan síntesis terhadap pengetahuan yang dimilikinya dengan pengetahuan yang baru; (3) Kasus haruslah memotivasi dan menarik sehingga mendorong terjadinya belajar mandiri; (4) masalah harus ditulis secara logis, jelas dan singkat. Bilamana mungkin, nilai-­‐nilai referensi umum yang normal haruslah dimasukkan dari data-­‐data penelitian; (5) masalah harus cukup menarik untuk memicu belajar aktif, Peserta harus dipancing untuk bertanya dan berdiskusi yang akan memotivasi Peserta untuk mencari informasi dan menginternalisasi informasi terkait bahan diklat yang akan menjadi studi kasus secara terintegrasi. B. Peran Fasilitator Keberhasilan pelaksanaan metode studi kasus tidak terlepas dari peran Fasilitator, beberapa peran Fasilitator dalam dalam studi kasus adalah sebagai berikut : (1) mengantikan peran sebagai seorang ahli, Fasilitator juga harus mengetahui dengan jelas tujuan dari studi kasus, prinsip-­‐prinsip yang harus dikuasai Peserta, dan menjamin Peserta dapat menemukan tujuan pembelajaran dengan cara mereka sendiri. Fasilitator harus dapat memberikan feedback kepada pengelola pelatihan atau pengembang kasus tentang aspek-­‐aspek yang perlu direvisi atau dilengkapi, sehingga kasus akan lebih menantang dan membentuk kompetensi yang diharapkan; (2) mengintervensi pada saat yang tepat dengan mempertimbangkan waktu yang tepat untuk mengintervensi dan menyediakan informasi jika tepat untuk melakukan hal itu. Setiap intervensi harus meningkatkan diskusi dan belajar daripada digunakan sebagai kontrol; (3) memfasilitasi diskusi kelompok dengan memberikan pertanyaan-­‐pertanyaan menyelidik, mendorong berbagi pengetahuan, dan mendorong kolaborasi antar peserta pelatihan. Fasilitator harus dapat membimbing Peserta untuk mengidentifikasi sumber-­‐sumber belajar yang diperlukan dan mempertimbangkan jenis sumber belajar lainnya; (4) memotivasi Peserta dengan membangkitkan minat terhadap masalah, misalnya menantang pemikiran Peserta, membantu melihat relevansi masalah atau membantu untuk menghargai apa yang Peserta miliki untuk belajar; (5) memonitor kemajuan tiap Peserta dalam kelompok. Fasilitator harus mengidentifikasi kesulitan belajar seperti kesulitan dalam memahami informasi dan konsep, atau kesulitan dalam menemukan informasi yang tepat, kemudian dapat menyediakan bantuan yang cocok dan tepat waktu. C. Kerangka Diskusi Studi Kasus Sebelum Peserta melaksanakan kegiatan studi kasus, Fasilitator memberikan kepada Peserta kerangka diskusi yang akan menjadi pedoman Peserta dalam menjelaskan, menganalisis dan menyelesaian studi kasus. Karena kerangka diskusi mendasari pada kerangka acuan program (KAP) Diklat, maka Peserta harus menganalisis kasus tersebut dari berbagai aspek dan harus saling terkait, jangan sampai melewatkan satu aspek pun dalam penjelasan dan analisisnya. Berikut langkah-­‐langkah atau Simulasi yang harus dijelaskan kepada Peserta, termasuk persentasinya terhadap total Jamlat. Misalnya pada Studi Kasus Terintegrasi pada Diklat Teori Ekonomi Makro, pertanyaannya adalah : bagaimanakah agar Peserta dapat memecahkan masalah dan membuat keputusan kebijakan ekonomi terintegrasi secara efektif ? Pada studi kasus kebijakan terintegrasi diklat teori ekonomi makro dapat menggunakan pendekatan metode regulatory impact analysis (RIA) sehingga dinamakan studi kasus dengan materi diklat terintegrasi. Hal ini dikarenakan studi kasus dikembangkan dengan mengintegrasikan materi diklat pertama sampai dengan materi diklat terakhir. Metode ini tentunya sangat membantu Peserta untuk memahami materi diklat secara komprehensif dan terintegrasi. Selanjutnya setelah kembali ke tempat bekerja, Peserta dapat meiimplementasikan hasil diklat di tempat bekerja. 1. Langkah 1 : Konsep Utama Peserta diminta untuk menjelaskan dan menganalisis konsep dan indikator ekonomi makro yang terkait dengan studi kasus yang akan dibahas. Langkah ini mewakili 12 Jamlat pada KAP Diklat (25 %), yaitu pada mata diklat (MP) pokok 2. Langkah 2 : Keseimbangan pada Materi Pokok 2 3. 4. Peserta diminta untuk menjelaskan dan menganalisis bagian dari materi diklat yang terkait dengan studi kasus yang akan dibahas. Langkah ini mewakili 12 Jamlat pada KAP Diklat (sekitar 20 % sd 21 % mata diklat pokok) Langkah 3 : Kebijakan Terintegrasi Peserta diminta untuk menjelaskan dan menganalisis materi diklat yang terkait kebijakan (kasus : makro/ kebijakan pemerintah) atau implementasi (kasus : mikro/ korporasi) baik secara tersendiri (individual) maupun bersama-­‐sama (simultan atau terintegrasi) yang terkait dengan studi kasus yang akan dibahas. Langkah ini mewakili 14 Jamlat pada KAP Diklat (sekitar 29 % sd 30 % mata diklat pokok ) Langkah 4 : Penerapan Metode Evaluasi Kebijakan Terintegrasi Peserta diminta untuk menjelaskan, menganalisis dan menyelesaikan evaluasi Materi Diklat secara terintegrasi dengan metode yang sudah teruji dan operasional. Misal dapat diusulkan untuk menggunakan metode Regulatory Impact Analysis (RIA) untuk studi kasus yang terkait Kebijakan, Penyusunan Peraturan Hukum, Ekonomi Makro, dsb. Langkah ini mewakili 12 Jamlat pada KAP Diklat (sekitar 25 %) mata diklat pokok) D. Tujuan Pembelajaran Studi Kasus Dalam kerangka acuan program (KAP) studi kasus “materi diklat terintegrasi” adalah mata diklat pokok yang terakhir dari suatu diklat merupakan Tujuan Pembelajaran Umum (Standar Kompetensi) Setelah menyelesaikan studi kasus ini, Peserta pelatihan diharapkan mampu : a. Menjelaskan dan menganalisis konsep dan indikator pada “materi diklat terintegrasi” dengan benar; b. Menjelaskan dan menganalisis “materi diklat terintegrasi”; c. Menjelaskan dan menganalisis bekerjanya kebijakan pada “materi diklat terintegrasi” dengan benar; d. Menjelaskan, menganalisis, dan menyelesaikan evaluasi kebijakan pada “materi diklat terintegrasi” dengan metode yang sudah teruji dan operasional. E. Metode Penyelesaian Studi Kasus Dalam menyelesaikan suatu kasus, Peserta pelatihan akan diajak untuk berada di dalam situasi dimana Peserta ditugaskan oleh atasannya untuk menyusun sebuah kebijakan ekonomi makro terintegrasi. Setelah itu, Peserta juga akan diberikan contoh konsep ekonomi makro yang telah disusun berdasarkan deskripsi yang telah diberikan oleh atasan. Kemampuan Peserta untuk bekerja dalam kelompok (cooperative learning) dan berdiskusi sangat diperlukan dalam penyelesaian kasus ini. Peserta akan tergabung didalam satu kelompok dan diusahakan berjumlah ganjil (3, 5 atau 7 orang), setiap kelompok akan menyelesaikan satu kasus dan membuat laporan dengan mengisi formulir yang disediakan. Setiap kelompok diharapkan membawa laptop (note book) dan paper clipchart guna memperlancar proses penyelesaian kasus. Kemudian hasil kerja kelompok dipresentasikan dihadapan semua Peserta dengan menggunakan paper clipchart, LCD dan screen untuk menampilkan hasil analisis tiap kelompok. Peserta harus menentukan ketua kelompok yang akan memimpin diskusi selama proses analisis sehingga diskusi dapat terarah dengan baik. Ketua kelompok harus dapat 3 mengarahkan agar semua anggota dapat memberikan kontribusi dalam diskusi. Selanjutnya, pada saat presentasi semua anggota kelompok harus dapat berpartisipasi aktif dalam presentasi. Fasilitator harus memberikan penjelasan kepada Peserta bahwa dalam menjelaskan, menganalisis dan menyelesaian studi kasus tersebut menggunakan kerangka acuan program (KAP) Diklat. Permasalahan studi kasus dibangun dari SAP Diklat yang dapat dipecahkan dengan empat (4) langkah yang selalu terkait, bersinergi dan terintegrasi satu sama lainnya. Untuk menjelaskan empat (4) langkah dalam penyelesaian studi kasus tersebut secara rinci maka Peserta atau Kelompok Studi Kasus harus mengisis formulir 1 (untuk langkah 1), formulir 2 (untuk langkah 2), formulir 3 (untuk langkah 3), dan formulir 4 (untuk langkah 4). Isian formulir 1 sd formulir 4 harus diisi secara secara lengkap karena saling kait mengait. Tabel 1. Alokasi Waktu Diskusi dan Penyelesaian Studi Kasus NO 1 2 3 4 5 6 7 KEGIATAN KETERANGAN Review konsep dan indikator Mewakili 12 Jamlat pada KAP Diklat (25 “Materi Diklat Terintegrasi” %), misal : pada mata diklat (MP) pokok : pengantar teori ekonomi makro, konsep ekonomi makro dan indikator ekonomi makro Review 1 “Materi Diklat Mewakili 12 Jamlat pada KAP Diklat (21 Terintegrasi” %), misal : pada mata diklat pokok : permintaan agregat, penawaran agregat, keseimbangan permintaan agregat dan penawaran agregat, dan perekonomian terbuka Review 2 “Materi Diklat Mewakili 14 Jamlat pada KAP Diklat (29 Terintegrasi” %), misal : pada mata diklat pokok : kebijakan makro ekonomi (kebijakan fiskal, kebijakan moneter dan kebijakan sektor riil) Review RIA sebagai metode Review latar belakang dan alasan evaluasi kebijakan pada akademis mengapa RIA dipilih menjadi “Materi Diklat Terintegrasi” metode evaluasi kebijakan “ekonomi makro” terintegrasi Penyelesaian studi kasus Diskusi internal kelompok dan presentasi Kesimpulan dan saran-­‐saran Mengakomodasi masukan Peserta dari diskusi studi kasus diskusi studi kasus Total Jamlat JAMLAT 1 1 2 2* 3* 1 10 *) Catatan untuk Fasilitator : bila mata diklat pokok studi kasus permintaan dan penawaran agregat yang 2 jamlat digabung maka total jam pelatihan (jamlat) bisa menjadi 12 jamlat (@ 45 menit) Alokasi 2 jamlat bisa menambahkan waktu pada : Review RIA sebagai metode evaluasi kebijakan “ekonomi makro” terintegrasi dan Penyelesaian studi kasus (jadi tiap Kelompok tidak hanya memilih 1 dari 3 kasus yang dibahas, tetapi bisa memilih 2 dari 3 kasus, dsb). 4 Total waktu yang dialokasikan untuk setiap kelompok untuk menyelesaikan satu kasus (disediakan 3 studi kasus) adalah 135 menit (3 jamlat @ 45 menit) dengan rincian sebagai berikut: 1. Diskusi Kelompok dan Mempersiapkan Bahan Presentasi : 90 Menit 2. Presentasi Kelompok : 20 Menit 3. Tanya Jawab : 15 Menit 4. Pembahasan Fasilitator per Kelompok (diakhir diskusi) : 10 Menit Total Waktu : 135 Menit II. Contoh Deskripsi Studi Kasus Studi kasus diawali pada rapat Pimpinan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) atau Executive Board Meeting (EBM) pada tanggal AB November 20YX antara Menteri Keuangan (Menkeu), Wakil Menkeu dan seluruh Pejabat Eselon I Kemenkeu dengan Pimpinan Kementerian dan Lembaga (K/L), BUMN dan Institusi terkait. Adapun agenda rapat membahas kebijakan “ekonomi makro” yang harus diambil oleh Kemenkeu. Permasalahan kebijakan yang akan dibahas dalam rapat yang dimulai dari jam 8 pagi s/d jam 12 siang, dapat dijelaskan dalam sesi pembahasan. A. Agenda rapat : Kronologis Rapat Pimpinan Kementerian Keuangan dengan K/L Terkait sbb : Pembahahasan Kebijakan Terintegrasi terkait dengan posisi Kementerian Keuangan selaku policy maker kebijakan sektor fiskal atau keuangan negara dalam rangka memberikan insentif pajak dan non pajak bagi instrumen lindung nilai (hedging) pada bursa komoditi Indonesia (future trading). Fokus Kebijakan : Penetapan besaran insentif pajak untuk pengembangan bursa berjangka komoditi sebagai fungsi lindung nilai (hedging) komoditi di Indonesia. Selain itu terkait recana penyususunan kebijakan lindung nilai (hedging) harga minyak dunia terhadap APBN, apakah bisa dilaksanakan. Peserta Rapat : Pemimpin Rapat : Menteri Keuangan Eksternal Kemenkeu : Menteri Perdagangan, Kepala Badan Pengawas Pasar Komoditi (BAPEKI), Ketua Bursa Komoditi Berjangka Jakarta Internal Kemenkeu : West Wing (Sekjen, Kepala BKF, Kepala BPPK), East Wing (Ditjen Anggaran, Ditjen Perbendaraan, Ditjen Pajak) *) Catatan untuk Fasilitator : dapat memberikan “Tugas Mandiri” kepada Peserta atau Kelompok Studi Kasus berupa penjelasan singkat atau review pada kebijakan bursa komoditi (future trading) di Indonesia dan keterkaitannya dengan APBN. Selain itu Fasilitator dapat memberikan informasi bahwa ada rencana kebijakan lindung nilai minyak (hedging) pada NK/ RAPBN. Diperlukan informasi yang aktual dan mutakhir terkait data kebijakan bursa komoditi (future trading) di Indonesia dan keterkaitannya dengan APBN. Fasilitator bisa menunjuk langsung, diundi, dan atau metode lainnya untuk menentukan “Tugas Mandiri”. 5 Dari hasil rapat maraton selama 4 jam (mulai dari jam 8 pagi s/d jam 12 siang), dapat dibagi dalam tiga studi kasus (I, II dan III). Informasi selanjutnya pascarapat marathon tersebut Sekretariat Jenderal (Setjen) menindaklanjuti arahan Menteri Keuangan tekait Kebijakan “Ekonomi Makro” Terintegrasi dengan melakukan tindakan-­‐tindakan sebagai berikut: B. Terkait Studi Kasus Merupakan kebijakan penetapan besaran insentif pajak untuk pengembangan bursa berjangka komoditi* sebagai fungsi lindung nilai (hedging) komoditi di Indonesia) : 1. Melakukan identifikasi seluruh materi pelimpahan wewenang ke seluruh unit eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan yaitu dengan mengeluarkan materi pelimpahan wewenang Menteri Keuangan yang telah diatur tersendiri dalam berbagai Peraturan/Keputusan Menteri Keuangan; 2. Mengklasifikasikan materi pelimpahan wewenang dan dampak yang ditimbulkan; dan 3. Menyusun konsep (perubahan) RPP, RPerpres, dan RPMK *) Catatan untuk Fasilitator : dapat memberikan “Tugas Mandiri” kepada Peserta atau Kelompok Studi Kasus berupa penjelasan singkat atau review pada kebijakan bursa komoditi (future trading) di Indonesia dan keterkaitannya dengan APBN. Selain itu Fasilitator dapat memberikan informasi bahwa ada rencana kebijakan lindung nilai minyak (hedging) pada NK/ RAPBN. Diperlukan informasi yang aktual dan mutakhir terkait data kebijakan bursa komoditi (future trading) di Indonesia dan keterkaitannya dengan APBN. Fasilitator bisa menunjuk langsung, diundi, dan atau metode lainnya untuk menentukan “Tugas Mandiri”. Hasil invetarisasi dan telaahan yang dilakukan akan digunakan oleh Sekretariat Jenderal dalam memberikan rekomendasi kepada Menteri Keuangan untuk menentukan kebijakan ekonomi makro terintegrasi yang berupa produk hukum (RUU, RPP, RPrepres, dan RPMK) yang mengatur mengenai kewenangan Menteri Keuangan tersebut apakah perlu diubah, ditetapkan kembali atau dicabut dengan menyesuaikan perkembangan kebijakan pemerintahan di bidang keuangan dan kekayaan negara. Sehubungan dengan hal tersebut, pada AB Desember 20YX, Sekretariat Jenderal menyusun Nota Dinas yang ditujukan kepada Menteri Keuangan yang menyampaikan tentang tindak lanjut dari arahan Menteri Keuangan pada rapat Executive Board Meeting (EBM) tanggal AB November 20YX . Nota Dinas (ND) tersebut berisi tentang Laporan Perkembangan kebijakan ekonomi makro terintegrasi yang berupa produk hukum (RUU, RPP, RPrepres, dan RPMK) dan tentang Pelimpahan Wewenang Menteri Keuangan kepada Para Pejabat di Lingkungan Kementerian Keuangan. Sifat dari Nota Dinas tersebut adalah segera karena apabila tidak ada pendapat lain dari Menteri Keuangan terkait Konsep RKMK yang diajukan Sekretariat Jenderal, Menteri Keuangan dimohon untuk dapat menetapkan konsep tersebut. Sebagai pendukung informasi, Sekretariat Jenderal melampirkan tiga lampiran* pada nota dinas tersebut, yaitu Lampiran yang terdiri : gambar terkait kebijakan penetapan insentif pajak untuk pengembangan bursa berjangka komoditi sebagai fungsi lindung nilai (hedging). 6 *) Catatan untuk Fasilitator : dapat memberikan “Tugas Mandiri” kepada Peserta atau Kelompok Studi Kasus berupa penjelasan singkat atau review gambar pada lampiran studi sasus I, II, dan III. III. Review Regulatory Impact Analysis (RIA) Sebagai Alat Evaluasi Kebijakan Dalam dunia nyata, kebijakan atau regulasi atau kewenangan adalah perbuatan hukum atau produk hukum (UU, Perpu, PP, Perpres, Peraturan Menteri, Peraturan Daerah, dsb) yang harus dianalisis secara hati-­‐hati, terstruktur, multi disiplin ilmu, dan komprehensif. Tabel 2 Peraturan Terkait Penyusunan Kebijakan dilingkungan Kemenkeu NO 1 2 3 4 5 6 7 8 4 PERATURAN KETERANGAN UU Nomor 17 Tahun 2003 UU Nomor 1 Tahun 2004 UU Nomor 12 Tahun 2011 Keuangan Negara Pembentukan Peraturan Perundang-­‐ undangan Merupakan dasar hukum bekerjanya keuangan negara Merupakan dasar hukum bahwa Kemenkeu adalah BUN Dasar hukum hirarkhi peraturan per UU di Indonesia UU Nomor 23 Tahun 2013 UU Nomor 27 Tahun 2014 Perpres Nomor 67 Tahun 2005 APBN Tahun Anggaran 2014 Dasar hukum APBN TA 2014 APBN Tahun Anggaran 2015 Dasar hukum APBN TA 2015 Kepres Nomor 188 Tahun 1998 Kepres Nomor 44 Tahun 1999 PMK Nomor 123/ PMK.01/2012 5 TENTANG PMK Nomor 78/ PMK.01/ 2010 Perbendaraan Negara Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha Dasar hukum badan usaha dalam Penyediaan Infrastruktur, penyediaan infrastruktur (BUPI) sebagaimana telah diubah dengan Perpres Nomor 13 Tahun 2010 Tata Cara Mempersiapkan Rancangan UU Dasar hukum tata cara rancangan UU Teknik Penyusunan Rancangan Peraturan Dasar hukum penyusunan RUU, Perundang-­‐undangan dan Bentuk RUU, RPP, RPP, RKepres dan RKepres Pedoman Penyusunan Peraturan Menteri Pereturan Kemenkeu tentang Keuangan, Keputusan Menteri Keuangan, penyusunan PMK dan KMK Peraturan Unit Organisasi Eselon 1 di Lingkungan Kementerian Keuangan Penjaminan Infrastruktur Dalam Proyek Dasar hukum penjaminan Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha infrastruktur yang Dilakukan Melalui Badan Penjaminan Infrastruktur Karena keputusan kebijakan Pimpinan Puncak Kementerian Keuangan (Menteri Keuangan dan Pejabat Eselon 1) adalah perbuatan hukum maka Peserta diskusi yang bukan berasal dari disiplin ilmu hukum perlu mengetahui peraturan-­‐peraturan (UU, Perpu, PP, Perpres) terkait penyusunan kebijakan dilingkungan Kemenkeu. 7 UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-­‐undangan dan peraturan-­‐peraturan dibawahnya, seperti Kepres Nomor 188 Tahun 1998, Kepres Nomor 44 Tahun 1999, dan PMK Nomor 123/ PMK.01/2012 menjadi dasar dalam proses penyusunan dan evaluasi peraturan dilingkungan Kemenkeu. Secara alamiah proses bekerja di Kemenkeu sudah mengikuti peraturan yang berlaku, hal ini mengingat secara berkala seluruh unit eselon I di Kemenkeu terlibat baik langsung dalam penyusunan UU APBN. APBN yang diundangkan setiap tahun sekali (misal : ) memaksa seluruh unit eselon mengikuti tata cara mempersiapkan rancangan UU, RPP, RPerpres. Selanjutnya dalam penyusunan Peraturan Menteri Keuangan, Keputusan Menteri Keuangan, Peraturan Unit Organisasi Eselon 1 di Lingkungan Kementerian Keuangan. Hal yang sama terjadi bila harus melakukan evaluasi kebijakan, regulasi atau peraturan yang telah berjalan. Untuk itu diperlukan suatu metode evaluasi yang efektif, efisien, dan operasional untuk dapat menilai kebijakan yang dikeluarkan terkait tugas dan fungsi Kemenkeu, baik kebijakan tersebut sudah ditetapkan, dalam proses penyusunan atau baru pada tahap awal perencanaan. Metode regulatory impact analysis (RIA) dapat dipakai untuk melakukan evaluasi yang efektif, efisien, dan operasional. Pendekatan metode regulatory impact analysis (RIA) dapat digunakan karena dalam kebijakan atau regulasi harus memiliki karakteristik yang ideal, yang meliputi : (1) intervensi pemerintah harus memiliki alasan; (2) regulasi merupakan alternatif terbaik; (3) manfaat melebihi biaya; (4) telah melalui konsultasi publik; dan (5) no unnecessary burden (adverse impacts), jangan sampai terjadi: mau mengatur tapi malah menghambat. Selain itu banyak permasalahan kebijakan Pemerintah (termasuk didalamnya kebijakan “ekonomi makro”), seperti diantaranya : (1) dibuat tanpa alasan yang jelas; (2) penerapan (enforcement) yang lemah; (3) saling bertentangan; dan (4) menghambat upaya efisiensi; dsb. Mengapa RIA menjadi alternatif yang perlu dipelajari terkait penyusunan kebijakan “ekonomi makro” secara terintegrasi ? Pertanyaan ini menjadi relevan terkait kebijakan ekonomi makro yang biasa disusun oleh kalangan ekonom dimana kelemahan adalah sering memandang masyarakat sebatas “konsumen” atau “produsen”. Dalam buku teks malah biasa kita temukan penyederhanaannya menjadi sekedar “supply” atau “demand”. RIA merupakan metode dan alat evaluasi kebijakan, yang bertujuan menilai secara sistematis pengaruh negatif dan positif kebijakan yang sedang diusulkan ataupun yang sedang berjalan. RIA juga berfungsi sebagai alat pengambilan keputusan, suatu metode yang secara sistematis dan konsisten mengkaji pengaruh yang ditimbulkan oleh tindakan pemerintah, dan mengkomunikasikan informasi kepada para pengambil keputusan. Dalam operasionalisasinya RIA ada kesamaan dengan “tahap-­‐tahap metode ilmiah/ metode penelitian”. Hasil analisis RIA ditulis dalam sebuah laporan yang disebut RIA Statement (RIAS) yang dilampirkan pada rancangan kebijakan yang diajukan. 8 Gambar 1 Kerangka Pemikiran Regulatory Impact Analysis (RIA) Adapun penjelasan lebih terinci dan operasional kerangka pemikiran Regulatory Impact Analysis (RIA) ada pada Tabel 1.. Enam Tahapan Regulatory Impact Analysis (RIA) : Tabel 3 Enam Tahapan Regulatory Impact Analysis (RIA)* NO TAHAPAN PENJELASAN METODE DAN TOOLS ANAYSIS CONTOH KEBIJAKAN Pertemuan Internal Kemenkeu (Unit Eselon I dan Unit Eselon II terkait) utk pembahasan PMK pembiayaan dan Penjaminan infrastruktur geotermal yg ada. Output : Daftar masalah pada kebijakan yg akan dibahas; daftar pihak2x yag terkait masalah kebijakan Pertemuan Internal dan eksternal K/L dan stakeholder terkait untuk membahas PMK Pembiayaan dan Penjaminan infrastruktur geotermal yg 1 Perumusan Masalah Melakukan pengecekan permasalahan kebijakan Pemerintah (termasuk didalamnya kebijakan “ekonomi makro”), seperti : (1) dibuat tanpa alasan yang jelas; (2) enforcement (penerapan) yang lemah; (3) saling bertentangan; (4) menghambat upaya efisiensi; dsb. (1) identifikasi (Check List) Kebijakan atau regulasi yang bermasalah; (3)mengunakan pohon masalah. 2 Identifikasi Tujuan Melakukan identifikasi kebijakan atau regulasi yang memiliki karakteristik yang ideal, yang meliputi : (1) intervensi pemerintah harus (1)identifikasi (Check List) Kebijakan atau regulasi yang ideal; (2)mengguna-­‐ kan pohon tujuan 9 3 4 5 memiliki alasan; (2) regulasi merupakan alternatif terbaik; (3) manfaat melebihi biaya; (4) telah melalui konsultasi public; (5) no unnecessary burden (adverse impacts), jangan sampai terjadi: mau mengatur tapi malah menghambat. Alternatif Karena ada kesamaan antara Tindakan RIA dengan tahap2x metode ilmiah atau metode penelitian, maka pada tahap ini dibuat daftar alternatif kebijakan baik yang panjang (long list). Selanjutnya dengan metode kuesioner atau focus group discussion (FGD) daftar alternatif dapat dipilah2x menjadi lebih pendek (short list) Analisis Cost Benefit Analysis (CBA) Biaya dan membuat perspektif yang lebih Manfaat luas dari penilaian masyarakat (public) karena : (1) Memungkinkan pertimbangan atas pilihan alternatif kebijakan; (2) menentukan kebijakan yang paling dapat memaksimalkan keuntungan bagi masyarakat ; (3) memungkinkan untuk membandingkan biaya dan manfaat dalam jangka waktu tertentu; (4) dapat menunjukkan biaya dan manfaat yang terjadi pada tiap kelompok yang berbeda dalam komunitas. Pemilihan Pada tahapan ini dibuat Tindakan rencana konsultasi kepada stakeholders atas kebijakan yang telah dianalisis pada tahapan CBA yang mencangkup : (1) identifikasi pihak-­‐pihak yg akan dikonsultasikan; (2) siapa yang pro dan kontra; (3) mekanisme konsultasi apa yang akan dilakukan; (4) daftar informasi yang dipeoleh. Selanjutnya melakukan permainan peran (role play). Menggunakan Kuesioner utk menunjukan persepsi stakeholders terkait kebijakan ada. Output :menentukan tujuan kebijakan yang konkrit dan operasional (sehingga bila disusun dalam RPMK mudah diimplementasikan stakeholders) Bila diperlukan PIC Unit Eselon I atau II yang terkait penyusunan kebijakan Kemenkeu dapat memakai konsultan agar hasil kuis dan FGD lebih independen. Output : Daftar alternatif tindakan hasil kuesioner dan FGD, biasanya sudah versi pendek (short list) Menggunakan Cost Benefit Analysis (CBA) atau metode ekonomi dan keuangan lainnya untuk menilai kelayakan suatu kebijakan. Bila diperlukan PIC Unit Eselon I atau II yang terkait penyusunan kebijakan Kemenkeu dapat memakai konsultan agar hasil Cost Benefit Analysis (CBA) lebih independen Output : Draf peraturan (RPMK) yang telah diuji secara CBA Melakukan permainan peran (role play) PIC Unit Eselon I atau II yang terkait mengundang stakeholders terkait utk role play sesuai peran masing2x pd kebijakan. Output : Draf peraturan (RPMK) hasil konsultasi stakeholders dan role play dapat diusulkan untuk tahapan selanjutnya (strategi implementasi) 10 6 Strategi Implemen tasi Rencana strategi implementasi Simulasi mekanisme sanksi kebijakan harus dilakukan ecara dan insentif yang tepat utk partisipatif utk kebijakan yang kebijakan akan diterapkan. Strategi implementasi kebijakanan mencangkup : (1) cara sosialisasi kebijakan; (2) mekanisme pelaksanaan yang dipilih; (3) mekanisme sanksi dan insentif yang tepat utk kebijakan yang sedang dibahas. PIC Unit Eselon I atau II yang terkait penyusunan kebijakan Kemenkeu menyiapkan rapat pimpinan lengkap untuk menentukan kebijakan yang akan diambil. Output : RPMK hasil ssosialisi diharapkan merupakan PMK yang sudah 90 persen sehingga menjadi bahan bagi pengambil kebijakan untuk memutuskan. *) Catatan untuk Fasilitator : mengingat waktu review RIA tidak banyak, Fasilitator bisa menggunakan Tabel Enam Tahapan Regulatory Impact Analysis (RIA) sebagai tabel check list untuk mengetahui sejauh tahapan apakah proses evaluasi suatu kebijakan dilingkungan Kemenkeu telah dijalankan. Selanjutnya Fasilitator dapat memberikan “Tugas Mandiri” kepada Peserta atau Kelompok Studi Kasus berupa penjelasan singkat atau review gambar pada lampiran studi sasus I, II, dan III. IV. SIMULASI PENYELESAIAN STUDI KASUS Judul Studi Kasus Kebijakan Penetapan Besaran Insentif Pajak untuk Pengembangan Bursa Berjangka Komoditi* sebagai Fungsi Lindung Nilai (Hedging) Komoditi di Indonesia *) Catatan untuk Fasilitator : karena pembahasan bursa berjangka komoditi sangat menarik dan kompleks maka pada studi kasus III ini hanya diprioritaskan bila kualifikasi Peserta studi kasus dianggap mampu. Fasilitator dapat menyampaikan kepada Peserta bahwa identifikasi masalah pada studi kasus ini adalah : (1) Apakah undang-­‐undang dan peraturan hukum mengenai perdagangan berjangka komoditi di Indonesia sudah mendukung bisnis ini ; (2) Apakah ada kontribusi perdagangan berjangka komoditi untuk mendukung perekonomian Indonesia; (3) Berapa besaran insentif pajak untuk pengembangan bursa berjangka komoditi sebagai fungsi lindung nilai (hedging) komoditi di Indonesia; (4) Apakah mekanisme bursa berjangka komoditi dapat digunakan untuk kebijakan lindung nilai (hedging) harga minyak di APBN; dsb. A. Review Teori dan Implementasi Ekonomi Makro Terkait Studi Kasus Globalisasi ekonomi dunia dengan disepakatinya AFTA 2003, APEC 2014, ASEAN 2015, dan WTO 2020 menyebabkan makin terkikisnya hambatan-­‐hambatan lalu-­‐lintas ekonomi internasional baik berupa perdagangan, keuangan dan jasa-­‐jasa. Konsekuensi 11 dari kesepakatan perdagangan bebas tersebut adalah persaingan akan semakin ketat dan harga komoditi akan lebih berfluktuasi. Risiko (risk) yang disebabkan oleh fluktuasi harga ini harus dikelola dengan baik agar daya saing ekonomi nasional lebih meningkat. Risiko fluktuasi harga tidak saja berasal dari naik turunnya harga komoditi akan tetapi juga disebabkan oleh perubahanan tingkat bunga, inflasi, perubahan kurs mata uang dan faktor-­‐faktor non ekonomi lainnya. Hal ini terlihat pada tahun krisis ekonomi moneter 1997/ 1998 dimana terjadi depresiasi nilai rupiah terhadap US $ dan mata uang keras (hard currencies money) lainnya. Kejadian ini mengakibatkan pengusaha komoditi dituntut melakukan upaya mengatasi risiko harga* tersebut dengan melakukan lindung nilai (hedging) di bursa berjangka komoditi (future trading). *) Catatan untuk Fasilitator : terkait dengan pengelolaan risiko, Peserta studi kasus diminta menjelaskan empat keuntungan utama (important benefits) penerapan perdagangan berjangka komoditi (future trading), terutama untuk user, investor dan pelaku ekonomi (economic agents). Mengapa Bursa Komiditi Indonesia sebagai pengelola bursa komoditi di Indonesia tidak berkembang. Jelaskan secara logis dan sistematis. Format review teori ekonomi makro pada studi kasus III disajikan dalam bentuk kajian akademis yang terstruktur. ANALISIS PENGEMBANGAN DERIVATIVE INSTRUMENTS PADA PERDAGANGAN KOMODITI BERJANGKA 1. LATAR BELAKANG Manfaat yang dapat diperoleh dari kegiatan perdagangan komoditi berjangka di Indonesia adalah : (1) tersedianya informasi harga yang dapat dijadikan rujukan; (2) tersedianya instrumen pengelolaan risiko harga; (3) terciptanya standarisasi mutu dan sekaligus dapat mengatasi kesulitan memperoleh kredit; (4) upaya peningkatan efisiensi usaha dari pedagang/ eksportir termasuk produsen/ petani. Selain itu dengan berdirinya bursa berjangka komoditi sebagai wadah kegiatan perdagangan komoditi berjangka akan menimbulkan lapangan kerja beru bagi profesi (keahlian) seperti : pialang perdagangan berjangka (broker), penasihat perdagangan berjangka, pengelola sentra dana berjangka, akuntan, konsultan keuangan, penasihat hukum, disamping akan menarik investor modal asing . Dengan adanya bursa berjangka didalam negeri maka devisa untuk lindung nilai (hedging) tetap berada didalam negeri. Petani, produsen serta koperasi yang selama ini mengalami kesulitan dalam mengakses informasi ke bursa luar negeri untuk lindung nilai akan lebih mudah melakukannya didalam negeri sebagaimana dilaksanakan oleh pengusaha dan pedagang di negara yang perdagangan komoditinya telah berkembang pesat. 2. PERMASALAHAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DI INDONESIA Sampai saat ini Indonesia sudah memiliki tiga bursa atau pasar yaitu pasar uang, pasar modal dan pasar komoditi. Otoritas moneter oleh Bank Indonesia dan otoritas jasa keuangan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang mengatur mekanisme pasar keuangan, institusi pasar keuangan dan produk pasar keuangan baik yang berupa underlying assets maupun derivative instruments. Pasar modal dengan Otoritas Jasa 12 Keuangan (OJK) bertugas mengatur mekanisme pasar modal, institusi dan produk pasar modal baik yang berupa underlying assets maupun derivative instruments. Untuk dua pasar keuangan (pasar uang dan pasar modal) pelaku ekonomi sudah sangat familiar, akan tetapi untuk pasar atau bursa yang ke tiga yaitu bursa berjangka komoditi (derivative instruments) belum begitu dikenal oleh masyarakat dan pelaku ekonomi walaupun telah dikeluarkannya UU Nomor 32 Tahun 1997 tentang Perdagangan Berjangka Komoditi di Indonesia. Untuk masa mendatang tampaknya kita membutuhkan bursa berjangka komoditi yang berkembang, kuat dan efisien. Hal ini dikarenakan karakter dan kebutuhan pelaku pasar akan bursa komoditi. Untuk menghadapi era perdagangan bebas yang sangat tinggi tingkat kompetisinya, Indonesia sangat mengharapkan bursa berjangka komoditi, terutama dalam melakukan risk transfer. Indonesia dengan natural resources yang sangat kaya, jumlah penduduk yang besar, wilayah kepulauan yang sangat luas berpotensi menghasilkan komoditi untuk diperdagangkan di pasar domestik maupun pasar internasional (export market). Khusus untuk komoditi yang dapat diperbaharui (renewable) seperti produk-­‐produk pertanian, perkebunan, kehutanan dan perikanan dipengaruhi oleh internal faktor (strenght, opportunities) maupun eksternal faktor (weakness, threath) yang sangat besar. Hal ini dikarenakan secara natural komoditi pertanian mempunyai karakteristik yang sangat spesifik, yaitu bila masa panen harga komoditi menjadi sangat murah (over supply) dan bila musin panceklik terjadi fluktuasi kenaikan harga (under supply and over demand). Selain itu komoditi ini sangat dipengaruhi oleh cuaca, musim,dan faktor-­‐faktor alam lainnya (influence variables). Karena luasnya permasalahan maka diperlukan pembatasan masalah (scope and limitation). Seperti komoditi yang akan diamati (research object). Identifikasi masalah adalah : (1) Apakah undang-­‐undang dan peraturan hukum mengenai perdagangan berjangka komoditi di Indonesia sudah mendukung bisnis ini ; (2) Apakah ada kontribusi perdagangan berjangka komoditi untuk mendukung perekonomian Indonesia; (3) Berapa besaran insentif pajak untuk pengembangan bursa berjangka komoditi sebagai fungsi lindung nilai (hedging) komoditi di Indonesia; (4) Apakah mekanisme bursa berjangka komoditi dapat digunakan untuk kebijakan lindung nilai (hedging) harga minyak di APBN; dsb. 3. DASAR TEORI PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI Secara teori ekonomi, bursa berjangka komoditi (future trading) sebagai bagian dari derivative market mempunyai sekurangnya empat (4) keuntungan utama (important benefits), terutama untuk user, investor dan pelaku ekonomi (economic agents), yaitu : a. Risk Transfer Fungsi dari bursa berjangka komoditi adalah melakukan transfer risiko (risk transfer) dinamika harga di pasar produk utama komoditi (underlyng assets). Fungsi ini akan mendukung dan mengembangkan pasar komoditi secara keseluruhan. Bursa berjangka komoditi akan memberi peluang tersedianya instrumen pengelolaan risiko harga, karena pada pasar global perkembangan harga berlangsung dengan volatilitas yang tinggi dan tidak satupun pemerintah di dunia yang dapat mengatur harga dan risiko, sehingga harga ditanggung sendiri oleh pelaku pasar. Contoh kasus di Amerika Latin dengan tingkat inflasi yang tinggi dalam sepuluh tahun terakhir ternyata bursa berjangka komoditi dapat berkembang pesat karena dapat berperan dalam mentransfer risiko (risk transfer) dengan instrumen derivatif. 13 Hal ini terjadi karena ada pelaku ekonomi yang bersedia menanggung risiko (risk averse), sementara dipihak lain ada pelaku ekonomi yang berani menerima risiko (risk lover) sebagai akibat dari perbedaan ekspektasi risiko dengan berbagai tingkat keuntungan dimasa mendatang. Dengan demikian bursa berjangka komoditi dapat dipakai investor sebagai alat hedging terhadap underlying asset seperti harga komoditi, tingkat bunga dan nilai tukar. Mekanisme ini mengakibatkan kemudahan bagi institusi keuangan untuk menciptakan produk-­‐produk keuangan dan memberikan pinjaman (financing) kepada pelaku ekonomi di bursa komoditi yang membutuhkan. b. Price Discovery Price discovery didalam pasar komoditi yang berkembang dimungkinkan terjadi proses beli dan jual dalam waktu yang cepat, sehingga kemudahan dan penentuan kesepakatan harga pasar (equilibrium) akan membuat fungsi pasar menjadi tempat bertanya akan harga komoditi di pasar (on the spot). Mekanisme bursa selalu mencatat pergerakan beli dan jual yang ada di pasar (market listed) karena penentuan harga produk derivatif mengacu pada harga komoditi utama (underlying assets), hal ini selanjutnya akan mendorong terjadinya pasar yang efisien sehingga merupakan kontribusi terbesar dari bursa komoditi berjangka dalam menjamin tersedianya informasi harga yang dapat dijadikan acuan bagi para pelaku ekonomi. c. Transaction Integrity Keterkaitan transaksi perdagangan di pasar komoditi sangat kompleks sehingga akan menimbulkan pengembangan instrumen, institusi dan profesi yang menunjang perdagangan di pasar komoditi baik yang merupakan underlying products maupun derivative products. Bisa disebutkan pihak-­‐pihak yang berkaitan langsung maupun tidak langsung, diantaranya : institusi pemerintah sebagai regulator (Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Keuangan), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Badan Pelaksana Pasar Komoditi (Bapebti), trading house, broker and trader, trading consultant, investor, user, lembaga kliring, lembaga keuangan, dsb. Mekanisme ini mengakibatkan kemudahan bagi institusi keuangan untuk menciptakan produk-­‐produk keuangan dan memberikan pinjaman kepada pelaku ekonomi di bursa komoditi yang membutuhkan. Karena financial market dapat memberikan alternatif pembiayaan (financing) maka akan dapat dikembangkan produk dan instrumen yang digunakan untuk meminimasi risiko, seperti produk-­‐ produk derivarif (derivative instruments). d. Market Liquidity Secara alamiah apabila mekanisme pasar dapat berkembang secara wajar akan menunjukan kinerja pasar (market perfomance) yang meningkat, hal ini dapat dilihat dari nilai perdagangan, volume perdagangan, jumlah komoditi yang diperdagangkan dan lain-­‐lainnya. Karena mekanisme pasar telah berkembang, efisien dan menjadi pusat perhatian pelaku ekonomi maka akan banyak pelaku ekonomi yang melakukan transaksi perdangan di pasar tersebut. Dalam bahasa market , hal tersebut akan menimbulkan market liquidity, artinya siapapun pelaku pasar dapat memperoleh komoditi yang diinginkan, melakukan transaksi beli dan jual pada setiap waktu pasar, mencari lembaga keuangan yang dapat membantu pembiayaan transaksi atau mencari dan menjual instrumen derivatif yang diinginkan. 14 4. ANALISIS DAN PEMBAHASAN Identifikasi pentingnya pengembangan perdagangan berjangka komoditi berdasarkan pertimbangan-­‐pertimbangan bahwa dalam perdagangan bebas, persaingan bisnis demikian ketat dan harga-­‐harga barang dan jasa akan memiliki tingkat volatilitas yang tinggi, hal ini akan mengambarkan risiko bisnis yang tinggi. Risiko tersebut bukan hanya risiko harga komoditi tetapi juga risiko-­‐risiko lainnya seperti foreign exchange rate risk, inflation rate risk, interest rate risk dan regulation risk. Analisis manfaat perdangan berjangka komoditi bagi perekonomian, baik ditinjau dari sisi ekonomi mikro (microeconomics) maupun ekonomi makro (macroeconomics) dapat diuraikan sebagai berikut : a. Analisis Price Discovery Perdagangan berjangka komoditi dapat menjamin tersedianya informasi harga yang dapat dijadikan acuan bagi para pelaku bursa, seperti : produsen, investor, pialang, penasehat dan pengelola sentra dana berjangka. Hal ini karena semua informasi harga dipublikasikan secara transparan dan dapat diakses secara tepat, dan menciptakan harga yang wajar (market mechanism). b. Analisis Risk Transfer Perdagangan berjangka komoditi memberi peluang tersedianya instrumen pengelolaan resiko harga.Dalam pasar global perkembangan harga berlangsung dengan volatilitas yang tinggi dan tidak satupun pemerintah di dunia yang dapat mengatur harga, hal ini menyebabkan risiko harga ditanggung sendiri oleh pelaku pasar. Contoh klasik adalah berkembangnya perdagangan berjangka komoditi di negara-­‐negara Amerika Latin dimana mempunyai karakter tingkat inflasi yang sangat tinggi, disini derivative products dapat berperan mentransfer risiko (risk transfer) dan para pelaku bursa dapat meminimasi risiko. Hal ini terjadi karena adanya masyarakat yang bersedia menanggung risiko (risk lover) dari adanya perbedaan ekspektasi harga dan keuntungan dari komoditi yang sama di masa mendatang (forward market) c. Analisis Transaction Integrity Perdagangan berjangka komoditi akan menciptakan integrasi transaksi yang melibatkan berbagai pasar, berbagai institusi dan profesi serta bebagai jenis instrumen komoditi.Mekanisme perdagangan berjangka komoditi memerlukan kontribusi lembaga keuangan (banking, non banking dan capital market) dalam hal penyediaan dana, kliring, kustodian, pialang dan administrasi. Karena sifat bursa komoditi yang terkait dengan bursa berjangka komoditi internasional memotivasi para pelaku ekonomi untuk memanfaatkan keuntungan dari perdagangan internasional (gain of economic trade). d. Analisis Market Liquidity and Economic Liquidity Perdagangan berjangka komoditi akan dapat meningkatkan aktivitas-­‐aktivitas bisnis yang memiliki hubungan langsung dengan kegiatan bursa seperti pialang, penasehat investasi, pengelola sentra dana berjangka, penasehat hukum dan investor (foreign atau domestic). Kondisi ini akan meningkatkan market performance seperti dalam nilai perdagangan, volume perdagangan, jenis komoditi yang diperdagangkan, frekuensi perdagangan . Dengan peningkatan market performanceakan mendorong kegiatan produksi, investasi, ekspor, penyerapan tenaga kerja dan secara makro akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi (gross domectic product). e. Analisis Standarisasi Mutu dan International Quality Perdagangan berjangka komoditi akan menjamin perdagangan komoditi yang memiliki standar mutu internasional. Dengan standar mutu ini, produsen dipacu 15 untuk dapat menyesuaikan produknya dengan standar internasional, bik dalam hal kuantitas, kualitas, harga dan waktu penyerahan (time delivery). Dengan demikian, bursa berjangka komoditi secara mikroekonomi dapat menjadi alat untuk memacu produksi dan penjualan unit-­‐unit ekonomi dan secara makroekonomi dapat meningkatkan output nasional (gross domestic product). Gambar 2 Pelaku Bursa Komoditi Berjangka f. Analisis Revitalisasi Kegiatan Ekonomi Usaha Kecil dan Koperasi Perdagangan berjangka komoditi sangat diharapkan untuk dapat mendorong usaha kecil dan koperasi yang selama ini mengalami empat masalah utama, yaitu : marketing, financial, human resources dan production. Dalam mekanisme bursa komoditi, para manajer koperasi dapat berperan secara profesional sebagai trading manager pada bursa ko moditi berjangka, hal ini secara ekonomi dapat meningkatkan bargaining position dan economic scale dan selanjutnya akan mangakibatkan kinerja dan kesejahteraannya meningkat. Dengan informasi pasar yang on line dan current akan dapat memperpendek saluran distribusi antara produsen dan konsumen komoditi pertanian, hal ini tentunya akan meningkatkan efisiensi. 16 Tabel 4 Lindung Nilai (Hedging) pada Pasar Komoditi Berjangka 5. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI a. Kesimpulan Sampai saat ini Indonesia sudah memiliki tiga bursa atau pasar yaitu pasar uang (otoritas Bank Indonesia), pasar modal (otoritas OJK), dan pasar komoditi (otoritas Bapebti Kementerian Perdagangan). Pasar uang dengan otoritas moneter Bank Indonesia yang mengatur mekanisme pasar uang, institusi pasar uang dan produk pasar uang baik yang berupa underlying assets maupun derivatives assets. Pasar modal dengan otoritas OJK, bertugas mengatur mekanisme pasar modal, institusi dan produk pasar modal baik yang berupa underlying assets maupun derivative assets. Untuk dua pasar keuangan (financial markets) masyarakat dan pelaku ekonomi sudah sangat familiar, akan tetapi untuk pasar atau bursa yang ke tiga yaitu bursa komoditi (underlying assets) dan bursa berjangka komoditi (derivative assets) dengan otoritas Bapebti Kementerian Perdagangan belum begitu dikenal oleh masyarakat dan pelaku ekonomi, apalagi manfaat bursa berjangka komoditi. Untuk saat ini dan masa mendatang tampaknya kita membutuhkan bursa komoditi dan bursa berjangka komoditi yang berkembang, kuat dan efisien. Hal ini dikarenakan karakter dan kebutuhan pelaku pasar akan bursa komoditi untuk mengembangkan skala usahanya (economic scale) memerlukan instrumen dan produk dari derivative assets. Untuk menghadapi era perdagangan bebas yang sangat tinggi tingkat kompetisinya, Indonesia sangat mengharapkan bursa komoditi terutama dalam melakukan risk transfer.Indonesia dengan natural resources yang sangat kaya, jumlah penduduk yang besar, wilayah kepulauan yang sangat luas berpotensi untuk 17 menghasilkan komoditi untuk diperdagangkan baik untuk pasar domestik maupun pasar internasional (export market).Khusus untuk komoditi yang dapat diperbaharui (renewable) seperti produk-­‐produk pertanian, perkebunan, kehutanan dan perikanan, Indonesia mempunyai internal faktor (strenght, opportunities) maupun eksternal faktor (weakness, threat) yang sangat besar. Hal ini dikarenakan secara natural komoditi pertanian mempunyai karakteristik yang sangat spesifik, yaitu bila masa panen harga komoditi menjadi sangat murah (over supply) dan bila musin panceklik terjadi fluktuasi kenaikan harga (under supply and over demand), selain itu komoditi ini sangat dipengaruhi oleh cuaca, musim,dan faktor-­‐faktor alam lainnya. b. Rekomendasi Rekomendasi kebijakan berupa strategi operasional yang harus dilakukan oleh Indonesia dan khususnya institusi dan profesi yang terlibat dalam perdagangan berjangka komoditi (regulator, operator and controler). Untuk bekerjanya mekanisme perdagangan berjangka komoditi perlu dipertimbangkan : Mekanisme perdagangan berjangka komoditi harus berjalan secara natural, independen dan tanpa intervensi pemerintah. Pemerintah hanya bertindak sebagai fasilitator perdagangan. Untuk itu perlu ditegakan independensi badan pengawas perdagangan komoditi berjangka (Bapebti) dan penghapusan monopoli beras oleh Bulog, dan monopoli komoditi lainnya. Diharapkan komoditi-­‐komoditi tersebut dapat diperdagangkan secara bebas dibursa komoditi (fair market) dan terciptanya kepastian harga (the right price) bagi para investor. UU No. 32/ 1997 tentang Perdagangan Berjangka Komoditi masih terlihat banyak kelemahan karena terkesan hanya merupakan replikasi UU Pasar Modal (UU No 8/ 1995). Ada beberapa catatan yang dapat kita dapatkan dari UU No 32 / 1997 yaitu ; tidak dijelaskannya hubungan investasi di perdagangan berjangka komoditi dan produk derivatif di pasar modal ; permasalahan indepedensi dari badan pengawas perdagangan berjangka komoditi (Bapebti). Sebagai contoh di negara-­‐negara yang bursa komoditi dan perdagangan berjangka komoditinya sangat berkembang (Amerika Serikat, Jepang, Hongkong) posisi Bapebti langsung dibawah Presiden bukan dibawah Kementerian. Tabel 5 Perbandingan Pasar Berjangka Komoditi dengan Pasar Lainnya SUBJECT Undang-­‐ undang Regulator Operator Bisnis Status Investor Nilai Investasi PERBANDINGAN INVESTASI DI PASAR BURSA / KOMODITI DIBANDING INVESTASI DISEKTOR RIIL LAINNYA INVESTASI PASIF INVESTASI AKTIF BANK PROPERTI, PABRIK, SAHAM PASAR/ BURSA DLL KOMODITI UU No. 13/ 1968 UU No.7/ 1992 UU No.1/ 1967 PP 20/ 1994 UU No. 8/ 1995 UU No. 32/ 1997 Bank Indonesia Kementerian Keuangan Bank Umum Kementerian Perdagangan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Perusahaan Perusahaan Sekuritas Bapebti Kementerian Perdagangan Bursa Berjangka Debitor Mendapat Kartu Deposito Sesuai Nilai Deposito Pemilik/ Pengelola Mendapatkan Deviden/ Saham Share Investor/ Pembeli Saham Mendapat Saham Anngota Dagang Mendapat Deposit Note Nilai Banyaknya Saham 5%-­‐10% Dari Harga Barang 18 Sesuai Nilai Proyek Pengguna Modal Pengembalian Modal Prosedur Bank/ Kreditur (Indikator Loan To Deposit Ratio/ LDR) Bank Jika Tidak Collapse Birokrasi Peraturan Mudah Bersyarat Perusahaan/ Pabrik Perusahaan Go Public Perusahaan Jika Tidak Collapse Birokrasi Peraturan Rumit Birokrasi, Izin, Lokasi, Tenaga Kerja, dsb. Jangka Pendek : (5 Tahun) Jangka Panjang : (10 Tahun) Nilai Jual Saham Mudah Bersyarat Masa Endapan Dana Jangka Waktu Deposito : 3,6, 12 Bulan Aktifitas Pasif, Tergantung Bank Pengelola Pasif, Tergantung Distribusi Aktif Terbatas, Biasanya di Pasar Perdana Keuntungan Rata-­‐rata dibawah 4 % per Bulan Setelah 5-­‐10 Tahun Diatas BEP, Tergantung Laku Tidaknya Produksi One Way Opportunity : (Laba Hanya Bila Harga Saham Naik) Penarikan Tunai Pengamanan Dana Sesuai Jatuh Tempo Modal – (Fix Cost + Variable Cost + Pajak) Tidak Ada, Tergantung Kredibilitas dan Itikad Pengelola Bank Jaminan Modal Minimum Hukum Tidak Ada, Tergantung Kredibilitas & Itikad Perusahaan Pengelola Dana Hukum Menunggu Harga Saham Naik Bila Tidak Mau Rugi, Relatif 2 – 12 Bulan Tidak Ada, Kalau Harga Saham Turun Memerlukan Minimal Modal Tergantung Jenis Usaha Tergantung Saham Diminati atau Tidak Sebenarnya Sebagai Jaminan Dagang Investor Sendiri (Swakelola) Oleh Investor Sendiri Tergantung Jumlah dan Waktu yang Diinginkan Mudah Tanpa Syarat Setiap Hari Dapat Memperoleh Laba Tidak Ada Jatuh Tempo Dapat Dicairkan Setiap Waktu Aktif dan Produktif, Karena Harga Barang Bergerak Setiap Hari Two way Opportunities (Laba Dari Harga Naik dan Turun), Estimasi Keuntungan: 5%-­‐50%, Bebas Pajak Prosedur Mudah Setiap Saat Dapat Dicairkan Ada, Technical Trading, Risk Management Hukum Hukum Minimal 1 Lot = 500 lembar Saham Minimal Deposit Sumber : Diolah dari berbagai sumber, 2014 19 B. Langkah-­‐langkah Dalam Simulasi Studi Kasus Dengan menyelesaikan suatu kasus, Peserta pelatihan akan diajak untuk berada di dalam situasi dimana mereka ditugaskan oleh atasannya untuk menyusun sebuah kebijakan ekonomi makro terintegrasi. Setelah itu, Peserta juga akan diberikan contoh konsep kebijakan ekonomi makro yang telah disusun berdasarkan deskripsi yang telah diberikan oleh atasan. Fasilitator harus memberikan informasi kepada Peserta bahwa dalam proses menjelaskan, menganalisis dan menyelesaian studi kasus tersebut tetap menggunakan kerangka acuan program (KAP) Diklat. Karena dibangun dari KAP Diklat yang terdiri dari sepuluh (10) mata diklat pokok, selanjutnya dapat dikelompokan menjadi empat dan menjadi pedoman langkah-­‐langkah pada studi kasus. Secara rinci, empat (4) langkah dalam penyelesaian studi kasus harus saling terkait, jangan sampai melewatkan satu aspek pun dalam penjelasan dan analisis. Fasilitator sebelum menjelaskan langkah-­‐langkah studi kasus III harus terlebih dahulu menginformasikan hubungan antara rapat pimpinan Kemenkeu, agenda rapat, fokus kebijakan dan informasi lainnya yang terkait (telah dijelaskan pada bagian I H. Deskripsi Studi Kasus I, II, dan III). Agenda rapat sesi III : Pembahahasan Kebijakan Terintegrasi terkait dengan posisi Kementerian Keuangan selaku policy maker kebijakan sektor fiskal atau keuangan negara dalam rangka memberikan insentif pajak dan non pajak bagi instrumen lindung nilai (hedging) pada bursa komoditi Indonesia (future trading). Fokus Kebijakan : Penetapan besaran insentif pajak untuk pengembangan bursa berjangka komoditi sebagai fungsi lindung nilai (hedging) komoditi di Indonesia. Selain itu terkait recana penyususunan kebijakan lindung nilai (hedging) harga minyak dunia terhadap APBN, apakah bisa dilaksanakan. *) Catatan untuk Fasilitator : dapat memberikan “Tugas Mandiri” kepada Peserta atau Kelompok Studi Kasus berupa penjelasan singkat atau review pada kebijakan bursa komoditi (future trading) di Indonesia dan keterkaitannya dengan APBN. Selain itu Fasilitator dapat memberikan informasi bahwa ada rencana kebijakan lindung nilai minyak (hedging) pada NK/ RAPBN. Diperlukan informasi yang aktual dan mutakhir terkait data kebijakan bursa komoditi (future trading) di Indonesia dan keterkaitannya dengan APBN. Fasilitator bisa menunjuk langsung, diundi, dan atau metode lainnya untuk menentukan “Tugas Mandiri”. 1. Langkah 1 : Konsep Ekonomi Makro Peserta diminta untuk menjelaskan dan menganalisis konsep dan indikator ekonomi makro yang terkait dengan studi kasus yang akan dibahas. Pada langkah pertama (langkah pendahuluan), Peserta diminta untuk menjelaskan dan menganalisis konsep dan indikator ekonomi makro dengan benar; a) Menjelaskan cangkupan ekonomi mikro vs makro dengan benar; b) Menjelaskan kerangka analisis dalam ekonomi makro dengan benar; c) Menjelaskan dan menganalisis output dan pendapatan nasional dengan benar; d) Menjelaskan dan menganalisis indikator ekonomi makro dengan benar; e) Menjelaskan dan menganalisis keterkaitan konsep dan indikator ekonomi makro dengan lingkungan pekerjaaan sebelas (11) unit eselon 1 Kemenkeu. 20 2. Langkah 2 : Keseimbangan pada Permintaan Agregat dan Penawaran Agregat Peserta diminta untuk menjelaskan dan menganalisis permintaan vs penawaran agregat termasuk keseimbangannya pada perekonomian terbuka yang terkait dengan studi kasus yang akan dibahas. Pada langkah kedua ini, Peserta diminta menjelaskan dan menganalisis permintaan dengan penawaran agregat termasuk keseimbangannya pada perekonomian terbuka; a) Menjelaskan cangkupan pasar barang, pasar tenaga kerja dan pasar uang dengan benar; b) Menjelaskan faktor-­‐faktor yang mempengaruhi permintaan agregat (AD) dengan penawaran agregat (AS) dengan benar; c) Menjelaskan dan menganalisis keseimbangan permintaan agregat (AD) dengan penawaran agregat (AD) dalam jangka pendek maupun panjang dengan benar; d) Menjelaskan dan menganalisis perekonomian terbuka dengan benar; e) Menjelaskan dan menganalisis menganalisis permintaan dengan penawaran agregat termasuk keseimbangannya pada perekonomian terbuka dengan lingkungan pekerjaaan sebelas (11) unit eselon 1 Kemenkeu. 3. Langkah 3 : Kebijakan “Ekonomi Makro” Terintegrasi Peserta diminta untuk menjelaskan dan menganalisis kebijakan ekonomi makro yang terdiri dari kebijakan fiskal, kebijakan moneter dan kebijakan sektor riil, baik secara tersendiri (individual) maupun bersama-­‐sama (simultan atau terintegrasi) yang terkait dengan studi kasus yang akan dibahas. Pada langkah ke-­‐3, Peserta diminta menjelaskan dan menganalisis bekerjanya kebijakan ekonomi makro yang terdiri dari kebijakan fiskal, kebijakan moneter dan kebijakan sektor riil dengan benar; a) Menjelaskan dan menganalisis kebijakan fiskal dengan benar; b) Menjelaskan dan menganalisis kebijakan moneter dengan benar; c) Menjelaskan dan menganalisis kebijakan sektor riil dengan benar; d) Menjelaskan dan menganalisis keterkaitan kebijakan fiskal, kebijakan moneter dan kebijakan sektor riil dengan benar; e) Menjelaskan dan menganalisis keterkaitan kebijakan fiskal, kebijakan moneter dan kebijakan sektor riil dengan lingkungan pekerjaaan sebelas (11) unit eselon 1 Kemenkeu. 4. Langkah 4 : Penerapan Metode Evaluasi Kebijakan Terintegrasi Peserta diminta untuk menjelaskan, menganalisis dan menyelesaikan evaluasi kebijakan “ekonomi makro” terintegrasi dengan metode yang sudah teruji dan operasional. Diusulkan untuk menggunakan metode Regulatory Impact Analysis (RIA). Pada langkah ke empat (langkah penerapan metode evaluasi kebijakan terintegrasi), Peserta diminta menjelaskan, menganalisis, dan menyelesaikan evaluasi kebijakan “ekonomi makro” terintegrasi dengan metode yang sudah teruji dan operasional. a) Menjelaskan, menganalisis dan menyelesaikan konsep dan indikator ekonomi makro terkait studi kasus dengan benar; b) Menjelaskan, menganalisis dan menyelesaikan permintaan dengan penawaran agregat termasuk keseimbangannya pada perekonomian terbuka terkait studi kasus dengan benar; c) Menjelaskan, menganalisis dan menyelesaikan bekerjanya kebijakan ekonomi makro yang terdiri dari kebijakan fiskal, kebijakan moneter dan kebijakan sektor riil terkait studi kasus dengan benar; 21 d) Menjelaskan, menganalisis dan menyelesaikan bekerjanya kebijakan ekonomi makro yang terdiri dari kebijakan fiskal, kebijakan moneter dan kebijakan sektor riil pada unit eselon 1 Kemenkeu tempat Peserta bekerja dengan benar; e) Menjelaskan, menganalisis dan menyelesaikan evaluasi kebijakan “ekonomi makro” terintegrasi dengan metode yang sudah teruji dan operasional terkait studi kasus dengan benar. C. Formulir Isian Langkah Studi Kasus III Untuk menjelaskan empat (4) langkah dalam penyelesaian studi kasus secara rinci maka Peserta atau Kelompok Stusi Kasus harus mengisis formulir 1 (untuk langkah 1), saling terkait, formulir 2 (untuk langkah 2), formulir 3 (untuk langkah 3), dan formulir 4 (untuk langkah 4). Isian formulir 1 sd formulir 4 hati diisi secara secara lengkap karena saling kait mengait. Formulir 1 Studi Kasus 3 Langkah 1 (Langkah 1 : Konsep Ekonomi Makro) Hari/ Tanggal Tugas Studi Kasus Peserta diminta untuk menjelaskan dan menganalisis konsep dan indikator ekonomi makro yang terkait dengan studi kasus III. Pada langkah pertama ini, Peserta diminta untuk menjelaskan dan menganalisis konsep dan indikator ekonomi makro dengan benar NO EKONOMI MAKRO 1 Menjelaskan cangkupan ekonomi mikro vs makro 2 Menjelaskan kerangka analisis dalam ekonomi makro 3 Menjelaskan dan menganalisis indikator ekonomi makro 4 Menjelaskan dan menganalisis output dan pendapatan nasional 5 Menjelaskan dan menganalisis keterkaitan konsep dan indikator ekonomi makro dengan lingkungan pekerjaaan sebelas (11) unit eselon 1 Kemenkeu ISIAN REFERENSI 22 Formulir Studi Kasus Langkah Hari/ Tanggal Tugas Studi Kasus 2 3 2 (Langkah 2 : Keseimbangan pada Permintaan Agregat dan Penawaran Agregat) Peserta diminta untuk menjelaskan dan menganalisis permintaan vs penawaran agregat termasuk keseimbangannya pada perekonomian terbuka yang terkait dengan studi kasus III. Pada langkah kedua ini, Peserta diminta menjelaskan dan menganalisis permintaan dengan penawaran agregat termasuk keseimbangannya pada perekonomian terbuka dengan benar NO EKONOMI MAKRO 1 Menjelaskan cangkupan pasar barang, pasar tenaga kerja dan pasar uang 2 Menjelaskan faktor-­‐faktor yang mempengaruhi permintaan agregat (AD) dengan penawaran agregat (AS) 3 Menjelaskan dan menganalisis keseimbangan permintaan agregat (AD) dengan penawaran agregat (AD) dalam jangka pendek maupun panjang 4 Menjelaskan dan menganalisis perekonomian terbuka 5 Menjelaskan dan menganalisis menganalisis permintaan dengan penawaran agregat termasuk keseimbangannya pada perekonomian terbuka dengan lingkungan pekerjaaan sebelas (11) unit eselon 1 Kemenkeu ISIAN REFERENSI 23 Formulir Studi Kasus Langkah Hari/ Tanggal Tugas Studi Kasus 3 3 3 (Langkah 3 : Kebijakan “Ekonomi Makro” Terintegrasi ) Peserta diminta untuk menjelaskan dan menganalisis kebijakan ekonomi makro yang terdiri dari kebijakan fiskal, kebijakan moneter dan kebijakan sektor riil, baik secara tersendiri (individual) maupun bersama-­‐sama (simultan atau terintegrasi) yang terkait dengan studi kasus III. Pada langkah ke-­‐3, Peserta diminta menjelaskan dan menganalisis bekerjanya kebijakan ekonomi makro yang terdiri dari kebijakan fiskal, kebijakan moneter dan kebijakan sektor riil dengan benar NO EKONOMI MAKRO 1 Menjelaskan dan menganalisis kebijakan fiskal 2 Menjelaskan dan menganalisis kebijakan moneter 3 Menjelaskan dan menganalisis kebijakan sektor riil 4 Menjelaskan dan menganalisis keterkaitan kebijakan fiskal, kebijakan moneter dan kebijakan sektor riil dengan lingkungan pekerjaaan unit eselon 1 Kemenkeu tempat Peserta bekerja 5 Menjelaskan dan menganalisis keterkaitan kebijakan fiskal, kebijakan moneter dan kebijakan sektor riil secara terintegrasi ISIAN REFERENSI 24 Formulir Studi Kasus Langkah Hari/ Tanggal Tugas Studi Kasus 4 3 4 (Penerapan Metode Evaluasi Kebijakan Terintegrasi) Peserta diminta untuk menjelaskan, menganalisis dan menyelesaikan evaluasi kebijakan “ekonomi makro” terintegrasi dengan metode yang sudah teruji dan operasional. Diusulkan untuk menggunakan metode Regulatory Impact Analysis (RIA). Pada langkah ke empat (langkah penerapan metode evaluasi kebijakan terintegrasi), Peserta diminta menjelaskan, menganalisis, dan menyelesaikan evaluasi kebijakan “ekonomi makro” terintegrasi dengan metode yang sudah teruji dan operasional dengan benar NO EKONOMI MAKRO 1 Menjelaskan, menganalisis dan menyelesaikan konsep dan indikator ekonomi makro terkait studi kasus 2 Menjelaskan, menganalisis dan menyelesaikan permintaan dengan penawaran agregat termasuk keseimbangannya pada perekonomian terbuka terkait studi kasus 3 Menjelaskan, menganalisis dan menyelesaikan bekerjanya kebijakan ekonomi makro yang terdiri dari kebijakan fiskal, kebijakan moneter dan kebijakan sektor riil terkait studi kasus 4 Menjelaskan, menganalisis dan menyelesaikan bekerjanya kebijakan ekonomi makro yang terdiri dari kebijakan fiskal, kebijakan moneter dan kebijakan sektor riil pada unit eselon 1 Kemenkeu tempat Peserta bekerja 5 Menjelaskan, menganalisis dan menyelesaikan evaluasi kebijakan “ekonomi makro” terintegrasi dengan metode yang sudah teruji dan operasional terkait studi kasus (Tabel Enam Tahapan Regulatory Impact Analysis (RIA) dapat digunakan sebagai tabel check list untuk mengetahui sejauh tahapan apakah proses evaluasi suatu kebijakan dilingkungan Kemenkeu telah dijalankan) ISIAN REFERENSI 25 D. Referensi Studi Kasus III Berikut adalah beberapa sumber belajar yang dapat Peserta gunakan dalam penyelesaian studi kasus. UU dan Peraturan Perundang-­‐undangan : Undang-­‐Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal Undang-­‐Undang Nomor 32 Tahun 1997 tentang Perdagangan Berjangka Komoditi Undang-­‐Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara Undang-­‐Undang Nomor 27 Tahun 2014 Tentang APBN Tahun Anggaran 2015 Undang-­‐Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundangan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 199 tentang Penyelenggaraan Perdagangan Komoditi Berjangka Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184 PMK.01/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 123 PMK.01/2012 tentang Pedoman Penyusunan Peraturan Menteri Keuangan, Keputusan Menteri Keuangan, Peraturan Unit Organisasi Eselon 1 di Lingkungan Kementerian Keuangan Jurnal, Academic Paper danText Book: Anggito Abimanyu (Editor), 2009, Era Baru Kebijakan Fiskal : Pemikiran, Konsep dan Implementasi, Kompas, Jakarta Heru Subiantoro (Editor), 2004, Kebijakan Fiskal : Pemikiran, Konsep dan Implementasi, Kompas, Jakarta Hinsa Siahaan, 2009, Manajemen Risiko pada Perusahaan dan Birokrasi Pemerintah, Kompas Gramedia , Jakarta Hull, John C., 2009, Risk Management and Financial Institutions, Pearson Education Inc, New York Kirkpatrick, Donald L & Kirkpatrick, James D, 2008, Evaluating Training Programs, Berrett-­‐ Koehler Publishers, San Francisco Megginson, William L., 2006, Corporate Finance Theory, International Edition, Addison Wesley, New York Samuelson, Paul A, 2000, Economics, 15th Edition, Mc Graw Hill Inc, New York Sekaran, Uma, 2006, Metodologi Penelitian Untuk Bisnis Edisi 4, Salemba Empat, Jakarta Sugiyono, 2005, Metode Penelitian Bisnis, Alfabeta, Bandung Alamat Web-­‐site Kebijakan ekonomi Makro (Economics Policy) : http://www.bi.go.id/ publikasi/ survei/proyeksi_indikator-­‐makro-­‐ekonomi http://www.kemenkeu.go.id/pokok-­‐pokok-­‐ kebijakan-­‐fiskal -­‐dan-­‐postur-­‐ apbn http://www.anggaran.depkeu.go.id./dja/ http://www.hukumonline.com http://www.indonesia_investment.com http://www.icdx.co.id http://www.bbj-­‐jpx.com 26 V. PENUTUP Penulisan Analisis “Materi Diklat Terintegrasi” pada Studi Kasus di Pusdiklat KU merupakan kebutuhan yang strategik, penting, dan mendesak mengingat Pusdiklat KU harus memberikan kontribusi yang signifikan pada diklat-­‐diklat yang dijalankan. Dengan Studi Kasus materi diklat terintegrasi maka Peserta pelatihan akan diajak untuk berada di dalam situasi dimana mereka ditugaskan oleh atasannya untuk menyusun sebuah kebijakan “ekonomi makro” terintegrasi. Setelah itu, Peserta juga akan diberikan informasi kepada bahwa dalam proses menjelaskan, menganalisis dan menyelesaian studi kasus tersebut tetap menggunakan kerangka acuan program (KAP) Diklat. Pengelompokan sepuluh mata diklat pokok menjadi empat selanjutnya dapat menjadi pedoman langkah-­‐langkah penyelesaian pada studi kasus. Dalam proses penjelasan, analisis dan penyelesaian studi kasusi, empat langkah tersebut harus saling terkait, jangan sampai melewatkan satu aspek pun dalam penjelasan dan analisisnya. Terkait metode evaluasi kebijakan, regulasi atau peraturan yang telah berjalan yang efektif, efisien, dan operasional, baik kebijakan tersebut sudah ditetapkan, dalam proses penyusunan atau baru pada tahap awal perencanaan maka metode regulatory impact analysis (RIA) dapat diusulkan untuk digunakan, terutama terkait materi diklat kebijakan publik, penyusunan legal drafting, kebijakan ekonomi makro, strategi bisnis, dsb. Alasan mengapa RIA menjadi alternatif yang perlu dipelajari terkait penyusunan kebijakan “ekonomi makro” secara terintegrasi ? hal ini dikarenakan kelemahan kalangan ekonom dimana sering memandang masyarakat sebatas “konsumen” atau “produsen”. Dalam buku teks malah biasa kita temukan penyederhanaannya menjadi sekedar “supply” atau “demand”. Tabel enam tahapan Regulatory Impact Analysis (RIA) dapat digunakan sebagai tabel check list untuk mengetahui sejauh evaluasi kebijakan dilingkungan Kemenkeu telah dijalankan. Studi kasus harus disusun secara dinamis artinya Pengajar atau Fasilitator yang terdiri dari Widya Iswara Kemenkeu, Pejabat Struktural Kemenkeu, Dosen Perguruan Tinggi, Konsultan atau Pakar di bidang Terkait Diklat, perlu menyesuaikan dengan kondisi peserta yang kadang-­‐kadang berbeda dari masing-­‐masing angkatan. Pada beberapa bagian studi kasus versi pedoman untuk Pengajar atau Fasilitator diberikan *) catatan untuk Fasilitator maksudnya adalah fokus dan penugasan yang bisa disampaikan kepada Peserta dan/ atau Kempok Studi Kasus agar tujuan pembelajaran studi kasus dapat tercapai. 27