IDE BERBAHAYA DARWINIAN Share Wednesday, 05 November 2008 at 08:46 Charles Darwin mengejutkan dunia dengan teori evolusi. Bukan saja dunia ilmu pengetahuan. Ketika orang-orang mulai membicarakan implikasi dari teori evolusi, maka bisa dipastikan akan menyinggung area agama. Bukan karena Darwin di dalam teori evolusi membicarakan teologi. Namun, karena teori evolusi membicarakan tentang asalusul penciptaan makhluk hidup—tema yang secara kebetulan sama dituliskan dalam narasi agama. Celakanya, karena membicarakan tema yang sama, teori evolusinya dianggap berbahaya dan subversif bagi agama. Teori evolusi telah membuat agama menjadi resisten karena punya penjelasan yang berbeda (yang jauh lebih elegan, masuk akal, dan berdasarkan fakta) tentang asal-usul penciptaan dan keragaman makhluk hidup—khususnya spesies manusia. Teori evolusi merupakan tantangan serius bagi agama karena punya gagasan yang berbeda tentang cara Tuhan mencipta. Darwin mendaku bahwa semua bentuk kehidupan berasal dari suatu leluhur yang sama. Susunan spesies-spesies makhluk hidup bisa diterangkan melalui proses seleksi alamiah. Kelompok-kelompok spesies secara kebetulan belaka akan berbeda satu sama lain dari varietas berikutnya. Alam akan melakukan seleksi sendiri. Hanya individu-individu spesies yang mampu beradaptasilah yang akan bertahan dan melanjutkan keturunan. Melalui periode waktu yang panjang sekali, seleksi perubahan-perubahan kecil yang menguntungkan bagi penyesuaian diri yang akan menghasilkan bentuk-bentuk kehidupan baru yang berbeda dan tidak terhitung banyaknya—termasuk spesies manusia. Charles Darwin merumuskan teori evolusi dalam 2 konsep; variasi kebetulan (mutasi acak) dan seleksi alamiah. Namun, variasi yang muncul secara kebetulan, seperti yang dipahami Darwin, tidak mampu menjelaskan munculnya ciri-ciri baru dalam evolusi spesies. Darwin berasumsi bahwa ciri biologis suatu individu makhluk hidup merepresentasikan campuran ciri induknya, dan kedua induk memberi kontribusi yang kurang lebih seimbang dalam campurannya. Meskipun teori evolusi Darwin memperkenalkan pemahaman baru yang radikal tentang asal-usul dan transformasi spesies, ia sendiri tak mampu menjelaskan adanya sifat yang tetap dalam evolusi baru individu makhluk hidup. Dengan kata lain, tidak dijelaskan oleh Darwin mengapa dalam tiap generasi, saat makhluk hidup tumbuh dan berkembang, selalu bisa menunjukkan ciri tipikal spesies mereka (terdapatnya stabilitas ciri-ciri individu tertentu, misalnya kemiripan antaranggota spesies). Inilah problem serius yang diakui dan tak dapat diatasi oleh Darwin tentang ketidakmampuan teorinya menjelaskan adanya stabilitas dalam hereditas. Problem tersebut akhirnya berhasil dipecahkan oleh seorang pastur bernama Gregor Mendel, beberapa tahun sesudah penerbitan On The Origin of Species karya Darwin. Dari eksperimen yang dilakukan terhadap tanaman kacang, Mendel berkesimpulan bahwa terdapat unit-unit hereditas, yang belakang hari kemudian disebut gen, yang tidak bercampur dalam proses reproduksi, namun diwariskan dari generasi ke generasi tanpa mengubah identitas mereka. Dari temuan Mendel ini dapat disimpulkan bahwa mutasimutasi acak tidak akan hilang dalam beberapa generasi (namun akan tetap ada), untuk nantinya diperkuat ataupun dihapuskan oleh seleksi alam. Teori evolusi Darwin ini, dengan seleksi alam, dianggap ide yang berbahaya. Karena ide tersebut, menurut filsuf Daniel Dennet, secara khusus mengancam keimanan karena mengkandaskan harapan bahwa alam semesta ini tercipta dengan suatu tujuan dan alasan. Juga sekaligus menghancurkan harapan bahwa orkestra alam semesta ini dipandu oleh Sang Pencipta. Implikasi yang nyata dari ide darwinian, menurut Dennet, orang akan takut untuk melihat dengan jujur dan dengan kejernihan pikiran. Bahwa ide darwinian yang berbahaya tersebut ternyata begitu bersahaja, menakjubkan dan kedalaman yang menggemparkan dalam menjelaskan fenomena kehidupan. Evolusi kehidupan adalah proses yang bersahaja tentang kehidupan di muka bumi ini. Proses bersahaja lantaran proses kehidupan ini tidak memerlukan apapun selain dari mutasi-mutasi genetika yang acak dan seleksi alam dalam bentangan waktu panjang. Dengan kata lain, dalam menjelaskan proses kehidupan dan semesta ini, masihkah kita membutuhkan Tuhan? Aku kira tidak. Bukan kah proses kehidupan ini, dengan penjelasan darwinian, sudah sedemikian terjelaskannya. Begini lah adanya. Evolusi terjadi di dalam suatu Ruang Rancangan (Space Design) yang tidak terbatas. Ruang Rancangan tersebut antara lain terdiri dari segala yang memungkinkan bentukbentuk kehidupan—secara logis memuat setiap susunan DNA dengan segmen-segmen berupa gen-gen. Bentuk kehidupan yang mungkin berupa kombinasi-kombinasi genetik yang efektif yang mampu beradaptasi dengan lingkungan. Dengan demikian, kombinasi genetik yang mampu beradaptasi lah yang mampu berkelanjutan dan berkembang biak melalui organisme-organisme hidup mengangkut secara kebetulan. Cara berkelanjutan dan perkembangbiakan melalui proses seleksi perubahan-perubahan adaptif yang lamban (yakni di dalam organisme selama periode beberapa milyar tahun). Proses seleksi yang benar-benar buta ini dapat menghasilkan semua aneka ragam kehidupan di bumi. Termasuk juga makhluk-makhluk yang dikarunia perasaan dan kesadaran seperti manusia. Dan akhirnya kita tahu bahwa manusia (jiwa, raga dan pikirannya) ternyata hanyalah hasil rangkaian fisik yang kebetulan belaka.