peranan nadzir dalam pengelolaan dan

advertisement
PERANAN NADZIR DALAM PENGELOLAAN DAN PENGEMBANGAN
TANAH WAKAF PADA YAYASAN PENDIDIKAN ISLAM AT-TAQWA
KELURAHAN PANUNGGANGAN KECAMATAN PINANG
KOTA TANGERANG
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)
Oleh :
Samsudin
Nim : 207044100146
K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A GA M A
PROGRAM STUDI AHWAL SYAKHSHIYAH
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1432 H/ 2011 M
KATA PENGANTAR
‫ﺣﻴﻢ‬‫ﲪﻦ ﺍﻟﺮ‬‫ﺑﺴﻢ ﺍ ﷲ ﺍﻟﺮ‬
Alhamdulillahi Robbil ‘Alamin, puji syukur senantiasa penulis panjatkan ke
hadirat Allah SWT yang telah mencurahkan rahmat dan hidayah-Nya yang
teramat besar, sehingga penulis
telah dapat menyelesaikan penelitian ini.
Shalawat serta salam penulis haturkan kepada junjungan Nabi Besar Muhammad
SAW, keluarga dan para sahabatnya, serta orang-orang yang mengikuti sunahnya
sampai akhir zaman.
Rasa lelah, jenuh, stres yang dialami penulis selama ini saat ini telah sirna
seiring telah selesainya penyusunan skripsi ini. Kini yang dirasa hanyalah rasa
syukur dan bahagia yang tak terkira. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa
penelitian ini dapat terselesaikan berkat bantuan, bimbingan, arahan bahkan
dorongan dari berbagai pihak yang selama ini banyak membantu. Untuk itu pada
kesempatan ini pula penulis mengucapkan rasa terima kasih yang tiada hingga
kepada yang terhormat :
1. Prof. DR. H. Muhammad Amin Suma, MA, SH, MM selaku Dekan Fakultas
Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah.
2. DR. Yayan Sofyan, MA selaku Dosen Pembimbing Akademik.
3. Kamarusdiana, S. Ag, MH selaku Dosen Pembimbing yang tiada bosan
memberikan koreksi dan bimbingan kepada penulis dalam mengerjakan dan
menyelesaikan skripsi ini.
4. Para Dosen yang telah mencurahkan lautan ilmu, kesabaran, panutan, dan
pengalaman kepada penulis selama mengikuti perkuliahan.
5. H. Arif Rahman, S.Ag selaku Ketua Yayasan Pendidikan Islam At-Taqwa,
para pengurus, segenap dewan Guru dan para karyawan lainnya yang telah
menginspirasi penulis untuk menjadikan “para tokoh” dalam penulisan
skripsi ini.
6. Segenap Pimpinan, staf dan karyawan Perpustakaan Fakultas Syariah dan
Hukum UIN Syarif Hidayatulah.
7. Sahabat dan Teman-teman di Peradilan Agama angkatan 2005 yang telah
banyak mewarnai kehidupan penulis dengan berbagai kenangan suka dan
duka.
8. Pendamping hidup tercinta, Ain Sulastri, S.Si dan buah hati tersayang,
Ahmad Miftah Ridho dan Ahmad Fauzil Adil yang telah menjadi “sumber
energi” bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
9. Ibu Wawat Indrayanti, Amri, Indah, Wida dan seluruh rekan sejawat pada
Kantor Kementerian Agama Kota Tangerang yang tak bosan-bosan
senantiasa memberikan semangat dan dorongan moril bagi penulis.
Penulis menyadari bahwa skripsi yang telah tersusun ini masih jauh dari
sempurna. Inilah hasil maksimal yang dapat penulis persembahkan untuk diri
sendiri, keluarga dan almamater UIN Syarif Hidayatullah yang penulis cintai dan
banggakan.
Jakarta,
Juni 2011M
Rajab 1432 H
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ......................................................................................
i
DAFTAR ISI ....................................................................................................
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ..............................................................
1
B. Batasan dan Rumusan Masalah ...................................................
7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ....................................................
8
D. Metode Penelitian dan Teknik Penulisan .....................................
9
E. Review Studi Terdahulu .............................................................. 14
F. Sistematika Penulisan ................................................................. 15
BAB II
KERANGKA TEORI TENTANG WAKAF
A. Pengertian dan Dasar Hukum Wakaf........................................... 18
B. Rukun dan Syarat Wakaf ............................................................ 25
C. Macam-macam Wakaf ................................................................. 31
D. Sejarah Wakaf …………………………………………………...
33
E. Pengelolaan dan Pengembangan Wakaf Menurut Hukum Islam
Dan HukumPositif ..................................................................... 37
BAB III
GAMBARAN UMUM YAYASAN PENDIDIKAN ISLAM ATTAQWA
A. Sejarah Berdirinya Yayasan ........................................................ 47
B. Struktur Organisasi Yayasan ...................................................... 49
C. Visi dan Misi Yayasan ................................................................ 51
D. Ruang Lingkup dan Program Kerja Yayasan ............................... 52
BAB IV
PERANAN NAZHIR DALAM PENGELOLAAN
DAN
PENGEMBANGAN
WAKAF
YAYASAN
PENDIDIKAN ISLAM AT-TAQWA
A. Upaya Pengelolaan ……………………………………… ……… 61
B. Upaya Pengembangan …………………………………………… 65
C. Pemanfaatan Hasil Pengelolaan dan Pengembangan …………… 68
D. Faktor yang Menghambat dalam Pengelolaan dan Pengembangan..71
E. Analisis Penulis Tentang Pengelolaan dan Pengembangan
……... 73
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan.................................................................................. 81
B. Saran-saran ................................................................................. 83
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 85
LAMPIRAN-LAMPIRAN …………………………………………………..... 87
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Membicarakan persoalan Islam dan ekonomi, sebenarnya tidak hanya
membicarakan persoalan kemajuan atau kemunduran kehidupan yang dialami oleh
salah satu pihak (golongan agama) tertentu, melainkan turut membicarakan persoalan
kemanusiaan yang lebih luas. Indonesia sebagai salah satu negara yang memiliki
penduduk muslim terbesar, juga memiliki sejarah yang begitu panjang yang
menentukan arah maju mundurnya kehidupan kebangsaan. Tercatat mulai jaman
penjajahan kolonial sampai saat ini, menunjukkan bahwa pilihan penjajahan –baik
secara militeristik maupun kolonialisasi pemikiran dan kebudayaan- berarah dan
berujung pada penggalian potensi ekonomi yang dimiliki negeri ini.
Saat ini, Indonesia merupakan bagian dari negara besar di dunia yang struktur
ekonominya sangat timpang (terjadi kesenjangan), karena basis ekonominya yang
strategis dimonopoli oleh segelintir orang (kalangan feodalis-tradisional dan
masyarakat modern kapitalis) yang menerapkan prinsip ekonomi ribawi. Sampai saat
ini, dua kelompok tersebut masih begitu mewarnai tumbuh berkembang dan lalu
lintas perekonomian Indonesia.1
1
Achmad Djunaidi dan Thobieb Al-Asyhar, Menuju Era Wakaf Produktif, Sebuah Upaya
Progresif Untuk Kesejahteraan Umat (Jakarta, Mitra Abadi Press, 2005). h.6
Kemiskinan dan kesenjangan sosial di sebuah Negara yang kaya dengan
sumber daya alam dan mayoritas penduduknya beragama Islam, seperti Indonesia,
merupakan suatu keprihatinan. Jumlah penduduk miskin terus bertambah jumlahnya
sejak krisis ekonomi pada tahun 1997 hingga saat ini. Pengabaian atau ketidak
seriusan penanganan terhadap nasib dan masa depan puluhan juta kaum dhuafa yang
tersebar diseluruh tanah air merupakan sikap yang berlawanan dengan semangat dan
komitmen Islam terhadap persaudaraan dan keadilan sosial.
Jika kita cermati lebih jauh, ditemukan bukti-bukti empiris bahwa
pertambahan jumlah penduduk yang hidup dibawah garis kemiskinan bukanlah
karena persoalan kekayaan alam yang tidak sebanding dengan jumlah penduduk (over
population), akan tetapi karena persoalan distribusi yang kurang baik serta rendahnya
rasa kesetiakawanan diantara sesama anggota masyarakat. Lingkaran kemiskinan
yang terbentuk dalam masyarakat kita lebih banyak kemiskinan struktural sehingga
upaya mengatasinya harus dilakukan melalui upaya yang bersifat prinsipil, sistematis
dan komprehensif, bukan hanya bersifat parsial dan sporadis. 2
Islam sebagai salah satu agama yang ada di Indonesia dan merupakan agama
yang paling banyak peganutnya, sebenarnya mempunyai beberapa lembaga yang
diharapkan mampu membantu untuk mewujudkan kesejahteraan sosial, yaitu salah
satunya adalah institusi wakaf. Wakaf merupakan salah satu lembaga sosial Islam
yang erat kaitannya dengan sosial ekonomi masyarakat. Walaupun wakaf merupakan
lembaga Islam yang hukumnya sunnah, namun lembaga ini dapat berkembang
2
Ibid.,h.8
dengan baik
di beberapa
Negara muslim, seperti Saudi Arabia, Mesir, Turki,
Yordania, Qatar dan lain-lain3. Hal tersebut karena lembaga ini memang sangat
dirasakan manfaatnya bagi kesejahteraan umat.
Di Indonesia, wakaf telah dikenal dan dilaksanakan oleh umat Islam sejak
agama Islam masuk di Indonesia. Sebagai suatu lembaga Islam, wakaf telah menjadi
salah satu penunjang perkembangan masyarakat Islam. Jumlah tanah wakaf di
Indonesia sangat banyak. Menurut data yang ada di Departemen Agama Republik
Indonesia, sampai dengan tahun 2004 jumlah seluruh tanah wakaf di Indonesia
sebanyak 362.471 lokasi dengan luas 1.538.198.586 m4. Apabila jumlah tanah wakaf
tersebut dihubungkan dengan Negara yang saat ini sedang menghadapi berbagai
krisis, termasuk krisis ekonomi, sebenarnya wakaf merupakan salah satu lembaga
Islam yang sangat potensial untuk lebih dikembangkan guna membantu masyarakat
yang kurang mampu.
Sayangnya, wakaf yang jumlahnya begitu banyak, pada
umumnya pemanfaatannya masih bersifat konsumtif dan belum dikelola secara
produktif. Dengan demikian lembaga wakaf di Indonesia belum terasa manfaatnya
bagi kesejahteraan sosial.
Pemanfaatan wakaf untuk kegiatan peribadatan memang sangat baik, namun
dampak secara ekonomisnya kurang atau bahkan tidak berpengaruh positif dalam
kehidupan ekonomi umat/masyarakat. Apabila peruntukan wakaf hanya terbatas pada
3
Direktorat Bimas Islam dan penyelenggaraan
Pengembangan Tanah Wakaf, 2003, h. 15-18
4
Ibid., h.2
Haji, Pedoman Pengelolaan dan
hal-hal ibadah saja, tanpa diusahakan untuk dikembangkan menjadi wakaf yang
produktif atau berhasil guna secara ekonomi, maka kesejahteraan sosial ekonomi
umat/masyarakat yang diharapkan dari lembaga wakaf itu tidak akan dapat terealisir
secara optimal.
Wakaf merupakan lembaga Islam yang pada satu sisi berfungsi sebagai ibadah
kepada Allah dan disisi lain wakaf juga berfungsi sosial. Wakaf muncul dari suatu
pernyataan iman yang mantap dan solidaritas yang tinggi antara sesama manusia.
Oleh karenanya wakaf merupakan salah satu lembaga Islam yang dapat dipergunakan
seorang muslim untuk mewujudkan dan memelihara hubungan dengan Penciptanya,
dan hubungan manusia dengan manusia lain dalam masyarai kemudian hari bagi yang
mewakafkan, karena wakaf merupakan suatu bentuk amalan yang pahalanya terus
mengalir selama harta wakaf itu dimanfaatkan. Sedangkan dalam fungsi sosialnya
wakaf merupakan asset yang amat bernilai dalam pembangunan ummat.
Dalam pengelolaan harta wakaf, peranan Nazhir sangatlah esensial. Sebab
berfungsi atau tidaknya suatu perwakafan sangat tergantung kepada Nazhirnya,
karena Nazhir wakaf adalah pihak yang dipercayakan oleh wakif untuk menerima
harta benda wakaf dan juga untuk mengembangkan harta tersebut sesuai dengan
peruntukannya. 5
Mengingat arti penting peranan Nazhir dalam pengelolaan wakaf tersebut,
maka para imam mazhab sepakat tentang pentingnya nazhir memenuhi syarat adil dan
5
Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam, Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004
Tentang Wakaf, Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 Tentang Pelaksanaannnya, (Jakarta,
2009), hal. 3.
mampu. Adil berarti mengerjakan yang diperintah dan menjauhi yang dilarang.
Sedangkan mampu berarti kekuatan dan kemampuan seseorang mentasharrufkan apa
yang dijaganya. Dalam hal kemampuan ini dituntut sifat Taklif, yakni dewasa dan
berakal. Jika nazhir tidak memenuhi syarat adil dan mampu, hakim boleh menahan
wakaf itu dari nazhir. 6
Dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, pada pasal 9
disebutkan bahwa nazhir wakaf terbagi atas tiga bagian, yaitu nazhir perseorangan ,
nazhir organisasi dan nazhir badan hukum. Pada pasal selanjutnya disebutkan bahwa
untuk menjadi nazhir perseorangan dipersyaratkan :
a. warga Negara Indonesia;
b. beragama Islam;
c. dewasa;
d. amanah;
e. mampu secara jasmani dan rohani;
f. tidak terhalang melakukan perbuatan hukum.
Selanjutnya pada pasal 11 disebutkan tentang tugas atau kewajiban nazhir
adalah :
a. melakukan pengadministrasian harta benda wakaf;
b. mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf sesuai dengan tujuan,
fungsi dan peruntukannya;
6
Direktorat Bimas Islam dan penyelenggaraan Haji, Kumpulan Hasil Seminar Perwakafan,
2004, h. 85
c. mengawasi dan melindungi harta benda wakaf;
d. melaporkan pelaksanaan tugas kepada Badan Wakaf Indonesia.7
Dalam pengelolaan dan pengembangan tanah wakaf, nazhir baik yang
berbentuk perseorangan, organisasi maupun badan hukum dapat melakukan dan
menerapkan prinsip manajemen kontemporer dalam menjunjung tinggi dan
memegang kaidah al-maslahah (kepentingan umum) sesuai ajaran Islam, sehingga
tanah wakaf dapat dikelola secara profesional. Dengan demikian nazhir tanah wakaf
sebagai manager perlu dilakukan usaha serius dan langkah terarah dalam mengambil
kebijaksanan berdasarkan program kerja yang telah digariskan, sehingga kesan dan
anggapan dalam masyarakat bahwa pengelolaan tanah wakaf
sebagai kerja
sampingan dan asal-asalan dapat dihilangkan. 8
Namun demikian, peranan penting dan esensial dari nazhir wakaf tersebut
tidaklah selamanya mulus dalam praktek. Karena pada kenyataannya masih banyak
tanah-tanah wakaf yang belum dikelola apalagi dikembangkan dengan baik sehingga
belum dapat memberikan manfaat bagi kemaslahatan umat banyak. Hal ini bisa saja
dipengaruhi oleh berbagai faktor, mulai dari sumber daya atau kualitas para nazhir,
sosio kultural masyarakat, permodalan dan lain sebagainya.
7
Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam, Undang-Undang Nomor 41 Tentang
Wakaf, h. 7-9.
8
h. 105
Direktorat Bimas Islam dan penyelenggaraan Haji, Kumpulan Hasil Seminar Perwakafan,
Melihat realitas tersebut, kiranya menarik bagi penulis untuk meneliti lebih
lanjut bagaimana sebenarnya peranan nazhir wakaf sebagai pihak yang paling
menentukan dalam pengembangan wakaf dalam prakteknya. Untuk itulah kemudian
penulis ingin menuangkannya dalam sebuah penelitian mendalam dalam bentuk
skripsi dengan judul : “PERANAN NADZIR DALAM PENGELOLAAN DAN
PENGEMBANGAN TANAH WAKAF PADA YAYASAN PENDIDIKAN
ISLAM AT-TAQWA KELURAHAN PANUNGGANGAN KECAMATAN
PINANG KOTA TANGERANG”.
B.
Batasan dan Rumusan Masalah
Dalam penelitian ini penulis hanya membatasi bahasan masalah pada salah
satu unsur wakaf yaitu Nazhir, yang merupakan pihak yang menerima harta benda
wakaf dari Wakif untuk dikelola dan dikembangkan sesuai dengan peruntukannya 9,
dan tidak membahas mengenai unsur wakaf lainnya.
Sedangkan obyek penelitian juga dibatasi hanya pada lokasi tanah wakaf
Yayasan Pendidikan Islam At-Taqwa Kelurahan Panunggangan Kecamatan Pinang
Kota Tangerang. Hal ini karena lokasi wakaf tersebut cukup berkembang dengan
baik selama dalam pengelolaan nazhir. Dari segi pendidikan, saat ketika didirikan
hanya menyelenggarakan pendidikan non formal saja, yaitu sebuah majlis taklim, saat
ini telah menyelenggarakan berbagai pendidikan formal yaitu Taman Kanak-Kanak,
Madrasah Diniyah dan Madrasah Ibtidaiyah. Dari segi sosial kegamaan, yayasan
9
Wakaf, h.3
Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam, Undang-Undang Nomor 41 Tentang
tersebut telah berhasil mendirikan sebuah Kelompok Bimbinga Ibadah Haji. Bahkan
saat ini telah mendirikan pula sebuah biro perjalanan wisata sebagai salah satu upaya
dalam rangka produktifitas wakaf yang dikelola oleh nazhir atau pengurus yayasan.
berdasarkan beberapa indikator tersebut, maka penulis bermaksud mengetahui lebih
lanjut mengenai peranan nazhir wakaf Yayasan Pendidikan Islam At-Taqwa dalam
pengelolaan dan pengembangan wakaf tersebut.
Berkenaan dengan batasan diatas, maka penulis memberikan rumusan
masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana pengelolaan dan pengembangan tanah wakaf menurut hukum
Islam dan hukum positif ?
2. Bagaimana peranan nazhir dalam hal pengelolaan dan pengembangan tanah
wakaf pada Yayasan Pendidikan Islam At-Taqwa ?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui pengelolaan dan pengembangan tanah wakaf ditinjau dari
hukum Islam dan hukum positif.
2. Untuk mengetahui upaya/kegiatan yang dilakukan nazhir wakaf Yayasan
Pendidikan Islam At-Taqwa dalam pengelolaan dan pengembangan tanah
wakaf.
Sedangkan
manfaat penelitian dari penulisan skripsi ini adalah sebagai
berikut :
1. Secara teoritis, untuk dapat memberikan wawasan penulis agar lebih
memahami tentang tinjauan hukum Islam terhadap pengelolaan dan
pengembangan tanah wakaf.
2. Secara praktis, untuk dapat dijadikan bahan pelajaran, referensi atau paling
tidak tambahan informasi bagi mereka yang ingin mempelajari lebih dalam
lagi mengenai tinjauan hukum Islam terhadap pengelolaan dan pengembangan
tanah wakaf.
D. Metodologi Penelitian
Untuk mengetahui
dan
menjelaskan
hubungan
pokok
permasalahan
diperlukan suatu pedoman penelitian yang disebut metodologi penelitian, yaitu cara
melukiskan sesuatu dengan menggunakan pikiran secara seksama untuk mencapai
suatu tujuan.10
Dengan metodologi penelitian sebagai cara yang dipakai untuk mencari,
merumuskan dan menganalisa sampai menyusun laporan guna mencapai suatu tujuan.
Untuk mencapai sasaran yang tepat dalam penelitian ini, penulis menggunakan
metode penelitian sebagai berikut :
10
Cholid Narbuko, Abu Achmadi, Metode Penelitian, (Jakarta,Bumi Pustaka, 1997).h.23
1. Metode Pendekatan
Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan yuridis sosiologis,
yaitu suatu pendekatan yang dimaksud untuk menjelaskan masalah yang diteliti
dengan hasil penelitian yang diperoleh dalam kaitannya dengan peraturan hukum
dan melihat kehidupan dan kenyataan yang berkembang dalam masyarakat atau
dalam kenyataan.11 Dalam penelitian ini adalah peranan nazhir dalam pengelolaan
dan pengembangan wakaf.
2. Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk dalam kategori penelitian kualitatif atau disebut juga
metodologi kualitatif yang berarti prosedur penelitian yang menghasilkan data
deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang
dapat diamati. 12 Atau dapat disebut juga sebagai penelitian yang dalam
pengumpulan data dan penafsirannya tidak menggunakan rumus-rumus statistik.13
Dalam penelitian ini penulis menggunakan jenis penelitian deskriptif, yaitu
untuk memberikan data yang seteliti mungkin tentang manusia, keadaan atau
gejala lainnya. 14 Metode deskriptif ini dimaksudkan untuk memperoleh gambaran
yang baik, jelas dan dapat memberikan data seteliti mungkin tentang obyek yang
11
Hilman Hadikusumo, Metode Pembuatan Kertas Kerja atau Skripsi Ilmu Hukum,
(Bandung, Mandar Maju, 1995, Cet. Pertama), h. 63
12
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung, PT. Remaja Rosdakarya,
2004) h. 3
13
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian (Suatu Pendekatan Praktek), (Jakarta ,PT Rineka
Cipta, 2006) Cet ke-XIII (Edisi Revisi VI),h. 12
14
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum (Jakarta, UI Press, 1998) h. 58
diteliti. Dalam hal ini untuk mendeskripsikan peran nazhir dalam pengelolaan
dan pengembangan wakaf.
3. Sumber Data
Penelitian ini dilakukan dengan cara mempelajari dan menganalisa data-data
penelitian, yang dikelompokkan menjadi 3 (tiga) bagian, yaitu :
a.
Data Primer, yaitu berupa hasil wawancara dengan nazhir (pengurus
yayasan) dan pegawai yayasan, peraturan perundang-undangan yang
berkaitan dengan wakaf.
b. Data Sekunder,
yaitu data yang diambil dari hasil studi pustaka yang
bertujuan untuk memperoleh landasan teori yang bersumber dari buku
literatur dan karya ilmiah lainnya yang berkaitan dengan perwakafan.
c. Data Tersier, yaitu berupa kamus, brosur dan data lainnya yang dapat
dijadikan sumber data pendukung.
4. Metode Pengumpulan Data
a.
Penelitian Kepustakaan
Penelitian kepustakaan adalah pengumpulan data denga cara mencari,
menghimpun, mempelajari buku-buku atau sumber tertulis yang ada
kaitannya dengan permasalahan penelitian.
b. Penelitian Lapangan
Yaitu metode pengumpulan data dengan cara terjun langsung ke dalam
objek penelitian.
Dalam pengumpulan data
lapangan
ini penulis
menggunakan cara :
1. Wawancara atau interview, yaitu suatu proses Tanya jawab lisan,
dimana dua orang atau lebih berhadapan secar fisik yang satu dapat
melihat yang lain, serta mendengarkan suaranya dengan telinga
sendiri. Pedoman wawancara yang digunakan dalam penelitian ini
berdasarkan pelaksanaannnya mengacu pada interview bebas/inguided
interview dan terpimpin/guided interview, pewawancara menanyakan
kepada informan dengan pertanyaan yang telah terstruktur kemudian
satu persatu diperdalam mengorek keterangan lebih lanjut. Keduanya
dipadukan penulis bahwa beliau sedang interview, hal ini sengaja
dilakukan untuk menciptakan suasana interview yang lebih santai
tetapi terarah.15
2. Observasi, yaitu meneliti sesuatu dengan menggunakan pengamatan
meliputi
kegiatan
penelitian
terhadap
suatu
objek
dengan
menggunakan seluruh alat indera.
3. Dokumentasi yaitu mengumpulkan data-data di lapangan yang
dilakukan dengan cara mencatat, merangkum data tertulis yang ada di
15
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek, h. 145-146
lokasi
penelitian.
Dalam
menggunakan
teknik
ini
penulis
menggunakan benda-benda tertulis seperti buku-buku, dokumen,
peraturan-peraturan dan sebagainya.
5. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunaka model analisis isi, yang
dalam penerapannya harus didasarkan pada dua aspek penting, yaitu data
(dokumen, naskah dan literatur) adalah produk dari dialektika sejarah, dan
akibatnya, data tidak dapat dipisahkan dari konteks kesejarahan dimana dan kapan
data tersebut diproduksi. 16
Dalam analisis data dilakukan proses pengumpulan data. Setelah terkumpul
kemudian data direduksi artinya diseleksi, disederhanakan, dipilah data untuk
kemudian diambil data yang relevan dengan penelitian. Selanjutnya diadakan
penyajian data secara sistematis yaitu rakitan organisasi informasi atau data
sehingga memungkinkan untuk ditarik kesimpulan berdasar kumpulan data
tersebut.
Adapun dalam teknis penulisan skripsi ini, penulis berpedoman pada “Buku
Pedoman Penulisan Skripsi – Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta” yang disusun tim penulis Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
16
Djawahir Hejazziey dkk, Buku Pedoman Penulisan Skripsi, (Jakarta, Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Fakultas Syariah dan Hukum, 2007). H.29
E. Review Studi Terdahulu
1. Efektivitas Pengelolaan dan Pemanfaatan Harta Wakaf (Studi Kasus di Pondok
Pesantren Al-Hamidiyah-Depok)” oleh Rinawati, Fakultas Syariah dan Hukum,
2005. Dalam skripsi ini membahas tentang bentuk pengelolaan harta wakaf di
Pondok Pesantren Al-Hamidiyah, sudah sesuaikah dengan yang dicita-citakan
wakif ketika mewakafkan harta wakafnya sebelum wafat, dan apakah manfaat
harta wakaf tersebut dapat dirasakan oleh pengurus, santri, maupun masyarakat
sekitar.
2. “Sistem Pengelolaan Tanah Wakaf di Wilayah KUA Jagakarsa Jakarta
Selatan”.Oleh Sri Utami Nengsih, Fakultas Syariah dan Hukum, 2005. Dalam
skripsi ini membahas permasalahan mengenai pengelolaan tanah wakaf,
prosedur/tata cara perwakafan, dan manfaat tanah wakaf bagi masyarakat
sekitar di Wilayah KUA Jagakarsa.
3. “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pengelolaan dan Pengawasan Tanah Wakaf
(Studi di KUA Karang Tengah – Ciledug)”. Oleh Imam Saputra, Fakultas
Syariah dan Hukum, 2009. Dalam skripsi ini membahas permasalahan
mengenai pengelolaan tanah wakaf, prosedur/tata cara perwakafan, pengawasan
oleh KUA Kecamatan, dan manfaat tanah wakaf bagi masyarakat sekitar di
Wilayah KUA Kecamatan Karang Tengah – Ciledug.
Dari ketiga penelitian yang telah dilakukan sebelumnya dapat
disimpukan bahwa permasalahan yang menjadi bahan penelitian adalah pada
peruntukan harta benda wakaf, manfaat dari harta wakaf bagi masyarakat,
pengelolaan harta wakaf, prosedur/tata cara perwakafan, dan pengawasan oleh KUA
Kecamatan. Sementara hal yang membedakan penelitian yang penulis lakukan kali ini
adalah menekankan pada peranan nazhir, tidak hanya dalam hal pengelolaan harta
wakaf, namun juga bagaimana upaya pengembangan tanah wakaf yang dilakukan
menuju kearah produktifitas wakaf. Selain itu juga membahas
bagaimana
pemanfaatan hasil dari pengelolaan dan pengembangan tersebut, dan juga hal-hal
yang menjadi kendala/permasalahan yang dihadapi nazhir dalam hal pengelolaan dan
pengembangan wakaf tersebut.
Jadi penelitian ini tidak lagi membahas peruntukan harta wakaf,
prosedur/tata cara perwakafan dan pengawasan yang dilakukan KUA
Kecamatan sebagaimana pada penelitian terdahulu diatas.
F.
Sistematika Penulisan.
Agar penulisan karya ilmiah ini lebih fokus dan sistematis, maka penulis
mengklasifikasikannya dengan membagi kedalam beberapa bab pembahasan.
BAB I :
Berisi pendahuluan yang memberikan gambaran umum menyeluruh
diawali dengan latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan
masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika
penulisan.
BAB II : Gambaran umum tentang wakaf menurut hukum Islam dan hukum positif.
Dalam bab ini berisi : Pengertian wakaf dan dasar hukumnya, Rukun
wakaf dan Syarat-syaratnya, Macam-macam wakaf, Sejarah Wakaf,
pengelolaan dan pengembangan wakaf.
BAB III : Gambaran umum Yayasan Pendidikan Islam At-Taqwa Kelurahan
Panunggangan Kecamatan Pinang Kota Tangerang. Pada bab ini akan
dibahas tentang gambaran umum Yayasan Pendidikan Islam At-Taqwa
yang meliputi sejarah berdirinya Yayasan, struktur organisasi, Visi dan
Misi, ruang lingkup dan program kerja Yayasan wakaf At-Taqwa
Kelurahan Panunggangan Kecamatan Pinang Kota Tangerang.
BAB IV : Bab ini merupakan pokok bahasan yang menjelaskan dan menganalisa
data mengenai: upaya-upaya yang dilakukan nazhir wakaf Yayasan
Pendidikan Islam At-Taqwa dalam hal pengelolaan dan pengembangan
tanah wakaf, upaya-upaya yang dilakukan nazhir wakaf Yayasan
Pendidikan Islam At-Taqwa dalam pemanfaatan hasil pengelolaan dan
pengembangan tanah wakaf Yayasan Pendidikan Islam At-Taqwa, faktorfaktor yang menghambat dalam hal pengelolaan dan pengembangan tanah
wakaf Yayasan Pendidikan Islam At-Taqwa serta analisis penulis tentang
peranan nazhir wakaf Yayasan Pendidikan Islam At-Taqwa dalam hal
pengelolaan dan pengembangan tanah wakaf Yayasan Pendidikan Islam
At-Taqwa.
BAB V : Merupakan bab penutup yang berisi kesimpulan dan saran-saran serta
dilengkapi daftar pustaka dan lampiran-lampiran yang dianggap penting.
BAB II
KERANGKA TEORI TENTANG WAKAF
A. Pengertian Wakaf dan Dasar Hukum Wakaf
1.
Pengertian Wakaf
Kata “Wakaf” atau “Wacf” berasal dari bahasa Arab. Asal kata “Waqofa”
yang berarti “Menahan” atau “diam di tempat” atau “Tetap berdiri”. Kata “WAQOFA
– YAQIFU – WAQFAN “
(
‫وﻗﻔﺎ‬- ‫ ) وﻗﻒ – ﯾﻘﻒ‬sama artinya dengan “HABASA –
YAHBISU – HABSAN” ( ‫ﺣﺒﺲ – ﯾﺤﺒﺲ – ﺣﺒﺴﺎ‬
) .17 Oleh karena itu, tempat parkir
disebut mauqif, karena disitulah berhentinya kendaraan, demikian juga padang
Arafah disebut juga Mauqif dimana para jamaah berdiam untuk wukuf .18
Sedang wakaf dan habas adalah kata benda dan jamaknya adalah awqaf,
ahbas dan mahbus. Dalam kamus Al-Wasith dinyatakan bahwa alhabsu artinya alman’u (mencegah atau melarang) dan al-imsak (menahan) seperti dalam kalimat
habsu as-syai’ (menahan sesuatu). Waqfuhu la yuba’ wala yurats (wakafnya tidak
dijual dan tidak diwariskan). Dalam wakaf rumah dinyatakan : Habasaha fi sabilillah
( mewakafkannya dijalan Allah SWT).
Kesimpulannya, baik al-habsu maupun al-waqf sama-sama mengandung
makna al-imsak (menahan), al-man’u (mencegah atau melarang) dan at-tamakkust
(diam). Disebut menahan karena wakaf ditahan dari kerusakan, penjualan dan semua
17
Suparman Usman, Hukum Perwakafan di Indonesia (Jakarta, Darul Ulum Press, 1999) h.
23
18
Achmad Djunaidi dan Thobieb Al-Asyhar, Menuju Era Wakaf Produktif, Sebuah Upaya
Progresif Untuk Kesejahteraan Umat, ( Jakarta, Mitra Abadi Press, 2006), h. iii
tindakan yang tidak sesuai dengan tujuan wakaf. Dikatakan menahan, juga karena
manfaat dan hasilnya ditahan dan dilarang bagi siapapun selain dari orang-orang yang
termasuk berhak atas wakaf tersebut .19 Demikian pula dalam kamus Arab-Melayu
disebutkan bahwa kata “al-habsu”
yang berasal dari “habasa-yahbisu-habsan”
berkembang menjadi “habbasa”, yang berarti “menahan” dan “mencegah”.20
Pengertian wakaf menurut istilah antara lain dapat dikemukakan beberapa
pengertian sebagai berikut:21
‫ ﺣﺒﺲ اﻻﺻﻞ وﺗﺴﺒﯿﻞ اﻟﺜﻤﺮة اي ﺣﺒﺲ اﻟﻤﺎل وﺻﺮف ﻣﻨﺎﻓﻌﮭﺎ ﻓﻲ ﺳﺒﯿﻞ اﷲ‬: ‫َ ِوﻓﺎﻟَﺸْﺮِع‬
“Wakaf
menurut Syara’: yaitu menahan dzat (asal) benda dan
mempergunakan hasilnya, yakni menahan benda dan mempergunakan
manfaatnya dijalan Allah (sabilillah).”
Menurut Ali bin Muhammad Al-Jurjani (1883 : 253) sebagai berikut :
‫وﻓﻲ اﻟﺸﺮع ﺣﺒﺲ اﻟﻌﯿﻦ ﻋﻠﻰ ﻣﻠﻚ اﻟﻮاﻗﻒ واﻟﺘﺼﺪ ق ﺑﺎﻟﻤﻨﻔﻌﺔ‬
“Menurut istilah syara’, wakaf adalah menahan dzat suatu benda dalam pemilikan
si wakif dan memanfaatkan (mempergunakan) manfaatnya”.
Menurut Imam Taqiyudin :
‫ﺣﺒﺲ ﻣﺎل ﯾﻤﻜﻦ اﻹﻧﺘﻔﺎع ﺑﮫ ﻣﻊ ﯾﻘﺎء ﻋﯿﻨﮫ ﻣﻤﻨﻮع ﻣﻦ اﻟﺘﺼﺮف ﻓﻰ ﻋﯿﻨﮫ ﺗﺼﺮف ﻣﻨﺎ ﻓﻌﮫ‬
‫ﻓﻲ اﻟﺒﺮ ﺗﻘﺮﺑﺎ اﻟﻰ اﷲ ﺗﻌﺎﻟﻰ‬
19
Mundzir Qahaf, Manajemen Wakaf Produktif, (Jakarta, Khalifa,2007) h.44-45
20
Muhammad Fadhillah dan B. Th. Brondgeest, Kamus Arab-Melayu, jilid.I, (Weltevreden:
Balai Pustaka, 1925), h.116-117.
21
Usman, Hukum Perwakafan di Indonesia,. h. 23-25
“Menahan harta yang dapat diambil manfaatnya serta tetap zat harta
tersebut, dan tidak boleh mentasarrufkannya. Manfaat benda tersebut, harus
dipergunakan untuk kebaikan dalam rangka mendekatkan kepada Allah
SWT”
Batasan mengenai wakaf
banyak sekali dijumpai dalam kitab-kitab fikih
klasik. Sayyid Sabiq dalam Fiqh Sunnah menyatakan : menurut istilah syara’ wakaf
berarti menahan harta dan memberikan manfaatnya dijalan Allah SWT .22
Muhammad
Jawad
Mughniyah
dalam
bukunya
aql-Ahwalus-Syakhsiyah
menyebutkan bahwa wakaf ialah :
“Suatu bentuk pemberian yang menghendaki penahanan asal harta dan
mendermakan hasilnya pada jalan yang manfaat”.23
Menurut Abu Hanifah, wakaf adalah menahan suatu benda yang menurut
hukum, tetap milik si wakif dalam rangka mempergunakan manfaatnya untuk
kebajikan. Berdasarkan definisi itu maka pemilikan harta wakaf tidak lepas dari si
wakif, bahkan ia dibenarkan menariknya kembali dan boleh menjualnya atau
mewariskannya. Jadi yang timbul dari wakaf adalah “menyumbangkan manfaat” saja.
Menurut mazhab Maliki, bahwa wakaf itu tidak melepaskan harta yang
diwakafkan dari kepemilikan wakif. Pemilik harta menahan benda itu dari
penggunaan secara pemilikan, tetapi membolehkan pemanfaatan hasilnya untuk
tujuan kebaikan, yaitu pemberian manfaat benda secara wajar sedang benda itu tetap
22
Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, (Bandung: Al-Ma’arif, 1987), Juz IV, h.148.
23
Abdul Halim, Hukum Perwakafan di Indonesia, (Ciputat Press, 2005) h. 8-9
menjadi milik si wakif.
Perwakafan itu berlaku untuk suatu masa tertentu, dan
karenanya tidak boleh disyaratkan sebagai wakaf kekal (selamanya). 24
Menurut mazhab Syafii dan Hambal, wakaf adalah melepaskan harta yang
diwakafkan dari kepemilikan wakif, setelah sempurna prosedur perwakafan. Wakif
tidak boleh melakukan apa saja terhadap harta yang diwakafkan, teremasuk
mewariskannya. Wakif menyalurkan manfaat
harta yang diwakafkannya kepada
mauquf alaih sebagai sedekah yang mengikat. Atau dengan kata lain, tidak
melakukan suatu tindakan atas suatu benda, yang berstatus sebagai milik Allah SWT,
dengan menyedekahkan manfatnya kepada suatu kebajikan. 25
Sementara dalam Undang-undang Nomor 41 tahun 2004 tentang wakaf dalam
pasal 1 dijelaskan bahwa pengertian wakaf adalah “perbuatan hukum wakif untuk
memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda
miliknya untuk
dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan
kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut
syari’ah. 26
Dari paparan mengenai pengertian wakaf, secara menyeluruh dapat
disimpulkan mengenai ruang lingkup wakaf yaitu :
24
Direktorat Pengembangan Zakat dan Wakaf, Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat
Islam dan Penyelenggaraan Haji, Fiqih Wakaf, (Jakarta, Dirjen Bimas Islam dan Penyelenggaraan
Haji, 2005), h. 3
25
26
Ibid,. hal. 3
Departemen Agama RI Direktorat Jenderal Bimas Islam dan penyelenggaraan Haji,
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 41 Tentang Wakaf, (Jakarta, Dirjen Bimas Islam dan
Penyelenggaraan Haji, 2005) h. 3.
a). Menahan harta untuk dikonsumsi atau dipergunakan secara pribadi;
b). Definisi wakaf ini mencakup harta, baik berupa benda bergerak, tidak
bergerak, maupun uang;
c). mengandung pengertian melestarikan harta dan menjaga keutuhannya,
sehingga memungkinkan untuk dimanfaatkan secara langsung atau
diambil manfaat hasilnya secara berulang-ulang;
d). berulang-ulangnya manfaat dan kelanjutannya baik yang berlangsung
lama, sebentar maupun selamanya;
e). menghasilkan manfaat langsung dari harta atau benda yang diwakafkan,
mencakup juga wakaf produktif yang memberi manfaat dari hasil
produksinya;
f). mencakup jalan kebaikan umum keagamaan, social dan sebagainya, juga
mencakup kebaikan khusus yang dimanfaatkan untuk kebaikan keluarga
wakif;
g). mencakup pengertian wakaf menurut fikih dan perundang-undangan,
bahwa wakaf tidak terjadi kecuali dengan keinginan wakif;
h). mencakup pentingnya penjagaan harta wakaf. 27
2.
Dasar Hukum Wakaf Menurut Syari’at Islam
Secara khusus tidak ditemukan nash al-Qur’an maupun hadits yang secara
tegas menyebutkan dasar hukum yang melegitimasi dianjurkannya wakaf. Tetapi
27
Mundzir Qohar, Manajemen Wakaf Produktif , (Jakarta.Khalifa, 2007). h. 53-55.
secara umum banyak ditemukan ayat-ayat al-Qur’an dan hadits yang menganjurkan
agar orang yang beriman
mau menyisihkan sebagian dari kelebihan hartanya
digunakan untuk proyek produktif bagi masyarakat.28
Dasar disyariatkannya ibadah wakaf dapat kita lihat dari beberapa ayat AlQuran dan hadits Nabi SAW, antara lain :
.               
(٩٢:٣ /‫)ال ﻋﻤﺮان‬
Artinya : “Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan yang sempurna,
sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai.
Dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah
Maha Mengetahui.” (QS. Ali ‘Imran/3 : 92)
Selain itu firman Allah SWT mengenai wakaf dalam surat Al-Baqarah: 267,
      
        
             
(٢٦٧: ٢/‫ )اﻟﺒﻘﺮة‬.   
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah)
sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa
yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu
memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan dari padanya,
28
Direktorat Pengembangan Zakat dan Wakaf, Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat
Islam dan Penyelenggaraan Haji, Wakaf Tunai Dalam Perspektif Hukum Islam, ( Jakarta, Dirjen Bimas
Islam dan Penyelenggaraan Haji, 2005). H. 22.
padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan
memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha
Kaya Lagi Maha Terpuji”. (QS. Al-Baqarah/2: 267)
Adapun dalil-dalil hadits khusus tentang disyariatkannya wakaf, diantaranya
adalah hadist riwayat Imam Muslim dari Ibnu Umar r.a :
‫ ﻓَﺄ ﺗَﻰ اﻟﻨﱢِﺒﻲﱢ ﺻَﻠَﻰ اﻟﻠﱡﮫ‬،‫ أَﺻَﺎبَ ﻋُﻤَﺮُ ﺑِﺨَﯿْﺒَﺮَ اَرْﺿًﺎ‬:َ‫ﻋَﻦْ اﺑْﻦِ ﻋُﻤَﺮَرَﺿِﻲَ اﷲ ﻋَﻨْﮭُﻤَﺎ ﻗَﺎل‬
َ‫ إِنْ ﺷِﺌْﺖ‬:َ‫ ﻓَﻜَﯿْﻒَ ﺗَﺄْﻣُﺮُﻧِﻲ ﺑِﮫِ؟ ﻗَﺎل‬،ُ‫ أَﺻَﺒْﺖُ أَرْﺿﺎًﻟﻢْ أُﺻِﺐْ ﻣَﺎﻻً ﻗَﻂﱡ أَﻧْﻔَﺲَ ﻣِﻨْﮫ‬:َ‫ﻋَﻠَْﯿﮫِ وَﺳَﻠﱠﻢَ ﻓَﻘَﺎل‬
ِ‫ ﻓَﺘَﺼَﺪﱠقَ ﻋُﻤَﺮُ أَﻧﱠﮫُ ﻻَﯾُﺒَﺎ عُ أَﺻْﻠُﮭَﺎ وﻻَﯾُﻮْھَﺐُ وَﻻَﯾُﻮْرَثُ ﻓِﻰ اْﻟﻔُﻘَﺮَآء‬.‫ﺣَﺒﱠﺴْﺖَ اَﺻْﻠَﮭَﺎ وَ ﺗَﺼَﺪﱠﻗْﺖَ ﺑِﮭَﺎ‬
‫ ﻻَ ﺟُﻨَﺎحَ ﻋَﻠَﻰ ﻣَﻦْ وَﻟِﯿَﮭَﺎ اَن ﯾَﺄﻛُﻞَ ﻣِﻨْﮭَﺎ‬،ِ‫وَاﻟْﻘُﺮْﺑَﻰ وَ اﻟﺮﱠﻗََﺎبِ وَ ﻓِﻲ ﺳَﺒِﯿْﻞِ اﷲِ وَاﻟﻀﱠﯿْﻒِ وَاﺑْﻦِ اﻟﺴﱠﺒِﯿْﻞ‬
(٧٤/٥ ‫ )رواه ﻣﺴﻠﻢ‬.ِ‫ﺑِﺎﻟْﻤَﻌْﺮُوْفِ أَوْ ﯾُﻄْﻌِﻢَ ﺻَﺪِﯾْﻘًﺎ ﻏَﯿْﺮَ ﻣُﺘَﻤَﻮﱠ لٍ ﻓِﯿْﮫ‬
Artinya : “Umar mempunyai tanah di Khaibar, kemudian ia datang kepada
Rasulullah SAW meminta untuk mengolahnya, sambil berkata:“Ya
Rasulullah, aku memiliki sebidang tanah di Khaibar. Tetapi aku
belum mengambil manfaatnya, bagaimana aku harus berbuat?.
Rasululluah bersabda : “Jika engkau menginginkannya tahanlah
tanah itu dan shadaqahkan hasilnya. Tanah tersebut tidak boleh
dijual atau diperjualbelikan, dihibahkan atau diwariskan. Maka ia
(Umar) menshadaqahkan kepada fakir miskin, karib kerabat,
budak belian, dan Ibnu Sabil. Tidak berdosa bagi orang yang
mengurus
harta
tersebut
untuk
menggunakan
sekedar
keperluannya tanpa maksud memiliki harta itu.” (HR. Muslim:
5/74)29
29
Imam Muslim, Shahih Muslim, (Maktabah Daar Ihya al-Kutub) tt, Juz II, h. 14
B. Rukun dan Syarat Wakaf
Kendati para Imam Mujtahid berbeda pendapat
dalam memberikan
pandangan terhadap institusi wakaf, namun semuanya sependapat bahwa untuk
membentuk lembaga wakaf diperlukan rukun dan syarat-syarat, walaupun mereka
juga berselisih pendapat mengenai jumlah rukun dan syarat tersebut.
Menurut ulama mazhab Hanafi, rukun wakaf itu hanya satu, yakni akad yang
berupa ijab (pernyataan dari wakif). Sedangkan Qobul (pernyataan menerima wakaf)
tidak termasuk rukun, disebabkan akad tidak bersifat mengikat. Sedangkan menurut
jumhur ulama dari mazhab Syafi’i , Maliki dan Hambali bahwa rukun wakaf ada
empat : 1) wakif (yang mewakafkan), 2) mauquf ‘alaih (orang yang menerima
wakaf), 3). Mauquf ( benda yang diwakafkan) dan 4). Sighat 30
Dalam Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf dibahas pula
mengenai rukun dan syarat wakaf.
Pada pasal 6 disebutkan bahwa wakaf
dilaksanakan dengan memenuhi unsur wakaf sebagai berikut: Wakif, Nazhir, Harta
Benda Wakaf, Ikrar Wakaf, Peruntukkan Harta Benda Wakaf, Jangka Waktu
Wakaf. 31
Sedangkan pembahasan seputar syarat-syarat wakaf diatur pada bagian-bagian
berikutnya.
30
31
Abdul Halim, Hukum Perwakafan di Indonesia, h. 16-17
Departemen Agama RI Direktorat Jenderal Bimas Islam dan penyelenggaraan Haji,
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 41 Tentang Wakaf, ( Jakarta, Dirjen Bimas Islam dan
Penyelenggaraan Haji, 2005) h. 5-6.
1. Wakif
Wakif adalah pihak yang mewakafkan harta benda miliknya. (pasal 1
BAB I Ketentuan Umum). Wakif meliputi; Perseorangan, Organisasi, Badan
Hukum. (Pasal 7)
Wakif perseorangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 huruf (a)
hanya dapat melakukan wakaf apabila memenuhi persyaratan: Dewasa,
Berakal sehat, Tidak terhalang melakukan perbuatan hukum, dan Pemilik sah
harta benda wakaf. (Pasal 8 ayat 1)
Wakif organisasi sebagaiman dimaksud dalam pasal 7 huruf (b) hanya
dapat melakukan wakaf apabila memenuhi ketentuan organisasi untuk
mewakafkan harta benda wakaf milik organisasi sesuai dengan anggaran dasar
organisasi yang bersangkutan. (pasal 8 ayat 2)32
2. Nazhir
Nazhir adalah pihak yang menerima harta benda wakaf dari wakif
untuk dikelola dan dikembangkan sesuai dengan peruntukannya. (pasal 1
BAB I Ketentuan Umum).
Nazhir mempunyai tugas yaitu: Melakukan pengadministrasian harta
benda wakaf, Mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf sesuai
dengan tujuan fungsi dan peruntukannya, Mengawasi dan melindungi harta
benda wakaf, Melaporkan pelaksanaan tugas kepada Badan Wakaf Indonesia
32
Ibid,. h. 6
(pasal 11 Bagian Kelima tentang Nazhir, BAB II Dasar- dasar wakaf). Nazhir
meliputi: Perorangan, Organisasi, dan Badan Hukum (Pasal 9 ayat 5)
Perseorangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 huruf (a) hanya
dapat menjadi nazhir apabila memenuhi persyaratan: Warga Negara
Indonesia, Beragama Islam, Dewasa, Amanah, Mampu secara jasmani dan
rohani, dan Tidak terhalang melakukan perbuatan hukum. (pasal 10 ayat 1)33
Organisasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 huruf (b) hanya dapat
menjadi nazhir apabila memenuhi persyaratan : Pengurus organisasi yang
bersangkutan memenuhi persyaratan nazhir perseorangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1); dan Organisasi yang bergerak di bidang sosial,
pendidikan, kemasyarakatan dan atau keagamaan Islam. (pasal 10 ayat 2)
Badan hukum sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 huruf (c) hanya
dapat menjadi nazhir apabila memenuhi persyaratan :
a) Pengurus badan hukum yang bersangkutan memenuhi persyaratan
nazhir perseorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1); dan
b) Badan hukum Indonesia yang dibentuk sesuai dengan peraturan
perundang- undangan yang berlaku; dan
c) Badan hukum yang bersangkutan bergerak di bidang sosial,
pendidikan, kemasyarakatan, dan atau keagamaan Islam. (pasal 10
ayat 3).
33
Ibid,. h.8
3. Harta Benda Wakaf
Harta benda wakaf adalah harta benda yang memiliki daya tahan lama
dan atau jangka panjang serta mempunyai nilai ekonomi menurut syari’ah
yang diwakafkan oleh wakif. (pasal 1 BAB I Ketentuan Umum) 34
Harta benda wakaf hanya dapat diwakafkan apabila dimiliki dan
dikuasai oleh wakif secara sah, (pasal 15 Bagian Keempat)
Harta benda wakaf terdiri dari : Benda tidak bergerak, Benda bergerak
(Pasal 16 ayat 1) . Benda tidak bergerak sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a meliputi :
a). Hak atas tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan
yang berlaku baik yang sudah maupun yang belum terdaftar;
b). Bangunan atau bagian bangunan yang terdiri di atas tanah sebagaimana
dimaksud pada huruf (a)
c). Tanaman dan benda satuan rumah susun sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang- undangan yang berlaku;
d). Benda tidak bergerak lain sesuai dengan ketentuan syari’ah dan
peraturan perundang- undangan yang berlaku. (pasal 16 ayat 2)
Benda bergerak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah
harta benda yang tidak bisa habis karena dikonsumsi, meliputi: Uang,
Logam mulia, Surat berharga, Kendaraan, Hak atas kekayaan intelektual,
34
Ibid,. h. 4
Hak sewa, dan Benda bergerak lain sesuai dengan ketentuan syari’ah dan
peraturan perundang- undangan yang berlaku. (pasal 16 ayat 3)35
4. Ikrar Wakaf
Ikrar wakaf adalah pernyataan kehendak wakif yang diucapkan secara
lisan dan/ atau tulisan kepada nazhir untuk mewakafkan harta benda
miliknya. (pasal 1 BAB I Ketentuan Umum).
Ikrar wakaf dilaksanakan oleh wakif kepada nazhir dihadapan PPAIW
dengan disaksikan oleh 2 (dua) orang saksi. (pasal 17 ayat 1 Bagian
Ketujuh tentang Ikrar Wakaf).
Ikrar wakaf sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan secara
lisan dan/atau tulisan serta dituangkan dalam akta ikrar wakaf oleh PPAIW.
(pasal 17 ayat 2).
Dalam hal wakif tidak dapat menyatakan ikrar wakaf secara lisan atau
tidak dapat hadir dalam pelaksanaan ikrar wakaf karena alasan yang
dibenarkan oleh hukum, wakif dapat menunjuk kuasanya dengan surat
kuasa yang diperkuat oleh 2 (dua) orang saksi. (pasal 18)
Untuk dapat melaksanakan ikrar wakaf, wakif atau kuasanya
menyerahkan surat dan/ atau bukti kepemilikan atas harta benda wakaf
kepada PPAIW. (pasal 19)
Saksi dalam ikrar wakaf harus memenuhi persyaratan : (pasal 20)
Dewasa,
35
Ibid., h. 10
Beragama Islam, Berakal sehat, Tidak terhalang melakukan
perbuatan hukum. Ikrar wakaf dituangkan dalam akta ikrar wakaf. (pasal
21 ayat 1)36
Akta Ikrar wakaf sebagaimana dimaksud pada ayat 1 paling sedikit
memuat: (pasal 21 ayat 2) Nama dan Identitas wakif, Nama dan Identitas
nazhir, Data dan Keterangan harta benda wakaf, Peruntukan harta benda
wakaf, Jangka waktu wakaf.
5. Peruntukan Harta Benda Wakaf
Dalam rangka mencapai tujuan dan fungsi wakaf (sebagaimana yang
tercantum dalam pasal 4 dan 5, BAB II Dasar-dasar Wakaf Bagian Kedua
Tentang Tujuan dan Fungsi Wakaf), harta benda wakaf hanya dapat
diperuntukan bagi: sarana dan kegiatan ibadah, sarana dan kegiatan
pendidikan serta kesehatan, bantuan kepada fakir miskin, anak terlantar,
yatim piatu, bea siswa, kemajuan dan peningkatan ekonomi umat, dan/atau
kemajuan kesejahteraan umum lainnya yang tidak bertentangan dengan
syariah dan peraturan perundang-undangan. (Pasal 22 Bagian Kedelapan
Peruntukan Harta Benda Wakaf) 37
Penetapan peruntukan harta benda wakaf sebagaimana dimaksud
dalam pasal 22 dilakukan oleh wakif pada pelaksanaan ikrar wakaf. (pasal
23 ayat 1)
36
Ibid. h.13
37
Ibid., h. 14
Dalam hal wakif tidak menetapkan peruntukan harta benda wakaf,
nazhir dapat menetapkan peruntukan harta benda yang dilakukan sesuai
dengan tujuan dan fungsi wakaf. (pasal 23 ayat 2)
6. Jangka Waktu Wakaf
Mengenai jangka waktu wakaf tidak ditemukan pembahasan yang
lebih mendetail baik dalam UU Wakaf No. 41 tahun 2004 atau dalam
Peraturan Pemerintah No. 42 tahun 2006 tentang pelaksanaan UU Wakaf.
C. Macam-macam Wakaf dan Fungsinya
Wakaf yang dikenal dalam syari’at Islam, dilihat dari penggunaan/yang
memanfaatkan harta benda wakaf terbagi dua :
1). Wakaf Ahli/Dzurry
Wakaf ahli yang terkadang juga disebut dengan wakaf ‘alal aulad yaitu
wakaf yang diperuntukkan bagi kepentingan dan jaminan sosial dalam
lingkungan keluarga/family, lingkungan kerabat sendiri. 38 Atau wakaf yang
ditujukan kepada orang-orang tertentu, seorang atau lebih, keluarga si wakif atau
bukan. 39 Atau dalam pengertian lain adalah wakaf yang diperuntukkan bagi
38
39
Usman, Hukum Perwakafan di Indonesia h. 35.
Direktorat Pengembangan Zakat dan Wakaf, Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat
Islam dan Penyelenggaraan Haji, Fiqih Wakaf, ( Jakarta, Dirjen Bimas Islam dan Penyelenggaraan
Haji, 2005) h. 14.
jaminan sosial dalam lingkungan keluarga sendiri dengan syarat dipakai sematamata untuk kebaikan dan berlaku selama-lamanya.40
Wakaf ahli adalah wakaf yang dikhususkan oleh yang berwakaf untuk
kerabatnya, seperti anak, cucu, saudara dan ibu bapaknya. Wakaf ini bertujuan
untuk membela nasib mereka. Dalam konsepsi Islam, seseorang yang hendak
mewakafkan sebagian hartanya sebaiknya lebih dahulu melihat kepada sanak
family, bila ada diantara mereka yang sedang membutuhkan pertolongannya.
Maka wakaf lebih afdhal (lebih baik) diberikan kepada mereka yang
membutuhkan. Demikian yang Rosul nasehatkan kepada Abu Thalhah dalam
hadits diatas.
Di beberapa Negara tertentu, seperti Mesir, Turki, Maroko dan ljazair
tanah wakaf untuk keluarga telah dihapuskan, karena pertimbangan berbagai
segi, tanah-tanah wakaf bentuk ini tidak produktif. 41
Demikian pula dalam konteks hukum positif di Indonesia, wakaf ahli
inipun tidak diakomodir dalam berbagai aturan perundang-undangan tentang
wakaf, termasuk pula dalam Kompilasi Hukum Islam dan yang terakhir Undangundang Nomor 41 tahun 2004 tentang wakaf. Rupanya para pakar hukum dan
pembuat undang-undang di Indonesiapun telah bersepakat untuk menghapuskan
40
Abdul Halim, Hukum Perwakafan di Indonesia, (Ciputat Press, 2005) h. 24.
41
Ibid. hal. 35
wakaf ahli/dzurry di Indonesia, karena tidak ada satu pasalpun dalam Undangundang wakaf tersebut yang mengatur masalah wakaf ahli/dzurry ini.
b). Wakaf Khairi
Wakaf khairi artinya wakaf yang secara tegas diperuntukkan untuk
kepentingan agama (keagamaan) atau kemasyarakatan (kebajikan umum).
Seperti wakaf yang diserahkan untuk keperluan pembangunan masjid, sekolah,
jembatan, rumah sakit, panti asuhan anak yatim dan lain sebagainya. 42
Jenis wakaf ini seperti yang diterangkan dalam hadits Nabi Muhammad
SAW yang menceritakan tentang wakaf sahabat Umar bin Khattab. Beliau
memberikan hasil kebunnya kepada fakir miskin, ibnu sabil, sabilillah, para tamu
dan hamba sahaya yang sedang berusaha menebus dirinya.
Wakaf
ini
ditujukan
untuk
umum,
dengan
tidak
terbatas
penggunaannya, yang mencakup semua aspek untuk kepentingan dan
kesejahteraan umat manusia manusia pada umumnya. Kepentingan
umum
tersebut bisa untuk jaminan sosial, pendidikan, kesehatan, pertahanan, keamanan
dan lain-lain. 43
42
Direktorat Pengembangan Zakat dan Wakaf, Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat
islam dan Penyelenggaraan Haji, Fiqih Wakaf, h. 16.
43
Ibid. h.19
D. Sejarah Wakaf
1. Wakaf pada masa Rosulullah saw
Dalam sejarah Islam wakaf dikenal sejak masa Rosulullah saw. Karena
wakaf disyariatkan setelah Nabi saw hijrah ke Madinah, pada tahu kedua
hijriyah. Ada dua pendapat yang berkembang di kalangan fuqaha tentang siapa
yang pertama kali melaksanakan syariat wakaf. sebagian pendapat menyatakan
bahwa yang pertama kali melaksanakan wakaf adalah Rosulullah saw, yaitu
wakaf tanah milik Nabi untuk dibangun masjid. Rosulullah saw juga pada tahun
ketiga hijrah pernah mewakafkan tujuh kebon kurma di Madinah. 44
Pendapat kedua menyatakan bahwa yang pertama kali melaksanakan
syariat wakafadalah sahabat Umar bin al Khathab,yaitu wakaf berupa sebidang
tanah di Khaibar, dimana Umar mensedekahkan hasil pengelolaan tanah tersebut
kepada fakir miskin dan orang lain yang membutuhkan. Selanjutnya syariat
wakaf dipraktekkan oleh Abu Thalhah yang mewakafkan kebun kesayangannya,
kemudian juga Abu Bakar dan Ali bin Abi Thalib yang mewakafkan tanahnya,
Muadz bin Jabal mewakafkan runahnya dan oleh sahabat-sahabat lainnya. 45
2. Wakaf Pada Masa Dinasti Islam
Praktek wakaf menjadi lebih luas pada masa dinasti Umayah dan
Abbasiyah. Banyak orang berduyun-duyun untuk melaksanakan wakaf. dan
44
Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji, Pedoman
Pengelolaan dan Pengembangan Wakaf (Jakarta, 2003) h. 8-9
45
Ibid,. h. 10
wakaf tidak hanya untuk orang-orang fakir miskin saja, tetapi juga dijadikan
modal untuk membangun lembaga pendidikan. Antusiasme masyarakat
tersebut telah menarik perhatian negara untuk mengatur pengelolaan wakaf.
Pembentukan lembaga pengelola wakaf pertama kali dilakukan oleh
hakim Mesir, Taubah bin Ghar al Hadhramiy pada masa khalifah Hisyam bin
Abd. Malik pada masa dinasti bani Umayah. Beliau mendirikan lembaga
wakaf di Basrah dibawah Departemen Kehakiman. Dengan demikian
pengelolaan wakaf menjadi lebih baik dan hasilnya disalurkan kepada yang
membutuhkan. Pada masa dinasti Abbasiyah terdapat lembaga wakaf yang
disebut dengan “Shadr al Wuquf” yang mengurus administrasi dan memilih
staf pengelola lembaga wakaf. 46
Pada masa dinasti Ayyubiyah di Mesir perkembangan wakaf cukup
menggembirakan, dimana hamper semua tanah pertanian menjadi tanah
wakaf dan dikelola oleh negara lewat baitul mal. Ketika Shalahuddin al
Ayyubi memerintah di Mesir, ia banyak mewakafkan lahan milik Negara
untuk kegiatan pendidikan. Ia juga menetapkan kebijakan bahwa orang
Kristen yang datang dari Iskandaria untuk berdagang wajib membayar bea
cukai, dan hasil dikumpulkan kemudian diwakafkan kepada para fuqaha dan
para keturunannya. Saat itu wakaf telah dijadikan sarana bagi dinasti
46
Ibid,. h. 11
Ayyubiyah untuk kepentingan politiknya dan misi alirannya, yaitu mazhab
sunni dan mempertahankan kekuasannya. 47
Pada masa dinasti Mamluk perkembangan wakaf sangat pesat dan
beraneka ragam, sehingga apapun yang dapat diambil manfaatnya dapat
diwakafkan. Tetapi yang paling banyak diwakafkan kala itu adalah tanah
pertanian dan bangunan, seperti gedung perkantoran, penginapan dan tempat
belajar. Pada masa ini terdapat wakaf hamba sahaya yang diwakafkan untuk
merawat lembaga-lembaga agama, seperti untuk memelihara masjid dan
madrasah. Pada masa ini pula mulai disahkannya undang-undang wakaf pada
masa raja Al Dzahir Biber Al Bandaqdari (1260-1277 M/658-676 H).48
Perkembangan lebih lanjut pada masa dinasti Turki Utsmani dimana
kekuasaannya saat itu telah mencapai sebagian besar wilayah Negara Arab.
Pada masa itu disahkan undang-undang yang mengatur tentang pencatatan
wakaf, sertifikasi wakaf, cara pengelolaan wakaf, serta upaya mencapai
tujuan wakaf. kemudian pada tahun 1287 Hijriyah dikeluarkan undangundang yang menjelaskan tentang kedudukan tanah-tanah kekuasaan Turki
Utsmani dan tanah-tanah produktif yang berstatus wakaf. Dari imlementasi
47
48
Usman, Hukum Perwakafan di Indonesia, h. 45
Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji, Pedoman
Pengelolaan dan Pengembangan Wakaf h. 13-14
undang-undang tersebut di negara-negara Arab masih banyak tanah yang
berstatus wakaf dan dipraktekkan sampai sat ini. 49
E. Pengelolaan dan Pengembangan Wakaf Menurut Hukum Islam dan Hukum
Positif
1. Pengelolaan dan Pengembangan Wakaf Menurut Hukum Islam
Salah satu aspek penting dalam hal pengelolaan harta benda wakaf
adalah mengenai pencatatan harta benda wakaf, sementara dalam fiqih Islam
tidak banyak dibicarakan mengenai prosedur dan tata cara perwakafan secara
rinci. 50 Berbeda halnya denga hukum positif yang mengatur masalah
perwakafan dalam berbagai aturan perundang-undangan yang telah ada.
Dalam hukum Islam sendiri tidak ada ketentuan khusus yang
mengharuskan pendaftaran tanah wakaf, karena memang dalam Islam sendiri
praktek wakaf dianggap sah apabila telah terpenuhi rukun dan syaratnya. Para
ulama
imam
empat
mazhabpun
tidak
mencantumkan
keharusan
pengadministrasian dalam praktek wakaf. Namun seiring berjalannya waktu
sering kali terjadi perselisihan atau sengketa mengenai tanah wakaf. Maka
dalam hal ini selayaknya kita lihat firman Allah dalam surat Al-Baqoroh : 282
yang berbunyi :
49
50
Ibid,. h. 14
Adijani al-Alabij, Perwakafan Tanah di Indonesia Dalam Teori dan Praktek (Jakarta : PT
Raja Grafindo Persada) h.37
            
              
                
             
             
    
Artinya : “Hai orang- orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah
tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah
kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis diantara
kamu menuliskannya dengan benar, dan janganlah penulis
enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya,
maka hendaklan ia menulis, dan hendaklah orang yang
berutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan
hendaklah ia bertaqwa kepada Allah Tuhannya, dan jangan
mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. Jika yang
berutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah
(keadaannya) dan dia sendiri tidak mampu mengimlakkan,
maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur, dan
persaksikanlah dengan dua orang saksi dari dua orang lakilaki (diantara kamu). Jika tak ada dua orang lelaki, maka
(boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksisaksi yang kamu ridhoi, jika seorang lupa maka seorang akan
mengingatkannya ……” (QS. Al-Baqoroh : 282)
Ayat ini menegaskan keharusan mencatat kegiatan transaksi muamalah
seperti jual beli, sewa menyewa, hutang piutang dan sebagainya. Selanjutnya
Adijani al-Alabij menyatakan bahwa berwakaf adalah suatu kegiatan
penyerahan hak yang tak kalah pentingnya dengan kegiatan muamalah lainnya
seperti jual beli da sebagainya. Jika untuk untuk muamalah lainnya Allah
memerintahkan dicatat, maka analogi untuk wakafpun demikian, yakni
seyogyanya dicatat pula, karena jiwa yang terkandung dalam ayat tersebut
adalah agar dibelakang hari tidak terjadi sengketa/gugat menggugat diantara
pihak yang bersangkutan.51
Selain itu ada beberapa kaidah fiqih yang senada dengan pendapat
diatas, yaitu kaidah : (adh dharuuru yuzaalu), artinya : kemudharatan harus
dihilangkan. Dan kaidah (dar ul mafaasid wa jalbul mashaalih), artinya :
menolak kemudharatan dan menarik maslahah. Dimana dalam konteks ini
penyelewengan dan persengketaan akibat tidak ada pengadministrasian adalah
mudharat yang harus dihilangkan.
Melakukan pengembangan dan pembaruan hukum Islam yang
beranjak dari fiqih mazhab dengan mengutamakan prinsip maslahah mursalah
(kemaslahatan) dan siyasah syar’iyah (intervensi negara).52 Maka dengan
51
52
Al-Alabij, h.100
M. Atho Mudzar dan Khairudin Nasution, Hukum Keluarga di Dunia Islam Modern
(Jakarta : PT Raja Grafindo Persada), h. 208
dasar kemaslahatan tersebut para ulama akhirnya banyak mengemukakan
berbagai pendapat dan ide dalam hal pengelolaan dan pengembangan wakaf.
Dr. Musthafa Asy-Syiba’i menjelaskan tentang penggunaan wakaf
khairi (wakaf untuk umum) yang pernah dan masih dilaksanakan di berbagai
negara Islam yaitu : masjid-masjid, sekolah-sekolah, perpustakaan umum,
rumah sakit, penginapan orang musafir, rumah-rumah miskin, air minum
untuk umum,
persiapan senjata,
kendaraan buat
perang,
persiapan
perlengkapan pejuang-pejuang, asrama-asrama buat mujahidin, perbaikan
jembatan/jalan umum, kolam-kolam di tengah padang, makam/kuburan,
perawatan yatim piatu, pemeliharaan anak-anak gelandangan, penyantunan
orang-orang lumpuh, penyantunan orang-orang buta, pemeliharaan orang tua,
penyantunan orang yang baru keluar dari penjara dan lain sebagainya. 53
Suparman
Usman
menjelaskan
langkah-langkah
yang
dapat
diupayakan para nazhir dalam pengembangan wakaf antara lain :
1. Memperbanyak dan menggalakkan wakaf produktif. 54
Upaya ini bertujuan agar harta benda wakaf mampu menghasilkan dana
yang banyak bagi peningkatan kesejahteraan umat. Langkah ini bisa
ditempuh melalui kerjasama (kemitraan) denga pihak-pihak lain sepanjang
53
54
Usman, Hukum Perwakafan di Indonesia,. h. 36-37
Suparman Usman, Pengamanan dan Pengembangan Wakaf Bagi Kesejahteraan Umat,
Makalah disampaikan Pada “Lokakarya Pengembangan Zakat dan Wakaf Produktif, Serang Banten, 23
Maret 2007.h. 6
tidak bertentangan dengan syariat dan perundang-undangan. Contohnya
adalah mengoptimalkan potensi tanah wakaf yang letaknya strategis
dengan membangun pusat perkantoran atau pusat pertokoan yang dapat
menghasilkan uang sewa bangunan di atas tanah wakaf itu. Uang sewa
tersebut bisa dimanfaatkan bagi kesejahteraan umat.
2. Memperbanyak dan menggalakkan wakaf tunai. 55
Di kalangan umat Islam, wakaf yang sangat popular adalah masih
terbatas pada persoalan tanah dan bangunan yang diperuntukkan untuk
tempat ibadah dan pendidikan, serta baru belakangan baru ada wakaf
yang berbentuk tunai, yaitu sejak dikeluarkannya Undang-undang Nomor
41 Tahun 2004 Tentang Wakaf.
Sebagai
sebuah
upaya
mensosialisasikan
wakaf
tunai
untuk
kesejahteraan sosial, maka harus disosialisasikan secara intensif agar
wakaf tunai dapat diterima lebih cepat oleh masuarakat banyak dan segera
memberikan jawaban konkrit atas permasalahan ekonomi umat. Mengacu
pada keberhasilan negara-negara muslim lainnya, seperti Mesir, Maroko,
Kuwait, Turki, Qatar dan lainnya yang telah memberdayakan wakaf tunai
secara maksimal, saatnya kita melangkah menuju kearah tersebut.56
55
56
Ibid.,h. 7
Direktorat Pengembangan Zakat dan Wakaf, Strategi Pengembangan Wakaf Tunai di
Indonesia, (Jakarta, Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan
Haji, 2005), h. 15
3. Mengoptimalkan potensi harta benda wakaf sesuai kondisi dan
fungsinya. 57
Contoh dari model pengembangan ini adalah jika ada tanah yang kurang
strategis letaknya untuk dibangun perkantoran atau pertokoan, maka bisa
dipertimbangkan untuk ditanami tanaman tertentu yang laku di pasar atau
sangat baik prospeknya dalam dunia ekonomi, seperti ditanami pohon
jarak yang saat ini sedang digalakkan, atau tanaman tertentu yang secara
ekonomis menguntungkan, bekerjasama dengan pihak-pihak terkait.
Selanjutnya jika ditinjau dari pengembangan hasil harta wakaf, maka
dapat dilakukan dua pola pengembangan wakaf :
1. Pengembangan wakaf untuk kegiatan sosial. 58
Contoh pengembangan ini adalah pengembangan pendidikan dan
sarana kesehatan. Survei menunjukkan bahwa bentuk pengembangan
wakaf yang pertama yaitu sarana pendidikan (65%) dan sarana kesehatan
(11%) lebih diprioritaskan oleh pengelola wakaf. Namun karena sarana
pendidikan dan kesehatan sering membutuhkan biaya yang besar diluar
kesanggupan lembaga wakaf, maka para pengeloala wakaf tersebut
biasanya membentuk Lembaga Amil Zakat (LAZ) (59%) untuk
menunjang pembiayaannya. Dengan kata lain, pembentukan LAZ menjadi
57
58
Suparman Usman, Pengamanan dan Pengembangan Wakaf Bagi Kesejahteraan Umat,h. 7
Andi Agung Prihatna, dkk, Wakaf, Tuhan dan Agenda Kemanusiaan, Studi Tentang Wakaf
dalam Perspektif Keadilan Sosial di Indonesia, h. 143
andalan utama para nazhir guna membiayai kebutuhan operasional dan
pelayanan wakaf. cara ini sering ditempuh oleh pengelola wakaf
mengingat pembiayaan operasional lembaga dan kegiatan pelayanannya
dapat dipenuhi dengan sumbangan dari masyarakat, baik berupa zakat,
sedekah dan infak.
2. Pengembangan yang bernilai ekonomi. 59
Contoh pengembangan ini adalah pengembangan perdagangan,
industri, pembelian properti dan sebagainya. Pengembangan wakaf model
ini tampaknya belum memasyarakat dalam praktek perwakafan. Dengan
kata lain, pengembangan model ini terpaut jauh dibawah pengembangan
model pertama. Namun demikian beberapa sector pengembangan ekonomi
telah dilakukan para nazhir, diantaranya pada sector agrobisnis,
perdagangan, property, pertambangan dan perindustrian, namun masih
dalam jumlah terbatas.
Rendahnya pengembangan model ini mungkin disebabkan kehatihatian para nazhir dalam berinvestasi, takut merugi jika diinvestasikan
atau bahkan bias jadi karena ketidakmengertian para nazhir dalam hal
pengembangan ekonomis tersebut, karena lemahnya SDM mereka.60
Adanya dana yang berasal dari hibah masyarakat (zakat, infak dan
shadaqoh) dan kemudian di “injeksikan” kedalam tanah dan bangunan harta
59
Ibid.,h. 143
60
Ibid.h. 144
wakaf untuk mengoptimalkan fungsinya merupakan suatu kegiatan yang
sudah lama berjalan. Tetapi apabila dana yang diinjeksikan itu berasal dari
suatu lembaga yang mengelola dana wakaf atau lembaga pembiayaan, maka
hal ini merupakan hal yang baru dan biasanya akan menyangkut berbagai
persyaratan formal.
Dalam catatan sejarah Islam, abad ke-8 dan ke-9 Hijriyah, selain
menjadi zaman kejayan Islam juga dipandang sebagai masa keemasan wakaf.
Pada masa itu wakaf meliputi berbagai benda yakni masjid, musholla,
sekolahan, tanah pertanian, rumah, toko, kebun, pabrik roti, bangunan kantor,
gedung pertemuan dan perniagaan, bazaar, pasar, tempat pemandian, tempat
pemangkas rambut, gudang beras, pabrik sabun, pabrik penetasan telur dan
lain-lain. Saat itu harta wakaf tidak hanya dimanfaatkan untuk menyediakan
layanan gratis seperti masjid yang digunakan sebagai tempat ibadah, sekolah
gratis bagi yang tidak mampu, namun juga sebagai penghasil dana seperti
pusat perbelanjaan yang menghasilkan uang sewa. 61
2. Pengelolaan dan Pengembangan Wakaf Menurut Hukum Positif.
Dalam konteks hukum positif di Indonesia, dalam hal ini Undang-undang
Nomr 41 Tahun 2004 dalam bab II disebutkan, bahwa nazhir, sebagai pihak
61
Departemen Agama RI, Direktorat Jenderal Bimas Islam dan Penyelenggaraan Haji,
Direktorat Pengembanga Zakat dan Wakaf, Wakaf Tunai Dalam Perspektif Hukum Islam (Jakarta,
2005) h.62.
yang menerima harta benda wakaf dari wakif untuk dikelola dan
dikembangkan sesuai dengan peruntukannya, dalam asal 11 disebutkan
memiliki tugas :
a). melakukan pengadministrasian harta benda wakaf:
b). mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf sesuai dengan tujuan,
fungsi dan peruntukannya;
c). mengawasi dan melindungi harta benda wakaf;
d). melaporkan pelaksanaan tugas kepada Badan Wakaf Indonesia.62
Selanjutnya dalam pasal 22 disebutkan bahwa dalam rangka mencapai
tujuan dan fungsi wakaf, harta benda wakaf hanya dapat diperuntukkan bagi:
a). sarana dan kegiatan ibadah;
b). sarana dan kegiatan pendidikan serta kesehatan;
c). bantuan kepada fakir miskin, anak terlantar, yatim piatu, beasiswa;
d). kemajuan dan peningkatan ekonomi umat dan/atau
e). kemajuan kesejahteraan umum lainnya yang tidak bertentangan dengan
syariah dan peraturan perundang-undangan.
Dalam pasal 42 disebutkan bahwa nazhir wajib mengelola dan
mengembangkan harta benda wakaf sesuai dengan tujuan, fungsi dan
peruntukannya.
62
Departemen Agama RI, Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf,h. 14
Selanjutnya pada Pasal 43 dinyatakan:
(1). Pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf oleh nazhir
sebagaimana
dimaksud dalam pasal 42 dilaksanakan sesuai dengan
prinsip syariah.
(2). Pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara produktif.
(3). Dalam hal pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf yang
dimaksud pada ayat (1) diperlukan penjamin, maka digunakan lembaga
penjamin syariah.63
63
Ibid.,h. 22
BAB III
GAMBARAN UMUM YAYASAN PENDIDIKAN ISLAM AT-TAQWA
A. Sejarah Berdirinya Yayasan Pendidikan Islam At-Taqwa
Berdirinya Yayasan Pendidikan Islam At-Taqwa yang beralamat di kampung
warung Mangga Rt 03/02 Kelurahan Panunggangan Kecamatan Pinang Kota
Tangerang berawal dari tahun 1984. Berawal dari adanya perubahan tata ruang kota
selanjutnya terpaksa dilakukanlah relokasi bangunan yang berlokasi di RT 01/02
Kampung Warung Mangga Desa Panunggangan Kecamatan Cipondoh (sekarang
Kecamatan Pinang), termasuk didalamnya adalah bangunan masjid At-Taqwa,
Karena daerah tersebut akan dibangun jalan tol dan Fly Over/jembatan tol.
Selanjutnya lokasi masjid At-Taqwa dipindahkan ke lokasi yang sekarang
yaitu di RT 03/02 Kelurahan Panunggangan Kecamatan Cipondoh (sekarang
Kecamatan Pinang) dan menempati tanah seluas 750 m2 yang merupakan tanah
wakaf dari Bpk. H. Saarih bin Nasirin. Sejak itu mulai dibangunlah masjid At-Taqwa
dengan biaya pembangunannya dari swadaya masyarakat dan sebagian lagi dari biaya
hasil relokasi masjid tersebut.64
Sejak awal berdirinya telah dilaksanakan kegiatan-kegiatan dalam rangka
memakmurkan masjid, dan beberapa kegiatan tersebut banyak dimotori oleh salah
seorang ulama setempat yang bernama KH. Irsyad bin H. Abbas, yang tak lain
64
Wawancara Pribadi dengan Arif Rahman, Ketua Yayasan Pendidikan Islam At-Taqwa.
Tangerang. 15 September 2010
merupakan tokoh penting dalam proses berdiri dan berkembangnya Yayasan
Pendidikan Islam At-Taqwa di kemudian hari.
Pada awalnya (tahun 1984) oleh KH. Irsyad dilaksanakan kegiatan pengajian
untuk anak-anak disekitar masjid yang dilaksanakan pada setiap ba’da maghrib,
dengan nama Majlis Ta’lim Miftahus Shudur. Yaitu berupa pengajian cara belajar
membaca al-Qur’an untuk anak-anak. Kegiatan tersebut awalnya diikuti oleh hanya
beberapa anak saja. Namun seiring berjalannya waktu kegiatan pengajian tersebut
kemudian diikuti oleh banyak anak-anak yang tidak hanya dari lokasi dekat masjid
saja, namun juga anak-anak dari lokasi yang cukup jauh dari masjid hingga berjumlah
lebih kurang 50 anak.65
Selanjutnya pada tahun 1990, dengan cikal bakal majlis ta’lim tersebut oleh
KH. Irsyad didirikanlah Madrasah Diniyah At-Taqwa, dengan didasari pemikiran
bahwa untuk anak-anak tidak hanya diperlukan ilmu pengetahuan tata baca al-Qur’an
saja, namun sangat diperlukan juga ilmu pengetahuan keagamaan yang lebih luas,
yaitu ilmu fikih, hadits, aqidah akhlaq dan lainnya. Dengan menggunakan serambi
masjid untuk kegiatan belajar madrasah diniyah tersebut, dibuatlah dua lokal kelas
untuk kegiatan belajar yang dilaksanakan pada tiap sore hari. Madrasah diniyah AtTaqwa tersebut memiliki murid sejumlah 50 murid dengan beberapa orang guru.
Seiring berjalannya waktu, ada keinginan dari beberapa pengurus masjid AtTaqwa (para nazhir wakaf tanah tersebut) terutama KH. Irsyad yang sejak awal telah
banyak berkecimpung dalam kegiatan takmir masjid sebagaimana telah disebutkan
65
Ibid, 15 September 2010
diatas untuk lebih mengembangkan potensi yang ada, baik potensi sumber daya
manusia maupun permodalan/sumber dana. Karena melihat masih banyak ruang
kosong dari tanah wakaf masjid tersebut (sekitar 200 m2), dan juga melihat lokasi
tanah wakaf yang cukup strategis karena berada persis di pinggir jalan raya antara
Kota Tangerang dan daerah BSD Serpong, maka ada keinginan selanjutnya untuk
mendirikan sebuah lembaga pendidikan anak-anak, yaitu Taman Kanak-Kanak Islam
(TK Islam), Madrasah Ibtidaiyyah dan juga dimungkinkan untuk dibentuk Kelompok
Bimbingan Ibadah Haji (KBIH).
Namun demikian maksud dan tujuan besar para nazhir wakaf tersebut waktu
itu terganjal oleh salah satu persyaratan formal, yaitu adanya peraturan yang
mengharuskan sebuah lembaga pendidikan harus dilaksanakan di bawah naungan
sebuah yayasan. Dengan dasar itulah maka kemudian dibentuklah Yayasan
Pendidikan Islam At-Taqwa pada tahun 1995, dengan dasar pendiriannya berupa
Akta Notaris Izzat Chanun Sukowijono, SH Nomor 20 tanggal 18 Nopember
1995.66
B.
Struktur Organisasi Yayasan Pendidikan Islam At-Taqwa
Berdasarkan akta notaris Sukri, SH, Nomor 04 tanggal 07 Desember 2006, 67
struktur pengurus Yayasan Pendidikan Islam At-Taqwa saat ini adalah :
66
Akta Notaris Izzat Chanun Sukowijoyo, SH Nomor 20, Tentang Pendirian Yayasan
Pendidikan Islam At-Taqwa. Tanggal 18 Nopember 1995. h.1
67
Akta Notaris Sukri, SH Nomor 04, Tanggal 12 September 2006.h.1
1. Pembina
: Hj. CICIH QURAISYIH
2. Pengurus
:
Ketua
: H. ARIF RAHMAN, S.Ag
Sekretaris
: ENDANG RAHMAT
Bendahara
: SOFWATUN NIDA
3. Pengawas
: MA’RIFULLAH, SE
Tugas dan Wewenang Pembina :
1. Keputusan mengenai perubahan Anggaran Dasar;
2. mengangkat dan memberhentikan anggota Pengurus dan anggota Pengawas;
3. menetapkan kebijakan umum yayasan;
4. mengesahkan program kerja dan rancangan anggaran tahunan yayasan;
5. mengesahkan laporan tahunan;
6. menunjuk likuidator dalam hal yayasan dibubarkan.
Tugas dan wewenang pengurus :
1. melaksanakan kebijakan umum yayasan;
2. menyusun dan melaksanakan program kerja dan rancangan anggaran tahunan
yayasan;
3.
membuat laporan tahunan.
Tugas dan wewenang Pengawas :
1. Memasuki bangunan, halaman atau tempat lain yang dipergunakan yayasan;
2. memeriksa dokumen;
3. memeriksa pembukuan dan keuangan;
4. menerima laporan segala kegiatan pengurus;
5. memberi peringatan kepada pengurus. 68
C.
Visi dan Misi Yayasan
Visi Yayasan Pendidikan Islam At-Taqwa :
“Menjadikan yayasan sebagai bagian dari komponen masyarakat yang turut
serta dalam pembangunan nasional Indonesia dalam bidang pendidikan, sosial dan
keagamaan, dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat dengan membentuk manusia yang beriman dan bertaqwa
serta berahlak mulia dan mempunyai rasa tanggung jawab terhadap masyarakat
menuju keridhoan Allah SWT dunia dan akherat”
Misi Yayasan Pendidikan Islam At-Taqwa :
1.
Meningkatkan kegiatan pengembangan Pendidikan Agama Islam dan kualitas
sumber daya manusia dalam mencerdaskan kehidupan masyarakat dan bangsa.
2.
Mengembangkan potensi siswa untuk menghafal, menghayati dan mengamalkan
Al-Qur’an agar menjadi pribadi yang berahlakul karimah;
68
Ibid.h.20
3.
Bekerja sama dengan berbagai pihak dalam rangka usaha pengembangan
pendidikan dan sosial keagamaan.
4.
Menyelenggarakan bimbingan ibadah haji dan umroh yang baik, amanah dan
5.
professional.
6.
Memberdayakan sarana dalam menunjang pembangunan infrastruktur.
7.
Meningkatkan interaksi dan kepekaan sosial dengan masyarakat yang lebih maju
dan yang berahlakul karimah. 69
D.
Ruang Lingkup dan Program Kerja Yayasan Pendidikan Islam At-Taqwa
Berdasarkan dasar pendiriannya yaitu akta notaris Izzat Chanun Sukowijono,
SH, Nomor 20, tanggal 18 Nopember
1995, bahwa ruang lingkup Yayasan
Pendidikan Islam At-Taqwa adalah di bidang pendidikan, sosial, kemanusiaan dan
keagamaan.70
1.
Bidang Pendidikan.
1.1. Madrasah Diniyah At-Taqwa
Madrasah Diniyah At-Taqwa didirikan pada tahun 1990 oleh KH
Irsyad dengan mengambil tempat di serambi masjid At-Taqwa. Tujuan
awal didirikannya Madrasah Diniyah ini adalah sebagai sarana pendidikan
keislaman tingkat dasar yang hanya mengajarkan baca tulis al-Qur’an saja,
69
Berdasarkan data Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Madrasah Ibtidaiyah At-Taqwa
Pinang. h.2
70
Akta Notaris Izzat Chanun Sukowijoyo, SH Nomor 20, Tentang Pendirian Yayasan
Pendidikan Islam At-Taqwa. Tanggal 18 Nopember 1995. h.3
namun juga didalamnya terdapat kurikulum pendidikan keislaman yang
lebih luas.
Jadi madrasah diniyah At-Taqwa ini merupakan lembaga pendidikan
pelengkap dari lembaga pendidikan yang sudah ada yaitu majlis ta’lim
Miftahus Shudur yang dirasakan kurang karena hanya mengajarkan baca
tulis al-Qur’an.
Dalam madrasah diniyah ini diajarkan pula berbagai
macam ilmu pengetahuan keislaman secara lebih luas diantaranya yaitu
ilmu fikih, ilmu hadits, akidah akhlaq, sejarah Islam dan lain sebagainya.
Pada awal didirikannya madrasah diniyah ini hanya memiliki dua
ruang kelas. Namun seiring berjalannya waktu sampai saat ini MD AtTaqwa ini telah memiliki empat ruang kelas yang sekaligus juga sebagai
ruang kelas Madrasah Ibtidaiyyah, dengan jumlah murid sebanyak 40 siswa
yang merupakan warga baik yang berlokasi dekat maupun yang jauh dari
masjid. Sedangkan jumlah guru yang mengajar sejumlah 3 (tiga) orang
guru dan waktu pembelajarannya adalah sore hari.71
1.2. Taman Kanak-Kanak (TK) At-Taqwa
Taman Kanak-Kanak (TK) At-Taqwa didirikan pada tahun 1996, tidak
lama setelah terbitnya akta notaris pendirian Yayasan Pendidikan Islam
At-Taqwa. Taman Kanak-Kanak ini didirikan dengan dasar Surat
Keputusan
71
Kepala Kantor Wilayah Departemen Pendidikan dan
Wawancara Pribadi dengan Arif Rahman, Ketua Yayasan Pendidikan Islam At-Taqwa.
Tangerang. 15 September 2010
Kebudayaan Propinsi Jawa Barat Nomor : 1175/102.1/Kep./OT/96, tentang
Pemberian izin pendirian Taman Kanak-Kanak (TK)
At-Taqwa di
Kelurahan Panunggangan Kecamatan Cipondoh Kodya Tangerang mulai
tahun pelajaran 1996/1997.72
Taman Kanak-kanak At-Taqwa ini didirikan dibelakang masjid AtTaqwa, sedangkan maksud didirikannya TK ini adalah sebagai wadah
pendidikan dasar bagi anak-anak disekitar lokasi masjid terutama
pendidikan dasar keislaman. Karena dirasakan oleh para nazhir akan
pentingnya hadir sebuah lembaga pendidikan dasar Islam di daerah ini
sebagai modal untuk menanamkan nilai-nilai keislaman dan akhlakul
karimah bagi anak-anak yang berada di daerah sekitar lokasi wakaf yang
merupakan daerah perkotaan.
Saat ini TK At-Taqwa memiliki 4 (empat) lokal/ruang belajar dengan
jumlah siswa/i sebanyak 39 siswa dan jumlah pengajar sebanyak 5 (lima)
orang guru kelas dan 3 (tiga) orang guru ekstra kurikuler, yang terdiri dari
guru drumband, lukis dan menari.
Program kerja TK At-Taqwa adalah sebagai berikut :
Program kerja jangka pendek :
1. Melaksanakan penerimaan murid baru pada setiap tahun ajaran baru.
72
Berdasarkan Surat Keputusan Kepala Kantor Wilayah Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan Propinsi Jawa Barat Nomor : 1175/102.1/Kep/OT/96 Tentang Izin Pendirian TK. AtTaqwa
2. Mengirimkan pengurus yayasan, Kepala Sekolah dan Guru-guru untuk
mengikuti penataran yang diloaksanakan oleh Dinas Pendidikan.
3. Mengadakan dan menyempurnakan alat-alat peraga dan bermain serta
menyempurnakan tata ruang belajar yang sesuai dengan keadaan murid
serta ketentuan yang berlaku.
4. Meningkatkan usaha kesehatan anak dengan hubungan Puskesmas,
dokter serta psiolog.
5. Mengadakan perluasan kerjasama, baik dengan pemerintah maupun
swasta, demi terwujudnya sekolah yang ideal.
6. Melaksanakan
studi
banding
pada
sekolah-sekolah
lain
demi
meningkatkan kualitas sekolah. 73
Program Jangka Panjang :
1. Menyempurnakan
fasilitas-fasilitas
yang
diperlukan,
khususnya
penggantian/perbaikan alat-alat sekolah dan untuk keperluan guru.
2. Membangun/memperluas areal sekolah.
1.3. Madrasah Ibtidaiyyah (MI) At-Taqwa
MI At-Taqwa didirikan pada tanggal 14 Juli 1996.
Lembaga
pendidikan inipun seperti halnya lembaga pendidikan lain yang ada di
Yayasan Pendidikan Islam At-Taqwa didirikan dengan pertimbangan
akan perlunya kehadiran lembaga pendidikan dasar yang bersifat islami
yang didalamnya tidak hanya berisikan kurikulum/ materi pelajaran
73
Berdasarkan data Proposal Pendirian TK At-Taqwa
umum seperti bahasa Indonesia, matematika, PPKn, IPA
dan lain
sebagainya, tetapi juga banyak dipelajari ilmu pengetahuan keislaman
secara luas, seperti ilmu fikih, bahasa Arab, al-Qur’an hadits, akidah
akhlaq dan sebagainya yang tidak terdapat pada sekolah-sekolah umum.
Program kerja MI At-Taqwa terbagi menjadi :
Program Kerja Jangka pendek :74
1. Kehadiran peserta didik, guru dan karyawanlebih dari 90 %.
2. Target pencapaian rata-rata nilai UASBN 4.0
3. 10 % lulusan dapat masuk di SMP/sederajat Negeri.
4. 50 % peserta didik mampu membaca Al-qur’an dengan baik dan
benar.
5. 25 % peserta didik dapat menguasai kosa kata bahasa inggris dan
bahasa arab.
Program Kerja Jangka Menengah :
1. Kehadiran peserta didik, guru dan karyawanlebih dari 95 %.
2. Target pencapaian rata-rata nilai UASBN 6.0
3. 20 % lulusan dapat masuk di SMP/sederajat Negeri.
4. 75 % peserta didik mampu membaca Al-qur’an dengan baik dan
benar.
74
Berdasarkan data Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Madrasah Ibtidaiyah At-Taqwa
Pinang. h.3-4
5. 50 % peserta didik dapat menguasai kosa kata bahasa inggris dan
bahasa arab.
Program Kerja Jangka Panjang :
1. Kehadiran peserta didik, guru dan karyawan lebih dari 97 %.
2. Target pencapaian rata-rata nilai UASBN 7.0
3. 25 % lulusan dapat masuk di SMP/sederajat Negeri.
4. 90 % peserta didik mampu membaca Al-qur’an dengan baik dan
benar.
5. 75 % peserta didik dapat menguasai kosa kata bahasa inggris dan
bahasa arab.
2
Bidang Sosial Keagamaan
2.1
Kegiatan Takmir Masjid
Memperhatikan amanat undang-undang tersebut, maka selain kegiatan
pelaksanan ibadah sholat,baik sholat lima waktu, sholat jum’at, shalat
taraweih maupun sholat ied, ada banyak kegiatan yang berkaitan dengan
takmir masjid merupakan kegiatan-kegiatan yang bersifat rutin, baik yang
bersifat harian, mingguan maupun bulanan, yaitu :
2.1.1.
Pengajian tafsir Al-Qur’an untuk umum tiap hari ba’da subuh,
diasuh oleh Ust. Badruddin dan Ust.H. Ahmad Hasanudin.
2.1.2.
Pengajian bapak-bapak membahas kitab Shoheh Bukhori setiap
malam Senin, diasuh oleh Ust. H. Ahmad Hasanudin.
2.1.3.
Pengajian bapak-bapak membahas kitab Fathul Qorib (Fiqh) setiap
malam Sabtu, diasuh oleh Ust. Badruddin.
2.1.4.
Pengajian Ibu-ibu membahas Fiqh wanita setiap malam Jum’at dan
malam Sabtu, diasuh oleh Ustd. Hj.Cicih Quraisyih, bertempat di
majlis taklim Sirojul Banat (belakang masjid At-Taqwa)
2.1.5.
Pengajian Ibu-ibu ceramah umum pada setiap hari Jum’at minggu
ke-4 tiap bulan diasuh oleh Ustd. Hj.Cicih Quraisyih, bertempat di
majlis taklim Sirojul Banat.
2.1.6.
berbagai kegiatan peringatan hari besar Islam, baik peringatan
maulid nabi, isro mi’roj dan lain sebagainya. 75
2.2
Bimbingan Ibadah Haji dan Umroh
Kegiatan bimbingan haji dan umroh awalnya dimotori oleh pendiri
yayasan, yaitu KH. Irsyad . Mengingat beliau merupakan seorang tokoh
ulama terkemuka dilingkungan sekitar Kecamatan Cipondoh dan sekitarnya,
khususnya disekitar yayasan At-Taqwa dan memiliki banyak jama’ah yang
diantara mereka ketika hendak menunaikan ibadah haji banyak yang
membutuhkan bimbingan manasik haji dan bertanya atau bahkan meminta
langsung bimbingan manasik haji tersebut kepada beliau, maka pada
akhirnya KH. Irsyad memberanikan diri membuka sebuah Kelompok
Bimbingan Ibadah Haji (KBIH) pada tahun 1998, dan
75
Wawancara Pribadi dengan Arif Rahman, Ketua Yayasan Pendidikan Islam At-Taqwa.
Tangerang. 15 September 2010
selanjutnya mendirikan sekretariat/kantor KBIH di belakang masjid AtTaqwa, diatas tanah pribadi KH Irsyad. Hal ini dikarenakan tanah wakaf
yayasan dirasakan tidak dimungkinkan lagi untuk dibangun bangunan baru.
Pendirian KBIH ini cukup wajar mengingat secara keilmuan beliau
cukup mumpuni di bidang bimbingan manasik haji karena memang beliau
pernah cukup lama menimba ilmu agama di pondok pesantren. Namun pada
tahun 2007 beliau meninggal dunia karena sakit stroke, dan setelah
meninggalnyapun kegiatan KBIH At-Taqwa ini tetap terus dilanjutkan oleh
pengurus yayasan yang lain.
Saat ini KBIH At-taqwa setiap tahunnya memberangkatkan sekitar 90
jama’ah haji dan sekitar 200 orang jama’ah umroh dengan lima kali
keberangkatan. 76
3.
Kegiatan produktif lainnya.
Salah satu permasalahan wakaf di Indonesia adalah pada umumnya
wakaf masih dikelola secara konsumtif,dan masih jarang yang dikelola secara
produktif, sehingga pemanfaatan hasil wakaf belum dapat meningkatkan
kesejahteraan umat. Agar wakaf dapat meningkatkan kesejahteraan umat, maka
diperlukan paradigma baru dalam hal pengelolaan wakaf. 77
76
77
Ibid
Uswatun Hasanah, Strategi Pengelolaan Wakaf dalam Meningkatkan Kesejahteraan Umat,
dalam Departemen Agama RI. Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan
Haji, Kumpulan Hasil Seminar Perwakafan (Direktorat Pengembangan Zakat dan Wakaf, 2004) h. 131
Berkaitan dengan hal tersebut, dalam undang-undang wakaf pada pasal
43 ayat 2 disebutkan bahwa pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf
dilakukan secara produktif. 78
Dalam rangka pengembangan wakaf itulah, maka kemudian nazhir
wakaf
Yayasan
Pendidikan
Islam
At-Taqwa
melihat
suatu
peluang
pengembangan kegiatan yayasan. Dalam hal ini peluang dalam bidang biro
perjalanan wisata yang banyak bermunculan, maka pengurus yayasan AtTaqwapun berinisiatif untuk membuka sebuah usaha biro perjalanan wisata yang
sekaligus juga biro perjalanan haji dan umroh At-Taqwa.
Namun mengingat lokasi wakaf yayasan At-Taqwa yang tidak
memungkinkan untuk ditambah bangunan baru, maka akhirnya diputuskan
untuk menyewa sebuah tempat/ruko di daerah Bumi Serpong Damai, tepatnya
di daerah Gading Serpong, yaitu Ruko Kristal II No. 40. Daerah tersebu dipilih
mengingat wilayah tersebut merupakan kawasan bisnis yang berkembang pesat
yang cukup prospektif untuk membuka suatu usaha.79
78
Departemen Agama, Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004, Tentang Wakaf (Jakarta,
Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam, 2009) h. 22
79
Wawancara Pribadi dengan Arif Rahman, Ketua Yayasan Pendidikan Islam At-Taqwa.
Tangerang. 15 September 2010
BAB IV
PERANAN NAZHIR WAKAF DALAM PENGELOLAAN DAN
PENGEMBANGAN WAKAF YAYASAN PENDIDIKAN ISLAM AT-TAQWA
A. Upaya-Upaya yang Dilakukan dalam Pengelolaan dan Pengembangan
Wakaf Yayasan Pendidikan Islam At-Taqwa.
1. Upaya Pengelolaan
Dalam kamus bahasa Indonesia yang dimaksud pengelolaan ialah, (1)
proses, cara, perbuatan mengelola; (2) proses melakukan kegiatan tertentu dengan
menggerakkan tenaga orang lain; (3) proses yang membantu merumuskan
kebijaksanaan dan tujuan organisasi; (4) proses yang memberikan pengawasan
pada semua hal yang terlibat dalam pelaksanaan kebijaksanaan dan pencapaian
tujuan80
Dalam konteks pengelolaan yang dilakukan oleh nazhir atau pengurus
Yayasan Pendidikan Islam At- Taqwa, berbagai upaya yang telah dilakukan
adalah :
1.1. Pengadministrasian Tanah Wakaf
Setelah mendata tanah-tanah wakaf secara nasional, maka hal yang
perlu dilakukan dalam rangka pengamanan tanah-tanah tersebut adalah
dengan segera memberikan sertifikat tanah wakaf yang ada di seluruh
pelosok tanah air. Secara teknis, pemberian sertifikat tanah wakaf memang
membutuhkan keteguhan para nazhir dan biaya yang tidak sedikit. Sehingga
80
www.KamusBahasaIndonesia.org
diperlukan peran semua pihak yang berkepentingan, khususnya peran Badan
Pertanahan Nasional (BPN) dan pemerintah daerah agar memudahkan
pengurusannya. 81
Sebagaimana diamanatkan dalam pasal 11 Undang-undang Nomor 41
Tahun 2004 tentang Wakaf bahwa salah satu tugas nazhir wakaf adalah
melakukan pengadministrasian harta benda wakaf, 82 maka pengurus
Yayasan Pendidikan Islam At-Taqwapun berupaya melakukan hal yang
sama.
Upaya awal yang dilakukan adalah mengurus administrasi wakaf pada
Kantor Urusan Agama Kecamatan, yaitu untuk mengurus Akta Ikrar Wakaf,
Ikrar Wakaf dan Surat Pengesahan Nazhir wakaf. Setelah pengurusan Akta
Ikrar Wakaf tersebut selesai, selanjutnya demi kepastian hukum di masa
mendatang, maka oleh pengurus yayasan dirasa perlu untuk lebih
meningkatkan tidak hanya sampai pada Akta Ikrar Wakaf saja, namun perlu
untuk segera diurus untuk menjadi sertifikat wakaf. Maka selanjutnya
diuruslah sertifikat wakaf tanah wakaf yayasan tersebut pada Kantor
Pertanahan Kota Tangerang, sehingga akhirnya telah terbit sertifikat wakaf
tersebut.
81
Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji, Pedoman
Pengelolaan dan Pengembangan Wakaf (Jakarta, 2003) h.70-71
82
Departemen Agama, Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004, Tentang Wakaf . h. 9
1.2. Merumuskan Visi dan Misi Yayasan serta Tugas Pokok dan Fungsi
(Tupoksi) para Pelaksana/Pegawai Yayasan83
Salah satu hal yang dilaksanakan para nazhir Yayasan Pendidikan
Islam At-Taqwa pada tahap awal pendiriannya adalah menyusun visi dan
misi yayasan. Hal ini dirasa amat penting mengingat sebuah visi merupakan
suatu tujuan, impian atau keinginan ideal yang hendak dicapai dari suatu
organisasi. Sedangkan misi adalah tahapan-tahapan yang disusun dan
dilaksanakan sebagai sebuah proses untuk mencapai visi atau impian
tersebut. Dan akhirnya para nazhirpun bersepakat untuk merumuskan dan
menetapkan
visi
dan
misi
Yayasan Pendidikan Islam
At-Taqwa
sebagaimana yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya. Termasuk hal
penting selanjutnya adalah menyusun Tupoksi para pelaksana/pegawai
yayasan, sebagai kerangka acuan (job description) bagi mereka dalam
bekerja.
1.3. Mengangkat Para Pelaksana Yayasan yang Berkompeten di bidangnya.
Para guru yang diangkat/ditugaskan mengajar pada lembaga-lembaga
pendidikan yang ada (Taman Kanak-Kanak, Madrasah Ibtidaiyah dan
Madrasah Diniyah) diupayakan direkrut mereka yang memiliki kompetensi
yang cukup untuk mengajar. Pada Taman Kanak-Kanak At-Taqwa saat ini
jumlah pengajarnya ada 5 (lima) orang guru. Dari lima orang guru tersebut,
83
Wawancara Pribadi dengan H. Arif Rahman, Ketua Yayasan Pendidikan Islam At-Taqwa,
Tangerang, 15 September 2010
dua orang berpendidikan Sarjana Strata Satu (S1 Kependidikan), dua orang
berpendidikan Diploma Satu (DI) PGTK) dan satu orang berpendidikan
Madrasah Aliyah. Sedangkan pada Madrasah Ibtidaiyah At-Taqwa,dari
jumlah guru yang mengajar saat ini sejumlah 11 (sebelas) orang, 4 (empat)
orang guru berpendidikan Strata Satu (S1), 5 (lima) orang berpendidikan
Diploma Tiga (D III) dan sisanya (dua orang) berpendidikan Madrasah
Aliyah dan pondok pesantren.84
Dalam hal pengelolaan KBIH pun diupayakan demikian. Pada awal
didirikannya, KBIH At-Taqwa dipimpin dan dikelola langsung oleh KH.
Irsyad dalam hal bimbingan manasik. Beliau merupakan orang yang cukup
mumpuni dalam hal keilmuan manasik haji dan umroh. Begitu pula
sepeninggal beliau, kini KBIH At-Taqwa dipimpin langsung oleh ketua
Yayasan, yaitu H. Arif Rahman yang juga dapat dikatakan cukup mumpuni
dalam hal ilmu manasik haji dan umroh, karena beliau juga pernah
mengenyam pendidikan pesantren selama enam tahun.
1.4. Melakukan Pengawasan dan Evaluasi Kerja Para Pelaksana/Pegawai
Yayasan
Pengawasan yang dilakukan nazhir terhadap para pelaksana/pegawai
dilakukan secara terus menerus dan semaksimal mungkin. Hal yang dilihat
dalam hal ini adalah apakah para pelaksana yayasan tersebut telah bekerja
sesuai dengan tupoksi mereka atau tidak, termasuk kehadiran, kesungguhan
84
Berdasarkan Data Statistik Guru/Pengajar Yayasan Pendidikan Islam At-Taqwa
bahkan kreatifitas mereka dalam bekerja merupakan indikator-indikator
pengawasan yang dilakukan. Dan hasil dari pengawasan tersebut dijadikan
bahan evalusi terhadap kinerja mereka secara keseluruhan.85
2. Upaya Pengembangan
Dalam hal pengembangan Yayasan Pendidikan Islam At-Taqwa, berbagai
upaya yang dilakukan para nazhir/pengurus yayasan adalah :
2.1. Pembangunan Sarana dan Prasarana yang Berkelanjutan
Pembangunan sarana terutama sarana pendidikan merupakan salah
satu indikator perkembangan Yayasan Pendidikan Islam At-Taqwa yang
diupayakan nazhir. Hal ini dikarenakan pada awal didirikannya, hanya
berdiri sebuah masjid saja, namun saat ini telah ada berbagai gedung sebagai
sarana pendidikan dan sosial keagamaan yang mendukung berjalannya
yayasan.
Adapun berbagai pembangunan secara fisik atau berupa sarana dan
prasarana yang telah direalisasikan yaitu :
• Pembangunan masjid Jami At-Taqwa
• Pembangunan gedung Madrasah (Diniyah dan/atau Ibtidaiyah)
• Pembangunan gedung Taman Kanak-Kanak
• Pembangunan gedung Sekretariat KBIH
85
Wawancara Pribadi dengan H. Arif Rahman, Ketua Yayasan Pendidikan Islam At-Taqwa,
Tangerang, 15 September 2010
• Pembangunan gedung Majlis Taklim
Demikian pula dengan prasarana yang dibutuhkan dalam rangka
operasional yayasan baik di bidang pendidikan, KBIH dan lainnya, dari
waktu ke waktu terus dipuayakan untuk dilengkapi.
2.2. Meningkatkan profesionalitas dan keahlian para pengurus dan pelaksana
yayasan. 86
Usaha ini dilaksanakan dengan cara mengikutsertakan para pengurus
yayasan maupun para guru dalam kegiatan pelatihan-pelatihan yang
diadakan baik oleh Dinas Pendidikan, Kementerian Agama maupun pihakpihak lain yang berhubungan baik langsung ataupun tidak terhadap
peningkatan kualitas sumber daya manusia para pengurus maupun para guru
dan staf, yang pada akhirnya diharapkan akan dapat lebih meningkatkan
kualitas dan memajukan yayasan.
Berkaitan dengan hal ini, H.Arif Rahman selaku ketua yayasan
telah beberapa kali mengikuti kegiatan yang berkaitan dengan pembinaan
nazhir maupun pengelolaan wakaf, baik wakaf tanah maupun wakaf yang
bersifat produktif yang diadakan oleh Kantor Kementerian Agama.
Demikian pula para guru baik yang mengajar pada Taman KanakKanak maupun Madrasah Ibtidaiyah dan Madrasah Diniyah seringkali
diikutsertakan dalam kegiatan peningkatan keahlian profesi (mata pelajaran)
86
ibid
baik yang diadakan oleh Dinas Pendidikan Kota Tangerang maupun Kantor
Kementerian Agama.
2.3. Memperluas Usaha/Kegiatan Yayasan
Sebagai salah satu potensi yang mempunyai pranata keagamaan yang
bersifat ekonomis, wakaf seharusnya dikelola dan dikembangkan menjadi
suatu instrumen yang mampu memberikan jawaban riil di tengah
problematika kehidupan masyarakat. Namun dalam kenyataannya, wakaf
kurang dikenal dan kurang mendapat perhatian yang serius dari sebagian
besar kalangan, baik pemerintah, masyarakat, ulama dan lembaga-lembaga
non pemerintah (LSM).87
Hal itu pula yang mendasari pengurus Yayasan Pendidikan Islam AtTaqwa untuk lebih mengembangkan dan memajukan wakaf yang
dikelolanya. Sebagai nazhir wakaf yang secara moril dan yuridis
bertanggung jawab dalam memajukan wakaf At-Taqwa, dengan melihat
potensi dan peluang yang ada maka diupayakan suatu kegiatan/usaha yang
dapat mengembangkan yayasan.
Adapun potensi/peluang yang ada adalah dimungkinkannya untuk
mendirikan sebuah Kelompok Bimbinga Ibadah Haji (KBIH) karena melihat
adanya adanya permintaan dari masyarakat yang cukup besar dalam hal
bimbingan manasik haji dan umroh. Maka pada tahun 1998 secara resmi
87
Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji, Pedoman
Pengelolaan dan Pengembangan Wakaf .h. 74-75.
dibentuklan Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH) At-Taqwa dan telah
didaftarkan secara resmi di Kantor Kementerian Agama Kota Tangerang.
Setiap tahunnya KBIH At-Taqwa memberangkatkan jama’ah haji sekitar 90
– 100 orang, dan 200 orang jama’ah umroh. 88
Bahkan
pada
tahun
2010
pengurus
yayasan
juga
telah
mengembangkan lagi usaha yayasan dengan membuka sebuah Biro/Agen
Perjalanan Wisata, dengan nama Biro Perjalanan Wisata At-Taqwa. Namun
biro perjalanan wisata ini tidak menempati lokasi tanah wakaf At-Taqwa,
mengingat dilokasi wakaf At-Taqwa tersebut sudah tidak memungkinkan
lagi untuk dibuka sebuah agen perjalanan wisata karena tidak ada lagi lahan
yang layak/mencukupi. Sehingga pengurus yayasan menyewa sebuah lokasi
yang cukup strategis di daerah Gading Serpong, yaitu Ruko Kristal II No. 40
untuk kantor biro perjalanan wisata At-Taqwa ini. 89
B. Upaya-upaya yang Dilakukan Dalam Pemanfaatan Hasil Pengelolaan dan
Pengembangan Wakaf Yayasan Pendidikan Islam At-Taqwa.
Sebagaimana diamanatkan dalam Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004
Tentang Wakaf pada Bab V pasal 42 disebutkan bahwa nazhir wajib mengelola
dan mengembangkan harta benda wakaf sesuai dengan tujuan, fungsi dan
88
89
Berdasarkan Data Statistik KBIH At-Taqwa
Wawancara Pribadi dengan H. Arif Rahman, Ketua Yayasan Pendidikan Islam At-Taqwa,
Tangerang, 15 September 2010
peruntukannya. Dan pada pasal selanjutnya disebutkan bahwa dalam hal
pengelolaan dan pengembangan wakaf tersebut dilakukan secara produktif. Dari
upaya-upaya yang telah dilakukan nazhir/pengurus Yayasan Pendidikan Islam AtTaqwa sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, dapat dikatakan bahwa upaya
pengelolaan dan pengembangan wakaf tersebut bersifat produktif. Nilai produktif
yang dimaksud adalah adanya hasil laba dari hasil pengelolaannya, baik lembaga
pendidikan (Taman Kanak-Kanak At-Taqwa), Kelompok Bimbingan Ibadah Haji
At-Taqwa maupun biro perjalanan wisata At-Taqwa.
Dan dari hasil pengelolaan tersebut oleh para pengurus yayasan telah
dilakukan upaya-upaya pemanfaatan sebagai berikut :
1. Biaya operasional yayasan
Sebagai yayasan yang mengelola beberapa lembaga pendidikan formal
(Taman Kanak-Kanak, Madrasah Diniyah dan Madrasah Ibtidaiyah),
pendidikan non formal (majlis taklim), satu KBIH dan satu Biro Perjalanan
Wisata, Yayasan Pendidikan Islam At-Taqwa tentu memerlukan biaya
operasional yang tidak sedikit. Biaya tersebut dikeluarkan untuk membayar
honor/gaji para guru, para pegawai sekolah, membayar tagihan listrik, telepon
sampai membayar sewa gedung untuk biro perjalanan wisata.90
2. Sebagai modal untuk mengembangkan yayasan.
Sebagaimana diketahui bahwa cikal bakal berdirinya Yayasan Pendidikan
Islam At-Taqwa ini adalah sebuah masjid, yaitu masjid At-Taqwa. Dan
90
Ibid
seiring berjalannya waktu pengurus yayasan mendirikan beberapa bangunan
fisik sebagai pengembangan/penambahan asset yayasan, yaitu majlis taklim,
gedung lembaga pendidikan Taman Kanak-Kanak, Gedung Madrasah
Ibtidaiyah dan Diniyah, dan Sekretariat KBIH.
Keseluruhan dana pembangunan fisik tersebut terbilang tidaklah sedikit. Dana
tersebut selain berasal dari bantuan swadaya masyarakat, pemerintah, donator,
juga termasuk dari kas yayasan. Sementara kas yayasan itu berasal dari hasil
pengelolaan yayasan (lembaga pendidikan dan KBIH) yang disimpan di
bendahara
yayasan
sebagai
dana
operasional
yayasan
dan
untuk
pengembangan yayasan.
3. Subsidi pendidikan MI dan Madrasah Diniyah At-Taqwa (Pendidikan Gratis
bagi MI dan MD At-Taqwa)91
Pengurus Yayasan Pendidikan Islam At-Taqwa selaku nazhir wakaf
menyadari bahwa tujuan dari pengelolaan wakaf adalah demi kemaslahatan
umat, dan salah satunya adalah untuk pengembangan pendidikan. Mengingat
hal tersebut maka pengurus yayasan memutuskan untuk menggratiskan
seluruh biaya pendidikan pada Madrasah Ibtidaiyah dan Madrasah Diniyah
At-Taqwa, yang notabene berada dibawah naungan yayasan At-Taqwa.
Bentuk
subsidi/bantuan
yang diberikan adalah untuk pembayaran honor
Kepala Madrasah, para guru dan staf tata usaha baik Madrasah Ibtidaiyah
maupun Diniyah. Selain itu juga berbagai kebutuhan penunjang baik buku91
Ibid
buku pelajaran, LKS (Lembar Kerja Siswa) dan lainnya juga digratiskan.
Memang benar bahwa pada level pendidikan Madrasah Ibtidaiyah dan
Diniyah pemerintah telah memberikan bantuan yang disebut dengan Bantuan
Operasional Sekolah (BOS). Namun demikian subsidi tersebut tidaklah
mencukupi seluruh biaya operasional sekolah dan pendidikan para siswa,
sehingga tambahan biaya yang cukup besarpun masih diperlukan.
Mengingat tujuan wakaf salah satunya adalah untuk membantu pendidikan
khususnya mereka yang kurang mampu, maka murid-murid yang bersekolah
di MI dan MD At-Taqwapun telah diseleksi dan diprioritaskan mereka yang
kurang mampu secara ekonomi. Hal ini dimaksudkan agar bentuk bantuan
yang disalurkan tersebut tepat sasaran.
C. Faktor yang Menghambat dalam Pengelolaan dan Pengembangan Wakaf
Yayasan Pendidikan Islam At-Taqwa.
Selama mengelola dan mengembangkan Yayasan Pendidikan Islam AtTaqwa sejak berdirinya tahun 1995, tentu pengurus yayasan selaku nazhir telah
mengalami
kendala-kendala
dalam
pengelolaan
dan
pengembangannya,
diantaranya :
1. Kurangnya perhatian dari
pemerintah terhadap pengembangan lembaga
wakaf. 92
Kurangnya bantuan dari pemerintah cukup dirasakan oleh pengurus yayasan.
Diantaranya dalam pengurusan sertifikasi tanah wakaf yayasan At-Taqwa
92
Ibid
seluruh biaya yang dikeluarkan ditanggung sepenuhnya oleh pihak yayasan.
Dan waktu yang diperlukan dalam proses sertifikasi tanah wakaf tersebut
dirasakan juga cukup lama yaitu lebih dari enam bulan, lebih lama dari
pengurusan sertifikat hak milik. Juga selama ini relatip sedikit bantuan yang
diberikan pemerintah kepada yayasan Pendidikan Islam At-taqwa. Begitu pula
pendidikan dan pelatihan dari pemerintah bagi nazhir wakaf masih dirasa
kurang oleh pengurus yayasan.
2. Kurangnya permodalan (biaya) dalam setiap kali melakukan pengembangan
yayasan terutama dalam setiap pembangunan fisik yang dilakukan,sehingga
seringkali dalam setiap pembangunan suatu gedung dilaksanakan dalam
jangka waktu yang cukup lama hingga sampai beberapa tahun.
3. Masih kurangnya kualitas sumber daya manusia pengelola wakaf At-Taqwa.
Dari sejumlah 25 orang guru yang mengajar di lembaga pendidikan dibawah
yayasan At-Taqwa (TK, MD dan MI) belum seluruhnya memiliki kualifikasi
pendidikan yang memadai. Masih ada diantara mereka yang hanya memiliki
ijazah Diploma, baik Diploma I maupun Diploma III, bahkan ada juga yang
hanya lulusan Madrasah Aliyah. 93 Hal ini masih dirasakan menjadi salah satu
kendala dalam peningkatan kualitas pendidikan pada Yayasan Pendidikan
Islam At-Taqwa.
4. Sampai saat ini belum adanya lembaga Badan Wakaf Indonesia untuk tingkat
Propinsi Banten, apalagi untuk tingkat Kota Tangerang, dimana BWI
93
Berdasarkan Data Statistik Yayasan Pendidikan Islam At-Taqwa
merupakan lembaga sebagaimana yang diamanatkan oleh Undang-undang
wakaf yang memiliki tugas melakukan pembinaan terhadap nazhir dalam
mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf.
D. Analisis Penulis
1. Analisis Pengelolaan
Dalam rangka pengelolaan tanah wakaf Yayasan Pendidikan Islam
At-Taqwa, para nazhir/pengurus yayasan telah melakukan hal-hal sebagai
berikut :
a. Pengadministrasian tanah wakaf
b. Merumuskan visi dan misi yayasan, serta tugas pokok dan fungsi para
pelaksana/pegawai yayasan
c. Mengangkat pelaksana yayasan yang berkompeten di bidangnya
d. Melakukan Pengawasan dan Evaluasi Kerja Para Pelaksana/Pegawai
Yayasan
Pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf merupakan tugas
dan kewajiban nazhir sebagai pihak yang secara yuridis diberikan kuasa
pengelolaannya oleh wakif. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam pasal 42
Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 : “Nazhir wajib mengelola dan
mengembangkan harta benda wakaf sesuai dengan tujuan, fungsi dan
peruntukannya”.
Demikian pula dalam pasal 11 disebutkan bahwa nazhir sebagai
pengelola wakaf mempunyai tugas :
a. Melakukan pengadministrasian harta benda wakaf;
b. Mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf sesuai dengan tujuan,
fungsi dan peruntukannya;
c. Mengawasi dan melindungi harta benda wakaf;
d. Melaporkan pelaksanaan tugas kepada Badan Wakaf Indonesia.
Bila dilihat dari tugas yang diamanatkan undang-undang sebagaimana
tersebut diatas, maka apa yang telah dilakukan para nazhir dalam rangka
pengelolaan tanah wakaf Yayasan Pendidikan Islam At-Taqwa nampaknya
telah sesuai dengan aturan. Point pertama yaitu pengadministrasian tanah
wakaf yayasan jelas selaras dengan aturan undang-undang. Upaya
pengadministrasian yang dimaksud adalah nazhir yayasan pada awalnya
mengurus Akta Ikrar Wakaf (AIW) tanah wakaf tersebut pada Kantor Urusan
Agama Kecamatan setempat, disamping juga mengurus berbagai administrasi
lain yang berkaitan, seperti Surat Pengesahan Nazhir, Ikrar Wakaf, Surat
Keterangan Kepala Desa setempat dan lain sebagainya.
Bahkan suatu upaya administratif yang cukup signifikan yang
dilakukan selanjutnya adalah upaya pensertifikatan tanah wakaf tersebut,
sehingga kekuatan hukum dari status tanah wakaf tersebut menjadi lebih kuat
dan tidak dapat diganggu gugat lagi oleh siapapun pada masa mendatang. Hal
ini menurut hemat penulis merupakan hal yang sangat bagus dan positif,
mengingat masih banyaknya tanah-tanah wakaf yang belum berstatus
sertifikat wakaf, dan nazhir Yayasan Pendidikan Islam At-Taqwapun telah
mengeluarkan dana yang tidak sedikit dan waktu yang relatif lama dalam
rangka pengurusan sertifikat tersebut.
Upaya selanjutnya yang dilakukan adalah merumuskan visi dan misi
yayasan serta tugas pokok dan fungsi (Tupoksi) para pelaksana atau pegawai
yayasan. hal ini amat penting dilakukan mengingat visi dan misi merupakan
cita-cita, keinginan ideal dan langkah-langkah yang harus ditempuh dalam
rangka mencapai cita-cita atau keinginan tersebut. Visi Yayasan Pendidikan
Islam At-Taqwa yang telah dirumuskan adalah :
“Menjadikan yayasan sebagai bagian dari komponen masyarakat yang turut
serta dalam pembangunan nasional Indonesia dalam bidang pendidikan, sosial
dan keagamaan, dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan membentuk manusia yang
beriman dan bertaqwa serta berahlak mulia dan mempunyai rasa tanggung
jawab terhadap masyarakat menuju keridhoan Allah SWT dunia dan akherat”
Dari visi tersebut jelas nampak keinginan ideal untuk menjadikan
yayasan sebagai bagian masyarakat dan bangsa Indonesia yang turut serta
mencerdaskan bangsa dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Hal itu
senada dengan tujuan dan peruntukan wakaf sebagaimana yang disebutkan
dalam pasal 22 Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004, yaitu diantaranya
untuk sarana dan kegiatan pendidikan, beasiswa, serta kemajuan dan
peningkatan ekonomi umat.
Mengangkat para pelaksana/pegawai yayasan yang berkompeten di
bidangnya merupakan hal cukup penting, mengingat ruang lingkup yayasan
yang cukup luas mencakup bidang pendidikan dan sosial keagamaan yang
tentunya keseluruhannya itu tidak dapat secara langsung ditangani oleh para
nazhir/pengurus. Dalam hal ini para nazhir bertindak sebagai manajer yang
memberikan tugas kepada para pegawai serta mengawasi kinerja mereka.
Dengan demikian pengawasan dan evaluasi terhadap kinerja para pegawai
yayasan amat penting, mengingat keberhasilan para pegawai dalam mengelola
yayasan dapat juga berarti keberhasilan para nazhir, juga sebaliknya.
2. Analisis Pengembangan
Kata
“pengembangan”
berarti
:
proses,
cara,
perbuatan
mengembangkan, pembangunan secara bertahap dan teratur yang menjurus ke
sasaran yang dikehendaki. 94
Dalam konteks pengembangan tanah wakaf Yayasan Pendidikan Islam AtTaqwa beberapa hal yang telah diupayakan yaitu :
a. Pembangunan sarana dan prasarana yang berkelanjutan.
b. Meningkatkan
profesionalitas
pelaksana/pegawai yayasan.
94
wwwKamusBahasaIndonesia.org
dan
keahlian
pengurus
dan
c. Memperluas usaha/kegiatan yayasan.
Dari upaya pembangunan sarana dan prasarana yang telah dilakukan
oleh nazhir Yayasan Pendidikan Islam At-Taqwa jelas menggambarkan
perkembangan/kemajuan yayasan dari waktu ke waktu. Indikatornya adalah
bahwa saat ini telah berdiri berbagai bangunan baru yang mendukung
jalannya yayasan, baik untuk sarana pendidikan (gedung TK, MI/MD) dan
sosial keagamaan (majlis taklim, sekretariat KBIH).
Begitu pula sarana dan prasarana lain yang mendukung, berupa
berbagai peralatan dan perlengkapan. Di bidang pendidikan, saat ini telah
dilengkapi berbagai alat peraga, perlengkapan olahraga, kantin sekolah, sarana
bermain anak dan sebagainya. Bahkan saat ini telah ada laboratorium/ruang
komputer bagi Madrasah Ibtidaiyah.
Dalam rangka upaya pengembangan pula, pengurus telah berupaya
memperluas ruang lingkup/kegiatan yayasan, yang semula hanya pada bidang
pendidikan, namun juga selanjutnya pengurus mendirikan sebuah Kelompok
Bimbingan Ibadah Haji, bahkan saat ini telah pula membuka sebuah biro
perjalanan wisata. Hal ini nampak jelas bahwa pengurus/nazhir yayasan
berupaya agar wakaf yang dikelola dapat menjadi produktif. Hal ini sesuai
dengan amanat Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 pada pasal 43 ayat (2)
disebutkan bahwa pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf
dilakukan secara produktif.
3. Analisis Pemanfaatan Hasil Pengelolaan dan Pengembangan
Dalam hal pemanfaatan hasil pengelolaan dan pengembangan wakaf dapat
dikategorikan menjadi dua bagian yaitu :
1. Pemanfaatan secara internal
Yang dimaksud dengan pemanfaatan internal adalah pemanfaatan yang
ditujukan kedalam yayasan itu sendiri dan hasilnya dirasakan dalam
internal yayasan. Yang termasuk pemanfaatan kategori internal adalah
pemanfaatan untuk biaya operasional yayasan dan pemanfaatan untuk
dijadikan sebagai modal pembangunan sarana dan prasarana dalam rangka
pengembangan yayasan.
2. Pemanfaatan secara eksternal
Yang dimaksud dengan pemanfaatan ini adalah manfaat yang dirasakan
oleh komponen masyarakat diluar yayasan. yang termasuk dalam kategori
ini adalah pemanfaatan untuk subsidi pendidikan/beasiswa untuk seluruh
siswa MI dan Madrasah Diniyah At-Taqwa, dimana mereka sama sekali
tidak dikenakan biaya selama mengikuti pendidikan pada MI dan MD atTaqwa tersebut. Selain itu juga manfaat lain yang dapat dirasakan
masyarakat sekitar adalah dengan tumbuh dan berkembangnya Yayasan
Pendidikan Islam At-Taqwa dapat membuka lowongan pekerjaan untuk
masyarakat di lingkungan yayasan. Lowongan pekerjaan yang dimaksud
adalah untuk posisi guru, baik pada TK, MI maupun MD, staf tata usaha
sekolah, staf KBIH bahkan nilai ekonomis lain yang masyarakat rasakan
adalah mereka dapat berjualan beraneka makanan dan minuman untuk
anak-anak di sekitar yayasan, bahkan dengan bekerja sama dengan
yasasan dapat membuka kantin sekolah yang berisi aneka makanan.
Apa yang telah dilakukan oleh nazhir/pengurus yayasan tersebut
merupakan implementasi konkrit dari amanat Undang-undang Nomor 41
Tentang Wakaf, dimana pada pasal 22 disebutkan :
Dalam rangka mencapai tujuan dan fungsi wakaf, harta benda wakaf hanya
dapat diperuntukkan bagi :
a. Sarana dan kegiatan ibadah;
b. Sarana dan kegiatan pendidikan serta kesehatan;
c. Bantuan kepada fakir miskin, anak terlantar, yatim piatu, beasiswa;
d. Kemajuan dan peningkatan ekonomi umat; dan/atau
e. Kemajuan kesejahteraan umum lainya yang tidak bertentangan dengan
syariah dan peraturan perundang-undangan.
Selanjutnya melihat adanya beberapa hambatan yang dihadapi oleh para
pengurus Yayasan Pendidikan Islam At-Taqwa selama dalam pengelolaan dan
pengembangan yayasan, hal itu rupanya tidak dijadikan alasan bagi pengurus
untuk mengendurkan semangat dalam mengembangkan yayasan, bahkan
sebaliknya berbagai hambatan tersebut dianggap sebagai tantangan bagi
mereka untuk lebih berinovasi dan berkreasi yang dapat memacu semangat
mereka. Hal ini terbukti dengan eksistensi Yayasan Pendidikan Islam AtTaqwa saat ini yang dapat dikatakan sebagai yayasan wakaf yang relatif besar
dan produktif.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari paparan sebelumnya dapat ditarik kesimpulan bahwa :
1. Pengelolaan dan pengembangan tanah wakaf dalam hukum Islam tidak
dibicarakan secara spesifik dalam berbagai kitab fikih klasik. Dalam fiqih
wakaf dianggap sah apabila telah memenuhi syarat dan rukunnya. Mengenai
pengadministrasian tanah wakafpun dasar hukum yang diambil adalah dari
analogi anjuran pencatatan transaksi muamalah sebagaimana yang termaktub
dalam surat al-Baqarah : 282.
Selanjutnya berdasarkan maslahah al-
mursalah (kemaslahatan) para ulama dan cendekiawan muslim banyak
mengemukakan pendapat mengenai pengelolaan dan pengembangan tanah
wakaf, dimana banyak dari pendapat tersebut pada intinya menghendaki agar
wakaf dapat diupayakan kea rah produktif. Ini dimaksudkan agar wakaf
sebagai salah satu institusi filantrofi dalam Islam hasilnya dapat dirasakan
oleh masuarakat yang membutuhkan secara luas.
Dalam konteks hukum positif, pengelolaan dan pengembangan wakaf jelas
termaktub dalam beberapa pasal dalam Undang-undang Nomor 41 Tahun
2004 Tentang Wakaf. Pasal 11 menyebutkan tentang tugas dan kewajiban
nazhir dalam hal mengelola dan mengembangkan wakaf. Pasal 22
menjelaskan secara luas akan peruntukan harta benda wakaf dan pada pasal
43 dijelaskan pula mengenai upaya pengelolaan dan pengembangan wakaf
yang diarahkan menuju wakaf yang produktif.
2. Upaya yang telah dilakukan para nazhir dalam rangka pengelolaan Yayasan
Pendidikan Islam At-Taqwa terdiri dari : (1) pengadministrasian tanah
wakaf, (2) merumuskan visi dan misi yayasan serta menyusun tugas pokok
dan fungsi (tupoksi) para pelaksana/pegawai yayasan, (3) mengangkat para
pelaksana/pegawai yang berkompeten di bidangnya, (4) melakukan
pengawasan dan evaluasi terhadap kinerja para pelaksana. Sedangkan dalam
rangka pengembangan yayasan, upaya yang telah dilakukan adalah : (1)
pembangunan sarana dan prasarana yang berkelanjutan, (2) meningkatkan
profesionalitas dan keahlian para pengurus dan pelaksana, (3) memperluas
usaha/kegiatan yayasan. Namun demikian dalam prakteknya belumlah
mencapai sepenuhnya seperti apa yang terdapat dalam wacana hukum Islam
maupun hukum positif. Hal ini dikarenakan masih adanya hambatanhambatan atau permasalahan dalam aplikasinya di lapangan, baik hambatan
yang berasal dari masalah internal yayasan maupun eksternal.
Namun demikian peranan nazhir wakaf dalam hal ini para pengurus Yayasan
Pendidikan Islam
At-Taqwa cukup
besar
dalam pengelolaan dan
pengembangan Yayasan Pendidikan Islam At-Taqwa. Hal ini terbukti dengan
telah menjadi besar dan berkembangnya yayasan tersebut dibanding ketika
awal berdirinya, dimana dari hanya ada sebuah masjid ketika berdirinya,
sampai akhirnya memiliki berbagai asset dan kegiatan usaha lainnya.
Dalam hal pemanfaatan hasil pengelolaan dan pengembangan yayasan,
pengurus/nazhir menyalurkannya kepada 3 (tiga) sektor. Pertama untuk
menutupi biaya operasional yayasan, Kedua sebagai modal pengembangan
yayasan. Dan ketiga untuk tujuan sosial, yaitu pendidikan gratis (beasiswa)
bagi seluru siswa/i Madrasah Ibtidaiyah dan Madrasah Diniyah Yayasan
pendidikan Islam At-Taqwa.
B. Saran
1.
Kepada pengurus yayasan Pendidikan Islam At-Taqwa agar terus berupaya
agar yayasan yang saat ini sudah berkembang besar saat ini dapat terus
berkembang dimasa mendatang. Memang diperlukan semangat, kerja cerdas
dan ikhlas, kreatifitas dan inovasi dalam upaya pengelolaan dan
pengembangan yayasan, terutama dalam masa globalisasi saat ini yang
sangat kompstitif dalam segala hal.
2.
Kepada masyarakat terutama yang berada di lingkungan lembaga wakaf,
seperti wakaf Yayasan Pendidikan Islam At-Taqwa agar lebih memberikan
dukungan dan partisipasi aktif dalam pengembangan lembaga wakaf. Dengan
turut serta dalam kegiatan yang dikelola yayasan Pendidikan Islam AtTaqwa, semisal turut menyekolahkan anak pada lembaga pendidikan yang
dikelola yayasan, dan/atau turut memberikan donasi dalam pengembangan
yayasan, tentu sangat berarti dan bermanfaat.
3.
Kepada pemerintah, baik pusat maupun daerah, agar lebih memperhatikan
dan memberikan bantuan lebih banyak kepada lembaga wakaf, semisal
wakaf Yayasan Pendidikan Islam At-Taqwa ini. Juga agar dipertimbangkan
untuk segera mendirikan Badan Wakaf Indonesia minimal pada tingkat
Propinsi Banten, agar pembinaan kepada para nazhir menjadi lebih terfokus
dan terarah. Hal lain yang dapat disampaikan kepada pemerintah adalah agar
lebih banyak upaya sosialisasi wakaf tunai kepada seluas-luasnya lapisan
masyarakat, agar wakaf tunai tidak hanya menjadi wacana ilmiah saja,
namun dapat terealisasi di masyarakat luas, yang pada akhirnya diharapkan
dapat menjadi salah satu modal besar dalam pengembangan wakaf produktif
di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman. Perwakafan Tanah Milik dan Kedudukan Tanah Wakaf di Indonesia,
cet.III. Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 1990
Al-Alabij, Adijani. Perwakafan Tanah di Indonesia: Dalam Teori dan Praktek,
cet.IV. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2002
Arikunto Suharsimi. Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek, Cetakan
Ketigabelas, Jakarta, PT Rineka Cipta, 2006
Direktorat Pemberdayaan Zakat dan Wakaf, Direktorat Jenderal Bimbingan
Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji. Fiqh Wakaf, Departemen
Agama, 2006
Direktorat Pemberdayaan Zakat dan Wakaf, Direktorat Jenderal Bimbingan
Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji. Pedoman Pembinan Nazhir,
Departemen Agama RI, 2008
Direktorat Pemberdayaan Zakat dan Wakaf, Direktorat Jenderal Bimbingan
Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji. Proses Lahirnya UndangUndang No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf. Departemen Agama RI, 2005
Direktorat Pemberdayaan Zakat dan Wakaf, Direktorat Jenderal Bimbingan
Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji. Strategi Pengamanan Tanah
Wakaf. Departemen Agama RI, 2004
Direktorat Pemberdayaan Zakat dan Wakaf, Direktorat Jenderal Bimbingan
Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji. Panduan Pemberdayaan Tanah
Wakaf Produktif Strategis di Indonesia. Departemen Agama RI, 2005
Direktorat Pemberdayaan Zakat dan Wakaf, Direktorat Jenderal Bimbingan
Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji. Pedoman Pengelolaan dan
Pengelolaan Wakaf. Departemen Agama RI, 2003
Direktorat Pemberdayaan Zakat dan Wakaf, Direktorat Jenderal Bimbingan
Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji. Perkembangan Pengelolaan
Wakaf di Indonesia. Departemen Agama RI, 2005
Direktorat Pemberdayaan Zakat dan Wakaf, Direktorat Jenderal Bimbingan
Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji. Profil Nazhir, Departemen
Agama RI, 2008
Direktorat Pemberdayaan Zakat dan Wakaf, Direktorat Jenderal Bimbingan
Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji. Kumpulan Hasil Seminar
Perwakafan, Departemen Agama RI, 2004
Direktorat Pemberdayaan Zakat dan Wakaf, Direktorat Jenderal Bimbingan
Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji. Undang-Undang Nomor 41
Tahun 2004 Tentang Wakaf, Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006
tentang Pelaksanaannya, Departemen Agama RI, 2004
Djunaidi Achmad dan Al-Asyhar Thobieb, Menuju Era Wakaf Produktif, Sebuah
Upaya Progresif Untuk Kesejahteraan Umat. Cetakan Ketiga. Jakarta: Mitra
Abadi Press, 2006
Effendi Satria, Muhammad Zein. Problematika Hukum Keluarga Islam Kontemporer,
cet.II. Jakarta: Prenada Media, 2005
Halim Abdul, Hukum Perwakafan di Indonesia, Jakarta: Ciputat Press, 2005
Manan Abdul, Muhammad Fauzan. Pokok-pokok Hukum Perdata: Wewenang
Peradilan Agama. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2001
Prihatna Andy Agung, Bamualim Cahider S, Abubakar Irfan, Helmanita Karlina, AlMakassary Ridwan, Kamil Sukron, Najib Tuti A, Wakaf, Tuhan dan Agenda
Kemanusiaan : Studi tentang Wakaf dalam Persfektif Keadilan Sosial di
Indonesia, Jakarta, CSRS UIN Jakarta, 2006
Praja, Juhaya S. Perwakafan di Indonesia: Sejarah, Pemikiran, Hukum, dan
Perkembangannya. Bandung: Yayasan Piara, 1995
Qahaf, Mundzir. Manajemen Wakaf Produktif. Jakarta: Khalifa, 2004
Usman, Suparman. Hukum Perwakafan di Indonesia, cet.II. Jakarta: Radar Jaya
Offset, 1999
Usman Suparman. Pengamanan dan Pengembangan Wakaf Bagi Kesejahteraan
Umat, Makalah disampaikan pada acara “Penyuluhan Tenaga Teknis Bidang
Perwakafan” diselenggarakan oleh Kanwil Deparemen Agama Banten, 14
November 2006.
Zuhdi, Masjfuk. Studi Islam jilid III: Muamalah, cet.II. Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada, 1993
WAWANCARA DENGAN H. ARIF RAHMAN, S. Ag
(KETUA YAYASAN PENDIDIKAN ISLAM AT-TAQWA)
Tangerang, 15 September 2010
1. Pertanyaan
Jawaban
: Bagaimana sejarah berdirinya Yayasan Pendidikan Islam AtTaqwa ?
: Berawal pada tahun 1984 dilakukan
relokasi bangunan yang
berlokasi di RT 01/02 Kampung Warung Mangga
Desa
Panunggangan Kecamatan Cipondoh (sekarang Kecamatan
Pinang), termasuk didalamnya adalah bangunan masjid AtTaqwa, Karena daerah tersebut akan dibangun jalan tol dan Fly
Over/jembatan
tol.
Selanjutnya
lokasi
masjid
At-Taqwa
dipindahkan ke lokasi yang sekarang yaitu di RT 03/02 dan
menempati tanah seluas 750 m2 yang merupakan tanah wakaf
dari Bpk. H. Saarih bin Nasirin. Pada awalnya (tahun 1984) oleh
KH. Irsyad dilaksanakan kegiatan pengajian untuk anak-anak
disekitar masjid yang dilaksanakan pada setiap ba’da maghrib,
dengan nama Majlis Ta’lim Miftahus Shudur. Selanjutnya pada
tahun 1990, dengan cikal bakal majlis ta’lim tersebut oleh KH.
Irsyad didirikanlah Madrasah Diniyah At-Taqwa, dengan
didasari pemikiran bahwa untuk anak-anak tidak hanya
diperlukan ilmu pengetahuan tata baca al-Qur’an saja, namun
sangat diperlukan juga ilmu pengetahuan keagamaan yang lebih
luas, yaitu ilmu fikih, hadits, aqidah akhlaq dan lainnya. Karena
melihat masih banyak ruang kosong dari tanah wakaf masjid
tersebut (sekitar 200 m2), dan juga melihat lokasi tanah wakaf
yang cukup strategis, pada tahun 1996 didirikan sebuah lembaga
pendidikan anak-anak, yaitu Taman Kanak-Kanak At-Taqwa,
Madrasah Ibtidaiyyah. Dan pada tahun 1998 dibentuk pula
Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH). Secara resmi YPI
At-Taqwa didirikan pada tahun 1995, dengan dasar pendiriannya
berupa Akta Notaris Izzat Chanun Sukowijono, SH.
2. Pertanyaan
: Bagaimana perkembangan lembaga-lembaga pendidikan yang
ada pada YPI At-Taqwa sampai saat ini ?
Jawaban
: Untuk Madrasah Diniyah, pada awal didirikannya hanya
memiliki dua ruang kelas, saat ini MD At-Taqwa ini telah
memiliki empat ruang kelas dengan jumlah murid sebanyak 40
siswa, dengan jumlah guru sejumlah 3 (tiga). Madrasah
Ibtidaiyah, saat didirikannya hanya memiliki tiga local, saat ini
telah ada enam ruang belajar, 1 ruang TU dan 1 ruang Guru.
Kalau TK At-Taqwa saat ini memiliki 4 (empat) lokal/ruang
belajar.
3. Pertanyaan
: Bagaimana dengan kegiatan Takmir Masjid ?
Jawaban
: Pengajian tafsir Al-Qur’an untuk umum tiap hari ba’da subuh,
diasuh oleh Ust. Badruddin dan Ust.H. Ahmad Hasanudin,
Pengajian bapak-bapak membahas kitab Shoheh Bukhori setiap
malam Senin, diasuh oleh Ust. H. Ahmad Hasanudin. Pengajian
bapak-bapak membahas kitab Fathul Qorib (Fiqh) setiap malam
Sabtu, diasuh oleh Ust. Badruddin.
Pengajian
Ibu-ibu
membahas Fiqh wanita setiap malam Jum’at dan malam Sabtu,
diasuh oleh Ustd. Hj.Cicih Quraisyih, bertempat di majlis taklim
Sirojul Banat (belakang masjid At-Taqwa).Pengajian Ibu-ibu
ceramah umum pada setiap hari Jum’at minggu ke-4 tiap bulan
diasuh oleh Ustd. Hj.Cicih Quraisyih, bertempat di majlis taklim
Sirojul Banat.
4. Pertanyaan
Jawaban
: Bagaimana dengan perkembangan KBIH ?
: KBIH At-Taqwa didirikan pada tahun 1998 dengan izin resmi
dari Departemen Agama Kota Tangerang. Pada awalnya hanya
memberangkatkan sekitar 20-30 jama’ah haji pertahun, namun
saat ini secara rutin memberangkatkan 90-100 jamaah haji dan
200 jama’ah umroh dengan 5 kali keberangkatan.
5. Pertanyaan
: Apa saja upaya yang dilakukan pengurus Yayasan dalam rangka
pengelolaan dan pengembangan Yayasan ?
Jawaban
: Yang pertama adalah mengurus sertifikat yayasan menjadi
sertifikat wakaf. Dalam melakukan rekrutmen guru-guru
dilakukan seleksi yang cukup ketat oleh tim dari yayasan, begitu
pula untuk pegawai yang lain diupayakan agar sesuai dengan
background pendidikan mereka. Pembangunan berbagai sarana
dan prasarana terus menerus dilakukan oleh pengurus, dari
pembangunan majlis taklim, gedung untuk sekolah TK,
Madrasah Ibtidaiyah maupun Diniyah, termasuk juga berbagai
perlengkapan sekolah terus ditambah oleh yayasan untuk
mendukung kegiatan belajar.
6. Pertanyaan
: Bagaimana dengan pengawasan terhadap kinerja guru dan
pegawai ?
Jawaban
: Pengawasan dilakukan secara rutin dan terus menerus. Para
Kepala TK dan Madrasah langsung mengawasi kinerja para guru
dan pegawai di sekolahnya. Pengurus mengawasi kinerja para
Kepala Sekolah dari laporan bulanan yang diterima dan
pengawasan langsung.
7. Pertanyaan
Jawaban
: Apakah YPI At-Taqwa memiliki visi dan misi ?
: Ada, dan telah disusun sejak lama.
8. Pertanyaan
Jawaban
: Bagaimana dengan upaya pengembangan lainnya ?
: Jama’ah KBIH saat ini sudah lumayan banyak setiap tahunnya.
Bahkan saat ini melihat maraknya bisnis biro perjalanan wisata,
maka pengurus yayasan telah membuka biro perjalanan wisata
At-Taqwa yang dibuka di daerah BSD, karena disini sudah tidak
memungkinkan lagi karena sudah terlalu sempit.
9. Pertanyaan
: Bagaimana dengan pemanfaatan hasil dari pengelolaan dan
pengembangan yayasan ?
Jawaban
: Pertama untuk biaya rutin/biaya operasional bulanan yang cukup
besar, pembangunan yayasan juga salah satu modalnya dari kas
yayasan.
10. Pertanyaan
: Apa saja faktor yang menghambat pengurus dalam pengelolaan
dan pengembangan yayasan selama ini ?
Jawaban
: Kendalanya terutama permodalan dalam setiap pembangunan
yang cukup besar, sehingga setiap pembangunan yang dilakukan
selalu bertahap sampai beberapa waktu. SDM kita juga belum
sepenuhnya memuaskan, karena masih ada beberapa guru yang
belum sarjana, bahkan hanya lulusan Madrasah Aliyah.
11. Pertanyaan
Jawaban
: Bagaimana dengan bantuan masyarakat ?
: Bantuan masyarakat dalam hal bantuan materi cukup besar,
terutama para jama’ah masjid dan pengajian-pengajian rutin
yang seringkali mengeluarkan infak dan amal jariah dalam setiap
pengajian.
Bantuan
tersebut
cukup
besar
dalam
setip
pembangunan yayasan.
12. Pertanyaan
Jawaban
: Bagaiman dengan bantuan pemerintah ?
: Bantuan pemerintah secara langsung untuk pembangunan belum
pernah kita terima, hanya beberapa pelatihan yang dilaksanakan
oleh Departemen Agama dan Dinas Pendidikan yang pernah
diikuti oleh pengurus yayasan dan para guru. Itupun masih dirasa
kurang.
13. Pertanyaan
Jawaban
: Apakah YPI At-Taqwa mendapat dana BOS dari pemerintah ?
: Iya, dana BOS diterima untuk siswa Madrasah Ibtidaiyah dan
Diniyah. Akan tetapi bantuan tersebut tidaklah mencukupi untuk
operasional pendidikan dan sekolah mereka. Untuk itu masih
harus ditambah dari subsidi yang dikeluarkan yayasan setiap
bulan. Dan jumlahnya cukup besar.
Download