BAB II MOTOR INDUKSI TIGA PHASA 2.1 Umum Motor induksi adalah motor listrik arus bolak-balik (ac) yang putaran rotornya tidak sama dengan putaran medan putar pada stator, dengan kata lain putaran rotor dengan putaran medan pada stator terdapat selisih putaran yang disebut slip. Motor induksi merupakan motor yang memiliki konstruksi yang baik harganya lebih murah dan mudah dalam pengaturan kecepatannya, stabil ketika berbeban danmempunyai efisiensi tinggi. Mesin induksi adalah mesin ac yang paling banyak digunakan dalam industry dengan skala besar maupun kecil, dan dalam rumah tangga. Alasannya adalah bahwa karateristiknya hamper sesuai denga kebutuhan dunia industri, pada umumnya dalam kaitannya dengan harga, kesempurnaan, pemeliharaan, dan kesetabilan kecepatan. Mesin induksi (asinkron) ini pada umumnya hanya memiliki satu suplai tenaga yang mengeksitasi belitan stator. Belitan rotornya tidak terhubung langsung dengan sumber tenaga listrik, melainkan belitan ini dieksitasi oleh induksi dari perubahan medan magnetik yang disebabkan oleh arus pada belitan stator. Hampir motor ac yang digunakan adalah motor induksi, terutama motor induksi tiga phasa yang paling banyak di pakai di perindustrian. Motor induksi tiga phasa sangat banyak dipakai sebagai penggerak di perindustrian karena memiliki keuntungan, tetapi ada juga kelemahannya. 5 6 Keuntungan motor induksi tiga phasa : 1. Motor induksi tiga phasa sangat sederhana dan kuat 2. Biayanya murah dan dapat diandalkan. 3. Motor induksi tiga phasa memiliki efisiensi yang tinggi pada kondisi kerja normal. 4. Perawatannya mudah. Kerugian : 1. Kecepatannya tidak bisa bervariasi tanpa merubah efisiensi. 2. Kecepatannya tergantung beban. 3. Pada torsi start memiliki kekurangan. 2.2 Konstruksi Motor Induksi Tiga Phasa Motor induksi adalah motor ac yang paling banyak dipergunakan, karena konstruksinya sangat kuat dan karateristik kerjanya sangat baik. Secara umum motor induksi terdiri dari rotor dan stator. Rotor merupakan bagian yang bergerak, sedangkan stator bagian yang diam. Diantara stator dengan rotor ada celah udara yang jaraknya sangat kecil. Konstruksi motor induksi dapat dilihat pada gambar 2.1. Gambar 2.1 Konstruksi motor induksi 7 Komponen stator adalah bagian terluar dari motor yang merupakan bagian yang diam dan mengalirkan arus phasa. Stator terdiri atas tumpukan laminasi inti yang memiliki alur yang menjadi tempat kumparan dililitkan yang berbentuk silindris. Alur pada tumpukan laminasi inti di isolasi dengan kertas (Gambar 2.2. (b)). Tiap elemen laminasi inti dibentuk dari lembaran besi (Gambar 2.2. (a)). Tiap lembaran besi tersebut memiliki beberapa alur dan beberapa lubang pengikat untuk menyatukan inti. Tiap kumparan tersebut dalam alur yang disebut belitan phasa dimana untuk motor tiga phasa, belitan tersebut terpisah secara listri sebesar 120⁰. Kawat kumparanyang digunakan terbuat dari tembaga yang berlapis dengan isolasi tipis. Kemudian tumpukan inti dan belitan stator diletakan dalam cangkang silindris (Gambar 2.2. (c)). Berikut ini contoh lempengan laminasi inti, lempengan inti yang disatukan, belitan stator yang telah diletakan pada cangkang luar untuk motor induksi tiga phasa. Gambar2.2 Komponen stator induksi tiga phasa, (a) Lempengan inti, (b) Tumpukan inti dengan kertas isolasi pada beberapa alurnya, (c) Tumpukan inti dan kumparan dalam cangkang stator. 8 2.3 Jenis Motor Induksi tiga Phasa Dari Segi Rotor Ada dua jenis motor induksi tiga phasa berdasarkan rotornya yaitu : 1. Motor induksu tiga phasa rotor sangkar tupai ( squirrel-cage motor), 2. Motor induksi tiga phasa rotor belitan ( wound-rotor motor). Kedua motor ini bekerja pada prinsip yang sama dan mempunyai konstruksi stator yang sama tetapi berbeda dalam konstruksi rotor. 2.3.1 Motor Induksi Tiga Phasa Rotor Sangkar Tupai ( Squirrel-cage Motor ) Penampang motor sangkar tupai memiliki konstruksi yang sederhana. Inti stator pada motor sangkar tupai tiga phasa terbuat dari lapisan-lapisan pelat baja beralur yang didukung dalam rangka stator yang terbuat dari besi tuang atau pelat baja yang dipabrukasi. Lilitan-lilitan kumparan stator diletakan dalam alur stator yang terpisah 120⁰ listrik. Lilitan phasa ini dapat tersambung dalam hubungan delta ( ∆ ) ataupun bintang ( Y ). Gambar 2.3 Bagian – bagian rotor tupai Batang rotor dan cincin ujung motor sangkar tupai lebih kecil adalah coran tembaga atau alumunium dalam satu lempeng pada inti rotor. Dalam motor yang lebih 9 besar, batang rotor tidak dicor melainkan dibenamkan ke dalam alur rotor dan kemudian dilas dengan kuat ke cincin ujung. Batang rotor motor sangkaar tupai tidak selalu ditempatkan parallel terhadap poros motor tetapi ada juga yang di miringkan. Hal ini akan menghasilkan torsi yang lebih seragam dan juga mengurangi derau dengung magnetic sewaktu motor sedang berputar. Pada ujung cincin penutup di lekatkan sirip yang berfungsi sebagai pendingin. Motor induksi dengan rotor sangkar di tunjukan pada gambar 2.4. Gambar 2.4 Konstruksi motor induksi rotor sangkar 2.3.2 Motor Induksi Tiga Phasa Rotor Belitan ( Wound- Rotor Motor ) Motor rotor belitan ( motor cicncin slip ) berbeda dengan motor sangkar tipai dalam hal konstruksi rotornya. Lilitan phasa rotor dihubungkan secara Y dan masing-masing phasa ujung terbuka yang dikeluarkan ke cincin slip yang terpasang pada poros rotor. Secara skematik dapat dilihat pada gambar 2.5. Dari gambar ini dapat dilihat bahwa cincin slip dan sikat semata-mata merupakan penghubung tahanan kendali variable luar kedalam rangkaian rotor. 10 Gambar 2.5 Skematik diagram motor induksi rotor belitan Pada motor ini, cincin slip yang terhubung ke sebuah tahanan variable eksternal yang berfungsi membatasi arus pengasutan dan yang bertanggung jawab terhadap pemanasan rotor. Selama pengasutan penambahan tahanan eksternal pada rangkaian rotor belitan menghasilkan torsi pengasutan yang lebih besar dengan arus pengasutan yang lebih kecil de banding dengan rotor sangkar. 2.4 Medan Putar Ada beberapa metode yang dapat dilakukan untuk menganalisa medan putar. Pada kesempatan ini akan di bahas analisa medan putar secara vector dan secara perhitungan. 1. Analisa Medan Putar Secara Vektor Perputaran pada mesin arus bolak-balik di timbulkan oleh adanya medan putar ( fluk yang berputar ) yang dihasilkan dalam kumparan stator. Medan putar ini terjadi apabila kumparan stator dihubungkan dalam phasa banyak, pada umumnya tiga phasa. Hubungan pada stator dapat berupa hubungan Y atau ∆. 11 Untuk mempermudah memahami medan putar, maka dapat dilihat gambar ( 2.6 ) berikut yang menggambarkan keadaan pada kumparan yang dialiri oleh arus dari sumber tiga phasa. Misalkan arus yang mengalir ketiga kumparan tersebut sebesar : iaa’ (t) = IM sinωt ( Ampere) ………………………………………(2.1.a) ibb’ (t) = IM sin(ωt-120⁰) (Ampere ) ……………………………………...(2.1.b) icc’ (t) = IM sin(ωt-240⁰) ( Ampere ) ……………………………………....(2.1.c) Arus yang ada pada kumparan aa’ mengalir dari a dan keluar menuju a’. karena arus yang mengalir pada kumparan aa’ ini, maka dihasilkan kerapatan medan magnet (H) pada kumparan aa’ sebesar Haa’(t) = HM sinωt<0⁰ ( Ampere ) ………………………………………(2.2.a) Gambar 2.6 Vektor medan magnet pada stator 12 Dan kerapatan medan magnet pada kumparan bb’ dan cc’ sebesar Hbb’(t) = HM sin (ωt - 120⁰)<120⁰ Amp.turns/m …………………………...…(2.2.b) Hcc’(t) = HM sin (ωt - 240⁰)<240⁰ Amp.turns/m ……………………………....(2.2.c) Telah di ketahui bahwa kerapatan fluks (B) dapat dihitung dari intensitas medan magnet (H), yaitu : B = µH Tesla (T) ………………………………………………………(2.3) Maka didapat kerapatan fluks pada masing- masing kumparan yaitu : Baa’(t) = BM sin ωt<0⁰ Tesla ………………………………………..(2.4) Bbb’(t) = BM sin(ωt-120⁰)<120⁰ Tesla ……………………………………...(2.4.b) Bcc’(t) = BM sin(ωt-240⁰)<240⁰ Tesla ……………………………………...(2.4.c) Pada persamaan kerapatan fluks diatas, dimana BM = µHM. Kerapatan fluks dapat dihitung resultannya dengan menentukan nilai dari waktu (t), sehingga resultan kerapatan fluks ada nilainya, misalnya pada saat ωt = 0, maka fluks pada masing-masing Kumparan stator sebesar : Baa’ = 0 Bbb’ = BM sin (-120⁰)<120⁰ Bcc’ = BM sin (-240⁰)<240⁰ Resultan kerapatan fluks pada stator sebesar : 13 Bnet = Baa’ + Bbb’ + Bcc’ = 0 + (- BM) <120⁰ + (- BM) <240⁰ = 1,5 BM<-90⁰ Tesla Gambar 2.7 Vektor medan magnet pada stator saat ωt = 0⁰ Jika ωt = 90⁰, maka : Baa’ = BM<0⁰ Bbb’ = - 0,5 BM <120⁰ ‘ Bcc’ = - 0,5 BM <240⁰ Bnet = Baa’ + Bbb’ + Bcc’ Bnet = BM<0⁰ + (-0,5 BM) <120⁰ + (-0,5 BM) <240⁰ = 1,5 BM<0⁰ Tesla 14 Gambar 2.8 Vektor medan putar pada stator saat ωt= 90⁰ Dari perhitungan saat ωt= 0⁰ dan saat ωt= 90⁰ dihasilkan resultan medan magnet yang sama besar amlitudonya, hanya berbeda sudutnya. Seperti yang di tunjukan oleh gambar 2.7 dan gambar 2.8, terlihat jelas bahwa medan magnet yang dihasilkan ini berputar tergantung terhadap waktu (t). 2. Analisa Medan Putar Secara Perhitungan Pada analisa medan putar secara vektoris, diketahui bahwa pada harga waktu (t) berapapun nilainya maka didapat magnitude dari resultan medan magnet sebesar 1,5 BM. Dan ini akan terus konstan dan berputar dengan kecepatan sudut ω. Pada gambar 2.6 sebelum diperlihatkan sistem koordinat, dimana garis horizontal positif disimbolkan dengan x dan garis vertical keatas disimbolkan dengan y. x disimbolkan sebagai vector satuan dari garis horizontal dan āy sebagai vector satuan dari garis vertikal. Untuk mendapatkan persamaan umum dari resultan fluks magnetic ( Bnet ) maka dijumlahkan kerapatan fluks magnetik yang dihasilkan pada masing – masing kumparan stator secara vektoris. 15 Resultan fluks maget pada stator dinyatakan dengn persamaan : net (t) = aa’(t) + bb’(t) + cc’(t) (Tesla) = BM sin ωt<0⁰ + BM sin(ωt-120⁰)<120⁰ + BM sin(ωt-240⁰)<240⁰ = BM sin ωt(cos 0 + jsin 0) + BM sin (ωt-120)(cos 120 + jsin120) + BM sin(ωt-240)(cos240 + j sin 240) = BM sin ωt(l) + BM sin (ωt-120)(-0,5+ j BM sin( ωt-240)(-0,5- j )+ ) Dengan menganggap komponen ril berada pada sumbu x dan komponen khayal pada sumbu y, maka persamaan diatas dapat dinyatakan dalam komponen net(t) = BM sin ωt āx – [0,5 BM sin(ωt - 120⁰)] āx + [0,5 BM sin(ωt - 240⁰)] āx - x dan āy. BM sin(ωt - 120⁰)]āy BM sin(ωt - 240⁰)]āy (Tesla) Komponen-komponen vector x dan y dapat disatukan menjadi sebagai berikut : net + = [BM sin ωt – 0,5 BM sin(ωt -120⁰) – 0,5 BM sin(ωt -240⁰)āx BM sin(ωt - 120⁰) - BM sin(ωt - 240⁰)]āy Karena sin (ωt - 120⁰) = 0,5 sin ωt - sin (ωt - 240⁰) = -0,5 sin ωt + cos ωt cos ωt 16 Maka di dapat : net =[ BM sin ωt – 0,5 BM (-0,5 sin ωt - +[ net cos ωt) - = [ BM sin ωt + BM sin ωt - +[- net = 2.5 BM (-0,5 sin ωt - BM sin ωt - cos ωt + cos ωt) – 0,5 BM ( -0,5 sin ωt + BM (-0,5 sin ωt + BM cos ωt + BM sin ωt - BM sin ωt - ( 1,5 BM sin ωt )āx - ( 1,5 BM cos ωt )āy (Tesla) cos ωt]āx cos ωt)]āy BM cos ωt]āx BM cos ωt)]āy ………………………..(2.5) Prinsip Kerja Motor Induksi Tiga Phasa Motor induksi adalah peralatan pengubah energi listrik ke bentuk energy mekanik. Pengubahan energy ini bergantung pada keberadaan phenomena alami magnetic, medan listrik, gaya mekanis dan gerak. Jika pada belitan stator di beri tegangan tiga phasa, maka pada belitan stator akan mengalir arus tiga phasa, arus ini menghasilkan medan magnet yang berputar dengan kecepatan sinkron (ns). Medan magnet ini akan memotong belitan rotor , sehingga pada belitan rotor akan di induksikan tegangan seperti halnya tegangan yang diinduksikan dalam lilitan sekunder transformator oleh fluksi yang dihasilkan arus pada belitan primer. Rangkaian rotor merupakan rangkaian tertutup, baik melalui cincin ujung atau 17 tahanan luar. Tegangan induksi pada rotor akan menghasilkan arus yang mengalir pada belitan rotor. Arus yang mengalir pada belitan rotor berada dalam medan magnet yang dihasilkan stator, sehingga pada belitan rotor akan dihasilkan gaya (F). Gaya ini akan menghasilkan torsi (T) dan jika torsi yang dihasilkan lebih besar dari torsi beban, maka rotor akan berputar dengan kecepatan ns yang searah dengan medan putaran stator. Gambar 2.9 Penampang rotor dan stator yang memperlihatkan medan magnet dalam celah udara Untuk arahfluksi dan gerak yang ditunjukan gambar diatas, penggunaan aturan tangan kanan fleming bahwa arah arus induksi dalam konduktor rotor menuju pembaca. Pada kondisi seperti itu, dengan konduktor yang mengalirkan arus berada dalam medan magnet seperti yang di tunjukan, gaya pada konduktor mengarah ke atas karena medan magnet dibawah konduktor lebih kuat dari pada medan di atasnya. Agar sederhana, hanya satu konduktor rotor yang diperlihatkan. Tetapi konduktor-konduktor rotor yang berdekatan lainnya dalam medan stator juga mengalirkan arus dalam arah seperti pada konduktor yang ditunjukan, dan juga mempunyai suatu gaya kearah atas yang dikerakan pada mereka. Pada setengah siklus berikutnya, arah medan stator akan dibalik, tetapi 18 arus rotor juga akan dibalik, sehingga gaya pada rotor tetap ke atas. Demikian pula konduktor rotor dibawah kutub-kutup medan stator lain akan mempunyai gaya yang semuanya cenderung memutarkan rotor yang searah jarum jam. Jika kopel yang dihasilkan cukup besar untuk mengatasi kopel beban yang menahan, motor akan melakukan perepatan searah jarum jam atau dalam arah yang sama dengan perputaran medan magnet stator. Untuk memperjelas prinsip kerja motor induksi tiga phasa, maka dapat di jabarkan dalam langkah-langkah berikut : 1. Ketika tegangan phasa yang seimbang diberikan [ada belitan stator, maka belitan stator akan menghasilkan arus yang mengalir pada tiap- tiap phasanya. 2. Arus pada setiap phasa stator akan menghasilkan fluksi yang berubah terhadap waktu. 3. Amplitudo fluksi yang dihasilkan pada phasa stator berubah secara sinusoida dan arahnya tegak lurus terhadap belitan. 4. Penjumlahan dari ketiga fluksi pada belitan sstator disebut medan putar yang berputar dengan kecepatan sinkron (ns), besar nilai ns di tentukan oleh jumlah kutub p dan frekuensi stator f yang dirumuskan dengan ns = …………………………………………………….… (2.6) 5. Akibat fluksi yang berputar tersebut maka timbul tegangan induksi pda belitan stator yang di nyatakan dlam persamaan berikut : e1 = - N (Volt) atau E1 = 4,44fN1ȹmax (Volt ) 19 6. Fluksi yang berputar tersebut juga memotong belitan rotor. Akibatnya pada belitan rotor akan dihasilkan tegangan induksi (ggl) sebesar E2 yang besarnya dapat dinyatakan dengan persamaan berikut. e2 = - N (Volt) atau E2 = 4,44fN2ȹmax (Volt ) Dimana : E2 = tegangan induksi pada rotor saat rotor dalam keadaan diam (Volt) N2 = Jumlah lilitan kumparan rotor ȹmax = Fluksi maksimum (Wb) 7. Karena kumparan rotor merupakan rangkaian tertutup, maka tegangan induksi tersebut akan menghasilkan arus I2. 8. Arus I2 ini berada pada medan magnet yang dihasilkan oleh stator, sehingga pada belitan rotor akan menghasilkan gaya (F). 9. Gaya (F) ini akan menghasilkan torsi (t), jika torsi yang dihasilkan ini lebih besar dari torsi beban, maka rotor akan berputar dengan kecepatan nr yang searah dengan medan putar stator. 10. Ada perbedaan kecepatan medan putar pada stator (ns) dengan kecepatan putaran rotor (nr), perbedaan ini disebut slip (s) yang dapat dinyatakan dengan persamaan berikut : 11. Setelah rotor dalam keadaan berputar, besarnya tegangan yang diinduksikan pada belitan rotor akan dipengaruhi atau tergantung terhadap slip (s). Tegangan 20 induksi pada rotor dalam keadaan ini dapat dinyatakan dengan persamaan : E2s = 4,44sfN2ȹmax ( Volt ) E2s = sE2 ( Volt ) Dimana : E2s = Tegangan induksi pada rotor dalam keadaan berputar (Volt) f2 = s.f = frekuensi rotor ( frekuensi tegangan induksi pada rotor dalam keadaan berputar ) 12. Akibat adanya slip (s), maka nilai frekuensi pada rotor (f2) dan reaktansi rotor (x2’) akan dipengaruhi oleh slip, yang dapat dinyatakan dengan s f dan sx2’. 13. Jika kecepatan putaran rotor (nr) sama dengan kecepatan medan putar stator (ns), maka slip bernilai nol, tidak ada fluks yang memotong belitan rotor sehingga pada belitan rotor tidak diinduksikan tegangan, maka tidak ada arus yang mengalir pada belitan rotor, sehingga rotor tidak berputar, karena tidak ada gaya yang terjadi pada rotor. 2.6 Slip Motor induksi tidak dapat berputar pada kecepatan sinkron. Seandainya hal ini terjadi , maka rotor akan tetap diam relative terhadap fluksi yang berputar. Maka tidak aka nada ggl yang diinduksikan dalam rotor, tidak ada arus yang mengalir pada rotor, dan karenanya tidak akan menghasilkan kopel. Kecepatan rotor sekalipun tanpa beban, harus lebih kecil sedikit dari kecepatan sinkron agar adanya tegangan induksi pada rotor, dan akan menghasilkan arus di rotor, arus induksi ini akan berinteraksi dengan fluks 21 listrik sehingga menghasilkan kopel. Selisih antara kecepatan rotor dengan kecepatan sinkron disebut slip (s). Slip dapat dinyatakan dalam putaran setiap menit, tetapi lebih umum dinyatakan sebagai persen dari kecepatan sinkron. Slip (s) = ………………………………………..................……(2.7) Dimana : nr = kecepatan rotor Persamaan (2.7) diatas memberikan informasi yaitu : 1. Saat s =1 dimana nr = 0, ini berarti rotor masih dalam keadaan diam atau akan berputar. 2. S = 0 menyatakan bahwa ns = nr , ini berarti rotor berputar sampai kecepatan sinkron. Hal ini dapat terjadi jika ada arus dc yang diinjeksikan ke belitan rotor, atau rotor digerakan secara mekanik. 3. 0 < s < 1, ini berarti kecepatan rotor diantar keadaan diam dengan kecepatan sinkron. Kecepatan rotor dalam keadaan inilah dikatakan kecepatan tidak sinkron. 2.7 Frekuensi Rotor Ketika rotor masih dalam keadaan diam, dimana frekuensi arus pada rotor sama seperti frekuensi masukan (sumber). Tetapi ketika rotor akan berputar, maka frekuensi rotor akan bergantung kepada kecepatan relative atau bergantung atau bergantung terhadap besarnya slip. Untuk besar slip tertentu, maka frekuensi rotor sebesar f’ yaitu : 22 ns – nr = , diketahui bahwa ns = Dengan membagikan dengan salah satu, maka didapat Maka f’ = sf (Hz) ………………………………………………………………(2.7) Telah diketahui bahwa arus rotor bergantung terhadap frekuensi rotor f’= fs dan ketika arus ini mengalir pada masing – masing phasa di belitan rotor, akan memberikan reaksi medan magnet. Biasanya medan magnet pada rotor akan menghasilkan medan magnet yang berputar yang esarnya bergantung atau relative terhadap putaran rotor sebesar sns. Pada keadaan tertentu, arus rotor dan arus stator menghasilkan distribusi medan magnet yang sinusoida dimana medan magnet ini memiliki magnetudo yang konstan dan kecepatan medan putar ns yang konstan. Kedua hal ini merupakan medan magnetic yang berputar secara sinkron. Kenyataan tidak seperti ini karena pada stator aka nada arus magnetisasi pada kumparannya. 2.7 Aliran Daya Pada Motor Induksi Pada motor induksi, tidak ada sumber listrik yang langsung terhubung ke rotor, sehingga daya yang melewaticelah udara sama dengan daya yang diinputkan ke rotor. Daya total yang dimasukan pada kumparan stator (Pin) dirumuskan dengan 23 ………………………………………………………. (2.8) Dimana : Pin = Daya Input ( Watt ) Pout = Daya Ouput ( Watt ) Efisiensi = Efisiensi Motor (%) . V . I . eff . cos ϕ ………………………………………………………. (2.9) P out = Dimana : V = Tegangan I = Arus eff = efesiensi motor Cos ϕ = factor daya ………………………………………………………………...…… (2.10) Dimana : I = arus (A) P = daya (Watt) V = Tegangan (Volt) Factor daya ϕ p= . V . I . Cos ϕ …………………………………………………………..…. (2.11) Dimana : P = daya (Watt) 24 V = tegangan (Volt) I = arus (Ampere) Cos ϕ = factor daya Sebelum daya di transfer melalui celah udara, motor induksi mengalami rugi-rugi berupa rugi-rugi tembaga stator (PSCL) dan rugi-rugi stator (PC). Daya yang di transfer melalui celah udara (PAG) sama dengan penjumlahan rugi-rugi tembaga rotor (PRCL) dan daya yang di konversi (PCONV). Daya yang melalui celah udara ini sering juga disebut sebagai daya input rotor. PAG = PRCL + PCONV (Watt) = 3(I’2)2 ……………………………………………..(2.12) = 3(I’2)2 R2 + 3(I’2)2 R2 ………………..………...….(2.13) Diagram aliran daya motor induksi dapat dilihat pada gambar 2.10 dibawah ini. Gambar 2.10 Aliran daya motor induksi 25 Dimana : - PSCL = rugi-rugi tembaga pada kumparan stator (Watt) - PC = rugi-rugi inti pada stator (Watt) - PAG = daya yang ditransfer melalui celah udara (Watt) - PRCL = rugi- rugi daya pada kumparan rotor (Watt) - PF&W = rugi-rugi gesek + angina (Watt) - PSLL = stray losses (Watt) - PCONV = daya mekanis keluaran (output) (Watt) Hubungan antara rugi-rugi tembaga rotor dan daya mekanis dengan daya masukan rotor dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut : PRCL = 3(I’2)2 R2 = sPAG PCONV = 3(I’2)2 R2 (Watt) ………………………………………………(2.14) R2 = (1-s)PAG (Watt) ……………..………………….……(2.15) Dari gambar 2.10 dapat dilihat bahwa motor induksi juga mengalami rugi-rugi gesek + angina (PF&W), sehingga daya mekanis keluaran sama dengan daya yang dikonversi (PCONV) dikurangi rugi-rugi gesek + angina. Pout = PCONV – PF&W Secara umum, perbandingan komponen daya pada motor induksi dapat dijabarkan dalam bentuk slip, yaitu : PAG : PRCL : PCONV = 1 : s : 1 – s 26 Rugi lain-lain merupakan rugi-rugi yang bersifat mekanis dan pengukurannya sangat sulit untuk diukur karena tidak ada Persamaan elektris yang berhubungan dengan rugirugi tersebut. Rugi-rugi ini diantara lain rugi-rugi angin dan gesekan, serta rugi-rugi stray. Tabel 2.1 Persentase Rugi-rugi Stray Terhadap Daya Keluaran Rugi-rugi ini tidak dapat di klasifikasikan dengan rugi-rugi yang telah dijelaskan sebelumnya. Sampai saat ini masih sangat sulit untuk mengukur rugi-rugi ini, namun IEEE telah menetapkan standar besar rugi-rugi ini yang dapat dilihat pada Tabel 2.1. 2.8 Efisiensi Motor Induksi Efisiensi motor induksi adalah ukuran keefektifan motor induksi untuk mengubah energi listrik menjadi energi mekanis yang dinyatakan sebagai perbandingan antara masukan dan keluaran atau dalam bentuk energi listrik berupa perbandingan watt keluaran dan watt masukan. Definisi NEMA terhadap efisiensi energi adalah bahwa 27 efisiensi merupakan perbandingan atau rasio dari daya keluaran yang berguna terhadap daya input total dan biasanya dinyatakan dalam persen. Juga sering dinyatakan dengan perbandingan antara keluaran dengan keluaran ditambah rugi-rugi, yang dirumuskan dalam persamaan (2.13) …………………………………………...….(2.16) Dari persamaan terlihat bahwa efisiensi motor bergantung pada besar rugiruginya. Rugi-rugi pada persamaan tersebut adalah penjumlahan keseluruhan komponenrugi-rugi. Pada motor induksi pengukuran efisiensi motor induksi ini sering dilakukan dengan beberapa cara seperti : Mengukur langsung daya elektris masukan dan daya mekanis keluaran. Mengukur langsung seluruh rugi-rugi dan daya masukan. Mengukur setiap komponen rugi-rugi dan daya masukan. Dimana pengukuran daya masukan tetap dibutuhkan pada ketiga cara diatas. Umumnya, daya elektris dapat di ukur dengan sangat tepat, keberadaan daya mekanis yang lebih sulit untuk diukur. Saat ini sudah dimungkinkan untuk mengukur torsi dan kecepatan dengan cukup akurat yang bertujuan untuk mengetahui harga efisiensi yang tepat. Pengukuran pada kesalahan rugi-rugi ada yang berdasarkan teknik kalorimetri. Walaupun pengukuran dengan metode ini relative sulit dilakukan, keakuratan yang dihasilkan dapat dibandingkan dengan hasil yang didapat dengan pengukuran langsung pada daya keluarannya. 28 Kebanyakan pabrikan lebih memilih melakukan pengukuran komponen rugi-rugi secara individual, karena dalam teorinya metode ini tidak memerlukan pembebanan pada motor, dan ini adalah suatu keuntungan bagi pabrikan. Keuntungan lainnya yang sering di sebut-sebut adalah bahwa memang benar error pada kompnen rugi-rugi secara individual tidak begitu mempengaruhi keseluruhan efisiensi yang disediakan oleh pembuat, di ukur dan dihitung berdasarkan standart tertentu. -