BAB III WANPRESTASI DAN PENYELESAIAN

advertisement
86
BAB III
WANPRESTASI DAN PENYELESAIAN SENGKETA
DALAM PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH
3.1 Pelaksanaan kontrak pengadaan barang/jasa antara pemerintah dengan
penyedia barang/jasa
Pengadaan barang/jasa atau procurement dapat diartikan sebagai
penjelasan dari tahap persiapan, penentuan dan pelaksanaan atau administrasi
tender untuk pengadaan barang, lingkup pekerjaan atau jasa lainnya. Kegiatan
pengadaan barang/jasa tidak hanya kegiatan pemilihan rekanan dengan
bagian pembelian atau perjanjian resmi kedua belah pihak saja, tetapi
mencakup seluruh proses sejak awal perencanaan, persiapan, perijinan,
penentuan pemenang tender hingga pada tahap pelaksanaan dan proses
administrasi dalam pengadaan barang, pekerjaan atau jasa seperti jasa
konsultasi teknis, jasa konsultasi keuangan, jasa konsultasi hukum atau jasa
lainnya. Pengadaan barang/jasa pemerintah mencakup pada tiga wilayah
hukum yaitu :
1. Hukum Administrasi Negara atau Hukum Tata Usaha Negara
mengatur hubungan hukum antara penyedia dengan pengguna
barang/jasa dari proses persiapan sampai dengan penerbitan surat
penetapan penyedia barang/jasa;
87
2. Hukum Perdata, mengatur hubungan hukum antara penyedia
dengan pengguna barang/jasa sejak penandatanganan sampai
dengan berakhirnya kontrak;
3. Hukum Pidana, mengatur hubungan hukum antara penyedia
dengan pengguna barang/jasa sejak proses persiapan pengadaan
sampai dengan selesainya kontrak pengadaan.
Dalam rangka kegiatan pengadaan barang/jasa, pemerintah memiliki
pengaruh yang sangat besar karena pemerintah selain menjadi perancang
anggaran, pemerintah juga merupakan pembeli barang/jasa dari penyedia
barang/jasa yang akan dilakukan, tetapi pemerintah tidak mempunyai
kewenangan yang mutlak.1 Pengadaan barang/jasa di pemerintah meliputi
seluruh kontrak pengadaan antara pemerintah (departemen pemerintah, badan
usaha milik negara, dan lembaga negara lainnya) dengan perusahan (baik
milik negara atau swasta) bahkan perorangan. Dalam suatu kontrak yang
terjalin antara pemerintah yang diwakili oleh PPK dengan penyedia
barang/jasa
maka
kontrak
tersebut
harus
memenuhi
syarat-syarat
sebagaimana yang diatur dalam KUHPerdata Pasal 1320, yaitu sebagai
berikut:
a) Kesepakatan mereka yang mengikatkan diri (de toestomming van
degenen die zich verbinden)
1
Denny Sanjaya, 2013, Analisis Yuridis Pengadaan Barang/Jasa Yang Dilakukan Dinas
Pendidikan Kota Tanjungbalai Ditinjau Dari Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Tentang
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, Jurnal Hukum Ekonomi, Vol. I Nomor 2, Jakarta, h.6.
88
Kesepakatan mereka yang mengikatkan diri terjadi secara
bebas atau dengan kebebasan. Kebebasan bersepakat tersebut dapat
terjadi secara tegas (mengucapkan kata/tertulis) atau secara diam
(dengan suatu sikap/isyarat). Suatu perjanjian dikatakan tidak
memenuhi unsur kebebasan apabila mengandung salah satu dari 3
(tiga), yaitu: (a) Unsur paksaan (dwang), (b) Unsur kekeliruan
(dwaling), (c) Unsur penipuan (bedrog).
kegiatan pengadaan
barang/jasa
Dalam
kesepakatan dilakukan
oleh
Pemerintah yang diwakili oleh PPK dengan pihak penyedia
barang/jasa. Kesepakatan mengikat pada kontrak antara PPK dengan
penyedia barang/jasa terjadi secara tertulis dengan penandatangan
kontrak pengadaan barang/jasa. Kedua belah pihak membuat suatu
kesepakatan yang didalamnya memuat hak dan kewajiban masingmasing pihak.
b) Kecakapan untuk membuat suatu perikatan (de bekwaanheid om
eene verbintenis aan te gaan)
Subjek hukum yang berwenang untuk melakukan perbuatan
hukum (recht bevoegd) adalah pengemban hak dan kewajiban
hukum, termasuk hukum kontrak. Pasal 1329 KUHPerdata memuat
norma hukum umum bahwa sepenjang tidak ditentukan lain oleh
undang-undang, setiap orang (natuurlijk persoon) dianggap cakap
untuk
melakukan
perbuatan
hukum.
Kecakapan
melakukan
perbuatan hukum, termasuk membuat kontrak, pada umumnya
89
diukur dari usia kedewasaan (merdeerjarig) untuk manusia kodrati
(persoon) atau kewenangan (bevoegheid) untuk badan hukum (recht
persoon).
Subjek hukum, yang terdiri dari orang atau manusia
(natuurlijik persoon) dan badan hukum (rechtspersoon). Selanjutnya,
badan hukum ini kemudian dibagi lagi dalam dua bagian, yakni
badan hukum privat dan publik. Menurut Chidir Ali sebagaimana
dikutip oleh Aminuddin Ilmar bahwa, ada tiga kriteria untuk
menentukan suatu status badan hukum publik, yaitu pertama, harus
dilihat dari pendiriannya, di mana badan hukum itu apakah diadakan
dengan konstruksi hukum publik yang didirikan oleh penguasa
dengan undang-undang atau peraturan-peraturan lainnya; kedua,
lingkungan kerjanya yakni melaksanakan perbuatan publik dalam hal
ini melaksanakan kepentingan pelayanan umum; dan ketiga, badan
hukum itu diberi wewenang publik seperti membuat keputusan,
ketetapan atau peraturan yang mengikat umum.2
Rudhi Prasetya sebagaimana dikuti oleh Aminuddin Ilmar
bahwa sebenarnya negara sendiri merupakan badan hukum, sehingga
kedudukan negara sebagai badan hukum publik dapat menjalankan
perbuatan perdata misalnya, dengan memborongkan pembuatan
gedung, membeli alat peralatan, memborong pembuatan jalan,
dengan harta kekayaan negara menjadi beban dari segala tagihan
yang timbul dari perbuatan perdata yang dilakukan. Nantinya segala
2
Aminuddin Ilmar,op.cit., h,84
90
hak dan kewajiban secara yuridis perdata menjadi semata-mata hak
dan kewajiban dari badan hukum negara.3
Badan hukum khususnya badan hukum publik, maka dapat
dikemukakan ada beberapa unsur dari badan hukum (rechtspersoon),
yaitu:
1) Perkumpulan orang (organisasi yang teratur).
2) Dapat melakukan perbuatan hukum dalam hubungan hukum.
3) Adanya harta kekayaan yang terpisah.
4) Mempunyai kepentingan sendiri.
5) Mempunyai pengurus.
6) Mempunyai tujuan tertentu.
7) Mempunyai hak dan kewajiban.
8) Dapat digugat atau menggugat di depan pengadilan.
Dalam kontrak pengadaan maka pihak yang menjadi subyek
hukum adalah pemerintah selaku organ dari badan hukum publik
dengan pihak penyedia barang/jasa. Dalam kajian tentang kontrak
pengadaan yang melibatkan pemerintah, harus dapat menentukan
lingkup yang termasuk sebagai pemerintah. Dalam aturan yang ada,
tidak dapat ditemukan secara eksplisit batasan tentang pemerintah
dalam peraturan perundang-undangan. Sejauh yang menyangkut
kontrak pengadaan belum dapat ditemukan secara eksplisit yang
3
Ibid, h.86
91
dimaksud dengan pemerintah, namun secara implisit dapat dilihat
dalam rumusan dalam Pasal 1 angka 1 Perpres No. 4 Tahun 2015
bahwa pengadaan barang/jasa pemerintah yang selanjutnya disebut
pengadaan
barang/jasa
adalah
kegiatan
untuk
memperoleh
barang/jasa oleh Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat
Daerah/Institusi yang prosesnya dimulai dari perencanaan kebutuhan
sampai diselesaikannya seluruh kegiatan untuk memperoleh
barang/jasa. Sedangkan dalam Pasal 1 angka 2 Perpres No. 4 Tahun
2015 dirumuskan bahwa Kementerian/Lembaga Satuan Kerja
Perangkat Daerah/Institusi, yang selanjutnya disebut K/L/D/I adalah
instansi/institusi yang menggunakan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBN) dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (APBD). Dari definisi tersebut, dapat diartikan bahwa yang
dimaksud dengan “pemerintah” dalam pengadaan barang/jasa adalah
K/L/D/I. Sedangkan untuk penyedia barang/jasa adalah badan usaha
atau orang perseorangan yang menyediakan barang/pekerjaan
konstruksi/jasa konsultasi/jasa lainnya.
c) Objek atau pokok persoalan tertentu atau dapat ditentukan (eene
bepald onderwerp objekt)
Ketentuan mengenai hal tertentu menyangkut objek hukum
atau mengenai bendanya. Dalam membuat perjanjian antara para
subjek hukum itu menyangkut mengenai objeknya, apakah
92
menyangkut benda berwujud, tidak berwujud, benda bergerak, atau
benda tidak bergerak.
Dalam kontrak pengadaan pemerintah yang menjadi obyek
dalam kontrak tersebut adalah barang, pekerjaan konstruksi, jasa
konsultasi dan jasa lainya. Dalam Pasal 1 angka 14 Perpres No. 4
Tahun 2015 dirumuskan bahwa barang adalah setiap benda baik
yang berwujud maupun tidak berwujud, bergerak maupun tidak
bergerak, yang dapat diperdagangankan, dipakai dipergunakan atau
dimanfaatkan oleh pengguna barang. Untuk pekerjaan konstruksi
yang dirumuskan dalam aturan tersebut, bahwa pekerjaan konstruksi
adalah
keseluruhan
pekerjaan
yang
berhubungan
dengan
pelaksanaan konstruksi banguanan atau pembuatan wujud fisik
lainnya. Sedangkan untuk jasa konsultasi dirumuskan bahwa jasa
konsultasi adalah jasa layanan profesional yang membutuhkan
keahlian tertentu diberbagai bidang keilmuan yang mengutamakan
adanya oleh pikir (brainware). Untuk obyek yang terakhir dari
kontrak ini adalah jasa lainnya yang dirumuskan sebagai jasa yang
membutuhkan
kemampuan
tertentu
yang
mengutamakan
keterampilan (skillware) dalam suatu sistem tata kelola yang telah
dikenal luas di dunia usaha untuk menyelesaikan suatu pekerjaan
atau segala pekerjaan dan/atau penyediaan jasa selain jasa konsultasi,
pelaksanaan pekerjaan konstuksi dan pengadaan barang.
93
d) Suatu sebab atau causa yang halal/tidak dilarang (eene geoorloofde
oonaak)
Sebab yang halal/causa yang halal mengandung pengertian
bahwa pada benda (objek hukum) yang menjadi pokok perjanjian itu
harus melekat hak yang pasti dan diperbolehkan menurut hukum
(tidak melanggar peraturan perundang-undangan, ketertiban umum
dan kesusilaan) sehingga perjanjian itu kuat.
Pada syarat ini, kontrak yang sepakati oleh pemerintah dengan
penyedia barang/jasa harus sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku dengan tetap menjaga ketertiban umum dan
tidak bertentangn dengan kesusilaan.
Atas dasar asas keseimbangan, maka dalam kontrak pengadaan
pemerintah tidak dapat memposisikan dirinya lebih tinggi dari penyedia
barang atau jasa, meskipun pemerintah merupakan lembaga yang melakukan
tindakan-tindakan yang bersifat mengatur (regulator). Hal ini dikarenakan
pada dasarnya dalam hukum perjanjian para pihak mempunyai kedudukan
yang sama, sebagaimana diatur dalam pasal 1338 KUHPerdata. Dalam
konteks demikian, maka baik pemerintah maupun penyedia barang/jasa samasama memiliki kedudukan yang sejajar dalam pemenuhan hak dan kewajiban
yang tertuang di dalam kontrak yang disepakati.
Keterlibatan
pemerintah
dalam
kontrak
pengadaan
barang/jasa
menunjukan tindakan pemerintah tersebut diklasifikasikan dalam tindakan
pemerintahan yang bersifat keperdataan. Berkenaan dengan tindakan hukum
94
keperdataan dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan, menurut Philipus
M. Hadjon sebagaimana dikutip oleh H. Purwosusilo bahwa sekalipun
tindakan hukum keperdataan untuk urusan pemerintahan oleh badan atau
pejabat tata usaha negara dimungkinkan, bukan tidak mungkin pelbagai
ketentuan, hukum publik (hukum tata usaha negara) akan menyusup dan
mempengaruhi peraturan hukum perdata.4
Pemerintah sebagai salah satu subjek hukum dalam tindakan perdata,
maka pemerintah merupakan badan hukum, karena menurut Apeldoorn,
sebagaimana dikutip oleh Philipus M. Hadjon, negara, propinsi, kotapraja dan
lain sebaginya adalah badan hukum. Hanya saja pendiriannya tidak dilakukan
secara khusus, melainkan tumbuh secara historis. Pemerintah dianggap
sebagai badan hukum, karena pemerintah menjalankan kegiatan komersial
(acfs jure gestionisi).
Kedudukan pemerintah dalam pergaulan hukum keperdataan tidak
berbeda dengan subjek hukum privat lainnya, yakni orang maupun badan
hukum, sebagai subjek hukum perdata pemerintah dapat mengikatkan dirinya
dengan penyedia barang/jasa. Hak dan kewajiban dari masing-masing pihak,
sampai kepada prosedur pelaksanaannya harus diatur secara jelas dan
dituangkan dalam bentuk kontrak agar nantinya prosedur pengadaan tersebut
mempunyai kekuatan hukum yang tetap dan mengikat bagi para pihak yang
terlibat di dalamnya.5
4
H. Purwosusilo, loc.cit.
5
Ibid, h.87.
95
Dalam bukunya
Surjan
menyatakan bahwa
kontrak pengadaan
mempunyai makna penting dalam pembangunan ekonomi nasional, bahwa
“it’s not only by reason of its magnitude that government procurement is
important to the economy, but a substantial part of the procurement is so
oriented as to speed up the development of crucial sectors of industry which
is a matter of national importance. It would not be wrong to say that
government contracting is so planned as to be avant garde of technological
development of the country.”
6
Yang berarti bahwa, tidak hanya dengan
alasan bahwa pengadaan pemerintah penting untuk perekonomian, namun
sebagian besar dari pengadaan tersebut berorientasi untuk mempercepat
pengembangan sektor industri yang merupakan kepentingan nasional. Hal ini
tidaklah salah untuk mengatakan bahwa kontrak pemerintah direncanakan
untuk menjadi pelopor perkembangan teknologi negara.
Tabel : 2 Proses Kegiatan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
No
Tahap Persiapan
Tahap Pelaksanaan
Tahap Pasca
Kontrak
Kontrak
Kontrak
Pengumuman
1.
umum
rencana Penyusunan rancangan Penerimaan
pengadaan kontrak
kontrak
barang/jasa
2.
3.
Penetapan harga perkiraan Penandatangan kontrak
Denda/ganti
sendiri
rugi
Pendaftaran penyedia dan Jaminan pelaksana
Keadaan kahar
pengambilan dokumen
6
M.A. Sudjan, 2003, Law Relating to Government Contract, Universal Law Publishing
, Delhi, p.533.
96
Aonwijzing
4.
(pemberian Pelaksanaan kontrak
penjelasan)
Perpanjangan
waktu
pelaksanaan
pekerjaan
5.
6.
7.
8.
Pengajuan penawaran
uang
muka
Pembukaan
dokumen Perubahan
penawaran
pekerjaan
Penilaian/evaluasi
Laporan
kegiatan
hasil
pekerjaan
Penetapan pemenang
Penilaian
progres
kegiatan
Sanggah/sanggahan
9.
Pembayaran
banding
Penghentian/pemutusan
kontrak
Berdasarkan tabel diatas, maka dapat diuraikan bahwa proses kegiatan
pengadaan barang/jasa terdiri dari tiga tahap, yaitu :
1. Tahap Persiapan Kontrak yang terdiri dari :
a. Pengumuman
Dalam Pasal 25 Perpres No. 4 Tahun 2015 mengatur bahwa
Pengguna Anggaran wajib mengumumkan Rencana Umum
Pengadaan (RUP) barang/jasa secara terbuka kepada masyarakat
luas pada website masing-masing K/L/D/I, papan pengumuman
resmi dan pada portal pengadaan nasional melalui LPSE.
b. Penetapan Harga Perkiraan Sendiri (HPS)/Owner Estimate
97
Pada tahapan persiapan pengadaan, PPK mempunyai tugas
menyusun dan menetapkan Harga Perkiraan Sendiri (HPS)
barang/jasa, kecuali untuk kontes/sayembara.
c. Pendaftaran dan pengambilan dokumen
Setelah adanya pengumuman rencana umum pengadaan,
proses pengadaan dilanjutkan dengan penyerahan rencana umum
pengadaan kepada PPK dan ULP/Pejabat Pengadaan. PPK dan
ULP/Pejabat Pengadaan melakukan pengkajian terhadap rencana
umum
pengadaan
tersebut,
kemudian
menyusun
rencana
pelaksanaan pengadaan yang meliputi spesifikasi teknis dan
gambar, HPS dan rancangan kontrak.
Rencana
pelaksanaan
pengadaan
diserahkan
kepada
ULP/Pejabat pengadaan untuk penyusunan dokumen pengadaan.
Selanjutnya ULP/Pejabat pengadaan memilih metode pemilihan
penyedia
barang/jasa.
Apabila
metode
pemilihan penyedia
barang/jasa melalui pelelangan, maka setelah menerima rencana
pelaksanaan itu ULP/pejabat pengadaan wajib mengumumkan
pelaksanaan pengadaan barang/jasa di website K/L/D/I masingmasing dan papan pengumuman resmi untuk masyarakat serta
menyampaikan ke
LPSE untuk diumumkan dalam portal
pengadaan nasional.
Berdasarkan
pengumuman
tersebut,
maka
penyedia
barang/jasa yang berminat dapat mengikuti proses pengadaan
98
dengan mendaftarkan diri kepada ULP/pejabat pengadaan. Pada
saat registrasi tersebut, penyedia barang/jasa dapat mengambil
dokumen pengadaan. Pada pengadaan secara elektronik, proses
pendaftaran dan pengambilan dokumen dapat dilakukan pada portal
LPSE secara online.
d. Aonwijzing (Penjelasan)
Pemberian penjelasan (Aanwijzing) adalah salah satu proses
yang harus dilalui dalam pemilihan penyedia barang/jasa yang
dilakukan oleh kelompok kerja ULP/ pejabat pengadaan yang
pelaksanaannya paling cepat 3 hari sejak tanggal pengumuman
dengan tujuan untuk memperjelas dokumen pengadaan barang/jasa.
e. Pengajuan Penawaran
Dalam proses pelelangan, baik umum, sederhana maupun
terbatas, penyedia barang/jasa dapat mengajukan penawaran tanpa
diskriminasi sebagai wujud nyata dari negosiasi teknis dan harga,
oleh sebab itu dalam tahapan pelelangan tidak di butuhkan adanya
tahapan negosiasi teknis dan harga secara tersendiri. Sedangkan
untuk metode penunjukan langsung, pengadaan langsung atau
pemilihan langsung (khusus pekerjaan konsultansi) dapat dilakukan
negosiasi teknis dan harga.
f. Pembukaan dokumen penawaran
Dalam sistem manual, metode pembukaan dokumen
penawaran dilaksanakan sesuai dengan yang dipersyaratkan dalam
99
dokumen pemilihan penyedia barang/jasa. Panitia atau pejabat
pengadaan mencatat waktu, tanggal dan tempat penerimaan
dokumen penawaran yang diterima melalui pos pada sampul luar
penawaran dan memasukkan ke dalam kotak atau tempat
pelelangan.
g. Penilaian/evaluasi
Setelah adanya penawaran, maka langkah berikutnya
adalah penilaian terhadap penawaran yang diajukan oleh masingmasing peserta. Penilaian atau evaluasi atas penawaran meliputi
penilaian administrasi, teknis dan harga.
h. Penetapan pemenang
Terhadap penyedia barang/jasa yang akan diusulkan
sebagai pemenang dan pemenang cadangan, dilakukan verifikasi
terhadap semua data dan informasi yang ada dalam formulir isian
kualifikasi dengan meminta rekaman atau asli dokumen yang sah
dan apabila diperlukan dilakukan konfirmasi dengan instansi
terkait.
i. Sanggah/sanggah banding
Setelah selesai proses lelang maka para peserta dari pejabat
yang tidak ditetapkan sebagai pemenang dapat melakukan
sanggahan apabila berkeberatan atas penetapan peme-nang lelang
tersebut. Peserta lelang yang mengajukan penawaran dan bukan
100
pemenang diberikan kesempatan untuk mengajukan sanggahan
secara tertulis.
2.
Tahap Pelaksanaan Kontrak
a. Penyusunan rancangan kontrak
PPK menyusun rancangan kontrak pengadaan barang/jasa
dengan berpedoman pada standar kontrak pengadaan barang/jasa
yang diatur dalam peraturan kepala LKPP Nomor 14 Tahun 2012.
b. Penandatanganan kontrak
Penandatanganan kontrak merupakan representasi dari
akseptasi kontrak secara riil bagi kedua belah pihak. Dengan
adanya penandatanganan kontrak oleh kedua belah pihak yang
berhak secara hukum untuk melakukan perikatan, maka kontrak
telah menjadi sah dan mengikat secara hukum bagi pihak-pihak
yang membuat kontrak, PPK merupakan wakil dari pihak
pemerintah dalam kontrak pengadaan barang/jasa pemerintah
sedangkan direksi yang disebutkan namanya dalam akta
pendirian/ anggaran dasar, yang telah didaftarkan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan atau Penyedia perorangan.
c. Jaminan pelaksanaan
Jaminan pelaksanaan merupakan kewajiban bagi penyedia
barang/jasa yang bertujuan untuk memberikan keyakinan kepada
pengguna
bahwa
penyedia
memiliki
kesungguhan
untuk
melaksanaan kontrak sesuai dengan perjanjian serta bertujuan
101
untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya kerugian pihak
pemerintah selaku pengguna akibat kelalaian penyedia selama
proses pelaksanaan pengadaan.
d. Pelaksanaan kontrak
Pelaksanaan kontrak pengadaan barang/jasa dimulai dengan
penerbitan Surat Perintah Mulai Kerja (SPMK) oleh PPK.
Kemudian PPK menerbitkan Surat Pemesanan (SP) selambatlambatnya 14 (empat belas) hari kalender sejak tanggal
penandatanganan kontrak.
e. Pembayaran uang muka
Dalam tahapan pelaksanaan kontrak dibenarkan adanya
pembayaran uang muka kerja yang nilai besarannya paling tinggi
sesuai dengan yang ditetapkan dalam kontrak.
f. Perubahan kegiatan pekerjaan
Untuk
kepentingan
pemeriksaan,
PA/KPA
dapat
membentuk Panitia/Pejabat Peneliti Pelaksanaan Kontrak atas
usul PPK. Apabila ternyata terdapat perbedaan yang signifikan
antara kondisi lokasi pekerjaan pada saat pelaksanaan dengan
gambar dan spesifikasi yang ditentukan dalam dokumen kontrak,
maka PPK bersama penyedia dapat melakukan perubahan
kontrak.
g. Laporan hasil pekerjaan
102
Pemeriksaan
pekerjaan
dilakukan selama pelaksanaan
kontrak untuk menetapkan volume pekerjaan atas kegiatan yang
telah dilaksanakan guna pembayaran hasil pekerjaan.
h. Penilaian progres kegiatan
Permasalahan sering dijumpai terkait progres pelaksanaan
kegiatan adalah tentang tata cara pengukuran fisik kegiatan
tersebut.
i. Penghentian dan pemutusan kontrak
Penghentian kontrak dapat dilakukan karena pekerjaan
sudah selesai atau terjadi keadaan kahar. Dalam hal kontrak
dihentikan, maka PPK wajib membayar kepada penyedia sesuai
dengan prestasi pekerjaan yang telah dicapai.
Pemutusan kontrak dilakukan apabila kebutuhan barang
tidak dapat ditunda melebihi batas berakhirnya kontrak,
sementara berdasarkan penelitian PPK, penyedia tidak akan
mampu menyelesaikan keseluruhan pekerjaan walaupun diberikan kesempatan sampai dengan 50 (lima puluh) hari kalender
sejak
masa
menyelesaikan
berakhirnya
pekerjaan.
pelaksanaan
Setelah
pekerjaan
diberikan
untuk
kesempatan
menyelesaikan pekerjaan sampai dengan 50 (lima puluh) hari
kalender sejak masa berakhirnya pelaksanaan pekerjaan, penyedia
barang/jasa tidak dapat menyelesaikan pekerjaan.
103
Dalam hal pemutusan kontrak dilakukan karena kesalahan
penyedia, maka: a) jaminan pelaksanaan dicairkan; b) sisa uang
muka harus dilunasi oleh penyedia barang/jasa atau jaminan uang
muka dicairkan (apabila diberikan); c) penyedia barang/ jasa
membayar denda keterlambatan terhadap bagian kontrak yang
terlambat diselesaikan, sebagaimana ketentuan dalam kontrak
apabila pemutusan kontrak tidak dilakukan terhadap seluruh
bagian kontrak; dan d) penyedia barang/ jasa dimasukkan dalam
daftar hitam.
3. Tahap Pasca Kontrak
a. Penerimaan kontrak
Setelah pekerjaan 100% (seratus perseratus) usai maka penyedia mengajukan permintaan secara tertulis kepada PPK untuk
penyerahan pekerjaan. Dalam rangka penilaian hasil pekerjaan,
PPK menugaskan Panitia/Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan.
b. Denda dan ganti rugi
Denda merupakan sanksi finansial yang dikenakan kepada
Penyedia barang/jasa sedangkan ganti rugi merupakan sanksi
finansial yang dikenakan kepada PPK, karena terjadinya cidera
janji/wanprestasiyang tercantum dalam kontrak.
c. Keadaan Kahar
Apabila
terjadi
keadaan
kahar,
maka
penyedia
memberitahukan kepada PPK paling lambat (empat belas) hari
104
kalender sejak terjadinya udaan kahar, dengan menyertakan
pernyataan
d. Perpanjangan waktu pelaksanaan pekerjaan
Untuk perpanjangan waktu pelaksanaan pekerjaan maka
penyedia mengajukan usulan tertulis. Terhadap usulan tersebut
selanjutnya maka PPK dapat menugaskan panitia/ pejabat
peneliti pelaksanaan kontrak untuk meneliti kelayakan usaha
perpanjangan waktu pelaksanaan. Persetujuan perpanjangan
waktu pelaksanaan I dituangkan dalam adendum kontrak.
Jenis Pengadaan Barang/jasa Di ULP Kota Denpasar :
Jenis Pengadaan
Tahun 2014
Konstruksi
Barang
Konsultansi
Jasa Lainnya
Jumlah
Sumber dari : ULP Kota Denpasar
111
74
41
14
240
s.d Maret 2015
41
13
12
1
67
Dari data tersebut diatas maka proses pemilihan penyedia melalui
pelelangan yang dilakukan oleh ULP Kota Denpasar paling banyak adalah
pekerjaan konstruksi. Pada ULP Kota Denpasar hanya melakukan proses
pemilihan penyedia melalui sistem lelang, sedangkan sistem lainnya dilakukan
oleh pejabat pengadaan pada masing-masing instansi. Berdasarkan Wawancara
dengan Bapak I Ketut Suastina, S.IP, M.Kes sebagai Kepala Unit Layanan
Pengadaan Kota Denpasar, bahwa sepanjang tahun 2014 kegiatan pengadaan
yang paling banyak dilakukan adalah lelang pekerjaan konstruksi bagunan
yang diajukan oleh SKPD Dinas Pekerjaan umum. Dalam proses pelalangan
105
yang dilakukan tidak menutup kemungkinan untuk terjadinya kegagalam dalam
pelelangan. Jumlah Pelelangan yang sempat gagal bisa dilanjutkan terdiri dari
pekerjaan konstruksi sebanyak 34 paket, pengadaan barang sebanyak 10 paket,
jasa konsultansi sebanyak 7 paket dan jasa lainnya sebesar 6 paket. Sedangkan
jumlah pelelangan yang gagal dan dibatalkan yaitu pengadaan konstruksi
sebanyak 1 dan pengadaan barang sebanyak 14 paket. Kendala dihadapi ULP
Kota Denpasar dalam proses pelelangan yang dapat menyebabkan kegagalan
adalah paket yang terlambat masuk ULP dan sedikitnya penyedia yang dapat
memenuhi spesifikasi yang ditawarkan, sehingga terjadi gagal lelang.
(Wawancara pada Selasa, 21 April 2015).
Jenis Pengadaan Barang/jasa Di ULP Kabupaten Badung :
Jenis Pengadaan
Tahun 2014
Konstruksi
Barang
Konsultansi
Jasa Lainnya
Jumlah
Sumber dari : ULP Kabupaten Badung
300
113
88
27
518
s.d Maret 2015
215
72
67
18
372
Berdasarkan data tersebut maka jenis pengadaan yang paling banyak
dilakukan di Kabupaten Badung adalah pekerjaan konstruksi. Perbedaan antara
ULP kota Denpasar dengan Kabupaten badung, dalam struktur organisasi
kedudukan ULP Kabupaten Badung menempel pada bagian Administrasi
Pembangunan Sekretariat Kabupaten Badung, sedangkan ULP Kota Denpasar
kedudukan ULP sudah berdiri sendiri dan terpisah dari bagian instansi lainnya.
Berdasarkan wawancara dengan Bapak A.A Ngurah Bayu Kumara Putra, S.T.,
M.T. sebagai sekretaris Unit Layanan Pengadaan Kabupaten Badung, bahwa
106
sepanjang tahun 2014 kegiatan pengadaan yang paling banyak dilakukan
adalah lelang pekerjaan konstruksi yang diajukan oleh Dinas Bina Marga dan
Pengairan. Metode pemilihan penyedia secara lelang saja yang dilakukan pada
ULP Kabupaten Badung, untuk metode selain lelang diadakan di instansi
masing-masing. Dalam kegiatan pengadaan tidak terlepas dari suatu
permasalah baik dalam proses secara teknis, pra kontrak, kontrak sampai
dengan selesainya pekerjaan. Permasalahan yang muncul dalam kegiatan
pengadaan tetap melibatkan ULP dalam penyelesaiannya. (Wawancara pada
Senin, 11 Mei 2015).
Jenis Pengadaan Barang/jasa Di ULP RSUP Sanglah Denpasar :
Jenis Pengadaan
Konstruksi
Barang
Konsultansi
Jasa Lainnya
Jumlah
Tahun 2014
s.d Maret 2015
2
3082
3
28
3115
2
368
1
3
374
Sumber dari : ULP RSUP Sanglah Denpasar
Dari data tersebut diatas maka pengadaan yang paling banyak di
lakukan oleh RSUP Sanglah Denpasar adalah pengadaan barang. Pada RSUP
Sanglah Denpasar, untuk kegiatan pengadaan barang di bagi kedalam tiga
kelompok yaitu : pengadaan barang medis, barang non medis dan barang
farmasi. Hal ini dilakukan karena pengadaan barang yang dilakukan di rumah
sakit memiliki lingkup yang banyak. Dari hasil wawancara dengan Bapak
Nym. Oka Tri Suparsono, S.Sos.M.Si selaku kepala ULP RSUP Sanglah
Denpasar bahwa bentuk pengadaan yang saat ini sedang dilakukan adalah
107
barang, jasa konsultasi dan jasa lainnya. Namun yang paling banyak dilakukan
di RSUP Sanglah Denpasar adalah pengadaan barang dan jasa lainnya.
Pengadaan barang seperti pengadaan obat-obatan dan alat kesehatan
sedangkan untuk jasa lainnya seperti pemerliharaan dan perbaikan AC. ULP
pada RSUP Sanglah merupakan unit yang langsung bertanggung jawab dengan
Direktur Utama. Untuk metode pemelihan penyedia, RSUP Sanglah berbeda
dengan ULP pada instansi pemerintah lainnya. Jika instansi pemerintah lainnya
hanya mengerjakan metode pemilihan secara lelang hal ini berbeda dengan
RSUP Sanglah yang melaksanakan metode pemilihan seluruhnya sesuai
dengan ketentuan Perpres yaitu pelelangan umum, pelelangan terbatas,
pelelangan sederhana, penunjukan langsung, pengadaan langsung dan kontes.
Saat ini di RSUP Sanglah paling banyak menggunakan metode pemilihan
melalui pengadaan langsung dan lelang, namun tetap memperhatikan syaratsyarat sesuai yang ditentuan oleh Perpres yang salah satunya adalah tentang
nilai pekerjaannya. Untuk jenis kontrak yang paling sering digunakan dalam
kegiatan pengadaan barang/jasa di rumah sakit ini adalah lump sum dan juga
harga satuan. Penyelenggaraan pengadaan barang/jasa mendapat kendala
terutama berkaitan dengan kesulitan dalam penyusunan harga perkiraan sendiri
(yang selanjutnya disebut dengan HPS). HPS tersusun apabila sudah ada
spesifikasi. Penyusunan spesifikasi sangat sulit untuk disusun sesaui dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan. Apabila ada kriteria yang harus
diikuti berdasarkan peraturan yang ada maka akan menimbulkan kesulitan
dalam penyusunan spesifikasi karena tidak boleh mengarah pada merek
108
tertentu, selain itu terjadi perbedaan pemahaman tentang spesifikasi yang tidak
sama karena ada yang menyatakan spesifikasi yang dibutuhkan sebagai fungsi
atau kebutuhan. Adanya kendala dalam penetapan HPS dan spesifikasi
sehingga mempengaruhi waktu pelaksanaan. (Wawancara pada Sabtu, 23 Mei
2015).
3.2 Konsekuensi
Yuridis
Wanprestasi
Dalam
Kontrak
Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah
Dalam kegiatan pengadaan barang/jasa pemerintah merupakan
salah satu subyek dari hukum perdata. Sebagai subjek hukum perdata
pemerintah dapat mengikatkan dirinya dengan penyedia barang/jasa. Dalam
konteks pengadaan barang barang/jasa, pemerintah akan membingkai
hubungan hukum dengan penyedia dalam sebuah kontrak pengadaan barang
atau kontrak pengadaan jasa. Dengan kata lain pemerintah menjadi salah satu
pihak dalam sebuah kontrak.
Kedudukan pemerintah dalam pergaulan hukum keperdataan tidak
berbeda dengan subjek hukum privat lainnya, yakni orang maupun badan
hukum, sebagai subjek hukum perdata pemerintah dapat mengikatkan dirinya
dengan penyedia barang/jasa. Hak dan kewajiban dari masing-masing pihak,
sampai kepada prosedur pelaksanaannya harus diatur secara jelas dan
dituangkan dalam bentuk kontrak.
Dalam suatu perjanjian yang telah disepakati oleh para pihak, ada
dikatakan melakukan wanprestasi. Pada dasarnya seseorang dianggap
wanprestasi
apabila
tidak
melaksanakan
apa
yang
diperjanjikan;
109
melaksanakan yang diperjanjikan tapi tidak sebagaimana mestinya;
melaksanakan apa yang diperjanjikan tapi terlambat; atau melakukan sesuatu
yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan.
Konsekuensi yuridis bagi pihak yang melakukan wanprestasi adalah
adanya tuntutan dari pihak yang dirugikan terhadap pemenuhan perjanjian,
pembatalan perjanjian atau pengenaan denda/meminta ganti kerugian pada
pihak yang melakukan wanprestasi. Ganti kerugiannya bisa meliputi biaya
yang nyata-nyata telah dikeluarkan, kerugian yang timbul sebagai akibat
adanya wanprestasi tersebut, serta bunga atau denda sebagaimana disebutkan
dalam klausul kontrak.
Dalam kegiatan pengadaan barang/jasa dengan tidak dipenuhi
kewajiban salah satunya karena wanprestasi maka konsekuensi yuridis
berdasarkan Pasal 120 Perpres No. 4 Tahun 2015 adalah diberikan denda
yang merupakan sanksi finansial yang dikenakan kepada Penyedia
barang/jasa sedangkan ganti rugi merupakan sanksi finansial yang dikenakan
kepada PPK, karena terjadinya cidera janji/wanprestasiyang tercantum dalam
kontrak. Besarnya denda kepada penyedia atas keterlambatan penyelesaian
pekerjaan adalah sebesar 1/1000 (satu perseribu) dari harga bagian kontrak
yang tercantum dalam kontrak dan belum dikerjakan, apabila bagian
pekerjaan dimaksud sudah dilaksanakan dan dapat berfungsi; atau sebesar
1/1000 (satu perseribu) dari harga kontrak, apabila bagian barang yang sudah
dilaksanakan belum berfungsi.
110
Pemberian sanksi tersebut sesuai dengan asas-asas perjanjian
umum yang menjadi dasar kontrak pengadaan yang para pihak sepakati. Asas
Pacta sunt servanda menyatakan bahwa terhadap suatu kontrak yang dibuat
secara sah dan sesuai hukum yang berlaku, serta sesuai pula dengan
kebiasaan dan kelayakan, sehingga diasumsi sebagai kontrak yang dibuat
dengan iktikad baik, maka klausula-klausula dalam kontrak seperti itu
mengikat para pihak yang membuatnya, di mana kekuatan mengikatnya
setara dengan kekuatan mengikatnya sebuah undang-undang, dan karenanya
pula pelaksanaan kontrak seperti itu tidak boleh baik merugikan pihak lawan
dalam kontrak maupun merugikan pihak ketiga di luar para pihak dalam
kontrak tersebut.7 Dalam hal ini bahwa kontrak pengadaan yang telah
disepakati akan menjadi undang-undang bagi kedua pihak yang isisnya tidak
merugikan para pihak. Selain itu kontrak pengadaan juga harus dibuat dengan
itikad baik. Kesepakatan dalam kontrak yang diwujudkan secara lisan
maupun tertulis dengan penandatanganan kontrak oleh para pihak harus
dilaksanakan dengan asas itikad baik. Dengan itikad baik maka apabila salah
satu pihak melakukan perbuatan yang melanggar dari apa yang telah
disepakati maka dengan itikad baiknya pihak tersebut harus bertanggung
jawab dan menanggung segala konsekuensi sesuai dengan apa yang telah
disepakati, seperti tentang ganti kerugian.
Ganti kerugian merupakan salah satu asas yang dimuat dalam
kontrak pengadaan, karena dalam kontrak yang telah disepakati tidak
7
Munir Fuady, op.cit, h.211.
111
menutup kemungkinan untuk terjadi perbuatan wanpretasi. Ganti kerugian
memberikan hak kepada setiap pihak yang dirugikan untuk menuntut ganti
rugi atas tidak dipenuhinya atau dilanggarnya atau diabaikannya suatu
ketentuan dalam kontrak oleh pihak lain.8
Dalam hal terjadinya wanprestasi, apabila para pihak tidak
menemukan kesepakatan dalam penjatuhan sanksi bagi pihak yang lalai,
maka dapat menempuh upaya penyelesaian sengketa melalui mekanisme non
litigasi maupun litigasi sesuai dengan kesepakatan para pihak.
Terhadap konsekuensi yuridis dari wanpestasi dalam kontrak
pengadaan, maka akan dikaji melalui theories of contractual obligation atau
teori kontrak yang berkaitan dengan kewajiban para pihak. Theories of
contractual obligation merupakan teori yang mengkaji dan menganalisis
tentang pelaksanaan hak dan kewajiban kontraktual para pihak. Menurut
Randy E. Barett sebagaimana dikutip oleh H. Salim, & Erlies Septiana
Nurbani dinyatakan bahwa Theories of contractual obligatio, terutama padaa
Party base theories merupakan teori yang didasarkan pada perlindungan
hukum para pihak yang melaksanakan hak dan kewajiban. 9 Berdasarkan teori
ini, kontrak pengadaan harus mencapai kesepakatan tentang hak dan
kewajiban
yang
akan
dituangkan
dalam
kontrak,
sehingga
dalam
pelaksanaanya para pihak harus memberikan perlindungan hukum terhadap
hak dan kewajiban sejak penandatangan kontrak. Dengan ditandatanginya
8
Ibid, h.106
9
Ibid,h.241
112
kontrak tersebut, maka kontrak akan mengikat dan menjadi undang-undang
bagi para pihak yang akan memberikan akibat hukum bagi kedua belah pihak
yang bilamana salah satu pihak tidak melaksanakan kewajiban ataupun tidak
mendapatkan hak sesuai dengan yang diperjanjikan maka pihak tersbeut dapat
mengajukan tututan atas kerugian yang dideritanya .
Pada teori selanjutnya yaitu Process-based theories, teori ini fokus
pada prosedur atau proses dalam penyusunan dan substansi kontrak yang
dibuat oleh para pihak, serta menilai apakah hak dan kewajiban yang dibuat
oleh para pihak telah sesuai dengan prosedur yang ada.10 Dalam kontrak
pengadaan penyusunan dan susbtansi kontrak telah mempertimbangkan hak
dan kewajiban para pihak, namun dalam pelaksanaan kontraknya sering salah
satu pihak tidak melaksanakan kewajibannya sesuai dengan prosedur yang
ada. Hal ini yang menjadi salah satu terjadinya sengketa dalam kontrak
pengadaan.
3.3 Penyelesaian Sengketa Wanprestasi Kontrak Pengadaan Barang/Jasa
Antara Pemerintah Dengan Penyedia Barang/Jasa
Dalam perjanjian wajib untuk mencantumkan klasula penyelesaian
sengketa yang juga merupakan salah satu asas hukum kontrak yang mengarah
pada substansi hukum kontrak . Sebagai suatu asas disebutkan bahwa
menghendaki setiap kontrak tertulis mencantumkan secara tegas bentuk dan
mekanisme hukum penyelesaian sengketa hukum kontrak di antara para pihak
yang membuat kontrak tersebut. Ketentuan tersebut juga berlaku dalam
10
Ibid.
113
kontrak pengadaan yang dilakukan oleh pemerintah dengan penyedia
barang/jasa.
Dalam hal terjadinya wanprestasi oleh penyedia barang/jasa dalam
kontrak pengadan seperti keterlambatan penyelesaian pekerjaan dari jangka
waktu yang telah ditetapkan, apabila menimbulkan perselisihan diantara para
pihak maka berdasarkan Pasal 94 ayat (1) Perpres No. 4 Tahun 2015 bahwa
dalam hal terjadi perselisihan antara para pihak dengan penyedia barang/jasa
pemerintah, para pihak terlebih dahulu menyelesaikan perselisihan tersebut
melalu musyawarah untuk mufakat. Selanjutnya dalam ayat (2) dinyatakan
bahwa dalam hal penyelesaian perselisihan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) tidak tercapai, penyelesaian perselisihan tersebut dapat dilakukan
melalui arbitrase, alternatif penyelesaian sengketa atau pengadilan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Merujuk pada ketentuan
pasal tersebut maka para pihak yang bersengketa yang tidak mencapai
kesepakatan melalui musyawarah dapat melalui penyelesaian non litigasi
maupun litigasi.
Alternative dispute resolution an umbrella term which refers generally
to alternatives to court adjudication of disputes such as negotiation,
mediation, arbitration, mini trial, and summary just trial.11Hal ini berarti
bahwa alternatif penyelesaian sengketa merupakan istilah umum yang
mengacu pada alternatif melalui pengadilan ajudikasi sengketa seperti
negosiasi, mediasi, arbitrase, peradilan mini, dan peradilan yang singkat.
11
Jacoqueline M Nolan-Haley, 1992, Alternative Dispute Resolution, West
Publishing Co, America, h.1.
114
Alternatif penyelesaian sengketa yang biasa disebut penyelesaian sengketa
non litigasi dengan merupakan bentuk penyelesaian sengketa selain proses
peradilan, baik yang berdasarkan pendekatan konsensus maupun yang tidak
berdasarkan konsensus. Adapun yang merupakan pendekatan konsensus
adalah penyelesaian melalui negosiasi, mediasi dan konsiliasi, sedangkan
untuk pendekatan tidak berdasarkan konsensus adalah arbitrase. 12
Berdasarkan UU No. 30 Tahun 1999 mengatur tentang bentuk dan
mekanisme hukum penyelesaian sengketa diluar pengadilan baik melalui
konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi atau penilaian ahli serta melalui
arbitrase. Begitu pula dalam kontrak pengadaan barang/jasa maka
penyelesaian ADR yang dapat ditempuh adalah :13
1. Negosiasi sebagai lembaga penyelesaian sengketa alternatif adalah
suatu proses yang berlangsung secara sukrela antara pihak-pihak
yang sedang bersengketa atau beda pendapat, dimana mereka
saling bertatap muka untuk menyelesaikan masalah mereka sendiri
tanpa bantuan pihak lain;
2. Konsultasi adalah pertemuan dua pihak atau lebih untuk
membahas atau meminta pertimbangan atas masalah atau sengketa
atau beda pendapat yang sedang dihadapi, untuk dapat dicarikan
penyelesaiannya secara bersama;
12
I Ketut Artadi & I Dewa Nyoman Rai Asmara, 2014, Implementasi Ketentuanketentuan Hukum Perjanjian Kedalam Perancangan Kontrak, Udayana University Press,
Denpasar, h. 3.
13
Artadi, h.11
115
3. Mediasi adalah bentuk penyelesaian alternatif dengan bantuan
pihak ketiga yang netral dan tidak memihak, serta tidak sebagai
pengambil keputusan;
4. Konsiliasi adalah penyelesaian sengketa dengan mempertemukan
para pihak yang berselisih untuk menyelesaikan perselisihannya;
5. Pendapat ahli hampir sama dengan konsultasi, namun pendapat
ahli pihak konsultan memberikan pendapatnya secara rinci
terhadap sengketa yang dimintakan konsultasi, yang dipakai untuk
menyelesaikan sengketa.
6. Arbitrase merupakan peradilan yang dipilih dan ditentukan sendiri
secara sukarela oleh pihak-pihak yang bersengketa berdasarkan
perjanjian arbitrase.
Jika dikaitkan dengan UU No. 30 Tahun 1999, salah satu ADR yang
dapat ditempuh oleh para pihak dalam hal terjadi perselisihan pada kontrak
pengadaan barang/jasa melalui mekanisme konsultasi. Konsultasi dipilih
berdasarkan kesepakatan para pihak, dengan menunjuk pihak yang memiliki
keahlian dalam permasalahan yang dihadapi. Dalam pengadaan barang/jasa
pemerintah salah satu pihak yang dapat dimintai pendapat hukumnya dalam
penyelesaian secara konsultasi adalah LKPP.
Dalam hal proses penyelesaian sengketa secara ADR tidak mencapai
suatu hasil yang memuaskan kedua belah pihak, maka dapat menempuh upaya
penyelesaian sengketa melalui litigasi. Melalui jalur litigasi maka penyelesaian
116
sengketa melalui proses beracara melalui badan peradilan. Sistem peradilan di
Indonesia diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 48 Tahun
2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Dalam Pasal 25 ayat (1) UU Kekuasaan
Kehakiman terdapat empat lingkungan badan peradilan yang berada di bawah
Mahkamah Agung meliputi badan peradilan dalam lingkungan peradilan
umum, peradilan agama, peradilan militer, dan peradilan tata usaha negara.
Apabila penyelesaian sengketa wanprestasi melalui ADR tidak
mencapai kesepakatan akan menempuh upaya litigasi. Pada proses peradilan
maka yang diberikan kewenangan untuk mengadili adalah Pengadilan Umum,
karena pada dasarnya kontrak pengadaan merupakan ranah dalam hukum
privat sehingga harus tunduk pada ketentuan hukum perdata sehingga peradilan
umum memiliki kewenangan untuk memeriksa, mengadili dan memutuskan
perkara wanprestasi.
Proses pengajuan gugatan diawali dengan pendaftaran gugatan oleh
penggugat ke Pengadilan Negeri yang berwenang, gugatan yang didaftarkan
kemudian akan dilimpahkan kepada Ketua Pengadilan negeri dan majelis
hakim yang ditunjuk akan menentukan hari serta tanggal sidang
dan
memerintahkan pemanggilan para pihak. Pada sidang I, apabila kedua belah
yang bersengketa hadir maka akan ditempuh proses mediasi terlebih dahulu
yang difasilitasi oleh seorang mediator yang terdaftar di Pengadilan Negeri
dalam jangka waktu tertentu. Apabila dalam jangka waktu yang ditentukan
para pihak tidak mencapai kesepakatan dalam mediasi, maka para pihak akan
kembali dalam proses persidangan dan akan dilanjutkan dengan proses jawab
117
menjawab. Jawab menjawab akan diawali dengan pembacaan gugatan oleh
Penggugat, kemudia dilanjutkan dengan Jawaban Tergugat. Untuk jawaban
tergugat akan disanggah dengan Replik dari Penggugat, yang kemudia dibantah
dengan Duplik dari Tergugat. Tahap berikut yang akan dilakukan adalah
pembuktian, yang pada tahap ini para pihak diberikan kesempatan untuk
mengajukan alat bukti masing-masing untuk memperkuat dalil-dalil mereka
baik dengan bukti tertulis maupun keterangan saksi. Setelah semua alat bukti
diajukan dan diperiksa maka Hakim akan menutup proses pembuktian dan
mempersilakan para pihak menyusun kesimpulan yang memperkuat dalil-dalil
mereka
berdasarkan
pembuktian.
Setelah
para
pihak
menyampaikan
kesimpulannya, majelis Hakim akan menjatuhkan putusannya. Apabila
terdapat pihak yang keberatan terhadap putusan tersebut dapat melakukan
upaya hukum. Dan apabila para pihak menerima putusan yang dijatuhkan oleh
hakim maka putusan tersebut memiliki kekuatan hukum yang tetap.
Dalam kegiatan pengadaan barang/jasa pemerintah meliputi tiga ranah
hukum yaitu hukum administrasi negara, hukum perdata dan hukum pidana.
Kegiatan pengadaan barang/jasa yang berada dalam ranah hukum administrasi
negara adalah pada proses pelelangan sampai dengan penetapan pemenang
lelang/seleksi. Dalam proses pelelangan/seleksi ini apabila tidak ada kepuasan
dari penyedia dapat disampaikan di penjelasan lelang, di sanggahan, sanggahan
banding, pengaduan ke APIP (aparat pengawasan intern pemeritah) atau SPI
118
(satuan pengawasan internal) dan yang paling tinggi ke Pengadilan Tata Usaha
Negara (PTUN).14
Untuk kegiatan pengadaan yang berada dalam ranah hukum perdata
terkait dengan proses kontrak pengadaan sampai dengan pekerjaan selesai.
Permasalahan dalam ranah perdata timbul apabila dalam masa kontrak ada
kurang prestasi pekerjaan atau terlambat menyelesaikan prestasi maka
mendapat sanksi hukumannya dapat berupa kewajiban memenuhi prestasi
(kewajibannya), denda, ganti kerugian dan kompensasi.15
Untuk kegiatan pengadaan yang berada dalam ranah hukum pidana
adalah dari awal proses pengadaan sampai dengan berakhirnya pengadaan yang
pada akhirnya menimbulkan kerugian negara dengan dengan sengaja
melakukan tindakan yang berupa tindakan pidana seperti pemalsuan
barang/jasa, mark up, fiktif, menerima komisi, maupun pembayaran disengaja
tidak sesuai dengan kenyataan prestasi. Tindakan yang terbukti mengandung
unsur kerugian yang disengaja dan tindakan pidana maka akan diproses sesuai
dengan ketentuan hukum pidana.16
Berdasarkan teori konflik dari cara-cara atau strategi untuk
mengakhiri atau menyelesaikan konflik yang terjadi dalam masyarakat. Teori
ini dikembangkan oleh Dean G. Pruitt dan Jeffrey Z. Rubin, maka strategi
penyelesaian sengketa/konflik yang tepat dalam penyelesaian perselisihan
14
Mudjisantosa, 2013, Memahami Spesifikasi, HPS dan Kerugian Negara, CV
Primaprint, Jakarta, h.160.
15
Ibid, h.162
16
Ibid.
119
terkait wanprestasi dalam pengadaan barang/jasa adalah Problem solving
(pemecahan masalah) yaitu mencari alternatif. Berdasarkan teori tersebut,
secara problem solving para pihak yang bersengketa akan mencari alternatif
penyelesaian untuk memuaskan keinginan kedua belah pihak.
17
Teori ini
mengarah pada penyelesaian sengketa secara non litigasi, yang menekankan
bahwa kepentingan kedua belah pihak yang bersengketa yang diutama dengan
kedua belah pihak memiliki kedudukan yang seimbang, yang tentu berbeda
dari proses secara litigasi. Namun tidak dapat dihindari bahwa apabila kedua
belah pihak tidak dapat mencapai keinginan mereka maka mereka akan
menempuh jalur litigasi.
Dikaji dari Autonomy of Contract Theory, teori yang difokuskan pada
pendekatan keadilan para pihak dalam suatu sengketa yang berkaitan dengan
kontrak. Menurut Andrew S. Gold sebagaimana dikutip oleh H. Salim, &
Erlies Septiana Nurbani, teori ini salah satunya terdiri dari :18
a) promissory theories
merupakan teori yang menjelaskan tentang mengikatnya kontrak
karena adanya persetujuan para pihak. Persetujuan yang merupakan
hal dasar dalam melaksanakan hak dan kewajiban para pihak. Dalam
perjanjian pengadaan barang/jasa antara pemerintah dengan pihak
penyedia bersedia mengikatkan dirinya dengan mengatur hak dan
kewajiban masing-masing yang dituangkan dalam kontrak pengadaan.
17
H. Salim, Op.cit, h. 95.
18
Ibid, h.246.
120
Dengan kesediaan mengikatkan diri melalui penandatanganan kedua
belah pihak, maka perjanjian tersebut memiliki konsekuensi secara
yuridis bagi masing-masing pihak. Dalam hal para pihak lalai untuk
melaksanakan kewajibannya, maka pihak tersebut harus memberikan
ganti kerugian/pemenuhan denda sesuai dengan kesepakatan dalam
kontrak. Hal tersebut dilakukan untuk memberikan keadilan bagi
pihak yang
merasa dirugikan. Dalam perselisihan yang terjadi,
menurut teori ini nilai keadilan harus tetap bagi para pihak dengan
berpedoman pada kontrak yang telah disepakati, karena atas kontrak
tersebut para pihak telah melakukan persetujuan dengan mengikatkan
dirinya dalam hubungan kontrak.
b) transfer theories
merupakan teori yang menganalisis tentang pelaksanaan kontrak,
karena promisse
telah memperoleh hak-hak dari penawar, yang
berarti bahwa promisse harus memindahkan atau melaksanaan
kewajiban kontrakualnya. Dalam kontrak pengadaan, berdasarkan
teori ini bahwa dalam pelaksanaanya si pemberi kerja telah memenuhi
hak-hak pihak penyedia, tentunya penyedia wajib untuk melaksanakan
kewejibannya yang telah disepakati sesuai dengan kontrak. Dalam
pelaksanaan kontrak pengadaan yang telah disepakati sering tidak
berjalan sesuai dengan yang disepakati. Terhadap hal tersebut bagi
pihak yang dirugikan dapat menutut ganti kerugian dan pihak yang
121
diminta
wajib
untuk
mengganti
kerugian
untuk
mengakhiri
permasalahan yang terjadi dan memberikan rasa adil bagi para pihak.
Berdasarkan wawancara dengan Ibu Luh Putu Ratnawati, S.H., M.Si,
sebagai Kepala Seksi Rekreasi dan Hiburan Umum Bidang Obyek Daya Tarik
Wisata Dinas Pariwisata Kabupaten Badung bahwa pada jenis pengadaan yang
banyak dilakukan pada Dinas Pariwisata Kabupaten Badung adalah pengadaan
barang. Dinas Pariwisata Badung berakaitan dengan obyek-obyek wisata yang
ada di daerah Badung yang merupakan obyek wisata utama di Provinsi Bali,
maka harus dijaga dan dilakukan perawatan terhadap obyek-obyek tersebut
dengan menyediakan sarana dan prasarana yang memadai melalui kegiatan
pengadaan. Dalam kegiatan pengadaanya dimungkinkan menggunakan model
kontrak harga satuan karena dalam pemenuhan sarana dan prasarana kegiatan
pariwisata dimungkinakan adanya pekerjaan tambahan ataupun pengurangan
dalam pengerjaannya oleh pihak penyedia berdasarkan hasil pengukuran
bersama atas pekerjaan yang diperlukan. Selama ini salah satu permasalahan
yang timbul dalam penyelenggaraan pengadaan barang/jasa terutama berkaitan
dengan pelaksanaan kontraknya adalah waktu pelaksanaan kontrak karena
pelaksanaan kontrak terikat dengan tahun anggaran daerah yang telah
ditetapkan. Dalam pelaksanaan kegiatan pengadaan di Dinas Pariwisata
Kabupaten Badung selama ini belum menghadapi kendala ataupun pelanggaran
oleh pihak penyedia. Namun apabila penyedia melakukan pelanggaran
terhadap kontrak yang telah disepakati dengan PPK, maka berdasarkan klausa
kontrak pihak PPK dengan pihak penyedia menempuh jalur musyawarah, yang
122
apabila melalui musyawarah tidak mencapai kesepakatan dapat ditempuh
melalui penyelesaian sengketa diluar pengadilan. Melalui penyelesaian
sengketa diluar pengadilan dapat berupa mediasi, konsultasi ataupun arbitrase.
Dalam proses tidak juga mencapai kesepakatan maka dapat menempuh jalur
pengadilan sebagai upaya terakhir. Namun pada kenyataannya pihak penyedia
jarang memilih jalur tersebut karena proses pengadilan yang dianggap terlalu
lama dan berbelit-belit membutuhkan waktu lama dan biaya yang cukup besar.
Selain itu nama baik perusahaan penyedia tersebut juga dapat dipertaruhkan.
(Wawancara pada Rabu, 13 Mei 2015).
Menurut Bapak I Komang Sriawan, SE sebagai PPK pada Dinas
Perhubungan Kota Denpasar, untuk jenis pengadaan yang sering dilakukan
adalah pengadaan barang seperti pembelian tanda rambu-rambu jalan. Untuk
pengadaan jasa konsultasi dilaksanakan dalam hal kegiatan pengerjaan
konstruksi seperti dalam pengembangan fasilitas terminal barang. Untuk
metode pemilihan penyedia yang biasanya digunakan tergantung dari nilai
pekerjaan, namun apabila pekerjaan yang memiliki nilai yang besar dan
kompleks menggunakan metode lelang. Proses lelang untuk Instansi
Pemerintah yang berada di Kota Denpasar dilakukan oleh ULP Kota Denpasar
dan setelah proses secara teknis usai sampai ditetapkan pemenang lelang maka
pekerjaan dilanjutkan ke instansi masing-masing yang mengajukan yang
diserahkan melalui PPK untuk ditetapkan kontrak yang dalam hal ini berbentuk
Surat Perjanjian Kerja (SPK). Dalam pelaksanaanya, permasalahan yang sering
timbul dalam penyelenggaraan pengadaan di Dinas Perhubungan Kota
123
Denpasar terutama berkaitan dengan pelaksanaan kontraknya adalah dalam hal
waktu penyelesaian pekerjaan. Ada beberapa kendala yang dihadapi oleh pihak
penyedia dalam pengerjaan pekerjaan yang diberikan oleh pemerintah sehingga
mempengaruhi terhadap jangka waktu penyelesaian pekerjaan yang tidak
sesuai dengan kontrak yang telah disepakati. Sesuai dengan ketentuan dalam
kontrak yang telah disepakati kedua belah pihak terhadap permasalahan
tersebut maka antara pihak PPK bersama-sama dengan pihak penyedia
melakukan musyawarah untuk penyelesaian permasalahan tersebut. Dalam
musyawarah yang ditelah disepakati PPK memutuskan untuk melakukan
pemutusan kontrak dengan pihak penyedia untuk menghindari kerugian negara
dan juga pihak penyedia dianggap sudah tidak mampu lagi melaksanakan
kewajibannya. Sehingga berdasarkan kontrak yang telah disepakati, pihak
penyedia berkewajiban untuk membayar denda beserta mencaikan jaminan
pelaksanaannya. Apabila tidak menemukan kesepakatan dalam proses
musyawarah, maka upaya penyelesaian yang akan ditempuh melalui mediasi
ataupun konsultasi dengan pihak ketiga yang akan menengahi antara penyedia
dengan PKK sebagai wakil dari pemerintah. Namun apabila melalui mediasi
atau konsultasi tidak juga memcapai kesepakatan maka akan melalui
pengadilan. (Wawancara pada Rabu, 13 Mei 2015).
Berdasarkan wawancara dengan Bapak I Nengah Sumerta, S.H.,M.H.
sebagai PPK RSUP Sanglah Dnepasar bahwa jenis kontrak yang banyak
digunakan oleh RSUP Sanglah Denpasar adalah lump sum dan harga satuan.
Untuk kontrak lump sum biasa digunakan pada jenis pekerjaan yang sudah
124
tetap volumenya, sedangkan kontrak harga satuan digunakan pada barang yang
belum dapat ditentukan volumenya tetapi harganya sudah pasti namun tidak
boleh belanja melebihi 10 % dari nilai kontrak, contohnya adalah pengadaan
makanan. Permasalahan yang sering timbul dalam penyelenggaraan pengadaan
barang/jasa terutama berkaitan dengan pelaksanaan kontraknya, salah satunya
tentang keterlambatan pemenuhan pekerjaan dan barang yang diadakan tidak
memenuhi kualitas yang dimuat dalam dokumen kontrak. Pelanggaran oleh
pihak penyedia pada pekerjaan yang diberikan oleh RSUP Sanglah pernah
terjadi seperti keterlambatan penyelesaian pekerjaan dan juga keterlambatan
sampainya barang. Untuk keterlambatan penyelesaian pekerjaan, pihak PPK
dengan penyedia biasanya melakukan musyawarah dan diberikan tegang waktu
lagi, sedangkan untuk keterlambatan sampainya barang dikenakan sanksi
1/1000 dari nilai keseluruhan kontrak (apabila kontrak lump sum), 1/1000 dari
sisa nilai pekerjaan yang belum selesai bila merupakan kontrak harga satuan.
Upaya penyelesaian terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh pihak penyedia
sesuai dengan kesepakatan pada kontrak antara PPK dengan penyedia
barang/jasa bisa berupa penjatuhan denda sampai pada proses hukum lainnya.
Selama ini jika terjadi permasalahan dilakukan penyelesaian secara
musyawarah mufakat terlebih dahulu, namun apabila tidak menemukan
kesepakatan para pihak menempuh jalur ADR dan yang terakhir ditempuh
melalui Pengadilan Negeri Denpasar sesuai dengan yang ditetapkan dalam
perjanjian. (Wawancara pada Rabu, 27 Mei 2015).
Download