LAPORAN DISKUSI TUTORIAL BLOK 4 METABOLISME NUTRISI DAN OBAT SKENARIO 2 OBESITAS SEBAGAI SALAH SATU FAKTOR RISIKO SINDROMA METABOLIK Disusun Oleh : Aulia Muhammad Fikri (G 0011045) Azzam Sakif D (G 0011049) Hermawan Andhika K (G 0011107) Lina Kristanti (G 0011127) Martha Oktavia Dewi (G 0011133) Mega Aini Rahma (G 0011135) Melinda Didi Y (G 0011137) Mira Rizki Ramadhan (G 0011139) Nadya Kemala Amira (G 0011145) Reyhana M. B (G 0011167) Sausan Hana Maharani (G 0011193) FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET 2011 BAB I PENDAHULUAN Seiring dengan perkembangan zaman, semakin banyak penyakit baru yang bermunculan. Hal ini tidak lepas dari berbagai faktor, seperti pola hidup masyarakat yang tidak sehat. Salah satu contoh penyakit yang disebabkan oleh pola hidup yang tidak sehat adalah obesitas, ini merupakan suatu penyakit multifaktorial yang terjadi akibat akumulasi jaringan lemak yang berlebihan sehingga dapat menggangu kesehatan. Obesitas sangat erat hubungannya dengan sindrom metabolik. Sindrom metabolik adalah satu kelompok kelainan metabolik seperti obesitas, resistensi insulin, gangguan toleransi glukosa, abnormalitas trigliserida, dan disfungsi endotel. Sebagai seorang dokter, kita harus mampu memahami penyebab serta penanganan pada pasien yang mengalami obesitas. Seorang dokter diharapkan mampu menganalisis hasil pemeriksaan untuk menegakkan diagnosis pasien yang obesitas. Pada skenario kali ini, permasalahannya ialah mengenai sindrom metabolik pada pasien obesitas. Berikut permasalahan dalam skenario kali ini: Seorang perempuan umur 40 tahun, datang ke puskesmas dengan keluhan semakin gemuk. Dari anamnesis diketahui penderita mepunyai anak gemuk. Pada pemeriksaaan fisik ditemukan tinggi badan 150 cm, berat badan 80 kg, lingkar pinggang 100 cm, dan benjolan pada ruas ibu jari kanan. Pada pemeriksaaan laboratorium gula darah puasa 120 mg/dL, trigliserida 350 mg/dL, low density lipoprotein-cholesterol 250 mg/dL, high density lipoprotein–cholesterol 35 mg/dL, asam urat 10 mg/dL. Hasil pemeriksaan USG abdomen kesimpulannya fattty liver. Dari permasalahan di atas penulis akan mencoba untuk mendiagnosis penyakit yang terkait serta penyebab penyakit. Dan juga apakah ada kelainan dari hasil pemeriksaan fisik dan laboratorium yang telah dilakukan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Obesitas dan kelebihan berat badan menjadi masalah global - menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) kembali pada tahun 2005 sekitar 1,6 miliar orang dewasa di atas usia 15 + kelebihan berat badan, setidaknya 400 juta orang dewasa menderita obesitas dan setidaknya 20 juta anak di bawah usia 5 tahun kelebihan berat badan. Para ahli percaya jika kecenderungan ini terus berlangsung pada tahun 2015 sekitar 2,3 miliar orang dewasa akan kelebihan berat badan dan lebih dari 700 juta akan obesitas. Skala masalah obesitas memiliki sejumlah konsekuensi serius bagi individu dan sistem kesehatan pemerintah. Konsekuensi dan Risiko Kesehatan Obesitas meningkatkan risiko penyakit jantung koroner , diabetes tipe 2, kanker (endometrium, payudara, dan usus besar), hipertensi (tekanan darah tinggi) ,dislipidemia (misalnya, total kolesterol tinggi atau kadar trigliserida yang tinggi),pukulan ,hati dan penyakit Kandung empedu,masalah tidur apnea dan pernapasan,osteoarthritis (degenerasi tulang rawan dan tulang yang mendasarinya dalam sendi),dan masalah Ginekologi (menstruasi abnormal, infertilitas). Kondisi ini dapat menyebabkan atau memberikan kontribusi kepada kematian prematur dan cacat substansial. Penyakit kardiovaskular - terutama penyakit jantung dan stroke - sudah nomor satu di dunia penyebab kematian, menewaskan 17 juta orang setiap tahun dan diabetes telah dengan cepat menjadi epidemi global - menurut WHO proyeksi kematian diabetes akan meningkat lebih dari 50% di seluruh dunia dalam 10 tahun berikutnya. Kondisi kesehatan kurang umum yang terkait dengan peningkatan berat badan termasuk asma, steatosis hepatik dan apnea tidur. Konsekuensi Ekonomi Kegemukan dan obesitas dan masalah terkait kesehatan mereka memiliki dampak ekonomi yang signifikan terhadap sistem kesehatan dan biaya medis yang terkait dengan kelebihan berat badan dan obesitas memiliki baik biaya langsung dan tidak langsung - biaya medis langsung mungkin termasuk layanan pencegahan, diagnostik, dan pengobatan berhubungan dengan obesitas, sementara tidak langsung biaya berhubungan dengan hilangnya pendapatan dari produktivitas menurun, aktivitas terbatas, ketidakhadiran, dan hari tempat tidur dan pendapatan hilang oleh kematian dini. Mendefinisikan Obesitas Kegemukan dan obesitas didefinisikan oleh WHO sebagai akumulasi lemak abnormal atau berlebihan yang dapat menimbulkan risiko kesehatan ke individu. Obesitas merupakan faktor risiko utama untuk sejumlah penyakit kronis, termasuk diabetes, penyakit jantung dan kanker dan sementara itu pernah menjadi masalah hanya di negara berpenghasilan tinggi, kelebihan berat badan dan obesitas meningkat secara dramatis kini di negara berpenghasilan rendah dan menengah. negara-negara seperti sekarang menghadapi "beban ganda" dari penyakit, untuk sementara mereka terus berhubungan dengan masalah penyakit menular dan kurang gizi, mereka juga mengalami kenaikan pesat dalam faktor risiko penyakit kronis seperti obesitas dan kelebihan berat badan, terutama di perkotaan. Mengukur Obesitas Ukuran populasi mentah obesitas adalah indeks massa tubuh (BMI) yang merupakan indeks sederhana dari berat badan-tinggi untuk-yang umum digunakan dalam mengklasifikasikan kelebihan berat badan dan obesitas pada populasi orang dewasa dan individu - berat badan seseorang dalam kilogram dibagi dengan kuadrat dari tinggi dalam meter (kg/m2). BMI menyediakan pengukuran tingkat populasi yang paling berguna dari kelebihan berat badan dan obesitas. Gambar 1. BMI menurut standar WHO (tahun 2000) WHO mendefinisikan orang dewasa yang memiliki BMI antara 25 dan 29,9 sebagai kelebihan berat badan, orang dewasa yang memiliki BMI 30 atau lebih tinggi dianggap obesitas - BMI di bawah 18,5 dianggap berat badan di bawah normal, dan antara 18,5-24,9 dianggap berat badan normal. BMI menyediakan patokan untuk penilaian individu, namun para ahli menduga bahwa risiko penyakit kronis pada populasi meningkat secara progresif dari BMI 21 ke atas. (http://www.news-medical.net/health/What-is-Obesity-%28Indonesian%29.aspx) Terjadinya obesitas a. Faktor genetik melibatkan beberapa faktor (Zainun, 2002) yaitu: Obesitas cenderung diturunkan, sehingga diduga memiliki penyebab genetik. Tetapi anggota keluarga tidak hanya berbagi gen, tetapi juga makanan dan kebiasaan hidup, yang biasanya mendorong terjadinya obesitas. Bila kedua orangtuanya obesitas, sekitar 80% anak-anak mereka akan menjadi obesitas. Bila salah satu orang tua obesitas kejadiannya menjadi 40% dan bila kedua orang tua tidak obesitas maka prevalensi turun menjadi 14%. b. Faktor lingkungan Gen merupakan faktor yang penting dalam berbagai kasus obesitas, tetapi lingkungan seseorang juga memegang peranan yang cukup berarti. Lingkungan ini termasuk perilaku, pola makan, pola olahraga, serta aktivitasnya. Salihin (2002) mengungkapkan bahwa menurut patogenesisnya maka obesitas dapat dibagi menjadi dua macam: a. regulatory obesity : gangguan primer terletak pada pusat yang mengatur masukan makanan (central mechanism food intake) b. metabolic obesity : disebabkan kelainan pada metabolisme lemak dan karbohidrat. Patogenesis Obesitas berkembang pesat sejak tahun 1950 ditemukan mutasi gen leptin sebagai faktor kausatif. Penelitian ini terus berlanjut pada keterlibatan molekul adiponectin dan sitokin pro inflamasi dalam menjelaskan mekanisme terjadinya obesitas dan implikasinya. (Waki : 2007). Studi Biomolekuler menyatakan bahwa obesitas terjadi karena adanya reaksi inflamasi (peradangan) pada sel adiposit. Reaksi ini melibatkan sitokin atau dikenal lebih khusus dengan nama ‘adipokines’. Adipokines terdiri dari adiponectin, IL-1β, IL-6, IL-8, TNFα, TGFβ dan PAF-1. Selain itu faktor hormonal yang tidak kalah penting adalah hormone leptin (Srivastava : 2007). 1. Leptin Leptin berkaitan erat dengan regulasi penyimpanan energi dan fertilitas. Leptin berperan dalam penghambatan steroyl CoA desaturase 1 (SCD-1) di hati. Leptin juga mampu meningkatkan oksidasi asam lemak pada otot dan hati melalui aktifasi 5’-AMP-activated protein kinase (AMPK) yang berhubungan langsung pada system saraf pusat (Waki : 2007). 2. Adiponectin Molekul ini merupakan protein yang disekresi oleh adiposit untuk mengatur keseimbangan glukosa, lipid dan keseimbangan energi. Adiponectin berkurang pada obesitas. Thiazolidinedione (TZD) yang bekerja agonis dengan peroxisome proliferator activated receptor γ (PPARγ) meningkat bersama adiponectin. PPARγ ini berperan pada penurunan berat badan, Selain itu aktifitas PPARα juga ditingkatkan oleh adiponectin (Srivastava et. al, 2007). Studi genetik menunjukkan bahwa adiponectin terletak pada lokus 3q27. Adiponectin juga berfungsi meningkatkan AMPK, penghambat molekul pro inflamasi TNFα (Waki : 2007). 3. Molekul Penyebab Inflamasi a. TNF α TNFα disekresi di jaringan lemak dan meningkat pada obesitas. Molekul ini berhubungan dengan obesitas yang disertai resistensi insulin. Molekul ini mampu menghambat fosforilasi serin dan berdampak pada peningkatan asam lemak bebas serta supresi adiponektin (Waki: 2007). b. IKKβ dan JNK IKKβ mengaktifasi jalur NfkB (Nuclear factor kappa B) KOMPLIKASI OBESITAS Dalam berbagai penelitian telah diketahui bahwa obesitas merupakan faktor predisposisi untuk terjadinya penyakit lain, misalnya: Hipertensi Penyakit Jantung Iskemik Diabetes Melittus Gangguan Pernafasan Kelainan Sendi (Hermawan, 1991) SINDROM METABOLIK Sindrom Metabolik yang juga disebut sindrom resistensi insulin atau sindrom Xmerupakan suatu kumpulan risiko yang faktor-faktor bertanggungjawab terhadap peningkatan morbiditas penyakit kardiovaskular pada obesitas dan DM tipe 2. The National Cholesterol Program-Adult Education Treatment Panel(NCEP-ATP III) melaporkan bahwa sindrom metabolik merupakan faktorrisiko independen terhadap penyakit kardiovaskular, sehingga memerlukanintervensi modifikasi gaya hidup yang ketat (intensif). Komponen utama dari sindrom metabolik meliputi : Resistensi insulin Obesitas abdominal/sentral Hipertensi Dislipidemia : Peningkatan kadar trigliserida Penurunan kadar HDL kolesterol Sindrom Metabolik disertai dengan keadaan proinflammasi / prothrombotik yang dapat menimbulkan peningkatan kadarC-reactive protein, disfungsi endotel, hiperfib-rinogenemia, peningkatanagregasi platelet, peningkatan kadar PAI-1, peningkatan kadar asamurat, mikroalbuminuria dan peningkatan kadar LDL cholesterol.Akhir-akhir ini diketahui pula bahwa resistensi insulin juga dapatmenimbulkan Sindrom Ovarium Polikistik dan Non Alcoholic SteatoHepatitis (NASH) Epidemiologi Prevalensi Sindrom Metabolik bervariasi tergantung pada definisiyang digunakan dan populasi yang diteliti. Berdasarkan data dari theThird National Health and Nutrition Examination Survey (1988 sampai1994), prevalensi sindrom metabolik (dengan menggunakan kriteriaNCEP-ATP III) bervariasi dari 16% pada laki2 kulit hitam sampai 37% padawanita Hispanik. Prevalensi Sindrom Metabolik meningkat denganbertambahnya usia dan berat badan. Karena populasi penduduk Amerika yangberusia lanjut makin bertambah dan lebih dari separuh mempunyai beratbadan lebih atau gemuk , diperkirakan Sindrom Metabolik melebihi merokoksebagai faktor risiko primer terhadap penyakit kardiovaskular. Sindrommetabolik juga merupakan prediktor kuat untuk terjadinya DM tipe 2dikemudian hari. (Ford:2003) Etiologi : Etiologi Sindrom Metabolik belum dapat diketahui secara pasti.Suatu hipotesis menyatakan bahwa penyebab primer dari sindrom metabolikadalah resistensi insulin. Resistensi insulin mempunyai korelasi dengantimbunan lemak viseral yang dapat ditentukan dengan pengukuran lingkarpinggang atauwaist to hip ratio. Hubungan antara resistensi insulin dan penyakit kardiovaskulardiduga dimediasi oleh terjadinya stres oksidatif yang menimbulkandisfungsi endotel yang akan menyebabkan kerusakan vaskular danpembentukan atheroma. Hipotesis lain menyatakan bahwa terjadi perubahanhormonal yang mendasari terjadinya obesitas abdominal. Suatu studimembuktikan bahwa pada individu yang mengalami peningkatan kadarkortisol didalam serum (yang disebabkan oleh stres kronik) mengalamiobesitas abdominal, resistensi insulin dan dislipidemia. Para peneliti juga mendapatkan bahwa ketidakseimbangan aksishipotalamus-hipofisis-adrenal yang terjadi akibat stres akan menyebabkanterbentuknya hubungan antara gangguan psikososial dan infark miokard. (Alberti : 1998) Kriteria WHO (1998) EGIR ATP Klinis Resistensi TGT,GDPT, Insulin DMT2 Insulin atau plasma sensitivitas III AACE (2001) (2003) - TGT > IDF (2005) atau - GDPT persentil 75 insulin menurun Berat Pria: Pria: Pria: badan Rasio LP>= 94cm LP>=102 meningkat pinggang Wanita : cm (spesifik panggul>0,9 LP>=80cm Wanita : tergantung LP>=88 cm populasi) Wanita: IMT >=25 LP yang Rasio Pinggang panggul>0,85 dan atau IMT >30 Lipid TG TG>150mg >=150mg/dL /dL dan TG>=150m dan g/dL atau atau HDL- HDL- TG>=150m TG>=150m g/dL g/dL HDL- HDL- C C<40mg/dL C<35mg/dL <39mg/dL (pria), <50 (pria), <50 C<40mg/d (pria), pada wanita mg/dL(wani mg/dL(wani L <39mg/dL(w atau pria ta) C<40mg/dL ta) anita) HDL- (pria), <50 mg/dL(wan ita) Tekanan >=140/90mm >=140/90m darah Hg mHg >=130/85 atau mmHg >=130/85 >=130/85 mmHg mmHg atau dalam dalam pengobatan pengobatan hipertensi Glukosa TGT,GDPT, hipertensi TGT,GDPT >=110mg/d DMT2 L TGT,GDPT >=100mg/d (tapi bukan L diabetes0 (termasuk diabetes) Lainnya Mikroalbumi - - nuria Kriteria resistensi insulin lainnya (Sudoyo, dkk, 2010) FATTY LIVER/PERLEMAKAN HATI Perlemakan hati secara definisi adalah penumpukan lemak yang berlebihan dalam sel hati (Saputra L, 1999). Batasan penumpukan lemak jika: 1) jumlah lemak melebihi 5% dari total berat hati normal atau 2) lebih dari 30% sel hati dalam lobules hati terdapat penumpukan lemak (WU Jau-Shin, 2001) Perlemakan hati bervariasi mulai dari perlemakan hati saja (steatosis) dan perlemakan hati dengan inflamasi (steatohepatitis) (Patel T, 2001). Ada 3 jenis penyakit hati terkait dengan konsumsi alkohol: 1.Perlemakan Hati Ditandai oleh pembentukan sel lemak di hati. Biasanya tidak ada gejala yang menyertai, meski hati bisa saja membesar dan Anda merasakan tidak nyaman pada perut kanan bagian atas. Perlemakan hati terjadi pada kebanyakan orang yang mengonsumsi alkohol dalam jumlah banyak. Kondisi ini akan membaik setelah yang bersangkutan berhenti minum alkohol. 2. Hepatitis alkoholik atau peradangan hati. Sekitar 35% dari populasi peminum berat mengalami hepatitis alkoholik. Gejalanya bisa berupa hilangnya nafsu makan, mual, muntah, nyeri perut, demam dan kulit berwarna kuning. Jika tingkatnya ringan, hepatitis alkoholik dapat bertahan hingga bertahun-tahun, tetapi bisa menyebabkan kerusakan hati progresif. 3. Sirosis Alkoholik Tipe ini lebih serius dari penyakit hati gara-gara alkohol. Antara 10-20% dari peminum kelas berat mengalami sirosis, biasanya setelah 10 tahun atau lebih mengonsumsi alkohol. Gejalanya mirip hepatitis alkoholik. Ingat, bahwa kerusakan akibat sirosis membuat hati tidak dapat dikembalikan bagai semula lagi. Kebanyakan peminum berat akan mengalami perjalanan gangguan hati mulai dari perlemakan hati ke hepatitis alkoholik dan bisa berakhir pada sirosis alkoholik. Perjalanan gangguan hati ini tentu bervariasi pada tiap individu. resiko mengalami sirosis menjadi tinggi terutama pada peminum kelas berat dan memiliki penyakit lever kronis seperti infeksi virus hepatitis C. Kesehatan para peminum ini bisa membaik bila berhenti minum alkohol. Penyebab dari fatty liver adalah sebagai berikut: 1. Kegemukan (obesitas) 2. Kencing manis (diabetes) 3. Bahan kimia dan obat-obatan (contohnya alkohol, kortikosteroid, tetrasiklin, metotreksat, asam valproat, karbon tetraklorid, fosfor kuning) 4. Kurang gizi dan diet rendah protein 5. Kehamilan 6. Keracunan vitamin A 7. Operasi bypass pada usus kecil 8. Fibrosis kistik (bersamaan dengan kurang gizi) 9. Kelainan bawaan pada metabolisme glikogen, galaktose, tirosin atau homosistin 10. Kekurangan rantai-medium arildehidrogenase 11. Kekurangan kolesterol esterase 12. Penyakit penumpukan asam fitanik (penyakit Refsum) 13. Abetalipoproteinemia 14. Sindroma Reye. GEJALA Fatty liver umumnya tidak bergejala. Orang baru mengetahuinya saat melakukan tes kesehatan (pemeriksaan fisik), dan selanjutnya dipastikan dengan menjalani tes darah (Lab Darah lengkap, SGOT/SGPT, bilirubin, kolesterol) atau pemeriksaan USG bila hati membesar. Tetapi kadang-kadang bisa menimbulkan sakit kuning (jaundice), mual, muntah, nyeri dan nyeri tumpul di perut. PEMBAHASAN Sindroma metabolik Sindroma metabolik/ sindroma resistansi insulin adalah suatu faktor risiko multipel untuk penyakit kardioserebrovaskular, dan sindrom ini berkembang melalui kerjasama yang saling terkait antara obesitas dan kerentanan metabolik. Sindroma ini merupakan salah satu risiko untuk penyakit kardiovaskular aterosklerotik – atheroscleroticcardiovascular disease (ASCVD). Sindroma ini pertama kali diamati dan dilaporkan pada tahun 1923 yang mengkategorikannya sebagai gabungan dari hipertensi, hiperglikemia, dan gout. Berbagai abnormalitas metabolik lain dikaitkan dengan sindroma ini diantaranya obesitas, mikroalbuminuria, dan abnormalitas fibribolisis dan koagulasi. Resistensi insulin diartikan sebagai suatu kondisi dimana terjadi penurunan sensitivitas jaringan terhadap kerja insulin sehingga terjadi peniingkatan sekresi insulin sebagai bentuk kompensasi sel beta pankreas. Resistensi insulin inilah yang nantinya akan berkembang menjadi beragai penyakit yang telah disebutkan di atas. Pada tahun 1998, WHO memperkenalkan istilah sindroma metabolik. Beberapa kriteria diagnosa untuk menegakkan sindrom ini kemudian dikemukakan diantaranya kriteria WHO dan kriteria dari The Third Report of the National Cholesterol Education Program (NCEP) Adult Tretment Panel III. Jadi dengan mengacu pada tabel di bawah, apabila seseorang memiliki sedikitnya 3 dari kriteria yang disebutkan, orang itu terkena sindroma metabolik. Kriteria untuk Sindroma metabolic (WHO : 1998) Kriteria diagnosis untuk sindroma Titik potong metabolik Kriteria (3 dari 5 kriteria ini untuk sindroma metabolik) Peningkatan lingkar pinggang (obesitas ≥ 102 cm pada laki‐laki atau ≥ 88 cm sentral) pada perempuan Peningkatan nilai trigliserida ≥ 150 mg/dl atau sedang mendapat terapi Nilai HDL‐kholesterol yang rendah < 40 mg/dl pada laki‐laki < 50 mg/dl pada perempuan atau sedang mendapat terapi Peningkatan tekanan darah ≥ 130 mm Hg untuk tekanan darah sistolik atau ≥ 85 mmHg untuk tekanan darah diastolic atau sedang mendapat terapi Peningkatan gula darah puasa ≥ 100 mg/dl atau sedang mendapat terapi Pada skenario, berdasarkan pemeriksaan fisik dapat dilihat terjadinya obesitas pada pasien yaitu dengan tinggi badan 150 cm, berat badan 80 kg, lingkar pinggang 100 cm. Pada pemeriksaan laboratorium pasien tersebut memenuhi 3 kriteria sindroma metabolik, yaitu hiperglikemia (gula darah puasa 120 mg/dL), peningkatan kadar trigliserida (350 mg/dL, dari normal 10-140 mg/dL), kadar HDL yang relative rendah (35 mg/dl, dari kadar HDL yang rendah risiko aterosklerosis, >40 mg/dl). Ditambah dengan ditemukannya benjolan pada ruas jari kaki kanan (gout) yang disebabkan meningkatnya kadar asam urat pasien (10 mg/dL), semakin menguatkan diagnosis sindroma metabolik. Pada dewasa obesitas didefinisikan sebagai indeks massa tubuh (IMT) > 30 kg/m 2 (IMT = berat badan (kg)/tinggi badan2 (m2)). Normal = 20-25 kg/m2 ; berlebih = 25-30 kg/m2 ; obesitas > 30 kg/m2 . Obesitas merupakan suatu kondisi kronik akibat akumulasi lemak tubuh [ body fat] yang abnormal, biasanya > 20% dari individu dengan berat badan ideal. Dalam kondisi normal prosentase lemak tubuh antara 25-30% pada wanita, dan 18-23% pada laki-laki. Bila pada wanita prosentase lemak tubuh > 30 % dan laki-laki > 25% dikatakan obese. Faktorfaktor biologi pada jaringan adiposit mengatur terhadap rasa lapar dan metabolisme energi. Penderita obesitas berat memerlukan terapi untuk memperbaiki prognosis, bentuk tubuh, dan meminimalisasi gejala/keluhan, terutama yang berasal dari masalah fisik. Obesitas berhubungan dengan meningkatnya risiko penyakit, kecacatan dan kematian. Distribusi anatomi lemak tubuh sangat berperan terhadap risiko penyakit, lemak visceral lebih banyak berhubungan dengan risiko penyakit dari pada lemak perifir. pemeriksaan lingkar pinggang Sebagai contoh dapat digunakan untuk indicator risiko klinik terutama hipertensi, diabetes dan dislipidemia. WHO menyatakan obesitas merupakan penyakit epidemic dan prevalensinya meningkat sepanjang tahun. Kelebihan berat badan merupakan problem yang serius di masyarakat karena dapat menyebabkan komplikasi selama kehidupanya. Obesitas terutama obesitas visceral harus mendapatkan penanganan yang serius karena dapat menimbulkan permasalahan baik individu dan mastarakat. Obesitas berhubungan dengan peningkatan penyakit diabetes mellitus, hipertensi dan penyakit kardiovaskuler. Seiring dengan peningkatan indek masa tubuh ternyata diikuti oleh peningkatan kematian akibat penyakit kardiovaskuler. Keberhasilan penurunan berat badan antara 5-10% dapat memperbaiki factor risiko penyakit kardiovaskuler. Pada pria, kelebihan 10% berat badan meningkatkan kematian 13% dan kelebihan 20% berat badan meningkatkan 25%. Risiko kesakitan dan kematian yang berhubungan dengan obesitas dapat dikurangi dengan penurunan berat badan. Penurunan berat badan 10 kg berhubungan dengan penurunan mortalitas 20-30%, kematian yang berhubungan dengan diabetes sebanyak 30-40%, kematian akibat kanker sebesar 40-50%. Penurunan berat badan dapat menurunkan kejadian diabetes mellitus sebesar 58% pada seseorang degan prediabetes. Penelitian obese di swedia selama 2 tahun penurunan berat badan memperlihatkan penurunan diabetes 32 kali dan hipertensi 2,6 kali. Klasifikasi Obesitas Menurut WHO tahun 1998 INDEKS MASA TUBUH KATEGORI < 18,5 Berat badan kurang 18,5 - 24,9 Berat badan normal 25 - 29,9 Berat badan lebih 30 - 34,9 Obesitas I 35 - 39,9 Obesitas II > 39,9 Obesitas III Dengan terjadinya sindroma metabolik maka metabolisme nutrisi pasien tersebut terganggu. Pasien tersebut harus mengurangi asupan karbohidrat karena glukosa sebagai mikronutrisi dari karbohidrat berguna sebagai prekursor laktosa di kelenjar mamae, menjadi sumber energi sistem syaraf dan eritrosit, serta menjadi sumber gliserida dan gliserol dalam jaringan adiposa. Asupan lemak yang berlebih juga harus dikurangi, karena akan terjadi penumpukan triasilgliserol yang akan menyebabkan perlemakan hati. Triasilgliserol tersebut tidak dapat mengalami lipolisis agar dapat diubah menjadi asetil ko-A yang akan berperan sebagai sumber energi, sehingga tertimbun di hati dan menyebabkan perlemakan. Selain karbohidrat dan lemak, asupan purin juga harus dikurangi, karena kadar asam urat yang berlebih menyebabkan penyakit gout yang menyerang persendian dan ginjal, misalnya. Berdasarkan gejala-gejala yang ada, pasien tersebut mengalami perlemakan hati tipe pertama, yaitu karena penumpukan triasilgliserol di dalam hepar, yang terjadi akibat pemberian makanan berkalori tinggi. Hiperglikemia terjadi karena resistensi hepar terhadap insulin akibat sindroma metabolik. Karena itu, hepar tidak dapat mengubah glukosa darah menjadi glikogen. Demikian pula dengan trigliserida. Kadar HDL yang rendah turun mempengaruhi pengangkutan dan penyimpanan lipid. Kadar asam urat yang tinggi terjadi akibat kelainan pada proses metabolisme purin yang berlebih. Fatty liver, atau perlemakan hati terjadi karena dua tipe, yang pertama karena kelebihan asam lemak bebas di dalam darah, sehingga terjadi penumpukan triasilgliserol di dalam hepar. Hal ini salah satunya terjadi karena pemberian diet tinggi lemak. Tipe yang kedua adalah adanya penghambat metabolik dalam produksi lipoprotein plasma, yang erat kaitannya dengan hambatan produksi lipoprotein dalam darah. Oleh karena itu, memakan makanan yang berlemak tidak dengan sediri menghasilkan fatty liver. Faktor risiko fatty liver adalah peminum alkhohol, obesitas, dan kelaparan, Diabetes mellitus, kortikosteroid, racun, sindrom chusing, dan hiperlipidemia. Sejauh ini terapi obesitas yang paling baik adalah terapi diet dan fisik. Terapi diet dan fisik terbukti lebih efektif dalam penatalaksanaan terapi obesitas. Terapi fisik sebaiknya merupakan olahraga yang ringan, dan tidak membebani tubuh oleh berat badan. Terapi fisik dengan berjalan kaki sepertinya kurang cocok dengan pasien tersebut, karena dengan berjalan, kaki harus menopang berat badan yang berat, sehingga pasien cepat lelah. Terapi fisik yang baik bagi penderita obesitas contohnya adalah bersepeda, karena bersepeda menumpukan berat badan pada sepeda. Terapi fisik ini sebaiknya dikombinasikan dengan diet rendah karbohidrat, lemak, dan purin. Faktor-faktor yang memicu obesitas : Berat badan seseorang ditentukan oleh keseimbangan masukan kalori dan energi ekspenditur. Jika masukan kalori melebihi dari pembakaran atau metabolisme mengakibatkan peningkatan berat badan. Kelebihan energi dalam tubuh manusia disimpan dalam jaringan adiposity atau jaringan lemak tubuh. Umumnya penyebab tersering adalah kelebihan masukan makandan kurangnya aktifitas fisik. Beberapa factor yang berkontribusi terhadap obesitas adalah : Genetik : Efek genetic bersifat kompleks dan poligenik dengan kemungkinan diturunkan 2040%. Biasanya berhubungan dengan mutasi dari gen leptin dan PPAR-. Contoh gen yang menyebabkan obesitas adalah leptin defisiensi. Leptin merupakan hormone yang diproduksi oleh adiposity dan placenta. Leptin mengontrol berat badan melaui rangsangan otak terhadap rangsang makan. Jika seseorang di dalam tubuh tidak cukup leptin atau rangsangan leptin terhadap otak kurang , mengakibatkan control terhadap rasa lapar terhambat, selanjutnya mengakibatkan obesitas. Obesitas lebih sering terjadi bila salah satu atau kedua orang tuanya obese. Kelebihan makan : kelebihan makanan menyebabkan peningkatan berat badan terutama jika diit tinggi lemak.Makana tinggi lemak atau gula (seperti fast food, fried food dan sweets ) mempunyai densitas tinggi( makanan-makanan yang mempunyai sedikit kalori, tetapi jumlahnya banyak). Penelitian epedemiologi memperlihatkan bahwa diit tinggi lemak berkontribusi terhadap peningkatan berat badan. Diet tinggi karbohidrat sederhana : Peranan karbohidarat terhadap peningkatan berat badan tidak jelas. Karbohidrat meningkatkan kadar glukosa darah, selanjutnya merangsang pelepasan insulin oleh pancreas dan insulin memacu pertumbuhan jaringan adiposity dan menyebabkan peningkatan berat badan. Karbohidrat sederhana seperti glukosa, fruktosa, deserts, soft drink, beer, wine dll, berkontribusi terhadap peningkatan berat badan dan lebih banyak dilepaskan insulin dari pada makanan yang mengandung karbohidrat komplek. Peningkatan insulin atau hiperinsulinemia berperan terhadap peningkatan berat badan. Frekuensi makan : Hubungan antara frekuensi makan dan berat badan masih kontroversi. Beberapa laporan bahwa orang dengan overweight frekuensi makan kurang dibanding orang dengan berat badan normal. Beberapa ahli mengamati orang yang makan sehari antara 4 sampai 5 kali sehari , mempunyai kadar kolesterol dan glukosa lebih rendah dari pada orang yang makan 2 atau 3 kali sehari. Metabolisme rendah: Wanita mempunyai otot lebih sedikit dari pada laki-laki. Hasil metabolisme otot lebih banyak menghasilkan kalori dari pada jaringan lain seperti jaringan adiposity. Akibatnya pada wanita metabolisme lebih rendah dari pada laki-laki, selanjutnya kecenderungan terjadi peningkatan berat badan lebih banyak. Kurangnya aktifitas fisik : seseorang yang diam metabolismenya lebih rendah dari pada seseorang yang aktifitas. Survey dari National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES) memperlihatkan bahwa inaktifitas berkorelasi kuat terhadap peningkatan berat badan. Obat-obatan : obat-obatan yang berhubungan dengan peningkatan berat badan adalah antidepresan, antikonvulsi, anti diabetic (insulin, sulfonylurea dan thiazolidinediones), kontrasepsi oral, kortikosteroid, antihipertensi dan anti histamine. Lingkungan : Lingkungan berperan terhadap peningkatan prevalensi obesitas yang disebabkan oleh penurunan energi dan perubahan pola hidup terutama yang berhubungan dengan makanan yang mengandung lemak tinggi, tinggi kalori, serta jarang berolahraga. Peningakatan prevalensi obesitas dalam suatu penelitian berhubungan dengan kekerapan melihat televisi. Masukan makanan dan aktivitas fisik sangat berperan terhadap peningkatan obesitas pada dewasa. Neuroendokrin : neuropeptida Y (hormone hipotalamus yang merangsang nafsu makan) dan leptin (hormon peptide yang disintesa di jaringan lemak yang bekerja di hipotalamus untuk menekan asupan makanan dan pengeluaran energi) , bekerja sama dengan neurotransmitter lain, mengatur keseimbangan energi. Mutasi dari reseptor dan transmitter berhubungan dengan obesitas pada tikus percobaan dan beberapa kasusu obesitas berat yang jarang pada manusia. Factor psikologi : Geajala stres seperti cemas, depresi, distress, sekresi kortisol akan mempengaruhi kebiasaan makan dan mengakibatkan overweight dan obesitas. Patofisiologi Obesitas terjadi akibat ketidak seimbangan antara metabolisme dan penyimpanan lemak tubuh, Organ utama yang mengatur system tersebut adalah otak. Otak mengatur bagaimana siknal sirkulasi yang berhubungan dengan ukuran masa lemak ( siknal adiposity) yang diitegrasikan dengan siknal dari system gastro intestinal (siknal kenyang ) terhadap control homeostasis energy. Siknal adiposity masuk ke otak pada tingkat hypothalamus. Siknal neural dari system gastrointestinal dan liver menginformasikan makanan yang masuk. Selanjutnya siknal kenyang dikirim ke otak. Otak menerima respon dari siknal hormonal melalui jalur neuropeptide, selanjutnya memberikan keluaran langsung ke homeostasis energy. Termasuk aktivasi neuroendokrin, kebiasaan motorik dan aktifitas autonom. Greenspan andBa xter, 1994. basic & Clinical Endokrinology. Otak sebagai sistim kontrol terhadap masukan dan penyimpanan makanan Otak CRF ACTH MSH Lemak Makanan heat Work Jaringan adiposity merupakan organ endokrin, eksokrin dan autokrine yang mengatur proses proses fisiologi dan patologis. Stress organ reticulum endoplasmic berperan terhadap metabolisme dan disfungsi adiposit. Stress reticulum endoplasmic menyebabkan ketidak seimbangan adipositokin yang disekresi oleh adiposity. Jaringan adiposity mensekresi beberapa bahan aktif yang disebut adipositokin. Bahan aktif yang disekresi oleh adiposity adalah leptin, adipsin, adiponectin, resistin, tumor necrosis factor- (TNF- ), transforming growth factor-T(GF-), vascular endothelial growth factor (VEGF), Interleukin-6 (IL-6), angiotensinogen, apoliproprotein-E, plasminogen activating inhibitor-1 (PAI-1), tissue factor dll. Bahan bahan bioaktif inilah yang menentukan patofisiologi terhadap beberapa penyakit yang berhubungan dengan obesitas. Feedback negatip hubungan antara masa lemak, sirkulasi hormone adiposity dan masukan makanan (Woods dan Seeley, 2002) Adipokine mempunyai peran terhadap resistensi insulin, produksi lipoprotein liver dan inflamasi vaskuler. Hormone leptin dan adiponectin oleh adiposity berhubungan dengan peningkatan subinflamasi kronik terutama berperan terhadap komplikasi resistensi insulin dan kardiovaskuler. Adiponectin dan leptin merupakan biomaker terhadap prediksi baik terhadap kejadian dan keberhasilan intervensi terhadap penyakit kardiovaskuler. Kadar adiponectin menurun pada diebetes mellitus tipe 2 dan penyakit kardiovaskuler, sebaliknya leptin kadarnya meningktan pada kedua penyakit tersebut. Peningkatan kadar leptin berhubungan dengan pembentukan atherosklerosis, sehingga pemeriksaan terhadap leptin dapat dipakai sebagai prediksi terhadap penyakit kardiovaskuler. Disfungsi jaringan adiposity berperan terhadap resistensi insulin yang diakibatkan oleh hipertropi dan hiperplasi adiposity, kurangnya aliran darah, hipoksia, inflamasi dan infiltrasi makrofag pada jaringan adiposity. Gambar Adipositokin yang berhubungan dengan adiposit. PENATALAKSANAAN Prinsip penatalaksaan obesitas adalah keseimbangan energi menjadi negatif untuk menurunkan berat badan dan memelihara penurunan berat badan yang rendah selamanya. Keberhasilan penurunan berat badan menurut WHO adalah jika terjadi penurunan berat badan sebesar 5-15 % dari berat badan semula. Keberhasilan awal dapat diperlihatkan jika terjadi penurunan berat badan sebesar 10% selama 6 bulan pertama. Keberhasilan dapat tercapai bila terdapat kepatuhan penderita tentang memelihara diit, aktivitas fisik dan terapi. Pendekatan untuk penatalaksaan obesitas meliputi : diit, aktivitas fisik, terapi obat dan pembedahan. Perubahan gaya hidup yang mencakup mengurangi alkohol, olahraga, dan terutama berhenti merokok juga berperan terhadap keberhasilan terapi. A.Pendekatan Diit. Pengurangan asupan kalori antara 500-600 kcal/ hari dari 2100-2520 kcal/hari dapat menurunkan berat badan 0,5- 1 kg/minggu. Diit yang dianjurkan adalah diit rendah kalori dan rendah lemak. Diit rendah kalori. Beberapa penelitian membuktikan bahwa keberhasilan penurunan berat badan berhubungan dengan retriksi masukan kalori dan bukan komposisi makronutrien. Dalam beberapa uji klinik pada obesitas didapatkan bahwa penurunan berat badan sebesar 8% terjadi antara 3 -12 bulan dibandingkan kontrol. Penurunan kalori 400-500 kcla/hari dari 1680-2100 kcl/hari akan menurunkan berat badan. Diit rendah lemak. Retriksi masukan lemak mempunyai arti penting terhadap densitas energi dan total masukan energi. Beberpa uji klinik memperlihatkan penurunan berat badan sebesar 1,6 g/hari disebabkan oleh penurunan energi yang berasal dari lemak. Penurunan berat badan lebih sedikit pada diit rendah lemak sebesar 100-200 g/minggu dibanding 300-700 g/minggu. B.Aktivitas fisik. Peningkatan aktivitas fisik pada pasien dewasa overweight dan obese meningkatkan kebugaran kardiorespirasi dan menurunkan resiko penyakit kardoivaskuler. Aktivitas fisik merupakan terapi tambahan untuk membantu penurunan dan memelihara berat badan bersama terapi diit. Kurangnya aktifitas fisik merupakan salah satu faktor penting dalam timbulnya obesitas. Penurunan aktivitas fisik menyebabkan rendahnya tingkat kesegaran jasmani dengan berkurangnya kekuatan, tenaga aerobik dan ketrampilan atletik. Obesitas terjadi akibat masukan energi melebihi penggunaan energi untuk kepentingan metabolisme dan aktivitas fisik. Aktivitas fisik dapat diukur dengan dengan berbagai cara seperti doubly labeled water (DLW), kalorimetri indirek, monitoring denyut nadi (Heart rate), pedometer, akselerometer, observasi langsung dan pengukur dengan adolecent physical activity questionnaire. Aktivitas fisik terutama latihan dapat memperbaiki kelenturan, kekuatan otot,daya tahan otot dan kesegaran kardiorespirasi. Aktivitas fisk akan mengubah komposisi tubuh yaitu menurunkan lemak tubuh baik total dan viseral serta meningkatkan masa tubuh tanpa lemak. Olah raga intensif selama 10 bulan dan pengatutan diit akan menurunkan lemak tubuh dan meningkatkan kesegaran jasmani. C.Medikamentosa. Pasien dengan body mass index 30 kg/m2 berhubungan dengan komplikasi yang berhubungan dengan obesitas. Penatalaksanaan obesitas merupakan bagian dari diit dan aktivitas fisik. Respon terapi terhadap obat bervariasi. Jika terapi pada 4 minggu pertama tidak ada respon, disarankan obat jangan diteruskan. Semua obat harus dilanjutan hanya jika terdapat penurunan berat badan 0,5 kg/minggu. Kebanyakan obat hanya bekerja sementara. Obat obat yang direkomendasikan oleh NICE (National Institute of Clinical Excellence ) adalah orlistat dan sibutramine. Orlistat menghambat lipase lambung dan pankreas, serta mengurangi absorpsi lemak. Dalam suatu penelitian terapi orlistat bersama perubahan polahidup selama 4 tahun dapat menurunkan berat badan, kejadian diabetes dan penyakit kardiovaskuler dibanding perubahan pola hidup saja. d Sibutramin (serotonin dan inhibitor ambilan-kembali noradrenalin) mempercepat rasa kenyang dan mengurangi asupan makanan. Sibutramin selain dapat menurunkan berat badan ternyata dapat memperbaiki profil lemak( triglisrerid, VLDL-kolesterol dan HDL-kolesterol). Selective serotonin reuptake inhibitor (SSRI), seperti fluoksetin dosis tinggi bisa membantu dengan efektif. Derivat amfetamin (dexfenfluramin, fenfluramin) dapat menekan nafsu makan, tapi telah ditarik dari peredaran karena efek samping (valvulopati jantung). Pemakaian dua obat kombinasi tidak direkomendasikan. D.Pembedahan. Pembedaan terkadang diperlukan jika terapi diit, aktivitas fisaik dan medikamentosa tidak berhasil. Pembedan yang biasa dilakikan adalah gastric bypass, vertical banded gastroplasty dan gastric banding. Dibandingkan dengan terapi yang lain tidakan pembedaan cukup menghasilkan penurunan berat badan yang lama. Keberhasilan pembedahan sekitar 50%. Suatu penelitian selama 3 tahun keberhasilan pembedahan dengan vertical banded gastroplasty adalah 48%, dan 67% dengan gastric bypass. Komplikasi pembedahan tergantung derajat obesitas dan penyakit penyerta. Penurunan berat badan yang cukup besar membawa komplikasi tertentu, termasuk disfungsi hati dan pemanjangan interval QT yang merupakan predisposisi kematian akibat aritmia. BAB III KESIMPULAN DAN SARAN Pada skenario 2 blok Metabolisme ini kelompok kami menyimpulkan bahwa pasien mengalami obesitas. Obesitas itu sendiri meningkatkan risiko untuk menderita sindroma metabolik. Sindroma metabolik akan meningkatkan risiko terjadinya penyakit kardiovaskular aterosklerotik, stroke, diabetes, dan berbagai penyakit metabolik lainnya. Pada diri pasien juga ditemukan adanya kelainan seperti kadar gula darah yang terlalu tinggi atau hiperglikemia, trigliserida jauh di atas batas normal, LDL yang tinggi, HDL yang rendah, serta asam urat yang meningkat. Hal-hal tersebut di atas merujuk pada diagnosis sindroma metabolik. Sindroma metabolik, dalam hal ini obesitas, dapat menyebabkan adanya komplikasi fatty liver atau perlemakan hati. Dengan adanya perlemakan hati maka proses metabolisme menjadi terganggu. Penatalaksanaan pasien dengan kondisi seperti ini ada empat hal. Pertama adalah pengaturan asupan makanan dan nutrisi, dengan diet rendah kalori. Pasien dianjurkan untuk mengurangi konsumsi lemak dan karbohidrat serta dianjurkan untuk mengonsumsi makanan berserat tinggi seperti buah dan sayur. Selain itu pasien dianjurkan untuk memperbanyak aktivitas fisik atau olahraga. Alternatif lain adalah dengan pemberian obat-obatan atau medikamentosa serta pembedahan, seperti operasi adipektomi atau sedot lemak Daftar pustaka Ford E.S., Giles W.H. 2003. A comparison of the prevalence of the metabolic syndrome using two proposed definition.JAMA. 26:575-81. Ford E.S., Giles W.H., Dietz W.H. 2002. Prevalence of the metabolic syndrome among U.S. adults: findings from the Third National Health and Nutrition Examination Survey.JAMA.287:356-9. Vega G.L. 2001. Obesity, the metabolic syndrome, and cardiovascular disease. Am Heart J. 142:1108-16. LamarcheB., Tchernof A., Mauriege P., Cantin B., Dagenais G.R.,Lupien P.J., et al. 1998. Fasting insulin and apolipoprotein B levels and low-density lipoproteinparticle size as risk factors for ischemic heart disease. JAMA. 279:1955-61. Alberti K.G., Zimmet P.Z. 1998. Definition, diagnosis and classification of diabetes mellitus and its complications. Part 1: diagnosis and classification of diabetes mellitus, provisional report of a WHO consultation Machmud, Rizanda. 2006. Strategi Pencegahan Penyakit dan Promosi Kesehatan untuk Penyakit Perlemakan Hati. Reaven G.M. 1988. Role of insulin resistance in human disease. www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/8476236 (3 Desember 2011) NationalInstitutes of HealthHeart Lung and Blood Institute. 2001. Third Report of the National CholesterolEducation Program Expert Panel on Detection, Evaluation, and Treatmentof High Blood Cholesterol in Adults (Adult Treatment Panel III). 013670http://www.nhlbi.nih.gov/guidelines/cholesterol/ index.htm (2 Desember 2011)