74 Jurnal Penelitian Pendidikan Geografi Volume 1 No. 1 November 2016 MENINGKATKAN HASIL BELAJAR GEOGRAFI SISWA MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH PADA POKOK BAHASAN TATA SURYA KELAS X SMA NEGERI 1 PURIALA Muhammad setiawan1, La Hardu2 1 Alumni Pendidikan Geografi FKIP UHO Dosen Pendidikan Geografi FKIP UHO 2 Abstrak: Meningkatkan Hasil Belajar Geografi Siswa Melalui Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah” (PTK pada pokok Bahasan Tata Surya Kelas X SMA Negeri 1 Puriala. Tujuan penelitian ini adalah bagaimana peningkatan hasil belajar geografi siswa melalui penerapan model pembelajaran berbasis masalah pada pokok bahasan tata surya kelas X SMA Negeri 1 Puriala. hasil belajar geografi siswa kelas X SMA Negeri 1 Puriala yang diajar dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah (PBL) pada tiap siklus cukup meningkat ditunjukan dengan yang nilai dimulai dari 55 sampai dengan 90 memperoleh nilai rata-rata 69,8 dan pada siklus II dimulai dari nilai 60 sampai dengan 90 dengan perolehan nilai rata-rata 81,3. Hasil belajar geografi siswa kelas X SMA Negeri 1 Puriala yang diajar dengan menggunakan penerapan model pembelajaran berbasis masalah (PBL) pada pokok bahasan tata surya dapat meningkat dari tiap siklus. Nilai rata siswa ketuntasan belajar siswa dengan persentase pada siklus I sebesar 45% meningkat pada siklus II menjadi 87%. Kata Kunci: Model Pembelajaran, Hasil Belajar, Aktivitas Mengajar Guru dan Belajar Siswa PENDAHULUAN Pendidikan merupakan proses pengembangan daya pikir, keterampilan dan moralitas kehidupan sesuai dengan potensi yang dimiliki oleh setiap manusia. Melalui pendidikan diharapkan dapat membentuk kemampuan manusia dalam menggunakan rasional berpikir secara efektif, efisien, kreatif, dan bijak dalam menanggulangi masalah-masalah yang dialami dalam kehidupan. Sebagai upaya meningkatkan mutu pendidikan secara nasional, telah dilakukan pengkajian ulang terhadap kurikulum. Sehingga terjadi penyempurnaan kurikulum dari waktu ke waktu. Salah satunya dengan KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan), yang proses pembelajarannya menekankan pada pemberian pengalaman secara langsung untuk mengembalikan kompetensi agar menjelajahi dan memahami. Pada umumnya proses pembelajaran di sekolah dewasa ini masih berjalan secara klasikal yakni proses belajar mengajar masih di dominasi oleh guru sedangkan siswa hanya dapat mendengarkan, melihat, dan mencatat penjelasan guru. Hal inilah yang merupakan penyebab siswa menjadi pasif, merasa bosan dan kurang tertarik mengikuti pelajaran yang diajarkan khususnya mata pelajaran geografi serta sedikitnya peluang siswa untuk bertanya. Dengan demikian, suasana pembelajaran geografi menjadi tidak efektif sehingga menyebabkan siswa mengalami kesulitan dalam proses belajar. Hal ini memungkinkan berpengaruh pada hasil belajar siswa. Salah satu upaya meningkatkan hasil belajar siswa yakni dengan penggunaan model pembelajaran yang tepat sehingga dapat mendorong tumbuhnya rasa senang peserta didik terhadap pelajaran, menumbuhkan dan meningkatkan motivasi dalam mengerjakan tugas, dan Muhammad Setiawan, La Harudu 75 Jurnal Penelitian Pendidikan Geografi Volume 1 No. 1 November 2016 memberikan kemudahan bagi peserta didik untuk memahami pelajaran sehingga memungkinkan mereka mencapai hasil belajar yang lebih baik. Berdasarkan uraian di atas, peneliti akan melakukan penelitian yang berjudul: “Meningkatkan Hasil Belajar Geografi Siswa Melalui Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah pada pokok Bahasan Tata Surya Kelas X SMA Negeri 1 Puriala”. Belajar mengajar pada umumnya adalah interaksi atau hubungan timbal balik antara siswa dengan guru dan antar sesama siswa dalam proses pembelajaran. Pengertian interaksi mengandung unsur saling memberi dan menerima (Depdikbud, 1997: 3). Menurut Sardiman (1990: 25) setiap interaksi belajar ditandai sejumlah unsur yaitu: 1) tujuan yang hendak dicapai; 2) siswa dan guru; 3) bahan pelajaran; 4) metode yang digunakan untuk menciptakan situasi belajar mengajar; dan 5) penilaian yang fungsinya untuk menetapkan seberapa jauh ketercapaian tujuan. Lebih lanjut lagi, Slameto (2003: 2) belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Perubahanperubahan tersebut akan nyata dalam seluruh aspek tingkah laku. Perubahan yang terjadi dalam diri seseorang banyak sekali baik sifat maupun jenisnya karena itu sudah tentu tidak setiap perubahan dalam diri seseorang merupakan dalam perubahan dalam arti belajar. Marno dan Idris (2008: 183) menyatakan pembelajaran merupakan upaya pengembangan sumber daya manusia yang harus dilakukan secara terus menerus selama manusia hidup. Isi dalam proses pembelajaran perlu terus dimutakhirkan sesuai kemajuan ilmu pengetahuan dan kebudayaan masyarakat. Implikasinya, jika masyarakat Indonesia dan dunia menghendaki tersedianya sumber daya manusia yang memiliki kompetensi yang berstandar nasional dan internasional maka isi dan proses pembelajaran harus diarahkan pada pencapaian kompetensi tersebut. Menurut Rusman (2012: 41), PBL adalah pembelajaran yang menyuguhkan berbagai situasi masalah yang autentik dan bermakna kepada siswa, yang dapat berfungsi sebagai batu loncatan untuk investigasi dan penyelidikan. Wina Sanjaya (2009: 214) juga berpendapat bahwa PBL dapat diartikan sebagai rangkaian aktivitas pembelajaran yang menekankan pada proses penyelesaian masalah yang dihadapi secara ilmiah. Menurut Amir (2009: 12), ciri-ciri atau karakteristik PBL antara lain: (1) Pembelajaran diawali dengan pemberian masalah. (2) Siswa berkelompok secara aktif menyelesaikan masalah. (3) Mempelajari dan mencari sendiri materi yang berhubungan dengan masalah serta melaporkan solusinya. Menurut Sugiyanto (2008: 140-141) mengemukakan ada lima tahapan yang harus dilaksanakan dalam PBL yaitu: (1) Memberikan orientasi tentang permasalahannya kepada siswa. (2) Mengorganisasikan siswa untuk meneliti. (3) Membantu investigasi mandiri dan kelompok. (4) Mengembangkan dan mempresentasekan hasil. (5) Menganalisis dan mengavaluasi proses mengatasi masalah. Tahap-tahap pembelajaran dengan menggunakan pendekatan based learning yang diungkapkan Jensen, (2004: 484) dalam bukunya yaitu sebagai berikut. (1) Pra-pemaparan. Pra-pemaparan membantu otak untuk membangun peta konseptual yang lebih baik. (2) Persiapan. Dalam tahap ini, guru menciptakan keingintahuan dan kesenangan. (3) Inisiasi dan Akuisisi. Tahap ini merupakan tahap penciptaan koneksi atau pada saat neuron-neuron it saling berkomunikasi satu sama lain. (4) Elaborasi. Tahap elaborasi memberikan kesempatan kepada otak untuk menyortir, menyeldiki, menganalisis, menguji, dan memperdalam pembelajaran. (5) Inkubasi 76 Jurnal Penelitian Pendidikan Geografi Volume 1 No. 1 November 2016 dan memasukan memori. Tahap ini menekankan bahwa waktu istirahat dan waktu untuk mengulang kembali merupakan suatu hal yang penting. (6) Verifikasi dan pengecekan keyakinan. Dalam tahap ini guru mengecek apakah siswa sudah paham dengan materi yang telah dipelajari atau belum, siswa juga perlu tahu apakah dirinya sudah memahami materi atau belum. (7) Perayaan dan integrasi. Tahap ini menanamkan semua arti penting dari kecintaan terhadap belajar dalam model pembelajaran PBL, siswa dapat mengoptimalkan semua potensi yang ada pada diri siswa secara aktif, baik aktif secara fisik maupun mental. Pembelajaran PBL dapat melatih siswa aktif dan berfikir kritis, selain itu adanya kerja sama antar kelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran yang sama dan siswa memperoleh pengalaman sendiri untuk menyelesaikan suatu masalah. Secara sederhana, studi geografi berkenaan dengan kenyataan-kenyataan yang dialami seseorang dalam perjalanan hidupnya, yang dapat dihayati sebagai kesatuan hubungan antara faktor-faktor geografi dengan umat manusia yang telah dimodifikasi, diubah, dan diadaptasikan oleh tindakan manusia sendiri. Karena studi geografi ini berkenaan dengan kehidupan umat manusia dipermukaan bumi yang merupakan kesatuan menyeluruh dengan kondisi alamnya, maka studi geografi ini tidak dapat dilepaskan hubungannya dengan studi Ilmu Pengetahuan Alam (Sumaatmadja, 1997: 102). Para pakar-pakar geografi pada Seminar dan Lokakarya Peningkatan Kualitas Pengajaran Geografi di Semarang tahun 1988, telah merumuskan konsep geografi sebagai berikut: geografi adalah ilmu yang mempelajari persamaan dan perbedaan fenomena geosfer dengan sudut pandang kelingkungan atau kewilayahan dalam konteks keruangan. Pada konsep ini, geosfer atau permukaan bumi ditinjau dari sudut pandang kewilayahan atau kelingkungan yang menampakkan persamaan dan perbedaan. Persamaan dan perbedaan tadi tidak terlepas dari adanya relasi keruangan dari unsur-unsur geografi yang membentuknya. Disini studi geografi melihat dan mempelajari wilayah-wilayah di permukaan bumi yang menunjukkan sistem kewilayahan dan sistem kelingkungan tertentu. Dari sekian jumlah sistem kewilayahan dan sistem kelingkungan sudah pasti ada persamaan dan perbedaan gejala, bahkan keunikan di wilayah-wilayah atau ekosistem. Baik studi geografi maupun pengajaran geografi, hakikatnya berkenaan dengan aspek-aspek keruangan permukaan bumi (geosfer) dan faktor-faktor geografias dalam lingkungan dan kehidupan manusia. Oleh karena itu, ruang lingkup pengajaran geografi meliputi: (1) Alam lingkungan yang menjadi sumber daya bagi kehidupan manusia. (2) Penyebar umat manusia dengan variasi kehidupannya. (3) Interaksi keruangan umat manusia dengan lingkungan yang memberikan variasi terhadap ciri khas tempat-tempat di permukaan bumi. (4) Kesatuan regional yang merupakan perpaduan darat, perairan, dan udara di atasnya. Ruang lingkup ialah yang memberikan ciri yang karakteristik terhadap pengajaran geografi. Apapun yang akan diproses pada pengajaran geografi, materinya selalu digali dari permukaan bumi pada suatu lokasi untuk mengungkapkan corak kehidupan manusia yang memberikan ciri khas kepada wilayah yang bersangkutan. Sumber materi pengajaran geografi sangat luas, sehingga pengajaran itu tidak akan pernah kering oleh materi yang disajikan kepada siswa. Dalam hal penggalian dan pemanfaatan alam lingkungan, kehidupan manusia, dan hasil interaksi faktor-faktor geografis di Muh 77 Jurnal Penelitian Pendidikan Geografi Volume 1 No. 1 November 2016 permukaan bumi sebagai sumber materi geografi, dari guru dituntut kemampuan melakukan seleksi terhadap materi tadi, sehingga apa yang diproses dalam belajarmengajar menjadi efektif dan efisien sesuai dengan perkembangan mental anak didik. Dengan demikian, dapat diperoleh produktivitas yang tinggi dalam merealisasikan tujuan instruksionalnya. di sini terlihat bahwa kemampuan guru geografi berkenaan dengan penguasaan, materi, tujuan pengajaran geografi dan tingkat perkembangan mental anak sangat dituntut. Menurut Hamalik (2011: 179) menyatakan bahwa aktivitas belajar siswa dapat didefinisikan sebagai aktivitas yang diberikan pada pembelajaran dalam situasi belajar mengajar. Aktivitas belajar ini didesain agar memungkinkan siswa memperoleh muatan yang ditentukan, sehingga berbagai tujuan yang ditetapkan, dapat tercapai. Menurur Hamalik (2003: 91) menyatakan aktivitas belajar siswa dapat memberikan manfaat. Ada delapan manfaat yaitu : (1) siswa mencari dan mendapatkan pengalaman sendiri, (2) dapat mengembangkan seluh aspek diri siswa, (3) dapat miningkatkan kerjasama dengan siswa lain, (4) dapat mengatasi perbadaan individual karena siswa belajar sesuai dengan minat kemampuannya, (5) menumbuhkan siskap-sikap positif seperti disiplin belajar dan musyawarah, (6) dapat memupuk kerjasama antara sekolah dan orang tua siswa yang bermanfaat pada pendidikan siswa, (7) dapat mengembangkan pemahaman dan berfikir kritis sehingga pembelajar terlaksanakan secara realistis dan kongkrit, (8) kegiatan pembelajaran menjadi lebih hidup. Berdasarkan pendapat beberapa ahli diatas dapat disimpulkan bahwa aktivitas belajar adalah suatu kegiatan yang bersifat fisik maupun mental yang dapat membawa perubahan kearah yang lebih baik dalam hal kecakapan, sikap, kebiasaan, dan kepandaian. Hasil belajar diasumsikan sebagai perolehan siswa tentang pelajaran yang diperoleh dari awal sampai dengan akhir pembelajaran yang dinyatakan dengan nilai. Hal ini didukung oleh Sudjana (2005: 91) yang menyatakan bahwa hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar yang dicapai siswa melalui proses belajar mengajar yang optimal cenderung menunjukkan hasil yang bercirikan sebagai berikut. Pertama, kepuasan dan kebanggaan yang dapat menumbuhkan motivasi belajar intrinsik pada diri siswa. Motivasi intrinsik adalah semangat juang untuk belajar yang tumbuh dari dalam diri siswa itu sendiri. Siswa tidak akan mengeluh dengan prestasi yang rendah, dan ia akan berjuang lebih keras untuk memperbaikinya. Sebaliknya, hasil belajar yang baik akan mendorong pula untuk meningkatkan, setidak-tidaknya mempertahankan apa yang telah dicapainya. Kedua, menambah keyakinan dan kemampuan dirinya. Artinya, ia tahu kemampuan dirinya dan percaya bahwa ia punya potensi yang tidak kalah dari orang lain apabila ia berusaha sebagaimana harusnya. Ia juga yakin tidak ada sesuatu yang tidak dapat dicapai apabila ia berusaha sesuai dengan kesanggupannya. Ketiga, hasil belajar yang dicapainya bermakna bagi dirinya seperti akan tahan lama diingatannya, membentuk perilakunya, bermanfaat untuk mempelajari aspek lain, dapat digunakan sebagai alat untuk memperoleh informasi dan pengetahuan lainnya, kemauan dan kemampuan untuk belajar sendiri, dan mengembangkan kreativitasnya. Yuliawati (2004: 46), menjelaskan bahwa hasil belajar mencerminkan kemampuan siswa dalam memenuhi suatu tahapan pencapaian pengalaman belajar dalam suatu kompetensi dasar yang dirumuskan dalam pengetahuan, perilaku, keterampilan, sikap dan nilai yang dapat Mu 78 Jurnal Penelitian Pendidikan Geografi Volume 1 No. 1 November 2016 diukur dengan menggunakan berbagai teknik penilaian. Selanjutnya, Arifin (2008: 175) menyatakan semua rencana hasil belajar yang merupakan tanggung jawab sekolah adalah kurikulum. Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat dikatakan bahwa hasil belajar adalah tingkat penguasaan yang dicapai siswa dalam mengikuti proses belajar mengajar. Hasil belajar yang dicapai siswa merupakan gambaran hasil belajar mengajar dan merupakan interaksi antara berbagai faktor. Hasil tersebut ditandai dengan kecakapan siswa terhadap bahan pelajaran yang mudah dipahami. Dikaitkan dengan geografi, maka hasil belajar geografi merupakan tingkat penguasaan siswa terhadap pelajaran geografi setelah mengikuti proses belajar mengajar dalam selang waktu tertentu yang tercermin dalam nilai yang diperoleh dari hasil tes belajar geografi. Hasibuan (1988: 4) hasil belajar siswa dapat dilihat dari terjadinya perubahan pada tiga ranah siswa yaitu: Perubahan pada ranah kognitif, umpamanya dari belum atau tidak tahu menjadi tahu, dari belum atau tidak jelas menjadi lebih jelas, dari belum atau tidak dapat menjawab sampai dapat menjawab secara benar, dari belum atau tidak mengerti peran yang harus dimainkan sampai dapat berperan secara aktif (ranah psikomotor), dari bersikap acuh tak acuh menjadi penuh perhatian (ranah afektif), dari menentang secara kasar pendapat teman dalam diskusi-diskusi kelompok menjadi dapat mentoleransi pendapat teman yang tidak sejalan dengan dirinya (ranah afektif), dari kurang terampil bertanya atau memimpin diskusi menjadi terampil bertanya atau memimpin diskusi kelompok. Dikemukakan bahwa hasil belajar merupakan indikator yang digunakan untuk mengetahui tingkat keberhasilan yang telah dicapai siswa setelah melakukan proses belajar. Seorang siswa yang telah melakukan kegiatan belajar geografi, dapat dilihat hasil belajarnya dengan menggunakan suatu alat evaluasi. Belajar mengajar adalah interaksi atau hubungan timbal balik antara siswa dengan guru dan antar sesama siswa dalam proses pembelajaran. Pengertian interaksi mengandung unsur saling memberi dan menerima (Depdikbud, 1997: 3). Menurut Sardiman (1990: 25) setiap interaksi belajar ditandai sejumlah unsur yaitu: 1) tujuan yang hendak dicapai; 2) siswa dan guru; 3) bahan pelajaran; 4) metode yang digunakan untuk menciptakan situasi belajar mengajar; dan 5) penilaian yang fungsinya untuk menetapkan seberapa jauh ketercapaian tujuan. Hudoyono (1984: 3) memberikan pengertian belajar sebagai suatu proses untuk mendapatkan pengetahuan atau pengalaman sehingga mampu mengubah tingkah laku manusia. Dari beberapa pendapat ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa belajar berarti perubahan sikap dan tingkah laku setelah terjadi interaksi dengan sumber belajar. Sumber belajar ini dapat berupa buku, lingkungan, guru atau sesama teman. Slameto (2003: 2) belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Perubahanperubahan tersebut akan nyata dalam seluruh aspek tingkah laku. Perubahan yang terjadi dalam diri seseorang banyak sekali baik sifat maupun jenisnya karena itu sudah tentu tidak setiap perubahan dalam diri seseorang merupakan dalam perubahan dalam arti belajar. Rusyan (1989: 26) mengatakan bahwa mengajar adalah segala upaya yang disengaja dalam rangka memberikan kemungkinan bagi siswa untuk terjadinya proses belajar-mengajar sesuai dengan tujuan yang telah dirumuskan. Dengan demikian, mengajar adalah upaya yang dilakukan dalam bentuk memberikan bimbingan dan pengarahan termasuk mengatur dan mengorganisasikan 79 Jurnal Penelitian Pendidikan Geografi Volume 1 No. 1 November 2016 lingkungan di sekitar siswa sehingga memungkinkan tumbuhnya dorongan bagi siswa untuk melakukan proses belajar. Rusyan (1989: 90) mengemukakan prinsip-prinsip belajar-mengajar yang mendapat dukungan psikologi modern, yaitu: 1) belajar selalu dimulai dengan suatu masalah dan berlangsung sebagai usaha memecahkan masalah itu; 2) proses belajar selalu merupakan usaha untuk memecahkan atau memahami hubungan antara bagian-bagian masalah itu; dan 3) belajar itu berhasil bila disadari telah ditemukan hubungan antara unsur-unsur dalam masalah itu sehingga diperoleh insting atau wawasan. Insting dapat timbul tiba-tiba atau dengan susah payah. Agar memperoleh hasil yang baik maka dalam melakukan proses belajarmengajar guru perlu mengetahui dan memahami prinsip-prinsip mengajar yang harus dilakukan dan direalisasikan dalam pembelajaran. Adapun prinsip-prinsip mengajar tersebut menurut Rusyan (1989: 91) adalah sebagai berikut. Apersepsi bertitik tolak dari mental states atau kesan-kesan atau sensasisensasi. Pengalaman-pengalaman merupakan integrasi dari unsur-unsur: 1) Kesan-kesan terdahulu; 2) bayangan atau tanggapan terdahulu yang telah terasosiasi; dan 3) senang atau tidak senang. Motivasi adalah dorongan yang timbul karena tingkah laku dan kegiatan manusia. Dalam proses belajar-mengajar, aspek motivasi ini sangat penting karena: 1) motivasi memberi semangat terhadap seseorang peserta didik delam kegiatan belajarnya; 2) motivasi-motivasi penguatan merupakan pemilih dari kegiatan dimana seseorang berkeinginan melakukannya; 3) motivasi memberi petunjuk pada tingkah laku; dan 40 aktivitas. Dalam proses belajar-mengajar keaktifan peserta didik merupkan hal yang sangat penting dan perlu diperhatikan oleh guru sehingga proses belajar yang ditempuh benar-benar memperoleh hasil yang optimal. Proses belajar-mengajar dapat berjalan dengan efektif bila seluruh komponen yang berpengaruh dalam proses belajar-mengajar saling mendukung dalam rangka mencapai tujuan. Depdikbud (1997: 4) mengemukakan komponenkomponen yang berpengaruh dalam proses belajar belajar-mengajar adalah: 1) siswa; 2) kurikulum; 3) guru; 4) metode; 5) sarana dan prasaran; dan 6) lingkungan. Kurikulum, guru, metode, sarana dan prasarana merupakan ”masukan instrumental” yang berpengaruh dalam proses belajar-mengajar. Dari seluruh komponen-komponen yang berpengaruh tersebut, komponen guru yang lebih menentukan, karena ia akan mengelola komponen lainnya sehingga dapat meningkatkan hasil belajar-mengajar. Marno dan Idris (2008: 183) menyatakan pembelajaran merupakan upaya pengembangan sumber daya manusia yang harus dilakukan secara terus menerus selama manusia hidup. Isi dalam proses pembelajaran perlu terus dimutakhirkan sesuai kemajuan ilmu pengetahuan dan kebudayaan masyarakat. Implikasinya, jika masyarakat Indonesia dan dunia menghendaki tersedianya sumber daya manusia yang memiliki kompetensi yang berstandar nasional dan internasional maka isi dan proses pembelajaran harus diarahkan pada pencapaian kompetensi tersebut. Sanjaya (2008: 26) pembelajaran dapat diartikan sebagai proses kerjasama antar guru dan siswa dalam memanfaatkan segala potensi dan sumber daya yang ada baik potensi yang bersumber dari dalam diri siswa itu sendiri seperti minat, bakat dan kemampuan dasar yang dimiliki termasuk gaya belajar maupun potensi yang ada diluar diri siswa seperti lingkungan, saran dan sumber belajar sebagai upaya untuk mencapai tujuan belajar tertentu. Berdasarkan pendapat para ahli, dapat disimpulkan bahwa proses pembelajaran melibatkan diri siswa 80 Jurnal Penelitian Pendidikan Geografi Volume 1 No. 1 November 2016 dimana perubahan tingkah laku siswa diarahkan pada peningkatan kemampuan dalam mempelajari geografi, sedangkan guru dalam mengajar harus pandai mencari pendekatan pembelajaran yang akan membantu siswa dalam kegiatan belajarnya. Menurut Rusman (2012: 41), PBL adalah pembelajaran yang menyuguhkan berbagai situasi masalah yang autentik dan bermakna kepada siswa, yang dapat berfungsi sebagai batu loncatan untuk investigasi dan penyelidikan. Wina Sanjaya (2009: 214) juga berpendapat bahwa PBL dapat diartikan sebagai rangkaian aktivitas pembelajaran yang menekankan pada proses penyelesaian masalah yang dihadapi secara ilmiah. Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian PBL adalah pembelajaran yang memberikan masalah kepada siswa dan siswa diharapkan untuk menyelesaikan masalah tersebutdengan melaksanakan pembelajaran ini siswa yang selalu aktif , guru hanya sebagai fasilitator. Menurut Amir (2009: 12), ciri-ciri atau karakteristik PBL antara lain: (1) Pembelajaran diawali dengan pemberian masalah. (2) Siswa berkelompok secara aktif menyelesaikan masalah. (3) Mempelajari dan mencari sendiri materi yang berhubungan dengan masalah serta melaporkan solusinya. Menurut Sugiyanto (2008: 140-141) mengemukakan ada lima tahapan yang harus dilaksanakan dalam PBL yaitu sebagai berikut. (1) Memberikan orientasi tentang permasalahannya kepada siswa. (2) Mengorganisasikan siswa untuk meneliti. (3) Membantu investigasi mandiri dan kelompok. (4) Mengembangkan dan mempresentasekan hasil. (5) Menganalisis dan mengavaluasi proses mengatasi masalah. Tahap-tahap pembelajaran dengan menggunakan pendekatan based learning yang diungkapkan Jensen, (2004: 484) dalam bukunya yaitu berikut. (1) Pra- pemaparan membantu otak untuk membangun peta konseptual yang lebih baik. (2) Dalam tahap ini, guru menciptakan keingintahuan dan kesenangan. (3) Tahap ini merupakan tahap penciptaan koneksi atau pada saat neuron-neuron it saling berkomunikasi satu sama lain. (4) Tahap elaborasi memberikan kesempatan kepada otak untuk menyortir, menyeldiki, menganalisis, menguji, dan memperdalam pembelajaran. (5) Inkubasi dan memasukan memori. Tahap ini menekankan bahwa waktu istirahat dan waktu untuk mengulang kembali merupakan suatu hal yang penting. (6) Verifikasi dan pengecekan keyakinan Dalam tahap ini guru mengecek apakah siswa sudah paham dengan materi yang telah dipelajari atau belum, siswa juga perlu tahu apakah dirinya sudah memahami materi atau belum. (7) Perayaan dan integrasi. Tahap ini menanamkan semua arti penting dari kecintaan terhadap belajar dalam model pembelajaran PBL, siswa dapat mengoptimalkan semua potensi yang ada pada diri siswa secara aktif, baik aktif secara fisik maupun mental. Pembelajaran PBL dapat melatih siswa aktif dan berfikir kritis, selain itu adanya kerja sama antar kelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran yang sama dan siswa memperoleh pengalaman sendiri untuk menyelesaikan suatu masalah. Hal tersebut sesuai dengan Sudarman (2007: 182) bahwa untuk membantu siswa, membantu potensi intelektual mereka, kontekstual teaching and learning (salah satunya model PBL) mengajarkan langkah-langkah dalam berfikir kritis dan kreatif serta memberikan kesempatan untuk menggunakan keahlian berfikir dalam tingkatan yang lebih tinggi dalam dunia nyata. . METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan dalam 81 Jurnal Penelitian Pendidikan Geografi Volume 1 No. 1 November 2016 dua siklus tindakan. Masing-masing siklus dilaksanakan selama dua kali pembelajaran. Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 1 Puriala dengan subyek penelitian kelas kelas X yang berjumlah siswa 33 orang terdiri dari 17 siswa lakilaki 16 siswa perempuan. Intrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas dua yaitu tes hasil belajar dan lembar obsevasi. Data yang dikumpulkan dianalisis dengan menggunakan teknik analisis deskriptif dalam bentuk rata-rata, persentase, grafik dan tabel. Prosedur penelitian tindakan ini dirancanakan terdiri dari II siklus. Tiap siklus dilaksanakan dengan prosedur: (1) Perencanaan, (2) Pelaksanaan, (3) Observasi dan Evaluasi, dan (4) Refleksi. Sumber data dalam penelitian ini, yaitu guru dan siswa mata pelajaran geografi kelas X SMA Negeri 1 Puriala tahun ajaran 2015/2016 yang melaksanakan pembelajaran model pembelajaran berbasis masalah. Jenis datanya adalah data kuantitatif dan data kualitatif yang digunakan dalam penelitian ini. Data kualitatif diperoleh dari hasil dari hasil observasi dan jurnal refleksi dari guru, sedangkan data kuantitatif diperoleh dari evaluasi hasil belajar geografi siswa setelah dilaksanakan dengan model pembelajaran berbasis masalah. Data tentang aktivitas mengajar guru dalam pelaksanaan pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis masalah diambil dengan menggunakan lembar observasi aktivitas mengajar guru. Data tentang aktivitas belajar siswa dalam pelaksanaan pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis masalah diambil dengan menggunakan lembar observasi aktivitas belajar siswa. Penelitian ini menggunakan anlisis deskritif yang dimaksud untuk memberikan gambaran peningkatan aktivitas dan hasil belajar geografi siswa yang diajar dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah. Menghitung rata-rata hasil belajar siswa menggunakan rumus di bawah ini. ∑ Xi X = n Keterangan: X = nilai rata-rata siswa ∑ Xi = nilai tiap siswa n = jumlah siswa keseluruhan Menghitung persentase ketuntasan balajar dengan menggunakan rumus: % tuntas = ∑ TB x100% N Keterangan: ∑ TB = jumlah siswa yang tuntas belajar N = jumlah siswa keseluruhan (Susetyo: 2010 ). Menghitung persentase (%) aktivitas belajar siswa dengan menggunakan rumus: x % Aktivitas = x 100 n Keterangan: X = Skor Aktivitas Siswa N = Skor Maksimal (Arikunto, 2007: 28) Menentukan aktivitas mengajar guru menggunakan rumus: jumlahskorperolehanguru % KAMG = x100 jumlahskormaksimal Keterangan: K = Keberhasilan A = Aktivitas M = Mengajar G = Guru (Suparno, 2008: 81). HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Data mengenai aktivitas siswa kelas X SMA Negeri 1 Puriala selama pelaksanaan pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran berbasis masalah pada pokok bahasan tata surya yang diperoleh dengan menggunakan lembar observasi aktivitas siswa dengan 82 Jurnal Penelitian Pendidikan Geografi Volume 1 No. 1 November 2016 cara memberikan skor keterlaksanaan pada setiap aspek aktivitas dapat dilihat pada tabel 1 berikut. Tabel 1. Analisis Lembar Pengamatan Aktivitas Siswa No. Aktivitas Siswa yang Diamati Skor Siklus I 1. Siswa menjawab salam guru 3 2. Siswa memberi respon kegiatan apersepsi 2,5 3. Siswa menyimak topik dan tujuan pembelajaran 2,5 4. Siswa menyimak penjelasan materi 2,5 pembelajaran 5. Siswa menjawab pertanyaan yang diberikan 3 guru dengan benar 6. Siswa mencari kelopok masing-masing yang 2,5 dibagikan guru 7. Siswa berdiskusi dengan kelompoknya untuk 2,5 memecahkan masalah 8. Siswa bekerja sama menyelesaikan masalah 3 yang ada didalam LKS 9. Siswa bekerja sama dalam mempersiapkan 2,5 laporan hasil diskusi kelompok 10. Masing-masing kelompok mempresentasekan 2,5 hasil diskusi didepan kelas 11. Siswa menanggapi hasil diskusi kelompok lain 2,5 12. Siswa menyimak penguatan koreksi dari guru 3 tentang hasil diskusi kelompok 13. Siswa mendengarkan kesimpulan dari guru 2,5 tentang materi yang telah didiskusikan 14. Siswa menjawab salam guru (menutup 3 pelajaran) Rerata Aktivitas Siswa 2,6 Pada siklus II aktivitas belajar siswa terlihat mengalami peningkatan dimana aktivitas siswa terendah pada siklus I yaitu 2,5 masing-masing aspek terendah ini mengalami peningkatan pada siklus II, pada siklus II skor rerata aktivitas belajar siswa menunjukan adanya peningkatan hal ini terlihat pada tabel 4.2 dimana rerata aktivitas belajar siswa adalah 3,6. Adanya peningkatan skor rerata aktivitas belajar siswa dari 2,6 pada siklis I menjadi 3,6 pada siklus II menandakan kelemahan dan kekurangan pada siklus I dapat teratasi sehingga aktivitas belajar siswa dapat lebih baik. Skor Siklus II 4 3,5 4 4 3 4 4 4 3 3,5 3,5 3,5 4 3,5 3,6 Untuk mendapatkan gambaran ratarata aktivitas siswa selama pembelajaran pada setiap siklus dapat dilihat pada Gambar berikut: 83 Jurnal Penelitian Pendidikan Geografi Volume 1 No. 1 November 2016 3,6 4 3 2,6 2 1 0 Siklus I Siklus II Gambar 1. Profil A Aktivitas Belajar Siswa pada Siswa Setiap Siklus.. Tabel 2. Aktivitas Mengajar Guru No. Aktivitas Guru yang Diamati Kegiatan Awal 1. Guru salam dan menyapa peserta didik 2. Guru mengecek kehadiran siswa 3. Guru melakukan apersepsi 4. Guru memberikan motivasi kepada siswa agar belajar dengan sungguh-sungguh Kegiatan Inti 5. Guru membagi kelompok siswa beranggotakan 5-6 5 orang yang heterogen 6. Guru memmembagikan LKS kepada setiap kelompok yang telah dibentuk dan menjelaskan secara singkat tentang LKS yang dibagikan 7. Guru mengorganisir siswa untuk belajar, dan dan tetap dalam kelompok serta berdiskusi dengan teman kelompok untuk memecahkan masalah dalam LKS serta bertanya kepada guru jika ada yang kurang dimengerti 8. Guru mengarahkan tiap kelompok untuk melakukan kegiatan sesuai petunjuk LKS 9. Guru membimbing tiap kelompok dalam memecahkan masalah yang ada di LKS 10. Guru meminta tiap perwakilan kelompok untuk mempresentasekan hasil yang telah didiskusikan di depan kelas 11. Guru memberi kesempatan kepada kelompok lain untuk menanggapi hasil diskusi yang dipresentasekan 12. Guru merefleksi hasil diskusi yang yan telah dipresentasekan tiap kelompok Kegiatan Penutup 13. Guru memberikan kesimpulan materi yang didiskusikan agar siswa mengerti materi yang dipelajari 14. Guru menutup pelajaran Rata-rata Siklus I Siklus II 3 2,5 2,5 4 3,5 3 2,5 3,5 3 3,5 3 4 3 3,5 3 4 2,5 4 3 4 3 3,5 2,5 3,5 2,5 4 3 2,7 3,5 3,6 84 Jurnal Penelitian Pendidikan Geografi Volume 1 No. 1 November 2016 Berdasarkan hasil observasi aktivitas mengajar guru, pada siklus I diperoleh kekurangan-kekurangan kekurangan dalam pembelajaran yang dibawakan oleh guru, dimana skor rata-rata rata aktivitas mengajar guru pada siklus I mendapatkan nilai 2,5 terdapat pada aspek nomor 2,3,4,9,12 2,3, dan 13 dan meningkat disiklus ke II. Dimana skor aspek ke 2 disiklus II menjadi 3,5, Dimana skor aspek ke 3 disiklus II menjadi 3, Dimana skor aspek ke 4 disiklus II menjadi 3,5, Dimana skor aspek ke 9 disiklus II menjadi 4, Dimana skor aspek ke 12 disiklus II menjadi 3,5, Dimana skor aspek ke 13 disiklus II menjadi 4. Berdasarkan table dianalisis dari data pedoman pengamatan aktivitas mengajar guru melalui penerapan model pembelajaran berbasis masalah pada pokok bahasan tata ta surya mengalami peningkatan dari siklus I dengan nilai rerata 2,7 dan pada siklus II meningkat menjadi 3,6 menunjukan adanya peningkatan aktivitass mengajar guru. 3,6 3.5 2,7 3 2.5 2 1.5 1 0.5 0 Siklus I Siklus II Gambar 2. Profil aktivitas mengajar guru Setiap Siklus Selanjutnya nya dari sisi ketuntasan belajar, hasil belajar siswa juga mengalami peningkatan. Persentase ketuntasan belajar siswa pada siklus I 100 80 69,8 81,3 90 hanya sebesar 45 % dan pada siklus II meningkat menjadi 81%. %. Selengkapnya dapat dilihat pada gambar 3 berikut berikut. 90 60 60 55 40 Siklus I Siklus II 20 0 Rerata Max Min Gambar 3. Ketuntasan Hasil Belajar Siswa Pada Setiap Siklus 85 Jurnal Penelitian Pendidikan Geografi Volume 1 No. 1 November 2016 KESIMPULAN Berdasarkan hasil dalam penelitian ini dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut. Pertama, aktivitas belajar siswa dengan menerapkan model berbasis masalah pembelajaran menunjukan peningkatan dari tahapantahapan aktivitas belajar siswa dimana pada siklus I setelah dilaksanakan hanya terlaksana mencapai skor rata-rata 2,6 dan kemudian pada siklus II menjadi 3,6 ini menunjukan adanya peningkatan aktivitas belajar siswa dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah yang berdampak positif terhadap hasil belajar siswa, dan nilai persentase tersebut sudah mencapai target indikator kinerja dalam penelitian ini yaitu sebesar 3,0. Kedua, aktivitas mengajar guru dengan menerapkan model pembelajaran berbasis masalah menunjukan peningkatan yang berarti dengan tahapantahapan pembelajaran pada siklus I terlaksana dengan nilai rata-rata 2,7 kemudian terjadi peningkatan yang cukup signifikan pada siklus II dengan nilai ratarata 3,6. Ketiga, hasil belajar siswa, pada siklus I dengan nilai rata-rata 69,8 dengan 15 orang siswa memperoleh nilai ≥75 atau telah mencapai KKM yang ditentukan pihak sekolah dan 18 siswa belum memenuhi KKM atau nilai yang mereka peroleh <75 dan pada siklus II diperoleh nilai rata-rata 81,3 persentase ketuntasan klasikal telah mencapai 88% atau 29 siswa dari 33 orang siswa yang telah tuntas. Hal ini menunjukan bahwa hasil belajar telah mencapai target yang ditetapkan oleh pihak sekolah yakni sebesar 80% dari jumlah siswa. Dengan menerapkan model pembelajaran berbasis masalah hasil belajar siswa dapat ditingkatkan. DAFTAR PUSTAKA Amir. (2009). Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka Arifin, M. (2008). Pengembangan Program Pengajaran Bidang Studi Kimia. Surabaya: Airlangga University Press. Arikunto, dkk. 2007. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: PT Bumi Aksara Asmani, Ma׳nur, Jamal.2011.Penelitian Tindakan Kelas. Jogjakarta: Laksana Depdikbud. 1997. Kurikulum Sekolah Menengah Umum Petunjuk Belajar Pelaksanaan Proses Mengajar. Jakarta: Depdikbud. Hamalik, Oemar. 2003. Kurikulum dan Pembelajaran. Bumi Aksara: Jakarta. -----------, Oemar. 2011. Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum. PT. Remaja Rosdakarya: Bandung. Hasibuan dkk. 1984. Proses Belajar Mengajar Keterampilan Dasar Pengajaran Mikro. Bandung. Remaja Rosdakarya. Hudoyono, H. 1984. Teori Belajar Mengajar Matematika. Jakarta: P3G depdikbud.(http : // Learning- Withme.blogspot.com/2006/09/ Pembelajaran.html≠).(http://digilit.u pi.edu/pasca/available/etd.0911106. 120306/). Jihad dan Haris, 2012. Evaluasi Pembelajaran. Yogyakarta. Muti Presindo Jensen, dalam Widoyo. (2011). Karakteristik model-Model Pembelajaran. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Marno dan Idris. 2008. Strategi dan Metode Pengajaran. Jogjakarta. ArRuzzmedia. Raja Grafindo Persada Rusman.(2012). Model-model pembelajaran mengembangkan profesional guru.jakarta: Rusyan,ATT,dkk. 1989. Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosa Karya. Sanjaya, Wina. 2008. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar 86 Jurnal Penelitian Pendidikan Geografi Volume 1 No. 1 November 2016 Proses Pendidikan. Jakarta. Kencana. Sanjaya, Wina. 2009. Penelitian tindakan kelas. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Sardiman. 1990. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: CV Rajawali. Slameto.(2003). Belajar dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Jakarta: PT Rineka Cipta. Mulyasa.(2006). Manajemen Berbasis Sekolah. Bandung: Remaja Rosdakarya Sudarman. 2007. Problem based learning: suatu model pembelajaran untuk mengembangkan dan meningkatkan kemampuan memecahkan masalah. Jurnal Pendidikan Inovatif,2(2) Sugiyanto. (2008). Ragam Model Mengajar Yang Mudah Diterima Murid. Yogyakarta: Diva Pres. Sumaatmadja, Nursid. (1997). Metodologi Pengajaran Geografi. Jakarta: Bumi Aksara. Suparno, P.2008. Riset Tindakan Untuk Pendidik. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Susetyo, B. 2010. Statistika Untuk Data Penelitian. Bandung: Refika Utama. Yuliawati, Ella. (2004). Kurikulumdan Pembelajaran, Filosofi Teori dan Aplikasi. Pakar Raya, Bandung.