6 jurnal muh. setiawan

advertisement
74
Jurnal Penelitian Pendidikan Geografi Volume 1 No. 1 November 2016
MENINGKATKAN HASIL BELAJAR GEOGRAFI SISWA MELALUI
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH PADA
POKOK BAHASAN TATA SURYA KELAS X SMA NEGERI 1 PURIALA
Muhammad setiawan1, La Hardu2
1
Alumni Pendidikan Geografi FKIP UHO
Dosen Pendidikan Geografi FKIP UHO
2
Abstrak: Meningkatkan Hasil Belajar Geografi Siswa Melalui Penerapan Model
Pembelajaran Berbasis Masalah” (PTK pada pokok Bahasan Tata Surya Kelas X SMA
Negeri 1 Puriala. Tujuan penelitian ini adalah bagaimana peningkatan hasil belajar
geografi siswa melalui penerapan model pembelajaran berbasis masalah pada pokok
bahasan tata surya kelas X SMA Negeri 1 Puriala. hasil belajar geografi siswa kelas X
SMA Negeri 1 Puriala yang diajar dengan menggunakan model pembelajaran berbasis
masalah (PBL) pada tiap siklus cukup meningkat ditunjukan dengan yang nilai dimulai
dari 55 sampai dengan 90 memperoleh nilai rata-rata 69,8 dan pada siklus II dimulai dari
nilai 60 sampai dengan 90 dengan perolehan nilai rata-rata 81,3. Hasil belajar geografi
siswa kelas X SMA Negeri 1 Puriala yang diajar dengan menggunakan penerapan model
pembelajaran berbasis masalah (PBL) pada pokok bahasan tata surya dapat meningkat
dari tiap siklus. Nilai rata siswa ketuntasan belajar siswa dengan persentase pada siklus I
sebesar 45% meningkat pada siklus II menjadi 87%.
Kata Kunci: Model Pembelajaran, Hasil Belajar, Aktivitas Mengajar Guru dan
Belajar Siswa
PENDAHULUAN
Pendidikan
merupakan
proses
pengembangan daya pikir, keterampilan
dan moralitas kehidupan sesuai dengan
potensi yang dimiliki oleh setiap manusia.
Melalui pendidikan diharapkan dapat
membentuk kemampuan manusia dalam
menggunakan rasional berpikir secara
efektif, efisien, kreatif, dan bijak dalam
menanggulangi masalah-masalah yang
dialami dalam kehidupan. Sebagai upaya
meningkatkan mutu pendidikan secara
nasional, telah dilakukan pengkajian ulang
terhadap kurikulum. Sehingga terjadi
penyempurnaan kurikulum dari waktu ke
waktu.
Salah satunya dengan KTSP
(Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan),
yang proses pembelajarannya menekankan
pada pemberian pengalaman secara
langsung
untuk
mengembalikan
kompetensi
agar
menjelajahi
dan
memahami. Pada umumnya proses
pembelajaran di sekolah dewasa ini masih
berjalan secara klasikal yakni proses
belajar mengajar masih di dominasi oleh
guru sedangkan siswa hanya dapat
mendengarkan, melihat, dan mencatat
penjelasan guru. Hal inilah yang
merupakan penyebab siswa menjadi pasif,
merasa bosan dan kurang tertarik
mengikuti pelajaran yang diajarkan
khususnya mata pelajaran geografi serta
sedikitnya peluang siswa untuk bertanya.
Dengan demikian, suasana pembelajaran
geografi menjadi tidak efektif sehingga
menyebabkan siswa mengalami kesulitan
dalam
proses
belajar.
Hal
ini
memungkinkan berpengaruh pada hasil
belajar siswa.
Salah satu upaya meningkatkan hasil
belajar siswa yakni dengan penggunaan
model pembelajaran yang tepat sehingga
dapat mendorong tumbuhnya rasa senang
peserta
didik
terhadap
pelajaran,
menumbuhkan dan meningkatkan motivasi
dalam
mengerjakan
tugas,
dan
Muhammad Setiawan, La Harudu
75
Jurnal Penelitian Pendidikan Geografi Volume 1 No. 1 November 2016
memberikan kemudahan bagi peserta didik
untuk memahami pelajaran sehingga
memungkinkan mereka mencapai hasil
belajar yang lebih baik. Berdasarkan
uraian di atas, peneliti akan melakukan
penelitian yang berjudul: “Meningkatkan
Hasil Belajar Geografi Siswa Melalui
Penerapan Model Pembelajaran Berbasis
Masalah pada pokok Bahasan Tata Surya
Kelas X SMA Negeri 1 Puriala”.
Belajar mengajar pada umumnya
adalah interaksi atau hubungan timbal
balik antara siswa dengan guru dan antar
sesama siswa dalam proses pembelajaran.
Pengertian interaksi mengandung unsur
saling
memberi
dan
menerima
(Depdikbud, 1997: 3). Menurut Sardiman
(1990: 25) setiap interaksi belajar ditandai
sejumlah unsur yaitu: 1) tujuan yang
hendak dicapai; 2) siswa dan guru; 3)
bahan pelajaran; 4) metode yang
digunakan untuk menciptakan situasi
belajar mengajar; dan 5) penilaian yang
fungsinya untuk menetapkan seberapa
jauh ketercapaian tujuan.
Lebih lanjut lagi, Slameto (2003: 2)
belajar adalah suatu proses perubahan
tingkah laku sebagai hasil dari interaksi
dengan lingkungannya dalam memenuhi
kebutuhan
hidupnya.
Perubahanperubahan tersebut akan nyata dalam
seluruh aspek tingkah laku. Perubahan
yang terjadi dalam diri seseorang banyak
sekali baik sifat maupun jenisnya karena
itu sudah tentu tidak setiap perubahan
dalam diri seseorang merupakan dalam
perubahan dalam arti belajar.
Marno dan Idris (2008: 183)
menyatakan pembelajaran merupakan
upaya pengembangan sumber daya
manusia yang harus dilakukan secara terus
menerus selama manusia hidup. Isi dalam
proses
pembelajaran
perlu
terus
dimutakhirkan sesuai kemajuan ilmu
pengetahuan dan kebudayaan masyarakat.
Implikasinya, jika masyarakat Indonesia
dan dunia menghendaki tersedianya
sumber daya manusia yang memiliki
kompetensi yang berstandar nasional dan
internasional maka isi dan proses
pembelajaran harus diarahkan pada
pencapaian kompetensi tersebut.
Menurut Rusman (2012: 41), PBL
adalah pembelajaran yang menyuguhkan
berbagai situasi masalah yang autentik dan
bermakna kepada siswa, yang dapat
berfungsi sebagai batu loncatan untuk
investigasi dan penyelidikan. Wina
Sanjaya (2009: 214) juga berpendapat
bahwa PBL dapat diartikan sebagai
rangkaian aktivitas pembelajaran yang
menekankan pada proses penyelesaian
masalah yang dihadapi secara ilmiah.
Menurut Amir (2009: 12), ciri-ciri
atau karakteristik PBL antara lain: (1)
Pembelajaran diawali dengan pemberian
masalah. (2) Siswa berkelompok secara
aktif
menyelesaikan
masalah.
(3)
Mempelajari dan mencari sendiri materi
yang berhubungan dengan masalah serta
melaporkan solusinya.
Menurut Sugiyanto (2008: 140-141)
mengemukakan ada lima tahapan yang
harus dilaksanakan dalam PBL yaitu: (1)
Memberikan
orientasi
tentang
permasalahannya kepada siswa. (2)
Mengorganisasikan siswa untuk meneliti.
(3) Membantu investigasi mandiri dan
kelompok. (4) Mengembangkan dan
mempresentasekan hasil. (5) Menganalisis
dan mengavaluasi proses mengatasi
masalah.
Tahap-tahap pembelajaran dengan
menggunakan pendekatan based learning
yang diungkapkan Jensen, (2004: 484)
dalam bukunya yaitu sebagai berikut. (1)
Pra-pemaparan. Pra-pemaparan membantu
otak untuk membangun peta konseptual
yang lebih baik. (2) Persiapan. Dalam
tahap ini, guru menciptakan keingintahuan
dan kesenangan. (3) Inisiasi dan Akuisisi.
Tahap ini merupakan tahap penciptaan
koneksi atau pada saat neuron-neuron it
saling berkomunikasi satu sama lain. (4)
Elaborasi. Tahap elaborasi memberikan
kesempatan kepada otak untuk menyortir,
menyeldiki, menganalisis, menguji, dan
memperdalam pembelajaran. (5) Inkubasi
76
Jurnal Penelitian Pendidikan Geografi Volume 1 No. 1 November 2016
dan memasukan memori. Tahap ini
menekankan bahwa waktu istirahat dan
waktu
untuk
mengulang
kembali
merupakan suatu hal yang penting. (6)
Verifikasi dan pengecekan keyakinan.
Dalam tahap ini guru mengecek apakah
siswa sudah paham dengan materi yang
telah dipelajari atau belum, siswa juga
perlu tahu apakah dirinya sudah
memahami materi atau belum. (7)
Perayaan dan integrasi. Tahap ini
menanamkan semua arti penting dari
kecintaan terhadap belajar dalam model
pembelajaran
PBL,
siswa
dapat
mengoptimalkan semua potensi yang ada
pada diri siswa secara aktif, baik aktif
secara fisik maupun mental. Pembelajaran
PBL dapat melatih siswa aktif dan berfikir
kritis, selain itu adanya kerja sama antar
kelompok
untuk
mencapai
tujuan
pembelajaran yang sama dan siswa
memperoleh pengalaman sendiri untuk
menyelesaikan suatu masalah.
Secara sederhana, studi geografi
berkenaan dengan kenyataan-kenyataan
yang dialami seseorang dalam perjalanan
hidupnya, yang dapat dihayati sebagai
kesatuan hubungan antara faktor-faktor
geografi dengan umat manusia yang telah
dimodifikasi, diubah, dan diadaptasikan
oleh tindakan manusia sendiri. Karena
studi geografi ini berkenaan dengan
kehidupan umat manusia dipermukaan
bumi
yang
merupakan
kesatuan
menyeluruh dengan kondisi alamnya,
maka studi geografi ini tidak dapat
dilepaskan hubungannya dengan studi
Ilmu Pengetahuan Alam (Sumaatmadja,
1997: 102).
Para pakar-pakar geografi pada
Seminar dan Lokakarya Peningkatan
Kualitas Pengajaran Geografi di Semarang
tahun 1988, telah merumuskan konsep
geografi sebagai berikut: geografi adalah
ilmu yang mempelajari persamaan dan
perbedaan fenomena geosfer dengan sudut
pandang kelingkungan atau kewilayahan
dalam konteks keruangan.
Pada konsep ini, geosfer atau
permukaan bumi ditinjau dari sudut
pandang kewilayahan atau kelingkungan
yang menampakkan persamaan dan
perbedaan. Persamaan dan perbedaan tadi
tidak terlepas dari adanya relasi keruangan
dari
unsur-unsur
geografi
yang
membentuknya. Disini studi geografi
melihat dan mempelajari wilayah-wilayah
di permukaan bumi yang menunjukkan
sistem
kewilayahan
dan
sistem
kelingkungan tertentu. Dari sekian jumlah
sistem
kewilayahan
dan
sistem
kelingkungan sudah pasti ada persamaan
dan perbedaan gejala, bahkan keunikan di
wilayah-wilayah atau ekosistem.
Baik studi geografi maupun
pengajaran geografi, hakikatnya berkenaan
dengan aspek-aspek keruangan permukaan
bumi
(geosfer)
dan
faktor-faktor
geografias
dalam
lingkungan
dan
kehidupan manusia. Oleh karena itu, ruang
lingkup pengajaran geografi meliputi: (1)
Alam lingkungan yang menjadi sumber
daya bagi kehidupan manusia. (2)
Penyebar umat manusia dengan variasi
kehidupannya. (3) Interaksi keruangan
umat manusia dengan lingkungan yang
memberikan variasi terhadap ciri khas
tempat-tempat di permukaan bumi. (4)
Kesatuan regional yang merupakan
perpaduan darat, perairan, dan udara di
atasnya.
Ruang
lingkup
ialah
yang
memberikan ciri yang karakteristik
terhadap pengajaran geografi. Apapun
yang akan diproses pada pengajaran
geografi, materinya selalu digali dari
permukaan bumi pada suatu lokasi untuk
mengungkapkan corak kehidupan manusia
yang memberikan ciri khas kepada
wilayah yang bersangkutan.
Sumber materi pengajaran geografi
sangat luas, sehingga pengajaran itu tidak
akan pernah kering oleh materi yang
disajikan kepada siswa. Dalam hal
penggalian dan pemanfaatan alam
lingkungan, kehidupan manusia, dan hasil
interaksi faktor-faktor geografis di
Muh
77
Jurnal Penelitian Pendidikan Geografi Volume 1 No. 1 November 2016
permukaan bumi sebagai sumber materi
geografi, dari guru dituntut kemampuan
melakukan seleksi terhadap materi tadi,
sehingga apa yang diproses dalam belajarmengajar menjadi efektif dan efisien
sesuai dengan perkembangan mental anak
didik. Dengan demikian, dapat diperoleh
produktivitas
yang
tinggi
dalam
merealisasikan tujuan instruksionalnya. di
sini terlihat bahwa kemampuan guru
geografi berkenaan dengan penguasaan,
materi, tujuan pengajaran geografi dan
tingkat perkembangan mental anak sangat
dituntut.
Menurut Hamalik (2011: 179)
menyatakan bahwa aktivitas belajar siswa
dapat didefinisikan sebagai aktivitas yang
diberikan pada pembelajaran dalam situasi
belajar mengajar. Aktivitas belajar ini
didesain agar memungkinkan siswa
memperoleh muatan yang ditentukan,
sehingga berbagai tujuan yang ditetapkan,
dapat tercapai.
Menurur Hamalik (2003: 91)
menyatakan aktivitas belajar siswa dapat
memberikan manfaat. Ada delapan
manfaat yaitu : (1) siswa mencari dan
mendapatkan pengalaman sendiri, (2)
dapat mengembangkan seluh aspek diri
siswa, (3) dapat miningkatkan kerjasama
dengan siswa lain, (4) dapat mengatasi
perbadaan individual karena siswa belajar
sesuai dengan minat kemampuannya, (5)
menumbuhkan siskap-sikap positif seperti
disiplin belajar dan musyawarah, (6) dapat
memupuk kerjasama antara sekolah dan
orang tua siswa yang bermanfaat pada
pendidikan
siswa,
(7)
dapat
mengembangkan pemahaman dan berfikir
kritis sehingga pembelajar terlaksanakan
secara realistis dan kongkrit, (8) kegiatan
pembelajaran menjadi lebih hidup.
Berdasarkan pendapat beberapa ahli
diatas dapat disimpulkan bahwa aktivitas
belajar adalah suatu kegiatan yang bersifat
fisik maupun mental yang dapat membawa
perubahan kearah yang lebih baik dalam
hal kecakapan, sikap, kebiasaan, dan
kepandaian.
Hasil belajar diasumsikan sebagai
perolehan siswa tentang pelajaran yang
diperoleh dari awal sampai dengan akhir
pembelajaran yang dinyatakan dengan
nilai. Hal ini didukung oleh Sudjana
(2005: 91) yang menyatakan bahwa hasil
belajar adalah kemampuan-kemampuan
yang dimiliki siswa setelah ia menerima
pengalaman belajarnya. Hasil belajar yang
dicapai siswa melalui proses belajar
mengajar yang optimal cenderung
menunjukkan hasil yang bercirikan
sebagai berikut.
Pertama, kepuasan dan kebanggaan
yang dapat menumbuhkan motivasi belajar
intrinsik pada diri siswa. Motivasi intrinsik
adalah semangat juang untuk belajar yang
tumbuh dari dalam diri siswa itu sendiri.
Siswa tidak akan mengeluh dengan
prestasi yang rendah, dan ia akan berjuang
lebih keras untuk memperbaikinya.
Sebaliknya, hasil belajar yang baik akan
mendorong pula untuk meningkatkan,
setidak-tidaknya mempertahankan apa
yang telah dicapainya.
Kedua, menambah keyakinan dan
kemampuan dirinya. Artinya, ia tahu
kemampuan dirinya dan percaya bahwa ia
punya potensi yang tidak kalah dari orang
lain apabila ia berusaha sebagaimana
harusnya. Ia juga yakin tidak ada sesuatu
yang tidak dapat dicapai apabila ia
berusaha sesuai dengan kesanggupannya.
Ketiga,
hasil
belajar
yang
dicapainya bermakna bagi dirinya seperti
akan tahan lama diingatannya, membentuk
perilakunya,
bermanfaat
untuk
mempelajari aspek lain, dapat digunakan
sebagai alat untuk memperoleh informasi
dan pengetahuan lainnya, kemauan dan
kemampuan untuk belajar sendiri, dan
mengembangkan kreativitasnya.
Yuliawati (2004: 46), menjelaskan
bahwa hasil belajar
mencerminkan
kemampuan siswa dalam memenuhi suatu
tahapan pencapaian pengalaman belajar
dalam suatu kompetensi dasar yang
dirumuskan dalam pengetahuan, perilaku,
keterampilan, sikap dan nilai yang dapat
Mu
78
Jurnal Penelitian Pendidikan Geografi Volume 1 No. 1 November 2016
diukur dengan menggunakan berbagai
teknik penilaian. Selanjutnya, Arifin
(2008: 175) menyatakan semua rencana
hasil belajar yang merupakan tanggung
jawab
sekolah
adalah
kurikulum.
Berdasarkan pengertian di atas, maka
dapat dikatakan bahwa hasil belajar adalah
tingkat penguasaan yang dicapai siswa
dalam mengikuti proses belajar mengajar.
Hasil belajar yang dicapai siswa
merupakan gambaran hasil belajar
mengajar dan merupakan interaksi antara
berbagai faktor. Hasil tersebut ditandai
dengan kecakapan siswa terhadap bahan
pelajaran yang mudah dipahami. Dikaitkan
dengan geografi, maka hasil belajar
geografi merupakan tingkat penguasaan
siswa terhadap pelajaran geografi setelah
mengikuti proses belajar mengajar dalam
selang waktu tertentu yang tercermin
dalam nilai yang diperoleh dari hasil tes
belajar geografi.
Hasibuan (1988: 4) hasil belajar
siswa dapat dilihat dari terjadinya
perubahan pada tiga ranah siswa yaitu:
Perubahan
pada
ranah
kognitif,
umpamanya dari belum atau tidak tahu
menjadi tahu, dari belum atau tidak jelas
menjadi lebih jelas, dari belum atau tidak
dapat menjawab sampai dapat menjawab
secara benar, dari belum atau tidak
mengerti peran yang harus dimainkan
sampai dapat berperan secara aktif (ranah
psikomotor), dari bersikap acuh tak acuh
menjadi penuh perhatian (ranah afektif),
dari menentang secara kasar pendapat
teman dalam diskusi-diskusi kelompok
menjadi dapat mentoleransi pendapat
teman yang tidak sejalan dengan dirinya
(ranah afektif), dari kurang terampil
bertanya atau memimpin diskusi menjadi
terampil bertanya atau memimpin diskusi
kelompok.
Dikemukakan bahwa hasil belajar
merupakan indikator yang digunakan
untuk mengetahui tingkat keberhasilan
yang telah dicapai siswa setelah
melakukan proses belajar. Seorang siswa
yang telah melakukan kegiatan belajar
geografi, dapat dilihat hasil belajarnya
dengan menggunakan suatu alat evaluasi.
Belajar mengajar adalah interaksi
atau hubungan timbal balik antara siswa
dengan guru dan antar sesama siswa dalam
proses pembelajaran. Pengertian interaksi
mengandung unsur saling memberi dan
menerima (Depdikbud, 1997: 3). Menurut
Sardiman (1990: 25) setiap interaksi
belajar ditandai sejumlah unsur yaitu: 1)
tujuan yang hendak dicapai; 2) siswa dan
guru; 3) bahan pelajaran; 4) metode yang
digunakan untuk menciptakan situasi
belajar mengajar; dan 5) penilaian yang
fungsinya untuk menetapkan seberapa
jauh ketercapaian tujuan.
Hudoyono (1984: 3) memberikan
pengertian belajar sebagai suatu proses
untuk mendapatkan pengetahuan atau
pengalaman sehingga mampu mengubah
tingkah laku manusia. Dari beberapa
pendapat ahli di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa belajar berarti
perubahan sikap dan tingkah laku setelah
terjadi interaksi dengan sumber belajar.
Sumber belajar ini dapat berupa buku,
lingkungan, guru atau sesama teman.
Slameto (2003: 2) belajar adalah
suatu proses perubahan tingkah laku
sebagai hasil dari interaksi dengan
lingkungannya
dalam
memenuhi
kebutuhan
hidupnya.
Perubahanperubahan tersebut akan nyata dalam
seluruh aspek tingkah laku. Perubahan
yang terjadi dalam diri seseorang banyak
sekali baik sifat maupun jenisnya karena
itu sudah tentu tidak setiap perubahan
dalam diri seseorang merupakan dalam
perubahan dalam arti belajar.
Rusyan (1989: 26) mengatakan
bahwa mengajar adalah segala upaya yang
disengaja dalam rangka memberikan
kemungkinan bagi siswa untuk terjadinya
proses belajar-mengajar sesuai dengan
tujuan yang telah dirumuskan. Dengan
demikian, mengajar adalah upaya yang
dilakukan dalam bentuk memberikan
bimbingan dan pengarahan termasuk
mengatur
dan
mengorganisasikan
79
Jurnal Penelitian Pendidikan Geografi Volume 1 No. 1 November 2016
lingkungan di sekitar siswa sehingga
memungkinkan tumbuhnya dorongan bagi
siswa untuk melakukan proses belajar.
Rusyan (1989: 90) mengemukakan
prinsip-prinsip belajar-mengajar yang
mendapat dukungan psikologi modern,
yaitu: 1) belajar selalu dimulai dengan
suatu masalah dan berlangsung sebagai
usaha memecahkan masalah itu; 2) proses
belajar selalu merupakan usaha untuk
memecahkan atau memahami hubungan
antara bagian-bagian masalah itu; dan 3)
belajar itu berhasil bila disadari telah
ditemukan hubungan antara unsur-unsur
dalam masalah itu sehingga diperoleh
insting atau wawasan. Insting dapat timbul
tiba-tiba atau dengan susah payah.
Agar memperoleh hasil yang baik
maka dalam melakukan proses belajarmengajar guru perlu mengetahui dan
memahami prinsip-prinsip mengajar yang
harus dilakukan dan direalisasikan dalam
pembelajaran. Adapun prinsip-prinsip
mengajar tersebut menurut Rusyan (1989:
91) adalah sebagai berikut.
Apersepsi bertitik tolak dari mental
states atau kesan-kesan atau sensasisensasi.
Pengalaman-pengalaman
merupakan integrasi dari unsur-unsur: 1)
Kesan-kesan terdahulu; 2) bayangan atau
tanggapan terdahulu yang telah terasosiasi;
dan 3) senang atau tidak senang.
Motivasi adalah dorongan yang
timbul karena tingkah laku dan kegiatan
manusia. Dalam proses belajar-mengajar,
aspek motivasi ini sangat penting karena:
1) motivasi memberi semangat terhadap
seseorang peserta didik delam kegiatan
belajarnya;
2)
motivasi-motivasi
penguatan merupakan pemilih dari
kegiatan dimana seseorang berkeinginan
melakukannya; 3) motivasi memberi
petunjuk pada tingkah laku; dan 40
aktivitas. Dalam proses belajar-mengajar
keaktifan peserta didik merupkan hal yang
sangat penting dan perlu diperhatikan oleh
guru sehingga proses belajar yang
ditempuh benar-benar memperoleh hasil
yang optimal.
Proses belajar-mengajar dapat
berjalan dengan efektif bila seluruh
komponen yang berpengaruh dalam proses
belajar-mengajar saling mendukung dalam
rangka mencapai tujuan. Depdikbud
(1997: 4) mengemukakan komponenkomponen yang berpengaruh dalam proses
belajar belajar-mengajar adalah: 1) siswa;
2) kurikulum; 3) guru; 4) metode; 5)
sarana dan prasaran; dan 6) lingkungan.
Kurikulum, guru, metode, sarana dan
prasarana
merupakan
”masukan
instrumental” yang berpengaruh dalam
proses belajar-mengajar. Dari seluruh
komponen-komponen yang berpengaruh
tersebut, komponen guru yang lebih
menentukan, karena ia akan mengelola
komponen lainnya sehingga dapat
meningkatkan hasil belajar-mengajar.
Marno dan Idris (2008: 183)
menyatakan pembelajaran merupakan
upaya pengembangan sumber daya
manusia yang harus dilakukan secara terus
menerus selama manusia hidup. Isi dalam
proses
pembelajaran
perlu
terus
dimutakhirkan sesuai kemajuan ilmu
pengetahuan dan kebudayaan masyarakat.
Implikasinya, jika masyarakat Indonesia
dan dunia menghendaki tersedianya
sumber daya manusia yang memiliki
kompetensi yang berstandar nasional dan
internasional maka isi dan proses
pembelajaran harus diarahkan pada
pencapaian kompetensi tersebut.
Sanjaya (2008: 26) pembelajaran
dapat diartikan sebagai proses kerjasama
antar guru dan siswa dalam memanfaatkan
segala potensi dan sumber daya yang ada
baik potensi yang bersumber dari dalam
diri siswa itu sendiri seperti minat, bakat
dan kemampuan dasar yang dimiliki
termasuk gaya belajar maupun potensi
yang ada diluar diri siswa seperti
lingkungan, saran dan sumber belajar
sebagai upaya untuk mencapai tujuan
belajar tertentu.
Berdasarkan pendapat para ahli,
dapat
disimpulkan
bahwa
proses
pembelajaran melibatkan diri siswa
80
Jurnal Penelitian Pendidikan Geografi Volume 1 No. 1 November 2016
dimana perubahan tingkah laku siswa
diarahkan pada peningkatan kemampuan
dalam mempelajari geografi, sedangkan
guru dalam mengajar harus pandai
mencari pendekatan pembelajaran yang
akan membantu siswa dalam kegiatan
belajarnya.
Menurut Rusman (2012: 41), PBL
adalah pembelajaran yang menyuguhkan
berbagai situasi masalah yang autentik dan
bermakna kepada siswa, yang dapat
berfungsi sebagai batu loncatan untuk
investigasi dan penyelidikan. Wina
Sanjaya (2009: 214) juga berpendapat
bahwa PBL dapat diartikan sebagai
rangkaian aktivitas pembelajaran yang
menekankan pada proses penyelesaian
masalah yang dihadapi secara ilmiah.
Dari
pendapat
diatas
dapat
disimpulkan bahwa pengertian PBL adalah
pembelajaran yang memberikan masalah
kepada siswa dan siswa diharapkan untuk
menyelesaikan masalah tersebutdengan
melaksanakan pembelajaran ini siswa
yang selalu aktif , guru hanya sebagai
fasilitator.
Menurut Amir (2009: 12), ciri-ciri
atau karakteristik PBL antara lain: (1)
Pembelajaran diawali dengan pemberian
masalah. (2) Siswa berkelompok secara
aktif
menyelesaikan
masalah.
(3)
Mempelajari dan mencari sendiri materi
yang berhubungan dengan masalah serta
melaporkan solusinya.
Menurut Sugiyanto (2008: 140-141)
mengemukakan ada lima tahapan yang
harus dilaksanakan dalam PBL yaitu
sebagai berikut. (1) Memberikan orientasi
tentang permasalahannya kepada siswa.
(2) Mengorganisasikan siswa untuk
meneliti. (3) Membantu investigasi
mandiri
dan
kelompok.
(4)
Mengembangkan dan mempresentasekan
hasil. (5) Menganalisis dan mengavaluasi
proses mengatasi masalah.
Tahap-tahap pembelajaran dengan
menggunakan pendekatan based learning
yang diungkapkan Jensen, (2004: 484)
dalam bukunya yaitu berikut. (1) Pra-
pemaparan
membantu
otak
untuk
membangun peta konseptual yang lebih
baik. (2) Dalam tahap ini, guru
menciptakan
keingintahuan
dan
kesenangan. (3) Tahap ini merupakan
tahap penciptaan koneksi atau pada saat
neuron-neuron it saling berkomunikasi
satu sama lain. (4) Tahap elaborasi
memberikan kesempatan kepada otak
untuk
menyortir,
menyeldiki,
menganalisis, menguji, dan memperdalam
pembelajaran.
(5)
Inkubasi
dan
memasukan
memori.
Tahap
ini
menekankan bahwa waktu istirahat dan
waktu
untuk
mengulang
kembali
merupakan suatu hal yang penting. (6)
Verifikasi dan pengecekan keyakinan
Dalam tahap ini guru mengecek apakah
siswa sudah paham dengan materi yang
telah dipelajari atau belum, siswa juga
perlu tahu apakah dirinya sudah
memahami materi atau belum. (7)
Perayaan dan integrasi. Tahap ini
menanamkan semua arti penting dari
kecintaan terhadap belajar dalam model
pembelajaran
PBL,
siswa
dapat
mengoptimalkan semua potensi yang ada
pada diri siswa secara aktif, baik aktif
secara fisik maupun mental. Pembelajaran
PBL dapat melatih siswa aktif dan berfikir
kritis, selain itu adanya kerja sama antar
kelompok
untuk
mencapai
tujuan
pembelajaran yang sama dan siswa
memperoleh pengalaman sendiri untuk
menyelesaikan suatu masalah.
Hal
tersebut
sesuai
dengan
Sudarman (2007: 182) bahwa untuk
membantu siswa, membantu potensi
intelektual mereka, kontekstual teaching
and learning (salah satunya model PBL)
mengajarkan langkah-langkah dalam
berfikir kritis dan kreatif serta memberikan
kesempatan untuk menggunakan keahlian
berfikir dalam tingkatan yang lebih tinggi
dalam dunia nyata.
.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian
tindakan kelas yang dilaksanakan dalam
81
Jurnal Penelitian Pendidikan Geografi Volume 1 No. 1 November 2016
dua siklus tindakan. Masing-masing siklus
dilaksanakan
selama
dua
kali
pembelajaran. Penelitian ini dilaksanakan
di SMA Negeri 1 Puriala dengan subyek
penelitian kelas kelas X yang berjumlah
siswa 33 orang terdiri dari 17 siswa lakilaki 16 siswa perempuan. Intrumen
penelitian
yang
digunakan
dalam
penelitian ini terdiri atas dua yaitu tes hasil
belajar dan lembar obsevasi. Data yang
dikumpulkan
dianalisis
dengan
menggunakan teknik analisis deskriptif
dalam bentuk rata-rata, persentase, grafik
dan tabel.
Prosedur penelitian tindakan ini
dirancanakan terdiri dari II siklus. Tiap
siklus dilaksanakan dengan prosedur: (1)
Perencanaan, (2) Pelaksanaan, (3)
Observasi dan Evaluasi, dan (4) Refleksi.
Sumber data dalam penelitian ini, yaitu
guru dan siswa mata pelajaran geografi
kelas X SMA Negeri 1 Puriala tahun
ajaran 2015/2016 yang melaksanakan
pembelajaran
model
pembelajaran
berbasis masalah. Jenis datanya adalah
data kuantitatif dan data kualitatif yang
digunakan dalam penelitian ini. Data
kualitatif diperoleh dari hasil dari hasil
observasi dan jurnal refleksi dari guru,
sedangkan data kuantitatif diperoleh dari
evaluasi hasil belajar geografi siswa
setelah dilaksanakan dengan model
pembelajaran berbasis masalah.
Data tentang aktivitas mengajar guru
dalam pelaksanaan pembelajaran dengan
model pembelajaran berbasis masalah
diambil dengan menggunakan lembar
observasi aktivitas mengajar guru. Data
tentang aktivitas belajar siswa dalam
pelaksanaan pembelajaran dengan model
pembelajaran berbasis masalah diambil
dengan menggunakan lembar observasi
aktivitas belajar siswa.
Penelitian ini menggunakan anlisis
deskritif
yang
dimaksud
untuk
memberikan
gambaran
peningkatan
aktivitas dan hasil belajar geografi siswa
yang diajar dengan menggunakan model
pembelajaran
berbasis
masalah.
Menghitung rata-rata hasil belajar siswa
menggunakan rumus di bawah ini.
∑ Xi
X =
n
Keterangan:
X
= nilai rata-rata siswa
∑ Xi = nilai tiap siswa
n
= jumlah siswa keseluruhan
Menghitung persentase ketuntasan
balajar dengan menggunakan rumus:
% tuntas =
∑ TB x100%
N
Keterangan:
∑ TB = jumlah siswa yang tuntas belajar
N
= jumlah siswa keseluruhan
(Susetyo: 2010 ).
Menghitung persentase (%) aktivitas
belajar siswa dengan menggunakan rumus:
x
% Aktivitas = x 100
n
Keterangan:
X = Skor Aktivitas Siswa
N = Skor Maksimal
(Arikunto, 2007: 28)
Menentukan aktivitas mengajar guru
menggunakan rumus:
jumlahskorperolehanguru
% KAMG =
x100
jumlahskormaksimal
Keterangan:
K = Keberhasilan
A = Aktivitas
M = Mengajar
G = Guru (Suparno, 2008: 81).
HASIL
PENELITIAN
DAN
PEMBAHASAN
Data mengenai aktivitas siswa kelas
X SMA Negeri 1 Puriala selama
pelaksanaan
pembelajaran
dengan
menerapkan model pembelajaran berbasis
masalah pada pokok bahasan tata surya
yang diperoleh dengan menggunakan
lembar observasi aktivitas siswa dengan
82
Jurnal Penelitian Pendidikan Geografi Volume 1 No. 1 November 2016
cara memberikan skor keterlaksanaan pada
setiap aspek aktivitas dapat dilihat pada
tabel 1 berikut.
Tabel 1. Analisis Lembar Pengamatan Aktivitas Siswa
No.
Aktivitas Siswa yang Diamati
Skor Siklus I
1.
Siswa menjawab salam guru
3
2.
Siswa memberi respon kegiatan apersepsi
2,5
3.
Siswa menyimak topik dan tujuan pembelajaran
2,5
4.
Siswa
menyimak
penjelasan
materi
2,5
pembelajaran
5.
Siswa menjawab pertanyaan yang diberikan
3
guru dengan benar
6.
Siswa mencari kelopok masing-masing yang
2,5
dibagikan guru
7.
Siswa berdiskusi dengan kelompoknya untuk
2,5
memecahkan masalah
8.
Siswa bekerja sama menyelesaikan masalah
3
yang ada didalam LKS
9.
Siswa bekerja sama dalam mempersiapkan
2,5
laporan hasil diskusi kelompok
10. Masing-masing kelompok mempresentasekan
2,5
hasil diskusi didepan kelas
11. Siswa menanggapi hasil diskusi kelompok lain
2,5
12. Siswa menyimak penguatan koreksi dari guru
3
tentang hasil diskusi kelompok
13. Siswa mendengarkan kesimpulan dari guru
2,5
tentang materi yang telah didiskusikan
14. Siswa menjawab salam guru (menutup
3
pelajaran)
Rerata Aktivitas Siswa
2,6
Pada siklus II aktivitas belajar siswa
terlihat mengalami peningkatan dimana
aktivitas siswa terendah pada siklus I yaitu
2,5 masing-masing aspek terendah ini
mengalami peningkatan pada siklus II,
pada siklus II skor rerata aktivitas belajar
siswa menunjukan adanya peningkatan hal
ini terlihat pada tabel 4.2 dimana rerata
aktivitas belajar siswa adalah 3,6. Adanya
peningkatan skor rerata aktivitas belajar
siswa dari 2,6 pada siklis I menjadi 3,6
pada siklus II menandakan kelemahan dan
kekurangan pada siklus I dapat teratasi
sehingga aktivitas belajar siswa dapat
lebih baik.
Skor Siklus II
4
3,5
4
4
3
4
4
4
3
3,5
3,5
3,5
4
3,5
3,6
Untuk mendapatkan gambaran ratarata aktivitas siswa selama pembelajaran
pada setiap siklus dapat dilihat pada
Gambar berikut:
83
Jurnal Penelitian Pendidikan Geografi Volume 1 No. 1 November 2016
3,6
4
3
2,6
2
1
0
Siklus I
Siklus II
Gambar 1. Profil A
Aktivitas Belajar Siswa pada Siswa Setiap Siklus..
Tabel 2. Aktivitas Mengajar Guru
No.
Aktivitas Guru yang Diamati
Kegiatan Awal
1.
Guru salam dan menyapa peserta didik
2.
Guru mengecek kehadiran siswa
3.
Guru melakukan apersepsi
4.
Guru memberikan motivasi kepada siswa agar belajar dengan
sungguh-sungguh
Kegiatan Inti
5.
Guru membagi kelompok siswa beranggotakan 5-6
5 orang yang
heterogen
6.
Guru memmembagikan LKS kepada setiap kelompok yang
telah dibentuk dan menjelaskan secara singkat tentang LKS
yang dibagikan
7.
Guru mengorganisir siswa untuk belajar, dan dan tetap dalam
kelompok serta berdiskusi dengan teman kelompok untuk
memecahkan masalah dalam LKS serta bertanya kepada guru
jika ada yang kurang dimengerti
8.
Guru mengarahkan tiap kelompok untuk melakukan kegiatan
sesuai petunjuk LKS
9.
Guru membimbing tiap kelompok dalam memecahkan masalah
yang ada di LKS
10. Guru
meminta
tiap
perwakilan
kelompok
untuk
mempresentasekan hasil yang telah didiskusikan di depan kelas
11. Guru memberi kesempatan kepada kelompok lain untuk
menanggapi hasil diskusi yang dipresentasekan
12. Guru merefleksi hasil diskusi yang
yan telah dipresentasekan tiap
kelompok
Kegiatan Penutup
13. Guru memberikan kesimpulan materi yang didiskusikan agar
siswa mengerti materi yang dipelajari
14. Guru menutup pelajaran
Rata-rata
Siklus I
Siklus II
3
2,5
2,5
4
3,5
3
2,5
3,5
3
3,5
3
4
3
3,5
3
4
2,5
4
3
4
3
3,5
2,5
3,5
2,5
4
3
2,7
3,5
3,6
84
Jurnal Penelitian Pendidikan Geografi Volume 1 No. 1 November 2016
Berdasarkan hasil observasi aktivitas
mengajar guru, pada siklus I diperoleh
kekurangan-kekurangan
kekurangan
dalam
pembelajaran yang dibawakan oleh guru,
dimana skor rata-rata
rata aktivitas mengajar
guru pada siklus I mendapatkan nilai 2,5
terdapat pada aspek nomor 2,3,4,9,12
2,3,
dan
13 dan meningkat disiklus ke II. Dimana
skor aspek ke 2 disiklus II menjadi 3,5,
Dimana skor aspek ke 3 disiklus II
menjadi 3, Dimana skor aspek ke 4
disiklus II menjadi 3,5, Dimana skor aspek
ke 9 disiklus II menjadi 4, Dimana skor
aspek ke 12 disiklus II menjadi 3,5,
Dimana skor aspek ke 13 disiklus II
menjadi 4.
Berdasarkan table dianalisis dari data
pedoman pengamatan aktivitas mengajar
guru
melalui
penerapan
model
pembelajaran berbasis masalah pada
pokok bahasan tata
ta surya mengalami
peningkatan dari siklus I dengan nilai
rerata 2,7 dan pada siklus II meningkat
menjadi
3,6
menunjukan
adanya
peningkatan aktivitass mengajar guru.
3,6
3.5
2,7
3
2.5
2
1.5
1
0.5
0
Siklus I
Siklus II
Gambar 2. Profil aktivitas mengajar guru Setiap Siklus
Selanjutnya
nya dari sisi ketuntasan
belajar, hasil belajar siswa juga mengalami
peningkatan. Persentase ketuntasan belajar
siswa pada siklus I
100
80
69,8
81,3
90
hanya sebesar 45 % dan pada siklus II
meningkat menjadi 81%.
%. Selengkapnya
dapat dilihat pada gambar 3 berikut
berikut.
90
60
60
55
40
Siklus I
Siklus II
20
0
Rerata
Max
Min
Gambar 3. Ketuntasan Hasil Belajar Siswa Pada Setiap Siklus
85
Jurnal Penelitian Pendidikan Geografi Volume 1 No. 1 November 2016
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil dalam penelitian
ini dapat ditarik beberapa kesimpulan
sebagai berikut. Pertama, aktivitas belajar
siswa
dengan
menerapkan
model
berbasis
masalah
pembelajaran
menunjukan peningkatan dari tahapantahapan aktivitas belajar siswa dimana
pada siklus I setelah dilaksanakan hanya
terlaksana mencapai skor rata-rata 2,6 dan
kemudian pada siklus II menjadi 3,6 ini
menunjukan adanya peningkatan aktivitas
belajar siswa dengan menggunakan model
pembelajaran berbasis masalah yang
berdampak positif terhadap hasil belajar
siswa, dan nilai persentase tersebut sudah
mencapai target indikator kinerja dalam
penelitian ini yaitu sebesar 3,0.
Kedua, aktivitas mengajar guru
dengan menerapkan model pembelajaran
berbasis
masalah
menunjukan
peningkatan yang berarti dengan tahapantahapan pembelajaran pada siklus I
terlaksana dengan nilai rata-rata 2,7
kemudian terjadi peningkatan yang cukup
signifikan pada siklus II dengan nilai ratarata 3,6.
Ketiga, hasil belajar siswa, pada
siklus I dengan nilai rata-rata 69,8 dengan
15 orang siswa memperoleh nilai ≥75 atau
telah mencapai KKM yang ditentukan
pihak sekolah dan 18 siswa belum
memenuhi KKM atau nilai yang mereka
peroleh <75 dan pada siklus II diperoleh
nilai rata-rata 81,3 persentase ketuntasan
klasikal telah mencapai 88% atau 29 siswa
dari 33 orang siswa yang telah tuntas. Hal
ini menunjukan bahwa hasil belajar telah
mencapai target yang ditetapkan oleh
pihak sekolah yakni sebesar 80% dari
jumlah siswa. Dengan menerapkan model
pembelajaran berbasis masalah hasil
belajar siswa dapat ditingkatkan.
DAFTAR PUSTAKA
Amir. (2009). Model-Model Pembelajaran
Inovatif
Berorientasi
Konstruktivistik. Jakarta: Prestasi
Pustaka
Arifin, M. (2008). Pengembangan
Program Pengajaran Bidang Studi
Kimia.
Surabaya:
Airlangga
University Press.
Arikunto, dkk. 2007. Penelitian Tindakan
Kelas. Jakarta: PT Bumi Aksara
Asmani, Ma‫׳‬nur, Jamal.2011.Penelitian
Tindakan Kelas. Jogjakarta: Laksana
Depdikbud. 1997. Kurikulum Sekolah
Menengah
Umum
Petunjuk
Belajar
Pelaksanaan
Proses
Mengajar. Jakarta: Depdikbud.
Hamalik, Oemar. 2003. Kurikulum dan
Pembelajaran.
Bumi
Aksara:
Jakarta.
-----------, Oemar. 2011. Dasar-dasar
Pengembangan Kurikulum. PT.
Remaja
Rosdakarya: Bandung.
Hasibuan dkk. 1984. Proses Belajar
Mengajar
Keterampilan
Dasar
Pengajaran
Mikro.
Bandung.
Remaja Rosdakarya.
Hudoyono, H. 1984. Teori Belajar
Mengajar Matematika. Jakarta: P3G
depdikbud.(http : // Learning- Withme.blogspot.com/2006/09/
Pembelajaran.html≠).(http://digilit.u
pi.edu/pasca/available/etd.0911106.
120306/).
Jihad dan Haris, 2012. Evaluasi
Pembelajaran. Yogyakarta. Muti
Presindo
Jensen,
dalam
Widoyo.
(2011).
Karakteristik
model-Model
Pembelajaran. Jakarta: Kencana
Prenada Media Group.
Marno dan Idris. 2008. Strategi dan
Metode Pengajaran. Jogjakarta. ArRuzzmedia. Raja Grafindo Persada
Rusman.(2012).
Model-model
pembelajaran
mengembangkan
profesional guru.jakarta:
Rusyan,ATT,dkk.
1989.
Pendekatan
dalam Proses Belajar Mengajar.
Bandung: Remaja Rosa Karya.
Sanjaya,
Wina.
2008.
Strategi
Pembelajaran Berorientasi Standar
86
Jurnal Penelitian Pendidikan Geografi Volume 1 No. 1 November 2016
Proses
Pendidikan.
Jakarta.
Kencana.
Sanjaya, Wina. 2009. Penelitian tindakan
kelas. Jakarta: Kencana Prenada
Media Group.
Sardiman. 1990. Interaksi dan Motivasi
Belajar Mengajar. Jakarta: CV
Rajawali.
Slameto.(2003). Belajar dan faktor-faktor
yang mempengaruhinya. Jakarta: PT
Rineka Cipta. Mulyasa.(2006).
Manajemen
Berbasis
Sekolah.
Bandung: Remaja Rosdakarya
Sudarman. 2007. Problem based learning:
suatu model pembelajaran untuk
mengembangkan dan meningkatkan
kemampuan memecahkan masalah.
Jurnal Pendidikan Inovatif,2(2)
Sugiyanto.
(2008).
Ragam
Model
Mengajar Yang Mudah Diterima
Murid. Yogyakarta: Diva Pres.
Sumaatmadja, Nursid. (1997). Metodologi
Pengajaran Geografi. Jakarta: Bumi
Aksara.
Suparno, P.2008. Riset Tindakan Untuk
Pendidik. Jakarta: PT. Gramedia
Widiasarana
Susetyo, B. 2010. Statistika Untuk Data
Penelitian. Bandung: Refika Utama.
Yuliawati, Ella. (2004). Kurikulumdan
Pembelajaran, Filosofi Teori dan
Aplikasi. Pakar Raya, Bandung.
Download