1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1. Permasalahan Fluktuasi dinamika politik dan pemerintahan yang bersinggungan dengan berbagai lingkup kehidupan menjadi salah satu faktor yang menjadikan disiplin ilmu politik dan pemerintahan melahirkan beragam konsentrasi bidang ilmu diantaranya; kajian demokrasi baik dalam tataran pusat maupun lokal dimana terdapat konsentrasi ilmu politik dan pemerintahan yang membahas tentang politik lokal dan pemerintahan daerah, kajian Hak Azasi Manusia (HAM), dan kebijakan dalam lingkup nasional dan daerah. Meluasnya cakupan kajian ilmu politik dan pemerintahan memunculkan beberapa pertanyaan diantaranya mampukah disiplin ilmu dan penelitian dalam kajian politik dan pemerintahan yang berkembang saat ini dalam memetakan dan memberikan kontribusi bagi solusi konkret bagi persoalan persoalan politik dan pemerintahan dewasa ini. Secara khusus persoalan yang dihadapi antara lain tumpang tindihnya kebijakan dalam hal keberlakuan aturan. Hal ini melingkupi persoalan sejauh mana pemerintah pusat dalam menyelenggarakan programdan mengadakan pengawasan bagi pelaksanaan program tersebut serta sejauh mana keluwesan pemerintah daerah dalam melakukan manuver guna 2 menciptakan terobosan program. Selain itu persoalan yang berkenaan dengan korupsi dan patologi politik lainnya dalam penyelenggaraan pemerintahan semisal antara keterbukaan dalam pemerintahan yang memberikan kesetaraan bagi semua warga negara dalam politik dan pemerintahan dengan dinasti politik dalam pemerintahan. Pada akhirnya persoalan terpenting yang mesti dijawab adalah mampukah kajian dan penelitian dalam ilmu politik dan pemerintahan sejauh ini untuk memetakan realitas perkembangan masyarakat dan meramalkan kondisi politik dan pemerintahan baik secara segmentatif mupun secara holistik demi kelangsungan pembangunan manusia. Berkenaan dengan persoalan persoalan yang dihadapi dalam hubungan pemerintahan tersebut, penting mengedepankan ilmu filsafat sebagai objek formal mengingat paradigma ilmu filsafat dalam memandang persoalan ilmu ilmu yang bersifat reflektif dan komprehensif. Pentingnya ilmu filsafat dalam memetakan persoalan persoalan pemerintahan juga didasarkan atas pemahaman bahwa suatu struktur pemerintahan pada dasarnya merupakan hasil dari proses dialektika yang panjang dan melibatkan berbagai komponen kebangsaan yang terus menerus berjalan. Dialektika perkembangan suatu struktur pemerintahan ditunjukkan berbeda-beda dalam setiap fase perkembangan pemikiran manusia. Suatu struktur pemerintahan yang mapan sesungguhnya merupakan hasil dari pergulatan panjang dan antitesa dari struktur-struktur pemerintahan 3 sebelumnya yang arah perkembangannya sesuai dengan kecenderungan berpikir manusia setiap masa. Pada awalnya, pengalaman manusia yang mengamati gejala alam dan melihat terdapat kekuatan besar di luar dirinya membawanya percaya akan adanya suatu kekuatan di luar dirinya yang mampu mengendalikan alam semesta atau setidaknya memengaruhi kehidupan alam dan manusia. Pengakuan inilah yang secara terus menerus menjadi dasar bagi terletaknya otoritas pada alam. Pada masa masa ini, manusia dalam kehidupannya berorientasi pada aspek kosmologis. Alam sebagai otoritas tertinggi adalah acuan manusia dalam setiap aspek kehidupan. Pada tahap selanjutnya, kemampuan manusia mulai berkembang untuk memanfaatkan alam bagi kehidupannya. Manusia mulai membangun relasi antar manusia serta manusia dengan kelompok manusia guna memanfaatkan potensi alam. Dalam hal ini, manusia yang unggul adalah manusia yang mampu mengoptimalkan potensi dari dirinya untuk mengeksplorasi alam semesta. Kecenderungan untuk mengutamakan pengoptimalan potensi manusia dalam pemanfaatan alam ini merupakan langkah besar bagi perubahan sentrum kehidupan manusia; dari kecenderungan hidup kosmosentris, manusia mulai beralih pada kehidupan yang bertumpu pada kemampuan manusia sendiri. Fase antroposentris demikian berlangsung hingga pada saat dimana subjektivitas manusia dalam mengoptimalkan potensinya terus dipertanyakan nilai kebaikannya. Manusia kemudian mulai merumuskan 4 beragam standar kebaikan dan moral yang menjadi acuan ideal. Manusia kembali kepada penelaahan mendalam terhadap ilmu pengetahuan yang mengandalkan penalaran dan kebijaksanaan dalam memandang kehidupan. Kecenderungan ini mengarahkan manusia melihat dengan perspektif logosentrisme. Esensi perubahan paradigma manusia dalam kehidupan dilatarbelakangi oleh hakikat manusia untuk menyesuaikan kondisi dengan sekitarnya. Pada hakikatnya, umat manusia adalah makhluk yang memiliki kesadaran untuk beradaptasi dengan lingkungannya dan melakukan perbaikan terus menerus bagi dirinya. Inilah hakikat manusia yang mengidentifikasikan dirinya dalam kehidupan. Sejak keberadaannya di bumi hingga saat ini umat manusia di berbagai belahan dunia memperlihatkan kemampuannya dalam melakukan perbaikan terus menerus dan berdaptasi terhadap lingkungannya dengan menghasilkan karya karya baik berupa pemikiran maupun benda material. Proses adaptasi ini memberikan dampak signifikan pada setiap aspek kehidupan manusia. Suatu basis perilaku yang memiliki pola menyeluruh sehingga tampak sebagai sistem moral dan religi yang kemudian dikenal dengan kebudayaan. Proses kerja manusia, baik yang dikerjakan oleh perorangan maupun secara massive yang dikerjakan banyak manusia secara terus menerus akan mewujud pada kebudayaan. Wujud kebudayaan sendiri paling sedikit terdiri atas tiga hal, yakni ide/gagasan, aktivitas kelakuan berpola manusia dalam masyarakat, dan benda-benda hasil karya 5 manusia (Koentjaraningrat, 1985:2-8). Ketiganya tidak lain adalah kerja budi manusia. Tesis ini merunut pada pernyataan bahwa eksistensi manusia dapat diukur melalui apa yang manusia kerjakan. Karl Marx merumuskan penjelasan tentang pekerjaan sebagai objektivikasi manusia. Terkait manusia dan kerja ini, Frans Magnis Suseno (1999:89-96) memaparkan bahwa penjabaran Marx dalam Economic-Philosophical Manuscripts ini sesungguhnya untuk menjawab pertanyaan “dalam arti apa, manusia merupakan hasil pekerjaannya sendiri? Dan dalam arti apa manusia menyatakan diri dalam pekerjaan?” Menurut Marx, eksistensi manusia terhadap sesuatu dibuktikan oleh kerjanya; manusia menyatakan diri melalui pekerjaan. Sudut panjang pekerjaan sebagai objektivasi manusia dapat dipahami dalam dua hal berikut. Pertama, kehendaknya untuk menghadirkan sesuatu dalam wujud kenyataan objektif, yang kemudian bisa dilihat, dimaknai, dan direspon oleh siapa saja. Kedua, kemampuannya dalam mempersembahkan karya tersebut, dimana dapat mengukur sejauh mana kesadarannya terhadap suatu hal tersebut, sekaligus melihat sejauh mana bentuk baru tersebut mewakili maksudnya. Namun, hasil karya yang dibuat manusia melalui kerja tersebut tidak serta merta dapat mengobjektifikasikan dirinya, kita tidak dapat memberikan klaim atas kehendak dan kemampuan diri manusia apabila tidak terjadi perulangan, melainkan jika dilakukan secara berulang ulang dan terus menerus dalam hidupnya meski dalam bentuk yang tidak sama. Sang pelukis harus 6 melukis lagi, si petani menyemai, menanam dan memanen lagi, dan sang guru terus mentransformasikan ilmu kepada murid-muridnya, setidaknya manusia tersebut memperlihatkan hasil kerja lagi. Pada akhirnya kita mengenal manusia dengan mengenal caranya bekerja. Pemikiran Marx tersebut digambarkan dalam suatu dimensi historisitas pekerjaan yang telah dilakukan manusia. Kerja yang mewujudkan kebudayaan manusia; manusia hidup dalam dunia yang merupakan hasil pekerjaan ratusan generasi manusia sebelumnya. Dunia yang kita warisi sekarang menunjukkan jejak pekerjaan generasi generasi sebelumnya, apakah itu teras teras sawah atau puing puing bangunan kuno (Frans Magnis Suseno, 1999:93). Pentingnya dimensi historisitas dalam menelusuri manusia terkhusus ilmu pengetahuan, sistem kehidupan dan alat alat kerjanya, sebab keberlangsungan kerja dapat menunjukkan suatu pola. Ketiga unsur ini sesungguhnya merupakan hasil kerja manusia dalam kesadaran dan upayanya untuk melakukan perbaikan terus menerus yang berwujud material, bukan dalam arti filosofis sebagai kepercayaan bahwa hakikat seluruh realitas adalah materi, melainkan merupakan suatu kesatuan realitas yang hadir sebagai hasil kerja manusia dan –yang terpentingadalah terus menerus berubah. Berkenaan hal ini relevan memahami komentar Isaiah Berlin (2000:200) bahwa sejarah merupakan interaksi antara kehidupan aktoraktor, orang orang yang terlibat di dalam perjuangan untuk meraih tujuan 7 diri-sendiri, dan konsekuensi dari aktivitas-aktivitas mereka. Konsekuensikonsekuensi semacam itu mungkin diharapkan atau tidak diharapkan; pengaruhnya terhadap manusia atau terhadap lingkungan alam mereka barangkali teramalkan atau tidak; konsekuensi konsekuensi tersebut mungkin muncul dalam ruang lingkup material, atau dalam ruang pemikiran dan perasaan, atau pada level kehidupan manusia yang tidak disadari; konsekuensi konsekuensi tersebut mungkin memengaruhi individu atau berbentuk institusi institusi atau gerakan-gerakan sosial; yang terpenting adalah- jaringan kompleks tersebut hanya bisa dipahami dan dikendalikan jika faktor dinamis sentral yang bertanggung jawab atas arah dari proses tersebut bisa digenggam. Marx dalam konsep materialisme historisitasnya mengarahkan pada pemahaman bahwa alam sadar manusia dipengaruhi oleh interaksinya, yakni dunia materi yang ada di sekelilingnya. Realitas pertama adalah fakta itu sendiri yang kemudian memberikan pengaruh pada manusia untuk beradaptasi dan melakukan kerja. Eksistensi manusia pun terlihat ketika ia memiliki kemampuan untuk menghasilkan suatu karya melalui pekerjaan. Pandangan materialisme ini merupakan point of view Marx dalam menjelaskan eksistensi manusia. Marx sendiri telah mengklaim bahwa dirinya telah menemukan hukum gerak perkembangan masyarakat, bahwa telaah terhadap kerja manusia yang berlangsung terus menerus selama periodisasi waktu tertentu dapat memahamkan kita tentang sejarah dan arah perubahannya. 8 Hal ini sebagaimana yang dirumuskan dalam konsep Materialisme Historis Karl Marx. Teori ini menyatakan bahwa metode dialektis dalam aspek material kehidupan memperlihatkan hukum gerak perkembangan masyarakat. Pertanyaan yang muncul kemudian adalah bagaimana perspektif historis ini dalam menjelaskan gerak perkembangan masyarakat khususnya untuk mengungkap realitas dibalik arsitektural pemerintahan sebagaimana yang dikemukakan pada bagian awal? Terlebih dahulu untuk menelusuri gerak perkembangan masyarakat maka objek telaah kita akan mengacu kepada struktur dalam masyarakat itu sendiri sebagai hasil kerja kolektif masyarakat. Sejarah manusia mencatat bahwa peradaban manusia salah satunya dicirikan oleh struktur atau institusi sosialnya. “Sejarah manusia adalah sejarah peradaban itu sendiri..” Demikian sebagaimana yang dikemukakan Samuel P. Huntington (2005:37-45). Peradaban dan kebudayaan sama-sama menunjuk pada seluruh pandangan hidup manusia, suatu peradaban adalah bentuk yang lebih luas dari kebudayaan, keduanya mencakup nilai-nilai, norma-norma, institusi-institusi dan pola pikir yang menjadi bagian terpenting dari suatu masyarakat yang diwariskan dari generasi ke generasi. Peradaban merupakan entitas kultural bukan entitas politis sehingga suatu peradaban dapat saja mencakup satu atau beberapa kesatuan politis yang pada akhirnya dapat dikenali melalui bentuk-bentuk pemerintahan masyarakatnya; dan oleh karena institusi institusi sosial merupakan aspek 9 dari kebudayaan itu sendiri, maka relevan bagi pandangan historisisme untuk mengkaji struktur sosial masyarakat. Hal ini sebagaimana ditulis Pip Jones (2010:78) bahwa menurut Marx, pemahaman cara suatu masyarakat mengorganisasi produksi mereka adalah kunci bagi memahami keseluruhan struktur sosial. Pandangan Marxis adalah bahwa “..produksi sarana subsistensi.. membentuk landasan yang di atasnya institusi negara, konsepsi hukum, seni dan bahkan gagasan tentang agama, dari orang orang yang bersangkutan berevolusi” (pidato Engels di pemakaman Karl Marx, 17 Maret 1883). Paparan latar belakang tersebut mengacu kepada maksud tulisan ini yakni sebagai kajian reflektif komprehensif filsafat sejarah Karl Marx dalam mengurai arsitektural pemerintahan mengingat evolusi arsitektural pemerintahan yang merupakan dialektika hakikat manusia; karya manusia yang mengidentifikasikan dirinya yang mencakup dialektika sistem, bentuk dan ideologi dalam pemerintahan. 2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka pokok masalah penelitian ini dapat dirumuskan dalam tiga pertanyaan, yaitu: a. Apa substansi pemerintahan menurut Karl Marx? b. Bagaimana perspektif Karl Marx dalam merumuskan arsitektural pemerintahan? 10 c. Bagaimana perkembangan arsitektural pemerintahan menurut pemikiran Karl Marx ditinjau dari perspektif Filsafat Sejarah? 3. Keaslian Penelitian Penelitian ini bermaksud untuk memaparkan terkait arsitektural pemerintahan yang ditinjau dari perspektif filsafat pemerintahan dalam hal ini teori materialisme historis Karl Marx. Sejauh penelusuran penulis, penelitian maupun kajian terkait arsitektur pemerintahan pun penelitian terkait negara yang ditinjau dari perspektif filsafat sejarah Karl Marx adalah sebagai berikut: a. Buku dengan judul Jaring Jaring Pemerintahan I, judul asli The Web of Government ditulis oleh Mc Iver terj. Laila Hasyim yang terbit pada tahun 1985. Buku ini memberikan pemaparan mendasar terkait tiga komponen utama yang memperlihatkan perkembangan pemerintahan secara stuktural maupun nonstruktural. Buku ini terbagi dalam tiga bagian: (1)Bagian pertama dipaparkan terkait munculnya pemerintahan, (2)Pada bagian kedua Mc Iver mengungkap dasar-dasar kewenangan yang mengacu kepada hukum dan kekuasaan sosial. (3)Pada bagian ketiga Mc Iver mengemukakan ikhtisar bentuk bentuk pemerintahan hingga tentang dinamika Demokrasi. perkembangan Secara garis komponen-komponen besar buku pemerintahan pembahasan dengan pendekatan antropologi struktural. ini menelusuri sebagai inti 11 Adapun penelitian ini berbeda dari segi metode penelitian dan objek formal yang digunakan. Penelitian ini menjadikan gerak perkembangan masyarakat yang mewujudkan arstitektur pemerintahan sebagai objek material dengan filsafat materialisme historis Karl Marx sebagai objek formal. b. Buku berjudul Kybernologi, Sebuah Rekonstruksi Ilmu Pemerintahan ditulis oleh Prof. Dr. Taliziduhu Ndraha, terbit tahun 2005. Buku ini mengulas tentang metodologi Ilmu Pemerintahan yang dipandang dari aspek praktikal. Buku ini pada dasarnya diperuntukkan sebagai pedoman bagi pejabat publik hingga pendekatan yang dilakukan bertolak pada aspek aksiologis pemerintahan. Adapun penelitian ini berbeda sebab memandang pemerintahan dari aspek filosofis dengan mengungkap hakikat realitas (ontologis) pemerintahan. c. Tesis berjudul Teori Evolusi Sosial Jurgen Habermas yang dilakukan oleh Supartiningsih, Fakultas Ilmu Filsafat Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, tahun 1998. Tesis ini mengulas konsep Materialisme Historis Karl Marx sebagai titik tolak konsep Evolusi Sosial Jurgen Habermas. Dalam tesis tersebut, dipaparkan pentingnya konsep Materialisme Historis Karl Marx dalam wacana evolusi sosial. Adapun penelitian ini berbeda dari segi objek material yang secara khusus membahas arsitektural pemerintahan. Penelitian ini juga dapat dikatakan sebagai penelitian lanjutan yang mengedepankan arsitektur pemerintahan sebagai hasil dari salah satu evolusi sosial yang terjadi dalam hidup manusia. 12 4. Manfaat Penelitian Penelitian diharapkan dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu filsafatdan tindakan praksis. Pertama, bagi perkembangan ilmu filsafat. Melalui penelitian inidiharapkan dapat memperdalam kajian filsafat sejarah khususnya dalam menyoal arsitektural pemerintahan dalam negara. Secara khusus memberikan kontribusi bagi pengembangan ilmu filsafat yang membahas hakikat pemerintahan. Kedua, bagi tindakan praktis, dewasa ini bangsa dihadapkan oleh beragam persoalan dalam lingkup pemerintahan baik nasional maupun lokal yang membutuhkan kajian murni lingkup pemerintahan dalam hal ini lepas dari tendensi persoalan politik praktis juga lepas dari persoalan administratif negara. Oleh karenanya diharapkan penelitian ini dapat memberikan sumbangsih bagi pelaku pemerintahan dalam memaknai persoalan persoalan dalam pemerintahan secara jernih. B. Tujuan Penelitian Searah dengan rumusan masalah, penelitian ini dimaksudkan untukmencapai tiga tujuan berikut: 1. Mengidentifikasi aspek filosofis dari substansi pemerintahan menurut pemikiran Karl Marx. 2. Menjelaskan arsitektural pemerintahan menurut pemikiran Karl Marx. 13 3. Mengelaborasi secara menyeluruh perkembangan arsitektural pemerintahan menurut Karl Marx dalam perspektif filsafat sejarah untuk membangun konsepsi filosofis yang utuh. C. Tinjauan Pustaka Penelitian ini menggunakan istilah Arsitektural Pemerintahan sebagai objek material. Penggunaan kata arsitektural didasarkan atas pemahaman makna kata tersebut sebagai rancangan dan strategi. Adapun pemahaman mengenai istilah tersebut mengacu kepada beberapa pengertian arsitektur sebagai berikut. Pertama, sebagaimana dikutip oleh J. Butko (2011:82) menurut Le Corbusier “Architecture is the learned game, correct and magnificent, of forms assembled in the light. How those forms are assembled can define unique lighting and acoustic qualities simultaniously.” Kedua, pengertian arsitektur menurut Rapoport dan Snyder oleh Dian Perwita Sari (2014:1) dalam tesis berjudul Arsitektur Metabolisme Jepang sebagai sebuah konstruksi yang dengan sengaja mengubah suatu lingkungan fisik dalam suatu bagan peraturan. Ketiga, dalam Expiriencing Architecture yang ditulis Rasmussen mengemukakan bahwa arsitektur bukan hanya yang dapat dilihat dan diraba saja, yang didengar dan dirasa pun merupakan bagian dari arsitektur (Indah W. Lusi, 2007:27). 14 Definisi tersebut senada dengan yang dikemukakan oleh Wiggleswoth dan Till (1998:7) bahwa: “issue of arschitecture design attempts to capture the fragility of that distorted reflection, where image and reality are blur, we explicity acknowladge the everyday as a productive context for the making, occupation, and criticism of architecture”. Keempat, Wright dalam Subroto (2008:75) dikutip dari tulisan berjudul Filsafat Sains dalam Perspektif Ilmu Arsitektur mengemukakan bahwa: “Architechture is that great living creative spirit which from generation to generation, from age to age, proceeds, persist, creates according to the nature of man, and as the circumstances as they change, that is really architechture.” Beberapa definisi tersebut mengarahkan pemahaman bahwa istilah arsitektur tidak hanya mencakup hal-hal yang berhubungan dengan bangunan fisik saja melainkan cakupannya lebih luas hingga konstruksi metafisik. Penggambaran keterkaitan antara arsitektur dengan pola pikir manusia secara khusus dan kebudayaan secara umum dipaparkan Sumalyo dan Jenks (Dian Perwita Sari, 2014:1) bahwa perkembangan arsitektur sejalan dengan kebudayaan manusia, yaitu pola pikir dan pola hidupnya sementara pola pikir manusia dipengaruhi oleh cara pandangnya terhadap dunia, realitas yang tampak dan tak tampak. Wujud arsitektur dipengaruhi oleh world view manusia dan masyarakatnya dengan prinsip “form follow worl view”. Subroto (2008:75-77) memberikan penjelasan lebih lanjut bahwa unsur filosofis dalam arsitektur dalam dipetakan melalui sudut pandang 15 arsitektur sendiri, bahwa fenomena masalah kultural masyarakat dapat dilihat baik dalam konteks fisik maupun keruangan (spasial) yang memuat konsep (signified/petanda), teori (ontologi), metode (epistemologi), dan aplikasi (aksiologi) yang muncul dalam wujud penanda (signifier) berupa objek bangunan. Beberapa definisi yang menjabarkan pengertian arsitektur menunjukkan bahwa terdapat beberapa komponen yang penting bagi penelitian ini, diantaranya: Pertama, wujud dan konsep. Rapoport dan Snyder (Dian Perwita Sari, 2014:1) mengemukakan arsitektur dibagi menjadi dua tahap, yaitu wujud dan konsep. Wujud arsitektur adalah tatanan yang diekspresikan melalui proses pemilihan, citra yang terkandung dan bentuk yang diberikan dari suatu pandangan dari lingkungan yang ideal, sedangkan konsep arsitektur adalah pemikiran mengenai cara beberapa unsur atau karakteristik yang dapat digabungkan menjadi satu hal saja. Kedua, world view bahwa wujud dan konsep arsitektur berasal dari cara pandang manusia dari lingkungannya. Ketiga, simoultaniously bahwa keberlanjutan merupakan suatu kondisi yang selalu ada seharihari sehingga terwujud suatu tatanan wujud dan konsep arsitektur. Berkenaan dengan pemerintahan, David E. Apter dalam Ndraha (2005:2) mengemukakan bahwa sekelompok orang yang bertanggung jawab dalam hal penggunaan kekuasaan (exercising power) disebut pemerintah atau government. Lebih lanjut bahwa pemerintahan umum 16 didefinisikan sebagai keseluruhan struktur dan proses di dalam mana diambil keputusan-keputusan yang mengikat; ilmu pemerintahan menelaah, (memeriksa, menganalisis, dan menjelaskan) bagaimana pemerintahan umum sesungguhnya diorganisasikan, difungsikan, dan memberikan pengarahan bagaimana aturan serta cara kerja pemerintahan umum sepatutnya diperbaiki, diubah dan dilaksanakan. Pemerintahan menyangkut tugas dan kewenangan dalam artian segala kegiatan yang dilakuakan untuk mencapai tujuan, demikian menurut Ramlan Surbakti dalam Dwijayanti (2012:50-51), pengertian pemerintahan dapat ditinjau dari tiga aspek, yaitu: (a)Segi Kegiatan (dinamika) dimana pemerintahan dalam artian ini adalah segala usaha yang terorganisir, bersumber pada kedaulatan dan berlandaskan pada dasar negara, mengenai rakyat dan wilayah negara itu demi tercapainya tujuan negara; (b)Struktural Fungsional dimana pemerintahan berarti seperangkat fungsi negara yang satu sama lain saling berhubungan secara fungsional, dan melaksanakan fungsinya atas dasar–dasar tertentu demi tercapainya tujuan negara; (c)Segi Tugas dan Kewenangan (fungsi) dimana segala kegiatan yang berkaitan dengan tugas dan kewenangan negara (fungsi negara). Ndraha (2005:30) menambahkan bahwa adapun sasaran pengembangan pemikiran dan penelitian Ilmu Pemerintahan antara lain: 1) Yang Diperintah sebagai suatu fakta sosial 2) Kebutuhan (tuntutan) yang Diperintah berupa jasa publik dan layanan sipil 17 3) Pemenuhan kebutuhan yang Diperintah: Pemerintahan sebagai proses perubahan 4) Pemerintah sebagai suatu lembaga sosietal 5) Hubungan antara Pemerintah dengan yang Diperintah: Hubungan Pemerintahan 6) Wewenang, kewajiban, dan Tanggung Jawab Pemerintah 7) Bagaimana Membangun Pemerintah yang dianggap mampu menggunakan Wewenang, memenuhi Kewajiban, dan memikul Tanggung Jawab 8) Bagaimana menjalankan Roda Pemerintahan 9) Bagaimana supaya Kinerja Pemerintahan sesuai dengan Aspirasi dan Harapan Masyarakat. Sistem pemerintahan negara adalah mekanisme kerja dan koordinasi atau hubungan antara ketiga cabang kekuasaan yaitu legislatif, yudikatif, dan eksekutif demikian menurut Moh. Mahfud MD., berdasarkan definisi ini dapat disimpulkan bahwa sistem pemerintahan merupakan suatu sistem hubungan dan tata kerja antar lembaga-lembaga negara dalam rangka penyelenggaran negara. Terdapat beberapa model sistem pemerintahan yang diterapkan oleh negara-negara di dunia, yakni: (1)Sistem Pemerintahan Presidensial; dalam sistem pemerintahan ini Presiden memiliki kekuasaan yang kuat sebab selain berperan sebagai kepala negara, Presiden juga berperan sebagai Kepala pemerintahan yang mengetuai kabinet; (2)Sistem Pemerintahan Parlementer; Sistem pemerintahan ini menyiratkan kekuatan pemerintahan yang lebih besar pada parlemen atau lembaga legislatif. Hal ini diatur dalam konstitusi dimana keberlangsungan kekuasaan eksekutif dan yudikatif berada di bawah pengawasan lembaga legislatif yang sewaktu-waktu dapat digugat melalui mosi tidak percaya; (3)Sistem Pemerintahan Campuran; sistem ini terbentuk 18 dari sejarah perjalanan pemerintahan suatu negara yang diusahakan halhal yang terbaik dari sistem palementer dan sistem presidensial (Dwijayanti, 2012:51-52). Mc Iver (1980:163-175) merunut ikhtisar bentuk pemerintahan berdasarkan beberapa kriteria sebagai berikut. 1) Berdasarkan Undang-Undang Dasar, bentuk pemerintahan terdiri atas bentuk pemerintahan Monarki, Kediktatoran, Teokrasi, Kepemimpinan Banyak, Demokrasi Langsung, Monarki Terbatas, dan Republik. 2) Berdasarkan Ekonomi, bentuk pemerintahan terdiri atas Ekonomi Rakyar, Sistem Feodal, Pemerintahan Kapitaslis, Pemerintahan Sosial, dan Pemerintahan Kapitalis-Sosial 3) Berdasarkan Komunal, terdiri atas Suku Bangsa, Polis, Negeri (Country), Kebangsaan, Berkebangsaan Banyak, dan Pemerintahan Dunia 4) Berdasarkan Struktur Kedaulatan, terdiri atas Negara Kesatuan, Empire, dan Federasi. D. Landasan Teori Filsafat sejarah Marx merupakan campuran antara pemikiran Hegel dan ekonomi Britania (Russell, 1946:1021). Pendapat Marx tentang rumusan dialektis yang menjadi kekuatan penggerak perkembangan tidak sepaham dengan Hegel pada pengandaian dasarnya. Hegel meyakini bahwa entitas mistis yang disebut “Ruh” (Spirit) yang menyebabkan sejarah manusia berkembang menurut tahap-tahap dialektik, sedangkan menurut Marx, kekuatan penggerak yang sebenarnya adalah materi, bukan ruh dalam artian hubungan manusia dengan materi yang berwujud cara produksi dan hasil kerjanya. Berkenaan dengan hal ini Russell memberi komentar bahwa Marx tidak akan berpendapat bahwa konsepsi materialis 19 historis ini berlaku untuk semua rincian kebudayaannya, tetapi untuk garis besarnya. “Historical materialism perceives a general hierarchy among the realm of social life, not for society in general but also for each spesific type of socio-economic organizations. It is the law for Marx that the suprastucture is derived from the base, but this is law about laws; in each social formation more spesific laws govern the precise nature of this general derivation” (Tom Bottomore, 1983: 237). Prinsip dasar materialisme historis sesungguhnya adalah keadaan dan kesadaran manusia; bukan kesadaran manusia yang menentukan keadaan mereka melainkan keadaan sosial merekalah yang menenetukan kesadaran mereka. Marx menggunakan kata materialisme bukan untuk menyatakan bahwa hakikat seluruh realitas adalah materi melainkan menunjuk pada faktor yang menentukan sejarah (Frans Magnis-Suseno, 1999:138-139). Unsur kesadaran yang ditentukan oleh aktivitas sosial tersebut juga disepakati Isaiah Berlin (2000:198) bahwa manusia meraih penaklukan dunianya bukan karena peningkatan dalam pengetahuan yang diperoleh melalui kontemplasi (seperti yang diperkirakan oleh Aristoteles) –tetapi oleh aktivitas –oleh pekerjaan- pembentukan yang sadar oleh orang-orang yang berada di sekitar mereka dan oleh satu sama lain –bentuk utama dan paling hakiki dari persatuan kehendak, pemikiran, dan perbuatan, teori dan praktik. Relevansi konsep materialisme historis sebagai objek formal untuk memetakan persoalan perkembangan masyarakat khususnya dalam kerangka struktural ditunjang oleh kemampuan konsep ini dalam 20 mengidentifikasi pola perubahan-perkembangan masyarakat pada karakteristik kesadaran, pada gagasan dan pada struktur sosial –baik persamaan-persamaannya pun perbedaannya dalam kerangka produksi/pekerjaan. “Historical materialism has two side of it. On the one hand, it is a general theory of the structure and dynamics of any mode of production; on the other hand, it is the theory of historical sequence of modes of production. The first is about what all modes of production have in common with each other; the second, about how they differ” (John Elster, 1986; 104). Karl Marx menawarkan materialisme historis sebagai teori empiris sejarah dan sebagai filsafat spekulatif yang penting sebab memiliki seperangkat macrosociological generalization terkait stabilitas dan perubahan dalam masyarakat. Konsep ini dapat digunakan untuk menafsirkan semua peristiwa sejarah sehingga berkemampuan untuk meramalkan akhirnya. “Because historical materialism sees the productive forces as enjoying explanatory primacy, it is able to give an answer to the question of why in general different socio-economic formations arise when they do” (Tom Bottomore, 1983: 236). Pentingnya konsep materialisme historis ini juga dikomentari oleh Frans Magnis-Suseno (1999:32) bahwa “Suatu program pendidikan dalam ilmu-ilmu sosial yang tidak memberikan perhatian yang mendalam pada pikiran Karl Marx menurut Frans Magnis-Suseno tidak memadai dijadikan sebuah program formasi tingkat akademisi yang serius”. 21 E. Cara Penelitian 1. Bahan atau Materi Penelitian Model penelitian yang digunakan adalah model penelitian historis faktual mengenai tokoh Karl Marx, oleh karenanya penelitian ini mengutamakan studi pustaka. Adapun pustaka yang digunakan adalah sebagai berikut. a. Sumber Data Primer Sumber data primer penelitian ini adalah naskah-naskah meliputi karya original Karl Marx di bidang filsafat, khususnya filsafat sejarah yang berkaitan dengan konsep materialisme historis, di antaranya: 1) The Poverty of Philosophy 2) The German Ideology (Include Theses On Feurbach and The Introduction to the Critique of Political Economy) 3) Grundrisse (Outline of Critique of Political Economy) 4) Economic-philosophical Manuscript 5) The Holy Family or Critique of Critical Critique, disusun bersama Friedrich Engels b. Sumber Data Sekunder Sumber data sekunder penelitian ini terbagi atas dua, yakni naskahnaskah yang ditulis oleh pengarang lain mengenai pemikiran Karl Marx dan naskah-naskah yang membahas arah perkembangan masyarakat diantaranya: sehingga mewujudkan arsitektur pemerintahan, 22 1) Buku berjudul The Social and Political Thought of Karl Marx Cambridge University Press oleh Sholomo Avineri tahun 1986. 2) Reflection On Marxist Theory and History ditulis oleh Paul Blackledge tahun 2006, Manchester: Manchester University Press 3) Buku berjudul Marxism and Philosophy tahun 2008 oleh Karl Korsch, Monthly Riview Press 4) Buku berjudul Ontology of Social Being; Marx's Basic Ontological Principles Volume 2, Merlin Press oleh Georg Lukács tahun 1978. 5) Ellen Meiksins Wood dengan buku berjudul Democrasy against Capitalism; Renewing Historical Materialism tahun 1995 6) Tom Rocmore dengan buku berjudul Marx After Marxism; The Philosophy Of Karl Marx, Wiley Blackwell tahun 2002. 7) Ellen Meiksins Wood dengan buku berjudul A Social History of Western Political Thought from Antyquity to the Late Middle Ages Verso tahun 2008. 8) Ellen Meiksins dngan buku berjudul A Social History of Western Political Thought from the Renaissance to Enlightenment-Verso tahun 2012. 9) Karl Marx‟s Theory Of Revolution Vol I (1977), II (1978), III (1986) ditulis oleh Hal Dreper 10) Karl Marx and The Intellectual Origins Of Dialectical Materialism, Palgrave McMillan tahun 1996 ditulis oleh James D. White 23 11) The World Of Nation A Study Of The National Implications in The Work Of Karl Marx, Columbia University Press, tahun 1941 yang ditulis oleh Solomon Frank Boom. 12) The Marx Dictionary, Continuum International Publishing oleh Ian Fraser dan Lawrence Wilde tahun 2011 13) Karl Marx: A Biography, Macmillan General Books oleh David McLellan tahun 1973. 14) Karl Marx and The Contemporary Philosophy, Palgrave Macmillan, tahun 2009 ditulis oleh Andrew Chitty dan Martin McIvor. 15) Karl Marx His Life and Environment (Biografi Karl Marx) ditulis oleh Isaiah Berlin tahun 1963, New York: Oxford University Press 16) Karl Marx's Grundrisse; Foundations of The Critique of Political Economy 150 Years Later, Routledge oleh Marcello Musto tahun 2008. 17) Antonio Gramsci; Beyond Marxism and Postmodernism – Routledge (Critics of the Twentieth Century), Renate Holub tahun 1992. 18) The Open Society and its Enemies; The High Tide of Prophecy Hegel, Marx and the Aftermath Vol. 2 oleh Karl Popper tahun 1947. 24 19) Buku berjudul The Logic Of Marx oleh Jindrich Zeleny diterjemahkan oleh Oey Hay Djoen berjudul Logika Marx tahun 2007, Oey‟s Renaissance. 20) Buku berjudul An Intoduction to Karl Marx, ditulis oleh Jon Elster. Terbit pada tahun 1986, Cambridge University Press. 21) Buku Berjudul Pemikiran Karl Marx; dari Sosialisme Utopis hingga ke Perselisihan Revisionisme oleh Magnis Suseno tahun 1999, PT Gramedia Pustaka Utama. 22) Buku berjudul Karl Marx, Antropologist tahun 2009 oleh Thomas C. Patterson, Orford International Publisher, Ltd. 23) Buku berjudul Psikoanalisis, Tentang Cultural Ideologi: Studies Marxisme terbit tahun Strukturalis, 2008 yang diterjemahkan oleh Olsy Vinoli Arnof dari tulisan Louis Althusser Essay On Ideology, Verso, London: 1984. 24) Buku berjudul Jaring Jaring Pemerintahan I, judul asli The Web of Government ditulis oleh Mc Iver terj. Laila Hasyim 25) The Constitutions of Society: The Outline of the Theory of Structuration (Konstitusi Masyarakat: Garis Besar Teori Strukturasi untuk Analisis Sosial) UK: Politi Press Cambridge oleh Antony Giddens. 26) Kybernologi, Sebuah Rekonstruksi Ilmu Pemerintahan ditulis oleh Prof. Dr. Taliziduhu Ndraha, tahun 2005. 25 27) Disertasi berjudul Georg Lukács‟ Marxism Alienation, Dialectics, Revolutio: A Study in Utopia and Ideology, Springer Netherlands oleh Victor Zitta tahun 1964. c. Sumber Data Penunjang Naskah-naskah yang menunjang penelitian meliputi filsafat secara umum, filsafat sejarah, kamus filsafat, dan refrensi lainnya yang mendukung. 2. Jalannya Penelitian Penelitian ini dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut: a. Pengumpulan data, yakni menginventarisasi sumber data primer dan sumber data sekunder penelitian b. Klasifikasi data, yakni mengelompokkan karya-karya pokok Marx, karya-karya sekunder yang membahas pemikiran Marx, dan karyakarya pokok terkait filsafat umum, metodologi serta filsafat sejarah yang berkaitan dengan konsep materialisme historis. c. Analisis data, yakni data yang telah dikelompokkan dianalisis dengan menggunakan konsep materialism historis Karl Marx d. Interpretasi data, yakni memahami secara mendalam naskah dan buku yang memuat konsep filsafat sejarah Marx untuk menangkap makna khasnya, juga memahami naskah dan buku terkait arsitektural pemerintahan untuk memahaminya secara mendalam dan komprehensif. 26 Analisis hasil dilakukan dengan metode hermeneutika filsafat dengan unsur metodis sebagai berikut. a. Deskripsi yakni menguraikan makna realitas arsitektur pemerintahan dari sudut pandang konsep materialisme historis. b. Induksi dan Deduksi yakni mempelajari secara kritis naskah atau buku yang berisikan konsepsi Marxisme tentang Sejarah dan menjadikannya sebagai objek formal untuk menganalisis naskah atau buku tentang arsitektural pemerintahan c. Analisis-Sintesis Analisis-sintesis terhadap unsur-unsur yang diperoleh dari kedua unsur metodis metode sebelumnya untuk menguraikan pola hubungan atau keterkaitan objek formal dengan objek material. d. Heuristika, bahwa berdasarkan seluruh uraian terkait filsafat sejarah Karl Marx, dicoba untuk merumuskan pemahaman baru tentang pandangan konsepsi Marx dalam evolusi struktur pemerintahan. e. Refleksi Kritis Refleksi kritis dilakukan dalam memaknai pemikiran Karl Marx terhadap perkembangan arsitektural pemerintahan sehingga dapat memahami relevansi pemikiran Karl Marx dalam arsitektural pemerintahan Indonesia 27 F. Sistematika Penulisan Bab I merupakan pendahuluan yang terdiri atas latar belakang masalah yang meliputi rumusan masalah, keaslian penelitian, manfaat penelitian. Pendahuluan juga berisi tujuan penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, cara penelitian, dan sistematika penulisan. Bab II berisi pemaparan objek formal yaitu filsafat materialisme historis Karl Marx. Bab ini membahas mengenai riwayat singkat hidup Karl Marx; pemikiran yang memengaruhi Karl Marx yakni secara khusus genealogi konsep materialisme historis. Dalam bab ini juga dicantumkan dan karya karya Karl Marx dalam bidang ekonomi, politik dan filsafat. Bab III berisi tentang deskripsi objek material penelitian yakni arsitektural pemerintahan. Bab Arsitektural Pemerintahan ini terdiri atas Landasan Pemikiran gagasan Arsitektural Pemerintahan; Munculnya Pemerintahan; Dasar-Dasar Kewenangan; Bentuk-Bentuk Pemerintahan; dan Riwayat Arsitektural Pemerintahan Negara-Negara di Dunia. Bab IV merupakan bagian yang berisi analisis kajian teori filsafat sejarah Karl Marx dalam arsitektur pemerintahan menguraikan tentang analisia konsep materialisme historis dalam arsitektural pemerintahan. Pada bab ini dipaparkan Substansi Pemerintahan menurut Karl Marx; Arsitektural Pemerintahan menurut Karl Marx, dan Arsitektural Pemerintahan dalam Pandangan Marxisme yang ditinjau dari perspektif Filsafat Sejarah. 28 Bab V merupakan bab penutup yang berisi kesimpulan penelitian dan saran bagi peneliti filsafat sejarah dan peneliti selanjutnya.