(Pedoman LTA) Nifas Post SC + PEB

advertisement
2.2 Konsep Dasar Asuhan Kebidanan Ibu Nifas Post SC + PEB
1) Pengkajian
a. Data Subjektif

Usia
: Wanita berusia diatas 35 tahun mempunyai risiko sangat
tinggi terhadap terjadinya preeklampsia. Menurut Spellacy (1986)
yang dikutip Cunningham (2005) insiden hipertensi karena kehamilan
meningkat 3 kali lipat pada wanita diatas 40 tahun dibandingkan
dengan wanita yang berusia 20 - 30 tahun.

Keluhan : Nyeri di sekitar area jahitan operasi (Anwar, 2011). Pada
pasien dengan PEB keluhan utama berupa pusing, nyeri epigastrium,
mata kabur (biasanya dibawah tulang rusuk), mual dan muntah
(Mayo,2012).

Riwayat Obstetri :
- Primigravida : Wanita nulipara memiliki risiko lebih besar (7
sampai 10 persen) jika dibandingkan dengan wanita multipara
(Leveno, 2009). Preeklampsia seringkali terjadi pada kehamilan
pertama, terutama pada ibu yang berusia belasan tahun. Selain itu
juga sering terjadi pada wanita yang hamil dengan pasangan baru.
Menurut Robillard et al, 1994 dalam Fraser (2009), tingginya
insiden penyakit hipertensi pada primigravida, menurunnya
prevalensi setelah pajanan jangka panjang terhadap sperma
paternal, menjadi data yang mendukung respon imun. Manuaba,
2007 menambahkan kejadian preeklampsia pada kehamilan
primigravida
sekitar
7-12%
sedangkan
pada
kehamilan
multigravida preeklampsia terjadi sekitar 5,5-8%
- Kehamilan multiple atau bayi besar (hiperplasintosis)
- Riwayat preeklamsia pada kehamilan sebelumnya

Riwayat Persalinan Saat ini : Persalinan dengan seksio cesarean
(SC). Jika ibu telah menjalani persalinan seksio saesaria maka dapat
meningkatkan kejadian prreklampsia postpartum (Mayo,2012)

Riwayat Penyakit Pasien : Adanya proses penyakit kronis: diabetes
mellitus, hipertensi kronik, penyakit ginjal, penyakit pembuluh darah,
lupus eritematosus sistemik. Menurut Chesley (1985) yang dikutip
oleh Cunningham (2005) preeklampsia juga terjadi pada multipara
yang menderita penyakit vaskuler, termasuk hipertensi essensial yang
kronis dan diabetes mellitus, atau dengan penyakit ginjal.

Riwayat Kesehatan Keluarga : Riwayat keluarga dengan pre
eklampsia atau eklampsia (khususnya ibu atau saudara wanitanya).
Adanya faktor keturunan dan familial dengan model gen tunggal.
Genotip ibu lebih menentukan terjadinya hipertensi dalam kehamilan.
Telah terbukti bahwa pada ibu yang mengalami preeklampsia, 26 %
anak wanitanya akan mengalami preeklampsia pula, sedangkan hanya
8 % anak menantu mengalami preeklampsia (Angsar MD dalam
Saifuddin, 2008).
b. Data Objektif

Berat Badan : Robets dan Redman, 1993 dalam Fraser (2009),
menyebutkan bahwa peningkatan berat badan dapat diperlukan
untuk memantau perkembangan preeklampsia dalam kaitannya
dengan parameter lain. Dan BMI atau Indeks massa tubuh awal
berguna sebagai prediktor hipertensi pada kehamilan, karena angka
BMI biasanya lebih tinggi pada ibu yang menderita hipertensi.

Tekanan Darah : Tekanan darah tinggi (hipertensi), yaitu tekanan
darah 140/90 mmHg atau lebih.

Pemeriksaan Fisik:
-
Wajah : terdapat oedema pada kelopak mata dan wajah
-
Dada : Krepitasi merupakan adanya oedema pada paru
-
Payudara : Umumnya kolostrum sudah diproduksi dan dapat
dikeluarkan
-
Abdomen/uterus : Terdapat jahitan sectio caesarea. Involusi
uterus pada persalinan dengan SC lebih lambat daripada
persalinan normal (Medforth, 2011). Atonia uteri merupakan
komplikasi dari PEB
-
Ekstremitas : oedema jari tangan dan tungkai merupakan gejala
dari PEB (Manuaba, 2010).
-
Genitalia : Terdapat pengeluaran lokhea rubra (berwarna
merah) yang menetap selama 3 hari.
-
Pengeluaran urine: jumalh produksi urine ≤500 cc/24 jam
merupakan tanda PEB (Manuaba,2010).
c. Data Penunjang
 Urine : protein urin pada PEB bersifat (+), kadar protein urine > 5
gr/24 jam atau +2 pada pemeriksaan kualitatif.
Oliguria
(≤500cc/24 jam) merupakan tanda PEB (Manuaba,2010).
 Darah : tromositopeni berat: <100.000 sel/mm3 merupakan tanda
Sindroma HELLP. Terjadi peningkatan hematokrit.
2) Identifikasi Diagnosa dan Masalah
 Diagnosa Aktual : PAPAH Post SC + PEB hari ke....
 Masalah : Nyeri di sekitar area jahitan operasi ,pusing, nyeri
epigastrium, mata kabur (biasanya dibawah tulang rusuk), mual dan
muntah
3) Identifikasi Diagnosa dan Masalah Potensial
 Diagnosa Potensial PEB : Eklamsia, Edema paru, Sindrom HELLP,
Stroke, Edema Paru, Tromboembolisme
 Diagnosa Potensial SC : Infeksi Puerperalis, HPP
4) Identifikasi Kebutuhan Segera
Mencakup tindakan segera untuk menangani kegawatdaruratan, diagnosa
potensial atau masalah potensial.
5) Perencanaan
1. Jalin hubungan terapeutik dengan ibu dan keluarga.
R/ hubungan terapeutik yang terjalin melalui komunikasi terapeutik akan
dapat meningkatkan kesembuhan atas masalah yang dihadapi.
2. Jelaskan hasil pemeriksaan pada klien dan keluarga.
R/ hak-hak pasiendan keluarga untuk memperoleh Informasi kondisi
dirinya, dan diharapkan mengoptimalkan asuhan yang diberikan
3. Jelaskan mengenai masalah yang dialami klien, mengenai:
a. Nyeri luka jahitan operasi. Jelaskan pada ibu bahwa nyeri yang
dirasakan adalah hal yang wajar dan membutuhkan waktu untuk
proses penyembuhan, serta membantu ibu untuk melakukan mobilisasi
dini miring kiri dan kanan untuk mempercepat pemulihan luka.
b. Masalah yang berkaitan dengan PEB yang dialaminya
R/ Agar ibu nifas dapat memahami penyebab permasalahan yang ia
alami dan mampu untuk mengatasinya.
4. Ajarkan ibu teknik mengurangi rasa nyeri karena jahitan operasi
(relaksasi,distraksi)
R/ Mengurangi masalah nyeri luka jahita operasi
5. Observasi tanda-tanda vital dan menanyakan keluhan ibu.
R/ tanda-tanda vital merupakan salah satu indikator untuk mengetahui
keadaan ibu, dan keluhan yang dirasakan merupakan petunjuk adanya
masalah kesehatan yang dialami ibu.
6. Observasi TFU, kontraksi uterus, luka operasi dan pengeluaran lokea.
R/ :
a.
TFU merupakan salah satu indikator untuk mengetahui bahwa proses
involusio berlangsung normal.
b.
Dengan mengobservasi kontraksi uterus dapat mengetahui apakah
uterus berkontraksi dengan baik atau tidak, karena apabila uterus
kurang
berkontraksi
akan
menyebabkan
perdarahan
dan
memperlambat proses involusi.
c.
Rembesan darah pada luka operasi merupakan tanda-tanda internal
bleeding
d.
Perubahan warna, bau, jumlah dan perpanjangan lokea merupakan
petunjuk terjadinya infeksi yang disebabkan oleh involusi yang
kurang baik.
7. Bantu ibu untuk mobilisasi secara bertahap mulai miring kanan dan kiri,
duduk, berdiri dan jalan
R/ dengan mobilisasi lokea akan keluar dengan lancar dan mencegah
terjadinya perdarahan serta mempercepat proses involusi uterus, dan
mempercepat proses penyembuhan luka.
8. Bantu pemenuhan kebutuhan hidrasi (Minum sedikit-sedikit) dan nutrisi
bertahap (makanan halus, lunak dan biasa/TKTPRG).
R/ Bila kebutuhan nutrisi ibu terpenuhi maka ibu akan tetap mempunyai
tenaga dan untuk proses laktasi
9. Bantu ibu untuk personal hygiene (menyeka ibu)
R/ personal hygiene sangat penting pada ibu nifas untuk mencegah
terjadinya infeksi
10. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian terapi analgesik, antibiotik,
penambah darahdan obat untuk mengatasi PEB
R/ Antibiotik diberikan untuk mencegah infeksi, dan analgesik untuk
penghilang rasa nyeri, tablet tambah darah untuk mencegah anemia.
Umumnya pada pasien PEB diberika obat antihipertensi dan obat untuk
antikejang (MgSO4)
11. Berikan dukungan psikologi kepada ibu dalam menghadapi perubahan
fisik, psikologis, dan peran sosial yang dialaminya.
R/ Pemberian dukungan psikologi akan dapat membantu ibu dan
keluarga dalam menghadapi perubahan fisik, psikologis, dan peran sosial
di masyarakat.
12. Berikan Health Education mengenai kebutuhan masa nifas:
a. Perubahan fisiologis masa nifas. Beritahukan kepada ibu mengenai
proses kembalinya uterus ke keadaan
semula sebelum hamil,
aktifitas pencernaan yang bisa menurun, perubahan pada perineum
dan vagina serta payudara.
R/ Agar ibu nifas dapat memahami perubahan- perubahan fisiologi
yang akan ia alami dan mampu untuk mempersiapkan diri.
b. Mobilisasi. Anjurkan ibu untuk melakukan mobilisasi dini atau
beraktivitas ringan
R/ Mobilisasi untuk melancarkan pengeluaran lochea, mengurangi
infeksi
puerperium,
mempercepat
involusi
alat
kandungan,
melancarkan fungsi alat pencernaan, dan alat perkemihan
c. Gizi. Anjurkan ibu untuk makan dengan menu seimbang dan minum
cukup cairan untuk pemulihan kondisi setelah melahirkan.
R/ Ibu nifas memerlukan penambahan kalori sebanyak 500 kkal tiap
hari dan untuk kebutuhan cairannya, ibu harus minum air sesuai
petunjuk dokter setiap hari.
d. Miksi dan buang air besar. Anjurkan ibu untuk tidak menahan
kencing dan makan makanan yang berserat bila ada keluhan sulit
buang air besar.
R/ Menahan buang air kecil akan menyebabkan terjadinya
bendungan air seni dan gangguan kontraksi rahim sehingga
pengeluaran cairan vagina tidak lancar.
e. Personal hygiene. Anjurkan ibu untuk tetap menjaga kebersihan diri
terutama kebersihan payudara dan luka jahitan perineum dengan cara
dibersihkan dengan air dan dikeringkan
R/ Kebersihan diri selain dapat mencegah infeksi tubuh terutama
genitalia juga dapat memberikan perasaan tenang dan senang pada
ibu nifas.
f. Perawatan payudara. Ajarkan ibu cara melakukan perawatan
payudara dengan benar serta menganjurkan ibu untuk menampung
ASInya untuk diberikan pada bayinya serta mencegah terjadinya
payudara bengkak.
R/ Perawatan payudara bertujuan untuk meningkatkan produksi ASI
dengan merangsang kelenjar-kelenjar air susu melalui pemijatan
selain untuk mencegah terjadinya bendungan ASI/ pembengkakan
payudara.
13. Berikan HE (Health Education) tentang pentingnya ASI eksklusif 6
bulan bagi bayi dan ibu, serta memberikan bimbingan dan pengarahan
kepada ibu tentang cara menyusui yang benar.
R/ Agar ibu dapat mengetahui pentingnya pemberian ASI eksklusif 6
bulan, serta dapat menyusui bayinya dengan baik dan benar, sehingga
dapat meningkatkan keberhasilan upaya ASI eksklusif 6 bulan.
14. Jelaskan kepada ibu cara perawatan bayi sehari-hari di rumah, meliputi
cara memandikan bayi, memakaikan baju, membersihkan genetalia bayi,
merawat tali pusat, pemberian nutrisi, dan hal apa saja yang boleh dan
tidak boleh dilakukan dalam merawat bayi.
R/ ibu dapat merawat bayi secara mandiri dengan baik dan benar.
Cara perawatan tali pusat yaitu mempertahankan tali pusat tetap kering,
membersihkan tali pusat dengan air saja, melaporkan setiap bau, pus,
atau kemerahan yang meluas sampai abdomen, dan cuci tangan sebelum
merawat.
15. Jelaskan pada ibu kapan kunjungan ulang.
R/ Kunjungan ulang diperlukan untuk memantau keadaan ibu dan
bayinya serta memastikan kebutuhan ibu dan bayi terpenuhi.
6) Pelaksanaan
Pelaksanaan asuhan kebidanan dilakukan berdasarkan perencanaan yang telah
disusun sebelumnya dengan harapan mencapai tujuan sesuai kriteria yang telah
ditetapkan.
7) Evaluasi
Dilakukan untuk menilai apakah asuhan kebidanan yang diberikan memberikan
hasil yang signifikan. Hasil evaluasi dituangkan dalam catatan perkembangan.
Download