BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap hari kita dapat melihat banyak benda di sekeliling, mengenali dan kemudian mengidentifikasinya. Manusia mampu mengenali objek yang familiar disekitarnya, itu sebabnya mengapa manusia dapat mengenali sahabat, orangtua, paman, bibi ataupun orang-orang yang ada di sekitarnya. Hal-hal tersebut bisa dilakukan karena manusia memiliki kemampuan yang disebut dengan pengenalan pola. Pengenalan pola adalah komposisi kompleks dari stimulus sensori yang di ketahui seseorang sebagai bagian dari objek. Pengenalan pola dan kemampuan mengenali objek dapat terjadi dengan langsung, tanpa usaha dan biasanya terjadi secara cepat. Kemudian bagaimana hal tersebut bisa terjadi. Penelitian mengenai pengenalan pola (Pattern Recognition) merupakan kajian utama mengenai bagaimana orang mengidentifikasi objek-objek yang ada di lingkungannya. Kemampuan kita untuk mengenali pola akan terlihat mengesankan jika kita berhenti untuk menyadari seberapa banyak variasi yang ada pada contoh yang berbeda-beda dari pola yang sama. Misalnya, tiap huruf dari alfabeth merupakan salah satu contoh pola. Contohnya, beragam jenis tulisan tangan. Jelas bahwa tidak semua orang memiliki jenis tulisan tangan yang sama dan beberapa tulisan tangan lebih sulit dibaca daripada yang lainnya. Namun, meskipun tulisan tersebut sulit untuk dibaca (kurang jelas), biasanya kita masih dapat membacanya. Hal ini merupakan proses pengenalan kata. Pattern recognition merupakan identifikasi dari penyusunan stimuli sensori penginderaan yang kompleks yang dapat dikenali oleh manusia sebagai pengamat sebagai suatu kelompok objek. Ketika kamu mengenali sebuah pola, proses sensori mengirimkan dan mengorganisasikan informasi mentah yang disediakan oleh reseptor sensori dan kamu akan membandingkan stimuli sensori dengan informasi pada penyimpanan memori lain. Pengenalan pola merupakan proses pengenalan kembali terhadap pola yang pernah dikenal. Oleh karena itu, jika kita melihat wajah teman kita atau mendengar lagu Iwan Fals, kita dapat Aisah_1 mengenal masing-masing persepsi tersebut sebagai sesuatu yang sebelumnya telah dialami. Pengenalan pola (pattern recognition) merupakan proses yang menjembatani antara proses deteksi sinyal penginderaan yang sederhana (yang cenderung data driven) dengan persepsi terhadap pola-pola yang kompleks (yang cenderung conceptually driven). Pemrosesan data driven dimulai dengan datangnya data penginderaan. Sedangkan dalam conceptually driven pemrosesan informasi dimulai dengan pembentukan konsep atau harapan individu tentang informasi yang mungkin dijumpainya. Kemampuan untuk mengenal pola dari informasi penginderaan merupakan ciri khas yang spektakuler pada manusia dan binatang. Kemampuan ini memungkinkan kita untuk mengenal teman lama diantara banyaknya manusia. Kita juga bisa mengenal suatu lagu hanya dengan mendengar beberapa not dari lagu tersebut. Dengan mata terpejam pun kita bisa menebak dengan benar bunga melati dari aroma yang kita cium. B. Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana proses menggambarkan pola? 2. Bagaimana tahap pemrosesan informasi? 3. Bagaimana prose pengenalan kata? Aisah_2 BAB II PEMBAHASAN A. Menggambarkan Pola Memori jangka panjang kita berisi gambaran-gambaran dari berbagai macam pola. Ketika kita mendengar atau melihat suatu pola, kita membentuk suatu gambaran mengenai pola tersebut dan membandingkannya dengan gambaran pola-pola yang sebelumnya tersimpan dalam LTM kita. Kita mampu untuk mengenali pola jika gambarannya berhubungan dekat dengan gambaran yang sebelumnya sudah tersimpan dalam LTM kita. 1. Teori Template Teori template mengusulkan bahwa pola- pola tidak diuraikan semua. Template adalah suatu kesatuan yang holistik atau tidak dapat dianalisis yang kita bandingkan dengan pola lainnya dengan menukur seberapa banyak kedua pola dapat dicocokkan atau saling melengkapi. Template yaitu pola yang tidak dianalisis yang dicocokkan dengan pola alternatif dengan menggunakan kecepatan kelengkapan sebagai ukuran kesamaan. Teori template menyatakan bahwa orang membandingkan dua pola dengan cara mengukur derajat kecocokannya. Sebuah teori tentang cara otak mengenali pola dan objek disebut teori pencocokan template (template matching). Pencocokan template adalah identifikasi visual terhadap suatu bentuk seperti bentuk geometrik terjadi seperti energi cahaya yang dipantulkan oleh bentuk tersebut diterima retina dan ditransduksi ke energi neutral, yang dikirim ke otak. Otak melakukan pencarian dalam arsip template untuk mencari template yang cocok dengan pola neutral yang diterima. Jika otak menemukan sebuah template yang cocok dengan pola neutral tersebut, maka orang akan mengenali apa yang dilihatnya. Setelah pencocokan antara bentuk dan templatenya telah dilakukan, pemrosesan dan interpretasi lebih lanjut terhadap bentuk dapat dilakukan. Jika teori pencocokan template benar sebagai implikasinya otak harus menyimpan jutaan template bahkan lebih hampir tidak terhitung agar otak dapat Aisah_3 mengenali setiap variasi bentuk geometrik yang kita lihat. Kemudahan kita dalam mengidentifikasi pola-pola visual dalam kehidupan sehari-hari mungkin menyebabkan kita berpikir bahwa proses tersebut adalah proses sederhana namun tatkala kita berusaha menduplikasi pengenalan pola secara artifisial ternyata sulitnya. Sebagai contoh pengenalan terhadap huruf dan perkembangan pengenalan terhadap kata. Meskipun kita mungkin memerlukan proses belajar beberapa tahun untuk menjadi seorang pembaca yang terlatih begitu kita telah menguasai cara mengenali identifikasi ortografis yang meyusun suatu kata kita dapat seketika mengenali kata tersebut dalam beragam konteks mengucapkan kata tersebut dan mengingat maknanya. Terdapat sejumlah masalah ketika kita menggunakan kecepatan kelengkapan sebagai sebuah ukuran dari pengenalan pola, yaitu : a) Perbandingan mensyaratkan template berada dalam posisi yang sama, orientasi yang sama, dan memiliki ukuran yang sama pula dengan pola-pola yang sedang kita coba identifikasi. b) Banyaknya keragaman pola, akan sulit untuk membangun sebuah template untuk masing-masing huruf yang akan cocok dengan semua jenis huruf yang berbeda – beda. Contohnya tulisan tangan setiap orang berbeda-beda. c) Teori template tidak menunjukkan bagaimana dua template dibedakan. d) Teori template tidak memberikan deskripsi alterative dari sebuah pola. Teori pencocokan template sebagai sebuah teori pengenalan pola memiliki kelebihan dan kelemahan. Kelebihannya agar kita mampu mengenali suatu bentuk, suatu huruf, atau suatu wujud visual, otak perlu melakukan pembandingan stimuli visual tersebut dengan suatu bentuk internal yang tersimpan dalam memori. Untuk mengenali objek yang berada di realitas eksternal, otak perlu menemukan memori tentang objek pembanding dalam memori jangka panjang. Sebagai contoh, pengenalan terhadap huruf dan perkembangan pengenalan terhadap kata. Meskipun kita mungkin memerlukan proses belajar beberapa tahun untuk menjadi seorang pembaca yang terlatih, begitu kita telah menguasai cara mengenali identifikasi ortografis yang menyusun suatu kata kita dapat seketika Aisah_4 mengenal kata tersebut dalam beragam konteks mengucapkan kata tersebut dan mengingat maknanya. Dalam pencocokan template, jika konfigurasi visual sesuai dengan representasi memori, maka informasi (dalam lingkup pengenalan pola) akan dillepaskan. Kelemahan teori tersebut ialah suatu interpretasi harfiah dari teori pencocokan template akan menghadapi suatu kesulitan. Sebagai contoh, jika pengenalan terhadap objek hanya terjadi ketika objek eksternal diidentifikasi 1:1 persis sama dengan representasi internal, maka jika terdapat sedikit perbedaan antara objek eksternal dengan template internal seharusnya objek tersebut tidak dapat dikenali. 2. Teori Ciri Teori ciri (feature theory) memungkinkan kita untuk menggambarkan sebuah pola dengan membuat daftar bagian-bagiannya atau ciri-cirinya. Misalnya, kita mungkin menggambarkan seorang teman dengan gambaran memiliki rambut panjang berwarna pirang, hidung pended an alis mata tebal. Teori ciri tepat sekali untuk menggambarkan perceptual learning (pembelajaran perceptual) dan salah satu diskusi terbaik mengenai teori cirri terdapat dalam Principles of Perceptual Learning and Development dari Gibson (1969). Gibson (1969) mengajukan kriteria berikut sebagai dasar dalam menyeleksi seperangkat ciri dari huruf besar. a. Ciri tersebut haruslah merupakan ciri yang paling penting yang terdapat pada beberapa anggota dari seperangkat ciri tersebut, namun tidak ada pada anggota lainnya, sehingga terlihat berbeda. b. Identifikasi dari ciri tersebut harus tidak berubah-ubah ketika terjadi perubahan kecepatan. c. Ciri tersebut harus menghasilkan pola yang unik untuk setiap huruf. d. Jumlah ciri yang diajukan haruslah sedikit. Gibson menggunakan kriteria, data empiris, dan intuisi ini untuk mendapatkan seperangkat cirri untuk huruf besar. Ciri tersebut tidak hanya terdiri Aisah_5 atas garis yang berbeda dan bergelombang. Namun, juga meliputi beberapa karakteristik umum pola, seperti kesimetrisan dan kedekatan. Sebuah rangkaian ciri umumnya dievaluasi dengan menentukan seberapa baik rangkaian ciri tersebut dapat memprediksi kebingungan perceptual (perceptual confusion) karena item-item yang membingungkan memiliki banyak ciri yang sama. Kebingungan perceptual adalah suatu ukuran frekuensi di mana dua pola salah diidentifikasi satu sama lain. Misalnya perbedaan ciri huruf P dan R adalah adanya garis diagonal pada huruf R sehingga kedua huruf ini akan membingungkan. Sedangkan huruf R dan O berbeda dalam 5 ciri sehingga keduanya jarang menimbukan kebingungan. Ciri Pembeda yaitu ciri yang tampil dalam sebuah pola, namun tidak ada pada pola lainnya, sehingga membantu seseorang untuk membedakan dua pola. Anak-anak belajar untuk mengidentifikasi sebuah objek dengan mengidentifikasi perbedaan antara objek tersebut dengan objek-objek lainnya. Misalnya, ketika pertama kali menghadapi huruf E dan F, anak-anak mungkin tidak menyadari bagaimana kedua huruf tersebut berbeda. Belajar untuk membedakan keduanya tergantung pada apakah mereka dapat menemukan bahwa sebuah garis horizontal pendek terdapat pada huruf E, namun tidak ditemukan pada F. Garis horizontal pendek adalah sebuah ciri pembeda yang membedakan antara E dengan F, yang membuat kita dapat membedakan pola satu dengan yang lainnya. 3. Teori Struktural Teori struktural (structural theory) yaitu suatu teori yang menentukan bagaimana ciri dari sebuah pola bergabung dengan ciri lain dari pola tersebut. Glowes (1969) menggunakan contoh gambar pola ambigu, sebagai contoh mengapa teori struktural sering kali bersifat penting untuk menghasilkan gambaran yang lebih kuat dari pola-pola. Menghayati pola sebagai ikan pari mengharuskan kita mengelompokkan garis-garis yang berdekatan : garis a dengan garis d (membentuk kepala) dan garis b dengan c (membentuk ekor). Menghayati pola sebagai layar membuat kita mengelompokka garis yang berlawanan : garis a dengan garis c (atas dan bawah) dan garis b dengan garis d (sisi daripada layar). Aisah_6 Teori struktural dibangun berdasarkan teori ciri. Sebelum kita dapat menetapkan hubungan antarciri., kita harus menetapkan ciri tersebut terlebih dahulu. Teori struktural memungkinkan kita untuk menetapkan bagaimana dua ciri saling cocok. Misalnya, huruf H terdiri atas dua garis vertical dan sebuah garis horizontal. Akan tetapi, kita tidak dapat membedakan pola dari dua garis vertikal dan sebuah garis horizontal. Apa yang dibutuhkan disini adalah spesifikasi yang tepat mengenai bagaimana garis-garis tersebut bersatu. Huruf H terdiri dari garis vertikal yang dihubungkan oleh garis horizontal pada bagian tengahnya. Model komponen dari Biederman, sebagaimana ciri-ciri huruf, komponenkomponen ini juga dapat dikombinasikan dengan berbagai cara untuk menghasilkan objek yang bervariasi. Misalnya cangkir dan ember mengandung dua komponen yang sama dengan susunan yang berbeda. Penelitian mengenai pencarian pola-pola telah menunjukkan bahwa kedua komponen dan hubungan antarkomponen menentukan persepsi akan kesamaan pola (Argiun & Saumier, 2004). Misalnya, tas kantor dan laci adalah sama karena mereka memiliki komponen-kompone yang sama. Meski demikian, tas kantor lebih mirip dengan ember daripada cangkir karena adanya hubungan antarkomponen pegangannya ada di bagian atas baik pada tas kantor ataupun pada ember. Keuntungan dari kemampuan membentuk banyak susunan yang berbeda dari sedikit komponen adalah kita hanya membutuhkan sedikit komponen untuk menggambarkan objek-objek. Biederman (1985) mengatakan bahwa kita hanya membutuhkan sekitar 35 volume sederhana (yang ia sebut dengan geons) untuk menggambarkan objek-objek yang ada di dunia ini. Jika demikian, maka pengenalan pola lebih banyak berisi penggambaran hubungan antarseperangkat komponen yang terbatas ini daripada membedakan ratusan komponen. Satu konsekuensi dari pendapat Biederman adalah penghapusan informasi tentang hubungan ciri-ciri akan mengurangi kemampuan seseorang untuk mengenali pola. Contohnya Biederman menghilangkan 65% kontur dari gambar objek. Seperti gambar dua cangkir berikut. Aisah_7 Gambar kontur yang dihilangkan terpusat pada segmen tengah (objek kiri) dan yang dihilangkan pada puncak kontur (objek sebelah kanan) Pada cangkir sebelah kiri konturnya di hapus dari tengah-tengah segmen, membuat pengamat dapat melihat bagaimana hubungan antarsegmen. Ketika gambar atau objek yang berbeda ditampilkan selama 100 milidetik, subjek dapat menyebutkan 70% objek dengan benar jika segmen di hapus bagian tengah. Namun, jika kontur di hapus bagian atas, subjek hanya dapat menyebutkan kurang dari 50% nama objek yang benar (Biederman, 1985). Merusak informasi yang saling berhubungan menjadi gangguan tersendiri dalam pengenalan objek. B. Tahap Pemrosesan Informasi 1. Teknik Penyebutan Sebagian Dalam memahami bagaimana orang melakukan tugas-tugas pengenalan pola, kita harus mengidentifikasi apa yang terjadi pada masing-masing tahap pemrosesan informasi. Sperling (1960) adalah orang yang pertama-tama mengkonstruksi model awal pemrosesan informasi pada pengenalan objek visual. Subjek pada penelitian Sperling melihat huruf yang diperlihatan dalam waktu yang sangat singkat (biasanya 50 milidetik) melalui sebuah tachistoscope. Subjek kemudian diminta untuk menyebutkan kembali semua huruf yang dapat mereka ingat pada layar. Hasilnya respons-respons ternyata sangat akurat jika layar berisi kurang dari 5 huruf. Akan tetapi, ketika jumlah huruf ditingkatkan, subjek tidak pernah dapat menyebutkan kembali lebih dari rata-rata 4,5 huruf dengan benar, berapapun banyaknya huruf yang ditampilkan di layar. Aisah_8 Masalah umum dalam mengonstruksi model pemrosesan informasi adalah mengidentifikasi penyebab keterbatasan performa dalam pelaksanaan suatu tugas. Sperling kemudian mengubah prosedur dari prosedur penyebutan keseluruhan (menyebutkan semua huruf) menjadi prosedur penyebutan sebagian (hanya menyebutkan beberapa huruf saja). Prosedur penyebutan sebagian merupakan tugas dimana observer hanya diisyaratkan untuk menyebutkan item tertentu dari keseluruhan item yang ditampilkan. Prosedur penyebutan keseluruhan merupakan tugas yang menuntut observer menyebutkan segala item yang dilihat pada tampilan. 2. Model Sperling Seringkali terjadi bahwa apa yang paling diingat dari penelitian seorang ilmuwan bukanlah apa yang sebenarnya ia maksudkan untuk diteliti. Meskipun Sperling mendesain teknik penyebutan sebagian untuk mengurangi adanya syarat memori pada tugas yang ia berikan dan untuk memperoleh pengukuran ‘murni’ mengenai persepsi, penelitiannya tersebut ternyata lebih diingat sebagai penemuan mengenai pentingnya penyimpanan sensori visual. Perkiraan bahwa subjek memersepsi 9 huruf diperoleh ketika nada dibunyikan segera setelah akhir tampilan huruf selama 50 milidetik. Dalam kasus ini subjek dapat menyebutkan dengan benar sekitar tiga perempat dari keseluruhan huruf dan tiga perempat dari 12 adalah 9. Akan tetapi, ketika nada ditunda hingga 1 detik setelah tampilan huruf, performa subjek menurun dengan hanya dapat menyebutkan 4.5 huruf. Dengan demikian, ada penurunan bertahap dari 9 huruf ke 4.5 huruf ketika penundaan bunyi dinaikkan dari 0 hingga 1 detik. Hal yang paling menarik adalah jumlah 4.5 sama persis dengan batas performa pada tugas penyebutan keseluruhan sebagaimana disajikan pada batang hitam. Proses penyebutan sebagian tidak memiliki keuntungan lebih dibandingkan proses penyebutan keseluruhn, seperti saat bunyi nada ditunda hingga 1 detik atau lebih. Untuk menjelaskan penurunan performa secara bertahap ini. Sperling berpendapat bahwa subjek menggunakan penyimpanan sensori visual untuk mengenali huruf-huruf pada baris yang diisyaratkan. Ketika mereka mendengar Aisah_9 bunyi nada, mereka memberikan perhatian secara selektif pada baris yang diisyaratkan tersebut di dalam penyimpanan dan mencoba mengidentifikasi hurufhuruf pada baris tersebut. Keberhasilan mereka memfungsikan bunyi nada tergantung pada kejelasan informasi di dalam penyimpanan sensori mereka. Ketika nada tersebut dibunyikan segera setelah akhir tampilan stimulu, kejelasan tersebut cukup untuk mengenali huruf-huruf tambahan pada baris yang diisyaratkan. Akan tetapi, semakin pudar kejelasan image sensori, maka akan semakin sulit untuk mengenali huruf-huruf tambahan. Pada tahun 1963 Sperling mengajukan model pemrosesan informasi atas perform tugas penyebutan visual dalam penelitiannya. Model tersebut terdiri atas penyimpanan informasi visual, pembacaan sekilas, pengulangan dan penyimpanan informasi auditori. Penyimpanan informasi visual merupakan penyimpanan sensori yang menjaga informasi selama waktu yang singkat dari pecahan detik hingga satu detik. Kecepatan tergantung pada faktor-faktor seperti intensitas, kontras dan durasi stimulus, juga tergantung pada apakah paparan stimulus diikuti dengan paparan kedua. Pengulangan yaitu mengulang informasi verbal untuk menjaga agar informasi tersebut tetap aktif dalam memori jangka pendek atau untuk menerjemahkannya dalam memori jangka panjang. Penyimpanan informasi auditori , dalam model Sperling penyimpanan ini menjaga informasi verbal dalam memori jangka pendek dengan cara melakukan pengulangan. Penyimpanan sensori dari Sperling merupakan bagian dari memori jangka pendek (STM). Sperling merevisi model awalnya pada tahun 1967. Saat itu, bukti-bukti mulai menunjukkan bahwa pola-pola tidak dilihat sekilas pada satu waktu, namun dianalisis secara serempak. Pembedaan antara melakukan satu kerja kognitif pada satu waktu ( pemrosesan seri) seperti mengganti satu kata dalam satu waktu serta melakukan lebih dari satu kerja kognitif pada satu waktu (pemrosesan parallel) seperti melihat pameran seni dan melakukan percakapan. Sperling kemudian memodifikasi gagasannya mengenai kompenen scan (penglihatan sekilas) agar memungkinkan pengenalan pola terjadi serempak terhadap tampilan keseluruhan, Aisah_10 meskipun kecepatan pengenalan pada lokasi tertentu tergantung pada dimana subjek memfokuskan perhatian. 3. Model Rumelhart Pada tahun 1979, Rumelhart mengajukan model matematis yang detail mengenai performa pada tugas pemrosesan informasi yang memiliki jangkauan yang luas, meliputi prosedur penyebutan-penyebutan keseluruhan dan prosedur penyebutan sebagian yang diteliti oleh Sperling. Model Rumelhart dibangun dengan asumsi kunci pada model Sperling, seperti pentingnya penyimpanan informasi visual dan penggunaan scan parallel untuk mengenali pola. Akan tetapi, Rumelhart mendeskripsikan bagaimana pengenalan pola terjadi secara lebih spesifik. Dia berasumsi bahwa pengenalan terjadi dengan mengidentifikasi ciriciri pola. Kecepatan pengenalan pola dalam model Rumelhart dipengaruhi oleh kejelasan informasi dan jumlah item dalam tampilan. Ketika paparan selesai, kejelasan menurun sejalan dengan ausnya penyimpanan informasi visual. Jumlah item pada tampilan memengaruhi kecepatan pengenalan ciri karena model tersebut berasumsi bahwa orang memiliki jumlah perhatian yang terbatas di mana perhatian tersebut dibagi untuk semua item, maka perhatian yang dapat difokuskan pada masing-masing item semakin menurun. Hal ini memperlambat kecepatan pengenalan item-item tertentu. Model Rumelhart menyatakan bahwa orang dapat menyebutkan rata-rata hanya 4.5 huruf pada prosedur penyebutan keseluruhan karena keterbatasan perceptual, bukan keterbatasan memori. Karena jumlah huruf meningkat menjadi 12, seseorang kemudian mencoba mengenali semua huruf secara bersamaan. Namun, kecepatan pengenalan tiap huruf melambat sejalan dengan semakin banyaknya huruf yang ditambahkan pada tampilan. Meskipun ada lebih banyak huruf yang dikenali, namun peningkatan tersebut dikompensasi oleh rendahnya peluang mengenali huruf. Model Rumelhart berasumsi bahwa pada prosedur penyebutan sebagian, observer mencoba untuk mengenali huruf-huruf pada keseluruhan tampilan sebelum mendengar bunyi nada. Kemudian, saat mendengar Aisah_11 bunyi nada, observer hanya memberi perhatian pada baris tertentu tersebut. Kecepatan pengenalan pola lebih tinggi karena sekarang observer harus member perhatian hanya pada 4 huruf bukan 12 huruf. Penelitian terbaru memperkuat asumsi-asumsi tersebut, termasuk asumsi bahwa orang beralih dari melihat keseluruhan tampilan menjadi hanya melihat baris yang diisyaratkan setelah mereka tahu baris mana yang harus disebutkan (Gegenfurtner & Sperling, 1993). Akan tetapi, sebelum menerima isyarat observer terutama memperhatikan baris tengah dan menyebutkn huruf-huruf pada baris ini dengan lebih akurat. Prosedur yang lebih baik untuk menjawab pertanyaan Sperling tetang berapa banyak huruf yang dipersepsi seseorang pada saat dikenai paparan singkat yakni dengan paradigm deteksi yang didesai oleh Ester dan Taylor (1966). Prosedur ini menuntut observer untuk menyebutkan salah satu dari dua target huruf pada tampilan. Misalkan subjek diberi tahu bahwa tampilan akan berisi huruf B atau F dan tugas subjek adalah menyebutkan huruf apa yang ditampilkan. Dalam hal ini hanya ada sedikit tuntutan terhadap kerja memori karena subjek hanya harus menyebutkan satu huruf. Dengan menggunakan persentase percobaan dimana observer menyebutkan huruf dan menebak dengan benar, Estes dan Taylor dapat menghitung rata-rata jumlah huruf yang dipersepsi pada setiap percobaan. C. Pengenalan Kata 1. Efek Superioritas Kata Banyak penelitian mengenai pengenalan pola pada tahun 1970-an berpindah dari cara seseorang mengenali huruf-huruf yang berdiri sendiri-sendiri ke cara seseorang mengenali huruf-huruf dalam kata. Penelitian ini didorong oleh sebuah penemuan yang disebut efek superioritas kata. Hasil penelitian Reicher (1969) yakni disebut efek superioritas kata yang merupakan penemuan bahwa keakuratan dalam mengenali sebuah huruf lebih tinggi manakalah huruf tersebut ada dalam sebuah kata dibandingkan manakalah huruf tersebut tampil sendiri atau pada deretan huruf tanpa kata. Aisah_12 Efek superioritas kata merupakan contoh lain dari pemrosesan top-down. Pemrosesan top-down adalah teori yang mengajukan bahwa pemrosesan pengenalan diawali dengan suatu hipotesis mengenai identitas suatu pola, yang diikuti dengan pengenalan terhadap bagian-bagian tersebut, berdasarkan asumsi yang telah di buat sebelumnya. Kita lihat sebelumnya bagaimana pengetahuan kita tentang kata apa yang cocok untuk konteks verbal tertentu membantu kita mengenali sebuah kata. Efek superioritas kata menunjukkan bagaimana pengetahuan kita tentang kata-kata membantu kita untuk lebuh cepat mengenali huruf-huruf dalam sebuah kata. Dengan demikian, pemrosesan top-down yang didasarkan pada pengetahuan yang tersimpan di LTM dapat membantu pengenalan pola dengan cara yang berbeda. 2. Sebuah Model Efek Superioritas Kata Salah satu tantangan terbesar bagi psikolog yang tertarik dengan pengenalan pola adalah harus menjelaskan alasan terjadinya efek superioritas kata (Pollatsek & Rayner, 1989). Model yang paling berpengaruh adalah model aktivasi interaktif yang diusulkan oleh McClelland dan Rumelhart (1981). Model aktivasi interaktif merupakan sebuah teori yang menyatakan bahwa baik pengetahuan tentang ciri maupun pengetahuan kata keduanya bergabung untuk menyajikan informasi mengenai identitas huruf atau kata. Model ini mengandung beberapa asumsi dasar yang dibangun berdasarkan asumsi-asumsi model Rumelhart sebelumnya tentang pengenalan huruf. Asumsi pertama adalah bahwa persepsi visual melibatkan pemrosesan paralel. Ada dua pengertian berbeda dimana proses terjadi secara paralel. Pemrosesan visual bersifat sangat paralel dan menghasilkan pemrosesan secara bersamaan terhadap empat huruf pada suatu kata yang terdiri atas empat huruf. Asumsi ini sesuai dengan pengamatan paralel dari Sperling dan sesuai dengan model Rumelhart tentang cara seseorang dalam mengenali sederet huruf. Pemrosesan visual juga bersifat parallel dalam pengertian pengenalan terjadi secara bersamaan pada tiga level abstrak yang berbeda. Tiga level tersebut adalah level ciri, level huruf dan level kata. Seperti pada gambar berikut. Aisah_13 Level Ciri Level Huruf Level Kata Gambar tiga level model aktivasi interaktif dengan panah-panah yang mengindikasikan yang mengindikasikan hubungan pendorong dan lingkaran yang mengindikasikan hubungan penghambat. Ada dua jenis hubungan antarlevel yakni hubungan pendorong menyajikan keterangan-keterangan positif dan hubungan penghambat menyajikan keterangan-keterangan negatif mengenai identitas huruf atau kata. Misalnya sebuah garis diagonal merupakan keterangan yang positif untuk huruf K (dan semua huruf yang mengandung garis diagonal) dan menjadi keterangan negative dari huruf D (dan semua huruf yang tidak mengandung garis diagonal) 3. Model jaringan Saraf Model aktivasi interaktif merupakan langkah pertama bagi McCelland dan Rumelhart untuk mengembangkan model jaringan saraf dari kognisi. Mereka mengacu pada model-model sejenis seperti model pemrosesan terdistribusi paralel karena informasi dievaluasi secara paralel dan didistribusikan ke semua jaringan. Dalam pemrosesan terdistribusi paralel, ketika informasi dikumpulkan secara bersamaan dari sumber yang berbeda dan dikombinasikan untuk mencapai keputusan. Model jaringan saraf merupakan sebuah teori yang memakai jaringan saraf sebagai metafora dimana konsep(simpul) dihubungkan ke konsep lainnya melalui hubungan pendorong dan penghambat. McCloskey (1991) berpendapat bahwa untuk dapat menjadi teori yang baik, model jaringan saraf harus merumuskan asumsinya pada level yang lebih abstrak ketimbang simulasi jaringan tertentu. Teoretikus perlu menjelaskan aspek mana dari jaringan yang paling penting bagi teori tersebut dan aspek mana yang paling penting. Menjawab kritik McCloskey (1991) Seidenberg (1993) berpendapat bahwa model jaringan saraf menyajikan kontribusi teoretis dalam dua level. Pada level yang paling umum, model jaringan saraf mengajukan prinsip-prinsip umum Aisah_14 tentang perolehan pengetahuan (seperti bagaimana pengetahuan didistribusikan dan bagaimana pembelajaran terjadi dengan adanya perubahan bobot) yang dapat menyajikan penjelasan karena dapat diterapkan pada banyak situasi yang berbeda. Misalnya Seidenberg menggunakan prinsip yang sama untuk merumuskan model jaringan saraf untuk mempelajari cara mengucapkan kata dan bentuk lampau kata. Aisah_15 BAB III PENUTUP A. SIMPULAN Berdasarkan pembahasan diatas maka kesimpulan dari isi makalah ini adalag sebagai berikut: 1. Pengenalan pola merupakan identifikasi dari penyusunan stimuli sensori penginderaan yang kompleks yang dapat dikenali oleh manusia sebagai pengamat sebagai suatu kelompok objek. Pengenalan pola dan kemampuan mengenali objek dapat terjadi dengan langsung, tanpa usaha dan biasanya terjadi secara cepat. 2. Ada tiga bagian dalam menggambarka pola yaitu teori template, teori cirri dan teori struktural. Teori template menyatakan bahwa orang membandingkan dua pola dengan cara mengukur derajat kecocokannya. Teori ciri (feature theory) memungkinkan kita untuk menggambarkan sebuah pola dengan membuat daftar bagian-bagiannya atau ciri-cirinya. Teori struktural (structural theory) yaitu suatu teori yang menentukan bagaimana ciri dari sebuah pola bergabung dengan ciri lain dari pola tersebut. 3. Tahap pemrosesan informasi terdiri dari teknik penyebutan sebagian, model Sperling dan model Rumelhart. Prosedur penyebutan sebagian merupakan tugas dimana observer hanya diisyaratkan untuk menyebutkan item tertentu dari keseluruhan item yang ditampilkan. Model Sperling terdiri atas penyimpanan informasi visual, pembacaan sekilas, pengulangan dan penyimpanan informasi auditori. Rumelhart mendeskripsikan bagaimana pengenalan pola terjadi secara lebih spesifik. Dia berasumsi bahwa pengenalan terjadi dengan mengidentifikasi ciri-ciri pola. 4. Pengenalan kata terdiri dari efek superioritas kata, sebuah model superioritas kata dan model jaringan saraf. Efek superioritas kata yang merupakan penemuan bahwa keakuratan dalam mengenali sebuah huruf lebih tinggi manakalah huruf tersebut ada dalam sebuah kata dibandingkan manakalah huruf tersebut tampil sendiri atau pada deretan huruf tanpa kata. sebuah model Aisah_16 superioritas kata yakni model aktivasi interaktif merupakan sebuah teori yang menyatakan bahwa baik pengetahuan tentang ciri maupun pengetahuan kata keduanya bergabung untuk menyajikan informasi mengenai identitas huruf atau kata. Model jaringan saraf merupakan sebuah teori yang memakai jaringan saraf sebagai metafora dimana konsep(simpul) dihubungkan ke konsep lainnya melalui hubungan pendorong dan penghambat. B. Saran Saran yang dapat disampaikan penulis adalah sebaiknya materi tentang pengenalan pola lebih mendalam dibahas agar pembaca tidak kesulitan menemukan makna yang terkandung dalam isi bacaan, sehingga dapat memudahkan pemahaman tentang materi pengenalan pola. Aisah_17 DAFTRA PUSTAKA Bimo Walgito. 2004. Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta : Andi Offse. Margaret W. Matlin. 1994. Third EditionCognition. State University of New York. Geneo. Solso, Robert. L., Maclin, Otto. H., & Maclin, M. Kimberly. 2007. Psikologi Kognitif. Jakarta: Erlangga. Stephen K. Reed. Kognisi Teori dan Aplikasi-Cognition Theory and Applications Edisi 7. Jakarta : Salemba Humanika – Cengange Learning. Aisah_18