EFEKTIVITAS KATALIS SEMIKONDUKTOR TiO2 DENGAN PENGEMBAN OKSIDA Ba(OH)2.8H2O PADA FOTODEGRADASI ZAT WARNA REMAZOL YELLOW FG Disusun Oleh : ATIK SRI SUMARSIH NIM. M0303001 SKRIPSI Ditulis dan Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mendapatkan Gelar Sarjana Sains Kimia FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010 i HALAMAN PENGESAHAN Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sebelas Maret Surakarta telah mensahkan skripsi : Atik Sri Sumarsih, NIM M0303001 dengan judul ”Efektivitas Katalis Semikonduktor TiO2 Dengan Pengemban Oksida Ba(OH)2.8H2O Fotodegradasi Zat Warna Remazol Yellow Fg” Pembimbing Drs. Mudjijono, Ph.D. 1. ......................... NIP. 19540418 198601 1 001 Dipertahankan didepan Tim Penguji Skripsi pada : Hari Tanggal : Senin : 8 Februari 2010 Anggota Tim Penguji : 1. Drs. Patiha, M.S 1. .......................... NIP. 19490131 198403 1001 2. Candra Purnawan, M.Si 2. .......................... NIP. 19781228 200501 1001 Ketua Jurusan Kimia Prof. Drs. Sentot Budi Rahardjo, Ph.D. ............................. NIP. 19560507 198601 1001 ii Pada PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul ”EFEKTIVITAS KATALIS SEMIKONDUKTOR TiO2 DENGAN PENGEMBAN OKSIDA Ba(OH)2.8H2O PADA FOTODEGRADASI ZAT WARNA REMAZOL YELLOW FG” adalah benar-benar hasil penelitian saya sendiri dan tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga belum pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Surakarta, Februari 2010 ATIK SRI SUMARSIH iii EFEKTIVITAS KATALIS SEMIKONDUKTOR TiO2 DENGAN PENGEMBAN OKSIDA Ba(OH)2.8H2O PADA FOTODEGRADASI ZAT WARNA REMAZOL YELLOW FG ATIK SRI SUMARSIH Jurusan Kimia, Fakultas MIPA, Universitas Sebelas Maret. ABSTRAK Telah dilakukan penelitian tentang efektivitas katalis semikonduktor TiO2 dengan pengemban oksida Ba(OH)2.8H2O pada fotodegradasi zat warna Remazol Yellow FG dengan sistem mengalir. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pengemban oksida Ba(OH)2.8H2O terhadap efektivitas kinerja katalis semikonduktor TiO2 pada fotodegradasi zat warna Remazol Yellow FG dan membandingkan keefektifan sistem mengalir dan sistem kolam. Metode yang digunakan adalah eksperimen di laboratorium. Fotokatalis dipreparasi dari campuran TiO2 dan Ba(OH)2.8H2O pada temperatur 450 ˚C, kemudian dianalisa menggunakan XRD. Fotodegradasi dilakukan dibawah lampu UV pada panjang gelombang 365 nm pada sistem mengalir, perubahan absorbansi zat warna diamati selama 4 jam dengan selang waktu pengamatan 30 menit selanjutnya hasil sampel tersebut diukur menggunakan spektrofotometer UVVisible pada panjang gelombang 416,5 nm. Konsentrasi Remazol Yellow FG yang digunakan 100 mg/l. Keefektifan diukur dari harga konstanta laju reaksi (k) percobaan eksperimen dan kontrol. Penelitian ini menunjukkan bahwa penambahan Ba(OH)2.8H2O pada TiO2 membentuk senyawa BaTiO3. Konstanta laju reaksi orde 1 dapat dijadikan acuan laju fotodegradasi terkatalisis. Penambahan Ba(OH)2.8H2O tidak mempengaruhi efektivitas TiO2, dengan harga k fotodegradasi order 1 adalah 0,0601 jam-1 dan memberikan lifetime (waktu reaksi sempurna) sebesar 16,64 jam. Dalam beberapa hasil perbandingan harga k yang diperoleh maka penggunaan sistem mengalir tidak lebih efektif. Tapi secara teknik, sistem mengalir lebih efektif dari sistem kolam. Kata kunci : Semikonduktor TiO2, Remazol Yelow FG, BaTiO3, sistem mengalir. iv EFFECTIVITIES OF SEMICONDUCTOR TiO2 CATALYST SUPPORTED BY Ba(OH)2.8H2O OXIDE IN PHOTODEGRADATION OF REMAZOL YELLOW FG DYES ATIK SRI SUMARSIH Department of Chemistry, Mathematic and Science Faculty. Sebelas Maret University ABSTRACT The research of the effectivities of semiconductor TiO2 catalyst supported by Ba(OH)2.8H2O oxide in photodegradation of Remazol Yellow FG dye had been done by using flow system. The purpose of the research was to determine the effect of Ba(OH)2.8H2O oxide on the effectivities of the performance of semiconductor TiO2 catalysts in photodegradation Remazol Yellow FG and to compare the effectivities of the flow and bath system. The method used is an experiment in the laboratory. Photocatalyst prepared from a mixture of TiO2 and Ba(OH)2.8H2O at temperature 450 ˚C, then was monitored by analyzing the X-Ray diffraction. Photodegradation performed under UV light at 365 nm wavelength by flow system, dye absorbance changes was observed for 4 hours by an interval 30 minutes, then the sample was measured using UV-Visible spectrophotometer at wavelength 416.5 nm. Concentration of Remazol Yellow FG dye was used 100 mg/l. Effectiveness is measured by the value reaction rate constant (k) of experiment and controls. The research showed that the addition of Ba(OH)2.8H2O in to TiO2 formed compounds BaTiO3. The 1st order reaction rate constant was used to determine TiO2-Ba(OH)2.8H2O catalyzed photodegradation rate. Addition Ba(OH)2.8H2O not affected the effectiveness of TiO2, with the value of the 1st order reaction constants, k, was 0.0601 h-1 and provide lifetime (a perfect reaction requirement time) of 16.64 hours. In some comparisons the results of k values was showed that the use of flow system is not more effective. But technically flow system more effective than bath system. Key Word : Semiconductor TiO2, Remazol Yelow FG, BaTiO3, flow system. v MOTTO “ Allah tidak akan membebani seseorang melainkan sesuai kesanggupannya. Ia mendapat pahala dari kebajikan yang diusahakannya dan mendapat siksa dari kejahatan yang dikerjakannya ” (Q. S Al Baqarah 286) ” Sesungguhnya sesudah kesulitan ada kemudahan. Maka apabila kamu telah selesai (urusan dunia), bersungguh-sungguhlah (dalam beribadah), dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap ” (Q.S Alam Nasyrah 6-8) ” Sesungguhnya aku adalah orang yang mampu membahagiakan diriku, sekaligus memberikan kebahagiaan kepada orang-orang yang ada di sekitarku” (Abul ’Izz) vi PERSEMBAHAN Karya kecil ini kupersembahan untuk: Bapak dan Ibuku tercinta, yang senantiasa mendo’akan mencurahkan segala kasih sayang, pengorbanan dan semuanya Tanpa kalian, aku bukan apa-apa...... Kakak-kakakku, atas dukungan dan perhatiannya Aditya dan Jovan, kepolosan dan kelucuanmu Menjadikan hari-hari yang ceria Seseorang Yang untuk selamanya...... vii KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Allah SWT atas segala limpahkan nikmat dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi. Sholawat dan salam senantiasa penulis haturkan kepada Rosulullah SAW sebagai pembimbing seluruh umat manusia. Skripsi yang berjudul ”Efektivitas Katalis Semikonduktor TiO2 Dengan Pengemban Oksida Ba(OH)2.8H2O Pada Fotodegradasi Zat Warna Remazol Yellow FG” ini tidak akan selesai tanpa adanya bantuan dari banyak pihak, karena itu penulis menyampaikan terima kasih kepada : 1. Bapak Prof. Drs. Sutarno, MSc. PhD. Selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sebelas Maret. 2. Bapak Prof. Drs. Sentot Budi Rahardjo, PhD, selaku Ketua Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sebelas Maret. 3. Bapak Drs. Mudjijono, PhD, selaku pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan waktu, bimbingan, arahan, dan ilmu yang telah diberikan. 4. Bapak Drs. Pranoto, MSc, selaku Pembimbing Akademis. 5. Bapak Drs. rer.nat. A. Heru Wibowo, M.Si selaku Ketua Sub-Lab Kimia, Laboratorium Pusat MIPA, UNS, beserta teknisi atas bantuannya. 6. Bapak dan Ibu Dosen di Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sebelas Maret Surakarta, atas ilmu yang telah diberikan. 7. Puri A, teman seperjuangan sekaligus teman bercerita. Dan akhirnya kitapun bisa, ayo semangat!!! 8. Teman-teman Kimia angakatan 2003, angkatan 2004, dan adik-adik tingkat, terimakasih untuk bantuan dan dukungannya. 9. SPI dan Wawan, terimakasih atas bantuan dan dukungannya. 10. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu sejak awal penyusunan proposal hingga selesainya skripsi ini. Semoga Allah SWT membalas jerih payah dan pengorbanan yang telah diberikan dengan balasan yang lebih baik. Amin. viii Penulis menyadari bahwa banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran untuk menyempurnakannya. Namun demikian, penulis berharap semoga karya kecil ini bermanfaat bagi pembaca. Surakarta, Februari 2010 Atik Sri Sumarsih ix DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL..................................................................................... i HALAMAN PERSETUJUAN. ..................................................................... ii HALAMAN PERNYATAAN....................................................................... iii HALAMAN ABSTRAK............................................................................... iv HALAMAN ABSTRACT............................................................................. v HALAMAN MOTTO. .................................................................................. vi HALAMAN PERSEMBAHAN. ................................................................... vii HALAMAN KATA PENGANTAR.............................................................. viii DAFTAR ISI. ............................................................................................... x DAFTRA TABEL......................................................................................... xii DAFTAR GAMBAR. ................................................................................... xiii DAFTAR GAMBAR LAMPIRAN. .............................................................. xiv DAFTAR TABEL LAMPIRAN. .................................................................. xv BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1 A. Latar Belakang Masalah. ................................................................... 1 B. Perumusan Masalah........................................................................... 5 1. Identifikasi Masalah.................................................................. 5 2. Batasan Masalah. ...................................................................... 5 3. Rumusan Masalah..................................................................... 6 C. Tujuan Penelitian. ............................................................................. 6 D. Manfaat Penelitian............................................................................. 6 BAB II LANDASAN TEORI. ...................................................................... 7 A. Tinjauan Pustaka. .............................................................................. 7 1. Semikonduktor. ........................................................................ 7 2. Titanium Dioksida (TiO2). ........................................................ 8 3. Degradasi Fotokatalis. .............................................................. 11 4. Kinetika Reaksi degradasi......................................................... 15 5. Barium Karbonat. ..................................................................... 17 x 6. Zat Warna Remazol Yellow FG. ................................................ 18 7. Difraksi Sinar-X. ...................................................................... 20 8. Spektra UV-Vis. ....................................................................... 22 B. Kerangka Pemikiran. ......................................................................... 23 C. Hipotesis. .......................................................................................... 24 BAB III METODOLOGI PENELITIAN....................................................... 25 A. Metode Penelitian.............................................................................. 25 B. Tempat dan Waktu Penelitian. ........................................................... 25 C. Alat dan Bahan Yang Digunakan....................................................... 25 1. Alat. ......................................................................................... 25 2. Bahan. ...................................................................................... 25 D. Prosedur Penelitian............................................................................ 26 E. Pengumpulan Data. ........................................................................... 28 F. Teknik Analisis Data. ........................................................................ 29 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN................................ 31 A. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Remazol Yellow FG. ...... 31 B. Karakterisasi Katalis Semikonduktor TiO2-Ba(OH)2.8H2O................ 31 C. Data Kinetik Fotodegradasi Terkatalisis TiO2-Ba(OH)2.8H2O ........... 35 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN......................................................... 39 A. Kesimpulan. ...................................................................................... 39 B. Saran. ................................................................................................ 39 DAFTAR PUSTAKA. .................................................................................. 40 LAMPIRAN-LAMPIRAN............................................................................ 44 xi DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Skema data percobaan .................................................................... 29 Tabel 2. Pengumpulan data. ........................................................................ 29 Tabel 3. Perbandingan laju reaksi orde satu dan waktu hidup. ...................... 37 xii DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Struktur kristal TiO2................................................................ 9 Gambar 2. Cacat Schottky pada struktur kristal TiO2................................ 10 Gambar 3. Fotoeksitasi elektron pada semikonduktor............................... 11 Gambar 4. Mekanisme Migrasi elektron .................................................. 12 Gambar 5. Rumus umum zat warna Remaazol Yellow FG ........................ 19 Gambar 6. Sudut Difraksi Sinar-X............................................................ 21 Gambar 7. Desain Fotodegradasi Terkatalisis. .......................................... 27 Gambar 8. Spektra Panjang Gelombang Remazol Yellow FG.................... 31 Gambar 9. Spektrum Difraksi Sinar-X TiO2 rutil dan anatase. .................. 33 Gambar 10. Spektrum Difraksi Sinar-X TiO2+Ba(OH)2.8H2O sampel , TiO2(751537)+BaCO3(85-0720),TiO2(75-1537)+BaCO3(86-0070),TiO2(75-1537)+BaO(221056), dan TiO2(75-1537)+Ba(OH)2(22-1054)..................................... 34 Gambar 11. Spektrum XRD TiO2-Ba(OH)2.8H2O sampel , BaTiO3(81-2202), BaTiO3(75-0215), dan Ba2TiO4(38-1481)......................................... 34 Gambar 12. Plot ln (absorbansi) vs waktu degradasi diri (RY), Degradasi UV (RY+UV), X-sorpsi (RY+TiO2-Ba(OH)2.8H2O) dan fotodegradasi (RY+TiO2-Ba(OH)2.8H2O+ UV) ............................................ xiii 36 DAFTAR GAMBAR LAMPIRAN Halaman Gambar Lampiran 1. Bagan Prosedur Kerja ................................................. 44 Gambar Lampiran 2. Spektra UV-Vis Remazol Yellow Fg .......................... 50 Gambar Lampiran 3. Kurva Standar larutan Zat Warna Remazol Yellow FG 52 Gambar Lampiran 4. Data Pengukuran Absorbansi. ..................................... 53 Gambar Lampiran 5. Penentuan Konstanta Laju Reaksi. .............................. 55 Gambar Lampiran 6. Pola Difraksi Sinar-X TiO2 sampel. ............................ 58 Gambar Lampiran 7. Pola Difraksi Sinar-X TiO2-Ba(OH)2.8H2O................. 62 Gambar Lampiran 8. Pola Difraksi Sinar-X pada Standar JCPDS TiO2 Rutil, TiO2 anatase, BaCO3, BaO2, BaO, Ba(OH)2, BaTiO3 dan Ba2TiO4. ... xiv 67 DAFTAR TABEL LAMPIRAN Halaman Tabel Lampiran 1. Data Pengukuran Kurva Standar.................................... 58 Tabel Lampiran 2. Data Pengukuran Absorbansi Degradasi Remazol Yelow FG tanpa UV................................................................. 59 Tabel Lampiran 3. Data Pengukuran Absorbansi Degradasi Remazol Yelow FG dengan UV. ............................................................. 59 Tabel Lampiran 4. Data Pengukuran Absorbansi Degradasi Remazol Yelow FG dengan TiO2-Ba(OH)2.8H2O tanpa UV ................... 60 Tabel Lampiran 5. Data Pengukuran Absorbansi Degradasi Remazol Yelow FG dengan TiO2-Ba(OH)2.8H2O dengan UV................. 60 Tabel Lampiran 6. Perhitungan ln A vs t untuk RY, RY+UV, RY+TiO2Ba(OH)2.8H2O, dan RV+TiO2-Ba(OH)2.8H2O+UV. ..... 61 Tabel Lampiran 7. Data Slope, Intersep dan Regresi Linier RY, RY+UV, RY+TiO2-Ba(OH)2.8H2O dan RY+TiO2- Ba(OH)2.8H2O+UV. ..................................................... 63 Tabel Lampiran 8. Data Konstanta Laju Reaksi Reaksi (k) dan Lifetime (τ) RY, RY+UV, RY+TiO2-Ba(OH)2.8H2O dan RY+TiO2Ba(OH)2.8H2O+UV ...................................................... 63 Tabel Lampiran 9. Data Penentuan Waktu Singgung RY, RY+UV, RY+TiO2Ba(OH)2.8H2O dan RY+TiO2-Ba(OH)2.8H2O+UV. ........ xv 64 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pesatnya perkembangan industri tekstil di Indonesia memberi sumbangan bagi perekonomian negara. Namun disisi lain menimbulkan masalah yang serius bagi lingkungan terutama masalah yang diakibatkan oleh limbah cair yang dihasilkan. Secara penampakan fisik air limbah industri tekstil terlihat keruh, berwarna, panas dan berbusa. Zat warna banyak digunakan pada proses pewarnaan (printing) dan proses pencelupan (dyeing). Limbah cair dari kedua proses ini merupakan salah satu sumber pencemaran air yang cukup tinggi jika tidak dilakukan pengolahan limbah yang baik. Saat ini berbagai teknik atau metode penanggulangan limbah tekstil telah dikembangkan, di antaranya adalah metode adsorpsi. Suwarni (1997) menggunakan zeolit untuk mengadsorbsi zat warna Rhodamin B. Zeolit ditempatkan dalam kolom yang selanjutnya menerapkan metode kromatografi dengan sistem aliran kontinyu. Kesimpulan dari penelitian yang dilakukan Suwarni adalah bahwa zeolit dapat mengadsorbsi zat warna, daya serapnya dipengaruhi oleh massa, lama pemanasan dan pengeraman dalam pengaktifannya, tetapi belum diketahui tentang pengaruh ukuran partikel dan konsentrasi zat warna. Namun metode ini ternyata kurang begitu efektif karena zat warna yang diadsorpsi tersebut masih terakumulasi di dalam adsorben yang pada suatu saat nanti akan menimbulkan persoalan baru. Pranoto, dkk (1995) melakukan penelitian limbah zat warna Methylene Blue dalam air. Proses yang dilakukan menggunakan metode Batch. Penurunan kadar Methylene Blue setelah proses adsorbsi berlangsung diamati dari serapan cahaya menggunakan spektrofotometer UV-VIS. Penelitian ini dapat di disimpulkan bahwa alofan aktif dapat menurunkan kadar Methylene Blue dalam air dengan cara mengadsorbsinya, meskipun belum maksimal karena masih terlihat intensitas zat warna tekstil. Penurunan zat warna tergantung banyaknnya 1 2 alofan aktif yang digunakan. Keuntungan dari penelitian ini adalah harga bahan yang relatif murah dan diperkirakan mudah dalam pengolahannya kembali, meskipun belum diketahui pengaruh massa atau panjang kolom saringan alofan aktif belum diketahui dengan pasti. Pemikiran lain untuk pengolahan limbah zat warna dilakukan oleh Ashadi, dkk (1996) dengan memanfaatkan bakteri penghancur yang dikenal sebagai bakteri selektif dalam penanganan limbah zat warna. Mereka yang menggunakan mikroba jenis Sacharomiches, sejenis jamur yang menguraikan rantai karbon. Sampel yang diambil adalah Foron Rubin RGDEL (FR). Depresol Violet (CARH), Imperor Red KGBR (Irap), Cibacron Red (CIB), Remazol Blue (RB), Evercion Turg HA (EV). Kesimpulannya bahwa terdapat signifikansi aktifnya mikroba dalam pengurangan intensitas warna limbah, namun memerlukan waktu yang lama untuk mendegradasi. Penghilangan zat warna ini merupakan proses fermentasi zat warna oleh jamur, maka akan menimbulkan masalah baru berupa gas yang berbau dan mengganggu sebagai hasil pembusukan tersebut. Metode fotodegradasi alternatif yang lain adalah dengan menggunakan bahan fotokatalis dan radiasi sinar ultraviolet yang energinya sesuai atau lebih besar dari energi band gap fotokatalis tersebut. Metode fotodegradasi ini, zat warna akan diurai menjadi komponen-komponen yang lebih sederhana yang lebih aman untuk lingkungan. Titanium dioksida merupakan semikonduktor yang berfungsi sebagai fotokatalis yang memiliki fotoaktivitas tinggi dan stabilitas kimia meski dalam kondisi keras sekalipun (Sopyan, et al., 1996; Xu et al.,1999). Selain itu, TiO2 bersifat non toksik, murah dan memiliki sifat redok yakni mampu mengoksidasi polutan organik dan mereduksi sejumlah ion logam dalam larutan (Rajh, et al., 1996) serta tersedia secara komersial dan preparasinya mudah dilakukan di Laboratorium. Mudjijono, dkk (1998) melakukan penelitian didasarkan pada fotodegradasi zat warna dengan memakai katalis. Zat warna yang digunakan adalah Turg Blue dan Red RB, dengan katalis TiO2. Hasilnya menunjukkan bahwa dengan metode ini cukup efektif dan sangat menarik karena pemanfaatan sinar 3 matahari yang keberadaannya sangat melimpah dan tidak menimbulkan masalah baru karena proses ini menghasilkan air dan gas yang tidak berbahaya sehingga langsung dibuang ke udara. Penelitian ini cahaya yang dipakai menggunakan lampu halogen 1000 watt. Penelitian lanjutan dilakukan Endah Kamela dan Mudjijono (1998) masih dengan metode fotodegradasi dengan katalis TiO2 dengan pengaruh penambahan O2, selama proses yang diharapkan mempercepat penghilangan zat warna batik, penelitian ini menggunakan zat warna Turg Blue dan Red RB. Dari hasil yang diperoleh ternyata O2 tidak memberi pengaruh yang signifikan pada kecepatan fotodegradasi zat warna batik. Purtadi (1999), masih menggunakan katalis TiO2 dengan sampel Turquoise Blue disertai penambahan NaOH yang dibuat variasi konsentrasinya 0,1; 0,075; 0,05; 0,025; 0,01; 0 M. Penelitian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa suasana basa diperlukan dalam mempercepat fotodegradasi Turq Blue. Kelemahan dari penggunaan TiO2 diatas adalah sistem pengambilan kembali harus menggunakan penyaring ultra atau dengan sentrifuse. Hal ini menyebabkan penggunaan TiO2 secara langsung menjadi tidak mudah diterapkan. Beberapa penelitian telah mencoba mengatasi kelemahan tersebut dengan membuat sistem katalis TiO2 yang ditempelkan pada elektroda tipis (lapis tipis). Windu (2006) melakukan sintesis material semikonduktor lapis tipis grafit/TiO2 dengan metode chemical bath deposition (CBD) menggunakan surfaktan CTABr (Cetyltrimenthtylammonium Bromide) sebagai agen penghubung substrat grafit dengan material TiO2. Keuntungan menggunakan bahan penyangga grafit yang bersifat konduktif yaitu dapat dilakukan modifikasi permukaan dengan penempelan logam secara elektrodeposisi dan pada proses degradasi dapat dilakukan dengan bantuan arus listrik (elektrodegradasi dan fotoelektrodegradasi). Penempelan TiO2 pada lapis tipis pada penelitian tersebut diatas jika digunakan dalam proses industri akan membutuhkan waktu yang relatif lama, juga mahal. Oleh karena itu pada penelitian ini mendegradasi zat warna dengan teknik yang sederhana, lebih mudah dalam pengambilan katalis, biaya murah dan waktu degradasi yang lebih singkat (cepat). Alternatif lain yang mempunyai prospek 4 lebih baik adalah secara teknis mudah, secara ekonomis murah adalah dengan cara mengembankan TiO2. Dalam penelitian ini dilakukan pengembanan TiO2 dengan Ba(OH)2.8H2O untuk mendegradasi zat warna dengan cara flow system. Ba(OH)2.8H2O dipilih karena diharapkan membentuk oksida berpori, yang dapat mengembankan TiO2. Sistem mengalir atau flow system dapat dimungkinkan lebih efekif karena juga berfungsi sebagai sistem pengadukan dimana tidak terjadi dalam bath system dan mudah dalam pengambilan katalis. A. Perumusan Masalah 1. Identifikasi Masalah Flow system merupakan sistem yang mengalir secara terus-menerus, dimana katalisator harus tetap berada pada tempat tertentu yang mendapat aliran. Beberapa masalah akan ditemui dalam penelitian ini termasuk berapa laju alirnya, karena laju aliran akan mempengaruhi hasil penelitian katalisator dengan zat tersebut. Waktu total yang diperlukan dalam penelitian adalah tetap tetapi total waktu singgung berbeda. Sehingga yang dijadikan acuan waktu adalah total waktu singgung, dimana total waktu singgung ditetapkan sama. Namun perlu ketepatan dalam penetapan waktu singgung. Waktu singgung dapat dihitung dengan kapasitas ruang katalitik dibagi dengan laju alirnya. Penelitian fotodegradasi Remazol Yellow FG terkatalisis TiO2 dengan pengemban Ba(OH)2.8H2O dengan cara flow system belum pernah dilakukan. Untuk menetukan efektivitas TiO2 yang teremban Ba(OH)2.8H2O digunakan data reaksi kontrol dengan harga k tertinggi sebagai pembandingnya. Sedangkan untuk membandingkan efektivitas antara flow system dan bath system digunakan data sekunder Mudjijono, dkk (1998). Penentuan kinetika dari zat warna, absorbansi mewakili konsentrasi zat warna mempunyai keterbatasan ketepatan optimum pada absorbansi berkisar 0,5. Semakin jauh nilai absorbansi dari 0,5 maka faktor kesalahan pengukuran makin besar. Dalam penentuan kinetika dapat dilihat dari perubahan harga absorbansi. Pada pengamatan perubahan absorbansi akan selalu berubah faktor kesalahannya karena selama reaksi harga absorbansi berubah. Konsentrasi zat warna dalam 5 penelitian ini tidak terlalu membuat masalah, karena dari penelitian sebelumya diketahui bahwa fotodegradasi zat warna menggunakan TiO2 merupakan reaksi orde 1 dimana laju reaksi jenis ini tidak tergantung pada konsentrasi awal. 2. Batasan Masalah Pada penelitian ini waktu singgung dibatasi dengan cara membuat kapasitas ruang katalitik (volume ruang katalitik) yang sama, yaitu 2000 cm3. Laju alir tidak dapat ditentukan karena laju alir bervariasi untuk masing-masing percobaan. Hal ini disebabkan laju alir tidak disetting khusus dengan pompa tetapi secara otomatis mengalir karena grafitasinya. Penentuan kinetika dalam penelitian ini dibatasi dengan menggunakan konsentrasi larutan zat warna Remazol Yellow FG 100 mg/l yang memiliki absorbansi 0,705. 3. Rumusan Masalah Masalah dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: 1. Apakah pengemban oksida Ba(OH)2.8H2O mempengaruhi efektivitas kinerja katalis semikonduktor TiO2 pada fotodegradasi zat warna Remazol Yellow FG? 2. Apakah fotodegradasi zat warna Remazol Yellow FG menggunakan cara flow sistem lebih efektif dibanding bath sistem? C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini antara lain : 1. Mengetahui pengaruh pengemban oksida Ba(OH)2.8H2O terhadap efektivitas kinerja katalis semikonduktor TiO2 pada fotodegradasi zat warna Remazol Yellow FG. 2. Mengetahui perbandingan keefektifan fotodegradasi cara flow system atau bath system. 6 D. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah: 1. Manfaat teoritis Memberikan informasi tentang pengaruh senyawa Ba(OH)2.8H2O terhadap efektivitas kinerja katalis semikonduktor TiO2 pada fotodegradasi zat warna Remazol Yellow FG dengan cara flow sistem. 2. Manfaat praktis Memberikan masukan mengenai salah satu cara meningkatkan keefektifan pengolahan limbah zat warna dengan metode fotodegradasi menggunakan katalis semikonduktor. BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Semikonduktor Berdasarkan kemampuannya menghantarkan listrik, zat padat dapat diklasifikasikan menjadi tiga jenis, yaitu: konduktor, semikonduktor dan isolator. Semikonduktor memiliki konduktifitas listrik antara 105 dan 10-7 Sm-1 (siemen/meter), nilai ini ada di antara konduktifitas konduktor (hingga 109 Sm-1) dan isolator (hingga 10-15 Sm-1) (Seeger, 1988). Dalam teori pita padatan, elektron-elektron tersusun pada tingkat energi yang dapat diperlakukan sebagai pita energi. Tingkat energi atau pita yang ada terbagi menjadi dua macam yaitu pita valensi (Valence Band, VB) dan pita konduksi (Conduction Band, CB). Elektron-elektron sangat terpaku erat pada tingkat VB, tetapi mempunyai kebebasan yang tinggi pada tingkat CB. Di antara dua pita ini adalah suatu luangan energi (Energi Band Gap, Eg) dimana tidak ada orbital elektron sama sekali. Apabila elektron berada pada VB maka suatu padatan akan bersifat isolator, sedangkan jika elektron menempati CB maka padatan akan bersifat konduktor. Padatan semikonduktor mempunyai luangan energi antara VB dan CB yang sangat tipis. Oleh karena itu dengan hanya sedikit penambahan atau pengurangan energi, elektron dapat dengan mudah berpindah dari VB ke CB (www.hyperphysics.phy-astr.com). Eg terjadi karena adanya overlaping orbital atom yang akan memberikan pelebaran dan penyempitan pita. Hal ini menjadikan bahan tersebut dapat menyerap energi radiasi sebesar Eg yang dimiliki sehingga dapat meningkatkan kepekaan reaksi oksidasi reduksi yang diinduksi oleh cahaya, apabila terjadi penyerapan cahaya oleh Eg di antara kedua pita tersebut. Pada saat terjadi eksitasi yang melewati Eg diperlukan waktu tenggang dalam skala nanosekon untuk menghasilkan pasangan elektron hole sebagai hasil eksitasi elektron dari pitavalensi ke pita konduksi 7 (Hoffman, et al., 1995). 8 Di daerah VB orbital tertinggi yang ditempati elektron pada suhu nol absolute disebut tingkat Fermi, yang terletak di sekitar tengah-tengah band. Apabila temperatur naik atau dengan adanya eksitasi optik (cahaya) dengan energi yang melebihi energi dari Eg, elektron akan naik ke CB meninggalkan VB, maka terjadilah hole atau muatan positif pada VB. Pada TiO2 luangan band-nya sebanding dengan radiasi cahaya 388 nm (3,23 eV) yaitu pada daerah UV dekat (Noqueira, et al., 1993). Beberapa semikonduktor oksida yang mempunyai Eg pada daerah energi cahaya UV-Vis adalah TiO2, SrTiO3, ZnO dan Fe2O3. Di antara semikonduktor tersebut TiO2 telah terbukti paling baik untuk mengatasi masalah lingkungan dan aman untuk lingkungan (Brown, 1992). 2. Titanium Dioksida (TiO2) a. Sifat-sifat TiO2 Oksida TiO2 merupakan padatan berwarna putih, mempunyai berat molekul 79,90; densitas 4,26 g.cm-3; tidak larut dalam HCl, HNO3 dan aquaregia, tetapi larut dalam asam sulfat pekat membentuk titanium sulfat (TiSO4) (Cotton, et al., 1988). TiO2 tidak menyerap cahaya tampak tetapi mampu menyerap radiasi UV sehingga dapat menyebabkan terjadinya radikal hidroksil pada pigmen sebagai fotokatalis. Reaktivitas TiO2 terhadap asam tergantung temperatur saat dipanaskan. TiO2 yang baru mengendap larut dalam asam klorida pekat, namun bila TiO2 dipanaskan pada 900 °C hampir semua tidak larut dalam asam kecuali larutan sulfur panas, yang kelarutannya meningkat dengan penambahan ammonium sulfat untuk menaikkan titik didih asam dan HF. Secara kimiawi TiO2 murni dibuat dari TiCl4 yang telah dimurnikan secara destilasi bertingkat. Tetraklorida ini dihidrolisis dalam larutan encer hingga diperoleh endapan berupa titanium dioksida terhidrat yang selanjutnya dikalsinasi pada 800 °C (Othmer, 1993). Partikel TiO2 telah cukup lama digunakan sebagai fotokatalis pendegradasi berbagai senyawa organik. TiO2 merupakan semikonduktor yang memiliki fotoaktivitas dan stabilitas kimia tinggi serta tahan terhadap fotokorosi dalam semua kondisi larutan kecuali pada larutan yang sangat asam atau 9 mengandung fluoride. TiO2 juga bersifat nontoksik, memiliki sifat redoks, yaitu mampu mengoksidasi polutan organik dan mereduksi sejumlah ion logam dalam laruatan. Selain murah, TiO2 tersedia secara komersial dan preparasinya mudah dilakukan di laboratorium. Sifatnya yang anorganik menjadikannya tidak mudah cepat rusak, sehingga proses yang diinginkan dapat lebih lama (Brown, 1992). b. Tipe-tipe Kristal TiO2 Struktur kristal TiO2 terdiri dari tiga macam, yaitu rutil, anatase dan brookite. Namun yang biasa digunakan untuk katalis fotodegradasi adalah rutil dan anatase. Pada brookite telah jarang ditemui. Struktur kristal TiO2 tampak pada Gambar 1. Anatase mampu menunjukkan aktivitas katalis fotodegradasi yang lebih tinggi (Tjahjanto dan Gunlazuardi, 2001). Gambar 1. Struktur kristal TiO2 (Hazama, 2004) Perbedaan struktur kristal antara anatase dan rutil adalah pada distorsi dan pola penyusunan rantai oktahedron. Jarak Ti-Ti pada anatase lebih besar daripada rutil yaitu 3,79 Å dan 3,04 Å sedangkan rutil 3,57 Å dan 2,96 Å. sedangkan jarak Ti-O pada anatase lebih pendek daripada rutil yaitu 1,93 Å dan 1,98 Å pada anatase 1,95 Å dan 1,99 Å pada rutil. Perbedaan struktur kisi pada anatase dan rutil menyebabkan perbedaan densitas massa, luas permukaan, sisi aktif dan struktur pita elektronik antara anatase dan rutil dengan massa jenis anatase 3,9 g/cc dan untuk rutil 4,2 g/cc (Linsebigler, et al., 1995). Struktur kristal yang berbeda dapat mengakibatkan perbedaan energi struktur pita elektroniknya. Tingkat energi hasil hibridisasi yang berasal dari kulit 3d titanium bertindak sebagai pita konduksi sedangkan tingkat energi hasil hibridisasi dari kulit 2p oksigen bertindak sebagai pita valensi. Konsekuensinya 10 posisi tingkat energi pita valensi, pita konduksi dan besarnya energi gap di antara keduanya akan berbeda bila lingkungan atau penyusun atom Ti dan O di dalam kristal TiO2 berbeda, seperti pada struktur anatase (Eg= 3,2 eV) dan rutil (Eg= 3,0 eV) (Tjahjanto dan Gunlazuardi, 2001). c. Kecacatan Struktur TiO2 Kristal TiO2 yang sempurna sangat sulit ditemukan, biasanya kristal memiliki kecacatan atau ketidaksempurnaan yang dapat mempengaruhi sifat fisik, kimia, mekanik dan sifat elektroniknya. Sifat semikonduktor dari suatu kristal dapat disebabkan karena kristal memiliki kecacatan strukturnya (Azaroff, L et al., 1970). Di dalam Linsebigler, et al (1995) disebutkan bahwa “TiO2 mengalami kecacatan Schottky”. Menurut Azaroff, et al (1970), “a Schottky imperfection atau kecacatan Schottky yaitu kecacatan struktur kristal ionik yang terjadi karena kosongnya suatu kation atau anion pada struktur geometrinya”. Keadaan ini dapat menyebabkan ketidaksempurnaan pasangan antara kation dan anion, ada beberapa kation atau anion yang tidak berpasangan dalam strukturnya. Anion yang tidak berpasangan inilah yang menyebabkan TiO2 dapat bersifat sebagai semikonduktor. Pada Struktur kristal TiO2 terdapat atom Ti yang kosong, sehingga ada atom O yang tidak memiliki pasangan. Gambar 2 mengilustrasikan adanya kecacatan dalam TiO2. Gambar 2. Cacat Schottky pada struktur TiO2 (Linsebigler, et al., 1995) Dalam Linsebigler, et al (1995) disebutkan, “pita valensi pada semikonduktor TiO2 diisi oleh orbital 2p dari atom O, sedangkan pita konduksi merupakan komposisi dari orbital 3d, 4s dan 4p dari atom Ti”. Elektron dari O ini 11 yang memicu perpindahan elektron dari pita valensi ke pita konduksi apabila semikonduktor TiO2 menerima energi cahaya. 3. Degradasi Fotokatalisis Fotokatalitik adalah suatu proses reaksi kimia yang dibantu oleh cahaya dan materi katalis padat. Proses fotokatalitik menggunakan semikonduktor pada penyinaran yang sesuai (misalnya TiO2, penyinaran lampu UV pada panjang gelombang dibawah 365 nm) telah dipahami menjadi proses yang lebih maju dan menarik perhatian luas dalam berbagai aplikasi lingkungan untuk mendekomposisi kontaminan organik menjadi spesies anorganik yang lebih sederhana (Hoffman, et al., 1995). Fotokatalisis telah sukses digunakan untuk mengoksidasi banyak polutan-polutan organik menunjukan dapat terdegradasi dan akhirnya dimineralisasi secara komplet dibawah penyinaran dengan sinar UV pada katalis TiO2 (Habibi, et al., 2006). Semikonduktor mempunyai daerah energi kosong yang dibatasi oleh pita valensi yang terisi dan pita konduksi yang kosong yang disebut band gap. Absorpsi cahaya denganenergi yang sama atau lebih besar dari Energi Gap semikonduktor tersebut menyebabkan elektron tereksitasi dari pita valensi ke pita konduksi. Gambar 3 menunjukkan fotoeksitasi dan deeksitasi elektron. Gambar 3. Skema Fotoeksitasi yang diikuti oleh deeksitasi pada permukaan semikonduktor (Linsebigler, et al., 1995) Jika suatu semikonduktor tipe n dikenai cahaya (hv) dengan energi yang sesuai, maka elektron (e-) akan pindah dari pita valensi ke pita konduksi, dan meninggalkan lubang positif (hole+, disingkat h+) pada pita valensi. Sebagian pasangan e- dan h+ akan berekombinasi kembali, baik di permukaan (proses A) atau di dalam bulk partikel (proses B). Sementara sebagian pasangan e- dan h + 12 dapat bertahan sampai pada permukaan semikonduktor (proses C dan D), dimana h+ dapat menginisiasi reaksi oksidasi dan dilain pihak e- akan menginisiasi reaksi reduksi zat kimia yang ada disekitar permukaan semikonduktor (Linsebigler, et al., 1995). Hole merupakan oksidator yang kuat, sedangkan elektron merupakan reduktor yang baik. Sebagian besar reaksi fotodegradasi senyawa organik menggunakan kekuatan hole untuk mengoksidasi baik secara langsung maupun tidak langsung, sehingga untuk mempertahankan muatan perlu ditambahkan spesies lain yang dapat tereduksi oleh elektron. Oleh karena itu tingkat keefektifan semikonduktor meningkat dengan modifikasi permukaan semikonduktor dengan logam tertentu, dan kombinasi semikonduktor atau bahan matrik lainnya (Hoffman, et al.,1995). Penambahan logam pada semikonduktor akan menyebabkan perubahan distribusi elektron, sehingga permukaan semikonduktor juga mengalami perubahan sifat. Akibatnya efisiensi reaksi fotokatalitik meningkat, yang dapat terjadi dengan penambahan jumlah produk yang dihasilkan atau kecepatan reaksi yang semakin besar. Selain itu, penambahan logam juga dapat mengubah hasil reaksi. Mekanisme migrasi elektron pada permukaan semikonduktor yang termodifikasi logam ditunjukkan pada Gambar 4: Gambar 4. Mekanisme migrasi elekton pada permukaan semikonduktor termodifikasi logam (Linsebigler, et al., 1995). Mekanisme migrasi elektron pada permukaan semikonduktor yang termodifikasi logam dimulai dari proses eksitasi. Setelah tereksitasi, elektron akan bermigrasi dan terperangkap di dalam logam, sehingga rekombinasi elektron-hole 13 terhalangi. Kemudian hole akan bebas berdifusi menuju permukaan semikonduktor, sehingga reaksi oksidasi senyawa organik dapat terjadi (Linsebigler, et al., 1995). Fotodegradasi (fotokatalitik degradasi) senyawa organik dapat diartikan sebagai suatu teknik mendestruksi senyawa organik secara oksidatif menggunakan cahaya dan melibatkan katalis yang dapat mempercepat fotoreaksi tersebut. Teknik ini dapat digunakan untuk mengolah polutan organik di dalam air dan udara. Secara umum terdapat dua macam senyawa yang ditambahkan untuk mempercepat proses fotodegradasi senyawa organik, yaitu oksidan kimia dan fotokatalis yang biasanya berupa semikonduktor. Oksidan kimia telah digunakan dan dikembangkan dengan nama AOT (Advanced Oxidation Technology) yang merupakan gabungan dari H2O2 dengan radiasi sinar UV yang berdaya besar. Bahkan oksidan kimia ditambahkan ke dalam air yang terkontaminasi dengan bantuan sinar UV menghasilkan radikal hidroksil. Radikal ini akan bereaksi dengan kontaminan organik dan menghasilkan CO2, H2O dan produk samping asam karboksilat dengan berat molekul kecil (Yu, et al., 1998). Fotodegradasi juga dapat dilakukan dengan memanfaatkan sinar matahari dengan bantuan fotokatalis semikonduktor seperti TiO2, ZnS, CdS atau ZnO. Dengan adanya pemanasan oleh cahaya matahari, elektron suatu semikonduktor akan mengalami perpindahan dari pita valensi ke pita konduksi dengan meninggalkan hole VB, yang bersifat oksidator kuat. Akibatnya senyawa organik akan lebih mudah teroksidasi. (Kormann, et al., 1989). Metode ini sangat efisien karena memanfaatkan sinar matahari yang keberadaannya melimpah. Hasil akhirnya adalah air dan gas yang tidak berbahaya, sehingga tidak akan menimbulkan masalah baru. Penggunaannya telah diteliti untuk menghilangkan senyawa-senyawa yang sangat beracun, baik di dalam air baku maupun limbah. Sebagai contoh adalah oksidasi fotokatalis heterogen dari hidrokarbon terklorinasi, dengan stokiometri secara umum sebagai berikut (Hofmann, et al., 1995): 14 y − z hv ,TiO2 y − z CxHyClz + x + O2 H2O ...........(1) → xCO2 + zH+ + 4 2 atau mineralisasi Metilen Blue secara total dengan persamaan reaksi : C16H18N3SCl + 5 1 O2 hv ,TiO 2 → HCl + H2SO4 + 3HNO3 + 16CO2 + 6H2 .......(2) 2 Sedangkan fotodegradasi asam asetat dengan semikonduktor TiO2 terjadi melalui reaksi : CH3COOH + 2O2 hv ,TiO 2 → 2CO2 + 2H2O .......................................................(3) Pada prinsipnya, reaksi oksidasi pada permukaan semikonduktor dapat berjalan melalui donasi elektron substrat ke hole atau h + (Tjahjanto dan Gunlazuardi, 2001). Potensial redoks untuk hole akibat tereksitasi oleh cahaya sebesar +2,53 V (vs SHE). Setelah bereaksi dengan air, h+ ini dapat menghasilkan radikal hidroksil (OH●) yang mempunyai potensial redoks yang sedikit lebih kecil yaitu +2,27 V. Keduanya hole dan radikal hidroksil) lebih positif dibandingkan dengan ozon. Potensial redoks untuk elektron pada pita konduksi sebesar -0,53 V, yang secara prinsip cukup untuk memecah hidrogen dari air, tetapi elektron dapat terperangkap dan kehilangan beberapa kekuatan pereduksinya. Bagaimanapun, bahkan setelah penjebakan, sejumlah elektron masih dapat mereduksi oksigen menjadi superoksida (O2-) atau menjadi hidrogen peroksida (H2O2). Tergantung pada setiap kondisi, hole, e-cb, OH●, O2, H2O2 dan O2 dapat berperan penting dalam mekanisme reaksi fotokatalitik (Fujishima, et al., 2000) Menurut Wang (2006), mekanisme reaksi reduksi-oksidasi yang terjadi adalah hole pada pita valensi (h+vb) dapat bereaksi dengan air yang terabsorb pada permukaan untuk membentuk radikal hidroksil (OH● ), dan dilain pihak, elektron pada pita konduksi (e-cb) dapat mereduksi oksigen yang terabsorb untuk membentuk anion radikal superoksida yang dapat lebih lanjut membentuk OH● melalui beberapa mekanisme. Mekanisme reaksi yang diusulkan adalah sebagai beikut : TiO2 + hv → hole+ + e- . ..................................................(4) h+ → OH• + H+.....................................................(5) + H2O 15 H2O OH- ↔ H+ + OH-. ....................................................(6) h+ + → OH• ........................................................ (7) OH• + substrat → produk. .......................................................(8) Jika elektron e-cb yang bereaksi dengan oksigen (O2) maka reaksi tambahan yang terjadi adalah : + O2 → O2• -..............................................................(9) O2 • - + H+ → HO2●. ........................................................(10) → H2O2 + e- → OH- + OH●............................................(12) OH• + h+ → OH•. .........................................................(13) OH• + substrat → produk. ....................................................(14) e- 2HO2• H2O2 + O2.............................................(11) 4. Kinetika Reaksi Degradasi Pendekatan kinetika reaksi fotokatalitik pada sistem suspensi partikel TiO2 atau sistem fotokatalis TiO2 terimobilisasi yaitu dengan mengawasi perubahan konsentrasi senyawa organik. Pada banyak kasus, kinetika mikroskopis dari degradasi fotokatalis senyawa organik mengikuti ungkapan LamungirHinshelwood (Jiang, 2004). Asumsi-asumsi dasar model reaksi Langmungir-Hinshelwood yaitu: a) pada semua permukaan katalis mempunyai aktivitas adsorpsi yang sama (energi seragam). b) tidak ada interaksi antar molekul-molekul yang teradsorb. c) Semua adsorpsi yang terjadi pada mekanisme yang sama dan tiap spesies yang teradsorb mempunyai struktur yang sama. d) Batas adsorpsi adalah kurang dari satu lapisan monomolekul yang lengkap pada permukaan. Persamaan isoterm Langmuir ditunjukkan oleh persamaan (15): θ= n ads KC A = ..........................................................................(15) no 1 + KC A 16 dimana : K = k ads ...........................................................................(16) k des θ : Penutupan permukaan (surface converage) nads : Jumlah molekul teradsorp no : Jumlah total situs adsorpsi kads : Konstanta adsorpsi kdes : Konstanta desorpsi Jika adsorbat dalam larutan maka laju katalitik senbanding dengan θ. Sehingga persamaan menjadi : r=− dC A o dt = kθ = kKC A = k obs C A . ..............................................(17) 1 + KC A Persamaan diatas disebut persamaan Langmuir-Hinshelwood. Jika persamaan diatas diintergalkan, maka persamaan Langmuir-Hinshelwood menjadi persamaan (18): ln C Ao = k obs t ...................................................................................(18) CA Dimana CA adalah konsentrasi dari senyawa organik dalam larutan pada waktu t, CAo adalah konsentrasi awal, k adalah konstanta laju reaksi, K adalah konstanta kesetimbangan adsorpsi, dan kapp adalah konstanta laju reaksi pada orde satu semu (pseudo-first order) (Wang, 2006). Kinetika reaksi degradasi senyawa organik khususnya zat warna mengikuti orde pertama. Genc, et al (2004) kinetika reaksi proses oksidasi fotokatalitik (pada polutan dengan konsentrasi kecil) mengikuti orde satu semu (pseudo-first order), penelitian tersebut dilakukan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi TiO2 untuk penghilangan warna (decoloraction) zat warna cibacron navy dengan perlakuan UV, UV+H2O2, UV+TiO2 dan UV+TiO2+H2O2. Penelitian lain juga mengemukakan hal yang sama yaitu menurut Xie, et al (2005) tentang kinetika reaksi degradasi zat warna X-3B mengikuti reaksi orde satu semu (pseudo-first order). Skoog (1996), penentuan konstanta laju reaksi (k) berdasarkan orde pertama menggunakan metode integral seperti persamaan (19): 17 A ln Ao = −k .t ..................................................................................(19) Dimana A dan Ao adalah absorbansi saat waktu t dan 0 dan k adalah konstanta laju reaksi orde satu (menit-1). 5. Barium Karbonat( BaCO3 ) Nama lain barium karbonat adalah : Carbonic Acid, Barium Salt; Barium Carbonate (1:1). Memiliki berat molekul 197,34 dan rumus molekulanya BaCO3. Sifat kimia dan fisika BaCO3 antaralain: berupa bubuk putih, tidak berbau, tidak dapat larut hampir di air, berat jenis: 4,3 g/cm3 memiliki titik didih 1300 ˚C, titiklebur: 811 ˚C. Barium karbonat memiliki diameter 50-100 nm, berpori dan ringan (Laurie B, 2008). Barium karbonat (BaCO3), juga disebut witherite, memiliki bentuk kristal berupa sistem orthorhombic. BaCO3 sukar larut dalam air, tetapi jika ditambah HCl dalam larutan yang mengandung endapan BaCO3, maka akan terjadi kesetimbangan berikut ini(http://en.wikipedia.org/wiki/Barium_carbonate): BaCO3(s) + HCl ↔ Ba2+(aq) + CO32-(aq) . ............................................ (20) H+(aq) + CO32-(aq) ↔ HCO3-(aq) ............................................................ (21) HCO3-(aq) yang terbentuk secara berkelanjutan bereaksi dengan ion H+ lagi sehingga terbentuk H2CO3 yang tidak stabil dan terurai menjadi H2O dan CO2 (http://en.wikipedia.org/wiki/Barium_carbonate): H+(aq) + HCO3 ↔ H2CO3(aq) ↔ H2O(l) + CO2(g)................................... (22) BaCO3 diperoleh dari reaksi berikut : Basa + Oksida asam ↔ Garam + Air. .................................... (23) Ba(OH)2 + H2O(l) + CO2(g) → BaCO3 (p) + 2H2O(g). ........................ (24) Suhu pembentukan BaCO3 terjadi pada suhu 400-500 °C (Lotnyk, et al; 2006). BaCO3 dapat mengalami reaksi lebih lanjut dengan TiO2 membentuk BaTiO3, jika dilakukan pemanasan pada suhu diatas 1100 °C reaksi yang diusulkan sebagai berikut : Skema reaksi pertama : (a) Dekomposisi BaCO3 18 BaCO3 → BaO + CO2. ............................................................................. (25) (b) Pembentukan Ba2TiO4 dengan 2 oksida: 2BaO + TiO2 → Ba2TiO4......................................................................... (26) (c) Sintesis BaTiO3 Ba2TiO4 → 2BaTiO3. .............................................................................. (27) Atau skema reaksi kedua,: (a) Dekomposisi BaCO3 menurut reaksi (20). (b) Pembentukan BaTiO2 secara langsung antar oksida : BaO + TiO2 → BaTiO3. ........................................................................... (28) (c) Pembentukan Ba2TiO4 pada BaTiO3 berlebih BaTiO3 + BaO → Ba2TiO4. ...................................................................... (29) (d) Akhirnya, Ba2TiO4 bereaksi dengan inti TiO2 untuk membentuk BaTiO3 menurut reaksi (27). Jamal, et al (2008), menyatakan bahwa BaTiO3 terbentuk pada temperatur 770-890 °C dengan jalan penambahan oksida. 6. Zat Warna Remazol Yellow FG Zat warna yang paling banyak digunakan di industri tekstil adalah zat warna reaktif. Zat warna reaktif adalah zat warna yang mencelup serat dalam kondisi tertentu dan membentuk ikatan kovalen dengan serat, sehingga zat warna tersebut menjadi bagian dari serat dan hasil celupnya memberikan tahan luntur warna yang baik. Pada umumnya struktur zat warna reaktif mempunyai bagian dengan fungsi tertentu yang dapat digambarkan sebagai berikut : S-K-P-R-X............................................................................................... (30) Keterangan : S : Gugusan pelarut misalnya gugusan asam sulfonat, karboksilat. K : Kromofor, misalnya sistem-sistem yang mengandung gugusan azo, antrakinon dan ftalosianin. P : Gugusan penghubung antara kromofor dan sistem yang reaktif, misalnya gugusan amina, sulfoamina dan amida. R : Sistem yang reaktif, misalnya triazin, pirimidin, kinoksalin dan vinil. 19 X : Gugusan reaktif yang mudah terlepas dari sistem yang reaktif, misalnya gugus khlor dan sulfat. Menurut Rasjid dkk (1976) cara bereaksinya dengan serat maka zat warna reaktif dapat digolongkan menjadi : a. Zat warna reaktif yang mengadakan reaksi substitusi dengan serat dan membentuk ikatan pseudo, misalnya : Procion, Cibacron, Drimaren dan Levafix b. Zat warna reaktif yang mengadakan reaksi adisi yaitu reaksi pemasukan / penambahan dan tidak ada molekul yang dilepaskan. Ikatan zat warna reaktif dengan cara adisi membentuk ikatan eter –C-O-C-, misalnya : Remazol,Remalan dan Primazin. Zat warna reaktif diklasifikasikan sebagai kelompok yang mudah berikatan kovalen dengan serat. Dua dari zat warna ini diklasifikasikan sebagai triazin (monokloro dan dikloro) dan vinilsulfon. Sulfatoetilsulfon adalah prekusor reaktif dari zat warna dan kebanyakan berupa vinil sulfon (Salley, 2005). Gugus vinilsulfon biasa ditulis : -SO2-CH=CH2, tetapi gugus ini jarang ditemukan dalam produk zat warna reaktif. Gugus fungsional yang sering ditemui yaitu : -SO2-CH2CH2-OSO3- (H+ atau Na+) tergantung dari pH larutan (Aspland, 1992). Zat warna Remazol Yellow FG termasuk dalam golongan vinil sulfon yang mempunyai sifat fisik dan kimia yaitu kenampakan dalam bentuk serbuk yang berwarna kuning. Rumus umum zat warna Remazol adalah: ZW – SO2 – CH2 – CH2 – O – SO3- (Na+ atau H+). ........................................ (26) Sedangkan struktur molekul Remazol Yellow diberikan pada Gambar 5. Gambar 5. Rumus umum zat warna Remazol Yellow (http://www.pburch.net/dyeing/rem...ol.shtml) 20 Menurut Rasjid (1976), gugus reaktif merupakan bagian dari zat warna dan mudah lepas, sehingga bagian zat yang berwarna mudah bereaksi dengan serat. Reaksi dapat berjalan dengan baik memerlukan penambahan alkali atau asam sehingga mencapai suatu pH tertentu. Dalam alkali akan terjadi reaksi seperti dibawah : ZW–SO2–CH2–CH2–OSO3Na+NaOH→ZW–SO2–CH=CH2+Na2SO4+H2O. . (27) ZW adalah zat warna dan gugusan –SO2–CH=CH2 adalah gugusan senyawa vinilsulfon dimana gugus –SO2– menyebabkan terjadinya kepolaran yang kuat pada gugus radikal vinil. δ- δ+ ZW–SO2–CH=CH2. ................................................................................. (28) Ikatan rangkap pada senyawa (28) tersebut bereaksi dengan gugus hidroksil air, alkohol dan selulosa dalam reaksi (Gitopadmojo,1978) : δ- δ+ δ- δ+ ZW–SO2–CH=CH2 + R-O-H → ZW–SO2–CH2-CH2–OR. ....................... (29) 7. Difraksi Sinar X Sinar-X merupakan gelombang elektromagnetik dengan panjang gelombang penek sebesar 0,7 sampai 2,0 Å yang dihasilkan dari penembakan logam dengan elektron berenergi tinggi kemudian elektron-elektron ini mengalami pengurangan kecepatan dengan cepat dan energinya diubah menjadi energi foton sehingga energinya besar (lebih besar daripada energi sinar UV-Vis) dan tidak mengalami pembelokan pada medan maget (Jenkins, 1988). Diffraksi sinar X atau biasa disebut XRD merupakan alat yang digunakan untuk mengetahui pengaturan atom-atom dalam sebuah tingkat molekul. Pengaturan atom-atom tersebut dapat diintrerprestasiakan melalui analisa d spasing dari data siffraksi sinar X. Selain nilai d spasing, observasi tingkat kristalinitas bahan dan perubahan struktur mesopori dapat pula diketahui melalui data diffraksi sinar X. Menurut Park, et al (2004) nilai d spasing tidak dapat digunakan untuk menentukan jarak interatom dari suatu molekul, namun dapat digunakan untuk merefleksikan jarak interplanar atau jarak interlayer atara kisi-kisi atom dalam 21 suatu material. Nilai d spasing sangat tergantung pada pengaturan atom dan struktur jaringan polimer dalam material. Jarak antar interplanaar atau interlayer dapat dicari melalui persamaan Bragg’s: 2d sin θ = nλ. ........................................................................ (30) Keterangan: d = Jarak interplanar atau jarak interlayer λ = Panjang gelombang logam standar θ = Sudut difraksi sinar X Gambar 6. Sudut difraksi pada X-Ray Diffraction (West, 1984) Suatu zat selalu memberikan pola difraksi yang khas. Apakah zat itu dalam keadaan murni atau merupakan campuran zat. Hal ini merupakan dasar dari analisa kualitatif secara difraksi sedangkan analisa kuantitatif berdasarkan intensitas garis difraksi yang sesuai dengan salah satu komponen campuran tergantung pada perbandingan konstituen tersebut. Hanawalt dalam tahun 1936 membuat kumpulan pola difraksi dari sejumlah zat yang diketahui. Setiap pola bubuk dikarakterisasi oleh kedudukan garis 2theta dan I (intensitas), tetapi karena kedudukan garis tergantung panjang gelombang yang digunakan, maka besaran yang lebih fundamental adalah jarak d dari bidang kisi sehingga Hanawalt menyusun masing-masing pola berdasarkan nilai d dan I dari garis difraksinya (Jenkins, 1988). Langkah-langkah yang ditempuh dalam analisa kualitatif adalah sebagai berikut: 1) Membuat pola difraksi dari zat yang tidak diketahui. 22 2) Menghitung nilai d dari setiap garis atau dengan menggunakan tabel yang memberikan hubungan antara d dan 2θ untuk berbagai karakteristik. 3) Menentukan nilai intensitas relatif (I/I1). 4) Memandang data d eksperimental dengan data d dari tabel dengan kemungkinan kesalahan dalam setiap set nilai adalah ± 0,02Å. 5) Membandingkan pula intensitas relatifnya dengan nilai-nilai yang ada di tabel standart. 8. Spektra UV-Vis Pada spektrofotometer UV, sinar kontinyu dihasilkan oleh lampu awan muatan hydrogen atau deuterium (D2), sedangkan sinar Visibel dihasilkan oleh lampu Wolfram. Panjang gelombang cahaya UV-Vis berada pada kisaran 180-800 nm. Prinsip dasar spektroskopi VV-Vis adalah terjadinya transisi molekul yang disebabkan penyerapan sinar UV-Vis yang mampu mengeksitasi elektron dari orbital kosong. Umumnya, transisi yang paling mungkin adalah transisi pada tingkat tertinggi (HOMO) ke orbital molekul yang kosong pada tingkat terendah (LUMO). Absorpsi cahaya UV-Vis mengakibatkan transisi molekul, yaitu promosi elektron-elektron dari orbital keadaan dasar yang berenergi rendah ke orbital keadaan dasar yang berenergi tinggi. Pada sebagian molekul, orbital molekul terisi pada tingkat energi terendah adalah orbital σ yang berhubungan dengan ikatan σ, sedangkan π berada pada tingkat energi yang lebih tinggi. Orbital non ikatan (n) yang mengandung elektron-elektron yang belum berpasangan berada pada tingkat energi yang lebih tinggi lagi, sedangkan orbital-orbital anti ikatan yang kosong yaitu σ* dan π * menempati tingkat energi yang tertinggi. Terdapat dua jenis pergeseran pada spektra UV-Vis, yaitu pergeseran ke panjang gelombang yang lebih besar disebut pergeseran merah (red shift), yaitu menuju tingkat energi yang lebih rendah, dan pergeseran ke panjang gelombang yang lebih pendek disebut pergeseran biru (blue shift), yaitu menuju ke tingkat energi yang lebih tinggi (Hendayana, 1994). 23 Intensitas penyerapan dijelaskan dengan hukum Lambert-Beer, dimana fraksi cahaya yang diabsorbsi tidak tergantung pada kekuatan sumber cahaya mula-mula, dan fraksi yang diabsorbsi tergantung pada banyaknya mol (ketebalan/konsentrasi) yang dapat mengabsorbsi. Oleh karena itu, absorbsi cahaya merupakan fungsi dari molekul yang mengabsorbsi, maka cara yang tepat untuk menyatakan absorbansi adalah : A= ε. b .c ......................................................................................... (31) Dimana : ε : absorptivitas molar (mol-1.cm-1L) b : tebal lintasan (cm) c : konsentrasi larutan (molL-1) Dengan menggunakan metode kurva kalibrasi, yaitu dengan membuat grafik absorbansi versus konsentrasi dapat diperoleh suatu kurva linier. Melalui pengukuran absorbansi suatu sampel dan menginterpolasikannya ke kurva kalibrasi, maka konsentrasi sampel dapat ditentukan (Underwood, 1980). B. Kerangka Pemikiran Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya memang telah terbukti bahwa semikonduktor TiO2 mampu bertindak sebagai fotokatalisis untuk mendegradasi berbagai senyawa organik termasuk zat warna Remazol Yellow FG (Nogueira, et al., 1993; Xu, et al., 1999). Tetapi penggunaan TiO2 secara langsung memberikan suatu permasalahan teknis karena TiO2 dalam air membentuk partikel taklarut setingkat koloid yang tidak secara mudah dapat dipisahkan dengan air. Hal inilah yang menjadi pemikiran bahwa perlu adanya bahan pembawa TiO2 dengan persyaratan tidak larut dalam air, dapat dibuat berpartikel lebih besar (filterable), tetapi tidak tenggelam dalam air (mengapung)/ringan. Dalam penelitian ini dipilih pengembanan TiO2 dengan oksida Ba(OH)2.8H2O. Dari penambahan oksida tersebut ada beberapa kemungkinan terbentuk campuran yaitu TiO2-BaCO3, TiO2-BaO2, TiO2-BaO, TiO2-Ba(OH)2 atau pembentukan senyawa BaTiO3 atau Ba2TiO4. Kalau terbentuk campuran, maka masih terdapat TiO2 , namun jika terbentuk senyawa BaTiO3 atau Ba2TiO4 diharapkan TiO2 24 masih mempunyai kemampuan fotokatalitiknya setelah diembankan pada oksida Ba(OH)2.8H2O. Pada flow system, larutan dialirkan terus-menerus sehingga seluruh sistem dapat mengalami sirkulasi yang secara terus-menerus. Hal ini memberikan efek pengadukan yang dimungkinkan katalis lebih homogen, dan dapat meratakan permukaan yang terkena paparan sinar UV, dengan demikian diharapkan tidak mengurangi efektivitas TiO2. Untuk membandingkan fotodegradasi Remazol Yellow FG flow system dengan bath system memang sebelumnya belum ada, sehingga dibandingkan dengan data sekunder dari zat warna yang hampir mirip yaitu Turquoise blue yang diambil dari data penelitian Mudjijono, dkk (1998). Apabila efektivitas flow system Remazol Yellow FG tidak banyak berbeda dengan bath system pada Turquoise Blue, maka flow system dikatakan masih lebih baik dari bath system ditinjau dari teknis penggunaanya, harapannya dengan penggunaan pengemban yang berpori efektivitas TiO2 tidak banyak berkurang. Maka dimungkinkan flow sistem masih lebih baik dari bath system. C. Hipotesa Berdasarkan kerangka pemikiran diatas, maka hipotesis dari penelitian ini adalah : 1. TiO2 yang diembankan pada Ba(OH)2.H2O sebagai katalis fotodegradasi secara signifikan masih efektif digunakan pada fotodegradasi zat warna Remazol Yellow FG dalam sistem mengalir. 2. Cara flow system lebih efektif dibandingkan cara bath system. BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimen secara laboratoris. Penelitian tersebut adalah aplikasi semikonduktor TiO2-oksida Ba(OH)2.8H2O dalam fotodegradasi zat warna Remazol Yellow FG melalui cara flow system. B. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Sublab Kimia Laboratorium Pusat Universitas Sebelas Maret Surakarta. Analisa difraksi sinar X dilakukan di Laboratorium Kimia Analit MIPA Universitas Gadjah Mada Jogjakarta. Penelitian dilaksanakan selama 3 bulan dari bulan Oktober sampai Desember 2009 C. Alat dan Bahan 1. Alat a. Spektrofotometer Shimadzu XRD-6000 b. Spektrofotometer UV-Vis Double Beam Shimadzu PC 1610 c. Spektrofotometer UV-Vis (single beam SP-300 Optima) d. Furnace (Termolyne 48000) e. Lampu UV 6 W (9815-series) λ= 365nm f. 1 set alat degradasi (aquarium bertingkat dicover dengan aluminium foil ) g. Alat-alat gelas 2. Bahan a. Zat warna Remazol Yellow FG (Merck) b. TiO2 (Merck) c. Ba(OH)2.8H2O (Merck) 25 26 D. Prosedur Penelitian 1. Pembuatan Larutan Induk Remazol Yellow FG Larutan induk Remazol Yellow FG dengan konsentrasi 500 mg/L dibuat dengan cara melarutkan 0,5 gram Remazol Yellow FG dalam 1 liter, kemudian ditambahkan akuades sampai batas. Diulangi 3 kali sehingga diperoleh larutan induk 500 mg/L sebanyak 3 liter. Bagan prosedur kerja dapat dilihat pada Lampiran 1. 2. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Remazol Yellow FG Larutan induk Remazol Yellow FG 500 mg/L diambil 1 mL dimasukkan kedalam labu ukur 25 mL, kemudian ditambah akuades sampai tanda batas. Larutan dimasukkan kedalam kuvet untuk diukur absorbansinya menggunakan Spektrofotometer UV-VIS pada panjang gelombang 200-600 nm, sehingga diperoleh harga panjang gelombang maksimum Remazol Yellow FG. 3. Pembuatan Kurva Standart Remazol Yellow FG Larutan zat warna Remazol Yellow FG dengan konsentrasi 20 mg/L, 40 mg/L, 6mg/L, 80 mg/L dan 100 mg/L dilakukan pengukuran absorbansi pada gelombang maksimumnya. Dari data yang diperoleh dibuat kurva standar larutan Remazol Yellow FG. Absorbansi diatas 0,5 digunakan sebagai konsentrasi awal sampel untuk proses degradasi zat warna Remazol Yellow FG. 4. Sintesis dan karakterisasi semikonduktor TiO2/Ba(OH)2.8H2O Sebanyak 4 gram TiO2 dan 12 gram Ba(OH)2.8H2O dicampur dengan penambahan akuades hingga berbentuk pasta kemudian dikalsinasi pada temperatur 4500C selama 4 jam, bersama dengan proses itu TiO2 sampel juga dikalsinasi. Kemudian TiO2/Ba(OH)2.8H2O didinginkan, dihaluskan dan disaring dengan saringan 60 mesh, kemudian campuran yang jatuh dari saringan 60 mesh disaring lagi dengan saringan 80 mesh, sehingga diperoleh campuran 60 – 80 mesh (atau antara 212 sampai dengan 159 µm) yang digunakan sebagai katalis dalam proses fotodegradasi. Karakterisasi TiO2 dan TiO2/Ba(OH)2.8H2O digunakan XRD, untuk mengetahui campuran atau senyawa yang terbentuk. 27 1 5 6 7 2 10 cm 3 20 cm 4 20 cm Gambar 7. Desain fotodegradasi terkatalisis dalam sistem mengalir Keterangan: (1) Lampu UV, (2) Ruang katalitik, (3) Reservoir, (4) Pompa, (5) Pipa outlet pompa, (6) Saluran aliran, (7) Saringan. 5. Fotodegradasi terkatalisis TiO2/Ba(OH)2.8H2O pada Remazol Yellow FG. Sebanyak 3,5 L Larutan Remazol Yellow FG sampel dimasukkan ke dalam tandon (reservoir) sistem mengalir yang telah dirangkai seperti gambar 7. Sistem mengalir dilakukan dengan aliran berputar dimana dari resevoir (tandon) zat warna dipompa ke dalam sistem ruang katalitik yang ditelah ditambahkan katalis semikonduktor TiO2/Ba(OH)2.8H2O sebanyak 4,8 gram. Dari ruang katalitik berkapasitas 2000 mL, larutan zat warna dialirkan melalui saringan 150 mesh (setara dengan partikel berdiameter 85 µm) menuju ke reservoir kembali. Laju aliran bervariasi, hal ini disebabkan laju aliran tidak disetting khusus dengan pompa tetapi secara otomatis mengalir karena gravitasinya. Sampel larutan Remazol Yellow FG yang telah menetes diukur absorbansinya menggunakan Spektrofotometer UV-Vis dengan panjang gelombang maksimum. Selanjutnya, monitoring dilakukan tiap 30 menit berarti satu putaran (1 kali waktu interaksi) dari masing-masing bagian dapat termonitor selama 4 jam. Prosedur yang sama terhadap kontrol percobaan yaitu pada degradasi diri, pengaruh UV dan x-sorpsi. 28 E. Teknik Pengumpulan Data Untuk membuktikan hipotesis pertama yaitu membandingkan efektivitas fotokatalis semikonduktor variabel bebasnya adalah jenis dari k kontrol dengan k tertinggi (X1) dan k fotodegradasi katalis dengan pengemban oksida Ba(OH)2.8H2O (X2), sedangkan variabel terikatnya adalah efektivitas katalis (Y1 dan Y2). Pengukuran efektivitas katalis (Yi) dilakukan dengan mengukur harga k (konstanta laju reaksi). Makin besar harga k, berarti makin efektif reaksi fotokatalitiknya, selanjutnya dapat dinyatakan bahwa katalis yang digunakan lebih efektif. Harga k dalam reaksi fotodegradasi zat warna adalah merupakan reaksi orde 1, ditentukan dengan cara grafik ln A vs t. Data yang dikumpulkan adalah absorban dan waktu, kemudian data disusun pada tabel 1. Setiap percobaan dilakukan 2 kali. Dari grafik ln A vs t diperoleh garis lurus dengan kemiringan yang disebut gradien dengan derajat kemiringan (slope), dimana: k= -slope. A ln Ao = −k .t .................................................................................. (19) Masing-masing data absorban dan waktu dari X1 dan X2 dikontrol dengan X0(1) yaitu larutan zat warna tanpa pemaparan UV dan tanpa katalis (degradasi diri), X0(2) larutan zat warna tanpa katalis dengan pemaparan UV (fotodegradasi), X0(3) larutan zat warna dengan katalis tanpa pemaparan UV (absorpsi/adsorpsi). Data selanjutnya dikumpulkan sebagai Tabel 2. Sedangkan untuk membuktikan hipotesis kedua yakni mengenai perbandingan keefektifan katalis TiO2-Oksida Ba(OH)2.8H2O antara flow system dan bath system. Dalam hal ini variabel bebasnya sistem yaitu flow system (X3) dan bath system (X4), sedangkan untuk variabel terikatnya yaitu efektivitas katalis yang diwakili dengan harga k (konstanta laju reaksinya). Harga Y3 adalah samadengan Y2 pada hipotesis pertama, sedangkan untuk Y4 diambil dari data sekunder penelitian Mudjijono, dkk (1998). Untuk keperluan karakterisasi material katalis dilakukan analisa XRD TiO2 dan TiO2-oksida Ba(OH)2.8H2O terutama dalam penentuan campuran atau senyawa yang telah terbentuk 29 Tabel 1. Skema data percobaan fotodegradasi dengan cara flow system Data Percobaan 1 No. t/(jam) A1 1 0 A1.0 2 0.5 A1.0.5 3 1 A1.1 4 1.5 A1.1.5 5 2 A1.2 6 2.5 A1.2.5 7 3 A1.3 8 3.5 A1.3.5 9 4 A1.4 A2 A2.0 A2.0.5 A2.1 A2.1.5 A2.2 A2.2.5 A2.3 A2.3.5 A2.4 A3 A3.0 A3.0.5 A3.1 A3.1.5 A3.2 A3.2.5 A3.3 A3.3.5 A3.4 A rata2 A.0 A.0.5 A.1 A.1.5 A.2 A.2.5 A.3 A.3.5 A.4 ln A ln(A.0) ln(A.0.5) ln(A.1) ln(A.1.5) ln(A.2) ln(A.2.5) ln(A.3) ln(A.3.5) ln(A.4) k1 Table 2. Tabel Pengumpulan data X Keterangan X0 (1) Larutan zat warna tanpa katalis dan tanpa UV X0 (2) Larutan zat warna tanpa katalis dengan UV X0 (3) Larutan zat warna dengan katalis tanpa UV X1 Kontrol percobaan (k0) yang terbesar X2 Katalis dengan pengemban Y Y0 (1) Keterangan Harga k0(1) Y0 (2) Harga k0(2) Y0 (3) Harga k0(3) Y1 Harga k1 Y2 Harga k2 larutan zat warna dengan katalis dan UV F. Teknik Analisa Data Untuk membuktikan hipotesis pertama, bahwa dengan pengembanan oksida Ba(OH)2.8H2O tidak mempengaruhi efektifitas dari katalitik TiO2 maka dapat digunakan asumsi bahwa k1=k2. Dalam hal ini membuktikan k1=k2 dengan melihat rata-rata dan standar deviasinya. Pengujian dilakukan dengan analisis overlap distribusi rata-rata k1 dan k2. ∆k = k2-k1 dibandingkan terhadap rata-rata deviasi standarnya (sdrata-rata). Kesimpulannya: a. jika ∆k < 2,5 Sdrata-rata maka k1 = k2 b. jika ∆k ≥ 2,5 Sdrata-rata maka k1 ≠ k2 30 jika kasus a yang terjadi, maka hipotesis pertama terbukti yaitu pengembanan oksida Ba(OH)2.8H2O tidak mempengaruhi efektivitas katalitik TiO2. Apabila b yang terjadi maka pengembanan oksida Ba(OH)2.8H2O mempengaruhi efektivitas katalitik TiO2, dalam hal ini dihitung signifikansi pengaruhnya. Ada beberapa kemungkinan yang dapat terjadi: a. ∆k<0 , berarti pengemban mengurangi efektivitas katalitik TiO2 b. ∆k>0 , berarti pengemban menambah efektivitas katalitik TiO2 Kemudian dihitung signifikansi pengaruh (η), dengan persamaan η= ∆k x100% . apabila η ≤ 5%, maka pengaruh dinyatakan tidak signifikan. k1 Sebaliknya jika η > 5%, maka pengaruhnya dinyatakan signifikan. Hal yang sama dapat dilakukan untuk membuktikan hipotesis yang kedua, dengan membandingkan k2 dan k4. tetapi membuktikan bahwa k2 lebih besar dari k4 melalui kasus a diatas yaitu k2≠k4 dan harga k2>k4. Namun sebaliknya jika k2< k4 maka hipotesis kedua tidak terbukti atau flow system tidak lebih efektif dari bath system. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Remazol Yellow FG Panjang gelombang maksimum larutan Remazol Yellow FG ditentukan dengan pengukuran absorbansi maksimum pada panjang gelombang 200-600 nm menggunakan Spektrofotometer UV-Vis. Pengukuran dilakukan 3 kali percobaan dan diperoleh panjang gelombang maksimum yang mempunyai serapan absorbansi maksimum 416,6 nm; 416,4 nm dan 416,6 nm. 416,5 nm Gambar 8. Spektra panjang gelombang maksimum zat warna Remazol Yellow FG Untuk melakukan prosedur selanjutnya digunakan panjang gelombang maksimum rata-rata dari ketiga panjang gelombang maksimum tersebut yaitu pada 416,5 nm. B. Karakerisasi Katalis Semikondutor TiO2-oksida Ba(OH)2.8H2O Semikonduktor TiO2 memiliki sifat fotokatalitik yang dapat digunakan sebagai pendegradasi zat warna. Degradasi fotokatalisis (fotodegradasi) zat warna Remazol Yellow FG dilakukan dengan menggunakan semikonduktor TiO2. Katalisator TiO2 diembankan pada garam tak larut yang dipilih yaitu garam barium. Dimana garam ini diperoleh dari oksidanya yaitu Ba(OH)2.8H2O yang ditambahan dalam katalis TiO2 dengan perbandingan TiO2 : Ba(OH)2.8H2O 1:3. 31 32 kemudian dari campuran tersebut ditambahkan sedikit akuades hingga berbentuk pasta kemudian dikalsinasi pada temperatur 450 °C selama 4 jam. Pemanasan juga dimaksudkan untuk mendapatkan kestabilan yang tinggi dari TiO2. Pemilihan suhu ini mengikuti metode Yang (1997). Yang telah menunjukkan bahwa untuk mendapatkan TiO2 dengan kestabilan yang tinggi dalam bentuk anatase dilakukan kalsinasi pada suhu 450 °C sampai 540 °C selama 4 jam. Kalsinasi pada suhu 450-600 °C, sistem akan menghilangkan senyawasenyawa organik yang ada pada TiO2 yang dianggap mengganggu. Setelah senyawa pengganggu itu hilang diharapkan terbentuk rongga-rongga yang kemudian memperluas katalis. Demikian juga Wang (2006) mengungkapkan bahwa dari tiga bentuk kristal TiO2 yaitu rutil, anatase dan brokit, yang memiliki aktifitas katalitik yang paling baik adalah anatase. Semikonduktor TiO2-oksida Ba(OH)2.H2O selanjutnya dikarakterisasi menggunakan difraksi sinar-X (XRD) untuk mengetahui perbedaan kristalinitas antara katalis TiO2- oksida Ba(OH)2.H2O dengan beberapa kemungkinan terjadinya senyawa atau campuran. Kemungkinan terjadinya campuran TiO2BaCO3, TiO2-BaO2, TiO2-BaO, TiO2-Ba(OH)2 atau pembentukan senyawa Ba2TiO4 atau BaTiO3. Analisis dilakukan dengan membandingkan puncak-puncak spektrum XRD TiO2-oksida Ba(OH)2.8H2O dengan spektrum standar campuran atau senyawa tersebut yang diambil dari JCPDS (Joint Commite Powder Diffraction Standart). Gambar 9 (a) dan (b) menunjukan kumpulan spektrum XRD dari TiO2 sampel dan TiO2 standar dalam berbagai bentuk dan fase kristal. Dari gambar tersebut terlihat bahwa spektrum TiO2 sampel paling mirip dengan spektrum standar untuk anatase-tetragonal-body centered (JCPDS 75-1537).