triakoso.wordpress.com Patologi Nutrisi Ilmu Penyakit Non Infeksius D3 FKH Unair Nusdianto Triakoso Ilmu Nutrisi • Suatu studi yang mencakup penggunaan dan pengaruh berbagai macam bahan nutrisi yang dapat diperoleh dari makanan oleh organisme • Pengaruh bahan makanan dapat timbul : – Absorbsi bahan nutrisi yang terkandung dalam perbandingan dan keseimbangan tertentu. – Ketidakseimbangan bahan nutrisi akan menyebabkan tanda-tanda patologis yang sifatnya sangat karakteristik sesuai dengan berat ringannya ketidakseimbangan yang terjadi. • Ketidakseimbangan nutrisi – Defisiensi – Kelebihan – Intoksikasi makanan • Menyebabkan gangguan proses metabolisme (penyakit metabolik) • Kondisi tersebut tidak dapat dibedakan secara jelas dengan penyakit metabolik karena gangguan sistem gastrointestinal Ratio Makanan Insufisiensi dan kelebihan makanan Efek langsung Makanan yang mengandung kontaminan Efek tidak langsung Residu xenobiotik Mikotoksin Toksin Reaksi defisiensi Penyakit metabolisme Patologi Toksik Modifikasi resistensi dan parasit Pengaruh lingkungan Gangguan fisiologis Genetik Penyakit kelebihan atau ketidakseimbangan pakan dan intoksikasi Enterotoxemia Peranan sistem GIT Gangguan digesti dan akibatnya Gangguan metabolik Patologi hepar dan renal sekunder Asidosis rumen • Sinonim : grain overload, rumen overload, lactic acidosis, acute rumen engorgement • Penyebab : – Pakan tinggi KH rendah mudah cerna memicu terjadi lactic acidosis (acute dehydration and depression) – Pakan tinggi protein mudah cerna memicu produksi ion ammonium ion berlebihan (excitement and hyperesthesia) • Sering terjadi pada pemeliharaan intensif Grain beras buck groat millet barley hulled oat groat rye berries jagung wheat berries spelt hulled ↑ KH yang mudah difermentasi ↑ laju pertumbuhan (semua bakteri) ↓ pH < 5 ↑ VFA’s ↓ laju pertumbuhan (sebagian bakteri) ↓ pH ASIDOSIS RUMEN ↓ S. bovis ↑ Lactobacillus ↑ laju pertumbuhan S. bovis ↑ asam laktat ↓ pH Stasis fermentasi Absorbsi D/L asam laktat Asidosis Metabolik Gejala klinis • Onset of action bergantung jumlah pakan yang dikonsumsi dan adaptasi hewan • Gejala klinis dalam 12-36 jam setelah mengkonsumsi grain (biji-bijian) atau bahan pakan serupa • Gejala klinis : – awal : ataksia, inkoordinasi diikuti kelemahan dan depresi – Anoreksi dan gejala kebutaan – Stasis rumen komplet dan rasa sakit abdominal – Distensi abdomen. • Dehidrasi akan terjadi dalam 24-48 jam Gejala klinis • Lactic acidosis derajat ringan umumnya terjadi pada sapi yang diberi pakan konsentrat (grain-fed cattle) • Komplikasi – liver abcesses – rumenitis or rumen parakeratosis – mycotic rumenitis – feedlot bloat – laminitis Gejala klinis • Diare (tidak teramati bila hewan lebih dahulu mati). Diare profus akan terjadi pada hewan yang tidak mengalami depresi yang parah. • Ambruk (kasus berat) karena kelemahan dan toksemia dalam 24-48 jam. – Respirasi meningkat karena asidosis – Suhu tubuh subnormal – Pulsus lemah. Sapi ambruk diam tidak bergerak( seperti gejala hipokalsemia – Daerah muzzle (mukus dan tampak kotor) Gejala klinis • Bila terjadi pada sekawanan sapi (herd) – beberapa hewan mengalami depresi dan asidosis laktat akut. – kondisi sedang : depresi ringan disertai diare – feses agak berbuih, berbau asam dan berwarna kuning coklat atau agak keabu-abuan – feses mengandung bahan pakan yang belum tercerna – beberapa hewan juga mengalami laminitis akut Gejala klinis • Kematian mendadak (suddent death) biasanya terjadi dalam 24-48 jam, tapi banyak kasus ditandai dengan gejala membaik namun kemudian mati karena komplikasi sekunder. Jarang terjadi kasus melanjut dalam 3-4 minggu. • Pulih : kondisi tubuh buruk akibat rumenitis kronis dan kerusakan hepar. Milk Fever • Parturient paresis • Penyakit peripartus (48-72 jam) • Ditandai hipokalsemia, kelemahan otot, dan depresis kesadaran. • Insidensi 9% atau wabah • Kerugian pengobatan $15 juta/tahun Etiologi-Patogenesis • Gagal adaptasi kalsium saat laktasi • PTH tidak responsif, dekalsifikasi terbatas • Faktor risiko – Umur – Produksi – Manajemen masa kering Keterkaitan Hipokalsemia dengan Beberapa Penyakit Peripartus imunosupresi plasma kortisol RETENSI PLASENTA THE DOWNER COW SYNDROME uterus tonus otot HIPOKALSEMIA teat sphincter nafsu makan insulin MASTITIS METRITIS DISTOKIA rumen BLOAT negative energy balance KETOSIS FATTY LIVER DISEASE Metabolisme kalsium 25(OH)-D Hepar D25 hydroxylase Ginjal 1,25(OH)2-D calcitriol 25 OH D 1 α hydroxylase 1,25(OH)2-D calcitriol Intestinal PTH Tulang Ca++HPO4 Kalsifikasi Kalsium Ca++HPO4 Blood calcium Gejala klinis • Tiga stadium – awal (excitement-tetany) – kedua (sternal recumbency) – ketiga (lateral recumbency) • Pada kambing domba mirip sapi Gejala klinis • Hematologi – eosinofilia – neutrofilia – limfopenia • Biokimia – kalsium : 5 mg/dl – magnesium • awal : • lanjut : – phosphate : – glukosa : N – SGOT : – CPK : Terapi • Kalsium glukonas 25% – Sapi besar (540-590): 800-1000 – Sapi kecil (320-360) : 400-500 Ketosis • Kondisi yang terjadi akibat ketidakseimbangan metabolisme karbohidrat • Pada sapi, puncak produksi • Pada domba, akhir kebuntingan Etiologi-Patogenesis • Hipoglisemia, hiperketonemia • Ketosis primer • Ketosis sekunder • Faktor risiko – – – – obesitas saat partus rasio protein:energi masa kering lama kurang exercise • Hipoglisemia, hiperketonemia • Pada kebuntingan akhir (anak kembar) • Inefisiensi hepar – hipoglisemia encephalopati irreversible • Stadium terminal gangguan ginjal • Tipe Ketosis (klinis): – Tipe 1 : Spontaneus underfeeding (kurus, BHBA sangat tinggi, glukosa darah rendah, 3-6 minggu) – Tipe 2 : Fat Cows Fatty Liver (gemuk, BHBA tinggi, benda keton, glukosa darah tinggi, 1-2 minggu) – Tipe 3 : Wet Silages (bervariasi, BHBA tinggi, trigliserida hepar, glukosa darah bervariasi, bervariasi) • Subklinis – Awal laktasi BHBA lebih dari 14,4 mg/dl (risiko 3 kali) Prevalensi Ketosis Subklinis Gejala klinis • Wasting – – – – – – BB turun drastis temp, pulus normal gerakan rumen turun feses keras kering sembuh spontan kematian rendah • Syaraf – – – – hipoglisemia encephalopati hiperestesia, tremor tetani 1-2 jam berulang interval 8-12 jam – kematian tinggi Gejala klinis • • • • Pada domba mirip sapi bentuk syaraf Konstipasi, feses kering sedikit Ambruk dg gejala syaraf (konvulsi) Ambruk 3-4 hari, depresi, koma Diagnosis • • • • • • Hipoglisemia, ketonemia, ketonuria Glukosa darah Keton urin Keton susu Plasma kortisol meningkat Ketolac strip test, Pink tes liquid (subklinis) Diagnosis • Gold standar SCK – BHBA 14,4 mg/dl – AcAc 360 umol/l (500 umol/l) Defisiensi Copper • Terutama pada sapi dan domba • Hasil survey terbaru menunjukkan banyak negara daerah tropis rawan terhadap defisiensi copper seperti Argentina, Kenya, Bolivia, Brazil, Panama, Colombia, Peru, Costa Rica, Tanzania, Senegal, Ethiopia, Saudi Arabia, India, Pilipina , Malaysia dan Indonesia. Fungsi copper • • • • • Metabolisme Pertumbuhan villi Pembentukan darah Depresi pembentukan osteobast Myelinisasi syaraf Akibat defisiensi • • • • • • Pertumbuhan terhambat Pertumbuhan villi terhambat Pigmentasi rambut Gangguan pembentukan darah Demyelinisasi syaraf Degenerasi myocardial Penyebab • • • • Pakan tidak mengandung copper Pakan tinggi molibdenium Intake pakan mengandung sulfate (selenium meningkatkan absorbsi) Gejala klinis • • • • • Hewan mengalami gangguan pertumbuhan Infertilitas Pincang Rambut rontok pada domba Kulit : – kasar – warna rambut ’putih/pudar” – gatal dan menjilat-jilat. • • • Produksi susu turun Anemia, lemah Ataksia setelah exercise • • • • Mudah terjadi fraktur tulang (ektrimitas, khususnya skapula). Swayback Berat : kematian mendadak akibat CHF akut (falling disease). Persisten scouring pada sapi atau domba(peat scours) – Diare berwarna kuning kehijauan hingga kehitaman. – Feses dikeluarkan tanpa adanya tekanan atau rejanan, bahkan tanpa mengangkat ekor. Hewan sangat kurus meskipun nafsu makan masih baik. Diagnosis • Kadar copper serum < 0,7 mg/ml. • Namun kadang kala kadar copper serum penderita normal. Kondisi ini diduga terjadi pada kasus sekunder. Copper darah normal atau tinggi, diduga sebagai respon kekurangan copper dalam jaringan. • Pada kasus sekunder juga tidak ditemui adanya anemia. • Respon terapi • Biopsi : kadar copper di hepar (gold standard). Terapi • Pemberian terapi preparat copper per oral. Copper sulfat diberikan seminggu sekali selama 3-5 minggu. • Hati-hati agar tidak terjadi intoksikasi copper. Pedet 4 g; Sapi 6-10 g; Domba 1,5 g. • Langkah alternatif terapi dan pencegahan adalah memberikan secara parenteral dan preparat slow release peroral Keracunan • Keracunan bisa terjadi secara langsung tubuh berkontak dengan bahan beracun atau melalui makanan, proses pencernaan atau residu. Pestisida • Insektisida – – – – – Organofosfat Hidroklorin Karbamat Pyrethrin, Pyrethroid Miticide • Rodenticide – Antikoagulan – Strychnine – Fluoroacetate Bahan Lain • Obat – Acetaminophen – Supplemen (ferrous sulphate) – CNS (primidone) • Tanaman – Dracaena marginata (kucing) – Dieffenbacia sp, Philodendron sp – Ricinus communis • Pupuk – Nitrat-Nitrit – Urea • Biotoksin – Methylxanthine (theobromine, Cokelat) Keracunan Cokelat • Chocolate is made from the fruit (beans) of the cacao tree. Theobromine, a component of chocolate, is the toxic compound in chocolate. (Caffeine is also present in chocolate, but in much smaller amounts than Theobromine.) Both Theobromine and Caffeine are members of a drug class called Methylxanines. • Theobromine and caffeine effects on the body: – – – – Central Nervous System (CNS) stimulant Cardiovascular stimulant Increase blood pressure (mild) Nausea and vomiting • Unsweetened (baker's) chocolate contains 8-10 times the amount of Theobromine as milk chocolate. • Semi-sweet chocolate falls roughly in between the two for Theobromine content. • White chocolate contains Theobromine, but in such small amounts that Theobromine poisoning is unlikely. • Caffeine is present in chocolate, but less than Theobromine. • From The Merck Veterinary Manual, here are approximate Theobromine levels of different types of chocolate: – – – – Dry cocoa powder = 800 mg/oz Unsweetened (Baker's) chocolate = 450 mg/oz Cocoa bean mulch = 255 mg/oz semisweet chocolate and sweet dark chocolate is = 150-160 mg/oz – Milk chocolate = 44-64 mg Theobromine per oz chocolate – White chocolate contains an insignificant source of methylxanthines. • • • • • • The toxic dose of Theobromine (and caffeine) for pets is 100-200mg/kg. (1 kilogram = 2.2 pounds). However, various reports by the ASPCA (American Society for the Prevention of Cruelty to Animals) have noted problems at doses much lower than this - i.e. 20mg/kg. Humans can break down and excrete Theobromine much more efficiently than dogs. The half life of Theobromine in the dog is long; approximately 17.5 hours. White chocolate: 200 ounces per pound of body weight. It takes 250 pounds of white chocolate to cause signs of poisoning in a 20-pound dog, 125 pounds for a 10pound dog. Milk chocolate: 1 ounce per pound of body weight. Approximately one pound of milk chocolate is poisonous to a 20-pound dog; one-half pound for a 10-pound dog. The average chocolate bar contains 2 to 3 ounces of milk chocolate. It would take 2-3 candy bars to poison a 10 pound dog. Semi-sweet chocolate has a similar toxic level. Sweet cocoa: 0.3 ounces per pound of body weight. One-third of a pound of sweet cocoa is toxic to a 20-pound dog; 1/6 pound for a 10-pound dog. Baking chocolate: 0.1 ounce per pound body weight. Two one-ounce squares of bakers' chocolate is toxic to a 20-pound dog; one ounce for a 10-pound dog. Clinical signs • Onset : beberapa jam (vomiting, diarrhea or hyperactivity). • Berlanjut : peningkatan frekuensi denyut jantung – Arrhythmia, restlessness, muscle twitching – Hiperaktifitas, urinasi meningkat – Panting berlebihan. • Dapat memicu hiperthermia, tremor otot, seizures, coma dan kematian. Mycotoxin • Mycotoxin adalah bahan beracun yang dihasilkan fungi yang tumbuh pada bahan makanan atau pakan. • Merusak organ atau jaringan (ginjal, hepar, otak, saluran cerna, sistem reproduksi) • Akut, subakut, kronis • Gejala : anoreksia, ikhterus, melena, poliuria, polidipsia, perdarahan • Aflatoksin : Aspergillus flavus, Aspergilus parasiticus – – – – Aflatoksin B1, B2, G1, G2 Aflatoksin B1 paling toksik (susu) jagung, sumber protein sering terjadi pada ternak (ayam jarang) • Penitrem A: Penicillium crustaceum – Keju (blue green fungal mat), walnut • Botulinum : Clostridium botulinum – Toksin A, B, C, D, E, F, G Vitamin • Vitamin adalah molekul organik yang sangat diperlukan tubuh hewan dan manusia untuk proses metabolisme dan pertumbuhan. • Tubuh tidak dapat membuat vitamin dalam jumlah cukup dan harus dipenuhi dari makanan • Vitamin larut lemak (ADEK) • Vitamin larut air (B1/Thiamine, B2/Riboflavin, Biotin, B6/Piridoxin, Asam folat, Asam pantotenat, Cobalamine, Choline, Niacin, Vitamin C) • Defisiensi vitamin – Vitamin larut air – Vitamin larut lemak • Hipervitaminosis – Vitamin larut lemak Hipervitaminosis D • Vitamin D (cholecalciferol) is a fat soluble vitamin. • Toxicity occurs when excessive amounts of cholecalciferol are ingested. – Most commonly, this occurs as a result of ingestion of choleciferol-containing rodenticides or vitamin supplements. – Less commonly, vitamin D toxicity may also occur as a result of an improperly balanced diet. • Cholecalciferol, is metabolized in the liver to 25hydroxycholecalciferol, which in turn is metabolized by the kidneys to calcitriol. Hipervitaminosis D • Calcitriol enhances calcium resorption from the bones and the uptake of calcium from the intestinal tract. When excessive amounts of calcitriol are present, as happens in vitamin D toxicity, hypercalcemia (abnormally high levels of calcium in the blood) occurs because: – excessive amounts of calcium are absorbed from the intestinal tract – calcium resorption from bone is stimulated – the kidneys increase the reabsorption of calcium Hipervitaminosis D • The symptoms seen in cases of vitamin D toxicity are a result of the hypercalcemia that develops due to excessive amounts of cholecalciferol being metabolized to calcitriol. • Hypercalcemia results in abnormal calcification in the kidneys, gastrointestinal tract and cardiovascular system as well as neurological dysfunction. • Clinical Signs: – – – – – – – Vomiting, diarrhea Polydipsia, polyuria Lethargy, anorexia Hemorrhage in the gastrointestinal tract and/or lungs, in some animals Pain from the kidney area Abnormal heart rhythms Bone pain Keracunan Urea • Seringkali urea digunakan sebagai bahan untuk amoniasi jerami • Keracunan : – diberikan terlalu banyak sehingga sapi mengalami keracunan – sapi seringkali minum atau makan pupuk urea yang tidak disimpan dengan baik oleh peternak. • Urea tersebut di dalam rumen akan dimanfaatkan oleh mikroba dan menghasilkan amonia. Di dalam tubuh, amonia adalah zat beracun dan menyebabkan kondisi yang dikenal sebagai encephalopati hepatis dimana hewan menunjukkan gejala syaraf atau kejang-kejang karena gangguan sistem syaraf pusat akibat adanya akumulasi amonia di dalam tubuh. • Gejala • Hewan hipersalivasi dan berbuih, gigi menggeretak karena adanya rasa sakit dan tampak telinga dan wajahnya menegang. Adanya rasa sakit daerah abdomen disertai bloat. • Selain itu hewan menunjukkan peningkatan frekuensi respirasi dan berat. Hewan lebih sering urinasi. Selanjutnya hewan kejang dan ambruk. Seringkali hewan ditemui mati di dekat sumber urea tersebut. • Pengobatan, penanggulangan dan pencegahan • Segera lakukan terapi, meskipun hasilnya tidak cukup memuaskan. • Gunakan sonde lambung untuk mengurangi bloat yang terjadi, sekaligus untuk memberikan air dingin. – Sapi dewasa : 45 liter air dingin diikuti beberapa liter asam asetat 6% atau cuka. Pengenceran tersebut akan menurunkan suhu di dalam rumen dan meningkatkan asiditas rumen sehingga mampu mengurangi produksi amonia. Bila perlu terapi diulangi dalam 24 jam. • Berikan urea secara bertahap dalam jumlah yang sedikit (0,1 gram/kg BB) atau 35-40 gram untuk sapi 400 kg. • Simpan dengan baik urea pupuk agar tidak mudah dimakan sapi atau ruminansia kecil. Keracunan Nitrat-Nitrit • Mirip dengan keracunan urea. • Nitrat (NO3)sebetulnya bukan merupakan bahan toksik. Namun di dalam tubuh, nitrat dicerna dan berubah menjadi nitrit (NO2) oleh mikroba rumen. Kemudian nitrat yang beredar di dalam darah akan mengubah hemoglobin menjadi methemoglobin. Sehingga hemoglobin yang juga berfungsi mengikat oksigen untuk memenuhi kebutuhan oksigen jaringan menjadi berkurang. • Pada monogastrik, nitrat akan dikonversi menjadi nitrit di dalam usus, sehingga kecil kemungkinan untuk diabsorbsi dan menimbulkan masalah. • Sumber penularan – tanaman (Astragalus) – air sumur yang dalam sehingga terjadi akumulasi nitrat terutama bila disekitarnya dilakukan pemupukan menggunakan pupuk nitrogen yang berlebihan. Keracunan Nitrat-Nitrit • Gejala • Hewan akan menunjukkan gejala setelah 6 jam memakan atau menelan bahan tersebut. • Hewan menunjukkan gejala anoksia berat (kekurangan oksigen) – lemah, depresi – sianosis dan takikardia (denyut jantung meningkat) – hewan akan mati bila 60-75% hemoglobin dioksidasi menjadi methemoglobin. Biasanya ini berlangsung dalam 24 jam pasca hewan memakan bahan tersebut. • Sedangkan bila serangan bersifat kronis umumnya terjadi abortus dan meningkatkan kebutuhan vitamin A atau hewan menunjukkan gejala hipovitaminosis A. Keracunan Nitrat-Nitrit • Pengobatan, pengendalian dan pencegahan • Berikan Methylene blue 1% yang dapat mereduksi methemoglobin menjadi hemoglobin. – Monogastrik : terapi tunggal 1-2 mg/kgBB intravena – Ruminansia : ruminansia > 20 mg/kgBB dan bila perlu diulangi tiap 8 jam bila memakan nitrat dalam jumlah besar Keracunan Lantana • Lantana camara atau kembang telekan adalah tanaman yang selalu hijau dan bertahan saat musim kemarau, sementara tanaman lain mengering. • Pada daerah padang gembala bila semua tanaman mengering, maka tanaman ini akan menarik hewan untuk memakannya. • Komponen-komponen beracun tanaman ini yaitu Lantadene A (LA), Lantadene B (LB), Lantadene C (LC) dan Lantadene D (LD). Di antara komponen tersebut LA dan LB yang paling toksik. • Pada daerah kering keracunan Lantana sering dilaporkan bahkan menjadi wabah. Di Indonesia bahkan pernah dilaporkan terjadi wabah keracunan Lantana pada sapi Bali di Kalawi, Donggala tahun 1980. Keracunan Lantana • Gejala awal : fotosensitisasi dermatitis. – Hewan akan mengalami kemerahan (eritema) pada kulit terutama yang terkena sinar matahari. – Kulit yang terkena umumnya yang berambit tipis atau tidak berambut, termasuk juga di sekitar mocong. – Bila berlanjut maka kulit tersebut akan nekrosis dan mengelupas. – Gejala yang lain hewan akan menunjukkan perubahan warna urine. Urine seringkali ditemukan berwarna merah bahkan coklat tua. – Gejala-gejala tersebut sangat mirip dengan penyakit Baliziekte. Grass tetany • Magnesium deficiency – Hypomagnesemia – “grass staggers” • Muscle weakness – Magnesium • • • • co-factor of many enzymes involved in metabolism Signaling molecule ATP bound to Mg to be biologically active Neuromuscular function • Occurs during early lactation – Mg requirement is higher • British breeds • More common in cool season grasses – Lower Mg concentration compared with legumes • More common in spring – Rapidly growing forage – Legume growth is slow Grass tetany • Risks – Lush, green, fast growing grasses (high potassium) – High potassium and low magnesium dan calcium – High concentrations potassium negatively affect soil magnesium intake by plants – High nitrogen concentrations following fertilizer also may limits magnesium avalability – Cattle grazzing fertilized pasture Grass Tetany • Clinical signs – No clinical signs : Suddent death (interval a few hours) – Stop grazing, appears nevous or high-headed – Stagger or experience twitching of the skin – Stiffening of the muscles – Violent jerking convulsions with the head pulled back – Lie down and “pedal” with its legs and chew to the point of frothing of the mouth – If convulsion subside, the animal may appear relaxed. However, noises or touches may result in violent reaction. • Common after fertilization – Rapid growth – Potassium decreases Mg absorption – Sodium linked transport of Mg across rumen wall • Sodium deficiency implicated • Na:K ratio of rumen fluid – 1.0 – grass tetany – 5.0 – improvement • High soluble protein = increased ammonia – Decreased Mg absorption • Higher fatty acids (HFA) – 16:0 and greater – High in forages likely to cause grass tetany – Form insoluble soaps with Mg • Most Mg absorption occurs in rumen • Soaps dissociate in small intestine – Little Mg absorption occurs in ruminants in SI • Winter tetany – Dry, low quality forage is low in Mg • Transit tetany – sheep – Long periods of fasting Clinical signs • Initial symptoms – Muscle twitching (face and ears) – Excessive alertness – Uncoordination – Stiff gait • 3 – 4 hours – Collapse – Convulsive spasms – Paddling of feet • Treatment – Minimal handling – 2 slow injections of a Mg solution – Rapid = heart failure • Prevention – Supplement Mg (MgO) – Salt supplement • Increases Mg absorption • Salt is more palatable – Graze legume/grass mixture – Graze pastures that have been rested previous year • Dilution of lush forage with dry forage Eclampsia • Eclampsia, also called milk fever, hypocalcemia or puerperal tetany • Eclampsia is an acute, life-threatening disease caused by low blood calcium levels (hypocalcemia) in dogs and more rarely in cats. • The lactating animal is especially susceptible to blood calcium depletion because of milk production. The bodies of some lactating dogs and cats simply cannot keep up with the increased demands for calcium. Animals with milk fever lack the ability to quickly move calcium into their milk without depleting their own blood levels of this mineral. • Eclampsia most commonly occurs 1-3 weeks after giving birth, but it can even occur during pregnancy. Litters do not need to be large to cause eclampsia. Small breed dogs are at higher risk for eclampsia. The puppies themselves are not affected as the mother’s milk appears to be normal during this period. Eclampsia • Eclampsia is a very serious disorder but fortunately the signs are fairly easy to recognize, especially when coupled with late term pregnancy and/or milk production. • Initially, the affected dog will be restless and nervous. Within a short time, she will walk with a stiff gait and may even wobble or appear disoriented. Eventually, the dog may be unable to walk and her legs may become stiff or rigid. • The dog may have a fever, with body temperature even over 105º F (40,5oC). The respiration rate (number of breaths per minute) will increase. At this point, death can occur if no treatment is given. Eclampsia • Over-supplementation of calcium during pregnancy may increase the risk of eclampsia. There is a complex way the body maintains the proper amount of calcium in the blood. The body is constantly adding calcium to bones and then removing it, as needed. This is regulated by a hormone produced by the parathyroid gland, called parathyroid hormone. If a dog receives increased amounts of calcium during pregnancy, her body's production of parathyroid hormone greatly decreases. When the dog suddenly needs large amounts of calcium for milk production, the system is not ready to start removing it from the bone. This is because it takes some time for the parathyroid gland to start producing the hormone again. Because of the lack in parathyroid hormone, the blood calcium level suddenly drops, and produces the signs of eclampsia. Eclampsia • So, adequate amounts of calcium need to be given during pregnancy, but not enough to slow down the production of parathyroid hormone. This means calcium supplements are generally not recommended. Also, it is important for the calcium and phosphorus in the diet to be at the correct ratio of 1:1 (i.e.; 1 part calcium to 1 part phosphorus). Vitamin D must also be present in adequate amounts. • Once a dog has had milk fever, there is an excellent chance that she will also have it with future litters if preventive steps are not taken. Be sure to work closely with your veterinarian if your dog has had eclampsia in the past and is pregnant again. • In conclusion, it is of great importance for owners of pregnant or nursing dogs to be able to recognize the signs of eclampsia. If you feel your female dog is showing these signs, remove the pups to prevent further nursing and seek veterinary assistance at once.