Patologi Nutrisi

advertisement
triakoso.wordpress.com
Patologi Nutrisi
Ilmu Penyakit Non Infeksius D3 FKH Unair
Nusdianto Triakoso
Ilmu Nutrisi
• Suatu studi yang mencakup penggunaan
dan pengaruh berbagai macam bahan
nutrisi yang dapat diperoleh dari makanan
oleh organisme
• Pengaruh bahan makanan dapat timbul :
– Absorbsi bahan nutrisi yang terkandung
dalam perbandingan dan keseimbangan
tertentu.
– Ketidakseimbangan bahan nutrisi akan
menyebabkan tanda-tanda patologis yang
sifatnya sangat karakteristik sesuai dengan
berat ringannya ketidakseimbangan yang
terjadi.
• Ketidakseimbangan nutrisi
– Defisiensi
– Kelebihan
– Intoksikasi makanan
• Menyebabkan gangguan proses
metabolisme (penyakit metabolik)
• Kondisi tersebut tidak dapat dibedakan
secara jelas dengan penyakit metabolik
karena gangguan sistem gastrointestinal
Ratio Makanan
Insufisiensi dan kelebihan makanan
Efek langsung
Makanan yang mengandung
kontaminan
Efek tidak langsung
Residu xenobiotik
Mikotoksin
Toksin
Reaksi defisiensi
Penyakit metabolisme
Patologi Toksik
Modifikasi resistensi dan
parasit
Pengaruh lingkungan
Gangguan fisiologis Genetik
Penyakit kelebihan atau
ketidakseimbangan pakan
dan intoksikasi
Enterotoxemia
Peranan sistem GIT
Gangguan digesti
dan akibatnya
Gangguan metabolik
Patologi hepar dan renal
sekunder
Asidosis rumen
• Sinonim : grain overload, rumen overload,
lactic acidosis, acute rumen engorgement
• Penyebab :
– Pakan tinggi KH rendah mudah cerna memicu
terjadi lactic acidosis (acute dehydration and
depression)
– Pakan tinggi protein mudah cerna memicu
produksi ion ammonium ion berlebihan
(excitement and hyperesthesia)
• Sering terjadi pada pemeliharaan intensif
Grain
beras
buck groat
millet
barley hulled
oat groat
rye berries
jagung
wheat berries
spelt hulled
↑ KH yang mudah difermentasi
↑ laju pertumbuhan (semua bakteri)
↓ pH < 5
↑ VFA’s
↓ laju pertumbuhan
(sebagian bakteri)
↓ pH
ASIDOSIS
RUMEN
↓ S. bovis
↑ Lactobacillus
↑ laju pertumbuhan S. bovis
↑ asam laktat
↓ pH
Stasis fermentasi
Absorbsi D/L asam laktat
Asidosis Metabolik
Gejala klinis
• Onset of action bergantung jumlah pakan yang
dikonsumsi dan adaptasi hewan
• Gejala klinis dalam 12-36 jam setelah
mengkonsumsi grain (biji-bijian) atau bahan
pakan serupa
• Gejala klinis :
– awal : ataksia, inkoordinasi diikuti kelemahan dan
depresi
– Anoreksi dan gejala kebutaan
– Stasis rumen komplet dan rasa sakit abdominal
– Distensi abdomen.
• Dehidrasi akan terjadi dalam 24-48 jam
Gejala klinis
• Lactic acidosis derajat ringan umumnya
terjadi pada sapi yang diberi pakan
konsentrat (grain-fed cattle)
• Komplikasi
– liver abcesses
– rumenitis or rumen parakeratosis
– mycotic rumenitis
– feedlot bloat
– laminitis
Gejala klinis
• Diare (tidak teramati bila hewan lebih dahulu
mati). Diare profus akan terjadi pada hewan
yang tidak mengalami depresi yang parah.
• Ambruk (kasus berat) karena kelemahan dan
toksemia dalam 24-48 jam.
– Respirasi meningkat karena asidosis
– Suhu tubuh subnormal
– Pulsus lemah. Sapi ambruk diam tidak bergerak(
seperti gejala hipokalsemia
– Daerah muzzle (mukus dan tampak kotor)
Gejala klinis
• Bila terjadi pada sekawanan sapi (herd)
– beberapa hewan mengalami depresi dan asidosis
laktat akut.
– kondisi sedang : depresi ringan disertai diare
– feses agak berbuih, berbau asam dan berwarna
kuning coklat atau agak keabu-abuan
– feses mengandung bahan pakan yang belum
tercerna
– beberapa hewan juga mengalami laminitis akut
Gejala klinis
• Kematian mendadak (suddent death)
biasanya terjadi dalam 24-48 jam, tapi
banyak kasus ditandai dengan gejala
membaik namun kemudian mati karena
komplikasi sekunder. Jarang terjadi kasus
melanjut dalam 3-4 minggu.
• Pulih : kondisi tubuh buruk akibat
rumenitis kronis dan kerusakan hepar.
Milk Fever
• Parturient paresis
• Penyakit peripartus (48-72 jam)
• Ditandai hipokalsemia,
kelemahan otot, dan depresis
kesadaran.
• Insidensi 9% atau wabah
• Kerugian pengobatan $15
juta/tahun
Etiologi-Patogenesis
• Gagal adaptasi kalsium saat laktasi
• PTH tidak responsif, dekalsifikasi terbatas
• Faktor risiko
– Umur
– Produksi
– Manajemen masa kering
Keterkaitan Hipokalsemia dengan
Beberapa Penyakit Peripartus
imunosupresi
plasma kortisol
RETENSI PLASENTA
THE DOWNER COW SYNDROME
uterus
tonus otot
HIPOKALSEMIA
teat sphincter
nafsu makan
insulin
MASTITIS
METRITIS
DISTOKIA
rumen
BLOAT
negative energy balance
KETOSIS
FATTY LIVER DISEASE
Metabolisme kalsium
25(OH)-D
Hepar
D25 hydroxylase
Ginjal
1,25(OH)2-D
calcitriol
25 OH D 1 α hydroxylase
1,25(OH)2-D
calcitriol
Intestinal
PTH
Tulang
Ca++HPO4
Kalsifikasi
Kalsium
Ca++HPO4
Blood
calcium
Gejala klinis
• Tiga stadium
– awal (excitement-tetany)
– kedua (sternal recumbency)
– ketiga (lateral recumbency)
• Pada kambing domba mirip sapi
Gejala klinis
• Hematologi
– eosinofilia
– neutrofilia
– limfopenia
• Biokimia
– kalsium : 5 mg/dl
– magnesium
• awal : • lanjut : – phosphate : – glukosa : N
– SGOT : – CPK : Terapi
• Kalsium glukonas 25%
– Sapi besar (540-590): 800-1000
– Sapi kecil (320-360) : 400-500
Ketosis
• Kondisi yang terjadi akibat
ketidakseimbangan
metabolisme karbohidrat
• Pada sapi, puncak produksi
• Pada domba, akhir
kebuntingan
Etiologi-Patogenesis
• Hipoglisemia,
hiperketonemia
• Ketosis primer
• Ketosis sekunder
• Faktor risiko
–
–
–
–
obesitas saat partus
rasio protein:energi
masa kering lama
kurang exercise
• Hipoglisemia,
hiperketonemia
• Pada kebuntingan
akhir (anak kembar)
• Inefisiensi hepar
– hipoglisemia
encephalopati
irreversible
• Stadium terminal
gangguan ginjal
• Tipe Ketosis (klinis):
– Tipe 1 : Spontaneus underfeeding (kurus, BHBA
sangat tinggi, glukosa darah rendah, 3-6 minggu)
– Tipe 2 : Fat Cows Fatty Liver (gemuk, BHBA tinggi,
benda keton, glukosa darah tinggi, 1-2 minggu)
– Tipe 3 : Wet Silages (bervariasi, BHBA tinggi,
trigliserida hepar, glukosa darah bervariasi,
bervariasi)
• Subklinis
– Awal laktasi BHBA lebih dari 14,4 mg/dl (risiko 3 kali)
Prevalensi Ketosis Subklinis
Gejala klinis
• Wasting
–
–
–
–
–
–
BB turun drastis
temp, pulus normal
gerakan rumen turun
feses keras kering
sembuh spontan
kematian rendah
• Syaraf
–
–
–
–
hipoglisemia
encephalopati
hiperestesia, tremor
tetani 1-2 jam
berulang interval 8-12
jam
– kematian tinggi
Gejala klinis
•
•
•
•
Pada domba mirip sapi bentuk syaraf
Konstipasi, feses kering sedikit
Ambruk dg gejala syaraf (konvulsi)
Ambruk 3-4 hari, depresi, koma
Diagnosis
•
•
•
•
•
•
Hipoglisemia, ketonemia, ketonuria
Glukosa darah
Keton urin
Keton susu
Plasma kortisol meningkat
Ketolac strip test, Pink tes liquid (subklinis)
Diagnosis
• Gold standar SCK
– BHBA 14,4 mg/dl
– AcAc 360 umol/l (500 umol/l)
Defisiensi Copper
• Terutama pada sapi dan domba
• Hasil survey terbaru menunjukkan banyak
negara daerah tropis rawan terhadap defisiensi
copper seperti Argentina, Kenya, Bolivia, Brazil,
Panama, Colombia, Peru, Costa Rica, Tanzania,
Senegal, Ethiopia, Saudi Arabia, India, Pilipina ,
Malaysia dan Indonesia.
Fungsi copper
•
•
•
•
•
Metabolisme
Pertumbuhan villi
Pembentukan darah
Depresi pembentukan osteobast
Myelinisasi syaraf
Akibat defisiensi
•
•
•
•
•
•
Pertumbuhan terhambat
Pertumbuhan villi terhambat
Pigmentasi rambut
Gangguan pembentukan darah
Demyelinisasi syaraf
Degenerasi myocardial
Penyebab
•
•
•
•
Pakan tidak mengandung copper
Pakan tinggi molibdenium
Intake pakan mengandung sulfate
(selenium meningkatkan absorbsi)
Gejala klinis
•
•
•
•
•
Hewan mengalami gangguan
pertumbuhan
Infertilitas
Pincang
Rambut rontok pada domba
Kulit :
– kasar
– warna rambut ’putih/pudar”
– gatal dan menjilat-jilat.
•
•
•
Produksi susu turun
Anemia, lemah
Ataksia setelah exercise
•
•
•
•
Mudah terjadi fraktur tulang
(ektrimitas, khususnya skapula).
Swayback
Berat : kematian mendadak akibat
CHF akut (falling disease).
Persisten scouring pada sapi atau
domba(peat scours)
– Diare berwarna kuning kehijauan
hingga kehitaman.
– Feses dikeluarkan tanpa adanya
tekanan atau rejanan, bahkan
tanpa mengangkat ekor. Hewan
sangat kurus meskipun nafsu
makan masih baik.
Diagnosis
• Kadar copper serum < 0,7 mg/ml.
• Namun kadang kala kadar copper serum penderita
normal. Kondisi ini diduga terjadi pada kasus sekunder.
Copper darah normal atau tinggi, diduga sebagai respon
kekurangan copper dalam jaringan.
• Pada kasus sekunder juga tidak ditemui adanya anemia.
• Respon terapi
• Biopsi : kadar copper di hepar (gold standard).
Terapi
• Pemberian terapi preparat copper per oral.
Copper sulfat diberikan seminggu sekali selama
3-5 minggu.
• Hati-hati agar tidak terjadi intoksikasi copper.
Pedet 4 g; Sapi 6-10 g; Domba 1,5 g.
• Langkah alternatif terapi dan pencegahan
adalah memberikan secara parenteral dan
preparat slow release peroral
Keracunan
• Keracunan bisa terjadi secara langsung
tubuh berkontak dengan bahan beracun
atau melalui makanan, proses pencernaan
atau residu.
Pestisida
• Insektisida
–
–
–
–
–
Organofosfat
Hidroklorin
Karbamat
Pyrethrin, Pyrethroid
Miticide
• Rodenticide
– Antikoagulan
– Strychnine
– Fluoroacetate
Bahan Lain
• Obat
– Acetaminophen
– Supplemen (ferrous sulphate)
– CNS (primidone)
• Tanaman
– Dracaena marginata (kucing)
– Dieffenbacia sp, Philodendron sp
– Ricinus communis
• Pupuk
– Nitrat-Nitrit
– Urea
• Biotoksin
– Methylxanthine (theobromine, Cokelat)
Keracunan Cokelat
• Chocolate is made from the fruit (beans) of the
cacao tree. Theobromine, a component of
chocolate, is the toxic compound in chocolate.
(Caffeine is also present in chocolate, but in
much smaller amounts than Theobromine.) Both
Theobromine and Caffeine are members of a
drug class called Methylxanines.
• Theobromine and caffeine effects on the body:
–
–
–
–
Central Nervous System (CNS) stimulant
Cardiovascular stimulant
Increase blood pressure (mild)
Nausea and vomiting
• Unsweetened (baker's) chocolate contains 8-10
times the amount of Theobromine as milk
chocolate.
• Semi-sweet chocolate falls roughly in between
the two for Theobromine content.
• White chocolate contains Theobromine, but in
such small amounts that Theobromine poisoning
is unlikely.
• Caffeine is present in chocolate, but less than
Theobromine.
• From The Merck Veterinary Manual, here
are approximate Theobromine levels of different
types of chocolate:
–
–
–
–
Dry cocoa powder = 800 mg/oz
Unsweetened (Baker's) chocolate = 450 mg/oz
Cocoa bean mulch = 255 mg/oz
semisweet chocolate and sweet dark chocolate is =
150-160 mg/oz
– Milk chocolate = 44-64 mg Theobromine per oz
chocolate
– White chocolate contains an insignificant source of
methylxanthines.
•
•
•
•
•
•
The toxic dose of Theobromine (and caffeine) for pets is 100-200mg/kg. (1 kilogram =
2.2 pounds). However, various reports by the ASPCA (American Society for the
Prevention of Cruelty to Animals) have noted problems at doses much lower than this
- i.e. 20mg/kg.
Humans can break down and excrete Theobromine much more efficiently than dogs.
The half life of Theobromine in the dog is long; approximately 17.5 hours.
White chocolate: 200 ounces per pound of body weight. It takes 250 pounds of
white chocolate to cause signs of poisoning in a 20-pound dog, 125 pounds for a 10pound dog.
Milk chocolate: 1 ounce per pound of body weight. Approximately one pound of milk
chocolate is poisonous to a 20-pound dog; one-half pound for a 10-pound dog. The
average chocolate bar contains 2 to 3 ounces of milk chocolate. It would take 2-3
candy bars to poison a 10 pound dog. Semi-sweet chocolate has a similar toxic level.
Sweet cocoa: 0.3 ounces per pound of body weight. One-third of a pound of sweet
cocoa is toxic to a 20-pound dog; 1/6 pound for a 10-pound dog.
Baking chocolate: 0.1 ounce per pound body weight. Two one-ounce squares of
bakers' chocolate is toxic to a 20-pound dog; one ounce for a 10-pound dog.
Clinical signs
• Onset : beberapa jam (vomiting, diarrhea
or hyperactivity).
• Berlanjut : peningkatan frekuensi denyut
jantung
– Arrhythmia, restlessness, muscle twitching
– Hiperaktifitas, urinasi meningkat
– Panting berlebihan.
• Dapat memicu hiperthermia, tremor otot,
seizures, coma dan kematian.
Mycotoxin
• Mycotoxin adalah bahan beracun yang
dihasilkan fungi yang tumbuh pada bahan
makanan atau pakan.
• Merusak organ atau jaringan (ginjal,
hepar, otak, saluran cerna, sistem
reproduksi)
• Akut, subakut, kronis
• Gejala : anoreksia, ikhterus, melena,
poliuria, polidipsia, perdarahan
• Aflatoksin : Aspergillus flavus, Aspergilus
parasiticus
–
–
–
–
Aflatoksin B1, B2, G1, G2
Aflatoksin B1 paling toksik (susu)
jagung, sumber protein
sering terjadi pada ternak (ayam jarang)
• Penitrem A: Penicillium crustaceum
– Keju (blue green fungal mat), walnut
• Botulinum : Clostridium botulinum
– Toksin A, B, C, D, E, F, G
Vitamin
• Vitamin adalah molekul organik yang sangat
diperlukan tubuh hewan dan manusia untuk
proses metabolisme dan pertumbuhan.
• Tubuh tidak dapat membuat vitamin dalam
jumlah cukup dan harus dipenuhi dari makanan
• Vitamin larut lemak (ADEK)
• Vitamin larut air (B1/Thiamine, B2/Riboflavin,
Biotin, B6/Piridoxin, Asam folat, Asam
pantotenat, Cobalamine, Choline, Niacin,
Vitamin C)
• Defisiensi vitamin
– Vitamin larut air
– Vitamin larut lemak
• Hipervitaminosis
– Vitamin larut lemak
Hipervitaminosis D
• Vitamin D (cholecalciferol) is a fat soluble
vitamin.
• Toxicity occurs when excessive amounts of
cholecalciferol are ingested.
– Most commonly, this occurs as a result of ingestion of
choleciferol-containing rodenticides or vitamin
supplements.
– Less commonly, vitamin D toxicity may also occur as
a result of an improperly balanced diet.
• Cholecalciferol, is metabolized in the liver to 25hydroxycholecalciferol, which in turn is
metabolized by the kidneys to calcitriol.
Hipervitaminosis D
• Calcitriol enhances calcium resorption from the
bones and the uptake of calcium from the
intestinal tract. When excessive amounts of
calcitriol are present, as happens in vitamin D
toxicity, hypercalcemia (abnormally high levels
of calcium in the blood) occurs because:
– excessive amounts of calcium are absorbed from the
intestinal tract
– calcium resorption from bone is stimulated
– the kidneys increase the reabsorption of calcium
Hipervitaminosis D
• The symptoms seen in cases of vitamin D toxicity are a result of the
hypercalcemia that develops due to excessive amounts of
cholecalciferol being metabolized to calcitriol.
• Hypercalcemia results in abnormal calcification in the kidneys,
gastrointestinal tract and cardiovascular system as well as
neurological dysfunction.
• Clinical Signs:
–
–
–
–
–
–
–
Vomiting, diarrhea
Polydipsia, polyuria
Lethargy, anorexia
Hemorrhage in the gastrointestinal tract and/or lungs, in some animals
Pain from the kidney area
Abnormal heart rhythms
Bone pain
Keracunan Urea
• Seringkali urea digunakan sebagai bahan untuk
amoniasi jerami
• Keracunan :
– diberikan terlalu banyak sehingga sapi mengalami keracunan
– sapi seringkali minum atau makan pupuk urea yang tidak
disimpan dengan baik oleh peternak.
• Urea tersebut di dalam rumen akan dimanfaatkan oleh
mikroba dan menghasilkan amonia. Di dalam tubuh,
amonia adalah zat beracun dan menyebabkan kondisi
yang dikenal sebagai encephalopati hepatis dimana
hewan menunjukkan gejala syaraf atau kejang-kejang
karena gangguan sistem syaraf pusat akibat adanya
akumulasi amonia di dalam tubuh.
• Gejala
• Hewan hipersalivasi dan berbuih, gigi
menggeretak karena adanya rasa sakit dan
tampak telinga dan wajahnya menegang.
Adanya rasa sakit daerah abdomen disertai
bloat.
• Selain itu hewan menunjukkan peningkatan
frekuensi respirasi dan berat. Hewan lebih
sering urinasi. Selanjutnya hewan kejang dan
ambruk. Seringkali hewan ditemui mati di dekat
sumber urea tersebut.
• Pengobatan, penanggulangan dan pencegahan
• Segera lakukan terapi, meskipun hasilnya tidak cukup
memuaskan.
• Gunakan sonde lambung untuk mengurangi bloat yang
terjadi, sekaligus untuk memberikan air dingin.
– Sapi dewasa : 45 liter air dingin diikuti beberapa liter asam
asetat 6% atau cuka. Pengenceran tersebut akan menurunkan
suhu di dalam rumen dan meningkatkan asiditas rumen
sehingga mampu mengurangi produksi amonia. Bila perlu terapi
diulangi dalam 24 jam.
• Berikan urea secara bertahap dalam jumlah yang sedikit
(0,1 gram/kg BB) atau 35-40 gram untuk sapi 400 kg.
• Simpan dengan baik urea pupuk agar tidak mudah
dimakan sapi atau ruminansia kecil.
Keracunan Nitrat-Nitrit
• Mirip dengan keracunan urea.
• Nitrat (NO3)sebetulnya bukan merupakan bahan toksik. Namun di
dalam tubuh, nitrat dicerna dan berubah menjadi nitrit (NO2) oleh
mikroba rumen. Kemudian nitrat yang beredar di dalam darah akan
mengubah hemoglobin menjadi methemoglobin. Sehingga
hemoglobin yang juga berfungsi mengikat oksigen untuk memenuhi
kebutuhan oksigen jaringan menjadi berkurang.
• Pada monogastrik, nitrat akan dikonversi menjadi nitrit di dalam
usus, sehingga kecil kemungkinan untuk diabsorbsi dan
menimbulkan masalah.
• Sumber penularan
– tanaman (Astragalus)
– air sumur yang dalam sehingga terjadi akumulasi nitrat terutama bila
disekitarnya dilakukan pemupukan menggunakan pupuk nitrogen yang
berlebihan.
Keracunan Nitrat-Nitrit
• Gejala
• Hewan akan menunjukkan gejala setelah 6 jam
memakan atau menelan bahan tersebut.
• Hewan menunjukkan gejala anoksia berat (kekurangan
oksigen)
– lemah, depresi
– sianosis dan takikardia (denyut jantung meningkat)
– hewan akan mati bila 60-75% hemoglobin dioksidasi menjadi
methemoglobin. Biasanya ini berlangsung dalam 24 jam pasca
hewan memakan bahan tersebut.
• Sedangkan bila serangan bersifat kronis umumnya
terjadi abortus dan meningkatkan kebutuhan vitamin A
atau hewan menunjukkan gejala hipovitaminosis A.
Keracunan Nitrat-Nitrit
• Pengobatan, pengendalian dan
pencegahan
• Berikan Methylene blue 1% yang dapat
mereduksi methemoglobin menjadi
hemoglobin.
– Monogastrik : terapi tunggal 1-2 mg/kgBB
intravena
– Ruminansia : ruminansia > 20 mg/kgBB dan
bila perlu diulangi tiap 8 jam bila memakan
nitrat dalam jumlah besar
Keracunan Lantana
• Lantana camara atau kembang telekan adalah
tanaman yang selalu hijau dan bertahan saat
musim kemarau, sementara tanaman lain
mengering.
• Pada daerah padang gembala bila semua tanaman
mengering, maka tanaman ini akan menarik hewan
untuk memakannya.
• Komponen-komponen beracun tanaman ini yaitu
Lantadene A (LA), Lantadene B (LB), Lantadene C
(LC) dan Lantadene D (LD). Di antara komponen
tersebut LA dan LB yang paling toksik.
• Pada daerah kering keracunan Lantana sering
dilaporkan bahkan menjadi wabah. Di Indonesia
bahkan pernah dilaporkan terjadi wabah keracunan
Lantana pada sapi Bali di Kalawi, Donggala tahun
1980.
Keracunan Lantana
• Gejala awal : fotosensitisasi dermatitis.
– Hewan akan mengalami kemerahan (eritema)
pada kulit terutama yang terkena sinar
matahari.
– Kulit yang terkena umumnya yang berambit tipis
atau tidak berambut, termasuk juga di sekitar
mocong.
– Bila berlanjut maka kulit tersebut akan nekrosis
dan mengelupas.
– Gejala yang lain hewan akan menunjukkan
perubahan warna urine. Urine seringkali
ditemukan berwarna merah bahkan coklat tua.
– Gejala-gejala tersebut sangat mirip dengan
penyakit Baliziekte.
Grass tetany
• Magnesium deficiency
– Hypomagnesemia
– “grass staggers”
• Muscle weakness
– Magnesium
•
•
•
•
co-factor of many enzymes involved in metabolism
Signaling molecule
ATP bound to Mg to be biologically active
Neuromuscular function
• Occurs during early
lactation
– Mg requirement is higher
• British breeds
• More common in cool
season grasses
– Lower Mg concentration
compared with legumes
• More common in spring
– Rapidly growing forage
– Legume growth is slow
Grass tetany
• Risks
– Lush, green, fast growing grasses (high
potassium)
– High potassium and low magnesium dan
calcium
– High concentrations potassium negatively
affect soil magnesium intake by plants
– High nitrogen concentrations following
fertilizer also may limits magnesium avalability
– Cattle grazzing fertilized pasture
Grass Tetany
• Clinical signs
– No clinical signs : Suddent death (interval a few
hours)
– Stop grazing, appears nevous or high-headed
– Stagger or experience twitching of the skin
– Stiffening of the muscles
– Violent jerking convulsions with the head pulled back
– Lie down and “pedal” with its legs and chew to the
point of frothing of the mouth
– If convulsion subside, the animal may appear relaxed.
However, noises or touches may result in violent
reaction.
• Common after fertilization
– Rapid growth
– Potassium decreases Mg absorption
– Sodium linked transport of Mg across rumen
wall
• Sodium deficiency implicated
• Na:K ratio of rumen fluid
– 1.0 – grass tetany
– 5.0 – improvement
• High soluble protein = increased ammonia
– Decreased Mg absorption
• Higher fatty acids (HFA)
– 16:0 and greater
– High in forages likely to cause grass tetany
– Form insoluble soaps with Mg
• Most Mg absorption occurs in rumen
• Soaps dissociate in small intestine
– Little Mg absorption occurs in ruminants in SI
• Winter tetany
– Dry, low quality forage is low in Mg
• Transit tetany – sheep
– Long periods of fasting
Clinical signs
• Initial symptoms
– Muscle twitching (face and ears)
– Excessive alertness
– Uncoordination
– Stiff gait
• 3 – 4 hours
– Collapse
– Convulsive spasms
– Paddling of feet
• Treatment
– Minimal handling
– 2 slow injections of a Mg solution
– Rapid = heart failure
• Prevention
– Supplement Mg (MgO)
– Salt supplement
• Increases Mg absorption
• Salt is more palatable
– Graze legume/grass mixture
– Graze pastures that have been rested previous year
• Dilution of lush forage with dry forage
Eclampsia
• Eclampsia, also called milk fever, hypocalcemia or puerperal tetany
• Eclampsia is an acute, life-threatening disease caused by low blood
calcium levels (hypocalcemia) in dogs and more rarely in cats.
• The lactating animal is especially susceptible to blood calcium
depletion because of milk production. The bodies of some lactating
dogs and cats simply cannot keep up with the increased demands
for calcium. Animals with milk fever lack the ability to quickly move
calcium into their milk without depleting their own blood levels of this
mineral.
• Eclampsia most commonly occurs 1-3 weeks after giving birth, but it
can even occur during pregnancy. Litters do not need to be large to
cause eclampsia. Small breed dogs are at higher risk for eclampsia.
The puppies themselves are not affected as the mother’s milk
appears to be normal during this period.
Eclampsia
• Eclampsia is a very serious disorder but fortunately the
signs are fairly easy to recognize, especially when
coupled with late term pregnancy and/or milk production.
• Initially, the affected dog will be restless and nervous.
Within a short time, she will walk with a stiff gait and may
even wobble or appear disoriented. Eventually, the dog
may be unable to walk and her legs may become stiff or
rigid.
• The dog may have a fever, with body temperature even
over 105º F (40,5oC). The respiration rate (number of
breaths per minute) will increase. At this point, death can
occur if no treatment is given.
Eclampsia
• Over-supplementation of calcium during pregnancy may increase
the risk of eclampsia. There is a complex way the body maintains
the proper amount of calcium in the blood. The body is constantly
adding calcium to bones and then removing it, as needed. This is
regulated by a hormone produced by the parathyroid gland, called
parathyroid hormone. If a dog receives increased amounts of
calcium during pregnancy, her body's production of parathyroid
hormone greatly decreases. When the dog suddenly needs large
amounts of calcium for milk production, the system is not ready to
start removing it from the bone. This is because it takes some time
for the parathyroid gland to start producing the hormone again.
Because of the lack in parathyroid hormone, the blood calcium level
suddenly drops, and produces the signs of eclampsia.
Eclampsia
• So, adequate amounts of calcium need to be given during
pregnancy, but not enough to slow down the production of
parathyroid hormone. This means calcium supplements are
generally not recommended. Also, it is important for the calcium and
phosphorus in the diet to be at the correct ratio of 1:1 (i.e.; 1 part
calcium to 1 part phosphorus). Vitamin D must also be present in
adequate amounts.
• Once a dog has had milk fever, there is an excellent chance that she
will also have it with future litters if preventive steps are not taken.
Be sure to work closely with your veterinarian if your dog has had
eclampsia in the past and is pregnant again.
• In conclusion, it is of great importance for owners of pregnant or
nursing dogs to be able to recognize the signs of eclampsia. If you
feel your female dog is showing these signs, remove the pups to
prevent further nursing and seek veterinary assistance at once.
Download