TINGKAT MELEK POLITIK WARGA (PEMILIH) DI KABUPATEN SIKKA PADA PEMILIHAN UMUM TAHUN 2014 DI KABUPATEN SIKKA LAPORAN HASIL PENELITIAN dalam Kerja Sama dengan Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Sikka OLEH PETRUS YULIUS YAYASAN A-LETHEIA KUPANG 2015 DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL ......................................................................................... i DAFTAR ISI...................................................................................................... ii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang....................................................................................1 1.2 Rumusan Masalah ..............................................................................4 1.3 Tujuan Penelitian................................................................................4 1.4 Manfaat Penelitian..............................................................................4 1.4.1. Manfaat Teoritis. ......................................................................4 1.4.2. Manfaat Praktis.........................................................................4 BAB II KERANGKA PENELITIAN 2.1 Kerangka Teori ....................................................................................5 2.2 Alur Pikir..............................................................................................8 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Pendekatan dan Fokus Penelitian .......................................................25 3.2 Jenis Penelitian ...................................................................................25 3.3 Metode Penelitian ...............................................................................25 3.4 Teknik Pengumpulan Data .................................................................26 3.5 Teknik Pengujian Keabsahan Data.....................................................28 3.6 Lingkup dan Lokasi Penelitian’..........................................................28 3.7 Teknik Analisis Data ..........................................................................28 BAB IV PEMBAHASAN 4. 1. 4. 2. 4. 3. BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI 5. 1. SIMPULAN 5. 2. REKOMENDASI Daftar Pustaka Lampiran (Soft Copy) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Melek politik (political literacy) merupakan sebuah conditio sine qua non dalam demokrasi modern. Tanpa adanya melek politik, demokrasi modern akan mengalami kerapuhan dalam berproses. Melek politik merupakan salah satu pilar utama dalam membangun peradaban manusia di dalam demokrasi. Logika ini tidak terbantahkan. Fenomena politik mutakhir membuktikan bahwa hal ini telah menjadi sebuah tesis besar dalam ilmu politik kontemporer. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) menyebutkan bahwa melek politik berarti mengetahui arti dan fungsi politik. Logikanya jelas, melek pemilihan umum berarti mengetahui arti dan fungsi pemilihan umum. Pada titik ini, fenomena pemilihan umum sebuah sebuah aktus besar dalam kehidupan politik harus dijalankan dalam beberapa aspek sekaligus. Dikatakan demikian sebab terminologi “mengetahui” terjadi dalam aspek kognitif. Aspek ini memiliki korelasi yang sangat erat dengan aspek psikomotorik yang dalam konteks ini dapat disebut sebagai sebuah keterampilan dalam berpolitik. Selanjutnya, kedua aspek tersebut tentu saja tidak dapat terlepaspisahkan dari aspek berikutnya yaitu afeksi yang pada tingkatan tertentu berhubungan erat dengan nilai-nilai. Aspek terakhir ini kadang dan bahkan sering menjadi pijakan utma bagi seseorang di dalam 1 bertindak, termasuk di dalamnya adalah dalam melakukan tindakan politik, seperti dalam ajang pemilihan umum. Urgensi melek politik sebagaimana dieaborasi secara singkat tersebut menjadi landasan akademis bagi Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Sikka untuk bekerja sama dengan peneliti dari Yayasan A-letheia (The A-Letheia Foundation) Kupang untuk melakukan penelitian tentang Tingkat Melek Politik Warga (Pemilih) di Kabupaten Sikka Pada Pemilihan Umum Tahun 2014 di Kabupaten Sikka. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan elaborasi pada latar belakang di atas, maka rumusan masalah penelitian adalah bagaimana Tingkat Melek Politik Warga (Pemilih) di Kabupaten Sikka Pada Pemilihan Umum Tahun 2014 di Kabupaten Sikka? Dari rumusan masalah yang bersifat umum tersebut, diturunkan tiga rumusan masalah yang bersifat khusus yaitu: a. Bagaimana pengetahuan pemilih di Kabupaten Sikka tentang politik/pemilu? b. Bagaimana keterampilan pemilih di Kabupaten Sikka dalam mengelola isu yang ada pada pemilihan umum tahun 2014 di Kabupaten Sikka dalam pengambilan keputusan politk? 2 c. Bagaimana pemilih di Kabupaten Sikka mempertahankan nilai-nilai yang ada pada dirinya, termasuk mempertahankan kesetaraan dan keadilan yang diyakini pemilih dalam menentukan pilihannya? 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan uraian perumusan masalah di atas maka tujuan penelitian ini terdiri atas dua bagian yaitu tujuan umum dan tujuan khsusus. Tujuan umum : - mentradisikan kebijakan berbasis riset atas persoalan-persoalan yang berkaitan dengan pemilihan umum; - Sebagai bahan untuk penyusunan kebijakan guna meningkatkan dan memperkuat partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pemilihan umum. Tujuan khusus : - menemukan akar masalah atas persoalan-persoalan yang terkait dengan Tingkat Melek Politik Warga (Pemilih) di Kabupaten Sikka; - Terumuskannya rekomendasi kebijakan atas permasalahan yang dihadapi dalam kaitannya dengan Tingkat Melek Politik Warga (Pemilih) di Kabupaten Sikka. 3 1.4. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.4.1. Secara teoritis, diharapkan hasil kajian dalam penelitian ini dapat menjadi sumber informasi yang mengarah pada pengembangan ilmu pengetahuan terutama dalam bidang ilmu politik, psikologi dan psikologi politik. 1.4.2. Secara praktis, diharapkan agar hasil kajian penelitian ini dapat memberikan gambaran mengenai Tingkat Melek Politik Warga (Pemilih) di Kabupaten Sikka Pada Pemilihan Umum Tahun 2014 di Kabupaten Sikka. 4 BAB II KERANGKA PENELITIAN 2.1. Landasan Teori Teori politik adalah pembahasan dan generalisasi dari fenomena yang bersifat politik mengenai : a. tujuan kegiatan politik b. cara-cara mencapai tujuan tersebut c. kemungkinan dan kebutuhan yang ditimbulkan oleh situasi politik tertentu d. kewajiban-kewajiban yang diakibatkan oleh tujuan politik itu. Merujuk pada Thomas P. Jenkin (1967) teori yang dipakai dalam penelitian ini termasuk dalam teori-teori yang memiliki dasar moral atau bersifat akhlak dan menentukan norma-norma untuk perilaku politik (norms for political behavior). Dengan adanya unsur norma dan nilai-nilai (values) ini, maka teori ini boleh disebutkan sebagai yang mengandung nilai. Teori yang dipakai dalam penelitian ini adalah Teori Relasi Perilaku Politik Sehat LPTK (The LPTK’s Healthy Political Behaviour Relation Theory), (Petrus Yulius, 2015). Teori ini menggagas tentang cara membangun perilaku politik sehat individu dengan cara memperhatikan pemilihan jenis makanan/minuman, belajar mendengarkan suara hati dan pesan-pesan tubuh, berjuang membangun relasi dengan Allah, sesama dan alam semesta dalam membentuk pola pikir, emosi, dan akhirnya dapat 5 terbentuk perilaku politik yang baik. Teori Relasi Perilaku Politik Sehat LPTK dibangun dari asumsi teoretis bahwa sehat tidaknya perilaku politik seseorang bergantung pada keseimbangan relasional seseorang dalam hubungannya dengan Allah, diri sendiri, sesama, dan alam semesta. Keseimbagan relasional tersebut pada gilirannya akan menghadirkan sebuah pemenuhan tuntutan eksistensial seseorang yang seimbang dengan keutuhan jiwa dan tubuhnya. 2.2. Alur Pikir Melek politik dalam penelitian berhubugan dengan pengetahuan (kognisi), keterampilan (psikomotorik) dan nilai-nilai (afeksi). Pengetahuan yang dimaksudkan adalah pengetahuan pada tingkatan yang paling mendasar tentang politik dan pemilihan umum. Keterampilan adalah tindakan konkret yang dilakukan oleh seseorang dalam menjatuhkan keputusan politik, termasuk memengaruhi orang lain untuk menjatuhkan keputusan politik tertentu. Keterampilan dalam konteks ini berhubungan erat dengan basis pengetahuan dan nilai-nilai yang dimilikinya. Nilai-nilai adalah basis kepercayaan seseorang yang diyakini, yang sangat kontributif baginya dalam menjatuhkan sebuah keputusan politik tertentu. Dengan elaborasi tersebut, alur pikir dalam penelitian ini dapat digambarkan dalam skema sebagai berikut: 6 - Nilai Pengetahuan Sikap/Keterampilan / Tingkah laku Pemilihan Umum MELEK POLITIK Bagan 1 Skema Alur Pikir 7 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Pendekatan dan Fokus Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam rangka menjawab permasalahan dalam penelitian ini bersifat kualitatif, dengan memberikan fokus penelitian pada Tingkat Melek Politik Warga (Pemilih) di Kabupaten Sikka Pada Pemilihan Umum Tahun 2014 di Kabupaten Sikka. 3.2. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah deskriptif yaitu prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan dan melukiskan tentang makna dari topik yang menjadi permasalahan. Dalam konteks penelitian ini, deskriptif yaitu menjelaskan atau menggambarkan tentang Tingkat Melek Politik Warga (Pemilih) di Kabupaten Sikka Pada Pemilihan Umum Tahun 2014 di Kabupaten Sikka. 3.3. Teknik Pengumpulan Data Ada beberapa metode yang digunakan dalam pengumpulan data yaitu : a. Wawancara mendalam/in depth Interview adalah cara pengumpulan data yang dilakukan melalui percakapan antara peneliti (atau orang yang ditugasi) dengan subjek penelitian atau informan, dalam hal ini pewawancara menggunakan percakapan sedemikian rupa sehingga yang diwawancara bersedia terbuka mengeluarkan pendapatnya. Instrument 8 yang digunakan dalam wawancara adalah alat tulis alat perekam suara dan kamera b. Studi kepustakaan yaitu dengan mempelajari buku-buku, artikel-artikel online dan majalah atau surat kabar serta bahan-bahan lain dari lembaga/institusi yang berkaitan dengan deskripsikan tentang tingkat melek politik warga di Kabupaten Sikka pada Pemilihan Umum 2014. c. Observasi yaitu, pengumpulan data atau informasi dengan cara mengamati secara langsung di lokasi penelitian. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran umum lokasi penelitian sesuai dengan permasalahan. Untuk menentukan informan yang akan digunakan dalam penelitian ini, peneliti menggunakan purposive sampling yaitu pengambilan sumber data dengan pertimbangan. Misalnya orang yang dianggap paling tahu, mengerti atau yang mempunyai kekuasaan di lokasi penelitian. Teknik pengumpulan data juga menggunakan teknik snow ball sampling. Dalam konteks ini, peneliti melakukan pendekatan terhadap orangorang tertentu yang dianggap paling mengetahui tentang obyek penelitian, selanjutnya orang tersebut akan menunjuk beberapa orang untuk dimintai keterangannya terkait penelitian mengenai topik ini. 3.4. Teknik Pengujian Keabsahan Data Dalam penelitian ini, peneliti berusaha untuk mendapatkan akurasi dan kredibilitas hasil penelitian melalui strategi yang tepat. Teknik yang 9 digunakan oleh peneliti untuk menjamin akurasi dan kredibilitas hasil penelitian adalah teknik Triangulasi. Menurut Poerwandari (2009:241) yang dimaksudkan dengan Teknik Triangulasi adalah sebuah proses yang mempergunakan berbagai persepsi untuk mengklarifikasi makna, dan juga memverifikasi proses observasi atau interpretasi. Cara mengklarifikasi adalah dengan mengidentifikasi cara-cara yang berbeda yang dipergunakan dalam mengamati fenomena. Dengan cara ini peneliti akan menggunakan beberapa macam data dan beberapa teknik analisis. 3.5. Lingkup, Lokasi, Waktu dan Jumlah Informan a. Lingkup penelitian adalah pemilih di Kabupaten Sikka pada Pemilihan Umum tahun 2014. b. Lokasi penelitian berada di 21 Desa di 21 Kecamatan yang berada dalam wilayah Kabupaten Sikka. c. Waktu penelitian adalah sejak 29 Mei hingga 27 Juli 2015. d. Jumlah informan dalam penelitian ini adalah sebanyak 187 orang. 3.6. Teknik Analisis Data Penelitian ini bersifat deskriptif dengan tujuan memberikan gambaran mengenai situasi dengan menggunakan analisa kualitatif. Data yang telah dikumpul, baik data primer maupun data sekunder yang diperoleh dari lapangan akan dianalisis secara mendalam. Selanjutnya akan menghasilkan suatu kesimpulan yang menjelaskan masalah yang diamati. 10 Di dalam penelitian ini, data yang telah dikumpulkan akan dianalisa secara kualitatif yakni data yang diperoleh akan dianalisis dalam bentuk katakata lisan maupun tulisan. Teknik ini bertujuan untuk memperoleh gambaran yang umum dan menyeluruh dari obyek penelitian, serta hasil-hasil penelitian baik dari hasil studi lapangan maupun studi literatur untuk kemudian memperjelas gambaran hasil penelitian. Teknik analisis data menggunakan 3 cara yaitu : a. Kategorisasi yaitu teknik menganalisis data dengan cara mengumpulkan data kemudian mengategorikan data secara sistematis. b. Interpretasi yaitu teknik menganalisis data dengan cara mengambil data yang telah dikategorikan lalu memilih data-data mana yang penting untuk dipakai. Selanjutnya data-data yang tidak penting tidak dipakai dalam analisa. c. Induksi yaitu cara berpikir dengan menarik kesimpulan dari pengamatan atas gejala-gejala yang bersifat khusus. 11 BAB IV PEMBAHASAN 4.1. Pengetahuan pemilih di Kabupaten Sikka tentang politik/pemilu Secara akademis, pengetahuan pemilih atau warga masyarakat di Kabupaten Sikka mengenai politik dan pemilu sebagai salah satu turunan langsung dari demokrasi modern ibarat merupakan sebuah barang yang mahal harganya. Karena terlampau mahal, barang ini sulit dijangkau oleh masyarakat kebanyakan. Tidak ada satupun informan yang dapat secara detail menjelaskan tentang apa itu politik, apa itu demokrasi, dan apa itu pemilu sebagai salah satu wujud tertinggi dari pelembagaan demokrasi modern. Apa yang disebutkan dalam alinea sebelumnya ditemukan ketika penelitian ini berlangsung. Dari 187 informan yang diminta informasinya, tidak ada satu pun informan yang dapat menjelaskan secara utuh, sistematis, dan terstruktur tentang apa itu politik dan pemilu. Padahal, secara ideal, pengetahuan secara utuh, sistematis, dan terstruktur mengenai politik dan pemilu sudah pasti dibutuhkan dalam pelembagaan demokrasi modern. Paling tidak, pengetahuan tersebut dapat menjadi salah satu rujukan utama dalam pengambilan keputusan politik. Sebuah hal mendasar dalam konteks tersebut yang absen dari pengetahuan para pemilih yang dijadikan informan adalah pengetahuan bahwa politik dilakukan untuk sebuah bonum commune (kebaikan bersama), eudaimonia (kehidupan yang baik dari setiap warganegara). Ketika pengetahuan tentang hal tersebut tidak dimiliki, 12 dampaknya bisa terjadi pada keterampilan mereka dalam mengelola semua isu yang terdapat dalam pemilu untuk menjatuhkan keputusan politik. Akibatnya, para pemilih hampir selalu terjebak oleh kepentingan sempit dalam urusan politik dan bukannya memiliki kesadaran untuk kepentingan yang lebih luas terlebih dahulu. Batas antara kepentingan privat dan kepentingan publik menjadi sangat kabur karena kedua entitas tersebut selalu dipertukarkan satu sama lain. Contoh konkret tentang absennya pengetahuan tentang politik/pemilu adalah semua informan yang dimintai keterangannya langsung menjawab pada dasar pijakan atau rujukan yang dipakai dalam menjatuhkan keputusan politik ketika mengikuti pemilihan umum pada tahun 2014, tanpa terlebih dahulu membicarakan tentang substansinya, yaitu apa pemahaman mendasarnya tentang poltik dan pemilu. Bahkan, di beberapa tempat tertentu, peneliti dan asisten peneliti diminta untuk meninggalkan lokasi penelitian sebab para informan masih dihantui oleh trauma G-30-S. Sebagai misal, di daerah Lere, Egon Gahar, Kecamatan Mapitara, para informan mengalami ketakutan kalau saja setelah mereka memberikan informasi, mereka akan mengalami nasib yang sama dengan orang-orang yang menjadi korban G-30S. Di desa Bola, Kecamatan Bola, persis di kantor desa, para stafnya tidak bersedia memberikan informasi dan atau diambil gambar mereka. Menurut ceritanya, mereka masih trauma karena pernah dikibuli oleh seorang wartawan gadungan yang menipu mereka. Apalagi pada saat tersebut, ibu kepala desa sedang bertugas keluar. Dalam kasus ini, peneliti akhirnya 13 terpaksa meninggalkan lokasi karena walaupun telah memberikan semua kartu identitas, termasuk KTP dan semua dokumen pelengkap (surat tugas) dari lembaga asal peneliti dan KPU Sikka, para staf tersebut tetap tidak berkenan memberikan informasi. Masih tentang pengetahuan mengenai politik dan partai politik, dari semua informan, tidak ada satu pun yang memberikan jawaban bahwa rujukan pilihannya adalah partai politik. Padahal, literarur ilmu politik menyebutkan bahwa pemimpin formal dalam demokrasi modern harus lahir dari partai politik. Artinya, rujukan partai politik harus menjadi rujukan yang pertama dan terutama di dalam menjatuhkan keputusan politik. Semua rujukan yang lain boleh dipakai sepanjang tidak menjadi rujukan pertama, apalagi yang terutama. Salah satu contoh yang dapat diberikan di sini adalah informasi dari ibu Yuventa di Maumere, “ saya memilih …karena dia adalah tetangga saya dan sudah seperti keluarga sendiri…” Atau seperti diungkapkan oleh bapak Henri, “kami lebih banyak menjatuhkan keputusan karena faktor kedekatan, bukan karena pemahaman politik…” 14 4.2. Keterampilan pemilih di Kabupaten Sikka dalam mengelola isu yang ada pada pemilihan umum tahun 2014 di Kabupaten Sikka dalam pengambilan keputusan politik yang tepat atas pilihannya Dari penelitian ini, ditemukan dua buah hal yang menarik secara akademis. Pertama, dengan pengetahuan tentang politik dan pemilu yang rendah, masyarakat nyaris tidak memiliki sama sekali keterampilan dalam mengelola semua isu yang terjadi selama pemilu berlangsung, termasuk di dalamnya adalah dalam menjatuhkan keputusan politik. Urusan politik dilihat sebagai sebuah urusan privat yang tidak perlu membutuhkan pertanggungjawaban secara publik. Hampir semua informan menyebutkan bahwa rujukan utama yang dipakai dalam menjatuhkan keputusan/pilihan politik dalam pemilihan umum adalah faktor kedekatan. Yang dimaksudkan dengan kedekatan dalam konteks ini adalah kedekatan secara kekeluargaan, kedekatan secara emosional, dan kedekatan karena hubungan pertemanan. Seperti disebutkan oleh bapak Yoseph Joka, Kepala Desa Paga, Kecamatan Paga, “kami di sini masih tradisional, sehingga keterampilan kami seperti itu juga. Kami di sini mau kalah atau menang yang penting kami punya keluarga…” Alasan kedekatan seperti disebutkan di atas dengan tidak adanya distingsi di antara urusan privat dan urusan public pada akhirnya cukup potensial bermuara pada keadaan yang berbanding terbalik dengan cita-cita politik/pemilu itu sendiri. Contoh konkretnya adalah sebuah konflik laten 15 yang terjadi di desa Hewokloang, kecamatan Hewokloang. Di desa ini, menurut dua orang informan berpendidikan, masih terdapat konflik di antara dua belah pihak yang sesungguhnya berasal dari keluarga besar yang sama. Menurut mereka, konflik ini masih dapat terjadi kembali jika tidak dapat ditangani secara tuntas oleh semua pihak yang harus turut serta di dalamnya, khususnya pihak eksekutif dan yudikatif. Menurut kedua informan yang asli berasal dari Hewokloang tersebut, salah satu sebab utama terjadinya konflik tersebut adalah perhelatan pemilukada pada periode sebelumnya yang melebar ke berbagai urusan politik yang lain, termasuk pada pemilu yang lalu. Selain faktor kedekatan, factor lainnya adalah factor figur. Akan tetapi, hanya 10 informan yang menyebutkan rujukan ini. Yang dimaksudkan dengan figur dalam konteks ini adalah visi dan misi serta apa yang telah dilakukan selama ini oleh seorang kandidat (baik presiden/wakil presiden maupun anggota legislatif). Rujukan ini seperti diungkapkan oleh bapak Hengky di Paga, “salah satu faktor yang kami jadikan rujukan dalam menjatuhkan pilihan adalah figur seseorang. Alasan ini memengaruhi kami dalam bertindak…” Kedua, walaupun tidak di-back up oleh pengetahuan tentang politik dan pemilu yang memadai, namun di beberapa tempat di kabupaten Sikka, warga pemilih dapat memiliki keterampilan yang relatif bagus. Bahkan, mereka juga pada akhirnya dapat tetap memiliki tingkat partisipasi politik 16 yang sangat tinggi, bahkan hampir mencapai 100 %. Hal ini dapat terjadi karena para warga pemilih ini masih relatif kuat dalam memegang dan menjalankan suara hatinya. Factor ini menjadi sangat menarik sebab rujukan suara hati yang sebahagian besar dipakai oleh masyarakat yang berasal dari stara sosial yang tingkat pendidikannya dari Sekolah Menengah Atas (SMA) ke bawah ini pada akhirnya menjadikan para warga pemilih ini memiliki kedewasaan yang tinggi dalam kehidupan politik. Para warga pemilih ini dapat tetap menjalankan aktivitasnya dalam kehidupan politik secara sangat aktif sambil pada saat yang bersamaan aktivitasnya tersebut tidak pernah mengganggu interaksi mereka dalam kehidupan social sehari-harinya. Sebagai contoh, perbedaan pilihan di antara sepasang suami isteri di dalam menjatuhkan keputusan politik tidak pernah menjadikan mereka berdua berada di dalam keadaan bertikai. Begitu pula dengan warga pemilih lainnya. Sebahagian besar warga pemilih yang memandang kehidupan politik, demokrasi dan pemilu dengan menggunakan teropong suara hatinya ini terdapat di Kecamatan Waiblama (desa Ilin Medo) dan Kecamatan Palue (desa Reruwairere). Pada masyarakat ini, pengetahuan politik memang penting akan tetapi belum (bukan) menjadi sesuatu yang mendesak untuk segera dimiliki. Ketajaman penglihatan dengan menggunakan suara hati adalah hal yang pertama dan terutama. Hal ini seperti diungkapkan oleh bapak Charles di desa Reruwairere, 17 “masyarakat di sini menggunakan suara hati, mereka memiliki partisipasi politik yang tinggi, sangat transparan, terbuka satu sama lain dan sangat susah dibeli. …hal tersebut dapat terjadi karena tata nilai adat, nilai-nilai gereja dan aturan-aturan dari pihak pemerintah yang betul-betul ditaati…” Hal yang sama juga terjadi di desa Ilin Medo, seperti diungkapkan oleh ibu Emilia Contesa, “benar orang di sini menggunakan suara hati. Hal ini selalu dipakai dalam menjatuhkan keputusan, misalnya dalam pemilu. Kadang-kadang suami isteri tidak mengetahui keputusan apa yang diambil oleh pasangan masing-masing. Tidak ada pemaksaan satu sama lain sebab kami menghormati kesamaan di antara kami…hal ini terjadi karena kami sangat menghormati tiga tungku, yang terdiri atas adat, gereja dan pemerintah…” Secara khusus, bapak Fransiskus Xaverius dan ibu Yosefina Nona menjelaskan bahwa hukum adat di Tana Ai sangat menghormati hubungan dengan alam semesta, penjagaan terhadap lingkungan hidup. Hukum adat juga menjaga makanan/minuman yang selalu dikonsumsi. Makanan/minuman yang diberikan kepada isteri dan anak-anak harus merupakan makanan/minuman yang benar. Apa yang terjadi pada kedua desa di dua kecamatan tersebut secara tidak langsung mengaplikasikan Teori Relasi Perilaku Politik Sehat LPTK (The LPTK’s Healthy Political Behaviour Relation Theory), (Petrus Yulius, 18 2015). Ditemukan bahwa masyarakat (para warga pemilih) di kedua desa tersebut membangun perilaku politik sehat individu dengan cara memperhatikan pemilihan jenis makanan/minuman, belajar mendengarkan suara hati dan pesan-pesan tubuh, berjuang membangun relasi dengan Allah, sesama dan alam semesta dalam membentuk pola pikir, dan emosi. Pada akhirnya, setelah melakukan beberapa aktivitas tersebut secara bersamaan dan berkesinambungan, mereka dapat membentuk perilaku politik yang baik. Dari realita tersebut, terbukti bahwa Teori Relasi Perilaku Politik Sehat LPTK dibangun dari asumsi teoretis bahwa sehat tidaknya perilaku politik seseorang bergantung pada keseimbangan relasional seseorang dalam hubungannya dengan Allah, diri sendiri, sesama, dan alam semesta. Keseimbagan relasional tersebut pada gilirannya akan menghadirkan sebuah pemenuhan tuntutan eksistensial seseorang yang seimbang dengan keutuhan jiwa dan tubuhnya. Selain beberapa elaborasi tersebut, dari sekian banyak warga pemilih yang menjadi informan, tidak ada satu pun yang dapat memberikan bukti materil bahwa terdapat oknum-oknum tertentu yang menggunakan keterampilan yang berbanding terbalik dengan aturan formal yang telah ditetapkan oleh Undang-undang mengenai pemilu. Sebagai misal, tidak ada seorangpun yang sanggup memberikan bukti tentang adanya serangan fajar dan atau money politik. 19 4.3. Cara pemilih di Kabupaten Sikka mempertahankan nilai-nilai yang ada pada dirinya, termasuk nilai-nilai kesetaraan dan keadilan yang diyakini pemilih dalam menentukan pilihannya Dari semua informan, didapatkan informasi bahwa hal utama yang dipakai oleh warga pemilih di Kabupaten Sikka untuk mempertahankan nilainilai yang diyakininya adalah dengan tetap melestarikan nilai-nilai luhur yang telah berlangsung selama ini dalam tiga aspek. Pertama adalah dalam hal adat. Sebagai misal, di daerah Tana Ai, ada ungkapan Tiga Tungku untuk penyebutan terhadap nilai-nilai adat, nilai-nilai gereja dan aturan-aturan dari pihak pemerintah. Di desa Ilin Medo, Kecamatan Waiblama, sudah ada Peraturan Desa Tiga Tungku, yang secara khusus mengatur tentang hal tersebut. Hal ini seperti diungkapkan oleh Bapak Kepala Desa Ilin Medo, bapak Damianus Gobang, “ Kami di sini memiliki perdes tiga tungku, yaitu adat, agama dan pemerintah. Dengan perdes tersebut, kami tidak bisa dibeli dengan duit. Hukum adat kami masih kuat, kami masih punya “pie”, pemali (maksudnya terhadap imbalan duit). Oleh karena itu, jangan janji yang muluk (maksudnya para politisi sebaiknya tidak perlu memberikan janji-janji yang muluk-muluk). Kami selalu memilih yang polos…” Kedua, seperti telah disebutkan sebelumnya di daerah Waiblama, warga pemilih di Kabupaten Sikka juga masih menggunakan ajaran-ajaran dari lembaga agama dalam melestarikan nilai-nilai yang diyakninya. Peran 20 lembaga agama, khususnya lembaga agama Katolik dan Islam sebagai dua buah lembaga agama yang memiliki umat terbanyak di kabupaten ini dalam membantu memberikan pencerahan terhadap umatnya masih sangat urgen. Nilai-nilai kesetaraan dan keadilan sebagai dua buah nilai yang selalu diajarkan oleh kedua agama ini tetap dijadikan patokan oleh para pemilih dalam menjatuhkan keputusan politiknya. Sebagai misal, hal ini disampaikan oleh Drs. Petrus Tenda, Kepala Desa Magepanda, Kecamatan Magepanda, “peran Gereja sangat diperlukan di sini, dalam hampir semua aspek kehidupan. Bahkan, di sini, Gereja yang memberantas judi. Tentara dan pemerintah juga berjudi, sehingga masyarakat tidak mendengarkan mereka.” Ketiga, unsur terakhir yang dijadikan rujukan oleh para pemilih untuk dapat tetap mempertahankan nilai-nilai yang diyakininya adalah dengan melaksanakan apa yang dianjurkan/disosialisasikan oleh pihak pemerintah. Sebagai misal, seperti diungkapkan oleh ibu Paternus, di Maumere, Kecamatan Alok, “sosialisasi dari KPU sungguh sangat penting untuk dilaksanakan dari waktu ke waktu. Sosialisasi tersebut sangat berguna bagi kami dalam menjatuhkan keputusan…” 21 BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI 5. 1. SIMPULAN Beberapa simpulan yang dapat dtemukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Secara akademis, pengetahuan pemilih untuk sebahagian besar masyarakat di Kabupaten Sikka tentang politik/pemilihan umum (pemilu) masih berada dalam tingkatan yang kurang memadai. Salah satu hal yang sangat menonjol adalah belum dapat dibuat distingsi antara kepentingan publik dan kepentingan privat dalam perhelatan pemilihan umum. 2. Keadaan sebagaimana disebutkan dalam nomor pertama pada gilirannya langsung berpengaruh terhadap keterampilan pemilih di Kabupaten Sikka dalam mengelola isu yang ada pada pemilu tahun 2014 di Kabupaten Sikka dalam pengambilan keputusan politik yang tepat atas pilihannya. Akibatnya, terdapat relatif banyak keterampilan pemilih yang cukup potensial bermuara pada keadaan yang berbanding terbalik dengan cita-cita politik/pemilu itu sendiri. Namun, sebuah hal yang menarik secara akademis adalah keterampilan pemilih di beberapa tempat di Kabupaten Sikka juga banyak yang ditentukan oleh factor suara hati. Factor ini di antaranya sangat mengedepankan nilai-nilai positif seperti nilai 22 kejujuran dan kesetaraan. Akibatnya, keterampilan pemilih menjadi relatif bagus dalam mengelola setiap isu yang terdapat dalam pemilu. 3. Untuk dapat mempertahankan nilai-nilai positif seperti nilai-nilai kesetaraan dan keadilan yang diyakini pemilih dalam menentukan pilihannya, pemilih di Kabupaten Sikka tetap melembagakan nilainilai yang mereka dapatkan dari beberapa aspek sekaligus, yaitu aspek adat, agama dan pemerintah. 5. 2. REKOMENDASI Beberapa rekomendasi yang dapat diberikan adalah sebagai berikut: 1. Perlu ada sosialisasi, bahkan pendidikan politik secara berkesinambungan dan terintegrasi mengenai politik/pemilu demi kepentingan Negara. 2. Sosialisasi dan pendidikan politik tersebut sebaiknya meng-cover secara sekaligus aspek kognisi, afeksi dan psikomotorik dari politik/pemilu. Dalam sosialisasi ini, eksistensi Yang Ilahi tidak pernah boleh dikesampingkan. 3. Sosialisasi dan pendidikan politik tersebut sebaiknya bukan saja dilakukan oleh pihak pemerintah tetapi juga pihak adat setempat dan pihak agama. 23 DAFTAR PUSTAKA Buku : Agustino, Leo. 2009. Pilkada Dalam Dinamika Politik Lokal. Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Budiardjo, Miriam. 2009. Dasar-dasar Ilmu Politik. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Denzin, K. Norman & Licoln, K. Yvonna. 1994. Handbook of Qualitative Research. SAGE Publications, inc. California. Duverger Maurice 1982, Sosiologi Politik. Rajawali Pers, Jakarta. Horton, Paul B. 1999. Sosiologi. PT. Penerbit Erlangga Mahameru, Jakarta. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Keempat, Departemen Pendidikan Nasional, (2008). Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Kartono, K. 1988. Pemimpin dan Kepemimpinan. CV Rineka Cipta, Jakarta. Maran Raga, Rafael. 2001. Pengantar Sosiologi Politik. PT Rineka Cipta, Jakarta. Nawawi, H.Handari. 2003. Metode Penelitian Bidang Sosial. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Poerwandari, Kristi. E. 2009. Pendekatan Kualitatif untuk Penelitian Perilaku Manusia. Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi Universitas Indonesia. Depok. S.P. Siagian. 1994. Teori dan Praktek Pengambilan Keputusan. Haji Masagung, Jakarta. Surbakti, Ramlan.1999. Memahami Ilmu Politik. Gramedia widiasarana, Jakarta. Soekanto, Soerjono. 1990. Sosiologi Suatu Pengantar. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Varma S. P. 2001. Teori Politik Modern. Rajawali Pers, Jakarta. Wutun, Rufus Patty (eds). 2014. Manusia Sehat dalam Modus To Have dan To Be. Penerbit GrafikaMardiyuana Bogor. 24 Yulius, Petrus. Kekuasaan Dalam Rumah Tangga dan Kesehatan Janin, dalam Petrus Yulius (eds). 2015. Konsepsi Ketahanan Diri: Malaria. Penerbit GrafikaMardiyuana Bogor. Dokumen: http://carapedia.com/pengertian_definisi_pengaruh_info2117.html (di akses pada tanggal 14 februari 2013 pukul 10:48 Wita) 25