BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Disahkannya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah merupakan langkah strategis untuk memantapkan kebijakan desentralisasi fiskal, khususnya dalam rangka membangun hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah yang lebih ideal. Oleh karena itu, perlu diatur perimbangan keuangan (hubungan keuangan) antara pemerintah pusat dan daerah yang dimaksudkan untuk membiayai tugas yang menjadi tanggungjawabnya. Dari sisi keuangan negara, pelaksanaan desentralisasi fiskal membawa pengaruh terhadap perubahan pengelolaan fiskal yang cukup mendasar. Undang-Undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang baru ini setidaknya memperbaiki tiga hal pokok, yaitu penyempurnaan sistem pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah, pemberian kewenangan yang lebih besar kepada daerah di bidang perpajakan daerah (local faxing empowerment), serta peningkatan efektifitas pengawasan1. Diberlakukannya Undang-Undang pajak daerah dan retribusi daerah tersebut memberikan peluang bagi daerah untuk mampu meningkatkan 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. 1 pendapatan asli daerahnya. Hal itu karena dalam Undang-Undang Pajak Daerah dan Retribusi tersebut terdapat beberapa perubahan tentang pengelolaan pajak daerah dan retribusi. Perubahan tersebut berupa penambahan empat jenis pajak dan empat jenis retribusi. Selain itu juga diatur tentang pengalihan pajak pusat menjadi pajak daerah, yaitu PBB P2 (Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan) dan BPHTB (Bea Pengalihan Hak Atas tanah dan Bangunan). Apabila sebelumnya PBB P2 dan BPHTB ini dikelola pemerintah pusat, dan pemerintah daerah hanya mendapat dana bagi hasil dari PBB P2 dan BPHTB, maka setelah adanya Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 ini, dana bagi hasil untuk PBB P2 dan BPHTB tidak ada lagi. Pengalihan pengelolaan pajak tersebut ke daerah dapat menjadi stimulus bagi masyarakat untuk memenuhi kewajibannya membayar pajak, yang sekaligus mencerminkan sifat kegotongroyongan terhadap pembiayaan pembangunan di daerah. Hal ini menjadikan pemerintah daerah gencar untuk meningkatkan penerimaan pendapatan daerahnya, khususnya di bidang PBB. Berbagai alternatif dilakukan oleh pemerintah daerah, seperti menerapkan inovasi untuk mempermudah pelayanannya. Mulai dari penyampaian surat pemberitahuan pajak secara elektronik (e-spt dan efilling) sampai pada inovasi pembayarannya dengan menggunakan sistem pembayaran yang terintegrasi antara satu pihak dengan pihak lain (sistem pembayaran online). 2 Terkait dengan pajak bumi dan bangunan, penelitian ini akan difokuskan pada sistem pembayaran pajak bumi dan bangunan dan lokus yang dipilih adalah Kota Yogyakarta dengan pertimbangan sudah dikelolanya PBB oleh pemerintah Kota Yogyakarta secara mandiri. Dalam mengelola pembayaran PBB, Kota Yogyakarta menerapkan dua sistem pembayaran, yaitu sistem pembayaran manual dan online. Pembayaran PBB dengan sistem manual, merupakan sistem pembayaran yang belum terintegrasi dengan jaringan. Di Kota Yogyakarta, pembayaran PBB dengan sistem manual dilakukan dengan membayarkan tagihan PBB di tempat pembayaran yang sudah tercantum dalam SPPT. Sebelum tahun 2010, tempat pembayaran yang ditunjuk adalah empat bank rekanan, yakni BRI, BNI, Mandiri, dan BPD DIY, juga tempat pembayaran PBB di Kelurahan dan loket pembayaran PBB di Dinas Perijinan. Meskipun tempat pembayarannya di bank, namun wajib pajak tidak bisa memilih bank yang digunakan untuk membayar tagihan PBB karena harus dibayarkan di bank yang sudah tercantum dalam SPPT. Hal ini tentu menjadi masalahan karena menyulitkan wajib pajak, terutama yang mempunyai lahan dan bangunan di Kota Yogyakarta namun tidak berdomisili di Kota Yogyakarta karena tetap harus membayarkan tagihan PBB di bank yang sudah tercantum dalam SPPT. Setelah tahun 2010, sistem pembayaran manual lebih fokus untuk memberikan layanan pembayaran di wilayah, yaitu dengan mengadakan pekan pembayaran PBB di wilayah dan melalui pekan pembayaran pajak di balai kota. Dalam pelaksanaan pekan 3 pembayaran PBB di wilayah, wajib pajak hanya perlu mendatangi lokasi yang sudah ditunjuk, biasanya berada di rumah pengurus RT/RW. Hal ini akan menguntungkan, terutama wajib pajak yang sudah berusia lanjut dan lokasi tempat tinggalnya jauh dari bank. Melihat kelemahan yang terjadi dalam sistem pembayaran manual, pemerintah Kota Yogyakarta lantas meluncurkan sistem pembayaran online yang terintegrasi antar instansi, yakni pemerintah sebagai pemegang regulasi dan bank sebagai pihak yang bertugas menangani pembayarannya. Sistem pembayaran online juga memungkinkan wajib pajak yang tidak berdomisili di Kota Yogyakarta untuk membayarkan tagihan PBB melalui semua kantor cabang BPD DIY atau ATM BPD DIY. Selain terjadi integrasi antar instansi, sistem pembayaran online juga mengintegrasi datanya. Dengan sistem pembayaran online, data antar pihak dapat saling terhubung secara real time. Sehingga apabila salah satu pihak membutuhkan data terkini terkait PBB, maka dapat langsung diakses tanpa harus bertatap muka. Secara sederhana, tujuan dari penerapan pembayaran PBB di Kota Yogyakarta dengan sistem online adalah untuk memotong rantai pelayanan pembayaran dengan sistem manual yang selama ini prosesnya dinilai panjang dan rumit. Dengan sistem pembayaran online, wajib pajak yang akan melakukan pembayaran tidak harus datang dan membayar di kantor Dinas Pajak Daerah dan Pengelolaan Keuangan Kota Yogyakarta atau di kelurahan, melainkan cukup melakukan pembayaran melalui bank yang 4 sudah ditunjuk sebagai mitra, yaitu BPD DIY. Selain melalui bank, wajib pajak juga dapat membayar PBB melalui semua jaringan ATM BPD DIY. Hal ini tentu memudahkan wajib pajak yang sibuk dan tidak bisa membayar tagihan PBB pada jam kerja. Selain itu, dengan adanya sistem pembayaran online, waktu pembayaran dapat diminimalkan karena wajib pajak tidak harus mengantre dalam melakukan pembayaran. Maksud dan tujuan dari sistem pembayaran online adalah sebagai berikut2: 1. Terbentuknya sistem pembayaran PBB yang bersifat online, handal, dan tentunya aman 2. Kemudahan dalam hal monitoring sebagai dasar untuk melakukan internal controlling di masing-masing bank, ataupun pun controlling terhadap instansi terkait, sehingga data yang dihasilkan cukup akurat dan bisa dipertanggungjawabkan 3. Menyediakan data penerimaan secara akurat setiap waktu 4. Memberikan kemudahan kepada bank dalam melayani wajib pajak 5. Meningkatkan pelayanan kepada wajib pajak. Dengan demikian wajib pajak dengan mudah melakukan pembayaran PBB dimanapun dan kapanpun 2 “Maksud dan tujuan dari POS PBB” dalam http://berandaindonesia.com/rmpospbb.html diakses pada Minggu, 13 Mei 2012 pukul 18.00 WIB. 5 6. Terciptanya sistem pembayaran PBB yang sistematis dan mampu mengakomodir semua proses kegiatan administrasi pembayaran PBB 7. Terciptanya sistem pembayaran yang terintegrasi dengan aplikasi lainnya 8. mempermudah dalam pelayanan untuk pembayaran PBB yang dilakukan secara kolektif Apabila dilihat dari tujuannya, sistem pembayaran PBB online mengusung konsep kemudahan, kecepatan, dan ketepatan. Adanya inovasi sistem pembayaran tentu sangat bermanfaat bagi wajib pajak, terutama yang mempunyai tanah dan bangunan di Kota Yogyakarta namun tidak berdomisili di Kota Yogyakarta sehingga tidak perlu datang ke bank tempat pembayaran yang tercantum dalam SPPT. Hal tersebut karena selama ini mayoritas penunggak PBB adalah warga luar kota dengan aset tanah atau bangunan di wilayah Kota Yogyakarta3. Namun, sistem pembayaran online ini juga belum mampu menangani permasalahan terkait PBB di Kota Yogyakarta. Terdapat beberapa permasalahan, yakni masih banyaknya tunggakan pajak, khususnya pajak bumi dan bangunan yang disebabkan oleh ketidaktertiban wajib pajak dalam melakukan pembayaran dan belum adanya tindakan tegas terhadap wajib pajak yang membandel. Selain itu, juga ada wajib 3 Hasil Wawancara Kepala Seksi Pembukuan dan Pelaporan DPDPK, Bapak Santoso pada Rabu, 2 Oktober 2013. 6 pajak PBB yang tidak diketahui alamat atau berdomisili di luar daerah. Permasalahan berikutnya, jumlah bank rekanan yang bertugas dalam melayani pembayaran tagihan PBB yang dulu terdiri atas empat bank menjadi satu bank. Perubahan bank yang bertugas untuk melayani pembayaran PBB ini dikarenakan sudah dikelolanya PBB secara mandiri oleh pemerintah Kota Yogyakarta. Jumlah bank rekanan tersebut tentu akan berdampak pada pelayanan sistem pembayaran pajak bumi dan bangunan karena apabila bank rekanan tersebut belum siap, implikasinya tiga variabel sistem pembayaran pajak bumi dan bangunan tidak dapat tercapai dengan baik. Selain dari sisi banknya, Pemkot juga harus mengantisipasi dampak yang ditimbulkan pada wajib pajak karena tidak semua wajib pajak mempunyai rekening di BPD DIY. Sehingga untuk wajib pajak yang tidak mempunyai rekening, bank pelayanan yang hanya BPD DIY akan menyusahkan dalam proses pembayarannya. Wajib pajak yang ingin membayarkan tagihan PBB melalui ATM, namun tidak mempunyai rekening di BPD DIY dan tidak memungkinkan untuk membayar melalui pekan pembayaran di wilayah, kemungkinan akan melakukan pembayaran langsung ke teller bank atau tetap membayar melalui ATM dengan dikenai biaya transfer antar bank. Permasalah lainnya, yaitu terkait komitmen Dinas Pajak Daerah dan Pengelolaan Keuangan dalam menetapkan nilai ketetapan pajak bumi dan bangunan. 7 Tabel 1.1 Data Potensi, Nilai Ketetapan, dan Realisasi Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan Kota Yogyakarta (dalam miliar rupiah) 2011 potensi 42,6 2012 nilai realisasi ketetapan 29,68 38,14 potensi 2013 (s.d september) nilai realisasi ketetapan 45 32 44 potensi 48,9 nilai realisasi ketetapan 39 26 Sumber: Laporan Realisasi Penerimaan Pajak Daerah yang Dikelola oleh DPDPK (data diolah) Dengan melihat tabel di atas, dapat diketahui bahwa realisasi penerimaan PBB setiap tahun selalu melampaui nilai ketetapannya. Namun, apabila dilihat dari potensi PBB yang seharusnya bisa didapat oleh pemerintah Kota Yogyakarta, masih banyak wajib pajak yang belum membayar atau menunggak. Hal tersebut karena perhitungan nilai potensi didasarkan pada jumlah Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) yang diserahkan ke wajib pajak. Penetapan nilai ketetapan jauh di bawah potensi PBB mengindikasikan bahwa pemerintah Kota Yogyakarta belum sepenuhnya yakin dalam mengelola pajak bumi dan bangunan secara mandiri, meskipun sudah didukung dengan inovasi pembayaran secara online. Hal ini dibenarkan oleh Kepala Dinas Pajak Daerah dan Pengelolaan Keuangan Kota Yogyakarta, Kadri Renggono yang mengatakan bahwa salah satu penyebab penetapan nilai ketetapan yang lebih rendah daripada potensi PBB adalah masih adanya wajib pajak yang 8 menunggak dalam membayar pajak bumi dan bangunan4. Ditambah lagi dengan pemindahan piutang PBB dari pemerintah pusat ke Pemkot Yogyakarta yang masih dalam proses, sehingga Pemkot belum bisa menerima data piutang PBB dari pemerintah pusat karena pada tahun 2013 masih dilakukan proses crosscheck terhadap data piutang tersebut ke wajib pajak. Apabila dilihat, baik sistem pembayaran manual maupun online sama-sama mempunyai kelebihan dan kekurangan. Namun demikian, pelaksanaan kedua sistem ini seharusnya mampu menangani permasalahan terkait pembayaran PBB di Kota Yogyakarta. Oleh karena itu, diperlukan analisis guna melihat kinerja pelayanan dari kedua sistem tersebut. Selain dilihat dari sisi pengelola layanan, analisis ini juga dilihat dari persepsi wajib pajak sebagai pengguna layanan sehingga akan lebih terlihat pengaruh dari kedua sistem pembayaran tersebut bagi pemberi dan penerima pelayanan. Akan dilihat perbandingan terkait kemudahan, kecepatan, dan ketepatan dari kedua sistem pembayaran PBB tersebut sehingga nantinya dapat menjadi rekomendasi bagi pemerintah Kota Yogyakarta dalam melaksanakan sistem pembayaran PBB secara tepat dan handal. 4 Heru Jarot Cahyono (ed). 2013. “Target PBB 2013 Kurang dari Nilai Ketetapan” dalam http://jogja.antaranews.com/berita/308113/target-pbb-2013-kurang-dari-nilai-ketetapan diakses pada Selasa, 30 April 2013 pukul 16.00 WIB. 9 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan pokok masalah yaitu “Bagaimana kinerja pelayanan sistem pembayaran PBB di Kota Yogyakarta dan faktor-faktor apa yang mempengaruhinya?” 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kinerja pelayanan sistem pembayaran PBB di Kota Yogyakarta yang dilakukan dengan sistem manual dan online. Selain itu, juga untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja pelayanan kedua sistem pembayaran PBB tersebut. 1.4 Manfaat Penelitian 1. Bagi Ilmu Pengetahuan Berpartisipasi dalam pengembangan ilmu pengetahuan, dengan memperkuat teori-teori tentang pelayanan suatu kebijakan atau program. 2. Bagi Civitas Akademika Jurusan Manajemen dan Kebijakan Publik Memberikan tambahan referensi bagi civitas akademika Jurusan Manajemen dan Kebijakan Publik ketika ingin melakukan penelitian tentang kinerja pelayanan 10 3. Bagi pemerintah Kota Yogyakarta Memberikan sumbangan pemikiran kepada pemerintah Kota Yogyakarta terkait pelayanan sistem pembayaran PBB yang selama ini diimplementasikan. Dengan begitu, diharapkan pemerintah Kota Yogyakarta lebih dapat meningkatkan perannya dalam memberikan layanan pembayaran PBB. 4. Bagi Pembaca Menambah informasi bagi pembaca yang akan melakukan penelitian tentang kinerja pelayanan publik 5. Bagi Penulis Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bekal bagi penulis ketika di dunia kerja dan diaplikasikan dengan turut berpartisipasi dalam pengembangan maupun inovasi pelayanan publik demi tercapainya pelayanan publik yang handal dan berpihak pada masyarakat 11