PENGARUH TINGKAT KETAATAN PENGUNGKAPAN WAJIB (MANDATORY DISCLOSURE) DAN LUAS PENGUNGKAPAN SUKARELA (VOLUNTARY DISCLOSURE) TERHADAP KUALITAS LABA PADA PERUSAHAAN YANG TERGABUNG DALAM LQ 45 DI BURSA EFEK INDONESIA Oleh Mardiana*) dan Qorina Laili Hidayat**) Abstract The purpose of this study was to determine the effect of mandatory disclosure and widespread observance of voluntary disclosure on the quality of earnings is proxied by Earnings Response Coefficients (ERC). This study uses data leading shares incorporated in LQ 45 in 2007-2009. This study uses multiple regression analysis to examine the effect of the dependent variable with the independent variable. Based on the test results it can be concluded that 1) voluntary disclosure and mandatory have significant effect on Earnings Response Coefficients; 2) Mandatory Disclosure statistically positive and significant effect on Earnings Response Coefficients; 3) Voluntary Disclosure statistically significant positive effect on Earnings Response alpha coefficients at 5%. Keywords: Mandatory Disclosure, Voluntary Disclosure, Earnings Quality, Earnings Response Coefficient.. 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Informasi yang diungkapkan dalam laporan tahunan dikelompokkan menjadi dua yaitu: pengungkapan wajib (mandatary disclosure) dan pengungkapan sukarela (voluntary disclosure). Pengungkapan wajib (mandatary diclosure) merupakan pengungkapan informasi yang diharuskan oleh peraturan BAPEPAM. Pengungkapan sukarela (voluntary disclosure) merupakan pengungkapan yang melebihi dari yang diwajibkan. Dari pihak manajemen sendiri, walaupun untuk menyampaikan kewajiban informasi atau pengungkapan telah diatur dalam Standar Akuntansi Keuangan (SAK) dan juga aturan-aturan yang dikeluarkan oleh BAPEPAM, kenyataanya pihak manajemen masih menolak untuk menyampaikan pengungkapan (disclosure) tersebut secara layak. Indonesia masih berada pada urutan yang rendah dalam persepsian standar akuntabilitas, pelaksanaan auditing dan ketaatanya, serta pengungkapan dan transparansi (Khomsiah, 2005). Marwata (2000) mengikhtisarkan beberapa hasil penelitian yang berhasil mengidentifikasi berbagai unsur kualitas laporan. Konsepsi ini mencakup kecukupan (adequacy) (Buzzby, 1975), kelengkapan (comprehensiveness) (Barret, 1976), informatif (informativeness) (Alford, et al., 1993), tepat waktu (timeliness) (Courtis, 1976; Whittred, 1980), akurasi (accuracy) dan keandalan (reliability) (Shinghvi & Desai, 1971). Beragamnya unsur penilaian terhadap kualitas laporan tahunan tersebut menunjukkan bahwa penilaian dan persepsi pemakai terhadap JEMA Vol. 10 No. 1 Oktober 2012 | 29 kualitas ungkapan juga masih beragam. Hal ini dapat dimaklumi, sebab kelompok pemakai (users) pelaporan keuangan sangat banyak dan mereka mempunyai kebutuhan dan kepentingan yang berbeda, sehingga membutuhkan tekanan informasi yang berbeda pula. Bagi investor, laporan laba dianggap mempunyai informasi untuk menganalisis saham yang diterbitkan oleh emiten. Kualitas laba penting bagi mereka yang menggunakan laporan keuangan untuk tujuan kontrak dan pengambilan keputusan investasi (Schipper dan Vincent, 2003). Laba akuntansi yang berkualitas adalah laba akuntansi yang mempunyai sedikit atau tidak mengandung gangguan persepsi (perception noise) didalamnya dan dapat mencerminkan kinerja keuangan perusahaan yang sesungguhnya. Perubahan harga saham akibat perubahan laba seharusnya dipengaruhi pula oleh informasi yang dimiliki investor. Dalam praktek, kualitas laba akuntansi tersebut sulit diukur. Oleh karena itu, masing-masing peneliti menggunakan pendekatan yang berbeda untuk mengukur kualitas laba akuntansi. Beberapa peneliti kemudian menggabungkan penelitian tentang pengungkapan (disclosure) dengan Earnings Response Coefficient (ERC). 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: ―Bagaimana pengaruh tingkat ketaatan pengungkapan wajib dan luas pengungkapan sukarela terhadap kualitas laba pada perusahaan yang tergabung dalam LQ 45 di Bursa Efek Indonesia?‖ 1.3 Tujuan Penelitian Sesuai dengan masalah yang telah dirumuskan, maka tujuan dari penelitian ini adalah: Untuk mengetahui pengaruh tingkat ketaatan pengungkapan wajib dan luas pengungkapan sukarela terhadap kualitas laba. 1.4 Kontribusi Penelitian a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai dasar masukan dan pertimbangan dalam pengambilan keputusan untuk berinvestasi, serta dalam menilai kualitas laba yang dilaporkan dalam laporan keuangan. b. Penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan dan pedoman bagi peneliti di masa yang akan datang yang juga tertarik membahas permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini. 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hasil Penelitian Terdahulu Meek et al. (1995) berhasil menemukan beberapa faktor yang mempengaruhi luas pengungkapan sukarela yaitu besar perusahaan, negara asal perusahaan, tipe industri, rasio ungkitan, derajat multinasionalitas, profitabilitas, dan status pendaftaran. Tipe ungkapan sukarela dibagi menjadi 3 informasi, yaitu informasi strategik, informasi non keuangan, dan informasi keuangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa seluruh variabel tersebut berpengaruh signifikan terhadap luas pengungkapan sukarela. Penelitian Suripto (1998) menguji pengaruh karakteristik perusahaan terhadap luas ungkapan sukarela dalam laporan tahunan. Luas ungkapan sukarela dalam laporan tahunan diukur dengan daftar ungkapan sukarela yang terdiri dari 33 item informasi yang dimuat dalam laporan tahunan. Hasil penelitiannya bahwa luas pengungkapan sukarela dalam laporan keuangan masih rendah yang ditunjukkan dengan koefisien 30 | JEMA Vol. 10 No. 1 Oktober 2012 determinasinya. Sementara itu hanya variabel besar perusahaan dan rasio ungkitan yang berpengaruh signifikan statis terhadap luas pengungkapan sukarela. Marwata (2000) meneliti hubungan antara karakteristik perusahaan di Indonesia. Penelitian ini menyimpulkan bahwa ukuran perusahaan berhubungan positif secara signifikan dengan kualitas ungkapan sukarela dalam laporan tahunan. Fitriani (2001) meneliti tentang perbedaan tingkat kelengkapan pengungkapan wajib dan sukarela pada laporan keuangan perusahaan publik yang terdaftar di BEJ. Hasil menyimpulkan bahwa ternyata terdapat perbedaan yang signifikan antara tingkat kelengkapan pengungkapan wajib dengan pengungkapan sukarela. Mardiyah (2002) meneliti tentang pengaruh informasi asimetri dan disclosure terhadap Cost of Capital. Penelitian ini menyimpulkan bahwa (1) terdapat pengaruh positif antara informasi asimetri dengan Cost of Capitalnya, (2) terdapat hubungan positif antara size perusahaan dengan disclosure, dan (3) informasi asimetri rendah, maka dibutuhkan disclosure yang semakin andal agar dapat menurunkan cost of capital. Harjanti (2002) menguji pengaruh luas pengungkapan sukarela dalam laporan tahunan terhadap current ERC. Dalam penelitiannya Harjanti mengajukan hipotesis bahwa luas pengungkapan sukarela dalam laporan tahunan berpengaruh negatif terhadap current ERC, dan hasil penelitiannya berpengaruh positif terhadap current ERC. Desi (2004) melakukan penelitian tingkat keluasan pengungkapan sukarela dalam laporan tahunan dan hubungannya dengan current ERC. Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa skor pengungkapan dengan pembobotan dengan tanpa pembobotan ditemukan berbeda secara signifikan, dan tingkat keluasan pengungkapan sukarela dalam laporan tahunan berhubungan positif dengan current ERC. Sovi (2008) melakukan penelitian tentang tingkat ketaatan pengungkapan wajib dan luas pengungkapan sukarela terhadap kualitas laba yang diukur dengan Earnings Response Coefficients (ERC). Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa pengungkapan wajib dan luas pengungkapan sukarela secara simultan berpengaruh signifikan terhadap kualitas laba yang diukur dengan Earnings Response Coefficients (ERC). Dimana variabel pengungkapan wajib secara parsial berpengaruh signifikan negatif terhadap kualitas laba dan variabel pengungkapan sukarela secara parsial berpengaruh signifikan negatif terhadap kualitas laba. 2.2 Tinjauan Teori 2.2.1 Pengungkapan Informasi (disclosure) Ungkapan (disclosure) didefinisikan sebagai penyediaan sejumlah informasi untuk membantu investor dalam memprediksi kinerja perusahaan dimasa mendatang (Scott, 2003). Ungkapan mencakup penyediaan informasi yang diwajibkan oleh badan berwenang maupun secara sukarela yang berupa laporan keuangan, informasi tentang kejadian setelah tanggal laporan, analisis manajemen atas operasi yang akan datang, prakiraan keuangan dan operasi pada tahun mendatang, dan laporan keuangan tambahan yang mencakup ungkapan menurut segmen dan informasi lainnya diluar harga perolehan (Wolk, et al., 2001). Pengungkapan dalam laporan keuangan merupakan penyajian informasi yang diperlukan untuk operasi optimal pasar modal yang efisien. Berapa banyak informasi tersebut harus diungkapkan tidak hanya bergantung pada keahlian pembaca, akan tetapi juga pada standar yang dibutuhkan (Hendriksen, 1997:203). Pengungkapan wajar (fair disclosure) dan pengungkapan penuh (Full disclosure) merupakan konsep yang lebih positif. JEMA Vol. 10 No. 1 Oktober 2012 | 31 Darrough (1993) dalam Simanjuntak (2004) mengemukakan ada dua jenis pengungkapan dalam hubungannya dengan persyaratan yang ditetapkan standar dan regulasi, yaitu: a. Pengungkapan Wajib (mandatory disclosure) Merupakan pengungkapan minimum yang disyaratkan oleh standar akuntansi yang berlaku. Peraturan tentang standar pengungkapan informasi bagi perusahaan yang telah melakukan penawaran umum dan perusahaan publik yaitu, peraturan No. VIII.G.7 tentang Pedoman Penyajian Laporan Keuangan dan Peraturan No. VIII.G.2 tentang Laporan Tahunan. Peraturan tersebut diperkuat dengan Keputusan Ketua Bapepam No. Kep-17/PM/1995, yang selanjutnya diubah melalui Keputusan Ketua Bapepam No. Kep-38/PM/1996 yang berlaku bagi semua perusahaan yang telah melakukan penawaran umum dan perusahaan publik. Peraturan tersebut diperbaharui dengan Surat Edaran Ketua Bapepem No. SE-02/PM/2002 yang mengatur tentang penyajian dan pengungkapan laporan keuangan emiten atau persahaan publik untuk setiap jenis industri. b. Pengungkapan Sukarela (voluntary disclosure) Merupakan pengungkapan butir-butir yang dilakukan oleh perusahaan tanpa diharuskan oleh peraturan yang berlaku. Healy dan Palepu (1993) dalam Simanjuntak (2004) mengemukakan meskipun semua perusahaan publik diwajibkan untuk memenuhi pengungkapan minimum, mereka berbeda secara substansial dalam jumlah tambahan informasi yang diungkapkan ke pasar modal. Salah satu cara meningkatkan kredibilitas perusahaan adalah melalui pengungkapan sukarela secara lebih luas dan membantu investor dalam memahami strategi bisnis manajemen. Pengungkapan informasi akuntansi yang disajikan secara sukarela oleh manajemen perusahaan (voluntary disclosure), merupakan pengungkapan diluar pengungkapan yang diwajibkan. Item-item dalam pengungkapan sukarela adalah tidak merupakan item mandatory dalam prinsip-prinsip akuntansi dan undangundang akuntansi, serta item tersebut memiliki relevansi dengan perusahaan dan hanya akan diungkapkan apabila dikehendaki oleh perusahaan 2.2.2 Kualitas Laba Menurut Boediono (2005) kualitas laba adalah hubungan (regresi) antara laba yang dilaporkan dengan return saham. Bagi perusahaan yang menerbitkan saham di pasar modal harga saham yang ditransaksikan di bursa merupakan indikator nilai perusahaan. Laba yang tidak menunjukkan informasi yang sebenarnya tentang kinerja manajemen dapat menyesatkan pihak pengguna laporan. Jika laba seperti ini digunakan oleh investor untuk membentuk nilai pasar perusahaan, maka laba tidak dapat menjelaskan nilai pasar perusahaan yang sebenarnya. Bagi investor, laporan laba dianggap mempunyai informasi untuk menganalisis saham yang diterbitkan oleh emiten. Perlunya dilakukan pengukuran atas kualitas laba timbul dari kebutuhan perbandingan laba antar perusahaan dan untuk memahami perbedaan kualitas yang didasarkan penilaian-penilaian yang berdasarkan pada laba. Kualitas laba sangat dipengaruhi oleh perilaku manajemen dalam menyiapkan angka-angka dalam laporan keuangan. Laba dapat dikatakan berkualitas bila tidak terdapat penyimpangan dari fakta sesungguhnya dalam proses pemerolehannya, meskipun secara teori tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip yang berlaku hingga keputusan yang diambil oleh penggunaan tidak menimbulkan bias (Abdullah, 1999). 32 | JEMA Vol. 10 No. 1 Oktober 2012 Laba akuntansi yang berkualitas adalah laba akuntansi yang mempunyai sedikit atau tidak mengandung gangguan persepsi (perceived noise) didalamnya dan dapat mencerminkan kinerja perusahaan yang sesungguhnya (Chandarin, 2003) dalam Sekar (2004), sedangkan Ayres (1994) menyatakan bahwa laba akuntansi dikatakan berkualitas apabila elemen-elemen yang membentuk laba tersebut dapat diinterpretasikan dan dipahami secara memuaskan oleh pihak yang berkepentingan. Conservatism index (C-score) sebagai proksi konservatisme neraca, earnings quality indicator (Q-score) untuk menghitung tingkat konservatisme laporan rugi laba, dan earnings response coefficient (ERC) merupakan ukuran atau proksi yang digunakan untuk mengukur kualitas laba. Pada penelitian ini kualitas laba diukur dengan menggunakan ERC, karena pada penelitian-penelitian di pasar modal, untuk mengukur besarnya reaksi pasar terhadap informasi laba yang digunakan adalah ERC. Beberapa peneliti telah mengukur kualitas laba dengan ERC antara lain Balsam et al (2003), Fan dan Wong (2002), Bandypadhyay (1994), Sekar (2004), menyatakan bahwa besaran ERC menunjukkan kualitas earnigs perusahaan. Kuatnya reaksi pasar terhadap informasi laba yang tercermin dari tingginya ERC, menunjukkan laba yang dilaporkan berkualitas. Sebaliknya, lemahnya reaksi pasar terhadap informasi laba yan gtercermin dari rendahnya ERC, menunjukkan laba yang dilaporkan kurang atau tidak berkualitas. 2.2.3 Pengukuran Earnings Response Coefficient (ERC) Menurut Scott (2003) menyatakan bahwa ERC mengukur besarnya abnormal return saham (CAR) dalam merespon komponen kejutan dari earnigs yang dilaporkan perusahaan (UE). CAR adalah total penjumlahan dari abnormal returns untuk periode tertentu disekitar pengumuman suatu informasi. ARit = Rit - E(Rit) ARit = Abnormal Return saham i pada periode t Rit = Return sesungguhnya terjadi saham i pada bulan periode t E(Rit) = Expected Return (Return yang diharapkan) saham i pada periode t Rit = (Pit - Pit-1)/Pit Rit = Return sesungguhnya Pit = Harga penutupan (closing price) saham i pada waktu t Pit-1 = Harga saham sebelumnya Sedang return ekspektasi merupakan return yang harus diestimasi. Brown dan Warner (1985) dalam Jogiyanto (2003:126), mengestimasi return ekspektasi menggunakan model estimasi mean-adjusted model, market model dan market adjusted model. Dalam penelitian ini, untuk mengestimasi return ekspektasi digunakan market adjusted model, karena menganggap bahwa penduga yang terbaik untuk mengestimasi return suatu sekuritas adalah return indeks pasar pada saat tersebut. ARit = Rit - Rmt ARit = Abnormal Return saham i pada periode t Rit = Return sesungguhnya terjadi saham i pada periode t Rmt = Return pasar pada periode t Rmt = Return pasar pada periode t IHSGt = IHSG (composite index) saham pada waktu t IHSGt-1 = IHSG (composite index) saham pada waktu t-1 JEMA Vol. 10 No. 1 Oktober 2012 | 33 UE atau earnings surprise merupakan selisih antara earnings harapan dengan earnings sesungguhnya yang diumumkan oleh perusahaan. Laba ekspektasian diestimasi dengan model langkah acak (random walk model). Model langkah acak mengestimasi laba periode berjalan sama dengan laba periode sebelumnya. Laba kejutan dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: UEit = (EPSit - EPSit-1)/Pit-1 UEit = Unexpected earnings perusahaan i pada tahun t EPSit = Earnings per share perusahaan i pada tahun t EPSit-1 = Earnings per share perusahaan i pada tahun t-1 Pit-1 = Harga saham perusahaan i pada akhir tahun t-1 Proksi harga saham yang digunakan adalah CAR, sedangkan proksi laba adalah UE. Regresi model tersebut akan menghasilkan ERC masing-masing sampel, dan akan digunakan untuk analisis berikutnya. 2.3 Hipotesis Penelitian Berdasarkan hasil penelitian terdahulu dan tinjauan teori, maka hipotesis penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut: H1 : Tingkat ketaatan pengungkan wajib dan luas pengungkapan sukarela berpengaruh positif terhadap Earnings Response Coefficients (ERC). H1a : Tingkat ketaatan pengungkapan wajib berpengaruh positif terhadap Earnings Response Coefficients (ERC). H1b : Luas pengungkapan sukarela berpengaruh positif terhadap Earnings Response Coefficients (ERC). 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Populasi dan Sampel Penelitian Pada penelitian ini yang menjadi populasi adalah perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Penelitian ini akan mengambil sampel perusahaan yang tergabung dalam LQ 45 di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode tahun 2007 sampai dengan tahun 2009. Adapun penentuan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan teknik pemilihan purposive sampling. 3.2 Definisi Operasional Variabel 3.2.1 Pengungkapan Wajib (X1) Pengungkapan wajib merupakan pengungkapan minimum yang disyaratkan oleh peraturan yang berlaku. Peraturan tentang standar pengungkapan informasi bagi perusahaan yang telah melakukan penawaran umum dan perusahaan publik. Tingkat ketaatan pengungkapan wajib ditunjukkan dengan indeks pengungkapan wajib. Menurut Zaki et al (2001) perhitungan indeks pengungkapan dilakukan dengan rumus sebagai berikut: ∑ butir informasi yang diungkapkan Indeks Pengungkapan Wajib = —————————————————— ∑ semua butir informasi − informasi NA 3.2.2 Pengungkapan Sukarela (X2) Pengungkapan sukarela merupakan pengungkapan butir-butir yang dilakukan secara sukarela oleh perusahaan tanpa diharuskan oleh peraturan yang berlaku. Luas pengungkapan sukarela diukur berdasarkan instrument yang dikembangkan dan digunakan oleh Suripto (2005) yang berjumlah 33 item. Luas pengungkapan sukarela 34 | JEMA Vol. 10 No. 1 Oktober 2012 ditunjukkan dengan indeks pengungkapan sukarela dihitung dengan rumus sebagai berikut: ∑(PxB) Indeks Pengungkapan Sukarela = ———————— ∑(SxB) P = Butir informasi yang diungkap (1 jika diungkap, 0 jika tidak diungkap) S = Semua butir pengungkapan sukarela B = Bobot setiap informasi pengungkapan sukarela 3.2.3 Kualitas Laba Salah satu cara untuk mengukur kualitas laba adalah dengan menggunakan Earnings Response Coefficients (ERC). Pada penelitian ini kualitas laba diukur dengan menggunakan ERC, karena pada penelitian-penelitian di Pasar Modal, untuk mengukur besarnya reaksi pasar terhadap informasi laba yang digunakan adalah ERC. Earnings Response Coefficients (ERC) merupakan efek setiap dolar unexpected earning terhadap return saham, biasanya diukur dengan slope koefisien dalam regresi abnormal return saham dan unexpected earning (Cho dan Jung,1991). CAR = α + β (UE) + e CAR = Cumulative Abnormal Return UE = unexpected earning β = Koefisien Hasil Regresi (ERC) Estimate ERC merupakan slope koefisien yang diperoleh dengan melakukan regresi cross-sectional antara CAR dan UE (Teets & Wasley, 1996). Dengan perumusan sebagai berikut: 1. Menghitung CAR masing-masing perusahaan sampel. t 1 CAR ARit t 1 CAR = Cumulative Abnormal Returns ARit = Abnormal returns saham i pada hari ke t t-1 = 1 hari sebelum pengumuman laporan keuangan atau laporan tahunan t+1 = 1 hari setelah pengumuman laporan keuangan atau laporan tahunan Dimana: ARit = Rit-Rmt Rit = (Pit-Pit-1)/Pit ARit = Abnormal return saham perusahaan i pada tahun t Rit = Return saham perusahaan i pada tahun t Pit = Harga saham perusahaan i pada tahun t Pit-1 = Harga saham perusahaan i sebelum tahun t CAR adalah total penjumlahan dari abnormal returns untuk periode tertentu disekitar pengumuman suatu informasi. Sedang return ekspektasi merupakan return yang harus diestimasi. Brown dan Warner (1985) dalam Jogiyanto (2003:126), mengestimasi return ekspektasi menggunakan model estimasi mean-adjusted model, market model dan market adjusted model. Dalam penelitian ini, untuk mengestimasi return ekspektasi digunakan market adjusted model, karena menganggap bahwa penduga yang terbaik untuk mengestimasi return suatu sekuritas adalah return indeks pasar pada saat tersebut. JEMA Vol. 10 No. 1 Oktober 2012 | 35 CAR untuk menguji H1 menggunakan window 3 (tiga) hari, yaitu: 1 hari sebelum pengumuman laporan keuangan sampai 1 hari setelah pengumuman laporan keuangan. CAR untuk menguji H2 menggunakan window 4 (empat) hari, yaitu: hari pada saat penyampaian laporan tahunan sampai 3 hari setelah penyampaian laporan tahunan. CAR untuk menguji H3 menggunakan window 4 (empat) hari, yaitu: hari pada saat penyampaian laporan tahunan sampai 3 hari setelah penyampaian laporan tahunan. 2. Menghitung UE masing-masing perusahaan. Unexpected earnings atau earnings surprise merupakan proksi laba akuntansi yang menunjukkan kinerja intern perusahaan. UE diukur seperti penelitian Kallapur (1994), dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut: UEit = (EPSit – EPSit–1)/Pit-1 UEit = Unexpected earnings perusahaan i pada tahun 2009 EPSit = Earnings per share perusahaan i pada tahun 2009 EPSit-1 = Earnings per share perusahaan i pada tahun 2008 Pit-1 = Harga saham perusahaan i pada akhir tahun 2008 Proksi harga saham yang digunakan adalah CAR, sedangkan proksi laba adalah UE. Regresi model tersebut akan menghasilkan ERC masing-masing sampel, dan akan digunakan untuk analisis berikutnya. 3.3 Metode Analisis Data Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian adalah analisis regresi linier berganda. Sedangkan persamaan regresinya adalah sebagai berikut: ERC = αo + α1 MDISC + α2 VDISC + εi,t Dalam hal ini (i = perusahaan) ERC = Earnings Response Coefficients MDISC = Mandatory Disclosure (Pengungkapan Wajib) VDISC = Voluntary Disclosure (Pengungkapan Sukarela) αo = Intercept ε = error 3.3.1 Uji Normalitas Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan metode Kolmogorof Smirnov, dengan kaidah keputusan uji normalitas, yaitu: a. Apakah asympthod signifikan Kolmogorof Smirnov < 0,05, maka data berdistribusi tidak normal. b. Apakah asympthod signifikan Kolmogorof Smirnov > 0,05, maka data berdistribusi normal. 3.3.2 Uji Asumsi Klasik Uji asumsi klasik digunakan untuk mendapatkan nilai koefisien regresi yang baik dan tidak bias. Sehingga perlu dilakukan beberapa tes yang memungkinkan mendeteksi pelanggaran tersebut. Beberapa pelanggaran asumsi biasanya adalah multikolinearitas, heterokedastisitas, dan Autokorelasi (Purwanto dan Suhardi, 2004:528). a. Uji Multikolinearitas Untuk mengetahui apakah terdapat gejala multikolinearitas atau tidak maka dilihat dari pedoman suatu model regresi yang bebas multikolinearitas adalah sebagai berikut: 1. Mempunyai nilai Variance Inflation Factor (VIF) sekitar angka 1 dan tidak melebihi 10. 2. Mmempunyai angka toleransi mendekati atau > 0,05. 36 | JEMA Vol. 10 No. 1 Oktober 2012 b. Uji Heteroskedastisitas Adanya heteroskedastisitas dalam regresi dapat diketahui dengan menggunakan beberapa cara, antara lain uji koefisien korelasi spearman, uji park, dan uji gletser. Pengujian pada asumsi ini dilakukan dengan menggunakan metode Gletser Test yang biasa digunakan untuk sampel besar dan sampel kecil sematamata sebagai alat kualitatif untuk mempelajari sesuatu mengenai heteroskedastisitas (Gujarati, 1995:188). Hipotesis dalam pengujian heteroskedastisitas adalah: 1) Ho : Kedua varians tidak signifikan terhadap residual absolute 2) H1 : Kedua varians mempengaruhi signifikansi terhadap residual absolute Kriteria pengujian sebagai berikut: a. Jika profitabilitas (signifikan) > 0,05 maka Ho diterima b. Jika profitabilitas (signifikan) < 0,05 maka Ho ditolak c. Uji Autokorelasi Adanya autokorelasi dalam regresi dapat diketahui dengan menggunakan beberapa cara, antara lain metode grafik dan uji Durbin-Watson (Husein, 1999:273). Nilai Durbin-Watson statistik dapat dihitung sebagai berikut: a. Menghitung koefisien regresi dengan menggunakan metode regresi Ordinary Least Squares (OLS), kemudian menentukan nilai ei b. Merumuskan hipotesis, pendeteksian terhadap adanya autokorelasi (terjadinya hubungan antara variabel-variabel bebas itu sendiri atau berkorelasi sendiri), dengan hipotesis: Ho : p = 0, tidak terjadi autokorelasi antar galat (error) H1 : p > 0, terjadi autokorelasi antar galat (error) Menghitung nilai d dengan rumus: d t n t 1 (et et 1 ) t n e t 1 2 t Dimana : d = Nilai Durbin-Watson et = Nilai residual pada periode t et-1 = Nilai residual pada periode t-1 n = Banyaknya observasi sampel c. Adapun kriteria uji Durbin-Watson menurut Gujarati (1995:217), jika H0 adalah dua ujung yaitu tidak ada serial autokorelasi baik positif atau pun negatif, maka jika: d < dL : menolak H0 d > 4 ? dL : menolak H0 dU < d < 4 ? dU : tidak menolak H0 4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Seleksi Sampel Pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan metode purposive sampling, yaitu mengambil sampel yang telah ditentukan sebelumnya berdasarkan maksud dan tujuan penelitian. Berikut hasil seleksi sampel penelitian: JEMA Vol. 10 No. 1 Oktober 2012 | 37 Tabel 4.1 Seleksi Sampel Kriteria Sampel Jumlah a. Perusahaan yang terdaftar di BEI tahun 2007-2009 402 b. Perusahaan mengalami delisting pada periode tahun 2007- 13 2009 c. Perusahaan tidak masuk dalam daftar LQ-45 secara berturut-turut pada tahun 2007-2009 341 d. Tidak mempunyai nilai buku ekuitas positif pada tahun 2007-2009 e. Perusahaan tidak memiliki laba positif tahun 2007-2009 f. Perusahaan memenuhi sampel 11 18 19 Dari hasil seleksi sampel sebagaimana tampak pada tabel 4.1, Perusahaan yang terdaftar pada BEJ pada tahun 2008-2009 sebanyak 402 perusahaan. Dari 402 perusahaan, sebanyak 13 mengalami delisting pada periode tahun 2007-2009, 11 perusahaan tidak mempunyai nilai buku ekuitas positif pada tahun 2007-2009, dan 18 perusahaan tidak memiliki laba positif tahun 2007-2009. Jadi total perusahaan yang terpilih sebagai anggota sampel sebanyak 19 perusahaan. 4.1.2 Statistik Deskriptif Berikut disajikan statistik deskriptif atas data yang digunakan dalam penelitian. Tabel 4.2 Statistik Deskriptif Variabel N Kisaran Min Maks Rata-Rata Std. Deviasi IPW 19 0,200 0,800 1,000 0,958 0,084 IPS 19 0,424 0,242 0,667 0,486 0,131 ERC 19 8,812 -6,298 2,514 -0,157 1,656 Sumber : Data diolah, 2011 a. Pengungkapan Wajib Berdasarkan tabel 4.2, Pengungkapan Wajib memiliki rata-rata sebesar 0,958 dengan nilai minimum sebesar 0,800 dan nilai maksimum sebesar 1,000. Sedang kisaran Pengungkapan Wajib berada pada nilai 0,200 dengan standar deviasi sebesar 0,084. Hasil ini membuktikan bahwa sebagian besar perusahaan sampel telah menyampaikan pengungkapan wajib minimum. Bila dilihat hasil standar deviasinya yang rendah, menunjukkan bahwa hanya sebagian kecil perusahaan yang tidak menyampaikan Pengungkapan Wajib minimum secara langkap. b. Pengungkapan Sukarela Berdasarkan tabel 4.2, Pengungkapan Sukarela memiliki rata-rata sebesar 0,486 dengan nilai minimum sebesar 0,242 dan nilai maksimum sebesar 0,667. Sedang kisaran Pengungkapan Sukarela berada pada nilai 0,424 dengan standar deviasi sebesar 0,131. Hasil ini membuktikan bahwa item pengungkapan sukarela yang diungkapkan oleh perusahaan sampel variatif tergantung pada jenis perusahaannya. 38 | JEMA Vol. 10 No. 1 Oktober 2012 c. Earnings Response Coefficients Berdasarkan tabel 4.2, Earnings Response Coefficients memiliki rata-rata sebesar -0,157 dengan nilai minimum sebesar -6,298 dan nilai maksimum sebesar 2,514. Sedang kisaran Earnings Response Coefficients berada pada nilai 8,812 dengan standar deviasi sebesar 1,656. Rendahnya rata-rata ERC perusahaan sampel menunjukkan lemahnya reaksi pasar terhadap informasi laba, dengan kata lain laba yang dilaporkan perusahaan sampel kurang atau tidak berkualitas. 4.2 Pembahasan 4.2.1 Uji Normalitas Hasil pengujian normalitas data dapat dilihat pada tabel 4.3 berikut : Tabel 4.3 Uji Normalitas Kolmogorov pCritical Variabel Keterangan SmirnovZ value Value IPW 1,100 0,113 > 0,05 Berdistribusi Normal IPS 1,011 0,258 > 0,05 Berdistribusi Normal ERC 1,304 0,743 > 0,05 Berdistribusi Normal Sumber: data diolah, 2011 Dari hasil uji normalitas dalam tabel 4.3, dapat diketahui bahwa p-value semua variabel tidak signifikan secara statistik pada alfa 5%, yang berarti bahwa semua variabel berdistribusi normal 4.2.2 Uji Asumsi Klasik Hasil uji asumsi klasik dapat dijelaskan sebagai berikut : a. Uji Autokorelasi Uji autokorelasi menggunakan Durbin-Watson statistic (DW). Sebagai pedoman, regresi OLS tidak mengandung autokorelasi jika nilai d disekitar 2 (Gujarati, 2003). Regresi OLS bebas autokorelasi positif atau negatif, jika nilai d terletak diantara diantara -2 sampai +2. Berdasarkan hasil analisis regresi didapat hasil dhitung sebesar 2,093, yang menunjukkan bahwa model penelitian bebas autokorelasi. b. Uji Heteroskedastisitas Hasil dari uji heteroskedastisitas bisa dilihat pada tabel 4.4 Tabel 4.4 Hasil Uji Heteroskedastisitas Variabel t p-value IPW -1,986 0,064 IPS -0,782 0,446 Sumber : data diolah, 2011 Keterangan Tidak ada masalah heteroskedastisitas Tidak ada masalah heteroskedastisitas Hasil uji heteroskedastisitas menunjukkan bahwa tidak ada satupun variabel independen yang mengalami masalah heteroskedastisitas. Semua variabel independen memiliki nilai p value lebih besar dari 0,05. c. Uji Multikolinieritas Hasil dari uji Multikolinieritas bisa dilihat pada tabel 4.5. JEMA Vol. 10 No. 1 Oktober 2012 | 39 Tabel 4.5 Hasil Uji Multikolinieritas Variabel VIF Nilai Kritis Keterangan IPW 1,003 < 10 Tidak ada masalah Multikolinieritas IPS 1,003 < 10 Tidak ada masalah Multikolinieritas Sumber : data diolah, 2011 Berdasarkan hasil analisis yang diuraikan tersebut, tidak ada variabel independen dalam penelitian ini yang memiliki nilai variance inflation factor (VIF) lebih dari sepuluh. Dengan demikian, hasil analisis menunjukkan tidak adanya masalah multikolinier. 4.2.3 Pengujian Hipotesis a. R Square dan F Uji Nilai R square dan F uji dapat dilihat pada tabel 4.6 berikut : Tabel 4.6 Nilai R Square dan F Uji Std. Error of the R R Square F Estimate 0,663 0,439 1,316 6,267 Sumber : data diolah, 2011 F Sig 0,010 Dari koefisien R Square diketahui bahwa hanya 43,9% tingkat Earnings Response Coefficients yang dapat dijelaskan oleh kedua variabel independennya dalam bentuk hubungan linear sedangkan 56,1% dijelaskan oleh faktor lain diluar model. Hubungan variabel independen secara parsial terhadap variabel dependen dapat dilihat dari nilai F hitung dan signifikansinya. Dari hasil pengolahan data diperoleh nilai F hitung 6,267 dengan nilai signifikan yang diperoleh adalah 0,010 lebih kecil dari taraf keyakinan 0,05. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pengungkapan sukarela dan pengungkapan wajib secara bersama-sama berpengaruh terhadap Earnings Response Coefficients. Dengan demikian H1 dalam penelitian ini dapat diterima. Hasil penelitian ini mendukung penelitian Sovi (2008) yang juga dapat membuktikan secara statistik bahwa secara bersama-sama pengungkapan wajib dan pengungkapan sukarela berpengaruh signifikan terhadap Earnings Response Coefficients. b. Koefisien Regresi Koefisien regresi dapat dilihat pada tabel 4.7 sebagai berikut : Tabel 4.7 Koefisien Regresi Variabel Koefisien t-stat Sig (Constant) -12,104 IPW 9,291 2,505 0,023 IPS 6,263 2,636 0,018 Sumber: data diolah, 2011 Berdasarkan tabel 4.8 dapat ditulis persamaan sebagai berikut : ERC = -12,104 + 9,291 IPW + 6,263 IPS + e 40 | JEMA Vol. 10 No. 1 Oktober 2012 Dari persamaan regresi diatas dapat disimpulkan bahwa pengungkapan sukarela dan pengungkapan wajib memiliki hubungan yang searah dengan Earnings Response Coefficients, dimana setiap kenaikan 1 satuan pengungkapan sukarela dan pengungkapan wajib juga akan menyebabkan kenaikan pada Earnings Response Coefficients sebesar nilai koefisiennya. c. Uji t Uji t dilakukan untuk mengetahui pengaruh secara parsial ataupun individual vairabel bebas terhadap variabel terikat. Berdasarkan tabel 4.8 dapat diketahui pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat secara parsial antara lain : 1. Pengungkapan Wajib Berdasarkan hasil pengujian didapatkan bahwa Pengungkapan Wajib secara statistik berpengaruh positif signifikan terhadap Earnings Response Coefficients dengan tingkat signifikansi dibawah 0,05 (t uji sebesar 2,505 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,023), sehingga H1a yang menyatakan tingkat ketaatan pengungkapan wajib berpengaruh positif terhadap Earnings Response Coefficients (ERC) dapat diterima. 2. Pengungkapan Sukarela Berdasarkan hasil pengujian didapatkan bahwa pengungkapan sukarela secara statistik berpengaruh positif signifikan terhadap Earnings Response Coefficients dengan tingkat signifikansi dibawah 0,05 (t uji sebesar 2,636 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,018), sehingga H1b yang menyatakan luas pengungkapan sukarela berpengaruh positif terhadap Earnings Response Coefficients (ERC) dapat diterima. 4.2.4 Pembahasan Berdasarkan hasil pengujian secara parsial (uji t) didapatkan bahwa Pengungkapan Wajib secara statistik berpengaruh positif signifikan terhadap Earnings Response Coefficients, dengan kata lain dapat dikatakan bahwa Pengungkapan Wajib yang dilakukan oleh perusahaan dapat meningkatkan kualitas laba perusahaan. Pengungkapan wajib yang berisikan informasi keuangan perusahaan merupakan sebuah pengungkapan yang sangat diperlukan oleh investor untuk mengetahui kemampuan perusahaan secara finansial. Dengan informasi ini investor dapat menganalisis prospek perusahaan dimasa mendatang. Apabila penilaian investor baik (yang tercermin pada peninkatan harga pasar saham) maka akan berdampak pada laba bersih yang dicapai perusahaan, apabila hal ini terjadi maka kualitas laba yang diperoleh perusahaan juga akan meningkat. Hasil ini sesuai dengan penelitian Sovi (2008) yang menyatakan bahwa semakin tinggi luas pengungkapan wajib yang dilakukan perusahaan maka akan mempermudah investor dalam menilai kinerja keuangan perusahaan, sehingga meningkatkan Earnings Response Coefficients. Hasil pengujian lainnya didapatkan bahwa pengungkapan sukarela secara statistik berpengaruh positif signifikan terhadap Earnings Response Coefficients. Hasil ini sesuai dengan penelitian Sovi (2008) yang menyatakan semakin luas pengungkapan sukarela yang dilakukan oleh perusahaan, maka akan semakin memberikan pemahaman pada investor atas strategi bisnis yang dilakukan oleh perusahaan. Pengungkapan informasi akuntansi sukarela merupakan salah satu upaya keterbukaan emiten terhadap publik mengenai kondisi perusahaan yang bertujuan untuk meningkatkan kredibilitas perusahaan. Peningkatan kredibilitas perusahaan terjadi karena adanya kepercayaan investor terhadap strategi bisnis dan prospek perusahaan pada masa yang akan datang. Kepercayaan investor ini akan berdampak pula pada JEMA Vol. 10 No. 1 Oktober 2012 | 41 peningkatan laba perusahaan, dan pada akhirnya harga saham perusahaan juga akan semakin meningkat. Dengan demikian, maka kualitas laba perusahaan juga akan semakin baik. 5. SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Berdasarkan hasil analisis pada bab-bab sebelumnya dapat ditarik beberapa simpulan antara lain: 1. Pengungkapan sukarela dan pengungkapan wajib secara bersama-sama berpengaruh terhadap Earnings Response Coefficients 2. Pengungkapan Wajib secara statistik berpengaruh positif signifikan terhadap Earnings Response Coefficients pada alfa 5% 3. Pengungkapan sukarela secara statistik berpengaruh positif signifikan terhadap Earnings Response Coefficients pada alfa 5%. 5.2 Keterbatasan Penelitian Penelitian ini memiliki keterbatasan yaitu 1. Periode penelitian yang digunakan hanya 3 tahun yaitu tahun 2007-2009. 2. Penelitian ini hanya menggunakan pengungkapan wajib dan pengungkapan sukarela untuk mengestimasi Earnings Response Coefficients 3. Hanya menggunakan perusahaan yang terdaftar dalam LQ-45 sebagai sampel penelitian. Oleh karena itu, hasilnya masih belum dapat digeneralisir untuk seluruh perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia bahkan perusahaan di Indonesia. 5.2 Saran 1. Pada penelitian selanjutnya, diharapkan periode penelitian dapat lebih diperpanjang 2. Pada penelitian yang akan datang dan masih relevan dengan penelitian ini, diharapkan variabel yang digunakan dapat lebih dikembangkan lagi misalnya Ukuran Perusahaan, Pertumbuhan dan Profitabilitas. 3. Agar hasil penelitian dapat lebih di generalisir pada seluruh perusahaan, maka pada penelitian selanjutnya obyek penelitian dapat lebih diperbanyak yaitu dengan memasukkan seluruh perusahaan yang listing di Bursa Efek Indonesia DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsini, 2002, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Edisi Revisi V, Jakarta: Rineka Cipta Ayres, F.L, 1994, Perception of Earnings Quality: What Manager Need to Know, Management Accounting, pp. 27-29. Chariri, Anis & Imam Ghozali. 2001. Teori Akuntansi. Semarang: Badan Penerbitan Universitas Diponegoro. Chomsah, Asmaul. 2008. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kualitas Laba dan Nilai Perusahaan. Skripsi, Universitas Islam Malang, tidak dipublikasikan. Desi Adhariani, 2004, Tingkat Keluasan Pengungkapan Sukarela dalam Laporan Tahunan dan Hubungannya dengan Current Earnings Response Coefficient, Tesis S2, Magister Manajemen, Universitas Indonesia. Fitriani., 2001., Signifikansi Perbedaan Tingkat Kelengkapan Pengungkapan Wajib dan Sukarela pada Laporan Keuangan Perusahaan Publik Yang Terdaftar di BEJ., Simposium Nasional Akuntansi IV., pp. 133-154. 42 | JEMA Vol. 10 No. 1 Oktober 2012 Gujarati, Damodar. 1995. Ekonometrika Dasar. Terjemahan Suwarno Zain. Bandung: FE UNPAD. Gulo, Y., 2000., Analisis Efek Luas Pengungkapan Sukarela Dalam Laporan Tahunan Terhadap Cost of Equity Capital Perusahaan., Jurnal Bisnis dan Akuntansi., Vol. 2, No.1, pp. 45-62. Harjanti Widiastuti, 2002, Pengaruh Luas Ungkapan Sukarela Dalam Laporan Tahunan Terhadap Earnings Response Coefficient, Tesis S2, Universitas Gadjah Mada. Hendriksen, S. Eldon, 1997, Teori Akuntansi. Jakarta: Erlangga. Jogiyanto H.M., 2003, Teori Portofolio dan Analisi Investasi, Edisi 3, Yogyakarta, Penerbit BPFE. Khomsiah, 2005, Analisis Hubungan Struktur dan Indeks Corporate Governance Dengan Kualitas Pengungkapan, Disertasi S3, Universitas Gadjah Mada. Kormendi, Roger and Lipe, 1987, Earnings Innovation, Earnings Persistence and Stock Returns, Journal of Bussiness, Vol.60, No.3, July, p. 323-345. Mardiyah, Arda Ainul., 2002., Pengaruh Informasi Asimetri dan Disclosure Terhadap Cost of Capital., Jurnal Riset Akuntansi Indonesia., Vol.5, No.2, pp. 229-256. Marwata, 2000, Hubungan Antara Karakteristik Perusahaan dan Kualitas Ungkapan Sukarela Dalam Laporan Tahunan Perusahaan Publik di Indonesia. Simposium Nasional Akuntansi IV. pp. 155-173. Murni, Siti Aisyah., 2004, Pengaruh Luas Ungkapan Sukarela dan Asimetri Informasi Terhadap Cost of Equity Capital pada Perusahaan Publik di Indonesia. Simposium Nasional Akuntansi IV. pp. 155-173. Santoso, Singgih, 2000, Buku Latihan SPSS Statistik Parametrik, Jakarta: Elex Media Komputindo. Schipper, Khaterine and Linda Vincent 2003, Earnings Quality, Accounting Horizons, Vol.17, Supplement, p.97-110. Scott, William R., 2003, Financial Accounting Theory, Third Edition, Prentice Hall International. Sekar Mayangsari, 2004, Bukti Empiris Pengaruh Spesialisasi Industri Auditor terhadap Earnings Response Coefficient, Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, Vol. 7, No.2. Simanjuntak, Binsar H & Lusy Widyastuti., 2004. Faktor-faktor Yang Memengaruhi Kelengkapan Pengungkapan Laporan Keuangan Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar di BEJ., Jurnal Riset Akuntansi Indonesia., Vol.7, No.3, pp. 351366. Sovi, 2008, Pengaruh Tingkat Ketaatan Pengungkapan Wajib dan Luas Pengungkapan Sukarela Terhadap Kualitas Laba pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEJ., Simposiun Nasional Akuntansi XI., pp. 1-37. Suripto, Bambang, 1998, Pengaruh Karakteristik Perusahaan Terhadap Luas Ungkapan Sukarela Dalam Laporan Tahunan, September, 1-17. Umar, Husein, 1999, Metodologi Penelitian, Aplikasi Dalam Pemasaran, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. *) Mardiana adalah staf pengajar di Prodi Akuntansi FE Unisma **) Qorina Laili Hidayat adalah alumni Prodi Akuntansi FE Unisma JEMA Vol. 10 No. 1 Oktober 2012 | 43