1 DAYA HAMBAT EKSTRAK DAUN KERSEN

advertisement
DAYA HAMBAT EKSTRAK DAUN KERSEN (Muntingia calabura L.)
MENGGUNAKAN PELARUT AIR TERHADAP PERTUMBUHAN BAKTERI
Streptococcus agalactiae PENYEBAB MASTITIS PADA SAPI PERAH DENGAN
METODE SUMURAN
1)
Akhmad Saqli, 2)Puguh Surjowardojo dan 2)Sarwiyono
1)
Mahasiswa Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya*
2)
Dosen Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya
*E-mail: [email protected]
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh ekstrak daun kersen (Muntingia
calabura L.) menggunakan pelarut air sebagai daya hambat bakteri Streptococcus
agalactiae penyebab mastitis pada sapi perah. Materi penelitian ini menggunakan bakteri
Streptococcus agalactiae yang diperoleh dari susu mastitis subklinis skor 3 dari uji CMT.
Ekstrak daun kersen dibuat dengan konsentrasi (P1) 30%, (P2) 40%, (P3) 50%, (P4) 60%
dan (P0) larutan Iodips 10% sebagai kontrol. Metode penelitian ini adalah percobaan
menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan 5 perlakuan dan 4 ulangan. Uji daya
hambat dlakukan dengan metode lubang sumuran. Variabel yang diukur adalah zona
hambat pertumbuhan bakteri setiap perlakuan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
ekstrak daun kersen dengan konsentrasi 30%, 40%, 50% dan 60% memiliki kemampuan
menghambat pertumbuhan bakteri Streptococcus agalactiae. Ekstrak daun kersen dalam
menghambat pertumbuhan bakteri Streptococcus agalactiae menunjukkan hasil berbeda
sangat nyata (P<0,01) dengan larutan Iodip 10% yang merupakan pembanding zat
antimikroba. Nilai rata-rata diameter zona hambat bakteri Streptococcus agalactiae
terhadap perlakuan (P0) 17,52 mm, (P1) 6,98 mm, (P2) 9,38 mm, (P3) 11,70 mm, (P4)
14,15 mm. Peningkatan konsentrasi ekstrak daun kersen akan mempengaruhi zona
hambat yang terbentuk semakin tinggi konsentrasi maka semakin besar zona hambat yang
terbentuk. Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah ekstrak daun kersen
menggunakan pelarut air dengan konsentrasi 30%, 40%, 50% dan 60% memiliki
kemampuan dalam menghambat pertumbuhan bakteri Streptococcus agalactiae namun
masih belum bisa menggantikan Iodips. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang
penggunaan ekstrak daun kersen menggunakan pelarut air dengan konsentrasi diatas 60%
terhadap pertumbuhan bakteri Streptococcus agalactiae.
Kata Kunci: Muntingia calabura L., mastitis, Streptococcus agalactiae, daya hambat
INHIBITION ACTIVITY of Muntingia calabura L. LEAF EXTRACT USE
WATER SOLVENT to GROWTH of Streptococcus agalactiae BACTERIA that
CAUSE MASTITIS in DAIRY COWS
Akhmad Saqli1), Puguh Surjowardojo2) and Sarwiyono2)
1)
Student at Animal Husbandry Faculty, Brawijaya University*
2)
Lecturer at Animal Husbandry Faculty, Brawijaya University
*Email : [email protected]
1
ABSTRACT
The objective of the research was to find out the inhibition activity of Muntingia
calabura L. leaf extract use water solvent to growth of Streptococcus agalactiae bacteria
that cause mastitis disease in dairy cows. Streptococcus agalactiae, Muntingia calabura L
leaf extract use water solvent with concentration (P1) 30%, (P2) 40%, (P3) 50% and (P4)
60% and (P0) Iodip 10% were used as material in this research.This experiment was done
by using Completely Randomized Design with 5 treatment and 4 replication and would
be tested by Duncan’s Multiple Range Test Method if there were significant differences.
Based on the statistical analysis. The inhibition activity of Muntingia calabura L leaf
extract use water solvent on the growth of Streptococcus agalactiae bacteria were highly
significant (P<0.01) compared to Iodip solution as antimicrobial agents. Therefore it can
be used for mastitis prevention. Further research are needed on the use of Muntinga
calabura L. extract use water solvent with concentrations above 60% to inhibition growth
of Streptococcus agalactiae bacteria.
Keywords: Inhibition activity, Muntingia calabura L, Streptococcus agalactiae and
mastitis.
organisme penyebab mastitis antara lain
Streptococcus agalactiae, Streptococcus
dysgalactiae, Streptococcus uberis, dan
Staphylococcus aureus.
Mastitis sering disebabkan faktor
kebersihan kandang yang masih kurang
diperhatikan. Setelah proses pemerahan
lubang puting beberapa saat masih
terbuka sehingga kuman atau bakteri
mudah masuk kedalam ambing. Menurut
Setiawan, Trisunuwati dan Winarso
(2012), kejadian terbesar dari kasus
mastitis adalah mastitis subklinis yang
dapat menurunkan produksi susu hingga
30%. Pencegahan mastitis salah satunya
dapat dilakukan dengan cara pencelupan
puting
(teat
dipping)
dengan
menggunakan
antiseptik.
Tindakan
pecelupan
puting
tersebut
perlu
dilakukan untuk mencegah masuknya
bibit penyakit yang dapat menyebabkan
mastitis atau peradangan pada ambing.
Teat dipping dapat dilakukan dengan
menggunakan antiseptik kimia dan
antiseptik alami. Antiseptik kimia yang
sering digunakan peternak sapi perah
dalam
mencegah
mastitis
dapat
menimbulkan residu oleh karena itu,
dibutuhkan alternatif lain misalnya
dengan memanfaatkan tanaman-tanaman
PENDAHULUAN
Susu berperan penting dalam
memenuhi kebutuhan protein hewani
bagi masyarakat Indonesia. Permintaan
susu dari waktu ke waktu semakin
meningkat, hal ini terjadi karena jumlah
penduduk yang terus meningkat dan
pendapatan masyarakat juga meningkat.
Salah satu penyakit yang berdampak
terhadap produksi susu adalah mastitis
atau radang ambing.
Mastitis merupakan penyakit yang
merugikan pada usaha sapi perah.
Mastitis merupakan suatu peradangan
pada jaringan interna kelenjar susu atau
ambing yang ditandai oleh perubahan
fisik maupun kimia air susu dan
merupakan penyakit yang banyak sekali
menimbulkan kerugian pada peternakan
sapi perah di seluruh dunia (Subronto,
2003). Tingkat keparahan dan intensitas
mastitis sangat dipengaruhi oleh
organisme
penyebabnya.
Kejadian
mastitis sekitar 97-98% merupakan
mastitis subklinis, sedangkan 2-3%
merupakan kasus mastitis klinis yang
terdeteksi (Sudarwanto dan Sudarnika,
2008). Menurut Handayani, Tuasikal dan
Sugoro (2006) menyatakan beberapa
2
obat
yang
dapat
menghambat
pertumbuhan atau membunuh bakteri
penyebab penyakit mastitis.
Pencegahan
penyakit
dengan
menggunakan zat aktif dari tanaman
merupakan salah satu pemanfaatan
sumber daya alam hayati. Tanaman
memiliki kandungan senyawa alam yang
berkhasiat
dan
diharapkan
tidak
menimbulkan
resistensi,
sekaligus
memperkecil penggunaan zat-zat kimia
(Kurniawan, Sarwiyono dan Puguh,
2013). Kersen (Muntinga calabura L.)
merupakan tanaman yang banyak
dijumpai di pinggir jalan, tumbuh di
tengah retakan rumah, di tepi saluran
pembuangan air dan tempat-tempat yang
kurang kondusif untuk hidup karena
kersen
mempunyai
kemampuan
beradaptasi yang baik. Berdasarkan
beberapa penelitian daun kersen bisa
dimanfaatkan sebagai obat karena daun
kersen mengandung senyawa flavonoid,
saponin, polifenol dan tanin. Sehingga
dapat digunakan sebagai antioksidan,
antibakteri dan antiinflamasi (Mintowati,
Setya dan Maria, 2013).
Berdasarkan
uraian
diatas,
dimungkinkan penggunaan ekstrak air
daun kersen (Muntinga calabura L.)
sebagai antimikroba terhadap bakteri
Streptococcus
agalactiae.
Untuk
membuktikan potensi antimikroba daun
kersen terhadap bakteri Streptococcus
agalactiae, maka perlu diteliti pengaruh
ekstrak air daun kersen terhadap daya
hambat
pertumbuhan
bakteri
Streptococcus
agalactiae
yang
merupakan
salah
satu
penyebab
terjadinya penyakit mastitis pada sapi
perah.
merupakan salah satu penyebab
mastitis pada sapi perah ?
2. Berapa
konsentrasi
optimal
ekstrak daun kersen (Muntinga
calabura L.) dalam menghambat
aktivitas bakteri Streptococcus
agalactiae ?
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengevaluasi kemampuan
ekstrak daun kersen (Muntinga
calabura
L.)
menggunakan
pelarut air dalam menghambat
aktivitas bakteri Streptococcus
agalactiae yang merupakan
penyebab mastitis pada sapi
perah.
2. Untuk mendapatkan konsentrasi
optimal ekstrak daun kersen
(Muntinga calabura L.) dalam
menghambat aktivitas bakteri
Streptococcus agalactiae.
MATERI DAN METODE
Penelitian ini dilaksanakan pada
Bulan Juli sampai Agustus 2014 di
Laboratorium Kimia Universitas Islam
Negeri (UIN) Malang untuk ekstraksi
daun kersen dan di lanjutkan dengan
pengambilan sampel susu mastitis yang
diambil dari peternakan sapi perah milik
Bapak Suwono di Kecamatan Jabung
Kabupaten
Malang
kemudian
dilanjutkan pengamatan bakteri di
Laboratorium Bakteriologi Fakultas
Pertanian Universitas Brawijaya Malang.
Materi
Materi penelitian ini adalah
menggunakan bakteri Streptococcus
agalactiae yang diperoleh dari sampel
susu mastitis subklinis Skor 3. Daun
kersen diperoleh dari Perumahan Tidar
Kota Malang. Ekstrak daun kersen
menggunakan pelarut air yang akan diuji
daya hambat pertumbuhan bakteri,
dibuat dengan konsentrasi (P1) 30%,
(P2) 40%, (P3) 50%, (P4) 60% dan (P0)
larutan Iodips 10% sebagi kontrol.
Rumusan Masalah
Perumusan
masalah
dalam
penelitian ini adalah:
1. Apakah ekstrak daun kersen
(Muntinga
calabura
L.)
menggunakan pelarut air dapat
menghambat aktivitas bakteri
Streptococcus agalactiae yang
3
Alat yang digunakan untuk
ekstrak daun kersen adalah timbangan
analitik,
gelas
media,
shaker,
erlenmeyer, gelas ukur, corong busner,
rotary vacum evaporator, kertas
whatman, dan pengaduk. Bahan yang
digunakan adalah aquades dan daun
kersen. Alat yang digunakan untuk uji
daya hambat adalah cawan petri,
spiritus/bunsen, autoclave, erlenmeyer,
pinset, jangka sorong, mikro pipet, jarum
inokulasi, gelas media, alumunium foil,
plastic wrap, tissue dan kertas label.
Bahan yang digunakan untuk penelitian
ini
adalah bakteri
Streptococcus
agalactiae dan media deMann Rogosa
Sharpe Agar (MRSA), ekstrak air daun
kersen dan Iodips.
menjadi serbuk dan diperoleh 1000 gram
serbuk daun kersen kering.
1.Serbuk daun kersen kering
dimasukkan kedalam erlemeyer
sebanyak 200 gr .
2. Ditambahkan aquades sebanyak
± 1000 ml.
3. Di kocok menggunakan alat
shaker selama 4 jam dengan
kecepatan 120 rpm diulang
sebanyak 4 kali.
4. Disaring dengan kertas saring
whatman grade 42 (ukuran pori
2,5 μm) hingga tidak ada lagi
padatan di dalam erlenmeyer.
5. Di uapkan menggunakan alat
Rotary Vacum Evaporator
untuk memisahkan aquades
dengan ekstrak daun kersen
pada suhu 60oC sampai
membentuk
larutan
pekat
membutuhkan waktu sekitar
3x24 jam.
6. Di dapatkan ekstrak daun kersen
pekat sebanyak 32 gr lalu
diencerkan sesuai konsentrasi,
selanjutnya
ekstrak
pekat
diencerkan
menggunakan
aquades sesuai konsentrasi
30%, 40%, 50% dan 60%.
Metode
Metode yang digunakan pada
penelitian ini adalah percobaan dengan
mengunakan RAL dengan 5 perlakuan
dan 4 ulangan untuk menguji berbagai
konsentrasi ekstrak daun kersen terhadap
pertumbuhan bakteri Streptococcus
agalactiae untuk mengetahui zona
hambat. Konsentrasi ekstrak daun kersen
yaitu (P1) 30%, (P2) 40%, (P3) 50%,
(P4) 60% dan (P0) larutan Iodips 10%
sebagi kontrol.
Prosedur Uji CMT Susu Mastitis
Susu mastitis yang digunakan dalam
penelitian ini susu mastitis dengan skor
CMT 3. Prosedur yang dilakukan
pengujian CMT menurut pendapat Efadri
(2010) adalah sebagai berikut:
1. Sampel susu curahan pertama dari
keempat puting sapi (kira-kira 1-2
ml) dimasukkan cawan kedalam
paddle.
2. Setiap cawan ditambahkan reagen
CMT yang sama jumlahnya
dengan volume susu.
3. Setelah
reagen
ditambahkan,
cawan
dan
diputar
secara
horizontal dengan perlahan-lahan
selama 10 detik supaya susu
menjadi homogen.
Prosedur penelitian Pengeringan daun
dan pembuatan simplisia
Daun kersen segar diangin-anginkan
kemudian dikeringkan dalam oven pada
suhu 60 oC selama 24 jam. Daun kersen
yang kering kemudian dihaluskan
menggunakan grinder sehingga menjadi
serbuk. Hasil yang diperoleh digunakan
sebagai sampel penelitian.
Ekstraksi daun kersen
Sebanyak 2 kg daun kersen segar
dikeringkan dalam oven dengan suhu 60o
C selama 24 jam. Daun yang sudah
kering digrinding atau dihaluskan
dengan saringan yang mempunyai
diameter jaring 0,48mm sehingga
4
4. Diamati terbentuknya gumpalan
gel berwarna putih abu-abu dengan
cepat.
Sampel susu yang sudah diketahui
skor mastitisnya kemudian diambil
sebanyak 30 ml, dimasukkan kedalam
botol sampel dan segera dibawa ke
laboratorium
untuk
dilakukan
penanaman pada media.
3. Disterilkan dengan autoklaf pada
suhu 121 oC dengan tekanan 1
atm selama 15 menit.
4. Kemudian didiamkan hingga
dingin.
Isolasi bakteri Streptococcus agalactiae
Sampel susu mastitis dengan skor
CMT 3 ditanam pada media MRSA
menggunakan mikropipet sebanyak
100µℓ. Diratakan menggunakan L glass
steril (metode sebar), Selanjutnya
diinkubasi selama 24 jam dengan suhu
37oC (Hants, 1990).
Uji aktivitas antibakteri ekstrak daun
kersen (Muntingia calabura) terhadap
bakteri Streptococcus agalactiae
Pembutan media MRSA dan NA
Media yang digunakan untuk
menumbuhkan bakteri Streptococcus
agalactiae dari sampel susu mastitis
yaitu media spesifik, media deMann
Rogosa Sharpe Agar (MRSA).
Prosedur Pembuatan
Media
MRSA menurut (Narfiah, 2013) adalah
sebagai berikut :
a. Di timbang MRSA sebanyak
6,5gr/
100
ml
aquades
dimasukkan kedalam erlenmeyer.
b. Erlenmeyer ditutup dengan
aluminium foil dan dipanaskan
dengan hot stirer.
c. Disterilkan dengan autoklaf
dengan suhu 1210C bertekanan 1
atm selama 15 menit.
d. Media dituangkan kedalam cawan
petri masing-masing 20 ml.
e. Dibiarkan hingga dingin dan
memadat.
Media yang digunakan untuk
daya hambat bakteri Streptococcus
agalactiae adalah Media Nutrient Agar
(NA). Prosedur pembuatan media NA
menurut Scaad, Bones and Chun (2000)
adalah sebagai berikut:
1. Menyiapkan
bahan
media
dengan komposisi 2,8 gr/100ml,
kemudian dilarutkan dengan
aquades di erlemeyer 500ml.
2. Erlemeyer
ditutup
dengan
alumunium
foil,
kemudian
dipanaskan hingga mendidih.
Uji daya antibakteri
Uji daya hambat berdasarkan
Reeves,
Philips,
Williams,
dan
Livingstone (1978) adalah sebagai
berikut :
1. Bakteri aktif media padat
dipanen kemudian diberi 5 ml
aquades
steril
sehingga
diperoleh
suspensi
bakteri
setelah itu dituangkan dicawan
sebanyak 100 μℓ, ditambahkan
media NA selanjutnya ditunggu
hingga media menjadi padat.
2. Kemudian media dilubangi
dengan cork borer.
3. Konsentrasi ekstrak daun kersen
dimasukkan ke dalam cawan
yang medianya telah dilubangi
4. Cawan
petri
kemudian
dibungkus dengan plastik wrap
sampai
rapat
lalu
diinkubasidengan suhu 370 C
selama 24 jam.
5. Pengamatan dilakukan dengan
melihat zona bening dihitung
diameter menggunakan jangka
sorong.
6. Zona hambat yang terbentuk
diukur dari zona bening vertikal
dan horizontal kemudian diratarata setelah itu dikurangi 5 mm
(diameter lubang cork borer).
5
Analisis data
Data yang diperoleh dianalisis
menggunakan analisis ragam (ANOVA)
dengan Uji Jarak Berganda Duncan
(UJBD) apabila memiliki perbedaan
nyata
diantara
perlakuan
untuk
membedakan pengaruh masing-masing
konsentrasi perlakuan yang diuji.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil uji daya antibakteri
terhadap
bakteri
Streptococcus
agalactiae
pada
masing-masing
perlakuant memiliki diameter zona
hambat yang berbeda. Hasil pengukuran
diameter zona hambat pada ekstrak daun
kersen tersebut tercantum pada Tabel 1.
Tabel 1. Data hasil zona hambat ekstrak daun kersen dan Iodips
Diameter zona hambat (mm)
Kategori antibakteri
Streptococcus agalactiae
Perlakuan
P0 Iodips
17,52±0,74d
Kuat
P1 (30%)
6,98±0,16a
Sedang
P2 (40%)
b
Sedang
P3 (50%)
P4 (60%)
9,38±0,58
b
Kuat
c
Kuat
11,70±0,73
14,15±0,73
Keterangan: Huruf superskrip yang berbeda (a-d) pada kolom yang sama menunjukkan
hasil yang berbeda sangat nyata (P<0,01).
diatas menunjukan zona hambat bakteri
Streptococous agalactiae yang paling
tinggi adalah pada perlakuan kontrol
Iodips 10%. Ekstrak daun kersen
(Muntinga calabura L.) 30% dan 40%
dapat
dikatagorikan
memiliki
kemampuan sedang terhadap respon
hambatan
pertumbuhan
bakteri
Streptococous agalactiae, ekstrak daun
kersen (Muntinga calabura L.) 50% dan
60% dapat dikatagorikan kuat terhadap
respon hambatan pertumbuhan bakteri
Streptococous agalactiae.
Hasil analisis ragam (ANOVA)
pada Lampiran 4 menunjukkan bahwa
ekstrak daun kersen (Muntinga calabura
L.)
menggunakan
pelarut
air
memberikan pengaruh berbeda sangat
nyata (P<0,01) dalam menghambat
pertumbuhan bakteri Streptococcus
agalactiae. Tabel 3 diatas menunjukkan
hasil uji jarak berganda Duncan
diperoleh notasi yang berbeda artinya
bahwa ekstrak daun kersen pada
konsentrasi 30% sampai dengan 60%
Tabel 1 menunjukkan bahwa
ekstrak daun kersen (Muntinga calabura
L.)
memiliki
kemampuan
untuk
menghambat
bakteri
Streptococcus
agalactiae ditinjau dari terbentuknya
zona hambat disekitar lubang sumuran.
Tabel diatas merupakan diameter zona
hambat rata-rata dari jumlah seluruh
ulangan pada uji bakteri Streptococous
agalactiae, kemudian di bagi dengan
jumlah ulangan pada setiap perlakuan,
maka pada perlakuan (P1) 30%
menunjukan rataan zona hambat sebesar
6,98 mm, kemudian pada perlakuan (P2)
40% menunjukan rataan zona hambat
sebesar 9,38 mm, nilai tersebut lebih
rendah jika di bandingkan dengan
perlakuan (P3) 50% menunjukan rataan
zona hambat sebesar 11,70 mm dan
perlakuan (P4) 60% menunjukan rataan
zona hambat sebesar
14,15 mm.
Perlakuan
(P0)
kontrol
Iodips
menunjukan rataan zona hambat sebesar
17,52 mm. Hasil rataan setiap perlakuan
6
masih belum mampu melebihi daya
hambat Iodips, tetapi pada konsentrasi
50% dan 60% sudah dapat mengimbangi
daya hambat Iodips walaupun masih
belum mampu menggantikan Iodips
karena daya hambat Iodips lebih tinggi
jika di bandingkan dengan ekstrak daun
kersen (Muntinga calabura L.) pada
konsentrasi tersebut. Ekstrak daun
kersen dari bahan alami mempunyai
kemampuan yang sama dengan larutan
kimia yaitu Iodips untuk menurunkan
pertumbuhan bakteri Streptococcus
agalactiae, sehingga eksrak daun kersen
dapat dijadikan sebagai bahan alami
alternatif untuk menurunkan tingkat
kejadian mastitis. Hal tersebut juga
membuktikan bahwa senyawa aktif pada
daun kersen yaitu saponin, tanin dan
flavonoid memiliki kemampuan setara
dengan senyawa aktif pada larutan iodips
yaitu iodophores, emollient, white
mineral oil, orthophosphoric acid, acid
lactid dan dertergen.
Ekstrak daun kersen (Muntinga
calabura L.) 50% dan 60% dapat
dikatagorikan kuat terhadap respon
hambatan
pertumbuhan
bakteri
Streptococous agalactiae jika ditinjau
dari rataan diameter zona hambat.
Perbedaan diameter zona hambat
masing-masing konsentrasi disebabkan
karena perbedaan besarnya zat aktif yang
terkandung pada konsentrasi tersebut.
Semakin besar suatu konsentrasi,
semakin besar pula komponen zat aktif
yang terkandung didalamnya sehingga
zona hambat yang terbentuk juga
berbeda tiap konsentrasi ( Khasanah,
2014).
Zona Hambat (mm)
20
18
16
14
12
10
8
6
4
2
0
Zona Hambat (mm)
P0 Iodips
P1 30%
P2 40%
P3 50%
P4 60%
Gambar 1. Grafik hasil zona hambat ekstrak daun kersen dan Iodips 10%
Gambar 1 menunjukan bahwa
perlakuan ekstrak daun kersen dengan
ekstrak daun kersen dan Iodips, pada
konsentrasi 50%, 40%, 30%, hal ini
setiap perlakuan memiliki zona hambat
sesuai dengan pendapat Pleczar dan
yang berbeda, karena masing-masing
Chan (2005) yang menjelaskan semakin
memiliki kandungan antibakteri yang
tinggi konsentrasi zat antimikroba maka
berbeda setiap konsentrasi lebih tinggi
semakin besar kemampuannya untuk
memiliki kemampuan zona hambat lebih
mengendalikan
dan
membunuh
besar, dapat dilihat pada gambar
mikroorganisme.
perlakuan ekstrak air daun kersen 60%
Terbentuknya
zona
hambat
memiliki kemampan lebih tinggi
disekitar lubang sumuran menunjukkan
terhadap
bakteri
Streptococous
adanya aktivitas senyawa antibakteri
agalactiae
dibandingakan
dengan
terhadap bakteri uji yaitu Streptococcus
7
agalactiae. Tabel 1 menunjukkan bahwa
diameter zona hambat yang dimiliki
ekstrak daun kersen terhadap bakteri
Streptococcus
agalactiae
dapat
dikategorikan sedang untuk (P1) 30%
dan (P2) 40% serta kuat untuk (P3) 50%
dan (P4) 60%. Susanto, Sudrajat dan
Ruga (2012) menjelaskan bahwa
kategori antimikroba dalam menghambat
pertumbuhan bakteri adalah sebagai
berikut: diameter zona hambat ≤ 5 mm
dikategorikan lemah, zona hambat 6-10
mm dikategorikan sedang, zona hambat
11-20 mm dikategorikan kuat, zona
hambat ≥ 21 mm dikategorikan sangat
kuat.
Ekstrak daun kersen dari bahan
alami terbukti memiliki kemampuan
yang sama dengan larutan kimia Iodips
untuk menurunkan tingkat kejadian
mastitis yang disebabkan oleh adanya
senyawa flavonoid, tanin dan saponin.
Kandungan antimikroba
pada daun
kersen sangat memiliki peranan penting
dalam menurunkan tingkat kejadian
mastitis dan senyawa tersebut terbukti
memiliki kandungan zat antibakteri. Hal
ini dikuatkan oleh pendapat Widodo
(2005) dan disitasi oleh Karlina,
Muslimin dan Guntur (2008)
yang
menyatakan bahwa saponin berasa pahit,
berbusa dalam air dan bersifat
antimikroba
dalam
menekan
pertumbuhan bakteri, saponin dapat
menurunkan
tegangan
permukaan
dinding sel bakteri.
Dzen, Roekistiningsih, Santoso,
Winarsih, Sumarno, Murwani dan
Santosaningsih
(2003)
menyatakan
mekanisme saponin, flavonoid dan tanin
adalah bekerja pada bakteri dengan cara
merusak membran sitoplasma. Membran
sitoplasma bakteri sendiri berfungsi
mengatur
masuknya
bahan-bahan
makanan atau nutrisi, apabila membran
sitoplasma rusak maka metabolit penting
dalam bakteri akan keluar dan bahan
makanan untuk menghasilkan energi
tidak dapat masuk sehingga tidak
mampu sel bakteri untuk tumbuh dan
pada akhirnya terjadi kematian bakteri.
Senyawa saponin merupakan zat yang
apabila berinteraksi dengan dinding sel
bakteri maka dinding tersebut akan
pecah atau lisis. Saponin akan
mengganggu
tegangan
permukaan
dinding sel, maka saat tegangan
permukaan terganggu zat antibakteri
akan dengan mudah masuk kedalam sel
dan akan mengganggu metabolisme
hingga akhirnya terjadi kematian bakteri,
ditambahkan Dinata (2011) menyatakan
flavonoid memiliki peranan sebagai
antimikroba dan antivirus, Flavonoid
merupakan senyawa fenol yang bersifat
desinfektan yang bekerja dengan cara
mendenaturasi protein yang dapat
menyebabkan aktifitas metabolisme sel
bakteri berhenti karena semua aktifitas
metabolisme sel bakteri dikatalisis oleh
suatu enzim yang merupakan protein.
Berhentinya aktifitas metabolisme ini
akan mengakibatkan kematian sel
bakteri.
Karlina, Muslimin dan Guntur
(2008) menyatakan bahwa senyawa tanin
mampu
menghambat
pertumbuhan
bakteri dengan cara mengkoagulasi
protoplasma bakteri dan tanin memiliki
peran sebagai antibakteri dengan cara
mengikat protein sehingga pembentukan
dinding sel akan terhambat. Mekanisme
penghambatan tanin yaitu dengan cara
dinding sel bakteri yang telah lisis akibat
senyawa saponin dan flavonoid,
menyebabkan
senyawa tanin dapat
dengan mudah masuk kedalam sel
bakteri dan mengkoagulasi protoplasma
sel bakteri, akibatnya sel tidak dapat
melakukan
aktivitas
hidup
dan
pertumbuhannya terhambat atau bahkan
mati.
Bakteri Streptococcus agalactiae
merupakan bakteri gram positif. Dinding
sel bakteri gram positif terdiri atas
beberapa lapisan peptidoglikan yang
membentuk struktur yang tebal dan kaku
serta mengandung substansi dinding sel
yang disebut asam teikoat (Deby, 2012).
Hal tersebut dapat dikaitkan dengan
8
struktur dinding sel bakteri Gram positif
yang memiliki komposisi membran
plasma terdiri dari 90% peptidoglikan
dan 10% asam teikoat yang mudah
diserang oleh senyawa antibakteri untuk
merusak dinding sel. Asam teikoat
menghasilkan biofilm yang menghindari
bakteri dari zat-zat yang mengganggu
aktifitas
hidup.
Mekanisme
penghambatan senyawa aktif dari ekstrak
daun kersen menyebabkan keluarnya
bahan makanan melalui dinding sel
akibat
pengubahan
permeabilitas
membran sitoplasma. cara lain yang
dapat menghambat aktivitas antibakteri
yaitu terjadinya denaturasi protein sel
dan perusakan sistem metabolisme di
dalam sel dengan cara penghambatan
kerja enzim intraseluler (Yuhana, 2011).
Dinding sel merupakan target utama
yang diserang oleh zat antibakteri yang
terkandung didalam ekstrak daun kersen
sehingga
memudahkan
senyawa
flavonoid, tanin dan saponin untuk
masuk
kedalam
membran
sel.
Kemampuan
flavonoid
sebagai
antibakteri mampu menempel pada
dinding sel bakteri dan mengganggu
membran bakteri sehingga bakteri
menjadi lisis dan mati.
2. Perlu dilakukan penelitian lebih
lanjut mengenai daya simpan larutan
ekstrak
daun
kersen
dan
penggunaanya dalam larutan teat
dipping pada ternak.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Dari hasil penelitian ini dapat
disimpulkan bahwa :
1. Penggunaan ekstrak daun kersen
(Muntinga
calabura
L.)
menggunakan pelarut air dapat
menghambat pertumbuhan bakteri
Streptococcus agalactiae dimana
semakin tinggi konsentrasi ekstrak
diperoleh daya hambat bakteri yang
semakin kuat.
2. Konsentrasi ekstrak daun kersen
(Muntinga calabura L.) 60%
memberikan pengaruh zona hambat
tertinggi
terhadap
bakteri
Streptococcus
agalactiae
dibandingkan dengan konsentrasi
50%, 40%, 30%, namun masih
belum bisa menggantikan Iodips
10%.
Saran
Dari penelitian ini dapat diberikan saran
sebagai berikut :
1. Perlu dilakukan penelitian lebih
lanjut tentang penggunaan ekstrak
daun kersen (Muntinga calabura L.)
menggunakan pelarut air dengan
konsentrasi diatas 60% terhadap
pertumbuhan bakteri Streptococcus
agalactiae.
DAFTAR PUSTAKA
Deby. 2012. Uji Aktivitas Antibakteri
Ekstrak Etanol Daun Mayana
(Coleus atropurpureus L. Benth)
Terhadap Staphylococcus aureus,
Escherichia
coli
dan
Pseudomonas aeruginosa Secara
In-Vitro. Program Studi Farmasi.
FMIPA UNSRAT. Manado.
http://portalgaruda.org/do
wnload_article.php?article=1535
4&val=1015. Diakses pada 15
Agustus 2014.
Dinata, A. 2011. Basmi Lalat dengan
Jeruk
Manis
.http//kesehatankompasiana.com/
alternatif/2011/11/06/basmi-lalatdengan-jeruk manis/. Di Akses
Pada tanggal 15 Agustus 2014.
Dzen, S. M, Roekistiningsih, S, Santoso,
S, Winarsih, S, Sumarno, A, AS,
Islam,
Noorhamdani,
S,
Murwani, dan Santosaningsih, D.
2003. Bakteriologi Medik. Bayu
media Publishing : Malang.
Hlm.24-25,132.
9
Efadri, S. 2010. California Mastitis Test
(CMT).
http://susukambingku.com
/cmt%20test.susu./kambing.html.
Di Akses Pada Tanggal 15
Agustus 2014.
Kurniawan
I.,
Sarwiyono
dan
Surjowardojo,P. 2013. Pengaruh
Teat Dipping Menggunakan
Dekok Daun Kersen (Muntingia
calabura L.) Terhadap Tingkat
Kejadian
Mastitis.
Fakultas
Peternakan.
Universitas
Brawijaya. Malang.
Handayani T., Tuasikal, B.J. Sugoro, I.
2006. LD 50 Sinar Gamma Pada
Streptococcus agalactiae Untuk
Bahan Vaksin Iradiasi Mastitis
Pada Sapi Perah. Pusat aplikasi
teknologi isotop dan radiasi.
Batam.
Hants,
Mintowati, E., Kuntorini, Setya dan
Maria. 2013. Struktur Anatomi
dan Uji Aktivitas Antioksidan
Ekstrak Metanol Daun Kersen
(Muntingia calabura). Program
Studi
Biologi
FMIPA.
Universitas Lambung Mangkurat.
FMIPA
Universitas
Lampung.http://jurnal.fmipa.unil
a.ac.id/index.php/semirata/article
/download/685/505 . Diakses
pada tanggal 15 Agustus 2014.
A.
1990.
The
Oxoid
Manual6thEdition. Publish by
Unipath Limited. England.
Karlina, Muslimin, dan Guntur. 2008.
Aktivitas Antibakteri Ekstrak
Herba
Krokot
(Portulaca
Oleracea
L.)
terhadap
Staphylococcus
aureus
dan
Escherichia
Coli
Http://Ejournal.Unesa.Ac.Id/Inde
x.Php/Len terabio2 (1) : 87 – 93.
Narfiah.
2013.
Pengaruh
Lama
Fermentasi Terhadap Jumlah
Koloni Bakteri Asam Laktat
Dalam
Soyghurt
dan
Efektifitasnya
Pada
Penyembuhan Gastritis Lambung
Mencit (Mus musculus L.) yang
Diinduksi
dengan
Aspirin.
Program Pascasarjana Fakultas
Matematika
dan
Ilmu
Pengetahuan Alam. Universitas
Sumatera
Utara
Medan.http://reposi
tory.usu.ac.id/bitstream/1234567
89/38265/7/.pdf. Diakses pada
tanggal 15 Agustus 2014.
Khasanah,
I.
Sarwiyono
dan
Surjowardojo,P. 2014. Ekstrak
Etanol Daun Kersen (Muntingia
calabura L.) Sebagai Antibakteri
Terhadap
Streptococcus
agalactiae Penyebab Mastitis
Subklinis Pada Sapi Perah.
Fakultas Peternakan. Universitas
Brawijaya. Malang.
Kuntorini, E,M., S, Fitriana, dan M,D,
Astuti. 2013. Struktur Anatomi
dan Uji Akti vitas Antioksidan
Ekstrak Metanol Daun Kersen
(Muntingia calabura). Pros iding
Semirata FMIPA Universitas
Lampung. Di Akses Pada
Tanggal 15 Agustus 2014.
Pleczar M J, dan Chan S, 1988. Dasardasar Mikrobiologi 2, Indonesia
University Press, Jakarta.
10
Reeves, D.S., I. Philip, J.D. Williams
and W.R.C. Livingstone. 1978.
Water worth P.M. Quantitative
Methods for Bacterial Sensitivity
testing. Laboratory methods in
antimicrobial
chemotherapy.
Baltimore P. 31-41.
Scaad, N.W., J.B. Jones and Chun, W.
2000. Laboratory Guide for
Identification of Plant Patogenic
Bacteria.third edition.
Widyawati, E. 2005. Penentuan Adanya
Senyawa Triterpenoid Dan Uji
Aktivitas Biologis Pada Beberapa
Spesies
Tanaman
Obat
Tradisional Masyarakat Pedesaan
Bengkulu.
Jurusan
Kimia,
Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam. Universitas
Bengkulu. Jurnal Gradient Vol 2
(1): 116-12.
Yuhana, N., A. Irianto dan Pramono, H.
2011. Rekayasa Mikroorganisme
Inisiator Perifiton pada Kolam
Budidaya Ikan Tilapia dengan
Pemberian
Konsorsia
Mikroorganisme
Unggul.
Program Studi Biologi. Program
Pascasarjana,
Universitas
Jenderal
Soedirman.
http://jurnal.ugm.ac.id/index.php/
jfs/article/viewFile/3045/pdf_30.
Diakses pada tanggal 15 Agustus
2014.
Setiawan, H., Trisunuwati, P dan
Winarso, D. 2012. Kajian
Sensitivitas dan Spesifisitas
Reagen CMT, WST dan SFMT
Sebagai Bahan Uji Mastitis
Subklinis di Peternakan Sapi
Perah Rakyat, KUD Sumber
Makmur Ngantang. Fakultas
Kedokteran Hewan. Universitas
Brawijaya. Malang.
Subronto. 2003. Ilmu Penyakit Ternak.
Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta
Sudarwanto, M dan Sudarnika, E. 2008.
Nilai Diagnostik Tes IPB
Mastitis Dibandingkan dengan
Jumlah Sel Somatik Dalam Susu.
Departemen
Ilmu
Penyakit
Hewan
dan
Kesehatan
Masyarakat Veteriner Fakultas
Kedokteran
Hewan-Institut
Pertanian. Bogor.
Susanto D., Sudrajat dan Ruga. 2012.
Studi Kandungan Bahan Akatif
Tumbuhan Meranti Merah
(Shorea leprosula Miq) Sebagai
Sumber Senyawa Antibakteri.
Vol. 11(2): 181-190.
Widodo. 2005. Tanaman Beracun dalam
Kehidupan Ternak. Malang.
http://wahyuwidodo.staff.umm.ac
.id/files/2010/01/Tanaman_Berac
un_Bagi_Kehidupan_Ternak_11.
pdf. Di Akses Pada Tanggal 15
Agustus 2014.
11
12
13
Download