SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI VI Surabaya

advertisement
PENGARUH INFORMASI SELAMA PROSES PENAWARAN TERHADAP INITIAL RETURN
PERUSAHAAN YANG LISTING DI BURSA EFEK JAKARTA
DARI TAHUN 1990 – 2000
DWI MARTANI
Universitas Indonesia Jakarta
Abstract
The initial return phenomenon in Initial Public Offering (IPOS) has been analyzed by several empirical
studies referring to the major international stock market. This paper present an empirical study conduced on 250
IPOs on ,Bursa Efek Jakarta between 1990 - 2000.
Information during offering can explain variability of initial return. Consistence with theoretical frameworks
and previous study, such as positive correlation initial return and: time between registration effective and listing
date; market return index during offering; maturity of market; ratio of offering to book value. The study find a
negative correlation between risk free return (SBI), and market price earning ratio.The study develop the
alternative model that use other variables such as proportion of share own by the old share holder; volume, net
profit to total asset and sales to total asset. But the variable not significant. The study provide evidence that
information during offering more relevance information to explain the initial return than other.
Key word: Initial Public Offering, Initial Return
1.
LATAR BELAKANG
IPO merupakan suatu bidang penelitian yang tidak habis digali oieh para peneliti. Anomali yang banyak
menjadi obyek penelitian adalah adanya penurunan harga saham setelah saham IPO diperdagangkan dj pasar
modal. Fenomena ini sering disebut "underpricing" atau positif initial return. Disebut underpricing karena peneliti
menganggap bahwa harga penawaran yang ditetapkan terlalu rendah, sebab harga yang terjadi di pasar sekunder
mencerminkan harga dalam kondisi keseimbangan (full information). Peneliti yang menyebut terjadi positif initial
return, beranggapan bahwa harga yang ditetapkan telah benar (full information price),kenaikan harga di pasor
sekunder menunjukkan adanya positive return dan harga keseimbangan. (Ritter 1984, Friedlan 1993, Ibottson et al.
1994, Loughran dan Ritter 1995, Sembel 1996, Page dan Reyneke 1997, Umi 1999, Basana 1999, A"ggarwal et al.
2000, Ritter 2000, Arosio et al. 2000, Jenice et al. 2000, Lorenzo dan Febrizio 2001, Chen et al. 2000, Ekkerhart et
al. 2001).
Anomali yang kedua adalah adanya penurunan harga saham atau kinerja perusahaan yang telah
menerbitkan harga saham dalam jangka panjang, hal int sering disebut sebagai longterm under performance.
Penurunan ini ditandai denganl menurunnya harga saham perusahaan dari waktu ke waktu dibandingkan dengan
kinerja pasar secara keseluruhan maupun kinerja industri. (Ibottson et al. 1994, Ritter 1991, Sembel 1996, Page dan
Reyneke 1997, Teoh et al. 1998, Alvarez dan Gonzales 1999, Basana 1999, Aggarwal et al. 2000, Ritier 2000,
Jenice et al. 2000, Bessler dan Theis 2002). Penurunan juga ditemukan pada kinerja secara operasional misalnya
terkait dengan laba per saham, return on asset, pangsa pasardan lain-Iainnya (Jain Barat & Omesh Kini 1993,
McLaughlin et al. 1998, Chen et al. 2000).
Anomali terakhir adalah hot and cold market, yaitu nilai return awal pada saat hot lebih tinggi dibandingkan
narga penawaran dan initial return yang lebih tinggi pada kondisi pasar ramai (bullish) dibandingkan pada kondisi
pasar sepi (bearish). Ibottson dan Jafe 1975, Arosio 2000).
Tabel 1.: Initial Return di Berbagai Negara
REFERENSI
Ritter (1984)
Aggarwal & Rivoli (1990)
Ibotson (1993)
Boehmer & Fishe (2001)
NEGARA
USA
USA
USA
USA
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI VI
Surabaya, 16-17 Oktober 2003
THN DATA
1960-82
1977-1987
1960-99
1997-1998
IR
18.8%
10,67%
17,4%
19,8%
Chen dan Mohan (2002)
Kim & Lee (1993)
Ursel et al. (1998)
Willenborg (1999)
Janice C.Y. How (2000)
Lee et al.
Page & Reyneke
Keloharju (1993)
Arosio et al. (2000)
Kosli dan Suret (2001)
Chen dan Mohan (2002)
2.
USA
Korea
Canada
USA
Australia
Singapura
Afrika Selatan
Findlandia
Italia
Canada
USA
1990 - 1992
1988 - 90
1987
1993 - 1994
1979 - 90
1973 - 1992
1980 - 1990
1984 - 1990
1985 - 2000
1991 - 1998
11,2%
68,9%
3,64% - 3,95%
29,7%
107.18%
31,73%
32,7%
9.9%
23,94%
20,57%
TINJAUAN LlTERATUR TERDAHULU
Pengembangan model dan teori IPO tidak hanya berfokus pada satu anomali tetapi implikasi dari model
yang dibuat biasanya dapat menjelaskan lebih dari satu anomali di atas.
1. Konflik kepentingan antara emiten dan penjamin emisi.
Baron dan Homstrong (1980) "mengemukakan bahwa konflik kepentingan antara penjamin emisi dan
emiten menyebabkan penjamin emisi menetapkan harga di bawah harga yang seharusnya. Diskon tersebut
dimaksudkan untuk menjamin agar saham IPO dapat terjual semua sehingga secara tidak iangsung penurunan
harga tersebut dapat mengurangi biaya dan mengurangi kegiatan pemasaran dan pendistribusian yang pada
akhirnya akan meningkatkan keuntungan penjamin emisi. Meskipun demikian Baron dan Homstrong memberikan
catatan bahwa dalam kompetisi yang kuat perusahaan penjamin emisi harus meminimalkan diskon tersebut agar
pelanggannya tidak pindah ke penjamin emisi lainnya. Jumlah dari penurunan harga ini akan sangat dipengaruhi
dengan bentuk kontrak antara penjamin emisi dan emiten serta biaya dari proses IPO yang akan diminta oleh
penjamin emisi.
Dalam model Baron (1982), penjamin emisi dianggap memiliki informasi mengenai permintaan potensial
dan kondisi pasar, sementara emiten tidak memiliki akses atas informasi tersebut. Kesenjangan informasi tersebut
memunculkan moral hazard dari penjamin emisi. Kontrak yang optimal antara penjamin emisi dan emiten
memperlihatkan bagaimana penjamin emisi akan menentukan harga yang dapat mengkompensasi penggunaan
informasi yang dimilikinya.
Model Baron ini memiliki kelemahan karena penjamin emisi akan berusaha menjaga reputasinya di mata
emiten, sehingga tidak akan dengan mudah penjamin emisi menentukan harga penawaran yang merugikan
kepentingan emiten. Implikasi dari model, jika yang melakukan IPO adalah penjamin emisi yang juga memiliki
informasi mengenai permintaan dan keadaan pasar, mestinya tidak akan mucui underpricing. Pengujian yang
dilakukan atas model ternyata tidak terbukti, IPO penjamin emisi tetap mengalami underpricing. (Muscarella dan
Vetsuypens 1989).
2. Kesenjangan informasi antar investor
Menurut Rock (1986), kesenjangan informasi (assymetri information) terjadi antar investor yaitu investor
yang memiliki informasi (informed investor) dan investor yang tidak memiliki informasi (uninformed investor).
Investor yang memiliki informasi hanya akan membeli saham yang akan memberikan return tinggi di masa
mendatang, sedangkan investor yang tidak mcmiliki informasi akan membeli saham yang returnnya tinggi maupun
yang tidak. Dalam kondisi ini investor yang tidak memiliki informasi akan mengalami kerugian yang lebih besar
akibatnya ia akan meninggalkan pasar. Agar semua kelompok berpartisipasi dalam pasar perdana dan
memungkinkan memperoleh return yang wajar dan dapat menutup kerugian akibat pembelian saham yang terlalu
tinggi (overpriced), maka harga penawaran dibuat underpriced. Model yang dikembangkan pleh Rock ini dikenal
dengan model Winner's curse.
3. Ketidakpastian nilai perusahaan
Beatty dan Ritter (1986) menggunakan model Rock (1986) untuk memperlihatkan bahwa terdapat
hubungan langsung yang dapat muncul antara underpricing dan tingkat ketidak pastian nilai perusahaan.
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI VI
Surabaya, 16-17 Oktober 2003
Argumentasinya adalah semakin tinggi ketidak pastian mengenai nilai perusahaan di masa mendatang maka
semakin tinggi jumlah investor yang akan mencarinformasi sebelum penawaran dilakukan. Semakin tinggi tingkat
ketidak pastian maka semakin tinggi resiko yang harus ditanggung oleh investor yang tidak memiliki informasi.
Tingginya resiko akan dikompensasi dengan underpricing yang akan diperoleh di pasar sekunder. Variabel yang
digunakan untuk mewakili ketidak pastian adalah tingkat penjualan sebelum IPO, jumlah emisi saham dan umur
perusahaan. Variabel ini saham seperti yang digunakan oleh Ritter (1984).
Friedlan (1993) menemukan bahwa faktor ketidakpastian menentukan besarnya underprice, semakin kecil
ketidakpastian maka akan semakin kecil tingkat underprice. Pengujian atas faktor-faktor yang dianggap
mempengaruhi underpricing, hanya volatilitas indeks saham, ukuran perusahaan dan umur perusahaan yang
sifnifikan. secara statistik.
4. Sinyal yang diberikan oleh Emiten
Allen dan Faulhaber (1989) mengasumsikan bahwa perusahaan memiliki informasi tentang kualitas proyek
investasi yang dimiliki, sedangkan investor tidak memiliki informasi tersebut. Perusahaan yang memiliki proyekproyek investasi yang bagus akan manarik perhatian investor tentang kualitas investasi tersebut dengan
menetapkan harga saham yang rendah, keadaan ini tidak dapat dilakukan oleh perusahaan yang tidak memiliki
proyek investasi yang kurang I tidak bagus. Jika harga saham di pasar sekunder naik, maka diharapkan emiten
dapat menikmati harga saham yang tinggi pada saat melakukan penawaran saham berikutnya (seasoned equity
offering). Model ini merupakan formalisasi dari ide Ibottson (1975) di mana IPO ditetapkan underpriced dengan
tujuan mendapatkan harga saham yang lebih baik pada penawaran yang lain. (leave a good taste hypothesis).
Implikasi model ini, emiten hanya akan menjual saham yang relatif kecil pada saat IPO dan secara bertahap akan
menambahnya pada secondary offering. Model ini konsisten dengan temuan Ibottsan dan Jaffe (1975) dan Ritter
(1984) yang melihat konsentrasi IPO pada waktu tertentu dan pada industri tertentu (hot issue market). Tingkat laba
dan suatu industri akan membentuk keseimbangan dalam industri tersebut, jika industri tersebut memiliki prospek
yang bagus maka perusahaan akan memperlihatkan kualitasnya dengan underpricing.
Cook dan Officer (1996) membuktikan bahwa perusahaan yang melakukan penawaran saham setelah IPO
memiliki tingkat underpriced yang lebih tinggi dibandingkan perusahaan yang tidak melakukan penawaran saham
(seasoned equity offering). Tingkat underprice-nya menjadi lebih besar jika penawaran berikutnya dilakukan dalam
jarak kurang dan satu tahun dari saat IPO.
Model yang hampir sama dibuat oleh Welch (1989). Terdapat biaya langsung (selain underpricing) yang
harus dikeluarkan oleh perusahaan dengan kualitas kurang bagus agar memiliki image seperti halnya perusahaan
yang bagus. Underpricing yang dilakukan oleh perusahaan yang berkualitas bagus dapat menambah biaya untuk
memberikan sinyal bagus bagi perusahaan yang berkualitas rendah agar dinilai sebagai perusahaan yang bagus.
5. WIPO (Withdrawn IPO)
Roy Sembel (1996) menjelaskan fenomena anomali puis/tit initial return dengan menggunakan withdrawn
IPO model. dalam modelnya dijelaskan bahwa harga saham setelah IPO dapat meningkat karena adanya withdrawn
IPO (IPO yang ditunda). Withdrawn. IPO terjadi karena penjamin emisi akan berusaha untuk menjaga reputasinya di
mata emiten maupun investor sehingga untuk IPO yang excess demand-nya negatif akan ditunda terlebih dahulu,
sehingga IPO yang ada adalah IPO dengan excees demand 0 atau positif. Tertundanya beberapa IPO ini akan
menyebabkan rata-rata excess demand dan IPO yang tidak tertunda akan positif. Excees demand yang positif ini
akan membuat harga terangkat naik ketika saham dijual di pasar sekunder karena adanya asumsi dibatasinya
shortselling.
Kelebihan permintaan di pasar IPO akan berdampak kenaikan harga di pasar sekunder, tetapi kenaikan
ini tidak lama dan harga saham akan kembali turun. (penurunan kinerja jangka panjang).
6. Dukungan harga oleh Underwriter
Positit initial return, dapat juga dijelaskan karena adanya dukungan yang dilakukan oleh underwriter pada
saat saham diperdagangkan di pasar sekunder. Dalam hal ini underwriter melakukan price stabilization atau
dukungan sehingga investor mendapat keuntungan ketika menjual saham yang dibeli pada saat penawaran saham
(Ruud 1991). Dukungan harga yang dilakukan oleh underwriter adalah untuk menjaga agar harga saham tidak turun
jauh dari harga penawaran. Hal ini diperbolehkan di pasar
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI VI
Surabaya, 16-17 Oktober 2003
Amerika, asalkan hal tersebut diungkapkan dalam prospektus. Underwriter hanya diperbolehkan melakukan price
support yang sebelumnya diungkapkan tetapi tidak boleh melakukan stabilisasi harga yang mengarah pada
manipulasi harga. (1934 SEC Act) Dukungan harga ini akan ditarik perlahan-Iahan, sehingga jika diamati retum
saham akan turun secara perlahan-Iahan ketika dukungan harga dilepas oleh underwriter.
Menurut Prabhala dan Puri (1998), dukungan harga akan dilakukan jika resiko atas harga saham yang
ditawarkan rendah. Semakin tinggi kepastian nilai perusahaan IPO, maka semakin sedikit dukungan yang dilakukan
oleh underwriter, karena dukungan harga ini memerlukan biaya, namun secara statistik model ini tidak dapat
dibuktikan.
Asquith (1999) membuktikan bahwa dalam proses IPO terdapat unsur underpricing dan dukungan harga
yang dilakukan oleh underwriter. Pembuktiannya dilakukan dengan melihat distribusi dan initial return. Lebih lanjut
Asquit (1999) juga menemukan bahwa dukungan harga dilakukan oleh underwriter sampai 1 bulan. Atas sahamsaham IPO, underwriter akan mengkombinasikan antara unsur underrpice dan price stabilization tergantung dari
karekteristik emitennya.
Krigman et al. (1999) membuktikan bahwa terdapat flipping pada perdagangan di pasar sekunder. Fliping
adalah penjualan saham kembali setelah alokasi saham atau sering disebut sebagai underwriter syndicate yang
didominasi oleh underwriter dan financial press. Flipping merupakan suatu bentuk respon dan underwriter yang
melakukan misspricing. Sehingga perusahaan yang didukung oleh flipper lebih besar cenderung underperfonnance
dibandingkan dengan perusahaan lainnya.
7. Anomali IPO dan Praktek Akuntansi
Teoh et al.(1998) menunjukkan bahwa penurunan kinerja perusahaan IPO berhubungan positif dengan
discretionary accruals pada tahun perusahaan tersebut go publik. Perusahaan dengan discretionary accruals tinggi,
cenderung memiliki penurunan kinerja yang lebih besar dibandingkan perusahaan yang discretionary accruals saat
IPOnya rendah. Aharony (1993), membuktikan bahwa perusahaan IPO melakukan manajemen laba dengan cara
mengganti metode akuntansi sebelum IPO agar mendapatkan laba yang lebih tinggi.
8. Divergence Opini
Divergence opini berhubungan dengan ketidakpastian investor dan kinerja perusahaan IPO (Houge et al.
2001). Semakin besar tingkat divergence opini akan memunculkan ketidakpastian yang semakin tinggi.
Ketidakpastian yang tinggi cenderung menghasilkan penilaian yang lebih tinggi dalam jangka pendek dan
penurunan kinerja jangka panjang. Vanabel yang digunakan untuk menggambarkan divergence opinion adalah bid
ask spread, waktu pertama kali trading dan flipping ratio (prosentase jumlah penjualan saham dalam jumlah besar I
block sales).
9. Riset IPO di Indonesia
Saham yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta juga mengalami anomali berupa underpricing, penurunan
kinerja dalam jangka panjang dan hot cold issue. Jumlah saham yang relatif kecil dan tidak adanya database atas
informasi IPO, membuat penelitian tentang IPO tidak memiliki pola pengembangan yang jelas. Penelitian IPO yang
telah dilakukan di Indonesia di antaranya seperti terlihat dalam tabel 3.2.
Tabel 2.: Underpricing di Bursa Efek Jakarta
REFERENSI
Nasirwan (2000)
8asana (1999)
Umi Mardivati (1998)
Daljono (2000)
Alia (2000)
SUMBER
BEJ
BEJ
BEJ
BEJ
BEJ
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI VI
Surabaya, 16-17 Oktober 2003
THN DATA
1989-96
1992-98
1994-96
1990-97
1993-97
IR
9,00%
10,12%
6,63%
11,14%
11,32%
Daljono (2000) melakukan penelitian mengenai hubungan antara initial return dengan beberapa vanabel
terkait yaitu peniamin emisi, size, umur, jumlah saham ditawarkan. Initial return untuk tahun 1990 -1997 sebesar
11,14%. Berdasarkan hasil penelitian tersebut ternyata hanya variabel penjamin emisi yang secara statistik
signifikan.
.
Trisnawati (1998) dengan data tahun 1994 -1995 menemukan hanya variabel umur perusahaan yang
signifikan. Nurhidayanti dan Indriantoro (2000) dengan data tahun 1995 -1996 menemukan size, umur, reputasi
auditor, reputasi underwriter dan jumlah sahan yang ditahan secara statistik tidak ada yang signifikan. Alia (1999),
hanya menemukan variabel underwiiter yang signifikan mempengaruhi underpricing.
Basana (1999) melakukan pengujian atas WIPO model di pasar modal Indonesia untuk penode. Variabel
uncertainty yang digunakan adalah book equity, offer price, sales, age, size dan resiko dengan menggunakan
standar deviasi dari 20 hari trading. Penelitian menggunakan regressi berganda dengan OLS. Regressi diiakukan
berdasarkan kelompok dengan IR < 0 dan IR > 0 . Variabel yang secara statistik significant adalah log overprice
dengan hubungan negatif, log age dengan hubungan negative dan log risk dengan hubungan positive. Penelitian
terhadap overdemand dilakukan dengan menggunakan ratio volume saham diperdagangkan pada hari pertama
dibandingkan dengan outstanding share, volume rata-rata saham diperdagangkan di minggu pertama dan ratio
volume perdagangan pada satu bulan pertama. Hasilnya menunjukkan ratio volume perdagangan yang tinggi
diperoleh oleh kelompok saham dengan initial return tertinggi. Demikian juga untuk longterm underperformance juga
ditemukan semakin besar untuk initial return yang lebih besar.
Gumanti (2000) mengulangi penelitian Friedlan (1994) yaitu dengan membandingkan total accruals
sebelum go publik dan setelah go publik. Dengan Wilcoxon test, ternyata terbukti bahwa perusaahaan IPO
melakukan earning management pada dua tahun sebelum go publik, sedangkan untuk satu tahun sebelum go
publik tidak terbukti secara statistik terjadi earning management.
Syaiful (2000) mengulangi peneitian yang dilakukan oleh Aharony mengenai perubahan metode akuntansi
sebelum melakukan IPO dalam rangka melakukan earning management. Hasilnya untuk ternyata secara statistik
perusahaan yang listing di BEJ tidak melakukan perubahan metode akuntansi untuk memperbesar laba sesaat
sebelum go publik.
Umi (1998) melakukan penelitian dengan data tahun 1994 -1996 dengan melihat apakah terjadi perbedaan
antara initial retun pada saat bullish maaupun bearish. Temyata secara statistik initial return pada saat bearish tidak
berbeda dengan pada saat bullish. Justru terdapat variabilitas initial return dan average return untuk kapitaliasi
pasar yang berbeda.. Penurunan kinerja jangka panjang pada kondisi bullish lebih tinggi dibandingkan dengan
penurunan kinerja pada periode bearish.
Alia (1999) menggunakan data tahun 1993 -1997 menemukan initial return sebesar 11,32% . Dari
beberapa vanabel yang digunakan hanya variabel penjamin emisi yang berhubungan secara signifikan dengan
initial return. Nasirwan dengan data yang lebih panjang tahun1989 -1996 menemukan variabel yang secara statitik
significant mempengaruhi underpricing adalah standar deviasi return 15 hari.
Daljono (2000) melakukan regresi berganda atas initial return dengan vanabel independen KAP,
underwriter, umur, prosentase saham yang ditawarkan, jumlah saham, financial leverage dan solvability ratio.
Hasilnya hanya variebel underwriter memiliki hubungan positive dan financial leverage memiliki hubungan positive
yang significant.
Dapat disimpulkan bahwa secara umum ditemukan adanya underpricing atas IPO di BEJ, namun untuk
variabel yang mempengaruhi hanya variabel underwriter, kurs, volume trading, size, umur yang pernah secara
statistik significant. Namun hasilnya ternyata tidak konsisten dari satu penelitian ke penelitian berikutnya.
Penelitian dan pengembangan teori mengenai IPO ternyata tidak memiliki pola yang teratur. Masingmasing peneliti menurunkan suatu kerangka pemikiran mengenai anomali IPO dengan implikasi maslng-rnasing.
Seringkali terjadi kontradiksi atas implikasi dari kerangka pemikiran tersebut Sebagai contoh, menurut teori sinyal
(signalling) reputasi penjamin emisi dapat memberikan sinyal positif mengenai perusahaan IPO sehingga
berhubungan positive dengan return awal, namun menurut teori kesenjangan informasi (assymetri information),
reputasi penjamin emisi dapat mengurangi kesenjangan informasi, karenanya mengurangi ketidakpastian harga di
pasar sekunder sehingga memilki hubungan negatif dengan retum awal.
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI VI
Surabaya, 16-17 Oktober 2003
3.
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini didasarkan pada satu kerangka pemikiran dual akuilibrium. Pasar perrdana dan pasar
sekunder adalah dua titik ekuilibrium yang berbeda. Keseimbangan harga pada pasar perdana merupakan
keseimbangan harga yang terjadi pada keadaan dan tanggal saham tersebut didaftarkan karena pembentukan
harga telah terjadi ketika saham tersebut didaftarkan. Sehingga seluruh informasi sebelum saham tersebut
didaftarkan merupakan informasi yang relevan mempengaruhi penentuan harga pada saham di pasar perdana.
Sementara harga saham di pasar sekunder akan ditentukan berdasarkan informasi yang tersedia setelah saham
tersebut dijual di pasar perdana sampai saham tersebut listing di pasar sekunder. lnformasi-informasi yang terjadi
selama proses penawaran akan mempengaruhi harga saham di pasar sekunder.
.
Jika harga saham di pasar perdana telah mencerminkan informasi sampai dengan saham tersebut
terdaftar, dan saham di pasar sekunder mencerminkan harga saham sampai dengan saham tersebut listing, maka
selisih harga penawaran saham dari harga saham pada saat listing dipengaruhi oleh informasi yang muncul selama
proses penawaran. Peneliti menyebutnya sebagai nilai informasi selama proses penawaran (value of information
during offering). Penelitian sebenamya membenarkan pemikiran tersebut diantaranya munculnya hubungan positif
antara jangka waktu antara pendaftaran efektif dengan saham listing dan indeks harga saham (Janice 1995). .
Nilai informasi selama proses penawaran dipengaruhi oleh dua hal yaitu kondisi pasar yang terjadi selama
proses penawaran dan persepsi investor terhadap perusahaan yang go publik. Keadaan pasar tersebut dapat
diwakili oleh variabel tingkat suku bunga SBI pada saat proses penawaran, return indeks harga saham selama
proses penawaran, tingkat harga saham, jangka waktu saham terdaftar sampai dengan listing dan regulasi pasar
dan price eaming ratio pasar. Sedangkan persepsi investor terhadap perusahaan diwakili dengan variabel umur
perusahaan.
Peneliti akan membuat model kedua dengan memasukkan beberapa variabel yang pemah digunakan oleh
penelitian sebelumnya sebagai kontrol variabel apakah variabel tersebut juga mempengaruhi initial retum dari
saham-saham yang listing di BEJ. Variabel tersebut adalah variabel hot market, variabel industri dan volume.
Model A
IRAi = β0 + β1AGEi + β2MTMi + β3SBIi + β4RIHi + β5TIMEi + β6PERi + β7OBVi + εi
Model B
IRBi = β0 + β1AGEi + β2MTMi + β3SBIi + β4RIHi + β5TIMEi
β60BVi + β7VOLi + β8GSLi + β9STAi + β10'TAi + β110LDi + εi
AGE
MTM
SBI
RIH
OLD
= Umur perusahaan yaitu tahun dari perusahaan tersebut berdiri sampai dengan perusahaan
melakukan pendafiaran. (-)
= maturity market yaitu tingkat kedewasan suatu pasar. Variabel ini diukur dengar angka 1
untuk tahun pertama pengamatan yaitu 1990 dan bertambah satu setiap tahun.
= tingkat bunga SBI sebagai opportunity cost dari dana yang tertanam di saham IPO, selama
jangka waktu penawaran sampai saham tercatat di bursa.
= retum indeks harga saham gabungan pada saat perusahaan terdaftar (Io) sampai dangan
sehari sebelurn saham diperdagangkan. (II-1)
II-1 – I0
RIH =---------I0
= rasio jumlah saham yang masih dipegang oleh pemilik lama pada saat IPO. (-)
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI VI
Surabaya, 16-17 Oktober 2003
TIME
VOL
GSL
= Jumlah hari dari saat saham terdaftar sampai dengan perusahaan tersebut listing di Bursa.
= Volume rerdagangan pada saat saham diperdagangkan di pasar sekunder
= Growth dari penjualan yaitu penjualan pada dua tahun sebelum listing ke satu tahun
sebelum listing.
= perbandingan nilai penjualan dengan total asset perusahaan pada laporan keuangan
sebelum go publik
= perbandingan net profit dibagi dengan total asset pada laporan keuangan tahunan sebelum
perusahaan go publik
= offering price to book value yaitu perbandingan harga penawaran dengan nilia buku saham
pada laporan keuangan sebelum perusahan listing.
STA
NTA
OBV
1. Initial Return
Initial return adalah selisih antara harga penawaran dan harga saat saham listing di bursa. Initial return
telah dibuktikan oleh banyak peneliti baik di Indonesia maupun di luar negeri memiliki nilai rata-rata positif. (Roy
1996, Basana 1998, Aruna 2003).
Initial return dihitung dengan menggunakan rumus :
IR1 = P1 – P0
P0
P0
P1
IR1
= Harga
Penawaran Saham
Harga
Saham di pasar Sekunder
=
= Initial return
Arosio (2000) mencoba untuk menghitung initial return bulan berdasarkan harga penutupan tetapi harga
transaksi pembukaan.Tapi berdasarkan data di bursa Australia, tidak terdapat perbedaan antara initial return
dengan harga penutupan maupun harga pembukaan.
Saham yang dipasarkan di bursa efek Jakarta memiliki satuan nominal yang berbeda sementara aturan
perubahan pergerakan perdagangan baru disesuaikan berikutnya. Mulai bulan Juli 2000 perubahan harga saham
sebesar Rp 5 sedangkan untuk tahun sebelumnya perubahan harga saham sebesar Rp 25.
Hal lain yang mempengaruhi nilai initial return adalah nilal nominal saham. Nilai nominal saham yang tinggi
relatif menghasilkan nilai prosentase initial return yang kecil walaupun secara nominal memiliki nilai yang sama.
Sebagai contoh satu tick pergerakan saham dengan nilai nominal 1000 akan menghasilkan return 2,5% dan akan
menghasilkan return 5% jika nilai nominal saham 250 dan 10% jika nilai nominal 250 dan 25% jika nilai nominal 100.
Keadaan ini ternyata mempengaruhi nilai initial return. Terdapat kecenderungan nilai initial return secara prosentase
naik ketika nilai nominal saham menjadi kecil walaupun secara nominal nilai initial return mengalami penurunan.
2. OLD
Variabel ini diukur dari jumlah prosentase saham yang masih dipegang oleh pemilik lama atau satu
dikurangi prosentase saham yang dijual kepada publik. Berdasarkan konsep ketidakpastian, semakin tinggi jumlah
saham masih dipegang oleh pemilik lama memberikan sinyal bahwa tidak akan terjadi perubahan dalam kebijakan
perusahaan setelah perusahaan melakukan IPO. Sehingga justru memunculkan kepastian nilai perusahaan di masa
mendatang. (Arosia 2000)
Hipotesis :
Prosentase saham yang masih dipegang oleh pemilik lama berhubungan positih
dengan initial return
3. Return pasar selama proses penawaran
Variabel ini diukur dari return IHSG dari tanggap pendaftaran efektif sampai dengan satu nari
perdagangan sebelum saham listing. Perhitungannya adalah :
RET = IHSG1-1 - IHSGe
IHSGe
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI VI
Surabaya, 16-17 Oktober 2003
Perkembangan indeks harga saham mencerminkan opportunity cost dan investor yang tetah membeli
saham IPO. Jika return pasar ini positif maka akan membuat investor hanya mampu menjual saham IPO yang telah
dibeli dengan harga yang tinggi.
Hipotesis : return pasar selama masa penawaran berhubungan positif dengan initial return
4. Jangka waktu pendaftaran sampai dengan saham listing
Variabel ini diukur dari jangka waktu antara pendaftaran saham dinyatakan efektif sampai dengan saham
listing. Ketika saham tersebut pendaftarannya efektif maka harga saham telah ditentukan. Proses penjualan saham
akan dilakukan beberapa hari setelah pendaffaran efektif. Ketika investor telah membeli saham IPO maka investor
akan kehilangan kesempatan untuk menginvestasikan uangnya untuk investasi yang lain. Investor baru dapat
menjual sahamnya darl memperoleh kembali dananya jika saham IPO dijual di pasar sekunder. Curtis (2002)
menggunakan variabel ini untuk menjelaskan initial return dengan hubungan positif.
Hipotesis : return pasar selama masa penawaran berhubungan positif dengan initial return
5. Tingkat bunga Sertifikat Bank Indonesia
.
Variabel ini diukur dan tingkat bunga sertifikat bank Indonesia pada saat saham listing di bursa. Suku
bunga SBI mewakili fisk free retum. Variabel ini mencerminkan opportunity cost dari investor yang telah membeli
saham IPO. Semakin tinggi SBI maka investor juga mEmginginkar. keuntungan yang tinggi.
Hipotesis : tingkat bunga SBI pada saat saham lisitng berhubungan positif dengan initial return
6. Price earning ratio pasar
Vanabel ini diukur dari perbandingan antara harga saham dan earning per share dari laporan keuangan
yang terakhir dan seluruh saham yang telah listing. Data PER diperoleh bulanan, sehingga PER pasar yang
digunakan adalah PER pada bulan saham tersebut listing. PER pasar yang tinggi juga akan mempengaruhi
penetapan harga saham IPO yang cenderung tinggi.
Hipotesis : PER pasar berhubungan positif dengan initial return
7. MTM (Maturity of Market I Tingkat kedewasaan pasar)
Vanabel ini mewakili umur dan pasar modal mulai dari tahun pertama pengamatan dianggap 1 dan
bertambah satu tiap tahun. Semakin tua umur pasar modal maka kemungkinan untuk mendapatkan abnormal profit
dari transaksi saham yang terjadi justru semakin kecil. Dalam pasar yang telah mature maka seluruh harga telah
merepresentasikan informasi yang tersedia.
Hipotesis : kedewasaan pasar modal berhubungan negatif dengan initial return.
8. Pertumbuhan penjualan
Variabel ini diukur dari penjualan I pendapatan operasi pada laporan keuangan sebelum go publik
dikurangi dengan penjualan pada laporan keuangan dua tahun sebelum go publik dibagi dengan penjualan pada
laporan keuangan dua tahun sebelum go publik. Pertumbuhan penjualan dapat direkayasa melalui pengaturan saat
pengakuan pendapatan dan cara -cara lainnya. Tujuan penciptaan tingkat pertumbuhan tersebut untuk memberikan
kesan bahwa tingkat pertumbuhan penjualan tinggi. (Teoh 2001).
Hipotesis : Pertumbuhan penjualan berhubungan positif dengan initial return.
9. Perbandingan penjualan dengan total asset
Variabel ini diukur dari penjualan I pendapatan operasi pada laporan keuangan sebelum go publik dikurangi dibagi
dengan total asset. Semakin tinggi ini menunjukkan perusahaan memiliki asset yang sifatnya intangible sehingga
menetapkan harga penawaran jauh di atas nilai bukunya. Semakin tinggi nilai intangible asset perusahaan maka
investor akan cenderung menetapkan harga saham yang tinggi.
Hipotesis : Prosentase penjualan dibandingkan dengan total asset berhubungan positif dengan
initial return.
10. Perbandingan laba bersih dibandingkan dengan total asset
Variabel ini mengukur profitabilitas perusahaan IPO, semakin tinggi tingkat profitabilitas maka akan
semakin tinggi initial return perusahaan.
Hipotesis: Perbandingan laba bersih dibandingkan dengan total asset berhubungan positif dengan initial return.
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI VI
Surabaya, 16-17 Oktober 2003
11. Volume saham pada saat perdagangan di pasar sekunder
Varlabel ini mengukur kelebihan demand yang tidak mendapatkan alokasi saham di pasar perdana. Jika
banyak sekali kelebihan demand maka akan membuat harga saham meningkat sehingga initial return akan semakin
besar.
Hipotesis : Perbandingan laba bersih dibandingkan dengan total asset berhubungan positif dengan
initial return.
4. DATA
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder darl seluruh perusahaan yang listing di
BEJ dari tahun 1990 - 2000 sebanyak 273 perusahaan. Darl jumlah tersebut data dikurangi dengan data-data yang
tldak lengkap sehingga sampel yang digunakan sebanyak 250 perusahaan.
Data yang ada bersumber darl :
1. Capital Market Directory dari tahun 1990 - 2001 untuk data laporan keuangan dan data statistic
saham bulanan.
2. Webside Bapepam di internet (bapepam.ga.id) untuk data perusahaan yang melakukan IPO dan data
peraturan penawaran umum.
3. Webside Bursa Efek Jakarta Gsx.ca.id) untuk data peratuian penawaran saham, data perdagangan
harian untuk tahun 2001 - 2002 .
4. CD data perdagangan saham harian yang dikeluarkan aleh PPA UGM yang berisi data perdagangan
harian darl tahun 1990 - pertengahan 2001.
5. ANALISIS PENELITIAN
1. Analisis Umum
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini hampir mencakup seluruh perusahaan yang terdaftar di BEJ
darl tahun 1990-2000. Berdasarkan data yang ada dalam database UGM jumlah saham yang listing selama tahun
tersebut adalah 269 perusahaan, namun data yang diperoleh secara lengkap untuk semua unsur yang dianalisis
mencapai 254, darl jumlah tersebut diseleksi lagi data-data yang mengandung outlier sehingga data yang dianalisis
adalah 242.
Statistik diskriptif untuk data yang berhasil dikumpulkan dapat dilihat dalam tabel berikut ini.
Tabel 3 : Statitistik diskriptif data yang digunakan
N
Minimum
Maximum
Mean.
Std. Deviation.
Initial Return
242
-,2760
1,9000
,144850
,273327
Harga Penawaran
242
175
14850
4054,44
3178,84
Return pasar
242
-,6216
,3258
-9,5E-03
,109544
Bunga SBI
242
7,45
58,00
13,9614
4,7713
Prosentase pemilik lama
242
,4565
,9715
,763824
9,22916E-02
PER Pasar
242
3,1
32,5
19,283
6,093
Harga I Nilai buku
242
,0962
11,6063
2,898665
2,308990
Sale I total asset
242
,061
3,61
,7054
,6213
Pertumbuhan sales
242
-,5761
8,7067
,690496
1,295628
Net profit to asset
242
-,17871
,4337
5,96E-02
5,83671 E-02
Volume
242
500
1,8E+08
1.2E+07
22393817,92
Umur
242
,8417
95,9917
17,842815
16,392137
Waktu penawaran
242
7
271
39,15
24.18
Valid N (listwise)
242
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI VI
Surabaya, 16-17 Oktober 2003
Darl data tersebut terlihat bahwa di saham di bursa efek Jakarta selama tahun 1990 - 2000 memiliki initial
return atau underpriced sebesar 14.485%. Ini menunjukkan bahwa di Bursa Efek Jakarta juga muncul anomali
underpricing. Initial return ini bervariasi besarnya untuk tiap tahun. Ada kecenderungan teriadi Peningkatan nilai
initial return dari tahun ke tahun. Harga penawaran saham dan nilai nominal saham yang ditawarkan ikut
mempengaruhi nilai initial return. Pada tingkat harga saham yang rendah peningkatan harga saham dalam jumlah
relative kecil akan membuat perubahan initial return besar.
Tabel 4 : Initial Return Berdasarkan Tahun
Initial Return
TAHUN
Mean
Std, Deviation
N
Median
1990
,118086
56
,214628
5,52E-02
1991
3,19E-02
15
,103732
2,68E-02
1992
7,52E-02
13
7,84271 E-02
5,26E-02
1993
,242348
19
,178883
,247059
1994
4,75E-02
42
,111783
1,65E-02
1995
5,96E-03
20
,143305
9,12E-03
1996
125902
15
,142653
7,69E-02
1997
,129024
30
,156358
,146368
1998
,188571
5
,501831
,1 00000
1999
,408568
7
,394236
,200000
2000
,535089
20
,562916
,275253
Total
,144850
242
,273327
6,58E-02
2. Analisis Model A
Data tersebut kemudian diuji apakah terdapat kolinearitas maupun heteroskedastitas atas data tersebut.
Ternyata data tersebut tidak memiliki masalah tersebut, sehingga dapat langsung diregresikan berdasarkan model
yang telah dibuat. Hasil dan regresi untuk model A seperti terlihat dibawah ini :
Tabel 5: Hasil Regresi Model A:
R Square
Adjusted R
Std. Error of
Change
DurbinR
Square
the Estimate
Statistics
Watson
R Square
F Change
ChanQe
,534
,285
(Constant)
Ln-umur
Return pasar
Bunga SBI
Ln-jangka waktu
PER Pasar
Maturitas pasar
Harga / Nilai buku
,264
Unstandardized
Coefficients
B
,385
-4,537E-02
,547
-1,3 85E-02
6,677E-02
-1,680E-02
2,368E-02
1,756E-02
,234486
Std.
Error
,201
,021
,144
,004
,040
,003
,007
,008
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI VI
Surabaya, 16-17 Oktober 2003
,285
Standardized
Coefficients
Beta
-,120
,219
-,242
,109
-,375
,280
,148
10,350
1,800
t.
1,916
-2,132
3,789
-3,820
1,673
-5,269
3,622
2,241
Sig.
,057
,034
.000
,000
,096
,000
,000
,026
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa nilai r2 adalah 28,2% artinya variabel di atas hanya mampu
menjelaskan 28,2% vanabilitas dan initia return, artinya 72,8% variabilitas dari initial return belum dapat dijelaskan
oleh model.
Seluruh vanabel yang diguakan secara statistik significant pada level 5% kecuali jangka waktu penawaran,
signifikan pada level 10%. Variabel return pasar selama proses penawaran membeerikan kontnbusi terbesar disusul
dengan konstanta.
Hubungan variabel umur dengan initial return adalah negatif sesuai dengan hipotesis yang dijelaskan
dalam model, bahwa semakin tinggi umur perusahaan maka semakin rendah tingkat initial return. Hal ini sesuai
dengan teon keagenan dan mendukung penelitian yang telah terjadi. (SembeI1996).
Vanabel return pasar memberikan kontribusi terbesar pada independen vanabel, ini menunjukkan bahwa
return pasar merupakan aspek yang sangat diperhatikan oleh investor dalam menentukan harga saham di pasar
sekunder. Ada kemungkinan investor banyak menggunakan analisis teknikal dalam menentukan harga saham IPO
di pasar sekunder ini. Hasil ini sesuai dengan hipotesis awal.
Bunga Sertifikat Bank Indonesia pada bulan saham tersebut listing di bursa memiliki hubungan negatif
dengan initial return. Hasil ini bertolak belakang dan hipotesis awal yang menganggap bawa semakin tinggi tingkat
bunga SBI maka opportunity cost memegang saham IPO semakin tinggi sehingga investor menginginkan harga
saham di pasar sekunder tinggi. Namun yang terjadi sebaliknya jika tingkat suku bunga SBI tinggi maka investor
justru tidak mengharapkan return yang tinggi atas saham IPO.
Jangka waktu saham terdaftar efektif sampai dengan saham listing memiliki hubungan positif dengan initial
return artinya semakin lama proses penawaran terjadi maka investor menginginkan kompensasi keuntungan yang
tinggi. Hal ini sesuai dengan hipotesis yang dijelaskan sebelumnya. Saham IPO setelah dibeli tidak bisa langsung
diperdagangkan namun menunggu sampai saham tersebut listing, semakin lama jangka waktu menunggu maka
investor maminta kompensasi kenaikan harga yang tinggi di pasar sekunder sehingga initial returnya tinggi.
Price earning fatio pasar memiliki hubungan negatif dengan initial return pasar. Hasil ini tidak sesuai
dengan hipotesis di atas yang menganggap bahwa jika Per pasar tinggi maka investor juga akan menginginkan
peningkatan harga yang tinggi atas saham IPO. Namun yang sepertinya yang terjadi adalah jika saham lain dalam
keadaan bagus (PERnya tinggi), maka investor mungkin tidak memberikan perhatian yang besar pada saham IPO
karena investor dapat memperoleh laba dari perdagangan saham lain.
Tingkat maturitas pasarmemiliki hubungan positif dengan initial return, artinya semakin dewasa umur pasar
modal, justru akan memberikan initial return yang tinggi. Hal ini berlawanan dengan hipotesis awal. Nilai ini menjadi
positif karena dipengaruhi dengan kecenderungan niiai nominal saham yang relatif menjadi iebih kecil dan juga
harga saham yang turun secara drastis terutama paska krisis.
Perbandingan harga penawaran saham dengan nilai buku saham memiliki hubungan positif dengan initial
return. Perusahaan yang dijual jauh di atas nilai bukunya memiliki initial return yang jauh lebih tinggi dibandingkan
dengan perusahaan yang dijual mendekati nilai bukunya.
3. Analisis Model B
Tabel berikut ini adalah hasil regresi dengan model B. Dalam model ini peneliti menambahkan 4 buah
variabel yaitu volume, prosentasi pemilik lama, pertumbuhan penjualan dan penjulan dibagi dengan total asset.
Unstandardized
Std.
Standardize
t
Sig.
Coefficients
Error
d
Coefficients
B
Beta
(Constant)
,513
,281
1,825
,069
Ln-umur
-4,810E-02
,022
-,127
-2,214
,028
Return pasar
,539
,153
,216
3,528
,001
Bunga SBI
-1,459E-02
,004
-,255
-3,791
,000
Ln-Jangka waktu
5,712E-02
,041
,093
1,377
,170
PER Pasar
-1,631 E-02
,003
-,363
-5,016
,000
Maturitas pasar
2,840E-02
,008
,335
3,627
,000
Harga / Nilai buku
,144
2,147
,033
1,699E-02
,008
Sale / total asset
6,200E-03
,026
,014
,240
,810
Pertumbuhan sales
-9,675E-03
,012
-,046
-,801
,424
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI VI
Surabaya, 16-17 Oktober 2003
Net profit to asset
Ln-volume
Prosentase pemilik lama
Regression
Residual
Total
R
,540
R Square
,291
,129
-7,935E-03
1,765E-03
Sum of Squares
5,245
12,759
18,004
Adjusted
R Square
,254
df
12
229
241
Std. Error
of the
Estimate
,277
,008
,186
,028
-,080
,001
Mean Square
,437
5,572E-02
Change
Statistics
R Square
Change
,236043
,291
F
7,845
,466
-,981
,009
,642
,328
,992
Sig.
,000
F Change
Sig. F
Change
7,845
,000
DurbinWatson
1,803
Penambahan variabel tersebut mampu meningkatkan nilai R2 menjadi 29,1%. Uji F menunjukkan rnodel
lengkap secara statistik signifikan. Variabel yang dianalisis dalam model A diikutkan kembali dalam model ini.
Variabel jangka waktu penawaran menjadi tidak signifikan secara statistik.
Variabel lain yang ditambahkan merupakan vanabel yang pernah diuji oleh beberapa peneliti sebelumnya.
Namun hasilnya ternyata tidak ada satupun vanabel yang ditambahkan memiliki nilai stalistik yang significant pada
tingkat 10%. Tiga variabel yang ditambahkan yaitu perbandingan yaitu penjualan dibagi total asset, net profit per
total aset dan pertumbuhan penjualan tidak significant secara statistik. Pertumbuhan sale memberikan hubungan
yang berbeda dari hipotesis awal, sedangkan dua variabel fundamentallainnya hubungannya sesuai dengan
hipotesis awal.
Variabel volume perdagangan pada hari pertama saham tersebut listing memiliki hubungan negatif dengan
initial return. Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis sebelumya. Berdasarkan penelitian Sembel (1996) dan Ekkerhart
(2001) variabel ini berhubungan positif dengan initial return. Variabel prosentase pemilik lama memiiiki hubungan
positif dengan initial return. Hal ini sesuai dengan hipotesis awal dan mendukung hasil penelitian yang dilakukan
oleh Arosio (2000)
6. KESIMPULAN DAN SARAN
Secara umum model di atas memang hanya mampu menjelaskan sekitar 28,2% dan 29,1 % variabilitas
dari initial return, model A walaupun memiliki r2 yang relatif kecil namun secara statistik variabel yang digunakan
signifikan. Vanabel-variabel yang digunakan oleh peneliti lain di luar negeri (jumlah pemilik lama dan volume) secara
statistik tidak significant, bahkan untuk volume hubungannya berbalik. Variabel fundamental yang digunakan tidak
mampu menjelaskan variabilitas initial return, bahkan variabel perkembangan penjualan memiliki hubungan yang
terbalik.
Dan hasil di atas peneliti dapat mengambil kesimpulan bahwa faktor-faktor yang terkait dengan keadaan
pasar dan apa yang terjadi selama proses penawaran lebih dapat menjelaskan initial return dibandingkan dengan
faktor yang terkait dengan kondisi fundamental perusahaan. Mungkin di masa mendatang perlu diteliti dan dicari
faktor-faktor lain yang mempengaruhi initial return terutama yang terkait dengan informasi selama proses
penawaran.
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI VI
Surabaya, 16-17 Oktober 2003
DAFTAR PUSTAKA
Aggarwal, R, dan P. Rivoli, 1990, "Fad in the Initial Public Offering Market?", Financial Management, vol 19, 45-57
Aharony, J, Lin, C.J dan Loeb M. P., 1993, "Initial Public Offering, Accounting Choices and Earning Management",
Contemporary Accounting Research, 10(1) 61-81.
Aharony, J, Che Wen Jevons Lee dan T.J. Wong, 2000, "Financial Packaging of IPO Firms in China",Jounal of
Accounting Research, Vol 38 No 1, 103 - 126
Ali, Saiful, 2000, "Analisis Pengaruh Pemilihan Metode Akuntansi terhadap Pemasukan Penawaran Saham
Perdana", "Kumpulan Makalah Simposium Nasional Akuntansi III",538-555.
Aliya, Kunstantina P.,1999, "Pengaruh Differential Information terhadap Terjadinya Fenomena Underpricing IPO",
Skripsi Fakultas Ekonomi Program Extension.
Alvarez, Susana; Victor M. Gonzalez, 2000, "Long-Run Performance of Initiai Public Offerings (IPOs) in The Spanish
Capital Market", www.ssrn.com.
Allen F. And Faulhaber, G, 1989, "Signaling by Underpricing in The Offering Market", Journal of Financial
Economics", 23.
Arosio R; Giancarlo Giudici dan Stefan Paleari, 2000, "What Drives the Initial Market Performance of Italian IPOs?
An Empirical Invetigation on Underpricing and Price Support', www.ssrn.com.
Baron, David. P., 1982 A Model of the Demand for investment Banking Advising and Distribution Services for New
Issues, The Journal of Finance, Vol XXXVII no 4, 955-976
Baron, David, P. dan Holmstrong B., 1980 The Investment Banking Contract For New Issues Under Assymetric
Information: Delegatior. and The Incentive Problem, The Journal of Finance, Vol XXV no 4, 955-976
Basana, Sautma Ronn!, 1999, "Kondisi Anomali pacta Emisi Saharn Perdana (IPO) di Pasar Modal Indonesia serta
Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya", Unpublished Thesis, Management Science, University of Indonesia.
Baridwan, Z., dan Pariwiyati. (1990), "Kemampuan Laba dan Arus Kas dalam Memprediksi Laba dan Arus Kas
Perusahaan Go Pubiik di indonesia", Jurnal Riset Akuntansi, Vol I, No.1, Januari.
Beatty, R, Ritter, J, R., 1986, "Investment Banking Reputation and the Underpricing of the Initial Public Offerings",
Journal of Financial Economics, 39. 545 - 603.
Benveniste, L.M dan Spindt RL., 1989, "How Investment Bankers Determine the Offer Price and Allocatation of New
issue", Journal of Financial Economics, 24, 343-361.
Boehmer, Ekkerhart, dan Raymand P.H. Fishe, 2000, "Do Underwriter Encourage Stock Flipping?" A New
Explanation for the Underpricing of IPOs, www.ssm.com. Mei
Bower, Nancy L, 1989, "Firm Value and The Choice of Offering Method in Initial Public Offering", The Journal of
Finance, Vol XLIV No 3, July, 647-662.
Carter, Richard B. Frederick H Dark and Ajai K. Singh, 1998, "Underwriter Reputation, Initial Returns and the LongRun Performance of lPO Stocks", Journal of Finance", Vol LIII No 1.
Chanine, Salim, 2000, "Long Run Undeperformance after IPOs and Optimistic Analysts' Forecasts, www.ssm.com.
Chen, An Sing, Gwohong Liaw, Mark T. Leung, 2001, "The Price Support in Stock Auctioned IPOs, Some Empirical
Evidence", working paper, www.srrn.com.
Chen, Anlin; C.T. Hong dan Chin sun Wu, 1990, "The Underpricing and Excess Return of Initial Public Offerings
Based on the Noisy Trading: A Stochastic Frontier Model, www.ssrn.com.
Cook, John P; Dennis T Officer, 1996, "Is Underpricing a signal of quality in second Initial Public Offerings?",
Quarterly Journal of Business & Economics, Vol 35, Winter. 67-78.
Curtis, Asher dan Neil Fargher, 2002, "Initial Public Offering First Day Return: An Information Arriwal Perpective",
working paper University of New South Wales, Australia, www.srrn.com.
Daljono Nasirwan, 2000, "Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Initial Return Saham yang Listing di BEJ tahun
1990 - 1997", "Kumpulan Makalah Simposium Nasional Akuntansi III", 556-572.
Friedlan, M. J., 1993, "Accounting Choices of Issuers of Initial Public Offerings", Cotemporary AccountingResearch",
Vol 11 No 1-I
Grinblatt, M and Hwang, C.Y., 1989, "Signaling and Pricing Sew Issues" Journal of Finance," no 44.
Gumanti, Tatang, Ary, 2000, "Earning Management dalam Penawaran Saham Perdana di Bursa Efek Jakarta,
"Kumpulan Makalah Simposium Nasional Akuntansi III", 124-149
Houge, Todd, Tim Loughran, Gerry Suchanek dan Xuemin Yan, 2001, "Divergence of Opinion, Uncertainty and
Quality of Initial Public Offerings," Financial Management, hal. 5 - 23.
How, Janice C V, H Y lan, Gary A Monroe, 1995, "Diffemtial information and the underpricing of initial public
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI VI
Surabaya, 16-17 Oktober 2003
offerings: Evidence in Australia", Accounting and Financial", Vol 35. hal 87 -105.
How, Janice C V, 2000, "Initial and Long-Run Performance of Miing IPO in Australia", Australian Journal of
Management", Vol 25.
Hunt-McCool, Janet, Samuel C Koh dan Bill B. Francis, 1996, Testing for Deliberate Underpricing in the IPO
premarket : Stochastic Frontier Approach, 'fJe Review of Financial Studies, 0893-9454/96/51-50.
lbottson R. G, 1975, "Price Performance of Common Stock New Issues', Journal of Financial Economics", No 2,
235-272.
lbottson R. G, aan J.F, Jaffe, 1975, "Hot Issue Markets', Journal of Finance, 30, 1027-1042.
Jakobsen, Jan dan Ole Sorensen, 2000, "Decomposing and Testing Longruil Retums," working paper,
www.ssm.com.
Jain, Bharat A dan Omesh Kini, 1994, "The Post Issue Operating Performance of IPO Firm", The Journal of Fiance,
Vol XLIX No 5,1699-1724.
______, 1999, "The Life Cycle of Initial Public Offering Firms', Joumal of Finance & Acounting, 26(9) & 10, Nov/Dec,
1281-1307.
Jog, Vijay and Bruce J. McConomy, 1999, "Voluntary Disclosure of Management Eamings Forecast in IPOs and
Impact on Underpricing and Post -Issue Return Performance, working paper, www.ssm.com
Jog, Vijay dan Lipping Wang, 2002, "Aftermarket Volatility and Underpricing of Canadian Initial Public Offerings :
Working paper, www.ssm.com
Kooli, Maher, Jean Marc Suret, 2002, "The Underpricing of Initial Public Offerings: further Canadian Evidence',
Cirano Scientific series, www.ssm.com
Koop, Gary dan Kai Li, 2001, "The valuation of IPO and SEO Firms", working paper, www.ssm.com
Krigman, Laurie; Wayne H. Shaw dan Kent L. Womack, "The Persistence of the IPO Mispricing and Predictive
Power of Flipping", working paper, www.ssm.com 2000.
Lee, Philip J, Stephen L.T., dan Terry S. Wong., 1999, "IPO Underpricing Explanations: Implications from Investor
Appliction and Allocation Schedules", Journal of Financial Quantitative analysis, vol 34. NO.4. 425-444
Loughran, Tim dan Jay R. Ritter. 1995, "The New Issue Puzzle, Journal of Finance, 50, 23-51.
Louge, Dennis E., Rishard J. Rogallski, James K. Seward dan Lynn Foster-Johnson, "What is Special About the
Roles of Underwriter Reputation and Market Activities in Initial Public Offering?', Journal of Business, Vol 75,
No 2 2002, haI213-243.
Lorenzo M.D., Stefano F., 2001, "Asymmetric Information and the Role of the Underwriter, The Prospectus and the
Analysts in Underpricing of IPO. The Italian Case, working paper, www.srm.com
Lowry, Michele, 2000, "IPO Market Sycles, Bubblies or Sequential Leaming", working paper from National Bureau of
Economic Research, Cambridge, http//www.nber.org/papers/w7935
Mardiyati, Umi, 1998 "Kajian Perilaku Saham perdana Pengamatan di BEJ tahun 1994 - 1996", "Tesis S2',
Management Science, University of Indonesia.
Mauer, D.C; Lemma W.S, 1992, "The Effect of the Secondary Market on the Pricing of lnitial Public Offering Theory
and Evidence', Journal of The Financial and Quantitative Analysis, vol 27 No 1.
McLaughlin, Robyn, Assem Safieddine and Gopala K. Vasudevan, 1998., "The Information Content of Corporate
Offerings of Seaoned Securities: An Empirical Analysis", Financial Management ", Vol 27 No 2, Summer.
Nasirwan, 2000, "Reputasi Penjamin Emisi, Retum Awal, Return 15 Hari sesudah IPO dan Kinerja Perusahaan satu
tahun sesudah IPO di BEJ", "Kumpulan Makalah Simposium Nasional Akuntansi III", 573-598.
Nurhidayanto, S dan Nur Indriantoro, 1998, "Analisis Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Tingkat Underpriced
pada Penawaran Perdana di Bursa Efek Jakarta,' Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, Vol 13 No 1, 21-30.
Veronesi, Pietro; 2000, "How Does Information Quality Affect Stock Returns?" The Journal of Finance, Vol LV No 2,
hal 807 – 837.
Pumanandam, K. Amiyatosh, 2001, "Are IPO Underpriced?', working paper, November, www.ssm.com
Pagano, Marco, Panetto, Fabio, Zingales dan Luigi, 1997, "Why Do Companies Go Public? An Empirical Analysis,'
Journal of Finance, 52, 215 - 240.
Page, Michael J dan Ivan Renneke, 1997, "The Timing and Subsequent Performance of Initial Public Offerings
(IPOs) on The Johannesrburg Stock Exchange", Journal of Business Finance and Accounting. 24(9) &
10,1401-1419.
Prabhala, N.R., Manju Puri, 1998, "How does underwriter price support affect IPOs, Empirical Evidence", working
paper, www.srrn.com
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI VI
Surabaya, 16-17 Oktober 2003
Ritter, Jay R, 1984, "The Hot Issue Market of 1980." Journal of Business, 32, 215-24
………., 1991, "The Long Run Performance of Initial Public Offerings." The Journal of Finance 46, 3-28. Rock, Kevin
F, 1986, "Why New Issues are Underpriced", Journal of Financial Economics, no. 15, 187-212.
Rozeff, S. Michael and Mir A. Zaman, 1998, "Overreaction and Insider Trading: Evidence from Growth and Value
Portfolio", Journal of Finance", Vol LIII No 2,.
Ruud, Judith, 1991, "Anather View of The Underpricing of Initial Publi Offerings", FRBNY Quaterly Review, 83-85.
Sembel, Roy HM, 1996, "IPO Anomalies, Truncated Excess Supply, and Heterogeneous Information",
Unpublised Dissertation, J M Katz Graduate School of Business, University of Pittsburg, Pensylvania.
Teoh, Hong Sie; Ivo Weich dan T.J. W01lg, 1998, "Earning Management and The Long Run Market Performance of
Initial Public Offeings", The Journal of Finance, Vol LIII No 6, ha/1935-1974.
Teoh, Hong Siew & T.J. Wong, 2001 ,"Why Do Issue and High-Accruals Firms Underperfomence the Role of
Analyst' Creduality", Review of Financial Studies.
Tinic, Seha M. 1988, "Anatomi of Initial Public offering", Journal of Finance, 43, 789-822.
Trisnawati, Rina 1998, "Faktor-faktor yang Mempengaruhi Initial Return." Tesis S2", Yogyakarta: Program Pasca
Sarjana, Universitas Gajah Mada.
www.jsx.co.id
www.bapepam.go.id
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI VI
Surabaya, 16-17 Oktober 2003
Download