BAB II ISLAM DI YERUSALEM PADA MASA DINASTI UMAYYAH (660-750 M) A. Sejarah Masuknya Islam di Yerusalem Nama Dinasti Umayyah berasal dari nama Umayyah ibnu Abdi Syams ibnu Abdi Manaf, dia adalah salah satu dari pemimpin-pemimpin kabilah Quraisy di zaman Jahiliyah. Bani Umayyah merupakan kumpulan orangorang yang terlambat memeluk agama Islam, hal itu dikarenakan orangorang Bani Umayyah dengan tegas menentang Rasulullah dan usaha-usaha beliau untuk mengembangkan agama Islam, sebaliknya dengan Bani Hasyim yang mendukung dan melindungi Rasulullah ketika berdakwah. Tetapi pada akhirnya orang-orang Bani Umayyah memeluk agama Islam karena mulai percaya pada kenabian dan kerasulan Nabi Muhammad. Setelah memasuki agama Islam, mereka berubah menjadi orang-orang yang bersifat kepahlawanan, dan membela Islam dengan sungguh-sungguh. (Syalabi, 2003:22-23). Khalifah-khalifah Bani Umayyah di antaranya adalah: 1. Muawiyah Ibn Abu Sufyan 41-60 H/661-680 M 2. Yazid I Ibn Muawiyah 60-64 H/680-683 M 3. Muawiyah II 64 H/683 M 4. Marwan I ibn al-Hakam 64-65 H/684-685 M 5. Abdul Malik 65-86 H/685-705 M 6. Al-Walid ibn Abdul Malik 86-96 H /705-715 M 7. Sulaiman 96-99 H/715-717 M 8. Umar ibn Abdul Azis 99-101 H/717-720 M 17 18 9. Jazid II 101-105 H/720-725 M 10. Hisyam 105-125 H/724-743 M 11. Al-Walid II 125-126 H/743-744 M 12. Yazid III 126 H/744 M 13. Ibrahim 126 H/744 M 14. Marwan II al-Himar 127-132 H/744-750 M Urutan di atas memperlihatkan bahwasannya khalifah-khalifah pada masa Dinasti Umayyah berjumlah 14 orang dan mereka memerintah selama 91 tahun. Empat orang khalifah yaitu Muawiyah, Abdul Malik, Al-Walid dan Hisyam memerintah selama 70 tahun. Adapun sepuluh Khalifah lainnya memerintah selama 21 tahun. Sejak berdirinya pemerintahan Bani Umayyah pada tahun 661 M, di mulai pula tradisi baru dalam sistem pemerintahan Islam. Sistem pemilihan secara demokratis yang di kembangkan selama masa kekhalifahan a’r- ra>syidu>n tidak dikenal lagi dalam proses pemilihan khalifah. Proses pergantian khalifah untuk seterusnya dilakukan mengikuti sistem turuntemurun. Di dalam literature Islam, sistem itu di kenal sebagai Daulah Islamiyyah, yang berarti kekuasaan Islam yang berciri kedinastian atau a’sh- sho>biyyah. (K.Ali, 2003:102) Kota suci Yerusalem terbagi atas Kota Lama dan Kota Baru. Kota ini memiliki berbagai situs atau bangunan yang pernah menjadi saksi perjalanan sejarah dan kesucian Yerusalem. Kota Lama dikelilingi tembok yang panjangnya 4 kilometer, tingginya 12 meter, serta memiliki delapan pintu gerbang yang dibangun pada abad ke-2 M. Karena pernah dirobohkan, pada 19 abad ke-16 M tembok ini dibangun kembali. Kota Lama merupakan bagian kecil dari Yerusalem Timur, Tepi Barat. Tembok Kota Lama sekarang tidak termasuk wilayah yang konon ditaklukan oleh Raja Daud. Area yang ditaklukan Raja Daud disebut Kota Daud. Lokasinya berada di sebelah tenggara Kota Lama sekarang, di luar pintu gerbang Dung (Dung Gate) . koran USA Today dalam buku Antonio menyebut bahwa Kota Lama Yerusalem sebagai salah satu keajaiban dunia. (Antonio Muhammad, 2012:200) Catatan perjalanan jurnalistik Trias Kuncahyono (2008) menyebutkan bahwa sebenarnya pintu gerbang Kota Lama ada sebelas. Demi keamanan penduduk kota pada malam hari, hingga tahun 1800-an pintu gebang ditutup dan dikunci. Sedangkan kebaradaan delapan pintu gerbang di tembok yang mengelilingi Kota Lama sekarang meliputi Jaffa Gate, Damascus Gate, New Gate, Herodes Gate, Lion Gate, Golden Gate, Dung Gate, dan Zion Gate. Delapan pintu gerbang Kota Lama Al-Quds antara lain: 1. Jaffa Gate Pintu gerbang Jaffa Gate direnovasi kembali pada zaman Sulaiman Agung (1538). Pintu Jaffa Gate merupakan pintu utama memasuki Kota Lama. Mulut pintu ini mengarah ke barat, ke pelabuhan Jaffa, dari pintu gerbang ini pula perjalanan dapat menuju Tel Aviv, ibu kota Israel. Selama tahun 1900-an Jaffa Gate merupakan pintu gerbang utama antara Kota Lama dan Kota Baru. Nama lain Jaffa Gate adalah Ba>bu’l-Khali>l (Arab), yang berarti sahabat tercinta yang konon merupakan nama panggilan Abraham (Ibrahim). Karena pintu ini berdekatan dengan menara Daud, 20 orang-orang Eropa pada masa perang Salib menyebutnya Pintu Gerbang Daud. 2. Damascus Gate Pintu gerbang Damaskus (Damascus Gate) merupakan pintu gerbang terbesar, termegah, dan terindah, dan menghadap utara. Gerbang Damascus sekarang berdiri di atas fondasi yang semula telah dibangun dan direnovasi oleh Sulaiman Agung tahun 1542. Gerbang Damascus adalah pintu gebang yang paling ramai dilewati dan dikunjungi orang. Gerbang Damaskus memiliki dua menara yang berdiri di atas tembok/dinding yang dahulu dijadikan tempat para pemanah berjaga. Tembok gerbang ini awalnya merupakan bagian dari benteng pertahanan. Gerbang Damaskus mempunyai banyak pintu masuk utama, dan dua pintu masuk samping yang lebih kecil. Orang Yahudi menyebut pintu gerbang Damascus sebagai Sha’ar Shechem (Pintu Gerbang Shechem). Karena dari depan pintu gerbang ini terbentang jalan menuju Shechem atau Nablus, dengan demikian disebut pula Pintu Gerbang Nablus, dari Nablus inilah jalan berujung ke Damaskus (Suriah). Di wilayah sekitar Damascus Gate terdapat kawasan paling ramai dan sibuk daripada kawasan pintu gerbang lainnya, di sana terdapat sebuah Pasar Pintu Gerbang Damascus. 3. New Gate Pintu Gerbang Baru (New Gate) masih berada di sebelah utara. Di sebut demikian karena pintu gerbang ini direnovasi paling akhir, yaitu pada tahun 1887, sehingga dianggap lebih baru. Pintu Gerbang Baru dibuat 21 untuk mempermudah memasuki wilayah Kristen. Pintu Gerbang Hamid dan Ba>bu’l-Jadi>d adalah nama lain dari Pintu Gerbang Baru. 4. Herodes Gate Gerbang ini berada di sebelah utara Kota Lama. Penamaan pintu tersebut bermula dari kekeliruan peziarah Kristen pada tahun 1500-an. Mereka menduga bahwa istana Herodes, dan anak Herodes Agung berada di balik pintu gerbang tersebut . Gerbang Herodes pernah ditutup sampai tahun 1875. Nama lain dari Pintu Gerbang Herodes adalah Sha’ar Ha Perachim, Ba>bu’s-Sahairad dan Pintu Gerbang Bunga. Disebut Pintu Gerbang Bunga karena dindingnya dihiasi bunga. 5. Lion Gate Pintu Gerbang Singa (Lion Gate) berada di sebelah timur Kota Lama. Namanya mengacu pada ukiran singa pada temboknya. Nama lain dari gerbang ini adalah Stefanus Gate, Sha’ar Ha’aroyat, Pintu Gerbang Jehoshafat, Pintu Gerbang Santa Maria, dan Ba>b Sitt Mariam, dari pintu gerbang inilah (Via Dolorosa) jalan penderitaan salib yang ditempuh Yesus hingga ke Bukit Golgota berawal. 6. Golden Gate Pintu Gerbang ini dibangun pada abad ke-6 SM di atas reruntuhan pintu yang dibangun di Zaman Nehemiah, sekitar abad ke-5 SM. Golden Gate atau Gerbang Emas berada di sebelah timur menghadap langsung ke lereng barat Bukit Zaitun, melintasi lembah Kidron atau yang dalam Bahasa Arab disebut Wadi Jehennum atau Lembah Gehenna (Ibrani). Nama lain pintu gerbang tersebut adalah Gerbang Belas Kasih atau Pintu 22 Gerbang Kehidupan Abadi (Ba>bu’l-Daha>riyyah). Menurut kepercayaan pada abad ke-7 SM, Yesus bersama para rasulnya memasuki Yerusalem melalui gerbang ini. Menurut tradisi Yahudi, Mesiah kelak akan memasuki Yerusalem melewati gerbang ini. 7. Dung Gate Dung Gate atau Pintu Gerbang Dung berada di sebelah barat Kota Lama. Melalui pintu gerbang tersebut Tembok Barat atau Tembok Ratapan dapat ditempuh secara lebih cepat. Jalan ini memang lebih dekat ke tembok itu. Banyak orang beranggapan bahwa penamaan gerbang ini bermula dari bau tidak sedap yang berasal dari penyamakan kulit. Sedangkan nama lain dari pintu tersebut adalah Sha’ar Ha’ashpot, Pintu Gerbang Silwan, Pintu Gerbang Moghorabi, Sha’ar Ha Mugrabim, dan Ba>bu’l-Magha>riba. 8. Zion Gate Zion Gate atau Pintu Gerbang Zion berdiri di atas Bukit Zion, menghadap ke Zebron. Pintu gerbang ini direnovasi tahun 1540 oleh Sultan Sulaiman Agung. Namun, gerbang di sebelah selatan itu di klaim oleh orang-orang Yahudi sebagai pintu gerbang wilayah Yahudi. Mereka beralasan bahwa gerbang Zion berlanjut menuju wilayah Yahudi di Kota Lama. Wilayah Yahudi yang dimaksud merupakan hasil rampasan dari wilayah Palestina setelah peristiwa 1948. Pada tahun yang sama (1948) Yordania berhasil merebut kembali wilayah tersebut. (Antonio Muhammad, 2012:202-205) 23 Al-chara>m a’sy-syari>f Gambar 1. Kota Lama Yerusalem Keterangan: a) Peta di atas merupakan peta Kota Lama di Yerusalem yang terdiri dari 8 pintu gerbang antara lain: New Gate, Damascus Gate, Herod‟s Gate, Lion‟s Gate, Golden Gate (closed), Dung Gate, Zion Gate, dan Jaffa Gate. b) Kawasan Kota Lama dibagi menjadi beberapa bagian, kawasan sebelah utara Al-Quds dihuni oleh pemukiman kaum Muslim c) Bagian barat dari pemukiman kaum Muslim di kota Al-Quds adalah pemukiman kaum Nasrani d) Orang-orang Yahudi menguasai sebelah barat Masjid Al-Aqsha e) Sebelah barat kawasan Yahudi dihuni oleh orang-orang Armenia 24 Islam tidak lahir di Yerusalem sebagaimana dua agama samawi pendahulunya yaitu Yahudi dan Kristen, akan tetapi Islam turun di Makkah dan di bawa oleh Nabi Muhammad. Nabi Muhammad secara geneologis merupakan keturunan Nabi Ibrahim dari Siti Hajar. Islam juga merupakan salah satu agama yang lahir dari wangsa Semit, sebagaimana agama Yahudi dan agama Kristen. Islam mempunyai kedekatan dengan kedua agama pendahulunya, sehingga dalam pandangan masyarakat Eropa abad pertengahan (disebut juga dengan abad kegelapan) dan pandangan Kristen Timur, Islam dianggap sebagai sekte Kristen yang menyimpang, bukan agama baru. (Hitti, 2002:160) Tahun 17/638 M tentara Arab muslim melakukan penyerangan terhadap Palestina dan menguasai Yerusalem, pada saat inilah periode Islam di Yerusalem dimulai. Penaklukan bangsa Arab dimulai sejak kehadiran muslim, kemudian dikenal sebagai filastin yaitu keinginan untuk membebaskan para petinggi Bizantium dan saling berbagi kebudayaan dengan bangsa Arab, keturunan Nabi Ismail. Puncaknya ketika Khalifah Umar bin Khatab masuk ke Yerusalem, Palestina menjadi kota suci untuk umat Islam karena Nabi Muhammad SAW pernah menjadikan kota Yerusalem sebagai kiblat pertama. (Zaidany, 2012:146) Islam mempunyai hubungan yang sangat dekat dengan Yerusalem, baik secara sosial-politik maupun spiritual teologis. Hubungan itu tercermin dari sejarah awal kelahiran Islam, dimana saat-saat awalnya umat Islam menjadikan Masjid Al-Aqsha (Bait Allah/Haikal Sulaiman) sebagai kiblat. Banyak hadist yang menjelaskan bahwa Nabi Muhammad mengajarkan umat 25 Islam berkiblat ke arah Masjid Al-Aqsha (Baitul-Maqdis) hingga 17 bulan setelah Nabi Muhammad hijrah ke Madinah, setelah itu kiblat salat adalah Ka‟bah yang terletak di Masjidil Haram Makkah sampai sekarang. Pengertian Masjid Al-Aqsha pada peristiwa Isra’ Mi’raj dalam Alquran Surah al-Isra‟ ayat 1 meliputi seluruh kawasan al-cha>ram a’sy-syari>f. (Muhibbuddin, 2014:147) Nabi Muhammad SAW juga melakukan perjalanan menghadap Allah (isra>’ mi’ra>j) dari kota tua Yerusalem yang sampai sekarang dikenal sebagai Masjid Al-Aqsha. Yerusalem menjadi kota suci ketiga umat Islam, penguasa muslim pada masa Khalifah Umar dan Dinasti Umayyah berhasil menjadikan mayoritas masyarakat Yerusalem menjadi pemeluk agama Islam, utamanya Islam Sunni. Walaupun begitu, umat Yahudi dan Kristiani tetap memiliki hak untuk mengatur peribadahan di dalam komunitas mereka dengan jaminan keamanan dan kebebasan beribadah. (Zaidany, 2012:147) Jadi Yerusalem menjadi bagian wilayah muslim pada tahun 17/638 M ketika itu pendeta Sophronius (wakil kekaisaran Konstantinopel dan menjabat sebagai kepala gereja Kristen Yerusalem) menyerah terhadap pasukan Khalifah Umar. Khalifah Umar menjadikan Yerusalem sebagai kota suci ke tiga bagi umat Islam setelah Makkah dan Madinah karena Nabi Muhammad pernah menjadikan Yerusalem sebagai kiblat pertama bagi umat Islam. Masa Dinasti Umayyah, mayoritas masyarakat di Yerusalem memeluk agam Islam, dengan tetap menghormati agama Yahudi dan Kristen dalam beribadah. Kelompok Islam terbesar di Yerusalem pada masa itu adalah Islam Ahlu’s- Sunnah wal-Jama>’ah (Sunni) disebut juga Islam ortodoks karena jumlahnya 26 yang besar, mereka yang bukan termasuk Islam Sunni merupakan kelompok Syiah, Khawarij, dan Mu‟tazilah. a. Sekte-Sekte Islam di Yerusalem Masa Dinasti Umayyah Agama Islam pada masa Dinasti Umayyah terbagi menjadi beberapa sekte di antaranya Islam Sunni, Syiah, Khawarij, dan Mu‟tazilah. Mulanya masyarakat Islam beragama Islam Sunni, akan tetapi terpecah menjadi Syiah, Khawarij, dan Mu‟tazilah setelah Nabi Muhammad wafat. Berikut ini adalah pembagian golongan Islam pada masa Dinasti Umayyah: a). Syiah yang terpecah menjadi golongan: Zaidiyyah, Itsna „asyariyyah, Ismailiyyah, b). Khawarij yang terpecah menjadi golongan : Azariqah, Najdad, „Adzariyyah, Ibadhiyyah, „afaridah, Syafariyyah, c). Mu‟tazilah a) Ahlu’s-Sunnah wal-Jama>‘ah Islam di Yerusalem pada masa Dinasti Umayyah sebagian besar merupakan Islam Ahlu’s-Sunnah wal-Jama>‘ah (Sunni). Islam Sunni sebagai kelompok terbesar dalam Islam pada saat itu, sering disebut juga sebagai “ortodoks”, yang mengakui empat khilafah pertama dalam Islam (masa sekarang), tidak menekankan fungsi agama dan politik Islam secara khusus terhadap keturunan anak dan menantu Nabi, yakni Fathimah dan Ali bin Abu Thalib, dan mengikuti salah satu di antara empat madzhab fiqh. Mereka yang tidak termasuk kelompok Sunni tergolong sebagai kelompok Syiah, dan sekte-sekte Khawarij. Kelompok-kelompok non-Sunni mencapai15% dari keseluruhan umat Muslim. Nama lengkap dari Sunni adalah Ahlu’s-Sunnah wal-Jama>‘ah 27 (kelompok yang berpegang teguh pada sunah dan ijma’). (Glasse, 2002:377) Islam Sunni di Yerusalem adalah orang-orang yang mendukung pemerintahan Dinasti Umayyah. Mereka mengakui empat khalifah yaitu Abu Bakar As-Shidiq, Umar bin Khatab, Ustman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib. Selain itu, Islam Sunni adalah Islam yang mentaati pemerintahan, bersikap terbuka dan tidak ekstrim, setia kepada pemerintahan, dan menjadikan Alquran maupun Al-Hadis sebagai pedoman hidup mereka. Para pejabat pada masa Dinasti Umayyah sebagian besar merupakan Islam Sunni, sisanya lagi adalah para Yahudi dzimmi dan orang-orang Kristen. Islam Sunni di Yerusalem pada masa Dinasti Umayyah meninggalkan banyak peninggalan sejarah yang sampai sekarang masih dilindungi oleh umat Islam di Palestina, yaitu Masjid Al-Aqsha. Pada mulanya, Masjid Al-Aqsha hanyalah bangunan biasa yang terbuat dari kayu yang dipakai oleh Khalifah Umar bin Khatab untuk salat, kemudian bangunan itu direnovasi pada masa Khalifah Muawiyah dan dikawasan itu diperluas lagi oleh khalifah-khalifah masa Dinasti Umayyah lainnya. Karena banyaknya masjid yan dibangun oleh umat Islam Sunni pada masa itu maka kawasan tersebut mulai di kenal dengan sebutan al-chara>m a’sy-syari>f (kota suci yang mulia). Masjidmasjid yang didirikan oleh Islam Sunni pada pada masa Dinasti Umayyah antara lain: Masjid Al-Qibli, Masjid Al-Aqsha Al-Qadi>m, 28 Musala Al-Marwan, dan Masjid Kubah Batu yang menjadi icon kota Tua Yerusalem sampai sekarang. Selain itu, dalam bidang ilmu pengetahuan, Islam Sunni sudah sangat maju. Berawal dari pembelajaran di kuttab (surau) kemudian menjadi madra>sah, dan di madra>sah itu pula terlahir berbagai macam bidang keilmuan seperti kedokteran, sastra, filsafat, perbintangan, dan lain sebagainya. Salah satu contoh madra>sah yang ada di wilayah Syam pada masa Dinasti Umayyah adalah madra>sah Damsyik. Sebagian besar penduduk Islam pada masa Dinasti Umayyah merupakan Islam Sunni. Mereka belajar di kuttab/madra>sah setiap hari sehingga sebagian dari mereka mempunyai aqidah dan pemahaman yang berbeda-beda mengenai agama Islam. Karena perbedaan pemahaman mengenai agama Islam tersebut mereka membentuk kelompok-kelompok yang sesuai dengan aqidah mereka masing-masing. Mulai dari pemahaman mengenai agama Islam yang berbeda tersebut terbentuklah banyak sekte-sekte Islam di Yerusalem. Tidak semua masyarakat Islam menyukai masa kekhalifahan Dinasti Umayyah, mereka yang tidak menyukai kekhalifahan Dinasti Umayyah adalah kelompok-kelompok seperti Syiah, Khawarij, dan Mu‟tazilah. Mereka melakukan perlawanan terhadap kepemimpinan Dinasti Umayyah. Tujuan mereka adalah meruntuhkan kekhalifahan Dinasti Umayyah dan membentuk negara Islam yang mereka kehendaki. 29 b) Syiah Wafatnya Nabi Muhammad SAW pada tahun 632 M tidak hanya membuat umat Muslim kehilangan pemimpin dunia dan akhirat, akan tetapi juga membuat umat Muslim memikirkan siapa pemimpin yang akan menggantikan Nabi Muhammad SAW. Allah berfirman yang artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan u>li’l-amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Alquran) dan Rasul (Sunah), jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian. Hal tersebut lebih utama bagimu dan lebih baik akibatnya (Q.S. an-Nisa:59). Kejadian pemilihan penggantian Nabi Muhammad SAW akan membuat umat Islam terpecah menjadi beberapa sekte. Salah satu sekte pada masa Dinasti Umayyah yaitu Syiah. Syiah didefinisikan sebagai golongan Islam yang mengikuti 12 Imam dari Ahlu Bait (keluarga dan keturunan) Rasulullah melalui keturunan Ali dan anak-anak Fatimah (putri kesayangan Nabi yang merupakan istri Imam Ali), dalam semua urusan ibadah dan muamalah. (Tijani, 2007:29) Kata Syiah memiliki banyak makna, antara lain: keluarga, pengikut, pendukung, penolong dan lain-lain. Setiap kelompok yang bersepakat tentang sesuatu disebut Syiah. Istilah Syiah ini sering digunakan untuk menyebut kelompok yang mendukung Ali dan keluarganya. Syiah pada awalnya tumbuh secara jelas dan sederhana, kemudian Syiah menjadi sebuah aliran agama yang khusus yang 30 tercampur dengan kerumitan dan kesamaran akibat perbuatan oknum yang mengaku Islam secara lahir tetapi batinnya tidak beriman. Mereka berambisi ingin meruntuhkan negara berdaulat yang dikuasai oleh orang Arab-Muslim, sehingga mereka menjadikan nama “Syiah” sebagai kedok dari ambisi-ambisi mereka. (Abdul Lathif, 2014:579) Syiah mengenal 12 Imam Ahlu Bait Rasulullah yang suci. Berikut ini adalah 12 Imam Syiah: 1. Ali, w.661 M 2. Al Hasan, w.669 M 3. Al Husayn, 680 M 4.Ali Zainal Abidin, w.712 M Zaid 5. M. Al Baqir, w.731 M 6.Ja‟far al Shadiq,w.765 M Ismail 7.Musa al-Kazhim,w.799 M 8.Ali al-Ridha, w. 818 M 9. Muhammad al-Jawad, w.835 M 10. Ali al-Hadi,w. 868 M 11. al-Hasan al-Askari,w.874 M 12. M.al-Muntazar (al-Mahdi), w. 878 M Sejak zaman Bani Umayyah, Sunni dan Syiah sering bermusuhan karena ketidak cocokan prinsip dan ajaran. Sikap permusuhan itu mendorong kalangan Syiah untuk menetapkan prinsip kehati-hatian (taqiyyah), yakni keringanan untuk tidak menyatakan pandangan agama 31 saat berada di bawah tekanan atau ancaman. Kalangan Syiah menjadikan konsep taqiyyah sebagai ajaran fundamental dalam sistem teologi mereka. Mereka menyatakan bahwa ketika seorang Mukmin berada dalam keadaan darurat yang mengancam hidupnya, ia diperbolehkan untuk mengakui keyakinan yang berbeda dengan keyakinannya, bahkan ia harus melakukannya untuk melindungi diri dan saudara-saudara seagamanya. (Hitti, 2005:577) Meskipun menjadi kelompok minoritas yang tertekan, kalangan Syiah yang non-kompromis terus melakukan pemberontakan melawan golongan lain yang dominan. Pemberontakan mereka yang sering kali gagal itu, dilakukan secara terbuka disertai prinsip taqiyyah sesuai dengan perintah pimpinan mereka yang berhak mendapatkan walayyah, yaitu seorang Imam keturunan Ali. Mereka yang mendapatkan walayyah merupakan seorang guru yang terjaga dari kesalahan atau dosa (ma’shu>m). Karena mereka diyakini terjaga dari kesalahan, mereka juga tidak mungkin diturunkan, atau dipecat. (Hitti, 2005:557) Salah satu orang Yahudi yang masuk Islam dengan alasan ingin memecah belah Islam pada masa Dinasti Umayyah adalah Abdullah ibnu Saba‟. Salah satu usaha Abdullah untuk memecah belah Islam yaitu dia menciptakan riwayat-riwayat dan hadis-hadis palsu kemudian menanamkan pikiran-pikiran sesat yang saat itu dianggap sebagai pemikiran dan pendapat kaum Syiah. Syiah merupakan tempat pelindung bagi orang-orang yang ingin menghancurkan Islam karena rasa permusuhan, mereka berkedok sebagai orang-orang yang mencintai 32 “Ahlu’l-bait” untuk menyembunyikan maksud-maksud jahat mereka. (Syalabi, 2003:148-149) Jadi Syiah pada masa Dinasti Umayyah tidak sepenuhnya sesat, orang-orang kafir sangat pandai mengambil celah untuk memecah belah umat Islam, dalam kasus ini dengan mengatasnamakan orang-orang Syiah. Abdullah ibnu Saba‟ telah berhasil membuat kaum Syiah menjauh dari ajaran Islam dan pikiran yang sehat, dan hal itu pula yang membantu Abdullah ibnu Saba‟ menambahkan pikiran-pikiran baru ke dalam pikiran kaum Syiah. Bahkan Abdullah menambahkan golongangolongan baru dalam Syiah padahal sebenarnya bukanlah Syiah. Nabi Muhammad bersabda: “...benar-benar akan terpecah belah umatku menjadi tujuh puluh tiga golongan, satu di surga dan yang lainnya di neraka”. Golongan-golongan Syiah pada masa Dinasti Umayyah yang dapat bertahan sampai sekarang adalah: 1. Zaidiyyah, 2. Itsna „asyariyyah, 3. Ismailiyyah. 1. Zaidiyyah Golongan Zaidiyyah ini dinisbatkan kepada Zaid ibnu Ali Zainul Abidin ibnu Husein ibnu Ali r.a. Zaid telah menetapkan syarat-syarat yang harus dipenuhi seseorang untuk menjadi Imam, yaitu dia harus berasal dari keturunan Ali dan Fathimah, berpengetahuan luas, berani, dermawan, serta berusaha menuntut haknya atas jabatan Imam tersebut. Oleh karena itu, jika ia tidak berusaha menuntut haknya atas jabatan Imam tersebut, maka ia 33 bukanlah Imam dan orang lain boleh untuk diangkat menjadi Imam. (Syalabi, 2003: 172) Madzhab Zaidiyyah adalah madzhab yang terdekat dengan madzhab Ahlu’s-sunnah, dan yang terdekat dengan Syiah yang hakiki. Alasannya mereka mengakui dan membolehkan kekhalifahan Abu Bakar dan Umar. mereka juga tidak menganut pendapat seperti yang dianut golongan Imamiyyah, bahwa jabatan Imamah itu khusus untuk putra-putra Ali dari istri Ali yang bernama Fathimah. Golongan Zaidiyyah memperbolehkan jabatan Imam dipegang oleh orang lain apabila yang berhak menjadi Imam tidak berusaha untuk menuntut haknya. Zaidiyyah menetapkan syarat-syarat menjadi seorang Imam yang kebanyakan sesuai dengan syarat-syarat yang di tetapkan oleh Ahlu’s-sunnah, antara lain adalah: keberanian dan mempunyai ilmu pengetahuan yang luas. (Syalabi, 2003:174) Jadi, golongan Syiah Zaidiyyah ini merupakan golongan Syiah yang paling dekat dengan Syiah yang hakiki (Syiah hakiki sangat dekat dengan Ahlu’s-sunnah). Syarat-syarat pemilihan Imampun hampir sama dengan Ahlu’s-sunnah yaitu berpengetahuan luas, berani, dan dermawan. Masa Dinasti Umayyah, Syiah Zaidiyyah ini mempunyai pengikut yang sedikit, dikarenakan para ghullah (mereka yang mengafirkan para kaum Muslimin, dan mempertuhankan Ali bin Abi Thalib serta anak cucunya) tidak suka dengan sifat Zaid yang tidak mengkafirkan Abu Bakar dan Umar, 34 sedangkan pengikut Zaidiyyah hanya orang-orang moderat dan Syiah hakiki, jumlah merekapun hanya sedikit. Oleh karena itu Syiah Zaidiyyah ini mempunyai sedikit pengikut, akan tetapi hal itu pulalah yang menghindarkan madzhab ini dari penyelewengan para ghullah. 2. Itsna „Asyariyyah Itsna „asyariyyah adalah suatu golongan yang paling terkenal dalam madzab Imamiyyah, dan diikuti secara resmi di negeri Iran. Itsna „asyariyah ini juga merupakan golongan yang paling kuat diantara glongan-golongan Syiah yang lainnya. Jika orang menyebut “Syiah”, maka golongan inilah yang terbayang dalam pikiran. (Syalabi, 2003:177) Nama “Itsna „asyariyyah” ini mengandung suatu pengertian penting, yaitu: golongan ini terbentuk sesudah pertengahan abad ketiga Hijriyah, dan setelah lahirnya semua imam-imam yang berjumlah dua belas orang, serta munculnya pendapat yang mengatakan bahwasannya Muhammad al-Mahdi al-Muntazhar telah menghilang pada tahun 260 H. Itsna „asyariyah adalah golongan yang paling terkenal dalam hal Imamahnya (sangat mengutamakan masalah Imam dan Imamah) diantara golongangolongan lainnya. Jika dibandingkan dengan golongan Zaidiyyah, golongan Itsna „asyariyyah ini lebih banyak mengalami serangan golongan-golongan yang sesat, dan sangat banyak dimasuki ajaranajaran para pengaku Syiah. (Syalabi, 2003:177) 35 Faktor-faktor yang menyebabkan golongan ini banyak dimasuki ajaran-ajaran para pengaku Syiah antara lain: 1) Itsna‟asyariyyah ini tumbuh dan berkembang sangat lama dibandingkan dengan Zaidiyyah. Oleh karena itu pula hubungan golongan Itsna „asyariyyah ini sangat dekat dengan golongangolongan para pengaku Syiah, yang memiliki tujuan utuk mempermainkan agama Islam dan merusak ajaran-ajarannya. 2) Imam-Imam yang berjumlah dua belas orang itu lebih condong kepada perdamaian, dan hidup damai inilah yang sangat disukai oleh para pengaku Syiah, karena mereka tidak mau mengorbankan darah untuk kepentingan Syiah yang tidak mereka imami sama sekali. 3) Pemalsuan ajaran Islam telah dilakukan oleh para pengaku Syiah sejak awal melalui kedua belas Imam tersebut. Syiah telah bercampur aduk dengan golongan pengaku Syiah dan sering bekerja sama dengan mereka, akibatnya ajaran-ajaran para pengaku Syiah telah berkembang dengan cepat dikalangan orang-orang Syiah. Lama kelamaan muncul generasi-generasi baru yang menerima ajaran-ajaran tersebut sebagai ajaran-ajaran Syiah yang hakiki, dan mereka menganut dengan kuatnya. Berdasarkan pada kenyataan tersebut, maka sangat sulit bagi kita untuk membedakan ajaran-ajaran Syiah yang hakiki dengan ajaran-ajaran Syiah yang dipalsukan. Kita juga tidak mempunyai bukti tertulis mengenai ajaran-ajaran Syiah yang dipalsukan 36 tersebut. Golongan Itsna‟asyariyyah merupakan salah satu golongan Syiah yang banyak dipalsukan ajaran-ajarannya oleh para pengaku Syiah. Gologan Itsna‟asyariyyah disebut juga sebagai “golongan Imamah” karena masalah Imamah merupakan masalah yang sangat besar golongan ini. Padahal masalah Imamah ini merupakan pemalsuan semata yang dilakukan oleh para pengaku Syiah, dan ajaran itu sama sekali tidak berasal dari ajaran Islam. 3. Ismailiyyah Aliran Ismailiyyah membatasi jumlah Imam sampai tujuh orang. Karena itu mereka disebut juga dengan Kelompok Tujuh (sab’iyyah). Jika kita perhatikan pohon silsilah hubungan antara kedua belas Imam Syiah, dapat kita temukan Imam ke-6 yaitu Ja‟far al Kazhim (w.765 M). Awalnya Imam Ja‟far telah memilih Ismail sebagai penerusnya, akan tetapi melihat sifat Ismail yang serakah dan suka mabuk-mabukan, Ja‟far mengubah keputusannya dan memilih putra keduanya sebagai pengganti, yaitu Musa alKazhim. Sebagian orang Syiah meyakini Musa sebagi penerus Ja‟far, tetapi ada pula kelompok-kelompok lain yang tetap mengakui Ismail sebagai penerus Ja‟far. Bagi kelompok Sab’iyyah/Ismailiyyah ini, Ismail diyakini sebagai Mahdi yang tersembunyi. (Hitti, 2005:560) Imam-imam golongan Ismailiyyah ini tidak pernah muncul kembali setelah Ismail, yang muncul hanyalah juru-juru dakwah mereka. Oleh sebab itu, Imam-Imam yang tidak pernah muncul 37 tersebut dinamakan al-a’immatu’l-mastu>run. Imam-Imam Syiah barulah muncul kembali setelah keadaan mereka bertambah kuat di Afrika Utara pada tahun 297 H (909 M), kemudian mereka berpindah ke Mesir dan mendirikan Daulah Fathimiyah, pada tahun 356 H. Golongan Ismailiyyah lebih banyak terpengaruh oleh pikiran-pikiran sesat yang berasal dari para pengaku Syiah. Alasannya karena sikap mereka lebih menutup diri, sehingga menjadikan para pengaku Syiah mendapatkan kesempatan yang luas untuk menyebarkan pikiran-pikiran sesat mereka. Bahkan, tatkala Ismailiyyah menjadi kuat dan Imam-Imam mereka muncul kembali pada masa Dinasti Fathimiyah, golongan mereka telah sangat jauh dari pemikiran Islam yang benar. (Syalabi, 2003:186) Golongan Ismailiyyah ini mempunyai bermacam-macam gelar, salah satu gelar yang sangat terkenal yaitu al-bathiniyyah, gelar ini disematkan pada Syiah Ismailiyyah karena mereka menetapkan suatu hukum, yaitu tiap-tiap yang dzahi>r tentu mempunyai yang bathi>n, dan tiap-tiap wahyu yang diturunkan oleh Tuhan tentu ada ta‟wilnya. (Syalabi,2003:187) Jadi, golongan Ismailiyyah ini terpisah dari Itsna „asyariyyah sesudah Imam Ja‟far ash-Shadiq. Jika golongan Itsna‟ayariyah mempercayai bahwa Imam setelah Ja‟far adalah Musa al-Kazhim, maka golongan Ismailiyyah ini percaya bahwasannya Imam setelah Ja‟far adalah Ismail. Imam-Imam setelah Ismail tidak muncul lagi, oleh karena itu golongan Ismailiyyah disebut juga golongan 38 sab’iyyah (tujuh), karena Ismail merupakan Imam ke-7 setelah Ja‟far ash-Shadiq dan Imam setelah Ismail barulah muncul pada masa Dinasti mempunyai Fathimiyah. bagian yang Golongan bersih Ismailiyyah dan murni tidaklah dalam perkembangannya, karena golongan ini baru mulai berkembang setelah tersiarnya pikiran-pikiran yang sesat dan bathil. c) Khawarij Khawarij adalah sebuah sekte yang menentang Ali dan Muawiyah sebagai akibat kebijakan perundingan damai yang berlangsung menjelang berakhirnya perang Siffin pada tahun 37/657 M. Semula Khawarij berpihak kepada Ali (Syiah), tetapi ketika terjadi kesepakatan bahwasannya masalah suksesi khilafah hendaknya diselesaikan melalui meja perundingan, mereka melepaskan diri dari pihak Ali, karena itulah mereka dikenal sebagai Khawarij (orang-orang yang melepaskan diri). Khawarij berpendapat bahwasannya permasalahan yang sedang diperselisihkan tidak dapat diselesaikan melalui perundingan, mereka meneriakkan prinsip mereka la> chukma illa lillah (tidak ada keputusan melainkan melalui hukum Allah, yakni perang). (Raana Bokhari, 2004:213). Kelompok Khawarij dikenal dengan nama “Khawarij” setelah peristiwa a’t-tachki>m (arbitrase antara kubu Ali dengan kubu Muawiyah) dalam pertempuran Shiffin. Sebelum peristiwa tersebut, kelompok ini adalah para pendukung Ali bin Abi Thalib yang paling militan. Orang-orang Khawarij ikut bertempur dengan Ali bin Abi 39 Thalib dalam pertempuran Jamal dan pertempuran Shiffin. Namun, mereka keluar dari kelompok Ali setelah a’t-tachki>m dan menolak arbitrase tersebut. (Abdul Lathif, 2014:562) Ali bin Abi Thalib telah berusaha membuat mereka paham dan berusaha mengembalikan mereka ke barisannya. Namun, mereka bersikeras dan mengambil sikap yang ekstrim, dengan memisahkan diri dan menimbulkan kerusakan dimuka bumi. Hal itu membuat Ali terpaksa memerangi mereka dan menumpas sebagian besar mereka dalam perang Nahrawan. Merekapun sebenarnya tidak mau disebut sebagai Khawarij, nama ini dimunculkan oleh musuh-musuh mereka, lantaran mereka keluar (kharaja) dari imam dan jamaah kaum muslimin. Mereka sendiri menyebut diri mereka sebagai A’sy-Syurrah (para penjual), maksudnya mereka menjual diri mereka kepada Allah dengan imbalan surga. Mereka mengisyaratkan firman Allah: sesungguhnya Allah membeli dari orang-orang Mukmin, baik diri maupun harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. (Q.S. At-Taubah:111) Selama 400 tahun Khawarij menjadi sumber utama kerusuhan dan permusuhan terhadap Khilafah. Khawarij tidak mengakui otoritas seorang khalifah setelah Ali menerima keputusan arbitrase (mereka juga tidak mengakui kekhilafahan Ustman). Bahkan lebih jauh mereka memandang musuh-musuhnya tidak beriman dan sebagai perusak Islam, dan akhirnya mereka memastikan untuk tidak dapat hidup bersama dengan non-Khawarij. Sekte Ibadiyyah merupakan cabang 40 Khawarij yang berpandangan lebih moderat dalam masalah ini, oleh karena itu cabang ini tetap bertahan sampai sekarang, sementara cabang-cabang lainnya dari sekte ini cenderung sebagai kelompok ekstrem. (Glasse Cyril, 2002:213) Jadi, pada awalnya kelompok Khawarij termasuk kelompok Syiah yang mendukung Ali bin Abi Thalib sebagai Imam, akan tetapi setelah peristiwa a’t-tachki>m kelompok ini berbalik menjadi penyerang Ali dan para pengikut Ali. Mereka tidak setuju dengan peristiwa a’t-tachki>m dikarenakan mereka mempunyai prinsip la> chukma illa lillah (hukum hanyalah milik Allah). Tetapi ketika terjadi kesepakatan bahwasannya masalah suksesi khilafah hendaknya diselesaikan melalui meja perundingan, mereka melepaskan diri dari pihak Ali, karena itulah mereka dikenal sebagai Khawarij. Sebenarnya mereka tidak suka di sebut sebagai Khawarij, mereka menyebut dirinya sebagai A’sy- Syurrah (para penjual). Golongan-golongan Khawarij yang ada pada masa Dinasti Umayyah antara lain: 1. Azariqah, 2. Najdad „Adzariyyah,3. Ibadhiyyah, 4. „afaridah, 5. Syafariyyah 1. Azariqah Kelompok Azariqah lahir sekitar tahun 60 H (akhir abad ke-7 M) disekitar perbatasan Irak dan Iran. Azariqah merupakan pengikut Nafi‟ ibnu Azraq, mereka adalah kelompok Khawarij yang berprinsip paling ekstrim serta cenderung memakai kekerasan. Pemimpin kelompok ini merupakan orang yang pertama kali 41 memunculkan perselisihan antar pengikut Khawarij karena sifatnya yang ekstrim. Kelompok ini bahkan mengkafirkan orang yang tidak sepaham dengan mereka dan menghalalkan harta benda serta darah orang-orang yang menyelisihinya. Kaum Azariqah ini merupakan golongan Khawarij yang terbesar dan paling berbahaya, dan paling banyak mencapai kemenangan. Mereka telah banyak mengalahkan pasukan Muslim. (Abdul Lathif, 2014:565) Golongan Azariqah mempunyai hukum tersendiri menurut mereka, di antaranya: (1)Menyatakan kafir orang-orang Islam selain mereka. (2)Menyatakan kafir orang-orang yang tidak ikut berperang. (3)Menyatakan halal membunuh kanak-kanak dan para wanita dari orang-orang yang menentang mereka. (4)Menetapkan hukum bahwa kanak-kanak dari orang-orang musyrik juga akan dimasukkan ke dalam neraka bersama ayahnya. (5)Meniadakan hukum rajam terhadap orang yang berzina, lantaran hukuman itu tidak disebutkan dalam Alquran. (6)Prinsip “taqiyyah” tidak boleh, baik dalam perkataan maupun dalam perbuatan. (7)Menyatakan kafir terhadap orang-orang yang melakukan dosa besar. (Syalabi,2003:289) Jadi, kelompok Azariqah merupakan salah satu sekte dalam Khawarij yang paling berbahaya. Mereka menciptakan beberapa 42 hukum menurut mereka sendiri, diantaranya adalah menghalalkan membunuh anak-anak dan wanita yang dianggap menentang mereka. 2. Najdad „adzariyyah Kelompok Najdad adalah pengikut Najdah bin Amir al-Hanafi. Mereka tidak terlalu ekstrim jika dibandingkan dengan kelompok Azariqah, karena tidak mengkafirkan pelaku dosa besar. Kelompok ini juga memperbolehkan prinsip taqiyyah, dan suka memaafkan orang-orang yang tidak tahu. Najdah berpendapat bahwa agama itu meliputi dua hal: (1)Mengenal Allah dan Rasul Allah, serta mengakui segala sesuatunya datang dari Allah secara umum. (2)Suka memaafkan orang lain apabila orang lain (di luar Syiah Najdad) tidak mengetahui hukum dan prinsip golongan ini. Orang-orang yang berada di golongan ini merupakan orang-orang yang pemaaf, oleh karena itu disebut a’dz-dzariyyah, yaitu kaum pemaaf. (Syalabi,2003:289-290) Jadi, golongan Najdad adzariyyah merupakan salah satu aliran di dalam Syiah yang tidak terlalu ekstrim jika dibandingkan dengan Azariqah. Golongan Najdad adzariqah merupakan kaum pemaaf oleh karena itu disebut a’dz-dzariyyah. Kaum Najdad memaafkan orang lain yang belum mengetahui prinsip-prinsip kaum itu. 3. Ibadhiyyah Golongan Ibadhiyyah adalah pengikut-pengikut Abdullah ibnu Ibadh. Golongan ini berpendapat bahwa pernikahan dan pewarisan 43 antara mereka dan orang-orang Muslimin yang tidak sepaham dengan mereka adalah sah. Golongan ini tidak menyebut Imam mereka dengan sebutan ami>ru’l-mukmini>n, dan tidak pula menyebut diri mereka Kaum Muhajirin. Mereka tidak diperbolehkan memerangi orang-orang yang tidak sepaham dengan mereka kecuali setelah melakukan dakwah terlebih dahulu. Namun, mereka berpendapat wajib menumbangkan penguasa yang zhalim dan mencegah mereka dari kursi kepemimpinan dengan cara apapun baik dengan senjata maupun yang lainnya. (Abdul Lathif, 2014:565) Jadi golongan Ibadhiyyah merupakan kaum yang mengikuti ajaran Abdullah ibnu Ibadh. Mereka rendah hati, bahkan tidak mau menyebut Imam mereka ami>ru’l-mukmini>n, dan mereka tidak mau juga disebut sebagai Kaum Muhajirin. Kaum Ibadhiyyah memang tidak ekstrim jika dibandingkan dengan Golongan Azariqah dan Najdad adzariyyah, tetapi perlu diketahui bahwa semua Kaum Khawarij itu rela mengorbankan nyawa mereka demi prinsip golongan mereka. 4. „Afaridah Golongan ini merupakan pengikut-pengikut Abdul Karim ibnu Ajrad, beliau merupakan salah satu dari murid Athiyah ibnu al Aswad al Yasykuri dari golongan Najdad, adapula yang mengatakan jika Ibnu al Ajrad ini adalah murid Ibnu Baihas. Bisa jadi Ibnu Ajrad telah berpindah dari asuhan Athiyah kepada asuhan Ibnu Baihas. Prinsip mereka mengenai anak-anak adalah:anak-anak kaum 44 Muslimin ditangguhkan sampai dewasa, jika sudah dewasa maka harus memeluk agama Islam, adapun anak-anak non-Muslim akan dimasukkan ke dalam neraka bersama dengan ayahnya. Kaum ini bersedia mengangkat orang-orang yang tidak ikut berperang menjadi pemimpin mereka. Sepertinya kaum Afaridah ini suka terpecah belah, kaum ini terpecah menjadi tujuh golongan lagi, yaitu: Shaltiyyah, Maimuniyyah, Hamziyyah, Khalafiyyah, Athrafiyyah, Syu‟aibiyyah, dan Hazimiyyah. (Syalabi, 2003:291) Jadi, kaum Afaridah ini merupakan pengikut Abdul karim ibnu Ajrad. Prinsip dari golongan ini tidak jauh berbeda dengan golongan-gologan Khawarij lainnya, hanya saja dalam masalah anak-anak sedikit berbeda. Golongan ini menganggap bahwa anakanak dari kaum Muslim haruslah beragama Islam sedangkan anakanak dari non-Muslim masuk ke dalam neraka bersama dengan ayah mereka. Golongan Afaridah ini bersedia mengangkat orang yang tidak berperang menjadi pemimpin mereka. 5. Shafariyyah Ahli sejarah tidak sependapat dalam menisbahkan golongan Syafariyyah ini, ada orang yang menisbahkannya kepada Ziyad ibnu Ashfar, ada yang menisbatkannya kepada Abdullah Ibnu Shaffar, ada pula yang menisbatkannya pada perkataan Shufrah yang berarti “kuning” karena orang-orang dari golongan ini warna muka mereka kuning lantaran banyak beribadah dan berpuasa. 45 Berikut ini adalah daftar yang berisi ringkasan dari pendapatpendapat golongan Khawarij mengenai masalah-masalah yang mereka bahas: Orang yang Anak dari Orang- Prinsip- melakukan lawan orang prinsip dosa besar mereka yang tidak Taqiyah ikut berperang Menurut Azariqah Orang itu Boleh Orang- Taqiyah adalah kafir, membunuh orang yang tidak yaitu tidak kafir anak-anak terhadap dari ikut boleh, lawan berperang adalah perkataan karena itu ia kafir maupun dari dari Islam Ibadhiyyah dari agama, oleh mereka keluar Menurut baik perbuatan Orang itu Boleh adalah kafir, menyiksa yaitu kafir anak-anak terhadap sebagai nikmat pembalasan Tuhan. dendam Tidak keluar dari agama Islam Menurut Shafariyyah Tidak ikut Taqiyah berperang itu boleh tidak apa- dalam apa perkataan, tetapi tidak 46 boleh dalam perbuatan Menurut Najdad Adzariyyah Pelaku akan Tidak boleh Tidak ikut Taqiyah dijatuhi membunuh berperang hukuman anak-anak tidak apa- secara sesuai apa, dengan tetapi akan dosanya, lebih baik namun jika apabila berperang itu boleh, akan mutlaq ikut pelaku tidak mengetahui sebelumnya, maka pelaku mendapatkan ampunan. Menurut Afaridah Orang yang Ditangguhkan Berperang melakukan hukum bukan dosa-dosa kepada anak- suatu besar adalah anak sampai kewajiban, kafir anak-anak akan tetapi tersebut suatu mencapai keutamaan usia dewasa d) Mu’tazilah Mu‟tazilah adalah salah satu gerakan yang muncul pada masa Dinasti Umayyah, gerakan ini tidak membentuk pasukan, dan tidak pernah menghunus pedang. Walaupun gerakan mu‟tazilah ini tidak pernah membentuk pasukan dan tidak pernah menghunus pedang, 47 namun pada saat-saat tertentu ketika mereka mempunyai kekuatan, mereka tidak akan segan-segan menggunakan kekerasan dan tekanantekanan terhadap pihak-pihak yang menantangnya. Pemakaian kekerasan ini dipandang sebagai salah satu dari sikap Mu‟tazilah yang tercela, dan adanya tekanan-tekanna untuk bertindak kekerasan menjadi sebab penting bagi lenyapnya madzab ini dikemudian hari. Gerakan Mu‟tazilah itu merupakan suatu gerakan fikiran, yang membahas politik dengan pembahasan yang bersifat pemikiran, senjatanya adalah falsafah dan akal. (Syalabi,2003:294) Golongan Mu‟tazilah ini sangat erat hubungannya dengan Khawarij, bisa dikatakan berdirinya golongan Mu‟tazilah itu karena adanya golongan Khawarij. Hal ini disebabkan pendapat kaum Azariqah (merupakan salah satu golongan Khawarij) mengenai Iman, kaum Azariqah berpendapat bahwasannya orang yang berbuat dosa besar itu adalah kafir dan akan kekal di dalam neraka. Hal ini menimbulkan pendapat yang berbeda-beda bagi sebagian orang, orangorang yang mempunyai perbedaan pendapat, mereka mendirikan golongan sendiri-sendiri diantaranya: Murjiah, Jabariyah, dan Mu‟tazilah. Kaum Mu‟tazilah mempunyai beberapa prinsip antara lain: 1. Keadilan Kaum Mu‟tazilah menggunakan istilah keadilan tersebut kepada manusia yang telah menciptakan perbuatan-perbuatannya sendiri, yang baik ataupun yang jelek dan karena perbuatannya itu 48 mereka berhak mendapatkan pahala/siksa. Kaum Mu‟tazilah sepakat bahwa Allah selalu berbuat yang patut dan yang baik. Berdasarkan prinsip tersebut, kaum ini disebut al-adliyyah yaitu orang-orang yang menganut pendapat tentang keadilan. Ada juga yang menyebut kaum ini dengan Qadariyyah yaitu orang-orang yang menentang adanya Qadha dan Qadar. 2. Tauhid Kaum Mu‟tazilah selalu mengesakan Allah. Mereka selalu percaya bahwa tidak ada Tuhan melainkan hanya Allah. Kaum ini meniadakan sifat-sifat Allah yang qadi>m, sebab jika ada sifat-sifat Allah yang qadi>m maka akan adapula yang qadi>m, dan menurut mereka itu adalah kepercayaan syirik. Karena adanya prinsip ini, maka musuh Mu‟tazilah menggelari mereka dengan sebutan “mu’atthilah”, sebab mereka telah meniadakan sifat-sifat Tuhan dan menghapuskannya. 3. Janji dan Ancaman Janji dan ancaman kaum Mu‟tazilah merupakan janji dan ancaman Tuhan terhadap manusia. Mereka sepakat bahwasannya orang Mu‟min yang meninggal dunia dalam keadaan taat dan bertaubat, maka mereka berhak mendapatkan ‘iwadl dan tafaddhul (pahala dan karunia Tuhan). Sebaliknya, apabila seorang Mu‟min meninggal akan tetapi ia belum bertaubat dari dosa besarnya, maka ia akan mendapatkan siksa dan ditempatkan dineraka selama- 49 lamanya. Inilah yang disebut oleh kaum Mu‟tazillah sebagai janji dan ancaman. 4. Tempat di Antara Dua Tempat Tempat di antara dua tempat ini adalah tempat yang di khususkan untuk orang yang berbuat dosa besar dan belum melakukan taubat yang diterima oleh Tuhan sebelum ia mati. Orang semacam ini menurut kaum Mu‟tazilah akan ditempatkan oleh Tuhan di suatu tempat yang terletak antara tempat yang di sediakan untuk orang Muslim dan tempat yang disediakan untuk orang kafir. 5. Baik dan Buruk Menurut Pertimbangan Akal Akal manusia sanggup membedakan antara hal yang baik dan hal yang buruk, karena sifat-sifat yang baik dan sifat-sifat yang buruk itu dapat dikenal. Manusia berkewajiban memilih sifat-sifat yang baik dan menjauhi sifat-sifat yang buruk. Apabila manusia tidak mau berusaha untuk mengetahui sifat-sifat yang baik dan yang buruk maka akan mendapatkan siksa dari Tuhan. Sebaliknya, apabila ia mengetahui sifat-sifat yang baik dan yang buruk tetapi tidak menjalankannya maka ia akan berdosa. (Syalabi, 2003:307310) 50 B. Peran Islam Sunni dalam Bidang Kebudayaan di Yerusalem Ahlu’s-Sunnah wal-Jama>‘ah (Sunni) adalah golongan terbesar umat Islam yang menyandarkan amal ibadahnya kepada empat madzab yaitu: Hanafi, Maliki, Syafi‟i, dan Hambali. Ahlu’s-Sunnah wal-Jama>‘ah disebut juga kelompok-kelompok yang mengakui Khulafau’r-Ra>syidi>n yaitu: Abu Bakar, Umar, Usman, dan Ali sebagai khalifah yang syah setelah Nabi Muhammad wafat. Sebaliknya, golongan yang tidak mengakui Khulafau’r- Ra>syidi>n sebagai khalifah-khalifah yang sah setelah Nabi Muhammad wafat disebut a’r-ra>fidhah (sesat) atau Syiah. (M.Tijani, 2007:37) Ahlu’s-Sunnah wal-Jama>‘ah adalah presentase terbesar dari masyarakat Muslim yang disebut ummah. Nama Sunni diambil dari kata sunnah, yang artinya “jalan”, yang mengacu pada jalan yang selalu diserukan oleh Muhammad yang secara jelas kelihatan pada kata-kata dan perbuatannya. Bagi Islam Sunni Alquran adalah fundamental dan Sunah adalah penjelasan pertama yang terpercaya mengenai Kitab Suci. (Keene Michael, 2006:126) Imam Ahlu’s-Sunnah wal-Jama>‘ah terbagi menjadi dua yaitu: Imam dalam masalah Fiqih dan Imam dalam masalah Aqidah. Imam dalam masalah Fiqih, golongan Sunni mengikuti empat orang madzhab yaitu: Imam Abu Hanifah, Maliki, Syafi‟i, dan Hambali. Imam Abu Hanifah merupakan Imam yang paling tua dimana jarak usianya dengan Rasulullah terpaut 100 tahun. Sementara Imam Ahmad bin Hambal adalah Imam termuda dengan jarak usia terpaut 200 tahun dengan Nabi Muhammad. Adapun dalam masalah Aqidah, golongan Sunni mengikuti Imam Al-Asya‟ri yang lahir pada tahun 270 H. (M.Tijani, 2007:103) 51 Islam Sunni di Yerusalem banyak membangun bangunan bersejarah yang sampai sekarang masih berdiri kokoh di Yerusalem seperti pembangunan al- chara>m a’sy-syari>f yang di dalamnya terdapat Masjid Al-Aqsha (renovasi pertama), Kubah Batu (Dome of the Rock), dan Masjid Al-Qibli. Hal itu merupakan peran Islam Sunni di Yerusalem dalam bidang kebudayaan yang sampai sekarang bahkan masih terdapat di Yerusalem. Selain itu, dalam bidang ilmu pengetahuan mulai muncul ilmu-ilmu seperti ilmu perbintagan, filsafat, kedokteran dan lain sebagainya. Berikut ini adalah peran Islam Sunni di Yerusalem dalam bidang kebudayaan : a) Ilmu Pengetahuan (Agama Islam) Bidang ilmu pengetahuan yang ada pada Dinasti Umayyah telah mencapai kemajuan yang luar biasa. Perkembangan iIlmu pengetahuan saat itu sangat maju pesat, tidak hanya ilmu pengetahuan agama, tetapi juga ilmu kedokteran, ilmu pasti, filsafat, astronomi, geografi, sejarah, bahasa, dan sebagainya. Kota yang menjadi pusat ilmu pengetahuan antara lain Damaskus, Kufah, Makkah, Madinah, Mesir, Cordoba, Granada. Masjid-masjid menjadi tempat pengajaran selain madra>sah dan lembaga pendidikan yang ada. (Al-Azizi, 2014:163) Terdapat beberapa madra>sah yang dipergunakan oleh masyarakat Yerusalem untuk menimba ilmu agama pada saat itu. Bahkan pada era modern, madra>sah di kawasan Masjid Al-Aqsha masih berdiri dengan kokoh, salah satunya adalah madra>sah yang berada di dalam Masjid AlAqsha Al-Qadi>m. 52 Masa Khulafau’r-Rasyidi>n dan Dinasti Umayyah, kurikulum pendidikan ditentukan oleh para ulama dan khalifah. Sebelum nama madra>sah dikenal, lembaga pendidikan dan pengajaran pada awal perkembangan Islam masih dinamakan kutta>b (surau). Kutta>b adalah sebuah lembaga pendidikan yang dikhususkan sebagai tempat belajar membaca dan menulis. Biasanya kutta>b bertempat di samping masjid, rumah, istana, atau perpustakaan (da>ru’l-kutu>b). Sebagian besar guru-guru kutta>b adalah orang-orang non-muslim, terutama orang Kristen dan Yahudi dzimmi, oleh karena itu, kutta>b hanya diperuntukkan bagi kegiatan belajar membaca dan menulis, sedangkan untuk pelajaran Alquran dan dasar-dasar agama dilakukan di masjid oleh guru-guru khusus. Kutta>b yang berada di samping masjid biasanya difungsikan untuk belajar menulis dan membaca. Perkembangan selanjutnya, fungsi kutta>b menjadi semacam sarana pendidikan tingkat dasar. Sedangkan pendidikan tingkat lanjutan, berupa halaqah yang mengajarkan tentang berbagai ilmu pengetahuan, diberikan di masjid. Pendidikan di masjid biasanya untuk orang dewasa. Pendidikan tingkat lanjutan (halaqah) memunculkan ulama-ulama besar dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan agama Islam, dari sana pula muncul madzab-madzab dalam beragam disiplin ilmu, yang pada masa itu disebut madra>sah. Madrasah yang ada di Syam (Palestina) pada masa Dinasti Umayyah adalah Madra>sah Damsyik. Madra>sah itu dibangun oleh Khalifah Umar Bin Khatab dengan cara mengirimkan tiga orang Guru 53 ke Syam. Ketiga orang guru tersebut adalah Mu‟ad bin Jabal, Ubadah, dan Abu Darda‟, ketiganya mengajar di Syam di tempat yang berbedabeda. Mu‟ad bin Jabal mengajar di Palestina, Abu Darda‟ di Damsyik, dan Ubadah di Hims. Akhirnya madra>sah ini melahirkan imam-imam di Syam seperti Abdur-rahman al-Auza‟i yang ilmunya setingkat dengan Imam Malik dan Abu Hanifah. b) Pembangunan Masjid Al-Aqsha Masjid Al-Aqsha merupakan salah satu tempat kebanggaan umat Islam diseluruh dunia, karena Nabi Muhammad pernah singgah ke Masjid Al-Aqsha ketika peristiwa isra’ mi’raj untuk menerima perintah salat lima waktu. Oleh karena itu Masjid Al-Aqsha menjadi tempat suci ketiga oleh umat Islam selain Masjidil Haram di Makkah dan Masjid Nabawi di Madinah. Masjid Al-Aqsha juga pernah menjadi kiblat pertama bagi umat Islam, sebelum akhirnya datanglah perintah bahwasannya kiblat menghadap ke Ka‟bah di Makkah. (Abdul Wahid, 2013:144-145) Secara bahasa “masjid” artinya tempat sujud. Imam Az-Zajjaj mendefinisikan masjid dalam kitab lisa>nul-ara>b milik Ibnu Manzhur sebagai tempat yang di dalamnya dipergunakan untuk tempat beribadah. A‟l-Aqsha berarti jauh, dikatakan jauh karena posisinya yang jauh dari Masjidil-Haram di Makkah, jika diukur dengan perjalanan kaki selama satu bulan penuh. Jarak masjidil-Haram ke Masjid Nabawi tidak sejauh jarak Masjidil-Haram ke Masjid AlAqsha. Masjid Al-Aqsha adalah nama sebuah kawasan untuk 54 keseluruhan tempat yang dikelilingi pagar di dalam kota Al-Quds. Sekelilingnya terdapat pintu masuk, di dalamnya ada halaman yang luas, Masjid Al-Qibli, Kubah Ash-Sakhrah, Musala Marwani, ruwa>q (lorong), kubah, mastha>bah (teras batu), saluran air, dan yang lainnya. (Tim ASPAC FOR Palestine, 2014:4-5) Masjid Al-Qibli Gambar 2. Kawasan al-chara>m a’sy-syari>f (Masjid Al-Aqsha) Keterangan: 1. Gambar peta di atas merupakan kawasan al-chara>m a’sy-syari>f/Bukit Kuil/Holy of Holies yang secara keseluruhan berada di Kawasan Masjid Al-Aqsha. 55 2. Masjid Al-Aqsha terlihat berkubah kehijau-hijauan pada gambar di atas, sedang Dome of the Rock/Qubbattush-Shakhrah /Kubah Batu terlihat keemasan 3. Terdapat juga Masjid Al-Qibli yang berada di sebelah selatan Masjid Al-Aqsha, masjid ini merupakan bagian dari Masjid Al-Aqsha yang terdiri dari tanah dan bangunan saja (tidak terdapat kubah). 4. Masjid Al-Aqsha mempunyai 15 pintu, nama pintu-pintu tersebut antara lain: pintu al-Asba>t (al-Asbat Gate), pintu Hittah (Remission Gate), pintu Al-‘atam (King Faisal’s Gate), pintu Ghawa>nimmah (Gate of the Bani Ganim), pintu an-Na>zir (al-Nazir Gate), pintu al- Chadi>d (Iron Gate), pintu al-Qata>ni>n (Gate of The Cotton Merchants), pintu al-Mitha>rah (Ablution Gate), pintu as-Silsilah (Chain Gate), pintu al-Magha>ribah (Marocco Gate), pintu al-Jana>iz, dan pintu ar-Rahmah (Golden Gate) Jadi, kawasan Masjid Al-Aqsha di sebut sebagai al-chara>m a’sy- syari>f oleh umat Islam, di sebut Bukit Kuil oleh umat Yahudi, dan di sebut sebagai Holy of Holies oleh umat Nasrani merupakan kawasan yang di dalamnya terdapat bangunan kebangaan umat Islam yang dibangun pada masa Dinasti Umayyah dan sampai sekarang masih bertahan. Kawasan Masjid Al-Aqsha terdapat Masjid Al-Qibli, Musala Marwani, dan Kubah Batu yang melambangkan kejaan kejayaan Islam pada masa Dinasti Umayyah. Masjid Al-Aqsha berada di Dataran Tinggi Moria. Daerah selatan masjid yang mengarah ke kiblat lebih rendah dibanding daerah tengah 56 dan utara sehingga ketika kita melihat gambar Masjid Al-Aqsha, akan terlihat pagar tinggi seperti benteng di daerah barat daya, selatan, tenggara, dan timur masjid. Di bawah daerah yang rendah tersebut terdapat Masjid Al-Aqsha Al-Qadi>m dan Musala Al-Marwan, sedangkan kawasan paling tinggi di dataran tersebut adalah tempat Ash- Shakhrah’l-Musya>rrafah berada, yang merupakan kiblat pertama umat Muslim dan berada di tengah-tengah kawasan Masjid Al-Aqsha. (Tim ASPAC for Palestine, 2014:14) Posisi Masjid Al-Aqsha berada di sebelah tenggara kota Al-Quds (al-Baldatu’l-Qadi>mah/Kota Lama). Luas kota Al-Quds mencapai 8.710.000 meter persegi, sedangkan luas Masjid Al-Aqsha mencapai 144.000 meter persegi, Masjid Al-Aqsha menempati seperenam luas Kota Lama ini. Masjid Al-Aqsha diapit oleh dua lembah, yaitu Lembah Kidron di sebelah Timur dan Lembah Ar-Rababah di sebelah Barat. Penduduk yang tinggal di Al-Quds lebih dari 31.000 jiwa. Tempat tinggal penduduk Al-Quds dibagi menjadi empat kawasan, yaitu kawasan Muslim, kawasan Nasrani, Kawasan Yahudi, dan Kawasan Armenia. Akan tetapi orang-orang Yahudi ingin menguasai seluruh kawasan di Al-Quds, termasuk kawasan Masjid Al-Aqsha. (Tim ASPAC for Palestine, 2014:15) Masjid Al-Aqsha pada awalnya adalah rumah ibadah kecil yang didirikan oleh Umar bin Khatab, salah seorang dari sahabat Nabi. Rumah kecil ini kemudian diperbaiki dan dibangun kembali oleh Khalifah Umayyah Abdul Malik dan diselesaikan oleh putranya Al- 57 Walid pada tahun 705 M. Masjid Al-Aqsha pada masa Dinasti Umayyah masih sangat sederhana, hanya terdapat kubah Al-Aqsha dan kubah Silsilah, terdapat satu buah menara tetapi telah rusak akibat terjadi gempa pada tahun 750 M, terdapat air mancur dan tempat wudu yang bernama al-Ka>s yang terletak di antara masjid dan Kubah Batu, air mancur dan tempat wudu di Masjid Al-Aqsha pertama kali dibangun pada masa Dinasti Umayyah pada tahun 709M. (Zaidany, 2012:154180) Kawasan Masjid Al-Aqsha (al-chara>m a’sy-syari>f) mempunyai 15 pintu dan gambar pintu di Masjid Al-Aqsha terlampir. Adapun 15 pintu tersebut adalah: 1. Pintu al-Asbat (al-Asbat Gate) Pintu ini terletak di sebelah utara paling kiri Masjid Al-Aqsha, di pojok pintu bagian dalam terdapat tangga yang tersambung langsung dengan lorong utara, sedangkan pintu bagian luar masjid berbentuk persegi panjang melengkung yang runcing dengan lebar sekitar 2 m dan mempunyai tinggi 4 m. 2. Pintu Hittah (Remision Gate) Pintu Hittah terletak di antara pintu kuno masjid yang berada di sebelah utara lorong utara. Bentuk pintunya persegi panjang dan dikelilingi batu, ketika memasukinya terdapat undak-undak tangga dari batu. Undak-undak itu bagian dari lorong utara. Pintu masuk dari sisi luar berbentuk melengkung meruncing, di atasnya terdapat dekorasi berbentuk barisan batu kurung yang berjumlah sembilan. Di 58 atas lorong ini terdapat beberapa ruang yang dipakai untuk pendidikan. 3. Pintu al-‘Atam (King Faisal’s Gate) Pintu ini berada di antara pintu Hittah dan pintu Ghawa>nimmah di sebelah utara Masjid Al-Aqsha. Orang-orang Baitul-Maqdis menamainya al-Ata>m yang berarti gelap. Bagian dalam dari pintu ini tingginya mencapai 4 m, dan terdapat dua daun pintu. Jika memasukinya akan ada undak-undak tangga yang merupakan bagian dari lorong utara, di atas pintu ini terdapat bangunan Madra>sah a’l- Aminiyyah. 4. Pintu al-Ghawa>nimmah (Gate of Bani Ghanim) Pintu ini adalah pintu pertama yang menghadap ke ruwa>q gharbi> (lorong barat). Posisinya berada di sebelah timur laut dari Masjid Al-Aqsha. Pintu ini juga dikenal dengan sebutan pintu AlWalid, dinisbatkan kepada Al-Walid bin Abdul Malik. Untuk memasuki pintu ini, harus menaiki delapan anak tangga dan di atasnya terdapat rumah penduduk. 5. Pintu an-Na>zir (An-Nazir Gate) Nama lain dari pintu ini adalah al-Habs (penjara), pintu ini terletak di sebelah barat Masjid Al-Aqsha. Pintu masuknya berbentuk persegi panjang dengan panjang 4,5 m dan lebar 2 m. Terdapat undak-undak turunan ketika memasukiya yang merupakan bagian dari ruwa>q gharbi> (Lorong Barat). Pelataran lorong barat 59 lebih tinggi daripada pelataran pintu masuk, sekitar tiga anak tangga tingginya. 6. Pintu al-Chadi>d (Iron Gate) Posisi pintu ini terletak di sebelah barat Masjid Al-Aqsha. Pintu masuknya kecil berbentuk persegi panjang, perbandingan antara panjang dan lebarnya 5:3. Tampak pintu dari arah dalam masjid terdapat pelataran yang tertutup dengan kubah di atasnya. Pelataran ini adalah salah satu bagian dari ruwa>q gharbi> (lorong barat) Masjid Al-Aqsha, yang posisinya agak meninggi dari pelataran pintu. Adapun pintu dari arah luar masjid terlihat tinggi dengan bentuk persegi panjang. Akses menuju kearah pintu seperti melewati gang, dan di samping kiri kanan pintu terdapat tumpukan batu setinggi 60 cm. Posisi pintu agak tinggi sehingga untuk melewatinya menggunakan anak tangga yang berjumlah tiga. Anak tangga pertama berbentuk setengah lingkaran dan dua anak tangga selanjutnya berbentuk persegi panjang. 7. Pintu al-Qatha>ni>n (Gate of the Cotton Merchants) Pintu ini berada di sebelah barat dari Masjid Al-Aqsha , dari arah pelataran masjid jika ingin menuju pintu ini maka kita harus menuruni sembilan anak tangga, di depan pintu terdapat pelataran berpenutup dengan kubah yang lebih rendah dari pelataran Masjid Al-Aqsha. Lebar pelataran ini mencapai 7 m dan tingginya mencapai 13 m. Kubahnya terbuat dari batu dengan tiga warna, yaitu: merah, putih, dan kuning. Warna kuning adalah warna dalam kubah. Warna 60 putih dan merah berada dilingkaran kubah. Puncak Kubah Batu berwarna hitam. Kubah ini berada di atas lima baris susun stalaktit. Bentuk pintu persegi panjang, tingginya 4m dan tingginya 2,5m. Mempunyai dua daun pintu dari kayu, salah satunya menjadi tempat keluar masuk orang ke dalam masjid. Di atas pintu terdapat tiga batu ambang. 8. Pintu al-Mitha>rah (Ablution Gate) Pintu al-Mitha>rah berada di sebelah barat Masjid Al-Aqsha, yang mengarah langsung ke tempat wudu. Oleh karena itu, pintu ini dinamakan pintu al-Mitha>rah yang artinya pembersih. Pintu ini terlihat seperti susunan batu yang melengkung dari arah luar, tidak terlihat ornamen bangunannya. Pintu ini berbentuk persegi panjang dengan tinggi 3,5 m dan lebar 2 m, terdiri dari dua daun pintu yang terbuat dari kayu. Pintu ini lebih rendah letaknya jika dibangingkan dengan pelataran Masjid Al-Aqsha, oleh karena itu jika ingin menuju pintu ini kita harus menuruni lima anak tangga dari dalam Masjid Al-Aqsha. 9. Pintu as-Silsilah (Chain Gate) Pintu as-Silsilah berada di sebelah barat Masjid Al-Aqsha, yang beririsan dengan ruwa>q (lorong) gharbi>. Sebagian orang mengatakan pintu ini ada dua, pintu pertama dinamakan as-Silsilah (rantai) karena diyakini dulunya terdapat rantai yang tergantung di pintu, sedangkan pintu kedua dinamakan pintu as-Sakinah. Pintu kedua ini selalu ditutup, hanya akan dibuka dalam kondisi darurat. 61 Pintu yang selalu dibuka adalah pintu as-Silsilah. Pintu as-Silsilah mempunyai tiang di masing-masing sisinya. Adapun pintu asSakinah mempunyai tiang di sisi selatan dengan dua bagian. Bagian paling bawah terdapat tiga tiang. 10. Pintu al-Magha>ribah (Marocco Gate) Pintu ini juga dikenal dengan sebutan pintu a’n-Nabi atau pintu al-Buraq, karena diyakini melalui pintu inilah Rasulullah SAW masuk ke dalam Masjid Al-Aqsha ketika malam isra’. Pintu ini dinamakan al-Magha>ribah karena pintu ini mempunyai akses langsung ke perkampungan orang-orang Marocco (Marocco Distric). Jika dilihat dari luar masjid, pintu ini berbentuk melengkung pada bagian atasnya, dari arah dalam masjid, pintu ini berbentuk persegi panjang dengan perbandingan panjang dan lebar 2:3. 11. Pintu al-Jana>iz Pintu ini berada di sebelah timur Masjid Al-Aqsha. Pagar masjid sebelah timur juga merupakan pagar (benteng) Kota Al-Quds, di pagar ini hanya ada dua pintu yaitu pintu al-Jana>iz dan pintu a’rRachmah. Pintu al-Jana>iz khusus digunakan untuk membawa jenazah dari masjid ke makam Rahmah, di samping masjid. 12. Pintu ar-Rachmah dan at-Taubah (az-Zahabi/Golden Gate) Pintu ar-Rachmah adalah pintu kedua di sebelah timur Masjid Al-Aqsha. Terdiri dari dua pintu masuk, yang dinamakan dengan arRachmah dan at-Taubah. Pintu ar-Rahmah berada di sebelah selatan dan pintu at-Taubah berada di sebelah utara Masjid Al-Aqsha. Pintu 62 ini mempunyai ketinggian mencapai 11,5 m. Terlihat jelas dari dalam kawasan Masjid Al-Aqsha ada dua pintu besar melengkung di mana fondasi dasar pintu berada di bawah dengan menuruni 28 anak tangga. (Tim ASPEC for Palestine, 2014: 112-125) 13. Pintu ats-Tsula>si Pintu a’ts-Tsula>si berada di selatan masjid, dan menjadi pintu masuk ke Musala Al-Marwan. Pintu ini ditutup atas perintah Sultan Shalahuddin untuk menjaga masjid dan Al-Quds dari serangan Zionis. Tahun 1990-an, penjajah zionis membangunkan tangga untuk mencapai pintu ini, untuk menguasai Musala Marwani, akan tetapi dicegah oleh Yayasan Al-Aqsha dengan cara segera merenovasi musala dan menjadikannya sebagai tempat shalat. 14. Pintu al-Muzdawij Al-Muzdawij berarti dua, pintu ini dinamakan demikian karena pintu tersebut berjumlah dua. Posisi pintu al-Muzdawij berada di selatan Masjid Al-Aqsha. Pintu ini dibangun sebagai jalan untuk Amir dan Sultan salat di Masjid Al-Aqsha sebagai imam shalat, karena pintu ini berhimpitan langsung dengan istana Dinasti Umayyah yang berada di selatan Masjid Al-Aqsha. Pintu ini sudah ditutup atas perintah Shalahuddin untuk menjaga masjid dan AlQuds dari serangan luar, karena pagar Masjid Al-Aqsha di sebelah selatan juga menjadi pagar kota Al-Quds. 15. Pintu al-Munfarid 63 c) Pembangunan Masjid Qubbatu’sh-Shakhrah Qubbatush-Shachrah/Dome of the Rock (Kubah Batu) dan Masjid Al-Aqsha berada di atas Temple Mount. Dalam Bahasa Arab, Dome of the Rock disebut dengan Qubbattu’sh-Shakhrah, atau Kipat Hasela dalam bahasa Ibrani, dan disebut Kubbetus Sahra dalam Bahasa Turki. Tempat berdirinya Dome of the Rock juga disebut dengan Tempat Maha Kudus atau al-chara>m al-qudsi a’sy-Syari>f/ al- chara>m a’sy-syari>f yang oleh umat Kristen dan Yahudi disebut Har ha-Bayit atau Temple Mount. Dome of the Rock merupakan salah satu landmark Yerusalem yang sangat terkenal. Kubah Dome of the Rock berwarna kuning keemasan karena memang dilapisi emas. (Trias Kuncahyono, 2014:210-211) Masjid Qubbattu’sh-Shakhrah adalah salah satu situs bangunan Islam terkenal di dunia. Dibangun oleh Khalifah Abdul Malik bin Marwan (65-86 H/ 685-705 M). Pekerjaannya dimulai pada tahun 66 H/685M selesai pada tahun 72H/691M. Pembangunan masjid ini dikepalai oleh dua orang arsitek pada masa tersebut. Roja‟ bin Hiwah al-Kanadi yang berasal dari kota Bisan Palestina dan Yazid bin Salam, anak asuh Abdul Malik bin Marwan, seorang arsitek bangunan dari tanah Al-Quds. Bangunan persegi delapan ini salah satu bangunan yang paling bagus, berada di jantung Masjid Al-Aqsha. Tengah bangunan ini terdapat a’sh-Shakhrah al-Musyarrafah (batu yang dimuliakan). Posisi a’sh-Shakhrah berada di ketinggian 1,5 meter dari tanah dan bentuknya tidak beraturan. Diameternya antara 13-18 meter. 64 Bentuk segi delapan secara umum terdiri dari dua baris tiang (sisi luar dan dalam). Setiap barisnya terdiri dari kumpulan tiang besar persegi panjang dan tiang-tiang kecil terbuat dari marmer berbentuk tabung silinder. Jumlah tiang besar pada sisi baris luar ada 8 tiang, antara tiang besar tersebut terdapat dua tiang kecil. Jadi jumlah yang kecil pada baris sisi luar ada 16 tiang. (Tim ASPAC for Palestine, 2014:140) Leslie Hoope OFM dalam buku Trias, seorang profesor arkeologi dan tafsir Kitab Injil serta profesor Kitab Suci Perjanjian Lama dari CTU, Chicago menulis bahwasannya simbol Yerusalem yang sangat dikenal oleh masyarakat dunia bukanlah tempat suci Yahudi ataupun Kristen, melainkan tempat suci umat Islam yaitu Dome of the Rock. Kubah emas yang menjulang tinggi dari Temple Mount hanya dapat kita saksikan di Yerusalem. Dome of the Rock dapat dikatakan sebagai jawaban Yerusalem terhadap Paris yang memiliki menara Eiffel, terhadap Roma yang memiliki lapangan St. Petrus, dan terhadap New York yang memiliki Empire State Building. Dome of the Rock adalah Yerusalem. (Trias Kuncahyono, 2014:211) Abdul Malik mempersiapkan pembangunan Dome of the Rock pada akhir abad 7. Sejarawan al-Muqaddasi menulis bahwa Abdul Malik membangun Shakrah tersebut untuk melebihi kemegahan gereja-gereja monumental Islam. Bangunan berkubah emas itu sering disebut dengan masjid Umar oleh orang-orang Eropa selama berabadabad. Padahal, bangunan ini tidak dibangun oleh Khalifah Umar bin 65 Khatab yang menaklukan Yerusalem. Menurut cerita, ketika Khalifah Umar dengan pasukannya memasuki Yerusalem, ia melihat tempat Dome of the Rock yang sekarang ini berdiri tidak terurus sama sekali. Kemudian ia membersihkan dan mendirikan masjid kayu dibantu oleh Kaab al-Ahbar serta umat Muslim lainnya. Banyak yang percaya bahwa dahulu di tempat itu berdiri Kenizah Allah (Bait Allah) yang dibangun oleh Solomon atau Suleiman, dan dihancurkan oleh Nebukadnezar pada tahun 586 SM. (Hoppe dalam M.Muhibbuddin, 2014:158) Orang-orang Yahudi percaya bahwa tempat itu merupakan tempat berdirinya Kenizah kedua yang dihancurkan oleh penguasa Romawi yakni Kaisar Titus pada tahun 70 M. Akan tetapi ada dua teori yang berkaitan dengan dimana dahulu Kenizah Allah itu dibangun. Teori pertama menyatakan Kenizah Allah terletak di sebelah Dome of the Rock atau disebut juga Masjid Qubbattu’sh- Shakhrah yang berdiri megah di tengah Temple Mount (al-chara>m a’sy-syari>f) di Gunung Moriah Dome of the Rock yang dibangun pada tahun 687 hingga 692 atas perintah Khalifah Abdul Malik ini dikebal sebagai landmark-nya Yerusalem. Teori kedua menyatakan Kenizah Allah dibangun di sebelah selatan Dome of the Rock. Sementara Ernest L.Martin dalam buku Trias menulis, baik Kenizah pertama maupun kedua terletak di sebelah selatan Dome of the Rock sekarang ini. Menurut teori ini, tempat Kenizah ada di lokasi kota Daud kuno yang terletak di sebelah selatan Kota Lama sekarang ini. Akan tetapi 66 pendapat Ernest ditentang oleh orang Yahudi yang berkeyakinan bahwa kedua Kenizah itu berada di tempat dimana sekarang berdiri Dome of the Rock. (Trias Kuncahyono,2014:211-212) Bangunan Dome of the Rock merupakan jantung kota Yerusalem. Awal mulanya, Khalifah Umar mendirikan masjid dari kayu, lima tahun kemudian setelah Khalifah Umar masuk Yerusalem, Khalifah Adul Malik Ibn Marwan dari Dinasti Umayyah memerintahkan untuk mendirikan Dome of the Rock . Pembangunan dimulai pada tahun 687M (688M) dan berakhir pada tahun 691M (692M). Bangunan itu merupakan monumen Islam tertua dan menandai kehadiran Dinasti Umayyah, baik secara politik maupun religius di Yerusalem. Di tempat itu pula, diyakini Abraham (Ibrahim) mengorbankan putranya. Selain itu, tempat tersebut sangat penting bagi umat Islam berkaitan dengan perjalanan malam Nabi Muhammad SAW dari Makkah ke Yerusalem (isra>’ mi’ra>j). Dome of the Rock di tempat Umar pertama kali salat di Yerusalem. Lalu disusul dengan pembangunan masjid-masjid lain dan institusi-institusi publik di penjuru kota suci ini. Komplek Dome of the Rock itu sendiri berada dalam tembok Kota Lama Yerusalem (Yerusalem Timur). Di dalam Qubbattu’sh-Shakhrah terdapat batu a‟sh-Shakhrah yang menjadi tempat paling suci bagi umat Yahudi. (Trias Kuncahyono, 2014:214) 67 Qubbattu’sh-Shakhrah Gambar 3. Qubbattu’sh-Shachrah di kawasan Masjid Al-Aqsha d) Pembangunan Masjid Al-Qibli Masjid Al-Qibli disebut juga al-Jami>u’l-Qibli. Orang mengenalnya dengan sebutan Masjid Al-Aqsha padahal sebutan itu tidak tepat karena ia merupakan salah satu bagian dari Masjid Al-Aqsha yang terdiri dari tanah dan bangunan. Berada di sebelah selatan Masjid Al-Aqsha (arah kiblat), karena posisinya arah kiblat maka dinamakan Al-Qibli. Masjid Al-Qibli didirikan oleh khalifah Abdul Malik bin Marwan dari Bani Umayyah dan disempurnakan pada masa anaknya, al-Walid bin Abdul Malik pada tahun 86-96 H/705-714M. Ketika dibangun pertama kali, masjid ini mempunyai 15 lorong (ruwa>q), kemudian diperbaharui setelah terjadi gempa pada masa Dinasti Fathimiyah oleh az-Zahir li I‟zazi menjadi 7 ruwa>q seperti sekarang ini. (Tim ASPAC for Palestine, 2014:138) Sejarah awalnya ketika khalifah Umar bin Khatab datang ke AlQuds untuk membebaskan Baitul Maqdis tahun 15 H/636M beliau bertanya kepada Ka‟bu al-Ahbar tentang tempat yang baik untuk 68 mendirikan tempat salat, Ka‟bu al-Ahbar menjawab: menghadap ke Ash-Shachrah sehingga dapat menghimpun kiblat Nabi Musa AS dan Nabi Muhammad SAW. Namun Umar menolak usul ini dan lebih memilih tempat yang sekarang dibangun Masjid Al-Qibli. Kemudian Umar membangun masjid yang dikenal dengan Jami‟ Umar (masjid Umar). Bahan bangunan masjid terdiri dari kayu dan batang pohon sebagaimana Masjid Nabawi dahulu. Ketika itu dapat menampung 1000 jemaah. Kemudian diperbaharui dan diperluas oleh Khalifah Muawiyah bin Sufyan sehingga dapat menampung 3000 jemaah. (Tim ASPAC for Palestine, 2014:139) Ahli sejarah menyebutkan bahwa di sana terdapat masjid kecil yang menempel dengan Masjid Al-Qibli, masjid ini dinamakan Masjid Umar. Masjid Umar berada disisi dinding selatan Masjid Al-Aqsha memanjang ke arah timur dan bertemu dengan dinding timur Masjid Al-Qibli. Artinya, posisi Masjid Umar saat ini masuk ke dalam Masjid Al-Qibli. Masjid Umar adalah tempat dimana Umar bin Khatab melaksanakan salat ketika berkunjung ke Al-Quds, dalam rangka serah terima kunci kota. Saat berkunjung kebeberapa lokasi di sana, yang salah satunya adalah Gereja Makam Kristus (Holy Sepulchre) uskup Sophronius mempersilahkan Umar untuk salat di dalamnya ketika akan salat dhuhur. Pintu masuk menuju Masjid Umar ada dua, pertama dari dalam Masjid Al-Qibli dan kedua dari halaman Musala Al-Marwan. Sejak tahun 2000 M hanya digunakan salah satu pintu saja, yaitu pintu yang berada di dalam Masjid Al-Qibli. (Noviyanti, 2014:236) 69 Masjid Al-Qibli sering direnovasi pada beberapa masa pemerintahan Islam, di antaranya pada masa Mamluk, masa Ustmani, dan ketika awal penjajahan Inggris atas tanah Palestina.Masjid Al-Qibli memiliki satu kubah besar yang terbuat dari kayu di sisi dalmnya dan di lapisi timah di sisi luarnya, dengan tinggi 17 meter. Panjang masjid ini mencapai 80 meter dan lebarnya 55 luasnya mencapai 4000 m persegi. Bagian dalamnya terdapat 11 pintu masuk dan pada saat ini dapat menampung 5500 jemaah. (Tim ASPAC for Palestine, 2014:139-140) e) Pembangunan Musala Al-Marwan Musala Al-Marwan berada di sebelah tenggara Masjid Al-Aqsha. Musala ini dibangun pada masa Dinasti Umayyah, tepatnya pada Khalifah Abdul Malik bin Marwan. Masa Umayyah dulu bangunan ini dikenal dengan nama Taswiyyah Syarqiyyah (pemerataan tanah bagian timur). Bangunan besar ini mempunyai luas lebih dari 4000 m persegi. Musala ini baru dikenal dengan nama Musala Al-Marwan pada tahun 1996 ketika musala ini dibangun kembali untuk tempat salat agar terhindar dari rencana zionis yang ingin mengambil sebagian tanah Masjid Al-Aqsha. (Tim ASPAC for Palestine, 2014:142) Banyak bantuan dari berbagai negara seperti Mesir yang memberikan karpet dan negara Bulan Sabit Merah Uni Emirat Arab membantu penerangan halaman Musala Al-Marwan. Ribuan pekerja turut membantu proses pembangunan musala ini, dan tidak sampai dua bulan musala ini sudah bisa dipergunakan kembali untuk salat serta dapat menampung lebih dari sepuluh ribu jemaah. Karena pintu lama 70 tidak dapat menampung keluar masuk jemaah, pada tahun 2000 M dibuka dua pintu masuk tambahan ke Musala Al-Marwan dari tujuh pintu yang ada dan masih tertutup. Pintu masuk ini terletak di tenggara Masjid Al-Aqsha. (Tim ASPAC for Palestine, 2014:142) f) Pembangunan Masjid Al-Aqsha Al-Qadi>m Masjid Al-Aqsha Al-Qadi>m disebut juga Masjid Al-Qadim. Masjid ini merupakan bangunan kuno yang terletak di sebelah selatan Masjid Al-Aqsha dan di bawah Masjid Al-Qibli. Masjid ini dibangun pada masa Dinasti Umayyah, terdiri dari 2 ruwa>q (lorong). Lorong ini mengarah ke pintu al-Muzdawij, pintu selatan Masjid Al-Aqsha yang sudah ditutup, dari pintu al-Muzdawij ini bisa langsung ke Istana Umayyah di selatan masjid. Tujuan dibangunnya Masjid Al-Qadim adalah untuk meratakan sisi selatan halaman Al-Aqsha agar sama rata dengan sisi utara. Selama berabad-abad Masjid Al-Qadim tidak terurus dan banyak debu karena ditutup oleh Yayasan Al-Aqsha untuk Pembangunan Kota Suci, hingga dibuka kembali pada tahun 1999 M. Masjid ini dapat menampung seribu jamaah salat di dalamnya. (Tim ASPAC for Palestine, 2014:143) 71 C. ANALISIS Peneliti akan menganalisis penelitiannya dengan judul “Peran Islam Ahlu’s-Sunnah wal-Jama>‘ah (Sunni) dalam Bidang Kebudayaan di Yerusalem pada Masa Dinasti Umayyah (660-750 M)” menggunakan teori perubahan sosial menurut Ibrahim Anis. Perubahan sosial menurut Ibrahim Anis berasal dari faktor internal dan faktor eksternal. Perubahan sosial yang berasal dari faktor internal berupa manifes (disengaja) kolektif adanya penemuan baru (inovasi) dalam bidang ilmu pengetahuan. Penemuan baru dalam bidang ilmu pengetahuan yang berkembang dengan pesat yaitu ilmu pengetahuan mengenai agama Islam, seperti ilmu fiqh dan hadist. Sedangkan faktor eksternal yang menyebabkan terjadinya perubahan sosial yaitu adanya kebudayaan asing yang masuk, dalam hal ini adalah kebudayaan bangsa Byzantium yang masuk ke Yerusalem. Kebudayaan Byzantium yang masuk ke Yerusalem dalam bidang seni arsitektur kubah masjid. Kubah dan bangunan masjid di Yerusalem pada awalnya bercirikan arsitektur awal Islam, kemudian menjadi bercirikan arsitektur Byzantium klasik karena adanya pengaruh dari kebudayaan bangsa Byzantium yang masuk ke Yerusalem. Jadi bisa peneliti simpulkan bahwa adanya penemuan baru di Yerusalem itu dikarenakan adanya kebudayaan asing yang masuk di Yerusalem. Keduanya saling berkaitan satu sama lain. Islam Ahlu’s-Sunnah wal-Jama>‘ah (Sunni) merupakan Islam mayoritas yang ada di Yerusalem pada masa Dinasti Umayyah. Sebagai sekte mayoritas pada saat itu, Islam Sunni berperan banyak dalam hal kebudayaan yang mengakibatkan perubahan sosial masyarakat Yerusalem pada masa Dinasti 72 Umayyah. Peran Islam Sunni dalam bidang kebudayaan terlihat dari pembangunan Masjid Al-Aqsha dan perluasan di wilayah Masjid Al-Aqsha sehingga wilayah Masjid Al-Aqsha tersebut menjadi salah satu tempat yang disucikan oleh umat Islam hingga akhirnya kawasan tersebut di sebut kawasan al-chara>m a’sy-syari>f (merupakan kawasan suci yang dimuliakan oleh umat Islam) Islam Ahlu’s-Sunnah wal-Jama>‘ah (Sunni) merupakan Islam yang mendukung masa pemerintahan Dinasti Umayyah. Adapun sekte-sekte Islam yang muncul seperti Syi‟ah, Khawarij, dan Mu‟tazillah merupakan sekte Islam yang memberontak terhadap masa pemerintahan Dinasti Umayyah. Sektesekte tersebut bertujuan ingin meruntuhkan kekuasaan Islam pada masa Dinasti Umayyah, dan mendirikan negara Islam sesuai dengan prinsip mereka. Pemberontakan-pemberontakan dari sekte-sekte Islam tersebut menjadikan masyarakat Islam Sunni pada masa Dinasti Umayyah semakin membela pemerintahan masa Dinasti Umayyah. Sikap pembelaan mereka salah satunya menumpas orang-orang yang ingin meruntuhkan Islam pada masa itu. Salah satu faktor yang menyebabkan keruntuhan Dinasti Umayyah adalah karena adanya perpecahan dan peperangan intern antara umat Islam itu sendiri, bukan karena adanya peperangan melawan negara asing. Seperti yang peneliti bahas di awal bahwasannya Islam pada masa Dinasti Umayyah berhasil mencapai kejayaan, perluasan wilayah, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi dibandingkan dengan masyarakat Eropa. Bahkan kekuasaan Islam pada masa Dinasti Umayyah mencapai Eropa yakni Andalusia. Sebagai wujud simbol kejayaan tersebut, masyarakat Islam Sunni membangun Masjid 73 Qubbatu’sh-Shakhrah (Kubah Batu), dan masjid-masjid lainnya di kawasan Masjid Al-Aqsha dengan tujuan untuk menyebarkan agama Islam (da’wah) yang ada di Yerusalem. Masuknya kebudayaan asing yaitu kebudayaan Byzantium ke daerah kekuasaan Dinasti Umayyah membawa perubahan dalam bidang kesenian di Yerusalem. Sebelum terpengaruh dengan Byzantium, seni di Yerusalem masih bercorak Islam awal. Berikut faktor intern dan ekstern yang menjadikan perubahan sosial pada masyarakat Yerusalem: a) Seni Arsitektur Byzantium (Seni pada Kubah Masjid) Pembangunan masjid yang ada di Yerusalem pada masa Dinasti Umayyah bercorak Byzantium Klasik dengan tujuan untuk menandingi kemegahan gereja-gereja yang ada di Yerusalem. Ciri dari bangunan yang bercorak Bizantium Klasik terlihat dari bentuk kubahnya karena kubah dianggap sebagai simbol kekuasaan Tuhan. Ciri dari kubah dengan gaya arsitektur Byzantium adalah adanya bentuk persegi yang bagian atasnya berupa kubah, bangunan dengan corak Byzantium tidak menunjukkan kesesuaian dengan fungsinya, dengan kata lain bangunan bercorak Byzantium tidak menunjukkan identitas keagamaan. Masjid yang dibangun pada masa Dinasti Umayyah dengan corak Byzantium Klasik antara lain adalah Masjid Qubbatu‟sh-Shakhrah dan Musala Al-Marwan, adapun Masjid Al-Aqsha masih bercorak arsitektur Islam awal. Adanya arsitektur masjid yang bercorak Byzantium klasik menandakan bahwa adanya penemuan baru (inovasi) dalam hal pembangunan masjid pada masa Dinasti Umayyah. Salah satu faktor 74 terjadinya perubahan sosial menurut Ibrahim Anis adalah adanya penemuan baru (inovasi), berhubung penelitian ini membahas mengenai kebudayaan maka penemuan baru tersebut dihubungkan dengan adanya penemuan baru dalam bidang kebudayaan yaitu dalam hal pembangunan masjid. Bidang polygon pada Masjid Qubbatu‟sh-Shakhrah Gambar 4 . Kubah Masjid Qubbatu‟sh-Shakhrah Kubah Masjid tersebut bercorak seni Byzantium klasik, ditandai dengan ciri adanya kubah yang menutup bidang polygon. Bangunan Masjid Qubbatu‟sh-Shakhrah ini, dari awal dibangun sampai sekarang masih sama seperti aslinya. Abdul Malik membangun Qubbatu‟shShakhrah terinspirasi dari bangunan Gereja Makam Suci Yesus atau Church of Holy Sepulchre, yaitu gereja tersuci umat Kristen yang dibangun tepat di atas lokasi disalibkannya dan dimakamkannya Yesus Kristus. 75 Fungsi dibangunnya Qubbatu‟sh-Shakhrah antara lain adalah: (a) Mengklaim bahwa Nabi Ibrahim (Abraham) merupakan bapak umat Islam, karena pada masa itu orang-orang Yahudi meyakini bahwa Kubah Batu merupakan tempat Abraham yang hendak mengorbankan putranya serta sebagai pusat dunia. (b)Sebagai simbol kekalahan kekaisaran Byzantium dan Sasania. Hal ini terlihat jelas dari desain dan isi mosaik-mosaik yang masih ada. (c) Memberitahukan orang-orang Yahudi dan Kristen bahwa Islam telah melampaui wahyu mereka, yang bisa dilihat dari ayat-ayat Alquran yang ditorehkan di kepingan batu. Selain itu, Seni kubah dengan corak Byzantium terlihat sangat indah. Berbentuk bunga-bunga dan identik dengan warna keemasan yang lebih memberikan kesan mewah daripada kesan keagamaan. Gambar 5. Seni interior kubah pada Masjid Qubbatu‟sh-Shakhrah 76 Gambar 6. Seni interior kubah Masjid Al-Qibli Gambar 7. Seni Byzantium pada bagian tengah kubah Masjid Al-Qibli Seni Byzantium klasik ini berbeda dengan corak seni Islam awal, seni Islam awal masih sangat sederhana tidak terdapat ornamen-ornamen. Bangunan yang masih bercorak seni Islam awal di Yerusalem seperti Musala 77 Al-Marwan dan Masjid Al-Aqsha Al-Qadi>m. Masjid dengan corak Islam awal tidak terlalu banyak ukiran jika dibangingkan dengan masjid dengan corak Byzantium. Kubah, lantai, tembok, dan dinding masjid dengan corak seni Islam awal tidak terdapat banyak gambarnya. Contohnya adalah beberapa masjid di Yerusalem ini: Gambar 8. Tembok Musala Al-Marwan Gambar 9. Kubah Masjid Al-Aqsha Al-Qadi>m 78 Gambar 10. Dinding Masjid Al-Aqsha Al-Qadi>m Gambar 11. Ruwa>q di Masjid Al-Aqsha Al-Qadi>m Sebelum masuknya kebudayaan Byzantium dalam hal arsitektur bangunan, masyarakat Islam di Yerusalem pada masa Dinasti Umayyah menggunakan arsitektur bergaya Islam awal yang berciri bangunan masih sangat sederhana dan belum terlalu banyak terdapat ukir-ukiran indah seperti arsitektur khas Byzantium. 79 Tujuan dari dibangunnya masjid di Yerusalem dengan arsitektur Byzantium untuk menandingi kemegahan gereja-gereja di Yerusalem, karena Islam ingin menunjukkan eksistensinya pada masa Dinasti Umayyah. b) Penemuan Baru (Ilmu Agama Islam) Ilmu pengetahuan yang berkembang sangat maju di Yerusalem dan pada masa Dinasti Umayyah adalah ilmu dalam bidang ilmu keagamaan. Masyarakat di Yerusalem belajar ilmu agama bersama dengan guru-guru khusus (ulama) di dalam masjid. Sedangkan kutta>b hanya dipergunakan untuk belajar membaca dan menulis saja. Setelah belajar dari kutta>b, masyarakat di Yerusalem meneruskan pendidikannya ketingkat halaqah (pendidikan tingkat lanjutan). Pendidikan setelah halaqah disebut dengan madra>sah. Salah satu madra>sah yang berada di wilayah Syam pada masa Dinasti Umayyah adalah madra>sah Damsyik. Madra>sah Damsyik terletak di Damaskus, merupakan ibukota pada masa Dinasti Umayyah, dan merupakan salah satu wilayah kekuasaan Dinasti Umayyah yang meliputi Suriah, Yordania dan Palestina. Jadi, Yerusalem masuk ke dalam wilayah Syam. Kemungkinan besar orangorang di Yerusalem melanjutkan belajar setelah halaqah di madra>sah Damsyik. Adapun pembagian wilayah kekuasaan pada masa Dinasti Umayyah akan peneliti lampirkan. Madra>sah Damsyik memunculkan ulama-ulama besar dalam berbagai bidang ilmu agama Islam. Salah satu ulama yang dilahirkan dari madra>sah Damsyik adalah Abdu’r-rahman al-Auza>’i. Abdu’r-rahman al-Auza>’i 80 beliau hidup pada kisaran tahun 707-774 M, beliau adalah ulama dari Syam yang kemudian berpindah ke Beirut sampai beliau wafat dan mendapat julukan Syaichu’l-Islam. Beliau lahir pada tahun 88 H, dikenal sebagai orang yang baik dan banyak ilmu dalam bidang fiqih dan hadist. Adapun biografi beliau akan peneliti lampirkan.