BAB II ISLAM DI YERUSALEM PADA MASA DINASTI UMAYYAH

advertisement
BAB II
ISLAM DI YERUSALEM PADA MASA DINASTI UMAYYAH
(660-750 M)
A. Sejarah Masuknya Islam di Yerusalem
Nama Dinasti Umayyah berasal dari nama Umayyah ibnu Abdi Syams
ibnu Abdi Manaf, dia adalah salah satu dari pemimpin-pemimpin kabilah
Quraisy di zaman Jahiliyah. Bani Umayyah merupakan kumpulan orangorang yang terlambat memeluk agama Islam, hal itu dikarenakan orangorang Bani Umayyah dengan tegas menentang Rasulullah dan usaha-usaha
beliau untuk mengembangkan agama Islam, sebaliknya dengan Bani Hasyim
yang mendukung dan melindungi Rasulullah ketika berdakwah. Tetapi pada
akhirnya orang-orang Bani Umayyah memeluk agama Islam karena mulai
percaya pada kenabian dan kerasulan Nabi Muhammad. Setelah memasuki
agama
Islam,
mereka
berubah menjadi
orang-orang
yang bersifat
kepahlawanan, dan membela Islam dengan sungguh-sungguh. (Syalabi,
2003:22-23). Khalifah-khalifah Bani Umayyah di antaranya adalah:
1. Muawiyah Ibn Abu Sufyan
41-60 H/661-680 M
2. Yazid I Ibn Muawiyah
60-64 H/680-683 M
3. Muawiyah II
64 H/683 M
4. Marwan I ibn al-Hakam
64-65 H/684-685 M
5. Abdul Malik
65-86 H/685-705 M
6. Al-Walid ibn Abdul Malik
86-96 H /705-715 M
7. Sulaiman
96-99 H/715-717 M
8. Umar ibn Abdul Azis
99-101 H/717-720 M
17
18
9. Jazid II
101-105 H/720-725 M
10. Hisyam
105-125 H/724-743 M
11. Al-Walid II
125-126 H/743-744 M
12. Yazid III
126 H/744 M
13. Ibrahim
126 H/744 M
14. Marwan II al-Himar
127-132 H/744-750 M
Urutan di atas memperlihatkan bahwasannya khalifah-khalifah pada
masa Dinasti Umayyah berjumlah 14 orang dan mereka memerintah selama
91 tahun. Empat orang khalifah yaitu Muawiyah, Abdul Malik, Al-Walid dan
Hisyam memerintah selama 70 tahun. Adapun sepuluh Khalifah lainnya
memerintah selama 21 tahun.
Sejak berdirinya pemerintahan Bani Umayyah pada tahun 661 M, di
mulai pula tradisi baru dalam sistem pemerintahan Islam. Sistem pemilihan
secara demokratis yang di kembangkan selama masa kekhalifahan a’r-
ra>syidu>n tidak dikenal lagi dalam proses pemilihan khalifah. Proses
pergantian khalifah untuk seterusnya dilakukan mengikuti sistem turuntemurun. Di dalam literature Islam, sistem itu di kenal sebagai Daulah
Islamiyyah, yang berarti kekuasaan Islam yang berciri kedinastian atau a’sh-
sho>biyyah. (K.Ali, 2003:102)
Kota suci Yerusalem terbagi atas Kota Lama dan Kota Baru. Kota ini
memiliki berbagai situs atau bangunan yang pernah menjadi saksi perjalanan
sejarah dan kesucian Yerusalem. Kota Lama dikelilingi tembok yang
panjangnya 4 kilometer, tingginya 12 meter, serta memiliki delapan pintu
gerbang yang dibangun pada abad ke-2 M. Karena pernah dirobohkan, pada
19
abad ke-16 M tembok ini dibangun kembali. Kota Lama merupakan bagian
kecil dari Yerusalem Timur, Tepi Barat. Tembok Kota Lama sekarang tidak
termasuk wilayah yang konon ditaklukan oleh Raja Daud. Area yang
ditaklukan Raja Daud disebut Kota Daud. Lokasinya berada di sebelah
tenggara Kota Lama sekarang, di luar pintu gerbang Dung (Dung Gate) .
koran USA Today dalam buku Antonio menyebut bahwa Kota Lama
Yerusalem sebagai salah satu keajaiban dunia. (Antonio Muhammad,
2012:200)
Catatan perjalanan jurnalistik Trias Kuncahyono (2008) menyebutkan
bahwa sebenarnya pintu gerbang Kota Lama ada sebelas. Demi keamanan
penduduk kota pada malam hari, hingga tahun 1800-an pintu gebang ditutup
dan dikunci. Sedangkan kebaradaan delapan pintu gerbang di tembok yang
mengelilingi Kota Lama sekarang meliputi Jaffa Gate, Damascus Gate, New
Gate, Herodes Gate, Lion Gate, Golden Gate, Dung Gate, dan Zion Gate.
Delapan pintu gerbang Kota Lama Al-Quds antara lain:
1. Jaffa Gate
Pintu gerbang Jaffa Gate direnovasi kembali pada zaman Sulaiman
Agung (1538). Pintu Jaffa Gate merupakan pintu utama memasuki Kota
Lama. Mulut pintu ini mengarah ke barat, ke pelabuhan Jaffa, dari pintu
gerbang ini pula perjalanan dapat menuju Tel Aviv, ibu kota Israel. Selama
tahun 1900-an Jaffa Gate merupakan pintu gerbang utama antara Kota
Lama dan Kota Baru. Nama lain Jaffa Gate adalah Ba>bu’l-Khali>l (Arab),
yang berarti sahabat tercinta yang konon merupakan nama panggilan
Abraham (Ibrahim). Karena pintu ini berdekatan dengan menara Daud,
20
orang-orang Eropa pada masa perang Salib menyebutnya Pintu Gerbang
Daud.
2. Damascus Gate
Pintu gerbang Damaskus (Damascus Gate) merupakan pintu gerbang
terbesar, termegah, dan terindah, dan menghadap utara. Gerbang
Damascus sekarang berdiri di atas fondasi yang semula telah dibangun dan
direnovasi oleh Sulaiman Agung tahun 1542. Gerbang Damascus adalah
pintu gebang yang paling ramai dilewati dan dikunjungi orang. Gerbang
Damaskus memiliki dua menara yang berdiri di atas tembok/dinding yang
dahulu dijadikan tempat para pemanah berjaga. Tembok gerbang ini
awalnya merupakan bagian dari benteng pertahanan. Gerbang Damaskus
mempunyai banyak pintu masuk utama, dan dua pintu masuk samping
yang lebih kecil.
Orang Yahudi menyebut pintu gerbang Damascus sebagai Sha’ar
Shechem (Pintu Gerbang Shechem). Karena dari depan pintu gerbang ini
terbentang jalan menuju Shechem atau Nablus, dengan demikian disebut
pula Pintu Gerbang Nablus, dari Nablus inilah jalan berujung ke
Damaskus (Suriah). Di wilayah sekitar Damascus Gate terdapat kawasan
paling ramai dan sibuk daripada kawasan pintu gerbang lainnya, di sana
terdapat sebuah Pasar Pintu Gerbang Damascus.
3. New Gate
Pintu Gerbang Baru (New Gate) masih berada di sebelah utara. Di
sebut demikian karena pintu gerbang ini direnovasi paling akhir, yaitu
pada tahun 1887, sehingga dianggap lebih baru. Pintu Gerbang Baru dibuat
21
untuk mempermudah memasuki wilayah Kristen. Pintu Gerbang Hamid
dan Ba>bu’l-Jadi>d adalah nama lain dari Pintu Gerbang Baru.
4. Herodes Gate
Gerbang ini berada di sebelah utara Kota Lama. Penamaan pintu
tersebut bermula dari kekeliruan peziarah Kristen pada tahun 1500-an.
Mereka menduga bahwa istana Herodes, dan anak Herodes Agung
berada di balik pintu gerbang tersebut . Gerbang Herodes pernah ditutup
sampai tahun 1875. Nama lain dari Pintu Gerbang Herodes adalah Sha’ar
Ha Perachim, Ba>bu’s-Sahairad dan Pintu Gerbang Bunga. Disebut Pintu
Gerbang Bunga karena dindingnya dihiasi bunga.
5. Lion Gate
Pintu Gerbang Singa (Lion Gate) berada di sebelah timur Kota
Lama. Namanya mengacu pada ukiran singa pada temboknya. Nama lain
dari gerbang ini adalah Stefanus Gate, Sha’ar Ha’aroyat, Pintu Gerbang
Jehoshafat, Pintu Gerbang Santa Maria, dan Ba>b Sitt Mariam, dari pintu
gerbang inilah (Via Dolorosa) jalan penderitaan salib yang ditempuh
Yesus hingga ke Bukit Golgota berawal.
6. Golden Gate
Pintu Gerbang ini dibangun pada abad ke-6 SM di atas reruntuhan
pintu yang dibangun di Zaman Nehemiah, sekitar abad ke-5 SM. Golden
Gate atau Gerbang Emas berada di sebelah timur menghadap langsung
ke lereng barat Bukit Zaitun, melintasi lembah Kidron atau yang dalam
Bahasa Arab disebut Wadi Jehennum atau Lembah Gehenna (Ibrani).
Nama lain pintu gerbang tersebut adalah Gerbang Belas Kasih atau Pintu
22
Gerbang Kehidupan Abadi (Ba>bu’l-Daha>riyyah). Menurut kepercayaan
pada abad ke-7 SM, Yesus bersama para rasulnya memasuki Yerusalem
melalui gerbang ini. Menurut tradisi Yahudi, Mesiah kelak akan
memasuki Yerusalem melewati gerbang ini.
7. Dung Gate
Dung Gate atau Pintu Gerbang Dung berada di sebelah barat Kota
Lama. Melalui pintu gerbang tersebut Tembok Barat atau Tembok
Ratapan dapat ditempuh secara lebih cepat. Jalan ini memang lebih dekat
ke tembok itu. Banyak orang beranggapan bahwa penamaan gerbang ini
bermula dari bau tidak sedap yang berasal dari penyamakan kulit.
Sedangkan nama lain dari pintu tersebut adalah Sha’ar Ha’ashpot, Pintu
Gerbang Silwan, Pintu Gerbang Moghorabi, Sha’ar Ha Mugrabim, dan
Ba>bu’l-Magha>riba.
8. Zion Gate
Zion Gate atau Pintu Gerbang Zion berdiri di atas Bukit Zion,
menghadap ke Zebron. Pintu gerbang ini direnovasi tahun 1540 oleh
Sultan Sulaiman Agung. Namun, gerbang di sebelah selatan itu di klaim
oleh orang-orang Yahudi sebagai pintu gerbang wilayah Yahudi. Mereka
beralasan bahwa gerbang Zion berlanjut menuju wilayah Yahudi di Kota
Lama. Wilayah Yahudi yang dimaksud merupakan hasil rampasan dari
wilayah Palestina setelah peristiwa 1948. Pada tahun yang sama (1948)
Yordania berhasil merebut kembali wilayah tersebut. (Antonio
Muhammad, 2012:202-205)
23
Al-chara>m a’sy-syari>f
Gambar 1. Kota Lama Yerusalem
Keterangan:
a) Peta di atas merupakan peta Kota Lama di Yerusalem yang terdiri dari
8 pintu gerbang antara lain: New Gate, Damascus Gate, Herod‟s Gate,
Lion‟s Gate, Golden Gate (closed), Dung Gate, Zion Gate, dan Jaffa
Gate.
b) Kawasan Kota Lama dibagi menjadi beberapa bagian, kawasan
sebelah utara Al-Quds dihuni oleh pemukiman kaum Muslim
c) Bagian barat dari pemukiman kaum Muslim di kota Al-Quds adalah
pemukiman kaum Nasrani
d) Orang-orang Yahudi menguasai sebelah barat Masjid Al-Aqsha
e) Sebelah barat kawasan Yahudi dihuni oleh orang-orang Armenia
24
Islam tidak lahir di Yerusalem sebagaimana dua agama samawi
pendahulunya yaitu Yahudi dan Kristen, akan tetapi Islam turun di Makkah
dan di bawa oleh Nabi Muhammad. Nabi Muhammad secara geneologis
merupakan keturunan Nabi Ibrahim dari Siti Hajar. Islam juga merupakan
salah satu agama yang lahir dari wangsa Semit, sebagaimana agama Yahudi
dan agama Kristen. Islam mempunyai kedekatan dengan kedua agama
pendahulunya,
sehingga
dalam
pandangan
masyarakat
Eropa
abad
pertengahan (disebut juga dengan abad kegelapan) dan pandangan Kristen
Timur, Islam dianggap sebagai sekte Kristen yang menyimpang, bukan
agama baru. (Hitti, 2002:160)
Tahun 17/638 M tentara Arab muslim melakukan penyerangan terhadap
Palestina dan menguasai Yerusalem, pada saat inilah periode Islam di
Yerusalem dimulai. Penaklukan bangsa Arab dimulai sejak kehadiran
muslim,
kemudian
dikenal
sebagai
filastin
yaitu
keinginan
untuk
membebaskan para petinggi Bizantium dan saling berbagi kebudayaan
dengan bangsa Arab, keturunan Nabi Ismail. Puncaknya ketika Khalifah
Umar bin Khatab masuk ke Yerusalem, Palestina menjadi kota suci untuk
umat Islam karena Nabi Muhammad SAW pernah menjadikan kota
Yerusalem sebagai kiblat pertama. (Zaidany, 2012:146)
Islam mempunyai hubungan yang sangat dekat dengan Yerusalem, baik
secara sosial-politik maupun spiritual teologis. Hubungan itu tercermin dari
sejarah awal kelahiran Islam, dimana saat-saat awalnya umat Islam
menjadikan Masjid Al-Aqsha (Bait Allah/Haikal Sulaiman) sebagai kiblat.
Banyak hadist yang menjelaskan bahwa Nabi Muhammad mengajarkan umat
25
Islam berkiblat ke arah Masjid Al-Aqsha (Baitul-Maqdis) hingga 17 bulan
setelah Nabi Muhammad hijrah ke Madinah, setelah itu kiblat salat adalah
Ka‟bah yang terletak di Masjidil Haram Makkah sampai sekarang. Pengertian
Masjid Al-Aqsha pada peristiwa Isra’ Mi’raj dalam Alquran Surah al-Isra‟
ayat 1 meliputi seluruh kawasan al-cha>ram a’sy-syari>f. (Muhibbuddin,
2014:147)
Nabi Muhammad SAW juga melakukan perjalanan menghadap Allah
(isra>’ mi’ra>j) dari kota tua Yerusalem yang sampai sekarang dikenal sebagai
Masjid Al-Aqsha. Yerusalem menjadi kota suci ketiga umat Islam, penguasa
muslim pada masa Khalifah Umar dan Dinasti Umayyah berhasil menjadikan
mayoritas masyarakat Yerusalem menjadi pemeluk agama Islam, utamanya
Islam Sunni. Walaupun begitu, umat Yahudi dan Kristiani tetap memiliki hak
untuk mengatur peribadahan di dalam komunitas mereka dengan jaminan
keamanan dan kebebasan beribadah. (Zaidany, 2012:147)
Jadi Yerusalem menjadi bagian wilayah muslim pada tahun 17/638 M
ketika itu pendeta Sophronius (wakil kekaisaran Konstantinopel dan menjabat
sebagai kepala gereja Kristen Yerusalem) menyerah terhadap pasukan
Khalifah Umar. Khalifah Umar menjadikan Yerusalem sebagai kota suci ke
tiga bagi umat Islam setelah Makkah dan Madinah karena Nabi Muhammad
pernah menjadikan Yerusalem sebagai kiblat pertama bagi umat Islam. Masa
Dinasti Umayyah, mayoritas masyarakat di Yerusalem memeluk agam Islam,
dengan tetap menghormati agama Yahudi dan Kristen dalam beribadah.
Kelompok Islam terbesar di Yerusalem pada masa itu adalah Islam Ahlu’s-
Sunnah wal-Jama>’ah (Sunni) disebut juga Islam ortodoks karena jumlahnya
26
yang besar, mereka yang bukan termasuk Islam Sunni merupakan kelompok
Syiah, Khawarij, dan Mu‟tazilah.
a. Sekte-Sekte Islam di Yerusalem Masa Dinasti Umayyah
Agama Islam pada masa Dinasti Umayyah terbagi menjadi beberapa
sekte di antaranya Islam Sunni, Syiah, Khawarij, dan Mu‟tazilah. Mulanya
masyarakat Islam beragama Islam Sunni, akan tetapi terpecah menjadi
Syiah, Khawarij, dan Mu‟tazilah setelah Nabi Muhammad wafat. Berikut
ini adalah pembagian golongan Islam pada masa Dinasti Umayyah: a).
Syiah yang terpecah menjadi golongan: Zaidiyyah, Itsna „asyariyyah,
Ismailiyyah, b). Khawarij yang terpecah menjadi golongan : Azariqah,
Najdad, „Adzariyyah, Ibadhiyyah, „afaridah, Syafariyyah, c). Mu‟tazilah
a) Ahlu’s-Sunnah wal-Jama>‘ah
Islam di Yerusalem pada masa Dinasti Umayyah sebagian besar
merupakan Islam Ahlu’s-Sunnah wal-Jama>‘ah (Sunni). Islam Sunni
sebagai kelompok terbesar dalam Islam pada saat itu, sering disebut
juga sebagai “ortodoks”, yang mengakui empat khilafah pertama dalam
Islam (masa sekarang), tidak menekankan fungsi agama dan politik
Islam secara khusus terhadap keturunan anak dan menantu Nabi, yakni
Fathimah dan Ali bin Abu Thalib, dan mengikuti salah satu di antara
empat madzhab fiqh. Mereka yang tidak termasuk kelompok Sunni
tergolong sebagai kelompok Syiah, dan sekte-sekte Khawarij.
Kelompok-kelompok non-Sunni mencapai15% dari keseluruhan umat
Muslim. Nama lengkap dari Sunni adalah Ahlu’s-Sunnah wal-Jama>‘ah
27
(kelompok yang berpegang teguh pada sunah dan ijma’). (Glasse,
2002:377)
Islam Sunni di Yerusalem adalah orang-orang yang mendukung
pemerintahan Dinasti Umayyah. Mereka mengakui empat khalifah
yaitu Abu Bakar As-Shidiq, Umar bin Khatab, Ustman bin Affan, dan
Ali bin Abi Thalib. Selain itu, Islam Sunni adalah Islam yang mentaati
pemerintahan, bersikap terbuka dan tidak ekstrim, setia kepada
pemerintahan, dan menjadikan Alquran maupun Al-Hadis sebagai
pedoman hidup mereka. Para pejabat pada masa Dinasti Umayyah
sebagian besar merupakan Islam Sunni, sisanya lagi adalah para Yahudi
dzimmi dan orang-orang Kristen.
Islam Sunni di Yerusalem pada masa Dinasti Umayyah
meninggalkan banyak peninggalan sejarah yang sampai sekarang masih
dilindungi oleh umat Islam di Palestina, yaitu Masjid Al-Aqsha. Pada
mulanya, Masjid Al-Aqsha hanyalah bangunan biasa yang terbuat dari
kayu yang dipakai oleh Khalifah Umar bin Khatab untuk salat,
kemudian bangunan itu direnovasi pada masa Khalifah Muawiyah dan
dikawasan itu diperluas lagi oleh khalifah-khalifah masa Dinasti
Umayyah lainnya. Karena banyaknya masjid yan dibangun oleh umat
Islam Sunni pada masa itu maka kawasan tersebut mulai di kenal
dengan sebutan al-chara>m a’sy-syari>f (kota suci yang mulia). Masjidmasjid yang didirikan oleh Islam Sunni pada pada masa Dinasti
Umayyah antara lain: Masjid Al-Qibli, Masjid Al-Aqsha Al-Qadi>m,
28
Musala Al-Marwan, dan Masjid Kubah Batu yang menjadi icon kota
Tua Yerusalem sampai sekarang.
Selain itu, dalam bidang ilmu pengetahuan, Islam Sunni sudah
sangat maju. Berawal dari pembelajaran di kuttab (surau) kemudian
menjadi madra>sah, dan di madra>sah itu pula terlahir berbagai macam
bidang keilmuan seperti kedokteran, sastra, filsafat, perbintangan, dan
lain sebagainya. Salah satu contoh madra>sah yang ada di wilayah Syam
pada masa Dinasti Umayyah adalah madra>sah Damsyik. Sebagian besar
penduduk Islam pada masa Dinasti Umayyah merupakan Islam Sunni.
Mereka belajar di kuttab/madra>sah setiap hari sehingga sebagian dari
mereka
mempunyai aqidah dan pemahaman yang berbeda-beda
mengenai agama Islam. Karena perbedaan pemahaman mengenai
agama Islam tersebut mereka membentuk kelompok-kelompok yang
sesuai dengan aqidah mereka masing-masing. Mulai dari pemahaman
mengenai agama Islam yang berbeda tersebut terbentuklah
banyak
sekte-sekte Islam di Yerusalem.
Tidak semua masyarakat Islam menyukai masa kekhalifahan
Dinasti Umayyah, mereka yang tidak menyukai kekhalifahan Dinasti
Umayyah adalah kelompok-kelompok seperti Syiah, Khawarij, dan
Mu‟tazilah. Mereka melakukan perlawanan terhadap kepemimpinan
Dinasti Umayyah. Tujuan mereka adalah meruntuhkan kekhalifahan
Dinasti Umayyah dan membentuk negara Islam yang mereka
kehendaki.
29
b) Syiah
Wafatnya Nabi Muhammad SAW pada tahun 632 M tidak hanya
membuat umat Muslim kehilangan pemimpin dunia dan akhirat, akan
tetapi juga membuat umat Muslim memikirkan siapa pemimpin yang
akan menggantikan Nabi Muhammad SAW. Allah berfirman yang
artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah
Rasul (Muhammad), dan u>li’l-amri (pemegang kekuasaan) di antara
kamu. Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka
kembalikanlah kepada Allah (Alquran) dan Rasul (Sunah), jika kamu
beriman kepada Allah dan hari kemudian. Hal tersebut lebih utama
bagimu dan lebih baik akibatnya (Q.S. an-Nisa:59). Kejadian pemilihan
penggantian Nabi Muhammad SAW akan membuat umat Islam
terpecah menjadi beberapa sekte. Salah satu sekte pada masa Dinasti
Umayyah yaitu Syiah. Syiah didefinisikan sebagai golongan Islam yang
mengikuti 12 Imam dari Ahlu Bait (keluarga dan keturunan) Rasulullah
melalui keturunan Ali dan anak-anak Fatimah (putri kesayangan Nabi
yang merupakan istri Imam Ali), dalam semua urusan ibadah dan
muamalah. (Tijani, 2007:29)
Kata Syiah memiliki banyak makna, antara lain: keluarga,
pengikut, pendukung, penolong dan lain-lain. Setiap kelompok yang
bersepakat tentang sesuatu disebut Syiah. Istilah Syiah ini sering
digunakan untuk menyebut kelompok yang mendukung Ali dan
keluarganya. Syiah pada awalnya tumbuh secara jelas dan sederhana,
kemudian Syiah menjadi sebuah aliran agama yang khusus yang
30
tercampur dengan kerumitan dan kesamaran akibat perbuatan oknum
yang mengaku Islam secara lahir tetapi batinnya tidak beriman. Mereka
berambisi ingin meruntuhkan negara berdaulat yang dikuasai oleh
orang Arab-Muslim, sehingga mereka menjadikan nama “Syiah”
sebagai kedok dari ambisi-ambisi mereka. (Abdul Lathif, 2014:579)
Syiah mengenal 12 Imam Ahlu Bait Rasulullah yang suci. Berikut
ini adalah 12 Imam Syiah:
1. Ali, w.661 M
2. Al Hasan, w.669 M
3. Al Husayn, 680 M
4.Ali Zainal Abidin, w.712 M
Zaid
5. M. Al Baqir, w.731 M
6.Ja‟far al Shadiq,w.765 M
Ismail
7.Musa al-Kazhim,w.799 M
8.Ali al-Ridha, w. 818 M
9. Muhammad al-Jawad, w.835 M
10. Ali al-Hadi,w. 868 M
11. al-Hasan al-Askari,w.874 M
12. M.al-Muntazar (al-Mahdi), w. 878 M
Sejak zaman Bani Umayyah, Sunni dan Syiah sering bermusuhan
karena ketidak cocokan prinsip dan ajaran. Sikap permusuhan itu
mendorong kalangan Syiah untuk menetapkan prinsip kehati-hatian
(taqiyyah), yakni keringanan untuk tidak menyatakan pandangan agama
31
saat berada di bawah tekanan atau ancaman. Kalangan Syiah
menjadikan konsep taqiyyah sebagai ajaran fundamental dalam sistem
teologi mereka. Mereka menyatakan bahwa ketika seorang Mukmin
berada dalam keadaan darurat yang mengancam hidupnya, ia
diperbolehkan untuk mengakui keyakinan yang berbeda dengan
keyakinannya, bahkan ia harus melakukannya untuk melindungi diri
dan saudara-saudara seagamanya. (Hitti, 2005:577)
Meskipun menjadi kelompok minoritas yang tertekan, kalangan
Syiah yang non-kompromis terus melakukan pemberontakan melawan
golongan lain yang dominan. Pemberontakan mereka yang sering kali
gagal itu, dilakukan secara terbuka disertai prinsip taqiyyah sesuai
dengan perintah pimpinan mereka yang berhak mendapatkan walayyah,
yaitu seorang Imam keturunan Ali. Mereka yang mendapatkan
walayyah merupakan seorang guru yang terjaga dari kesalahan atau
dosa (ma’shu>m). Karena mereka diyakini terjaga dari kesalahan,
mereka juga tidak mungkin diturunkan, atau dipecat. (Hitti, 2005:557)
Salah satu orang Yahudi yang masuk Islam dengan alasan ingin
memecah belah Islam pada masa Dinasti Umayyah adalah Abdullah
ibnu Saba‟. Salah satu usaha Abdullah untuk memecah belah Islam
yaitu dia menciptakan riwayat-riwayat dan hadis-hadis palsu kemudian
menanamkan pikiran-pikiran sesat yang saat itu dianggap sebagai
pemikiran dan pendapat
kaum Syiah. Syiah merupakan tempat
pelindung bagi orang-orang yang ingin menghancurkan Islam karena
rasa permusuhan, mereka berkedok sebagai orang-orang yang mencintai
32
“Ahlu’l-bait” untuk menyembunyikan maksud-maksud jahat mereka.
(Syalabi, 2003:148-149)
Jadi Syiah pada masa Dinasti Umayyah tidak sepenuhnya sesat,
orang-orang kafir sangat pandai mengambil celah untuk memecah belah
umat Islam, dalam kasus ini dengan mengatasnamakan orang-orang
Syiah. Abdullah ibnu Saba‟ telah berhasil membuat kaum Syiah
menjauh dari ajaran Islam dan pikiran yang sehat, dan hal itu pula yang
membantu Abdullah ibnu Saba‟ menambahkan pikiran-pikiran baru ke
dalam pikiran kaum Syiah. Bahkan Abdullah menambahkan golongangolongan baru dalam Syiah padahal sebenarnya bukanlah Syiah. Nabi
Muhammad bersabda: “...benar-benar akan terpecah belah umatku
menjadi tujuh puluh tiga golongan, satu di surga dan yang lainnya di
neraka”.
Golongan-golongan Syiah pada masa Dinasti Umayyah yang dapat
bertahan sampai sekarang adalah: 1. Zaidiyyah, 2. Itsna „asyariyyah, 3.
Ismailiyyah.
1. Zaidiyyah
Golongan Zaidiyyah ini dinisbatkan kepada Zaid ibnu Ali
Zainul Abidin ibnu Husein ibnu Ali r.a. Zaid telah menetapkan
syarat-syarat yang harus dipenuhi seseorang untuk menjadi Imam,
yaitu dia harus berasal dari keturunan Ali dan Fathimah,
berpengetahuan luas, berani, dermawan, serta berusaha menuntut
haknya atas jabatan Imam tersebut. Oleh karena itu, jika ia tidak
berusaha menuntut haknya atas jabatan Imam tersebut, maka ia
33
bukanlah Imam dan
orang lain boleh untuk diangkat menjadi
Imam. (Syalabi, 2003: 172)
Madzhab Zaidiyyah adalah madzhab yang terdekat dengan
madzhab Ahlu’s-sunnah, dan yang terdekat dengan Syiah yang
hakiki.
Alasannya
mereka
mengakui
dan
membolehkan
kekhalifahan Abu Bakar dan Umar. mereka juga tidak menganut
pendapat seperti yang dianut golongan Imamiyyah, bahwa jabatan
Imamah itu khusus untuk putra-putra Ali dari istri Ali yang
bernama Fathimah. Golongan Zaidiyyah memperbolehkan jabatan
Imam dipegang oleh orang lain apabila yang berhak menjadi Imam
tidak berusaha untuk menuntut haknya. Zaidiyyah menetapkan
syarat-syarat menjadi seorang Imam yang kebanyakan sesuai
dengan syarat-syarat yang di tetapkan oleh Ahlu’s-sunnah, antara
lain adalah: keberanian dan mempunyai ilmu pengetahuan yang
luas. (Syalabi, 2003:174)
Jadi, golongan Syiah Zaidiyyah ini merupakan golongan Syiah
yang paling dekat dengan Syiah yang hakiki (Syiah hakiki sangat
dekat dengan Ahlu’s-sunnah). Syarat-syarat pemilihan Imampun
hampir sama dengan Ahlu’s-sunnah yaitu berpengetahuan luas,
berani, dan dermawan. Masa Dinasti Umayyah, Syiah Zaidiyyah
ini mempunyai pengikut yang sedikit, dikarenakan para ghullah
(mereka
yang
mengafirkan
para
kaum
Muslimin,
dan
mempertuhankan Ali bin Abi Thalib serta anak cucunya) tidak suka
dengan sifat Zaid yang tidak mengkafirkan Abu Bakar dan Umar,
34
sedangkan pengikut Zaidiyyah hanya orang-orang moderat dan
Syiah hakiki, jumlah merekapun hanya sedikit. Oleh karena itu
Syiah Zaidiyyah ini mempunyai sedikit pengikut, akan tetapi hal itu
pulalah yang menghindarkan madzhab ini dari penyelewengan para
ghullah.
2. Itsna „Asyariyyah
Itsna „asyariyyah adalah suatu golongan yang paling terkenal
dalam madzab Imamiyyah, dan diikuti secara resmi di negeri Iran.
Itsna „asyariyah ini juga merupakan golongan yang paling kuat
diantara glongan-golongan Syiah yang lainnya. Jika orang
menyebut “Syiah”, maka golongan inilah yang terbayang dalam
pikiran. (Syalabi, 2003:177)
Nama “Itsna „asyariyyah” ini mengandung suatu pengertian
penting, yaitu: golongan ini terbentuk sesudah pertengahan abad
ketiga Hijriyah, dan setelah lahirnya semua imam-imam yang
berjumlah
dua belas orang, serta munculnya pendapat yang
mengatakan bahwasannya Muhammad al-Mahdi al-Muntazhar
telah menghilang pada tahun 260 H. Itsna „asyariyah adalah
golongan yang paling terkenal dalam hal Imamahnya (sangat
mengutamakan masalah Imam dan Imamah) diantara golongangolongan lainnya. Jika dibandingkan dengan golongan Zaidiyyah,
golongan Itsna „asyariyyah ini lebih banyak mengalami serangan
golongan-golongan yang sesat, dan sangat banyak dimasuki ajaranajaran para pengaku Syiah. (Syalabi, 2003:177)
35
Faktor-faktor yang menyebabkan golongan ini banyak
dimasuki ajaran-ajaran para pengaku Syiah antara lain:
1) Itsna‟asyariyyah ini tumbuh dan berkembang sangat lama
dibandingkan dengan Zaidiyyah. Oleh karena itu pula hubungan
golongan Itsna „asyariyyah ini sangat dekat dengan golongangolongan para pengaku Syiah, yang memiliki tujuan utuk
mempermainkan agama Islam dan merusak ajaran-ajarannya.
2) Imam-Imam yang berjumlah dua belas orang itu lebih condong
kepada perdamaian, dan hidup damai inilah yang sangat disukai
oleh
para
pengaku
Syiah,
karena
mereka
tidak
mau
mengorbankan darah untuk kepentingan Syiah yang tidak
mereka imami sama sekali.
3) Pemalsuan ajaran Islam telah dilakukan oleh para pengaku
Syiah sejak awal melalui kedua belas Imam tersebut. Syiah telah
bercampur aduk dengan golongan pengaku Syiah dan sering
bekerja sama dengan mereka, akibatnya ajaran-ajaran para
pengaku Syiah telah berkembang dengan cepat dikalangan
orang-orang Syiah. Lama kelamaan muncul generasi-generasi
baru yang menerima ajaran-ajaran tersebut sebagai ajaran-ajaran
Syiah yang hakiki, dan mereka menganut dengan kuatnya.
Berdasarkan pada kenyataan tersebut, maka sangat sulit bagi
kita untuk membedakan ajaran-ajaran Syiah yang hakiki dengan
ajaran-ajaran Syiah yang dipalsukan. Kita juga tidak mempunyai
bukti tertulis mengenai ajaran-ajaran Syiah yang dipalsukan
36
tersebut.
Golongan
Itsna‟asyariyyah
merupakan
salah
satu
golongan Syiah yang banyak dipalsukan ajaran-ajarannya oleh para
pengaku Syiah. Gologan Itsna‟asyariyyah disebut juga sebagai
“golongan Imamah” karena masalah Imamah merupakan masalah
yang sangat besar
golongan ini. Padahal masalah Imamah ini
merupakan pemalsuan semata yang dilakukan oleh para pengaku
Syiah, dan ajaran itu sama sekali tidak berasal dari ajaran Islam.
3. Ismailiyyah
Aliran Ismailiyyah membatasi jumlah Imam sampai tujuh
orang. Karena itu mereka disebut juga dengan Kelompok Tujuh
(sab’iyyah). Jika kita perhatikan pohon silsilah hubungan antara
kedua belas Imam Syiah, dapat kita temukan Imam ke-6 yaitu
Ja‟far al Kazhim (w.765 M). Awalnya Imam Ja‟far telah memilih
Ismail sebagai penerusnya, akan tetapi melihat sifat Ismail yang
serakah dan suka mabuk-mabukan, Ja‟far mengubah keputusannya
dan memilih putra keduanya sebagai pengganti, yaitu Musa alKazhim. Sebagian orang Syiah meyakini Musa sebagi penerus
Ja‟far, tetapi ada pula kelompok-kelompok lain yang tetap
mengakui
Ismail
sebagai
penerus
Ja‟far.
Bagi
kelompok
Sab’iyyah/Ismailiyyah ini, Ismail diyakini sebagai Mahdi yang
tersembunyi. (Hitti, 2005:560)
Imam-imam golongan Ismailiyyah ini tidak pernah muncul
kembali setelah Ismail, yang muncul hanyalah juru-juru dakwah
mereka. Oleh sebab itu, Imam-Imam yang tidak pernah muncul
37
tersebut dinamakan al-a’immatu’l-mastu>run. Imam-Imam Syiah
barulah muncul kembali setelah keadaan mereka bertambah kuat di
Afrika Utara pada tahun 297 H (909 M), kemudian mereka
berpindah ke Mesir dan mendirikan Daulah Fathimiyah, pada tahun
356 H. Golongan Ismailiyyah lebih banyak terpengaruh oleh
pikiran-pikiran sesat yang berasal dari para pengaku Syiah.
Alasannya karena sikap mereka lebih menutup diri, sehingga
menjadikan para pengaku Syiah mendapatkan kesempatan yang
luas untuk menyebarkan pikiran-pikiran sesat mereka. Bahkan,
tatkala Ismailiyyah menjadi kuat dan Imam-Imam mereka muncul
kembali pada masa Dinasti Fathimiyah, golongan mereka telah
sangat jauh dari pemikiran Islam yang benar. (Syalabi, 2003:186)
Golongan Ismailiyyah ini mempunyai bermacam-macam gelar,
salah satu gelar yang sangat terkenal yaitu al-bathiniyyah, gelar ini
disematkan pada Syiah Ismailiyyah karena mereka menetapkan
suatu hukum, yaitu tiap-tiap yang dzahi>r tentu mempunyai yang
bathi>n, dan tiap-tiap wahyu yang diturunkan oleh Tuhan tentu ada
ta‟wilnya. (Syalabi,2003:187)
Jadi, golongan Ismailiyyah ini terpisah dari Itsna „asyariyyah
sesudah Imam Ja‟far ash-Shadiq. Jika golongan Itsna‟ayariyah
mempercayai bahwa Imam setelah Ja‟far adalah Musa al-Kazhim,
maka golongan Ismailiyyah ini percaya bahwasannya Imam setelah
Ja‟far adalah Ismail. Imam-Imam setelah Ismail tidak muncul lagi,
oleh karena itu golongan Ismailiyyah disebut juga golongan
38
sab’iyyah (tujuh), karena Ismail merupakan Imam ke-7 setelah
Ja‟far ash-Shadiq dan Imam setelah Ismail barulah muncul pada
masa
Dinasti
mempunyai
Fathimiyah.
bagian
yang
Golongan
bersih
Ismailiyyah
dan
murni
tidaklah
dalam
perkembangannya, karena golongan ini baru mulai berkembang
setelah tersiarnya pikiran-pikiran yang sesat dan bathil.
c) Khawarij
Khawarij adalah sebuah sekte yang menentang Ali dan Muawiyah
sebagai akibat kebijakan perundingan damai yang berlangsung
menjelang berakhirnya perang Siffin pada tahun 37/657 M. Semula
Khawarij berpihak kepada Ali (Syiah), tetapi ketika terjadi kesepakatan
bahwasannya masalah suksesi khilafah hendaknya diselesaikan melalui
meja perundingan, mereka melepaskan diri dari pihak Ali, karena itulah
mereka dikenal sebagai Khawarij (orang-orang yang melepaskan diri).
Khawarij berpendapat bahwasannya permasalahan yang sedang
diperselisihkan tidak dapat diselesaikan melalui perundingan, mereka
meneriakkan prinsip mereka la> chukma illa lillah (tidak ada keputusan
melainkan melalui hukum Allah, yakni perang). (Raana Bokhari,
2004:213).
Kelompok Khawarij dikenal dengan nama “Khawarij” setelah
peristiwa a’t-tachki>m (arbitrase antara kubu Ali dengan kubu
Muawiyah) dalam pertempuran Shiffin. Sebelum peristiwa tersebut,
kelompok ini adalah para pendukung Ali bin Abi Thalib yang paling
militan. Orang-orang Khawarij ikut bertempur dengan Ali bin Abi
39
Thalib dalam pertempuran Jamal dan pertempuran Shiffin. Namun,
mereka keluar dari kelompok Ali setelah a’t-tachki>m dan menolak
arbitrase tersebut. (Abdul Lathif, 2014:562)
Ali bin Abi Thalib telah berusaha membuat mereka paham dan
berusaha mengembalikan mereka ke barisannya. Namun, mereka
bersikeras dan mengambil sikap yang ekstrim, dengan memisahkan diri
dan menimbulkan kerusakan dimuka bumi. Hal itu membuat Ali
terpaksa memerangi mereka dan menumpas sebagian besar mereka
dalam perang Nahrawan. Merekapun sebenarnya tidak mau disebut
sebagai Khawarij, nama ini dimunculkan oleh musuh-musuh mereka,
lantaran mereka keluar (kharaja)
dari imam dan jamaah kaum
muslimin. Mereka sendiri menyebut diri mereka sebagai A’sy-Syurrah
(para penjual), maksudnya mereka menjual diri mereka kepada Allah
dengan imbalan surga. Mereka mengisyaratkan firman Allah:
sesungguhnya Allah membeli dari orang-orang Mukmin, baik diri
maupun harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. (Q.S.
At-Taubah:111)
Selama 400 tahun Khawarij menjadi sumber utama kerusuhan dan
permusuhan terhadap Khilafah. Khawarij tidak mengakui otoritas
seorang khalifah setelah Ali menerima keputusan arbitrase (mereka juga
tidak mengakui kekhilafahan Ustman). Bahkan lebih jauh mereka
memandang musuh-musuhnya tidak beriman dan sebagai perusak
Islam, dan akhirnya mereka memastikan untuk tidak dapat hidup
bersama dengan non-Khawarij. Sekte Ibadiyyah merupakan cabang
40
Khawarij yang berpandangan lebih moderat dalam masalah ini, oleh
karena itu cabang ini tetap bertahan sampai sekarang, sementara
cabang-cabang lainnya dari sekte ini cenderung sebagai kelompok
ekstrem. (Glasse Cyril, 2002:213)
Jadi, pada awalnya kelompok Khawarij termasuk kelompok Syiah
yang mendukung Ali bin Abi Thalib sebagai Imam, akan tetapi setelah
peristiwa a’t-tachki>m kelompok ini berbalik menjadi penyerang Ali dan
para pengikut Ali. Mereka tidak setuju dengan peristiwa a’t-tachki>m
dikarenakan mereka mempunyai prinsip la> chukma illa lillah (hukum
hanyalah milik Allah). Tetapi ketika terjadi kesepakatan bahwasannya
masalah suksesi khilafah hendaknya diselesaikan melalui meja
perundingan, mereka melepaskan diri dari pihak Ali, karena itulah
mereka dikenal sebagai Khawarij. Sebenarnya mereka tidak suka di
sebut sebagai Khawarij, mereka menyebut dirinya sebagai
A’sy-
Syurrah (para penjual).
Golongan-golongan Khawarij yang ada pada masa Dinasti
Umayyah antara lain: 1. Azariqah, 2. Najdad „Adzariyyah,3.
Ibadhiyyah, 4. „afaridah, 5. Syafariyyah
1. Azariqah
Kelompok Azariqah lahir sekitar tahun 60 H (akhir abad ke-7
M) disekitar perbatasan Irak dan Iran. Azariqah merupakan pengikut
Nafi‟ ibnu Azraq, mereka adalah kelompok Khawarij yang
berprinsip paling ekstrim serta cenderung memakai kekerasan.
Pemimpin kelompok ini merupakan orang yang pertama kali
41
memunculkan perselisihan antar pengikut Khawarij karena sifatnya
yang ekstrim. Kelompok ini bahkan mengkafirkan orang yang tidak
sepaham dengan mereka dan menghalalkan harta benda serta darah
orang-orang yang menyelisihinya. Kaum Azariqah ini merupakan
golongan Khawarij yang terbesar dan paling berbahaya, dan paling
banyak mencapai kemenangan. Mereka telah banyak mengalahkan
pasukan Muslim. (Abdul Lathif, 2014:565)
Golongan Azariqah mempunyai hukum tersendiri menurut
mereka, di antaranya:
(1)Menyatakan kafir orang-orang Islam selain mereka.
(2)Menyatakan kafir orang-orang yang tidak ikut berperang.
(3)Menyatakan halal membunuh kanak-kanak dan para wanita dari
orang-orang yang menentang mereka.
(4)Menetapkan hukum bahwa kanak-kanak dari orang-orang
musyrik juga akan dimasukkan ke dalam neraka bersama
ayahnya.
(5)Meniadakan hukum rajam terhadap orang yang berzina, lantaran
hukuman itu tidak disebutkan dalam Alquran.
(6)Prinsip “taqiyyah” tidak boleh, baik dalam perkataan maupun
dalam perbuatan.
(7)Menyatakan kafir terhadap orang-orang yang melakukan dosa
besar. (Syalabi,2003:289)
Jadi, kelompok Azariqah merupakan salah satu sekte dalam
Khawarij yang paling berbahaya. Mereka menciptakan beberapa
42
hukum menurut mereka sendiri, diantaranya adalah menghalalkan
membunuh anak-anak dan wanita yang dianggap menentang mereka.
2. Najdad „adzariyyah
Kelompok Najdad adalah pengikut Najdah bin Amir al-Hanafi.
Mereka tidak terlalu ekstrim jika dibandingkan dengan kelompok
Azariqah, karena tidak mengkafirkan pelaku dosa besar. Kelompok
ini juga memperbolehkan prinsip taqiyyah, dan suka memaafkan
orang-orang yang tidak tahu. Najdah berpendapat bahwa agama itu
meliputi dua hal:
(1)Mengenal Allah dan Rasul Allah, serta mengakui segala
sesuatunya datang dari Allah secara umum.
(2)Suka memaafkan orang lain apabila orang lain (di luar Syiah
Najdad) tidak mengetahui hukum dan prinsip golongan ini.
Orang-orang yang berada di golongan ini merupakan orang-orang
yang pemaaf, oleh karena itu disebut a’dz-dzariyyah, yaitu kaum
pemaaf. (Syalabi,2003:289-290)
Jadi, golongan Najdad adzariyyah merupakan salah satu aliran
di dalam Syiah yang tidak terlalu ekstrim jika dibandingkan dengan
Azariqah. Golongan Najdad adzariqah merupakan kaum pemaaf oleh
karena itu disebut a’dz-dzariyyah. Kaum Najdad memaafkan orang
lain yang belum mengetahui prinsip-prinsip kaum itu.
3. Ibadhiyyah
Golongan Ibadhiyyah adalah pengikut-pengikut Abdullah ibnu
Ibadh. Golongan ini berpendapat bahwa pernikahan dan pewarisan
43
antara mereka dan orang-orang Muslimin yang tidak sepaham
dengan mereka adalah sah. Golongan ini tidak menyebut Imam
mereka dengan sebutan ami>ru’l-mukmini>n, dan tidak pula menyebut
diri mereka Kaum
Muhajirin. Mereka tidak diperbolehkan
memerangi orang-orang yang tidak sepaham dengan mereka kecuali
setelah melakukan dakwah terlebih dahulu. Namun, mereka
berpendapat wajib menumbangkan penguasa yang zhalim dan
mencegah mereka dari kursi kepemimpinan dengan cara apapun baik
dengan senjata maupun yang lainnya. (Abdul Lathif, 2014:565)
Jadi golongan Ibadhiyyah merupakan kaum yang mengikuti
ajaran Abdullah ibnu Ibadh. Mereka rendah hati, bahkan tidak mau
menyebut Imam mereka ami>ru’l-mukmini>n, dan mereka tidak mau
juga disebut sebagai Kaum Muhajirin. Kaum Ibadhiyyah memang
tidak ekstrim jika dibandingkan dengan Golongan Azariqah dan
Najdad adzariyyah, tetapi perlu diketahui bahwa semua Kaum
Khawarij itu rela mengorbankan nyawa mereka demi prinsip
golongan mereka.
4. „Afaridah
Golongan ini merupakan pengikut-pengikut Abdul Karim ibnu
Ajrad, beliau merupakan salah satu dari murid Athiyah ibnu al
Aswad al Yasykuri dari golongan Najdad, adapula yang mengatakan
jika Ibnu al Ajrad ini adalah murid Ibnu Baihas. Bisa jadi Ibnu Ajrad
telah berpindah dari asuhan Athiyah kepada asuhan Ibnu Baihas.
Prinsip mereka mengenai anak-anak adalah:anak-anak kaum
44
Muslimin ditangguhkan sampai dewasa, jika sudah dewasa maka
harus memeluk agama Islam, adapun anak-anak non-Muslim akan
dimasukkan ke dalam neraka bersama dengan ayahnya. Kaum ini
bersedia mengangkat orang-orang yang tidak ikut berperang menjadi
pemimpin mereka. Sepertinya kaum Afaridah ini suka terpecah
belah, kaum ini terpecah menjadi tujuh golongan lagi, yaitu:
Shaltiyyah, Maimuniyyah, Hamziyyah, Khalafiyyah, Athrafiyyah,
Syu‟aibiyyah, dan Hazimiyyah. (Syalabi, 2003:291)
Jadi, kaum Afaridah ini merupakan pengikut Abdul karim ibnu
Ajrad. Prinsip dari golongan ini tidak jauh berbeda dengan
golongan-gologan Khawarij lainnya, hanya saja dalam masalah
anak-anak sedikit berbeda. Golongan ini menganggap bahwa anakanak dari kaum Muslim haruslah beragama Islam sedangkan anakanak dari non-Muslim masuk ke dalam neraka bersama dengan ayah
mereka. Golongan Afaridah ini bersedia mengangkat orang yang
tidak berperang menjadi pemimpin mereka.
5. Shafariyyah
Ahli sejarah tidak sependapat dalam menisbahkan golongan
Syafariyyah ini, ada orang yang menisbahkannya kepada Ziyad ibnu
Ashfar, ada yang menisbatkannya kepada Abdullah Ibnu Shaffar,
ada pula yang menisbatkannya pada perkataan Shufrah yang berarti
“kuning” karena orang-orang dari golongan ini warna muka mereka
kuning lantaran banyak beribadah dan berpuasa.
45
Berikut ini adalah daftar yang berisi ringkasan dari pendapatpendapat golongan Khawarij mengenai masalah-masalah yang
mereka bahas:
Orang yang Anak
dari Orang-
Prinsip-
melakukan
lawan
orang
prinsip
dosa besar
mereka
yang tidak Taqiyah
ikut
berperang
Menurut
Azariqah
Orang
itu Boleh
Orang-
Taqiyah
adalah kafir, membunuh
orang yang tidak
yaitu
tidak
kafir anak-anak
terhadap
dari
ikut boleh,
lawan berperang
adalah
perkataan
karena itu ia
kafir
maupun
dari
dari
Islam
Ibadhiyyah
dari
agama, oleh mereka
keluar
Menurut
baik
perbuatan
Orang
itu Boleh
adalah kafir, menyiksa
yaitu
kafir anak-anak
terhadap
sebagai
nikmat
pembalasan
Tuhan.
dendam
Tidak keluar
dari
agama
Islam
Menurut
Shafariyyah
Tidak ikut Taqiyah
berperang
itu
boleh
tidak apa- dalam
apa
perkataan,
tetapi
tidak
46
boleh
dalam
perbuatan
Menurut
Najdad
Adzariyyah
Pelaku akan Tidak
boleh Tidak ikut Taqiyah
dijatuhi
membunuh
berperang
hukuman
anak-anak
tidak apa- secara
sesuai
apa,
dengan
tetapi akan
dosanya,
lebih baik
namun
jika
apabila
berperang
itu boleh,
akan mutlaq
ikut
pelaku tidak
mengetahui
sebelumnya,
maka pelaku
mendapatkan
ampunan.
Menurut
Afaridah
Orang yang Ditangguhkan Berperang
melakukan
hukum
bukan
dosa-dosa
kepada anak- suatu
besar adalah anak sampai kewajiban,
kafir
anak-anak
akan tetapi
tersebut
suatu
mencapai
keutamaan
usia dewasa
d) Mu’tazilah
Mu‟tazilah adalah salah satu gerakan yang muncul pada masa
Dinasti Umayyah, gerakan ini tidak membentuk pasukan, dan tidak
pernah menghunus pedang. Walaupun gerakan mu‟tazilah ini tidak
pernah membentuk pasukan dan tidak pernah menghunus pedang,
47
namun pada saat-saat tertentu ketika mereka mempunyai kekuatan,
mereka tidak akan segan-segan menggunakan kekerasan dan tekanantekanan
terhadap
pihak-pihak
yang
menantangnya.
Pemakaian
kekerasan ini dipandang sebagai salah satu dari sikap Mu‟tazilah yang
tercela, dan adanya tekanan-tekanna untuk bertindak kekerasan menjadi
sebab penting bagi lenyapnya madzab ini dikemudian hari. Gerakan
Mu‟tazilah itu merupakan suatu gerakan fikiran, yang membahas politik
dengan pembahasan yang bersifat pemikiran, senjatanya adalah falsafah
dan akal. (Syalabi,2003:294)
Golongan Mu‟tazilah ini sangat erat hubungannya dengan
Khawarij, bisa dikatakan berdirinya golongan Mu‟tazilah itu karena
adanya golongan Khawarij. Hal ini disebabkan pendapat kaum
Azariqah (merupakan salah satu golongan Khawarij) mengenai Iman,
kaum Azariqah berpendapat bahwasannya orang yang berbuat dosa
besar itu adalah kafir dan akan kekal di dalam neraka. Hal ini
menimbulkan pendapat yang berbeda-beda bagi sebagian orang, orangorang yang mempunyai perbedaan pendapat, mereka mendirikan
golongan
sendiri-sendiri
diantaranya:
Murjiah,
Jabariyah,
dan
Mu‟tazilah.
Kaum Mu‟tazilah mempunyai beberapa prinsip antara lain:
1. Keadilan
Kaum Mu‟tazilah menggunakan istilah keadilan tersebut
kepada manusia yang telah menciptakan perbuatan-perbuatannya
sendiri, yang baik ataupun yang jelek dan karena perbuatannya itu
48
mereka berhak mendapatkan pahala/siksa. Kaum Mu‟tazilah
sepakat bahwa Allah selalu berbuat yang patut dan yang baik.
Berdasarkan prinsip tersebut, kaum ini disebut al-adliyyah yaitu
orang-orang yang menganut pendapat tentang keadilan. Ada juga
yang menyebut kaum ini dengan Qadariyyah yaitu orang-orang
yang menentang adanya Qadha dan Qadar.
2. Tauhid
Kaum Mu‟tazilah selalu mengesakan Allah. Mereka selalu
percaya bahwa tidak ada Tuhan melainkan hanya Allah. Kaum ini
meniadakan sifat-sifat Allah yang qadi>m, sebab jika ada sifat-sifat
Allah yang qadi>m maka akan adapula yang qadi>m, dan menurut
mereka itu adalah kepercayaan syirik. Karena adanya prinsip ini,
maka musuh Mu‟tazilah menggelari mereka dengan sebutan
“mu’atthilah”, sebab mereka telah meniadakan sifat-sifat Tuhan
dan menghapuskannya.
3. Janji dan Ancaman
Janji dan ancaman kaum Mu‟tazilah merupakan janji dan
ancaman Tuhan terhadap manusia. Mereka sepakat bahwasannya
orang Mu‟min yang meninggal dunia dalam keadaan taat dan
bertaubat, maka mereka berhak mendapatkan ‘iwadl dan tafaddhul
(pahala dan karunia Tuhan). Sebaliknya, apabila seorang Mu‟min
meninggal akan tetapi ia belum bertaubat dari dosa besarnya, maka
ia akan mendapatkan siksa dan ditempatkan dineraka selama-
49
lamanya. Inilah yang disebut oleh kaum Mu‟tazillah sebagai janji
dan ancaman.
4. Tempat di Antara Dua Tempat
Tempat di antara dua tempat ini adalah tempat yang di
khususkan untuk orang yang berbuat dosa besar dan belum
melakukan taubat yang diterima oleh Tuhan sebelum ia mati.
Orang semacam ini menurut kaum Mu‟tazilah akan ditempatkan
oleh Tuhan di suatu tempat yang terletak antara tempat yang di
sediakan untuk orang Muslim dan tempat yang disediakan untuk
orang kafir.
5. Baik dan Buruk Menurut Pertimbangan Akal
Akal manusia sanggup membedakan antara hal yang baik dan
hal yang buruk, karena sifat-sifat yang baik dan sifat-sifat yang
buruk itu dapat dikenal. Manusia berkewajiban memilih sifat-sifat
yang baik dan menjauhi sifat-sifat yang buruk. Apabila manusia
tidak mau berusaha untuk mengetahui sifat-sifat yang baik dan
yang buruk maka akan mendapatkan siksa dari Tuhan. Sebaliknya,
apabila ia mengetahui sifat-sifat yang baik dan yang buruk tetapi
tidak menjalankannya maka ia akan berdosa. (Syalabi, 2003:307310)
50
B. Peran Islam Sunni dalam Bidang Kebudayaan di Yerusalem
Ahlu’s-Sunnah wal-Jama>‘ah (Sunni) adalah golongan terbesar umat
Islam yang menyandarkan amal ibadahnya kepada empat madzab yaitu:
Hanafi, Maliki, Syafi‟i, dan Hambali. Ahlu’s-Sunnah wal-Jama>‘ah disebut
juga kelompok-kelompok yang mengakui Khulafau’r-Ra>syidi>n yaitu: Abu
Bakar, Umar, Usman, dan Ali sebagai khalifah yang syah setelah Nabi
Muhammad wafat. Sebaliknya, golongan yang tidak mengakui Khulafau’r-
Ra>syidi>n sebagai khalifah-khalifah yang sah setelah Nabi Muhammad wafat
disebut a’r-ra>fidhah (sesat) atau Syiah. (M.Tijani, 2007:37)
Ahlu’s-Sunnah wal-Jama>‘ah adalah presentase terbesar dari masyarakat
Muslim yang disebut ummah. Nama Sunni diambil dari kata sunnah, yang
artinya “jalan”, yang mengacu pada jalan yang selalu diserukan oleh
Muhammad yang secara jelas kelihatan pada kata-kata dan perbuatannya.
Bagi Islam Sunni Alquran adalah fundamental dan Sunah adalah penjelasan
pertama yang terpercaya mengenai Kitab Suci. (Keene Michael, 2006:126)
Imam Ahlu’s-Sunnah wal-Jama>‘ah terbagi menjadi dua yaitu: Imam
dalam masalah Fiqih dan Imam dalam masalah Aqidah. Imam dalam masalah
Fiqih, golongan Sunni mengikuti empat orang madzhab yaitu: Imam Abu
Hanifah, Maliki, Syafi‟i, dan Hambali. Imam Abu Hanifah merupakan Imam
yang paling tua dimana jarak usianya dengan Rasulullah terpaut 100 tahun.
Sementara Imam Ahmad bin Hambal adalah Imam termuda dengan jarak
usia terpaut 200 tahun dengan Nabi Muhammad. Adapun dalam masalah
Aqidah, golongan Sunni mengikuti Imam Al-Asya‟ri yang lahir pada tahun
270 H. (M.Tijani, 2007:103)
51
Islam Sunni di Yerusalem banyak membangun bangunan bersejarah yang
sampai sekarang masih berdiri kokoh di Yerusalem seperti pembangunan al-
chara>m a’sy-syari>f yang di dalamnya terdapat Masjid Al-Aqsha (renovasi
pertama), Kubah Batu (Dome of the Rock), dan Masjid Al-Qibli. Hal itu
merupakan peran Islam Sunni di Yerusalem dalam bidang kebudayaan yang
sampai sekarang bahkan masih terdapat di Yerusalem. Selain itu, dalam
bidang ilmu pengetahuan mulai muncul ilmu-ilmu seperti ilmu perbintagan,
filsafat, kedokteran dan lain sebagainya. Berikut ini adalah peran Islam Sunni
di Yerusalem dalam bidang kebudayaan :
a) Ilmu Pengetahuan (Agama Islam)
Bidang ilmu pengetahuan yang ada pada Dinasti Umayyah telah
mencapai kemajuan yang luar biasa. Perkembangan iIlmu pengetahuan
saat itu sangat maju pesat, tidak hanya ilmu pengetahuan agama, tetapi
juga ilmu kedokteran, ilmu pasti, filsafat, astronomi, geografi, sejarah,
bahasa, dan sebagainya. Kota yang menjadi pusat ilmu pengetahuan antara
lain Damaskus, Kufah, Makkah, Madinah, Mesir, Cordoba, Granada.
Masjid-masjid menjadi tempat pengajaran selain madra>sah dan lembaga
pendidikan yang ada. (Al-Azizi, 2014:163)
Terdapat beberapa madra>sah yang dipergunakan oleh masyarakat
Yerusalem untuk menimba ilmu agama pada saat itu. Bahkan pada era
modern, madra>sah di kawasan Masjid Al-Aqsha masih berdiri dengan
kokoh, salah satunya adalah madra>sah yang berada di dalam Masjid AlAqsha Al-Qadi>m.
52
Masa Khulafau’r-Rasyidi>n dan Dinasti Umayyah, kurikulum
pendidikan ditentukan oleh para ulama dan khalifah. Sebelum nama
madra>sah dikenal, lembaga pendidikan dan pengajaran pada awal
perkembangan Islam masih dinamakan kutta>b (surau). Kutta>b adalah
sebuah lembaga pendidikan yang dikhususkan sebagai tempat belajar
membaca dan menulis. Biasanya kutta>b bertempat di samping masjid,
rumah, istana, atau perpustakaan (da>ru’l-kutu>b).
Sebagian besar guru-guru kutta>b adalah orang-orang non-muslim,
terutama orang Kristen dan Yahudi dzimmi, oleh karena itu, kutta>b
hanya diperuntukkan bagi kegiatan belajar membaca dan menulis,
sedangkan untuk pelajaran Alquran dan dasar-dasar agama dilakukan
di masjid oleh guru-guru khusus. Kutta>b yang berada di samping
masjid biasanya difungsikan untuk belajar menulis dan membaca.
Perkembangan selanjutnya, fungsi kutta>b menjadi semacam
sarana pendidikan tingkat dasar. Sedangkan pendidikan tingkat
lanjutan, berupa halaqah yang mengajarkan tentang berbagai ilmu
pengetahuan, diberikan di masjid. Pendidikan di masjid biasanya untuk
orang dewasa. Pendidikan tingkat lanjutan (halaqah) memunculkan
ulama-ulama besar dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan agama
Islam, dari sana pula muncul madzab-madzab dalam beragam disiplin
ilmu, yang pada masa itu disebut madra>sah.
Madrasah yang ada di Syam (Palestina) pada masa Dinasti
Umayyah adalah Madra>sah Damsyik. Madra>sah itu dibangun oleh
Khalifah Umar Bin Khatab dengan cara mengirimkan tiga orang Guru
53
ke Syam. Ketiga orang guru tersebut adalah Mu‟ad bin Jabal, Ubadah,
dan Abu Darda‟, ketiganya mengajar di Syam di tempat yang berbedabeda. Mu‟ad bin Jabal mengajar di Palestina, Abu Darda‟ di Damsyik,
dan Ubadah di Hims. Akhirnya madra>sah ini melahirkan imam-imam
di Syam seperti Abdur-rahman al-Auza‟i yang ilmunya setingkat
dengan Imam Malik dan Abu Hanifah.
b) Pembangunan Masjid Al-Aqsha
Masjid Al-Aqsha merupakan salah satu tempat kebanggaan
umat Islam diseluruh dunia, karena Nabi Muhammad pernah singgah
ke Masjid Al-Aqsha ketika peristiwa isra’ mi’raj untuk menerima
perintah salat lima waktu. Oleh karena itu Masjid Al-Aqsha menjadi
tempat suci ketiga oleh umat Islam selain Masjidil Haram di Makkah
dan Masjid Nabawi di Madinah. Masjid Al-Aqsha juga pernah
menjadi kiblat pertama bagi umat Islam, sebelum akhirnya datanglah
perintah bahwasannya kiblat menghadap ke Ka‟bah di Makkah.
(Abdul Wahid, 2013:144-145)
Secara bahasa “masjid” artinya tempat sujud. Imam Az-Zajjaj
mendefinisikan masjid dalam kitab lisa>nul-ara>b milik Ibnu Manzhur
sebagai tempat yang di dalamnya dipergunakan untuk tempat
beribadah. A‟l-Aqsha berarti jauh, dikatakan jauh karena posisinya
yang jauh dari Masjidil-Haram di Makkah, jika diukur dengan
perjalanan kaki selama satu bulan penuh. Jarak masjidil-Haram ke
Masjid Nabawi tidak sejauh jarak Masjidil-Haram ke Masjid AlAqsha. Masjid Al-Aqsha adalah nama sebuah kawasan untuk
54
keseluruhan tempat yang dikelilingi pagar di dalam kota Al-Quds.
Sekelilingnya terdapat pintu masuk, di dalamnya ada halaman yang
luas, Masjid Al-Qibli, Kubah Ash-Sakhrah, Musala Marwani, ruwa>q
(lorong), kubah, mastha>bah (teras batu), saluran air, dan yang lainnya.
(Tim ASPAC FOR Palestine, 2014:4-5)
Masjid Al-Qibli
Gambar 2. Kawasan al-chara>m a’sy-syari>f (Masjid Al-Aqsha)
Keterangan:
1. Gambar peta di atas merupakan kawasan al-chara>m a’sy-syari>f/Bukit
Kuil/Holy of Holies yang secara keseluruhan berada di Kawasan
Masjid Al-Aqsha.
55
2. Masjid Al-Aqsha terlihat berkubah kehijau-hijauan pada gambar di
atas, sedang Dome of the Rock/Qubbattush-Shakhrah /Kubah Batu
terlihat keemasan
3. Terdapat juga Masjid Al-Qibli yang berada di sebelah selatan Masjid
Al-Aqsha, masjid ini merupakan bagian dari Masjid Al-Aqsha yang
terdiri dari tanah dan bangunan saja (tidak terdapat kubah).
4. Masjid Al-Aqsha mempunyai 15 pintu, nama pintu-pintu tersebut
antara lain: pintu al-Asba>t (al-Asbat Gate), pintu Hittah (Remission
Gate), pintu Al-‘atam (King Faisal’s Gate), pintu Ghawa>nimmah
(Gate of the Bani Ganim), pintu an-Na>zir (al-Nazir Gate), pintu al-
Chadi>d (Iron Gate), pintu al-Qata>ni>n (Gate of The Cotton
Merchants), pintu al-Mitha>rah (Ablution Gate), pintu as-Silsilah
(Chain Gate), pintu al-Magha>ribah (Marocco Gate), pintu al-Jana>iz,
dan pintu ar-Rahmah (Golden Gate)
Jadi, kawasan Masjid Al-Aqsha di sebut sebagai al-chara>m a’sy-
syari>f oleh umat Islam, di sebut Bukit Kuil oleh umat Yahudi, dan di
sebut sebagai Holy of Holies oleh umat Nasrani merupakan kawasan
yang di dalamnya terdapat bangunan kebangaan umat Islam yang
dibangun pada masa Dinasti Umayyah dan sampai sekarang masih
bertahan. Kawasan Masjid Al-Aqsha terdapat Masjid Al-Qibli, Musala
Marwani, dan Kubah Batu yang melambangkan kejaan kejayaan Islam
pada masa Dinasti Umayyah.
Masjid Al-Aqsha berada di Dataran Tinggi Moria. Daerah selatan
masjid yang mengarah ke kiblat lebih rendah dibanding daerah tengah
56
dan utara sehingga ketika kita melihat gambar Masjid Al-Aqsha, akan
terlihat pagar tinggi seperti benteng di daerah barat daya, selatan,
tenggara, dan timur masjid. Di bawah daerah yang rendah tersebut
terdapat Masjid Al-Aqsha Al-Qadi>m dan Musala Al-Marwan,
sedangkan kawasan paling tinggi di dataran tersebut adalah tempat Ash-
Shakhrah’l-Musya>rrafah berada, yang merupakan kiblat pertama umat
Muslim dan berada di tengah-tengah kawasan Masjid Al-Aqsha. (Tim
ASPAC for Palestine, 2014:14)
Posisi Masjid Al-Aqsha berada di sebelah tenggara kota Al-Quds
(al-Baldatu’l-Qadi>mah/Kota Lama). Luas kota Al-Quds mencapai
8.710.000 meter persegi, sedangkan luas Masjid Al-Aqsha mencapai
144.000 meter persegi, Masjid Al-Aqsha menempati seperenam luas
Kota Lama ini. Masjid Al-Aqsha diapit oleh dua lembah, yaitu Lembah
Kidron di sebelah Timur dan Lembah Ar-Rababah di sebelah Barat.
Penduduk yang tinggal di Al-Quds lebih dari 31.000 jiwa. Tempat
tinggal penduduk Al-Quds dibagi menjadi empat kawasan, yaitu
kawasan Muslim, kawasan Nasrani, Kawasan Yahudi, dan Kawasan
Armenia. Akan tetapi orang-orang Yahudi ingin menguasai seluruh
kawasan di Al-Quds, termasuk kawasan Masjid Al-Aqsha. (Tim
ASPAC for Palestine, 2014:15)
Masjid Al-Aqsha pada awalnya adalah rumah ibadah kecil yang
didirikan oleh Umar bin Khatab, salah seorang dari sahabat Nabi.
Rumah kecil ini kemudian diperbaiki dan dibangun kembali oleh
Khalifah Umayyah Abdul Malik dan diselesaikan oleh putranya Al-
57
Walid pada tahun 705 M. Masjid Al-Aqsha pada masa Dinasti
Umayyah masih sangat sederhana, hanya terdapat kubah Al-Aqsha dan
kubah Silsilah, terdapat satu buah menara tetapi telah rusak akibat
terjadi gempa pada tahun 750 M, terdapat air mancur dan tempat wudu
yang bernama al-Ka>s yang terletak di antara masjid dan Kubah Batu, air
mancur dan tempat wudu di Masjid Al-Aqsha pertama kali dibangun
pada masa Dinasti Umayyah pada tahun 709M. (Zaidany, 2012:154180)
Kawasan Masjid Al-Aqsha (al-chara>m a’sy-syari>f) mempunyai 15
pintu dan gambar pintu di Masjid Al-Aqsha terlampir. Adapun 15 pintu
tersebut adalah:
1. Pintu al-Asbat (al-Asbat Gate)
Pintu ini terletak di sebelah utara paling kiri Masjid Al-Aqsha,
di pojok pintu bagian dalam terdapat tangga yang tersambung
langsung dengan lorong utara, sedangkan pintu bagian luar masjid
berbentuk persegi panjang melengkung yang runcing dengan lebar
sekitar 2 m dan mempunyai tinggi 4 m.
2. Pintu Hittah (Remision Gate)
Pintu Hittah terletak di antara pintu kuno masjid yang berada di
sebelah utara lorong utara. Bentuk pintunya persegi panjang dan
dikelilingi batu, ketika memasukinya terdapat undak-undak tangga
dari batu. Undak-undak itu bagian dari lorong utara. Pintu masuk
dari sisi luar berbentuk melengkung meruncing, di atasnya terdapat
dekorasi berbentuk barisan batu kurung yang berjumlah sembilan. Di
58
atas lorong ini terdapat beberapa ruang yang dipakai
untuk
pendidikan.
3. Pintu al-‘Atam (King Faisal’s Gate)
Pintu ini berada di antara pintu Hittah dan pintu Ghawa>nimmah
di sebelah utara Masjid Al-Aqsha. Orang-orang Baitul-Maqdis
menamainya al-Ata>m yang berarti gelap. Bagian dalam dari pintu ini
tingginya mencapai 4 m, dan terdapat dua daun pintu. Jika
memasukinya akan ada undak-undak tangga yang merupakan bagian
dari lorong utara, di atas pintu ini terdapat bangunan Madra>sah a’l-
Aminiyyah.
4. Pintu al-Ghawa>nimmah (Gate of Bani Ghanim)
Pintu ini adalah pintu pertama yang menghadap ke ruwa>q
gharbi> (lorong barat). Posisinya berada di sebelah timur laut dari
Masjid Al-Aqsha. Pintu ini juga dikenal dengan sebutan pintu AlWalid, dinisbatkan kepada Al-Walid bin Abdul Malik. Untuk
memasuki pintu ini, harus menaiki delapan anak tangga dan di
atasnya terdapat rumah penduduk.
5. Pintu an-Na>zir (An-Nazir Gate)
Nama lain dari pintu ini adalah al-Habs (penjara), pintu ini
terletak di sebelah barat Masjid Al-Aqsha. Pintu masuknya
berbentuk persegi panjang dengan panjang 4,5 m dan lebar 2 m.
Terdapat undak-undak turunan ketika memasukiya yang merupakan
bagian dari ruwa>q gharbi> (Lorong Barat). Pelataran lorong barat
59
lebih tinggi daripada pelataran pintu masuk, sekitar tiga anak tangga
tingginya.
6. Pintu al-Chadi>d (Iron Gate)
Posisi pintu ini terletak di sebelah barat Masjid Al-Aqsha.
Pintu masuknya kecil berbentuk persegi panjang, perbandingan
antara panjang dan lebarnya 5:3. Tampak pintu dari arah dalam
masjid terdapat pelataran yang tertutup dengan kubah di atasnya.
Pelataran ini adalah salah satu bagian dari ruwa>q gharbi> (lorong
barat) Masjid Al-Aqsha, yang posisinya agak meninggi dari
pelataran pintu. Adapun pintu dari arah luar masjid terlihat tinggi
dengan bentuk persegi panjang. Akses menuju kearah pintu seperti
melewati gang, dan di samping kiri kanan pintu terdapat tumpukan
batu setinggi 60 cm. Posisi pintu agak tinggi sehingga untuk
melewatinya menggunakan anak tangga yang berjumlah tiga. Anak
tangga pertama berbentuk setengah lingkaran dan dua anak tangga
selanjutnya berbentuk persegi panjang.
7. Pintu al-Qatha>ni>n (Gate of the Cotton Merchants)
Pintu ini berada di sebelah barat dari Masjid Al-Aqsha , dari
arah pelataran masjid jika ingin menuju pintu ini maka kita harus
menuruni sembilan anak tangga, di depan pintu terdapat pelataran
berpenutup dengan kubah yang lebih rendah dari pelataran Masjid
Al-Aqsha. Lebar pelataran ini mencapai 7 m dan tingginya mencapai
13 m. Kubahnya terbuat dari batu dengan tiga warna, yaitu: merah,
putih, dan kuning. Warna kuning adalah warna dalam kubah. Warna
60
putih dan merah berada dilingkaran kubah. Puncak Kubah Batu
berwarna hitam. Kubah ini berada di atas lima baris susun stalaktit.
Bentuk pintu persegi panjang, tingginya 4m dan tingginya 2,5m.
Mempunyai dua daun pintu dari kayu, salah satunya menjadi tempat
keluar masuk orang ke dalam masjid. Di atas pintu terdapat tiga batu
ambang.
8. Pintu al-Mitha>rah (Ablution Gate)
Pintu al-Mitha>rah berada di sebelah barat Masjid Al-Aqsha,
yang mengarah langsung ke tempat wudu. Oleh karena itu, pintu ini
dinamakan pintu al-Mitha>rah yang artinya pembersih. Pintu ini
terlihat seperti susunan batu yang melengkung dari arah luar, tidak
terlihat ornamen bangunannya. Pintu ini berbentuk persegi panjang
dengan tinggi 3,5 m dan lebar 2 m, terdiri dari dua daun pintu yang
terbuat dari kayu. Pintu ini lebih rendah letaknya jika dibangingkan
dengan pelataran Masjid Al-Aqsha, oleh karena itu jika ingin menuju
pintu ini kita harus menuruni lima anak tangga dari dalam Masjid
Al-Aqsha.
9. Pintu as-Silsilah (Chain Gate)
Pintu as-Silsilah berada di sebelah barat Masjid Al-Aqsha,
yang beririsan dengan ruwa>q (lorong) gharbi>. Sebagian orang
mengatakan pintu ini ada dua, pintu pertama dinamakan as-Silsilah
(rantai) karena diyakini dulunya terdapat rantai yang tergantung di
pintu, sedangkan pintu kedua dinamakan pintu as-Sakinah. Pintu
kedua ini selalu ditutup, hanya akan dibuka dalam kondisi darurat.
61
Pintu yang selalu dibuka adalah pintu as-Silsilah. Pintu as-Silsilah
mempunyai tiang di masing-masing sisinya. Adapun pintu asSakinah mempunyai tiang di sisi selatan dengan dua bagian. Bagian
paling bawah terdapat tiga tiang.
10. Pintu al-Magha>ribah (Marocco Gate)
Pintu ini juga dikenal dengan sebutan pintu a’n-Nabi atau pintu
al-Buraq, karena diyakini melalui pintu inilah Rasulullah SAW
masuk ke dalam Masjid Al-Aqsha ketika malam isra’. Pintu ini
dinamakan al-Magha>ribah karena pintu ini mempunyai akses
langsung ke perkampungan orang-orang Marocco (Marocco Distric).
Jika dilihat dari luar masjid, pintu ini berbentuk melengkung pada
bagian atasnya, dari arah dalam masjid, pintu ini berbentuk persegi
panjang dengan perbandingan panjang dan lebar 2:3.
11. Pintu al-Jana>iz
Pintu ini berada di sebelah timur Masjid Al-Aqsha. Pagar masjid
sebelah timur juga merupakan pagar (benteng) Kota Al-Quds, di
pagar ini hanya ada dua pintu yaitu pintu al-Jana>iz dan pintu a’rRachmah. Pintu al-Jana>iz khusus digunakan untuk membawa
jenazah dari masjid ke makam Rahmah, di samping masjid.
12. Pintu ar-Rachmah dan at-Taubah (az-Zahabi/Golden Gate)
Pintu ar-Rachmah adalah pintu kedua di sebelah timur Masjid
Al-Aqsha. Terdiri dari dua pintu masuk, yang dinamakan dengan arRachmah dan at-Taubah. Pintu ar-Rahmah berada di sebelah selatan
dan pintu at-Taubah berada di sebelah utara Masjid Al-Aqsha. Pintu
62
ini mempunyai ketinggian mencapai 11,5 m. Terlihat jelas dari
dalam kawasan Masjid Al-Aqsha ada dua pintu besar melengkung di
mana fondasi dasar pintu berada di bawah dengan menuruni 28 anak
tangga. (Tim ASPEC for Palestine, 2014: 112-125)
13. Pintu ats-Tsula>si
Pintu a’ts-Tsula>si berada di selatan masjid, dan menjadi pintu
masuk ke Musala Al-Marwan. Pintu ini ditutup atas perintah Sultan
Shalahuddin untuk menjaga masjid dan Al-Quds dari serangan
Zionis. Tahun 1990-an, penjajah zionis membangunkan tangga untuk
mencapai pintu ini, untuk menguasai Musala Marwani, akan tetapi
dicegah oleh Yayasan Al-Aqsha dengan cara segera merenovasi
musala dan menjadikannya sebagai tempat shalat.
14. Pintu al-Muzdawij
Al-Muzdawij berarti dua, pintu ini dinamakan demikian karena
pintu tersebut berjumlah dua. Posisi pintu al-Muzdawij berada di
selatan Masjid Al-Aqsha. Pintu ini dibangun sebagai jalan untuk
Amir dan Sultan salat di Masjid Al-Aqsha sebagai imam shalat,
karena pintu ini berhimpitan langsung dengan istana Dinasti
Umayyah yang berada di selatan Masjid Al-Aqsha. Pintu ini sudah
ditutup atas perintah Shalahuddin untuk menjaga masjid dan AlQuds dari serangan luar, karena pagar Masjid Al-Aqsha di sebelah
selatan juga menjadi pagar kota Al-Quds.
15. Pintu al-Munfarid
63
c) Pembangunan Masjid Qubbatu’sh-Shakhrah
Qubbatush-Shachrah/Dome of the Rock (Kubah Batu) dan
Masjid Al-Aqsha berada di atas Temple Mount. Dalam Bahasa Arab,
Dome of the Rock disebut dengan Qubbattu’sh-Shakhrah, atau Kipat
Hasela dalam bahasa Ibrani, dan disebut Kubbetus Sahra dalam
Bahasa Turki. Tempat berdirinya Dome of the Rock juga disebut
dengan Tempat Maha Kudus atau al-chara>m al-qudsi a’sy-Syari>f/ al-
chara>m a’sy-syari>f yang oleh umat Kristen dan Yahudi disebut Har
ha-Bayit atau Temple Mount. Dome of the Rock merupakan salah satu
landmark Yerusalem yang sangat terkenal. Kubah Dome of the Rock
berwarna kuning keemasan karena memang dilapisi emas. (Trias
Kuncahyono, 2014:210-211)
Masjid Qubbattu’sh-Shakhrah adalah salah satu situs bangunan
Islam terkenal di dunia. Dibangun oleh Khalifah Abdul Malik bin
Marwan (65-86 H/ 685-705 M). Pekerjaannya dimulai pada tahun 66
H/685M selesai pada tahun 72H/691M. Pembangunan masjid ini
dikepalai oleh dua orang arsitek pada masa tersebut. Roja‟ bin Hiwah
al-Kanadi yang berasal dari kota Bisan Palestina dan Yazid bin Salam,
anak asuh Abdul Malik bin Marwan, seorang arsitek bangunan dari
tanah Al-Quds. Bangunan persegi delapan ini salah satu bangunan
yang paling bagus, berada di jantung Masjid Al-Aqsha. Tengah
bangunan ini terdapat a’sh-Shakhrah al-Musyarrafah (batu yang
dimuliakan). Posisi a’sh-Shakhrah berada di ketinggian 1,5 meter dari
tanah dan bentuknya tidak beraturan. Diameternya antara 13-18 meter.
64
Bentuk segi delapan secara umum terdiri dari dua baris tiang (sisi luar
dan dalam). Setiap barisnya terdiri dari kumpulan tiang besar persegi
panjang dan tiang-tiang kecil terbuat dari marmer berbentuk tabung
silinder. Jumlah tiang besar pada sisi baris luar ada 8 tiang, antara
tiang besar tersebut terdapat dua tiang kecil. Jadi jumlah yang kecil
pada baris sisi luar ada 16 tiang. (Tim ASPAC for Palestine,
2014:140)
Leslie Hoope OFM dalam buku Trias, seorang profesor
arkeologi dan tafsir Kitab Injil serta profesor Kitab Suci Perjanjian
Lama dari CTU, Chicago menulis bahwasannya simbol Yerusalem
yang sangat dikenal oleh masyarakat dunia bukanlah tempat suci
Yahudi ataupun Kristen, melainkan tempat suci umat Islam yaitu
Dome of the Rock. Kubah emas yang menjulang tinggi dari Temple
Mount hanya dapat kita saksikan di Yerusalem. Dome of the Rock
dapat dikatakan sebagai jawaban Yerusalem terhadap Paris yang
memiliki menara Eiffel, terhadap Roma yang memiliki lapangan St.
Petrus, dan terhadap New York yang memiliki Empire State Building.
Dome of the Rock adalah Yerusalem. (Trias Kuncahyono, 2014:211)
Abdul Malik mempersiapkan pembangunan Dome of the Rock
pada akhir abad 7. Sejarawan al-Muqaddasi menulis bahwa Abdul
Malik membangun Shakrah tersebut untuk melebihi kemegahan
gereja-gereja monumental Islam. Bangunan berkubah emas itu sering
disebut dengan masjid Umar oleh orang-orang Eropa selama berabadabad. Padahal, bangunan ini tidak dibangun oleh Khalifah Umar bin
65
Khatab yang menaklukan Yerusalem. Menurut cerita, ketika Khalifah
Umar dengan pasukannya memasuki Yerusalem, ia melihat tempat
Dome of the Rock yang sekarang ini berdiri tidak terurus sama sekali.
Kemudian ia membersihkan dan mendirikan masjid kayu dibantu oleh
Kaab al-Ahbar serta umat Muslim lainnya. Banyak yang percaya
bahwa dahulu di tempat itu berdiri Kenizah Allah (Bait Allah) yang
dibangun oleh Solomon atau Suleiman, dan dihancurkan oleh
Nebukadnezar pada tahun 586 SM. (Hoppe dalam M.Muhibbuddin,
2014:158)
Orang-orang Yahudi percaya bahwa tempat itu merupakan
tempat berdirinya Kenizah kedua yang dihancurkan oleh penguasa
Romawi yakni Kaisar Titus pada tahun 70 M. Akan tetapi ada dua
teori yang berkaitan dengan dimana dahulu Kenizah Allah itu
dibangun. Teori pertama menyatakan Kenizah Allah terletak di
sebelah Dome of the Rock atau disebut juga Masjid Qubbattu’sh-
Shakhrah yang berdiri megah di tengah Temple Mount (al-chara>m
a’sy-syari>f) di Gunung Moriah Dome of the Rock yang dibangun pada
tahun 687 hingga 692 atas perintah Khalifah Abdul Malik ini dikebal
sebagai landmark-nya Yerusalem. Teori kedua menyatakan Kenizah
Allah dibangun di sebelah selatan Dome of the Rock. Sementara
Ernest L.Martin dalam buku Trias menulis, baik Kenizah pertama
maupun kedua terletak di sebelah selatan Dome of the Rock sekarang
ini. Menurut teori ini, tempat Kenizah ada di lokasi kota Daud kuno
yang terletak di sebelah selatan Kota Lama sekarang ini. Akan tetapi
66
pendapat Ernest ditentang oleh orang Yahudi yang berkeyakinan
bahwa kedua Kenizah itu berada di tempat dimana sekarang berdiri
Dome of the Rock. (Trias Kuncahyono,2014:211-212)
Bangunan Dome of the Rock merupakan jantung kota
Yerusalem. Awal mulanya, Khalifah Umar mendirikan masjid dari
kayu, lima tahun kemudian setelah Khalifah Umar masuk Yerusalem,
Khalifah
Adul
Malik
Ibn
Marwan
dari
Dinasti
Umayyah
memerintahkan untuk mendirikan Dome of the Rock . Pembangunan
dimulai pada tahun 687M (688M) dan berakhir pada tahun 691M
(692M). Bangunan itu merupakan monumen Islam tertua dan
menandai kehadiran Dinasti Umayyah, baik secara politik maupun
religius di Yerusalem. Di tempat itu pula, diyakini Abraham (Ibrahim)
mengorbankan putranya. Selain itu, tempat tersebut sangat penting
bagi umat Islam berkaitan dengan perjalanan malam Nabi Muhammad
SAW dari Makkah ke Yerusalem (isra>’ mi’ra>j). Dome of the Rock di
tempat Umar pertama kali salat di Yerusalem. Lalu disusul dengan
pembangunan masjid-masjid lain dan institusi-institusi publik di
penjuru kota suci ini. Komplek Dome of the Rock itu sendiri berada
dalam tembok Kota Lama Yerusalem (Yerusalem Timur). Di dalam
Qubbattu’sh-Shakhrah
terdapat batu a‟sh-Shakhrah yang menjadi
tempat paling suci bagi umat Yahudi. (Trias Kuncahyono, 2014:214)
67
Qubbattu’sh-Shakhrah
Gambar 3. Qubbattu’sh-Shachrah di kawasan Masjid Al-Aqsha
d) Pembangunan Masjid Al-Qibli
Masjid
Al-Qibli
disebut
juga
al-Jami>u’l-Qibli.
Orang
mengenalnya dengan sebutan Masjid Al-Aqsha padahal sebutan itu
tidak tepat karena ia merupakan salah satu bagian dari Masjid Al-Aqsha
yang terdiri dari tanah dan bangunan. Berada di sebelah selatan Masjid
Al-Aqsha (arah kiblat), karena posisinya arah kiblat maka dinamakan
Al-Qibli. Masjid Al-Qibli didirikan oleh khalifah Abdul Malik bin
Marwan dari Bani Umayyah dan disempurnakan pada masa anaknya,
al-Walid bin Abdul Malik pada tahun 86-96 H/705-714M. Ketika
dibangun pertama kali, masjid ini mempunyai 15 lorong (ruwa>q),
kemudian diperbaharui setelah terjadi gempa pada masa Dinasti
Fathimiyah oleh az-Zahir li I‟zazi menjadi 7 ruwa>q seperti sekarang ini.
(Tim ASPAC for Palestine, 2014:138)
Sejarah awalnya ketika khalifah Umar bin Khatab datang ke AlQuds untuk membebaskan Baitul Maqdis tahun 15 H/636M beliau
bertanya kepada Ka‟bu al-Ahbar tentang tempat yang baik untuk
68
mendirikan tempat salat, Ka‟bu al-Ahbar menjawab: menghadap ke
Ash-Shachrah sehingga dapat menghimpun kiblat Nabi Musa AS dan
Nabi Muhammad SAW. Namun Umar menolak usul ini dan lebih
memilih tempat yang sekarang dibangun Masjid Al-Qibli. Kemudian
Umar membangun masjid yang dikenal dengan Jami‟ Umar (masjid
Umar). Bahan bangunan masjid terdiri dari kayu dan batang pohon
sebagaimana Masjid Nabawi dahulu. Ketika itu dapat menampung 1000
jemaah. Kemudian diperbaharui dan diperluas oleh Khalifah Muawiyah
bin Sufyan sehingga dapat menampung 3000 jemaah. (Tim ASPAC for
Palestine, 2014:139)
Ahli sejarah menyebutkan bahwa di sana terdapat masjid kecil
yang menempel dengan Masjid Al-Qibli, masjid ini dinamakan Masjid
Umar. Masjid Umar berada disisi dinding selatan Masjid Al-Aqsha
memanjang ke arah timur dan bertemu dengan dinding timur Masjid
Al-Qibli. Artinya, posisi Masjid Umar saat ini masuk ke dalam Masjid
Al-Qibli. Masjid Umar adalah tempat dimana Umar bin Khatab
melaksanakan salat ketika berkunjung ke Al-Quds, dalam rangka serah
terima kunci kota. Saat berkunjung kebeberapa lokasi di sana, yang
salah satunya adalah Gereja Makam Kristus (Holy Sepulchre) uskup
Sophronius mempersilahkan Umar untuk salat di dalamnya ketika akan
salat dhuhur. Pintu masuk menuju Masjid Umar ada dua, pertama dari
dalam Masjid Al-Qibli dan kedua dari halaman Musala Al-Marwan.
Sejak tahun 2000 M hanya digunakan salah satu pintu saja, yaitu pintu
yang berada di dalam Masjid Al-Qibli. (Noviyanti, 2014:236)
69
Masjid
Al-Qibli
sering
direnovasi
pada
beberapa
masa
pemerintahan Islam, di antaranya pada masa Mamluk, masa Ustmani,
dan ketika awal penjajahan Inggris atas tanah Palestina.Masjid Al-Qibli
memiliki satu kubah besar yang terbuat dari kayu di sisi dalmnya dan di
lapisi timah di sisi luarnya, dengan tinggi 17 meter. Panjang masjid ini
mencapai 80 meter dan lebarnya 55 luasnya mencapai 4000 m persegi.
Bagian dalamnya terdapat 11 pintu masuk dan pada saat ini dapat
menampung 5500 jemaah. (Tim ASPAC for Palestine, 2014:139-140)
e) Pembangunan Musala Al-Marwan
Musala Al-Marwan berada di sebelah tenggara Masjid Al-Aqsha.
Musala ini dibangun pada masa Dinasti Umayyah, tepatnya pada
Khalifah Abdul Malik bin Marwan. Masa Umayyah dulu bangunan ini
dikenal dengan nama Taswiyyah Syarqiyyah (pemerataan tanah bagian
timur). Bangunan besar ini mempunyai luas lebih dari 4000 m persegi.
Musala ini baru dikenal dengan nama Musala Al-Marwan pada tahun
1996 ketika musala ini dibangun kembali untuk tempat salat agar
terhindar dari rencana zionis yang ingin mengambil sebagian tanah
Masjid Al-Aqsha. (Tim ASPAC for Palestine, 2014:142)
Banyak bantuan dari berbagai negara seperti Mesir yang
memberikan karpet dan negara Bulan Sabit Merah Uni Emirat Arab
membantu penerangan halaman Musala Al-Marwan. Ribuan pekerja
turut membantu proses pembangunan musala ini, dan tidak sampai dua
bulan musala ini sudah bisa dipergunakan kembali untuk salat serta
dapat menampung lebih dari sepuluh ribu jemaah. Karena pintu lama
70
tidak dapat menampung keluar masuk jemaah, pada tahun 2000 M
dibuka dua pintu masuk tambahan ke Musala Al-Marwan dari tujuh
pintu yang ada dan masih tertutup. Pintu masuk ini terletak di tenggara
Masjid Al-Aqsha. (Tim ASPAC for Palestine, 2014:142)
f) Pembangunan Masjid Al-Aqsha Al-Qadi>m
Masjid Al-Aqsha Al-Qadi>m disebut juga Masjid Al-Qadim.
Masjid ini merupakan bangunan kuno yang terletak di sebelah selatan
Masjid Al-Aqsha dan di bawah Masjid Al-Qibli. Masjid ini dibangun
pada masa Dinasti Umayyah, terdiri dari 2 ruwa>q (lorong). Lorong ini
mengarah ke pintu al-Muzdawij, pintu selatan Masjid Al-Aqsha yang
sudah ditutup, dari pintu al-Muzdawij ini bisa langsung ke Istana
Umayyah di selatan masjid. Tujuan dibangunnya Masjid Al-Qadim
adalah untuk meratakan sisi selatan halaman Al-Aqsha agar sama rata
dengan sisi utara. Selama berabad-abad Masjid Al-Qadim tidak terurus
dan banyak debu karena ditutup oleh Yayasan Al-Aqsha untuk
Pembangunan Kota Suci, hingga dibuka kembali pada tahun 1999 M.
Masjid ini dapat menampung seribu jamaah salat di dalamnya. (Tim
ASPAC for Palestine, 2014:143)
71
C. ANALISIS
Peneliti akan menganalisis penelitiannya dengan judul “Peran Islam
Ahlu’s-Sunnah wal-Jama>‘ah (Sunni) dalam Bidang Kebudayaan di Yerusalem
pada Masa Dinasti Umayyah (660-750 M)” menggunakan teori perubahan
sosial menurut Ibrahim Anis. Perubahan sosial menurut Ibrahim Anis berasal
dari faktor internal dan faktor eksternal. Perubahan sosial yang berasal dari
faktor internal berupa manifes (disengaja) kolektif adanya penemuan baru
(inovasi) dalam bidang ilmu pengetahuan. Penemuan baru dalam bidang ilmu
pengetahuan yang berkembang dengan pesat yaitu ilmu pengetahuan
mengenai agama Islam, seperti ilmu fiqh dan hadist.
Sedangkan faktor eksternal yang menyebabkan terjadinya perubahan
sosial yaitu adanya kebudayaan asing yang masuk, dalam hal ini adalah
kebudayaan bangsa Byzantium yang masuk ke Yerusalem. Kebudayaan
Byzantium yang masuk ke Yerusalem dalam bidang seni arsitektur kubah
masjid. Kubah dan bangunan masjid di Yerusalem pada awalnya bercirikan
arsitektur awal Islam, kemudian menjadi bercirikan arsitektur Byzantium
klasik karena adanya pengaruh dari kebudayaan bangsa Byzantium yang
masuk ke Yerusalem. Jadi bisa peneliti simpulkan bahwa adanya penemuan
baru di Yerusalem itu dikarenakan adanya kebudayaan asing yang masuk di
Yerusalem. Keduanya saling berkaitan satu sama lain.
Islam Ahlu’s-Sunnah wal-Jama>‘ah (Sunni) merupakan Islam mayoritas
yang ada di Yerusalem pada masa Dinasti Umayyah. Sebagai sekte mayoritas
pada saat itu, Islam Sunni berperan banyak dalam hal kebudayaan yang
mengakibatkan perubahan sosial masyarakat Yerusalem pada masa Dinasti
72
Umayyah. Peran Islam Sunni dalam bidang kebudayaan terlihat dari
pembangunan Masjid Al-Aqsha dan perluasan di wilayah Masjid Al-Aqsha
sehingga wilayah Masjid Al-Aqsha tersebut menjadi salah satu tempat yang
disucikan oleh umat Islam hingga akhirnya kawasan tersebut di sebut kawasan
al-chara>m a’sy-syari>f (merupakan kawasan suci yang dimuliakan oleh umat
Islam)
Islam Ahlu’s-Sunnah wal-Jama>‘ah (Sunni) merupakan Islam yang
mendukung masa pemerintahan Dinasti Umayyah. Adapun sekte-sekte Islam
yang muncul seperti Syi‟ah, Khawarij, dan Mu‟tazillah merupakan sekte Islam
yang memberontak terhadap masa pemerintahan Dinasti Umayyah. Sektesekte tersebut bertujuan ingin meruntuhkan kekuasaan Islam pada masa
Dinasti Umayyah, dan mendirikan negara Islam sesuai dengan prinsip mereka.
Pemberontakan-pemberontakan
dari
sekte-sekte
Islam
tersebut
menjadikan masyarakat Islam Sunni pada masa Dinasti Umayyah semakin
membela pemerintahan masa Dinasti Umayyah. Sikap pembelaan mereka
salah satunya menumpas orang-orang yang ingin meruntuhkan Islam pada
masa itu. Salah satu faktor yang menyebabkan keruntuhan Dinasti Umayyah
adalah karena adanya perpecahan dan peperangan intern antara umat Islam itu
sendiri, bukan karena adanya peperangan melawan negara asing. Seperti yang
peneliti bahas di awal bahwasannya Islam pada masa Dinasti Umayyah
berhasil mencapai kejayaan, perluasan wilayah, menguasai ilmu pengetahuan
dan teknologi dibandingkan dengan masyarakat Eropa. Bahkan kekuasaan
Islam pada masa Dinasti Umayyah mencapai Eropa yakni Andalusia. Sebagai
wujud simbol kejayaan tersebut, masyarakat Islam Sunni membangun Masjid
73
Qubbatu’sh-Shakhrah (Kubah Batu), dan masjid-masjid lainnya di kawasan
Masjid Al-Aqsha dengan tujuan untuk menyebarkan agama Islam (da’wah)
yang ada di Yerusalem.
Masuknya kebudayaan asing yaitu kebudayaan Byzantium ke daerah
kekuasaan Dinasti Umayyah membawa perubahan dalam bidang kesenian di
Yerusalem. Sebelum terpengaruh dengan Byzantium, seni di Yerusalem masih
bercorak Islam awal. Berikut faktor intern dan ekstern yang menjadikan
perubahan sosial pada masyarakat Yerusalem:
a) Seni Arsitektur Byzantium (Seni pada Kubah Masjid)
Pembangunan masjid yang ada di Yerusalem pada masa Dinasti
Umayyah bercorak Byzantium Klasik dengan tujuan untuk menandingi
kemegahan gereja-gereja yang ada di Yerusalem. Ciri dari bangunan yang
bercorak Bizantium Klasik terlihat dari bentuk kubahnya karena kubah
dianggap sebagai simbol kekuasaan Tuhan. Ciri dari kubah dengan gaya
arsitektur Byzantium adalah adanya bentuk persegi yang bagian atasnya
berupa kubah, bangunan dengan corak Byzantium tidak menunjukkan
kesesuaian dengan fungsinya, dengan kata lain bangunan bercorak
Byzantium tidak menunjukkan identitas keagamaan.
Masjid yang dibangun pada masa Dinasti Umayyah dengan corak
Byzantium Klasik antara lain adalah Masjid Qubbatu‟sh-Shakhrah dan
Musala Al-Marwan, adapun Masjid Al-Aqsha masih bercorak arsitektur
Islam awal. Adanya arsitektur masjid yang bercorak Byzantium klasik
menandakan bahwa adanya penemuan baru (inovasi) dalam hal
pembangunan masjid pada masa Dinasti Umayyah. Salah satu faktor
74
terjadinya perubahan sosial menurut Ibrahim Anis adalah adanya
penemuan baru (inovasi), berhubung penelitian ini membahas mengenai
kebudayaan maka penemuan baru tersebut dihubungkan dengan adanya
penemuan baru dalam bidang kebudayaan yaitu dalam hal pembangunan
masjid.
Bidang polygon pada Masjid Qubbatu‟sh-Shakhrah
Gambar 4 . Kubah Masjid Qubbatu‟sh-Shakhrah
Kubah Masjid tersebut bercorak seni Byzantium klasik, ditandai
dengan ciri adanya kubah yang menutup bidang polygon. Bangunan
Masjid Qubbatu‟sh-Shakhrah ini, dari awal dibangun sampai sekarang
masih sama seperti aslinya. Abdul Malik membangun Qubbatu‟shShakhrah terinspirasi dari bangunan Gereja Makam Suci Yesus
atau
Church of Holy Sepulchre, yaitu gereja tersuci umat Kristen yang
dibangun tepat di atas lokasi disalibkannya dan dimakamkannya Yesus
Kristus.
75
Fungsi dibangunnya Qubbatu‟sh-Shakhrah antara lain adalah:
(a) Mengklaim bahwa Nabi Ibrahim (Abraham) merupakan bapak umat
Islam, karena pada masa itu orang-orang Yahudi meyakini bahwa
Kubah Batu merupakan tempat Abraham yang hendak mengorbankan
putranya serta sebagai pusat dunia.
(b)Sebagai simbol kekalahan kekaisaran Byzantium dan Sasania. Hal ini
terlihat jelas dari desain dan isi mosaik-mosaik yang masih ada.
(c) Memberitahukan orang-orang Yahudi dan Kristen bahwa Islam telah
melampaui wahyu mereka, yang bisa dilihat dari ayat-ayat Alquran
yang ditorehkan di kepingan batu.
Selain itu, Seni kubah dengan corak Byzantium terlihat sangat indah.
Berbentuk bunga-bunga dan identik dengan warna keemasan yang lebih
memberikan kesan mewah daripada kesan keagamaan.
Gambar 5. Seni interior kubah pada Masjid Qubbatu‟sh-Shakhrah
76
Gambar 6. Seni interior kubah Masjid Al-Qibli
Gambar 7. Seni Byzantium pada bagian tengah kubah Masjid Al-Qibli
Seni Byzantium klasik ini berbeda dengan corak seni Islam awal, seni
Islam awal masih sangat sederhana tidak terdapat ornamen-ornamen.
Bangunan yang masih bercorak seni Islam awal di Yerusalem seperti Musala
77
Al-Marwan dan Masjid Al-Aqsha Al-Qadi>m. Masjid dengan corak Islam awal
tidak terlalu banyak ukiran jika dibangingkan dengan masjid dengan corak
Byzantium. Kubah, lantai, tembok, dan dinding masjid dengan corak seni
Islam awal tidak terdapat banyak gambarnya. Contohnya adalah beberapa
masjid di Yerusalem ini:
Gambar 8. Tembok Musala Al-Marwan
Gambar 9. Kubah Masjid Al-Aqsha Al-Qadi>m
78
Gambar 10. Dinding Masjid Al-Aqsha Al-Qadi>m
Gambar 11. Ruwa>q di Masjid Al-Aqsha Al-Qadi>m
Sebelum masuknya kebudayaan Byzantium dalam hal arsitektur
bangunan, masyarakat Islam di Yerusalem pada masa Dinasti Umayyah
menggunakan arsitektur bergaya Islam awal yang berciri bangunan masih
sangat sederhana dan belum terlalu banyak terdapat ukir-ukiran indah
seperti arsitektur khas Byzantium.
79
Tujuan dari dibangunnya masjid di Yerusalem dengan arsitektur
Byzantium
untuk menandingi kemegahan gereja-gereja di Yerusalem,
karena Islam ingin menunjukkan eksistensinya pada masa Dinasti
Umayyah.
b) Penemuan Baru (Ilmu Agama Islam)
Ilmu pengetahuan yang berkembang sangat maju di Yerusalem dan
pada masa Dinasti Umayyah adalah ilmu dalam bidang ilmu keagamaan.
Masyarakat di Yerusalem belajar ilmu agama bersama dengan guru-guru
khusus (ulama) di dalam masjid. Sedangkan kutta>b hanya dipergunakan
untuk belajar membaca dan menulis saja. Setelah belajar dari kutta>b,
masyarakat di Yerusalem meneruskan pendidikannya ketingkat halaqah
(pendidikan tingkat lanjutan). Pendidikan setelah halaqah disebut dengan
madra>sah. Salah satu madra>sah yang berada di wilayah Syam pada masa
Dinasti Umayyah adalah madra>sah Damsyik.
Madra>sah Damsyik terletak di Damaskus, merupakan ibukota pada
masa Dinasti Umayyah, dan merupakan salah satu wilayah kekuasaan
Dinasti Umayyah yang meliputi Suriah, Yordania dan Palestina. Jadi,
Yerusalem masuk ke dalam wilayah Syam. Kemungkinan besar orangorang di Yerusalem melanjutkan belajar setelah halaqah di madra>sah
Damsyik. Adapun pembagian wilayah kekuasaan pada masa Dinasti
Umayyah akan peneliti lampirkan.
Madra>sah Damsyik memunculkan ulama-ulama besar dalam berbagai
bidang ilmu agama Islam. Salah satu ulama yang dilahirkan dari madra>sah
Damsyik adalah Abdu’r-rahman al-Auza>’i. Abdu’r-rahman al-Auza>’i
80
beliau hidup pada kisaran tahun 707-774 M, beliau adalah ulama dari
Syam yang kemudian berpindah ke Beirut sampai beliau wafat dan
mendapat julukan Syaichu’l-Islam. Beliau lahir pada tahun 88 H, dikenal
sebagai orang yang baik dan banyak ilmu dalam bidang fiqih dan hadist.
Adapun biografi beliau akan peneliti lampirkan.
Download