BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

advertisement
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perubahan warna gigi (diskolorasi) menjadi masalah estetik yang sering
mendorong seseorang untuk mencari perawatan (Walton dan Torabinejad,
2008). Seperti dalam penelitian Farahanny (2009) dalam beberapa tahun
terakhir ini , ketertarikan pasien justru lebih tertuju terhadap perawatan gigi
estetik. Salah satunya adalah tindakan pemutihan gigi atau dalam dunia
kedokteran gigi disebut sebagai bleaching , karena sesuai kebutuhan
masyarakat saat ini (Hendari, 2009). Beberapa dokter gigi dan pasien lebih
suka melakukan pemutih gigi di praktek dokter gigi (office bleaching) atau
dapat juga dilakukan oleh pasien sendiri (at-home bleaching) (Farahanny,
2009). Karbamid peroksida dan hidrogen peroksida dengan konsentrasi
rendah digunakan sebagai bahan aktif dalam bleaching (Ferit dkk., 2011)
Hidrogen peroksida merupakan oksidator kuat dan dalam bentuk alami,
hidrogen peroksida adalah asam kuat dan menghasilkan oksigen yang lebih
kuat sebagai radikal bebas. Jika kondisi pH dibawah netral, pada proses
penguraian hidrogen peroksida tidak akan membentuk oksigen aktif seperti
yang diharapkan, sehingga pengubahan pH menjadi lebih basa akan
menghasilkan oksigen aktif sebagai radikal bebas yang lebih kuat yang
bermanfaat mempunyai efek pemutihan gigi lebih besar (Hendari, 2009).
1
2
Karena pH larutan mempengaruhi kekuatan H2O2, maka larutan ini di
buffer untuk pH 9.5 - 10.8 agar menghasilkan lebih banyak radikal bebas
(Wagner, 1999). Radikal bebas ini akan bereaksi dengan ikatan tidak jenuh
dan menyebabkan gangguan konjugasi elektron dan perubahan penyerapan
energi pada molekul organik dalam struktur gigi (email, dentin). Molekul gigi
berubah struktur kimianya dengan tambahan oksigen dan akan membentuk
molekul organik email yang lebih kecil dengan warna yang lebih terang
sehingga menghasilkan efek pemutihan dan gigi menjadi lebih bercahaya
(Hendari, 2009). Hidrogen peroksida yang biasa digunakan pada bleaching
tersedia dalam berbagai konsentrasi, yaitu salah satunya adalah konsentrasi
35%. Cairan yang memiliki konsentrasi tinggi ini harus ditangani dengan
hati-hati (Walton dan Torabinejad,1997). Hidrogen peroksida lebih sering
dipilih sebab penetrasi hidrogen peroksida pada gigi lebih cepat daripada
karbamid peroksida (Hendari, 2009). Ada 2 efek samping yang paling sering
terjadi yaitu gigi sensitif dan luka pada gingiva (Farahanny, 2009). Hidrogen
peroksida merupakan bahan dalam kedokteran gigi yang merupakan bahan
yang tajam dan dapat menyebabkan gingiva terbakar dan mengelupas
(Walton dan Torabinejad, 2008)
Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh. Keadaan ini
dapat disebabkan oleh trauma benda tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat
kimia, ledakan, sengatan listrik, atau gigitan hewan (Sjamsuhidayat dan jong,
2012). Luka akan menimbulkan suatu masalah jika tidak ditangani dengan
baik dan segera sehinga akan menimbulkan luka kronik (Sabirin dkk., 2013 ).
3
Penyembuhan
luka
merupakan
sebuah
proses
transmisi
yang
merupakan salah satu proses paling kompleks dalam fisiologi manusia yang
melibatkan serangkaian reaksi dan interaksi kompleks antara sel dan mediator
(Prasetyono, 2009). Penyembuhan luka dapat dibagi ke dalam tiga fase, yaitu
fase inflamasi, proliferasi, dan remodeling yang merupakan pembentukan
ulang jaringan (Sjamsuhidayat dan Jong, 2012). Sel PMN (neutrofil) jarang
ditemukan dalam jaringan ikat normal, dan akan berjumlah banyak pada saat
fase inflamasi (Bloom dan Fawcett, 2002).
Upaya untuk mempercepat penyembuhan luka biasanya menggunakan
obat-obatan kimia (Krasteva dkk., 2010). Menurut literatur, penggunaan
topikal kortikosteroid dianjurkan untuk pengobatan terhadap ulserasi pada
mukosa mulut. Topikal kortikosteroid berfungsi sebagai agen anti-inflamasi.
Topikal kortikosteroid dapat berupa triamcinolone acetonide 0,1%, kenalog
in orabase, salep hydrocortisone acetate 1% dan salep bethamethasone
dipropionate 0,05% (Savage dan Mccullogh, 2005).
Suatu penyakit turun pasti ada obatnya seperti yang dikatakan dalam
hadist (HR. Muslim) yang berbunyi :
“Setiap penyakit pasti memiliki obat. Bila sebuah obat sesuai dengan
penyakitnya maka dia akan sembuh dengan seizin Allah Subhanahu wa
Ta’ala.” (HR. Muslim).
Sebagaiman tersirat dalam hadist (HR.Muslim) tersebut bahwa suatu
penyakit diturunkan pasti ada obatnya , namun sebaik-baiknya obat yang
paling baik adalah ridho dari Allah Subhanahu wa Ta’ala karena
4
sesungguhnya yang menurunkan penyakit adalah Allah dan yang akan
menyembuhkan pun adalah Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sedangkan segala
sesuatu yang ada di bumi ini hanyalah sebagai perantara-nya dan ketika kita
diberikan suatu penyakit selain kita berusaha mencari pengobatan maka akan
percuma jika tidak pernah berdo’a dan memohon ampunan serta kesembuhan
kepada-nya maka tiadalah yang maha sempurna selain Allah Subhanahu wa
Ta’ala.
Di Indonesia, dikenal sebagai surganya tanaman yang salah satu fungsi
dari tanaman adalah sebagai obat herbal. Terdapat lebih dari 20.000 jenis
tumbuhan obat, namun baru 1.000 jenis tanaman telah terdata dan baru sekitar
300 jenis yang sudah dimanfaatkan untuk pengobatan tradisional (Hariana,
2008). Tanaman tradisional yang dapat digunakan sebagai pengobatan
alternatif adalah daun pepaya (Carica papaya L.). Daun pepaya mengandung
senyawa aktif yaitu enzim papain dan flavonoid sebagai anti radang.
Penelitian sebelumnya menyatakan enzim papain bekerja sama dengan
vitamin A, C dan E untuk mencegah radang, sedangkan flavonoid
menghambat enzim siklooksigenase dan lipooksigenase (Aldelian dkk.,
2013). Kandungan flavonoid, tannin, dan saponin pada buah memiliki potensi
antiinflamasi melalui penghambatan denaturasi protein. Denaturasi protein
merupakan salah satu penyebab terjadinya inflamasi ( Erianti dkk., 2015).
Seperti yang dikatakan oleh Dewoto (2007) obat tradisional Indonesia
merupakan warisan budaya bangsa sehingga perlu dilestarikan, diteliti dan
dikembangkan.
5
Tumbuhan yang diciptakan Allah SWT sangatlah berlimpah dan
beraneka ragam bentuk dan manfaatnya, sesuai dalam Al-qur’an surat AsySyuara ayat 7 yang berbunyi :
‫ج َك ِر ٍيم‬
ٍ ْ‫ض َك ْم أَ ْنبَ ْتنَا فِيهَا ِم ْن ُكلِّ زَ و‬
ِ ْ‫أَ َولَ ْم يَ َروْ ا إِلَى ْاْلَر‬
Artinya, “dan apakah mereka tidak memperlihatkan bumi, betapa kami
tumbuhkan di bumi itu berbagai macam (tumbuh-tumbuhan) yang baik”.
Sebagaimana tersirat dalam ayat di atas, bahwa Al-qur’an telah
memberitahu kita bahwa Allah SWT telah menciptakan begitu banyak
tumbuhan yang dapat kita manfaatkan. Al-qur’an mengajarkan kepada kita
agar senantiasa terus memelihara lingkungan kita, karena Allah SWT telah
menciptakan segala sesuatunya itu untuk dijaga dan dipelihara dengan sebaikbaiknya sebagai amanah yang diberikan pada umat manusia di dunia.
B. Perumusan Masalah
Apakah pemberian gel ekstrak daun pepaya (Carica papaya L.)
konsentrasi 75% efektif terhadap penyembuhan luka akibat efek samping
bleaching hidrogen peroksida 35% ditinjau dari diameter luka dan jumlah sel
pmn nya ?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dilakukan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.
Tujuan umum
Mengetahui efektifitas gel ekstrak daun pepaya (Carica papaya L.)
konsentrasi 75% dalam mempercepat penyembuhan luka gingiva pada
tikus (Sprague Dawley) jantan yang di akibat bahan bleaching
6
kandungan hidrogen peroksida 35% .
2.
Tujuan khusus
Mengetahui efektifitas gel ekstrak daun pepaya (Carica papaya L.)
konsentrasi 75% terhadap penurunan diameter luka dan penurunan
jumlah sel PMN pada gingiva tikus (Sprague dawley) jantan yang
diakibatkan oleh bahan bleaching kandungan hidrogen peroksida 35%.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat dilakukan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagi peneliti
Menambah pengalaman, mendapat informasi baru tentang manfaat gel
ekstrak daun pepaya (Carica papaya L.) sebagai terapi alternatif dalam
penyembuhan luka pada gingiva akibat efek samping bleaching
kandungan hidrogen peroksida 35%.
2. Bagi masyarakat
Menambah wawasan publik tentang terapi alternatif dalam upaya
menmpercepat
penyembuhan luka gingiva akibat efek samping
bleaching kandungan hidrogen peroksida 35% menggunakan ekstrak
daun pepaya (Carica papaya L.).
3. Bagi ilmu pengetahuan
Memberikan informasi baru dalam kedokteran gigi dan penelitian ini
diharapkan menjadi acuan dalam melakukan penelitian selanjutnya
mengenai terapi alternatif dalam penyembuhan luka gingiva.
7
E. Keaslian Penelitian
1.
“Efek Konsentrasi Ekstrak Buah
Adas (Foeniculum vulgare Mill.)
Topikal Pada Epitalisasi Penyembuha Luka Gingiva Labial Tikus Sprague
Dawley In Vivo”oleh Indraswary pada tahun 2010. Metode penelitian
yang dipakai adalah studi penelitian eksperimental murni. Perlukaan
dibuat pada gingiva bagian labial dibawah kedua gigi anterior mandibula
dengan menggunakan punch biopsy berdiameter 2,5 mm hingga
kedalaman mencapai tulang alveolar. Konsentrasi yang diuji adalah
konsentrasi 10%, 20%, 40% dan
60%. Hasil dari penelitian ini
menyatakan bahwa pada konsentrasi 40% merupakan konsentrasi terbaik
dalam proses penyembuhan luka gingiva tikus Spraque dawley. Persamaan
dengan penelitian ini adalah jenis tikus yang dipakai adalah
Sprague
dawley dan lokasi perlukaan di bagian gingiva tikus, sedangkan
perbedaanyanya adalah bahan ekstrak yang digunakan adalah ekstrak daun
pepaya (Carica papaya L.) serta metode perlukaan yang dipakai adalah
dengan cara perlukaannya adalah akibat efek samping bleaching
kandungan hidrogen peroksida 35% dengan pengamatan diameter luka.
2. “Uji Efek Analgesik Ekstrak Daun Pepaya (Carica pepaya (L.) Pada
Mencit (Mus musculus)” oleh Lasarus dkk pada tahun 2012. Metode yang
diapakai adalah eksperimental laboratories pada mencit. Cara perlukaan
pada penelitian ini adalah mencit dimasukkan kedalam gelas beker yang
0
telah dipanaskan dalam water bath yang berisi air dengan suhu 55 C.
Berdasarkan hasil penelitian uji efek analgesik ekstrak daun pepaya pada
8
mencit menunjukan bahwa ekstrak daun pepaya memiliki efek analgesik
pada mencit. Persamaan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah
menguji ekstrak daun papaya (Carica papaya L.) dan metode yang dipakai
sama yaitu eksperimental laboratories , sedangkan untuk perbedaanya
adalah hewan uji yang dipakai adalah tikus (Sprague Dawley ) jantan dan
akan menguji efektifitas sebagai antiinflamasi yang terkandung pada daun
papaya terhadap luka yang diakibatkan oleh efek samping bleaching
kandungan hidrogen peroksida 35% dengan pengamatan diameter luka.
3. “Efek Pemberian Ekstrak Daun Pepaya Muda (Carica papaya) Terhadap
Jumlah Sel Makrofag Pada Gingiva Tikus Wistar Yang Diinduksi
Porphyromonas gingivais” oleh Aldelina dkk pada tahun 2013. Metode
penelitian yang dipakai adalah Penelitian ini merupakan penelitian
eksperimental laboratoris. Data yang diperoleh dari penelitian ini diuji
parametric dengan menggunakan uji One way Anova. Bila terdapat
perbedaan kemudian dilanjutkan dengan uji LSD (Least Significance
Diference). Perlukaan yang dilakukan adalah memberi wire ligature pada
gigi M kiri rahang bawah dan induksi P. gingivalis pada sulkus gingival
seminggu 3x selama 3 minggu sebanyak 0,02ml. Konsentrasi ekstrak daun
papaya yang di uji adalah 25%, 50%, 75% dengan hasil yang di dapat
adalah ekstrak daun pepaya muda (Carica papaya) mempunyai
kemampuan untuk menurunkan jumlah sel makrofag pada gingiva tikus
wistar yang diinduksi P.gingivais melalui aktifitas antibakteri dan
antiinflamasi pada konsentrasi 75%. Persamaannya adalah metode
9
penelitiannya adalah eksperimental laboratories dan analisa data yang
digunakan adalah one way anova serta ekstrak yang akan dipakai sama
yaitu daun pepaya (Carica papaya L.). Perbedaan yang dimiliki dengan
penelitian yang akan dilakukan adalah jenis tikus yang digunakan yaitu
tikus (Sprague Dawley) jantan dengan perlukaan yang merupakan efek
samping bleaching hidrogen peroksida 35% selain itu pengamatan yang
dilakukan berbeda yaitu pengukuran diameter luka.
Download