PROBLEMATIKA YURIDIS PELAKSANAAN PRINSIP KEHATIHATIAN PERBANKAN TERHADAP COVERNOTE SEBAGAI SYARAT PENCAIRAN PEMBIAYAAN Lilin Royani (Mahasiswa S2 Program MKN FH UNS) Email : [email protected] Hernawan Hadi, M. Hudi Asrori (Dosen Fakultas Hukum UNS) Abstract The objectives of this study are to investigate implementation of prudential banking principle on cover notes issued by notaries/conveyancers as requirements for loan disbursement. This research used the descriptive empirical research method. The data of research consisted of primary and secondary data. They were collected sense of security for banks in loan disbursement. The cover notes do not bear a legal force because none of Keywords: prudential banking principle, loan, cover notes Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan prinsip kehati-hatian terhadap covernote notaris/ PPAT sebagai syarat pencairan pembiayaan. Untuk mencapai tujuan tersebut maka dilakukan penelitian hukum empiris yang bersifat deskriptif. Jenis data yang digunakan yaitu data primer dan data sekunder dengan menggunakan teknik pengumpulan data melalui wawancara dan studi dokumen, selanjutnya dianalisis menggunakan teknik analisis kualitatif. Dari hasil penelitian diketahui bahwa covernote ialah surat keterangan yang dibuat oleh notaris/PPAT untuk menerangkan bahwa sertifikat hak atas tanah yang akan menjadi obyek Hak Tanggungan sedang dalam proses pengurusan di kantor pertanahan. Covernote memberikan keyakinan dan rasa aman bagi bank dalam mencairkan pembiayaan. Covernote tidak memiliki kekuatan hukum karena tidak ada satupun pasal dalam Undang-Undang yang menafsirkan tugas dan kewenangan notaris/PPAT untuk membuat covernote. Kata Kunci: Prinsip kehati-hatian, covernote, pembiayaan A. Pendahuluan Perbankan di Indonesia diatur dalam UndangUndang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Perbankan adalah sesuatu yang menyangkut tentang bank mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Bank dalam menjalankan kegiatan usahanya harus melaksanakan prinsipprinsip operasional bank. Prinsip-prinsip tersebut ialah prinsip kepercayaan (fiduciary principle), prinsip kehati-hatian (prudential principle), prinsip kerahasiaan , dan prinsip mengenal nasabah (know your costumer principle) (Jamal Wiwoho, 2011 : 27). 187 Jurnal Repertorium, Lilin Royani. ISSN:2355-2646, Problematika Edisi Yuridis 3 Januari-Juni Pelaksanaan 2015 Prinsip Kehati-hatian Perbankan ... Perbankan Indonesia dalam melakukan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian. Tujuan perbankan Indonesia berdasarkan asas tersebut adalah untuk menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional ke arah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak (Mia Lasmi Wardiah, 2013 : 27-28). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas UndangUndang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (Selanjutnya disebut Undang-Undang Perbankan) yang merupakan Undang-Undang Perbankan di Indonesia membedakan bank berdasarkan kegiatan usahanya menjadi dua, yaitu bank yang menjalankan kegiatan usaha secara konvensional dan bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah yang diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Peran strategis perbankan dalam menyerasikan dan menyeimbangkan pemerataan pembangunan, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional adalah dengan pemberian pinjaman dana kepada masyarakat melalui pembiayaan. Pengertian pembiayaan menurut Pasal 1 Butir 12 UndangUndang Perbankan ialah Penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil. Bank dalam penyaluran kredit maupun pembiayaan kepada nasabah mempunyai suatu risiko. Risiko tersebut adalah jika pinjaman yang diberikan oleh bank kepada nasabah tidak dilunasi pembayarannya oleh nasabah yang bersangkutan. Keadaan tersebut akan menimbulkan kerugian bagi pihak bank dan akan merugikan perekonomian negara. Terhadap risiko tersebut maka jaminan mutlak diperlukan dalam utang piutang sehingga ada kepastian kepada kreditor bahwa uang yang dipinjamkan akan terbayar. Hal tersebut selaras dengan isi dari Pasal 8 Ayat (1) UndangUndang Perbankan yang menyatakan bahwa dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip Syariah, Bank Umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam 188 atas itikad dan kemampuan serta kesanggupan Nasabah Debitur untuk melunasi hutangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan. Salim HS memberikan suatu definisi mengenai hukum jaminan sebagai keseluruhan dari kaidahkaidah hukum yang mengatur hubungan hukum antara pemberi dan penerima jaminan dalam kaitannya dengan pembebanan jaminan untuk mendapatkan fasilitas kredit (Salim HS, 2005 : 6). Fungsi jaminan adalah meyakinkan bank bahwa debitor mempunyai kemampuan untuk melunasi kredit yang diberikan kepadanya sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati bersama. (Hermansyah, 2005 : 69) Bank perlu meminta jaminan tambahan terutama yang bersifat kebendaan agar lebih memberikan rasa aman kepada bank. Jaminan tambahan itu disebutkan dalam Pasal 1 butir 23 Undang-Undang Perbankan sebagai agunan. Pasal 1 butir 23 mendefinisikan Agunan sebagai Jaminan tambahan diserahkan nasabah debitur kepada bank dalam rangka mendapatkan fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip Syariah. Permintaan jaminan kebendaan oleh bank merupakan realisasi dari prinsip kehati-hatian bank sebagaimana yang telah ditentukan dalam Undang-Undang Perbankan (Muhammad Djumhana, 1993 : 15). Lembaga jaminan yang oleh lembaga perbankan dianggap paling efektif dan aman adalah tanah dengan jaminan Hak Tanggungan. Tanah memegang peranan yang sentral dalam kehidupan dan perekonomian Indonesia yang bersifat agraris (Sunarjati Hartono, 1978 : 8). Selain harga jual yang tinggi, tanah mempunyai nilai yang terus meningkat dalam kurun waktu tertentu dan tidak akan mengalami kemerosotan (J. Satrio, 1998 : 1). Terhadap tanah tersebut oleh pihak bank dilakukan pengikatan Hak Tanggungan berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah (Gunarto Suhardi, 2003 : 92). Hak Tanggungan sebagai lembaga jaminan menurut ketentuan Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah (selanjutnya disebut dengan Undang-Undang Hak Tanggungan) adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain (Kansil, 1997 : 19-20). Undang-Undang Hak Tanggungan sebagaimana disebutkan dalam penjelasan umum nomor 3 menyebutkan bahwa ciri-ciri dari Hak Tanggungan sebagai lembaga hak jaminan atas tanah yang kuat adalah: 1. Memberikan kedudukan yang diutamakan atau mendahulu kepada pemegangnya; 2. Selalu mengikuti obyek yang dijaminkan dalam tangan siapapun obyek itu berada; 3. Memenuhi asas spesialitas dan asas publisitas, sehingga dapat mengikat pihak ketiga dan memberi kepastian hukum kepada pihak-pihak yang berkepentingan, dan 4. Mudah dan pasti pelaksanaan eksekusinya. Menurut Undang-Undang Hak Tanggungan, hak atas tanah yang dapat dibebani Hak Tanggungan adalah Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai atas tanah Negara yang menurut ketentuan yang berlaku wajib didaftar dan menurut sifatnya dapat dipindahtangankan (Pasal 4 Undang-Undang Hak Tanggungan), dan Bangunan Rumah Susun serta Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang berdiri di atas tanah Hak Milik, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai yang diberikan oleh Negara (Pasal 27 Undang-Undang Hak Tanggungan) (Rachmadi Usman, 1999 : 79). Pencaiaran pembiayaan yang diikuti dengan pemasangan Hak Tanggungan tidak terlepas dari peran notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) sebagai pejabat umum. Pengikatan jaminan dalam pembiayaan dengan Hak Tanggungan memerlukan akta PPAT yang dibuat oleh pejabat yang diberi kewenangan untuk membuat akta autentik yang berhubungan dengan tanah karena Hak Tanggungan adalah hak yang dibebankan atas tanah berikut atau tidak berikut benda-benda yang ada diatasnya. Pesatnya perkembangan bisnis perbankan dan tingginya tingkat persaingan antar bank menyebabkan perbankan mempermudah penyaluran pembiayaan kepada masyarakat. Salah satunya adalah bank mencairkan pembiayaan setelah ada covernote sebagai pernyataan sepihak dari notaris/PPAT. Covernote merupakan surat keterangan yang di keluarkan oleh notaris/PPAT karena notaris/PPAT belum dapat menyelesaikan pekerjaannya dalam kaitannya dengan tugas dan kewenangannya untuk menerbitkan akta otentik. Hal ini dilakukan apabila permohonan perjanjian kredit atau pembiayaan persyaratannya belum lengkap sehingga untuk mengatasi kekurangan ini notaris/PPAT mengeluarkan covernote sebagai pemberitahuan atau keterangan bahwa surat-surat tanah calon debitor masih dalam proses roya, balik nama, ataupun proses pemecahan apabila sudah bersertifikat. Perbankan dalam prakteknya menggunakan covernote sebagai bukti pengikatan jaminan/ atau pegangan sementara bagi bank dalam mencairkan pembiayaan. Covernote muncul berdasarkan praktek kebiasaan dan kebutuhan yang mendesak. Kebutuhan tersebut salah satunya adalah untuk mencairkan pembiayaan bagi calon nasabah yang telah dinyatakan layak untuk memperoleh fasilitas kredit atau pembiayaan. Notaris/PPAT harus hati-hati dalam membuat covernote agar covernote tersebut tidak membawa permasalahan di kemudian hari. Kehati-hatian notaris/PPAT ini juga merupakan upaya memberikan perlindungan hukum terhadap kreditor yang merupakan rekanan notaris/PPAT yang membuat covernote tersebut sehingga tidak merusak kepercayaan dan kemitraan yang selama ini di bangun oleh kreditor dan notaris/PPAT. Berdasarkan uraikan tersebut, penting untuk dikaji mengenai pelaksanaan prinsip kehati-hatian perbankan terhadap covernote notaris/Pejabat Pembuat Akta Tanah sebagai syarat pencairan pembiayaan. B. Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian hukum empiris, yaitu penelitian yang dilakukan dengan mencari kebenaran data di lapangan mengenai alasan digunakannya covernote sebagai syarat pencairan pembiayaan, kekuatan hukum covernote, dan bagaimana pelaksanaan prinsip kehati-hatian perbankan terhadap covernote notaris/PPAT yang digunakan sebagai syarat pencairan pembiayaan. Pada penelitian hukum empiris, maka yang diteliti pada awalnya adalah data sekunder, untuk kemudian dilanjutkan dengan penelitian terhadap data primer dilapangan atau terhadap masyarakat (Soerjono Soekanto, 2005 : 7). Sumber data primer diperoleh dari hasil wawancara dengan pejabat yang 189 Jurnal Repertorium, Lilin Royani. ISSN:2355-2646, Problematika Edisi Yuridis 3 Januari-Juni Pelaksanaan 2015 Prinsip Kehati-hatian Perbankan ... berwenang di PT. BPRS Insan Madani Sukoharjo dan notaris/PPAT rekanan bank serta sumber data sekunder dengan studi dokumen yang dapat berupa jurnal, buku–buku aktual, peraturan perundangundangan, hasil penelitian, media elektronik serta bahan kepustakaan lainnya. Teknik analisis dengan menggunakan teknik analisis kualitatif. Berdasarkan wawancara diketahui bahwa keberadaan covernote memberikan keyakinan, kepercayaan, dan rasa aman bagi bank dalam mencairkan pembiayaan. Covernote yang timbul berdasarkan praktek dan kebutuhan tersebut tidak memiliki kekuatan hukum karena tidak ada satupun pasal dalam Undang-Undang yang menafsirkan tugas dan kewenangan notaris/ PPAT untuk membuat covernote oleh karena itu bank harus menegakkan prinsip kehati-hatian terhadap pembiayaan yang diberikan. C. Hasil Penelitian dan Pembahasan 1. Pelaksanaan Pencairan Pembiayaan dengan Syarat Diterbitkannya Covernote oleh Notaris/PPAT Bank memiliki kegiatan usaha pokok berupa menghimpun dana dari pihak yang kelebihan dana untuk kemudian menyalurkan kembali dana tersebut ke masyarakat yang kekurangan dana dalam jangka waktu tertentu. Bank syariah merupakan salah satu produk perbankan yang berlandaskan sistem perekonomian Islam. Bank syariah pada awalnya dikembangkan sebagai suatu respon dari kelompok ekonomi dan praktisi perbankan muslim yang berupaya mengakomodasi desakan dari berbagai pihak yang menginginkan agar tersedia jasa transaksi keuangan yang dilaksanakan sejalan dengan nilai moral dan prinsip-prinsip syariah Islam. Wacana pendirian bank Islam di Indonesia baru dilakukan pada tahun 1990. Industri perbankan yang pertama menggunakan sistem syariah adalah PT. Bank Muamalat Indonesia Tbk yang didirikan pada tahun 1991 dan memulai kegiatan operasionalnya pada bulan mei 1992 (Zainuddin Ali, 2010 : 22). Berdirinya Bank Pembiayaan Rakyat Syariah di Indonesia tidak dapat dipisahkan dari Bank Perkreditan Rakyat pada umumnya. Bank Perkreditan Rakyat pada hakikatnya merupakan modifikasi (model baru) dari Lumbung Desa dan Bank Desa yang ada sejak tahun 1980an. 190 Lumbung desa sebagai sistem perkreditan zaman dahulu dirasakan sangat bermanfaat bagi masyarakat tani di pedesaan karena pada waktu itu peredaran uang belum menjangkau masyarakat tani di pedesaan sehingga pinjaman dalam bentuk padi lebih menguntungkan dan lebih praktis daripada pinjaman dalam bentuk uang. Selain itu pinjaman padi tidak mengganggu kestabilan harga padi yang menjadi penghasilan utama masyarakat desa (Warkum Sumitro, 2004 : 126). Keberadaan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah secara khusus dijabarkan antara lain dalam bentuk Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 32/34/Kep/Dir tanggal 12 Mei 1999 tentang Bank Umum berdasarkan Prinsip Syariah, Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 32/36/Kep/Dir tertanggal 12 Mei 1999, Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 32/4/KPPB tanggal 12 Mei 1999 tentang Bank Perkreditan Rakyat berdasarkan Prinsip Syariah, dan yang terakhir di atur dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/23/PBI/2009 tentang Bank Pembiayaan Rakyat Syariah. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah sebagai salah satu lembaga kepercayaan masyarakat yang kegiatan us ahanya berdas arkan Prinsip Syariah dituntut agar selalu dapat mengemban amanah dari para pemilik dana dengan cara menyalurkannya dalam bentuk pembiayaan untuk usaha produktif dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat. Adapun secara garis besar tahapan proses pembiayaan mulai dari pengajuan sampai pencairan pembiayaan dapat dijabarkan sebagai berikut: a. Tahap pengajuan pembiayaan yaitu : 1) Marketing mencari nasabah atau calon nasabah dapat menghubungi petugas pelayanan pembiayaan dengan mendatangi bank pada hari atau jam kerja untuk mengisi formulir permohonan pembiayaan dan dilakukan wawancara pendahuluan secara singkat. 2) Petugas pelayanan pembiayaan setelah melakukan permintaan IDI bank Indonesia kemudian menyusun dokumen yang diperlukan untuk diserahkan kepada bagian survei dan analisa. b. Tahap Analisis Pembiayaan oleh Staf Survei dan Analisa Pembiayaan yaitu : 1) Petugas memastikan kelengkapan dokumen persyaratan pembiayaan dan mencocokkan data kemudian mempelajari berkas permohonan pembiayaan untuk memperoleh gambaran awal kondisi calon nasabah kemudian mempersiapkan hal-hal maupun peralatan yang akan dibawa ketika survei. 2) Petugas survei mencari informasi awal calon nasabah dari lingkungan sekitar, mewawancarai calon nasabah, mengambil foto usaha calon nasabah dan jaminan calon nasabah kemudian membuat denah lokasi. 3) Petugas mengadakan analisa risiko pembiayaan dan melakukan analisa 6C yang meliputi character, capacity, cashflow, condition, capital, dan collateral. Petugas juga melakukan c ro s s c h e c k u n t u k m e n g e c e k kebenaran informasi dan melakukan analisa terhadap jumlah permohonan pembiayaan dan rencana penggunaan pembiayaan serta menganalisa pinjaman calon nasabah di bank lain. 4) Setelah petugas melakukan survei dan analisis pembiayaan petugas me nyusun laporan survei dan analisa pembiayaan untuk diajukan kepada komite pembiayaan. Komite pembiayaan setelah melakukan review akan memutuskan apakah permohonan pembiayaan ditolak, disetujui dengan catatan, maupun disetujui sesuai permohonan. 5) Keputusan pembiayaan dituangkan secara tertulis dalam Surat Keputusan Pembiayaan (SKP). SKP untuk pembiayaan yang disetujui memuat data tentang jenis fasilitas pembiayaan, jumlah plafon pembiayaan, jangka waktu pembiayaan, margin/ bagi hasil, provisi pembiayaan, biaya administra si pembiayaan, dan disposisi pemutus pembiayaan. SKP kemudian diberikan kepada manager pembiayaan untuk diserahkan kepada petugas administrasi pembiayaan. c. Tahap Realisasi Pembiayaan, 1) Petugas administrasi pembiayaan menerima berkas pembiayaan dari manager pembiayaan kemudian mempersiapkan administrasi untuk realisasi termasuk menghitung biaya realisasi, menghubungi calon nasabah, menghubungi notaris/PPAT rekanan untuk cek sertifikat, membuat surat pemberitahuan putusan pembiayaan kepada calon nasabah, membuat berita acara jaminan, dan mempersiapkan akad termasuk dimuat di dalam nya nama dan alamat nasabah, tujuan penggunaan dana, jangka waktu, nisbah bagi hasil, jumlah dan sistem pembayaran angsuran. Berkas tersebut diserahkan terkebih dahulu kepada supervisor administrasi pembiayaan untuk diperiksa. 2) Setelah cek atas jaminan berupa sertifikat dinyatakan bersih oleh notaris/PPAT dan memperoleh kepastian sertifikat hak atas tanah dapat di pasang hak tanggungan maka petugas administrasi pembiayaan menghubungi calon nasabah untuk tahap realisasi pencairan pembiayaan di hadapan notaris/PPAT dengan berkoordinasi terlebih dahulu dengan manager operasional. 3) Nasabah menandatangani akad pembiayaan berikut akta penyerahan dan pengikatan jamina n yang selanjutnya dibawa ke notaris/PPAT yang ditunjuk untuk di legalisasi akad tersebut serta dilanjutkan dengan pengikatan jaminan oleh notaris/ PPAT yang bersangkutan dan dalam hal ini notaris/PPAT mengeluarkan covernote yang merupakan surat keterangan jaminan dalam proses. 4) Setelah nasabah menandatangani akad dan pengikatan notaris/PPAT yang dibuktikan dengan adanya tanda tangan notaris dalam surat pengantar atau surat keterangan/ covernote dari notaris yang merangkap PPAT maka petugas administrasi pembiayaan menye rahka n kepada ma nager operasional dokumen-dokumen terkait dan setelah dilakukan pencocokan 191 Jurnal Repertorium, Lilin Royani. ISSN:2355-2646, Problematika Edisi Yuridis 3 Januari-Juni Pelaksanaan 2015 Prinsip Kehati-hatian Perbankan ... 5) dokumen dan ditandatangani oleh manager operasional maka nasabah diminta ke teller untuk menerima dana pencairan pembiayaan dan jadwal angsuran dari teller. Setelah pencairan pembiayaan maka berkas pembiayaan disusun rapi dalam berkas pembiayaan dan menyimpan dokumen jaminan asli di ruang penyimpanan dan petugas administrasi pembiayaan melakukan pantauan jaminan dalam proses sampai proses selesai dilakukan sesuai standar waktu selesai (SWS) dan jaminan asli diterima oleh bank dari notaris/PPAT. Berdasark an ur aian d ala m SO P pembiayaan tersebut surat keterangan notaris yang merangkap PPAT atau biasa disebut dengan covernote memegang peranan penting dalam pelaksanaan pencairan pembiayaan. Covernote digunakan sebagai bukti pengikatan jaminan dan/ atau pegangan sementara bagi bank dalam mencairkan pembiayaan. Bank memperbolehkan notaris/PPAT rekanan bank untuk membuat dan mengeluarkan covernote karena belum selesainya pengurusan pengikatan jaminan pada kantor pertanahan sementara seluruh persyaratan sudah diterima oleh pihak notaris/PPAT. Deskripsi mengenai covernote tercantum dalam kamus Bank Indonesia maupun dalam OJK-Pedia. OJK-Pedia ialah kamus yang menyediakan dari a hingga z istilah informasi yang berkaitan dengan dunia keuangan. OJKPedia menyebut covernote sebagai Nota Keterangan. Covernote adalah surat keterangan yang menyatakan tentang suatu keadaan berdasarkan perjanjian tertentu misalnya, dalam perjanjian kredit, sertifikat tanah milik debitur dikuasai oleh notaris dalam rangka proses balik nama dan apabila bank setuju, dapat dibuat nota keterangan (cover note) tentang hal tersebut. Covernote dikeluarkan notaris/PPAT rekanan bank karena proses pengikatan Hak Tanggungan memerlukan waktu yang cukup dan tentunya bank butuh pegangan sementara sebelum jaminan yang telah dipasang Hak Tanggungan diterima oleh bank. Adapun pada umumnya covernote didalamnya memuat uraian-uraian antara lain: 192 a. b. c. d. e. f. g. Penyebutan identitas notaris/PPAT dan wilayah kerjanya; Nomor surat keterangan yang dibuat; Keterangan mengenai pengurusan akta yang dibuat; Keterangan mengenai jangka waktu selesainya akta yang akan dibuat; Ketera nga n mengenai pihak ya ng berwenang untuk menerima; Keterangan mengenai tempat dan tanggal dibuatnya surat keterangan; dan Tanda tangan dan stempel sesuai dengan proses pengurusan yaitu apabila proses pengurusannya terkait dengan pertanahan maka stempel nya adalah Pejabat Pembuat Akta Tanah. Notaris sebelumnya akan melakukan pengecekan sertifikat hak atas tanah terlebih dahulu pada kantor pertanahan. Setelah dapat dipastikan sertifikat tersebut tidak dalam sengketa maka notaris/PPAT baru berani menyampaikan kepada bank bahwa calon nasabah siap dilakukan penandatangan akad. Covernote pada prakteknya dibuat oleh notaris/PPAT untuk digunakan sebagai keterangan bahwa penandatanganan akta telah benar-benar dilakukan oleh bank dan nasabah di hadapan notaris serta berisi keterangan bahwa sertifikat yang menjadi jaminan sedang dalam proses di kantor notaris /PPAT yang bersangkutan. Covernote diperlukan karena proses pemasangan Hak Tanggungan tidak dapat diselesaikan pada saat penandatanganan akad. Setelah ditanda tangani akad dan notaris/PPAT mengeluarkan covernote nasabah juga akan menandatangani Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) di hadapan notaris/PPAT. Penandatanganan SKMHT dilakukan oleh notaris/PPAT untuk ditingkatkan menjadi APHT. Pembiayaa n dengan menggunakan covernote sebagai syarat pencairan merupakan suatu kebiasaan dan kebijakan umum dari bank selain telah terpenuhinya pula persyaratan lain yang ditetapkan oleh bank tanpa menunggu selesainya pembuatan salinan akta, legalisasi akta, atau selesainya pendaftaran APHT yang diikuti dengan pemasangan Hak Tanggungan di kantor pertanahan. Keberadaan covernote dikarenakan kebutuhan dalam praktek. Adanya covernote membawa dampak positif bagi masing-masing pihak. Bagi nasabah tentunya menghendaki pembiayaan yang telah diajukan dapat segera dicairkan karena telah sampai pada tahap penandatangan akad pembiayaan dan merasa seluruh persyaratan telah dilengkapi. Bagi pihak bank dengan adanya covernote maka dapat segera mencairkan pembiayaan terhadap calon nasabah, karena di khawatirkan apabila proses pencairan pembiayaan terlalu berbelitbelit dan membutuhkan waktu yang lama maka nasabah akan kecewa, jera dan bahkan bisa mencari bank lain. Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 02 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (selanjutnya disebut dengan Undang-Undang Jabatan Notaris) memberikan definisi notaris sebagai pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana di maksud dalam Undang-Undang Jabatan Notaris atau berdasarkan undangundang lainnya. Berdasarkan definisi tersebut notaris dikualifikasi sebagai pejabat umum yang diangkat oleh pemerintah dalam rangka memberikan pelayanan umum kepada pihak yang membutuhkan terutama dalam bidang akta. Pejabat adalah orang yang menjalankan hak dan kewajiban jabatan. Notaris dalam menjalankan jabatan mempunyai kewenangan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Jabatan Notaris dan Kode Etik Notaris yang merupakan peraturan yang berlaku bagi pedoman moral profesi notaris. Kewenangan notaris sebagai penjabaran dari pasal 1 angka 1 UndangUndang Jabatan Notaris terdapat dalam pasal 15 Undang-Undang Jabatan Notaris yaitu: (1) Notaris berwenang membuat Akta autentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan penetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam Akta autentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan Akta, menyimpan Akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan Akta, semuanya itu sepanjang pembuatan Akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang. (2) Notaris berwenang pula : a. mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus; b. membukukan surat-surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus; c. membuat kopi dari asli surat di bawah tangan berupa salinan yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan; d. melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya; e. memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan Akta; f. membuat Akta yang berkaitan dengan pertanahan; atau g. membuat Akta risalah lelang. (3) Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Notaris mempunyai kewenangan lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Berdasarkan ketentuan dalam UndangUndang Jabatan Notaris tidak ada satu pasal pun yang dapat ditafsirkan sebagai kewenangan notaris untuk mengeluarkan surat keterangan yang disebut sebagai covernote yang dalam praktek perbankan telah lazim digunakan. Notaris tidak mempunyai kewenangan sebagaimana disebutkan dalam UndangUndang Jabatan Notaris untuk mengeluarkan covernote sehingga jika dilihat bagaimana kekuatan hukum covernote tersebut maka covernote tidak mempunyai kekuatan hukum dan tidak dapat menjamin kepastian hukum karena tidak ada satupun pasal dalam UndangUndang Jabatan Notaris yang mengindikasikan bahwa covernote merupakan akta otentik. Akta otentik menurut pasal 1868 Kitab UndangUndang Hukum Perdata adalah suatu akta yang di dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau di hadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu di tempat di mana akta dibuatnya. Covernote dibuat oleh notaris sebagai bentuk pelayanan terhadap masyarakat khususnya perbankan. Jabatan notaris diadakan karena kehadirannya di kehendaki 193 Jurnal Repertorium, Lilin Royani. ISSN:2355-2646, Problematika Edisi Yuridis 3 Januari-Juni Pelaksanaan 2015 Prinsip Kehati-hatian Perbankan ... mengeluarkan suatu covernote. Notaris yang juga merangkap sebagai PPAT mengeluarkan covernote sebagai bentuk pelayanan terhadap masyarakat. oleh aturan hukum untuk membantu dan melayani masyarakat yang membutuhkan alat bukti tertulis yang bersifat otentik mengenai keadaan, peristiwa, atau perbuatan hukum (Habib Adjie dan Muhammad Hafidh, 2011 : 14). Seorang notaris dalam menjalankan tugas dan kewenangan senantiasa berdasarkan aturan perundang-undangan yang berlaku karena fungsi notaris adalah memberikan kepastian dan kelancaran hukum keperdataan bagi masyarakat sehingga notaris harus bisa diandalkan, tidak memihak, mampu menjaga rahasia, dan memberi jaminan atau bukti kuat. Pengertian Pejabat Pembuat Akta Tanah menurut Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Pejabat Pembuat Akta Tanah adalah pejabat umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun. Tugas dan Kewenangan PPAT menurut Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Pejabat Pembuat Akta Tanah, sebagai berikut : (1) PPAT bertugas pokok melaksanakan sebagian kegiatan pendaftaran tanah dengan membuat akta sebagai bukti telah dilakukannya perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun, yang akan dijadikan dasar bagi pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah yang diakibatkan oleh perbuatan hukum itu. (2) Perbuatan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebagai berikut: a) jual beli; b) tukar-menukar; c) hibah; d) pema s ukan dal am perusahaan (inbreng); e) pembagian harta bersama; f) pemberian Hak Guna Bangunan/Hak Pakai atas tanah Hak Milik; g) pemberian Hak Tanggungan h) pemberian kuasa membebankan Hak Tanggungan Berdasarkan pengaturan mengenai Pejabat Pembuat Akta Tanah tersebut tersebut tidak pula tercantum pengaturan mengenai tanggung jawab dan kewenangan PPAT untuk 194 Pembuatan covernote oleh notaris/PPAT dalam proses pencairan pembiayaan adalah sebagai bentuk kepercayaan yang diberikan oleh perbankan terhadap notaris/PPAT yang bersangkutan yang telah menjadi kebiasaan umum di dalam bisnis perbankan. Meskipun tidak mempunyai kekuatan hukum terhadap covernote tersebut notaris/PPAT mempunyai kewajiban untuk menyelesaikan pengurusan yang menjadi tugas dan tanggung jawabnya terhadap perbankan secara profesional tepat pada waktu yang telah ditetapkan agar tidak menimbulkan kerugian bagi pihak lain. Notaris/ PPAT juga harus tetap memperhatikan setiap ketentuan dalam perundang-undangan yang berlaku dalam mengeluarkan covernote agar tidak menimbulkan ketidakadilan bagi pihak lain. 2. Pel ak sa na an Pri n si p Keh ati -h ati an Perbankan terhadap Pembiayaan yang dicairkan dengan Syarat Covernote Notaris/ PPAT Notaris dan PPAT dalam menjalankan tugas jabatannya harus berdasarkan wewenang yang telah ada pada jabatan notaris sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang Jabatan Notaris maupun Peraturan Pemerintah tentang PPAT. Kewenangan untuk membuat covernote tidak di temukan dalam Undang-Undang Jabatan Notaris maupun Kode Etik Notaris. Oleh karena itu produk notaris berupa covernote tersebut tidak mengikat secara hukum dan pihak yang merasa dirugikan atas timbulnya produk hukum tersebut dapat mengajukan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri. Undang-undang menyebutkan bahwa sebelum memberikan pembiayaan, bank harus melakukan penilaian yang seksama. Hal tersebut mengingat sumber dana pembiayaan yang disalurkan adalah bukan dana dari bank itu sendiri, tetapi dana yang berasal dari masyarakat sehingga perlu penerapan prinsip kehati-hatian (prudential banking principles) melalui analisa yang akurat dan mendalam, penyaluran yang tepat, pengawasan dan pemantauan yang baik, akad pembiayaan yang sah dan memenuhi syarat hukum, pengikatan jaminan yang kuat dan dokumentasi pembiayaan yang teratur dan lengkap. Penerapan prudential banking principles bertujuan agar pembiayaan yang disalurkan dapat kembali tepat pada waktunya sesuai akad yang meliputi pinjaman pokok dan margin atau bagi hasilnya. Apabila 3) pembiayaan yang telah disalurkan bank kepada masyarakat dalam jumlah besar tidak dibayar kembali kepada bank tepat pada waktunya sesuai dengan akad, maka kualitas pembiayaan dapat digolongkan menjadi non performing loan (NPL). Bank Pembiayaan Rakyat Syariah dalam menjalankan kegiatan usahanya harus selalu memegang teguh prinsip kehati-hatian serta mampu menerapkan prinsip syariah secara konsisten sehingga tercipta Bank Pembiayaan Rakyat Syariah yang sehat yang mampu memberikan layanan terbaik kepada masyarakat. Prinsip kehati-hatian harus selalu dilaksanakan ketika bank syariah akan menyalurkan dana kepada nasabah. Bank harus mampu menganalisa kelayakan dalam penyaluran dana. Pada pasal 8 Undang-Undang Perbankan mewajibkan Bank Umum dan/atau Unit Usaha Syariah (UUS) untuk memiliki dan menerapkan pedoman pembiayaan berdasarkan prinsip syariah sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Adapun penerapan prinsip kehati-hatian yang telah dilakukan oleh bank dijabarkan sebagai berikut. a. Pelaksanaan prinsip kehati-hatian pada prosedur permohonan pembiayaan 1) Petugas berkompeten dan dapat diper caya dengan me nge tahui jenis kebutuhan pembiayaan yang diperlukan nasabah, mengetahui jenis pembiayaan bank yang cocok untuk calon nasabah, mengetahui syaratsyarat pembiayaan serta data yang dipenuhi calon nasabah berkaitan dengan pembiayaan tersebut dan mengetahui prosedur teknis proses pembiayaan. 2) Prosedur BI checking yang tepat dan cepat untuk melihat seperti apakah status pembayarannya calon nasabah di bank sebelumnya apakah lancar, kurang lancar, dalam perhatian khusus, diragukan atau macet. 4) b. Dokumen dan catatan yang memadai yaitu setiap permohonan pembiayaan baru, perpanjangan jangka waktu pembiayaan, perubahan jumlah pembiayaan, perubahan jenis pembiayaan, tipe dan syarat pembiayaan harus berdasarkan adanya permohonan pembiayaan secara tertulis dari calon nasabah. Kontrol fisik dan catatan pada pemeriksaan kelengkapan syaratsyarat permohonan pembiayaan yang diajukan oleh calon nasabah atau nasabah. Pelaksanaan prinsip kehati-hatian pada prosedur analisa pembiayaan 1) Petugas berkompeten dan dapat d ip e r cay a , y ak n i me m pu n ya i pengetahuan tentang prosedur analisis dan evaluasi pembiayaan dengan baik dan benar, mempunyai kesadaran bahwa dalam menganalisa pembiayaan tidak boleh terpengaruh oleh permin taan-permin taan dari pihak manapun yang dapat berpengaruh dalam penilaian, dan menganalisa sekaligus mengevaluasi permohonan pembiayaan dengan obyektif, jujur, cermat dan seksama. 2) Dokumen dan catatan yang memadai yakni data yang dijadikan dasar untuk informasi, analisis, evaluasi dan keputusan pembiayaan bank harus terjamin ketepatan, kebenaran dan kelengkapannya oleh petugas bank sehingga hasil penilaian tersebut bisa menjadi bahan pertimbangan yang tepat dalam memutus pembiayaan. 3) Survei lapangan yang erat kaitannya dengan pelaksanaan prinsip 5c dengan baik dan benar oleh petugas bank. Tujuan utama dari analisa 5c ini adalah untuk memperoleh keyakinan bank bahwa calon debitor mempunyai kemauan dan kemampuan memenuhi kewajibannya kepada bank secara tertib. Prinsip 5c tersebut meliputi : Character atau watak calon nasabah. Bank melakukan penilaian baik dalam kehidupan pribadi maupun dalam lingkungan usahanya untuk mengetahui sejauh 195 Jurnal Repertorium, Lilin Royani. ISSN:2355-2646, Problematika Edisi Yuridis 3 Januari-Juni Pelaksanaan 2015 Prinsip Kehati-hatian Perbankan ... mana kemauan nasabah untuk memenuhi kewajibannya sesuai akad. Bank akan meneliti daftar riwayat hidup calon nasabah, reputasi calon nasabah di lingkungan sekitar tempat usahanya, riwayat kredit nya melalui BI checking, dan mencari informasi pribadi nasabah seperti apakah calon nasabah gemar berfoyafoya maupun berjudi. Capital atau modal sendiri yang dimiliki oleh calon nasabah. Bank memperoleh keyakinan akan terbayarnya utang nasabah melalui modal pribadi calon nasabah. Semakin besar modal yang dimiliki sendiri dalam perusahaan, maka akan dinilai semakin besar pula kesungguhan calon nasabah dalam menjalankan usahanya. Capacity atau kemampuan yang dimiliki calon nasabah. Bank melihat apakah usaha calon nasabah meningkat dari waktu ke waktu, latar belakang pendidikan para pengurus perusahaan, kemampuan dan keterampilan calon nasabah dalam mengelola perusahaan, maupun melihat kapasitas calon nasabah untuk mewakili badan usaha yang di wakilinya untuk menandatangani akad pembiayaan. Collateral atau agunan. Petugas mencari data dan informasi dengan melakukan kunjungan ke lokasi agunan calon nasabah untuk mengetahui kebenarannya dan menilai agunan. Petugas mencari sumber, sejarah, kejelasan bukti kepemilikan, bahkan bank terkadang mendapat keterangan dari tanah yang menjadi objek hak tanggungan tersebut melalui permintaan tanda tangan dari semua pemilik yang berdekatan dengan batas-batas tanah tersebut. Condition of Economy atau kondisi ekonomi. Bank melihat situasi dan kondisi politik, sosial, ekonomi, maupun budaya 196 yang dapat mempengaruhi keadaan perekonomian di masa mendatang. Bank akan melihat bagaimana prospek usaha yang akan di biayai beberapa tahun. Selain 5c tersebut bank juga memiliki parameter penilaian lain untuk menyetujui pembiayaan calon nasabah yaitu Cash Flow. Bank memeriksa dengan teliti perputaran uang dari calon nasabah melalui laporan keuangan yang di sampaikan oleh calon nasabah setiap bulannya. 4) SOP bank juga mengatur mengenai B at as M ak si mu m Pen ya l ura n Dana (BMPD) sesuai dengan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia bagi BPRS. Ketentuan BMPD oleh Bank Indonesia akan membuat bank membatasi plafon pemberian pembiayaan terhadap nasabah maupun penempatan deposito pada bank lain berdasarkan besarnya modal yang dimiliki bank. Aktiva produktif juga tidak akan terpusat pada beberapa nasabah besar atau pada kelompok nasabah yang akan menyebabkan terjadi penyebaran risiko. c. Pelaksanaan prinsip kehati-hatian pada prosedur pencairan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah 1) 2) Petugas berkompeten di bidangnya dan dapat dipercaya yakni mempunyai kesadaran bahwa profesionalisme perbankan merupakan tuntutan bagi petugas bank, petugas bank mempunyai kemandirian dalam mengambil sikap /keputusan. Prosedur otorisasi yang tepat yakni pencairan pembiayaan dilakukan setelah dokumen-dokumen terkait pencairan ditandangani oleh pejabat yang berwenang yaitu oleh atasan langsung petugas. Petugas bank memastikan bahwa notaris bisa hadir ketika penandatangan akad dilakukan. 3) d. Dokumen dan catatan yang memadai yang menyangkut kelengkapan standar pembiayaan, kelengkapan akad beserta lampiran-lampirannya serta memastikan akad di legalisasi oleh notaris, kelengkapan administrasi bank, kelengkapan standar pengikatan jamin, pengarsipan berkas pembiayaan dan data pembiayaan, pemantauan pengikatan jaminan oleh notaris/PPAT, dan penyimpanan dan Pengawasan atas fisik dokumen setelah pencairan pembiayaan. Pelaksanaan prinsip kehati-hatian setelah pencairan pembiayaan Pembiayaan adalah suatu proses, mulai dari analisis kelayakan pembiayaan sampai kepada realisasinya. Nam un realisasi pembiayaan bukanlah tahap terakhir dari proses p emb i a y aa n . Se te la h r e al is a si pembiayaan, maka pejabat bank syariah perlu melakukan pemantauan dan pengawasan pembiayaan untuk menjamin kepentingannya terhadap pembayaran kembali kewajibannya dan untuk memastikan pembiayaan digunakan sesuai rencana permohonan p e m b i a y a a n . P e ma n t a u a n da n pengawasan tersebut antara lain kunjungan On The Spot , pembinaan terhadap nasabah, dan Monitoring. Petugas bank sebelum pencairan pembiayaan dilakukan akan menerima covernote yang di berikan oleh notaris/ PPAT yang didalamnya telah terdapat jangka waktu sampai terbitnya sertifikat Hak Tanggungan. Kemudian petugas mencatat dan mendata semua covernote dari notaris/PPAT ke dalam buku pantauan standar waktu selesai (SWS) yang akan dipantau setiap bulan. Apabila jangka waktu yang ditetapkan terlampaui namun Sertifikat Hak Tanggungan belum diterima bank maka petugas akan menindaklanjuti covernote yang belum bisa selesai sesuai jangka waktu yang di tetapkan notaris/ PPAT yang bersangkutan. Pihak bank kemudian mengajukan permohonan kepada notaris/PPAT untuk bisa di terbitkan covernote yang baru. Praktek yang terjadi, notaris/ PPAT pernah gagal dalam memenuhi kewajiban untuk menyerahkan Sertifikat Hak Tanggungan sesuai jangka waktu yang ditetapkan dalam covernote. Kegagalan notaris/PPAT untuk menyelesaikan pemasangan Hak Tanggungan sesuai jangka waktu yang ditetapkan dalam covernote akan merugikan notaris/ PPAT yang bersangkutan. Kredibilitas dan profesionalitas notaris/PPAT akan dipertanyakan pihak bank maupun nasabah. Oleh karena itu, pelaksanaan prinsip kehati-hatian pembiayaan harus dilakukan oleh perbankan sejak awal ketika permohonan pembiayaan di ajukan sampai setelah pembiayaan lunas. Bank juga harus melaksanakan prinsip kehati-hatian perbankan tersebut terhadap covernote yang dijadikan sebagai syarat pencairan pembiayaan. Adapun hal-hal yang harus diperhatikan terkait covernote antara lain: 1) Meminta nasehat hukum terkait pembiayaan yang akan di cairkan dan pihak bank pun hendaknya mengikuti nasehat hukum yang telah di berikan oleh notaris. 2) Apabila notaris/PPAT menerima permintaan bank untuk memproses pencairan pembiayaan yang syaratsyarat administrasinya masih terdapat kekurangan maka bank mempunyai tanggung jawab penuh untuk segera melengkapi kekuranga n syarat administratif. 3) Petugas bank dalam memeriksa covernote harus meneliti kesesuaian isi covernote dengan persyaratan pembiayaan, melihat jangka waktu yang jelas penyelesaian pekerjaan pemasangan Hak Tanggungan, benar-benar memastikan bahwa isi covernote bukan hanya sekedar janji, dan memeriksa sekaligus meneliti bahwa sebelum pengikatan agunan dilakukan notaris/PPAT telah melakukan pengecekan sertifikat ke kantor pertanahan agar tidak terjadi permasalahan di kemudian hari. 4) P e n ca i ra n p em b i a ya a n h a ru s dilaksanakan apabila berdasarkan penelitian dan keyakinan bank bahwa 197 Jurnal Repertorium, Lilin Royani. ISSN:2355-2646, Problematika Edisi Yuridis 3 Januari-Juni Pelaksanaan 2015 Prinsip Kehati-hatian Perbankan ... 5) 6. seluruh syarat-syarat pencairan telah dipenuhi dan bank meyakini bahwa seluruh aspek yuridis yang berkaitan dengan pembiayaan seperti akad, agunan, pengikatan agunan, penutupan asuransi, dan syarat dokumentasi lainnya telah dipenuhi dan telah memberikan keamanan serta perlindungan hukum bagi bank dan bukan karena adanya covernote semata. P ih a k B a n k m a up u n n o ta ris / PPAT harus memahami ketentuan dalam hal Akta Pemberian Hak Pemberian Hak Tanggungan (APHT) dibuat berdasarkan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan ( S K MH T ) m e n g e n a i k o n d is i Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan tersebut yaitu baik mengenai batas waktu berlakunya, kewenangan pejabat pelaksananya, dan formalitas pembuatan akta. P ej abat Pem buat Akta Tanah (PPAT) wajib menolak permohonan untuk membuat Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) apabila Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) tidak dibuat sendiri oleh pemberi Hak Tanggungan, atau tidak memenuhi persyaratan sebagaimana yang telah di tetapkan. Efektif atau tidaknya peraturan perundang-undangan bukanlah suatu hal yang bisa berdiri sendiri akan tetapi memiliki hubungan timbal balik dalam masyarakat. Hukum pada suatu masyarakat akan efektif karena didukung oleh budaya masyarakat yang taat dan patuh pada hukum. Pemerintah telah mengatur ketentuan-ketentuan baik yang terwujud dalam undang-undang maupun peraturan-peraturan. Oleh karena itu, para pihak yang ada di perbankan dan terkait dengan pembiayaan baik , staff administrasi, staff legal, notaris/ PPAT, maupun pihak terkait lain harus menjalankan keseluruhan aturan yang ada sesuai dengan seharusnya. Meskipun undang-undang, peraturan-peraturan, maupun kebijakan-kebijakan telah di buat oleh pemerintah namun apabila terdapat 198 budaya tergesa-gesa dari para pelaksana aturan dan mempermudah sesuatu hal maka hukum pun tidak akan efektif dan sulit untuk di tegakkan. D. Simpulan Covernote dijadikan syarat dalam pencairan pembiayaan karena dianggap sebagai pegangan sementara bagi bank sebelum sertifikat hak tanggungan terbit. Pihak bank merasa aman atas dikeluarkannya covernote oleh notaris/PPAT. Pembiayaan yang dicairkan setelah covernote diserahkan pada bank adalah sebagai bentuk pelayanan yang tepat dan cepat di tengah tingginya tingkat persaingan antar bank. Undang-Undang Jabatan Notaris maupun Peraturan Pemerintah Pejabat Pembuat Akta Tanah tidak mengatur dalam satu pasal pun yang dapat ditafsirkan sebagai kewenangan notaris yang merangkap sebagai PPAT untuk mengeluarkan surat keterangan yang disebut sebagai covernote sehingga covernote tidak mempunyai kekuatan hukum dan tidak menjamin kepastian hukum. Tetapi, berdasarkan kebutuhan dalam praktek perbankan dan menjadi suatu kebiasaan maka covernote muncul dan hanya mengikat secara moral antara notaris/PPAT dan bank. Keberadaan covernote sebagai syarat pencairan pembiayaan yang diterbitkan oleh notaris/ PPAT tidak mempunyai kepastian hukum oleh karena itu pelaksanaan prinsip kehati-hatian terhadap pembiayaan harus dilakukan oleh perbankan sejak awal permohonan pembiayaan diajukan sampai pembiayaan lunas. Perbankan dalam melaksanakan kegiatan usahanya harus mempunyai ketentuan operasional sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) pembiayaan yang didalamnya memenuhi prinsip kehati-hatian bank. E. SARAN Penerapan prinsip kehati-hatian bank harus diterapkan secara terus menerus pada prosedur dan kebijakan pembiayaan untuk membantu meminimalisir pembiayaan bermasalah. Selain itu, perlunya kesepakatan bersama antara bank dengan notaris/PPAT terkait keberadaan covernote yang dipergunakan sebagai syarat dicairkannya pembiayaan pada bank yang bersangkutan. Terhadap notaris/PPAT hendaknya bertindak sesuai dengan tugas dan kewenangannya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Seorang notaris/PPAT dalam menjalankan jabatannya harus mengetahui batas-batas kemampuannya dengan tidak memberikan janji-janji sekedar menyenangkan hati klien. Daftar Pustaka Gunarto Suhardi. 2003. Usaha Perbankan dalam Perspektif Hukum. Yogyakarta : Kanisius. Habib Adjie dan Muhammad Hafidh. 2011. Akta Perbankan Syariah yang Selaras Pasal 38 Undang-Undang Jabatan Notaris. Semarang : Pustaka Zaman. Hermansyah. 2005. Hukum Perbankan Nasional Indonesia. Jakarta : Kencana. Jamal Wiwoho. 2011. Hukum Perbankan Indonesia. Surakarta : UNS Press. J. Satrio. 1998. Hukum Jaminan, Hak Jaminan Kebendaan, Hak Tanggungan. Bandung : Citra Aditya Bakti. Bandung : CV.Pustaka Setia. Muhammad Djumhana. 1993. Hukum Perbankan di Indonesia. Bandung : Citra Aditya Bakti. Rachmadi Usman. 1999. Pasal-Pasal Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah. Jakarta : Djambatan. Salim HS. 2005. Perkembangan Hukum Jaminan Indonesia., Jakarta : PT.RajaGrafindo Persada. Soerjono Soekanto. 2005. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta : Universitas Indonesia (UIPress). Sunarjati Hartono. 1978. Beberapa Pemikiran Kearah Pembaharuan Hukum Tanah . Bandung : Alumni. Warkum Sumitro. 2004. Asas-Asas Perbankan Islam . Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada. Zainuddin Ali. 2010 . Hukum Perbankan Syariah. Jakarta : Sinar Grafika. Kansil C,S,T. 1997. Pokok-Pokok Hukum Hak Tanggungan Atas Tanah. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan. Mia Lasmi Wardiah. 2013. Dasar-Dasar Perbankan. 199