problematika yuridis pelaksanaan prinsip kehati

advertisement
PROBLEMATIKA YURIDIS PELAKSANAAN PRINSIP KEHATIHATIAN PERBANKAN TERHADAP COVERNOTE
SEBAGAI SYARAT PENCAIRAN PEMBIAYAAN
Lilin Royani
(Mahasiswa S2 Program MKN FH UNS)
Email : [email protected]
Hernawan Hadi, M. Hudi Asrori
(Dosen Fakultas Hukum UNS)
Abstract
The objectives of this study are to investigate implementation of prudential banking principle on cover notes
issued by notaries/conveyancers as requirements for loan disbursement. This research used the descriptive
empirical research method. The data of research consisted of primary and secondary data. They were collected
sense of security for banks in loan disbursement. The cover notes do not bear a legal force because none of
Keywords: prudential banking principle, loan, cover notes
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan prinsip kehati-hatian terhadap covernote notaris/
PPAT sebagai syarat pencairan pembiayaan. Untuk mencapai tujuan tersebut maka dilakukan penelitian
hukum empiris yang bersifat deskriptif. Jenis data yang digunakan yaitu data primer dan data sekunder
dengan menggunakan teknik pengumpulan data melalui wawancara dan studi dokumen, selanjutnya dianalisis
menggunakan teknik analisis kualitatif. Dari hasil penelitian diketahui bahwa covernote ialah surat keterangan
yang dibuat oleh notaris/PPAT untuk menerangkan bahwa sertifikat hak atas tanah yang akan menjadi obyek
Hak Tanggungan sedang dalam proses pengurusan di kantor pertanahan. Covernote memberikan keyakinan
dan rasa aman bagi bank dalam mencairkan pembiayaan. Covernote tidak memiliki kekuatan hukum karena
tidak ada satupun pasal dalam Undang-Undang yang menafsirkan tugas dan kewenangan notaris/PPAT untuk
membuat covernote.
Kata Kunci: Prinsip kehati-hatian, covernote, pembiayaan
A. Pendahuluan
Perbankan di Indonesia diatur dalam UndangUndang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan
atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992
tentang Perbankan. Perbankan adalah sesuatu
yang menyangkut tentang bank mencakup
kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan
proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya.
Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana
dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan
menyalurkannya dalam bentuk kredit dan atau
bentuk-bentuk lainnya dalam meningkatkan taraf
hidup rakyat banyak. Bank dalam menjalankan
kegiatan usahanya harus melaksanakan prinsipprinsip operasional bank. Prinsip-prinsip tersebut
ialah prinsip kepercayaan (fiduciary principle),
prinsip kehati-hatian (prudential principle), prinsip
kerahasiaan
, dan prinsip
mengenal nasabah (know your costumer principle)
(Jamal Wiwoho, 2011 : 27).
187
Jurnal Repertorium,
Lilin Royani.
ISSN:2355-2646,
Problematika
Edisi
Yuridis
3 Januari-Juni
Pelaksanaan
2015
Prinsip Kehati-hatian Perbankan ...
Perbankan Indonesia dalam melakukan
usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan
menggunakan prinsip kehati-hatian. Tujuan
perbankan Indonesia berdasarkan asas tersebut
adalah untuk menunjang pelaksanaan pembangunan
nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan
pembangunan dan hasil-hasilnya, pertumbuhan
ekonomi, dan stabilitas nasional ke arah peningkatan
kesejahteraan rakyat banyak (Mia Lasmi Wardiah,
2013 : 27-28).
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas UndangUndang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
(Selanjutnya disebut Undang-Undang Perbankan)
yang merupakan Undang-Undang Perbankan di
Indonesia membedakan bank berdasarkan kegiatan
usahanya menjadi dua, yaitu bank yang menjalankan
kegiatan usaha secara konvensional dan bank yang
melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip
syariah yang diatur dalam Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan
Syariah.
Peran strategis perbankan dalam menyerasikan
dan menyeimbangkan pemerataan pembangunan,
pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional
adalah dengan pemberian pinjaman dana kepada
masyarakat melalui pembiayaan. Pengertian
pembiayaan menurut Pasal 1 Butir 12 UndangUndang Perbankan ialah Penyediaan uang atau
tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu,
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara
bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang
dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan
tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan
imbalan atau bagi hasil.
Bank dalam penyaluran kredit maupun
pembiayaan kepada nasabah mempunyai suatu
risiko. Risiko tersebut adalah jika pinjaman
yang diberikan oleh bank kepada nasabah tidak
dilunasi pembayarannya oleh nasabah yang
bersangkutan. Keadaan tersebut akan menimbulkan
kerugian bagi pihak bank dan akan merugikan
perekonomian negara. Terhadap risiko tersebut maka
jaminan mutlak diperlukan dalam utang piutang
sehingga ada kepastian kepada kreditor bahwa
uang yang dipinjamkan akan terbayar. Hal tersebut
selaras dengan isi dari Pasal 8 Ayat (1) UndangUndang Perbankan yang menyatakan bahwa dalam
memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan
prinsip Syariah, Bank Umum wajib mempunyai
keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam
188
atas itikad dan kemampuan serta kesanggupan
Nasabah Debitur untuk melunasi hutangnya atau
mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai
dengan yang diperjanjikan.
Salim HS memberikan suatu definisi mengenai
hukum jaminan sebagai keseluruhan dari kaidahkaidah hukum yang mengatur hubungan hukum
antara pemberi dan penerima jaminan dalam
kaitannya dengan pembebanan jaminan untuk
mendapatkan fasilitas kredit (Salim HS, 2005
: 6). Fungsi jaminan adalah meyakinkan bank
bahwa debitor mempunyai kemampuan untuk
melunasi kredit yang diberikan kepadanya sesuai
dengan perjanjian yang telah disepakati bersama.
(Hermansyah, 2005 : 69)
Bank perlu meminta jaminan tambahan
terutama yang bersifat kebendaan agar lebih
memberikan rasa aman kepada bank. Jaminan
tambahan itu disebutkan dalam Pasal 1 butir 23
Undang-Undang Perbankan sebagai agunan. Pasal
1 butir 23 mendefinisikan Agunan sebagai Jaminan
tambahan diserahkan nasabah debitur kepada bank
dalam rangka mendapatkan fasilitas kredit atau
pembiayaan berdasarkan prinsip Syariah. Permintaan
jaminan kebendaan oleh bank merupakan realisasi
dari prinsip kehati-hatian bank sebagaimana yang
telah ditentukan dalam Undang-Undang Perbankan
(Muhammad Djumhana, 1993 : 15).
Lembaga jaminan yang oleh lembaga perbankan
dianggap paling efektif dan aman adalah tanah dengan
jaminan Hak Tanggungan. Tanah memegang peranan
yang sentral dalam kehidupan dan perekonomian
Indonesia yang bersifat agraris (Sunarjati Hartono,
1978 : 8). Selain harga jual yang tinggi, tanah
mempunyai nilai yang terus meningkat dalam
kurun waktu tertentu dan tidak akan mengalami
kemerosotan (J. Satrio, 1998 : 1). Terhadap tanah
tersebut oleh pihak bank dilakukan pengikatan Hak
Tanggungan berdasarkan Undang-Undang Nomor 4
Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah
Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah
(Gunarto Suhardi, 2003 : 92).
Hak Tanggungan sebagai lembaga jaminan
menurut ketentuan Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1996 tentang
Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda
Yang Berkaitan Dengan Tanah (selanjutnya disebut
dengan Undang-Undang Hak Tanggungan) adalah
hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut
benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan
dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu,
yang memberikan kedudukan yang diutamakan
kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor
lain (Kansil, 1997 : 19-20). Undang-Undang
Hak Tanggungan sebagaimana disebutkan dalam
penjelasan umum nomor 3 menyebutkan bahwa
ciri-ciri dari Hak Tanggungan sebagai lembaga hak
jaminan atas tanah yang kuat adalah:
1. Memberikan kedudukan yang diutamakan atau
mendahulu kepada pemegangnya;
2. Selalu mengikuti obyek yang dijaminkan dalam
tangan siapapun obyek itu berada;
3. Memenuhi asas spesialitas dan asas publisitas,
sehingga dapat mengikat pihak ketiga dan
memberi kepastian hukum kepada pihak-pihak
yang berkepentingan, dan
4. Mudah dan pasti pelaksanaan eksekusinya.
Menurut Undang-Undang Hak Tanggungan,
hak atas tanah yang dapat dibebani Hak Tanggungan
adalah Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna
Bangunan dan Hak Pakai atas tanah Negara yang
menurut ketentuan yang berlaku wajib didaftar dan
menurut sifatnya dapat dipindahtangankan (Pasal 4
Undang-Undang Hak Tanggungan), dan Bangunan
Rumah Susun serta Hak Milik Atas Satuan Rumah
Susun yang berdiri di atas tanah Hak Milik, Hak
Guna Bangunan dan Hak Pakai yang diberikan oleh
Negara (Pasal 27 Undang-Undang Hak Tanggungan)
(Rachmadi Usman, 1999 : 79).
Pencaiaran pembiayaan yang diikuti dengan
pemasangan Hak Tanggungan tidak terlepas dari
peran notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah
(PPAT) sebagai pejabat umum. Pengikatan jaminan
dalam pembiayaan dengan Hak Tanggungan
memerlukan akta PPAT yang dibuat oleh pejabat
yang diberi kewenangan untuk membuat akta
autentik yang berhubungan dengan tanah karena
Hak Tanggungan adalah hak yang dibebankan atas
tanah berikut atau tidak berikut benda-benda yang
ada diatasnya.
Pesatnya perkembangan bisnis perbankan
dan tingginya tingkat persaingan antar bank
menyebabkan perbankan mempermudah penyaluran
pembiayaan kepada masyarakat. Salah satunya
adalah bank mencairkan pembiayaan setelah
ada covernote sebagai pernyataan sepihak dari
notaris/PPAT. Covernote merupakan surat
keterangan yang di keluarkan oleh notaris/PPAT
karena notaris/PPAT belum dapat menyelesaikan
pekerjaannya dalam kaitannya dengan tugas dan
kewenangannya untuk menerbitkan akta otentik.
Hal ini dilakukan apabila permohonan perjanjian
kredit atau pembiayaan persyaratannya belum
lengkap sehingga untuk mengatasi kekurangan
ini notaris/PPAT mengeluarkan covernote sebagai
pemberitahuan atau keterangan bahwa surat-surat
tanah calon debitor masih dalam proses roya, balik
nama, ataupun proses pemecahan apabila sudah
bersertifikat.
Perbankan dalam prakteknya menggunakan
covernote sebagai bukti pengikatan jaminan/ atau
pegangan sementara bagi bank dalam mencairkan
pembiayaan. Covernote muncul berdasarkan
praktek kebiasaan dan kebutuhan yang mendesak.
Kebutuhan tersebut salah satunya adalah untuk
mencairkan pembiayaan bagi calon nasabah yang
telah dinyatakan layak untuk memperoleh fasilitas
kredit atau pembiayaan.
Notaris/PPAT harus hati-hati dalam membuat
covernote agar covernote tersebut tidak membawa
permasalahan di kemudian hari. Kehati-hatian
notaris/PPAT ini juga merupakan upaya memberikan
perlindungan hukum terhadap kreditor yang
merupakan rekanan notaris/PPAT yang membuat
covernote tersebut sehingga tidak merusak
kepercayaan dan kemitraan yang selama ini di
bangun oleh kreditor dan notaris/PPAT. Berdasarkan
uraikan tersebut, penting untuk dikaji mengenai
pelaksanaan prinsip kehati-hatian perbankan
terhadap covernote notaris/Pejabat Pembuat Akta
Tanah sebagai syarat pencairan pembiayaan.
B. Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian hukum
empiris, yaitu penelitian yang dilakukan dengan
mencari kebenaran data di lapangan mengenai
alasan digunakannya covernote sebagai syarat
pencairan pembiayaan, kekuatan hukum covernote,
dan bagaimana pelaksanaan prinsip kehati-hatian
perbankan terhadap covernote notaris/PPAT yang
digunakan sebagai syarat pencairan pembiayaan.
Pada penelitian hukum empiris, maka yang
diteliti pada awalnya adalah data sekunder, untuk
kemudian dilanjutkan dengan penelitian terhadap
data primer dilapangan atau terhadap masyarakat
(Soerjono Soekanto, 2005 : 7). Sumber data primer
diperoleh dari hasil wawancara dengan pejabat yang
189
Jurnal Repertorium,
Lilin Royani.
ISSN:2355-2646,
Problematika
Edisi
Yuridis
3 Januari-Juni
Pelaksanaan
2015
Prinsip Kehati-hatian Perbankan ...
berwenang di PT. BPRS Insan Madani Sukoharjo
dan notaris/PPAT rekanan bank serta sumber data
sekunder dengan studi dokumen yang dapat berupa
jurnal, buku–buku aktual, peraturan perundangundangan, hasil penelitian, media elektronik serta
bahan kepustakaan lainnya. Teknik analisis dengan
menggunakan teknik analisis kualitatif. Berdasarkan
wawancara diketahui bahwa keberadaan covernote
memberikan keyakinan, kepercayaan, dan rasa aman
bagi bank dalam mencairkan pembiayaan. Covernote
yang timbul berdasarkan praktek dan kebutuhan
tersebut tidak memiliki kekuatan hukum karena
tidak ada satupun pasal dalam Undang-Undang
yang menafsirkan tugas dan kewenangan notaris/
PPAT untuk membuat covernote oleh karena itu bank
harus menegakkan prinsip kehati-hatian terhadap
pembiayaan yang diberikan.
C. Hasil Penelitian dan Pembahasan
1.
Pelaksanaan Pencairan Pembiayaan dengan
Syarat Diterbitkannya Covernote oleh
Notaris/PPAT
Bank memiliki kegiatan usaha pokok berupa
menghimpun dana dari pihak yang kelebihan
dana untuk kemudian menyalurkan kembali
dana tersebut ke masyarakat yang kekurangan
dana dalam jangka waktu tertentu. Bank syariah
merupakan salah satu produk perbankan yang
berlandaskan sistem perekonomian Islam.
Bank syariah pada awalnya dikembangkan
sebagai suatu respon dari kelompok ekonomi
dan praktisi perbankan muslim yang berupaya
mengakomodasi desakan dari berbagai pihak
yang menginginkan agar tersedia jasa transaksi
keuangan yang dilaksanakan sejalan dengan
nilai moral dan prinsip-prinsip syariah Islam.
Wacana pendirian bank Islam di Indonesia baru
dilakukan pada tahun 1990. Industri perbankan
yang pertama menggunakan sistem syariah
adalah PT. Bank Muamalat Indonesia Tbk
yang didirikan pada tahun 1991 dan memulai
kegiatan operasionalnya pada bulan mei 1992
(Zainuddin Ali, 2010 : 22).
Berdirinya Bank Pembiayaan Rakyat
Syariah di Indonesia tidak dapat dipisahkan dari
Bank Perkreditan Rakyat pada umumnya. Bank
Perkreditan Rakyat pada hakikatnya merupakan
modifikasi (model baru) dari Lumbung Desa
dan Bank Desa yang ada sejak tahun 1980an.
190
Lumbung desa sebagai sistem perkreditan
zaman dahulu dirasakan sangat bermanfaat
bagi masyarakat tani di pedesaan karena pada
waktu itu peredaran uang belum menjangkau
masyarakat tani di pedesaan sehingga pinjaman
dalam bentuk padi lebih menguntungkan
dan lebih praktis daripada pinjaman dalam
bentuk uang. Selain itu pinjaman padi tidak
mengganggu kestabilan harga padi yang
menjadi penghasilan utama masyarakat desa
(Warkum Sumitro, 2004 : 126).
Keberadaan Bank Pembiayaan Rakyat
Syariah secara khusus dijabarkan antara lain
dalam bentuk Surat Keputusan Direksi Bank
Indonesia Nomor 32/34/Kep/Dir tanggal 12
Mei 1999 tentang Bank Umum berdasarkan
Prinsip Syariah, Surat Keputusan Direksi Bank
Indonesia Nomor 32/36/Kep/Dir tertanggal 12
Mei 1999, Surat Edaran Bank Indonesia Nomor
32/4/KPPB tanggal 12 Mei 1999 tentang Bank
Perkreditan Rakyat berdasarkan Prinsip Syariah,
dan yang terakhir di atur dalam Peraturan Bank
Indonesia Nomor 11/23/PBI/2009 tentang Bank
Pembiayaan Rakyat Syariah.
Bank Pembiayaan Rakyat Syariah sebagai
salah satu lembaga kepercayaan masyarakat
yang kegiatan us ahanya berdas arkan
Prinsip Syariah dituntut agar selalu dapat
mengemban amanah dari para pemilik dana
dengan cara menyalurkannya dalam bentuk
pembiayaan untuk usaha produktif dalam
rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat.
Adapun secara garis besar tahapan proses
pembiayaan mulai dari pengajuan sampai
pencairan pembiayaan dapat dijabarkan sebagai
berikut:
a. Tahap pengajuan pembiayaan yaitu :
1) Marketing mencari nasabah atau
calon nasabah dapat menghubungi
petugas pelayanan pembiayaan
dengan mendatangi bank pada
hari atau jam kerja untuk mengisi
formulir permohonan pembiayaan dan
dilakukan wawancara pendahuluan
secara singkat.
2) Petugas pelayanan pembiayaan
setelah melakukan permintaan IDI
bank Indonesia kemudian menyusun
dokumen yang diperlukan untuk
diserahkan kepada bagian survei dan
analisa.
b.
Tahap Analisis Pembiayaan oleh Staf
Survei dan Analisa Pembiayaan yaitu :
1) Petugas memastikan kelengkapan
dokumen persyaratan pembiayaan
dan mencocokkan data kemudian
mempelajari berkas permohonan
pembiayaan untuk memperoleh
gambaran awal kondisi calon nasabah
kemudian mempersiapkan hal-hal
maupun peralatan yang akan dibawa
ketika survei.
2) Petugas survei mencari informasi
awal calon nasabah dari lingkungan
sekitar, mewawancarai calon nasabah,
mengambil foto usaha calon nasabah
dan jaminan calon nasabah kemudian
membuat denah lokasi.
3) Petugas mengadakan analisa risiko
pembiayaan dan melakukan analisa
6C yang meliputi character, capacity,
cashflow, condition, capital, dan
collateral. Petugas juga melakukan
c ro s s c h e c k u n t u k m e n g e c e k
kebenaran informasi dan melakukan
analisa terhadap jumlah permohonan
pembiayaan dan rencana penggunaan
pembiayaan serta menganalisa
pinjaman calon nasabah di bank lain.
4) Setelah petugas melakukan survei
dan analisis pembiayaan petugas
me nyusun laporan survei dan
analisa pembiayaan untuk diajukan
kepada komite pembiayaan. Komite
pembiayaan setelah melakukan
review akan memutuskan apakah
permohonan pembiayaan ditolak,
disetujui dengan catatan, maupun
disetujui sesuai permohonan.
5) Keputusan pembiayaan dituangkan
secara tertulis dalam Surat Keputusan
Pembiayaan (SKP). SKP untuk
pembiayaan yang disetujui memuat
data tentang jenis fasilitas pembiayaan,
jumlah plafon pembiayaan, jangka
waktu pembiayaan, margin/ bagi
hasil, provisi pembiayaan, biaya
administra si pembiayaan, dan
disposisi pemutus pembiayaan. SKP
kemudian diberikan kepada manager
pembiayaan untuk diserahkan kepada
petugas administrasi pembiayaan.
c.
Tahap Realisasi Pembiayaan,
1) Petugas administrasi pembiayaan
menerima berkas pembiayaan dari
manager pembiayaan kemudian
mempersiapkan administrasi untuk
realisasi termasuk menghitung biaya
realisasi, menghubungi calon nasabah,
menghubungi notaris/PPAT rekanan
untuk cek sertifikat, membuat surat
pemberitahuan putusan pembiayaan
kepada calon nasabah, membuat berita
acara jaminan, dan mempersiapkan
akad termasuk dimuat di dalam nya
nama dan alamat nasabah, tujuan
penggunaan dana, jangka waktu,
nisbah bagi hasil, jumlah dan sistem
pembayaran angsuran. Berkas tersebut
diserahkan terkebih dahulu kepada
supervisor administrasi pembiayaan
untuk diperiksa.
2) Setelah cek atas jaminan berupa
sertifikat dinyatakan bersih oleh
notaris/PPAT dan memperoleh
kepastian sertifikat hak atas tanah
dapat di pasang hak tanggungan maka
petugas administrasi pembiayaan
menghubungi calon nasabah untuk
tahap realisasi pencairan pembiayaan
di hadapan notaris/PPAT dengan
berkoordinasi terlebih dahulu dengan
manager operasional.
3) Nasabah menandatangani akad
pembiayaan berikut akta penyerahan
dan pengikatan jamina n yang
selanjutnya dibawa ke notaris/PPAT
yang ditunjuk untuk di legalisasi akad
tersebut serta dilanjutkan dengan
pengikatan jaminan oleh notaris/
PPAT yang bersangkutan dan dalam
hal ini notaris/PPAT mengeluarkan
covernote yang merupakan surat
keterangan jaminan dalam proses.
4) Setelah nasabah menandatangani
akad dan pengikatan notaris/PPAT
yang dibuktikan dengan adanya tanda
tangan notaris dalam surat pengantar
atau surat keterangan/ covernote dari
notaris yang merangkap PPAT maka
petugas administrasi pembiayaan
menye rahka n kepada ma nager
operasional dokumen-dokumen terkait
dan setelah dilakukan pencocokan
191
Jurnal Repertorium,
Lilin Royani.
ISSN:2355-2646,
Problematika
Edisi
Yuridis
3 Januari-Juni
Pelaksanaan
2015
Prinsip Kehati-hatian Perbankan ...
5)
dokumen dan ditandatangani oleh
manager operasional maka nasabah
diminta ke teller untuk menerima
dana pencairan pembiayaan dan
jadwal angsuran dari teller.
Setelah pencairan pembiayaan
maka berkas pembiayaan disusun
rapi dalam berkas pembiayaan dan
menyimpan dokumen jaminan asli
di ruang penyimpanan dan petugas
administrasi pembiayaan melakukan
pantauan jaminan dalam proses
sampai proses selesai dilakukan sesuai
standar waktu selesai (SWS) dan
jaminan asli diterima oleh bank dari
notaris/PPAT.
Berdasark an ur aian d ala m SO P
pembiayaan tersebut surat keterangan notaris
yang merangkap PPAT atau biasa disebut
dengan covernote memegang peranan penting
dalam pelaksanaan pencairan pembiayaan.
Covernote digunakan sebagai bukti pengikatan
jaminan dan/ atau pegangan sementara bagi
bank dalam mencairkan pembiayaan. Bank
memperbolehkan notaris/PPAT rekanan bank
untuk membuat dan mengeluarkan covernote
karena belum selesainya pengurusan pengikatan
jaminan pada kantor pertanahan sementara
seluruh persyaratan sudah diterima oleh pihak
notaris/PPAT.
Deskripsi mengenai covernote tercantum
dalam kamus Bank Indonesia maupun dalam
OJK-Pedia. OJK-Pedia ialah kamus yang
menyediakan dari a hingga z istilah informasi
yang berkaitan dengan dunia keuangan. OJKPedia menyebut covernote sebagai Nota
Keterangan. Covernote adalah surat keterangan
yang menyatakan tentang suatu keadaan
berdasarkan perjanjian tertentu misalnya, dalam
perjanjian kredit, sertifikat tanah milik debitur
dikuasai oleh notaris dalam rangka proses balik
nama dan apabila bank setuju, dapat dibuat nota
keterangan (cover note) tentang hal tersebut.
Covernote dikeluarkan notaris/PPAT
rekanan bank karena proses pengikatan Hak
Tanggungan memerlukan waktu yang cukup
dan tentunya bank butuh pegangan sementara
sebelum jaminan yang telah dipasang Hak
Tanggungan diterima oleh bank. Adapun pada
umumnya covernote didalamnya memuat
uraian-uraian antara lain:
192
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
Penyebutan identitas notaris/PPAT dan
wilayah kerjanya;
Nomor surat keterangan yang dibuat;
Keterangan mengenai pengurusan akta
yang dibuat;
Keterangan mengenai jangka waktu
selesainya akta yang akan dibuat;
Ketera nga n mengenai pihak ya ng
berwenang untuk menerima;
Keterangan mengenai tempat dan tanggal
dibuatnya surat keterangan; dan
Tanda tangan dan stempel sesuai dengan
proses pengurusan yaitu apabila proses
pengurusannya terkait dengan pertanahan
maka stempel nya adalah Pejabat Pembuat
Akta Tanah.
Notaris sebelumnya akan melakukan
pengecekan sertifikat hak atas tanah terlebih
dahulu pada kantor pertanahan. Setelah
dapat dipastikan sertifikat tersebut tidak
dalam sengketa maka notaris/PPAT baru
berani menyampaikan kepada bank bahwa
calon nasabah siap dilakukan penandatangan
akad. Covernote pada prakteknya dibuat
oleh notaris/PPAT untuk digunakan sebagai
keterangan bahwa penandatanganan akta telah
benar-benar dilakukan oleh bank dan nasabah
di hadapan notaris serta berisi keterangan
bahwa sertifikat yang menjadi jaminan sedang
dalam proses di kantor notaris /PPAT yang
bersangkutan. Covernote diperlukan karena
proses pemasangan Hak Tanggungan tidak
dapat diselesaikan pada saat penandatanganan
akad. Setelah ditanda tangani akad dan
notaris/PPAT mengeluarkan covernote nasabah
juga akan menandatangani Surat Kuasa
Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT)
di hadapan notaris/PPAT. Penandatanganan
SKMHT dilakukan oleh notaris/PPAT untuk
ditingkatkan menjadi APHT.
Pembiayaa n dengan menggunakan
covernote sebagai syarat pencairan merupakan
suatu kebiasaan dan kebijakan umum dari bank
selain telah terpenuhinya pula persyaratan lain
yang ditetapkan oleh bank tanpa menunggu
selesainya pembuatan salinan akta, legalisasi
akta, atau selesainya pendaftaran APHT yang
diikuti dengan pemasangan Hak Tanggungan
di kantor pertanahan. Keberadaan covernote
dikarenakan kebutuhan dalam praktek. Adanya
covernote membawa dampak positif bagi
masing-masing pihak. Bagi nasabah tentunya
menghendaki pembiayaan yang telah diajukan
dapat segera dicairkan karena telah sampai pada
tahap penandatangan akad pembiayaan dan
merasa seluruh persyaratan telah dilengkapi.
Bagi pihak bank dengan adanya covernote maka
dapat segera mencairkan pembiayaan terhadap
calon nasabah, karena di khawatirkan apabila
proses pencairan pembiayaan terlalu berbelitbelit dan membutuhkan waktu yang lama maka
nasabah akan kecewa, jera dan bahkan bisa
mencari bank lain.
Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 02 Tahun 2014 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30
Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (selanjutnya
disebut dengan Undang-Undang Jabatan
Notaris) memberikan definisi notaris sebagai
pejabat umum yang berwenang untuk membuat
akta autentik dan memiliki kewenangan lainnya
sebagaimana di maksud dalam Undang-Undang
Jabatan Notaris atau berdasarkan undangundang lainnya. Berdasarkan definisi tersebut
notaris dikualifikasi sebagai pejabat umum
yang diangkat oleh pemerintah dalam rangka
memberikan pelayanan umum kepada pihak
yang membutuhkan terutama dalam bidang
akta. Pejabat adalah orang yang menjalankan
hak dan kewajiban jabatan.
Notaris dalam menjalankan jabatan
mempunyai kewenangan sebagaimana diatur
dalam Undang-Undang Jabatan Notaris
dan Kode Etik Notaris yang merupakan
peraturan yang berlaku bagi pedoman moral
profesi notaris. Kewenangan notaris sebagai
penjabaran dari pasal 1 angka 1 UndangUndang Jabatan Notaris terdapat dalam pasal
15 Undang-Undang Jabatan Notaris yaitu:
(1) Notaris berwenang membuat Akta autentik
mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan
penetapan yang diharuskan oleh peraturan
perundang-undangan dan/atau yang
dikehendaki oleh yang berkepentingan
untuk dinyatakan dalam Akta autentik,
menjamin kepastian tanggal pembuatan
Akta, menyimpan Akta, memberikan
grosse, salinan dan kutipan Akta,
semuanya itu sepanjang pembuatan Akta
itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan
kepada pejabat lain atau orang lain yang
ditetapkan oleh undang-undang.
(2) Notaris berwenang pula :
a. mengesahkan tanda tangan dan
menetapkan kepastian tanggal surat
di bawah tangan dengan mendaftar
dalam buku khusus;
b. membukukan surat-surat di bawah
tangan dengan mendaftar dalam buku
khusus;
c. membuat kopi dari asli surat di
bawah tangan berupa salinan yang
memuat uraian sebagaimana ditulis
dan digambarkan dalam surat yang
bersangkutan;
d. melakukan pengesahan kecocokan
fotokopi dengan surat aslinya;
e. memberikan penyuluhan hukum
sehubungan dengan pembuatan Akta;
f. membuat Akta yang berkaitan dengan
pertanahan; atau
g. membuat Akta risalah lelang.
(3) Selain kewenangan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2), Notaris
mempunyai kewenangan lain yang diatur
dalam peraturan perundang-undangan.
Berdasarkan ketentuan dalam UndangUndang Jabatan Notaris tidak ada satu pasal
pun yang dapat ditafsirkan sebagai kewenangan
notaris untuk mengeluarkan surat keterangan
yang disebut sebagai covernote yang dalam
praktek perbankan telah lazim digunakan.
Notaris tidak mempunyai kewenangan
sebagaimana disebutkan dalam UndangUndang Jabatan Notaris untuk mengeluarkan
covernote sehingga jika dilihat bagaimana
kekuatan hukum covernote tersebut maka
covernote tidak mempunyai kekuatan hukum
dan tidak dapat menjamin kepastian hukum
karena tidak ada satupun pasal dalam UndangUndang Jabatan Notaris yang mengindikasikan
bahwa covernote merupakan akta otentik. Akta
otentik menurut pasal 1868 Kitab UndangUndang Hukum Perdata adalah suatu akta
yang di dalam bentuk yang ditentukan oleh
undang-undang, dibuat oleh atau di hadapan
pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk
itu di tempat di mana akta dibuatnya.
Covernote dibuat oleh notaris sebagai
bentuk pelayanan terhadap masyarakat
khususnya perbankan. Jabatan notaris
diadakan karena kehadirannya di kehendaki
193
Jurnal Repertorium,
Lilin Royani.
ISSN:2355-2646,
Problematika
Edisi
Yuridis
3 Januari-Juni
Pelaksanaan
2015
Prinsip Kehati-hatian Perbankan ...
mengeluarkan suatu covernote. Notaris yang
juga merangkap sebagai PPAT mengeluarkan
covernote sebagai bentuk pelayanan terhadap
masyarakat.
oleh aturan hukum untuk membantu dan
melayani masyarakat yang membutuhkan alat
bukti tertulis yang bersifat otentik mengenai
keadaan, peristiwa, atau perbuatan hukum
(Habib Adjie dan Muhammad Hafidh, 2011
: 14). Seorang notaris dalam menjalankan
tugas dan kewenangan senantiasa berdasarkan
aturan perundang-undangan yang berlaku
karena fungsi notaris adalah memberikan
kepastian dan kelancaran hukum keperdataan
bagi masyarakat sehingga notaris harus bisa
diandalkan, tidak memihak, mampu menjaga
rahasia, dan memberi jaminan atau bukti kuat.
Pengertian Pejabat Pembuat Akta Tanah
menurut Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor
37 Tahun 1998 tentang Pejabat Pembuat
Akta Tanah adalah pejabat umum yang diberi
kewenangan untuk membuat akta-akta otentik
mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai
hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan
Rumah Susun. Tugas dan Kewenangan PPAT
menurut Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor
37 Tahun 1998 tentang Pejabat Pembuat Akta
Tanah, sebagai berikut :
(1) PPAT bertugas pokok melaksanakan
sebagian kegiatan pendaftaran tanah
dengan membuat akta sebagai bukti
telah dilakukannya perbuatan hukum
tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak
Milik Atas Satuan Rumah Susun, yang
akan dijadikan dasar bagi pendaftaran
perubahan data pendaftaran tanah yang
diakibatkan oleh perbuatan hukum itu.
(2) Perbuatan hukum sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) adalah sebagai berikut:
a) jual beli;
b) tukar-menukar;
c) hibah;
d) pema s ukan dal am perusahaan
(inbreng);
e) pembagian harta bersama;
f) pemberian Hak Guna Bangunan/Hak
Pakai atas tanah Hak Milik;
g) pemberian Hak Tanggungan
h) pemberian kuasa membebankan Hak
Tanggungan
Berdasarkan pengaturan mengenai
Pejabat Pembuat Akta Tanah tersebut tersebut
tidak pula tercantum pengaturan mengenai
tanggung jawab dan kewenangan PPAT untuk
194
Pembuatan covernote oleh notaris/PPAT
dalam proses pencairan pembiayaan adalah
sebagai bentuk kepercayaan yang diberikan
oleh perbankan terhadap notaris/PPAT yang
bersangkutan yang telah menjadi kebiasaan
umum di dalam bisnis perbankan. Meskipun
tidak mempunyai kekuatan hukum terhadap
covernote tersebut notaris/PPAT mempunyai
kewajiban untuk menyelesaikan pengurusan
yang menjadi tugas dan tanggung jawabnya
terhadap perbankan secara profesional tepat
pada waktu yang telah ditetapkan agar tidak
menimbulkan kerugian bagi pihak lain. Notaris/
PPAT juga harus tetap memperhatikan setiap
ketentuan dalam perundang-undangan yang
berlaku dalam mengeluarkan covernote agar
tidak menimbulkan ketidakadilan bagi pihak
lain.
2.
Pel ak sa na an Pri n si p Keh ati -h ati an
Perbankan terhadap Pembiayaan yang
dicairkan dengan Syarat Covernote Notaris/
PPAT
Notaris dan PPAT dalam menjalankan
tugas jabatannya harus berdasarkan wewenang
yang telah ada pada jabatan notaris sebagaimana
disebutkan dalam Undang-Undang Jabatan
Notaris maupun Peraturan Pemerintah tentang
PPAT. Kewenangan untuk membuat covernote
tidak di temukan dalam Undang-Undang
Jabatan Notaris maupun Kode Etik Notaris.
Oleh karena itu produk notaris berupa covernote
tersebut tidak mengikat secara hukum dan
pihak yang merasa dirugikan atas timbulnya
produk hukum tersebut dapat mengajukan
gugatan perdata ke Pengadilan Negeri.
Undang-undang menyebutkan bahwa
sebelum memberikan pembiayaan, bank
harus melakukan penilaian yang seksama. Hal
tersebut mengingat sumber dana pembiayaan
yang disalurkan adalah bukan dana dari bank itu
sendiri, tetapi dana yang berasal dari masyarakat
sehingga perlu penerapan prinsip kehati-hatian
(prudential banking principles) melalui analisa
yang akurat dan mendalam, penyaluran yang
tepat, pengawasan dan pemantauan yang baik,
akad pembiayaan yang sah dan memenuhi
syarat hukum, pengikatan jaminan yang kuat
dan dokumentasi pembiayaan yang teratur
dan lengkap. Penerapan prudential banking
principles bertujuan agar pembiayaan yang
disalurkan dapat kembali tepat pada waktunya
sesuai akad yang meliputi pinjaman pokok
dan margin atau bagi hasilnya. Apabila
3)
pembiayaan yang telah disalurkan bank
kepada masyarakat dalam jumlah besar
tidak dibayar kembali kepada bank tepat
pada waktunya sesuai dengan akad, maka
kualitas pembiayaan dapat digolongkan
menjadi non performing loan (NPL).
Bank Pembiayaan Rakyat Syariah
dalam menjalankan kegiatan usahanya harus
selalu memegang teguh prinsip kehati-hatian
serta mampu menerapkan prinsip syariah
secara konsisten sehingga tercipta Bank
Pembiayaan Rakyat Syariah yang sehat yang
mampu memberikan layanan terbaik kepada
masyarakat. Prinsip kehati-hatian harus
selalu dilaksanakan ketika bank syariah akan
menyalurkan dana kepada nasabah. Bank
harus mampu menganalisa kelayakan dalam
penyaluran dana. Pada pasal 8 Undang-Undang
Perbankan mewajibkan Bank Umum dan/atau
Unit Usaha Syariah (UUS) untuk memiliki dan
menerapkan pedoman pembiayaan berdasarkan
prinsip syariah sesuai dengan ketentuan yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia. Adapun
penerapan prinsip kehati-hatian yang telah
dilakukan oleh bank dijabarkan sebagai berikut.
a. Pelaksanaan prinsip kehati-hatian pada
prosedur permohonan pembiayaan
1) Petugas berkompeten dan dapat
diper caya dengan me nge tahui
jenis kebutuhan pembiayaan yang
diperlukan nasabah, mengetahui jenis
pembiayaan bank yang cocok untuk
calon nasabah, mengetahui syaratsyarat pembiayaan serta data yang
dipenuhi calon nasabah berkaitan
dengan pembiayaan tersebut dan
mengetahui prosedur teknis proses
pembiayaan.
2) Prosedur BI checking yang tepat
dan cepat untuk melihat seperti
apakah status pembayarannya calon
nasabah di bank sebelumnya apakah
lancar, kurang lancar, dalam perhatian
khusus, diragukan atau macet.
4)
b.
Dokumen dan catatan yang
memadai yaitu setiap permohonan
pembiayaan baru, perpanjangan
jangka waktu pembiayaan, perubahan
jumlah pembiayaan, perubahan
jenis pembiayaan, tipe dan syarat
pembiayaan harus berdasarkan adanya
permohonan pembiayaan secara
tertulis dari calon nasabah.
Kontrol fisik dan catatan pada
pemeriksaan kelengkapan syaratsyarat permohonan pembiayaan yang
diajukan oleh calon nasabah atau
nasabah.
Pelaksanaan prinsip kehati-hatian pada
prosedur analisa pembiayaan
1) Petugas berkompeten dan dapat
d ip e r cay a , y ak n i me m pu n ya i
pengetahuan tentang prosedur
analisis dan evaluasi pembiayaan
dengan baik dan benar, mempunyai
kesadaran bahwa dalam menganalisa
pembiayaan tidak boleh terpengaruh
oleh permin taan-permin taan
dari pihak manapun yang dapat
berpengaruh dalam penilaian, dan
menganalisa sekaligus mengevaluasi
permohonan pembiayaan dengan
obyektif, jujur, cermat dan seksama.
2) Dokumen dan catatan yang memadai
yakni data yang dijadikan dasar untuk
informasi, analisis, evaluasi dan
keputusan pembiayaan bank harus
terjamin ketepatan, kebenaran dan
kelengkapannya oleh petugas bank
sehingga hasil penilaian tersebut bisa
menjadi bahan pertimbangan yang
tepat dalam memutus pembiayaan.
3) Survei lapangan yang erat kaitannya
dengan pelaksanaan prinsip 5c dengan
baik dan benar oleh petugas bank.
Tujuan utama dari analisa 5c ini
adalah untuk memperoleh keyakinan
bank bahwa calon debitor mempunyai
kemauan dan kemampuan memenuhi
kewajibannya kepada bank secara
tertib. Prinsip 5c tersebut meliputi :
Character atau watak calon nasabah. Bank melakukan penilaian
baik dalam kehidupan pribadi
maupun dalam lingkungan usahanya untuk mengetahui sejauh
195
Jurnal Repertorium,
Lilin Royani.
ISSN:2355-2646,
Problematika
Edisi
Yuridis
3 Januari-Juni
Pelaksanaan
2015
Prinsip Kehati-hatian Perbankan ...
mana kemauan nasabah untuk
memenuhi kewajibannya sesuai
akad. Bank akan meneliti daftar
riwayat hidup calon nasabah,
reputasi calon nasabah di lingkungan sekitar tempat usahanya,
riwayat kredit nya melalui BI
checking, dan mencari informasi
pribadi nasabah seperti apakah
calon nasabah gemar berfoyafoya maupun berjudi.
Capital atau modal sendiri yang
dimiliki oleh calon nasabah.
Bank memperoleh keyakinan
akan terbayarnya utang nasabah
melalui modal pribadi calon
nasabah. Semakin besar modal
yang dimiliki sendiri dalam
perusahaan, maka akan dinilai
semakin besar pula kesungguhan
calon nasabah dalam menjalankan usahanya.
Capacity atau kemampuan yang
dimiliki calon nasabah. Bank
melihat apakah usaha calon
nasabah meningkat dari waktu
ke waktu, latar belakang pendidikan para pengurus perusahaan,
kemampuan dan keterampilan
calon nasabah dalam mengelola perusahaan, maupun melihat
kapasitas calon nasabah untuk
mewakili badan usaha yang di
wakilinya untuk menandatangani
akad pembiayaan.
Collateral atau agunan. Petugas
mencari data dan informasi dengan melakukan kunjungan ke lokasi agunan calon nasabah untuk
mengetahui kebenarannya dan
menilai agunan. Petugas mencari
sumber, sejarah, kejelasan bukti
kepemilikan, bahkan bank terkadang mendapat keterangan dari
tanah yang menjadi objek hak
tanggungan tersebut melalui permintaan tanda tangan dari semua
pemilik yang berdekatan dengan
batas-batas tanah tersebut.
Condition of Economy atau
kondisi ekonomi. Bank melihat
situasi dan kondisi politik, sosial, ekonomi, maupun budaya
196
yang dapat mempengaruhi keadaan perekonomian di masa
mendatang. Bank akan melihat
bagaimana prospek usaha yang
akan di biayai beberapa tahun.
Selain 5c tersebut bank juga
memiliki parameter penilaian
lain
untuk
menyetujui
pembiayaan calon nasabah yaitu
Cash Flow. Bank memeriksa
dengan teliti perputaran uang
dari calon nasabah melalui
laporan keuangan yang di
sampaikan oleh calon nasabah
setiap bulannya.
4) SOP bank juga mengatur mengenai
B at as M ak si mu m Pen ya l ura n
Dana (BMPD) sesuai dengan yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia
bagi BPRS. Ketentuan BMPD oleh
Bank Indonesia akan membuat
bank membatasi plafon pemberian
pembiayaan terhadap nasabah maupun
penempatan deposito pada bank lain
berdasarkan besarnya modal yang
dimiliki bank. Aktiva produktif juga
tidak akan terpusat pada beberapa
nasabah besar atau pada kelompok
nasabah yang akan menyebabkan
terjadi penyebaran risiko.
c. Pelaksanaan prinsip kehati-hatian
pada prosedur pencairan pembiayaan
berdasarkan prinsip syariah
1)
2)
Petugas berkompeten di bidangnya
dan dapat dipercaya yakni mempunyai
kesadaran bahwa profesionalisme
perbankan merupakan tuntutan
bagi petugas bank, petugas bank
mempunyai kemandirian dalam
mengambil sikap /keputusan.
Prosedur otorisasi yang tepat yakni
pencairan pembiayaan dilakukan
setelah dokumen-dokumen terkait
pencairan ditandangani oleh pejabat
yang berwenang yaitu oleh atasan
langsung petugas. Petugas bank
memastikan bahwa notaris bisa hadir
ketika penandatangan akad dilakukan.
3)
d.
Dokumen dan catatan yang memadai
yang menyangkut kelengkapan
standar pembiayaan, kelengkapan
akad beserta lampiran-lampirannya
serta memastikan akad di legalisasi
oleh notaris, kelengkapan administrasi
bank, kelengkapan standar
pengikatan jamin, pengarsipan berkas
pembiayaan dan data pembiayaan,
pemantauan pengikatan jaminan
oleh notaris/PPAT, dan penyimpanan
dan Pengawasan atas fisik dokumen
setelah pencairan pembiayaan.
Pelaksanaan prinsip kehati-hatian
setelah pencairan pembiayaan
Pembiayaan adalah suatu
proses, mulai dari analisis kelayakan
pembiayaan sampai kepada realisasinya.
Nam un realisasi pembiayaan
bukanlah tahap terakhir dari proses
p emb i a y aa n . Se te la h r e al is a si
pembiayaan, maka pejabat bank
syariah perlu melakukan pemantauan
dan pengawasan pembiayaan untuk
menjamin kepentingannya terhadap
pembayaran kembali kewajibannya
dan untuk memastikan pembiayaan
digunakan sesuai rencana permohonan
p e m b i a y a a n . P e ma n t a u a n da n
pengawasan tersebut antara lain
kunjungan On The Spot , pembinaan
terhadap nasabah, dan Monitoring.
Petugas bank sebelum pencairan
pembiayaan dilakukan akan menerima
covernote yang di berikan oleh notaris/
PPAT yang didalamnya telah terdapat
jangka waktu sampai terbitnya sertifikat
Hak Tanggungan. Kemudian petugas
mencatat dan mendata semua covernote
dari notaris/PPAT ke dalam buku pantauan
standar waktu selesai (SWS) yang akan
dipantau setiap bulan. Apabila jangka
waktu yang ditetapkan terlampaui namun
Sertifikat Hak Tanggungan belum diterima
bank maka petugas akan menindaklanjuti
covernote yang belum bisa selesai sesuai
jangka waktu yang di tetapkan notaris/
PPAT yang bersangkutan. Pihak bank
kemudian mengajukan permohonan kepada
notaris/PPAT untuk bisa di terbitkan
covernote yang baru.
Praktek yang terjadi, notaris/
PPAT pernah gagal dalam memenuhi
kewajiban untuk menyerahkan Sertifikat
Hak Tanggungan sesuai jangka waktu yang
ditetapkan dalam covernote. Kegagalan
notaris/PPAT untuk menyelesaikan
pemasangan Hak Tanggungan sesuai
jangka waktu yang ditetapkan dalam
covernote akan merugikan notaris/
PPAT yang bersangkutan. Kredibilitas
dan profesionalitas notaris/PPAT akan
dipertanyakan pihak bank maupun
nasabah. Oleh karena itu, pelaksanaan
prinsip kehati-hatian pembiayaan harus
dilakukan oleh perbankan sejak awal ketika
permohonan pembiayaan di ajukan sampai
setelah pembiayaan lunas. Bank juga
harus melaksanakan prinsip kehati-hatian
perbankan tersebut terhadap covernote
yang dijadikan sebagai syarat pencairan
pembiayaan. Adapun hal-hal yang harus
diperhatikan terkait covernote antara lain:
1) Meminta nasehat hukum terkait
pembiayaan yang akan di cairkan dan
pihak bank pun hendaknya mengikuti
nasehat hukum yang telah di berikan
oleh notaris.
2) Apabila notaris/PPAT menerima
permintaan bank untuk memproses
pencairan pembiayaan yang syaratsyarat administrasinya masih terdapat
kekurangan maka bank mempunyai
tanggung jawab penuh untuk segera
melengkapi kekuranga n syarat
administratif.
3) Petugas bank dalam memeriksa
covernote harus meneliti kesesuaian
isi covernote dengan persyaratan
pembiayaan, melihat jangka waktu
yang jelas penyelesaian pekerjaan
pemasangan Hak Tanggungan,
benar-benar memastikan bahwa
isi covernote bukan hanya sekedar
janji, dan memeriksa sekaligus
meneliti bahwa sebelum pengikatan
agunan dilakukan notaris/PPAT telah
melakukan pengecekan sertifikat ke
kantor pertanahan agar tidak terjadi
permasalahan di kemudian hari.
4) P e n ca i ra n p em b i a ya a n h a ru s
dilaksanakan apabila berdasarkan
penelitian dan keyakinan bank bahwa
197
Jurnal Repertorium,
Lilin Royani.
ISSN:2355-2646,
Problematika
Edisi
Yuridis
3 Januari-Juni
Pelaksanaan
2015
Prinsip Kehati-hatian Perbankan ...
5)
6.
seluruh syarat-syarat pencairan
telah dipenuhi dan bank meyakini
bahwa seluruh aspek yuridis yang
berkaitan dengan pembiayaan seperti
akad, agunan, pengikatan agunan,
penutupan asuransi, dan syarat
dokumentasi lainnya telah dipenuhi
dan telah memberikan keamanan
serta perlindungan hukum bagi bank
dan bukan karena adanya covernote
semata.
P ih a k B a n k m a up u n n o ta ris /
PPAT harus memahami ketentuan
dalam hal Akta Pemberian Hak
Pemberian Hak Tanggungan (APHT)
dibuat berdasarkan Surat Kuasa
Membebankan Hak Tanggungan
( S K MH T ) m e n g e n a i k o n d is i
Surat Kuasa Membebankan Hak
Tanggungan tersebut yaitu baik
mengenai batas waktu berlakunya,
kewenangan pejabat pelaksananya,
dan formalitas pembuatan akta.
P ej abat Pem buat Akta Tanah
(PPAT) wajib menolak permohonan
untuk membuat Akta Pemberian
Hak Tanggungan (APHT) apabila
Surat Kuasa Membebankan Hak
Tanggungan (SKMHT) tidak dibuat
sendiri oleh pemberi Hak Tanggungan,
atau tidak memenuhi persyaratan
sebagaimana yang telah di tetapkan.
Efektif atau tidaknya peraturan
perundang-undangan bukanlah suatu
hal yang bisa berdiri sendiri akan
tetapi memiliki hubungan timbal balik
dalam masyarakat. Hukum pada suatu
masyarakat akan efektif karena didukung
oleh budaya masyarakat yang taat dan
patuh pada hukum. Pemerintah telah
mengatur ketentuan-ketentuan baik yang
terwujud dalam undang-undang maupun
peraturan-peraturan. Oleh karena itu, para
pihak yang ada di perbankan dan terkait
dengan pembiayaan baik
,
staff administrasi, staff legal, notaris/
PPAT, maupun pihak terkait lain harus
menjalankan keseluruhan aturan yang
ada sesuai dengan seharusnya. Meskipun
undang-undang, peraturan-peraturan,
maupun kebijakan-kebijakan telah di buat
oleh pemerintah namun apabila terdapat
198
budaya tergesa-gesa dari para pelaksana
aturan dan mempermudah sesuatu hal
maka hukum pun tidak akan efektif dan
sulit untuk di tegakkan.
D. Simpulan
Covernote dijadikan syarat dalam pencairan
pembiayaan karena dianggap sebagai pegangan
sementara bagi bank sebelum sertifikat hak
tanggungan terbit. Pihak bank merasa aman atas
dikeluarkannya covernote oleh notaris/PPAT.
Pembiayaan yang dicairkan setelah covernote
diserahkan pada bank adalah sebagai bentuk
pelayanan yang tepat dan cepat di tengah tingginya
tingkat persaingan antar bank. Undang-Undang
Jabatan Notaris maupun Peraturan Pemerintah
Pejabat Pembuat Akta Tanah tidak mengatur dalam
satu pasal pun yang dapat ditafsirkan sebagai
kewenangan notaris yang merangkap sebagai
PPAT untuk mengeluarkan surat keterangan yang
disebut sebagai covernote sehingga covernote
tidak mempunyai kekuatan hukum dan tidak
menjamin kepastian hukum. Tetapi, berdasarkan
kebutuhan dalam praktek perbankan dan menjadi
suatu kebiasaan maka covernote muncul dan
hanya mengikat secara moral antara notaris/PPAT
dan bank. Keberadaan covernote sebagai syarat
pencairan pembiayaan yang diterbitkan oleh notaris/
PPAT tidak mempunyai kepastian hukum oleh karena
itu pelaksanaan prinsip kehati-hatian terhadap
pembiayaan harus dilakukan oleh perbankan sejak
awal permohonan pembiayaan diajukan sampai
pembiayaan lunas. Perbankan dalam melaksanakan
kegiatan usahanya harus mempunyai ketentuan
operasional sesuai dengan Standar Operasional
Prosedur (SOP) pembiayaan yang didalamnya
memenuhi prinsip kehati-hatian bank.
E. SARAN
Penerapan prinsip kehati-hatian bank harus
diterapkan secara terus menerus pada prosedur
dan kebijakan pembiayaan untuk membantu
meminimalisir pembiayaan bermasalah. Selain
itu, perlunya kesepakatan bersama antara bank
dengan notaris/PPAT terkait keberadaan covernote
yang dipergunakan sebagai syarat dicairkannya
pembiayaan pada bank yang bersangkutan. Terhadap
notaris/PPAT hendaknya bertindak sesuai dengan
tugas dan kewenangannya berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Seorang
notaris/PPAT dalam menjalankan jabatannya harus
mengetahui batas-batas kemampuannya dengan
tidak memberikan janji-janji sekedar menyenangkan
hati klien.
Daftar Pustaka
Gunarto Suhardi. 2003. Usaha Perbankan dalam
Perspektif Hukum. Yogyakarta : Kanisius.
Habib Adjie dan Muhammad Hafidh. 2011.
Akta Perbankan Syariah yang Selaras
Pasal
38 Undang-Undang Jabatan
Notaris. Semarang : Pustaka Zaman.
Hermansyah. 2005. Hukum Perbankan Nasional
Indonesia. Jakarta : Kencana.
Jamal Wiwoho. 2011. Hukum Perbankan Indonesia.
Surakarta : UNS Press.
J. Satrio. 1998. Hukum Jaminan, Hak Jaminan
Kebendaan, Hak Tanggungan. Bandung :
Citra Aditya Bakti.
Bandung : CV.Pustaka Setia.
Muhammad Djumhana. 1993. Hukum Perbankan
di Indonesia. Bandung : Citra Aditya Bakti.
Rachmadi Usman. 1999. Pasal-Pasal Tentang Hak
Tanggungan Atas Tanah. Jakarta : Djambatan.
Salim HS. 2005. Perkembangan Hukum Jaminan
Indonesia., Jakarta : PT.RajaGrafindo
Persada.
Soerjono Soekanto. 2005. Pengantar Penelitian
Hukum. Jakarta : Universitas Indonesia (UIPress).
Sunarjati Hartono. 1978. Beberapa Pemikiran
Kearah Pembaharuan Hukum Tanah .
Bandung : Alumni.
Warkum Sumitro. 2004. Asas-Asas Perbankan Islam
. Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada.
Zainuddin Ali. 2010 . Hukum Perbankan Syariah.
Jakarta : Sinar Grafika.
Kansil C,S,T. 1997. Pokok-Pokok Hukum Hak
Tanggungan Atas Tanah. Jakarta : Pustaka
Sinar Harapan.
Mia Lasmi Wardiah. 2013. Dasar-Dasar Perbankan.
199
Download