PENYAKIT PARU KRONIK (ASMA DAN PPOK) dr. LAELA PRIH HAPSARI, MM PENDAHULUAN Pengelolaan Asma dan PPOK di FKTP disesuaikan dengan standar kompetensi Dokter Indonesia (SKDI) Nomor 11 tahun 2012 yaitu: •Asma tingkat Kompetensi 4A, dokter mampu membuat diagnosis & tatalaksana scr mandiri serta tuntas •PPOK tingkat Kompetensi 3B, dokter mampu membuat diagnosis klinik, terapi pendahuluan saat gawat darurat dan rujukan ke FKRTTL serta menerima rujuk balik KOMPETENSI DOKTER DAN PERAWAT DI FKTP (ASMA dan PPOK) Kompetensi tenaga perawat dalam pemberian pelayanan keperawatan dalam kasus Asma dan PPOK di fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama harus mampu melakukan pemenuhan kebutuhan terutama oksigen secara komprehensif dan melakukan deteksi dini serta meningkatkan kemampuan klien dalam melakukan penanganan keperawatan secara mandiri PEDOMAN ASMA & PPOK PENCEGAHAN TERPADU PTM DI FKTP 1. PENGERTIAN DAN FAKTOR RISIKONYA PENGERTIAN ASMA Asma adalah gangguan inflamasi kronik jalan napas yang melibatkan berbagai sel inflamasi dan elemennya yang berhubungan dengan hiperreaktivitas bronkus sehingga menyebabkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak, rasa berat di dada dan batuk yang timbul terutama pada malam atau dini hari yang bersifat reversible (dapat membaik) dengan atau tanpa pengobatan. Episodic perburukan tersebut berkaitan dengan luasnya peradangan, variabilitas, beratnya obstruksi jalan napas yang bersifat reversible baik dengan atau tanpa pengobatan Normal Asma PENGERTIAN PPOK • Penyakit Paru Obstruktif kronik (PPOK) adalah – penyakit paru kronik yang umumnya dapat dicegah dan diobati ditandai dengan adanya keterbatasan aliran udara dalam saluran napas yang persisten dan progresif, yang berhubungan dengan meningkatnya respon inflamasi kronik pada saluran napas dan parenkim paru karena paparan partikel atau gas berbahaya. • Partikel atau gas berbahaya yang utama adalah asap rokok. Gas berbahaya lainnya adalah debu, bahan kimia di tempat kerja, asap dapur. PPOK timbul pada usia pertengahan (di atas 40 tahun) akibat kebiasaan merokok dalam jangka waktu yang lama Hyperinflation Resting State Normal COPD Mild Obstruction, Severe obstruction, + mildly decreased + markedly decreased Elastic Recoil Elastic Recoil Dynamic Hyperinflation Normal During Exercise COPD Air is trapped Initial breathing cycle Expiratory airflow obstruction Normal COPD X PL PL V V • Reduced recoil • Increased airways resistance Hubungan PPOK dengan Penyakit Penyerta (Komorbid) HUBUNGAN PPOK dengan PENYAKIT PENYERTA (KOMORBID) Asap rokok Bahan Bakar Biomass Kanker Paru Faktor generik Inflamasi (peradangan) sistemik yang terjadi pada PPOK berkontribusi terhadap penyakit-penyakit/gangguan lain yang timbul bersamaan, yang dikenal dengan penyakit penyerta (komorbiditas) pada PPOK, yaitu penyakit jantung iskemik (koroner), osteoporosis, glaukoma dan katarak, kaheksia dan malnutrisi, anemia, disfungsi otot perifer, dan sindrom metabolik Inflamasi Paru Aktifitas Fisik Hipoksia Inflamasi Sistemik Kelemahan Otot Rangka Kaheksia Penyakit Kardiovaskuler Hipertensi, Penyakit Jantung Koroner,dll Sitokin-sitokin Protein-protein Fase Akut Depresi Penyakit Tulang Osteoporosis Osteopenia FAKTOR RISIKO FAKTOR RISIKO ASMA Faktor Lingkungan Mencetuskan eksaserbasi dan atau menyebabkan gejala-gejala asma menetap Alergen di dalam dan di luar ruangan Polusi udara di dalam dan di luar ruangan Infeksi pernapasan Exercise dan hiperventilasi Perubahan cuaca Sulfur dioksida Makanan, aditif (pengawet, penyedap, pewarna makanan), obat-obatan Ekspresi emosi yang berlebihan Asap rokok Iritan (a.l. parfum, bau-bauan merangsang, household spray) Pencetus Asma pada anak 1) Es, makanan-minuman dingin, termasuk air dingin, buah dingin. 2) Permen, dengan segala variasinya. 3) Coklat, dalam segala macam bentuknya seperti susu coklat, kue coklat, wafer, misis, selai, dan semua makanan / minuman yang mengandung coklat. 4) Pengawet makanan dalam camilan gurih, ayam goreng tepung, mie instan, nugget, sosis, dan lain-lain 5) Kacang tanah, dalam segala macam bentuknya seperti dalam selai, biskuit, somai, sate, pecel, gado-gado, ketoprak, dan lain-lain 6) Gorengan, terutama yang menggunakan minyak goreng bekas 7) Buah tertentu, anggur, tomat, klengkeng, rambutan 8) Zat pewarna dalam makanan terutama makanan anak seringkali dibuat dalam warna warni mencolok untuk menarik perhatian. Seringkali pewarna (terutama pewarna kuning) dalam makanan menjadi pencetus. FAKTOR RISIKO PPOK Faktor genetik pejamu dan atau individu • • • • • • • • Usia Jenis kelamin Defisiensi a-1 antitripsin, Gangguan pengeluaran hasil metabolisme, Gangguan bersihan mukosilier, Respons imunologis individu Pertumbuhan dan perk.embangan paru dikaitkan dengan masa kehamilan, berat badan lahir dan pajanan masa anak • Penyakit penyerta (komorbiditas) • Riwayat infeksi pernapasan berat sejak usia dini, berulang dan tidak tuntas mempunyai rlsiko terjadinya PPOK melalui penurunan faal paru • Stress oksidatif, sebagai respons tubuh terhadap hasil pajanan polutan. FAKTOR RISIKO PPOK Perilaku individu kebiasaan merokok Sebatang rokok terdapat sekitar 4000 zat kimia berbahaya keluar melalui asap rokok tersebut, antara lain aseton (bahan cat), amenia (pembersih lantai), arsen (racun), butane (bahan baker ringan}, kadmium (aki kendaraan), karbon monoksida (asap knalpot), DDT (insektisida), hidrogen sianida (gas beracun), methanol (bensin roket), naftalen (kamper), toluene (pelarut industri), dan vinil klorida (plastik). 4000 zat kimia 2. UPAYA PROMOTIF DAN PREVENTIF UPAYA PREVENTIF PADA ASMA Pencegahan Primer Pencegahan primer ditujukan untuk mencegah sensitisasi pada bayi dengan orang tua pasien asma dengan cara yaitu : • Penghindaran asap rokok dan polutan lain selama kehamilan dan masa perkembangan bayi/anak. • Diet hipoalergienik ibu hamil, asalkan/dengan syarat diet tersebut tidak mengganggu asupan janin • Pemberian ASI eksklusif sampai 6 bulan • Diet hipoalergenik ibu menyusui Pencegahan sekunder ditujukan untuk mencegah inflamasi pada anak yang telah tersensitisasi dengan cara menghindar pajanan asap rokok, serta alergen dalam ruangan terutama tungau debu rumah Pencegahan tersier ditujukan untuk mencegah manifestasi asma pada anak yang telah menunjukkan manifestasi penyakit alergi UPAYA PROMOTIF PADA ASMA 1. Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) TUJUAN: Meningkatkan penyebar luasan informasi , meningkatkan pengetahuan,kemampuan dan keterampilan petugas, serta mengubah perilaku masyarakat Informasi dan edukasi yang disampaikan ke masyarakat: •Riwayat perjalanan penyakit, sifat penyakit, perubahan penyakit (apakah membaik atau memburuk), jenis dan mekanisme kerja obat-obatan serta. mengetahui kapan harus meminta pertolongan dokter •Pentingnya melakukan kontrol secara teratur : untuk menilai dan memantau kondisi asma secara berkala (asthma control test/ ACT) •Pola hidup sehat, seperti tidak merokok, konsumsi makanan yang tidak memicu timbulnya asma, aktifitas fisik yang teratur, istirahat cukup, kelola stres dan tidak mengonsumsi alkohol. •Menghindari setiap pemicu •Menggunakan bronkodilator/steroid inhalasi sebelum melakukan olah raga/exercise untuk mencegah exercise induced asthma UPAYA PREVENTIF PADA PPOK Pencegahan terjadinya eksaserbasi agar dapat memperlambat progresifitas menjadi semakin berat penyakitnya yang dapat mempengaruhi aktivitas sehari-hari, menurunkan status kesehatan, kemudian dapat mengakibatkan perawatan Rumah Sakit dan memperlambat kesembuhan. UPAYA PROMOTIF PADA PPOK EDUKASI Karena keterbatasan obat-obatan yang tersedia dan masalah sosiokultural lainnya, seperti keterbatasan tingkat pendidikan dan pengetahuan, keterbatasan ekonomi dan sarana kesehatan, maka edukasi di Puskesmas ditujukan untuk mencegah bertambah beratnya penyakit dengan cara mengunakan obat yang tersedia dengan tepat, menyesuaikan keterbatasan aktivitas, serta mencegah eksaserbasi PENGURANGAN PAJANAN FAKTOR RISIKO Pengurangan pajanan asap rokok, debu pekerjaan, bahan kimia, dan polusi udara indoor maupun outdoor, termasuk asap dari memasak merupakan tujuan penting untuk mencegah timbul dan perburukan PPOK UPAYA PROMOTIF PADA PPOK Nutrisi Berhenti Merokok Keseimbangan nutrisi antara protein lemak dan karbohidrat diberikan dalam porsi kecil tetapi sering Kekurangan kalori dapat menyebabkan meningkatnya derajat sesak. Berhenti Merokok merupakan intervensi yang paling efektif untuk mengurangi risiko pengembangan PPOK, maka nasihat berhenti merokok dari para profesional bidang kesehatan membuat pasien lebih yakin untuk berhenti merokok Praktisi pelayanan primer memiliki banyak kesempatan kontak dengan pasien untuk mendiskusikan berhenti merokok, meningkatkan motivasi untuk berhenti merokok, dan mengidentifikasi kebutuhan obat/farmakologi yang mendukung. UPAYA BERHENTI MEROKOK PENDEKATAN 4T UNTUK BERHENTI MEROKOK T – Tanyakan T – Telaah T – Tolong dan nasehati T – Tindak Lanjut Layanan Upaya Berhenti Merokok • Posbindu/Sekolah: • Mendeteksi faktor risiko merokok • Mengajak untuk berhenti merokok • Merujuk ke FKTP untuk layanan UBM • Fokus pada Fasyankes Tingkat Pertama: • membantu perokok untuk berhenti merokok (konseling) • membangun motivasi • Menciptakan lingkungan yang mendukung • Fokus pada Fasyankes Rawat Tingkat Lanjut: • Konseling lanjutan • Pengobatan spesialistik 3. DETEKSI DINI FAKTOR RISIKO PTM DETEKSI DINI PADA ASMA 1. Deteksi dini pada kelompok deteksi dini Dibawah usia 3 tahun, bila ada gejala mengi, anak dengan orang tua asma, dermatitisatopi perlu dicurigai untuk menderita asma dikemudian hari 2. Penemuan kasus asma Penemuan kasus asma (kesakitan dan kematian) dilaksanakan secara rutin dan berjenjang dimulai dari Dinas Kesehatan Provinsi, Kabupaten/Kota, dan Puskesmas/Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama diseluruh wilayah Indonesia yang diintegrasi dengan pelayanan penyakit tidak menular (PTM) lainnya. Dan juga bisa dilakukan penemuan kasus asma pada kegiatan yang berbasis masyarakat seperti POSBINDU PTM DETEKSI DINI PADA PPOK 1. Kelompok individu berlsiko a. Mempunyai riwayat pajanan: rokok, polusi udara, lingkungan tempat kerja b. Usia pertangahan c. Mempunyai gejala dan keluhan batuk berdahak, sesak nafas, gejala berlangsung lama umumnya semakin memberat. Termasuk ibu rumah tangga yang memasak dengan menggunakan kayu bakar atau kompor minyak tanah dengan ventilasi ruangan yang kurang baik. 2. Kelompok Masyarakat Kelompok masyarakal yang bekerja atau tinggal di daerah pertambangan (batu. batu bara, asbes), pabrik (bahan baku asbes, baja, mesin, perkakas logam keras, tekstil, kapas, semen, bahan kimia}, penghalusan batu, penggerlndaan logam kera.s, penggergajian kayu, daerah pasca erupsi gunung berapi, daerah kebakara.n hutan dan pekeda khusus (salon, cat, foto copy}, polantas, karyawan penjaga pintu to!, dan lainlain. PENGENDALIAN TERPADU PTM DI FKTP TATALAKSANA PENYAKIT PARU (ASMA) Bagan. Gejala gangguan pernapasan MENDIAGNOSIS SUATU PENYAKIT BERDASARKAN SESAK NAPAS DAN BATUK BUAT DUGAAN BERDASARKAN HAL-HAL BERIKUT: Terdapat beberapa penyakit pada paru yang menimbulkan gejala yang sama, seperti sesak dan batuk, sehingga membutuhkan pemeriksaan lebih lanjut Tanyakan: Beratnya sesak napas (saat berjalan, naik tangga, berbicara atau saat istirahat), bercak/batuk berdarah, nyeri dada, riwayat TB/Asma/PPOK, gagal jantung, merokok (ya/tidak) Jika sesak napas ringan dan sedang dengan: Mengi atau dada rasa berat, dahak banyak Jika sesak napas berat (sesak saat beristirahat atau saat berjalan) dengan: Frekuensi napas > 30 kali per menit Frekuensi napas 20- 30 kali per menit Riwayat kekambuhan Gejala kronis APE >80% Asma/PPOK eksaserbasi ringan Gelisah Menggunaan otot bantu pernapasan (otot leher, otot perut) APE < 50% Saturasi O2 (oximetry < 90%) Curiga TB atau kanker paru-paru, jika: Batuk > 2 minggu atau sering atau Ada riwayat TB atau Penurunan berat badan tanpa alasan yang jelas Menderita HIV atau Nyeri dada saat bernapas Batuk darah Mengi APE 50- 80% Asma /PPOK eksaserbasi sedang ada/ tidak sama sekali (silent chest) Suhu >38 ºC Dengan/tanpa nyeri Dahak berwarna Edema kedua tungkai (pitting oedema) Ronki Foto toraks dan sputum BTA kering Alur Tatalaksana Asma/PPOK Asma/ PPOK berat Pemeriksaan lanjutan untuk TB atau kanker paru Infeksi saluran napas bagian bawah sesuai alur infeksi saluran napas Kemungkina n gagal jantung sesuai alur gagal jantung Jika TB, sesuai tatalaksanaTB Diagnosis Asma Diagnosis asma yang tepat sangatlah penting, sehingga penyakit ini dapat ditangani dengan baik dan benar. Diagnosis klinis berdasarkan gejala, riwayat, medis, dan pemeriksaan fisis sangat berarti dalam menegakkan diagnosis asma. Anamnesis Gejala asma bervariasi yaitu batuk berulang, sesak napas, rasa berat di dada, napas berbunyi (mengi). Berbagai gejala tersebut diatas juga dapat ditemukan pada kondisi gangguan/penyakit pernapasan lainnya seperti bronkhitis, bronkiolitis (croup)pada anak, PPOK pada orang tua dan lain-lain. Gejala tipikal asma a. Episodisitas adalah serangan yang berulang (hilang timbul), yang diantaranya terdapat periode bebas serangan. b. Variabilitas adalah bervariasinya kondisi asma pada waktuwaktu tertentu bahkan dalam satu hari terjadi variabilitas dengan perburukan pada malam atau dini hari. c. Reversibilitas adalah meredanya gejala asma dengan atau tanpa obat bronkodilator agonis β2 kerja singkat / SABA, terjadi karena mekanisme obstruksi jalan napas pada asma terutama didominasi oleh kontraksi otot polos bronkus. d. Faktor Pencetus seperti perubahan cuaca, akibat provokasi pencetus seperti alergen, iritan, dll e. Riwayat Alergi pada pasien atau keluarganya seperti rinitis alergik, dermatitis atopi dan ada riwayat asma. Pemeriksaan Fisis Temuan pemeriksaan fisis pada asma bervariasi dari normal pada saat stabil (tidak eksaserbasi), sampai didapatkan gambaran klinis yang berat yaitu pada eksaserbasi akut berat. Kelainan pemeriksaan fisis yang paling sering ditemukan adalah mengi pada auskultasi, yang merupakan tanda terdapatnya obstruksi jalan napas. Wheezing pada umumnya bilateral, polifonik dan lebih terdengar pada fase ekspirasi. Pemeriksaan Penunjang Penunjang standar Penunjang tambahan •Pemeriksaan faal paru standar dengan spirometri (Jika tersedia) •Pemeriksaan dan penilaian faal paru secara sederhana dengan alat peak flow meter •Pemeriksaan penunjang tambahan yang dibutuhkan sesuai kondisi pasien adalah uji provokasi •Uji alergi untuk menilai status alergi (uji tusuk kulit dan pemeriksaan serum IgE Atopi Diagnosis Banding Dewasa Anak 1) Rinosinusitis 1) Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) 2) Gagal jantung kongestif 3) Batuk kronik akibat keadaan yang lain 4) Disfungsi larings 5) Obstruksi mekanis 6) Emboli paru 7) Disfungsi pita suara 2) Refluks gastroeosofageal 3) Bronkitis akut berulang 4) Displasia bronkopulmonal 5) Tuberkulosis 6) Malformasi kongenital yang menyebabkan penyempitan saluran intratorakal dan trakeomalasia 7) Aspirasi benda asing 8) Sindroma diskinesia silier primer 9) Defisiensi imun 10) Penyakit jantung bawaan Tujuan Pengobatan Asma Tujuan pengobatan asma adalah mencapai asma terkendali/terkontrol. Dibuat klasifikasi berdasar kondisi terkendalinya asma untuk memudahkan penilaian asma didalam keadaan tidak serangan menggunakan Asma Control (ACT). Contoh Nilai ACT 1 1 3 2 2 9 Nilai ACT & Level Kontrol, sebagai berikut : •Tidak Terkontrol •Terkontrol •Terkontrol Penuh Nilai/ Skor = < 19 = 20-24 = 25 Artinya Apa yang harus dilakukan Strategi pelaksanaan <19 Tidak terkontrol Tingkatkan tahapan pengobatan sampai mencapai terkontrol Cari faktor penyebab tidak terkontrol: -Pengobatan yang digunakan -Cara menggunakan obat inhalasi -Kepatuhan menggunakan obat pengontrol -Kendala bila ada penyakit penyerta -Upayakan mencapai terkontrol dengan mengatasi masalah diatas -Tingkatkan tahapan pengobatan 20-24 Terko-ntrol sebagian Upayakan mencapai terkontrol total atau paling tidak pertahankan tetap terkontrol - Sama dengan strategi diatas Teruskan penggunaan pelega dan evaluasi setelah 3 bulan 25 Terkontrol total Pertahankan kondisi ini agar tetap stabil - Pertahankan pengobatan sampai kondisi stabil Kemudian turunkan pengobatan secara bertahap dengan tetap mempertahankan kondisi terkontrol Penilaian Kendali / Kontrol Asma untuk Dewasa, Remaja dan Anak usia 6-11 tahun Labelisasi Pasien Asma KOMPLIKASI ASMA •Pneumotoraks, •pneumomediastinum dan emfisema subkutis, •asma resisten terhadap steroid, •atelektasis, •gagal napas Tata Laksana Asma Tujuan Tatalaksana adalah Mencapai asma terkendali /terkontrol, sehingga pasien asma dapat hidup normal tanpa hambatan dalam melakukan aktivitas sehari-hari. 4 Komponen Penatalaksaan Asma Penata laksanaan meliputi 4 komponen: 1. KIE dan hubungan dokter-pasien. 2. Identifikasi dan menurunkan pajanan terhadap faktor risiko. 3. Penilaian, pengobatan dan monitor asma. 4. Penatalaksanaan asma eksaserbasi akut. Prinsip Tata Laksana Asma Pada prinsipnya Tatalaksana asma dibagi menjadi 2, yaitu: - Tatalaksana asma jangka panjang - Tatalaksana asma akut /saat serangan MENGHINDARI FAKTOR PENCETUS Pencetus Serangan ASMA Sangat bervariasi Bersifat individual Alergen Perubahan cuaca Makanan Aktivitas berlebihan Polusi udara Infeksi saluran napas Emosi yg berlebihan Zat kimia/obat-obatan Asthma medication Controller drug to control asthma Therefore attack or symptom not easily emerge • Inhaled steroid • LABA Reliever drug to relieve asthma attack or symptoms • -agonist • Xanthine • anticholinergic Obat mana yang jadi pilihan: INHALASI atau ORAL? Obat Inhalasi vs Obat Oral Obat minum (tablet, sirup) Obat inhalasi (hirupan) Dosis obat besar kecil Contoh : salbutamol 2 mg 0,1 mg > 30 menit ≤ 5 menit kurang praktis lebih praktis lebih sering minimal Lebih mahal pada pemakaian jangka panjang Lebih murah pada pemakaian jangka panjang Mula kerja obat Kepraktisan Efek samping Harga Perbedaan obat pengontrol dengan pelega Gejala akut asma: sesak napas, mengi, batuk Obat Pelega dipakai hanya pada saat serangan berfungsi melebarkan saluran napas pemakaian yang sering asma tidak terkontrol Penyebab dasar asma: peradangan Obat Pengontrol • dipakai rutin setiap hari • berfungsi mengatasi peradangan (mengendalikan asma), mencegah/ mengurangi frekuensi dan berat serangan Tatalaksana Serangan Asma pada Dewasa a. Lakukan pemeriksaan kesadaran dan tanda-tanda vital (frekuensi pernapasan, frekuensi denyut nadi dan temperatur), ukur satu rasi oksigen dengan pulse oxy meter kemudian ukur arus puncak ekspirasi (APE) dengan peak flow rate meter. Tentukan klasifikasi berat serangan. Bila satu rasi 90-95% berikan oksigen dengan kanula hidung 1-2 ltr/menit. Bila <90% berikan oksigen 4-6 ltr/menit dengan face mask, sehingga satu rasi oksigen >95%. c. Beri Bronkodilator Salbutamol inhalasi 1 kali nebul 2,5 mg / 2,5 ml untuk sedia anventolin nebul) atau injeksi adrenalin 0,1-0,2 ml subkutan atau inhalasi Salbutamol dan Ipratropium Bromida setiap 20 menit selama 1 jam. d. Bila serangan berat atau pasien telah memakai obat steroid sehari-hari beri kortikosteroid sistemik (berikan prednisone 1 tablet atau bila tidak bias minum, suntikkan deksametason 1-2 ampul Intra Vena). e. Setelah pemberian obat 1 jam, nilai kembali gejala dan saturasi oksigen. Bila tidak membaik rujuk ke Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut. Pemberian oksigen disesuaikan dengan respons pengobatan. Menghindari faktor Pencetus SABA: Short-Acting B- antagonis LABA: Long-Acting B- antagonis TATALAKSANA PENYAKIT PARU (PPOK) PENATALAKSANAAN PPOK Menilai dan memonitor penyakit Mengurangi faktor risiko Penanganan PPOK stabil Penanganan eksaserbasi TUJUAN PENATALAKSANAAN PPOK di Puskesmas Mengurangi laju beratnya penyakit Mempertahankan PPOK yang stabil Mengatasi eksaserbasi ringan Merujuk ke spesialis paru atau rumah sakit Melanjutkan pengobatan dari spesialis paru atau rumah sakit rujukan Diagnosis PPOK Anamnesis •Gejala: batuk berdahak dan sesak nafas. •Gejala berlangsung lama dan umum semakin memberat. •Sesak nafas bertambah saat beraktivitas •Ada riwayat merokok atau pajanan polusi Pemeriksaan Fisis •Pada PPOK ringan pemeriksaan fisis bisa normal •Pada tahap lanjut dapat ditemukan tanda-tanda hiperinflasi sebagai berikut: dada cembung, sela iga melebar, hipersonor, suara nafas melemah, sianosis dan jari tabuh (clubbing finger). Cyanosis and Clubbing fingers Pemeriksaan penunjang: •Penunjang standar (golden standard) untuk diagnosis PPOK adalah pemeriksaan faal paru dengan menggunakan spirometri. Pemeriksaan ini dapat meningkatkan temuan kasus PPOK dua kali lipat dari pada hanya dengan penilaian klinis berdasar gejala dan pemeriksaan fisis saja. •Pemeriksaan faal paru dengan spirometri saat ini hanya dilakukan di Rumah Sakit. •Sebenarnya apabila pemeriksaan spirometri dapat dilaksanakan di fasilitas kesehatan layanan primer maka temuan kasus PPOK dapat terdeteksi lebih dini untuk derajat 1 dan 2. •Namun apabila spirometri tersedia di fasilitas kesehatan tingkat pertama maka petugasnya harus dilatih dan disertai pemantauan/supervisi ahli yang berkesinambungan. •Pemeriksaan penunjang tambahan: Foto toraks, EKG, Laboratorium kimia darah. Diagnosis Banding • • • • • • Asma, Bronkiektasis, TB paru yang luas, Sindrom pasca TB paru, Penyakit interstisial paru, Panbronkiolitis luas dan lainnya. Dalam pelaksanaan di lapangan terutama fasilitas layanan primer, sering tidak mudah membedakan PPOK dengan asma, karena keduanya mempunyai gejala pernapasan kronik, terdapat obstruksi saluran napas dan gambaran foto toraks yang dapat normal. Perbedaan Klinis Antara PPOK Dan Asma PPOK Asma Usia onset penyakit Biasanya > 40 tahun Biasanya < 40 tahun Riwayat merokok Biasanya > 200 indeks brinkman (jumlah rata-rata batang rokok/ hari kali lama merokok dalam tahun) Umumnya tidak merokok Produksi Sputum/berdahak Alergi Sering Jarang Jarang Jarang Perjalanan penyakit Progresif memburuk (dengan eksaserbasi) Dapat membaik tetapi tidak normal Persisten Stabil (dengan eksaserbasi) Dapat normal Sprirometri Gejala klinis Intermiten/ episodik dan variabel Penentuan Diagnosis • Diagnosis PPOK saat ini dinilai berdasarkan komponen-komponen berikut : Keterbatasan aliran udara pada jalan nafas atau fungsi paru yang dinilai berdasarkan spirometri Gejala sesak , yang dinilai berdasarkan : COPD Assesment Test (CAT) score , atau Modified Medical Research Council Questionaire for Assessing the severity of Breathlessness (mMRC) Eksaserbasi yang dinilai berdasarkan jumlah eksaserbasi dalam 1 tahun terakhir Diagnosis PPOK dibagi dalam 4 kelompok ; yaitu : kelompok A, B, C dan D Sumber : Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease- updated 2014 Pemeriksaan penunjang • CAT (COPD Assessment Test) • mMRC (Modified Medical Research Council Questionaire for Assessing the severity of Breathlessness ) • Spirometri • Uji jalan 6 menit • Pemeriksaan penunjang lain : (Diff count, Foto thorax bila tersedia) mMRC Dyspnoe scale (modified Medical Research Council) Tingkat Tidak terganggu oleh sesak napas kecuali 0 saat olah-raga berat. Terganggu dengan sesak napas ketika Tingkat terburu-buru berjalan di tanah yang datar 1 atau mendaki tanjakan. Berjalan lebih lambat pada permukaan yang datar dibandingkan orang seusia Tingkat karena sesak napas atau harus berhenti untuk bernapas ketika berjalan pada 2 kecepatan sendiri di permukaan yang datar. Berhenti untuk bernapas setelah berjalan Tingkat 90 meter atau setelah beberapa menit di 3 permukaan yang datar Terlalu sesak untuk meninggalkan rumah Tingkat atau sesak saat berpakaian atau berganti 4 pakaian. PENATALAKSANAAN PPOK STABIL di Puskesmas Obat-obatan Edukasi Nutrisi Rehabilitasi Rujukan ke spesialis paru/RS PENATALAKSANAAN PPOK STABIL Pengobatan tergantung derajat berat penyakit Edukasi berperan, terutama berhenti merokok (evidence A) Obat-obatan berguna untuk mengurangi gejala dan komplikasi Bronkodilator obat utama dalam penatalaksanaan (evidence A) Bronkodilator diberikan untuk mencegah atau mengurangi gejala Bronkodilator utama agonis beta-2, antikolinergik, teofilin atau kombinasi obat tersebut (evidence A) Kortikosteroid, gunakan dalam bentuk inhalasi OBAT-OBATAN LAIN Vaksin Mukolitik Antioksidan Antitusif Training exercise bermanfaat memperbaiki toleransi exercise, gejala sesak dan kelelahan (evidence A) Oksigen jangka panjang (> 15 jam/hari) pada penderita gagal napas kronik meningkatkan survival (evidence A) Rehabilitasi ~ mengurangi gejala ~ memperbaiki kualiti hidup ~ meningkatkan kondisi fisik dan emosi Rehabilitasi: Latihan bernapas dengan pursed-lips Latihan ekpektorasi Latihan otot pernapasan dan ekstremitas Pencegahan timbulnya PPOK • Tidak merokok • Berhenti merokok • Hindari polusi yang mempengaruhi saluran napas yang terus menerus Jenis Obat-obatan yang digunakan untuk PPOK Beta2-agonists Short-acting beta2-agonists (SABA) Long-acting beta2-agonists (LABA) Anticholinergics Short-acting anticholinergics (SAMA) Long-acting anticholinergics (LAMA) Combination short-acting beta2-agonists + anticholinergic in one inhaler Methylxanthines Inhaled corticosteroids Combination long-acting beta2-agonists + corticosteroids in one inhaler Systemic corticosteroids Phosphodiesterase-4 inhibitors Sumber : Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease- updated 2014 Rekomendasi Pilihan pertama sesuai klasifikasi PPOK Sumber :Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease- updated 2014 Pencegahan Progresifitas • Berhenti merokok • Mengobati PPOK stabil secara tepat • Mencegah terjadinya eksaserbasi/infeksi ( semakin sering eksaserbasi, semakin cepat progresifitasnya) • Mengobati infeksi eksaserbasi akut dengan obat yang tepat • Rehabilitasi Medik • Vaksinasi Komplikasi Komplikasi pada PPOK merupakan bentuk perjalanan penyakit yang progresif dan tidak sepenuhnya reversibel, diantaranya : Gagal napas (gagal napas kronik, gagal napas akut pada gagal napas kronik) Gagal napas kronik ditandai dengan hasil analisis gas darah PO2 < 60 mmHg, dan PCO2 > 60 mmHg, serta pH normal. Hipertensi pulmonal PPOK yang ditandai oleh P pulmonal pada EKG, hematokrit > 50% dapat disertai gagal jantung kanan. Infeksi berulang / eksaserbasi Melakukan Rujukan PPOK Rujukan PPOK : a.Rujukan klinis (untuk diagnosis dan terapi) b.Rujukan balik Tes lab utk keparahan eksaserbasi (GOLD) Pemeriksaan analisis gas darah PaO2 < 60 mmHg dengan atau tanpa PaCO2 > 50 mmHg gagal napas akut Foto toraks Untuk eksklusi diagnosis lain EKG Untuk diagnosis coexisting masalah jantung. Darah lengkap Identifikasi polisitemia, anemia, leukositosis dan perdarahan Sputum Sputum purulen, selama eksaserbasi mengindikasikan terapi antibiotik empirik Pemeriksaan biokimia Deteksi gangguan elektrolit, diabetes, dan gangguan nutrisi © 2013 Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease Tatalaksana PPOK eksaserbasi • • • • Bronkodilator kerja singkat Kortikosteroids Antibiotik Oksigen • Ventilasi noninvasif (NIV BIPAP) • Ventilasi mekanis (INTUBASI) • Tatalaksana gagal jantung (bila ada) Antibiotik pada PPOK eksaserbasi Diberikan bila : 1.Terdapat 2-3 tanda spesifik (cardinal sign): - Peningkatan sesak - Peningkatan produksi sputum - Peningkatan purulensi sputum 2. Bila memerlukan ventilasi mekanis © 2013 Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease ANTIBIOTIK untuk atasi eksaserbasi Lini I : Amoksisilin Makrolid Lini II : Amoksisilin dan asam klavulanat Sefalosporin Kuinolon Makrolid baru Tatalaksana PPOK eksaserbasi di rumah/ klinik/ rawat jalan Untuk serangan ringan ( sampai sedang) Terapi : • Tingkatkan dosis dan atau frekuensi pemberian bronkodilator jika memungkinkan dengan nebuliser. • Jika tidak memungkinkan, antikolinergik dapat ditambahkan sampai gejala membaik. • Evaluasi dalam beberapa jam • Bila tidak membaik dapat diberikan kortikosteroid oral dan antibiotik bila ada tanda infeksi. • Setelah 2 hari tidak ada perbaikan dan terjadi perburukan harus dirujuk ke rumah sakit Tatalaksana PPOK eksaserbasi di Puskesmas Untuk serangan berat Obat diberikan IV utk kemudian dirujuk ke RS setelah kondisi darurat nya teratasi Obat-obatan pada eksaserbasi akut: • Tingkatkan dosis dan frekuensi pemberian bronkodilator jika berat obat diberikan scr injeksi, subkutan, IV atau perdrip. • Kortikosteroid • Antibiotik bila ada tanda infeksi. • Diuretika diberikan pada PPOK sedang-berat dg gagal jantung kanan atau kelebihan cairan • Cairan, pemberiannya harus seimbang krn PPOK sering disertai kor pulmonale Tatalaksana SERANGAN PPOK EKSASERBASI PPOK eksaserbasi dengan gejala: sesak yang bertambah, produksi sputum/dahak yang bertambah, perubahan warna sputum (kuning, kehijauan atau purulen) Eksaserbasi ringan (terdapat 1 gejala disertai keluhan lain misal demam) Dapat diberikan: Salbutamol inhalasi, dapat diulang setiap 20 menit (3x dalam 1 jam) Nebulisasi 2,5 µg atau alternatif IDT dengan spacer 400 µg Mukolitik bila perlu Jika suhu >380C dan atau sputum yang purulen, berikan eritromisin atau amoksisilin dengan asam klavulanat Eksaserbasi sedang (terdapat 2 dari 3 gejala diatas) Dapat diberikan obat sistemik (injeksi) kemudian dilanjutkan dengan oral: Salbutamol nebulisasi 2,5 µg, diulang setiap 20 menit (3x dalam 1 jam), dapat dikombinasi dg ipratropium bromida inhalasi solution 10-20 tetes/satu kali nebilisasi Berikan kortikosteroid sistemik, injeksi (IV) 1 mg/kgBB/hari metilprednisolone atau analognya dexamethasone 5-10 mg/kali pemberian, metilprednisolone oral 20-40 mg/hr, prednisone oral 1 mg/kgBB, selama 5 hari Jika suhu >380C dan atau sputum yang purulen, berikan antibiotika (eritromisin atau amoksisilin dengan asam klavulanat) Nilai ulang respon terhadap pengobatan dalam 1 jam Eksaserbasi berat (memiliki 3 gejala diatas) Pasang infus (IV line) Jika sesak napas berat dan pulse oxymetri rendah (<90%) Kombinasi ipratropium bromida solution 10-20 tetes inhalasi atau 2 ml ipratropium solution + salbutamol 2,5 µg untuk nebulisasi, dapat diulang setiap 20 menit selama 1 jam Kortikosteroid injeksi Jika suhu >380C dan atau sputum yang purulen, berikan eritromisin 250-500 mg/6 jam atau amoksisilin dengan asam klavulanat 250500 mg/8jam Rujuk RS Nilai respon terhadap pengobatan Nilai respon terhadap pengobatan SERANGAN PPOK EKSASERBASI Respon baik APE meningkat, frekuensi napas berkurang (normal < 20 x/menit) Diperbolehkan pulang: nilai ulang dalam 1 minggu Pastikan pasien menggunakan salbutamol inhaler dirumah: perintahkan 2 puff, setiap 4 jam, untuk sesak napas atau mengi Resepkan prednisone oral 40 mg, 1 x/hari selama 7 hari Respon buruk: jika APE menurun, atau turun kesadaran, atau sesak napas yang memberat Rujuk segera Tidak ada respon setelah 2 jam dalam pengobatan dengan salbutamol Rujuk Sambil menunggu transport ke tempat rujukan: Pasang oksigen (30% masker atau O2 4 ltr/menit nasal prongs) untuk menjaga saturasi >90%, jika memungkinkan Lanjutkan salbutamol nebulisasi, jika memungkinkan 1-2 mL salbutamol setiap 20 menit atau kontiyu, jika terjadi distress pernapasan berat Follow up setelah 1 minggu: Nilai gejala (sesak napas, mengi) dan tanda (frekuensi napas, pemeriksaan paru, pulse oxymetri) Jika tidak ada perubahan, tatalaksana sebagai eksaserbasi sedang/berat (lihat di atas), jika tidak ada respon terhadap pengobatan Rujuk Jika respon baik, lanjutkan pengobatan jangka panjang dan follow up Indikasi Perawatan Peningkatan intensitas gejala, spt masih sesak saat istirahat PPOK derajat berat Onset tanda klinis baru (sianosis, edema perifer) Gagal respons dengan terapi awal Terdapatnya komorbid yang serius Eksaserbasi yang sering/berulang Usia lanjut Tidak tersedia perawatan di rumah © 2013 Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease RUJUKAN Tujuan rujuk dan rujuk balik PPOK: Menilai faal paru dan derajat berat PPOK melalui rujukan rutin Menegakkan diagnosis dan optimalisasi terapi dg meninjau ulang tingkat keparahan obstruksi saluran napas Menurunkan angka morbiditas dan mortalitas pasien PPOK yg memenuhi kriteria perawatan intensif di FKTL melalui rujukan urgent dan emergency Memberikan kemudahan, efisiensi dan pelayanan berkelanjutan yg komprehensif dlm jangka panjang bagi pasien PPOK melalui rujuk balik Diakses dari portal web PPTM: www.pptm.depkes.go.id (online) Uji Fungsi Paru dengan Peak Flow Meter 1. FITUR a. Sensor Mengukur arus puncak ekspirasi Unit sensor dapat dipisahkan dari mesin dan dicuci dengan tangan jika kotor Tiriskan dan diamkan sehingga kering, sebelum memasukkannya kembali b. Bagian utama Menampilkan dan menyimpan hasil pengukuran Jangan mencucinya c. Tombol kontrol M/F: Ukur / fungsi <: Teruskan ke kiri >: Teruskan ke kanan Save/Enter: Simpan / masuk d. Baterai/kompartemen e. Menggunakan 3 buah baterai AAA (1,5 Volt). 2. PETUNJUK PENGGUNAAN ALAT Untuk pengukuran Arus Puncak Ekspirasi (APE) a.Untuk mendapatkan nilai terbaik, dilakukan pengukuran APE 3x berturut-turut b.Pasang mouth piece di bagian input dari Peak Flow Meter c.Tekan tombol M/F d.Tanda “L/MIN” di samping kanan angka 000 akan berkedip e.Setelah mengambil napas dalam, tahan napas selama 2 - 5 detik f.Tempatkan mulut pada mouth piece g.Kemudian tiup dengan mulut sekeras dan secepat mungkin (± 2 detik) h.Unit akan berbunyi dalam 2 detik dan hasil pengukuran akan muncul di layar (misalnya 536 liter/menit) i.Ulangi langkah b-g untuk pengukuran kedua dan atau ketiga j.Peak flow meter tidak akan mencatat hasil pengukuran bila meniupnya pelan atau lebih dari 4 detik k.Alat akan mengeluarkan bunyi beep 3x sebagai peringatan l.Tekan tombol Save/Enter selama 2 detik, alat akan mengeluarkan bunyi beep 3x, dan menyimpan secara otomatis nilai hasil pengukuran 2. PETUNJUK PENGGUNAAN ALAT Untuk mencari data yang disimpan a.Tekan < untuk data lama, tekan > untuk data berikutnya b.Jika sudah tidak ada data berikutnya, maka akan muncul “FFF” di layar c. c. Fungsi tombol d.Kembali ke fungsi pengukuran : e.Tekan M/F selama 2 detik a. Lalu tekan Save/Enter untuk kembalike fungsi pengukuran f.Menghapus rekaman data g.Tekan M/F selama ± 2 detik, “Clr” akan muncul di layar h.Tekan Save/Enter untuk konfirmasi manghapus semua rekaman data i. d. Pengukuran APE pada responden atau subjek yang diperiksa, dilakukan sebanyak 3x dan diambil nilai tertinggi diantara ketiganya. j. e. Nilai tertinggi tersebut dibandingkan dengan tabel atau grafik nilai APE normal. Pengukuran fungsi paru sederhana dengan cara mengukur Arus Puncak Ekspirasi (APE) dengan menilai forced expiration volume pada detik pertama (FEV1) Nilai APE: 1.Nilai APE normal Nilai APE ≥ Nilai Prediksi normal 2. Nilai APE tidak normal: nilai APE < Nilai Prediksi normal SPIROMETRI • Tes fisiologi untuk menilai fungsi paru melalui pengukuran volume paru saat inspirasi dan ekspirasi maksimal dalam fungsi waktu • Merupakan “gold standard” diagnosis COPD • Tanda-tanda obstruksi • Pemeriksaan berguna untuk : Menunjang diagnosis Melihat laju perjalanan penyakit Menentukan prognosis JENIS ALAT SPIROMETRI 3 acceptable with 2 repeatable Trial FVC (L) FEV1 (L) 1 4.81 4.09 2 4.74 4.07 3 4.87 4.14 0.06 0.05 Repeatability 4.87 - 4.81 = 0.06 4.14 - 4.09 = 0.05 SPIROMETRY IN COPD Normal COPD Umur Tinggi badan Jenis kelamin Etnik Hasil spirometri • • • • Normal Obstruksi Restriksi Kombinasi Obstruksi dan Restriksi Uji Jalan 6 menit • Latihan sederhana yang dapat mengakses status fungsional penderita PPOK. • Uji ini mengevaluasi secara global dan terintegrasi respon paru, kardiovaskular, dan sistem muskular yang mencerminkan tingkatan dari kemampuan aktivitas fisik sehari-hari. Foto toraks Apakah foto toraks membantu? •Adanya hiperinflasi, emfisema dan hipertensi pulmoner •Berguna untuk menyingkirkan kemungkinan penyakit lain •Menilai adanya pneumonia saat terjadi eksaserbasi Normal Hyperinflation Air trapping Thank you