KONSELING PSIKOLOGI DAN KECEMASAN

advertisement
Konseling Psikologi dan Kecemasan.... (Yunitawati D, Santi K)
KONSELING PSIKOLOGI DAN KECEMASAN PADA PENDERITA
HIPERTIROID DI KLINIK LITBANG GAKI MAGELANG
Psychological Counseling And Anxiety In Patients With
Hyperthyroidism In Klinik Litbang GAKI Magelang
Diah Yunitawati*1, Kurnia Santi1
1
Balai Litbang GAKI Magelang
Kavling Jayan, Borobudur, Magelang
*e-mail: [email protected]
Submitted: September 25, 2014, revised: December 28, 2014, approved: December 29, 2014
ABSTRACT
Background. Hyperthyroidism may cause clinical symptoms and physiological
changes in thyroid function, and interference in cognitive function, behavioral
problems, and a change of feeling (mood) and anxiety. Anxiety is negative emotions,
which is characterized by feeling worried and fear that is sometimes experienced in
different levels. One method to overcome anxiety is by counseling. Counseling is a
process of providing information through systematically interpersonal communication.
Objective. The aim of this study is determine the effect of psychological counseling
and relationships of age, education, and work with the level of anxiety in hyperthyroid
patients in Klinik Litbang GAKI Magelang. Method. This study was conducted with
pre experimental method with pre-test post-test one group design. The variables are
psychological counseling and anxiety. Level of anxiety was measured using the beck
anxiety inventory (BAI), which has 21 items and measure physical, cognitive, and
emotional aspects. Subjects were asked what she felt for four weeks. Total score
indicates the level of anxiety. The subjects were 45 women of childbearing age with
hyperthyroid in Klinik Litbang GAKI Magelang. Screening is done by examining
level of TSH thyroid stimulating hormone (TSH) and free Tetraiodothyronin (fT4).
Results. Subjects who have severe disease and are pregnant were excluded. There
was a change between the percentage of each category of anxiety before and after
counseling. The analysis showed that anxiety scores after and before counseling
process have a statistically significant difference. Age, education, and jobs not related
to anxiety in patients with hyperthyroidism. Conclusion. Psychological counseling
may be an option to reduce the level of anxiety in patients with hyperthyroidism.
Keywords: anxiety, counseling, hyperthyroidism
ABSTRAK
Latar Belakang. Penyakit hipertiroid dapat menimbulkan gejala secara klinis dan
fisiologis, perubahan fungsi tiroid, dan dapat menimbulkan gangguan pada fungsi
kognitif, masalah perilaku, dan perubahan perasaan (mood) serta kecemasan.
Kecemasan merupakan bentuk dari emosi yang tidak menyenangkan, yang ditandai
dengan kekhawatiran, keprihatinan, dan rasa takut yang kadang-kadang dialami
dalam tingkat yang berbeda. Salah satu cara untuk mengatasi kecemasan adalah
dengan melakukan konseling. Konseling merupakan sebuah proses pemberian
informasi melalui komunikasi interpersonal yang dilakukan secara sistematik. Tujuan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konseling psikologi dan hubungan
usia, pendidikan, dan pekerjaan dengan tingkat kecemasan penderita hipertiroid di
klinik Litbang GAKI Magelang. Metode. Penelitian ini dilakukan dengan metode pre
eksperimen dengan pre-test post-test one group design. Variabel penelitian adalah
konseling psikologi dan kecemasan. Tingkat kecemasan diukur dengan menggunakan
53
MGMI Vol. 6, No. 1, Desember 2014: 53-62
beck anxiety inventory (BAI) yang memiliki 21 item dan mengukur aspek fisik, kognitif,
dan emosional. Subjek ditanya apa yang dirasakan selama empat minggu, kemudian
dimasukkan dalam skor. Total skor mengindikasikan tingkat kecemasan subjek.
Sampel penelitian ini adalah wanita usia subur penderita hipertiroid di klinik Litbang
GAKI Magelang yang memenuhi kriteria. Skrining awal dilakukan dengan melakukan
pemeriksaan kadar thyroid stimulating hormone (TSH) dan free Tetraiodothyronin
(fT4). Hasil. Penderita hipertiroid yang memiliki penyakit berat dan sedang hamil tidak
dimasukkan menjadi sampel. Jumlah sampel sebanyak 45 orang. Terjadi perubahan
persentase tiap kategori kecemasan antara sebelum dan setelah konseling. Hasil
analisis menunjukkan bahwa skor kecemasan setelah proses konseling dan sebelum
dilakukan konseling menunjukkan perbedaan yang bermakna secara statistik.
Faktor usia, pendidikan, dan pekerjaan tidak berhubungan secara statistik dengan
kecemasan pada penderita hipertiroid. Kesimpulan. Konseling psikologi dapat
menjadi pilihan untuk menurunkan tingkat kecemasan pada penderita hipertiroid.
Kata Kunci. Hipertiroid, kecemasan, konseling, usia.
PENDAHULUAN
Definisi hipertiroidisme mengacu
pada aktivitas kelenjar tiroid yang berlebihan dalam mensintesis hormon tiroid, sehingga meningkatkan metabolisme di jaringan perifer.1 Hipertiroid ini memiliki risiko
terhadap kesehatan jantung dan tulang,
peningkatan risiko demensia dan Alzheimer.2 Alzheimer merupakan penyakit degeneratif yang sering menyerang orang
lanjut usia. Penyakit ini mempengaruhi
otak, sehingga menimbulkan gangguan
dan menurunkan kemampuan dasar otak,
menurunkan kemampuan berpikir, mengingat, dan komunikasi.3 Kelainan pada tulang disebabkan karena penurunan densitas tulang akibat gangguan metabolisme
mineral tulang, sehingga risiko untuk mengalami patah tulang semakin tinggi terutama pada orang yang sudah tua.
Hormon tiroid mempengaruhi
fungsi neurotransmiter secara langsung.
Dalam keadaan normal, hormon tiroid berpengaruh terhadap metabolisme jaringan,
proses oksidasi jaringan, proses pertumbuhan, dan sintesa protein. Hormon tiroid
ini berpengaruh ke semua sel dalam tubuh
melalui mekanisme transport asam amino
dan elektrolit dari cairan ekstra seluler ke
54
dalam sel, aktivasi/sintesa protein enzim
dalam sel dan peningkatan proses-proses intraseluler.4 Kecemasan dipengaruhi
sebuah zat yang dikenal dengan gamma
aminobutyric acid (GABA). GABA akan
menghambat neurotransmiter, sehingga
ketika saat saat saluran reseptor terbuka,
terjadi penghambatan atau reduksi sel
yang pada akhirnya akan menurunkan
aktivitas sel. Kecemasan ini terjadi karena
adanya masalah efisiensi proses neurotransmiter.
Gejala klinis dari hipertiroid
dipengaruhi oleh banyak faktor, termasuk
umur penderita, lamanya menderita
hipertiroid dan kepekaan organ terhadap
kelebihan kadar hormon tiroid. Manifestasi
klinis paling sering dirasakan adalah
penurunan berat badan padahal nafsu
makan baik, kelelahan atau kelemahan
otot, tremor, gugup, berdebar-debar,
keringat berlebihan, tidak tahan panas,
palpitasi dan pembesaran tiroid dan payah
jantung. Gejala ini dapat berlangsung
beberapa hari sampai beberapa tahun.
Bahkan, kadang-kadang penderita juga
tidak menyadari penyakitnya.5
Selain menimbulkan gejala secara klinis dan fisiologis, perubahan fung-
Konseling Psikologi dan Kecemasan.... (Yunitawati D, Santi K)
si tiroid, baik pada penderita hipotiroid
maupun hipertiroid, dapat menimbulkan
gangguan pada fungsi kognitif, masalah
perilaku, dan perubahan perasaan (mood)
serta kecemasan.6,7 Kecemasan merupakan bentuk dari emosi yang tidak menyenangkan, yang ditandai dengan istilahistilah seperti kekhawatiran, keprihatinan,
dan rasa takut yang kadang-kadang dialami dalam tingkat yang berbeda. Konflik,
ancaman fisik, ancaman terhadap harga
diri, bentuk frustasi lainnya dan tekanan
untuk melakukan sesuatu di luar kemampuan merupakan sumber yang menimbulkan kecemasan.8
Penelitian yang membandingkan
masalah kecemasan dan gangguan mood
pada wanita penderita hipertiroid dan
penyakit ginekologi menemukan bahwa
penderita hipertiroid memiliki tingkat kecemasan yang lebih tinggi jika dibandingkan
dengan kelompok penderita gangguan
ginekologi.9 Penelitian lain juga menyatakan bahwa penderita hipertiroid yang
sudah lama dan kambuh kembali merasa
lebih stres dibandingkan dengan penderita yang baru terdiagnosis hipertiroid.10
Pendapat lain menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara fungsi tiroid
dengan kecemasan dan depresi pada
penderita hipertiroid serta hipertiroid bukan
sebagai faktor risiko timbulnya gangguan
depresi dan kecemasan.11,12 Ada beberapa
faktor yang mempengaruhi kecemasan,
yaitu faktor intrinsik dan ekstrinsik. Faktor
intrinsik antara lain usia, pengalaman
selama menjalani pengobatan, konsep diri
dan peran. Sedangkan faktor ekstrinsik
yang mempengaruhi kecemasan antara
lain kondisi medis, tingkat pendidikan,
akses informasi, dan tingkat sosial
ekonomi.13
Salah satu cara untuk mengatasi
kecemasan adalah dengan melakukan
konseling. Konseling merupakan sebuah
proses pemberian informasi melalui
komunikasi interpersonal yang dilakukan
secara sistematik.14 Konseling ini memiliki
beberapa tujuan, antara lain meredakan
kecemasan, menyembuhkan gangguan
emosional, untuk mencapai kebahagiaan
dan kepuasan, aktualisasi diri, dan
menghapus dan mengubah perilaku
maladaptif menjadi perilaku adaptif.15
Beberapa penelitian terkait terapi
atau konseling yang dilakukan dapat
mengatasi masalah-masalah psikologis
dan memberikan dampak yang positif.
Konseling suportif yang dilakukan pada
penderita gangguan jiwa skizofrenia
dapat meningkatkan pemahaman diri,
kemampuan bersosialisasi, meningkatkan
motivasi, sehingga penderita tidak merasa
putus asa dan tetap memiliki semangat
untuk hidup.16 Penderita penyakit diabetes
mellitus yang mendapatkan konseling
ternyata memiliki kecemasan yang lebih
rendah dibandingkan dengan penderita
yang tidak mendapatkan konseling.17
Selain itu, konseling suportif yang dilakukan
pada anak sekolah juga direkomendasikan
untuk mengatasi masalah kecemasan
siswa yang menghadapi ujian.18
Berdasar keterangan di atas,
maka tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui pengaruh konseling psikologi
dan hubungan faktor usia, pendidikan, dan
pekerjaan terhadap tingkat kecemasan
penderita hipertiroid di klinik Litbang GAKI
Magelang.
METODE
Penelitian ini dilakukan dengan
metode pre eksperimen dengan pre-test
post-test one group design. Populasi
55
MGMI Vol. 6, No. 1, Desember 2014: 53-62
penelitian adalah semua penderita
hipertiroid yang datang di klinik Litbang
GAKI Magelang. Kriteria hipertiroid
ditegakkan berdasarkan pemeriksaan
TSH yang memiliki nilai <0,3 µIU/L dan fT4
>2,0 ng/dL. Sampel penelitian ini adalah
wanita usia subur penderita hipertiroid
di klinik Litbang GAKI Magelang. Kriteria
eksklusinya adalah memiliki penyakit
berat, sedang hamil, atau menolak
mengikuti penelitian. Jumlah subyek
sebanyak 45 orang.
Variabel penelitian adalah konseling psikologi dan kecemasan. Metode
yang digunakan untuk mengukur tingkat
kecemasan adalah menggunakan beck
anxiety inventory (BAI). BAI memiliki 21
item yang mengukur aspek fisik, kognitif,
dan emosional. Subyek akan ditanya apa
yang dirasakan selama empat minggu
terakhir kemudian dimasukkan dalam
skor yang memiliki range dari 0 sampai 3.
Total skor akan mengindikasikan tingkat
kecemasan subyek. Subyek diukur tingkat
kecemasannya pada awal kedatangan,
satu bulan kemudian, dan satu bulan
berikutnya.
Konseling psikologi yang dilakukan dalam penelitian ini dengan menggunakan terapi suportif. Terapi suportif merupakan salah satu bentuk alternatif terapi
yang bertujuan untuk menolong subyek
beradaptasi terhadap masalah yang dihadapi. Terapis membantu subjek belajar
untuk membuat keputusan atau perubahan yang diperlukan untuk beradaptasi
terhadap penyakitnya. Sebelumnya subyek diberikan kesempatan untuk mengekspresikan perasaan dan pikirannya (katar-
56
sis). Dalam proses ini, terapis berusaha
untuk mengubah perasaan yang mengganggu secara pelan-pelan, menguatkan
ketahanan mental subyek, dan membantu
subyek mengevaluasi situasi kehidupan
subyek, termasuk kelemahan dan kekuatannya. Materi konseling mencakup bagaimana pemahaman subyek mengenai
penyakitnya, harapan terhadap penyakit,
perasaan yang dialami, upaya yang akan
dilaksanakan, kemungkinan hambatan
yang dihadapi, rencana solusi pemecahan, dan evaluasi rencana pemecahan
masalah. Waktu yang dibutuhkan untuk
proses konseling sekitar 30 menit untuk
tiap subyek. Konseling suportif dilakukan
sebanyak tiga kali, yaitu pada kedatangan
awal (setelah diukur tingkat kecemasannya), satu bulan setelah kedatangan
pertama, dan dua bulan dari kedatangan
awal. Terapi suportif dipilih dalam penelitian dengan pertimbangan untuk mempermudah proses terapi terhadap subyeksubyek yang memiliki keragaman tingkat
pendidikan dan sosial ekonomi.
Data-data demografi subyek penelitian diperoleh dengan menggunakan
wawancara berdasarkan kuesioner yang
telah disusun. Pengolahan data dilakukan
setelah data terkumpul. Pengujian hipotesis dengan uji korelasi Spearman.
HASIL
Penelitian ini dilakukan pada
wanita usia subur yang berkunjung di
Klinik Litbang GAKI Magelang dan telah
memenuhi kriteria yang ditentukan. Hasil
penelitian menemukan data responden
sebagai berikut:
Konseling Psikologi dan Kecemasan.... (Yunitawati D, Santi K)
Tabel 1. Karakteristik Responden
Karakteristik Responden
Usia
≤ 19 tahun
Frekuensi
(%)
2
4.4
25
55.6
≥ 36 tahun
Pendidikan
Tidak sekolah
SD – SMP
SLTA ke atas
Pekerjaan
Tidak bekerja
18
40
1
28
16
2.2
62,2
35.6
21
46.7
Formal
Non formal
8
16
17.8
35.5
20-35 tahun
Sebagian besar responden berusia lebih dari 19 tahun dan memiliki tingkat pendidikan antara SD dan SMP. Responden juga tidak seluruhnya menyelesaikan tingkat pendidikannya. Ibu rumah
tangga menjadi pekerjaan utama sebagian
besar responden. Kondisi sosial ekonomi
inilah yang menjadi salah satu faktor alasan pemilihan terapi konseling.
Hasil analisis terhadap skor kecemasan yang telah dikategorisasikan dapat
dilihat dalam gambar 1 berikut ini.
Gambar 1. Tingkat Kecemasan Sebelum dan Setelah Intervensi
Kecemasan dibagi menjadi lima
kategori, yaitu tidak ada indikasi, kecemasan ringan, sedang, berat, dan berat
sekali. Kecemasan yang dialami penderita hipertiroid ternyata menunjukkan penurunan setelah dilakukan proses kon-
seling psikologi pada setiap penderita
secara individual. Sebelum konseling, kategori terbesar berada pada kecemasan
sedang (33.3%) dan kecemasan berat
(31.1%). Setelah konseling, terjadi penurunan tingkat kecemasan. Persentase ter57
MGMI Vol. 6, No. 1, Desember 2014: 53-62
besar (68.9%) kecemasan berada pada
kategori sedang dan ada satu subyek
yang tidak memiliki indikasi kecemasan.
Perbedaan skor kecemasan antara sebelum dan setelah konseling psikologi dapat
dilihat pada tabel 2 berikut:
Tabel 2. Perbedaan Rerata dan Simpangan Baku Nilai Sebelum dan Setelah
Intervensi pada Variabel Kecemasan
Variabel
Sebelum
Mean ± SD
Setelah
Mean ± SD
P
Selisih
rerata
t
P
Kecemasan
36.40 ± 12.64
27.27 ± 9.33
0,000
-9.13
-6.438
0,000
Berdasarkan tabel di atas, menunjukkan bahwa skor kecemasan setelah proses konseling dan sebelum dilakukan konseling menunjukkan perbedaan
yang bermakna secara statistik. Analisis
selanjutnya menunjukkan bahwa terjadi
penurunan skor kecemasan (9.13) yang
signifikan (p<0.05) setelah mendapatkan konseling. Untuk menjawab hipotesis hubungan faktor demografi terhadap
tingkat kecemasan digunakan uji korelasi
Spearman.
Tabel 3. Analisis Hubungan Variabel Umur, Pendidikan dan Pekerjaan terhadap
Tingkat Kecemasan
Variabel
Umur
Pendidikan
Pekerjaan
r
p
0.074
-0.097
-0.048
0.628
0.528
0.754
Hasil analisis di atas menunjukkan
bahwa ternyata faktor demografi, yaitu
usia, pendidikan dan pekerjaan responden
tidak berhubungan dengan tingkat kecemasan yang dialami oleh responden.
PEMBAHASAN
Kecemasan merupakan salah satu
emosi yang paling banyak dirasakan individu dengan tingkatan yang berbeda-beda. Perasaan tersebut dapat mengganggu
aktivitas sehari-hari jika telah sampai pada
tingkat sedang atau berat.19 Keluhan dan
gejala kecemasan yang dirasakan setiap
individu sangat bervariasi tergantung berat
58
ringan kecemasan yang dirasakan, antara
lain merasa khawatir, memiliki firasat yang
buruk, takut terhadap pikirannya sendiri,
mudah tersinggung, merasa tegang, tidak
tenang, gelisah, mudah terkejut, gangguan pola tidur, keluhan-keluhan pada fisik,
dan gangguan konsentrasi serta daya ingat.15
Penelitian yang dilakukan pada
penderita penyakit menunjukkan adanya
pengaruh positif pengelolaan masalah
psikologis yang dilakukan dengan konseling, yang akhirnya akan dapat menurunkan tingkat kecemasan pasien.20 Penyakit hipertiroid ini berpotensi menim-
Konseling Psikologi dan Kecemasan.... (Yunitawati D, Santi K)
bulkan stressor yang sifatnya kronis bagi
penderitanya. Kondisi yang cukup kompleks ini dapat mempengaruhi integritas
fisik dan juga integritas psikologi penderita. Penyebab kecemasan ini diantaranya karena kurangnya manajemen penyakit yang tepat, biaya pemeriksaan yang
cukup tinggi ataupun komplikasi lain yang
bervariasi pada setiap orang. Kejadian
kecemasan bervariasi pada setiap orang
dan lebih banyak dijumpai pada pasien
yang baru didiagnosis hipertiroid.
Penanganan masalah kecemasan
dapat dilakukan dengan beberapa cara,
salah satunya melalui konseling. Konseling bertujuan untuk memperkuat struktur kepribadian (rasa percaya diri), ketahanan dan kekebalan fisik maupun mental, kemampuan beradaptasi, dan kemampuan menyelesaikan stressor psikososial.
Konseling yang dilakukan kepada penderita hipertiroid merupakan konseling yang
sifatnya suportif. Setelah konseling dilakukan, diharapkan penderita hipertiroid akan
mampu memahami penyakitnya secara
benar, menyesuaikan diri dengan penyakitnya, dan dapat mengikuti perawatan
penyakitnya dengan baik. Kemampuan
tersebut akan memberikan hasil yang lebih baik dalam pengelolaan penyakitnya,
termasuk masalah psikologis yang dihadapi, yakni kecemasan.15
Konseling suportif atau terapi suportif sebagai salah satu bentuk terapi
bertujuan untuk membantu subjek beradaptasi dengan baik terhadap suatu
masalah yang dihadapi, sehingga mendapatkan kenyamanan hidup. Melalui terapi
ini, terapis membantu subjek untuk berubah beradaptasi ke arah yang lebih baik.
Sebelumnya, subjek diberikan kesempatan untuk mengekspresikan perasaan
dan pikirannya. Terapis dapat memberi-
kan dukungan secara emosional yang
dibutuhkan oleh subjek. Dukungan menjadi strategi untuk mencegah munculnya
gangguan mental yang lebih berat.21
Meta analisis yang memban-dingkan antara konseling, cognitive behavior
theraphy (CBT), dan problem sol-ving theraphy menunjukkan bahwa ketiga metode
ini efektif untuk membantu me-ngatasi
masalah kecemasan pada pasien dan
tidak menunjukkan perbedaan yang berarti, terutama untuk terapi yang bersifat
jangka pendek.22 Terapi yang dikembangkan melalui komunikasi antara konselor
dan klien untuk memecahkan masalah
dan konflik yang dialami klien atau pasien
secara sistematik dapat membantu mengatasi kecemasan yang dirasakan.23
Hasil analisis terhadap variabel
umur menyatakan bahwa 55.6 persen
responden berada pada usia 20-35 tahun
dan 40 persen memiliki usia di atas 35
tahun. Hasil analisis bivariabel menyatakan
bahwa tidak ada hubungan yang signifikan
antara tingkat umur dengan kecemasan
yang terjadi. Kondisi ini kurang sesuai
dengan teori yang menyebutkan bahwa
kecemasan dapat terjadi pada semua
usia, tetapi lebih sering pada usia dewasa,
yaitu sekitar 21-45 tahun.18 Hasil penelitian
ini juga tidak konsisten dengan penelitian
pada penderita kanker yang menyatakan
bahwa kecemasan berkorelasi negatif
dengan umur. Semakin tua usia seseorang, maka tingkat kecemasannya
akan semakin menurun.24 Faktor usia ini
terkait dengan banyak sedikitnya individu
memiliki pengalaman yang sama atau
mirip dengan masalah yang menimbulkan
kecemasan.20
Tingkat pendidikan responden
sebagian besar pada tingkat SD SLTP
(62.2%) dan hanya satu orang yang
59
MGMI Vol. 6, No. 1, Desember 2014: 53-62
tidak mendapatkan pendidikan formal.
Hasil analisis menyatakan bahwa tidak
ada hubungan yang signifikan antara
kecemasan dengan tingkat pendidikan
responden. Hasil ini tidak konsisten dengan
penelitian yang dilakukan pada wanita
yang melakukan pemeriksaan colposcopy
di rumah sakit. Pada penelitian tersebut
menyatakan bahwa kecemasan secara
nyata terlihat pada wanita yang memiliki
pendidikan lebih rendah dibandingkan
dengan wanita berpendidikan tinggi.25
Responden dalam penelitian ini
lebih banyak pada wanita yang menjadi
ibu rumah tangga (46.7%). Hasil analisis
menyatakan bahwa tidak ada hubungan
yang signifikan antara pekerjaan yang
dimiliki dengan kecemasan yang dialami.
Hasil ini serupa pada penelitian di
Turki yang menunjukkan bahwa status
pekerjaan
tidak
berkaitan
dengan
kecemasan yang dialami oleh wanita yang
melakukan pemeriksaan colposcopy.24
Konseling mampu untuk menurunkan kecemasan yang dialami penderita hipertiroid melalui beberapa proses
yang dilakukan didalamnya. Kecemasan
atau depresi dapat terjadi karena adanya
masalah yang dipendam dan dilupakan.
Sebagian besar orang yang menghadapi
masalah-masalah emosional, kondisi yang
tidak menyenangkan, menyedihkan, atau
mengecewakan seringkali tidak mau atau
tidak bisa mengungkapkan kepada orang
lain. Padahal semakin lama memendam
suatu masalah, semakin besar usaha untuk melupakan, seringkali memicu berbagai gangguan fisik dan psikologis. Dalam
proses konseling yang dilakukan, individu
diajak untuk berdiskusi, mengungkapkan
segala perasaan, emosi, pikiran yang
mengganggu, sehingga terjadi pelepasan
emosi yang mengganggu. Keterbatasan
60
dalam penelitian ini adalah hanya mengikutsertakan satu kelompok perlakuan saja
tanpa ada kelompok kontrol, sehingga
tidak bisa membandingkan antara kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol.
KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian yang telah
dilakukan, dapat diambil kesimpulan
bahwa konseling terapi suportif cukup
efektif untuk digunakan sebagai upaya
untuk menurunkan tingkat kecemasan
pada penderita hipertiroid di Klinik Litbang
GAKI Magelang. Usia, pendidikan, dan
pekerjaan tidak berhubungan secara
langsung terhadap kecemasan penderita
hipertiroid yang berkunjung di klinik
Litbang GAKI Magelang.
SARAN
Saran yang dapat diberikan adalah
konseling psikologi dapat diterapkan pada
penderita penyakit yang lain untuk membantu menurunkan tingkat kecemasan,
yang pada akhirnya diharapkan mempercepat proses penyembuhan. Saran untuk
penelitian selanjutnya adalah membuat
modul konseling yang sistematis dan mudah diterapkan untuk berbagai jenis penderita penyakit.
DAFTAR PUSTAKA
1. Guyton AC, Hall JE. Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran Edisi 11. Jakarta: EGC;
2007.
2. Fatourechi V. Adverse Effects of
Subclinical Hyperthyroidism. The
Lancet. 2001; 358: 856-7.
3. Ain K, Rosenthal MS. The Thyroid
Book. New York: McGraw-Hill; 2005.
4.Shambaugh GE. Chemistry and
Actions of Thyroid Hormone: Biologic
and Cellular Effects. In: Werner SC,
Konseling Psikologi dan Kecemasan.... (Yunitawati D, Santi K)
Ingbar SH, editors. The Thyroid, a
Fundamental and Clinical Text, 4th Ed.
Maryland: Harper and Row; 1978; p.
115.
5. Werner SC, Ingbar SH. Diseases of
the Thyroid. In: Werner SC, Ingbar SH,
editors. The Thyroid: a Fundamental
and Clinical Text, 4th Ed. New York:
Harper and Row; 1978. p. 389-393.
6.Victoria C, Hendrick MD, Thomas
MD. Psychological Factors Affecting
Medical Conditions. In: Sadock BJ,
Sadock VA, editors. Comprehensive
Textbook of Psychiatry. New York:
Lipincott William & Wilkins Publishers;
2000. p. 3715-3737.
7. Suwalska A, Łącka K, Łojko D,
Rybakowski JK. Quality of Life,
Depressive Symptoms and Anxiety
in Hyperthyroid Patients. Annales
Academiae Medicae Bialostocensis.
2005; 50(1): 61-3.
8. Bunevicius R, Velickiene D, Prange AJ.
Mood and Anxiety Disorders in Women
with Treated Hyperthyroidism and
Ophthalmopathy Caused by Graves’
Disease. Gen Hosp Psychiatry. 2005;
27 (2): 133–9.
9. Kua EH, Tsoi WF, Cheah JS, Thai
AC, Yeo PPb. Stress, Personality
and Hyperthyroid. Singapore Medical
Journal. 1987; 28(1):76-9.
10.
Trzepacz PT, McCue M, Klein I,
Greenhouse J, Levey GS. Psychiatric
and Neuropsychological Response to
Propranolol in Graves’ Disease. Biol
Psychiatry. 1988; 23: 678-88.
11. Engum A, Bjoro T, Mykletun A, Dahl AA.
An Association Between Depression,
Anxiety and Thyroid Function – A
Clinical Fact or an Artefact? Acta
Psychiatr Scand. 2002; 106: 27-34.
12.Notoatmodjo S. Promosi Kesehatan.
Jakarta: Rineka Cipta; 2005
13.Corey G. Teori dan Praktek
Konseling & Psikoterapi. Bandung: PT
Refika Aditama; 2009.
14.Tuncay T, Musabak I, Gok DE, Kutlu
M. The Relationship Between Anxiety,
Coping Strategies and Characteristics
of Patient with Diabetes. Health and
Quality of Life Outcomes. 2008; 6:79.
15.Hawari D. Manajemen Stress Cemas
dan Depresi. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Indonesia; 2002.
16.Pilpala TKS. Terapi Suportif dan
Psikoedukasi untuk Meningkatkan
Pemahaman Diri pada Penderita
Skizofrenia Paranoid. Procedia Studi
Kasus dan Intervensi Psikologi. 2013;
1 (1): 46-51.
17.
Rahmat WP. Pengaruh Konseling
terhadap Kecemasan dan Kualitas
Hidup pada Penderita Diabetes Mellitus
di Kecamatan Kebakkramat. Tesis.
Surakarta: Program Pascasarjana,
Universitas Sebelas Maret, 2010.
18.
Swasti KG, Helena N, Pujasari
H.
Penurunan Ansietas
dalam
Menghadapi Ujian Nasional pada
Siswa Kelas XII SMAN X Melalui
Pemberian Terapi Suportif. Jurnal
Keperawatan Soedirman. 2013; 8(2):
127-142.
19.Atkinson RL, Atkinson RC, Smith EE,
Bem DJ. Hilgard’s Psychology, 13th
edition. New York: Harcourt College
Publisher; 2002.
20.
Kaplan JB, Sadock TC. Sinopsis
Psikiatri, Ilmu Pengetahuan Perilaku
Psikiatri Klinis, Edisi ke-7. Jakarta:
Binarupa Aksara; 1997.
21.Stuart G, Laraia MT. Principle and
Practice of Psychiatric Nursing. 8th
61
MGMI Vol. 6, No. 1, Desember 2014: 53-62
Edition. St Louis Missiouri: Mosby Inc;
2005.
22.Cape J, Whittington C, Buszeuricz
M, Wallace P, Underwood L. Brief
Psychological Theraphies for Anxiety
and Depression in Primary Care:
Meta-Analysis and Meta-Regression.
BMC Medicine. 2010; 8(3).
23.Knekt P, Lindfors O, Laaksonen MA,
Raitasalo R, Haaramo P, Jarvikoski
A. Effectiveness of Short-Term and
Long-Term Psychotherapy on Work
Ability and Functional Capacity –
A Randomized Clinical Trial on
Depressive and Anxiety Disorders.
62
Journal of Affective Disorders. 2008;
107(1): 95-106.
24.Lutfa U, Maliya A. Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Kecemasan Pasien
dalam Tindakan Kemoterapi di Rumah
Sakit DR. Moewardi Surakarta. Berita
Ilmu Keperawatan; 2008; 1(4): 187192.
25.Karadag S, Goksede PC, Cetin A,
Yenigun M. Anxiety and Associated
Factors in Women with a Low-Grade
Abnormal Cervical Smear Test: A
Prospective Study. J Turk Soc Obstet
Gynecol. 2012; 9(3): 164-9.
Download