Proposal tesis - Makarioz Science Institute

advertisement
Jurnal Ilmiah Maksitek Vol. 2 No. 2 Mei 2017
ISSN-2548 – 429x
STUDI EFEKTIVITAS MEKANISME TRANSMISI KEBIJAKAN MONETER DI INDONESIA
MANGASA PANJAITAN
DOSEN UNIVERSITAS METHODIST INDONESIA
PENDAHULUAN
Dalam sejarah perekonomian negara-negara di dunia, masalah stabilisasi ekonomi menjadi hal penting
dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Stabilisasi ekonomi menjadi bahan perdebatan di
kalangan ekonom di banyak negara di dunia, karena masalah ini setiap tahun muncul di belahan dunia.
Perkembangan perekonomian suatu negara dapat dikatakan sedang meningkat atau menurun berdasarkan
beberapa indikator dasar makroekonominya, diantaranya suku bunga, jumlah uang yang beredar, inflasi, nilai
tukar, dan pengangguran. Menurut Taylor mekanisme transmisi kebijakan moneter merupakan (channels) yang
dilalui oleh suatu kebijakan moneter hingga dapat mempengaruhi tujuan akhir kebijakan moneter (Hardianto,
2004:1). Mekanisme transmisi kebijakan moneter yang standar dimulai dari tindakan bank sentral melalui
perubahan (shock) instrumen kebijakan moneter. Tindakan ini kemudian mempengaruhi sasaran operasional
(operational target) dan sasaran antara (intermediate target) yang pada akhirnya mempengaruhi tujuan akhir
kebijakan moneter (final target).
Gambar 1.2
Grafik Perkembangan Suku Bunga dan Inflasi
14
18
16
12
14
10
12
rSBI
rPUAB
8
10
6
8
rDeposito
rKredit
6
Inflasi
4
4
2
2
0
0
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
Sumber data BI yang diolah
Sesuai gambaran data diatas menjelaskan bahwa ketika BI melakukan kontraksi moneter melalui
peningkatan rSBI, maka diresponspositif oleh suku bunga jangka pendek misalnya suku bunga pasar uang antar
bank (PUAB) sebagai sasaran operasional dan sukubunga lainnya. Artinya, jika terjadi kenaikan rSBI, maka
perbankan harusmenaikkan suku bunga PUAB dan suku bunga deposito, karena jika tidak demikiam, maka
perbankan akan kehilangannasabah (deposan) yang akan beralih menempatkan dananya ke SBI yang
menawarkan sukubunga yang lebih tinggi dan memiliki jaminan risiko (Nasir, 2008:18).
TINJAUAN PUSTAKA
Kebijakan Moneter
Kebijakan moneter merupakan salah satu variabel dari kebijakan ekonomi makro yang kita kenal.
Kebijakan ekonomi makro lainnya adalah kebijakan fiskal dan kebijakan neraca pembayaran. Kebijakan moneter
ini memiliki kelebihan dibandingkan dengan variabel kebijakan ekonomi makro lainnya , karena kebijakan ini dapat
dikontrol oleh pemerintah sehingga cocok dipakai sebagai alat kendali dalam mencapai tujuan pembangunan
ekonomi.
Kebijakanmoneter adalah semua upaya atau tindakan Bank Sentral dalam mempengaruhiperkembangan
variabel moneter (uang beredar, suku bunga, kredit dan nilai tukar) untukmencapai tujuan ekonomi tertentu
(Mishkin, 2004: 457)Kebijakan moneter merupakan salah satu bagian integral dari kebijakan ekonomi makro.
Kebijakan moneter ditujukan untuk mendukung tercapainya sasaran ekonomi makro, yaitu pertumbuhan ekonomi
yang tinggi,stabilitas harga, pemerataan pembangunan, dan keseimbangan neraca pembayaran (Iswardono,1997
dalam laporan BI).Kebijakan moneter (monitary policy) adalah suatu pengaturan di bidang moneter yang bertujuan
187
Jurnal Ilmiah Maksitek Vol. 2 No. 2 Mei 2017
ISSN-2548 – 429x
untuk menjaga dan memelihara kestabilan nilai uang dan mendorong kelancaran produksi dan pembangunan
dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat (Aulia Pohan, 2008: 24).
a. Teori moneter modern.
Dalam perkembangan selanjutnya, teori moneter modern memasukkan aspek kredibilitas yang
bersumber dari masalah time inconsistency. Artinya bahwa inkonsistensi dalam kebijakan moneter dapat terjadi
apabila otoritas moneter terpaksa harus mengorbankan sasaran jangka panjang (inflasi) demi mencapai sasaran
lain dalam jangka pendek. Agar hal ini tidak terjadi, maka pengendalian inflasi harus menjadi sasaran tunggal,
atau setidaknya menjadi sasaran utama. Menetapkan inflasi sebagai sasaran utama berarti menghindarkan diri
dari inkonsistensi kebijakan.
Gambar 2.1
Skema Kerangka Operasi kebijakan Moneter
KERANGKA KERJA KEBIJAKAN MONETER
KERANGKA OPERASIONAL
INSTRUMEN
-
OPT
Fas.diskonto
KERANGKA STRATEGIS
SASARAN
OPERASIONAL
-
SASARAN
ANTARA
OPERASIONAL
-
sk.bunga jk.pd
uang primer
sk.bunga jk.pj
SASARAN
AHIR
OPERASIONAL
-
Inflasi
Prtumb.Eko.
M1,M2,kredit
Giro wajib min
Jangkar
nominal
Imbauan dll
-
Penargetan
nilai tukar
besaran moneter
inflasi
output nominal
no explicit nominal anchor
Pambudi:2008
Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter
Konsep standar mekanisme transmisi kebijakan moneter dimulai dari ketika bank sentral mengubah
instrumen-instrumennya yang selanjutnya mempengaruhi sasaran operasional, sasaran antara dan sasaran akhir.
Misalnya, jika BI menaikkan suku bunga SBI, maka kenaikan tersebut akan mendorong naiknya suku bunga
PUAB, suku bunga deposito, kredit perbankan, harga aset, kurs dan ekspektasi inflasi di masyarakat. Secara
empiris, besarnya permintaan agregat tidak selalu sama dengan penawaran agregat. Jika terjadi selisih antara
permintaan dan penawaran atau terjadi outpt gap maka akan memberi tekanan terhadap kenaikan harga-harga
(inflasi) dari sisi domestik. Proses ini yang disebut sebagai indirect exchange rate pass-through. Sementara itu,
tekanan inflasi dari sisi luar negeri terjadi melalui pengaruh langsung perubahan Kurs terhadap perkembangan
harga barang-barang yang diimpor (imported inflation) proses ini yang disebut direct exchange rate
passthrough.Berikut siklus instrument kebikakan moneter melalui jalur uang dengan tujuan ahir inflasi.
1) Jalur Suku Bunga
a. Paradigma Uang Aktif (active money)
Melalui paradigma uang aktif (active money), mekanisme transmisi kebijakan moneter jalur suku bunga
merupakan kunci dalam model IS, model LM, model AD dan model AS. Peningkatan stok uang akan menurunkan
tingkat bunga riil dan biaya modal serta meningkatkan investasi bisnis. Peningkatan investasi pada akhirnya akan
meningkatkan output agregat. Penurunan tingkat bunga riil juga akan meningkatkan pengeluaran untuk pembelian
rumah dan barang tahan lama. Oleh sebab itu penurunan tingkat bunga akibat ekspansi moneter akan
meningkatkan belanja atau konsumsi dan permintaan agregat.Pada tingkat bunga nominal yang sangat rendah,
ekspansi moneter akan meningkatkan ekspektasi tingkat harga dan inflasi, akibatnya tingkat bunga riil turun.
b. Paradigma Uang Pasif (passive money)
Cukup besarnya pengaruh jalur suku bunga dalam transmisi kebijakan moneter ke PDB ini memperkuat
beberapa argumen tentang keberadaan jalur suku bunga, meski belum optimal. Riset BI menunjukkan bahwa
188
Jurnal Ilmiah Maksitek Vol. 2 No. 2 Mei 2017
ISSN-2548 – 429x
perubahan suku bunga akan berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi (Adnin, 2008:10). Namun demikian,
pengaruh jalur suku bunga terhadap PDB ini tidak merata di seluruh sektor perekonomian. Suku bunga terindikasi
hanya signifikan berpengaruh kepada sekitar 60% dari total PDB. Sektor pertanian, pertambangan dan listrik
kurang kuat merespon perubahan suku bunga, akibat kuatnya peran penggunaan dana non-kredit
perbankan.Pada jalur suku bunga, perubahan BI Rate mempengaruhi suku bunga deposito dan suku bunga kredit
perbankan. Apabila perekonomian sedang mengalami kelesuan, Bank Indonesia dapat menggunakan kebijakan
moneter yang ekspansif melalui penurunan suku bunga untuk mendorong aktifitas ekonomi. Mekanisme transmisi
kebijakan moneter melalui Jalur Suku Bunga menekankan peranan perubahan struktur suku bunga di sektor
keuangan. Pengaruh perubahan suku bunga jangka pendek
ditransmisikan kepada sukubunga
menengah/panjang yang selanjutnya mempengaruhi permintaan dan pada akhirnya berpengaruh terhadap inflasi
(Hardianto, 2004:5).
2) Jalur Nilai Tukar
Perubahan suku bunga SBI juga dapat mempengaruhi nilai tukar. Mekanisme ini sering disebut jalur
nilai tukar. Kenaikan suku bunga SBI, sebagai contoh, akan mendorong kenaikan selisih antara suku bunga di
Indonesia dengan suku bunga luar negeri. Dengan melebarnya selisih suku bunga tersebut mendorong investor
asing untuk menanamkan modal ke dalam instrument-instrumen keuangan di Indonesia seperti SBI karena
mereka akan mendapatkan tingkat pengembalian yang lebih tinggi. Aliran modal masuk asing ini pada gilirannya
akan mendorong apresiasi nilai tukar Rupiah. Apresiasi Rupiah mengakibatkan harga barang impor lebih murah
dan barang ekspor kita di luar negeri menjadi lebih mahal atau kurang kompetitif sehingga akan mendorong impor
dan mengurangi ekspor. Turunnya net ekspor ini akan berdampak pada menurunnya pertumbuhan ekonomi dan
kegiatan perekonomian.
Gambar 2.4
Skema Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter Jalur Nilai Tukar
Sriyanto, 2005
METODE PENELITIAN
Model Analisis
Secara statistik upaya yang dilakukan untuk melihat mekanisme transmisi kebijakan moneter melalui
jalur suku bunga dilakukan melalui metode VAR (Vector Auto Regression). Metode ini dikembangkan oleh Sims
(Enders, 2004) yang mengasumsikan bahwa semua variabel dalam model bersifat endogen (ditentukan didalam
model) sehingga metode ini disebut sebagai model yang ateoritis (tidak berdasar teori). Keunggulan dari metode
ini adalah kemampuannya membuat forecast untuk variabel-variabel dalam VAR, namun metode ini tidak bisa
digunakan sebagai policy analysis karena sifatnya yang ateoritis. Oleh karena itu, output yang dihasilkan VAR
merupakan alternatif mekanisme transmisi di Indonesia.Model VAR standart menurut Enders yaitu:
Yt = β11 Yt-1 + β12 Zt-1 + εy
Zt = β21 Yt-1 + β22 Zt-1 + εz
Dimana [Yt, Zt, εy, dan εz] masing-masing adalah variabel transmit dan while norse yang dapat berkolerasi
satu sama lain. Apabila semua variabel yang dilibatkan dalam penelitian ini dirumuskandalam model VAR, maka
model penelitian ini adalah sebagai berikut:
Log(rSBIt) = rSBI[log(rSBIt-p), log(rPUABt-p), log(rDEPOt-p), log(rKRDTt-p),log(INVS-p), log(PDBt-p), log(INFAt-p),
ε1t]
Log(rPUABt)= rPUAB [log(rSBIt-p), log(rPUABt-p), log(rDEPOt-p), log(rKRDTt-p), log(INVSt-p), log(PDBt-p), log(INFAtp), ε2t]
Log(rDEPOt)= rDEPO[log(rSBIt-p), log(rPUABt-p), log(rDEPOt-p), log(rKRDTt-p), log(INVSt-p), log(PDBt-p), log(INFAtp), ε3t]
189
Jurnal Ilmiah Maksitek Vol. 2 No. 2 Mei 2017
ISSN-2548 – 429x
Log(rKRDTt) = rKRDT[log(rSBIt-p), log(rPUABt-p), log(rDEPOt-p), log(rKRDTt-p), log(INVSt-p), log(PDBt-p), log(INFAtp), ε4t]
Log(INVSt) = INVA [log(rSBIt-p), log(rPUABt-p), log(rDEPOt-p), log(rKRDTt-p), log(INVSt-p), log(PDBt-p), log(INFAtp), ε5t]
Log(PDBt) = rPDB [log(rSBIt-p), log(rPUABt-p), log(rDEPOt-p), log(rKRDTt-p), log(INVSt-p), log(PDBt-p), log(INFAtp), ε6t]
Log(INFAt) = INFA [log(rSBIt-p), log(rPUABt-p), log(rDEPOt-p), log(rKRDTt-p), log(INVSt-p), log(PDBt-p), log(INFAt-p),
ε7t]
Metode VAR dalam analisisnya mempunyai instrumen Impulse Response Function (IRF). Setiap metode
mempunyai fungsi yang spesifik dalam menjelaskan interaksi antar variabel dalam model. IRF merupakan aplikasi
vector moving average yang bertujuan untuk melihat seberapa lama goncangan dari satu variabel berpengaruh
terhadap variabel yang lain. Adapun persamaannya dapat dilihat sebagai berikut:
Yt+n = E (Y) +∑
(3.1)
∑
Zt+n = E (Z) +
(3.2)
Dimana: E(Y) dan E(Z) masing- masing nilai rata-rata dari Y dan Z
VD (variance decomposition)dalam VAR bertujuan untuk menganalisis seberapa besar kontribusi dari
sebuah variabel terhadap variabel yang lain. Persamaan VD dapat diturunkan dengan ilustrasi sebagai berikut:
Et Xt+1 = A0 + A1 X1
(3.3)
Adapun nilai A0 dan A1 digunakan mengestimasi nilai masa depan Xt+1
Et X1+n = e1+n + A12 et+n-2 + ………+ A1 n-1 e t+1
(3.4)
Artinya nilai VD selalu 100 persen, nilai VD lebih tinggi menjelaskan kontribusi varian satu variabel transmit
terhadap variabel transmit lainnya lebih tinggi.
3.4 Metode Pengujian Hasil Penaksiran
Sistem atau model VAR tidak tergantung pada teori, namun mensyaratkan adanya beberapa pengujian
antara lain: Uji Stasioneritas, Penentuan Lag Optimal, dan Uji Kointegrasi.
1. Uji Stasioneritas
.Untuk mengetahui apakah data dari time series dariRSBI, RPUAB, RDEPO, RKRDT,INVS, PDB dan
INFA adalah stasioner atau tidak, maka dapat suatu persamaan sebagai berikut (Gujarati, 2003)
∆Yt = ρYt-1 + εt-1≤Ρ≤1
(3.5)
Variabel εtadalah stokastikerror term seperti yang diterangkan oleh asumsi klasik yang berarti perbedaan
(varian) konstantannya adalah nol (error term ini juga dikenal dengan white noise error term) dan Y adalah time
seriesnya.Jika nilai p = 1, dalam kasus unit root, persamaan (1) adalah tidak stasioner. Persamaan (1) merupakan
uji stasionary pada tingkat atau level 1(0). Jika data tidak stasioner pada tingkat 1(0), maka data harus di uji pada
tingkat first different atau 1(1). Data first different adalah jika data Yt tidak stasioner, maka akan diregresi nilai lag
satu periode yaitu Yt-1. Jika pada tingkat first different nilai p = 1, maka data tersebut tidak stasioner pada tingkat
first different.Untuk mencari persamaan first different, persaman (1) akan dimanipulasi dengan menambahkan Yt-1
pada sisi kiri dan kanan, berikut persamaan tersebut:
Yt – Yt-1 = ρY t-1 – εt
Yt= (ρ – 1) Y t-1 – εt
Persamaan tersebut dapat ditulis:
∆ Yt = δ Y t-1 – εt
(3.6)
Persamaan (2) merupakan uji stasionary pada tingkat first different dimana δ= (ρ – 1), dan ∆ adalah
operator first different. Jika nilai δ = 0, maka ρ = 1, jadi data tersebut adalah tidak stasioner. Tapi jika nilai δ
adalah negative, maka data tersebut adalah stasioner.Dalam melakukan test-test akar unit, penelitian ini
mengunakan metode Augmented Dickey-Fuller (ADF). Dari hasil regresi variable-variabel dalam persamaan
model estimasi, akan diperoleh nilai ADF. Formulasi uji ADF sbb:
n
∆Yt = γYt-1 +
  Y
t-1+1
+ et
(3.7)
t 1
n
∆Yt = α0 + γYt-1 +
  Y
t-1+1
+ et
(3.8)
t 1
190
Jurnal Ilmiah Maksitek Vol. 2 No. 2 Mei 2017
ISSN-2548 – 429x
n
∆Yt = α0 + α1T + γYt-1 +
  Y
t-1+1
+ et
(3.9)
t 1
Dimana: Y : Variabel yang diamati
Yt : Yt - Yt-1
T : Trend waktu
n : lag
Hasil ini kemudian dibandingkan dengan nilai kritis (critical value) dari Mackinnon. Jika nilai ADF statistik
lebih besar dari nilai krisis Mackinnon pada derajat kepercayaan berapapun, maka dapat disimpulkan bawa data
tersebut tidak stasioner, atau hipotesa null tidak dapat ditolak. Maka selanjutnya yang harus dilakukan jika data
yang diperoleh tidak stasioner adalah dengan menciptakan variable baru dengan cara first different yaitu dengan
menggunakan persamaan (2), lalu digunakan kembali akar-akar unit. Demikian proses tersebut dilakukan sampai
diperoleh data yang stasioner.
2. Penentuan Lag Optimal
Indikator kecepatan diukur dari berapa time lag yang dibutuhkan oleh variabel-variabel dalam suatu jalur
untuk merespons shock instrumen kebijakan hingga tercapainya sasaran akhir (inflasi). Indikator kekuatan
variabel dalam merespons shock suatu variabel diukur dengan order of magnitude. Jika order of magnitude
suatu variabel semakin lebar (jauh dari titik keseimbangan), maka semakin kuat variabel tersebut merespons
shock instrumen moneter atau perubahan variabel lainnya. Secara umum terdapat beberapa parameter yang
dapat digunalan untuk menentukan panjang lag optimal, antara lain AIC (Akaike Information Criterion), SC
(Schwarz Criterion) dan LR (Likelihood Ratio). Penentuan pajang lag yang optimal didapat dari persamaan VAR
dengan nilai AIC, SC atau LR terkecil.Namun penelitian ini memfokuskan atas hasil kriteria Schwarz Criterion
(SC). Enders (2004), perhitungan AIC dan SC adalah sbb:
 SSR( k ) 
 + 2n
 T 
 SSR( k ) 
SC(k) = T ln 
 + nln(T)
 T 
AIC(k) = T ln 
(3.10)
(3.11)
Dimana: T
K
: Jumlah observasi yang digunakan
: Panjang lag
SSR : The residual sum of squares
n
: Jumlah parameter yang diestimasi
Sedangakan dengan menggunakan LR sebagai berikut:
LR = -2(Ir – Iu)
(3.12)
Dimana: I : log likehood, r : restrictive regression , u : unrestrictive regression.
Uji Kointegrasi
Uji koentegrasi merupakan kelanjutan pengujian di atas. Uji koentegrasi bertujuan untuk mengetahui
apakah seluruh variable mempunyai hubungan keseimbangan jangka panjang (berkointegrasi) atau tidak. Jika
berkointegrasi maka residu koentegrasi atau kesalahan ketidakseimbangannya adalah stasioner.Untuk melakukan
pengujian koentegrasi harus diyakini terlebih dahulu bahwa variable terkait dalam pendekatan ini mempunyai
derajat integrasi yang sama atau tidak. Secara umum sebagian besar pengujian mengenai isu terkait lebih
memusatkan perhatiannya pada variabel yang berintegrasi nol I (0) atau satu I (1).
nol (null hyphothesis), yang mensyaratkan bahwa jumlah dari arah kointegrasi adalah kurang dari atau sama
dengan p. Uji ini dapat dilakukan sebagai berikut:
3.
trace (r) = T
P

in (1-λi)
(3.13)
i  r 1
Dimana, λr+1 ,….., λn adalah nilai eigenvectors terkecil (p-r). Null hypothesis yang disepakati adalah
jumlah dari arah kointegrasi sama dengan banyaknya r. Denga kata lain, jumlah vector kointegrasi lebih kecil atau
191
Jurnal Ilmiah Maksitek Vol. 2 No. 2 Mei 2017
ISSN-2548 – 429x
sama dengan (≤) r, dimana r = 0,1,2 dan seterusnya.Uji statistic yang kedua adalah uji maksimum eukivalue (λmax)
yang dilakukan dengan formulasisebagai berikut:
λmax (r, r + 1) = - T In (1-λ r+1)
(3.14)
Uji ini menyangkut kepada uji null hypothesis r dari vector kointegrasi yang berlawanan (r + 1) vector
kointegrasi.
HASIL PENELITIAN
Gambaran Umum Transmisi Kebijakan Moneter Jalur Suku Bunga di Indonesia
Liberalisasi perbankan sejak tahun 1980-an mengakibatkan perkembangan perbankan di Indonesia
cukuplah pesat. Sistem keuangan Indonesia mengalami perubahan yang berarti sampai saat ini. Liberalisasi
disertai dengan kelonggaran arus modal asing dan pengawasan devisa. Perkembangan tersebut mendorong
perubahan arah kebijakan moneter, mempengaruhi hubungan antara tingkat suku bunga, pendapatan dan inflasi.
Mendorong Pemerintah untuk mengkaji ulang instrument-instrumen moneter yang tepat untuk kebijakan yang
akan dikeluarkan. Meskipun liberalisasi tersebut diikuti oleh paket-paket kebijakan lainnya, namun belum dapat
mengurangi kelemahan di berbagai sektor perekonomian yang ada. Berdasarkan data yang diperoleh,
perkembangan tingkat suku bunga SBI pada bank Indonesia periode tahun 2004:1-2010:4 dapat dilihat pada table
4.1.
Tabel 4.1
Perkembangan Suku Bunga SBI
rSBI
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
Q.1
7.73
7.30
12.92
8.57
7.96
9.26
6.58
Q.2
7.49
7.55
12.64
8.27
8.26
8.36
6.57
Q.3
7.43
8.02
12.48
8.12
8.77
7.79
6.59
Q.4
7.40
9.16
11.96
8.05
9.39
7.49
6.54
Sumber: laporan bulanan BI
Gambar 4.1
Grafik Perkembangan Suku Bunga SBI
1.12
1.08
1.04
1.00
0.96
0.92
0.88
0.84
0.80
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
R S B I
Sumber: data BI diolah dengan Eviews
Perubahan suku bunga yang tidak stabil, selanjutnya akan mempengaruhi keinginan investor untuk
mengadakan investasi, misalnya pada surat berharga, dimana harga dapat naik atau turun pada tingkat bunga
sehingga ada kemungkinan pemegang surat berharga akan menderita capital loss.Sedangkan untuk tahun 2009 2010 suku bunga SBI terus mengalami penurunan sehingga ahir tahun 2009 suku bunga SBI berada pada kisaran
7.79%. Selama tahun 2010 Bank Indonesia menempuh bauran kebijakan yang terdiri dari bauran kebijakan untuk
stabilitas internal maupun bauran kebijakan untuk stabilitas eksternal. Bauran instrumen untuk stabilitas internal
ditujukan untuk stabilisasi harga dan pengelolaan permintaan domestik, sedangkan bauran instrumen untuk
stabilitas eksternal ditujukan untuk pengelolaan aliran masuk modal asing dan stabilitas nilai tukar. Dari sisi
kebijakan suku bunga, selama tahun 2010 Bank Indonesia mempertahankan suku bunga SBI pada tingkat 6,5%.
Hasil Uji Model Penelitian
192
Jurnal Ilmiah Maksitek Vol. 2 No. 2 Mei 2017
ISSN-2548 – 429x
Uji Stasioner
Jika sebuah data time series merupakan data yang tidak stasioner maka studi atas perilaku untuk data
tersebut hanya dapat dilakukan untuk periode waktu tertentu (gujarati, 2004:152). Atau dengan kata lain setiap
bagian dari data tersebut merupakan bagian yang terpisah satu sama lainnya. Sebagai konsekuensi dari kondisis
tersebutadalah tidak mungkin melakukan estimasi secara generalisasi pada periode waktu yang berbeda-beda.
Sebuah data yang tidak stasioner, setiap random shock (guncangan acak) dalam data tersebut akan bertahan
lama mempengaruhi hasil regresi secara keseluruhan sehingga hasil regresi menjadi tidak akurat. Untuk
mengetahui apakah data dari time series darirSBI, rPUAB, rDEPO, rKRDT,INVS, PDB dan INFA adalah stasioner
atau tidak, digunakan uji signifikansi statistik ADF-test diuji dengan menggunakan nilai McKinnonone side p
values. Jika McKinnon one side p valueslebih kecil atau sama dengan 0,01, 0,05 dan 0.10 maka hipotesis nol
ditolak atau data time series adalah stasioner. Nilai ADF juga dikatakan stasioner bila nilai ADF-test lebih besar
dari nilai kritis McKinnon. Berikut datanya:
Tabel 4.8
Hasil Uji Stasioner
ADFADF-test
ADF-test
Critical
Critical
Critical
Variabel
testLevel
1 st difference
2nd difference
-test 1% -test 5% -test 10%
rSBI
-2.067
-3.716
-3.711
-2.981
-2.630
rPUAB
-2.252
-5.362
-3.753
-2.998
-2.639
rDEPO
-1.949
-4.283
-3.700
-2.976
-2.627
rKRDT
-1.857
-3.658
-3.711
-2.981
-2.630
INVS
0.571
-8.386
-3.724
-2.986
-2.633
PDB
1.257
-0.704
-3.482
-3.753
-2.998
-2.639
INFA
-3.027
-3.711
-2.981
-2.630
Sumber: Data BI diolah oleh Eviews
Uji stasioner pada variabel dalam penelitian ini, data yang stasioner pada tingkat 1(0) adalah variabel
INFA, sedangkan data harus di uji pada tingkat first different atau 1(1) terlihat data yang stasioner adalah rSBI,
rPUAB, rDEPO, rKRDT dan INVS, dimana nilai ADF-testnya lebih besar dari nilai kritis pada berbagai tingkat
kepercayaan (1%, 5% dan 10%).Sedangkan untuk data PDB dilakukan uji ADF-test pada tingkat 2nd difference,
baru kemudian data stasioner.
4.1.1
Uji Vector Auto Regression (VAR)
Setelah syarat terpenuhi maka pengujian model dengan menggunakan VAR dapat dilakukan. Pengujian
dilakukan dengan menggunkan Eviews, dan setelah diuji maka diperoleh hasil pengujian seperti tabel 4.11 yang
tertera dibawah ini. Dan dari tabel di bawah dapat kita peroleh R-squared sebesar 0,99%, dengan ini
menunjukkan bahwa diantara variabel mekanisme transmisi kebijakan moneter di Indonesia dengan periode
2004:1-2010:4 saling berkontribusi satu sama lainnya dimana jumlah seluruh kontribusi variabel satu terhadap
variabel lainnya adalah sebesar 1.
Tabel 4.11
Vector Autoregression Estimates
Vector Autoregression Estimates
Date: 05/03/11 Time: 23:39
Sample (adjusted): 2004Q3 2010Q4
Included observations: 26 after adjustments
Standard errors in ( ) & t-statistics in [ ]
LOG(RSBI
LOG(RDEP LOG(RKRDT
LOG(PDB LOG(INFA
)
LOG(RPUAB) O)
)
LOG(INVS) )
)
LOG(RSBI(-1)) 0.614635 -0.048957
0.034691
0.039787
(0.77651) (1.02487)
[ 0.79154] [-0.04777]
(0.96204)
[ 0.03606]
(0.31100)
[ 0.12793]
-0.067323 -0.261840 0.547158
(0.15633
(0.18626) )
(1.64640)
[-0.36146] [-1.67497] [ 0.33234]
LOG(RSBI(-2)) 0.046820 -0.105137
(0.68947) (0.90999)
-0.140920
(0.85420)
-0.036824
(0.27614)
-0.106850
(0.16538)
193
0.159067 1.058871
(0.13880 (1.46185)
Jurnal Ilmiah Maksitek Vol. 2 No. 2 Mei 2017
ISSN-2548 – 429x
[ 0.06791] [-0.11554]
[-0.16497]
[-0.13335]
)
[-0.64609] [ 1.14599] [ 0.72434]
LOG(RPUAB(1))
0.194974 0.782215
0.252829
0.002388
0.025335
(0.47184) (0.62276)
[ 0.41322] [ 1.25605]
(0.58458)
[ 0.43250]
(0.18898)
[ 0.01263]
LOG(RPUAB(2))
-0.235815 -0.170074
0.002952
0.093533
(0.40878) (0.53953)
[-0.57687] [-0.31523]
(0.50645)
[ 0.00583]
(0.16372)
[ 0.57130]
0.032901 -0.091554 -1.433323
(0.08230
(0.09805) )
(0.86672)
[ 0.33555] [-1.11251] [-1.65372]
LOG(RDEPO(1))
-0.211694 -0.295796
0.358710
-0.012628
0.071623
(0.49869) (0.65820)
[-0.42450] [-0.44940]
(0.61785)
[ 0.58058]
(0.19973)
[-0.06322]
LOG(RDEPO(2))
0.270123 0.208365
0.507694
0.104374
(0.45396) (0.59916)
[ 0.59503] [ 0.34776]
(0.56243)
[ 0.90268]
(0.18182)
[ 0.57406]
LOG(RKRDT(1))
0.220789 -0.135103
1.066605
0.669467
(1.59799) (2.10910)
[ 0.13817] [-0.06406]
(1.97980)
[ 0.53874]
(0.64002)
[ 1.04602]
-0.622569 -0.534350 -3.729250
(0.32171
(0.38330) )
(3.38817)
[-1.62424] [-1.66098] [-1.10067]
LOG(RKRDT(2))
-0.347891 -0.028231
-1.612723
-0.659340
0.344263
(1.34883) (1.78025)
(1.67111)
(0.54022)
[-0.25792] [-0.01586]
[-0.96506] [-1.22050]
: 26 after adjustments
Standard errors in ( ) & t VectorAutoregression Estimates
Date: 05/03/11 Time: 23:39
Sample (adjusted): 2004Q3 2010Q4
Included observations -statistics in [ ]
0.135095 0.254044
(0.09499
(0.11318) )
(1.00043)
[ 0.22385] [ 1.42218] [ 0.25393]
0.137597 0.781415
(0.10040
(0.11962) )
(1.05736)
[ 0.59876] [ 1.37054] [ 0.73902]
-0.054871 -0.011259 -0.008473
(0.09139
(0.10889) )
(0.96252)
[-0.50391] [-0.12320] [-0.00880]
0.042047 0.354450
(0.27155
(0.32353) )
(2.85988)
[ 1.06407] [ 0.15484] [ 0.12394]
LOG(INVS(-1)) -0.582868 -2.653059
-0.246829
-0.557656
(1.55274) (2.04938)
[-0.37538] [-1.29457]
(1.92374)
[-0.12831]
(0.62189)
[-0.89671]
LOG(INVS(-2)) 0.679947 1.083774
1.073076
-0.113327
(1.49868) (1.97802)
[ 0.45370] [ 0.54791]
(1.85675)
[ 0.57793]
(0.60024)
[-0.18880]
-0.303182 -0.151765 -2.261427
(0.30171
(0.35948) )
(3.17758)
[-0.84340] [-0.50301] [-0.71168]
0.499643 1.774751
-1.697824
0.047463
1.394960
(1.32187) (1.74466)
[ 0.37798] [ 1.01725]
(1.63771)
[-1.03671]
(0.52943)
[ 0.08965]
LOG(PDB(-1))
194
-0.526700 -0.697795 5.443820
(0.31260
(0.37245) )
(3.29222)
[-1.41417] [-2.23225] [ 1.65354]
0.480802 -5.023431
(0.26612
(0.31707) )
(2.80272)
[ 4.39956] [ 1.80672] [-1.79234]
Jurnal Ilmiah Maksitek Vol. 2 No. 2 Mei 2017
ISSN-2548 – 429x
LOG(PDB(-2)) -0.808014 0.531186
0.403235
0.327397
(2.42119) (3.19559)
[-0.33373] [ 0.16622]
(2.99968)
[ 0.13443]
(0.96971)
[ 0.33762]
LOG(INFA(-1)) 0.197026 0.181980
0.147558
0.016402
(0.14239) (0.18794)
[ 1.38368] [ 0.96831]
(0.17641)
[ 0.83643]
(0.05703)
[ 0.28760]
-0.035879 -0.016952 1.011759
(0.02867
(0.03415) )
(0.30191)
[-1.05047] [-0.59137] [ 3.35119]
LOG(INFA(-2)) -0.050115 0.035961
-0.142335
-0.011573
0.064928
(0.14436) (0.19053)
[-0.34716] [ 0.18874]
(0.17885)
[-0.79584]
(0.05782)
[-0.20017]
0.027500 -0.647185
(0.02906
(0.03463) )
(0.30608)
[ 1.87511] [ 0.94626] [-2.11445]
3.640499 -10.65097
8.859391
5.096226
-7.037597
(15.7951) (20.8470)
[ 0.23048] [-0.51091]
(19.5690)
[ 0.45273]
(6.32612)
[ 0.80559]
1.623367 62.30181
(3.17985
(3.78865) )
(33.4897)
[-1.85755] [ 0.51052] [ 1.86033]
0.990640
0.990455
0.108986
0.099538
6.398952
34.27781
-1.482909
-0.757084
0.971429
0.955976
0.189852
0.131375
2.981423
27.06249
-0.927884
-0.202059
0.985831
0.966889
0.167288
0.123321
4.000297
28.70738
-1.054414
-0.328589
0.973687
0.971926
0.017482
0.039866
5.434683
58.06814
-3.312934
-2.587109
0.987357 0.984483 0.991184
0.971265 0.964734 0.986328
0.006270 0.004417 0.489948
0.023875 0.020039 0.211047
61.35911 49.85009 8.936566
71.39771 75.95228 14.73778
-4.338285 -4.688637 0.020171
-3.612460 -3.962812 0.745996
2.130689 1.998321
2.180772
2.635994
11.63980
13.11503 1.980238
0.199658 0.190814
0.201891
0.074406
0.140847
0.106708 0.492444
C
R-squared
Adj. R-squared
Sum sq. resids
S.E. equation
F-statistic
Log likelihood
Akaike AIC
Schwarz SC
Mean
dependent
S.D.
dependent
Determinant resid
covariance (dof adj.)
Determinant resid
covariance
Log likelihood
Akaike information criterion
Schwarz criterion
0.835390
1.237823 -1.992655
(0.48743
(0.58075) )
(5.13356)
[ 1.43846] [ 2.53948] [-0.38816]
1.81E-20
4.40E-23
410.9773
-23.53671
-18.45594
Berdasarkan hasil estimasi uji VAR maka diperoleh model persamaan sebagai berikut setelah
disubstitusi dengan koefisien terhadap persamaan VAR:
Hasil Analisis Data
Setelah dilakukan uji syarat-syarat model analisis, maka lebih lanjut dalam penelitian empirisnya akan
dilakuan dua alat analisis yang digunakan untuk uji VAR tersebut, yaitu alat analisis Impluse Response Funtion
(IRF) dan Variance Decomposition (VD). Adapun hasil analisis data variabel rSBI, rPUAB, rDEPO, rKRDT, INVS,
PDB dan INFA dalam mekanisme transmisi kebijakan moneter jalur suku bungayang akan dijelaskan sebagai
berikut:
Hasil Analisis Impluse Response Funtion (IRF)
Uji IRFdilakukan untuk melihat efek gejolak (shock) suatu standart deviasi dari variabel inovasi terhadap
nilai sekarang (current time values) dan nilai yang akan datang (future values) dari variabel-variabel yang terdapat
didalam model yang diamati. Secara mendasar dalam analisis ini akan diketahui respon positif atau negatif dari
195
Jurnal Ilmiah Maksitek Vol. 2 No. 2 Mei 2017
ISSN-2548 – 429x
suatu variabel terhadap variabel lainnya. Respon tersebut dalam jangka pendek biasanya cukup signifikan dan
cenderung berubah. Dalam jangka panjang akan cenderung konsisten dan terus mengecil. IRF merupakan
aplikasi vector moving average yang bertujuan untuk melihat seberapa lama goncangan dari satu variabel
berpengaruh terhadap variabel yang lain.Analisis efektivitas mekanisme transmisi kebijakan moneter melalui jalur
suku bunga didasarkan hasil uji IRF yang akan dilihat dalam tiga periode yaitu jangka pendek, jangka menengah
dan jangka panjang. Jangka pendek adalah periode waktu dalam satu tahun (4 triwulan), sementara jangka
menengah periode wktu selama lima tahun (20 triwulan) dan jangka panjang adalah periode diatas lima tahun (40
triwulan). Maka berikut hasil uji IRF setiap variabel dalam mekanisme transmisi kebijakan moneter jalur suku
bunga.
Impluse Response Funtion (IRF)Suku Bunga SBI
Berdasarkan model dan hasil estimasi yang ada maka hasil Impluse Response Funtion Suku Bunga SBI
terhadap suku bunga PUAB, suku bunga deposito,Suku Bunga Kredit, Investasi, Produk Domestik Bruto dan
Inflasiditunjukkan pada tabel 4.14 dibawah ini.
Tabel 4.14
Impluse Response Funtion Suku Bunga SBI
Response of LOG(RSBI):
LOG
LOG
LOG
LOG
LOG
LOG
LOG
Period
(RSBI)
(RPUAB)
(RDEPO)
(RKRDT)
(INVS)
(PDB)
(INFA)
1
0.0995
0.0000
0.0000
0.0000
0.0000
0.0000
0.0000
2
0.0754
-0.0080
-0.0262
0.0009
-0.0323
0.0069
0.0183
3
0.0584
-0.0085
-0.0305
-0.0248
-0.0460
-0.0114
0.0270
4
0.0462
-0.0223
-0.0346
-0.0447
-0.0224
-0.0153
0.0237
20
0.0047
-0.0057
0.0053
0.0149
-0.0003
-0.0037
-0.0033
40
0.0025
-0.0063
-0.0020
0.0069
-0.0027
-0.0046
3.665
Sumber: data BI diolah dengan Eviews
Dari data tabel diatas dapat dilihat pola pergerakan arah kejutan acak yang timbul akibat adanya impulse
response dari variabel suku bunga SBIyang digambarkan dalam grafik 4.8 dibawah ini:
Gambar 4.8
Grafik Impluse Response Funtion Suku Bunga SBI
Sumber: data BI diolah dengan Eviews
Pada gambar grafik dalam jangka pendek akan terjadi kejutan acak oleh variabel-variabel jalur suku
bunga disebabkan respon suku bunga SBI, yang terus berfluktuasi sampai periode 40, dan setelah itu variabel
dalam jalur suku bunga berangsur-angsur menuju posisi keseimbangan setelah periode jangka panjang.
1) Impluse Response Funtion (IRF)Suku Bunga PUAB
Berdasarkan model dan hasil estimasi yang ada maka hasil Impluse Response Funtion Suku Bunga
PUABterhadap Suku Bunga SBI, suku bunga deposito,Suku Bunga Kredit, Investasi, Produk Domestik Bruto dan
Inflasiditunjukkan pada tabel 4.15 dibawah ini. Uji IRF ini akan menunjukkan setiap kejutan acak yang disebabkan
respon RPUAB.
Tabel 4.15
Impluse Response Funtion Suku Bunga PUAB
Response of LOG(RPUAB):
LOG
LOG
LOG
LOG
LOG
LOG
LOG
Perid
(RSBI)
(RPUAB)
(RDEPO)
(RKRDT)
(INVS)
(PDB)
(INFA)
196
Jurnal Ilmiah Maksitek Vol. 2 No. 2 Mei 2017
ISSN-2548 – 429x
1
0.1157
0.0623
0.0000
2
0.0678
0.0160
-0.0376
3
0.0422
0.0099
-0.0353
4
0.0337
-0.0147
-0.0402
20
0.0051
-0.0013
0.0086
40
0.0011
-0.0027
0.0005
Sumber: data BI diolah dengan Eviews
0.0000
0.0074
-0.0133
-0.0531
0.0130
0.0039
0.0000
-0.0484
-0.0650
-0.0160
0.0022
-0.0005
0.0000
0.0200
-0.0109
-0.0130
-0.0009
-0.0018
0.0000
0.0169
0.0346
0.0237
-0.0042
-0.0005
Dari data tabel diatas dapat dilihat pola pergerakan arah kejutan acak yang timbul akibat adanya impulse
response dari variabel suku bunga PUAB yang digambarkan dalam grafik 4.9 dibawah ini:
Gambar 4.9
Grafik Impluse Response Funtion Suku Bunga Puab
Sumber: data BI diolah dengan Eviews
Pada gambar grafik dalam jangka pendek akan terjadi kejutan acak oleh variabel-variabel jalur suku
bunga disebabkan respon suku bunga PUAB, yang terus berfluktuasi sampai periode 40, dan setelah itu variabel
dalam jalur suku bunga berangsur-angsur menuju posisi keseimbangan setelah periode jangka panjang.
2) Impluse Response Funtion (IRF) Suku Bunga Kredit
Berdasarkan model dan hasil estimasi yang ada maka hasil Impluse Response Funtion Suku Bunga
KreditterhadapSuku Bunga SBI, suku bunga PUAB, suku bunga deposito,Investasi, Produk Domestik Bruto dan
Inflasi ditunjukkan pada tabel 4.17 dibawah ini. Uji IRF ini akan menunjukkan setiap kejutan acak yang disebabkan
respon suku bunga kredit.
Tabel 4.17
Impluse Response Funtion Suku Bunga Kredit
Response of LOG(RKRDT):
Perio
LOG
LOG
LOG
LOG
LOG
LOG
LOG
d
(RSBI)
(RPUAB)
(RDEPO)
(RKRDT)
(INVS)
(PDB)
(INFA)
1
0.0270
-0.0052
0.0208
0.0200
0.0000
0.0000
0.0000
2
0.0265
-0.0094
0.0120
0.0191
-0.0108
0.0006
0.0015
3
0.0300
0.0002
0.0021
0.0055
-0.0137
-0.0041
0.0039
4
0.0303
0.0037
-0.0070
-0.0050
-0.0095
-0.0080
0.0036
20
-0.0012
-0.0045
0.0008
0.0037
0.0004
-0.0018
-0.0007
40
0.0007
-0.0030
-0.0014
0.0025
-0.0012
-0.0020
0.0002
Sumber: data BI diolah dengan Eviews
3) Impluse Response Funtion (IRF) Investasi
Berdasarkan model dan hasil estimasi yang ada maka hasil Impluse Response Funtion Investasi
terhadap Suku Bunga SBI, suku bunga PUAB, suku bunga deposito,Suku Bunga Kredit,Produk Domestik Bruto
dan Inflasi ditunjukkan pada tabel 4.18 dibawah ini.
Tabel 4.18
Impluse Response Funtion Investasi
Response of LOG(INVS):
LOG
LOG
LOG
LOG
LOG
LOG
LOG
Period
(RSBI)
(RPUAB)
(RDEPO)
(RKRDT)
(INVS)
(PDB)
(INFA)
1
-0.0096
0.0088
-0.0005
-0.0120
0.0160
0.0000
0.0000
2
-0.0211
0.0054
-0.0052
-0.0177
0.0131
0.0141
-0.0033
197
Jurnal Ilmiah Maksitek Vol. 2 No. 2 Mei 2017
ISSN-2548 – 429x
3
-0.0208
0.0076
0.0006
-0.0031
-0.0071
0.0085
0.0015
4
-0.0066
0.0023
0.0079
-0.0022
0.0011
0.0027
0.0011
20
-0.0020
0.0073
0.0035
-0.0064
0.0034
0.0052
-0.0006
40
-0.0030
0.0068
0.0042
-0.0063
0.0039
0.0053
-0.0009
Sumber: data BI diolah dengan Eviews
Dari data tabel diatas dapat dilihat pola pergerakan arah kejutan acak yang timbul akibat adanya impulse
response dari variabel investasi yang digambarkan dalam grafik 4.12 dibawah ini. Pada gambar grafik dalam
jangka pendek akan terjadi kejutan acak oleh variabel-variabel jalur suku bunga disebabkan respon suku bunga
investasi, yang terus berfluktuasi sampai periode 40, dan setelah itu variabel dalam jalur suku bunga berangsurangsur menuju posisi keseimbangan setelah periode jangka panjang.
Gambar 4.12
Grafik Impluse Response Funtion Investasi
Sumber: data BI diolah dengan Eviews
Hasil Analisis Variance Decomposition (VD)
Variance Decomposition mendekomposisi variasi satu variabel endogen ke dalam komponen kejutan
variabel-variabel endogen yang lain dalam system VAR. Dekomposisi varian ini menjelaskan proporsi pergerakan
suatu series akibat kejutan variabel itu sendiri dibandingkan dengan variabel lainjika kejutan tidak mampu
menjelaskan forecast error varians yang dimaksut maka dapat dikatakan bahwa variabel tersebut adalah eksogen
(Enders, 2004:280). .Variance Decomposition (penguraian variance) memisahkan keragaman pada variabel
endogenous menjadi komponen-komponen shock yang ada dalam system VAR. Adapun hasil analisis uji
Variance Decomposition adalah sebagai berikut:
1. Variance Decomposition Suku Bunga SBI
Hasil Variance Decomposition Suku Bunga SBI dapat ditunjukkan oleh tabel 4.21 di bawah. Berdasarkan
hasil estimasi dibawah akan diterangkan uji VD suku bunga SBI dalam tiga periode, yaitu jangka pendek, jangka
menengah dan jangka panjang.Berdasarkan jangka pendek pada tabel the variance decomposition4.21 di
bawahpada triwulan 1, perkiraan error variance seluruhnya (100%) dijelaskan oleh variabel suku bunga SBI itu
sendiri. Ini berarti pada triwulan pertama suku bunga SBI merupakan variabel eksogen. Namun pada triwulan ke4, seluruh variabel sudah mempunyai kontribusi terhadap perkiraan error variance,dimana suku bunga SBI
berkontribusiterhadap suku bunga SBI itu sendiri sebanyak 64,25%, suku bunga PUAB 1,93%, suku bunga
deposito 8,55%, suku bunga kredit 7,93%, investasi 11,14%, PDB 1,25% dan inflasi 4,95%.
Dari hasil estimasi pada ahir periode suku bunga SBI akan dipengaruhi seluruh variabel dalam jalur suku
bunga, namun untuk jangka panjang yang paling efektif berkontribusi terhadap suku bunga SBI adalah suku
bunga itu sendiri dengan jumlah sebesar 42,58%. Dan dapat kita lihat juga kontribusi setiap variabel dalam
penelitian ini mengalami penurunan dan juga peningkatan disetiap periode. Terjadi penurunan kontribusi variabel
suku bunga SBI, Investasi dan inflasi dari jangka pendek ke jangka menengah. Sedangkan variabel suku bunga
PUAB, suku bunga deposito, suku bunga kredit dan PDB mengalami peningkatan. Sedangkan untuk periode
jangka menengahke jangka panjang variabel yang mengalami penurunan kontribusi adalah suku bunga SBI dan
inflasi, sedangkan variabel lainnya terus mengalami peningkatan.
2. Variance Decomposition Suku Bunga PUAB
Hasil Variance Decomposition Suku Bunga PUAB dapat ditunjukkan oleh tabel 4.22dibawah ini dengan
diolah Eviews sebagai berikut. Berdasarkan hasil estimasi dibawah akan diterangkan uji VD suku bunga PUAB
dalam tiga periode, yaitu jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang.Berdasarkan jangka pendek pada
tabel the variance decomposition4.22 di bawahpada triwulan 1, perkiraan error variance dijelaskan oleh variabel
suku bunga SBI sebesar 77,50% dan suku bunga PUAB itu sendiri sebesar 22,49%.
198
Jurnal Ilmiah Maksitek Vol. 2 No. 2 Mei 2017
ISSN-2548 – 429x
Dari hasil estimasi pada ahir periode suku bunga PUAB akan dijelaskan oleh seluruh variabel dalam jalur suku
bunga, namun untuk jangka panjang yang paling efektif berkontribusi terhadap suku bunga PUAB adalah suku
bunga SBI dengan jumlah sebesar 38,40%. Dan dapat kita lihat juga kontribusi setiap variabel dalam penelitian ini
mengalami penurunan dan juga peningkatan disetiap periode. Terjadi penurunan kontribusi variabel suku bunga
SBI, Investasi, PDB dan inflasi dari jangka pendek ke jangka menengah. Sedangkan variabel suku bunga PUAB,
suku bunga depositodan suku bunga kredit mengalami peningkatan. Sedangkan untuk periode jangka menengah
ke jangka panjang variabel yang mengalami penurunan kontribusi adalah suku bunga SBI, investasi dan inflasi,
sedangkan variabel lainnya terus mengalami peningkatan.
3. Variance Decomposition Suku Bunga Deposito
Hasil Variance Decomposition Suku Bunga deposito ditunjukkan oleh tabel 4.23 dibawah ini dengan
diolah Eviews sebagai berikut. Berdasarkan hasil estimasi dibawah akan diterangkan uji VD suku bunga deposito
dalam tiga periode, yaitu jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang.Berdasarkan jangka pendek pada
tabel the variance decomposition4.23 di bawahpada triwulan 1, perkiraan error variance dijelaskan oleh variabel
suku bunga SBI sebesar 67,31%, kemudiansuku bunga PUAB 0,04% dan suku bunga deposito itu sendiri sebesar
32,65%.
Dari hasil estimasi pada ahir periode suku bunga deposito akan dipengaruhi seluruh variabel dalam jalur
suku bunga, namun untuk jangka panjang yang paling efektif berkontribusi terhadap suku bunga deposito adalah
suku bunga SBI dengan jumlah sebesar 62,47%. Dan dapat kita lihat juga kontribusi setiap variabel dalam
penelitian ini mengalami penurunan dan juga peningkatan disetiap periode. Terjadi penurunan kontribusi variabel
suku bunga SBI dan inflasi dari jangka pendek ke jangka menengah. Sedangkan variabel suku bunga PUAB, suku
bunga depositosuku bunga kredit, investasi dan PDB mengalami peningkatan. Sedangkan untuk periode jangka
menengah ke jangka panjang variabel yang mengalami penurunan kontribusi adalah suku bunga SBI, sedangkan
variabel lainnya terus mengalami peningkatan.
4.
Variance Decomposition Suku Bunga Kredit
Hasil Variance Decomposition Suku Bunga kredit dapat ditunjukkan oleh tabel 4.24 di atas.Berdasarkan
hasil estimasi diatas akan diterangkan uji VD suku bunga kredit dalam tiga periode, yaitu jangka pendek, jangka
menengah dan jangka panjang.
Dari hasil estimasi pada ahir periode suku bunga kredit akan dijelaskan seluruh variabel dalam jalur suku
bunga, namun untuk jangka panjang yang paling efektif berkontribusi terhadap suku bunga kredit adalah suku
bunga SBI dengan jumlah sebesar 48,41%. Dan dapat kita lihat juga kontribusi setiap variabel dalam penelitian ini
mengalami penurunan dan juga peningkatan disetiap periode. Terjadi penurunan kontribusi variabel suku bunga
SBI dan investasi dari jangka pendek ke jangka menengah. Sedangkan variabel suku bunga PUAB, suku bunga
depositosuku bunga kredit, PDB dan inflasi mengalami peningkatan. Sedangkan untuk periode jangka menengah
ke jangka panjang variabel yang mengalami penurunan kontribusi adalah suku bunga SBI, suku bunga deposito
dan inflasi, sedangkan variabel lainnya terus mengalami peningkatan.
5. Variance Decomposition Investasi
Dari hasil estimasi pada ahir periode investasi akan dijelaskan seluruh variabel dalam jalur suku bunga,
namun untuk jangka panjang yang paling efektif berkontribusi terhadap investasi adalah suku bunga kredit
sebesar 22,79%. Dan dapat kita lihat juga kontribusi setiap variabel dalam penelitian ini mengalami penurunan
dan juga peningkatan disetiap periode. Terjadi penurunan kontribusi variabel suku bunga SBI dan investasi dari
jangka pendek ke jangka menengah. Sedangkan variabel suku bunga PUAB, suku bunga depositosuku bunga
kredit, PDB dan inflasi mengalami peningkatan. Sedangkan untuk periode jangka menengah ke jangka panjang
variabel yang mengalami penurunan kontribusi adalah suku bunga SBI, investasi dan inflasi, sedangkan variabel
lainnya terus mengalami peningkatan.
6. Variance Decomposition Produk Domestik Bruto
Hasil Variance Decomposition Produk Domestik Bruto dapat ditunjukkan oleh tabel 4.26 di bawah.
Berdasarkan hasil estimasi akan diterangkan uji VD Produk Domestik Bruto dalam tiga periode, yaitu jangka
pendek, jangka menengah dan jangka panjang.
Dari hasil estimasi pada ahir periode Produk Domestik Bruto akan dijelaskan oleh seluruh variabel dalam
jalur suku bunga, namun untuk jangka panjang yang paling efektif berkontribusi terhadapProduk Domestik Bruto
adalah suku bunga kredit dengan jumlah sebesar 24,61%. Dan dapat kita lihat juga kontribusi setiap variabel
dalam penelitian ini mengalami penurunan dan juga peningkatan disetiap periode. Terjadi penurunan kontribusi
199
Jurnal Ilmiah Maksitek Vol. 2 No. 2 Mei 2017
ISSN-2548 – 429x
variabel suku bunga SBI, investasi dan PDB dari jangka pendek ke jangka menengah. Sedangkan variabel suku
bunga PUAB, suku bunga depositosuku bunga kredit dan inflasi mengalami peningkatan. Sedangkan untuk
periode jangka menengah ke jangka panjang variabel yang mengalami penurunan kontribusi adalah suku bunga
SBI, investasi, PDB dan inflasi, sedangkan variabel lainnya terus mengalami peningkatan.
7. Variance Decomposition Inflasi
Hasil Variance Decomposition inflasi dapat ditunjukkan oleh tabel 4.27 di bawah.Berdasarkan hasil
estimasi dibawah akan diterangkan uji VD inflasi dalam tiga periode, yaitu jangka pendek, jangka menengah dan
jangka panjang.Berdasarkan jangka pendek pada tabel the variance decomposition4.27 di bawahpada triwulan 1,
perkiraan error variance dijelaskan oleh variabel suku bunga SBI sebesar 1,88%, kemudiansuku bunga PUAB
13,56%, suku bunga deposito 14,84%, suku bunga kredit 2,06%, investasi 48,04%, PDB 0,17% dan inflasi itu
sendiri sebesar 19,45%.
Namun pada triwulan ke-4, seluruh variabel sudah mempunyai pengaruh terhadap perkiraan error
variance, dimanainflasi dijelaskan oleh kontribusisuku bunga SBI 7,05%,suku bunga PUAB 7,65%, suku bunga
deposito 19,73%, suku bunga kredit 29,59%, investasi 21,79%, Produk Domestik Bruto 2,45%, daninflasi 11,73%.
Sementara untuk jangka menengah inflasi dijelaskan oleh kontribusisuku bunga SBI16,48%, suku bunga PUAB
12,52%,suku bunga deposito 21,45%, suku bunga kredit 24,54%, investasi 16,03%, Produk Domestik Bruto
1,77% daninflasi 7,19%. Untuk jangka panjang inflasi dijelaskan olehkontribusi suku bunga SBI16,50%, suku
bunga PUAB 12,93%, suku bunga deposito 21,56%, suku bunga kredit 24,19%, investasi 15,78%, Produk
Domestik Bruto 2,16% daninflasi 6,96%. Dari hasil estimasi pada ahir periode inflasiakan dijelaskan oleh seluruh
variabel dalam jalur suku bunga, namun untuk jangka panjang yang paling efektif berkontribusi terhadap
inflasiadalah suku bunga kredit dengan jumlah sebesar 24,19%. Dan dapat kita lihat juga kontribusi setiap variabel
dalam penelitian ini mengalami penurunan dan juga peningkatan disetiap periode. Terjadi penurunan kontribusi
variabel suku bunga kredit, investasi, PDB dan inflasi dari jangka pendek ke jangka menengah. Sedangkan
variabelsuku bunga SBI, suku bunga PUAB dan suku bunga deposito mengalami peningkatan. Sedangkan untuk
periode jangka menengah ke jangka panjang variabel yang mengalami penurunan kontribusi adalah suku bunga
kredit, investasi dan inflasi, sedangkan variabel lainnya terus mengalami peningkatan.
KESIMULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil ahir dari penelitian mengambil kesimpulan berdasarkan pengujian empiris dengan
pendekatan teori yang ada. Penelitian dengan jumlah tujuh variabel dengan data 28 triwulan dan
menggunakandata runtun waktu. Kesimpulan yang diambil adalah:
1. Varibel-variabel jalur suku bunga saling berhubungan secara silmultan dimana satu variabel
mempengaruhi variabel lainnya dan mampu mempengaruhi variabel itu sendiri.
2. Melalui uji IRF adalah bahwa variabel mekanisme transmisi kebijakan moneter melaului jalur suku bunga
akan saling memberikan kejutan acak secara negatif ataupun positif sehingga akan mencapai
keseimbangan jangka panjang.
3. Perubahan shock rSBI akan cepat direspon oleh suku bunga jangka pendek misalnya rPUAB yang akan
ditransmisikan kepada suku bunga lainnya yaitu rDEPO dan rKRDT, walaupun rKRDT agak begitu kaku
mengikuti perubahan rDEPO atas kehati-hatian bank dalam menetapkan suku bunga.
4. Dari hasil estimasi pada ahir periode suku bunga SBI akan dipengaruhi seluruh variabel dalam jalur suku
bunga, namun untuk jangka panjang yang paling efektif mempengaruhi suku bunga SBI adalah suku
bunga itu sendiri
5. Dari hasil estimasi pada ahir periode suku bunga PUAB akan dipengaruhi seluruh variabel dalam jalur
suku bunga, namun untuk jangka panjang yang paling efektif mempengaruhi suku bunga PUAB adalah
suku bunga SBI
6. Dari hasil estimasi pada ahir periode suku bunga deposito akan dipengaruhi seluruh variabel dalam jalur
suku bunga, namun untuk jangka panjang yang paling efektif mempengaruhi suku bunga deposito
adalah suku bunga SBI
200
Jurnal Ilmiah Maksitek Vol. 2 No. 2 Mei 2017
ISSN-2548 – 429x
7.
Dari hasil estimasi pada ahir periode suku bunga kredit akan dipengaruhi seluruh variabel dalam jalur
suku bunga, namun untuk jangka panjang yang paling efektif mempengaruhi suku bunga kredit adalah
suku bunga SBI
8. Dari hasil estimasi pada ahir periode investasi akan dipengaruhi seluruh variabel dalam jalur suku bunga,
namun untuk jangka panjang yang paling efektif mempengaruhi investasi adalah suku bunga kredit
9. Dari hasil estimasi pada ahir periode Produk Domestik Bruto akan dipengaruhi seluruh variabel dalam
jalur suku bunga, namun untuk jangka panjang yang paling efektif mempengaruhi Produk Domestik
Bruto adalah suku bunga kredit
10. Jalur suku bunga sangat efektif menentukan tujuan ahir kebijakan moneter terbukti dengan besarnya
masing-masing kontribusi jalur suku bunga dalam menetukan inflasi pada ahir periode (jangka panjang)
11. Produk domesti Bruto tidak terlaku berkontribusi kuat terhadap tujuan ahir dari kebijakan moneter yaitu
inflasi, terbukti dengan melihat kecilnya kontribusi PDB terhadap tujuan ahir dari kebijkan moneter yaitu
inflasi.
5.1 Saran
1. Kepada pemerintah dan BI disarankan untuk senantiasa mengawasi dan menjaga efisiensi lembaga
keuangan (perbankan) agar respon dan reaksi optimal lembaga tersebut terhadap shock rSBI semakin
memperkuat terwujutnya sasaran ahir kebijakan moneter di Indonesia.
2. Disarankan kepada BI untuk menerapkan jalur suku bunga sebagai mekanisme transmisi moneter. Jalur
suku bunga efektif mempengaruhi sektor rill sehingga mempengaruhi tujuan ahir (final target) dari
kebijakan moneter yaitu inflasi.
3. Disarankan kepada pemerintah untuk menerapkan mekanisme transmisi kebijakan moneter jalur suku
bunga karena jalur ini akan memberikan kejutan acak hingga terjadi keseimbangan jangka panjang.
4. Disarankan pada otoritas moneter atau bank sentral lebih berhati-hati dalam memilih jalur apa yang lebih
efektif digunakan dalam transmisi kebijakan moneter karena akan mempengaruhi aktivitas perekonomian
DAFTAR PUSTAKA
A, Mahendra. 2008. Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap PertumbuhanEkonomi Indonesia.
USU e-Repository.
Adiningsih, Sri.2011.Perkembangan Suku Bunga Dalam Negeri :Jakarta.
Adnin, Zenathan. 2008. Market View. Danaseksa Investement Management. www.danareksaonline.com.
Dornbusch, Rudiger E. 1991. Makroekonomi. Edisi Empat. Ahli Bahasa Julius A, Mulyadi. Penerbit Erlangga:
Jakarta.
Enders, Walter. 1995. Applied Econometrics Time Series, Iowa ; john Wiley and Sons, Inc.
Gujarati, Damodar. 2004. Basic Econometrics, McGraw-Hill, Inc, Singapore.
Hardianto, Erwin. 2004. Mekanisme Transmisi Syariah di Indonesia. Author is Airlangga University.
Ikarahutami, Angelina. 2011. Mekanisme Transmisi. Unika Soegijapranata. :Semarang.
Laporan Bank Indonesia (laporan bulanan).BI
Mankiw, N.Gregory. 2003. Teori Makroekonomi. PENERBIT AIRLANGGA :Jakarta.
Manurung, Jonni & Manurung, Adler H. 2009. Ekonomi Keuangan & Kebijakan Moneter. Salemba Empat :
Jakarta.
Masuki. 2005. Analisis Sektor Perbankan, Moneter dan Keuangan Indonesia. Mitra Wacana Media : Jakarta.
Mishkin, F.S.2004. The Economics of Money , Banking and Financial Markets. Seventh Edition. International
Edition, New York: Pearson Addison Wesley Longman.
Natsir, M. 2008. Peranan Jalur Suku Bunga Dalam Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter di Indonesia.
Pascasarjana Unhalu : Kendari.
Nopirin. 1992. Ekonomi Moneter. BPFE: Jakarta.
Pambudi, Sudiro. 2008. Kebijakan Moneter Indonesia. Pusat Pendidikan dan Studi Kebaksentralan Bank
Indonesia : Banda Aceh.
Puspopranoto, Sawaldjo. 2004. Keuangan, Perbankan dan Pasar Keuangan : Konsep, Teori dan Realita: Jakarta.
LP3ES.
201
Jurnal Ilmiah Maksitek Vol. 2 No. 2 Mei 2017
ISSN-2548 – 429x
Rahardja, Manurung. Pengantar Ilmu Ekonomi (Microekonomi dan Macroekonomi) edisi revisi: Jakarta.FEUI.
Restiyanto, Dumadi Tri. 2008. Analisis Stabilitas dan Efektivitas Transmisi Lewat Jalur Jumlah Uang Beredar dan
Kredit. UNDIP: Semarang.
Santoso, Wijoyo & Iskandar. Mekanisme Pengaruh Suku Bunga Dalam Menjaga Keseimbangan Overall BOP.
www.google.com
Sriyanto. 2005. Ekonomi Moneter. Universitas Guna Drama : Jakarta.
Taylor, John.B. 1999. The Monetary Transmission Mechanisme and The Evaluation of Monetary Policy Rules.
Third Annual International Conference of the Central Bank of Chile on “Monetary Police: Rules and Transmission
Mechanism” September, 20-2.
Warjiyo. 2004. Mekanisme Transmisi kebijakan Moneter Melalui Saluran Uang. FE-Ui.
Widarjono, agus. 2007. Ekonometrika: Teori dan Aplikasi Untuk Ekonomi dan Bisnis. Edisi Kedua.Yogyakarta:
Penerbit Ekonesia FE-UI.
202
Download