Jurnal Ilmiah Maksitek Vol. 2 No. 2 Mei 2017 ISSN-2548 – 429x STUDI EFEKTIVITAS MEKANISME TRANSMISI KEBIJAKAN MONETER DI INDONESIA MANGASA PANJAITAN DOSEN UNIVERSITAS METHODIST INDONESIA PENDAHULUAN Dalam sejarah perekonomian negara-negara di dunia, masalah stabilisasi ekonomi menjadi hal penting dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Stabilisasi ekonomi menjadi bahan perdebatan di kalangan ekonom di banyak negara di dunia, karena masalah ini setiap tahun muncul di belahan dunia. Perkembangan perekonomian suatu negara dapat dikatakan sedang meningkat atau menurun berdasarkan beberapa indikator dasar makroekonominya, diantaranya suku bunga, jumlah uang yang beredar, inflasi, nilai tukar, dan pengangguran. Menurut Taylor mekanisme transmisi kebijakan moneter merupakan (channels) yang dilalui oleh suatu kebijakan moneter hingga dapat mempengaruhi tujuan akhir kebijakan moneter (Hardianto, 2004:1). Mekanisme transmisi kebijakan moneter yang standar dimulai dari tindakan bank sentral melalui perubahan (shock) instrumen kebijakan moneter. Tindakan ini kemudian mempengaruhi sasaran operasional (operational target) dan sasaran antara (intermediate target) yang pada akhirnya mempengaruhi tujuan akhir kebijakan moneter (final target). Gambar 1.2 Grafik Perkembangan Suku Bunga dan Inflasi 14 18 16 12 14 10 12 rSBI rPUAB 8 10 6 8 rDeposito rKredit 6 Inflasi 4 4 2 2 0 0 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Sumber data BI yang diolah Sesuai gambaran data diatas menjelaskan bahwa ketika BI melakukan kontraksi moneter melalui peningkatan rSBI, maka diresponspositif oleh suku bunga jangka pendek misalnya suku bunga pasar uang antar bank (PUAB) sebagai sasaran operasional dan sukubunga lainnya. Artinya, jika terjadi kenaikan rSBI, maka perbankan harusmenaikkan suku bunga PUAB dan suku bunga deposito, karena jika tidak demikiam, maka perbankan akan kehilangannasabah (deposan) yang akan beralih menempatkan dananya ke SBI yang menawarkan sukubunga yang lebih tinggi dan memiliki jaminan risiko (Nasir, 2008:18). TINJAUAN PUSTAKA Kebijakan Moneter Kebijakan moneter merupakan salah satu variabel dari kebijakan ekonomi makro yang kita kenal. Kebijakan ekonomi makro lainnya adalah kebijakan fiskal dan kebijakan neraca pembayaran. Kebijakan moneter ini memiliki kelebihan dibandingkan dengan variabel kebijakan ekonomi makro lainnya , karena kebijakan ini dapat dikontrol oleh pemerintah sehingga cocok dipakai sebagai alat kendali dalam mencapai tujuan pembangunan ekonomi. Kebijakanmoneter adalah semua upaya atau tindakan Bank Sentral dalam mempengaruhiperkembangan variabel moneter (uang beredar, suku bunga, kredit dan nilai tukar) untukmencapai tujuan ekonomi tertentu (Mishkin, 2004: 457)Kebijakan moneter merupakan salah satu bagian integral dari kebijakan ekonomi makro. Kebijakan moneter ditujukan untuk mendukung tercapainya sasaran ekonomi makro, yaitu pertumbuhan ekonomi yang tinggi,stabilitas harga, pemerataan pembangunan, dan keseimbangan neraca pembayaran (Iswardono,1997 dalam laporan BI).Kebijakan moneter (monitary policy) adalah suatu pengaturan di bidang moneter yang bertujuan 187 Jurnal Ilmiah Maksitek Vol. 2 No. 2 Mei 2017 ISSN-2548 – 429x untuk menjaga dan memelihara kestabilan nilai uang dan mendorong kelancaran produksi dan pembangunan dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat (Aulia Pohan, 2008: 24). a. Teori moneter modern. Dalam perkembangan selanjutnya, teori moneter modern memasukkan aspek kredibilitas yang bersumber dari masalah time inconsistency. Artinya bahwa inkonsistensi dalam kebijakan moneter dapat terjadi apabila otoritas moneter terpaksa harus mengorbankan sasaran jangka panjang (inflasi) demi mencapai sasaran lain dalam jangka pendek. Agar hal ini tidak terjadi, maka pengendalian inflasi harus menjadi sasaran tunggal, atau setidaknya menjadi sasaran utama. Menetapkan inflasi sebagai sasaran utama berarti menghindarkan diri dari inkonsistensi kebijakan. Gambar 2.1 Skema Kerangka Operasi kebijakan Moneter KERANGKA KERJA KEBIJAKAN MONETER KERANGKA OPERASIONAL INSTRUMEN - OPT Fas.diskonto KERANGKA STRATEGIS SASARAN OPERASIONAL - SASARAN ANTARA OPERASIONAL - sk.bunga jk.pd uang primer sk.bunga jk.pj SASARAN AHIR OPERASIONAL - Inflasi Prtumb.Eko. M1,M2,kredit Giro wajib min Jangkar nominal Imbauan dll - Penargetan nilai tukar besaran moneter inflasi output nominal no explicit nominal anchor Pambudi:2008 Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter Konsep standar mekanisme transmisi kebijakan moneter dimulai dari ketika bank sentral mengubah instrumen-instrumennya yang selanjutnya mempengaruhi sasaran operasional, sasaran antara dan sasaran akhir. Misalnya, jika BI menaikkan suku bunga SBI, maka kenaikan tersebut akan mendorong naiknya suku bunga PUAB, suku bunga deposito, kredit perbankan, harga aset, kurs dan ekspektasi inflasi di masyarakat. Secara empiris, besarnya permintaan agregat tidak selalu sama dengan penawaran agregat. Jika terjadi selisih antara permintaan dan penawaran atau terjadi outpt gap maka akan memberi tekanan terhadap kenaikan harga-harga (inflasi) dari sisi domestik. Proses ini yang disebut sebagai indirect exchange rate pass-through. Sementara itu, tekanan inflasi dari sisi luar negeri terjadi melalui pengaruh langsung perubahan Kurs terhadap perkembangan harga barang-barang yang diimpor (imported inflation) proses ini yang disebut direct exchange rate passthrough.Berikut siklus instrument kebikakan moneter melalui jalur uang dengan tujuan ahir inflasi. 1) Jalur Suku Bunga a. Paradigma Uang Aktif (active money) Melalui paradigma uang aktif (active money), mekanisme transmisi kebijakan moneter jalur suku bunga merupakan kunci dalam model IS, model LM, model AD dan model AS. Peningkatan stok uang akan menurunkan tingkat bunga riil dan biaya modal serta meningkatkan investasi bisnis. Peningkatan investasi pada akhirnya akan meningkatkan output agregat. Penurunan tingkat bunga riil juga akan meningkatkan pengeluaran untuk pembelian rumah dan barang tahan lama. Oleh sebab itu penurunan tingkat bunga akibat ekspansi moneter akan meningkatkan belanja atau konsumsi dan permintaan agregat.Pada tingkat bunga nominal yang sangat rendah, ekspansi moneter akan meningkatkan ekspektasi tingkat harga dan inflasi, akibatnya tingkat bunga riil turun. b. Paradigma Uang Pasif (passive money) Cukup besarnya pengaruh jalur suku bunga dalam transmisi kebijakan moneter ke PDB ini memperkuat beberapa argumen tentang keberadaan jalur suku bunga, meski belum optimal. Riset BI menunjukkan bahwa 188 Jurnal Ilmiah Maksitek Vol. 2 No. 2 Mei 2017 ISSN-2548 – 429x perubahan suku bunga akan berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi (Adnin, 2008:10). Namun demikian, pengaruh jalur suku bunga terhadap PDB ini tidak merata di seluruh sektor perekonomian. Suku bunga terindikasi hanya signifikan berpengaruh kepada sekitar 60% dari total PDB. Sektor pertanian, pertambangan dan listrik kurang kuat merespon perubahan suku bunga, akibat kuatnya peran penggunaan dana non-kredit perbankan.Pada jalur suku bunga, perubahan BI Rate mempengaruhi suku bunga deposito dan suku bunga kredit perbankan. Apabila perekonomian sedang mengalami kelesuan, Bank Indonesia dapat menggunakan kebijakan moneter yang ekspansif melalui penurunan suku bunga untuk mendorong aktifitas ekonomi. Mekanisme transmisi kebijakan moneter melalui Jalur Suku Bunga menekankan peranan perubahan struktur suku bunga di sektor keuangan. Pengaruh perubahan suku bunga jangka pendek ditransmisikan kepada sukubunga menengah/panjang yang selanjutnya mempengaruhi permintaan dan pada akhirnya berpengaruh terhadap inflasi (Hardianto, 2004:5). 2) Jalur Nilai Tukar Perubahan suku bunga SBI juga dapat mempengaruhi nilai tukar. Mekanisme ini sering disebut jalur nilai tukar. Kenaikan suku bunga SBI, sebagai contoh, akan mendorong kenaikan selisih antara suku bunga di Indonesia dengan suku bunga luar negeri. Dengan melebarnya selisih suku bunga tersebut mendorong investor asing untuk menanamkan modal ke dalam instrument-instrumen keuangan di Indonesia seperti SBI karena mereka akan mendapatkan tingkat pengembalian yang lebih tinggi. Aliran modal masuk asing ini pada gilirannya akan mendorong apresiasi nilai tukar Rupiah. Apresiasi Rupiah mengakibatkan harga barang impor lebih murah dan barang ekspor kita di luar negeri menjadi lebih mahal atau kurang kompetitif sehingga akan mendorong impor dan mengurangi ekspor. Turunnya net ekspor ini akan berdampak pada menurunnya pertumbuhan ekonomi dan kegiatan perekonomian. Gambar 2.4 Skema Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter Jalur Nilai Tukar Sriyanto, 2005 METODE PENELITIAN Model Analisis Secara statistik upaya yang dilakukan untuk melihat mekanisme transmisi kebijakan moneter melalui jalur suku bunga dilakukan melalui metode VAR (Vector Auto Regression). Metode ini dikembangkan oleh Sims (Enders, 2004) yang mengasumsikan bahwa semua variabel dalam model bersifat endogen (ditentukan didalam model) sehingga metode ini disebut sebagai model yang ateoritis (tidak berdasar teori). Keunggulan dari metode ini adalah kemampuannya membuat forecast untuk variabel-variabel dalam VAR, namun metode ini tidak bisa digunakan sebagai policy analysis karena sifatnya yang ateoritis. Oleh karena itu, output yang dihasilkan VAR merupakan alternatif mekanisme transmisi di Indonesia.Model VAR standart menurut Enders yaitu: Yt = β11 Yt-1 + β12 Zt-1 + εy Zt = β21 Yt-1 + β22 Zt-1 + εz Dimana [Yt, Zt, εy, dan εz] masing-masing adalah variabel transmit dan while norse yang dapat berkolerasi satu sama lain. Apabila semua variabel yang dilibatkan dalam penelitian ini dirumuskandalam model VAR, maka model penelitian ini adalah sebagai berikut: Log(rSBIt) = rSBI[log(rSBIt-p), log(rPUABt-p), log(rDEPOt-p), log(rKRDTt-p),log(INVS-p), log(PDBt-p), log(INFAt-p), ε1t] Log(rPUABt)= rPUAB [log(rSBIt-p), log(rPUABt-p), log(rDEPOt-p), log(rKRDTt-p), log(INVSt-p), log(PDBt-p), log(INFAtp), ε2t] Log(rDEPOt)= rDEPO[log(rSBIt-p), log(rPUABt-p), log(rDEPOt-p), log(rKRDTt-p), log(INVSt-p), log(PDBt-p), log(INFAtp), ε3t] 189 Jurnal Ilmiah Maksitek Vol. 2 No. 2 Mei 2017 ISSN-2548 – 429x Log(rKRDTt) = rKRDT[log(rSBIt-p), log(rPUABt-p), log(rDEPOt-p), log(rKRDTt-p), log(INVSt-p), log(PDBt-p), log(INFAtp), ε4t] Log(INVSt) = INVA [log(rSBIt-p), log(rPUABt-p), log(rDEPOt-p), log(rKRDTt-p), log(INVSt-p), log(PDBt-p), log(INFAtp), ε5t] Log(PDBt) = rPDB [log(rSBIt-p), log(rPUABt-p), log(rDEPOt-p), log(rKRDTt-p), log(INVSt-p), log(PDBt-p), log(INFAtp), ε6t] Log(INFAt) = INFA [log(rSBIt-p), log(rPUABt-p), log(rDEPOt-p), log(rKRDTt-p), log(INVSt-p), log(PDBt-p), log(INFAt-p), ε7t] Metode VAR dalam analisisnya mempunyai instrumen Impulse Response Function (IRF). Setiap metode mempunyai fungsi yang spesifik dalam menjelaskan interaksi antar variabel dalam model. IRF merupakan aplikasi vector moving average yang bertujuan untuk melihat seberapa lama goncangan dari satu variabel berpengaruh terhadap variabel yang lain. Adapun persamaannya dapat dilihat sebagai berikut: Yt+n = E (Y) +∑ (3.1) ∑ Zt+n = E (Z) + (3.2) Dimana: E(Y) dan E(Z) masing- masing nilai rata-rata dari Y dan Z VD (variance decomposition)dalam VAR bertujuan untuk menganalisis seberapa besar kontribusi dari sebuah variabel terhadap variabel yang lain. Persamaan VD dapat diturunkan dengan ilustrasi sebagai berikut: Et Xt+1 = A0 + A1 X1 (3.3) Adapun nilai A0 dan A1 digunakan mengestimasi nilai masa depan Xt+1 Et X1+n = e1+n + A12 et+n-2 + ………+ A1 n-1 e t+1 (3.4) Artinya nilai VD selalu 100 persen, nilai VD lebih tinggi menjelaskan kontribusi varian satu variabel transmit terhadap variabel transmit lainnya lebih tinggi. 3.4 Metode Pengujian Hasil Penaksiran Sistem atau model VAR tidak tergantung pada teori, namun mensyaratkan adanya beberapa pengujian antara lain: Uji Stasioneritas, Penentuan Lag Optimal, dan Uji Kointegrasi. 1. Uji Stasioneritas .Untuk mengetahui apakah data dari time series dariRSBI, RPUAB, RDEPO, RKRDT,INVS, PDB dan INFA adalah stasioner atau tidak, maka dapat suatu persamaan sebagai berikut (Gujarati, 2003) ∆Yt = ρYt-1 + εt-1≤Ρ≤1 (3.5) Variabel εtadalah stokastikerror term seperti yang diterangkan oleh asumsi klasik yang berarti perbedaan (varian) konstantannya adalah nol (error term ini juga dikenal dengan white noise error term) dan Y adalah time seriesnya.Jika nilai p = 1, dalam kasus unit root, persamaan (1) adalah tidak stasioner. Persamaan (1) merupakan uji stasionary pada tingkat atau level 1(0). Jika data tidak stasioner pada tingkat 1(0), maka data harus di uji pada tingkat first different atau 1(1). Data first different adalah jika data Yt tidak stasioner, maka akan diregresi nilai lag satu periode yaitu Yt-1. Jika pada tingkat first different nilai p = 1, maka data tersebut tidak stasioner pada tingkat first different.Untuk mencari persamaan first different, persaman (1) akan dimanipulasi dengan menambahkan Yt-1 pada sisi kiri dan kanan, berikut persamaan tersebut: Yt – Yt-1 = ρY t-1 – εt Yt= (ρ – 1) Y t-1 – εt Persamaan tersebut dapat ditulis: ∆ Yt = δ Y t-1 – εt (3.6) Persamaan (2) merupakan uji stasionary pada tingkat first different dimana δ= (ρ – 1), dan ∆ adalah operator first different. Jika nilai δ = 0, maka ρ = 1, jadi data tersebut adalah tidak stasioner. Tapi jika nilai δ adalah negative, maka data tersebut adalah stasioner.Dalam melakukan test-test akar unit, penelitian ini mengunakan metode Augmented Dickey-Fuller (ADF). Dari hasil regresi variable-variabel dalam persamaan model estimasi, akan diperoleh nilai ADF. Formulasi uji ADF sbb: n ∆Yt = γYt-1 + Y t-1+1 + et (3.7) t 1 n ∆Yt = α0 + γYt-1 + Y t-1+1 + et (3.8) t 1 190 Jurnal Ilmiah Maksitek Vol. 2 No. 2 Mei 2017 ISSN-2548 – 429x n ∆Yt = α0 + α1T + γYt-1 + Y t-1+1 + et (3.9) t 1 Dimana: Y : Variabel yang diamati Yt : Yt - Yt-1 T : Trend waktu n : lag Hasil ini kemudian dibandingkan dengan nilai kritis (critical value) dari Mackinnon. Jika nilai ADF statistik lebih besar dari nilai krisis Mackinnon pada derajat kepercayaan berapapun, maka dapat disimpulkan bawa data tersebut tidak stasioner, atau hipotesa null tidak dapat ditolak. Maka selanjutnya yang harus dilakukan jika data yang diperoleh tidak stasioner adalah dengan menciptakan variable baru dengan cara first different yaitu dengan menggunakan persamaan (2), lalu digunakan kembali akar-akar unit. Demikian proses tersebut dilakukan sampai diperoleh data yang stasioner. 2. Penentuan Lag Optimal Indikator kecepatan diukur dari berapa time lag yang dibutuhkan oleh variabel-variabel dalam suatu jalur untuk merespons shock instrumen kebijakan hingga tercapainya sasaran akhir (inflasi). Indikator kekuatan variabel dalam merespons shock suatu variabel diukur dengan order of magnitude. Jika order of magnitude suatu variabel semakin lebar (jauh dari titik keseimbangan), maka semakin kuat variabel tersebut merespons shock instrumen moneter atau perubahan variabel lainnya. Secara umum terdapat beberapa parameter yang dapat digunalan untuk menentukan panjang lag optimal, antara lain AIC (Akaike Information Criterion), SC (Schwarz Criterion) dan LR (Likelihood Ratio). Penentuan pajang lag yang optimal didapat dari persamaan VAR dengan nilai AIC, SC atau LR terkecil.Namun penelitian ini memfokuskan atas hasil kriteria Schwarz Criterion (SC). Enders (2004), perhitungan AIC dan SC adalah sbb: SSR( k ) + 2n T SSR( k ) SC(k) = T ln + nln(T) T AIC(k) = T ln (3.10) (3.11) Dimana: T K : Jumlah observasi yang digunakan : Panjang lag SSR : The residual sum of squares n : Jumlah parameter yang diestimasi Sedangakan dengan menggunakan LR sebagai berikut: LR = -2(Ir – Iu) (3.12) Dimana: I : log likehood, r : restrictive regression , u : unrestrictive regression. Uji Kointegrasi Uji koentegrasi merupakan kelanjutan pengujian di atas. Uji koentegrasi bertujuan untuk mengetahui apakah seluruh variable mempunyai hubungan keseimbangan jangka panjang (berkointegrasi) atau tidak. Jika berkointegrasi maka residu koentegrasi atau kesalahan ketidakseimbangannya adalah stasioner.Untuk melakukan pengujian koentegrasi harus diyakini terlebih dahulu bahwa variable terkait dalam pendekatan ini mempunyai derajat integrasi yang sama atau tidak. Secara umum sebagian besar pengujian mengenai isu terkait lebih memusatkan perhatiannya pada variabel yang berintegrasi nol I (0) atau satu I (1). nol (null hyphothesis), yang mensyaratkan bahwa jumlah dari arah kointegrasi adalah kurang dari atau sama dengan p. Uji ini dapat dilakukan sebagai berikut: 3. trace (r) = T P in (1-λi) (3.13) i r 1 Dimana, λr+1 ,….., λn adalah nilai eigenvectors terkecil (p-r). Null hypothesis yang disepakati adalah jumlah dari arah kointegrasi sama dengan banyaknya r. Denga kata lain, jumlah vector kointegrasi lebih kecil atau 191 Jurnal Ilmiah Maksitek Vol. 2 No. 2 Mei 2017 ISSN-2548 – 429x sama dengan (≤) r, dimana r = 0,1,2 dan seterusnya.Uji statistic yang kedua adalah uji maksimum eukivalue (λmax) yang dilakukan dengan formulasisebagai berikut: λmax (r, r + 1) = - T In (1-λ r+1) (3.14) Uji ini menyangkut kepada uji null hypothesis r dari vector kointegrasi yang berlawanan (r + 1) vector kointegrasi. HASIL PENELITIAN Gambaran Umum Transmisi Kebijakan Moneter Jalur Suku Bunga di Indonesia Liberalisasi perbankan sejak tahun 1980-an mengakibatkan perkembangan perbankan di Indonesia cukuplah pesat. Sistem keuangan Indonesia mengalami perubahan yang berarti sampai saat ini. Liberalisasi disertai dengan kelonggaran arus modal asing dan pengawasan devisa. Perkembangan tersebut mendorong perubahan arah kebijakan moneter, mempengaruhi hubungan antara tingkat suku bunga, pendapatan dan inflasi. Mendorong Pemerintah untuk mengkaji ulang instrument-instrumen moneter yang tepat untuk kebijakan yang akan dikeluarkan. Meskipun liberalisasi tersebut diikuti oleh paket-paket kebijakan lainnya, namun belum dapat mengurangi kelemahan di berbagai sektor perekonomian yang ada. Berdasarkan data yang diperoleh, perkembangan tingkat suku bunga SBI pada bank Indonesia periode tahun 2004:1-2010:4 dapat dilihat pada table 4.1. Tabel 4.1 Perkembangan Suku Bunga SBI rSBI 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Q.1 7.73 7.30 12.92 8.57 7.96 9.26 6.58 Q.2 7.49 7.55 12.64 8.27 8.26 8.36 6.57 Q.3 7.43 8.02 12.48 8.12 8.77 7.79 6.59 Q.4 7.40 9.16 11.96 8.05 9.39 7.49 6.54 Sumber: laporan bulanan BI Gambar 4.1 Grafik Perkembangan Suku Bunga SBI 1.12 1.08 1.04 1.00 0.96 0.92 0.88 0.84 0.80 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 R S B I Sumber: data BI diolah dengan Eviews Perubahan suku bunga yang tidak stabil, selanjutnya akan mempengaruhi keinginan investor untuk mengadakan investasi, misalnya pada surat berharga, dimana harga dapat naik atau turun pada tingkat bunga sehingga ada kemungkinan pemegang surat berharga akan menderita capital loss.Sedangkan untuk tahun 2009 2010 suku bunga SBI terus mengalami penurunan sehingga ahir tahun 2009 suku bunga SBI berada pada kisaran 7.79%. Selama tahun 2010 Bank Indonesia menempuh bauran kebijakan yang terdiri dari bauran kebijakan untuk stabilitas internal maupun bauran kebijakan untuk stabilitas eksternal. Bauran instrumen untuk stabilitas internal ditujukan untuk stabilisasi harga dan pengelolaan permintaan domestik, sedangkan bauran instrumen untuk stabilitas eksternal ditujukan untuk pengelolaan aliran masuk modal asing dan stabilitas nilai tukar. Dari sisi kebijakan suku bunga, selama tahun 2010 Bank Indonesia mempertahankan suku bunga SBI pada tingkat 6,5%. Hasil Uji Model Penelitian 192 Jurnal Ilmiah Maksitek Vol. 2 No. 2 Mei 2017 ISSN-2548 – 429x Uji Stasioner Jika sebuah data time series merupakan data yang tidak stasioner maka studi atas perilaku untuk data tersebut hanya dapat dilakukan untuk periode waktu tertentu (gujarati, 2004:152). Atau dengan kata lain setiap bagian dari data tersebut merupakan bagian yang terpisah satu sama lainnya. Sebagai konsekuensi dari kondisis tersebutadalah tidak mungkin melakukan estimasi secara generalisasi pada periode waktu yang berbeda-beda. Sebuah data yang tidak stasioner, setiap random shock (guncangan acak) dalam data tersebut akan bertahan lama mempengaruhi hasil regresi secara keseluruhan sehingga hasil regresi menjadi tidak akurat. Untuk mengetahui apakah data dari time series darirSBI, rPUAB, rDEPO, rKRDT,INVS, PDB dan INFA adalah stasioner atau tidak, digunakan uji signifikansi statistik ADF-test diuji dengan menggunakan nilai McKinnonone side p values. Jika McKinnon one side p valueslebih kecil atau sama dengan 0,01, 0,05 dan 0.10 maka hipotesis nol ditolak atau data time series adalah stasioner. Nilai ADF juga dikatakan stasioner bila nilai ADF-test lebih besar dari nilai kritis McKinnon. Berikut datanya: Tabel 4.8 Hasil Uji Stasioner ADFADF-test ADF-test Critical Critical Critical Variabel testLevel 1 st difference 2nd difference -test 1% -test 5% -test 10% rSBI -2.067 -3.716 -3.711 -2.981 -2.630 rPUAB -2.252 -5.362 -3.753 -2.998 -2.639 rDEPO -1.949 -4.283 -3.700 -2.976 -2.627 rKRDT -1.857 -3.658 -3.711 -2.981 -2.630 INVS 0.571 -8.386 -3.724 -2.986 -2.633 PDB 1.257 -0.704 -3.482 -3.753 -2.998 -2.639 INFA -3.027 -3.711 -2.981 -2.630 Sumber: Data BI diolah oleh Eviews Uji stasioner pada variabel dalam penelitian ini, data yang stasioner pada tingkat 1(0) adalah variabel INFA, sedangkan data harus di uji pada tingkat first different atau 1(1) terlihat data yang stasioner adalah rSBI, rPUAB, rDEPO, rKRDT dan INVS, dimana nilai ADF-testnya lebih besar dari nilai kritis pada berbagai tingkat kepercayaan (1%, 5% dan 10%).Sedangkan untuk data PDB dilakukan uji ADF-test pada tingkat 2nd difference, baru kemudian data stasioner. 4.1.1 Uji Vector Auto Regression (VAR) Setelah syarat terpenuhi maka pengujian model dengan menggunakan VAR dapat dilakukan. Pengujian dilakukan dengan menggunkan Eviews, dan setelah diuji maka diperoleh hasil pengujian seperti tabel 4.11 yang tertera dibawah ini. Dan dari tabel di bawah dapat kita peroleh R-squared sebesar 0,99%, dengan ini menunjukkan bahwa diantara variabel mekanisme transmisi kebijakan moneter di Indonesia dengan periode 2004:1-2010:4 saling berkontribusi satu sama lainnya dimana jumlah seluruh kontribusi variabel satu terhadap variabel lainnya adalah sebesar 1. Tabel 4.11 Vector Autoregression Estimates Vector Autoregression Estimates Date: 05/03/11 Time: 23:39 Sample (adjusted): 2004Q3 2010Q4 Included observations: 26 after adjustments Standard errors in ( ) & t-statistics in [ ] LOG(RSBI LOG(RDEP LOG(RKRDT LOG(PDB LOG(INFA ) LOG(RPUAB) O) ) LOG(INVS) ) ) LOG(RSBI(-1)) 0.614635 -0.048957 0.034691 0.039787 (0.77651) (1.02487) [ 0.79154] [-0.04777] (0.96204) [ 0.03606] (0.31100) [ 0.12793] -0.067323 -0.261840 0.547158 (0.15633 (0.18626) ) (1.64640) [-0.36146] [-1.67497] [ 0.33234] LOG(RSBI(-2)) 0.046820 -0.105137 (0.68947) (0.90999) -0.140920 (0.85420) -0.036824 (0.27614) -0.106850 (0.16538) 193 0.159067 1.058871 (0.13880 (1.46185) Jurnal Ilmiah Maksitek Vol. 2 No. 2 Mei 2017 ISSN-2548 – 429x [ 0.06791] [-0.11554] [-0.16497] [-0.13335] ) [-0.64609] [ 1.14599] [ 0.72434] LOG(RPUAB(1)) 0.194974 0.782215 0.252829 0.002388 0.025335 (0.47184) (0.62276) [ 0.41322] [ 1.25605] (0.58458) [ 0.43250] (0.18898) [ 0.01263] LOG(RPUAB(2)) -0.235815 -0.170074 0.002952 0.093533 (0.40878) (0.53953) [-0.57687] [-0.31523] (0.50645) [ 0.00583] (0.16372) [ 0.57130] 0.032901 -0.091554 -1.433323 (0.08230 (0.09805) ) (0.86672) [ 0.33555] [-1.11251] [-1.65372] LOG(RDEPO(1)) -0.211694 -0.295796 0.358710 -0.012628 0.071623 (0.49869) (0.65820) [-0.42450] [-0.44940] (0.61785) [ 0.58058] (0.19973) [-0.06322] LOG(RDEPO(2)) 0.270123 0.208365 0.507694 0.104374 (0.45396) (0.59916) [ 0.59503] [ 0.34776] (0.56243) [ 0.90268] (0.18182) [ 0.57406] LOG(RKRDT(1)) 0.220789 -0.135103 1.066605 0.669467 (1.59799) (2.10910) [ 0.13817] [-0.06406] (1.97980) [ 0.53874] (0.64002) [ 1.04602] -0.622569 -0.534350 -3.729250 (0.32171 (0.38330) ) (3.38817) [-1.62424] [-1.66098] [-1.10067] LOG(RKRDT(2)) -0.347891 -0.028231 -1.612723 -0.659340 0.344263 (1.34883) (1.78025) (1.67111) (0.54022) [-0.25792] [-0.01586] [-0.96506] [-1.22050] : 26 after adjustments Standard errors in ( ) & t VectorAutoregression Estimates Date: 05/03/11 Time: 23:39 Sample (adjusted): 2004Q3 2010Q4 Included observations -statistics in [ ] 0.135095 0.254044 (0.09499 (0.11318) ) (1.00043) [ 0.22385] [ 1.42218] [ 0.25393] 0.137597 0.781415 (0.10040 (0.11962) ) (1.05736) [ 0.59876] [ 1.37054] [ 0.73902] -0.054871 -0.011259 -0.008473 (0.09139 (0.10889) ) (0.96252) [-0.50391] [-0.12320] [-0.00880] 0.042047 0.354450 (0.27155 (0.32353) ) (2.85988) [ 1.06407] [ 0.15484] [ 0.12394] LOG(INVS(-1)) -0.582868 -2.653059 -0.246829 -0.557656 (1.55274) (2.04938) [-0.37538] [-1.29457] (1.92374) [-0.12831] (0.62189) [-0.89671] LOG(INVS(-2)) 0.679947 1.083774 1.073076 -0.113327 (1.49868) (1.97802) [ 0.45370] [ 0.54791] (1.85675) [ 0.57793] (0.60024) [-0.18880] -0.303182 -0.151765 -2.261427 (0.30171 (0.35948) ) (3.17758) [-0.84340] [-0.50301] [-0.71168] 0.499643 1.774751 -1.697824 0.047463 1.394960 (1.32187) (1.74466) [ 0.37798] [ 1.01725] (1.63771) [-1.03671] (0.52943) [ 0.08965] LOG(PDB(-1)) 194 -0.526700 -0.697795 5.443820 (0.31260 (0.37245) ) (3.29222) [-1.41417] [-2.23225] [ 1.65354] 0.480802 -5.023431 (0.26612 (0.31707) ) (2.80272) [ 4.39956] [ 1.80672] [-1.79234] Jurnal Ilmiah Maksitek Vol. 2 No. 2 Mei 2017 ISSN-2548 – 429x LOG(PDB(-2)) -0.808014 0.531186 0.403235 0.327397 (2.42119) (3.19559) [-0.33373] [ 0.16622] (2.99968) [ 0.13443] (0.96971) [ 0.33762] LOG(INFA(-1)) 0.197026 0.181980 0.147558 0.016402 (0.14239) (0.18794) [ 1.38368] [ 0.96831] (0.17641) [ 0.83643] (0.05703) [ 0.28760] -0.035879 -0.016952 1.011759 (0.02867 (0.03415) ) (0.30191) [-1.05047] [-0.59137] [ 3.35119] LOG(INFA(-2)) -0.050115 0.035961 -0.142335 -0.011573 0.064928 (0.14436) (0.19053) [-0.34716] [ 0.18874] (0.17885) [-0.79584] (0.05782) [-0.20017] 0.027500 -0.647185 (0.02906 (0.03463) ) (0.30608) [ 1.87511] [ 0.94626] [-2.11445] 3.640499 -10.65097 8.859391 5.096226 -7.037597 (15.7951) (20.8470) [ 0.23048] [-0.51091] (19.5690) [ 0.45273] (6.32612) [ 0.80559] 1.623367 62.30181 (3.17985 (3.78865) ) (33.4897) [-1.85755] [ 0.51052] [ 1.86033] 0.990640 0.990455 0.108986 0.099538 6.398952 34.27781 -1.482909 -0.757084 0.971429 0.955976 0.189852 0.131375 2.981423 27.06249 -0.927884 -0.202059 0.985831 0.966889 0.167288 0.123321 4.000297 28.70738 -1.054414 -0.328589 0.973687 0.971926 0.017482 0.039866 5.434683 58.06814 -3.312934 -2.587109 0.987357 0.984483 0.991184 0.971265 0.964734 0.986328 0.006270 0.004417 0.489948 0.023875 0.020039 0.211047 61.35911 49.85009 8.936566 71.39771 75.95228 14.73778 -4.338285 -4.688637 0.020171 -3.612460 -3.962812 0.745996 2.130689 1.998321 2.180772 2.635994 11.63980 13.11503 1.980238 0.199658 0.190814 0.201891 0.074406 0.140847 0.106708 0.492444 C R-squared Adj. R-squared Sum sq. resids S.E. equation F-statistic Log likelihood Akaike AIC Schwarz SC Mean dependent S.D. dependent Determinant resid covariance (dof adj.) Determinant resid covariance Log likelihood Akaike information criterion Schwarz criterion 0.835390 1.237823 -1.992655 (0.48743 (0.58075) ) (5.13356) [ 1.43846] [ 2.53948] [-0.38816] 1.81E-20 4.40E-23 410.9773 -23.53671 -18.45594 Berdasarkan hasil estimasi uji VAR maka diperoleh model persamaan sebagai berikut setelah disubstitusi dengan koefisien terhadap persamaan VAR: Hasil Analisis Data Setelah dilakukan uji syarat-syarat model analisis, maka lebih lanjut dalam penelitian empirisnya akan dilakuan dua alat analisis yang digunakan untuk uji VAR tersebut, yaitu alat analisis Impluse Response Funtion (IRF) dan Variance Decomposition (VD). Adapun hasil analisis data variabel rSBI, rPUAB, rDEPO, rKRDT, INVS, PDB dan INFA dalam mekanisme transmisi kebijakan moneter jalur suku bungayang akan dijelaskan sebagai berikut: Hasil Analisis Impluse Response Funtion (IRF) Uji IRFdilakukan untuk melihat efek gejolak (shock) suatu standart deviasi dari variabel inovasi terhadap nilai sekarang (current time values) dan nilai yang akan datang (future values) dari variabel-variabel yang terdapat didalam model yang diamati. Secara mendasar dalam analisis ini akan diketahui respon positif atau negatif dari 195 Jurnal Ilmiah Maksitek Vol. 2 No. 2 Mei 2017 ISSN-2548 – 429x suatu variabel terhadap variabel lainnya. Respon tersebut dalam jangka pendek biasanya cukup signifikan dan cenderung berubah. Dalam jangka panjang akan cenderung konsisten dan terus mengecil. IRF merupakan aplikasi vector moving average yang bertujuan untuk melihat seberapa lama goncangan dari satu variabel berpengaruh terhadap variabel yang lain.Analisis efektivitas mekanisme transmisi kebijakan moneter melalui jalur suku bunga didasarkan hasil uji IRF yang akan dilihat dalam tiga periode yaitu jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang. Jangka pendek adalah periode waktu dalam satu tahun (4 triwulan), sementara jangka menengah periode wktu selama lima tahun (20 triwulan) dan jangka panjang adalah periode diatas lima tahun (40 triwulan). Maka berikut hasil uji IRF setiap variabel dalam mekanisme transmisi kebijakan moneter jalur suku bunga. Impluse Response Funtion (IRF)Suku Bunga SBI Berdasarkan model dan hasil estimasi yang ada maka hasil Impluse Response Funtion Suku Bunga SBI terhadap suku bunga PUAB, suku bunga deposito,Suku Bunga Kredit, Investasi, Produk Domestik Bruto dan Inflasiditunjukkan pada tabel 4.14 dibawah ini. Tabel 4.14 Impluse Response Funtion Suku Bunga SBI Response of LOG(RSBI): LOG LOG LOG LOG LOG LOG LOG Period (RSBI) (RPUAB) (RDEPO) (RKRDT) (INVS) (PDB) (INFA) 1 0.0995 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 2 0.0754 -0.0080 -0.0262 0.0009 -0.0323 0.0069 0.0183 3 0.0584 -0.0085 -0.0305 -0.0248 -0.0460 -0.0114 0.0270 4 0.0462 -0.0223 -0.0346 -0.0447 -0.0224 -0.0153 0.0237 20 0.0047 -0.0057 0.0053 0.0149 -0.0003 -0.0037 -0.0033 40 0.0025 -0.0063 -0.0020 0.0069 -0.0027 -0.0046 3.665 Sumber: data BI diolah dengan Eviews Dari data tabel diatas dapat dilihat pola pergerakan arah kejutan acak yang timbul akibat adanya impulse response dari variabel suku bunga SBIyang digambarkan dalam grafik 4.8 dibawah ini: Gambar 4.8 Grafik Impluse Response Funtion Suku Bunga SBI Sumber: data BI diolah dengan Eviews Pada gambar grafik dalam jangka pendek akan terjadi kejutan acak oleh variabel-variabel jalur suku bunga disebabkan respon suku bunga SBI, yang terus berfluktuasi sampai periode 40, dan setelah itu variabel dalam jalur suku bunga berangsur-angsur menuju posisi keseimbangan setelah periode jangka panjang. 1) Impluse Response Funtion (IRF)Suku Bunga PUAB Berdasarkan model dan hasil estimasi yang ada maka hasil Impluse Response Funtion Suku Bunga PUABterhadap Suku Bunga SBI, suku bunga deposito,Suku Bunga Kredit, Investasi, Produk Domestik Bruto dan Inflasiditunjukkan pada tabel 4.15 dibawah ini. Uji IRF ini akan menunjukkan setiap kejutan acak yang disebabkan respon RPUAB. Tabel 4.15 Impluse Response Funtion Suku Bunga PUAB Response of LOG(RPUAB): LOG LOG LOG LOG LOG LOG LOG Perid (RSBI) (RPUAB) (RDEPO) (RKRDT) (INVS) (PDB) (INFA) 196 Jurnal Ilmiah Maksitek Vol. 2 No. 2 Mei 2017 ISSN-2548 – 429x 1 0.1157 0.0623 0.0000 2 0.0678 0.0160 -0.0376 3 0.0422 0.0099 -0.0353 4 0.0337 -0.0147 -0.0402 20 0.0051 -0.0013 0.0086 40 0.0011 -0.0027 0.0005 Sumber: data BI diolah dengan Eviews 0.0000 0.0074 -0.0133 -0.0531 0.0130 0.0039 0.0000 -0.0484 -0.0650 -0.0160 0.0022 -0.0005 0.0000 0.0200 -0.0109 -0.0130 -0.0009 -0.0018 0.0000 0.0169 0.0346 0.0237 -0.0042 -0.0005 Dari data tabel diatas dapat dilihat pola pergerakan arah kejutan acak yang timbul akibat adanya impulse response dari variabel suku bunga PUAB yang digambarkan dalam grafik 4.9 dibawah ini: Gambar 4.9 Grafik Impluse Response Funtion Suku Bunga Puab Sumber: data BI diolah dengan Eviews Pada gambar grafik dalam jangka pendek akan terjadi kejutan acak oleh variabel-variabel jalur suku bunga disebabkan respon suku bunga PUAB, yang terus berfluktuasi sampai periode 40, dan setelah itu variabel dalam jalur suku bunga berangsur-angsur menuju posisi keseimbangan setelah periode jangka panjang. 2) Impluse Response Funtion (IRF) Suku Bunga Kredit Berdasarkan model dan hasil estimasi yang ada maka hasil Impluse Response Funtion Suku Bunga KreditterhadapSuku Bunga SBI, suku bunga PUAB, suku bunga deposito,Investasi, Produk Domestik Bruto dan Inflasi ditunjukkan pada tabel 4.17 dibawah ini. Uji IRF ini akan menunjukkan setiap kejutan acak yang disebabkan respon suku bunga kredit. Tabel 4.17 Impluse Response Funtion Suku Bunga Kredit Response of LOG(RKRDT): Perio LOG LOG LOG LOG LOG LOG LOG d (RSBI) (RPUAB) (RDEPO) (RKRDT) (INVS) (PDB) (INFA) 1 0.0270 -0.0052 0.0208 0.0200 0.0000 0.0000 0.0000 2 0.0265 -0.0094 0.0120 0.0191 -0.0108 0.0006 0.0015 3 0.0300 0.0002 0.0021 0.0055 -0.0137 -0.0041 0.0039 4 0.0303 0.0037 -0.0070 -0.0050 -0.0095 -0.0080 0.0036 20 -0.0012 -0.0045 0.0008 0.0037 0.0004 -0.0018 -0.0007 40 0.0007 -0.0030 -0.0014 0.0025 -0.0012 -0.0020 0.0002 Sumber: data BI diolah dengan Eviews 3) Impluse Response Funtion (IRF) Investasi Berdasarkan model dan hasil estimasi yang ada maka hasil Impluse Response Funtion Investasi terhadap Suku Bunga SBI, suku bunga PUAB, suku bunga deposito,Suku Bunga Kredit,Produk Domestik Bruto dan Inflasi ditunjukkan pada tabel 4.18 dibawah ini. Tabel 4.18 Impluse Response Funtion Investasi Response of LOG(INVS): LOG LOG LOG LOG LOG LOG LOG Period (RSBI) (RPUAB) (RDEPO) (RKRDT) (INVS) (PDB) (INFA) 1 -0.0096 0.0088 -0.0005 -0.0120 0.0160 0.0000 0.0000 2 -0.0211 0.0054 -0.0052 -0.0177 0.0131 0.0141 -0.0033 197 Jurnal Ilmiah Maksitek Vol. 2 No. 2 Mei 2017 ISSN-2548 – 429x 3 -0.0208 0.0076 0.0006 -0.0031 -0.0071 0.0085 0.0015 4 -0.0066 0.0023 0.0079 -0.0022 0.0011 0.0027 0.0011 20 -0.0020 0.0073 0.0035 -0.0064 0.0034 0.0052 -0.0006 40 -0.0030 0.0068 0.0042 -0.0063 0.0039 0.0053 -0.0009 Sumber: data BI diolah dengan Eviews Dari data tabel diatas dapat dilihat pola pergerakan arah kejutan acak yang timbul akibat adanya impulse response dari variabel investasi yang digambarkan dalam grafik 4.12 dibawah ini. Pada gambar grafik dalam jangka pendek akan terjadi kejutan acak oleh variabel-variabel jalur suku bunga disebabkan respon suku bunga investasi, yang terus berfluktuasi sampai periode 40, dan setelah itu variabel dalam jalur suku bunga berangsurangsur menuju posisi keseimbangan setelah periode jangka panjang. Gambar 4.12 Grafik Impluse Response Funtion Investasi Sumber: data BI diolah dengan Eviews Hasil Analisis Variance Decomposition (VD) Variance Decomposition mendekomposisi variasi satu variabel endogen ke dalam komponen kejutan variabel-variabel endogen yang lain dalam system VAR. Dekomposisi varian ini menjelaskan proporsi pergerakan suatu series akibat kejutan variabel itu sendiri dibandingkan dengan variabel lainjika kejutan tidak mampu menjelaskan forecast error varians yang dimaksut maka dapat dikatakan bahwa variabel tersebut adalah eksogen (Enders, 2004:280). .Variance Decomposition (penguraian variance) memisahkan keragaman pada variabel endogenous menjadi komponen-komponen shock yang ada dalam system VAR. Adapun hasil analisis uji Variance Decomposition adalah sebagai berikut: 1. Variance Decomposition Suku Bunga SBI Hasil Variance Decomposition Suku Bunga SBI dapat ditunjukkan oleh tabel 4.21 di bawah. Berdasarkan hasil estimasi dibawah akan diterangkan uji VD suku bunga SBI dalam tiga periode, yaitu jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang.Berdasarkan jangka pendek pada tabel the variance decomposition4.21 di bawahpada triwulan 1, perkiraan error variance seluruhnya (100%) dijelaskan oleh variabel suku bunga SBI itu sendiri. Ini berarti pada triwulan pertama suku bunga SBI merupakan variabel eksogen. Namun pada triwulan ke4, seluruh variabel sudah mempunyai kontribusi terhadap perkiraan error variance,dimana suku bunga SBI berkontribusiterhadap suku bunga SBI itu sendiri sebanyak 64,25%, suku bunga PUAB 1,93%, suku bunga deposito 8,55%, suku bunga kredit 7,93%, investasi 11,14%, PDB 1,25% dan inflasi 4,95%. Dari hasil estimasi pada ahir periode suku bunga SBI akan dipengaruhi seluruh variabel dalam jalur suku bunga, namun untuk jangka panjang yang paling efektif berkontribusi terhadap suku bunga SBI adalah suku bunga itu sendiri dengan jumlah sebesar 42,58%. Dan dapat kita lihat juga kontribusi setiap variabel dalam penelitian ini mengalami penurunan dan juga peningkatan disetiap periode. Terjadi penurunan kontribusi variabel suku bunga SBI, Investasi dan inflasi dari jangka pendek ke jangka menengah. Sedangkan variabel suku bunga PUAB, suku bunga deposito, suku bunga kredit dan PDB mengalami peningkatan. Sedangkan untuk periode jangka menengahke jangka panjang variabel yang mengalami penurunan kontribusi adalah suku bunga SBI dan inflasi, sedangkan variabel lainnya terus mengalami peningkatan. 2. Variance Decomposition Suku Bunga PUAB Hasil Variance Decomposition Suku Bunga PUAB dapat ditunjukkan oleh tabel 4.22dibawah ini dengan diolah Eviews sebagai berikut. Berdasarkan hasil estimasi dibawah akan diterangkan uji VD suku bunga PUAB dalam tiga periode, yaitu jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang.Berdasarkan jangka pendek pada tabel the variance decomposition4.22 di bawahpada triwulan 1, perkiraan error variance dijelaskan oleh variabel suku bunga SBI sebesar 77,50% dan suku bunga PUAB itu sendiri sebesar 22,49%. 198 Jurnal Ilmiah Maksitek Vol. 2 No. 2 Mei 2017 ISSN-2548 – 429x Dari hasil estimasi pada ahir periode suku bunga PUAB akan dijelaskan oleh seluruh variabel dalam jalur suku bunga, namun untuk jangka panjang yang paling efektif berkontribusi terhadap suku bunga PUAB adalah suku bunga SBI dengan jumlah sebesar 38,40%. Dan dapat kita lihat juga kontribusi setiap variabel dalam penelitian ini mengalami penurunan dan juga peningkatan disetiap periode. Terjadi penurunan kontribusi variabel suku bunga SBI, Investasi, PDB dan inflasi dari jangka pendek ke jangka menengah. Sedangkan variabel suku bunga PUAB, suku bunga depositodan suku bunga kredit mengalami peningkatan. Sedangkan untuk periode jangka menengah ke jangka panjang variabel yang mengalami penurunan kontribusi adalah suku bunga SBI, investasi dan inflasi, sedangkan variabel lainnya terus mengalami peningkatan. 3. Variance Decomposition Suku Bunga Deposito Hasil Variance Decomposition Suku Bunga deposito ditunjukkan oleh tabel 4.23 dibawah ini dengan diolah Eviews sebagai berikut. Berdasarkan hasil estimasi dibawah akan diterangkan uji VD suku bunga deposito dalam tiga periode, yaitu jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang.Berdasarkan jangka pendek pada tabel the variance decomposition4.23 di bawahpada triwulan 1, perkiraan error variance dijelaskan oleh variabel suku bunga SBI sebesar 67,31%, kemudiansuku bunga PUAB 0,04% dan suku bunga deposito itu sendiri sebesar 32,65%. Dari hasil estimasi pada ahir periode suku bunga deposito akan dipengaruhi seluruh variabel dalam jalur suku bunga, namun untuk jangka panjang yang paling efektif berkontribusi terhadap suku bunga deposito adalah suku bunga SBI dengan jumlah sebesar 62,47%. Dan dapat kita lihat juga kontribusi setiap variabel dalam penelitian ini mengalami penurunan dan juga peningkatan disetiap periode. Terjadi penurunan kontribusi variabel suku bunga SBI dan inflasi dari jangka pendek ke jangka menengah. Sedangkan variabel suku bunga PUAB, suku bunga depositosuku bunga kredit, investasi dan PDB mengalami peningkatan. Sedangkan untuk periode jangka menengah ke jangka panjang variabel yang mengalami penurunan kontribusi adalah suku bunga SBI, sedangkan variabel lainnya terus mengalami peningkatan. 4. Variance Decomposition Suku Bunga Kredit Hasil Variance Decomposition Suku Bunga kredit dapat ditunjukkan oleh tabel 4.24 di atas.Berdasarkan hasil estimasi diatas akan diterangkan uji VD suku bunga kredit dalam tiga periode, yaitu jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang. Dari hasil estimasi pada ahir periode suku bunga kredit akan dijelaskan seluruh variabel dalam jalur suku bunga, namun untuk jangka panjang yang paling efektif berkontribusi terhadap suku bunga kredit adalah suku bunga SBI dengan jumlah sebesar 48,41%. Dan dapat kita lihat juga kontribusi setiap variabel dalam penelitian ini mengalami penurunan dan juga peningkatan disetiap periode. Terjadi penurunan kontribusi variabel suku bunga SBI dan investasi dari jangka pendek ke jangka menengah. Sedangkan variabel suku bunga PUAB, suku bunga depositosuku bunga kredit, PDB dan inflasi mengalami peningkatan. Sedangkan untuk periode jangka menengah ke jangka panjang variabel yang mengalami penurunan kontribusi adalah suku bunga SBI, suku bunga deposito dan inflasi, sedangkan variabel lainnya terus mengalami peningkatan. 5. Variance Decomposition Investasi Dari hasil estimasi pada ahir periode investasi akan dijelaskan seluruh variabel dalam jalur suku bunga, namun untuk jangka panjang yang paling efektif berkontribusi terhadap investasi adalah suku bunga kredit sebesar 22,79%. Dan dapat kita lihat juga kontribusi setiap variabel dalam penelitian ini mengalami penurunan dan juga peningkatan disetiap periode. Terjadi penurunan kontribusi variabel suku bunga SBI dan investasi dari jangka pendek ke jangka menengah. Sedangkan variabel suku bunga PUAB, suku bunga depositosuku bunga kredit, PDB dan inflasi mengalami peningkatan. Sedangkan untuk periode jangka menengah ke jangka panjang variabel yang mengalami penurunan kontribusi adalah suku bunga SBI, investasi dan inflasi, sedangkan variabel lainnya terus mengalami peningkatan. 6. Variance Decomposition Produk Domestik Bruto Hasil Variance Decomposition Produk Domestik Bruto dapat ditunjukkan oleh tabel 4.26 di bawah. Berdasarkan hasil estimasi akan diterangkan uji VD Produk Domestik Bruto dalam tiga periode, yaitu jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang. Dari hasil estimasi pada ahir periode Produk Domestik Bruto akan dijelaskan oleh seluruh variabel dalam jalur suku bunga, namun untuk jangka panjang yang paling efektif berkontribusi terhadapProduk Domestik Bruto adalah suku bunga kredit dengan jumlah sebesar 24,61%. Dan dapat kita lihat juga kontribusi setiap variabel dalam penelitian ini mengalami penurunan dan juga peningkatan disetiap periode. Terjadi penurunan kontribusi 199 Jurnal Ilmiah Maksitek Vol. 2 No. 2 Mei 2017 ISSN-2548 – 429x variabel suku bunga SBI, investasi dan PDB dari jangka pendek ke jangka menengah. Sedangkan variabel suku bunga PUAB, suku bunga depositosuku bunga kredit dan inflasi mengalami peningkatan. Sedangkan untuk periode jangka menengah ke jangka panjang variabel yang mengalami penurunan kontribusi adalah suku bunga SBI, investasi, PDB dan inflasi, sedangkan variabel lainnya terus mengalami peningkatan. 7. Variance Decomposition Inflasi Hasil Variance Decomposition inflasi dapat ditunjukkan oleh tabel 4.27 di bawah.Berdasarkan hasil estimasi dibawah akan diterangkan uji VD inflasi dalam tiga periode, yaitu jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang.Berdasarkan jangka pendek pada tabel the variance decomposition4.27 di bawahpada triwulan 1, perkiraan error variance dijelaskan oleh variabel suku bunga SBI sebesar 1,88%, kemudiansuku bunga PUAB 13,56%, suku bunga deposito 14,84%, suku bunga kredit 2,06%, investasi 48,04%, PDB 0,17% dan inflasi itu sendiri sebesar 19,45%. Namun pada triwulan ke-4, seluruh variabel sudah mempunyai pengaruh terhadap perkiraan error variance, dimanainflasi dijelaskan oleh kontribusisuku bunga SBI 7,05%,suku bunga PUAB 7,65%, suku bunga deposito 19,73%, suku bunga kredit 29,59%, investasi 21,79%, Produk Domestik Bruto 2,45%, daninflasi 11,73%. Sementara untuk jangka menengah inflasi dijelaskan oleh kontribusisuku bunga SBI16,48%, suku bunga PUAB 12,52%,suku bunga deposito 21,45%, suku bunga kredit 24,54%, investasi 16,03%, Produk Domestik Bruto 1,77% daninflasi 7,19%. Untuk jangka panjang inflasi dijelaskan olehkontribusi suku bunga SBI16,50%, suku bunga PUAB 12,93%, suku bunga deposito 21,56%, suku bunga kredit 24,19%, investasi 15,78%, Produk Domestik Bruto 2,16% daninflasi 6,96%. Dari hasil estimasi pada ahir periode inflasiakan dijelaskan oleh seluruh variabel dalam jalur suku bunga, namun untuk jangka panjang yang paling efektif berkontribusi terhadap inflasiadalah suku bunga kredit dengan jumlah sebesar 24,19%. Dan dapat kita lihat juga kontribusi setiap variabel dalam penelitian ini mengalami penurunan dan juga peningkatan disetiap periode. Terjadi penurunan kontribusi variabel suku bunga kredit, investasi, PDB dan inflasi dari jangka pendek ke jangka menengah. Sedangkan variabelsuku bunga SBI, suku bunga PUAB dan suku bunga deposito mengalami peningkatan. Sedangkan untuk periode jangka menengah ke jangka panjang variabel yang mengalami penurunan kontribusi adalah suku bunga kredit, investasi dan inflasi, sedangkan variabel lainnya terus mengalami peningkatan. KESIMULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil ahir dari penelitian mengambil kesimpulan berdasarkan pengujian empiris dengan pendekatan teori yang ada. Penelitian dengan jumlah tujuh variabel dengan data 28 triwulan dan menggunakandata runtun waktu. Kesimpulan yang diambil adalah: 1. Varibel-variabel jalur suku bunga saling berhubungan secara silmultan dimana satu variabel mempengaruhi variabel lainnya dan mampu mempengaruhi variabel itu sendiri. 2. Melalui uji IRF adalah bahwa variabel mekanisme transmisi kebijakan moneter melaului jalur suku bunga akan saling memberikan kejutan acak secara negatif ataupun positif sehingga akan mencapai keseimbangan jangka panjang. 3. Perubahan shock rSBI akan cepat direspon oleh suku bunga jangka pendek misalnya rPUAB yang akan ditransmisikan kepada suku bunga lainnya yaitu rDEPO dan rKRDT, walaupun rKRDT agak begitu kaku mengikuti perubahan rDEPO atas kehati-hatian bank dalam menetapkan suku bunga. 4. Dari hasil estimasi pada ahir periode suku bunga SBI akan dipengaruhi seluruh variabel dalam jalur suku bunga, namun untuk jangka panjang yang paling efektif mempengaruhi suku bunga SBI adalah suku bunga itu sendiri 5. Dari hasil estimasi pada ahir periode suku bunga PUAB akan dipengaruhi seluruh variabel dalam jalur suku bunga, namun untuk jangka panjang yang paling efektif mempengaruhi suku bunga PUAB adalah suku bunga SBI 6. Dari hasil estimasi pada ahir periode suku bunga deposito akan dipengaruhi seluruh variabel dalam jalur suku bunga, namun untuk jangka panjang yang paling efektif mempengaruhi suku bunga deposito adalah suku bunga SBI 200 Jurnal Ilmiah Maksitek Vol. 2 No. 2 Mei 2017 ISSN-2548 – 429x 7. Dari hasil estimasi pada ahir periode suku bunga kredit akan dipengaruhi seluruh variabel dalam jalur suku bunga, namun untuk jangka panjang yang paling efektif mempengaruhi suku bunga kredit adalah suku bunga SBI 8. Dari hasil estimasi pada ahir periode investasi akan dipengaruhi seluruh variabel dalam jalur suku bunga, namun untuk jangka panjang yang paling efektif mempengaruhi investasi adalah suku bunga kredit 9. Dari hasil estimasi pada ahir periode Produk Domestik Bruto akan dipengaruhi seluruh variabel dalam jalur suku bunga, namun untuk jangka panjang yang paling efektif mempengaruhi Produk Domestik Bruto adalah suku bunga kredit 10. Jalur suku bunga sangat efektif menentukan tujuan ahir kebijakan moneter terbukti dengan besarnya masing-masing kontribusi jalur suku bunga dalam menetukan inflasi pada ahir periode (jangka panjang) 11. Produk domesti Bruto tidak terlaku berkontribusi kuat terhadap tujuan ahir dari kebijakan moneter yaitu inflasi, terbukti dengan melihat kecilnya kontribusi PDB terhadap tujuan ahir dari kebijkan moneter yaitu inflasi. 5.1 Saran 1. Kepada pemerintah dan BI disarankan untuk senantiasa mengawasi dan menjaga efisiensi lembaga keuangan (perbankan) agar respon dan reaksi optimal lembaga tersebut terhadap shock rSBI semakin memperkuat terwujutnya sasaran ahir kebijakan moneter di Indonesia. 2. Disarankan kepada BI untuk menerapkan jalur suku bunga sebagai mekanisme transmisi moneter. Jalur suku bunga efektif mempengaruhi sektor rill sehingga mempengaruhi tujuan ahir (final target) dari kebijakan moneter yaitu inflasi. 3. Disarankan kepada pemerintah untuk menerapkan mekanisme transmisi kebijakan moneter jalur suku bunga karena jalur ini akan memberikan kejutan acak hingga terjadi keseimbangan jangka panjang. 4. Disarankan pada otoritas moneter atau bank sentral lebih berhati-hati dalam memilih jalur apa yang lebih efektif digunakan dalam transmisi kebijakan moneter karena akan mempengaruhi aktivitas perekonomian DAFTAR PUSTAKA A, Mahendra. 2008. Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap PertumbuhanEkonomi Indonesia. USU e-Repository. Adiningsih, Sri.2011.Perkembangan Suku Bunga Dalam Negeri :Jakarta. Adnin, Zenathan. 2008. Market View. Danaseksa Investement Management. www.danareksaonline.com. Dornbusch, Rudiger E. 1991. Makroekonomi. Edisi Empat. Ahli Bahasa Julius A, Mulyadi. Penerbit Erlangga: Jakarta. Enders, Walter. 1995. Applied Econometrics Time Series, Iowa ; john Wiley and Sons, Inc. Gujarati, Damodar. 2004. Basic Econometrics, McGraw-Hill, Inc, Singapore. Hardianto, Erwin. 2004. Mekanisme Transmisi Syariah di Indonesia. Author is Airlangga University. Ikarahutami, Angelina. 2011. Mekanisme Transmisi. Unika Soegijapranata. :Semarang. Laporan Bank Indonesia (laporan bulanan).BI Mankiw, N.Gregory. 2003. Teori Makroekonomi. PENERBIT AIRLANGGA :Jakarta. Manurung, Jonni & Manurung, Adler H. 2009. Ekonomi Keuangan & Kebijakan Moneter. Salemba Empat : Jakarta. Masuki. 2005. Analisis Sektor Perbankan, Moneter dan Keuangan Indonesia. Mitra Wacana Media : Jakarta. Mishkin, F.S.2004. The Economics of Money , Banking and Financial Markets. Seventh Edition. International Edition, New York: Pearson Addison Wesley Longman. Natsir, M. 2008. Peranan Jalur Suku Bunga Dalam Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter di Indonesia. Pascasarjana Unhalu : Kendari. Nopirin. 1992. Ekonomi Moneter. BPFE: Jakarta. Pambudi, Sudiro. 2008. Kebijakan Moneter Indonesia. Pusat Pendidikan dan Studi Kebaksentralan Bank Indonesia : Banda Aceh. Puspopranoto, Sawaldjo. 2004. Keuangan, Perbankan dan Pasar Keuangan : Konsep, Teori dan Realita: Jakarta. LP3ES. 201 Jurnal Ilmiah Maksitek Vol. 2 No. 2 Mei 2017 ISSN-2548 – 429x Rahardja, Manurung. Pengantar Ilmu Ekonomi (Microekonomi dan Macroekonomi) edisi revisi: Jakarta.FEUI. Restiyanto, Dumadi Tri. 2008. Analisis Stabilitas dan Efektivitas Transmisi Lewat Jalur Jumlah Uang Beredar dan Kredit. UNDIP: Semarang. Santoso, Wijoyo & Iskandar. Mekanisme Pengaruh Suku Bunga Dalam Menjaga Keseimbangan Overall BOP. www.google.com Sriyanto. 2005. Ekonomi Moneter. Universitas Guna Drama : Jakarta. Taylor, John.B. 1999. The Monetary Transmission Mechanisme and The Evaluation of Monetary Policy Rules. Third Annual International Conference of the Central Bank of Chile on “Monetary Police: Rules and Transmission Mechanism” September, 20-2. Warjiyo. 2004. Mekanisme Transmisi kebijakan Moneter Melalui Saluran Uang. FE-Ui. Widarjono, agus. 2007. Ekonometrika: Teori dan Aplikasi Untuk Ekonomi dan Bisnis. Edisi Kedua.Yogyakarta: Penerbit Ekonesia FE-UI. 202