Pentingnya Komunikasi Non Verbal Saat

advertisement
BULETIN
SANGKAKALA
MENYUARAKAN PEMBAHARUAN DAN KEMAJUAN
ISSN 0216-3609
Edisi Kedelapan Tahun 2010
Pentingnya Komunikasi
Non Verbal Saat Pustakawan
Melayani Pemustaka
Hak Cipta Pada
Perpustakaan
Digital
Di Indonesia
Jogja Library For All (JLA)
“Yang Semestinya Dan
Senyatanya”
Serat Suryaraja
Kekayaan Budaya Yogyakarta
Tata Cara dan
Teknik Kliping Dalam Rangka
Penyelamatan Informasi
DAFTAR ISI
SANGKAKALA
STT : 605/SK/Ditjend PPG/SPT/1979
ISSN 0216 - 3609
Diterbitkan oleh :
Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah Provinsi DIY
Penanggung Jawab
Dra. Kristiana Swasti, M.Si
Pemimpin Redaksi
Dra. Monika Nur Lastiyani, MM
Sekretaris Redaksi
Sulistyadi
Anggota Redaksi
Drs. J Budihartono
A.Tuti Wahyuni, SH
Drs. Burhanudin, DR
Penyunting
Agung Nugroho, SIP
Drs. Y Agustirto S
Rini Handayani, SE, M.Si
Meiranti Nurani, SH
Lay Out
M. Rosyid Budiman, SSi
Wiwik Tarmini, SIP
Fauziah Yulianti, SS
FM Sari Astuti, SH
Alamat Redaksi
Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah Provinsi DIY
Jl. Tentara Rakyat Mataram No. 29
Yogyakarta
Redaksi menerima sumbangan naskah dari pihak
manapun, dengan catatan ditulis dalam bahasa yang mudah
dimengerti, 1 1/2 spasi, besar huruf panjang maksimal 6 lembar
folio, lebih baik disertakan foto atau ilustrasi. Redaksi berhak
mengedit naskah sesuai dengan yang dibutuhkan dan naskah
yang masuk menjadi milik redaksi, keputusan pemuatan ada
pada redaksi.
Sampul depan luar :
Grafis oleh ndellz
Sampul belakang :
ndellz
HAK CIPTA PADA PERPUSTAKAAN
DIGITAL DI INDONESIA
4
PENTINGNYA KOMUNIKASI
NONVERBAL SAAT PUSTAKAWAN
MELAYANI PEMUSTAKA
10
HaPe, Sang Biangkerok !
15
JOGJA LIBRARY for ALL (JLA)
“YANG SEMESTINYA DAN
SENYATANYA”
16
RESENSI BUKU
19
GEGURITAN
21
TATA CARA DAN TEKNIK KLIPING
DALAM RANGKA
PENYELAMATAN INFORMASI
24
JOGJA LIBRARY CENTER BPAD DIY
SEBAGAI PUSAT PERPUSTAKAAN DI
YOGYA
30
DIDAKTIK DALAM
SERAT SANGU GESANG
Memaknai Hidup Melalui Pustaka Lama
34
Serat Suryaraja
Kekayaan Budaya Yogyakarta
36
Salam Redaksi
BUKU DAN KEHIDUPAN
Kebutuhan paling mendasar bagi kehidupan
manusia adalah pangan, sandang, dan papan.
Artinya apabila ketiga hal tersebut terpenuhi orang
dapat melangsungkan kehidupannya. Hidup dalam
artian biologis !
Tidak demikian untuk dapat diartikan hidup
yang sehidup-hidupnya. Apalah artinya hidup secara
biologis tetapi tidak memberi arti bagi perjalanan
hidupnya?
Berangkat dari konsep bahwa hidup tidak
sekedar meniti napas dari pagi hingga petang,
maka melebarlah kebutuhan hidup manusia. Bukan
sekedar untuk mangan, nyandang, dan mapan.
Kalaupun orang nrima untuk mengejar pangan,
sandang, dan papan berarti dapat diartikan mereka
sebagai manusia yang sekedar hidup. Atau lebih
sederhana lagi sebagai orang yang numpang hidup.
Maka sebenarnya tak usah kagum pada mereka yang
suka pesta, pamer pakaian, atau pamer kepemilikan
rumah, sebab hakekatnya mereka adalah manusia
sederhana yang hanya terkungkung oleh konsep
hidup yang paling mendasar.
Untuk dapat memberi arti bagi kehidupannya
sudah tentu orang mesti menyesuaikan dirinya
dengan konteks jamannya. Pada masyarakat primitif
yang harus mengangkat pedang untuk membangun
kekuasaan, maka orang yang lihai memainkan
pedangnya, dialah orang yang berusaha memberi
arti hidup. Sudah tentu, berbeda bagi orang yang
hidup di era global. Konsep mengangkat pedang
menjadi sesuatu yang out of date ! Termasuk pamer
kekayaan, hura-hura, atau unjuk kekuasaan, bukan
merupakan konsep yang memberi makna hidup
yang sesungguhnya. Di era yang ditandai dengan
derasnya arus informasi ini adalah mereka yang
menguasai informasilah yang dapat diartikan
orang yang hidup dengan sesungguhnya. Mereka
yang haus informasilah sesungguhnya orang yang
memberi makna bagi hidupnya.
Pertanyaannya adalah sejauh mana informasi
“SANGKAKALA”, Edisi Kedelapan 2010
menjadi kebutuhan hidup kita?
Kalau toh kita termasuk orang yang masih
bangga sering gonta-ganti kendaraan, atau tv,
jangan sebut sebagai orang modern. Atau suka ganti
hape mewah sekedar untuk prestise, sesungguhnya
orang seperti ini termasuk mereka yang mengalami
culture shocks ! Akan tetapi apabila kita senantiasa
penasaran mencari buku-buku terbitan terbaru,
itulah sesungguhnya langkah tepat untuk
menjadikan hidup menjadi berarti. Dengan kata
lain, untuk mengukur sejauh mana hidup memiliki
arti adalah apabila menjadikan buku sebagai
salah satu kebutuhan hidup. Buku dalam bentuk
apapun dan media apapun! Karena buku adalah
salah satu sumber informasi. Buku menjadi jendela
untuk menatap cakrawala. Buku yang menjadikan
seseorang berilmu. Buku yang menuntun kaki kita
melangkah maju!
Dalam setiap edisi SANGKAKALA senantiasa
mendorong untuk menjadikan hidup kita bukan
sekedar ‘numpang hidup’ tetapi hidup yang memiliki
makna dengan menjadikan membaca sebagai
budaya, serta menjadikan buku sebagai kebutuhan
hidup.
Beberapa artikel pada edisi ini membahas
mengenai dunia perpustakaan dengan segala
romatikanya. Juga tentang ‘mimpi’ jaringan
perpustakaan yang tak jua menjadi kenyataan.
Hal yang perlu ditegaskan adalah bahwa
SANGKAKALA bukan hakim. Segenap sajian yang
ada bukan berarti statemen final tetapi lebih sebagai
stumulus untuk mendapatkan sintesa bagi upaya
memajukan dunia perpustakaan. Kalaupun banyak
sajian yang sebenarnya di ‘bawah’ nilai kepantasan,
jangan berkomentar “ah cuma kayak gitu”. Ubahlah
komentar tersebut menjadi statemen manis “....
untung masih ada yang mau menulis!” Syukur anda
termasuk yang tergerak untuk berpartisipasi pada
edisi selanjutnya! (HAN)
3
HAK CIPTA PADA PERPUSTAKAAN DIGITAL
DI INDONESIA :
Suatu tinjauan singkat
Suwardi
(Pustakawan Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia Yogyakarta)
P
Salah satu pilihan jawaban
erkembangan
teknologi pada satu atas tantangan ini adalah
bidang selalu akan Perpustakaan Digital. Secara
berpengaruh kepada bidang yang sepintas perpustakaan digital
lain, salah satu yang paling besar
pengaruhnya adalah kemajuan
pada teknologi komputer dan
informasi. Perpustakaan
yang semula sebagai
bidang ilmu yang
berdiri
sendiri,
kemudian
digabung
dengan
bidang
informasi
menjadi
ilmu perpustakaan dan
informasi,
meskipun
masih menjadi perdebatan.
Pengaruh ini tidak hanya sebatas
pada definisi bidang ilmu, namun
pengaruh yang sesungguhnya yaitu
pada pekerjaan riil perpustakaan. menghadirkan kemudahan akses
Hal ini menghadirkan tantangan informasi bagi para pengguna
Kemajuan &
bagi perpustakaan, bagaimana perpustakaan.
memanfaatkan
teknologi perkembangan teknologi komputer
tersebut untuk memilih bentuk dan jaringan memperkuat asumsi
yang tepat dalam memberikan ini, hal ini karena teknologi tersebut
kemudahan akses informasi bagi telah memudahkan transfer/
aliran data/informasi ke berbagai
penggunanya.
4
tempat tanpa ada halangan batas
geografis.
Definisi dan Pengertian
Sampai saat ini belum
ada definisi yang seragam
tentang perpustakaan digital,
banyak ahli maupun institusi
yang
mendefinisikan
perpustakaan
digital
menurut cara pandang
masing-masing. Beberapa
definisi
perpustakaan
digital:
The
Digital
Library
Federation
mendefinisikan
sebagai berikut:
“Organizations that provide the
resource, including the specialized
staff, to select, structure, offer
intellectual access to, interpret,
distribute, preserve the integrity of,
and ensure the persistence over time
of collections of digital works so that
they are readily and economically
available for use by a defined
community or set of communities”
(Walters dalam Setiarso, ).
T. B. Rajashekar mendefinikan
sebagai berikut:
“SANGKAKALA”, Edisi Kedelapan 2010
“a
managed
collection
of
information,
with
associated
services, where the information
is stored in digital formats and
accessible over a network”.
seperti “Electronic Library” atau
“Virtual Library” masih dianggap
sebagai sinonimnya dan sering juga
digunakan. Karen Drabenstott
menawarkan 14 definisi yang
dipublikasikan antara tahun 1987
sampai 1993 dan berdasarkan ke
14 definisi tersebut Assotiation
of Research Library secara umum
menjelaskan
bahwa
adanya
perbedaan-perbedaan
tersebut
disebabkan oleh:
John Millard mendefinisikan
sebagai berikut:
“libraries that are distinguished
from information retrieval systems
because they include more type
of media, provide additional
functionally and services, and include
other stages of the information life
cycle, from creation through use. a. Perpustakaan digital bukan
Digital libraries can be viewed as a
merupakan suatu entitas
new form of information institution
tunggal
or as an extension of services
libraries currently provide”.
b. Perpustakaan
digital
memerlukan teknologi untuk
Wikipedia
Indonesia
menghubungkan
banyak
mendefinisikan sebagai berikut:
sumberdaya,
perpustakaan
“perpustakaan yang mempunyai
dan pelayanan informasi
koleksi buku sebagian besar dalam
bentuk format digital dan yang bisa c. Hubungan
beberapa
diakses dengan komputer. Jenis
Perpustakaan Digital dan
perpustakaan ini berbeda dengan
pelayanan informasi adalah
jenis perpustakaan konvensional
transparan kepada pengguna
yang berupa kumpulan buku
tercetak, film mikro, atapun
akhir
kaset audio, video dll. Isi dari d. Tujuannya adalah akses secara
perpustakaan digital berada dalam
universal
dan
pelayanan
suatu komputer server yang bisa
informasi
ditempatkan secara local, maupun
di lokasi yang jauh, namun dapat e. Koleksi Perpustakaan Digital
diakses dengan cepat dan mudah
adalah tidak terbatas terhadap
lewat jaringan komputer”.
dokumen, tetapi berkembang
pada digital artifacts yang
Definisi-definisi tersebut
tidak dapat disajikan atau
menunjukkan bahwa perpustakaan
didistribusikan dalam format
digital belum didefinisikan secara
tercetak.
jelas untuk dapat dijadikan
Pada
dasarnya
standar atau acuan dalam dunia
pendidikan. Istilah-istilah lain perpustakaan digital itu sama
“SANGKAKALA”, Edisi Kedelapan 2010
dengan perpustakaan biasa, satu
hal yang membedakannya adalah
prosedur kerja berbasis komputer
dan sumber informasinya digital.
Perpustakaan
digital
tidak
berdiri sendiri, melainkan terkait
dengan sumber-sumber lain dan
pelayanan informasinya terbuka
bagi pengguna di seluruh dunia.
Koleksi perpustakaan digital tidak
terbatas pada dokumen elektronik
pengganti bentuk cetak saja,
ruang lingkup koleksinya malah
sampai pada artefak digital yang
tidak bisa digantikan dalam bentuk
tercetak. Koleksinya menekankan
pada isi informasi, jenisnya dari
dokumen tradisional sampai hasil
penelusuran.
Pengembangan
Perpustakaan
Digital
‘Cikal bakal’ perpustakaan
digital menurut Sulistyo Basuki
dan Winy Purtini digagas pertama
kali oleh Vannenar Bush pada
awal tahun 1940-an (dalam Arif,
2005: 6). Sebagai penasehat
Presiden Roosevelt bidang ilmu
pengetahuan, dia menghadapi
masalah banyaknya informasi
(ledakan informasi) dan masih
disimpan dalam bentuk analog.
Keadaan ini menyulitkan dalam
akses
informasi
khususnya
hasil penelitian yang sudah
dipublikasikan. Berangkat dari
5
keadaan ini dia menggagas
‘thinking machine’ dan sebuah
‘device’
(kemudian disebut
MemEx) yang memungkinkan
seseorang menyimpan buku,
record dan komunikasinya. MemEx
kemudian dimekanisasi sehingga
memungkinkan
konsultasi
informasi yang cepat dan luwes.
Keterbukaan
akses
terhadap koleksi perpustakaan
telah diusahakan oleh para
digital yang kemudian dikenal
sebagai TULIP (The University
Licensing
Project)(dalam
Wahono). Tahun 1994, Library of
Congress mengeluarkan rancangan
National Digital Library dengan
menggunakan
penyimpanan,
penelusuran dan tampilan teks
dokumen
secara
elektronik.
Kemudian tahun 1995 enam
universitas di Amerika Serikat
yaitu: Carnegie Mellon University,
Pe n g e m b a n g a n
perpustakaan digital tidak dapat
dilakukan secara serampangan,
tetapi perlu suatu formulasi
yang terencana dengan rapi.
Pengembangan ini menyangkut
banyak aspek yang ada pada
suatu perpustakaan. Formulasi
dimaksud adalah adanya suatu
perencanaan secara menyeluruh
terhadap berbagai aspek yang
melingkupi suatu perpustakaan.
pustakawan, peneliti dan pihakpihak lain pada era 1950-an
sampai 1960-an tetapi dengan
teknologi yang masih sangat
terbatas. Baru pada awal tahun
1980-an beberapa perpustakaan
besar melaksanakan otomasi
fungsi-fungsi perpustakaan karena
masih mahalnya harga perangkat
komputer. Pada dasawarsa 90an hampir semua fungsi-fungsi
perpustakaan telah diotomasi,
serta berkembangnya komunikasi
data antar perpustakaan secara
elektronik.
Tahun
1991
delapan
universitas yaitu: Carnegie Mellon
University, Cornell University,
GIT, MIT, University of California,
University of Tennesee, University
of Qashington, Virginia Polytechnic
dan State University bersama
Elsevier Science mengadakan
kesepakatan
kerjasama
pengembangan
perpustakaan
University of Michigan, University
of Illinois at Havana, University of
California at Barkeley, Stanford
University dan University of
California at Santa Barbara atas
dana dari NSF/DARPA /NASA juga
mengadakan penelitian tentang
perpustakaan digital. Tetapi upaya
nyata mendigitalisasi dokumen
kemudian menyebarluaskannya
telah dilakukan oleh Michael Hart
(ketika masih menjadi mahasiswa
Illinois
University)
dengan
cara mendirikan
Proyek
Gutenberg (PG) tahun
1971 (Gatra, 2005: 34),
maka Proyek Gutenberg
dapat
disebut
s e b a g a i
lembaga
pertama
d a l a m
digitalisasi
dokumen.
Perencanaan
ini
diperlukan
untuk
mentransformasikan
6
system dari system perpustakaan
konvensional/tradisional berbasis
koleksi analog ke perpustakaan
digital.
Transformasi
yang
diperlukan meliputi formulasi
kebijakan, perencanaan strategis
secara
holistic
termasuk
aspek
hukum
(copyrights),
standarisasi,
pengembangan
koleksi, infrastruktur jaringan,
metoda
akses,
pendanaan,
kolaborasi,
kontrol
bibliografi, pelestarian
dan sebagainya untuk
memandu keberhasilan
mengintegrasikan
tradisional ke format
digital.
S e c a r a
t e k n i k a l
perpustakaan
digital
dibagi
dalam tiga lapisan
“SANGKAKALA”, Edisi Kedelapan 2010
dari tampilan sampai ke lapisan
dalam yaitu: lapisan portal, lapisan
aplikasi, dan lapisan sumber daya.
Lapisan portal adalah tampilan
untuk memudahkan pengguna
mengoptimalkan
sumber
informasi dalam perpustakaan
digital dan sekaligus pelayanan
permintaan
dan
pengiriman
informasi/pengetahuan
melalui
RSS atau e-mail. Lapisan aplikasi
meliputi Open URL linking server,
tidak mengurangi pembatasanpembatasan menurut peraturan
perundang-undangan
yang
berlaku. Hak cipta memberi hak
kepada pencipta untuk membuat
salinan dari ciptaannya tersebut,
membuat produk derivatif dan
menyerahkan hak-hak tersebut
ke pihak lain (lisensi) dan berlaku
seketika setelah ciptaan tersebut
dibuat. Hak cipta tetap dilindungi
oleh hukum meskipun tidak
cipta (copyright) pada dokumen/
konten. Masalah ini menurut Romi
Satrio Wahono terbagi menjadi
dua, yaitu:
1. Hak cipta pada dokumen
yang didigitalkan, termasuk
di dalamnya adalah merubah
dokumen ke digital dokumen,
memasukkan digital dokumen
ke
databases,
merubah
digital dokumen ke hypertext
dokumen.
cross-databases
Meta-search
engine, OAI service providers that
can integrated those resource
into a universal knowledge
platform. Sedang sumber daya
informasi berisi berbagai macam
databases,
seperti:
artificial
intelligent databases, full-text
databases, citation databases, dan
sebagainya.
didaftarkan ke Ditjen HAKI.
Di Indonesia, HaKI dalam
Perangkat Lunak dimasukkan
dalam kategori Hak Cipta
(Copyright). Di negara lain, selain
HakCipta, perangkat lunak juga bisa
dipatenkan, meskipun sebenarnya
yang dipatenkan adalah ide alias
business modelnya (Business
Model Patent), contohnya Amazon
dengan 1-Click Patent (Wahono,
2008).
Digitalisasi
sumber
informasi dari sumber-sumber
tercetak (buku, jurnal, majalah
dsb) dan terekam (pita magnetic,
audio, video) menjadi dokumen
digital secara teknis dapat
dikatakan tidak ada hambatan.
Ketersediaan teknologi yang
diperlukan untuk proses tersebut
telah banyak beredar di pasar.
Salah satu hambatan non teknis
yang ada saat ini adalah masalah
hukum, khususnya tentang hak
2. Hak cipta pada dokumen
di communication network.
Di dalam hukum hak cipta
masalah transfer dokumen
melalui computer network
belum didefinisikan dengan
jelas.
Hal
yang
perlu
disempurnakan
adalah
tentang hak menyebarkan,
hak
meminjamkan,
hak
memperbanyak,
hak
menyalurkan baik kepada
masyarakat umum atau pribadi,
semuanya dengan media
jaringan komputer termasuk
didalamnya internet, intranet
dan sebagainya (Wahono,
1999: 3)
Satu contoh yang telah
menjadi perdebatan seru adalah
antara Google melawan AAUP
(The Association of American
University Presses) atau antara
Google melawan Uni Eropa. Kerja
sama antara Google dengan lima
Hak Cipta pada Perpustakaan
Digital
Hak kekayaan intelektual
(HaKI) mempunyai beberapa jenis
(ragam), yaitu hak cipta, paten,
merk dagang, rahasia dagang,
service merk, desain industri
dan desain tata letak. Hak Cipta
(Copyright) menurut UU No 19
Tahun 2002 adalah hak eksklusif
bagi Pencipta atau penerima
hak untuk mengumumkan atau
memperbanyak ciptaannya atau
memberikan izin untuk itu dengan
“SANGKAKALA”, Edisi Kedelapan 2010
7
perpustakaan terbesar di Amerika
Serikat (Universitas Harvard,
Stanford, Oxford, Michigan dan
New York Public Library) dalam
digitalisasi koleksi menurut Givler
(Direktur Eksekutif AAUP) akan
melanggar undang-undang hak
cipta (Gatra, 2005: 34). Sedangkan
perdebatan antara Google dengan
Uni Eropa lebih merupakan
perdebatan masalah budaya.
Untuk mengatasi masalah
Selain
masalah
hak
cipta pada dokumen/konten,
pada perpustakaan digital juga
memerlukan adanya software yang
digunakan untuk pengoperasian
dan sebagaimana diketahui bahwa
Indonesia menjadi salah satu
negara dengan angka pembajakan
software tertinggi di dunia –tahun
2004 peringkat ke 4 (Rachmawati,
2004),
tahun 2006 peringkat
ke 8 dan tahun 2007 menjadi
hak cipta dari dokumen yang
digitalisasi
telah
dilakukan
penelitian,
yaitu
bagaimana
mengembangkan manajemen hak
cipta secara elektronik. Jalan keluar
yang lain misalnya mendigitalkan
koleksi yang masa perlindungan
hak ciptanya telah habis, seperti
yang dilakukan oleh Jepang.
Menurut Undang-undang Hak
Cipta Jepang, masa perlindungan
hak cipta berlaku hingga 50 tahun
setelah penulis meninggal dunia.
Tetapi langkah ini hanya dapat
menjangkau
koleksi/informasi
yang telah usang. Indonesia
(dalam hal ini Perpustakaan
Nasional) mengadopsi cara Jepang
dalam mendigitalisasi buku, yakni
digitalisasi buku yang sudah lewat
hak ciptanya (setelah 50 tahun)
dan naskah-naskah nusan- tara
kuno yang telah berusia 800 tahun
bahkan ada yang berusia 1.200
tahun (Kurnia, 2008).
peringkat ke 12 (Mardoto, 2008)
dan atau memodifikasinya.
--. Untuk mengatasi masalah ini 2. Perangkat Lunak Komersial;
salah satu solusi yang mungkin
adalah
perangkat
lunak
adalah menggunakan open source
yang dikembangkan oleh
software, meskipun open source
kalangan bisnis/vendor untuk
software tidak sepenuhnya tanpa
memperoleh keuntungan dari
lisensi tetapi mempunyai jenispenggunaannya. Kebanyakan
jenis yang benar-benar bebas/
perangkat lunak komersial
gratis.
adalah
berpemilik,
tapi
Software yang tersebar
ada perangkat lunak bebas
di dalam masyarakat ternyata
komersial, dan ada perangkat
banyak ragamnya, dan sering kali
lunak tidak bebas dan tidak
dapat membingungkan orang
komersial.
awam. Untuk lebih memahami dan 3. Perangkat
Lunak
Semimemperjelas berbagai kategori
Bebas; adalah perangkat
software yang ada terlebih dulu
lunak yang tidak bebas, tapi
perlu dicermati diagram Chao-Kuei
mengijinkan setiap orang
berikut :
untuk menggunakan, penyalin,
mendistribusikan,
dan
memodifikasinya (termasuk
distribusi dari versi yang telah
dimodifikasi) untuk tujuan
tertentu. Perangkat semibebas lebih baik dari perangkat
Berdasarkan
diagram
lunak berpemilik, tetapi tidak
8
tersebut maka perangkat lunak
dapat dikelompokkan dalam
kategori-kategori seperti berikut
ini:
1. Perangkat Lunak Berpemilik;
adalah perangkat lunak yang
tidak bebas ataupun semibebas.
Seseorang
dapat
dilarang, atau harus meminta
ijin terlebih dulu, atau dikenakan
pembatasan tertentu jika
menggunakan, mengedarkan
“SANGKAKALA”, Edisi Kedelapan 2010
dapat digunakan pada system
operasi yang bebas.
4. Perangkat
Lunak
Bebas
(Free
Software);
adalah
perangkat
lunak
yang
mengijinkan siapapun untuk
menggunakan,
menyalin,
dan mendistribusikan, baik
dimodifikasi atau pun tidak,
secara gratis ataupun dengan
biaya. Dalam free software
ini harus disertakan kode
kebebasan
untuk
lisensi.
menyebarluaskan kembali 9. Perangkat Lunak Copylefted;
hasil salinan perangkat
merupakan
perangkat
lunak tersebut sehingga
lunak bebas yang ketentuan
dapat membantu pengguna
pendistribusiannya
tidak
yang lain.
memperbolehkan
untuk
d. Kebebasan 3:
menambah batasan-batasan
kebebasan
untuk
tambahan, artinya setiap
meningkatkan
kinerja
salinan dari perangkat lunak
program,
dan
dapat
(walaupun telah dimodifikasi)
menyebarkannya kepada
haruslah tetap merupakan
masyarakat umum.
perangkat lunak bebas.
sumber dari program tersebut.
Perangkat
lunak
bebas
mengacu pada kebebasan
para penggunanya untuk
menjalankan, menggandakan,
menyebarluaskan,
mempelajari, mengubah dan
meningkatkan
kinerjanya.
Kebebasan dalam free software
memiliki derajat yang berbeda,
yaitu:
a. Kebebasan 0 :
kebebasan menjalankan
programnya untuk tujuan
apa saja.
b. Kebebasan 1:
kebebasan
untuk
mempelajari bagaimana
program itu bekerja serta
dapat disesuaikan dengan
kebutuhan
pengguna,
syaratnya kode program
disertakan dalam suatu
paket program.
c. Kebebasan 2:
5. Perangkat Lunak Open Source; 10.Perangkat
Lunak
Bebas
beberapa pihak mengartikan
Non-Copylefted;
perangkat
sama dengan dengan perangkat
lunak yang dibuat dengan
lunak bebas.
mengijinkan
orang
lain
6. Public
Domain;
adalah
untuk
mendistribusikan
perangkat lunak yang tanpa
dan
memodifikasi,
dan
hak cipta. “Public Domain”
untuk
menambahkan
merupakan istilah hukum yang
batasa-batasan
tambahan
artinya tidak memiliki hak
didalamnya.
cipta. Sebuah karya adalah 11.Perangkat Lunak GPL-covered;
public domain jika pemilik hak
(General
Public
License)
cipta menghendaki demikian.
merupakan sebuah ketentuan
7. Freeware; belum terdefinisi
pendistribusian tertentu untuk
secara jelas, tetapi biasanya
meng-copyleft-kan
sebuah
digunakan untuk paket-paket
program. Proyek GNU mengguyang mengijinkan redistribusi
nakannya sebagai perjanjian
tetapi bukan pemodifikasian
distribusi untuk sebagian besar
(dan kode programnya tidak
perangkat lunak GNU.
tersedia).
12.Sistem GNU; merupakan
8. Shareware; adalah perangkat
sistem serupa Unix yang
lunak yang mengijinkan orangseutuhnya bebas.
orang untuk meredistribusikan
bersambung ke Hal. 28
salinannya, tetapi mereka
yang terus menggunakannya
diminta untuk membayar biaya
“SANGKAKALA”, Edisi Kedelapan 2010
9
Pentingnya
Komunikasi Nonverbal
Saat Pustakawan
Melayani Pemustaka
Oleh: Endang Fatmawati *)
Seandainya kita adalah pemakai perpustakaan (pemustaka) datang ke perpustakaan, lalu kita disapa oleh pustakawan, misalnya “Selamat pagi Ibu?’ (pustakawan
tersebut menyapa sambil mengangkat wajah, menganggukkan kepala, melihat,
dan tersenyum kepada kita). Kira-kira kita sebagai pemustaka senang tidak? Hal
ini tentu sangat berbeda jika pustakawan tersebut tetap menyapa namun dengan
kepala menunduk ke keyboard atau layar komputer tanpa sama sekali melihat kita
yang datang.
D
engan latar belakang inilah, saya menulis tentang pentingnya komunikasi nonverbal dalam
melengkapi komunikasi verbal pustakawaan saat
melayani pemustaka. Sepertinya sepele dan tidak
penting, namun saya berani menegaskan bahwa
komunikasi nonverbal sangat penting sekali bagi
pustakawan di bagian layanan. Alasannya adalah
bahwa pemustaka untuk memahami suatu pesan itu
tidak hanya melibatkan dengan mendengarkan katakata yang diucapkan saja.
Namun demikian adanya suatu isyarat nonverbal
pustakawan juga akan menambah kejelasan dari
pesan yang disampaikan. Selain itu juga akan membawa makna tersendiri bagi pemustaka, kepuasan
batin, seperti suatu bentuk penghargaan terhadap
diri pemustaka dan kepuasan layanan. Walaupun
sebenarnya isyarat-isyarat komunikasi nonverbal
akan membawa makna yang berbeda pada kebudayaan yang berbeda. Jadi agar tidak rancu, maka
saya fokuskan pembahasan isyarat komunikasi nonverbal ini pada hal umum yang terjadi di budaya dan
masyarakat kita.
Layanan Pemustaka
Apa beda pelayanan di perpustakaan dan di bankbank? Saya rasa pasti jawaban pembaca beraneka
ragam. Dalam tulisan ini saya hanya ingin membatasi
pada petugas layanannya saja, yaitu pustakawannya.
Saat ini di bank-bank banyak menggunakan tenaga
outsourching yang notabene masih muda-muda, cantik, ganteng, cekatan, enerjik, dan sebutan lainnya
yang membuat pengunjung ketagihan datang lagi.
Bisakah petugas di bagian layanan perpustakaan
juga bisa seperti petugas bank?
“SANGKAKALA”, Edisi Kedelapan 2010
Bisa! Kenapa? Pustakawan di
bagian layanan juga bisa bersikap
seperti layaknya petugas bank.
Bahkan tidak harus outsourching.
Bayangkan pada saat kita sebagai
nasabah datang ke bank, sudah
dengan sigap petugasnya menyapa dengan ramah sambil bangkit
dari duduk, berdiri, membungkukkan badan, dan menganggukkan
kepala. “Selamat pagi Ibu...ada
yang bisa saya bantu?“ Coba kita
rasakan, senang kan kita sebagai
nasabah diperlakukan seperti itu.
tighfar. Sungguh memprihatinkan
bukan, jika memang begini kualitas pustakawan kita. Wah tapi itu
1:1000 kali ya? he...he...
Komunikasi Nonverbal
Pustakawan
Komunikasi nonverbal adalah
proses komunikasi dimana pesan
disampaikan tidak menggunakan
kata-kata, tapi dikemas dengan
bahasa tubuh (body language),
tanda (sign), tindakan/perbuatan
(action) atau obyek. Komunikasi
Bagaimana jika di perpustakaan?
nonverbal akan memberikan arti
Saya rasa juga tidak apa-apa
pada komunikasi verbal.
perilaku pustakawan di bagian
layanan melakukan seperti itu, na- Beberapa contoh yang termasuk
mun sepertinya masih canggung
komunikasi nonverbal yang dapat
jika dilakukan, karena sepertinya
dilakukan oleh pustakawan saat
tidak biasa. Langkah awalnya
melayani pemustaka adalah sebatidak harus zakelijk seperti itu,
gai berikut:
namun bisa dimulai dari hal-hal
a. Gerak isyarat/isyarat badaniah
kecil. Misalnya: berbicara dengan
(gestures).
pemustaka dengan melihat, seMenggunakan gerak isyarat
nyum, menambah gerakan tangan
dari pustakawan dapat memsaat menunjukkan buku, ataupun
pertegas pembicaraan dan
ekspresi nonverbal lainnya. Saya
merupakan bagian dari total
rasa pemustaka akan lebih nyakomunikasi pustakawan kepada
man diperlakukan dengan sikap
pemustaka. Pustakawan hendemikian, daripada hanya dengan
daknya membiasakan dengan
kata-kata saja. Biar kesannya tidak
menunjukkan siap membantu
seperti “robot berjalan“, maka
dengan “telapak tangan terpustakawan di bagian layanan
buka“.
harus berperilaku dinamis, luwes,
Misalnya: Mengetuk-ngetukekspresif, dan atraktif.
kan kaki atau menggerakkan
tangan selama berbicara daPembaca, pernahkah mendengar
pat menunjukkan situasi dan
keluhan pemustaka yang tidak
kondisi pustakawan saat itu.
mau ke perpustakaan lagi karena
Pada saat pustakawan jengkel
petugasnya galak, judes, tidak
dengan pemustaka ataupun
ramah, njelehi, ngayelke, kaku,
senang, maka sebagai upaya
dan hal-hal jelek lainnya? Kalau
untuk mempertegas dapat
saya pernah mendengar keluhan
melakukan gerak isyarat teritu, dan akhirnya saya hanya bisa
tentu.
“mengelus dada“ sambil berisb. Bahasa tubuh (body language).
“SANGKAKALA”, Edisi Kedelapan 2010
Bahasa tubuh dicirikan dengan
adanya gerakan tubuh (kinesik).
Adanya gerakan tubuh dapat
menghilangkan grogi pustakawan saat berbicara. Gerakan tubuh pustakawan bisa
digunakan untuk menggantikan
suatu kata atau frase, misalnya:
mengangguk untuk mengatakan ‘ya’, untuk mengilustrasikan atau menjelaskan sesuatu,
ataupun menunjukkan perasaan setuju. Kemudian ‘memukul meja’ untuk menunjukkan
kemarahan, untuk mengatur
atau mengendalikan jalannya
percakapan, atau untuk melepaskan ketegangan.
Contoh bahasa tubuh yang lain,
misalnya: Berjabat tangan &
salam, kontak mata, ekspresi
wajah, posisi tangan, posisi
berdiri, posisi duduk, ataupun
cara berjalan.
c. Kontak mata (eye contact).
Mata sering disebut sebagai
‘jendela hati‘, karena sebagai
prediktor paling akurat tentang perasaan dan sikap hati
dari pustakawan yang berbicara tersebut. Kontak mata
merupakan sinyal alamiah
untuk berkomunikasi. Kontak
mata diartikan melihat lawan
bicara yang tujuannya untuk
memperhatikan dan bukan
sekedar mendengarkan saja.
Pustakawan sebaiknya menjaga
kontak mata langsung dengan
pemustaka, tetapi jangan sampai berlebihan/terlalu lama.
Misalnya: Apabila pustakawan
melakukan kontak mata dengan
pemustaka, berarti pustakawan
tersebut kesannya memperhatikan dan menghargai pemustaka.
11
d. Ekspresi wajah (facial expressions).
Wajah merupakan sumber yang
kaya dengan komunikasi, karena
ekspresi wajah mencerminkan
suasana emosi pustakawan.
Bahkan para peneliti pernah
memperkirakan bahwa wajah
manusia itu dapat menampilkan
lebih dari 250.000 ekspresi yang
berbeda. Semua ekspresi wajah
baik itu disengaja dilakukan oleh
pustakawan atau tidak disengaja
itu dapat melengkapi atau sepenuhnya menggantikan verbal.
Misalnya: Menaikkan atau
menurunkan alis mata, mengerlingkan mata, menelan ludah,
mengeraskan rahang, tersenyum lebar.
e. Sikap/postur tubuh (posture).
Sikap pustakawan yang cenderung tegak akan mengirimkan pesan percaya diri, menunjukkan kompetensi, kerajinan,
dan kekuatan. Cara seorang
pustakawan berjalan, duduk,
berdiri dan bergerak memperlihatkan ekspresi dirinya. Postur
tubuh dan gaya berjalan merefleksikan emosi, konsep diri,
dan juga tingkat kesehatan
pustakawan.
Misalnya: Sebagai wujud ketertarikan dan
perhatian,
maka
pustakawan
dapat
mencondongkan
badan ke arah
pemustaka pada
saat menyapa;
untuk membangun hubungan
akrab
dengan
pe-
12
mustaka, maka pustakawan dapat menggunakan sebuah gerak
telapak kanan ke atas dengan
memulai untuk jabat tangan.
f. Sentuhan (touch).
Sentuhan pustakawan merupakan bentuk komunikasi
personal, karena sentuhan
lebih bersifat spontan daripada
komunikasi verbal. Beberapa
pesan seperti perhatian yang
sungguh-sungguh, dukungan
emosional, kasih sayang atau
simpati dapat dilakukan melalui
sentuhan.
Misalnya: Pustakawan memberikan sentuhan tepukan punggung kepada pemustaka yang
bingung mencari buku di rak,
sambil berkata “Sabar ya Pak,
saya bantu nyari ya mudahmudahan bisa ditemukan“. Cara
seperti ini merupakan bentuk
perhatian pustakawan dan akan
lebih menenangkan kondisi
pemustaka saat itu.
g. Komunikasi objek (object communication).
Komunikasi objek yang paling
umum bagi pustakawan adalah terkait
dengan pe-
nampilan, seperti: penggunaan
pakaian seragam, bros, pin,
potongan rambut, simbolsimbol, sandi, ataupun warna.
Bagaimanapun pemustaka yang
dilayani akan lebih menyukai
pustakawan yang cara berpakaiannya sopan, serasi, sederhana,
sesuai, dan menarik.
Misalnya: Pustakawan harus
good appearance dalam melayani pemustaka. Hal ini salah
satunya adalah nampak dari
seragam yang digunakan, seperti kerapian baju, pin, dan kartu
pengenal yang dikenakan.
h. Dokumen perpustakaan (library
document).
Maksudnya bahwa tampilan
keseluruhan dokumen yang
ada di perpustakaan juga dapat
mengungkapkan pesan nonverbal. Pustakawan harus dapat
menghasilkan pesan yang ditulis
dengan penuh ketelitian, rapi,
profesional, dan teratur dengan
baik.
Misalnya: Pustakawan yang
menyetempel kartu anggota
perpustakaan, namun tinta capnya miring, mengenai muka pas
foto, atau terbalik tulisannya.
Hal seperti ini dapat mengandung pesan nonverbal negatif
dari pemustakanya.
i. Suara (sound).
Suara rintihan, menarik
nafas panjang, tangisan
juga salah satu ungkapan
perasaan dan pikiran pustakawan yang dapat dijadikan komunikasi. Bila
dikombinasikan
dengan semua bentuk
komunikasi
nonverbal
“SANGKAKALA”, Edisi Kedelapan 2010
lainnya sampai desis atau suara,
maka dapat menjadi pesan yang
sangat jelas.
Misalnya: Pustakawan dalam
layanan bercerita (story telling),
maka agar pesan dapat diterima
anak-anak dengan mudah,
pustakawan dapat melakukannya dengan penuh ekspresif,
seperti: menirukan suara ayam
berkokok (petok-petok); saat
pemustaka berisik, maka pustakawan dapat mendesis ’ssstt...
ssstt‘.
j. Vokalik (paralanguage).
Vokalik adalah unsur nonverbal dalam suatu ucapan, yaitu
bagaimana cara berbicara pustakawan.
Misalnya: keras atau lemahnya
suara (intonasi), penekanan
nada/kualitas suara, gaya emosi,
gaya berbicara, kecepatan
berbicara pustakawan, penggunaan suara-suara pengisi seperti
“um”, “mm”, “e”, “i”, “o”, dan
lain sebagainya pada saat pustakawan berbicara.
k. Ruang (room).
Cara pengaturan ruangan bagi
pustakawan di tempat kerja dapat mengirim pesan nonverbal
tentang seberapa tingkat keterbukaan pustakawannya. Selain
itu juga kondisi ruang kerja yang
berantakan, kotor, dokumen
berserakan, semrawut, juga
menunjukkan makna tersendiri
bagi pemustaka yang melihat.
Intinya pustakawan harus dapat
menjaga kerapian dan fungsi
tempat kerja.
Misalnya: Pustakawan yang melayani pemustaka dalam ruang
sirkulasi sistem tertutup (closed
access), maka pesan yang ditangkap pemustaka juga seper-
tinya layanannya harus sistem
tunggu informasi, sehingga
pesan yang muncul di benak
pemustaka adalah kemungkinan
pelayanannya lama.
l. Wilayah (zone).
Setiap pustakawan pasti mempunyai wilayah sendiri agar
merasa nyaman. Begitu juga
para pemustakanya. Namun
justru yang jadi masalah adalah
bahwa jarak antara pustakawan
dan pemustaka saat berkomunikasi terkadang menimbulkan
persepsi yang berbeda. Fungsi
dari wilayah ini adalah agar
tercipta kedekatan emosional
antara pustakawan dan pemustaka, untuk menunjukkan
kehangatan, dan mengurangi
perbedaan status.
Misalnya: Pustakawan yang
menyampaikan pesan tentang
cara menelusur melalui OPAC,
namun pustakawan tersebut
tetap berada di dalam counter
petugas dan hanya berbicara
verbal saja. Sehingga jarak antar
pemustaka dan pustakawan
terkesan jauh. Nah dalam kasus
ini akan lebih baik apabila pustakawan mendekat ke pemustaka dan memraktekkan langsung di OPAC ditambah dengan
komunikasi nonverbal tentang
bagaimana cara menelusurnya.
m.Waktu (time).
Bagaimana pustakawan mengatur dan menggunakan waktu
untuk melayani pemustaka
akan menunjukkan kepribadian
dan sikap pustakawan. Saat melayani pemustaka, pustakawan
dituntut bisa menggunakan
waktu secara tepat dan bijaksana.
Misalnya: Pustakawan yang
“SANGKAKALA”, Edisi Kedelapan 2010
melayani pemustaka dengan
ketulusan hati sampai membantu menemukan informasi yang
dibutuhkan pemustaka dalam
waktu yang lama, maka hal ini
dapat memberikan isyarat kesungguhan pustakawan dalam
melayani pemustaka.
Menurut Hanna and Wilson (1998:
129) mengemukakan bahwa ada
4 (empat) fungsi dari kegunaan
komunikasi nonverbal, yaitu:
reinforcement, modification, substitution, dan regulation. Apabila
diterapkan oleh pustakawan saat
melayani pemustaka di bagian
layanan, maka dapat saya jabarkan sebagai berikut:
1.Reinforcement
Maksudnya adalah penguatan
dari pesan yang disampaikan
pustakawan. Misalnya: pustakawan perempuan yang
sudah lama tidak bertemu
seorang Ibu (pemustaka), maka
saat bertemu pustakawan
tersebut mengatakan verbal
“Gimana Ibu kabarnya?” (sambil
memeluk Ibu tersebut).
2.Modification
Maksudnya adalah untuk perubahan/modifikasi dari pesan
yang disampaikan pustakawan
sebelumnya. Misalnya: saat
pustakawan menjelaskan tata
tertib secara verbal, namun
karena pemustaka belum paham, maka pustakawan dapat
mengambil brosur tata tertib
sambil menunjukkan dengan
tangan hal-hal yang penting
yang perlu ditekankan dari tata
tertib tersebut.
3.Substitution
Maksudnya adalah sebagai
penggantian dari komunikasi
13
verbal pustakawan. Misalnya:
perkataan ”iya bisa” tidak harus
diucapkan, namun pustakawan
bisa cuma mengangguk saja;
membolehkan
masuk tidak harus “silahkan”,
tapi bisa dengan
menggerakkan
telapak tangan ke
depan.
4.Regulation
Maksudnya adalah
bahwa komunikasi
nonverbal tertentu
dapat digunakan sebagai bentuk
peraturan dari sebuah proses
komunikasi atara pustakawan
dan pemustaka. Misalnya: “dilarang merokok” dalam ruang
perpustakaan (hanya dengan
menempelkan poster gambar
rokok diberi tanda silang).
Selanjutnya menurut Guffey
(2006: 106) mengemukakan bahwa komunikasi nonverbal dalam
membantu menyampaikan pesan mempunyai berbagai fungsi,
antara lain:
1.Untuk melengkapi dan menggambarkan.
Pesan nonverbal dapat menjelaskan, memodifikasi, atau
memberikan rincian untuk
sebuah pesan verbal. Sebagai
contoh pustakawan dalam
menggambarkan ukuran sebuah
buku, dapat menggunakan jarijarinya untuk membuat jarak 24
cm.
2.Untuk memperkuat dan menekankan.
Pustakawan dalam menyampaikan pesan penting berupa
teguran atau peringatan kepada
pemustaka bisa dengan nada
14
suara yang tinggi agar terkesan
tegas. Sementara bisa dengan
suara pelan pada saat memberikan pesan yang sifatnya rahasia.
3.Untuk mengubah
dan menggantikan.
Banyak isyarat bisa
digunakan untuk
menggantikan katakata yang diucapkan. Pustakawan
dapat menaruh jari
telunjuk di depan
mulut untuk menggantikan
kata “jangan ramai”; mengangkat bahu untuk menggantikan
‘tidak tahu’.
4.Untuk mengendalikan dan mengatur.
Pesan nonverbal merupakan
pengatur yang penting dalam
percakapan. Pustakawan pada
saat berbicara dengan dengan
pemustaka dapat memberikan
komunikasi nonverbal dengan
tujuan untuk meneruskan,
mengulangi, merinci, bergegas,
atau menyelesaikan. Misalnya:
perubahan kontak mata, gerakan kepala yang ringan, perubahan sikap badan, menaikkan
alis mata, mengernyitkan dahi,
ataupun perubahan nada suara.
5.Untuk menyangkal.
Pesan yang disampaikan berlawanan dengan kata atau
tindakan. Misalnya pada saat
pemustaka masih sibuk mencari buku yang mau dipinjam,
namun waktu layanan perpustakaan sudah saatnya tutup. Lalu
pemustaka meminta perpanjangan waktu kepada pustakawan
untuk tidak ditutup dulu. Nah
dalam kondisi seperti ini pustakawan mungkin menjawab
“ya” secara verbal, tetapi kemudian juga menunjukkan komunikasi nonverbal dengan menggaruk kepala atau menggigit
jari. Inilah salah satu contoh
bentuk untuk menyangkal dan
menunjukkan pesan sepertinya
keberatan untuk mengatakan
”ya”.
Penutup
Pustakawan perlu memahami
komunikasi nonverbal agar tidak
terjadi ketidakkonsistenan antara
komunikasi verbal dengan komunikasi nonverbal. Intinya komunikasi nonverbal penting untuk
dilakukan pustakawan dalam
melayani pemustaka sebagai pelengkap dari komunikasi verbal.
Adanya komunikasi nonverbal
tersebut diharapkan pesan yang
disampaikan oleh pustakawan
akan lebih mudah diterima oleh
pemustaka. Jadi komunikasi nonverbal sangat penting dilakukan
oleh pustakawan di bagian layanan agar pemustaka merasa puas
dengan layanan pustakawan.
Daftar Pustaka
Guffey, Mary Ellen. 2006. Komunikasi Bisnis: Proses & Produk
(terjemahan). Jilid 1. Edisi 4.
Jakarta: Salemba Empat.
Hanna, Michael S. and Wilson,
Gerald L. Wilson. 1998. Communicating in Business and
Professional Settings. Fourth
Edition. New York: McGraw
Hill.
*) Kepala Perpustakaan FE UNDIP & Dosen LB
Program (D3 KS-FE, D3 APS-FISIP, S1 Ilmu
Perpustakaan FIB UNDIP).
“SANGKAKALA”, Edisi Kedelapan 2010
HaPe, Sang Biangkerok !
D
i tengah hiruk pikuk
pengumuman
ujian nasional
SMP, lewat media televisi
beberapa waktu lalu, seorang
guru melontarkan komentar
yang cukup menarik. Dikatakan
bahwa menurunnya prestasi
keberhasilan ujian nasional adalah
karena siswa cenderung lebih
banyak memegang HP daripada
memegang buku.
Setidak-tidaknya komentar
tersebut adalah benar bila
dihubungkan dengan kenyataan.
Betapa saat ini, kapanpun dan
dimanapun dapat ditemua orang
ber-HP-ria di tengah aktivitas
lain. Barangkali hanya orang
tidurlah yang tidak memegang HP.
Menunggu bis, makan di kantin,
ngobrol, bahkan
Oleh : Burhanudin DR
ketika mengikuti pelajaran atau
berkendara pun asyik berhape.
Masalah ada korelasi dengan
penurunan prestasi ujian nasional
atau tidak, perlu data yang dapat
dipertanggungjawabkan.
Terlepas dari tudingan HP
sebagai biang kerok penurunan
prestasi ujian nasional, yang jelas
masyarakat Indonesia, tidak
kecuali kaum terpelajar saat
ini, terjangkit fenomena culture
shocks. Tidak dapat dipungkiri
bahwa perkembangan teknologi,
termasuk teknologi komunikasi,
wajib untuk diikuti. Akan tetapi
kesiapan kita secara kultural yang
belum siap. Kiranya pesan dari
para pendahulu yang mengatakan
: ”Aja gumunan lan aja kagetan,”
masih menemukan relevansi
untuk konteks masa kini.
Penggunaan
HP oleh sebagian
remaja kita sebenarnya
bukan didasarkan pada
azas kemanfaatan tetapi
lebih banyak berangkat dari
sikap gumunan. Sayangnya, sikap
gumunan ini tidak mendorong
kreatifitas untuk menciptakan
tetapi memberikan rangsangan
untuk sekadar menggunakan.
Lebih mengerikan lagi, sikap
gumunan ini juga muncul ketika
melihat iklan di media massa
yang cenderung konsumeristik.
Rasa ingin dianggap moderen,
gaul, trendy atau sebutan lain
akhirnya mendorong remaja kita
untuk bergaya dengan teknologi
tanpa kemanfaatan yang jelas.
Handphone yang semestinya
dimanfaatkan sebagai sarana
komunikasi yang bermanfaat
akhirnya menjadi bagian dari
asesoris yang harus dikenakan
dalam penampilan remaja kita.
Prestise! Itulah yang sekedar
ingin digapai oleh sebagian besar
masyarakat kita.
Tidak berhenti sampai di
situ. Efek berantai dari kekonyolan
inipun muncul. Kejahatan
seks lewat facebook dan yang
sejenisnya adalah menu yang
senantiasa dapat dinikmati dalam
tayangan berita. Atau berapa
besar uang orang tua yang hilang
sia-sia hanya untuk sekedar hurahura. Bahkan kerugian sosial serta
kultural yang diderita generasi
muda kita yang terbuai dalam
bersambung ke Hal. 33
15
JOGJA LIBRARY
for ALL (JLA)
“YANG SEMESTINYA DAN SENYATANYA”
Oleh : Widodo Sunarno
Mendengar Jogja Library for All (JLA) atau lebih dikenal dengan istilah Jogjalib maka angan-angan kita
akan menuju ke dunia maya dimana terdapat
sebuah perpustakaan yang menyediakan
layanan dengan koleksi lengkap sehingga memudahkan kita mencari
informasi sesuai kebutuhan.
Namun angan-angan itu
sedikit tertunda ketika
akses Jogjalib sering
byar pet kadang nongol kadang tidak
bagaikan puisi
“antara ada
dan tiada”.
Lat a r
belakang
pembangunan
Jogjalib berawal dari
komitmenYogyakarta untuk menjadi pusat pendidikan,
kebudayaan dan tujuan terkemuka
di Asia. Secara garis besar terdapat dua
misi utama dalam Jogjalib. Pertama membuka akses bagi masyarakat umum di semua katalog
di Yogyakarta. Kedua adalah menyediakan Silang Layan
agar dapat memanfaatkan fasilitas dan layanan dari berbagai perpustakaan di Daerah Istimewa Yogyakarta.
Program Jogjalib dibangun sebagai layanan perpustakaan bersama dalam bentuk kerjasama antar perpustakaan di Daerah Istimewa Yogyakarta dengan memanfaatkan teknologi informasi. Jogjalib dicanangkan oleh Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta pada tahun 2005. Jogjalib merupakan bagian dari digital government services terutama
untuk mendukung Yogyakarta sebagai Pusat Pendidikan Terkemuka di Tahun 2020.
Jogjalib menyajikan layanan
dan informasi yang dimiliki
oleh perpustakaan unit dari
berbagai perpustakaan di Daerah
Istimewa Yogyakarta. Melalui
Jogjalib seluruh perpustakaan
di Daerah Istimewa Yogyakarta
akan terhubung dalam satu
jaringan yang dikelola oleh
Badan Perpustakaan dan Arsip
Daerah Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta.
Cara penyajian Jogjalib adalah
dengan membangun katalog
online bersama yang dapat
diakses melalui http://www.
jogjalib.jogjakarta.go.id. Koleksikoleksi yang disajikan secara
online ini menyediakan informasi
katalog bersama yang diawali
dari anggota Jogjalib perguruan
tinggi baik negeri maupun swasta
di Daerah Istimewa Yogyakarta.
Jogjalib juga mendapat apresiasi
yang baik dari sekolah-sekolah di
Daerah Istimewa Yogyakarta dan
mengungkapkan keinginannya
untuk bias bergabung di
dalamnya.
Tahap pertama Jogjalib dimulai
pada tahun 2006 dengan
membuka katalog online yang
hingga saat ini telah terwujud
katalog online 18 perpustakaan
perguruan tinggi di Daerah
Istimewa Yogyakarta yang
meliputi :
- UGM (Universitas Gadjah
Mada)
- UNY (Universitas Negeri
Yogyakarta)
- UII (Universitas Islam
Indonesia)
- ISI (Institut Seni Indonesia)
- USD (Universitas Sanata
Dharma)
- UPN (Universitas
Pembangunan Nasional)
- UAD (Universitas Ahmad
Dahlan)
- UAJ (Universitas Atmajaya)
- UKDW (Universitas Kristen
Duta Wacana)
- UMY (Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta)
- AMIK (Akademi Manajemen
Ilmu Komputer) Kartika Yani
- STPN (Sekolah Tinggi
Pertanahan Negeri)
- UIN (Universitas Islam Negeri)
- STIE (Sekolah Tinggi Ilmu
Ekonomi) YKPN
- STMIK (Sekolah Tinggi
Managemen Ilmu Komputer)
AMIKOM
- ATK (Akademi Teknologi Kulit)
- UJB (Universitas Jana Badra)
- STPMD (Sekolah Tinggi
Pemerintahan Masyarakat
Desa)
Tahap kedua Jogjalib adalah
terjadinya kesepakatan kerjasama
Silang Layan yang telah diikuti
oleh 7 perpustakaan perguruan
tinggi di Daerah Istimewa
Yogyakarta meliputi :
- UGM (Universitas Gadjah
Mada)
- UII (Universitas Islam
Indonesia)
- UAJ (Universitas Atmajaya)
- UKDW (Universitas Kristen
Duta Wacana)
- USD (Universitas Sanata
Dharma)
- UPN (Universitas
Pembangunan Nasional)
- UIN (Universitas Islam Negeri)
Silang Layan Jogjalib antar
perpustakaan unit dapat
“SANGKAKALA”, Edisi Kedelapan 2010
dioperasionalkan melalui
kesepakatan kerjasama. Silang
Layan Jogjalib merupakan
keinginan bersama perpustakaan
unit yang tergabung di dalam
Jogjalib untuk meningkatkan
kualitas sumber daya manusia
Yogyakarta menuju visi Provinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta
menjadi pusat pendidikan
terkemuka. Keanggotaan
perpustakaan unit dapat
bertambah sesuai permintaan.
Kesepakatan kerjasama Silang
Layan dituangkan dalam
Keputusan Gubernur Daerah
Istimewa Yogyakarta yang
lampirannya merupakan materi
yang disepakati.
Konsep Regulasi Silang Layan
Jogjalib dapat dijabarkan
sebagai berikut :
Badan Perpustakaan dan Arsip
Daerah Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta berkedudukan sebagai
koordinator Silang Layan Jogjalib
yang dalam pelaksanaannya
dibentuk Tim Pengelola. Tim
Pengelola melaksanakan tugas
pemantauan perkembangan
dan pemanfaatan Silang Layan
Jogjalib. Tim Pengelola melakukan
pertemuan koordinasi secara
berkala.
Perpustakaan unit memiliki hak
dan kewajiban untuk menjaga dan
melindungi data dan informasi
yang dikelolanya. Perpustakaan
unit wajib menyediakan sumber
informasi, alat temu kembali
minimal OPAC (Online Public
Access Catalogue), akses internet,
hotspot, mesin fotocopy, ruang
dan meja baca yang memadai dan
17
fasilitas lainnya. Perpustakaan
unit wajib memperbaharui data
koleksi secara real time atau
secara langsung. Perpustakaan
unit menggunakan dan
memanfaatkan fasilitas yang
disediakan koordinator untuk
kepentingan Silang Layan
Jogjalib. Perpustakaan unit wajib
menyediakan petugas khusus
yang memahami Silang Layan
Jogjalib.
Anggota Silang Layan Jogjalib
adalah mahasiswa dan
masyarakat umum Daerah
Istimewa Yogyakarta. Identitas
anggota yaitu smartcard
yang dikeluarkan oleh Badan
Perpustakaan dan Arsip Daerah
Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta dan dapat digunakan
untuk memanfaatkan fasilitas
dan layanan perpustakaan unit
Silang Layan Jogjalib. Anggota
berhak menggunakan koleksi
yang tersedia sesuai ketentuan
perpustakaan unit seperti : buku,
terbitan berkala, karya akademik,
dan karya ilmiah dalam bentuk
cetak maupun elektronik. Anggota
berhak menggunakan fasilitas dan
sarana prasarana seperti: ruang
baca, hotspot, alat temu kembali
elektronik, cetak dokumen,
fotocopy, scan dokumen, tempat
ibadah, dan kamar kecil sesuai
dengan aturan di perpustakaan.
Pengadaan kartu anggota
Silang Layan Jogjalib berupa
smartcard difasilitasi oleh Badan
Perpustakaan dan Arsip Daerah
Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta. Setiap kartu memiliki
nomor kartu unik yang menjadi
nomor induk pengguna Silang
18
Layan Jogjalib. Setiap kartu
berlaku untuk 1 orang dan tidak
dapat digunakan oleh orang lain.
Kartu anggota berlaku selama 2
tahun dan dapat diperpanjang.
Kartu anggota smartcard yang
hilang dapat diganti dengan
melampirkan surat keterangan
hilang dari perpustakaan unit atau
kepolisian setempat,
dengan biaya
sama
seperti
pembuatan
kartu
baru.
Pendaftaran
anggota
Silang Layan
Jogjalib
dilakukan
di Badan
Perpustakaan dan Arsip Daerah
Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta di Jalan Tentara
Rakyat Mataram 4 Yogyakarta.
Pendaftaran kartu harus disertai
dengan fotocopy identitas yang
berlaku di Daerah Istimewa
Yogyakarta. Biaya pendaftaran
anggota sebesar Rp 15.000/orang
Biaya masuk dan baca anggota
Silang Layan Jogjalib di
perpustakaan unit sebesar
Rp.4000/hari atau Rp.30.000/
bulan. Apabila mnghilangkan
sebagian atau seluruh bahan
pustaka, anggota wajib mengganti
dengan bahan pustaka yang baru.
Merusak sebagian atau seluruh
komponen/perangkat jaringan
internet akibat kealpaan anggota,
diwajibkan membetulkan/
mengganti bagian yang rusak
atau hilang. Keanggotaan
Silang Layan Jogjalib akan
dicabut bila melanggar
disiplin sebanyak 3 (tiga)
kali.
Ternyata implementasi
Silang Layan Jogjalib
juga belum bisa berjalan
sesuai dengan konsep
regulasinya. Aplikasi
smartcard masih belum
maksimal sehingga
perlu alternatif lain yang
lebih sederhana. Biaya
pendaftaran, masuk dan
baca bagi anggota Silang
Layan Jogjalib masih
dirasa mahal sehingga
perlu ditinjau kembali.
Tentu saja merupakan
tugas besar dan tantangan
bagi Badan Perpustakaan
dan Arsip Daerah Provinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta
sebagai koordinator Jogjalib
dan Perpustakaan Unit sebagai
anggota Jogjalib agar eksistensi
Jogjalib dapat dipertahankan dan
berkembang. Kerja keras ini demi
mewujudkan sebuah harapan
bahwa masyarakat di Daerah
Istimewa Yogyakarta lebih mudah
mencari informasi, mengakses,
dan berbagi informasi sehingga
pada akhirnya akan mencerdaskan
bangsa ini.
“SANGKAKALA”, Edisi Kedelapan 2010
JUDUL
PENULIS
PENERBIT
CETAKAN
TEBAL
PERESENSI
: Hari-hari Terakhir Gus Dur di Istana Rakyat
: Andreas Harsono et.al.
: Pensil 324 Jakarta
: Desember 2009
: x + 68 halaman.
: Wahyu Dona Pasa Sulendra, S.IP
M
asa reformasi tidak bisa
dipungkiri membawa
perubahan tersendiri
bagi Indonesia. Memasuki awal
periode ini, lembaga legislatif dan
lembaga kepresidenan mengalami
perubahan yang dinamis
dibandingkan dengan masa-masa
sebelumnya. Parlemen, misalnya,
berhasil mengesahkan sejumlah
perundangan dan ketetapan
yang membuka ruang terjadinya
pembaruan dalam berbagai segi
kehidupan masyarakat. Salah
satunya di bidang jurnalistik.
Suhu politik di awal masa
reformasi yang sering kali
memanas, membuat pemberitaan
sejumlah media sering kali
dibumbui dengan sejumlah
keputusan elit politik yang
erratic, tidak berpola dan kadang
tidak rasional dalam perspektif
manajemen pemerintahan dan
politik. Kisruh dan pertarungan
politik tingkat elit, kontroversi,
berita pelintiran, demonstrasi
mahasiswa, DPR Jalanan, dan
lain sebagainya seakan menjadi
jargon-jargon yang setiap hari
dikunyah masyarakat melalui
media elektronik, cetak maupun
televisi.
Bahkan, pemberitaan media
sempat diwarnai tarik menarik
kekuasaan antara kutub legislatif
(DPR-MPR) dan lembaga
eksekutif (kepresidenan) yang
saling menuding ketidakefektifan
masing-masing dalam
menampung dan menyalurkan
aspirasi rakyat. Iklim politik
“SANGKAKALA”, Edisi Kedelapan 2010
ini yang sempat mencapai
titik puncak saat Presiden
KH Abdurrahman Wahid,
melontarkan pernyataan yang
cukup kontroversial melalui media
massa, “DPR kok kayak Taman
Kanak-kanak”.
19
Dari balik menggeloranya bidang
jurnalistik masa reformasi seperti
itulah, buku ini membingkai
tingkah polah para pelaku media,
terutama dalam meliput hari-hari
terakhir diturunkannya presiden
Abdurrahman Wahid, atau yang
lebih akrab dipanggil Gus Dur.
Sejumlah kisah di balik redaksi
yang biasanya tidak terekspos
khalayak, dikemas dengan
menggunakan bahasa yang cukup
ringan dalam bab-bab buku ini.
Seperti suasana kantor redaksi
RCTI yang semula meriah
mendadak berubah menjadi surut,
lantaran rencana piknik awak
redaksi ke Puncak dibatalkan
seketika saat mereka mengetahui
kabar bahwa Gus Dur akan
melantik kepala Polri yang baru.
Para kru menilai manuver politik
Gus Dur ini bisa memancing
lawan-lawan politiknya menggelar
Sidang Istimewa MPR. Dengan
kata lain: Pemecatan! “Jadi acara
dibatalkan dan semua siaga,”
ungkap Atmadji Sumarkidjo,
Wakil Pemimpin Redaksi RCTI
seperti yang terangkum dalam
bab ‘Pelantikan Kapolri yang
Kontroversial’.
Buku terbitan Pensil-324 ini
berisikan kumpulan laporan yang
dikerjakan oleh Andreas Harsono
dan tim dari kantor berita Pantau
selama tiga hari menjelang
pencabutan mandat Abdurrahman
Wahid oleh MPR, pada 23 Juli
2001. Dalam rentan waktu yang
cukup singkat itu, wartawanwartawan Pantau, seperti Agus
Sudibyo, Coen Husain Pontoh,
Dyah Listyorini, Elis N. Hart, dan
Eriyanto mengulas cukup detail
20
peran media dalam memanaskan
iklim politik pada detik-detik
menjelang lengsernya tokoh
Nahdatul Ulama tersebut.
Dalam bab ‘Rapat Paripurna
MPR’, misalnya, tim penulis
memaparkan secara gamblang
bagaimana gesekan antara
legislatif dan eksekutif telah
sebegitu runcingnya. Dalam
bab ini, mereka menampilkan
peran sebuah siaran langsung
televisi mampu membuat Sidang
Paripurna MPR yang sedianya
dimulai pukul 10.00 WIB tertunda,
lantaran banyak anggota MPR
menyaksikan konferensi pers
yang digelar Gus Dur dari Istana
Negara. Pada siaran langsung
tersebut, Gus Dur menyatakan
tidak akan menghadiri sidang
MPR dan mempertanyakan
keabsahan sidang itu. Sementara
itu di Senayan, para politisi
yang menonton siaran langsung
tersebut tertawa terbahak-bahak
sambil berteriak hu.. hu.. hu...
ketika Gus Dur meninggikan
suaranya.
Pada bab lain, tim penulis
berupaya mengkritisi praktek
Media di Indonesia yang sering
kali mengorbankan waktu dalam
mengecek kebenaran informasi,
demi mengejar deadline. Hasilnya,
ada wartawan di Istana Negara
yang pada Hari Minggu petang,
22 Juli 2001, dibentak oleh
Gus Dur dan dibilang “tukang
melintir” karena asumsi dalam
pertanyaannya, soal kerjasama
Gus Dur dan Rachmawati
Soekarnoputri, bertentangan
dengan fakta.
Meski buku ini secara garis besar
mencoba mengungkap secara
kronologis peran dan perilaku
media di masa penurunan Gus
Dur, namun cakupan lingkup
liputan yang hanya berkisar pada
Media di Ibu Kota, membuat buku
ini terasa kurang ‘menggigit’.
Sebab disadari atau tidak, peran
Gus Dur sebagai Tokoh Agama
yang memiliki banyak pengaruh,
terutama di kawasan Jawa Timur,
tentu kurang ter-cover secara
optimal. Terlebih, di wilayah
itu juga terdapat media yang
memiliki peran dan pengaruh
cukup signifikan, seperti Harian
Jawa Pos, Surabaya misalnya.
Selain itu, meski disejumlah
bab dibahas mengenai subyek
keakurasian berita, namun
Editor buku ini sendiri membuat
cukup banyak kerancuan dengan
memuat inakurasi informasi
dimana Metro TV disebutkan
mulai operasi pada Desember
2000, namun di alinea lain disebut
Desember 2001. Seharusnya
editor mampu membenahi hal
seperti ini.
Di luar itu, secara sederhana buku
ini berupaya memperpanjang
ingatan kolektif pembaca bahwa
pernah terjadi pertarungan
‘sengit’ pada tingkat elite politik
yang berujung pada pengumuman
Maklumat Presiden pada Senin,
23 Juli 2001, pukul 01.17 WIB dini
hari. Dan pada hari yang sama
pukul 16.53 WIB, MPR secara
resmi memberhentikan KH
Abdurrahman Wahid sebagai
presiden karena dinilai telah
melanggar haluan negara.
“SANGKAKALA”, Edisi Kedelapan 2010
MRAPI
Mrapi kang endah
nalika wayah esuk tanpa mendhung
katon pucak kang kumelun
gagah kebak wadi
endah edi peni
dening soroting bagaskara
Mrapi kang galak
nalika wadhuke kebak geni panas
banjur watuk mutahke bebaya
kang nrajang sarwa tumuwuh
tanpa welas tanpa pamit
kabeh kang katrajang musna
Mrapi kang galak kebak bebaya
kaya buta luwe ngangah-angah
alas gumuk tanpa suwala
kabeh kang katrajang musna
tanpa lari tanpa suwala
tanpa bisa endha tan bisa selak
kabeh ilang tanpa lari
Nalika watuke mendha
alas gumuk kang tinrajang
dadi rejekining manungsa
kang banjur ngeruk bandha bandhu wujud
pasir
kanggo pangupajiwa
kanggo garaning urip sagotrah
Nanging manungsa
apa eling yen bageyane mung sethithik?
kabeh bakal dikeruk
nganti tapis nganti gusis
lali marang alam kang kudu dijaga
sebab yen alame murka
manungsa kang bakal gela
PANGURIPAN
Gagat raina
Manuk ngoceh, mancat gegodhongan
golek pangan golek hawa
pitik-pitik padha metu, nucuk wit-witan
ora beda manungsa kang golek pangupajiwa
rebut dhucung, nyadhong sihing Gusti
Rebut dhucung
Rebut rejeki
endi papan kang cumawis dalan rejeki
nalika srengenge wiwit ngatonake sorot
sumorot padhang, menehi nyawa
kabeh donya warata tanpa sela
Endi kang sregep, iku kang begja
endi kang sungkan bakal kelangan
dalan rejeki tanpa pilih-pilih
bakal dadi sandhangane
titahing Gusti ing donya
apa wae kang sarwa kumelip
Aja selak aja maido
yen Gusti ora sare
Gusti bakal adil marang sarwa kumelip
bakal paring kanugrahan
marang kang pasrah lan sumarah
sabarang kersaning Gusti
Aja selak aja maido
dalan rejeki gumelar gilar-gilar
sapa kang pasrah sumarah bakal begja
kang jail nemu cilaka
mula aja lali aja lena
elinga sangkan paranmu
“SANGKAKALA”, Edisi Kedelapan 2010
Kaanggit dening :
Titi MF
NALIKA ALAS ILANG
nalika alas ijo royo-royo
gumuk kandel dening oyot bebondhotan
kayu-kayu gedhe tumiyung edhum
papaning manuk nucuk lan ngoceh
kewan galak ngaub soring ringin
katon ayem
nanging
dumadakan manungsa srakah
babad alas tanpa etung
kayu-kayu gelondhongan binabad gusis
kagendeng murkaning hawa
ngelaking bandha donya
ngrusak rahayuning alam
Nalika alas ilang
Manungsa mapag bebaya
gumuk longsor kali banjir
bandha kontal awak rusak
jiwa raga ngrerintih
sambat marang Gustine
eling yen wus gawe luput
nanging wus kasep
bandha donya wus entek
kari badan sepata
mecaki dalan peteng sakdawaning urip
21
Seminar Ilmiah dan Musyawarah Daerah (Musda) Pengurus Daerah Ikatan Pustakawan Indonesia (IPI) Provinsi
DIY yang diselenggarakan di aula BPAD Provinsi DIY
pada tanggal 10 Februari 2010 dengan mengambil tema
“Masa Depan Pustakawan di Era Digital dan Akreditasi
Profesi”
Untuk meningkatkan motivasi dan kinerja seluruh pegawai dan pejabat di lingkungan Badan Perpustakaan
dan Arsip Daerah Provinsi DIY diadakan program kegiatan outbond yang diselenggarakan di Hotel Taman
Eden, kawasan wisata Kaliurang pada tanggal 6 dan 7
Maret 2010.
Salah satu aktifitas keseharian petugas layanan Badan
Perpustakaan dan Arsip Daerah Provinsi DIY. Tampak
dalam gambar, petugas sedang melayani para pemustaka yang meminjam dan mengembalikan bahan pustaka.
Rapat Kerja Daerah (Rakerda) Pustakawan yang diselenggarakan oleh Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah
Provinsi DIY bertempat di Hotel Sahid Raya pada tanggal 9 Maret 2010.
22
“SANGKAKALA”, Edisi Kedelapan 2010
Program Dialog Interaktif yang ditayangkan di Jogja TV pada tanggal 10 April
2010 membahas tentang Pengembangan Perpustakaan Digital di Provinsi DIY
dengan menghadirkan Dra. Kristiana Swasti, M.Si selaku Kepala Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah Provinsi DIY, beserta George Iwan Marantika, MBA selaku Rektor Universitas Kristen Immanuel, Yogyakarta.
Para peserta Workshop Pemasyarakatan Perpustakaan dan Minat Baca bertempat di BLPT Yogyakarta yang diselenggarakan pada tanggal 10 Maret
2010 tampak antusias dalam mengikuti acara.
“SANGKAKALA”, Edisi Kedelapan 2010
Warintek dan Layanan Internet menjadi salah satu
fasilitas yang dihadirkan oleh Badan Perpustakaan
dan Arsip Daerah Provinsi DIY dalam memenuhi kebutuhan informasi para pemustaka yang berkunjung
ke Unit Tentara Rakyat Mataram No. 4 Yogyakarta.
23
TATA CARA DAN TEKNIK KLIPING
DALAM RANGKA
PENYELAMATAN INFORMASI
Oleh : Budiyono
PENDAHULUAN
Perpustakaan sebagai sumber
informasi mempunyai peranan
strategis dalam bidang
pengelolaan dan penyebarluasan
informasi. Seiring dengan
dinamika kehidupan masyarakat
yang berlangsung sangat cepat
dan sulit diduga,
terdapat
kecenderungan
peningkatan
peranan dan
pemanfaatan
informasi. Oleh karena itu
perpustakaan harus cepat
tanggap terhadap kebutuhan
masyarakat akan informasi
yang akurat, relevan, dan tepat
waktu. Di samping itu diperlukan
sikap proaktif dan inovatif sesuai
dengan tuntutan kebutuhan
masyarakat.
Salah satu jenis koleksi yang
ada
di
perpustakaan adalah terbitan
berkala. Terbitan berkala seperti
jurnal, majalah, dan surat kabar
memiliki peranan penting dalam
penyebaran dan pengembangan
ilmu pengetahuan. Terbitan
berkala mampu menampung
berbagai ide, pemikiran, dan
menyebarkannya ke masyarakat.
Selain itu dalam penyampaian
informasi, terbitan ini lebih cepat
dari pada buku. Sedangkan
kandungan informasinya dapat
diakses
berulang kali bila dibanding
dengan informasi yang
disampaikan media pandang
dengar atau tatap muka.
Terbitan berkala yang berisi
kekayaan intelektual ini akan
selalu menarik dan diperlukan
oleh masyarakat terutama
masyarakat ilmiah. Melalui media
ini, mereka mampu menyebarkan
pemikiran, ide, teori, dan
hasil-hasil penelitian mereka.
Disamping itu, mereka juga dapat
mengakses informasi ilmiah yang
mutakhir.
Mengingat pentingnya peran dan
fungsi terbitan berkala, maka
perlu adanya langkah-langkah
penyimpanan, pengawetan, dan
pelestarian terbitan ini. Upaya
ini dapat dilakukan dengan cara
kliping.
PENGERTIAN
Kliping dapat diartikan sebagai
guntingan artikel atau berita
dari surat kabar, majalah,
tabloid, dan sebagainya yang
dianggap penting untuk disimpan
dan didokumentasikan yang
disusun dengan sistem tertentu
dan dapat dijadikan sebagai
sumber informasi. Kliping
dapat pula diartikan sebagai
bentuk penyajian artikel, berita,
atau jenis tulisan lain yang
pernah dimuat di media cetak
dengan cara menggunting dan
menempelkannya pada lembaran
kertas atau bahan lain, agar lebih
mudah untuk menemukannya
kembali bila sewaktu-waktu
diperlukan.
Penyusunan kliping dapat
dikelompokkan menurut tema
yang sesuai, misalnya kliping yang
berisi artikel atau berita tentang
sebuah instansi, organisasi, kota,
daerah, tempat penting, atau
tokoh terkenal. Penyusunan
kliping yang demikian ini dapat
dikategorikan untuk suatu
keperluan atau dokumentasi di
kalangan sendiri.
TUJUAN KLIPING
1. Menambah koleksi bacaan
Bagaimana bentuk dan
jenisnya, kliping biasanya
merupakan bahan bacaan yang
sebelumnya sudah diseleksi
karena dianggap mempunyai
nilai informasi atau nilai ilmiah
sebagai salah satu sumber ilmu
pengetahuan
2. Menyimpan dan melestarikan
ide, gagasan pemikiran
seseorang
Hasil pemikiran, ide, gagasan
seseorang perlu disimpan
agar generasi penerus dapat
mengembangkannya.
3. Menyebarluaskan ide, gagasan
pemikiran seseorang kepada
orang lain
Kliping merupakan upaya
penyebaran ide, gagasan,
pemikiran dan pengalaman
seseorang kepada orang lain,
sekaligus sarana sambung
pengertian antara penulis dan
pembaca
4. Mengumpulkan dan
memperkenalkan informasi
baru
Tulisan bersifat informasi
yang dimuat di media cetak
biasanya berbentuk berita,
sedangkan yang bersifat
analisis-analisis dalam bentuk
“SANGKAKALA”, Edisi Kedelapan 2010
artikel. Dengan dibuat kliping,
tulisan yang bersifat informasi
dan analisis tersebut bisa
kembali diketahui oleh siapa
saja yang membacanya.
Dengan demikian kliping dapat
membantu memperkenalkan
kembali informasi atau analisis
yang sebelumnya pernah
dimuat di media cetak untuk
semua lapisan masyarakat.
5. Memupuk kreatifitas
Menggunting dan menempel
berita, artikel dari surat kabar,
majalah dan sebagainya pada
kertas merupakan seni dan
kreativitas tersendiri. Dalam
hal ini perlu kecermatan dan
ketelitian penyusunannya
dalam pengaturan tata letak/
lay out.
SUBYEK KLIPING
Langkah awal dalam pembuatan
kliping adalah menentukan
subyek kliping yaitu untuk
menciptakan keseragaman topik
tulisan yang akan dimuat di
dalam kliping. Topik tulisan harus
seragam agar tidak menyulitkan
si pembuat kliping untuk
menemukan kembali subyek
tulisan tertentu bila sewaktuwaktu diperlukan. Menurut
keseragaman topiknya subyek
kliping dapat dikelompokkan
sebagai berikut; adat istiadat,
agama, bahasa, budaya, biografi,
ekonomi, filsafat, hukum,
pengetahuan alam, internasional,
kependudukan, lingkungan
hidup, kesehatan, pariwisata,
pendidikan, pembangunan,
pertanian, perpustakaan, industri,
politik, rumah tangga, sastra,
budaya, sejarah, teknologi dan
sebagainya.
25
TEKNIK PENGAMBILAN
TULISAN
Hal hal yang perlu diperhatikan
dalam pengambilan tulisan yang
akan diklipingkan adalah sebagai
berikut:
1. Pemilihan tulisan harus
disesuaikan dengan subyek
kliping yang sudah ditentukan.
2. Tulisan yang diambil
hendaknya jenis tulisan ilmiah
dari salah satu cabang ilmu
pengetahuan.
3. Bila kliping berisi guntingan
berita, sebaiknya dipilih berita
yang bersifat informatif dan
tidak basi meskipun zaman
terus berubah
LANGKAH-LANGKAH
PEMBUATAN KLIPING
A. Persiapan
1. Banyak membaca
Sebelum membuat kliping,
yang perlu dilakukan
pertama kali adalah banyak
membaca surat kabar,
majalah, jurnal, buletin, dan
media cetak lainnya. Dari
banyak membaca itulah
berbagai jenis tulisan bisa
didapatkan untuk dijadikan
kliping.
2. Menentukan sistem
penyusunan kliping
Sebelum membuat
kliping perlu ditentukan
terlebih dahulu sistem
penyusunannya. Pertama,
disusun berdasarkan judul
media cetak tertentu
secara kronologis dengan
mengambil berbagai bidang
subyek dengan tujuan agar
26
pembaca lebih mudah
menemukan peristiwa
penting yang pernah terjadi.
Kedua, menentukan
jenis subyek tertentu
untuk dikliping tanpa
memperhatikan judul media
cetak. Ketiga, menentukan
subyek tertentu dan judul
media cetak tertentu secara
kronologis.
3. Menyiapkan bahan dan alat
untuk pembuatan kliping
Bahan pokok untuk
pembuatan kliping berupa
berbagai judul media cetak
yang akan dikliping, seperti
surat kabar, majalah buletin
dan sebagainya. Bahan
pendukung diperlukan
seperti; lem, tinta, kertas
HVS dan kertas manila.
Sedangkan peralatan yang
digunakan antara lain ;
gunting, cutter, penggaris,
bender klip, stopmap dan
sebagainya.
B. Pelaksanaan
1. Menyeleksi dan memilih
tulisan
Dari hasil membaca
berbagai media cetak
tersebut, berbagai topik
tulisan yang menarik dan
mempunyai nilai guna
diseleksi dan dipilih untuk
dibuat menjadi kliping.
Sebelum dipotong atau
difotokopi, untuk sementara
tulisan-tulisan yang sudah
dipilih diberi tanda dengan
pensil, spidol atau bolpoint
warna terlebih dahulu
2. Memotong dan
memfotokopi tulisan
yang sebelumnya sudah
diberi tanda tersebut
dipotong. Bila terdapat
sebuah tulisan dari sumber
bacaan yang dengan
pertimbangan tertentu
tidak memungkinkan
dipotong, maka untuk
mengambil tulisan
tersebut dapat dilakukan
dengan memfotokopi.
Cara memfotokopi
dan memotong tulisan
hendaknya dibuat sebagus
mungkin agar hasilnya
tampak baik dan rapi.
3. Menyusun dan mengemas
tulisan
Semua tulisan yang sudah
dipotong atau diambil dari
sumber aslinya kemudian
disusun pada lembaran
kertas HVS yang sudah
diformat ( judul media
cetak sumber pengambilan
tulisan, hari, tanggal, bulan,
dan tahun tulisan di muat
di media cetak tersebut),
dengan menempelkannya
menggunakan lem. Ukuran
kertas dapat disesuaikan
dengan selera yang
dikehendaki, apakah
menggunakan ukuran kertas
kuarto atau folio.
4. Mengelompokkan tulisan
Setelah semua tulisan
disusun dan ditempel di
lembaran kertas, kemudian
dikelompokkan menurut
jenis atau topiknya.
Lembaran kliping yang
sudah dikelompokkan
tersebut dimasukkan dalam
stopmap.
5. Menyusun isi kliping
Berbagai jenis tulisan
“SANGKAKALA”, Edisi Kedelapan 2010
Tulisan yang sudah dipilih
dan dikelompokkan menurut
jenisnya, kemudian disusun
sesuai dengan urutan judul
secara alfabetis. Perlu
diperhatikan bahwa sering
terjadi dalam satu judul
artikel memerlukan lebih
dari satu halaman. Setiap
judul artikel/ berita dapat
dibuatkan ringkasan atau
ulasan yang ditempatkan
pada halaman tersendiri.
halaman judul dibuat
menggunakan kertas yang
tipis sama dengan kertas
untuk menempel tulisan
yang dikliping, sedangkan
sampul luar menggunakan
kertas yang tebal.
terhadap kliping yang sudah
selesai disusun. Pengecekan
ini perlu dilakukan untuk
menghindari agar tidak
terjadi kesalahan misalnya,
kekurangan nomor halaman,
urutan nomor halaman,
terbalik dan sebagainya.
Pengecekan ini juga
berfungsi sebagai langkah
penyempurnaan sehingga
kliping benar-benar sebagai
sumber informasi.
9. Membuat kata pengantar
6. Penomoran halaman
Kata pengantar ditulis pada
halaman tersendiri dalam
bentuk uraian singkat.
Kata pengantar berisi
penyampaian mengenai
maksud dan tujuan
pembuatan kliping dan
ucapan terimakasih kepada
pihak-pihak yang telah
membanntu dalam proses
pembuatan kliping.
Bila lembaran kliping
yang berisi tulisan sudah
siap disusun berurutan,
langkah selanjutnya adalah
pemberian nomor halaman.
Penomoran halaman ini
dimulai dari lembar pertama 10. Membuat daftar isi
hingga lembar terakhir,
Halaman daftar isi berisi
menggunakan angka Arab.
daftar keseluruhan isi kliping
Nomor halaman dapat
beserta nomor halamannya,
diletakkan di sebelah kanan
mulai dari halaman judul
atas, bawah, kanan, atau kiri
sampai dengan halaman
sesuai selera.
terakhir.
7. Membuat sampul luar
Penomoran halaman ini
(cover)
dimulai dari halaman judul,
kata pengantar, daftar isi
Bahan yang digunakan
dengan menggunakan
untuk membuat sampul
angka Romawi
luar sebaiknya berukuran
lebih tebal daripada kertas
11. Penomoran halaman depan
yang digunakan untuk
menempelkan tulisan
Bila halaman judul, halaman
kliping, misalnya manila
kata pengantar dan halaman
atau bufalo. Pada sampul
daftar isi sudah selesai
luar ini dicantumkan
langsung diberi nomor
judul kliping, jenis kliping,
halaman sekaligus dengan
nama pembuat, dan tahun
menggunakan angka
pembuatan, serta ilustrasi
Romawi.
lainnya.
12. Pengecekan
8. Membuat halaman judul
Langkah terakhir dalam
Halaman judul berisi
pembuatan kliping sebelum
informasi yang sama dengan
dilakukan penjilidan adalah
sampul luar. Perbedaannya,
melakukan pengecekan
“SANGKAKALA”, Edisi Kedelapan 2010
13.
Penjilidan
Perlu diambil kebijakan
apakah kliping asli yang
akan dijilid atau fotokopinya.
Jika kliping asli yang
akan dijilid tampilan
permukaan tidak bisa rata
karena ketebalan halaman
kliping tidak sama. Jika
menghendaki tampilan
kliping rata maka sebaiknya
yang dijilid fotokopinya saja.
Kliping asli yang tidak dijilid
dapat dimasukkan ke dalam
ordner atau map snelhecter.
Kliping yang ditempatkan
pada ordner sewaktu waktu
dapat ditambahkan dengan
menyisipkan.
Setelah sampul luar,
halaman judul, kata
pengantar, daftar isi, dan
lembaran kliping disusun
berurutan sesuai dengan
nomor halamannya, dan
tidak ada kekurangan lagi,
maka langkah selanjutnya
bisa dilakukan penjilidan.
Penjilidan ini bisa dilakukan
sendiri, atau diserahkan ke
tempat jasa penjilidan.
SISTEM PENYUSUNAN KLIPING
1. Evixe
27
Sistem ini merupakan sistem
penyusunan kliping yang
menitik beratkan pada satu
judul media cetak, misalnya
surat kabar atau majalah yang
terbit dalam jangka waktu
tertentu secara kronologis.
Dalam hal ini tentunya subjek
yang dikliping terdiri dari
berbagai bidang karena sistem
ini lebih menitikberatkan pada
urutan waktu. Dengan sistem
ini pembaca akan lebih mudah
menemukan peristiwa penting
yang pernah terjadi pada waktu
(hari, bulan, tahun) tertentu.
2. Ordnere
Sistem ini merupakan
penyusunan artikel atau berita,
ulasan, dan lain sebagainya
yang terdiri dari satu subjek
menjadi satu susunan yang
bahannya dari berbagai judul
media cetak. Dalam hal ini yang
dipentingkan adalah subjeknya
tanpa memperhatikan judul
media cetak maupun kronologi
waktu terbitnya. Sistem ini
telah banyak dikenal bahkan
dipraktekkan oleh berbagai
instansi, perpustakaan,
yayasan, atau lembaga
pendidikan.
Teknik, tata letak, dan cara
penyusunan kliping tergantung
atau sesuai selera pembuatnya.
Namun demikian, perlu
diperhatikan adanya :

Kerapian dan keselarasan

Penghematan kolom

Pemuatan data harus
lengkap, misalnya judul
tulisan, nama penulis, judul
media cetak, hari, tanggal,
bulan, dan tahun terbit.

Tulisan yang dikliping
28
mudah ditemukan
Agar tulisan yang dikliping
mudah ditemukan kembali,
maka perlu dibuatkan indeks
untuk setiap jilid/ bendel
kliping. Indeks tersebut berisi:

Judul tulisan : artikel, berita,
ulasan, dan lainnya

Nama penulis
Trijoto & Suprihatin. 2003.
Membuat dan
Memanfaatkan Kliping.
Yogyakarta : Mitra Gama
Widya
Rini Handayani. 2009. Kliping.
Makalah Bintek
Penyusunan Literatur
sekunder. Badan
Perpustakaan dan Arsip
Daerah Provinsi DIY

Judul media cetak

Nomor halaman pada jilid/
bendel kliping
PENUTUP
Kliping dianggap penting untuk
disimpan dan didokumentasikan
dan dapat dijadikan sebagai
sumber informasi. Kliping
merupakan bentuk penyajian
artikel, berita, atau jenis tulisan
lain yang pernah dimuat di media
cetak dengan cara menggunting
dan menempelkannya pada
lembaran kertas atau bahan
lain, agar lebih mudah untuk
menemukannya kembali bila
sewaktu-waktu diperlukan.
Membuat kliping bukan
pekerjaan yang sulit, juga tidak
mudah. Pembuatan kliping
harus dilakukan dengan tingkat
ketekunan dan ketelitian
kehati-hatian yang tinggi agar
didapatkan sebuah kliping yang
berbobot baik dari isi materi
maupun penyaian fisiknya.
DAFTAR PUSTAKA
Lasa Hs. 2006. Membina
Perpustakaan Madrasah dan
Sekolah Islam.Yogyakarta : Adicita Karya Nusa
HAK CIPTA PADA...........
Sambungan Hal. 9
13. Program GNU; “Program
GNU” setara dengan perangkat
lunak GNU. Program ANU
adalah program GNU jika ia
merupakan perangkat lunak
GNU.
14.Perangkat
Lunak
GNU;
merupakan
perangkat
lunak
yang
dikeluarkan
oleh proyek GNU. Sebagian
besar perangkat lunak GNU
merupakan copylefted, dan
semua perangkat lunak GNU
harus merupakan perangkat
lunak bebas.
Dari berbagai jenis software
yang termasuk dalam kategori open
source tersebut terdapat berbagai
pilihan yang bisa menjadi alternatif
untuk menggantikan software
komersial agar perpustakaan
tidak melakukan pembajakan atau
terhindar dari penggunaan software
bajakan. Misalnya untuk operating
“SANGKAKALA”, Edisi Kedelapan 2010
system menggunakan LINUX,
web browser dapat menggunakan
Mandrake, dan untuk otomasi
dapat menggunakan Open Biblio.
system dan program aplikasi).
Berdasarkan
peraturan
hak
cipta yang berlaku di Indonesia,
masih terdapat celah yang dapat
digunakan untuk melakukan
Penutup
digitalisasi dokumen yaitu terhadap
Perkembangan yang begitu dokumen yang telah habis masa
cepat pada teknologi komputer perlindungan
hak
ciptanya.
dan informasi telah ikut merubah Sedangkan pengguna software
wajah perpustakaan sebagai salah yang tergolong dalam open source
satu pusat informasi/pengetahuan. akan dapat mengurangi biaya
Perubahan tersebut tidak hanya software dan menghindarkan
sebatas pada mekanisme kerja diri dari pembajakan dan atau
perpustakaan saja, tetapi juga menggunakan software bajakan.
sampai kepada landasan filosofis
Daftar Pustaka:
perpustakaan.
Perkembangan Majalah:
tersebut
‘memaksa’
para --- (2005), “Adu Jago Perpustakaan Digital”,
Gatra No. 29 Th. XI, 4 Juni, hal. 34 –
pustakawan
untuk
dapat
35.
Arif, Ikhwan (2005), “Sepintas Tentang
mengimplementasikannya pada
Perpustakaan Digital”, Sangkakala
Edisi ke 2, hal. 3 – 11.
perpustakaan.
Implementasi
teknologi
digital
pada Situs Internet:
--- (tanpa tahun). Aozuro Bunko, http://
perpustakaan tidak selalu dapat
id.wikipedia.org/wiki/Aozora_
Bunko, akses 22/9/2008, 08.33 WIB.
berjalan dengan mudah, banyak
--- (tanpa tahun), Aturan dalam Open Source,
kendala yang harus dilewati dan
http://www.e-dukasi.net/pengpop/
pp-full.php?ppid=194&fname=h11.
diselesaikan masalahnya. Mulai
html, akses 23/9/2008, 09.14 WIB.
dari masalah klasik tentang dana, --- (tanpa tahun), Kategori Perangkat Lunak
Bebas dan Tidak Bebas, http://www.
sumber daya manusia, sampai
gnu.org/philosophy/categories.
id.html, akses 23/9/2008, 09.56
masalah budaya dan hukum adalah
WIB.
--(2006),
The Open Source Definition
kendala yang harus terselesaian
(Annotated),
http://www.
agar perpustakaan digital dapat
opensource.org/docs/definition.
php, akses 23/9/2008, 09.30 WIB.
berjalan sebagaimana mestinya.
--- (2007). Perpustakaan Digital, http://
id.wikipedia.org/wiki/Perpustakaan_
Salah satu aspek hukum
digital, akses 22/9/2008, 08.50 WIB.
pada perpustakaan digital adalah --- (tanpa tahun), Sumber Terbuka (Open
Source),
http://bebas.vlsm.org/
hak cipta, meliputi hak cipta yang
v06/Kuliah/ SistemOperasi/BUKU/
SistemOperasi-4.X-1/ch02s05.html,
melekat pada konten/dokumen
akses 24/9/2008, 09.23 WIB.
(koleksi perpustakaan digital) dan Kurnia, Lasti (2008). Ditargetkan 9.000
Naskah
Bisa
Dikerjakan,
hak cipta pada software (operating
http://cetak.kompas.
“SANGKAKALA”, Edisi Kedelapan 2010
read/xml/2008/10/10/0144289/
n a s k a h . k u n o .
digitalisasiNaskahKunoDigitalisasi,
akses 13/10/08, 10.04 WIB.
Mardoto (2008). Peringkat Pembajakan
Software Indonesia Membaik,
http://mardoto.wordpress.
com/2008/06/24/peringkatpembajakan-software-indonesiamembaik/, akses 13/10/08, 09.50
WIB.
Rachmawati, Rina dan Grace S. Gandhi (2004).
Indonesia Peringkat Keempat
Pembajak Piranti Lunak, http://
www.tempointeraktif.com/hg/
ekbis/2004/10/14/brk,2004101442,id.html, akses 13/10/08, 09.37
WIB.
Samik-Ibrahim, Rahmat M (2007), Hak atas
Kekayaan Intelektual Perangkat
Lunak, http:/rms46.vLSM.org/2/137.
pdf, akses 25/9/2008, 09.58 WIB.
Stallman, Richard M (tanpa tahun), Mengapa
Perangkat Lunak Seharusnya
Tanpa Pemilik, http://www.gnu.org/
philosophy/why-free.id.html, akses
25/9/2008, 14.55 WIB.
Setiarso, Bambang (2003?). Roadmap
Perpustakaan
Digital
Iptek,
h t t p : / / i l m u ko m p u t e r. c o m /
w p - c o n t e n t / u p l o a d s / 20 0 6 / 0 9 /
bse-roadmapdliptek.pdf,
akses
22/9/2008, 09.03 WIB.
Wahono, Romi Satria (2008). Antara HaKI,
Islam dan Teknologi Informasi,
http://romisatriawahono.
net/2008/04/22/antara-haki-islamdan-teknologi-informasi/,
akses
13/10/2008, 15.11 WIB.
Wahono, Romi Satrio (1999). Digital Library
dan Proyek-Proyek Penelitiannya,
romisatriawahono.net/
publications/1999/romi-dimensi399.pdf, akses 15/10/2008,
13.29
WIB.
Wahono, Romi Satrio (2003?). Menengok
Proyek Digital Library, http://
www.pdii.lipi.go.id/wp-content/
uploads/2007/03/romi-dl.pdf, akses
22/9/2008, 12.53 WIB.
Widyawan, Rosa (2004). Perpustakaan
Digital Bukan Sekadar Koleksi
Digital,
http://cdc.eng.ui.ac.id/
article/articleview/2321/1/2/, akses
22/9/2008, 14.12 WIB.
Yudhanto, Yudho (2003?). Menggagas
Perpustakaan
Digital,
http://
ilmukomputer.com/2007/06/06/
menggagas-perpustakaan-digital/,
akses 22/9/2008, 15.00 WIB.
com/
29
Oleh : I Agustiro Suroyudo
J
ogja Library Center Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah (BPAD) Provinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan lembaga penting yang mendukung
keberadaan Yogyakarta sebagai pusat pendidikan, kebudayaan, dan pariwisata
di DIY. Lokasi strategis Jogja Library Center (JLC) di tengah-tengah jantung kota
Yogyakarta membuat JLC mudah diakses dan ditemukan. Banyak wisatawan nusantara
dan wisatawan mancanegara menyempatkan mampir mengunjungi JLC BPAD DIY untuk
menikmati sajian koleksi dan informasi yang tersedia di perpustakaan tersebut. Di samping
itu banyak juga pemustaka, pelajar, mahasiswa dan masyarakat umum yang datang
berkunjung ke JLC Malioboro.
Sesungguhnya
nama Jogja Library
Center atau Pusat
Perpustakaan Yogya
tidaklah berlebihan,
karena memang JLC
BPAD DIY berada di pusat
kota Yogyakarta. Sejarah panjang
dan penting yang melekat pada
JLC di Jl. Malioboro No. 175 juga
telah teruji dan terbukti sepanjang
Sejarah Indonesia Merdeka.
30
Pada
awalnya JLC
bernama
Perpustakaan
Negara yang
lahir di tengahtengah
gelora revolusi
kemerdekaan. Gempa Bumi 27
Mei 2006 turut menguatkan dan
membuktikan bahwa bangunan
JLC cukup kokoh dan baik.
Renovasi gedung Perpustakaan
Malioboro yang dilakukan pada
tahun 2007 ditandai dengan
peresmian pada tanggal 27
Desember 2007. Renovasi
gedung Perpustakaan Malioboro
ditandai dengan Candrasangkala
“Pustaka Luhur Datan Mangrwa”
Tanda tahun yang bermakna
2007 mempunyai makna Pustaka
Utama Tiada Mendua, yang
artinya buku-buku yang baik
“SANGKAKALA”, Edisi Kedelapan 2010
membawa pada pengetahuan
dan kebenaran. Pada acara
syukuran dan tirakatan malam
28 Desember 2007 itulah nama
Jogja Library Center (JLC) mulai
dinyatakan, disebut, diucapkan,
dan dikumandangkan. BPAD
DIY patut bersyukur dengan
pemberian nama itu, bukankah
nama merupakan doa dan
harapan untuk kemuliaan
dan kejayaan BPAD DIY di
masa kini dan di masa datang.
Sewaktu Presiden Soekarno
hendak menuju Jakarta dari
Ibukota Perjuangan Yogyakarta
pada tanggal 28 Desember
1949 mengatakan :”Yogyakarta
menjadi termasyhur karena Jiwa
Kemerdekaannya. Teruskanlah
Jiwa Kemerdekaan itu.” Artinya
JLC Badan Perpustakaan dan Arsip
Daerah DIY yang diresmikan pada
tanggal yang sama mempunyai
memori untuk menyemangati
peristiwa bersejarah itu untuk
diserap sebagai semangat dalam
pelayanan dan pelestarian pustaka
bagi masyarakat.
JLC yang mempunyai koleksikoleksi Yogyasiana terbukti
mampu menyimpan dokumendokumen buku penting yang
bernilai sejarah yang akan mampu
selalu dibaca oleh generasi masa
kini dan masa depan. Dalam skala
yang lebih luas, itu berarti juga
bahwa kalau Bangsa Indonesia
ingin menjadi Bangsa yang
merdeka dan mandiri harus
dengan rendah hati belajar
pada Yogya. Indonesia dengan
segala kebesaran dan segala
kompleksitas kehidupannya;
sewaktu masih ‘bayi mungil 5
bulan sampai dengan 4 tahun 5
bulan’ selalu diasuh, disayangi dan
dicintai oleh Sang Ibu Mataram
Yogyakarta sebagai Ibukota
Republik Indonesia. Mataram
sendiri mempunyai arti Ibu,
jadi tidaklah berlebihan kalau
Yogyakarta mampu dan
bisa mengasuh Bayi
Republik Indonesia yang kini dan
kelak diharapkan akan menjadi
Bangsa dan Negara yang besar
dan jaya.
Ada Apa di JLC
Sesungguhnya pelayanan
perpustakaan yang dilakukan
di JLC saat ini sudah mencoba
mengikuti perkembangan zaman.
Apa-apa yang menjadi trend
32
pengetahuan dan teknologi
dicoba diterapkan di JLC. Saat
ini JLC sudah menggunakan
akses teknologi informasi,
internet, multi media yang sudah
bisa dibaca dan diunduh oleh
para pemustaka atau pencari
informasi. JLC juga melayani
audio visual baik film, cd, vcd,
radio dan televisi. JLC juga
mengelola, menyimpan, merawat,
melayankan Koleksi Yogyasiana
yaitu bahan
ini diharapkan dari hari ke hari
akan dicoba selalu ditingkatkan
agar masyarakat semakin gemar
membaca. Dengan membaca
diharapkan masyarakat akan
semakin cerdas, sehingga
mampu mengambil keputusan
yang baik dan bijaksana dalam
kehidupannya.
Layanan lain yang juga diberikan
di JLC antara lain
pustaka
yang terkait dan mengenai
Yogyakarta. Layanan yang
berikutnya adalah Layanan
Majalah dan Surat Kabar dari
ruang studi, ruang diskusi,
sarasehan, juga ruang untuk
menimba inspirasi seperti Jogja
Corner, serta ruang untuk hening
atau berpikir dalam dan matang
untuk mangayu hayuning bawana
Tahun 1945 sampai dengan
sekarang (2010). Saat ini surat
kabar yang dilanggan adalah
Kedaulatan Rakyat, Bernas, dan
Kompas. Sedangkan Koleksi
majalah yang dapat dibaca antara
lain Panyebar Semangat, Praba,
Sangkakala, Duta Kailasa, Global
Finance, GSI, Newsletter Ankara,
Gatra. Berbagai macam layanan
atau memayu hayuning bawana.
Ruang untuk studi, diskusi,
berpikir, hening ini merupakan
oase atau sendang atau telaga
di tengah hiruk pikuk dan gegap
gempita kehidupan modern di
kota. Dengan adanya ruang-ruang
semacam itu diharapkan JLC
membuktikan memberikan ruang
batin atau ruang rohani atau ruang
“SANGKAKALA”, Edisi Kedelapan 2010
spiritual untuk berkembang dan
mencapai harmoni, keselarasan,
dan keseimbangan.
JLC juga mempunyai Ruang
Mushola yang bisa digunakan oleh
para pemustaka, pengunjung, dan
pencari informasi untuk berdoa
di tengah-tengah kesibukan
mencari ilmu dan pengetahuan.
Einstein pernah berkata bahwa
Ilmu tanpa agama adalah pincang,
Agama tanpa ilmu adalah buta,
oleh karena itu harus diselaraskan
antara ilmu dan agama dengan
seimbang; agar selalu diberkati
oleh Tuhan Yang Mahabesar,
Mahakuasa, dan Mahabaik.
Asa JLC di Masa Depan
Masa depan adalah milik orang
yang mempunyai asa. JLC BPAD
DIY dengan berani akan menatap
dan menyongsong masa depan
dengan asa yang dimilikinya.
Asa yang paling penting yang
dimiliki oleh JLC adalah bahwa
di masa depan selalu ada asa
selalu ada harapan; asa dan
harapan bagi suatu keadaan dan
kehidupan yang baik. Adanya
berbagai film seperti 2012
bukanlah sesuatu yang perlu
ditakuti dan dicemaskan. Bagi
orang yang beriman, berilmu
dan rajin membaca akan mampu
menghadapi dan menyikapi
adanya berbagai kemungkinan
yang terjadi di masa kini dan di
masa depan. Satu hal yang pasti
adalah Manusia berasal dari Tuhan
dan akan kembali kepada Tuhan.
Sangkan Paraning Dumadi adalah
menuju pada Tuhan. Oleh karena
itu apapun yang terjadi harus
selalu yakin bahwa Tuhan beserta
kita. Itulah asa dan harapan yang
dimiliki JLC yaitu selalu menyadari
bahwa Tuhan selalu hadir dalam
kehidupan kita. Malioboro sendiri
sudah memberikan makna yang
dalam dan jauh. Malioboro berasal
dari kata Malya dan Bara(na) atau
Brana; Malya artinya untaian
bunga yang melambangkan
keindahan dan Barana atau Brana
berarti harta atau perhiasan
yang melambangkan kekayaan
dan kejayaan. Semoga saja JLC
Malioboro BPAD DIY selalu indah,
kaya dan jaya kini dan selamanya.
dengan segala bentuknya,
untuk memenuhi ‘kepenasaran’
intelektual mereka tetapi yang
kita lihat justru mereka hobi
‘berolahraga jari’ yang kadang
diselingi tertawa sendiri. Anehnya,
mereka menuntut indeks prestasi
tinggi. Atau mereka ingin lulus
dengan tanpa harus kerja dengan
semangat tinggi. Jangan heran
apabila nanti berkeliaran sarjanasarjana semu sebagai produk
instan dari cara belajar yang asalasalan.
Oleh karena itu menjadi
tugas kita untuk mengembalikan
fungsi hape secara proporsional.
Barangkali kita perlu sebarkan
olok-olok : ”SMS-an terus,
kampungan ah.....!”. Lebih dari
itu yang lebih penting adalah
bagaimana mendidik anak-anak
kita agar tidak terjangkit budaya
gumunan dan budaya kagetan.
RALAT
Untuk Buletin Sangkakala Edisi
Ketujuh 2009, pada artikel “Reading and Writing Habits Dalam
JLC jejaring Sosial” tidak terdapat keterangan tentang biodata penulis.
Malioboro; Mei 2010 Seharusnya tertulis “Oleh Suwardi, Pustakawan Fakultas Ekonomi
Universitas Islam Indonesia Yogyakarta”. Redaksi mohon maaf atas
kekeliruan tersebut. Terima kasih
HaPe, Sang..........
atas perhatiannya.
Sambungan Hal. 15
kehidupan maya. Kaum terpelajar
kita, mahasiswa, siswa, atau
bahkan para dosen semestinya
berasyik-masyuk dengan buku
“SANGKAKALA”, Edisi Kedelapan 2010
33
DIDAKTIK DALAM SERAT SANGU GESANG
Memaknai Hidup Melalui Pustaka Lama
Oleh : Damaika Saktiani
P
ustaka lama
menyimpan
banyak manfaat
dan ajaran hidup di dalamnya.
Pustaka lama merupakan warisan
budaya yang tak ternilai
harganya. Dengan kepekaan
yang cukup dalam melihat
dan memahami warisan
budaya yang berbentuk
pustaka lama tersebut
sesungguhnya dapat dipetik
manfaat yang luar biasa.
Menerobos jaman
modernisasi dan era
komputerisasi, keberadaan
pustaka lama hingga dapat
bertahan sampai saat
ini bukanlah persoalan
mudah. Lestarinya warisan
budaya ini tentu saja tak
lepas dari peran orangorang yang mumpuni di
bidangnya. Hendaknya kita
sampaikan terimakasih
dan penghargaan yang
setinggi-tingginya kepada para
pustakawan dan pemelihara
pustaka atau naskah-naskah lama
Nusantara.
34
Serat Sangu Gesang
(SSG) adalah satu dari sekian
pustaka lama yang masih
lestari terpelihara. SSG adalah
karangan Raden Poedjohardjo dan
baik dan terawat kendatipun
usianya hampir mendekati tiga
perempat abad. Hanya saja
ada lubang-lubang kecil pada
halaman-halaman naskah akibat
merupakan koleksi Perpustakaan
Fakultas Ilmu Budaya UGM
dengan nomor kode koleksi 298
Poe S/ 725/ SK/ 70 B. Kondisi
fisik SSG terbilang masih cukup
digigit ngengat. Buku langka
dengan tebal 28 halaman ini
berhuruf Jawa tulisan cetak.
Bentuk pengungkapannya
berupa prosa, sedangkan
gaya penceritaannya
menggunakan bahasa Jawa
Krama.
SSG merupakan
karya sastra klasik yang
mengandung ajaran hidup,
budi pekerti, dan nasihat yang
dapat dijadikan pedoman
hidup sebagai sangu gesang
(bekal hidup) manusia.
Ilmu tentang ajaran atau
nilai-nilai ajaran (didaktik)
dalam SSG inilah yang akan
diuraikan agar dapat dipetik
manfaatnya dan digunakan
sebagai pedoman hidup.
Manusia, dalam menjalani
hidup membutuhkan bekal.
Adapun, yang dimaksud bekal
disini, bukan saja yang berwujud
“SANGKAKALA”, Edisi Kedelapan 2010
ateri, tetapi juga pedoman
m
hidup. Yang pertama, orang hidup
di dunia ini harus berlandaskan
iman atau kepercayaan
terhadap Tuhan YME. Selain itu
Raden Poedjahardjo (SSG: 5)
menguraikan bahwa manusia
hidup di dunia harus berbekalkan
sikap sregep (rajin) dan temen
(bersungguh-sungguh) untuk
dapat mencapai tujuan dan
keinginannya.
Nilai-nilai ajaran
(Didaktik) yang terdapat
dalam SSG antara lain:
1. Seseorang dalam
bekerja harus berbekal
kemampuan dan
keterampilan, serta
harus paham betul apa
yang menjadi tugas
dan kewajibannya.
Keterampilan yang
dimiliki tersebut harus
dilandasi dengan sikap
sabar dan telaten untuk
mendapatkan hasil yang
terbaik. Orang yang
bekerja dengan kehatihatian dalam berpikir,
ibarat pekerjaannya
sudah terselesaikan
separuh.
2. Orang yang hidupnya
menumpang pada orang lain
harus berbekal sikap hatihati, tidak boleh mempunyai
maksud kurang baik atau
“SANGKAKALA”, Edisi Kedelapan 2010
sembarangan dalam
bertingkah laku. Karena
telah diberi kepercayaan dan
kebaikan oleh si Empunya
rumah.
3. Orang yang hidupnya miskin
harus pandai menempatkan
diri, selalu mengingat baik
buruk sebagai pedoman
dalam bertingkah laku.
Seharusnya tidak hentihentinya melihat ‘kaca
benggala’ (senantiasa
kaya dalam hidupnya sudah
tidak memerlukan bekal
apa-apa lagi, kiranya masih
keliru. Orang kaya harus
senantiasa mengingat bahwa
kekayaannya tentu berasal
dari kerja keras banyak orang.
Sehingga seharusnya tetap
menghargai dan berbuat baik
kepada orang lain, adapun
dalam berbuat baik atau
menolong orang sebaiknya
tidak pilih-pilih.
5. Dalam bepergian sudah
sewajarnya jika seseorang
berbekal biaya atau uang.
Selain itu, yang terutama,
orang yang akan bepergian
harus berbekal doa, agar
selamat sampai tujuan.
6. Bekal seseorang yang
mengalami sakit yang utama
adalah tekad. Yang pertama,
tekad untuk menahan
rasa sakit sementara, dan
jangan lupa mencari obat.
Kedua, orang yang sedang
sakit harus melupakan halhal duniawi, karena yang
dibutuhkan orang sakit
hanyalah kesembuhan.
bercermin diri).
4. Orang yang kaya hidupnya
serba tidak berkekurangan,
apa yang diinginkan selalu
terpenuhi. Akan tetapi
anggapan bahwa orang
Yang terakhir adalah sikap
pasrah, karena apabila Tuhan
menghendaki si sakit pasti
akan segera sembuh.
7. Bagi mereka yang
bersambung ke Hal. 42
35
Serat Suryaraja
Kekayaan Budaya
Yogyakarta
Oleh : Titi Munfangati
Pendahuluan
Hasil kebudayaan yang
diungkapkan oleh teks klasik
dapat dibaca dalam peninggalanpeninggalan yang berupa
tulisan tangan atau naskah atau
manuskrip. Istilah manuskrip
berasal dari kosa kata bahasa
Inggris: manuscript, artinya naskah
(Echols, 1993: 372). Dalam dunia
ilmu sastra teks atau tulisan yang
terdapat dalam naskah adalah
sesuatu kandungan yang bersifat
abstrak, sedangkan manuskrip
atau naskah adalah bentuk
konkritnya. Oleh karena itu,
pemahaman terhadap teks klasik
hanya dapat dilakukan melalui
naskah yang menjadi tempat
penyimpanannya (Baried, 1985:
4). Dari pengertian ini lalu timbul
istilah naskah kuno, yaitu naskah
yang berusia lebih dari 50 tahun.
Hasil budaya yang
berbentuk naskah terdapat
di berbagai suku bangsa di
Nusantara. Naskah-naskah di
berbagai suku etnik tersebut
mengandung isi yang beraneka
ragam, sejarah, cerita fiksi,
dongeng, legenda, pengobatan
tradisional, wayang, cerita
panji, ajaran atau piwulang,
dan sebagainya. Pendeknya,
semua aspek kehidupan
pada masyarakat, khususnya
kehidupan masyarakat yang
melatarbelakangi karya itu
diciptakan, tergambar dalam
hasil karya nenek moyang yang
berwujud naskah. Dilihat dari sifat
mengungkapannya kebanyakan
isinya mengacu kepada sifat
historis, didaktis, religius, dan
belletri (cantik, indah).
Naskah kuno, pada masa
sekarang banyak tersimpan
di berbagai perpustakaan,
museum, ataupun dikoleksi oleh
perseorangan. Koleksi naskah
di perpustakaan atau museum
biasanya mempunyai katalog
tersendiri yang dibedakan dari
katalog buku atau pustaka
yang lain. Hal ini karena naskah
mempunyai spesifikasi dan
biasanya membutuhkan perlakuan
khusus dalam perawatannya.
Dapat dimaklumi karena naskah
kuno adalah benda istimewa,
langka, satu-satunya, dan sudah
tidak dihasilkan lagi. Berbeda
dengan buku atau pustaka pada
jaman sekarang yang dapat
dicetak ulang, naskah sebagai
hasil tulisan tangan para pujangga
masa lalu sudah tidak ada lagi
yang menulisnya. Oleh karena itu,
sangat penting untuk secepatnya
mengupayakan agar kandungan
naskah tidak segera hilang seiring
rusaknya naskah itu sendiri.
Ribuan buah naskah kuno
bercerita tentang perjalanan
tokoh Raden Pujakusuma, seorang
putra mahkota, yang berusaha
merebut kembali kerajaannya dari
tangan orang yang tidak berhak.
Perjuangannya yang gigih dengan
melewati berbagai rintangan,
mengembara ke berbagai daerah
untuk menyusun kekuatan,
serta pelajaran hidup yang
berharga yang diperoleh dalam
pengelanaannya membuat putra
yang tersebar di seluruh Indonesia
membutuhkan uluran tangan
para peneliti untuk membuat agar
naskah terbaca. Hal ini karena
naskah biasanya berisi buah
pikiran pujangga yang dituangkan
dalam bahasa dan aksara
daerah tertentu. Bahasa dan
aksara daerah tentu saja hanya
dipahami oleh lingkup masyarakat
yang kecil, masyarakat pemilik
kebudayaan tertentu. Padahal
betapa kayanya isi kandungan
naskah kuno itu, sangat berharga
untuk dipelajari. Sebagai contoh,
naskah Jawa yang berisi cerita
sejarah raja-raja Jawa. Banyak
sekali naskah yang berisi cerita
raja-raja Jawa, di antaranya adalah
Serat Suryaraja.
mahkota ini semakin matang.
Secara alegoris, sebenarnya Serat
Suryaraja ini menggambarkan
kehidupan kerajaan Yogyakarta
pada masa pemerintahan Sultan
Hamengkubuwana II.
Dari cerita dalam Serat
Suryaraja ini dapat diambil
berbagai pelajaran berharga
yang dapat diterapkan dalam
kehidupan, sebagai suri teladan
bagi generasi muda, generasi
mendatang. Hal ini karena
dalam Serat Suryaraja ini berisi
gambaran sifat kepemimpinan,
kepahlawanan, religi,
ketatanegaraan, siasat perang,
kehidupan budaya rakyat kecil,
dan masih banyak lagi.
Begitu terkenalnya
Serat Suryaraja ini karena
naskahnya ada di beberapa
Serat Suryaraja: Kisah Perjuangan tempat penyimpanan naskah,
Raden Pujakusuma.
dalam berbagai versi. Versi
Serat Suryaraja ini
dalam pengertian di sini adalah
“SANGKAKALA”, Edisi Kedelapan 2010
cerita yang intinya sama, tetapi
disampaikan dengan berbagai
variasi. Hal ini dimungkinkan
karena para pujangga menulis
kembali naskah yang terdahulu
dengan kreativitasnya sendiri,
sehingga dapat berbeda dengan
naskah aslinya. Paling tidak
ada enam naskah yang masingmasing tersimpan di Museum
Sonobudoyo, Perpustakaan
Nasional Jakarta, Perpustakaan
Pura Pakualaman, dan Kraton
Yogyakarta. Satu di antara versi
yang sudah pernah dikaji antara
lain koleksi Museum Sonobudoyo,
yaitu SB 19 sebanyak 432
halaman.
Secara singkat Serat
Suryaraja ini menceritakan
tentang kerajaan Purwakanda,
dengan rajanya Prabu Suryaraja.
Raja mempunyai dua putera,
Raden Danakusuma dan Raden
Jayakusuma. Menjelang wafat,
Prabu Suryaraja membagi dua
kerajaan untuk diserahkan
kepada kedua putranya, menjadi
kerajaan Danaraja untuk Raden
Danakusuma bergelar Prabu
Suryamijaya, dan kerajaan
Purwakanda untuk Raden
Jayakusuma dengan gelar Prabu
Jayakusuma. Prabu Suryamijaya
berputra dua orang, Dyah Ayu
Rukmini dan Raden Dasadriya,
sedangkan Prabu Jayakusuma
37
berputra empat orang, Raden
Pujakusuma, Dyah Pujaresmi,
Raden Endrakusuma, dan Raden
Gandakusuma.
Ketika Raden Pujakusuma
berusia 13 tahun, Raja Jayakusuma
wafat, pemerintahan Purwakanda
sementara waktu dipegang oleh
pamannya, Raja Suryamijaya. Sifat
buruk Raja Suryamijaya muncul,
berusaha untuk menyingkirkan
Raden Pujakusuma. Dengan akal
dan diperintahkan untuk
menggantikan sang resi bertapa
di sana, dengan nama Begawan
Sukmajati. Resi Jatikusuma lalu
moksa.
Akibat ketekunan tapa
Raden Pujakusuma atau Begawan
Sukmajati, timbul huru-hara di
negara Endrakencana, sebuah
kerajaan makhluk halus yang
berada di puncak Gunung
Manikmaya, dengan rajaputri
Pujakusuma mengganti namanya
menjadi Raden Senakusuma.
Perjuangannya dilanjutkan
dengan menaklukkan kerajaan
Gondopura, Gajahoya, pantai
utara dan selatan. Setelah itu
mereka berkubu di Sidakarsa. Lalu
dilanjutkan dengan menaklukkan
wilayah tengah, lalu berkubu
di Purwagusti. Tak lama ketiga
adik Raden Pujakusuma juga
sudah sampai di Sidakarsa, lalu
liciknya, raja berusaha membunuh
Raden Pujakusuma, namun
Raden Pujakusuma selamat dari
maut meskipun harus terbuang
ke samodra. Jasatnya lalu
ditemukan oleh seorang pertapa,
dirawat dan diberi wejangan
berbagai ilmu kesempurnaan
dan ketatanegaraan. Raden
Pujakusuma lalu melanjutkan
pengembaraan ke arah timur,
sampai di pertapaan Mangunkarsa
tempat Resi Jatiwirya. Setelah
beberapa lama berguru kepada
sang resi, Raden Pujakusuma
disarankan untuk bertapa di
Gunung Damarjati tempat
pertapaan Resi Jatikusuma.
Perjalanannya melalui berbagai
rintangan yang sangat sulit,
namun berkat kegigihan dan
tekatnya semua rintangan dapat
dilaluinya. Tiba di pertapaan
Damarjati bertemu dengan sang
resi, diberi berbagai wejangan
Prabu Retnadewati. Ketika
mengetahui bahwa huru-hara
di negerinya akibat tapa Raden
Pujakusuma, sang raja marah
lalu memerintahkan pasukan
raksasa dan jin untuk menyerbu.
Oleh karena pasukannya kalah,
akhirnya rajaputri turun tangan
sendiri, walaupun akhirnya
kalah juga. Negaranya menjadi
taklukan dan rajaputri diperistri
oleh Raden Pujakusuma. Raden
Pujakusuma lalu mengikuti
sayembara di negeri Tasikmadu
memperebutkan putri raja Dewi
Condroresmi. Raden Pujakusuma
memenangkan sayembara dan
mempersunting sang dewi.
Setelah beberapa lama tinggal di
Tasikmadu, Raden Pujakusuma
melanjutkan perjuangannya
dibantu Raden Brongtokusuma,
adik Dewi Condroresmi,
dengan seribu prajurit dan
empat tamtama. Raden
diiringkan menemui kakandanya
di Purwagusti. Selanjutnya mereka
memulai perjuangan mekalukkan
wilayah yang berbatasan dengan
kerajaan Purwakanda.
Diceritakan raja
Purwakanda, yaitu Prabu
Suryamijaya, mendengar khabar
adanya ksatria berkelana dengan
ribuan prajuit, lalu menyelidikinya.
Dari hasil penyelidikan diketahui
bahwa ksatria pengelana itu
adalah Raden Pujakusuma. Raja
lalu mengutus Tumenggung
Nitipraja untuk menghadap Raden
Senakusuma. Raden Senakusuma
pun menyambut utusan dengan
baik dan penuh hormat, walaupun
dahulu sang raden sudah
diperlakukan dengan buruk
oleh raja Purwakanda. Utusan
menyampaikan pesan bahwa raja
meminta maaf atas perlakuannya
terhadap Raden Senakusuma,
serta menyarankan agar kembali
38
“SANGKAKALA”, Edisi Kedelapan 2010
ke Purwakanda dan menjadi
raja di Danaraja. Akan tetapi
kalau Raden Senakusuma tetap
menginginkan untuk menjadi raja
di Purwakanda, raja akan rela
menyerahkannya asalkan Raden
Senakusuma bersedia menghadp
kepadanya. Raden Senakusuma
lalu memberikan jawaban bahwa
dia akan menghadap sang raja
tetapi tidak saat itu. Saatnya
akan tiba kelak jika ada gerhana
bahwa sepeninggal raja kerajaan
Purwakanda akan kehilangan
nama besar. Bintang-bintang
tampak di malam gelap adalah
mengibaratkan pasukan Raden
Senakusuma yang berhasil
mengalahkan Purwakanda,
sedangkan matahari akan muncul
pagi hari dalam cahaya yang
cemerlang mengiaskan bahwa
“cahaya kerajaan” akan berpindah
kepada Raden Senakusuma.
berganti kalah dan menang,
dengan memakan korban ribuan
jiwa prajurit dan harta benda
dari kedua pihak. Pada akhirnya,
setelah melalui perjuangan yang
panjang, Raden Pujakusuma
berhasil merebut kembali
kerajaan Purwakanda. Raden
Pujakusuma lalu dinobatkan
sebagai raja Purwakanda dengan
gelar Prabu Suryajayaamisesa.
Penobatannya dihadiri para alim
matahari total pada waktu sore
hari, lalu hari menjadi gelap
dengan bintang-bintang yang
terlihat di langit, dan matahari
baru akan terlihat pagi harinya
dengan cahaya yang lebih
cemerlang. Raden Senakusuma
berjanji jika gerhana sudah
terjadi maka keesokan harinya
dia akan menghadap kepada raja
Purwakanda.
Setelah perbincangan
selesai, utusan segera
menyampaikan jawaban Raden
Senakusuma kepada raja
Purwakanda. Raja Purwakanda
sangat marah dan menganggap
Tumenggung Nitipraja sangat
bodoh karena tidak memahami
makna jawaban Raden
Senakusuma. Yang dimaksud
gerhana matahari sore hari adalah
usia baginda yang sudah tua dan
hampir meninggal. Hilangnya
sinar matahari menandakan
Jadi maksudnya dia akan datang
jika raja sudah tiada dan dapat
menjadi raja di Purwakanda.
Tumenggung Nitipraja
dan semua yang mendengar
hanya terdiam. Raja lalu
mengatakan akan mengundurkan
diri dan digantikan oleh Raden
Senakusuma dan berpesan agar
semua kerabat, pasukan dan
prajurit, dengan suka rela patuh
dan taat kepada raja baru, yaitu
Raden Senakusuma. Mendengar
perkaaan raja itu, mereka sangat
terharu dan timbul semangat
untuk membela sang raja dan
mempertahankan kerajaan
Purwakanda. Maka segeralah
diadakan persiapan untuk
melakukan peperangan melawan
pasukan Raden Senakusuma.
Lalu terjadi peperangan
yang berlangsung sangat
lama dan berpindah-pindah
tempatnya, saling serang,
ulama, pendeta, resi, dan Sunan
Giri. Raja lalu menikahi Dewi
Retnadewati dan menjadikan putri
Tasikmadu, Dewi Condroresmi,
sebagai permaisurinya dengan
gelar Ratu Mas. Sang raja
memerintah Purwakanda dengan
aman sentosa, damai, penuh
kebijaksanaan.
“SANGKAKALA”, Edisi Kedelapan 2010
Arti Penting Serat Suryaraja
Dari segi naratif, tokoh
protagonis dalam Serat Suryaraja
yaitu Raden Pujakusuma, putra
mahkota kerajaan Purwakanda
yang sekaligus menjadi tokoh
sentral yang menggerakkan cerita
dari awal sampai akhir. Dalam
perjalanan pengembaraan tokoh
utama terjadi berbagai peristiwa.
Peristiwa-peristiwa itu merupakan
satu rangkaian sebab akibat yang
menggerakkan cerita hingga
penyelesaian.
Dari segi Serat Suryaraja
39
sebagai karya sastra sejarah,
melukiskan adanya pelaku
sejarah dalam rangkaian cerita
yang mengandung unsur-unsur
peristiwa yang telah terjadi atau
dianggap terjadi dengan ramuan
sastra yang mengandung unsur
keindahan dan rekaan. Unsur
keindahan dan rekaan pada karya
sastra sejarah adalah satu aspek
penting yang harus ada dalam
setiap karya sastra sejarah. Selain
sejarah bercerita tentang tokohtokoh dan peristiwa sejarah
yang menyangkut raja-raja atau
kerajaan atau riwayat hidup
tokoh-tokoh yang sejaman
dengan penulisnya. Hal ini
sejalan dengan pernyataan Sigit
Widiyanto (1999: 105) bahwa
naskah kuno bercerita tentang
peristiwa sejarah dan tokoh-tokoh
yang hidup sejaman dengan
penulisnya. Untuk Serat Suryaraja
yang digambarkan secara
alegoris. Hal ini sudah pasti akan
membuat karya sastra sejarah
itu mempunyai bobot yang lebih
baik, karena penulisnya sendiri
mengetahui segala sesuatu yang
terjadi kemudian dituangkan
dalam rangkaian narasinya.
Serat Suryaraja
mengandung mistik yang terjadi
dalam peperangan-peperangan
dan petualangan tokohnya.
itu adanya unsur pelaku sejarah
dan peristiwa yang terjadi atau
dianggap terjadi sebagai ciri
pembeda khusus dari jenis karya
sastra yang lain (Darusuprapta
dikutip Susilantini, 1996: 184).
Serat Suryaraja sudah
memenuhi
persyaratan
sebagai karya
sastra sejarah
yaitu mengandung
unsur rekaan dan
keindahan yang
meliputi unsur
percintaan dan
lukisan keindahan
alam, serta pelaku sejarah
dan peristiwa sejarah, yang
digambarkan oleh tokoh
Raden Pujakusuma sebagai
gambaran masa muda
Sultan Hamengkubuwana II.
Serat Suryaraja
sebagai karya sastra
tokoh utama yang menjadi
sentral
cerita
bahkan
adalah
Bahkan diceritakan juga adanya
ramalan tentang peristiwa atau
hal yang akan terjadi kemudian.
Ramalan akan bersatunya kembali
dua kerajaan yang terpecah,
orang-orang kulit putih akan
beralih ke
agama
Islam, dan
kerajaan akan
menjadi kuat dengan dikuatkan
oleh pernikahan raja dengan
Retnadewati, yaitu penguasa Laut
Selatan. Di sini tampak bahwa
pengarang berusaha melegitimasi
kekuasaan raja dengan mitosmitos yang sangat dipercaya
oleh masyarakat. Hal ini
berarti juga penyelesaian
masalah-masalah kekuasaan
dan tatapemerintahan negara
dengan menggambarkan kiasankiasan yang terjadi dalam Serat
Suryaraja.
40
penulisnya
sendiri,
“SANGKAKALA”, Edisi Kedelapan 2010
Serat Suryaraja: Kekayaan
Budaya Yogyakarta.
Dari hasil pembacaan
Serat Suryaraja dapat diketahui
bahwa naskah ini memuat banyak
sekali aspek kehidupan, gambaran
jaman pada masa lalu. Bagaimana
kehidupan kerabat kerajaan,
para prajurit, pertapaan, rakyat
jelata, sampai kisah peperangan,
siasat yang digunakan dalam
peperangan, dan sebagainya. Hal
Setahun sekali naskah ini
dibersihkan bersama-sama
pusaka-pusaka yang lain pada
acara siraman pusaka kraton.
Acara siraman pusaka ini biasanya
dilaksanakan setahun sekali pada
hari Jumat Kliwon atau Selasa
Kliwon, di bulan Suro tahun Jawa
(Susilantini, dkk, 1996/1997: 5).
Naskah Kangjeng Kiai
Suryaraja merupakan satusatunya benda pusaka yang
pelajaran hidup, wawasan
terhadap alam dan lingkungan,
kehidupan rakyat kecil, kalangan
istana, peperangan dengan
segala hal yang terjadi, perebutan
kekuasaan, pandangan hidup
masyarakat, wejangan para
pendeta dan cerdik pandai, dan
masih banyak lagi.
Juga di dalam Serat
Suryaraja secara tersirat memuat
cara-cara yang luhur dalam
yang tidak kalah menarik dari isi
Serat Suryaraja adalah bahwa di
sana ada unsur ramalan jaman,
sejarah tradisional kerajaankerajaan Jawa masa lalu, serta
hubungan antar pulau dengan
adanya peperangan yang terjadi.
Salah satu versi yang cukup
terkenal dari Serat Suryaraja
adalah koleksi Kraton Yogyakarta
yang disebut Kangjeng Kiai
Suryaraja. Naskah ini diperlakukan
sebagai benda pusaka, dan
sangat dikeramatkan. Naskah
ini merupakan koleksi pribadi
Sultan Hamengkubuwono secara
turun-temurun, disimpan di
Prabayeksa.
berwujud buku atau manuskrip.
Hal ini karena benda-benda
pusaka kraton Yogyakarta berupa
senjata tradisional seperti tombak,
keris, dan perlengkapan perang
lain yaitu kereta kuda. Karena
kekeramatannya maka tidak
sembarang orang dapat melihat
atau membaca naskah Kangjeng
Kiai Suryaraja ini. Kekeramatan
Kangjeng Kiai Serat Suryaraja
disebabkan karena kandungan
isinya yang sangat penting. Di
dalamnya tergambar berbagai
kiasan mengenai keadaan nyata
pada
masa itu. Berbagai
peristiwa sejarah
yang terjadi masa
itu dilukiskan dalam
Serat Suryaraja.
Selain itu juga
ajaran-ajaran
mistik, ngelmu
kejawen,
pelajaran-
memecahkan masalah-masalah
yang dihadapi kerajaan pada masa
itu sehingga keberadaan Kangjeng
Kiai Suryaraja menjadi sangat
penting. Juga adanya episode raja
seberang, yaitu Raja Pujadewa,
yang mengiaskan Belanda,
tidak lagi diampuni atau tunduk
kepada kerajaan Purwakanda,
tetapi hancur dalam perang yang
memakan banyak korban dan
berkepanjangan. Serat Suryaraja
menjadi lebih penting lagi karena
di dalamnya memuat kemampuan
tokoh utama dalam meraih ilmu
kesempurnaan tertinggi sehingga
akhirnya mampu memerintah
kerajaan dengan adil dan
bijaksana turun-temurun sampai
pada anak cucu.
“SANGKAKALA”, Edisi Kedelapan 2010
Penutup
Dari uraian tersebut
dapatlah diketahui bahwa naskah
kuno mengandung berbagai
41
ajaran hidup yang sangat
bermanfaat bagi kehidupan masa
sekarang. Kraton Yogyakarta
sebagai pusat kebudayaan
memiliki aneka hasil budaya
yang menarik untuk dikenal.
Kangjeng Kiai Suryaraja sudah
pasti kebanggaan masyarakat
Yogyakarta, khususnya
lingkungan kraton Yogyakarta.
Serat Suryaraja sebagai
pusaka kraton Yogyakarta
menempati posisi terpenting
di antara pusaka-pusaka yang
lain. Hal ini karena dilihat dari
segi isinya sangat relevan bagi
kehidupan dari tingkat istana
sampai rakyat jelata, dan
kekuatan sakral yang terpancar
dari Kangjeng Kiai Serat Suryaraja
itu sendiri.
Daftar Pustaka:
Baried, Siti Baroroh, dkk.
1985 Pengantar Teori
Filologi. Yogyakarta:
Pusat Pembinaan
dan Pengembangan
Bahasa,
Departemen
Pendidikan dan
Kebudayaan.
Echols, John M, dan Hassan
Shadily
1993
Kamus Inggris
Indonesia, An
English-Indonesian
Dictionary. Ithaca
dan London: Cornell
42
University Press.
Susilantini, Endah, dkk.
1996/1997 Refleksi Nilainilai Budaya
Jawa dalam Serat
Suryaraja. Jakarta:
Departemen
Pendidikan dan
Kebudayaan.
Widiyanto, Sigit, dkk.
1999
Sajarah Cikundul:
Kajian Sejarah
dan Nilai
Budaya. Jakarta:
Departemen
Pendidikan dan
Kebudayaan.
DIDAKTIK DALAM SERAT.......
Sambungan Hal. 35
menganggur (belum
mempunyai pekerjaan)
bekalnya tidak lain hanyalah
narima ing pandum
(menerima keadaan). Sikap
ini harus bersamaan dengan
usaha yang keras dan
pantang menyerah untuk
mendapatkan pekerjaan,
demi mendapatkan
penghidupan yang lebih baik.
8. Bekal hidup bagi mereka
yang sudah tua adalah
pengetahuan. Berusaha
memperbanyak doa dan
berbuat baik terhadap
sesama hingga akhir usia.
Para tua sebisa mungkin
harus meminimalkan
kesukaannya terhadap
hal-hal duniawi, serta
mengurangi hawa nafsu,
mengurangi makan dan
tidur, menghilangkan hasrat
seks. Lebih baik lagi jika
orang tua memberikan
contoh dan teladan yang baik
bagi anak cucunya sehingga
kelak meninggalkan nama
baik dan menebarkan nama
harum.
9. Yang terakhir, bekal dalam
mencari ilmu. Seseorang
harus berbekal kesungguhan
dan kepandaian, supaya
dapat tercapai apa yang
dicita-citakan. Dalam
mempelajari sesuatu harus
sampai paham betul dan
menjadi pandai, apabila
setengah-setengah hanya
rugi. Pedoman ini juga
berlaku dalam mempelajari
ilmu kebatinan dan ilmu-ilmu
yang lain.
Demikian garis besar SSG
yang menguraikan bekal hidup
manusia untuk menjalani hidupnya di
dunia dengan ikhlas dan bersungguhsungguh. Ajaran yang terkandung
dalam SSG dapat dipilah yang masih
relevan digunakan sebagai pedoman
hidup di masa kini. Pada dasarnya,
nilai-nilai ajaran (didaktis) SSG
mengajarkan kita untuk menjadi arif
dan bijaksana dalam menghadapi
badai hidup.
“SANGKAKALA”, Edisi Kedelapan 2010
Budayakan Gemar
Membaca Dimanapun Kita
Berada!
Kunjungi Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah Provinsi DIY di :
- Jalan Tentara Rakyat Mataram No. 4 Yogyakarta
- Jalan Tentara Rakyat Mataram No. 29 Yogyakarta
- Jalan Tentara Rakyat Mataram No. 1 Yogyakarta
- Jalan Malioboro No. 156 Yogyakarta
- Unit JSC Kotabaru Yogyakarta
Download