Diskretisasi Model Dinamik Kontinu

advertisement
3
Misalkan diketahui persamaan beda orde 2
sebagai berikut: yn + 2 + y n + 1 + y n + k = 0
Untuk mendapatkan nilai yn + 2 maka harus
diketahui nilai dari y n + 1 dan y n .
Misalkan diketahui persamaan beda orde 3
sebagai
berikut:
yn + 3 + yn + 2 + y n + 1 + y n + k = 0
Untuk mendapatkan nilai yn + 3 maka harus
diketahui nilai dari yn + 2 , y n + 1 dan y n .
Misalkan diketahui persamaan beda orde m,
sebagai berikut:
yn+ m + yn + m- 1 + ... + yn + 1 + yn + k = 0
Untuk mendapatkan nilai
y n+ m maka harus
diketahui nilai dari yn + m- 1 , yn + m - 2 , ..., yn + 1
dan y n .
Dapat
disimpulkan
bahwa
untuk
mendapatkan nilai dari yn harus diketahui n
Proses di atas disebut metode rekursif untuk
memperoleh solusi persamaan beda.
[Farlow, 1994]
2.4 Model Kermack – McKendrick
Model Kermack-McKendrick terdiri atas
sebuah sistem dari 3 persamaan diferensial
biasa taklinear, sebagai berikut:
dS
= −β SI
dt
dI
= β SI − γ I
dt
dR
=γI
dt
dengan t adalah waktu, S (t) adalah bany aknya
orang sehat yang rentan, I (t) adalah
banyaknya orang yang terinfeksi, R (t) adalah
banyaknya orang yang telah sembuh dan
berkembang menjadi imun terhadap infeksi,
β adalah tingkat infeksi, dan γ adalah
tingkat penyembuhan.
[Weisstein EW dan Weissten T, 2004]
nilai y sebelumnya, yaitu dari nilai y 0 hingga
nilai yn - 1 , dengan n = 1, 2, 3, ...
III PEMBAHASAN
3.1
Diskretisasi Fungsi Eksponensial
Fungsi eksponensial pada umumnya
berbentuk f ( x ) = e x , dengan e adalah
konstanta Euler. Fungsi eksponensial di atas
merupakan bentuk solusi untuk sebuah laju
pertumbuhan
eksponensial
(exponential
growth). Laju pertumbuhan eksponensial
merupakan sebuah model yang terbentuk
karena terdapat sebuah variabel yang
berkembang secara eksponensial terhadap
waktu. Misalkan W adalah sebuah variabel
yang berkembang terhadap waktu (t).
Hubungan pertumbuhan W terhadap t dapat
dituliskan dalam bentuk persamaan diferensial
sebagai berikut:
dW
= k W (t )
.........(1.1)
dt
dengan k adalah kon stanta proposional yang
menggambarkan laju pertumbuhan dari W.
Persamaan
(1.1)
merupakan
model
pertumbuhan eksponensial dengan solusi:
Untuk mendapatkan bentuk diskret dari
fungsi eksponensial pada pesamaan (1.1),
akan dilakukan proses transformasi yang
disebut diskretisasi. Langkah dari proses
diskretisasi adalah sebagai berikut:
Karena
dW
adalah laju pertumbuhan W
dt
terhadap waktu t, maka :
W ( t +∆t ) −W ( t )
dW
= lim
= k W (t )
∆t
dt
∆t → 0
Pada model diskret diambil ∆t = 1 , sehingga
W ( t +1) −W ( t )
= k W (t )
1
W (t +1) − W (t ) = k W ( t )
Dengan memisalkan W (t ) = x n dan t = n ,
didapatkan:
W (t +1) − W (t ) = k W (t )
→ xn +1 − xn = k xn
......... (1.2 )
→ x
= x + kx
dengan W 0 adalah kondisi awal dari W (lihat
Lampiran 1).
→ x
= (1+k ) x
W (t ) = W0 e kt
n +1
n +1
n
n
n
4
Dari proses di atas diperoleh persamaan
diskret untuk fungsi eksponensial, sebagai
berikut:
x n+1 = (1+ k ) x n
........(1.3)
dengan k adalah konstanta proposional yang
menggambarkan laju pertumbuhan dari W.
Persamaan (1.3) merupakan model diskret
pertumbuhan eksponensial dengan solusi:
xn = (1 +k )n x 0
........(1.4)
dengan x 0 adalah kondisi awal dari xn (lihat
Lampiran 2).
Setelah dilakukan diskretisasi pada fungsi
eksponensial, akan dilakukan simulasi
numerik dengan menggunakan software
Mathematica 6 untuk mendapatkan graf ik
perkembangan W(t) dan x n, sehingga dapat
dibandingkan apakah grafik dari persamaan
Nilai
k
0.2
0
- 0.3
diskret hasil transformasi fungsi eksponensial
sama dengan grafik dari fungsi aslinya
(persamaan (1.1)). Dengan memilih nilai awal
untuk W(t) dan xn, diambil W(0) = x0 = 2,
akan diperlihatkan grafik perkembangan W(t)
dan xn pada beberapa nilai parameter k
berbeda.
Dengan menggunakan persamaan (1.2)
sebagai fungsi kontinu eksponensial:
W (t ) = W0 e kt
dan persamaan (1.4)
eksponensial diskret:
sebagai
fungsi
x n = (1+ k )n x 0
Didapatkan grafik perkembangan W(t) dan xn
dengan berbagai kasus pada nilai k tertentu,
sebagai berikut:
Fungsi Eksponensial Diskret
Fungsi Eksponensial Kontinu
xn = (1+ k )n x 0
W (t ) = W0 e kt
5
-1
-1.7
-2
-2.2
Gambar 1 Perbandingan grafik fungsi eksponensial kontinu dan diskret terhadap k .
Secara umum terdapat 3 macam kasus
perkembangan W (t ) berdasarkan batas nilai k
pada fungsi eksponensial kontinu (persamaan
(1.2)), yaitu:
1. k > 0, perkembangan W (t ) akan terus
meningkat hingga mendekati 8 seiring
berjalannya waktu (t). Lihat Gambar 1
pada k = 0.2.
2. k = 0, perkembangan W (t ) akan selalu
sama dengan nilai awalnya (W 0) untuk
setiap t. Lihat Gambar 1 pada k = 0.
3. k < 0, perkembangan W (t ) akan terus
menurun hingga mendekati 0 seiring
berjalannya waktu (t). Lihat Gambar 1
pada k < 0.
Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa
perkembangan x tehadap waktu n sangat
dipengaruhi oleh parameter k. Dengan
membandingkan grafik fungsi eksponensial
diskret (persamaan (1. 4)) dengan grafik fungsi
eksponensial kontinu (persamaan (1.2))
didapat beberapa perbedaan. Pada fungsi
eksponensial kontinu terdapat 3 macam
perkembangan W (t ) berdasarkan batas nilai
k, yaitu: k > 0, k = 0, k < 0. Fungsi
eksponensial diskret juga memiliki semua
kasus dalam fungsi eksponensial kontinu,
6
namun terdapat beberapa kasus pada fungsi
eksponensial diskret yang tidak terdapat pada
fungsi eksponensial kontinu.
Secara umum terdapat 7 kasus khusus
perkembangan xn berdasarkan batas nilai k
pada fungsi eksponensial diskret (persamaan
(1. 4)), yaitu:
1. k > 0, perkembangan xn akan terus
meningkat hingga menuju 8 seiring
berjalannya waktu (n). Lihat Gambar 1
pada k = 0.2.
2. k = 0, perkembangan xn akan selalu sama
dengan nilai awalnya (x0) untuk setiap n.
Lihat Gambar 1 pada k = 0.
3. -1 < k < 0, perkembangan x n akan terus
menurun hingga mendekati 0 seiring
berjalannya waktu (n). Lihat Gambar 1
pada k = -0.3.
4. k = -1, perkembangan xn akan selalu
berada pada x = 0 untuk setiap n. Lihat
Gambar 1 pada k = -1.
5. -2 < k < -1, perkembangan x n akan
berosilasi dan konvergen menuju 0
seiring berjalannya waktu (n). Lihat
Gambar 1 pada k = -1.7.
6. k = - 2, perkembangan x n akan berubah
secara periodik pada x = -2 pada n ganjil
dan x = 2 pada n genap. Lihat Gambar 1
pada k = -2.
7. k < -2, perkembangan xn akan berosilasi
dan divergen seiring berjalannya waktu
(n). Lihat Gambar 1 pada k = -2.2.
3.2
Diskretisasi Fungsi Logistik
Tinjau persamaan berikut :
dS
dt


= S ' = rS ( t ) 1 −
S (t ) 
K


(2.1)
dengan:
• S (t ) : banyaknya mangsapada saat t
• r
: laju pertumbuhan S terhadap waktu
(t)
• K
: daya dukung kondisi lingkungan
bagi mangsa
sebuah fungsi logistik kontinu. Langkah dari
proses diskretisasi adalah sebagai berikut:
dS
Karena
adalah laju pertumbuhan S
dt
terhadap waktu t, maka:
S (t +∆t )− S (t )
 S ( t) 
= lim
= rS (t ) 1 −

∆t
dt ∆t →0
K 

Pada model diskret diambil ∆t = 1 , sehingga
dS
S ( t +1) − S (t )
 S (t ) 

K 

 S (t ) 
S ( t +1) − S ( t ) = rS ( t ) 1 −

K 

1
(
K
1+be − rt
)
...(2.2)
(lihat Lampiran 3)
Selanjutnya, dengan menggunakan proses
seperti pada fungsi eksponensial , akan
dilakukan proses transformasi (diskretisasi)
untuk mendapatkan persamaan beda dari
S (t ) = xn dan t = n ,
Dengan memisalkan
didapatkan:


S (t +1) − S (t ) = rS (t ) 1 −
S (t ) 

K 
 x 
→ x n+1 −x n = rx n  1− n 

→x
K
 x 
= x + rx  1− n 
n
n K 
n+1
Dari proses diskretisasi di atas didapatkan
fungsi logistik diskret dari persamaan (2.1)
adalah:

xn 

K
xn +1 = x n + rx n  1 −


.........(2.3)
Setelah dilakukan diskretisasi pada fungsi
logistik kontinu, akan dilakukan simulasi
numerik dengan menggunakan software
Mathematica 6 untuk mendapatkan grafik
perkembangan S(t) dan xn , sehingga dapat
dibandingkan apakah grafik dari persamaan
diskret hasil transformasi fungsi logistik sama
dengan grafik dari fungsi aslinya (persamaan
(2.1)). Dengan memilih nilai awal untuk xn
dan nilai K, diambil x 0 = 0.5 dan K = 2, akan
diperlihatkan grafik perkembangan S(t) dan xn
pada beberapa nilai parameter r berbeda.
Dengan menggunakan persamaan (2.2)
sebagai fungsi logistik kontinu:
Persamaan (2.1) merupakan fungsi logistik
kontinu dengan solusi sebagai berikut:
S (t ) =
= rS ( t ) 1 −
S (t ) =
K
(1+be− rt )
dan persamaan (2.3) s ebagai fungsi logistik
diskret:

xn 

K
x n+1 = xn + r xn  1 −
 , didapat

grafik perkembangan S (t ) dan x n
beberapa nilai r, sebagai berikut:
pada
7
Fungsi Logistik Diskret
Nilai r
r =0
r =0.7
r =1.8
r =2
r =2.3

xn 

K
x n+1 = xn + r xn  1 −


Fungsi Logistik Kontinu
S (t ) =
(
K
1+be − rt
)
8
r =2.5
r =2.74
r =3
r =3.5
Gambar 2
Perbandingan grafik fungsi logistik kontinu dan diskret terhadap r.
Dari gambar di atas, dengan mengambil
sembarang nilai x , S (0) , dan K , contoh:
0
x 0 = S (0) = 0.5 dan K = 2, dapat dilihat
beberapa perbedaan antara fungsi logist ik
kontinu dengan fungsi logistik diskret. Pada
fungsi logistik kontinu, dapat dilihat pada
Gambar 2, pada r = 0, perkembangan S (t )
selalu berada pada S (0) untuk setiap t,
sedangkan pada saat r > 0 pola p erkembangan
S (t ) akan terus meningkat hingga mendekati
nilai S (t ) = 2, karena sebelumnya telah
diambil nilai K = 2, sebagai batas atas
perkembangan S (t ) .
Sedangkan pada fungsi logistik diskret,
terdapat beberapa perbedaan dibandingkan
dengan fungsi logistik kont inu. Sama dengan
fungsi logis t ik kont inu, pada r = 0,
perkembangan xn fungsi logistik diskret juga
akan selalu berada pada x0 untuk set iap n.
Namun unt uk r > 0 terdapat beberapa kasus
9
khusus yang tidak terjadi pada fungsi logistik
kontinu. Secara umum perkembangan xn
pada
fungsi
logistik
diskret
dapat
dikelompokkan dalam beberapa kasus
berdasarkan batas r, sebagai berikut:
1. r = 0, perkembangan xn akan selalu
berada pada x0 untuk s et iap n. Lihat
Gambar 2 pada r = 0.
2. 0 < r < 1.2, perkembangan xn akan terus
meningkat hingga mendekati K, lihat
Gambar 2 pada r = 0.7.
3. 1.2 = r < 2.1, perkembangan x n akan
berosilasi dan konvergen mendekati nilai
K seiring berjalannya waktu (n) , lihat
Gambar 2 pada r = 1.8 dan r = 2.
4. 2.1 = r < 2.4, perkembangan x n akan
berubah berpola periodik. x n berada
disekitar K pada n genap dan xn berada
disekitar 0 pada n ganjil dan terus
berkembang dengan pola yang sama.
Lihat Gambar 2 pada r = 2.3.
5. 2.4 = r = 2.6, perkembangan x n akan
berubah berpola periodik pada nilai xn
tertentu saat n tertentu yang disebut
dengan pola periodik stabil periode 2.
Lihat Gambar 2 pada r = 2.5.
6. 2.6 < r = 2.85, perkembangan xn akan
berubah berpola periodik pada nilai xn
tertentu saat n tertentu yang disebut
dengan pola periodik stabil periode 4.
Lihat Gambar 2 pada r = 2.74.
7. 2.85 < r = 3, perkembangan x n akan
berubah berpola acak yang disebut
dengan chaos. Kasus ini merupakan kasus
unik pada fungsi logistik diskret. Lihat
Gambar 2 pada r = 3.
8. r > 3, perkembangan
xn akan
berkembang terus menurun dan divergen
menuju -8 . Lihat Gambar 2 pada r = 3.5.
Dapat disimpulakan bahwa, fungsi
logistik diskret memiliki semua kasus dalam
fungsi logistik kontinu, namun terdapat
beberapa kasus pada fungsi logistik diskret
yang tidak terdapat pada fungsi logistik
kontinu.
3.3
3.3.1
Diskretisasi
Diferensial
Sistem
Persamaan
Model kontinu wabah penyakit
AIDS : Model SIA
Titik pangkal model ini adalah model
SIR, yang diperkenalkan pada t ahun 1927 oleh
Kermack dan McKendrick (Weisstein EW dan
Weissten T , 2004) . Pada model tersebut,
populasi (N) dikelompokkan menjadi 3
bagi an, yaitu populasi individu rentan
terserang infeksi (S), populasi individu
terinfeksi dan dapat menginfeksi individu lain
(I), dan pop ulasi individu yang telah pulih dari
infeksi atau meninggal (R). Namun,
berdasarkan model di atas, yang digunakan
pada model kali ini adalah model SIA yang
juga membagi populasi (N) menjadi 3 bagian,
yaitu: Pertama, populasi individu sehat tapi
rentan terserang infeksi, (S). Kedua, populasi
indiv idu positif terinfeksi HIV, masih
berinteraksi dengan individu populasi pertama
dan dapat menginfeksi individu populasi
tersebut, (I). Ketiga, populasi individu
terinfeksi HIV namun tidak dapat menginfeksi
individu lainnya (termasuk individu yang
telah meninggal) (A), seperti yang ditunjukkan
pada Gambar 3.
?
I
µ
A
S
interaksi
Gambar 3 Model penyebaran AIDS.
Peningkatan jumlah individu dalam
populasi terinfeksi (I) dan meninggal (A)
bergantung pada kuantitas interaksi populasi
terinfeksi dengan individu populasi rentan,
sehingga dibutuhkan pembatas antara populasi
yang satu dengan yang lainnya.
Untuk
mendapatkan pembatas populasi yang lebih
baik, dipengaruhi beberapa asumsi yang tepat,
guna membangun model yang lebih baik dan
seseder hana mungkin. Asumsi-asumsi yang
digunakan adalah:
1. Jumlah awal populasi individu rentan
adalah tetap dan akan terus menurun
dengan bertambahnya waktu.
2. Efek kematian alami ketiga populasi
tersebut dapat diabaikan.
Hubungan ketiga populasi tersebut dapat
dituliskan sebagai berikut :
dS
dt
= - SI ,
dI
dt
= SI - mI ,
dA
= mI - l A
..(3.1)
dt
dengan:
m = tingkat kematian individu penderita AIDS
l = tingkat kesembuh an individu penderita
AIDS
10
l > m(> 0)
dengan
disebabkan
karena
evolusi terhadap kematian lebih cepat
daripada daya tahan leukosit (seropositivity)
dalam menghadapi virus HIV.
(Tamizhmani et al, 2004)
Model kontinu yang diberikan pada
persamaan (3.1) dapat dinyatakan juga
sebagai berikut :
didapat:
1+ y n
xn
® x n+ 1 (1+ yn ) = xn
1+ y n
® x n+ 1 + x n+ 1 ( yn ) = xn
® x n+ 1 - xn = - xn+ 1 (y n )
'
I + A) = - l A
......(3.3)
® D xn = - xn + 1 ( yn )
Dengan memisalkan xn = S (t ) , yn = I (t ) dan
t = n maka didapat:
3.3.2
Diskretisasi
Model
Kontinu
Penyebaran AIDS
Model kontinu yang diberikan dapat
dinyatakan dalam model diskret dengan
melakukan transformasi dari model kontinu
menjadi model diskret yang disebut
diskretisasi. Pendekatan dasar yang sama
seperti pada persamaan logistik maupun
fungsi eksponensial akan digunakan pada
model ini. Dimulai dengan persamaan
sebelumnya akan dianalogikan
= - SI
dt
dengan bentuk diskret x n+ 1 =
diskretisasi
tersebut
xn
. Proses
1+ yn
didapat
dengan
memisalkan xn = S (t ) , yn = I (t ) , zn = A (t ) ,
t = n dan memisalkan parameter m = 1 - a
dan l = 1 - b .
dS
= S ' (t ), maka
dt
dapat dicari analogi diskretnya dengan cara
sebagai berikut:
Diketahui bahwa
S ' (t ) = lim
(
)
()
S t + ∆t − S t
∆t
Pada model diskret diambil ∆t = 1 , sehingga
∆ t→ 0
(
)
()
S t +1 − S t
=
1
= S ( t + 1) − S (t )
Dengan memisalkan xn = S (t ) , yn = I (t ) dan
t = n maka didapat:
(
x n+ 1 =
xn
......(3.2)
(lihat Lampiran 4)
dS
diskret xn + 1 =
- mI
'
(S + I) =
(S +
'
Setelah diketahui S (t) = D xn , dari model
)
()
S t + 1 − S t → xn +1 − xn
→ ∆ xn
D xn = - xn + 1 (yn ) ® S ' = - S (t + 1) I ( t)
®
dS
= - SI
dt
Dengan ini telah ditunjukkan diskretisasi dari
sistem
dS
kontinu
menghasilkan
= - SI
dt
sistem
diskret
xn
. Dengan
1+ y n
menggunakan persamaan (3.2) dan (3.3) serta
melakukan proses diskretisasi yang sama
dengan proses di atas, akan didapat bentuk
xn + 1 =
dI
diskret dari persamaan
dt
dan
dA
pada
dt
sistem persamaan diferensial (3.1), lihat
Lampiran 5.
Model diskret yang menggambarkan
penyebaran virus HIV sebagai hasil
transformasi dari model kontinunya dituliskan
sebagai berikut :
xn+1 =
z
n+1
xn
1 + yn
yn+1 = ay n +
,
= (1- a) y + ß z
n
xn yn
1 + yn
,
n
……..(3.4)
dengan :
xn = banyaknya individu populasi rentan
pada waktu ke-n
y n = banyaknya individu populasi terinfeksi
zn
a
n
pada waktu ke-n
= banyaknya individu populasi meninggal
atau telah sembuh pada waktu ke-n
= 1 - m dan b = 1 - l
= 0, 1, 2, 3, …
11
Untuk
kedua
parameter,
didapatkan
b < a < 1 yang berkorespondensi pada fakta
bahwa l > m > 0 pada limit kontinu.
Dengan melakukan simulasi komputer
menggunakan software mathematica 6
didapatkan grafik dari model kontinu
penyebaran AIDS dan model diskretnya,
sehingga dapat dibandingkan antara kedua
Keterangan : S, x =
I, y =
A, z =
model tersebut. Dengan memisalkan nilai
awal dari masing – masing varibel adalah
x0 = S (0) = 95 ,
dan
z0 = A(0) = 0.01 .
Didapatkan
grafik
perkembangan ketiga variabel pada model
penyebaran AIDS kontinu dan diskret terhadap
beberapa nilai parameter , sebagai berikut:
, .
, .
, .
Model Diskret Penyebaran AIDS
(persamaan (3.1))
Model Kontinu Penyebaran AIDS
(persamaan (3.4))
a = ß = 0.5
µ = ? = 0.5
a = ß = 0.7
µ = ? = 0.7
Gambar 4
y0 = I (0) = 0.01 ,
Perbandingan grafik m odel penyebaran AIDS kontinu dan diskret.
Dapat dilihat pada gambar di atas, bahwa
grafik perkembangan dari x, y, z dari model
diskret hasil transformasi model kont inu dari
model penyebaran AIDS. Grafik model
diskret memperlihatkan bentuk yang sama
dengan model asalnya, model kontinu. Tidak
terdapat perbedaan yang signifikan antara
bentuk diskret dan bentuk kontinu dari sebuah
model penyebaran AIDS. Dari 2 grafik pada
tabel di atas , dapat dilihat bahwa model
diskret (persamaan (3.4)) hasil diskretisasi
masih membawa karakteristik model kontinu
asalnya (persamaan (3.1)).
Download