Pengaruh Analisa Tekanan Lobby Groups Terhadap Ungkapan

advertisement
ANALISIS TEKANAN LOBBY GROUPS TERHADAP PENGUNGKAPAN
TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN
DRS. NIMROD LIMBONG, MBA
(STIE Surya Nusantara, Pematangsiantar)
ABSTRAK
Artikel ini berjudul “Analisa tekanan grup Loby terhadap Tanggung jawab Sosial
Perusahaan” berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Nimrod Limbong
Banyak kasus eksternalitas yang belakangan ini terjadi di Indonesia memunculkan desakan
masyarakat yang semakin tinggi agar perusahaan perduli dengan lingkungan sosial masingmasing. Karena itu perlu melakukan kampanye intensif dan mendorong perusahaan agar
melakukan tanggung jawab social yang dikenal dengan corporate social responsibility
(CSR). Dalam hubungan ini, Rizal (2006) berpendapat bahwa keperdulian perusahaan
terhadap lingkungan social tergantung dari tekanan lembaga-lembaga social dan lingkungan
sebagai pertanggungjawaban trhadap para petaruh. Metodologi yang digunakan dalam study
ini adalah penelitian eksploratif yang menganalisis tekanan grup loby terhadap
pengungkapan
tanggungjawab social perusahaan dengan mengambil lokasi penelitian di Propinsi Sumatetra
Utara. Simpulan hasil penelitian dalah bahwa 68,95 dari grup lobi sukses mendorong
perusahaan untuk perduli terhadap lingkungan sosialnya; 53,1% dari grup lobi meningkatkan
kepada perushaan-perusahaan yang tidak mengungkapkan kegiatan sosialnya seperti lobilobi, paparan dan kampanya tentang tanggungjawab social kepada masyarakat setempat.
Namun demikian seluruh grup lobi sepakat untuk diberlakukannya undang-undang tentang
implementasi tanggungjawab social perusahaan.
Kata Kunci: Tekanan, lembaga sosial, lembaga lingkungan, tanggungjawab
perusahaan dan pengungkapan.
PENDAHULUAN
Desakan yang semakin tinggi dari masyarakat agar perusahaan tidak menjadi entitas
yang selfish, mendorong banyak perusahaan melakukan aktivitas tanggung jawab
perusahaan, atau yang dikenal Corporate Social Responsibility (CSR) Rizal (2006). Hal ini
desebabkan masih tingginya dampak eksternalitas yang di akibatkan oleh perusahaan di
Indonesia, kasus lumpur panas PT Lapindo merupakan kasus lingkungan hidup terbesar
dalam sejarah perkembangan perusahaan di Indonesia yang menyebabkan kerusakan alam
yang sampai hari ini masih belum juga taratasi. (Kompas 2/9). Munculnya tanggung jawab
social perusahaan/CRS tidak terlepas dari adanya pergeseran filosofis pengelolaan organisais
entitas bisnis. Pengelolaan organisasi yang semula didasarkan pada teori keagenan (agency
theory) yaitu tanggung jawab perusahaan kepada pandangan manajemen modern yang
didasarkan pada teori stakeholders, yaitu terdapatnya perluasan tanggung jawab perusahaan
dengan dasar pemikiran bahwa pencapaian tujuan perusahaan sangat berhubungan erat
dengan pola lingkungan sosial dimana perusahaan berada (Kholis dan Maksun: 2003).
Sehingga teori Friedman yang menyatakan bahwa satu-satunya tanggung jawab sosial bisnis
adalah untuk memaksimalkan laba, tidak lagi memperhatikan kepentingan lain diluar profit
seeking motive (Sembiring, 2003). Dari pandangan manajemen modern tersebut dapat
disimpulkan bahwa suatu badan usaha/perusahaan tidak hanya bertanggung jawab kepada
investor dan kreditor, tetapi juga kepada masyarakat luas (Zuhroh dan Sukmawati, 2003).
Perusahaan menarik dana dari berbagai individu dalam masyarakat yang terdiri atas para
investor dan kreditor. Perusahaan memepekerjakan sejumlah besar pegawai dan buruh, hal
ini menjadikan perusahaan bertanggung jawab kepada pekerja dan serikat pekerja.
Perusahaan memproduksi barang dan jas untuk kepentingan konsumen, hal ini
menjadikan perusahaan bertanggung jawab kepada kelompok masyarakat konsumen.
Perusahaan berkewajiban untuk membayar pajak sesuai dengan peraturan pemerintah, hal ini
menjadikan perusahaan bertanggung jawab kepada pemerintah dan kelompok masyarakat
yang
mendapat manfaat dari kegiatan pemerintah. Perusahaan dalam beraktivitas
menggunakan sumber daya alam, menimbulkan polusi udara, air, dan tanah, hal ini
menyebabkan perusahaan bertanggung jawab terhadap kualitas lingkungan alam dan sisial
kepada pemerintah dan masyarakat. Namun terdapat kesenjangan antar apa yng diharapkan
(seperti yang dikemukakan diatas) dengan kenyataanya. Beberapa peristiwa yang dapat
dipetik hikmahnya antara lain lumpur panas di lading minyak Lapindo, kasus PT Newmont
Nusa Tenggara, PT Freeport, kasus TPST Bojonh, kasus Lonsum Internasional dan
sebagainya (Wibisono, 2007). Rendahnya niat perushaan untuk melaksanakan tangung jawab
sosialnya dianggap sebagai pemicu utama konflik – konflik seperti ini. Elkington ( dalam
wibisono,2007:64) mengelompok perusahaan/korporasi seperti itu sebagai perusahaan yang
bertengger di peringkat hitam, atau dalam metafora serangga elkington dianalogikan seperti
ulat. Mereka menjalankan bisnis semata mata untuk kepentingan sendiri dan tidak peduli
pada aspek lingkungan dan social sekelilingnya. Kalau pun mereka mulai memperhatikan
CSR/tanggung jawab social perusahaan, namun memandangnya hanya sebagai komponen
biaya yang akan mengurangi keuntungannya. Umumnya perusahaan seperti ini
mengimplementasikan CSR setelah mendapatkan tekanan dari stakeholders nya, misalkan
dari masayarakat/ LSM ( baik lembaga maupun lembaga lingkungan).
Komunitas dan masyarakat ( termasuk didalamnya kalangan lembaga social dan
lembaga lingkungan) yang tinggal, hidup, dan berusaha di sekitar lokasi perusahaan adalah
satu stakeholders eksternal yang sangat penting( wibisono, 2007). Kalangan LSM
merupakan pendamping masyarakat yang suatu saat harus tegas kepadapelaku usaha yang
tidak punya kepedulian terhadap masalah social dan lingkungan. Namun disaat yang lain,
mereka dapat menjadi mitra strategis bagi pelaku usaha. Di Indonesia permasalahan
tanggungjawab social telah dibahas oleh beberapa penulis seperti Maksum dan Kholis
(2003), Hastuti dan indarto(2006). Zuhroh dan Sukmawati(2003), Wedari dan Rizal ( 2005),
Hariani ( 2007) serta beberapa peneliti lainnya. Penelitian Henrique dan sadorsky ( dalam
maksum dan Kholis, 2003:937) telah menguji varianel regul;asi pemerintah, tekanan
20
masyarakat, tekanan media massa, dan tekanan organisasi lingkungan pada 750 perusahaan
di Negara kanada sebagai perwujudan persepsi manajemen perusahaan terhadap stakeholder.
Kemudian penelitian ini diuji kembali oleh MAksum dan KHolis beserta Rizal dan wedari,
dengan tujuan untuk menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi pentingnya
tanggungjawab social perusahaan di Indonesia secaras empiris dikota medan. Tenyata ada
perbedaan antara hasil penelitian Maksum dan Kholis dengan hasil penelitian Rizal dan
wedari (2005). Penelitian yang dilakukan oleh Maksum dan Kholis (2003) tentang
pentingnya tanggung jawab dan akuntansi social di kota medan dengan sampel perusahaan
manufaktur, menemukan bahwa komponen stakeholder memiliki pengaruh signifiokan
terhadap pentingnya tanggun jawab social perusahaan.
Sedangkan penelitian Rizal dan Wedari (2005)yang berjudul Pengaruh Tekanan
Stakeholder Terhadap penerapan akuntansiu social pada perusahaan manufaktur di Medan
dengan sampel 30 perusahaan maufaktur, siperoleh hsil bahwa komponen stakeholders
signifikan terhadap penerapan akuntansi social. Kedua penelitian tersebut
merekomendasikan agar diteliti elemen lain dari stakeholser yaitu organisasi lembaga
awdaya masyarakat.
Penelitian lain, dilakukan oleh Tilt (2001) dengan judul Influence on corporate
social disclosure: A look at Lobby Groups Ten Years on dan mengambil sampel sebanyak 85
organisasi di Australia yang menangani masalah social dan lingkungan, menemukan bahwa
lobby groups (85 organisasi) memiliki pengaruh positif terhadap pengungkapan social
perusahaan. Lobby groups sering disebut sebagai penggerak eksternal yang utama dari
praktek pelaporan/ pengungkapan social perusahaan ( Tilt,2001).
Hasil penelitian yang tidak konsisten antara penelitian Maksum dan Kholis dengan
hasil penelitian Rizal dan Wedari (2005) menjadi dasar dilakuikan penelitian ini dengan
mencoba mengambil fenomena lain yaitu lobby groups yang memiliki pengaruh terhadap
praktek tanggung jawab pengungkapan social perusahaan di Australian ( Tilt, 2001).
Variable lobby groups di uji dengan menggunakan lembaga social dan lingkungan di
sumatera utara untuk menjelaskan tingkat pengungkapan tanggungjawab di Indonesia.
Pengambilan lokasi di Provinsi Sumatera Utara dilakukan dengan sengaja sesuai dengan
tujuanpenelitian, di karenakan propinsi ini meimiliki kota medan yang merupakan kota
terbesar ketiga di Indonesia yang memiliki jumlah perusahaan yang terbanyak di luar pulau
jawa, dan daerah ini memiliki hubungan kerjasama IM-TGT dengan Negara – Negara Asia.
Penelitian ini merupakan penelitian eksplirasi yang pertama kali dilakukan di
Indonesia dengan melakukan adaptasi untuk melihat apakah adanya kemungkinan
perbedaan hasil penelitian karena memiliki latar belakang yang berbeda. Perbedaan
penelitian ini dengan penelitian sebelumnya antara lain: penelitian ini menganalisis tekanan
salah satu stakeholders perusahaan yaitu lembaga social dan lingkungan yang di istilahkan (
Tilt,2001) sebagai lobby groups, objek penelitian ini adalah lembaga social dan lingkunga
yang belum pernah di uji sebelumnya dan merupakan saran penelitian Maksum dan Kholis
(2003), Rizal dan Wedari (2005), Rizal (2002). Adapun masalah yang hendak dijawab
melalui penelitian ini adalah: bagaimana tekanan lobby groups yang difokuskan kepada
lembaga- lembaga social dan lingkungan terhadap pengungkapan tanggung jawab social
perusahaan ( Corporate Sosial Responsibility Dosclousure) studi empiris di propinsi
Sumatera Utara.
Pemikiranyang mendasari tanggung jawab social/corporate social responsibility (
CSR) yang sering dianggap ini dari etika bisnis adalah bahwa perusahaan tidak hanya
mempunyai kewajiban –kewajiban ekonomis dan dan legal ( kepada pemegang saham atau
shareholder) tapi juga kewajiban –kewajiban terhadap pihak-pihak lain yang berkepentingan
( stakeholder) yang jangkaunannya melebihi kewajiban-kewajiabn tidak hanya pada
pemegang saham. Banyak definisi tentang CSR, sejumlah definisi berorientasi tuntutan
normative bagi perusahaan sehingga menyorot CSR sebagai bentuk tanggung jawab.
Misalnya, definisi yang digunakan oleh Vos ( dalam Marten dkk,2007) menyebutkan
tanggungjawab social perusahaan “ As the obligations or duties of an organization to a
specific systems of stakegolder”. Pengertian ini sama dengan apa yang disampaikan
21
Frederick ( dalam Marten dkk, 2007)
bahwa perusahaan harus menjalankan secara
bertanggungjawab terhadap semua tindakan yang berhubungan dengan orang, komunitas dan
lingkungan di mana orang-orang dan komunitas tinggal.
Sementara sebagian lainnya memandang tanggug jawab sosial perusahaan
merupakan kesadaran positif perusahaan atau sebagai bentuk peran dan komitmen
perusahaan. Misalnya K Clement Sankat (dalam Rudito dan Famiola, 2007:2009)
mendefinisikan CSR adalah komitmen usaha untuk bertindak secara etis, beroperasi secara
legal dan berkontribusi untuk peningkatan ekonomi bersamaan dengan peningkatan kualitas
hidup dari karyawan dan keluarganya, komunitas local dan komunitas secara lebih luas. Dari
sini tersirat sustu pernyataan bahwa inti dari CSR adalah komunitas secara lebih luas,
dimana komunitas ini terdiri dari karyawan perusahaan, anggota keluarga karyawan serta
komunitas yang menjadi lingkungan sosial dari perusahaan itu sendiri. Selain itu terdapat
juga konsep corporate social responsibility yang digambarkan sebagai proses penting dalam
pengaturan biiaya yang dikeluarkan dan keuntungan kegiatan bisnis dari stakeholders baik
secara internal (pekerja, shareholders dan penanam modal) maupun eksternal (kelembagaan
pengaturan umum, anggota-anggota komunitas, kelompok komunitas sipil dan perusahaan
lan) (Rudito dan Famiola,2007).
Pernyataan ini lebih mengarah pada suatu bentuk keuntungan sosial yang akan
diperoleh suatu perusahaan apabila melakukan kegiata CSR, dengan mengeluarkan modal
yang tidak sedikit akan memperoleh keuntungan sosial yang besar yang pada gilirannya akan
mendapatkan keuntungan financial. Dengan demikian tanggung jawab perusahaan secara
sosial tidak hanya terbatas pada konsep pemberian donor saja, tapi konsepnya sangat luas,
dmana konsep CSR melibatkan tanggung jawab kemitraan antara pemerintah, lembaga
sumber daya komunitas, juga komunitas setempat (Rudito dan Famiola,2007). Kemitraan ini
tidaklah bersifat pasif dan statis. Kemitraan ini merupakan tanggung jawab bersama secara
sosial antar stakeholder.
Konsep kedermawanan perusahaan (Corporate philanthropy) dalam tanggung jawab
sosial idak lagi memadai, karena konsep tersebut tidak melibatkan kemitraan tanggung
jawab perusahaan secara sosial dengan stakeholders lainnya. Trevino dan Nelson (dalam
Enawan,2007:112) mengkonsekan CSR sebagai pyramid yang terdiri dari empat macam
tanggung jawab yan harus dipertimbangkan secara berkesinambungan, yaitu ekonomi,
hukum, etika, dan berprikemanusiaan.
Tanggung jawab berprikemanusiaan adalah tanggung jawab terhadap sesame
mencakub peran aktif perusahaan dalam memajukan kesejahteraan manusia. Tanggung
jawab etis merupakan upaya dalam memberikan sikap yang adil kepada stakeholders.
Tanggung jawab hukum merupakan usaha dalam memenuhi ketentuan hukum yang berlaku.
Tanggung jawab ekonomi merujuk pada fungsi utama bisnis sebagai produsen barang dan
jasa yang dibuthkan oleh konsumen, dengan menghasilkan laba yang sejalan dengan aturan
masyarakat (Trevino dan Nelson dalam Ernawan, 2007:113).
Selain itu Kotler dan Lee (dalam Ernawan, 2007:116) mengidentifikasi enam pilihan
program bagi perusahaan untuk melakukan inisiatif dan aktiitas sosial sebagai wujud
komitmen dari tanggung jawab sosial perusahaan, antara lain:
Cause promotion dalam bentuk memberikan kontribusi dana atau penggalangan
dana untuk meningkatkan kesadaran akan masalah-masalahsosial tertentu, misalnya: bahaya
narkotika.
Cause-related marketing, bentuk kontribusi perusahaan dengan perusahaan dengan
menyisihkan spersekian persen dari pendapatan sebagai donasi bagi masalah sosial tertentu,
untuk periode tertentu atau produk tertentu.
Corporate social marketing, disini perusahaan membantu pengembangan maupun
impementasi dari kampanye dengan fokus untuk merubah perilaku tertentu yang
berpengaruh negatif.
Corporate philantrophy adalah inisiatif perusahaan dengan memberikan kontribusi
langsung kepada suatu aktivitas amal, lebih sering dalam bentuk donasi ataupun sumbangan
tunai.
22
Community volunteering, dalam aktivitas ini perusahaan memberikan bantuan dan
mendorong karyawan, serta mitra bisnisnya untuk secara sukarela terlibat dan membantu
masyarakat setempat.
Socially responsible business practices, ini adalah sebuah inisiatif dimana
perusahaan mengadopsi dan melakukan praktik bisnis tertentu serta investasi yang ditujukan
untuk meningkatkan kualitas komunitas dan melindungi lingkungan.
Pro-kontra mengenai tanggung jawab sosial perusahaan. Pro kontra mengenai
tanggung jawab sosial perusahaan (Griffin dalam Sule dan Saefullah, 2007). No. Pandangan
kelompok yang pro terhadap tanggung jawab sosial dari organisasi bisnis
1. Kegiatan bisnis seringkali menimbulkan masalah, oleh karena itu sudah
semestinyalah perusahaan bertanggungjawab atas apa yang telah dilakukannya.
2. Perusahaan adalah bagian dari lingkungan sosial masyarakat, oleh karena itu sudah
semestinya ikut berpartisipasi dan bertanggung jawab atas apa yang tarjadi di
masyarakat.
3. Perusahaan biasanya memiliki sumber daya untuk menyelesaikan masalah di
lingkungan sosial masyarakat.
4. Perusahaan adalah partner dari lingkungan sosial kemasyarakatan, sebagaimana
halnya juga pemerintah dan masyarakat lain pada umumnya.
No. Pandangan kelompok yang kontra terhadap tanggung jawab sosial dari organisasi
bisnis
1. Perusahaan tidak memiliki ahli yang mengkhususkan dalam bidang sosial dan
kemasyarakatan, oleh karena itu sulit bagi perusahaan untuk ikut bertanggung
jawab.
2. Perusahaan yang ikut berpartisipasi dan bertanggung jawab dalam lingkungan
sosial masyarakat justru akan memliki kekuatan untuk mengontrol masyarakat,
dan itu indikasi yang kurang baik secara sosial.
3. Akan banyak terdapat konflik kepentingan di masyarakat jika perusahaan
terlibat dalam aktivitas sosial.
4. Tujuan perusahaan bukan untuk motif sosial, akan tetapi untuk memperoleh
profit dan mencapai tujuan yang diharapkan oleh para pemilik perusahaan.
Stakeholders. Mattingly dan Greening (dalam Tilt, 2001:4) mendefenisikan
stakeholder sebagai berikut: “an individual or group having a legitimate claim on the firm
someone who can affect or is affected by the firm’s activities”. Berdasarkan defenisi itu
dapat dipahami bahwa stakeholder merupakan kelompok atau individu yang mempunyai hak
sah/kepentingan pada perusahaan dan dapat pula memengaruhi atau dipengaruhi oleh
aktivitas perusahaan.
Defenisi lain dilontarkan Rhenald Kasali (dalam Wibisono, 2007:90) yang
menyatakan bahwa stakeholder adalah setiap kelompok yang berada di dalam maupun di
luar perusahaan yang mempunyai peran dalam menentukan keberhasilan perusahaan.
Stakeholder bias berarti pula setiap orang yang mempertaruhkan hidupnya pada perusahaan.
Keraff (dalam Hariani, 2007:13) membagi stakeholder dalam dua kelompok yaitu: kelompok
primer yang terdiri dari pemilik modal atau saham, kreditor, karyawan,, pemasok, konsumen,
penyalur, rekanan dan peasing. Dan kelompok sekunder terdiri dari pemerintah setempat,
pemerintah asing, kelompok social, media massa, kelompok pendukung, masyarakat pada
umumnya, dan masyarakat setempat. Tilt (2001) juga telah mengkategorikan stakeholder
sebagai sebuah rangkaian kesatuan, dari yang mempunyai hubungan tidak langsung samoai
yang berhubungan langsung dengan perusahaan. Pengelompokan ini dapat dilihat pada
gambar 1 berikut ini:
23
Direct relationship
• Internal (managers, directors,
employees)
• Shareholders
• Other finanacial stakeholders
(creditors, lenders, suppliers)
• Government
• Consumers
• Public Interest Groups
• General public
Indirect relationship
Sumber: diadaptasi dari Estes dan Ogan &
Ziebart ( dalam Tilt, 2001:24)
Lembaga lingkungan merupakan salah satu stakeholder yang menjadi pengawas atas
segala aktivitas perusahaan terutama yang berkaitan sengan sumber daya alam agar itdak
tereksploitasi. Lembaga lingkungan, menurut Freeman (dalam Maksum dan Kholis,
2003:938) dewasa ini telah mejadi salah satu kekuatan control social yang dapat mengawasi
aktivitas perusahaan. Orientasi lembaga lingkungan secara umum adalah menghindari
ekploitasi yang berlebihan oleh pihak perusahaan/koporasi atas lingkungan. Beberapa contoh
lembaga lingkungan yang terdapat di Sumatera Utara adalah WALHI, Yayasan Leuser
Internasional, Yayasan Hayati Indonesia, Bina Lingkungan Hidup Sumut, LSM Satu Planet
Bumi, Yayasan BITRA Indonesia, Lembaga Riset Publik (LARISPA) dan sebgainya.
Sama halnya dengan lembaga lingkungan, lembaga sosial merupakan dari public
interest groups. Menurut Direktori Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Sumatera Utara
(2007), lembaga social merupakan suatu badan yang bertugas untuk membantu penyelesaian
permasalahan yang terdapat di dalam masyarakat.lembaga sosial juga merupakan tempat
untuk menampung pendapat atau suara-suara rakyat, karena di Negara ini suara masyarakat
hanya dapat melalui forum masyarakat.
Dalam iklim reformasi dan demokrasi di Indonesia sekarang ini, keterbukaan dan
akuntanbilitas sangat dipentingkan dan diperhatikan oleh public. Peranan pengawasan public
dilakukan melalui LSM ( Ngo), slaah satunya adalah lembaga social, sebagai organisasi
nirlaba pendukungnya menyuarakan berbagai social issues, yang punya dampak besar pada
penyelenggaraan bisnis di Indonesia. Perusahaan harus menyadari bahwa suara LSM ini
mempunyai pengaruh besar dan sangat diperhatikan oleh konsumen perusahaan, oleh karena
itu tidak dapat diabaikan. Apabila terjadi protes dari LSM-LSm khususnya lembaga social
maka perusahaan akan mendapat cap negative dari masayarakat. Besarnya pengaruh lembaga
social juga dapat dilihat dar kemampuan lembaga ini menjadi mitra perusahaan dalam
menciptakan citra positif, membangun kepercayaan dan sense of belonging (rasa memiliki)
dari masyarakat utama (Utama,2007)
Pada penelitiann Nimrod dan Wedari (dalam Hariani, 2001:4) tentang pengaruh
tekanan stakeholder terhadap penerapan akuntansi social pada perusahaan manufaktur di
Medan, disimpulkan bahwa tekanan stakeholder tidak berpengaruh secara signifikan
terhadap pentingnya penerapan akuntansi social. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh
Maksum dan Kholis (2003) tentang pentingnya tanggungjawab dan akuntansi social di kota
Medan, menemukan bahwa komponen stakeholder memiliki pengaruh signifikan terhadap
pentingnya tanggungjawab social perusahaan. Sudibiyo (dalam Maksum dan KHolis,
2003:937) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa terdapat dua hal yang menjadi kendala
sulitnya penerapan akuntansi social di Indonesia yaitu: lemahnya tekanan sosial yang
24
menghendaki pertanggungjawaban social perusahaan dan rendahnya kesadaran perusahaan
di Indonesia tentang pentingnya tanggung jawab sosial. Penelitian Andrew, dkk (dalam
Kholis, 2003:936) di Malaysia menemukan bahwa pengungkapan social perusahaan
merupakan hal yang lazim dilaporkan dalam laporan tahunan suat perusahaan. Henriques
dan Sadosrky (dalam Kholis, 2003:936) menyimpulkan bahwa tanggung jawab social
perusahaan menjadi perhatian penting bagi perusahaan di Kanada. Penelitian Sembiring
(2003) tentang factor-faktor yang mempengaruhi pengungkapan tanggung jawab social
perusahaan menemukan bahwa pengungkapan tanggung jawab social perusahaan
dipengaruhi secara positif oleh ukuran perusahaan, profitabilitas, dan tipe industry.
No
Peneliti
1
Rizal dan
Wedari (2005)
2
Edi Rismanda
Sembiring
(2003)
Table 2. Penelitian terdahulu
Masalah
Tekanan stakeholder
terhadap tanggung jawab
sosial perusahan
Kesadaran publik akan
peran perusahaan dalam
masyarakat
3
Maksum dan
Kholis (2003)
Tekanan stakeholder
terhadap tanggungjawab
sosial perusahaan
4
Hastuti dan
Indarto (2006)
Level Aktivitas perusahaan
dan level Keterlibatan
akuntan yang berkaitan
dengan enveromental
disclosure dan
enveromental accounting.
Hasil Penelitian
Tekanan stakeholder tidak
berpengaruh secara signifikan
terhadap penerapan akuntan
sosial
Pengungkapan tanggung jwab
socsal perusahaan dipengaruhi
secara positif oleh ukuran
perusahaan, profitabilitas, dan
tipe industry.
Tekanan stakeholder
berpengaruh secara signifikan
terhadap penerapan akuntansi
sosial.
Level aktivitas perusahaan
ternyata masih rendah dan
keterlibatan akuntan dalam
invironmetal disclosure dan
invironmental accounting yang
paling banyak adalah dalam
menganalisis kemungkinan
pengembangan usaha yang
berorientasi pada ramah
lingkungan.
Pada umumnya kalangan bisnis di Indonesia menerapkan konsep tanggungjawab
social perusahaanhannya sebagai kosmetik. Yang penting, laporan sosia ltahunannya tampil
mengkilap, lengkap dengan fotoa ktivitas social serta dana program pembangunan komunitas
yang telah direalisasi. Selain gambaran itu, tampak pula kecenderungan pelaksanaan CSR di
Indonesia yang sangat tergantung pada Chief Executive Officer (CEO) perusahaan. Jika CEO
memiliki kesadaran moral bisnis, besar,kemungkinan perusahaan tersebut menerapkan
kebijakan CSR yang layak. Sebaliknya, jika orientasi CEO nya hanya pada kepentingan
kepuasan pemegang saham, maka kebijakan CSR hanya sebagai kosmetik.
Dari semuafenomena yang telahdikemukakan di atas, para lobby group
dapatmemantau, bahkan menciptakan tekanan eksternal yang biasa ‘memaksa’ perusahaan
mewujudkan konsep dan penjabaran tanggung jawab social perusahaan yang relavan dengan
kondisi Indonesia. Konsep tanggung jawab social perusahaan harus lebih memberikan
keuntungan social berupaakses yang seluas-luasnya kepada masyarakat di luar perusahaan
maupun di dalam perusahaan.
25
METODA
Metoda penelitian yang digunakan adalah Analisis deskriptif dimana analisis data
yang digunakan dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah
terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk
umum atau generalisasi.
Objek penelitian ini adalah lembaga social dan lingkungan yang berlokasi di Sumatera Utara.
Penelitian ini dimulai dari bulan sampai dengan Maret 2011. Populasi dan sampel dalam
penelitian ini adalah pimpinan lembaga social dan lingkungan yang terdapat di Sumatera
Utara, metode yang digunakan dalam pemilihan sampel adalah metode nonprobabilitas
dengan teknik kemudahan (convenience sampling), yaitu dengan memilih sampel dari
elemen populasi yang datanya mudah diperoleh peneliti (Gozali, 2001). Dari 220 Lembaga
Sosial dan Lingkungan yang terdapat pada Direktori Kesabang Linmas 2006, terdapat 135
kuisioner yang disebar yang kembal isebanyak 46 dan yang dapat diperoleh hanya
sebanyak 32 responden.
N
o.
1
Tabel 3. Variabel penelitian dan Definisi operasional
Variabel
Definisi
Indikator Pengukuran
Operasional
Varibel
Y: pentingnya
Bentuk
a. Perencanaan
tanggung jawab kepedulian
komite, program
social
perusahaan
dan tanggung
perusahaan
terhadap
jawab perusahaan.
lingkungan
b. Adanya
eksternal
penyampaian
perusahaan
program tanggung
melalui berbagai
jawab social
kegiatan yang
perusahaan kepada
dilakukan untuk
shareholder.
memenuhi
c. Adanya
kaidah dan
penyampaian
keputusan
program tanggung
hukum dan
jawab social
menghargai
perusahaan kepada
manusia,
karyawan dan
masyarakat dan
shareholder
lingkungan.
lainnya.
d. Frekuensi
penyampaiantangg
ung jawab sosial
kepada shareholder
dan stakeholder
perusahaan.
26
Skala
Pengukuran
Instrumen
dimodifikasi
dan
diadaptasikan
dari item-item
pertanyaan
Henriques dan
Sadosrky
(1999).
2
X: Tekanan
lembaga sscial
dan lingkungan
Suatu bentuk
kepedulian
lembaga social
dan lingkungan
terhadap
masalah social
dan lingkungan
yang timbul
akibat aktivitas
perusahaan.
a. Adanya
penyampaian
laporan
pengungkapan
social perusahaan
kepada lembaga
social dan
lingkungan
b. Adanya sikap aktif
lembaga social dan
lingkungan dalam
mencari berbagai
informasi yang
berkaitan dengan
pengungkapan
social perusahaan.
c. Adanya pemberian
dukungan kepada
perusahaan untuk
mengungkapkan
seluruh aktivitas
mereka terhadap
sosial/lingkungan.
d. Adanya kegiatan
lobbying atau
bahkan aksi protes
terhadap
perusahaan yang
tidak
mengungkapkan
aktivitas sosial
mereka.
e. Adanya usahauntuk
mempengaruhi
perusahaan secara
tidak langsung
seperti melobi
pemerintah, atau
konsumen, dan
sebagainya.
Instrumen
dimodifikasi
dan
diadaptasikan
dari item-item
pertanyaan Tilt
(1997)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengujian kualitas data dilakukan melalui uji reliabilitas dan validitas. Reliabilitas
merupakan ukuran suatu kestabilan dan konsistenr esponden dalam menjawab hal yang
berkaitan dengan konstruk-konstruk pertanyaan yang merupakan dimensi suatu variable dan
disusun dalam suatu bentuk kuesioner. Reliabilitas suatu konstruk variabel dikatakan baik,
jika memiliki nilai Cronbach’s Alpha > dari 0,60 (Nugroho, 2005). Uji validitas digunakan
untuk mengetahui kelayakan butir-butir dalam suatu daftar pernyataan dalam
mendefenisikan suatu variable. Validitas suatu butir pertanyaan dapat dilihat pada hasil
output item-total statistic. Suatu butir pertanyaan dikatakan valid jika nilai r-hitung yang
merupakan nilai dari Corrected Item-Total Correlation > dari –tabel.
Analisis. Analisis data yang dilakukan dengan cara mendeskripsikan atau
menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat
27
kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi. Hasil analisis butir-butir
pertanyaaan sumber informasi mengungkapan tanggungjawab perusahaan di peroleh hasil,
dari 32 perusahaan yang menjadi simple hanya 5 lembaga yang menerima laporan yang di
kirimi oleh perusahaan secara sukarela, sisanya sebanyak 27 lembaga social mencari sendiri.
Dan dari 5 lembaga social dan lingkungan yang menerima laporan tanggungjawab social dari
perusahaan dalam 12 bulan terakhir. Upaya untuk melakukan tekanan diungkap melalui
pertanyaan : Apakah saudara mendorong perusahaan-perusahaan untuk mengungkapkan
semua atau sebagian kegiatan social/lingkungan mereka?. 22 lembaga menjawab ya da
sisanya tidak dengan perincian 68,75% yang melakukan tekanan. Lobby group melakukan
dengan cara melakukan dengan langsung 35,75 %, melakukan espos di media cetak
sebanyak 19,25 % dan menyurati sebanyak 11 % sisanya dilakukan dengan cara melakukan
demonstrasi 2,75 %.
Diskusi
langsung
35,75 %
Tabel 4. Tekanan yang dilakukan oleh Lobby Group
Eksps di media Menyurati
Demonstrasi
Total
ctk &
Perusahaan
elektronik
19,25 %
11 %
2,75 %
68,75 %
Total
perusahaan
22
Berkaitan dengan upaya perusahaan melakukan lobby untuk mempengaruhi dan
menekan perusahaan yang tidak dilakukan pengungkapan untuk melakukan tanggungjawab
sosial
dlam
bentuk
pertanyaan
“
Apakah
saudarasecara
langsung
melobi/mengekspos/melaporkan/melakukan kampanye, dan lain-lain terhadap perusahaan
yang tidak mengungkapkan kegiatan sosial?.
17 lembaga melakukan dan 15 tidak melakukan, dengan rincian yang melakukan
sebagai berikut; 26,55 % melakukan kampanye, 8,85 % dengan melakukan lobby dengan
melakukan diskusi dengan perusahaan atau melakukan pengiriman surat untuk melakukan
penekanan sisanya dilakukan dengan demonstarsi dan advokasi
Perusahaan melakukan tekanan dengan melakukan lobby kepada pihak-pihak lain
seperti pemerintah dan lembaga pembuat undang-undang “ Apakah saudara berusaha
memengaruhi perusahaan secara tidak langsung, misalnya dengan melobi pemerintah
membuat undangundang, mendorong konsumen memboikot produk perusahaan, dan lain-lain?
17 lembagalingkungan sosial melakukan dengan rincian 31,26% melakukan lobby,
15,6% melakukan diskusi, 6,25% melakukan advokasi bagi masyarakat yang dirugikan dan
9,4% melakukan kampanye dan kepada media massa.
Tabel 5. Tekanan kepada perusahaan yang tidak mempublikasikan.
Eksps dan
Diskusi
Advok Memberi Demo &boikot
Total
kmpnye
dengan
asi
Surat
produk prshn
perusaha
an
26,55%
8,85%
2,95% 8,85%
5,90%
53,10%
Tabel 6. Lobby yang dilakukan lembaga sosial dan lingkungan.
Meloby
Diskusi
Boikot
Advokasi Kmnye &
Total
pemerintah
dengan
produk
Ekspos
stkholder
ext.
31,26%
15,60%
6,25%
9.40%
5,90%
71,90%
Total
lembag
a
17
Total
lembag
a
17
Pertanyaan dengan berkaitan standar pengungkap: menurut saudara, apakah
seharusnya ada undang-undang atau standar untuk memperkenalkan tingkat minimum
28
pengungkapannya dapat dipakai semua perusahaan?. Dari 32 responden, yang menjawab
“ya” sebanyak 28 lembaga, dan yang menjawab “tidak” sebanyak 4 lembaga. Dengan
komentar yang diberikan responden antara lain:
LSM Pedang Keadilan: merevisi peraturan menteri tentang jenis rencana usaha dan
kegiatan yang wajib dilengkapi AMDAL.
BAKUMSU: perlu dibentuk forum tanggungjawab sosial ditingkat daerah yang
melibatkan pemerintah, pengusaha dan masyarakat.
LBH Medan: perlu dibentuk forum tanggung jawab sosial di tingkat daerah yang
melibatkan pemerintah, pengusaha dan masyarakat.
Satu Planet Bumi: adanya mekanisme pemantauan dan pengawasan
yang
independen terhadap tanggungjawab sosial perusahaan.
Repala Indonesia: adanya mekanisme pemantauan dan pengawasan yang independen
terhadap tanggung jawab sosial perusahaan.
KONTRAS Sumut: konsep yang baku tentang tanggung jawab sosial perusahaan
harus dibuat oleh
pemerintah agar pelaku usaha tidak mengalami kebingungan
danmasyarakat tidak dirugikan.
LAWKI: konsep yang baku tentang tanggung jawab sosial perusahaan harus dibuat
oleh pemerintah agar pelaku usaha tidak mengalami kebingungan dan masyarakat tidak
dirugikan.
LSPL: distribusi keuntungan kepada buruh dan komunitas harus dilakukan sebagai
bentuk paling ideal dari CSR.
Yayasan Paket Indonesia: merevisi
Peraturan menteri tentang jenis rencana usaha dan kegiatan yang wajib dilengkapi AMDAL.
YEL: merevisi peraturan menteri tentang jenis rencana usaha kegiatan yang wajib
dilengkapinAMDAL.
SBMI Sumut: perlu dibentuk forum tanggung jawab sosial di tingkat daerah yang
melibatkan pemerintah, pengusaha dan masyarakat.
PKPS: adanya mekanisme pemantauan dan pengawasan yang independent terhadap
tanggung jawab sosial perusahaan, distribusi keuntungan kepada buruh dan komunitas harus
dilakukan sebagai bentuk paling ideal dari CSR.
YAKMI: konsep yang baku tentang tanggung jawab sosial perusahaan harus dibuat
oleh pemerintah agar pelaku usaha tidak mengalami kebingungan dan masyarakat tidak
dirugikan.
LAPK: adanya mekanisme pemantauan dan pengawasan yang independent terhadap
tanggung jawab sosial perusahaan, konsep yang baku tentang tanggung jawab sosial
perusahaan harus dibuat oleh pemerintah agar pelaku usaha tidak mengalami kebingungan
dan masyarakat tidak dirugikan.
YPMP: merevisi peraturan Menteri tentang jenis rencana usaha dan kegiatan yang
wajib dilengkapi AMDAL, adanya mekanisme pemantauan dan pengawasan yang
independent terhadap tanggung jawab sosial perusahaan.
TEPAK: merevisi peraturan Menteri tentang jenis rencana usaha dan kegiatan yang
wajib dilengkapi AMDAL.
Pusaka Indonesia: perlu dibentuk forum tanggung jawab sosial ditingkat daerah yang
melibatkan pemerintah, pengusaha dan masyarakat.
ELSAKA: perlu dibentuk forum tanggung jawab sosial di tingkat daerah yang
melibatkan pemerintah, pengusaha dan masyarakat.
ELTRANS: perlu dibentuk forum tanggung jawab sosial di tingkat daerah yang
melibatkan pemerintah, pengusaha dan masyarakat, distribusi keuntungan kepada buruh dan
komunitas harus dilakukan sebagai bentuk paling ideal dari CSR.
YLKI Sumut: konsep yang baku tentang tanggung jawab sosial perusahaan harus
dibuat oleh pemerintah agar pelaku usaha tidak mengalami kebingungan dan masyarakat
tidak dirgikan.
LSM PPPH Sumut: adanya mekanisme pemantauan dan pengawasan yang
independent terhadap tanggung jawab sosial perusahaan.
29
Bina Lingkungan Hidup: adanya mekanisme pemantauan dan pengawasan yang
indenpent terhadap tanggung jawab sosial perusahaan.
Yayasan BITRA Indonesia: merevisi peraturan Menteri tentang jenis rencana usaha
dan kegiatan yang wajib dilengkapi AMDAL.
PPHI: merevisi peraturan Menteri tentang jenis rencana usaha dan kegiatan yang
wajib dilengkapi AMDAL.
NGO Save The Children merevisi peraturan Menteri tentang jenis rencana usaha dan
kegiatan yang wajib dilengkapi AMDAL.
LARISPA: perlu dibentuk forum tanggung jawab sosial di tingkat daerah yang
melibatkan pemerintah, pengusaha dan masyarakat.
GAMKI: konsep yang baku tentang tanggung jawab sosial perusahaan harus dibuat
oleh pemerintah agar pelaku usaha tidak mengalami kebingungan dan masyarakat tidak
dirugikan.
Yayasan Hayati Indonesia: distribusi keuntungan kepada buruh dan komunitas harus
dilakukan sebagai bentuk paling ideal dari CSR.
Lembaga KOLINGDUP: adanya mekanisme pemantauan dan pengawasan yang
independent terhadap tanggungjawab sosial perusahaan.
PETRONAS: merevisi peraturan Menteri tentang jenis rencana usaha dan kegiatan
yang wajib dilengkapi AMDAL.
PMI: merevisi peraturan Menteri tentang jenis rencana usaha dan kegiatan yang
wajib dilengkapi AMDAL.
YES: adanya mekanisme pemantauan dan pengawasan yang independent terhadap
tanggungjawab sosial perusahaan.
Menurut Lobby group informasi yang harusnya diungkap perusahaan adalah
berbentuk tanggungjawab perusahaan sebanyak 29,9%, tanggung jawab terhadap lingkungan
24,5%, hasil audit tim independent 19,1% tanggungjawab terhadap karyawan 5,5% dan
sisanya terhadap konsumen.
Tj. thd
masyarakat
29,90%
Tabel 7. Informasi yang harusnya di ungkap
Tj. thd
Tj. thd
Tj. thd
Hasil audit tim
lingkungan
konsumen
karyawan
independen
24,50%
5,40%
5,50%
19,10%
Total
84,40%
Pertanyaan: Menurut saudara, bagaimana seharusnya informasi tersebut
diungkapkan? (pilih satu atau lebih, jika lebih dari satu silahkan urutkan dari yang
terpenting, 1= terpenting) Menurut responden, jenis informasi yang dikemukakan di atas
seharusnya bersifat narasi 30,3%, bersifat kuantitas 9,1% dan kedua duanya 57,6% sisanya
lain-lain 3%.
SIMPULAN
Simpulan ini dibuat berdasarkan jawaban kuesioner para responden, yakni pimpinan
lembaga sosial dan lingkungan, yang menunjukkan bahwa terdapat lebih banyak lembagalembaga sosial dan lingkungan yang sebanyak 68,9% labby group melakukan dorongan bagi
perusahaan untuk mengungkapkan semua/sebagian kegiatan sosial/sebagian kegiatan
sosial/lingkungan mereka dan dari jumlah tersebut hanya 53,1% lembaga sosial dan
lingkungan secara langsung melakukan tindakan terhadap perusahaan yang tidak
mengungkapkan kegiatan sosialnya, seperti melobi, mengekspos, melaporkan dan
berkampanye terhadap pentingnya masalah tenggung jawab perusahaan.
Sebesar 71,9% dari 32 lembaga berusaha memengaruhi perusahaan secara tidak
langsung, seperti melobi pemerintah untuk membuat undang-undang, mendorong konsumen
menboikot produk perusahaan yang tidak melakukan tanggung jawab sosial.
30
Seluruh lembaga lobby group setuju agar terdapat undang-undang atau standar untuk
memperkenalkan tingkat minimum pengungkapan yang dapat dipakai oleh semua
perusahaan.
Beberapa keterbatasan yang di hadapi peneliti adalah: penilitian ini bersifat
eksploratif yang menganalisis pengaruh tekanan lembaga-lembaga sosial dan lingkungan
terhadap pengungkapan sosial berkaitan dengan jawab sosial peruahaan. Karena penelitian
ini merupakan penelitian awal, maka peneliti mengalami kesulitan untuk mengkuantifikasi
jawaban responden yang bersifat deskriptif. Masih sedikit literatur yang berkaitan tentang
penilitian ini dan formulasi kuesioner lebih berorientasi pada pengungkapan sosial dari
perspektif perusahaan dari pada perspektif stakeholder (masyarakat dan LSM) sehingga
penilitan yang akan hendaknya menyempurkan kembali instrument kuesinor agar tidak
terlalu luas dan umum sehingga dapat mengakomodir realitas yang lebih spesifik dan
menambahkan orientasi pengungkapan sosial dari perspektif yang lebih luas yaitu
stakeholder yang lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Ernawan, 2007. Pengaruh sikap konsumen dalam penerapan program corporate sosial
responsibility (CSR) terhadap brand loyalty air mineral merek Aqua (studi kasus
pada
mahasiswa Ilmu Komunikasi Fakultas FISIPOL Universitas Sumatra Utara). Skripsi
Fakultas Ekonomi Universitas Sumatra Utara.
Hariani, Tuti, 2007. Pengaruh tekanan stakeholder terhadap pentingnya tanggung jawab
sosial
perusahaan (study pada manajer dan staf perusahaa dan manufaktur dimedan).
Jurnal
telaah Akuntansi Vol: 07 No 2 November 2007 hal 73-92.
Hastuti, Theresia, Dwi dan stefany lily indarto, 2006. Penelitian tentang pengungkapan
Akutansi
Sosial lingkungan oleh perusahaan. Manajemen usahawan Indonesia. No. 02, TH.
XXXV, Hal. 47-52.
Imam Ghozali, 2001. Aplikasi praktis multivariate dengan program SPSS. Edisi pertama, \
program studi magister Akutansi. Badan penerbit, Universitas
Diponegoro (UNDIP), Semarang
KESBANG LINMAS, 2007. Daftar Lembaga Swadaya Masyarakat yang terdaftar di
propinsi
Sumtera Utara. http:// www. Sumut.go.id
Maksum, Azhar dan Azizul Kholis, 2003. Analisis tentang pentingnya tanggung jawab dan
akutansi sosial perusahaan (Corporate responsibility and sosial Accounting): studi
empiris di kota Medan. Symposium Nasional Akutansi VI, IAI kompartemen
akuntan
pendidik, Jakarta.
Marten, Jean H. dkk, 2007. Corporate Sosial Responsibility Perusahaan Multinasional
kepada masyarakat sekitar; studi kasus. Manajemen Usahawan Indonesia.
No. 03, bulan maret TH. XXXVI, Hal. 9-18.
Nogroho, Bhuono Agung, 2005.strategi jitu memilih Metode statistik penelitian
dengan SPSS. Yogyakarta; ANDI.
RIZAL Hasibuan, 2002. Pengaruh karakteristik perusahaan terhadap pengungkapan
tanggung
Jawab emiten perusahaan yang go public dibursa efek Jakarta dan bursa efek
Surabaya. Jurnal riset akutansi dan bisnis UMSU, vol 2 No.1 Maret 2002.
Rudito, Bambang dan Melia Famiola, 2007. Etika bisnis dan tangguang jawab sosial
perusahaan di Indonesia. Bandung : Rekayasa Sains Bandung.
Sembiring, Edi Rismanda, 2003. Faktor-faktor yang memengaruhi pengungkapan
Tanggung jawab sosial perusahaan. Jurnal telaah Akuntansi. Vol 1, No. 1, hal. 1-21
31
Sule, Krnie Tisnawati dan Saefullah, Kurniawan, 2007. Tanggung jawab sosial dan etika
Manajemen. http://www.google.com
Tilt, Carol ann, 2001. Influences on corporate Sosial Disclosure: A look at lobby groups ten
Years on. School of commerce, flinders university, south Australia.
Commerce research paper series No. 04.-1 ISSN: 1441-3906
Utama, Harry Wahyudhy 2007. Tanggung jawab sosial perusahaan, investasi
Bukan biaya. http://www.google.com
Utomo, Muslim, 2000. Praktek pengungkapan sosial pada laporan tahunan
Perusahaan di Indonesia (studsi perbandingan antara perusahaan-perusahaan high
profile
And low profile yang go public di Indonesia). Laporan penelitian, simposium
nasional
Akutansi III, IAI Kompartemen akuntan pendidik, Jakarta.
Wedari tuti Sri, Rizal Muhammad, 2005. Pengaruh tekanan stakeholder terhadap penerapan
Akutansi sosial pada perusahaan manufaktur di medan, jurnal telaah akutansi
Vol: 03 No.2 November 2005 hal 52-63
Wibisono, yusuf, 2007. Membedah konsep & aplikasi CSR. Gresik : Fascho
Publishing.
Zuhroh, Diana dan I Putu Pande Heri Sukmawati, 2003. Analisis pengaruh luas
pengungkapan
Sosial dalam laporan Tahunan perusahaan terhadap Reaksi investor (studi kasus
pada
Perusahaan-perusahaan high profile di BEJ). Symposium Naional Akuntansi VI, IAI
Kompartemen Akuntan Pendidik, Jakarta.
32
Download