Analisis Stabilitas dan Sistem Perbankan

advertisement
Analisis Stabilitas
dan Sistem Perbankan
Triwulan II 2017
Equity Tower Lt 20, 21 & 39
Sudirman Central Business District
(SCBD)
Jl. Jend. Sudirman Kav 52 - 53
Jakarta 12190
Ringkasan Laporan








Kami memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 5,1% pada tahun 2017 dan
5,3% pada tahun 2018. Angka tersebut 0,2 ppt lebih rendah dari proyeksi sebelumnya.
Rata-rata nilai tukar rupiah diperkirakan mencapai Rp 13.350/US$ pada tahun ini dan Rp
13.450/ US$ pada tahun depan, lebih kuat dari perkiraan kami sebelumnya.
Kami mempertahankan proyeksi defisit neraca berjalan di level 1,9% PDB pada tahun 2017
dan 2,1% PDB pada tahun 2018.
Pasca kenaikan Fed rate, sentimen pasar relatif bergerak stabil. Hal ini sekaligus
mengindikasikan kenaikan Fed rate tersebut sesuai dengan ekspektasi dan dapat diantisipasi
oleh pelaku pasar sehingga tidak menimbulkan gejolak di pasar keuangan.
Pergerakan pasar keuangan Indonesia: valas, saham, dan obligasi masih menunggu beberapa
rilis data ekonomi menyusul minimnya sentimen positif dari dalam negeri. Namun demikian,
pasar keuangan Indonesia berpeluang untuk melanjutkan penguatan.
Pada periode April 2017, pertumbuhan kredit kembali meningkat ke level 9,47% (yoy), naik
23 bps dibanding pertumbuhan bulan sebelumnya.
Lambatnya penurunan rasio NPL diakibatkan oleh pertumbuhan kredit baru yang masih
rendah. Kehati-hatian perbankan dalam menyalurkan kredit membuat pertumbuhan
menjadi tertahan.
Angka Banking Stability Index (BSI) untuk periode bulan Mei 2017 mengalami sedikit
penurunan sebesar 1 bps, dari 99,62 di bulan April 2017 menjadi 99,61 di bulan Mei 2017.
Berdasarkan angka BSI tersebut, risiko industri perbankan Indonesia masih berada dalam
kondisi Normal.
Update Risiko serta Prospek
Perekonomian dan Sistem Keuangan
Update Risiko serta Prospek Perekonomian dan Sistem Keuangan
Mochammad Doddy Ariefianto, Seto Wardono
 Kami memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 5,1% pada tahun 2017 dan 5,3%
pada tahun 2018. Angka tersebut 0,2 ppt lebih rendah dari proyeksi sebelumnya.
 Rata-rata nilai tukar rupiah diperkirakan mencapai Rp 13.350/US$ pada tahun ini dan Rp 13.450/
US$ pada tahun depan, lebih kuat dari perkiraan kami sebelumnya.
 Kami mempertahankan proyeksi defisit neraca berjalan di level 1,9% PDB pada tahun 2017 dan
2,1% PDB pada tahun 2018.
Hasil updating terbaru kami menunjukkan bahwa risiko perekonomian dan sistem keuangan
mengalami penurunan pada kuartal I 2017 dan secara kualitatif masih berada dalam kondisi normal.
Terdapat perbaikan kinerja pada tiga dari enam aspek yang kami pantau serta terdapat lima aspek
yang mengalami perbaikan prospek. Di antara enam aspek ini, hanya aspek aktivitas bisnis domestik
dan aspek kebijakan fiskal yang mengalami perbaikan kinerja dan perbaikan prospek. Di sisi lain, tak
ada satu pun aspek yang sekaligus mengalami pelemahan kinerja dan prospek.
Normal
Waspada
Ditengarai Krisis
Siaga
6
Outlook
NPNT: Neraca Pembayaran & Nilai Tukar
ABD: Aktivitas Bisnis Domestik
HKM: Harga & Kebijakan Moneter
KBF: Kebijakan Fiskal
PKU: Pasar Keuangan
SPB: Sistem Perbankan
5
4
PKU
3
2
NPNT
HKM
4Q16
1Q17
KBF
1
ABD
SPB
Kinerja
0
0
1
2
3
4
5
6
Sumber: LPS
Gambar 1. Peta Risiko Kualitatif Perekonomian dan Sistem Keuangan
3
Aktivitas Bisnis Domestik
Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang mengalami rebound pada kuartal I 2017 menjadi faktor
penting yang mendorong perbaikan kinerja pada aspek aktivitas bisnis domestik. Produk domestik
bruto (PDB) tumbuh 5,01% y/y pada kuartal itu, melebihi pertumbuhan 4,94% pada kuartal IV 2016.
Penguatan pertumbuhan ekonomi ini terutama didukung oleh perbaikan kinerja perdagangan. Pada
kuartal I lalu, ekspor barang dan jasa meningkat 8,04% y/y, yang tertinggi sejak tahun 2014. Dengan
perkembangan ini, kontribusi ekspor neto (ekspor minus impor) terhadap pertumbuhan y/y PDB naik
dari 0,34 poin persentase (ppts) pada kuartal IV 2016 menjadi 0,73 ppts. Selain ekspor, pertumbuhan
konsumsi pemerintah dan investasi juga membaik sehingga ikut mendorong pemulihan
pertumbuhan ekonomi pada kuartal I lalu. Penguatan aktivitas ekonomi juga terlihat di sisi produksi,
di mana 12 dari 17 sektor ekonomi mengalami percepatan pertumbuhan.
Prospek aktivitas bisnis domestik juga membaik dalam jangka pendek ke depan, didasari oleh
ekspektasi berlanjutnya perbaikan ekspor yang sejalan dengan penguatan prospek ekonomi global.
Dana Moneter Internasional (IMF) pada April lalu memprediksi pertumbuhan ekonomi global tahun
ini sebesar 3,5%, 0,1 ppts lebih tinggi dari proyeksi yang dibuat pada Januari 2017. Publikasi
Consensus Economics pada Juni lalu juga menunjukkan proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun 2017
yang lebih tinggi dibanding tiga bulan sebelumnya untuk mitra dagang utama Indonesia seperti
China, Malaysia, Jepang, Singapura, Thailand, dan Zona Euro.
Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Tahun 2017
120
3M Sum, % y/y
60
Penjualan Sepeda Motor
AS
Proyeksi Maret 2017
Penjualan Mobil
90
Proyeksi Juni 2017
Zona Euro
45
Konsumsi Semen (Kanan)
60
Jepang
China
30
Impor Barang Modal (Kanan)
30
15
0
0
India
Nov-16
May-17
Nov-15
8
May-16
7
Nov-14
6
May-15
5
Nov-13
4
May-14
3
May-13
2
Nov-12
1
-30
Nov-11
0
-60
May-12
%
-15
Nov-10
Thailand
-30
May-11
Filipina
Singapura
May-10
Malaysia
Sumber: CEIC, Consensus Economics, LPS
Gambar 2. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Beberapa Negara dan Indikator Bulanan Indonesia
Ekonomi Indonesia diperkirakan tumbuh 5,1% pada tahun ini dan 5,3% pada tahun depan,
keduanya 0,2 poin persentase (ppt) lebih rendah dibandingkan proyeksi kami sebelumnya. Revisi ke
bawah terhadap angka proyeksi ini mencerminkan pemulihan permintaan domestik yang lebih
lambat dari perkiraan sebelumnya, meski di sisi lain terjadi pemulihan ekspor yang lebih cepat.
Perbaikan ekspor ini didukung oleh penguatan aktivitas ekonomi global. Di sisi lain, ketidakpastian
kebijakan ekonomi di negara maju yang masih cukup tinggi dan faktor geopolitik (seperti di
Semenanjung Korea dan Timur Tengah) menjadi downside risks yang dapat menekan aktivitas
ekonomi global, sehingga juga dapat berdampak pada ekspor dan pertumbuhan ekonomi Indonesia.
4
Harga dan Kebijakan Moneter
Peningkatan inflasi menjelaskan pelemahan kinerja aspek harga dan kebijakan moneter pada
kuartal I 2017. Inflasi indeks harga konsumen (IHK) mencapai 3,61% y/y pada Maret 2017, naik dari
3,02% pada Desember 2016. Di saat yang sama, inflasi inti juga naik dari 3,07% menjadi 3,3%. Selain
di tingkat konsumen, penguatan tekanan inflasi juga terjadi di tingkat pedagang. Inflasi indeks harga
perdagangan besar (IHPB) mencapai 8,32% pada Maret 2017, naik dari 8% pada Desember 2016.
Konsisten dengan kenaikan inflasi IHK dan IHPB, kenaikan deflator PDB (indikator tingkat harga yang
paling luas) juga terjadi pada kuartal I lalu. Pada kuartal itu, deflator PDB naik 4,84% y/y, yang
tertinggi sejak kuartal IV 2014.
Aspek harga dan kebijakan moneter mengalami perbaikan prospek, seiring dengan batalnya
penerapan subsidi tertutup untuk LPG tabung 3 kg pada tahun ini serta adanya komitmen
pemerintah untuk tidak menaikkan tarif listrik di semester II 2017. Di sisi lain, inflasi di kelompok
bahan makanan yang cukup terkendali selama bulan puasa tahun ini (+0,69% m/m pada Juni 2017)
menunjukkan adanya perbaikan pada rantai distribusi pangan, yang jika dapat berlanjut akan
menjadi downside risk bagi perkembangan inflasi ke depan. Dengan memperhatikan hal ini, rata-rata
inflasi diperkirakan mencapai 4,1% pada tahun ini dan tahun depan dengan posisi akhir tahun
masing-masing di level 4,4% dan 4%. Angka proyeksi terbaru ini lebih rendah dari perkiraan kami
sebelumnya.
Inflasi Indeks Harga Konsumen
10
18
% y/y
% y/y
%
Bunga Deposit Facility
20
16
Bunga Lending Facility
15
BI Rate
8
12
6
8
12
BI 7-Day Reverse Repo Rate
9
4
6
-4
3
Jun-17
Jun-16
Jun-15
Jun-14
Jun-13
Jun-12
Inflasi Administered Price (Kanan)
Jun-11
Inflasi Volatile Food (Kanan)
0
Jun-10
Inflasi Headline
Jun-09
Inflasi Inti
Jun-08
Jun-17
Jun-16
Dec-16
Jun-15
Dec-15
Jun-14
Dec-14
Dec-13
Jun-13
Jun-12
Dec-12
Dec-11
Jun-11
Jun-10
Dec-10
2
0
Jun-07
4
Sumber: BI, BPS, CEIC, LPS
Gambar 3. Perkembangan Inflasi dan Suku Bunga Kebijakan
Meski meningkat, inflasi IHK masih berada dalam koridor target dan dengan kondisi ekonomi
makro yang relatif stabil, Bank Indonesia (BI) pun mempertahankan BI 7-day reverse repo rate di
posisi 4,75% pada kuartal I 2017 dan bahkan pada kuartal berikutnya. Dengan perkiraan inflasi tahun
ini yang sesuai targetnya (4%±1%), kami pun kini tidak melihat adanya urgensi bagi bank sentral
untuk memperketat kebijakan moneternya. Meski demikian, target inflasi tahun depan yang lebih
rendah (3,5%±1%) dan potensi berlanjutnya normalisasi kebijakan moneter di negara maju memberi
ruang bagi pengetatan kebijakan di tahun 2018. Dengan demikian, kami merevisi proyeksi BI 7-day
reverse repo rate pada akhir tahun ini dari 5% menjadi 4,75%. Proyeksi bunga acuan pada akhir
tahun 2018 juga kami ubah dari 5,25% menjadi 5%.
5
Neraca Pembayaran dan Nilai Tukar
Kinerja aspek neraca pembayaran dan nilai tukar pada kuartal I 2017 secara kualitatif tidak
berbeda dari kinerja di kuartal IV 2016 mengingat surplus neraca pembayaran yang stabil dan nilai
tukar rupiah yang terkendali. Neraca pembayaran pada kuartal I lalu mengalami surplus sebesar US$
4,51 miliar, hanya meningkat US$ 8,8 juta dari surplus di kuartal sebelumnya. Lonjakan pembayaran
bunga utang luar negeri (ULN) menjadi faktor penting yang mendorong pelebaran defisit neraca
berjalan dari US$ 2,1 miliar (0,87% PDB) pada kuartal IV 2016 menjadi US$ 2,4 miliar (0,99% PDB)
pada kuartal I 2017. Pada periode yang sama, surplus neraca financial membesar dari US$ 7,6 miliar
menjadi US$ 7,86 miliar akibat maraknya pembelian surat berharga negara (SBN) rupiah dan saham
oleh investor asing.
Neraca Pembayaran
16
2010 = 100
15.000
Miliar US$
Rp/US$
14.000
12
4
0
-4
70
NEER (Kanan)
13.000
8
65
75
REER (Kanan)
12.000
80
11.000
85
10.000
90
9.000
95
8.000
100
7.000
105
Jun-17
Jun-16
Dec-16
Jun-15
Dec-15
Jun-14
Dec-14
Jun-13
Dec-13
Jun-12
Dec-12
Jun-11
Dec-11
Jun-10
Dec-10
1Q17
3Q16
1Q16
1Q15
3Q14
Neraca Finansial
1Q14
Neraca Berjalan
3Q13
Neraca Pembayaran
1Q13
1Q12
-16
Basic Balance
3Q12
-12
3Q15
-8
Sumber: BI, BIS, LPS
Gambar 4. Neraca Pembayaran dan Nilai Tukar Rupiah
Nilai tukar rupiah secara rata-rata mengalami depresiasi dari Rp 13.246/US$ pada kuartal IV
2016 menjadi Rp 13.346/US$ pada kuartal I 2017. Meski demikian, jika menggunakan indikator nilai
tukar efektif, rupiah sebenarnya mengalami penguatan terhadap satu keranjang mata uang, baik
secara nominal (nilai tukar efektif nominal atau NEER) maupun secara riil (nilai tukar efektif riil atau
REER setelah memperhitungkan inflasi). Menurut data Bank for International Settlements (BIS),
NEER Indonesia secara rata-rata menguat 0,15% pada kuartal I 2017 dari kuartal sebelumnya,
sedangkan REER menguat 1,23%. Pergerakan nilai tukar rupiah pada kuartal I lalu dipengaruhi oleh
derasnya arus modal masuk di pasar obligasi dan saham. Kepemilikan SBN rupiah oleh investor asing
meningkat Rp 57,41 triliun pada periode Januari–Maret, sedangkan pembelian bersih (net buy)
investor asing di pasar saham mencapai Rp 8,35 triliun. Di samping itu, hasil penerbitan sukuk global
senilai US$ 3 miliar pada bulan Maret juga menambah pasokan valas di dalam negeri dan
mendukung nilai tukar.
Potensi perbaikan ekspor dan masuknya arus modal pasca peningkatan rating utang Indonesia
ke level investment grade oleh Standard & Poor’s menjelaskan perbaikan prospek neraca
pembayaran dan nilai tukar. Kinerja ekspor yang tetap positif terlihat dari data periode April–Mei
2017 yang menunjukkan pertumbuhan sebesar 18,8% y/y sehingga mendukung terciptanya surplus
6
perdagangan sebesar US$ 1,81 miliar. Sementara itu, kepemilikan asing atas SBN rupiah meningkat
Rp 47,33 triliun di sepanjang kuartal II 2017, dengan net buy di pasar saham senilai Rp 9,02 triliun.
Neraca pembayaran juga terindikasi masih mengalami surplus pada periode April–Mei, seiring
dengan kenaikan cadangan devisa Indonesia sebesar US$ 3,15 miliar di saat yang sama.
Defisit neraca berjalan kami perkirakan mencapai 1,9% PDB pada tahun 2017 dan 2,1% PDB
pada tahun 2018, sama dengan perkiraan kami sebelumnya. Meski demikian, proyeksi pertumbuhan
ekspor pada tahun ini kami revisi dari 2,7% menjadi 6,7%, sedangkan proyeksi pertumbuhan impor
berubah dari 2,4% menjadi 4,9%. Indonesia diperkirakan masih akan menjadi salah satu tujuan
utama investasi asing sehingga neraca modal dan finansial diprediksi masih mengalami surplus yang
besar. Neraca pembayaran diperkirakan mengalami surplus sebesar US$ 11,5 miliar pada tahun 2017
dan US$ 9,45 miliar pada tahun 2018. Dengan perkembangan ini, cadangan devisa kami perkirakan
akan mencapai US$ 128,79 miliar pada akhir tahun ini dan US$ 138,23 miliar pada akhir tahun
depan.
Transaksi Berjalan
Barang
2012
2013
2014
2015
2016
2017P
2018P
-24,418
-29,109
-27,510
-17,519
-16,909
-19,338
-24,245
8,680
5,833
6,983
14,049
15,437
18,871
19,750
Ekspor
187,347
182,089
175,293
149,124
144,445
154,153
165,188
Impor
-178,667
-176,256
-168,310
-135,076
-129,008
-135,282
-145,437
Jasa-Jasa
-10,564
-12,070
-10,010
-8,697
-7,043
-8,176
-9,514
Pendapatan Primer
-26,628
-27,050
-29,703
-28,379
-29,693
-33,103
-37,210
4,094
4,178
5,220
5,508
4,390
3,070
2,729
Pendapatan Sekunder
Transaksi Modal dan Finansial
24,909
21,971
44,943
16,860
28,369
31,777
33,691
Investasi Langsung
13,716
12,170
14,733
10,704
16,020
14,766
16,281
Investasi Portofolio
9,206
10,873
26,067
16,183
18,946
19,896
22,694
Transaksi Modal dan Finansial Lain
1,986
-1,072
4,143
-10,027
-6,598
-2,885
-5,283
215
-7,325
15,249
-1,098
12,089
11,495
9,447
112,781
99,387
111,862
105,931
116,362
128,787
138,233
-2.7
-3.2
-3.1
-2.0
-1.8
-1.9
-2.1
Neraca Keseluruhan
Memorandum:
Cadangan Devisa (akhir periode)
Transaksi Berjalan (% PDB)
Sumber: BI, LPS
Tabel 1. Neraca Pembayaran: Aktual dan Proyeksi (Juta US$)
Kami melihat nilai tukar rupiah yang lebih kuat dari perkiraan semula, terutama didukung oleh
prospek neraca pembayaran yang positif dan lebih baik dari perkiraan sebelumnya. Rata-rata nilai
tukar diprediksi mencapai Rp 13.350/US$ pada tahun 2017 dan Rp 13.450 pada tahun 2018, lebih
kuat dari perkiraan sebelumnya yang masing-masing berada di level Rp 13.450/US$ dan Rp
13.550/US$. Pada akhir tahun ini, rupiah diperkirakan mencapai Rp 13.300/US$ dengan posisi akhir
tahun 2018 di level Rp 13.450/US$. Potensi capital reversal akibat ketidakpastian di pasar keuangan
global yang tinggi masih menjadi downside risk utama bagi pergerakan rupiah ke depan. Sebaliknya,
yield surat utang Indonesia yang tetap tinggi dengan rating yang tergolong investment grade menjadi
upside risk bagi rupiah.
7
Sistem Perbankan
Kualitas kredit yang kembali turun dan sedikit penurunan pada permodalan bank menjelaskan
pelemahan kinerja sistem perbankan. Rasio kredit bermasalah (NPL) bruto naik dari 2,93% pada
Desember 2016 menjadi 3,04% pada Maret 2017 setelah sempat mengalami penurunan dari 3,1%
pada September 2016. Sementara, rasio kecukupan modal (CAR) bank umum mengalami penurunan
dari 22,93% pada akhir tahun lalu ke 22,88% pada akhir Maret lalu. Di sisi lain, beberapa indikator
perbankan lain tampak membaik. Di waktu yang sama, rasio laba terhadap aset (ROA) naik dari
2,23% menjadi 2,5%, yang tertinggi selama hampir dua tahun. Pertumbuhan kredit juga naik dari
7,87% y/y menjadi 9,24%, sedangkan pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) meningkat dari 9,6% y/y
ke 10,02%.
Kredit
DPK
LDR (Kanan)
Apr-17
Apr-16
Apr-15
Apr-14
Apr-13
Apr-12
Apr-11
Apr-10
Apr-09
Apr-08
Apr-07
Apr-06
40
Apr-05
0
2
0
0
-40
Apr-17
50
40
Apr-16
7
4
Apr-15
60
80
Apr-14
14
6
Apr-13
70
Apr-12
21
120
NPL Nominal (Kanan)
Apr-11
80
Apr-10
28
160
Rasio NPL
8
Apr-09
90
% y/y
%
Apr-08
35
10
Apr-07
100
Apr-06
% y/y
%
Apr-05
42
Sumber: BI, CEIC, LPS
Gambar 5. Kredit, DPK, dan NPL Perbankan
Perbaikan likuiditas perbankan dan ekspektasi pemulihan ekonomi domestik melatarbelakangi
perbaikan prospek sistem perbankan. Data terbaru masih menunjukkan pertumbuhan DPK yang
relatif tinggi (+9,87% y/y pada April 2017) sehingga menjaga rasio kredit terhadap simpanan (LDR)
tetap berada di bawah 90%. Kondisi likuiditas yang lebih baik ini memberi ruang bagi ekspansi kredit.
Pada April lalu, kredit bank umum tercatat tumbuh 9,47% y/y, yang tertinggi sejak Februari 2016.
Pada tahun ini, kredit diperkirakan tumbuh 9,2%, sama dengan prediksi kami sebelumnya. Kami juga
tidak mengubah proyeksi pertumbuhan DPK tahun ini dan tahun depan yang masing-masing berada
di level 7,2% dan 7,6%. Meski DPK tumbuh tinggi dalam beberapa bulan terakhir, pertumbuhannya
diprediksi melambat pada semester II 2017 akibat efek high base terkait masuknya dana repatriasi
program amnesti pajak pada paruh kedua tahun lalu.
Pasar Keuangan
Kinerja aspek pasar keuangan membaik cukup signifikan pada kuartal I 2017, selaras dengan
kenaikan harga saham dan penurunan yield obligasi. Indeks harga saham gabungan (IHSG) tercatat
8
naik 5,12% q/q pada kuartal I 2017 setelah mengalami penurunan 1,27% pada kuartal sebelumnya.
Di saat yang sama, yield SBN bertenor 5 dan 10 tahun turun masing-masing sebesar 73 basis poin
(bps) dan 93 bps menjadi 6,85% dan 7,04% akibat permintaan yang tinggi. Seiring dengan naiknya
harga saham dan SBN, persepsi risiko berinvestasi di Indonesia juga mengalami penurunan
sebagaimana terlihat dari pergerakan credit default swap (CDS). Spread CDS Indonesia bertenor lima
tahun tercatat turun dari 157,55 bps pada akhir tahun lalu menjadi 128,25 bps pada akhir Maret lalu.
Secara kualitatif, prospek pasar keuangan dapat dikatakan tidak mengalami perubahan akibat
masih adanya rencana normalisasi kebijakan moneter Amerika Serikat (AS) dan ketidakpastian di
pasar keuangan global yang masih tinggi. Hasil proyeksi yang dibuat para anggota komite pembuat
kebijakan (FOMC) di Federal Reserve menunjukkan ekspektasi kenaikan Fed rate sebesar 25 bps
pada semester II 2017 dan 75 bps di sepanjang tahun 2018. Selain menaikkan suku bunga, bank
sentral AS itu juga akan mengurangi kepemilikan surat berharganya. Sementara itu, ketidakpastian di
pasar keuangan global antara lain bersumber dari kebijakan ekonomi pemerintah AS serta
perkembangan geopolitik di beberapa kawasan seperti Semenanjung Korea dan Timur Tengah. Kami
merevisi proyeksi rata-rata yield SBN bertenor 10 tahun dari 7,7% pada tahun ini dan tahun depan
menjadi 7,1% dan 7,5%. Proyeksi rata-rata yield SBN bertenor 5 tahun juga kami pangkas dari 7,2%
menjadi 6,8% pada tahun 2017 dan 7% pada tahun 2018. Revisi proyeksi ini merespons realisasi yield
hingga Mei 2017 yang di bawah ekspektasi kami serta tekanan inflasi yang lebih lunak dari perkiraan
semula.
Kebijakan Fiskal
Kinerja aspek kebijakan fiskal membaik, didukung oleh eksekusi anggaran pendapatan dan
belanja negara (APBN) yang lebih cepat, realisasi defisit APBN yang kembali berada dalam tren
turun, serta perbaikan pada pendapatan pemerintah pusat. Selama tiga bulan pertama tahun ini,
pemerintah pusat telah merealisasikan 16,8% dan 19,2% dari pagu pendapatan dan belanjanya, lebih
baik dari 13,6% dan 18,7% pada kuartal I 2016. Sedangkan, realisasi defisit APBN selama setahun
hingga kuartal I 2017 mencapai 2,1% PDB, lebih rendah dari defisit kuartal sebelumnya yang sebesar
2,46% PDB. Penurunan defisit fiskal ini disebabkan oleh perbaikan di sisi penerimaan. Realisasi
penerimaan negara tumbuh 8,85% y/y selama setahun hingga kuartal I 2017, lebih tinggi dari
pertumbuhan 3,12% pada kuartal IV 2016. Meski demikian, di tengah berbagai perbaikan ini, rasio
utang pemerintah terhadap PDB membesar menjadi 28,73% pada kuartal I dari 27,94% pada kuartal
sebelumnya.
Prospek kebijakan fiskal juga membaik, didasari oleh realisasi harga minyak mentah Indonesia
(ICP) pada semester I tahun ini serta perkiraan inflasi yang berada di atas asumsi. Rata-rata ICP
selama Januari–Juni 2017 mencapai US$ 48,98/barel, masih melebihi asumsinya yang sebesar US$
45/barel. Menurut Kementerian Keuangan, jika realisasi ICP lebih tinggi US$ 1/barel dari asumsinya,
defisit APBN 2017 akan turun Rp 1,3 triliun–Rp 1,4 triliun. Selain itu, kami juga melihat kemungkinan
deviasi inflasi dari asumsinya. Rata-rata inflasi tahun ini diprediksi mencapai 4,1%, masih lebih tinggi
dari asumsi APBN yang sebesar 4%. Jika realisasi inflasi 1% lebih tinggi dari asumsinya, defisit APBN
juga akan turun sebanyak Rp 8,7 triliun–Rp 8,8 triliun.
9
Pasar Keuangan: Sentimen
Ditengah Kenaikan Fed Rate
Pasar Keuangan: Sentimen Ditengah Kenaikan Fed Rate
Dienda Siti Rufaedah
 Pasca kenaikan Fed rate, sentimen pasar relatif bergerak stabil. Hal ini sekaligus mengindikasikan
kenaikan Fed rate tersebut sesuai dengan ekspektasi dan dapat diantisipasi oleh pelaku pasar
sehingga tidak menimbulkan gejolak di pasar keuangan.
 Pergerakan pasar keuangan Indonesia: valas, saham, dan obligasi masih menunggu beberapa rilis
data ekonomi menyusul minimnya sentimen positif dari dalam negeri. Namun demikian, pasar
keuangan Indonesia berpeluang untuk melanjutkan penguatan.
Di pertengahan tahun 2017, Federal Reserves (The Fed) menaikkan bunga acuan (Fed rate)
sebesar 25 bps ke level 1%-1,25% pada rapat FOMC tanggal 13-14 Juni 2017. Kenaikan Fed rate ini
sesuai ekspektasi pasar dimana sebelumnya implied probability dari Fed Funds Futures per tanggal
13 Juni 2017 telah menunjukkan probabilita kenaikan Fed rate mencapai lebih dari 90%. The Fed
menyatakan bahwa kenaikan Fed rate ini didasarkan pada perekonomian Amerika Serikat (AS) yang
terus menguat dan pasar tenaga kerja yang berada dalam kondisi yang solid.
Seperti diketahui, pertumbuhan ekonomi AS meningkat dari 1,6% y/y (triwulan I 2016)
menjadi 2% y/y (triwulan I 2017). Meskipun rilis data penambahan jumlah pekerja AS di bulan Mei
2017 tidak sesuai ekspektasi, namun tingkat pengangguran AS di bulan yang sama mencapai posisi
terendah dalam 16 tahun di level 4,3%. Selain itu, data jobless claims, yang mengukur jumlah tenaga
kerja yang sedang menganggur atau mencari pekerjaan serta mengajukan kompensasi untuk
memperoleh tunjangan dari pemerintah, menunjukkan penurunan. Pada tanggal 9 Juni 2017, jobless
claims turun ke level 237 ribu, dari 241 ribu pada akhir tahun 2016. Jumlah klaim yang rendah
mensinyalkan perekonomian yang menguat.
6
Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi dan
Tingkat Pengangguran AS
12
600
Perkembangan Non-Farm Payroll dan Jobless Claims AS
500
500
4
10
2
8
450
400
300
400
200
0
6
-2
4
-4
2
350
100
0
300
-100
Tingkat Pengangguran AS (RHS)
0
-300
Non-Farm Payroll (LHS)
Jobless Claims (RHS)
200
May-10
Sep-10
Jan-11
May-11
Sep-11
Jan-12
May-12
Sep-12
Jan-13
May-13
Sep-13
Jan-14
May-14
Sep-14
Jan-15
May-15
Sep-15
Jan-16
May-16
Sep-16
Jan-17
May-17
PDB AS y/y (LHS)
Mar-03
Nov-03
Jul-04
Mar-05
Nov-05
Jul-06
Mar-07
Nov-07
Jul-08
Mar-09
Nov-09
Jul-10
Mar-11
Nov-11
Jul-12
Mar-13
Nov-13
Jul-14
Mar-15
Nov-15
Jul-16
Mar-17
-6
250
-200
Sumber: Bloomberg
Gambar 6. Perkembangan Indikator Perekonomian Amerika Serikat (AS)
Pasca kenaikan Fed rate, sentimen pasar yang ditunjukkan oleh indeks VIX dan EMBI relatif
bergerak stabil. Per tanggal 16 Juni 2017, indeks VIX berada pada level 10,38. Sementara itu, EMBI
terpantau hanya mengalami sedikit peningkatan ke level 324,62. Stabilnya sentimen global ini
11
mengindikasikan kenaikan Fed rate sudah sesuai ekspektasi dan dapat diantisipasi oleh pelaku pasar
sebelumnya sehingga tidak menimbulkan gejolak di pasar keuangan.
Indeks dolar AS juga terpantau sedikit menguat terhadap sejumlah mata uang utama. Per
tanggal 16 Juni 2017, indeks Dolar AS hanya terapresiasi sebesar 0,25% mtd ke level 97,16. Jika kita
lihat, pergerakan mata uang sejumlah negara maju dan negara berkembang melemah terbatas
terhadap Dolar AS: Sterling (-0,83%), Euro (-0,41%), Yen (-0,09%), Real Brazil (2,01%), Rubel (-1,79%),
dan Peso (-0,23%). Namun, mata uang di sejumlah negara berkembang terpantau relatif stabil.
Pasca digelarnya pemilihan umum (pemilu) dini pada tanggal 8 Juni 2017, Partai Konservatif
yang dipimpin Perdana Menteri Theresa May mengalami kekalahan dan kehilangan suara mayoritas
di parlemen. Dengan suara minoritas tersebut, Perdana Menteri Theresa May tidak dapat
membentuk pemerintahan langsung dan diharuskan mencari dukungan dari partai-partai kecil
lainnya. Pasalnya, pemilu terkait negosiasi Brexit akan dimulai pada tanggal 19 Juni 2017. Negosiasi
diperkirakan akan berlangsung hingga tahun 2018 dan Inggris dijadwalkan akan resmi keluar dari Uni
Eropa pada Maret 2019. Ketidakpastian politik di Inggris disinyalir turut mendorong pelemahan
Sterling terhadap Dolar AS.
Euro terpantau mengalami koreksi terbatas menyusul kesepakatan bailout yang diperoleh
Yunani dan lembaga pemberi pinjaman senilai EUR7 miliar yang akan jatuh tempo pada bulan Juli
2017. Kesepakatan ini sekaligus menghapus risiko gagal bayar utang Yunani. Per tanggal 19 Juni
2017, Euro mengalami pelemahan tipis sebesar 0,41% mtd ke level 1,12% terhadap Dolar AS.
Di negara berkembang, mata uang Real Brazil masih menunjukkan pelemahan terhadap Dolar
AS. Pelemahan nilai tukar ini disinyalir akibat skandal suap dan korupsi yang diduga melibatkan
Presiden Michel Temer. Di sisi lain, Serikat Buruh di Brazil disebut-sebut akan melakukan pemogokan
dan menutup kota-kota besar sebagai bentuk protes terhadap perubahan UU Ketenagakerjaan dan
perubahan usia pensiun serta tuntutan terhadap pengunduran diri presiden Michel Temer.
Ekonomi Rusia mengalami penurunan menyusul didera berbagai permasalahan korupsi dan
kemerosotan harga energi serta sanksi Barat terkait konflik Ukraina. Di sisi lain, sebagian besar
warga Rusia meragukan upaya Presiden Vladimir Putin untuk meningkatkan kinerja ekonomi Rusia
dan mencegah korupsi yang merajalela, meskipun dukungan bagi kebijakan luar negerinya masih
kuat.
6.0
Perkembangan Bunga Acuan Fed
Perkembangan Indeks VIX dan EMBI
42
600
5.0
35
540
4.0
28
480
3.0
21
420
2.0
14
360
1.0
7
300
VIX (L)
EMBI (R)
Sumber: Bloomberg
Gambar 7. Perkembangan Bunga Acuan Fed dan Indikator Sentimen Pasar Global
12
Jun-17
Feb-17
Apr-17
Oct-16
Dec-16
Jun-16
Aug-16
Feb-16
Apr-16
Oct-15
Dec-15
Jun-15
Aug-15
Feb-15
Apr-15
Oct-14
Dec-14
240
Jun-14
0
Aug-14
Jun-07
Feb-08
Oct-08
Jun-09
Feb-10
Oct-10
Jun-11
Feb-12
Oct-12
Jun-13
Feb-14
Oct-14
Jun-15
Feb-16
Oct-16
Jun-17
0.0
Kenaikan Fed rate direspons cukup positif oleh para pelaku saham global. Harga saham telah
priced in dan investor di pasar saham telah menyesuaikan dengan kebijakan The Fed sehingga
mayoritas indeks saham utama cenderung menguat. Indeks Dow Jones dan S&P 500 menguat
masing-masing sebesar 1,79% dan 0,89% mtd ke level 21.384,28 dan 2.433,15. Indeks Nikkei 225
juga berada pada zona hijau pasca ditutup menguat sebesar 1,49% mtd ke level 19.943,26 pada
perdagangan tanggal 16 Juni 2017. Keputusan Bank Sentral Jepang (BoJ) yang mempertahankan
bunga acuan turut mendorong penguatan di pasar saham Jepang. Di sisi lain, pemerintah telah
menaikkan outlook terhadap perekonomian Jepang antara lain tingkat konsumsi swasta, tingkat
ekspor, dan belanja modal.
Secara keseluruhan, mayoritas pasar saham global menunjukkan penguatan, tercermin dari
indeks World MSCI yang naik sebesar 0,6% ke level 1.923,24. Pasar saham negara maju dan negara
berkembang juga meningkat masing-masing sebesar 0,15% dan 0,22%. Penguatan bursa saham
global ini dipicu optimisme terhadap pertumbuhan ekonomi global. Baru-baru ini, Bank Dunia
mengeluarkan proyeksi terbarunya dimana dalam laporan Global Economic Prospect edisi Juni 2017
Bank Dunia memperkirakan ekonomi global akan tumbuh mencapai 2,7% di tahun 2017. Kenaikan
pertumbuhan ekonomi global dipicu peningkatan di sektor manufaktur, perdagangan, dan
kepercayaan masyarakat, serta stabilnya harga komoditas.
Di sisi lain, ekonomi negara maju dan negara berkembang juga diperkirakan akan tumbuh
mencapai 1,9% dan 4,1% di tahun 2017. Pulihnya perekonomian negara maju diperkirakan akan
berdampak positif bagi perekonomian negara-negara yang menjadi mitra dagang. Menurut Bank
Dunia, pertumbuhan ekonomi pada tujuh negara terbesar pada kelompok negara emerging market
akan berdampak positif bagi pertumbuhan ekonomi di negara berkembang lainnya. Namun
demikian, Bank Dunia juga menyoroti beberapa potensi risiko antara lain rencana pembatasan
kegiatan perdagangan yang dapat menggagalkan kinerja perdagangan global serta ketidakpastian
kebijakan yang dapat menghambat kepercayaan masyarakat dan tingkat investasi.
Perkembangan Indeks Saham Utama Dunia (mtd)
Perkembangan Nilai Tukar Sejumlah Negara terhadap Dolar AS (mtd)
-0.41%
-0.09%
-0.83%
0.18%
-2.01%
-1.79%
0.12%
0.11%
2.32%
0.12%
0.31%
0.72%
-0.23%
2.00%
EUR/USD
USD/JPY
GBP/USD
USD/IDR
USD/BRL
USD/RUB
USD/INR
USD/CNY
USD/ZAR
USD/MYR
USD/THB
USD/TRY
USD/PHP
USD/SGD
-2.5% -2.0% -1.5% -1.0% -0.5% 0.0% 0.5% 1.0% 1.5% 2.0% 2.5% 3.0%
1.79%
0.89%
-0.36%
1.49%
-0.75%
-0.25%
-1.73%
-4.08%
-0.29%
0.19%
-0.13%
-5.10%
1.44%
0.96%
0.67%
0.58%
0.64%
-6.0%
-4.0%
-2.0%
0.0%
2.0%
Perkembangan Imbal Hasil Obligasi Global (mtd)
Dow Jones (USA)
S&P 500 (USA)
Stoxx Europe 600 (Eropa)
Nikkei 225 (Jepang)
FTSE 100 (Inggris)
IHSG (Indonesia)
Ibovespa (Brazil)
MICEX (Rusia)
Sensex (India)
Shanghai (China)
3.19% Shenzhen (China)
Hang Seng (China)
JALSH (Afrika Selatan)
KLCI (Malaysia)
SET (Thailand)
Borsa Istanbul (Turki)
PCOMP (Filipina)
FSSTI (Singapura)
4.0%
Amerika Serikat
-5
Eropa
-3
Jepang
1
Inggris
-3
Indonesia
-13
Brazil
-24
India
-17
China
-6
Afrika Selatan
-11
Malaysia
0
Thailand
-22
-30
-25
-20
-15
-10
-5
0
5
10
Sumber: Bloomberg
Gambar 8. Perkembangan Kinerja Pasar Keuangan Global: Nilai Tukar, Indeks Saham, Obligasi (mtd)
Merespons kenaikan Fed rate, pasar obligasi global mencatatkan kinerja positif dengan imbal
hasil obligasi negara maju dan negara berkembang yang mengalami penurunan di rentang -3 bps
hingga -24 bps mtd. Kenaikan Fed rate diikuti penurunan imbal hasil US Treasury tenor 10 tahun
sebesar 5 bps ke level 2,15% dan mendorong penurunan pada imbal hasil obligasi negara maju dan
13
negara berkembang lainnya. Investor di pasar obligasi telah mendiskon rencana kenaikan Fed rate
sehingga dapat menjadi sentimen positif bagi kinerja pasar obligasi global.
Naiknya Fed rate pada bulan Juni 2017 menandakan The Fed telah menaikkan bunga acuan
sebanyak dua kali di tahun 2017. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, pulihnya perekonomian
AS masih diiringi dengan beberapa rilis data ekonomi yang masih jauh dari ekspektasi, seperti data
Non Farm Payroll yang pada bulan Mei 2017 mengalami penurunan dari 174 ribu (April 2017)
menjadi 138 ribu serta angka inflasi yang juga menunjukkan penurunan dari 2,2% (April 2017)
menjadi 1,9%. Dengan demikian, The Fed diperkirakan tidak akan agresif untuk kembali menaikkan
Fed rate pada rapat FOMC bulan Juli 2017. Hal ini dinilai dapat menjadi sentimen positif bagi
investor untuk masuk ke pasar obligasi global.
Jun-17
Dec-16
Jun-16
Dec-15
Jun-15
Dec-14
Jun-14
Jun-17
Apr-17
Feb-17
Dec-16
Oct-16
Aug-16
Jun-16
Apr-16
Feb-16
Dec-15
Oct-15
Aug-15
100
Jun-13
125
Dec-13
150
Jun-12
175
Dec-12
200
Jun-11
225
Jun-10
250
Jun-15
5 days Change
Batas Atas
Batas Bawah
7.50
6.50
5.50
4.50
3.50
2.50
1.50
0.50
-0.50
-1.50
-2.50
-3.50
-4.50
-5.50
Dec-11
Perkembangan CDS Indonesia 5 Tahun
275
Dec-10
300
Sumber: Bloomberg, data diolah
Gambar 9. Perkembangan CDS Indonesia 5 Tahun dan Nilai Tukar Rupiah terhadap Dolar AS serta
Volatilitas Nilai Tukar Rupiah
Di dalam negeri, kinerja nilai tukar Rupiah terpantau stabil dengan sedikit menguat sebesar
0,18% ke level 13.299 per Dolar AS. Positifnya nilai tukar Rupiah ini sejalan dengan kinerja mayoritas
nilai tukar global yang juga bergerak stabil. Di sisi lain, keputusan Bank Indonesia untuk
mempertahankan BI 7 days reverse repo di level 4,75% pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) tanggal
14-15 Juni 2017 dinilai cukup mampu untuk menahan laju pelemahan Rupiah ditengah kenaikan Fed
rate.
Menurut Bank Indonesia, keputusan untuk mempertahankan bunga acuan ini sejalan dengan
upaya bank sentral dalam menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan, serta mendukung
keberlanjutan pemulihan ekonomi domestik. Namun demikian, terdapat beberapa potensi risiko
yang perlu diwaspadai, seperti kenaikan lanjutan Fed rate, rencana penurunan besaran neraca The
Fed, hasil Pemilu di Inggris, potensi menurunnya harga komoditas dunia, dampak penyesuaian
administered prices terhadap inflasi dalam negeri, serta masih berlanjutnya konsolidasi korporasi
dan perbankan.
Ke depan, pergerakan Rupiah masih akan menunggu beberapa rilis data ekonomi, seperti
realisasi inflasi dan neraca perdagangan bulan Juni 2017. Pasalnya, minimnya sentimen positif dari
dalam negeri diperkirakan dapat berpotensi menekan nilai tukar Rupiah. Namun, paket kebijakan
ekonomi tahap XV yang diluncurkan pemerintah pada tanggal 15 Juni 2017 diperkirakan dapat
14
menjadi sentimen positif dan turut mengangkat kinerja Rupiah. Paket kebijakan ini dikeluarkan
untuk mengembangkan usaha dan daya saing penyedia jasa logistik nasional.
Di sisi lain, jika kita lihat dari premi risiko yang dicerminkan oleh Credit Default Swap (CDS) 5
tahun masih menunjukkan tren yang menurun dan berada pada level 113,62 pada tanggal 16 Juni
2017. Turunnya CDS ini mengindikasikan perekonomian Indonesia masih cukup solid dengan
persepsi risiko yang rendah. Jika kita lihat dari volatilitas nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS,
selama beberapa bulan terakhir volatilitas nilai tukar Rupiah relatif stabil cenderung menurun di
rentang 13.200-13.300 per Dolar AS.
5,800
3.0
15
5,600
2.5
10
5,400
5
5,200
0
5,000
0.5
IN
-5
4,800
0.0
RU
4,600
-0.5
BR
-1.0
ID
-1.5
UK
-2.5%
+5.0%
2017F
-5.0%
MY
1.5
SA
1.0
CH
Apr-17
Apr-16
Apr-15
Apr-14
EU
Apr-13
JP
-2.5
Apr-12
-2.0
Apr-11
2018F
TH 0.02
2.0
Apr-10
May-17
Jan-17
Mar-17
Jul-16
Sep-16
Nov-16
Jan-16
Mar-16
May-16
Jul-15
Sep-15
Nov-15
Jan-15
Mar-15
May-15
4,000
+2.5%
Apr-09
4,200
Z
Apr-08
4,400
(IDR Tn)
May-14
-25
Jul-14
-20
IHSG (eop, RHS)
Mei '17
IHSG (eop) : 5.738,2
Net Buy Saham : -Rp 0,62 Tn
Sep-14
-15
Nov-14
-10
Net Buy Saham (LHS)
Apr-07
20
US
13.8
15.9
14.4
12.8
13.6
12.3
5.6
5.1
17.7
20.0
15.5
11.7
10.7
13.8
15.3
15.3
14.2
17.5
16.0
15.7
14.6
17.0
15.9
Sumber: Bloomberg dan CEIC
Gambar 10. Perkembangan Net Buy dan Valuasi Saham
Kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada perdagangan tanggal 16 Juni 2017
terpantau mengalami koreksi sebesar 0,25% mtd dan ditutup pada level 5.723,64. Koreksi pada IHSG
ini terkonfirmasi dari capital outflow yang terjadi di pasar saham. Selama bulan Mei 2017, investor
asing tercatat keluar dari pasar saham Indonesia dengan membukukan penjualan bersih (net sell)
mencapai Rp 1,48 triliun. Net sell berlanjut hingga tanggal 16 Juni 2017 yang mencapai Rp 1,96
triliun.
Namun demikian, net sell ini dinilai masih dalam batas yang wajar dan diperkirakan bersifat
sementara. Jika kita bandingkan dengan akhir tahun 2016, investor asing mencatatkan net sell yang
lebih besar hingga mencapai Rp 3,64 triliun. Di sisi lain, tekanan jual ini diperkirakan karena didorong
oleh indeks yang memiliki valuasi yang cukup tinggi. Seperti diketahui, valuasi P/E ratio (PER) IHSG
saat ini berada pada level 12,57 kali (Mei 2017) atau lebih tinggi dibandingkan beberapa negara
emerging market lainnya seperti Turki dengan PER sebanyak 12,31 kali. Dengan demikian, investor
asing diperkirakan akan mengambil aksi profit taking sehingga menekan kinerja IHSG.
Di pasar obligasi, investor asing masih mencatatkan pembelian bersih (net buy) dalam enam
bulan berturut-turut. Meskipun pada bulan Mei 2017, net buy menunjukkan penurunan
dibandingkan bulan sebelumnya yakni dari Rp 22,6 triliun (April 2017) menjadi Rp 10,33 triliun
namun net buy tersebut meningkat jika dibandingkan akhir tahun 2016 yang mencapai Rp 9,75
triliun. Pada rentang periode observasi 31 Mei 2017 hingga 16 Juni 2017, kepemilikan investor asing
juga terpantau meningkat mencapai Rp 7,69 triliun, dari Rp 756,15 triliun (39,15% dari total SBN
yang dapat diperdagangkan) menjadi Rp 763,84 triliun (39,31% dari total SBN yang dapat
diperdagangkan).
15
10
13,000
20%
13,500
0
14,500
Jan-17
May-17
Sep-16
Jan-16
15,000
May-16
Sep-15
Jan-15
May-15
Sep-14
-20
14,000
Mei '17
USDIDR (eop) : Rp 13,323
Net Buy SBN : Rp +10.3 Tn
Jan-14
0%
-10
May-14
10%
Bid to Cover Ratio
x
3.5
525.0
450.0
3.0
375.0
300.0
2.5
225.0
150.0
2.0
75.0
0.0
1.5
5M17
12,500
Bid Accepted
2016
12,000
20
Incoming Bid
5M16
11,500
30
IDR Tn
600.0
2015
30%
11,000
2014
40%
Nilai Tukar (eop, RHS)
2013
% Foreign Ownership
40 (IDR Tn) Net Buy SBN (LHS)
2012
50%
2011
Amount Foreign Ownership
2010
(IDR Tn)
Jan-13
May-13
Sep-13
Jan-14
May-14
Sep-14
Jan-15
May-15
Sep-15
Jan-16
May-16
Sep-16
Jan-17
May-17
800
700
600
500
400
300
200
100
0
Sumber: Bloomberg dan DJPPR
Gambar 11. Perkembangan Kepemilikan Asing di SBN, Net Buy SBN, dan Bid to Cover Ratio
Sejalan dengan peningkatan kinerja SBN, kurva imbal hasil obligasi pemerintah pada minggu
kedua bulan Juni 2017 mengalami penurunan pada keseluruhan tenor. Dalam rentang periode 31
Mei 2017 hingga 16 Juni 2017, imbal hasil obligasi seri FR menurun di kisaran 4 bps sampai dengan
14 bps. Imbal hasil obligasi FR0059 (tenor 10 tahun) mengalami penurunan paling tinggi ke level
6,8%. Sementara itu, peningkatan harga obligasi pemerintah seri FR tenor pendek hingga tenor
panjang relatif stabil.
Lelang SBN dan SBSN yang diselenggarakan pemerintah selama bulan Mei 2017 masih
mencatatkan bid to cover ratio yang tinggi. Meskipun bid to cover ratio bulan Mei 2017 cenderung
menurun dibandingkan bulan sebelumnya, namun dalam satu tahun terakhir bid to cover ratio
menunjukkan kenaikan yang cukup signifikan, dari 1,93 kali (Mei 2016) menjadi 2,4 kali (Mei 2017).
Tingginya bid to cover ratio ini mengindikasikan bahwa minat investor terhadap obligasi Indonesia
juga tinggi, terlebih pasca level investment grade yang diberikan S&P beberapa waktu lalu.
Di sisi lain, total penawaran yang masuk sepanjang Januari 2017-Mei 2017 tercatat mengalami
peningkatan dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, yakni dari Rp 394,18 triliun
menjadi Rp 594,43 triliun. Sementara itu, total dana yang dimenangkan pemerintah sepanjang
Januari 2017-Mei 2017 adalah sebesar Rp 246,67 atau lebih tinggi dibandingkan periode yang sama
tahun sebelumnya yang mencapai Rp 205,88 triliun.
Pasar obligasi Indonesia masih berpeluang melanjutkan penguatan menyusul kondisi ekonomi
domestik yang dapat dikatakan cukup solid dan di saat yang bersamaan probabilita kenaikan Fed
rate juga mengecil. Di sisi lain, setelah S&P menaikkan peringkat utang Indonesia ke level investment
grade maka Indonesia kembali berpeluang mendapatkan kenaikan peringkat dari Fitch dan Moody’s.
Sebelumnya, obligasi Indonesia memang telah mendapatkan level investment grade dengan outlook
positif dari kedua lembaga pemeringkat tersebut, namun bukan tidak mungkin Fitch dan Moody’s
akan meng-upgrade rating obligasi Indonesia menjadi satu level di atas investment grade.
16
Perbankan: Memanfaatkan
Momentum untuk Bangkit
Perbankan: Memanfaatkan Momentum untuk Bangkit
Seno Agung Kuncoro


Pada periode April 2017, pertumbuhan kredit kembali meningkat ke level 9,47% (yoy), naik 23
bps dibanding pertumbuhan bulan sebelumnya.
Lambatnya penurunan rasio NPL diakibatkan oleh pertumbuhan kredit baru yang masih rendah.
Kehati-hatian perbankan dalam menyalurkan kredit membuat pertumbuhan menjadi tertahan.
Pertumbuhan ekonomi dunia diperkirakan membaik, meskipun beberapa political risk tetap
perlu dicermati. Sejalan dengan perbaikan pertumbuhan ekonomi dunia, volume perdagangan dunia
dan harga komoditas perlahan mulai mengalami peningkatan. Tantangan yang dihadapi oleh industri
perbankan saat ini adalah mampu membaca momentum gelombang baru pulihnya pertumbuhan
ekonomi global. Bank harus bisa menyeimbangkan antara target pertumbuhan yang tinggi dengan
ancaman kredit bermasalah yang juga masih tinggi.
Sektor perbankan Indonesia di awal kuartal II tahun 2017 menunjukkan perbaikan yang
menggembirakan yang diperlihatkan semakin meningkatnya pertumbuhan kredit serta dana pihak
ketiga. Hal tersebut didorong oleh kualitas aset yang semakin membaik dengan pengelolaan yang
intensif. Faktor siklus musiman puasa, hari raya Lebaran, dan tahun ajaran baru bisa memberikan
katalis positif.
Pada periode April 2017, pertumbuhan kredit kembali meningkat ke level 9,47% (yoy), naik 23
bps dibanding pertumbuhan bulan sebelumnya. Dibandingkan pertumbuhan bulanan (mom) tahun
sebelumnya terjadi peningkatan yang cukup menggembirakan meski dibanding bulan sebelumnya
terjadi penurunan yang cukup besar. Kami melihat hal ini cukup menggembirakan bagi industri
perbankan mengingat pada tahun-tahun sebelumnya perbankan menghadapi tantangan yang tidak
mudah, mulai dari permasalahan likuiditas, kredit bermasalah, hingga profitabilitas. Hal ini sejalan
dengan perkiraan konsensus dimana pada semester 2 tahun 2017, kinerja perbankan bisa mulai
membaik dengan tetap memperhatikan beberapa faktor seperti risiko global.
Dengan proyek infrastruktur pemerintah yang masih gencar dan kredit subsidi bunga, telah
menjadi faktor pendorong utama pertumbuhan kredit. Sementara untuk segmen individu, KPR
masih menjadi primadona. Saat ini kompetisi di segmen kredit korporasi dan konsumsi sudah cukup
ketat, yaitu dari perbankan asing dan BUMN, serta pasar modal melalui penerbitan surat hutang
ataupun saham. Yang menjadi tantangan bagi otoritas pengawasan dan pengaturan industri
keuangan serta otoritas moneter adalah bagaimana menciptakan ruang untuk mendorong kompetisi
di segmen kredit mikro, kecil, dan menengah. Karena pada segmen tersebut memerlukan tenaga
kerja yang besar (padat karya), teknologi canggih untuk menjangkau masyarakat, dan risiko
operasional yang tidak kecil.
18
Sumber: OJK, diolah
Gambar 12. Pertumbuhan Kredit, Dana Pihak Ketiga, dan LDR
Pertumbuhan sektor industri menunjukkan perkembangan yang variatif hingga April 2017.
Sektor industri rumah tangga memberikan peran yang tidak kecil dari segmen kredit industri
perbankan dengan pertumbuhan sebesar 8,63%. Sementara kredit sektor perdagangan mengalami
penurunan pertumbuhan yang signifikan dari akhir tahun 2014 hingga hanya tumbuh 6,50% (yoy)
pada April 2017, dibanding akhir tahun 2014 sebesar 18,7% (yoy). Dengan harga komoditas dan hasil
tambang yang semakin membaik dalam 2 bulan terakhir membuat kontraksi kredit sektor
pertambangan sedikit tertahan disamping kondisi ekonomi global yang menunjukkan perbaikan
serta meningkatnya permintaan ekspor.
Sumber: CEIC dan BI
Gambar 13. Pertumbuhan Kredit Berdasarkan Sektor dan Jenis
Kredit Investasi masih memperlihatkan perlambatan dengan pertumbuhan di bulan April 2017
sebesar 9,99% (yoy). Sementara pertumbuhan Kredit Modal Kerja dan Kredit Konsumsi terlihat mulai
menunjukkan grafik yang meningkat dengan pertumbuhan masing-masing sebesar 6,64% (yoy) dan
19
8,62% (yoy) di April 2017. Hal tersebut sejalan dengan banyaknya proyek infrastruktur dan stabilnya
inflasi membuat daya beli sedikit terjaga. Untuk komposisi berdasarkan jenisnya, kredit modal kerja
masih mendominasi dibanding jenis kredit konsumsi dan investasi.
Meski perekonomian masih terlihat bergerak lamban, perkembangan kredit sektor industri
dan perbankan secara umum hingga kuartal I tahun 2017 terlihat cukup menggembirakan dimana
pertumbuhan kredit masih mampu dijaga dari penurunan lebih dalam.
Data Non Performing Loan (NPL) yang kami pantau dari sisi rasio kembali menunjukkan sedikit
peningkatan dari bulan sebelumnya, dan mulai mendekati level rasio NPL di tahun 2010. Hal yang
sama juga terjadi untuk pertumbuhan dari sisi nominal masih tinggi di periode April 2017.
Pertumbuhan NPL nominal sebesar 9,47% (yoy) pada April 2017 naik 23 bps dari pertumbuhan bulan
sebelumnya (Gambar 3). Masih tingginya pertumbuhan nominal NPL, mayoritas disebabkan oleh
kenaikan pada kredit dengan kolektibilitas “Kurang Lancar” yang tumbuh sebesar 46,01% (yoy),
tercatat sebesar Rp30,5 triliun. Sementara kolektibilitas “Macet” pertumbuhannya mulai menurun
selama enam bulan terakhir menjadi sebesar 12,23% (yoy) menjadi sebesar Rp88,5 triliun.
Sumber: CEIC dan OJK
Gambar 14. Rasio dan Pertumbuhan NPL
Lambatnya penurunan rasio NPL diakibatkan oleh pertumbuhan kredit baru yang masih
rendah. Kehati-hatian perbankan dalam menyalurkan kredit membuat pertumbuhan menjadi
tertahan. Dengan adanya kenaikan harga komoditas, pertambangan, dan minyak memberi harapan
adanya peluang kenaikan ekspor yang bisa ikut mengerek pertumbuhan kredit. Disamping itu
penyaluran kredit perbankan di luar kredit infrastruktur akan tertolong karena trickle down effect
dari meningkatnya penyaluran kredit infrastruktur.
Dengan akan berakhirnya relaksasi kebijakan restrukturisasi kredit yang dikeluarkan OJK pada
bulan Agustus 2017, perbankan perlu memikirkan strategi baru untuk bisa menekan pertumbuhan
kredit bermasalah dan menghindari penurunan kinerja. Relaksasi kebijakan restrukturisasi kredit
lebih dini yang dikeluarkan oleh OJK tersebut sejatinya lebih bersifat sementara guna mendorong
optimalisasi fungsi intermediasi perbankan dan pertumbuhan ekonomi. Berakhirnya kebijakan
20
tersebut bisa berimplikasi pada lebih rendahnya pertumbuhan kredit, mengingat bank akan lebih
mengetatkan lagi penyaluran kredit baru untuk memitigasi risiko kredit.
Likuiditas perbankan hingga April 2017 belum terlihat ada tekanan yang berarti. Hal ini
ditandai dengan stabilnya rasio kredit terhadap simpanan atau LDR di level 89,50%. Stabilnya rasio
LDR didorong oleh pertumbuhan dana pihak ketiga yang lebih tinggi dari pertumbuhan kredit.
Kondisi ini diperkirakan akan bertahan hingga akhir tahun 2017.
Terdapat pola dinamis dimana pertumbuhan kredit akan mengalami deselerasi pada awal
kuartal 2 dan kembali meningkat di bulan berikutnya, namun dengan pertumbuhan DPK yang
diperkirakan masih di atas pertumbuhan kredit maka tekanan pada likuiditas masih terkendali.
Melonggarnya likuiditas juga terjadi pada mata uang valas, dimana pertumbuhan simpanan
valas mengikuti pertumbuhan kredit valas. Seiring dengan semakin membaiknya nilai tukar rupiah
dan neraca perdagangan, permintaan kredit valas juga ikut meningkat. Suksesnya program tax
amnesty juga ikut mendorong simpanan valas meningkat karena inflow dana tax amnesty serta
portofolio. Sampai dengan periode April 2017, rasio LDR valas berada pada level 87,11%.
Sumber: OJK
Gambar 15. Dinamika Likuiditas
Tren pertumbuhan total dana pihak ketiga (DPK) di tahun 2017 memperlihatkan grafik yang
terus meningkat, meski pertumbuhan di periode April 2017 sebesar 9,87% (yoy) sedikit menurun 15
bps dibanding pertumbuhan bulan sebelumnya. Pertumbuhan tabungan di bulan April 2017 masih
mencatatkan angka relatif tertinggi yakni sebesar 10,26% (yoy) dibandingkan instrumen simpanan
lainnya. Meningkatnya pertumbuhan tabungan di tahun 2016 dibandingkan pertumbuhan tabungan
2 (dua) tahun terakhir cukup menggembirakan di tengah kondisi perekonomian yang belum bisa
melaju kencang.
21
Sumber: CEIC dan OJK
Gambar 16. Pertumbuhan Komponen Dana Pihak Ketiga dan Valuta Asing
Sementara dari segi komposisi terhadap dana pihak ketiga, deposito masih memiliki porsi
terbesar dengan kecenderungan menurun dibanding dengan alternatif pendanaan lainnya yakni
sebesar 46% pada posisi April 2017. Hal tersebut dikarenakan pertumbuhan deposito yang terus
menurun dari tahun 2014 sampai dengan periode September 2016 yang mulai kembali meningkat
hingga saat ini. Simpanan deposito di bulan April 2017 meningkat sebesar 9,20% (yoy) atau naik 63
bps dari pertumbuhan bulan sebelumnya.
Pertumbuhan giro pada bulan April 2017 kembali meningkat menjadi sebesar 10,72% (yoy)
setelah dalam 3 bulan terakhir dalam tren menurun. Diperkirakan meningkatnya kredit modal kerja
menjadi pendorong pertumbuhan giro. Para pelaku usaha sepertinya masih menahan likuiditas,
mengingat peningkatan kapasitas produksi tentunya belum akan bisa diserap oleh pasar sepenuhnya
yang memang sedang lesu.
Kami melihat adanya kebutuhan dana valas yang cukup besar yang tercermin dari naiknya
suku bunga pasar (SBP) rata-rata valas dan suku bunga maksimum valas dalam 2 bulan terakhir.
Stabilnya nilai tukar rupiah dengan banyaknya proyek infrastruktur pemerintah bisa jadi mendorong
kebutuhan valas yang meningkat. Meski demikian kami perkirakan potensi risiko likuiditas dana valas
cenderung stabil dengan potensi pengetatan yang terbatas.
Untuk suku bunga pasar simpanan rupiah masih dalam kecenderungan melandai dengan
penurunan yang terbatas. Untuk SBP rata-rata simpanan Rupiah turun sebesar 8 bps, dan untuk SBP
maksimum turun 11 bps. Masih berlanjutnya penurunan suku bunga simpanan rupiah diperkirakan
untuk mengimbangi kenaikan biaya provisi di perbankan yang masih tinggi.
Pertumbuhan laba perbankan di April 2017 sebesar 7,71% (yoy) cenderung flat dibanding
pertumbuhan bulan sebelumnya. Dengan tren penurunan suku bunga simpanan yang dilakukan
perbankan bisa menekan biaya bunga sebesar 3,8% (yoy), namun untuk keseluruhan biaya bunga di
April 2017 terjadi kenaikan yang cukup tinggi karena pos biaya bunga lain-lain yang naik cukup besar.
Walaupun pertumbuhan laba telah berada dalam teritori positif tetapi belum bisa dikatakan sustain,
karena masih tingginya biaya provisi.
22
Sumber: LPS
Gambar 17. Suku Bunga Pasar Rupiah dan Valas
Perlu menjadi perhatian juga adalah menurunnya margin penyaluran kredit yang hanya
tumbuh sebesar 1,4% (yoy) dibandingkan rata-rata 7% dalam 3 tahun terakhir. Kami perkirakan dari
tren penurunan suku bunga kredit hingga melambatnya pertumbuhan kredit menjadi sumber
turunnya marjin. Disamping itu kemungkinan pendapatan bunga yang tidak bisa di-accrue dari kredit
restrukturisasi bisa juga menjadi sumber penyebabnya.
Sumber: CEIC, OJK, diolah
Gambar 18. Profitabilitas Perbankan
Dengan melihat prospek bisnis kedepan yang masih rentan, terutama dari ketidakpastian
global political risk, perbankan diharapkan tetap memperhatikan segi pendanaan dan penyaluran
23
kredit pada sektor industri yang memiliki nilai tambah tinggi bagi pertumbuhan perekonomian untuk
menjaga performa yang sustainable. Meningkatnya peringkat utang luar negeri Indonesia menjadi
investment grade bisa menjadi peluang bagi perbankan untuk menurunkan cost of fund sehingga
bisa menurunkan suku bunga pinjaman ke arah yang lebih optimal untuk menjaga kinerja.
24
Update Indeks Stabilitas Perbankan
Indeks Stabilitas Perbankan (Banking Stability Index)
Hendra Syamsir
 Angka Banking Stability Index (BSI) untuk periode bulan Mei 2017 mengalami sedikit penurunan
sebesar 1 bps, dari 99,62 di bulan April 2017 menjadi 99,61 di bulan Mei 2017. Berdasarkan angka
BSI tersebut, risiko industri perbankan Indonesia masih berada dalam kondisi Normal.
Angka sementara Banking Stability Index (BSI) untuk periode bulan Mei 2017 cenderung stabil.
BSI mengalami penurunan sebesar 1 bps, dari 99,62 di bulan April 2017 menjadi 99,61 di bulan Mei
2017. Sedikit penurunan yang terjadi pada BSI di bulan Mei 2017 dipicu oleh penurunan yang terjadi
pada Sub Indeks Market Pressure (MP), sementara Sub Indeks Credit Pressure (CP) dan Sub Indeks
Interbank Pressure (IP) mengalami peningkatan. Sub Indeks MP mengalami penurunan 8 bps dari
99,92 di bulan April 2017 menjadi 99,84 di bulan Mei 2017, sementara Sub Indek CP mengalami
peningkatan sebesar 19 bps dari 99,08 di bulan Maret 2017 menjadi 99,27 di bulan April 2017 dan
Sub Indeks IP mengalami peningkatan sebesar 46 bps dari 99,42 di bulan Maret 2017 menjadi 99,87
di bulan April 2017. Angka BSI pada bulan Mei 2017 yang berada pada level 99,61 menunjukkan
kondisi risiko industri perbankan Indonesia berada dalam kondisi “Normal”.
Sumber: LPS
Gambar 19. Banking Stability Index (BSI) dan Sub Indeks Credit Pressure (CP)
Rasio Gross NPL pada bulan April 2017 mengalami peningkatan sebesar 3 bps dari 3,04% pada
bulan Maret 2017 menjadi 3,07% pada April 2017. Angka NPL pada bulan April 2017 relatif masih
cukup tinggi jika dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun 2016 yang sebesar 2,93%.
Sektor komersial dan pertambangan tercatat masih menjadi penyumbang NPL sampai dengan bulan
April 2017. Meskipun NPL pada bulan April 2017 mengalami peningkatan, namun perbankan masih
dinilai cukup kuat karena rasio kecukupan modal yang masih tinggi yaitu sebesar 22,79% pada bulan
April 2017 atau masih di atas batas 8%.
Dari sisi likuiditas, LDR industri pada bulan April 2017 mengalami peningkatan sebesar 38 bps
dari 89,12% pada bulan Maret 2017 menjadi 89,50% pada bulan April 2017. Pada bulan April 2017 ini
terjadi kenaikan kredit MoM 0,38% sedangkan DPK MoM mengalami penurunan sebesar 0,04%.
Pertumbuhan kredit pada bulan April 2017 disumbang dari pertumbuhan kredit rupiah sebesar
9,67% dan kredit valas sebesar 7,25%. Adapun, berdasarkan sektor, peningkatan kredit dipicu oleh
26
kenaikan permintaan kredit sektor pertanian, listrik, dan konstruksi. Sementara, segmentasinya
memperlihatkan kenaikan permintaan kredit korporasi dan konsumsi.
Pada bulan April 2017, ROE perbankan berada pada level 15,06% menurun sebesar 14 bps bila
dibandingkan dengan bulan Maret 2017 yang berada pada level 15,20%. Penurunan nilai ROE bulan
April 2017 didukung oleh menurunnya profit perbankan sebesar 1%. Penurunan nilai ROE juga dipicu
oleh peningkatan nilai NPL pada bulan April 2017. Meskipun mengalami penurunan, ROE pada bulan
April 2017 masih lebih tinggi dibandingkan dengan nilai ROE pada bulan April 2016 yang sebesar
14,84%.
Suku bunga kredit pinjaman untuk kredit modal kerja dan kredit investasi pada bulan April
2017 mengalami peningkatan, sedangkan untuk kredit konsumsi stabil di angka yang sama dengan
bulan Maret 2016. Suku bunga kredit modal kerja meningkat 1 bps dari 11,19% pada bulan Maret
2017 ke 11,20% pada bulan April 2017 dan suku bunga kredit pinjaman untuk investasi juga
mengalami peningkatan sebesar 5 bps dari 11,05% pada bulan Maret 2017 menjadi 11,10% pada
bulan April 2017. Sementara suku bunga kredit pinjaman untuk konsumsi pada bulan April 2017
stabil di angka 13,48%.
Penempatan dana antar bank riil pada bulan April 2017 mengalami peningkatan dari
122.808,52 di bulan Maret 2017 menjadi 129.844,62. Disisi Jibor O/N, meskipun ada sedikit trend
peningkatan namun masih relatif stabil pada kisaran level 4,30%.
Sumber: LPS
Gambar 20. Sub Indeks Interbank Pressure (IP) dan Market Pressure (MP)
Pada akhir Mei 2017, Sub Indeks MP mengalami penurunan. Penurunan pada Sub Indeks
MP disebabkan oleh peningkatan performa pada keseluruhan komponen pembentuk Sub Indeks
MP. Nilai kurs tengah Rupiah terhadap Dolar AS mengalami sedikit apresiasi dari 13.327 di bulan
April 2017 menjadi 13.321 di bulan Mei 2017, nilai ini jauh lebih baik jika dibandingkan dengan
nilai di bulan Mei 2016 yang menyentuh angka 13.615.
Di sisi pasar hutang, terjadi penurunan Imbal Hasil Obligasi Pemerintah bertenor 10 tahun
dari 7,048 di bulan April 2017 menjadi 6,953 di bulan Mei 2017. Penurunan Imbal Hasil obligasi
Pemerintah ini salah satunya disebabkan oleh meningkatnya sovereign credit rating Indonesia
menjadi BBB-/A-3 dengan outlook stabil. Dengan demikian, menurut Standard & Poor's (S&P)
Indonesia telah memperoleh peringkat “Investment Grade”. Mesikipun mengalami penurunan,
namun jika dibandingkan dengan negara-negara berperingkat sama yakni BBB- dengan outlook
stabil, Indonesia menawarkan yield surat utang yang paling tinggi.
27
IHSG pada penutupan akhir bulan Mei 2017 mengalami peningkatan bila dibandingkan
dengan penutupan akhir bulan April 2017. Angka IHSG mengalami peningkatan sebesar 52.85 poin
dari level 5.685,30 pada akhir bulan April 2017 menjadi 5.738,16 pada akhir bulan Mei 2017.
Angka Indeks pada bulan Mei 2017 ini secara YoY naik 20% jika dibandingkan dengan bulan Mei
2016. Menguatnya IHSG seiring dengan capital inflow yang masih kuat di Indonesia.
28
PENGARAH
Fauzi Ichsan, Didik Madiyono
KOORDINATOR
Moch. Doddy Ariefianto, Hendra Syamsir, Seno Agung Kuncoro
ANALIS
Ahmad Subhan, Seto Wardono, Dienda Siti Rufaedah
Laporan Perekonomian dan Perbankan ini dipublikasikan dalam rangka pelaksanaan fungsi Lembaga
Penjamin Simpanan untuk turut aktif dalam memelihara stabilitas sistem perbankan. Tujuan
penerbitan laporan ini adalah untuk meningkatkan wawasan dan kewaspadaan publik terhadap
berbagai potensi risiko perekonomian dan sistem keuangan ke depan. Laporan Perekonomian dan
Perbankan ini memuat hasil monitoring dan analisis Lembaga Penjamin Simpanan mengenai
perkembangan ekonomi makro, pasar keuangan, perbankan, industri, dan indeks stabilitas
perbankan
Pendapat / Saran / Komentar dapat ditujukan kepada :
Group Risiko Perekonomian dan Sistem Keuangan
Direktorat Penjaminan dan Manajemen Risiko
Equity Tower lantai 39
Sudirman Central Business District (SCBD) Lot 9
Jalan Jend. Sudirman Kav. 52-53
Jakarta 12190
Telp
: +62 21 515 1000 ext 340
Email
: [email protected]
Website : www.lps.go.id
29
Lampiran
Proyeksi Besaran Ekonomi Makro dan Perbankan Terpilih
Variabel
2013
2014
2015
2016
2017P
2018P
PDB Nominal (Triliun Rp)
9.546
10.570
11.532
12.407
13.800
15.366
PDB Nominal (Miliar US$)
916
890
861
933
1.036
1.144
PDB Riil (% y/y)
5,6
5,0
4,9
5,0
5,1
5,3
Inflasi (akhir periode, % y/y)
8,1
8,4
3,4
3,0
4,4
4,0
Variabel Kunci
Inflasi (rata-rata, % y/y)
6,4
6,4
6,4
3,5
4,1
4,1
USD/IDR (akhir periode)
12.189
12.440
13.795
13.436
13.300
13.450
USD/IDR (rata-rata)
10.452
11.879
13.392
13.307
13.350
13.450
7,50
7,75
-
-
-
-
BI Rate (akhir periode)
BI 7-Day Reverse Repo Rate (akhir periode)
Surplus/Defisit Fiskal (% PDB)
(2,2)
(2,2)
7,50 6,25
4,75
4,75
5,00
(2,5)
(2,5)
(2,5)
(2,5)
Sustainabilitas Eksternal
Ekspor Barang (% y/y)
(2,8)
(3,7)
(14,9)
(3,1)
6,7
7,2
182,1
175,3
149,1
144,4
154,2
165,2
(1,3)
(4,5)
(19,7)
(4,5)
4,9
7,5
Impor (Miliar US$)
176,3
168,3
135,1
129,0
135,3
145,4
Neraca Berjalan (Miliar US$)
(29,1)
(27,5)
(17,5)
(16,9)
(19,3)
(24,2)
Ekspor Barang (Miliar US$)
Impor (% y/y)
Neraca Berjalan (% PDB)
(3,1)
(3,1)
(2,0)
(1,8)
(1,9)
(2,1)
Cadangan Devisa (Miliar US$)
99,4
114,3
105,9
116,4
128,8
138,2
Utang Luar Negeri (% PDB)
29,1
32,9
36,1
34,0
33,5
32,3
Konsumsi Swasta
5,5
5,3
4,8
5,0
5,1
5,2
Konsumsi Pemerintah
6,7
1,2
5,3
(0,1)
6,2
7,0
Pembentukan Modal Tetap Bruto
5,0
4,4
5,0
4,5
5,2
6,0
Ekspor Barang dan Jasa
4,2
1,1
(2,1)
(1,7)
5,6
6,1
Impor Barang dan Jasa
1,9
2,1
(6,4)
(2,3)
3,5
5,1
Sektor Primer
3,5
2,6
0,8
2,4
3,2
3,4
Sektor Sekunder
4,4
4,6
4,3
4,3
4,5
5,0
Sektor Tersier
6,3
6,2
5,5
5,5
5,8
6,3
1 Tahun
5,7
6,9
7,3
6,7
6,1
6,1
3 Tahun
5,9
7,6
7,9
7,4
6,8
7,0
5 Tahun
6,0
7,9
8,1
7,4
6,8
7,2
10 Tahun
6,5
8,2
8,2
7,6
7,1
7,5
20 Tahun
7,3
8,7
8,5
8,0
7,7
8,1
Pinjaman
21,6
11,6
10,4
7,9
9,2
10,0
Dana Pihak Ketiga
13,6
12,3
7,3
9,6
7,2
7,6
Loan to Deposit Ratio (%)
89,9
89,3
92,0
90,5
92,1
94,1
PDB Riil menurut Pengeluaran (% y/y)
PDB Riil menurut Industri (% y/y)
Yield SUN Rupiah (rata-rata, %)
Perbankan (% y/y)
Sumber: LPS
31
Jadwal Rilis Data dan Peristiwa Penting 1 Juli - 31 Juli 2017
Negara
Tanggal
Indikator/Peristiwa
Amerika Serikat
6-Juli-17
Rapat FOMC
7-Juli-17
Tingkat Pengangguran Juni 2017
14-Juli-17
Inflasi Juni 2017
3-Juli-17
Tingkat Pengangguran Mei 2017
6-Juli-17
Rapat Bank Sentral
14-Juli-17
Neraca Perdagangan Mei 2017
18-Juli-17
Inflasi Juni 2017
20-Juli-17
Neraca Perdagangan Juni 2017
20-Juli-17
Bunga Acuan
28-Juli-17
Inflasi Juni 2017
3-Juli-17
Neraca Perdagangan Juni 2017
26-Juli-17
Bunga Acuan
28-Juli-17
Tingkat Pengangguran Juni 2017
6-Juli-17
Inflasi Juni 2017
12-Juli-17
Neraca Perdagangan Mei 2017
19-Juli-17
Tingkat Pengangguran Juni 2017
28-Juli-17
Bunga Acuan
10-Juli-17
Neraca Perdagangan Juni 2017
12-Juli-17
Inflasi Juni 2017
10-Juli-17
Inflasi Juni 2017
13-Juli-17
Neraca Perdagangan Juni 2017
17-Juli-17
PDB 2Q17
19-Juli-17
Inflasi Juni 2017
20-Juli-17
Bunga Acuan
25-Juli-17
Tingkat Pengangguran 2Q17
3-Juli-17
Inflasi Juni 2017
17-Juli-17
Neraca Perdagangan Juni 2017
20-Juli-17
Bunga Acuan
Zona Euro
Jepang
Brazil
Rusia
India
China
Afrika Selatan
Indonesia
Sumber: LPS
32
www.lps.go.id
Download