Analisis Stabilitas dan Sistem Perbankan Triwulan II 2017 Equity Tower Lt 20, 21 & 39 Sudirman Central Business District (SCBD) Jl. Jend. Sudirman Kav 52 - 53 Jakarta 12190 Ringkasan Laporan Kami memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 5,1% pada tahun 2017 dan 5,3% pada tahun 2018. Angka tersebut 0,2 ppt lebih rendah dari proyeksi sebelumnya. Rata-rata nilai tukar rupiah diperkirakan mencapai Rp 13.350/US$ pada tahun ini dan Rp 13.450/ US$ pada tahun depan, lebih kuat dari perkiraan kami sebelumnya. Kami mempertahankan proyeksi defisit neraca berjalan di level 1,9% PDB pada tahun 2017 dan 2,1% PDB pada tahun 2018. Pasca kenaikan Fed rate, sentimen pasar relatif bergerak stabil. Hal ini sekaligus mengindikasikan kenaikan Fed rate tersebut sesuai dengan ekspektasi dan dapat diantisipasi oleh pelaku pasar sehingga tidak menimbulkan gejolak di pasar keuangan. Pergerakan pasar keuangan Indonesia: valas, saham, dan obligasi masih menunggu beberapa rilis data ekonomi menyusul minimnya sentimen positif dari dalam negeri. Namun demikian, pasar keuangan Indonesia berpeluang untuk melanjutkan penguatan. Pada periode April 2017, pertumbuhan kredit kembali meningkat ke level 9,47% (yoy), naik 23 bps dibanding pertumbuhan bulan sebelumnya. Lambatnya penurunan rasio NPL diakibatkan oleh pertumbuhan kredit baru yang masih rendah. Kehati-hatian perbankan dalam menyalurkan kredit membuat pertumbuhan menjadi tertahan. Angka Banking Stability Index (BSI) untuk periode bulan Mei 2017 mengalami sedikit penurunan sebesar 1 bps, dari 99,62 di bulan April 2017 menjadi 99,61 di bulan Mei 2017. Berdasarkan angka BSI tersebut, risiko industri perbankan Indonesia masih berada dalam kondisi Normal. Update Risiko serta Prospek Perekonomian dan Sistem Keuangan Update Risiko serta Prospek Perekonomian dan Sistem Keuangan Mochammad Doddy Ariefianto, Seto Wardono Kami memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 5,1% pada tahun 2017 dan 5,3% pada tahun 2018. Angka tersebut 0,2 ppt lebih rendah dari proyeksi sebelumnya. Rata-rata nilai tukar rupiah diperkirakan mencapai Rp 13.350/US$ pada tahun ini dan Rp 13.450/ US$ pada tahun depan, lebih kuat dari perkiraan kami sebelumnya. Kami mempertahankan proyeksi defisit neraca berjalan di level 1,9% PDB pada tahun 2017 dan 2,1% PDB pada tahun 2018. Hasil updating terbaru kami menunjukkan bahwa risiko perekonomian dan sistem keuangan mengalami penurunan pada kuartal I 2017 dan secara kualitatif masih berada dalam kondisi normal. Terdapat perbaikan kinerja pada tiga dari enam aspek yang kami pantau serta terdapat lima aspek yang mengalami perbaikan prospek. Di antara enam aspek ini, hanya aspek aktivitas bisnis domestik dan aspek kebijakan fiskal yang mengalami perbaikan kinerja dan perbaikan prospek. Di sisi lain, tak ada satu pun aspek yang sekaligus mengalami pelemahan kinerja dan prospek. Normal Waspada Ditengarai Krisis Siaga 6 Outlook NPNT: Neraca Pembayaran & Nilai Tukar ABD: Aktivitas Bisnis Domestik HKM: Harga & Kebijakan Moneter KBF: Kebijakan Fiskal PKU: Pasar Keuangan SPB: Sistem Perbankan 5 4 PKU 3 2 NPNT HKM 4Q16 1Q17 KBF 1 ABD SPB Kinerja 0 0 1 2 3 4 5 6 Sumber: LPS Gambar 1. Peta Risiko Kualitatif Perekonomian dan Sistem Keuangan 3 Aktivitas Bisnis Domestik Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang mengalami rebound pada kuartal I 2017 menjadi faktor penting yang mendorong perbaikan kinerja pada aspek aktivitas bisnis domestik. Produk domestik bruto (PDB) tumbuh 5,01% y/y pada kuartal itu, melebihi pertumbuhan 4,94% pada kuartal IV 2016. Penguatan pertumbuhan ekonomi ini terutama didukung oleh perbaikan kinerja perdagangan. Pada kuartal I lalu, ekspor barang dan jasa meningkat 8,04% y/y, yang tertinggi sejak tahun 2014. Dengan perkembangan ini, kontribusi ekspor neto (ekspor minus impor) terhadap pertumbuhan y/y PDB naik dari 0,34 poin persentase (ppts) pada kuartal IV 2016 menjadi 0,73 ppts. Selain ekspor, pertumbuhan konsumsi pemerintah dan investasi juga membaik sehingga ikut mendorong pemulihan pertumbuhan ekonomi pada kuartal I lalu. Penguatan aktivitas ekonomi juga terlihat di sisi produksi, di mana 12 dari 17 sektor ekonomi mengalami percepatan pertumbuhan. Prospek aktivitas bisnis domestik juga membaik dalam jangka pendek ke depan, didasari oleh ekspektasi berlanjutnya perbaikan ekspor yang sejalan dengan penguatan prospek ekonomi global. Dana Moneter Internasional (IMF) pada April lalu memprediksi pertumbuhan ekonomi global tahun ini sebesar 3,5%, 0,1 ppts lebih tinggi dari proyeksi yang dibuat pada Januari 2017. Publikasi Consensus Economics pada Juni lalu juga menunjukkan proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun 2017 yang lebih tinggi dibanding tiga bulan sebelumnya untuk mitra dagang utama Indonesia seperti China, Malaysia, Jepang, Singapura, Thailand, dan Zona Euro. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Tahun 2017 120 3M Sum, % y/y 60 Penjualan Sepeda Motor AS Proyeksi Maret 2017 Penjualan Mobil 90 Proyeksi Juni 2017 Zona Euro 45 Konsumsi Semen (Kanan) 60 Jepang China 30 Impor Barang Modal (Kanan) 30 15 0 0 India Nov-16 May-17 Nov-15 8 May-16 7 Nov-14 6 May-15 5 Nov-13 4 May-14 3 May-13 2 Nov-12 1 -30 Nov-11 0 -60 May-12 % -15 Nov-10 Thailand -30 May-11 Filipina Singapura May-10 Malaysia Sumber: CEIC, Consensus Economics, LPS Gambar 2. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Beberapa Negara dan Indikator Bulanan Indonesia Ekonomi Indonesia diperkirakan tumbuh 5,1% pada tahun ini dan 5,3% pada tahun depan, keduanya 0,2 poin persentase (ppt) lebih rendah dibandingkan proyeksi kami sebelumnya. Revisi ke bawah terhadap angka proyeksi ini mencerminkan pemulihan permintaan domestik yang lebih lambat dari perkiraan sebelumnya, meski di sisi lain terjadi pemulihan ekspor yang lebih cepat. Perbaikan ekspor ini didukung oleh penguatan aktivitas ekonomi global. Di sisi lain, ketidakpastian kebijakan ekonomi di negara maju yang masih cukup tinggi dan faktor geopolitik (seperti di Semenanjung Korea dan Timur Tengah) menjadi downside risks yang dapat menekan aktivitas ekonomi global, sehingga juga dapat berdampak pada ekspor dan pertumbuhan ekonomi Indonesia. 4 Harga dan Kebijakan Moneter Peningkatan inflasi menjelaskan pelemahan kinerja aspek harga dan kebijakan moneter pada kuartal I 2017. Inflasi indeks harga konsumen (IHK) mencapai 3,61% y/y pada Maret 2017, naik dari 3,02% pada Desember 2016. Di saat yang sama, inflasi inti juga naik dari 3,07% menjadi 3,3%. Selain di tingkat konsumen, penguatan tekanan inflasi juga terjadi di tingkat pedagang. Inflasi indeks harga perdagangan besar (IHPB) mencapai 8,32% pada Maret 2017, naik dari 8% pada Desember 2016. Konsisten dengan kenaikan inflasi IHK dan IHPB, kenaikan deflator PDB (indikator tingkat harga yang paling luas) juga terjadi pada kuartal I lalu. Pada kuartal itu, deflator PDB naik 4,84% y/y, yang tertinggi sejak kuartal IV 2014. Aspek harga dan kebijakan moneter mengalami perbaikan prospek, seiring dengan batalnya penerapan subsidi tertutup untuk LPG tabung 3 kg pada tahun ini serta adanya komitmen pemerintah untuk tidak menaikkan tarif listrik di semester II 2017. Di sisi lain, inflasi di kelompok bahan makanan yang cukup terkendali selama bulan puasa tahun ini (+0,69% m/m pada Juni 2017) menunjukkan adanya perbaikan pada rantai distribusi pangan, yang jika dapat berlanjut akan menjadi downside risk bagi perkembangan inflasi ke depan. Dengan memperhatikan hal ini, rata-rata inflasi diperkirakan mencapai 4,1% pada tahun ini dan tahun depan dengan posisi akhir tahun masing-masing di level 4,4% dan 4%. Angka proyeksi terbaru ini lebih rendah dari perkiraan kami sebelumnya. Inflasi Indeks Harga Konsumen 10 18 % y/y % y/y % Bunga Deposit Facility 20 16 Bunga Lending Facility 15 BI Rate 8 12 6 8 12 BI 7-Day Reverse Repo Rate 9 4 6 -4 3 Jun-17 Jun-16 Jun-15 Jun-14 Jun-13 Jun-12 Inflasi Administered Price (Kanan) Jun-11 Inflasi Volatile Food (Kanan) 0 Jun-10 Inflasi Headline Jun-09 Inflasi Inti Jun-08 Jun-17 Jun-16 Dec-16 Jun-15 Dec-15 Jun-14 Dec-14 Dec-13 Jun-13 Jun-12 Dec-12 Dec-11 Jun-11 Jun-10 Dec-10 2 0 Jun-07 4 Sumber: BI, BPS, CEIC, LPS Gambar 3. Perkembangan Inflasi dan Suku Bunga Kebijakan Meski meningkat, inflasi IHK masih berada dalam koridor target dan dengan kondisi ekonomi makro yang relatif stabil, Bank Indonesia (BI) pun mempertahankan BI 7-day reverse repo rate di posisi 4,75% pada kuartal I 2017 dan bahkan pada kuartal berikutnya. Dengan perkiraan inflasi tahun ini yang sesuai targetnya (4%±1%), kami pun kini tidak melihat adanya urgensi bagi bank sentral untuk memperketat kebijakan moneternya. Meski demikian, target inflasi tahun depan yang lebih rendah (3,5%±1%) dan potensi berlanjutnya normalisasi kebijakan moneter di negara maju memberi ruang bagi pengetatan kebijakan di tahun 2018. Dengan demikian, kami merevisi proyeksi BI 7-day reverse repo rate pada akhir tahun ini dari 5% menjadi 4,75%. Proyeksi bunga acuan pada akhir tahun 2018 juga kami ubah dari 5,25% menjadi 5%. 5 Neraca Pembayaran dan Nilai Tukar Kinerja aspek neraca pembayaran dan nilai tukar pada kuartal I 2017 secara kualitatif tidak berbeda dari kinerja di kuartal IV 2016 mengingat surplus neraca pembayaran yang stabil dan nilai tukar rupiah yang terkendali. Neraca pembayaran pada kuartal I lalu mengalami surplus sebesar US$ 4,51 miliar, hanya meningkat US$ 8,8 juta dari surplus di kuartal sebelumnya. Lonjakan pembayaran bunga utang luar negeri (ULN) menjadi faktor penting yang mendorong pelebaran defisit neraca berjalan dari US$ 2,1 miliar (0,87% PDB) pada kuartal IV 2016 menjadi US$ 2,4 miliar (0,99% PDB) pada kuartal I 2017. Pada periode yang sama, surplus neraca financial membesar dari US$ 7,6 miliar menjadi US$ 7,86 miliar akibat maraknya pembelian surat berharga negara (SBN) rupiah dan saham oleh investor asing. Neraca Pembayaran 16 2010 = 100 15.000 Miliar US$ Rp/US$ 14.000 12 4 0 -4 70 NEER (Kanan) 13.000 8 65 75 REER (Kanan) 12.000 80 11.000 85 10.000 90 9.000 95 8.000 100 7.000 105 Jun-17 Jun-16 Dec-16 Jun-15 Dec-15 Jun-14 Dec-14 Jun-13 Dec-13 Jun-12 Dec-12 Jun-11 Dec-11 Jun-10 Dec-10 1Q17 3Q16 1Q16 1Q15 3Q14 Neraca Finansial 1Q14 Neraca Berjalan 3Q13 Neraca Pembayaran 1Q13 1Q12 -16 Basic Balance 3Q12 -12 3Q15 -8 Sumber: BI, BIS, LPS Gambar 4. Neraca Pembayaran dan Nilai Tukar Rupiah Nilai tukar rupiah secara rata-rata mengalami depresiasi dari Rp 13.246/US$ pada kuartal IV 2016 menjadi Rp 13.346/US$ pada kuartal I 2017. Meski demikian, jika menggunakan indikator nilai tukar efektif, rupiah sebenarnya mengalami penguatan terhadap satu keranjang mata uang, baik secara nominal (nilai tukar efektif nominal atau NEER) maupun secara riil (nilai tukar efektif riil atau REER setelah memperhitungkan inflasi). Menurut data Bank for International Settlements (BIS), NEER Indonesia secara rata-rata menguat 0,15% pada kuartal I 2017 dari kuartal sebelumnya, sedangkan REER menguat 1,23%. Pergerakan nilai tukar rupiah pada kuartal I lalu dipengaruhi oleh derasnya arus modal masuk di pasar obligasi dan saham. Kepemilikan SBN rupiah oleh investor asing meningkat Rp 57,41 triliun pada periode Januari–Maret, sedangkan pembelian bersih (net buy) investor asing di pasar saham mencapai Rp 8,35 triliun. Di samping itu, hasil penerbitan sukuk global senilai US$ 3 miliar pada bulan Maret juga menambah pasokan valas di dalam negeri dan mendukung nilai tukar. Potensi perbaikan ekspor dan masuknya arus modal pasca peningkatan rating utang Indonesia ke level investment grade oleh Standard & Poor’s menjelaskan perbaikan prospek neraca pembayaran dan nilai tukar. Kinerja ekspor yang tetap positif terlihat dari data periode April–Mei 2017 yang menunjukkan pertumbuhan sebesar 18,8% y/y sehingga mendukung terciptanya surplus 6 perdagangan sebesar US$ 1,81 miliar. Sementara itu, kepemilikan asing atas SBN rupiah meningkat Rp 47,33 triliun di sepanjang kuartal II 2017, dengan net buy di pasar saham senilai Rp 9,02 triliun. Neraca pembayaran juga terindikasi masih mengalami surplus pada periode April–Mei, seiring dengan kenaikan cadangan devisa Indonesia sebesar US$ 3,15 miliar di saat yang sama. Defisit neraca berjalan kami perkirakan mencapai 1,9% PDB pada tahun 2017 dan 2,1% PDB pada tahun 2018, sama dengan perkiraan kami sebelumnya. Meski demikian, proyeksi pertumbuhan ekspor pada tahun ini kami revisi dari 2,7% menjadi 6,7%, sedangkan proyeksi pertumbuhan impor berubah dari 2,4% menjadi 4,9%. Indonesia diperkirakan masih akan menjadi salah satu tujuan utama investasi asing sehingga neraca modal dan finansial diprediksi masih mengalami surplus yang besar. Neraca pembayaran diperkirakan mengalami surplus sebesar US$ 11,5 miliar pada tahun 2017 dan US$ 9,45 miliar pada tahun 2018. Dengan perkembangan ini, cadangan devisa kami perkirakan akan mencapai US$ 128,79 miliar pada akhir tahun ini dan US$ 138,23 miliar pada akhir tahun depan. Transaksi Berjalan Barang 2012 2013 2014 2015 2016 2017P 2018P -24,418 -29,109 -27,510 -17,519 -16,909 -19,338 -24,245 8,680 5,833 6,983 14,049 15,437 18,871 19,750 Ekspor 187,347 182,089 175,293 149,124 144,445 154,153 165,188 Impor -178,667 -176,256 -168,310 -135,076 -129,008 -135,282 -145,437 Jasa-Jasa -10,564 -12,070 -10,010 -8,697 -7,043 -8,176 -9,514 Pendapatan Primer -26,628 -27,050 -29,703 -28,379 -29,693 -33,103 -37,210 4,094 4,178 5,220 5,508 4,390 3,070 2,729 Pendapatan Sekunder Transaksi Modal dan Finansial 24,909 21,971 44,943 16,860 28,369 31,777 33,691 Investasi Langsung 13,716 12,170 14,733 10,704 16,020 14,766 16,281 Investasi Portofolio 9,206 10,873 26,067 16,183 18,946 19,896 22,694 Transaksi Modal dan Finansial Lain 1,986 -1,072 4,143 -10,027 -6,598 -2,885 -5,283 215 -7,325 15,249 -1,098 12,089 11,495 9,447 112,781 99,387 111,862 105,931 116,362 128,787 138,233 -2.7 -3.2 -3.1 -2.0 -1.8 -1.9 -2.1 Neraca Keseluruhan Memorandum: Cadangan Devisa (akhir periode) Transaksi Berjalan (% PDB) Sumber: BI, LPS Tabel 1. Neraca Pembayaran: Aktual dan Proyeksi (Juta US$) Kami melihat nilai tukar rupiah yang lebih kuat dari perkiraan semula, terutama didukung oleh prospek neraca pembayaran yang positif dan lebih baik dari perkiraan sebelumnya. Rata-rata nilai tukar diprediksi mencapai Rp 13.350/US$ pada tahun 2017 dan Rp 13.450 pada tahun 2018, lebih kuat dari perkiraan sebelumnya yang masing-masing berada di level Rp 13.450/US$ dan Rp 13.550/US$. Pada akhir tahun ini, rupiah diperkirakan mencapai Rp 13.300/US$ dengan posisi akhir tahun 2018 di level Rp 13.450/US$. Potensi capital reversal akibat ketidakpastian di pasar keuangan global yang tinggi masih menjadi downside risk utama bagi pergerakan rupiah ke depan. Sebaliknya, yield surat utang Indonesia yang tetap tinggi dengan rating yang tergolong investment grade menjadi upside risk bagi rupiah. 7 Sistem Perbankan Kualitas kredit yang kembali turun dan sedikit penurunan pada permodalan bank menjelaskan pelemahan kinerja sistem perbankan. Rasio kredit bermasalah (NPL) bruto naik dari 2,93% pada Desember 2016 menjadi 3,04% pada Maret 2017 setelah sempat mengalami penurunan dari 3,1% pada September 2016. Sementara, rasio kecukupan modal (CAR) bank umum mengalami penurunan dari 22,93% pada akhir tahun lalu ke 22,88% pada akhir Maret lalu. Di sisi lain, beberapa indikator perbankan lain tampak membaik. Di waktu yang sama, rasio laba terhadap aset (ROA) naik dari 2,23% menjadi 2,5%, yang tertinggi selama hampir dua tahun. Pertumbuhan kredit juga naik dari 7,87% y/y menjadi 9,24%, sedangkan pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) meningkat dari 9,6% y/y ke 10,02%. Kredit DPK LDR (Kanan) Apr-17 Apr-16 Apr-15 Apr-14 Apr-13 Apr-12 Apr-11 Apr-10 Apr-09 Apr-08 Apr-07 Apr-06 40 Apr-05 0 2 0 0 -40 Apr-17 50 40 Apr-16 7 4 Apr-15 60 80 Apr-14 14 6 Apr-13 70 Apr-12 21 120 NPL Nominal (Kanan) Apr-11 80 Apr-10 28 160 Rasio NPL 8 Apr-09 90 % y/y % Apr-08 35 10 Apr-07 100 Apr-06 % y/y % Apr-05 42 Sumber: BI, CEIC, LPS Gambar 5. Kredit, DPK, dan NPL Perbankan Perbaikan likuiditas perbankan dan ekspektasi pemulihan ekonomi domestik melatarbelakangi perbaikan prospek sistem perbankan. Data terbaru masih menunjukkan pertumbuhan DPK yang relatif tinggi (+9,87% y/y pada April 2017) sehingga menjaga rasio kredit terhadap simpanan (LDR) tetap berada di bawah 90%. Kondisi likuiditas yang lebih baik ini memberi ruang bagi ekspansi kredit. Pada April lalu, kredit bank umum tercatat tumbuh 9,47% y/y, yang tertinggi sejak Februari 2016. Pada tahun ini, kredit diperkirakan tumbuh 9,2%, sama dengan prediksi kami sebelumnya. Kami juga tidak mengubah proyeksi pertumbuhan DPK tahun ini dan tahun depan yang masing-masing berada di level 7,2% dan 7,6%. Meski DPK tumbuh tinggi dalam beberapa bulan terakhir, pertumbuhannya diprediksi melambat pada semester II 2017 akibat efek high base terkait masuknya dana repatriasi program amnesti pajak pada paruh kedua tahun lalu. Pasar Keuangan Kinerja aspek pasar keuangan membaik cukup signifikan pada kuartal I 2017, selaras dengan kenaikan harga saham dan penurunan yield obligasi. Indeks harga saham gabungan (IHSG) tercatat 8 naik 5,12% q/q pada kuartal I 2017 setelah mengalami penurunan 1,27% pada kuartal sebelumnya. Di saat yang sama, yield SBN bertenor 5 dan 10 tahun turun masing-masing sebesar 73 basis poin (bps) dan 93 bps menjadi 6,85% dan 7,04% akibat permintaan yang tinggi. Seiring dengan naiknya harga saham dan SBN, persepsi risiko berinvestasi di Indonesia juga mengalami penurunan sebagaimana terlihat dari pergerakan credit default swap (CDS). Spread CDS Indonesia bertenor lima tahun tercatat turun dari 157,55 bps pada akhir tahun lalu menjadi 128,25 bps pada akhir Maret lalu. Secara kualitatif, prospek pasar keuangan dapat dikatakan tidak mengalami perubahan akibat masih adanya rencana normalisasi kebijakan moneter Amerika Serikat (AS) dan ketidakpastian di pasar keuangan global yang masih tinggi. Hasil proyeksi yang dibuat para anggota komite pembuat kebijakan (FOMC) di Federal Reserve menunjukkan ekspektasi kenaikan Fed rate sebesar 25 bps pada semester II 2017 dan 75 bps di sepanjang tahun 2018. Selain menaikkan suku bunga, bank sentral AS itu juga akan mengurangi kepemilikan surat berharganya. Sementara itu, ketidakpastian di pasar keuangan global antara lain bersumber dari kebijakan ekonomi pemerintah AS serta perkembangan geopolitik di beberapa kawasan seperti Semenanjung Korea dan Timur Tengah. Kami merevisi proyeksi rata-rata yield SBN bertenor 10 tahun dari 7,7% pada tahun ini dan tahun depan menjadi 7,1% dan 7,5%. Proyeksi rata-rata yield SBN bertenor 5 tahun juga kami pangkas dari 7,2% menjadi 6,8% pada tahun 2017 dan 7% pada tahun 2018. Revisi proyeksi ini merespons realisasi yield hingga Mei 2017 yang di bawah ekspektasi kami serta tekanan inflasi yang lebih lunak dari perkiraan semula. Kebijakan Fiskal Kinerja aspek kebijakan fiskal membaik, didukung oleh eksekusi anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) yang lebih cepat, realisasi defisit APBN yang kembali berada dalam tren turun, serta perbaikan pada pendapatan pemerintah pusat. Selama tiga bulan pertama tahun ini, pemerintah pusat telah merealisasikan 16,8% dan 19,2% dari pagu pendapatan dan belanjanya, lebih baik dari 13,6% dan 18,7% pada kuartal I 2016. Sedangkan, realisasi defisit APBN selama setahun hingga kuartal I 2017 mencapai 2,1% PDB, lebih rendah dari defisit kuartal sebelumnya yang sebesar 2,46% PDB. Penurunan defisit fiskal ini disebabkan oleh perbaikan di sisi penerimaan. Realisasi penerimaan negara tumbuh 8,85% y/y selama setahun hingga kuartal I 2017, lebih tinggi dari pertumbuhan 3,12% pada kuartal IV 2016. Meski demikian, di tengah berbagai perbaikan ini, rasio utang pemerintah terhadap PDB membesar menjadi 28,73% pada kuartal I dari 27,94% pada kuartal sebelumnya. Prospek kebijakan fiskal juga membaik, didasari oleh realisasi harga minyak mentah Indonesia (ICP) pada semester I tahun ini serta perkiraan inflasi yang berada di atas asumsi. Rata-rata ICP selama Januari–Juni 2017 mencapai US$ 48,98/barel, masih melebihi asumsinya yang sebesar US$ 45/barel. Menurut Kementerian Keuangan, jika realisasi ICP lebih tinggi US$ 1/barel dari asumsinya, defisit APBN 2017 akan turun Rp 1,3 triliun–Rp 1,4 triliun. Selain itu, kami juga melihat kemungkinan deviasi inflasi dari asumsinya. Rata-rata inflasi tahun ini diprediksi mencapai 4,1%, masih lebih tinggi dari asumsi APBN yang sebesar 4%. Jika realisasi inflasi 1% lebih tinggi dari asumsinya, defisit APBN juga akan turun sebanyak Rp 8,7 triliun–Rp 8,8 triliun. 9 Pasar Keuangan: Sentimen Ditengah Kenaikan Fed Rate Pasar Keuangan: Sentimen Ditengah Kenaikan Fed Rate Dienda Siti Rufaedah Pasca kenaikan Fed rate, sentimen pasar relatif bergerak stabil. Hal ini sekaligus mengindikasikan kenaikan Fed rate tersebut sesuai dengan ekspektasi dan dapat diantisipasi oleh pelaku pasar sehingga tidak menimbulkan gejolak di pasar keuangan. Pergerakan pasar keuangan Indonesia: valas, saham, dan obligasi masih menunggu beberapa rilis data ekonomi menyusul minimnya sentimen positif dari dalam negeri. Namun demikian, pasar keuangan Indonesia berpeluang untuk melanjutkan penguatan. Di pertengahan tahun 2017, Federal Reserves (The Fed) menaikkan bunga acuan (Fed rate) sebesar 25 bps ke level 1%-1,25% pada rapat FOMC tanggal 13-14 Juni 2017. Kenaikan Fed rate ini sesuai ekspektasi pasar dimana sebelumnya implied probability dari Fed Funds Futures per tanggal 13 Juni 2017 telah menunjukkan probabilita kenaikan Fed rate mencapai lebih dari 90%. The Fed menyatakan bahwa kenaikan Fed rate ini didasarkan pada perekonomian Amerika Serikat (AS) yang terus menguat dan pasar tenaga kerja yang berada dalam kondisi yang solid. Seperti diketahui, pertumbuhan ekonomi AS meningkat dari 1,6% y/y (triwulan I 2016) menjadi 2% y/y (triwulan I 2017). Meskipun rilis data penambahan jumlah pekerja AS di bulan Mei 2017 tidak sesuai ekspektasi, namun tingkat pengangguran AS di bulan yang sama mencapai posisi terendah dalam 16 tahun di level 4,3%. Selain itu, data jobless claims, yang mengukur jumlah tenaga kerja yang sedang menganggur atau mencari pekerjaan serta mengajukan kompensasi untuk memperoleh tunjangan dari pemerintah, menunjukkan penurunan. Pada tanggal 9 Juni 2017, jobless claims turun ke level 237 ribu, dari 241 ribu pada akhir tahun 2016. Jumlah klaim yang rendah mensinyalkan perekonomian yang menguat. 6 Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi dan Tingkat Pengangguran AS 12 600 Perkembangan Non-Farm Payroll dan Jobless Claims AS 500 500 4 10 2 8 450 400 300 400 200 0 6 -2 4 -4 2 350 100 0 300 -100 Tingkat Pengangguran AS (RHS) 0 -300 Non-Farm Payroll (LHS) Jobless Claims (RHS) 200 May-10 Sep-10 Jan-11 May-11 Sep-11 Jan-12 May-12 Sep-12 Jan-13 May-13 Sep-13 Jan-14 May-14 Sep-14 Jan-15 May-15 Sep-15 Jan-16 May-16 Sep-16 Jan-17 May-17 PDB AS y/y (LHS) Mar-03 Nov-03 Jul-04 Mar-05 Nov-05 Jul-06 Mar-07 Nov-07 Jul-08 Mar-09 Nov-09 Jul-10 Mar-11 Nov-11 Jul-12 Mar-13 Nov-13 Jul-14 Mar-15 Nov-15 Jul-16 Mar-17 -6 250 -200 Sumber: Bloomberg Gambar 6. Perkembangan Indikator Perekonomian Amerika Serikat (AS) Pasca kenaikan Fed rate, sentimen pasar yang ditunjukkan oleh indeks VIX dan EMBI relatif bergerak stabil. Per tanggal 16 Juni 2017, indeks VIX berada pada level 10,38. Sementara itu, EMBI terpantau hanya mengalami sedikit peningkatan ke level 324,62. Stabilnya sentimen global ini 11 mengindikasikan kenaikan Fed rate sudah sesuai ekspektasi dan dapat diantisipasi oleh pelaku pasar sebelumnya sehingga tidak menimbulkan gejolak di pasar keuangan. Indeks dolar AS juga terpantau sedikit menguat terhadap sejumlah mata uang utama. Per tanggal 16 Juni 2017, indeks Dolar AS hanya terapresiasi sebesar 0,25% mtd ke level 97,16. Jika kita lihat, pergerakan mata uang sejumlah negara maju dan negara berkembang melemah terbatas terhadap Dolar AS: Sterling (-0,83%), Euro (-0,41%), Yen (-0,09%), Real Brazil (2,01%), Rubel (-1,79%), dan Peso (-0,23%). Namun, mata uang di sejumlah negara berkembang terpantau relatif stabil. Pasca digelarnya pemilihan umum (pemilu) dini pada tanggal 8 Juni 2017, Partai Konservatif yang dipimpin Perdana Menteri Theresa May mengalami kekalahan dan kehilangan suara mayoritas di parlemen. Dengan suara minoritas tersebut, Perdana Menteri Theresa May tidak dapat membentuk pemerintahan langsung dan diharuskan mencari dukungan dari partai-partai kecil lainnya. Pasalnya, pemilu terkait negosiasi Brexit akan dimulai pada tanggal 19 Juni 2017. Negosiasi diperkirakan akan berlangsung hingga tahun 2018 dan Inggris dijadwalkan akan resmi keluar dari Uni Eropa pada Maret 2019. Ketidakpastian politik di Inggris disinyalir turut mendorong pelemahan Sterling terhadap Dolar AS. Euro terpantau mengalami koreksi terbatas menyusul kesepakatan bailout yang diperoleh Yunani dan lembaga pemberi pinjaman senilai EUR7 miliar yang akan jatuh tempo pada bulan Juli 2017. Kesepakatan ini sekaligus menghapus risiko gagal bayar utang Yunani. Per tanggal 19 Juni 2017, Euro mengalami pelemahan tipis sebesar 0,41% mtd ke level 1,12% terhadap Dolar AS. Di negara berkembang, mata uang Real Brazil masih menunjukkan pelemahan terhadap Dolar AS. Pelemahan nilai tukar ini disinyalir akibat skandal suap dan korupsi yang diduga melibatkan Presiden Michel Temer. Di sisi lain, Serikat Buruh di Brazil disebut-sebut akan melakukan pemogokan dan menutup kota-kota besar sebagai bentuk protes terhadap perubahan UU Ketenagakerjaan dan perubahan usia pensiun serta tuntutan terhadap pengunduran diri presiden Michel Temer. Ekonomi Rusia mengalami penurunan menyusul didera berbagai permasalahan korupsi dan kemerosotan harga energi serta sanksi Barat terkait konflik Ukraina. Di sisi lain, sebagian besar warga Rusia meragukan upaya Presiden Vladimir Putin untuk meningkatkan kinerja ekonomi Rusia dan mencegah korupsi yang merajalela, meskipun dukungan bagi kebijakan luar negerinya masih kuat. 6.0 Perkembangan Bunga Acuan Fed Perkembangan Indeks VIX dan EMBI 42 600 5.0 35 540 4.0 28 480 3.0 21 420 2.0 14 360 1.0 7 300 VIX (L) EMBI (R) Sumber: Bloomberg Gambar 7. Perkembangan Bunga Acuan Fed dan Indikator Sentimen Pasar Global 12 Jun-17 Feb-17 Apr-17 Oct-16 Dec-16 Jun-16 Aug-16 Feb-16 Apr-16 Oct-15 Dec-15 Jun-15 Aug-15 Feb-15 Apr-15 Oct-14 Dec-14 240 Jun-14 0 Aug-14 Jun-07 Feb-08 Oct-08 Jun-09 Feb-10 Oct-10 Jun-11 Feb-12 Oct-12 Jun-13 Feb-14 Oct-14 Jun-15 Feb-16 Oct-16 Jun-17 0.0 Kenaikan Fed rate direspons cukup positif oleh para pelaku saham global. Harga saham telah priced in dan investor di pasar saham telah menyesuaikan dengan kebijakan The Fed sehingga mayoritas indeks saham utama cenderung menguat. Indeks Dow Jones dan S&P 500 menguat masing-masing sebesar 1,79% dan 0,89% mtd ke level 21.384,28 dan 2.433,15. Indeks Nikkei 225 juga berada pada zona hijau pasca ditutup menguat sebesar 1,49% mtd ke level 19.943,26 pada perdagangan tanggal 16 Juni 2017. Keputusan Bank Sentral Jepang (BoJ) yang mempertahankan bunga acuan turut mendorong penguatan di pasar saham Jepang. Di sisi lain, pemerintah telah menaikkan outlook terhadap perekonomian Jepang antara lain tingkat konsumsi swasta, tingkat ekspor, dan belanja modal. Secara keseluruhan, mayoritas pasar saham global menunjukkan penguatan, tercermin dari indeks World MSCI yang naik sebesar 0,6% ke level 1.923,24. Pasar saham negara maju dan negara berkembang juga meningkat masing-masing sebesar 0,15% dan 0,22%. Penguatan bursa saham global ini dipicu optimisme terhadap pertumbuhan ekonomi global. Baru-baru ini, Bank Dunia mengeluarkan proyeksi terbarunya dimana dalam laporan Global Economic Prospect edisi Juni 2017 Bank Dunia memperkirakan ekonomi global akan tumbuh mencapai 2,7% di tahun 2017. Kenaikan pertumbuhan ekonomi global dipicu peningkatan di sektor manufaktur, perdagangan, dan kepercayaan masyarakat, serta stabilnya harga komoditas. Di sisi lain, ekonomi negara maju dan negara berkembang juga diperkirakan akan tumbuh mencapai 1,9% dan 4,1% di tahun 2017. Pulihnya perekonomian negara maju diperkirakan akan berdampak positif bagi perekonomian negara-negara yang menjadi mitra dagang. Menurut Bank Dunia, pertumbuhan ekonomi pada tujuh negara terbesar pada kelompok negara emerging market akan berdampak positif bagi pertumbuhan ekonomi di negara berkembang lainnya. Namun demikian, Bank Dunia juga menyoroti beberapa potensi risiko antara lain rencana pembatasan kegiatan perdagangan yang dapat menggagalkan kinerja perdagangan global serta ketidakpastian kebijakan yang dapat menghambat kepercayaan masyarakat dan tingkat investasi. Perkembangan Indeks Saham Utama Dunia (mtd) Perkembangan Nilai Tukar Sejumlah Negara terhadap Dolar AS (mtd) -0.41% -0.09% -0.83% 0.18% -2.01% -1.79% 0.12% 0.11% 2.32% 0.12% 0.31% 0.72% -0.23% 2.00% EUR/USD USD/JPY GBP/USD USD/IDR USD/BRL USD/RUB USD/INR USD/CNY USD/ZAR USD/MYR USD/THB USD/TRY USD/PHP USD/SGD -2.5% -2.0% -1.5% -1.0% -0.5% 0.0% 0.5% 1.0% 1.5% 2.0% 2.5% 3.0% 1.79% 0.89% -0.36% 1.49% -0.75% -0.25% -1.73% -4.08% -0.29% 0.19% -0.13% -5.10% 1.44% 0.96% 0.67% 0.58% 0.64% -6.0% -4.0% -2.0% 0.0% 2.0% Perkembangan Imbal Hasil Obligasi Global (mtd) Dow Jones (USA) S&P 500 (USA) Stoxx Europe 600 (Eropa) Nikkei 225 (Jepang) FTSE 100 (Inggris) IHSG (Indonesia) Ibovespa (Brazil) MICEX (Rusia) Sensex (India) Shanghai (China) 3.19% Shenzhen (China) Hang Seng (China) JALSH (Afrika Selatan) KLCI (Malaysia) SET (Thailand) Borsa Istanbul (Turki) PCOMP (Filipina) FSSTI (Singapura) 4.0% Amerika Serikat -5 Eropa -3 Jepang 1 Inggris -3 Indonesia -13 Brazil -24 India -17 China -6 Afrika Selatan -11 Malaysia 0 Thailand -22 -30 -25 -20 -15 -10 -5 0 5 10 Sumber: Bloomberg Gambar 8. Perkembangan Kinerja Pasar Keuangan Global: Nilai Tukar, Indeks Saham, Obligasi (mtd) Merespons kenaikan Fed rate, pasar obligasi global mencatatkan kinerja positif dengan imbal hasil obligasi negara maju dan negara berkembang yang mengalami penurunan di rentang -3 bps hingga -24 bps mtd. Kenaikan Fed rate diikuti penurunan imbal hasil US Treasury tenor 10 tahun sebesar 5 bps ke level 2,15% dan mendorong penurunan pada imbal hasil obligasi negara maju dan 13 negara berkembang lainnya. Investor di pasar obligasi telah mendiskon rencana kenaikan Fed rate sehingga dapat menjadi sentimen positif bagi kinerja pasar obligasi global. Naiknya Fed rate pada bulan Juni 2017 menandakan The Fed telah menaikkan bunga acuan sebanyak dua kali di tahun 2017. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, pulihnya perekonomian AS masih diiringi dengan beberapa rilis data ekonomi yang masih jauh dari ekspektasi, seperti data Non Farm Payroll yang pada bulan Mei 2017 mengalami penurunan dari 174 ribu (April 2017) menjadi 138 ribu serta angka inflasi yang juga menunjukkan penurunan dari 2,2% (April 2017) menjadi 1,9%. Dengan demikian, The Fed diperkirakan tidak akan agresif untuk kembali menaikkan Fed rate pada rapat FOMC bulan Juli 2017. Hal ini dinilai dapat menjadi sentimen positif bagi investor untuk masuk ke pasar obligasi global. Jun-17 Dec-16 Jun-16 Dec-15 Jun-15 Dec-14 Jun-14 Jun-17 Apr-17 Feb-17 Dec-16 Oct-16 Aug-16 Jun-16 Apr-16 Feb-16 Dec-15 Oct-15 Aug-15 100 Jun-13 125 Dec-13 150 Jun-12 175 Dec-12 200 Jun-11 225 Jun-10 250 Jun-15 5 days Change Batas Atas Batas Bawah 7.50 6.50 5.50 4.50 3.50 2.50 1.50 0.50 -0.50 -1.50 -2.50 -3.50 -4.50 -5.50 Dec-11 Perkembangan CDS Indonesia 5 Tahun 275 Dec-10 300 Sumber: Bloomberg, data diolah Gambar 9. Perkembangan CDS Indonesia 5 Tahun dan Nilai Tukar Rupiah terhadap Dolar AS serta Volatilitas Nilai Tukar Rupiah Di dalam negeri, kinerja nilai tukar Rupiah terpantau stabil dengan sedikit menguat sebesar 0,18% ke level 13.299 per Dolar AS. Positifnya nilai tukar Rupiah ini sejalan dengan kinerja mayoritas nilai tukar global yang juga bergerak stabil. Di sisi lain, keputusan Bank Indonesia untuk mempertahankan BI 7 days reverse repo di level 4,75% pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) tanggal 14-15 Juni 2017 dinilai cukup mampu untuk menahan laju pelemahan Rupiah ditengah kenaikan Fed rate. Menurut Bank Indonesia, keputusan untuk mempertahankan bunga acuan ini sejalan dengan upaya bank sentral dalam menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan, serta mendukung keberlanjutan pemulihan ekonomi domestik. Namun demikian, terdapat beberapa potensi risiko yang perlu diwaspadai, seperti kenaikan lanjutan Fed rate, rencana penurunan besaran neraca The Fed, hasil Pemilu di Inggris, potensi menurunnya harga komoditas dunia, dampak penyesuaian administered prices terhadap inflasi dalam negeri, serta masih berlanjutnya konsolidasi korporasi dan perbankan. Ke depan, pergerakan Rupiah masih akan menunggu beberapa rilis data ekonomi, seperti realisasi inflasi dan neraca perdagangan bulan Juni 2017. Pasalnya, minimnya sentimen positif dari dalam negeri diperkirakan dapat berpotensi menekan nilai tukar Rupiah. Namun, paket kebijakan ekonomi tahap XV yang diluncurkan pemerintah pada tanggal 15 Juni 2017 diperkirakan dapat 14 menjadi sentimen positif dan turut mengangkat kinerja Rupiah. Paket kebijakan ini dikeluarkan untuk mengembangkan usaha dan daya saing penyedia jasa logistik nasional. Di sisi lain, jika kita lihat dari premi risiko yang dicerminkan oleh Credit Default Swap (CDS) 5 tahun masih menunjukkan tren yang menurun dan berada pada level 113,62 pada tanggal 16 Juni 2017. Turunnya CDS ini mengindikasikan perekonomian Indonesia masih cukup solid dengan persepsi risiko yang rendah. Jika kita lihat dari volatilitas nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS, selama beberapa bulan terakhir volatilitas nilai tukar Rupiah relatif stabil cenderung menurun di rentang 13.200-13.300 per Dolar AS. 5,800 3.0 15 5,600 2.5 10 5,400 5 5,200 0 5,000 0.5 IN -5 4,800 0.0 RU 4,600 -0.5 BR -1.0 ID -1.5 UK -2.5% +5.0% 2017F -5.0% MY 1.5 SA 1.0 CH Apr-17 Apr-16 Apr-15 Apr-14 EU Apr-13 JP -2.5 Apr-12 -2.0 Apr-11 2018F TH 0.02 2.0 Apr-10 May-17 Jan-17 Mar-17 Jul-16 Sep-16 Nov-16 Jan-16 Mar-16 May-16 Jul-15 Sep-15 Nov-15 Jan-15 Mar-15 May-15 4,000 +2.5% Apr-09 4,200 Z Apr-08 4,400 (IDR Tn) May-14 -25 Jul-14 -20 IHSG (eop, RHS) Mei '17 IHSG (eop) : 5.738,2 Net Buy Saham : -Rp 0,62 Tn Sep-14 -15 Nov-14 -10 Net Buy Saham (LHS) Apr-07 20 US 13.8 15.9 14.4 12.8 13.6 12.3 5.6 5.1 17.7 20.0 15.5 11.7 10.7 13.8 15.3 15.3 14.2 17.5 16.0 15.7 14.6 17.0 15.9 Sumber: Bloomberg dan CEIC Gambar 10. Perkembangan Net Buy dan Valuasi Saham Kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada perdagangan tanggal 16 Juni 2017 terpantau mengalami koreksi sebesar 0,25% mtd dan ditutup pada level 5.723,64. Koreksi pada IHSG ini terkonfirmasi dari capital outflow yang terjadi di pasar saham. Selama bulan Mei 2017, investor asing tercatat keluar dari pasar saham Indonesia dengan membukukan penjualan bersih (net sell) mencapai Rp 1,48 triliun. Net sell berlanjut hingga tanggal 16 Juni 2017 yang mencapai Rp 1,96 triliun. Namun demikian, net sell ini dinilai masih dalam batas yang wajar dan diperkirakan bersifat sementara. Jika kita bandingkan dengan akhir tahun 2016, investor asing mencatatkan net sell yang lebih besar hingga mencapai Rp 3,64 triliun. Di sisi lain, tekanan jual ini diperkirakan karena didorong oleh indeks yang memiliki valuasi yang cukup tinggi. Seperti diketahui, valuasi P/E ratio (PER) IHSG saat ini berada pada level 12,57 kali (Mei 2017) atau lebih tinggi dibandingkan beberapa negara emerging market lainnya seperti Turki dengan PER sebanyak 12,31 kali. Dengan demikian, investor asing diperkirakan akan mengambil aksi profit taking sehingga menekan kinerja IHSG. Di pasar obligasi, investor asing masih mencatatkan pembelian bersih (net buy) dalam enam bulan berturut-turut. Meskipun pada bulan Mei 2017, net buy menunjukkan penurunan dibandingkan bulan sebelumnya yakni dari Rp 22,6 triliun (April 2017) menjadi Rp 10,33 triliun namun net buy tersebut meningkat jika dibandingkan akhir tahun 2016 yang mencapai Rp 9,75 triliun. Pada rentang periode observasi 31 Mei 2017 hingga 16 Juni 2017, kepemilikan investor asing juga terpantau meningkat mencapai Rp 7,69 triliun, dari Rp 756,15 triliun (39,15% dari total SBN yang dapat diperdagangkan) menjadi Rp 763,84 triliun (39,31% dari total SBN yang dapat diperdagangkan). 15 10 13,000 20% 13,500 0 14,500 Jan-17 May-17 Sep-16 Jan-16 15,000 May-16 Sep-15 Jan-15 May-15 Sep-14 -20 14,000 Mei '17 USDIDR (eop) : Rp 13,323 Net Buy SBN : Rp +10.3 Tn Jan-14 0% -10 May-14 10% Bid to Cover Ratio x 3.5 525.0 450.0 3.0 375.0 300.0 2.5 225.0 150.0 2.0 75.0 0.0 1.5 5M17 12,500 Bid Accepted 2016 12,000 20 Incoming Bid 5M16 11,500 30 IDR Tn 600.0 2015 30% 11,000 2014 40% Nilai Tukar (eop, RHS) 2013 % Foreign Ownership 40 (IDR Tn) Net Buy SBN (LHS) 2012 50% 2011 Amount Foreign Ownership 2010 (IDR Tn) Jan-13 May-13 Sep-13 Jan-14 May-14 Sep-14 Jan-15 May-15 Sep-15 Jan-16 May-16 Sep-16 Jan-17 May-17 800 700 600 500 400 300 200 100 0 Sumber: Bloomberg dan DJPPR Gambar 11. Perkembangan Kepemilikan Asing di SBN, Net Buy SBN, dan Bid to Cover Ratio Sejalan dengan peningkatan kinerja SBN, kurva imbal hasil obligasi pemerintah pada minggu kedua bulan Juni 2017 mengalami penurunan pada keseluruhan tenor. Dalam rentang periode 31 Mei 2017 hingga 16 Juni 2017, imbal hasil obligasi seri FR menurun di kisaran 4 bps sampai dengan 14 bps. Imbal hasil obligasi FR0059 (tenor 10 tahun) mengalami penurunan paling tinggi ke level 6,8%. Sementara itu, peningkatan harga obligasi pemerintah seri FR tenor pendek hingga tenor panjang relatif stabil. Lelang SBN dan SBSN yang diselenggarakan pemerintah selama bulan Mei 2017 masih mencatatkan bid to cover ratio yang tinggi. Meskipun bid to cover ratio bulan Mei 2017 cenderung menurun dibandingkan bulan sebelumnya, namun dalam satu tahun terakhir bid to cover ratio menunjukkan kenaikan yang cukup signifikan, dari 1,93 kali (Mei 2016) menjadi 2,4 kali (Mei 2017). Tingginya bid to cover ratio ini mengindikasikan bahwa minat investor terhadap obligasi Indonesia juga tinggi, terlebih pasca level investment grade yang diberikan S&P beberapa waktu lalu. Di sisi lain, total penawaran yang masuk sepanjang Januari 2017-Mei 2017 tercatat mengalami peningkatan dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, yakni dari Rp 394,18 triliun menjadi Rp 594,43 triliun. Sementara itu, total dana yang dimenangkan pemerintah sepanjang Januari 2017-Mei 2017 adalah sebesar Rp 246,67 atau lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai Rp 205,88 triliun. Pasar obligasi Indonesia masih berpeluang melanjutkan penguatan menyusul kondisi ekonomi domestik yang dapat dikatakan cukup solid dan di saat yang bersamaan probabilita kenaikan Fed rate juga mengecil. Di sisi lain, setelah S&P menaikkan peringkat utang Indonesia ke level investment grade maka Indonesia kembali berpeluang mendapatkan kenaikan peringkat dari Fitch dan Moody’s. Sebelumnya, obligasi Indonesia memang telah mendapatkan level investment grade dengan outlook positif dari kedua lembaga pemeringkat tersebut, namun bukan tidak mungkin Fitch dan Moody’s akan meng-upgrade rating obligasi Indonesia menjadi satu level di atas investment grade. 16 Perbankan: Memanfaatkan Momentum untuk Bangkit Perbankan: Memanfaatkan Momentum untuk Bangkit Seno Agung Kuncoro Pada periode April 2017, pertumbuhan kredit kembali meningkat ke level 9,47% (yoy), naik 23 bps dibanding pertumbuhan bulan sebelumnya. Lambatnya penurunan rasio NPL diakibatkan oleh pertumbuhan kredit baru yang masih rendah. Kehati-hatian perbankan dalam menyalurkan kredit membuat pertumbuhan menjadi tertahan. Pertumbuhan ekonomi dunia diperkirakan membaik, meskipun beberapa political risk tetap perlu dicermati. Sejalan dengan perbaikan pertumbuhan ekonomi dunia, volume perdagangan dunia dan harga komoditas perlahan mulai mengalami peningkatan. Tantangan yang dihadapi oleh industri perbankan saat ini adalah mampu membaca momentum gelombang baru pulihnya pertumbuhan ekonomi global. Bank harus bisa menyeimbangkan antara target pertumbuhan yang tinggi dengan ancaman kredit bermasalah yang juga masih tinggi. Sektor perbankan Indonesia di awal kuartal II tahun 2017 menunjukkan perbaikan yang menggembirakan yang diperlihatkan semakin meningkatnya pertumbuhan kredit serta dana pihak ketiga. Hal tersebut didorong oleh kualitas aset yang semakin membaik dengan pengelolaan yang intensif. Faktor siklus musiman puasa, hari raya Lebaran, dan tahun ajaran baru bisa memberikan katalis positif. Pada periode April 2017, pertumbuhan kredit kembali meningkat ke level 9,47% (yoy), naik 23 bps dibanding pertumbuhan bulan sebelumnya. Dibandingkan pertumbuhan bulanan (mom) tahun sebelumnya terjadi peningkatan yang cukup menggembirakan meski dibanding bulan sebelumnya terjadi penurunan yang cukup besar. Kami melihat hal ini cukup menggembirakan bagi industri perbankan mengingat pada tahun-tahun sebelumnya perbankan menghadapi tantangan yang tidak mudah, mulai dari permasalahan likuiditas, kredit bermasalah, hingga profitabilitas. Hal ini sejalan dengan perkiraan konsensus dimana pada semester 2 tahun 2017, kinerja perbankan bisa mulai membaik dengan tetap memperhatikan beberapa faktor seperti risiko global. Dengan proyek infrastruktur pemerintah yang masih gencar dan kredit subsidi bunga, telah menjadi faktor pendorong utama pertumbuhan kredit. Sementara untuk segmen individu, KPR masih menjadi primadona. Saat ini kompetisi di segmen kredit korporasi dan konsumsi sudah cukup ketat, yaitu dari perbankan asing dan BUMN, serta pasar modal melalui penerbitan surat hutang ataupun saham. Yang menjadi tantangan bagi otoritas pengawasan dan pengaturan industri keuangan serta otoritas moneter adalah bagaimana menciptakan ruang untuk mendorong kompetisi di segmen kredit mikro, kecil, dan menengah. Karena pada segmen tersebut memerlukan tenaga kerja yang besar (padat karya), teknologi canggih untuk menjangkau masyarakat, dan risiko operasional yang tidak kecil. 18 Sumber: OJK, diolah Gambar 12. Pertumbuhan Kredit, Dana Pihak Ketiga, dan LDR Pertumbuhan sektor industri menunjukkan perkembangan yang variatif hingga April 2017. Sektor industri rumah tangga memberikan peran yang tidak kecil dari segmen kredit industri perbankan dengan pertumbuhan sebesar 8,63%. Sementara kredit sektor perdagangan mengalami penurunan pertumbuhan yang signifikan dari akhir tahun 2014 hingga hanya tumbuh 6,50% (yoy) pada April 2017, dibanding akhir tahun 2014 sebesar 18,7% (yoy). Dengan harga komoditas dan hasil tambang yang semakin membaik dalam 2 bulan terakhir membuat kontraksi kredit sektor pertambangan sedikit tertahan disamping kondisi ekonomi global yang menunjukkan perbaikan serta meningkatnya permintaan ekspor. Sumber: CEIC dan BI Gambar 13. Pertumbuhan Kredit Berdasarkan Sektor dan Jenis Kredit Investasi masih memperlihatkan perlambatan dengan pertumbuhan di bulan April 2017 sebesar 9,99% (yoy). Sementara pertumbuhan Kredit Modal Kerja dan Kredit Konsumsi terlihat mulai menunjukkan grafik yang meningkat dengan pertumbuhan masing-masing sebesar 6,64% (yoy) dan 19 8,62% (yoy) di April 2017. Hal tersebut sejalan dengan banyaknya proyek infrastruktur dan stabilnya inflasi membuat daya beli sedikit terjaga. Untuk komposisi berdasarkan jenisnya, kredit modal kerja masih mendominasi dibanding jenis kredit konsumsi dan investasi. Meski perekonomian masih terlihat bergerak lamban, perkembangan kredit sektor industri dan perbankan secara umum hingga kuartal I tahun 2017 terlihat cukup menggembirakan dimana pertumbuhan kredit masih mampu dijaga dari penurunan lebih dalam. Data Non Performing Loan (NPL) yang kami pantau dari sisi rasio kembali menunjukkan sedikit peningkatan dari bulan sebelumnya, dan mulai mendekati level rasio NPL di tahun 2010. Hal yang sama juga terjadi untuk pertumbuhan dari sisi nominal masih tinggi di periode April 2017. Pertumbuhan NPL nominal sebesar 9,47% (yoy) pada April 2017 naik 23 bps dari pertumbuhan bulan sebelumnya (Gambar 3). Masih tingginya pertumbuhan nominal NPL, mayoritas disebabkan oleh kenaikan pada kredit dengan kolektibilitas “Kurang Lancar” yang tumbuh sebesar 46,01% (yoy), tercatat sebesar Rp30,5 triliun. Sementara kolektibilitas “Macet” pertumbuhannya mulai menurun selama enam bulan terakhir menjadi sebesar 12,23% (yoy) menjadi sebesar Rp88,5 triliun. Sumber: CEIC dan OJK Gambar 14. Rasio dan Pertumbuhan NPL Lambatnya penurunan rasio NPL diakibatkan oleh pertumbuhan kredit baru yang masih rendah. Kehati-hatian perbankan dalam menyalurkan kredit membuat pertumbuhan menjadi tertahan. Dengan adanya kenaikan harga komoditas, pertambangan, dan minyak memberi harapan adanya peluang kenaikan ekspor yang bisa ikut mengerek pertumbuhan kredit. Disamping itu penyaluran kredit perbankan di luar kredit infrastruktur akan tertolong karena trickle down effect dari meningkatnya penyaluran kredit infrastruktur. Dengan akan berakhirnya relaksasi kebijakan restrukturisasi kredit yang dikeluarkan OJK pada bulan Agustus 2017, perbankan perlu memikirkan strategi baru untuk bisa menekan pertumbuhan kredit bermasalah dan menghindari penurunan kinerja. Relaksasi kebijakan restrukturisasi kredit lebih dini yang dikeluarkan oleh OJK tersebut sejatinya lebih bersifat sementara guna mendorong optimalisasi fungsi intermediasi perbankan dan pertumbuhan ekonomi. Berakhirnya kebijakan 20 tersebut bisa berimplikasi pada lebih rendahnya pertumbuhan kredit, mengingat bank akan lebih mengetatkan lagi penyaluran kredit baru untuk memitigasi risiko kredit. Likuiditas perbankan hingga April 2017 belum terlihat ada tekanan yang berarti. Hal ini ditandai dengan stabilnya rasio kredit terhadap simpanan atau LDR di level 89,50%. Stabilnya rasio LDR didorong oleh pertumbuhan dana pihak ketiga yang lebih tinggi dari pertumbuhan kredit. Kondisi ini diperkirakan akan bertahan hingga akhir tahun 2017. Terdapat pola dinamis dimana pertumbuhan kredit akan mengalami deselerasi pada awal kuartal 2 dan kembali meningkat di bulan berikutnya, namun dengan pertumbuhan DPK yang diperkirakan masih di atas pertumbuhan kredit maka tekanan pada likuiditas masih terkendali. Melonggarnya likuiditas juga terjadi pada mata uang valas, dimana pertumbuhan simpanan valas mengikuti pertumbuhan kredit valas. Seiring dengan semakin membaiknya nilai tukar rupiah dan neraca perdagangan, permintaan kredit valas juga ikut meningkat. Suksesnya program tax amnesty juga ikut mendorong simpanan valas meningkat karena inflow dana tax amnesty serta portofolio. Sampai dengan periode April 2017, rasio LDR valas berada pada level 87,11%. Sumber: OJK Gambar 15. Dinamika Likuiditas Tren pertumbuhan total dana pihak ketiga (DPK) di tahun 2017 memperlihatkan grafik yang terus meningkat, meski pertumbuhan di periode April 2017 sebesar 9,87% (yoy) sedikit menurun 15 bps dibanding pertumbuhan bulan sebelumnya. Pertumbuhan tabungan di bulan April 2017 masih mencatatkan angka relatif tertinggi yakni sebesar 10,26% (yoy) dibandingkan instrumen simpanan lainnya. Meningkatnya pertumbuhan tabungan di tahun 2016 dibandingkan pertumbuhan tabungan 2 (dua) tahun terakhir cukup menggembirakan di tengah kondisi perekonomian yang belum bisa melaju kencang. 21 Sumber: CEIC dan OJK Gambar 16. Pertumbuhan Komponen Dana Pihak Ketiga dan Valuta Asing Sementara dari segi komposisi terhadap dana pihak ketiga, deposito masih memiliki porsi terbesar dengan kecenderungan menurun dibanding dengan alternatif pendanaan lainnya yakni sebesar 46% pada posisi April 2017. Hal tersebut dikarenakan pertumbuhan deposito yang terus menurun dari tahun 2014 sampai dengan periode September 2016 yang mulai kembali meningkat hingga saat ini. Simpanan deposito di bulan April 2017 meningkat sebesar 9,20% (yoy) atau naik 63 bps dari pertumbuhan bulan sebelumnya. Pertumbuhan giro pada bulan April 2017 kembali meningkat menjadi sebesar 10,72% (yoy) setelah dalam 3 bulan terakhir dalam tren menurun. Diperkirakan meningkatnya kredit modal kerja menjadi pendorong pertumbuhan giro. Para pelaku usaha sepertinya masih menahan likuiditas, mengingat peningkatan kapasitas produksi tentunya belum akan bisa diserap oleh pasar sepenuhnya yang memang sedang lesu. Kami melihat adanya kebutuhan dana valas yang cukup besar yang tercermin dari naiknya suku bunga pasar (SBP) rata-rata valas dan suku bunga maksimum valas dalam 2 bulan terakhir. Stabilnya nilai tukar rupiah dengan banyaknya proyek infrastruktur pemerintah bisa jadi mendorong kebutuhan valas yang meningkat. Meski demikian kami perkirakan potensi risiko likuiditas dana valas cenderung stabil dengan potensi pengetatan yang terbatas. Untuk suku bunga pasar simpanan rupiah masih dalam kecenderungan melandai dengan penurunan yang terbatas. Untuk SBP rata-rata simpanan Rupiah turun sebesar 8 bps, dan untuk SBP maksimum turun 11 bps. Masih berlanjutnya penurunan suku bunga simpanan rupiah diperkirakan untuk mengimbangi kenaikan biaya provisi di perbankan yang masih tinggi. Pertumbuhan laba perbankan di April 2017 sebesar 7,71% (yoy) cenderung flat dibanding pertumbuhan bulan sebelumnya. Dengan tren penurunan suku bunga simpanan yang dilakukan perbankan bisa menekan biaya bunga sebesar 3,8% (yoy), namun untuk keseluruhan biaya bunga di April 2017 terjadi kenaikan yang cukup tinggi karena pos biaya bunga lain-lain yang naik cukup besar. Walaupun pertumbuhan laba telah berada dalam teritori positif tetapi belum bisa dikatakan sustain, karena masih tingginya biaya provisi. 22 Sumber: LPS Gambar 17. Suku Bunga Pasar Rupiah dan Valas Perlu menjadi perhatian juga adalah menurunnya margin penyaluran kredit yang hanya tumbuh sebesar 1,4% (yoy) dibandingkan rata-rata 7% dalam 3 tahun terakhir. Kami perkirakan dari tren penurunan suku bunga kredit hingga melambatnya pertumbuhan kredit menjadi sumber turunnya marjin. Disamping itu kemungkinan pendapatan bunga yang tidak bisa di-accrue dari kredit restrukturisasi bisa juga menjadi sumber penyebabnya. Sumber: CEIC, OJK, diolah Gambar 18. Profitabilitas Perbankan Dengan melihat prospek bisnis kedepan yang masih rentan, terutama dari ketidakpastian global political risk, perbankan diharapkan tetap memperhatikan segi pendanaan dan penyaluran 23 kredit pada sektor industri yang memiliki nilai tambah tinggi bagi pertumbuhan perekonomian untuk menjaga performa yang sustainable. Meningkatnya peringkat utang luar negeri Indonesia menjadi investment grade bisa menjadi peluang bagi perbankan untuk menurunkan cost of fund sehingga bisa menurunkan suku bunga pinjaman ke arah yang lebih optimal untuk menjaga kinerja. 24 Update Indeks Stabilitas Perbankan Indeks Stabilitas Perbankan (Banking Stability Index) Hendra Syamsir Angka Banking Stability Index (BSI) untuk periode bulan Mei 2017 mengalami sedikit penurunan sebesar 1 bps, dari 99,62 di bulan April 2017 menjadi 99,61 di bulan Mei 2017. Berdasarkan angka BSI tersebut, risiko industri perbankan Indonesia masih berada dalam kondisi Normal. Angka sementara Banking Stability Index (BSI) untuk periode bulan Mei 2017 cenderung stabil. BSI mengalami penurunan sebesar 1 bps, dari 99,62 di bulan April 2017 menjadi 99,61 di bulan Mei 2017. Sedikit penurunan yang terjadi pada BSI di bulan Mei 2017 dipicu oleh penurunan yang terjadi pada Sub Indeks Market Pressure (MP), sementara Sub Indeks Credit Pressure (CP) dan Sub Indeks Interbank Pressure (IP) mengalami peningkatan. Sub Indeks MP mengalami penurunan 8 bps dari 99,92 di bulan April 2017 menjadi 99,84 di bulan Mei 2017, sementara Sub Indek CP mengalami peningkatan sebesar 19 bps dari 99,08 di bulan Maret 2017 menjadi 99,27 di bulan April 2017 dan Sub Indeks IP mengalami peningkatan sebesar 46 bps dari 99,42 di bulan Maret 2017 menjadi 99,87 di bulan April 2017. Angka BSI pada bulan Mei 2017 yang berada pada level 99,61 menunjukkan kondisi risiko industri perbankan Indonesia berada dalam kondisi “Normal”. Sumber: LPS Gambar 19. Banking Stability Index (BSI) dan Sub Indeks Credit Pressure (CP) Rasio Gross NPL pada bulan April 2017 mengalami peningkatan sebesar 3 bps dari 3,04% pada bulan Maret 2017 menjadi 3,07% pada April 2017. Angka NPL pada bulan April 2017 relatif masih cukup tinggi jika dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun 2016 yang sebesar 2,93%. Sektor komersial dan pertambangan tercatat masih menjadi penyumbang NPL sampai dengan bulan April 2017. Meskipun NPL pada bulan April 2017 mengalami peningkatan, namun perbankan masih dinilai cukup kuat karena rasio kecukupan modal yang masih tinggi yaitu sebesar 22,79% pada bulan April 2017 atau masih di atas batas 8%. Dari sisi likuiditas, LDR industri pada bulan April 2017 mengalami peningkatan sebesar 38 bps dari 89,12% pada bulan Maret 2017 menjadi 89,50% pada bulan April 2017. Pada bulan April 2017 ini terjadi kenaikan kredit MoM 0,38% sedangkan DPK MoM mengalami penurunan sebesar 0,04%. Pertumbuhan kredit pada bulan April 2017 disumbang dari pertumbuhan kredit rupiah sebesar 9,67% dan kredit valas sebesar 7,25%. Adapun, berdasarkan sektor, peningkatan kredit dipicu oleh 26 kenaikan permintaan kredit sektor pertanian, listrik, dan konstruksi. Sementara, segmentasinya memperlihatkan kenaikan permintaan kredit korporasi dan konsumsi. Pada bulan April 2017, ROE perbankan berada pada level 15,06% menurun sebesar 14 bps bila dibandingkan dengan bulan Maret 2017 yang berada pada level 15,20%. Penurunan nilai ROE bulan April 2017 didukung oleh menurunnya profit perbankan sebesar 1%. Penurunan nilai ROE juga dipicu oleh peningkatan nilai NPL pada bulan April 2017. Meskipun mengalami penurunan, ROE pada bulan April 2017 masih lebih tinggi dibandingkan dengan nilai ROE pada bulan April 2016 yang sebesar 14,84%. Suku bunga kredit pinjaman untuk kredit modal kerja dan kredit investasi pada bulan April 2017 mengalami peningkatan, sedangkan untuk kredit konsumsi stabil di angka yang sama dengan bulan Maret 2016. Suku bunga kredit modal kerja meningkat 1 bps dari 11,19% pada bulan Maret 2017 ke 11,20% pada bulan April 2017 dan suku bunga kredit pinjaman untuk investasi juga mengalami peningkatan sebesar 5 bps dari 11,05% pada bulan Maret 2017 menjadi 11,10% pada bulan April 2017. Sementara suku bunga kredit pinjaman untuk konsumsi pada bulan April 2017 stabil di angka 13,48%. Penempatan dana antar bank riil pada bulan April 2017 mengalami peningkatan dari 122.808,52 di bulan Maret 2017 menjadi 129.844,62. Disisi Jibor O/N, meskipun ada sedikit trend peningkatan namun masih relatif stabil pada kisaran level 4,30%. Sumber: LPS Gambar 20. Sub Indeks Interbank Pressure (IP) dan Market Pressure (MP) Pada akhir Mei 2017, Sub Indeks MP mengalami penurunan. Penurunan pada Sub Indeks MP disebabkan oleh peningkatan performa pada keseluruhan komponen pembentuk Sub Indeks MP. Nilai kurs tengah Rupiah terhadap Dolar AS mengalami sedikit apresiasi dari 13.327 di bulan April 2017 menjadi 13.321 di bulan Mei 2017, nilai ini jauh lebih baik jika dibandingkan dengan nilai di bulan Mei 2016 yang menyentuh angka 13.615. Di sisi pasar hutang, terjadi penurunan Imbal Hasil Obligasi Pemerintah bertenor 10 tahun dari 7,048 di bulan April 2017 menjadi 6,953 di bulan Mei 2017. Penurunan Imbal Hasil obligasi Pemerintah ini salah satunya disebabkan oleh meningkatnya sovereign credit rating Indonesia menjadi BBB-/A-3 dengan outlook stabil. Dengan demikian, menurut Standard & Poor's (S&P) Indonesia telah memperoleh peringkat “Investment Grade”. Mesikipun mengalami penurunan, namun jika dibandingkan dengan negara-negara berperingkat sama yakni BBB- dengan outlook stabil, Indonesia menawarkan yield surat utang yang paling tinggi. 27 IHSG pada penutupan akhir bulan Mei 2017 mengalami peningkatan bila dibandingkan dengan penutupan akhir bulan April 2017. Angka IHSG mengalami peningkatan sebesar 52.85 poin dari level 5.685,30 pada akhir bulan April 2017 menjadi 5.738,16 pada akhir bulan Mei 2017. Angka Indeks pada bulan Mei 2017 ini secara YoY naik 20% jika dibandingkan dengan bulan Mei 2016. Menguatnya IHSG seiring dengan capital inflow yang masih kuat di Indonesia. 28 PENGARAH Fauzi Ichsan, Didik Madiyono KOORDINATOR Moch. Doddy Ariefianto, Hendra Syamsir, Seno Agung Kuncoro ANALIS Ahmad Subhan, Seto Wardono, Dienda Siti Rufaedah Laporan Perekonomian dan Perbankan ini dipublikasikan dalam rangka pelaksanaan fungsi Lembaga Penjamin Simpanan untuk turut aktif dalam memelihara stabilitas sistem perbankan. Tujuan penerbitan laporan ini adalah untuk meningkatkan wawasan dan kewaspadaan publik terhadap berbagai potensi risiko perekonomian dan sistem keuangan ke depan. Laporan Perekonomian dan Perbankan ini memuat hasil monitoring dan analisis Lembaga Penjamin Simpanan mengenai perkembangan ekonomi makro, pasar keuangan, perbankan, industri, dan indeks stabilitas perbankan Pendapat / Saran / Komentar dapat ditujukan kepada : Group Risiko Perekonomian dan Sistem Keuangan Direktorat Penjaminan dan Manajemen Risiko Equity Tower lantai 39 Sudirman Central Business District (SCBD) Lot 9 Jalan Jend. Sudirman Kav. 52-53 Jakarta 12190 Telp : +62 21 515 1000 ext 340 Email : [email protected] Website : www.lps.go.id 29 Lampiran Proyeksi Besaran Ekonomi Makro dan Perbankan Terpilih Variabel 2013 2014 2015 2016 2017P 2018P PDB Nominal (Triliun Rp) 9.546 10.570 11.532 12.407 13.800 15.366 PDB Nominal (Miliar US$) 916 890 861 933 1.036 1.144 PDB Riil (% y/y) 5,6 5,0 4,9 5,0 5,1 5,3 Inflasi (akhir periode, % y/y) 8,1 8,4 3,4 3,0 4,4 4,0 Variabel Kunci Inflasi (rata-rata, % y/y) 6,4 6,4 6,4 3,5 4,1 4,1 USD/IDR (akhir periode) 12.189 12.440 13.795 13.436 13.300 13.450 USD/IDR (rata-rata) 10.452 11.879 13.392 13.307 13.350 13.450 7,50 7,75 - - - - BI Rate (akhir periode) BI 7-Day Reverse Repo Rate (akhir periode) Surplus/Defisit Fiskal (% PDB) (2,2) (2,2) 7,50 6,25 4,75 4,75 5,00 (2,5) (2,5) (2,5) (2,5) Sustainabilitas Eksternal Ekspor Barang (% y/y) (2,8) (3,7) (14,9) (3,1) 6,7 7,2 182,1 175,3 149,1 144,4 154,2 165,2 (1,3) (4,5) (19,7) (4,5) 4,9 7,5 Impor (Miliar US$) 176,3 168,3 135,1 129,0 135,3 145,4 Neraca Berjalan (Miliar US$) (29,1) (27,5) (17,5) (16,9) (19,3) (24,2) Ekspor Barang (Miliar US$) Impor (% y/y) Neraca Berjalan (% PDB) (3,1) (3,1) (2,0) (1,8) (1,9) (2,1) Cadangan Devisa (Miliar US$) 99,4 114,3 105,9 116,4 128,8 138,2 Utang Luar Negeri (% PDB) 29,1 32,9 36,1 34,0 33,5 32,3 Konsumsi Swasta 5,5 5,3 4,8 5,0 5,1 5,2 Konsumsi Pemerintah 6,7 1,2 5,3 (0,1) 6,2 7,0 Pembentukan Modal Tetap Bruto 5,0 4,4 5,0 4,5 5,2 6,0 Ekspor Barang dan Jasa 4,2 1,1 (2,1) (1,7) 5,6 6,1 Impor Barang dan Jasa 1,9 2,1 (6,4) (2,3) 3,5 5,1 Sektor Primer 3,5 2,6 0,8 2,4 3,2 3,4 Sektor Sekunder 4,4 4,6 4,3 4,3 4,5 5,0 Sektor Tersier 6,3 6,2 5,5 5,5 5,8 6,3 1 Tahun 5,7 6,9 7,3 6,7 6,1 6,1 3 Tahun 5,9 7,6 7,9 7,4 6,8 7,0 5 Tahun 6,0 7,9 8,1 7,4 6,8 7,2 10 Tahun 6,5 8,2 8,2 7,6 7,1 7,5 20 Tahun 7,3 8,7 8,5 8,0 7,7 8,1 Pinjaman 21,6 11,6 10,4 7,9 9,2 10,0 Dana Pihak Ketiga 13,6 12,3 7,3 9,6 7,2 7,6 Loan to Deposit Ratio (%) 89,9 89,3 92,0 90,5 92,1 94,1 PDB Riil menurut Pengeluaran (% y/y) PDB Riil menurut Industri (% y/y) Yield SUN Rupiah (rata-rata, %) Perbankan (% y/y) Sumber: LPS 31 Jadwal Rilis Data dan Peristiwa Penting 1 Juli - 31 Juli 2017 Negara Tanggal Indikator/Peristiwa Amerika Serikat 6-Juli-17 Rapat FOMC 7-Juli-17 Tingkat Pengangguran Juni 2017 14-Juli-17 Inflasi Juni 2017 3-Juli-17 Tingkat Pengangguran Mei 2017 6-Juli-17 Rapat Bank Sentral 14-Juli-17 Neraca Perdagangan Mei 2017 18-Juli-17 Inflasi Juni 2017 20-Juli-17 Neraca Perdagangan Juni 2017 20-Juli-17 Bunga Acuan 28-Juli-17 Inflasi Juni 2017 3-Juli-17 Neraca Perdagangan Juni 2017 26-Juli-17 Bunga Acuan 28-Juli-17 Tingkat Pengangguran Juni 2017 6-Juli-17 Inflasi Juni 2017 12-Juli-17 Neraca Perdagangan Mei 2017 19-Juli-17 Tingkat Pengangguran Juni 2017 28-Juli-17 Bunga Acuan 10-Juli-17 Neraca Perdagangan Juni 2017 12-Juli-17 Inflasi Juni 2017 10-Juli-17 Inflasi Juni 2017 13-Juli-17 Neraca Perdagangan Juni 2017 17-Juli-17 PDB 2Q17 19-Juli-17 Inflasi Juni 2017 20-Juli-17 Bunga Acuan 25-Juli-17 Tingkat Pengangguran 2Q17 3-Juli-17 Inflasi Juni 2017 17-Juli-17 Neraca Perdagangan Juni 2017 20-Juli-17 Bunga Acuan Zona Euro Jepang Brazil Rusia India China Afrika Selatan Indonesia Sumber: LPS 32 www.lps.go.id