BAB V SIMPULAN DAN SARAN Kemampuan teknologi informasi dan komunikasi dalam dasa warsa terakhir ini telah mengubah tatanan kehidupan, pola bisnis, perilaku bisnis masyarakat, dan aspekaspek kehidupan lainnya. Perkembangan yang cepat di bidang multimedia telah menyebabkan adanya pergeseran paradigma kehidupan manusia. Transaksi-transaksi bisnis yang secara konvensional menganut konsep jarak, waktu dan tempat, kini telah berubah menjadi transaksi tanpa batas. Kemajuan yang dicapai oleh suatu masyarakat akan selalu meningkat, seiring dengan tingkat perkembangan sosial budaya, teknologi komunikasi dan informasi. Hal demikian berlangsung timbal-balik, sehingga tingkat kemajuan masyarakat akan juga menghasilkan suatu sosial budaya baru, teknologi yang lebih maju, dan informasi yang lebih beragam. Semakin maju masyarakat, maka semakin tinggi tingkat tuntutan terhadap pemerintah yang profesional dan lebih open management, yang mampu memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat dalam bidang legal formal, sarana publik dan informasi. Adanya tuntutan publik untuk mendapatkan pelayanan yang lebih baik dan layak, telah membuat hampir setiap Negara termasuk Indonesia, menyadari bahwa modernisasi pemerintahan, sentuhan teknologi merupakan hal mutlak yang tidak dapat ditawar-tawar lagi. Kaitannya dengan keberadaan progam pengadaan teknologi informasi dalam upaya mendukung dunia bisnis atau industri, belum begitu terintegrasi dalam satu sistem yang berkelanjutan dan cakupannya nasional. Ini terlihat dari belum 103 maksimalnya program pemerintah yang secara khusus mengatur pola pemasaran melalui pemanfaatan internet/website hanya baru berfokus pada peningkatan design produk dalam menunjang perkembangan industri kreatif Indonesia dengan terbentuknya badan nasional. Program penerapan teknologi informasi dalam dunia bisnis terutama dalam perluasan pasar biasanya diinisiasi secara mandiri oleh masingmasing departemen termasuk pemerintah daerah, Belum lagi inefisiensi akses internet dalam program internet kecamatan, ini diakibatkan tidak berfokusnya konten pendukung yang berfungsi meningkatkan produktifitas masyarakat terutama bagi pelaku bisnis. Secara umum dapat disimpulkan tidak dapat dipungkiri bahwa penetrasi pasar yang dilakukan oleh para pelaku industri, khususnya industri kecil kerajinan batik kayu, krebet Yogyakarta semakin meluas semenjak adanya sentuhan adopsi teknologi informasi dalam proses pemasaran yaitu melalui penggunaan website. Kedua, kecepatan dalam merespon permintaan konsumen dan adaptasi perubahan trend juga turut dirasakan oleh pelaku bisnis, sehingga produk-produk yang mereka hasilkan tetap dapat diminati dan bersifat up-to-date. Ketiga, pemotongan jalur distribusi produk hingga sampai ke konsumen (end user), juga secara tidak langsung dapat menekan efisiensi biaya produksi, dan meningkatkan margin keuntungan hingga 2 kali harga yang dijual di showroom, karena pelaku bisnis dapat dengan langsung mencantumkan harga dan berinteraksi langsung dengan pembeli, tanpa harus di monopoli oleh retailer. Lebih lagi, pembeli pasar online 104 memiliki karakter yang jarang melakukan tawar-menawar, sehingga lebih cenderung langsung membayar sesuai dengan harga yang telah dicantumkan. Selanjutnya, interaktivitas yang dibangun dengan pembeli lokal tidak menemui kendala, karena dapat dengan mudah berkomunikasi dan mendeskripsikan produk dengan menggunakan bahasa lokal atau nasional. Berbeda dengan pasar ekspor, sifat interaktivitasnya masih melalui agen distributor dan belum dapat langsung melakukan direct selling kepada end user. Keterbatasan pengetahuan bahasa asing, dan jalur ekspor yang belum begitu dipahami oleh pelaku bisnis kecil yang secara umum masih berkonsentrasi pada basis produksi, sedangkan orientasi pemasaran belum dilakukan dengan maksimal menjadi kendala tersendiri. Keterbatasan sumberdaya manusia untuk bisa mengurusi secara aktif portal online juga menjadi salah satu kendala. Secara garis besar, penetrasi pasar untuk konsumen asing sejauh ini masih didominasi oleh aktifitas transaksi yang bersifat konvensional, seperti mendatangi langsung showroom atau pihak ketiga (agen). Fasilitasi yang diberikan oleh pemerintah juga menemui beberapa kendala. Pertama, pemerintah masih belum mampu mensinergikan secara aktif keterlibatan pihak swasta dalam hal penyediaan jasa (website dan internet), transfer ilmu maksimalisasi pemanfaatan teknologi informasi dalam dunia bisnis juga ketersediaan fasilitas pendukung seperti laptop, kamera dan alat elektronik lain serta software dalam menjamin kecepatan akses, berpengaruh pada interaktivitas yang dibangun. Tingginya animo masyarakat untuk mengakses pasar online, sering tidak dibarengi dengan kecepatan processing software yang cenderung lambat. Tampilan website yang 105 monoton juga menjadi sebab pelaku bisnis memutuskan untuk secara mandiri menginduk ke portal pasar online lainnya dan bisa dengan leluasa men-design grafik sehingga membuat tampilan menjadi jauh lebih menarik. Kedua, semua aktor yang terlibat cenderung bergerak sendiri-sendiri. Pelaku bisnis sering melakukan kerjasama secara mandiri dengan universitas dalam hal pelatihan bahasa asing dan tidak dalam naungan satu sistem yang berkelanjutan. Bahkan, ketersediaan free wi-fi pun sudah tidak dilanjutkan oleh pemerintah sejak akhir 2013, sehingga ketika dilepas ke pelaku bisnis, mereka tidak bisa secara maksimal terus menjaga konsistensi ritme aktifitas perdagangan melalui TI, karena hanya bergantung dari swadaya masyarakat untuk pendanaan yang sifatnya tidak tetap. Akhirnya, hanya mereka yang memiliki stabilitas produksi yang mampu bertahan untuk tetap menggunakan TI. Masalah-masalah pokok tersebut terjadi karena program tidak terorganisasi. Oleh karena itu diperlukan suatu konsolidasi nasional yang berwenang untuk menentukan blueprint dan roadmap TIK Nasional, men-supervisi pelaksanaan program yang telah ditetapkan dan mengkoordinasi antar Kementerian. 106