Model Pengembangan Industri Perikanan Berbasis

advertisement
29
3 METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari - Desember 2009 dengan
tempat penelitian di Kota Makassar Sulawesi Selatan. Khususnya pada kawasan
pelabuhan perikanan atau kawasan industri perikanan.
Adapun kegiatan
penelitian meliputi:
1) Survei lokasi penelitian pada bulan April - Mei 2009 untuk merancang variabel
dan melakukan wawancara untuk mendapatkan data-data awal dari industri
perikanan yang ada di Kota Makassar.
2) Pengambilan data dari industri perikanan yang berkaitan dengan data-data
SEM yang dilakukan pada bulan Juni - November 2009 yang berlokasi di Kota
Makassar Sulawesi Selatan.
3.2 Tahapan Penelitian
Berdasarkan kerangka pemikiran dari rencana penelitian ini, maka tahapan
penelitian akan difokuskan pada deskripsi existing condition industri perikanan
yang ada saat ini di Kota Makassar. Selanjutnya menganalisis tentang industri
perikanan, pengaruh internal dan eksternal industri serta sumberdaya alam dan
lingkungan terhadap lingkungan industri perikanan, kebijakan pemerintah,
peranan pelabuhan perikanan yang ada di Kota Makassar sebagai basis
pengembangan industri perikanan dan daya saing industri perikanan.
Pengembangan model teoritis dilakukan dengan menggunakan analisis
SEM (Structural equation modelling) yaitu meliputi perancangan awal path
diagram, persamaan pengukuran (measurement model) dan persamaan stuktur
(structural model). Kemudian dilakukan uji kesesuaian, jika diterima maka akan
menghasilkan model industri perikanan yang berbasis pelabuhan perikanan,
kemudian akan dilihat prioritas strategi pengembangan industri perikanan yang
akan menjadi perhatian untuk dikembangkan di Kota Makassar. Untuk lebih
lengkapnya dapat dilihat pada Gambar 3.
30
Mulai
Survei Lapang, Studi Pustaka, Diskusi Pakar
Tentang Industri Perikanan
Pengembangan Konsep Model
Berdasarkan Teori dan Existing Condition
Kondisi
SD Alam & Lingk.
Kondisi
Internal Industri
Kondisi
Eksternal Industri
Kebijakan
Pemerintah
Analisis Kinerja
Industri Perikanan
ANALISIS SEM
Analisis Daya
Saing Industri
Analisis
Pelayanan Pelabuhan
KONDISI AWAL
Pengembangan
Konsep Model
TEORI
Analisis SEM (Path Diagram,
Measurement Model, Structural Model)
Tidak
Uji Kesesuain
Ya
Model Industri Perikanan
Berbasis Pelabuhan Perikanan
Prioritas Strategi
Pengembangan Industri Perikanan
SELESAI
Gambar 3 Tahapan penelitian yang diawali penentuan kondisi awal
dan diikuti dengan analisis SEM
31
3.3 Jenis dan Jumlah Data yang Dibutuhkan
Pengambilan data dilakukan kepada responden yang ada kaitannya dengan
industri perikanan yang memiliki karakteristik industri penangkapan ikan, industri
pengolahan dan pemasaran serta pengambil kebijakan. Jenis data yang diperlukan
dan dikumpulkan untuk dianalisis dalam penelitian ini adalah faktor (konstruk)
yang terkait dengan variabel yang diteliti pada industri perikanan yaitu: internal
industri, eksternal industri, sumberdaya alam dan lingkungan, lingkungan industri
perikanan, kinerja industri perikanan, kebijakan pemerintah, pelayanan pelabuhan
perikanan dan daya saing industri. Penetapan faktor (konstruk) tersebut melalui
kajian pustaka dinyatakan sebagai bentukan variabel dari masing-masing faktor
tersebut.
Ukuran sampel memegang peranan penting dalam estimasi dan interpretasi
hasil analisis SEM (Structural Equation Modelling). Hair et al. (1998) yang diacu
dalam Ferdinan (2002) mengatakan bahwa ukuran sampel yang sesuai adalah
antara 100-200. Bila ukuran sampel menjadi terlalu besar, misalnya lebih dari
400, maka metode menjadi sangat sensitif sehingga sulit untuk mendapatkan
ukuran-ukuran Goodness of Fit Index yang baik.
Jumlah data yang diambil mengacu pada teknik Maximum Likelihood
Estimation (ML), maka jumlah sampel yang dibutuhkan untuk penggunaan
analisis SEM berkisar antara 100 sampai 200 sampel.
Ukuran sampel ini
ditetapkan dengan pertimbangan syarat keterwakilan aspek kajian dan kebutuhan
analisis, teknik pengambilan sampel adalah purposive, random sampling.
Berdasarkan teknik ini, kemudian ditetapkan 150 orang responden yang diperoleh
dari jumlah total responden yang dianggap mewakili setiap responden, sebesar
10% dari setiap kelompok. Rincian pengelompokan responden adalah:
1) Pengambil kebijakan sebanyak 16 orang, yaitu: (pejabat dalam lingkungan
Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Sulawesi Selatan sebanyak 5 orang,
pejabat dalam lingkungan Dinas Kelautan dan Ketahanan Pangan Kota
Makassar sebanyak 5 orang, pengelola PPI Paotere sebanyak 2 orang (Kepala
PPI dan KTU), Polairud, kepala pasar ikan Rajawali, ketua HNSI cabang
Sulawesi Selatan dan ketua Ispikani cabang Sulawesi Selatan masing-masing 1
orang).
32
2) Pengusaha Perikanan sebanyak 19 orang, yaitu: (Pengusaha ekspor sebanyak 7
orang yang mewakili setiap jenis produksi, pengusaha lokal sebanyak 6 orang
dan pemilik modal (Juragan) sebanyak 6 orang dimana setiap orang mewakili
satu kecamatan yang wilayahnya berbatasan dengan pantai).
3) Pengusaha Pengumpul Ikan (Fish Carrier/Jolloro) sebanyak 20 orang, yaitu:
- Yang berdomisili di Makassar dengan jumlah sebanyak 97 orang dipilih
sebanyak 10 orang responden
- Yang berdomisili di luar Kota Makassar dalam Wilayah Provinsi Sulawesi
Selatan dipilih sebanyak 3 orang responden
- Yang berdomisili di luar Provinsi Sulawesi Selatan sebanyak 2 orang
responden yaitu dari Provinsi Kalimantan Timur dan dari Provinsi Sulawesi
Tenggara, karena nelayan kedua provinsi tersebut banyak mendaratkan hasil
tangkapannya di pelabuhan perikanan yang ada di Kota Makassar
- Pengumpul ikan di darat sebanyak 57 orang, dipilih sebanyak 5 orang
responden
4) Nelayan berdasarkan kelompok alat tangkap yang digunakan sebanyak 105
orang yang diperoleh dari jumlah total responden yang mewakili setiap
kelompok alat tangkap minimal sebesar 10%, yaitu:
- Pukat Kantong (payang/lampara, dogol/ cantrang, pukat pantai dengan
jumlah 170 unit) dipilih sebanyak 20 orang responden
- Pukat cincin (Purse Seine, Gae) dengan jumlah 64 unit dipilih sebanyak 10
orang responden yaitu:
a) Berdasarkan waktu operasi penangkapan ikan sebanyak 4 orang
responden, masing-masing 2 orang responden waktu operasi pada siang
hari dan 2 orang responden waktu operasi pada malam hari
b) Berdasarkan daerah penangkapan ikan yaitu sebanyak 6 orang
responden, masing-masing 2 orang responden yang melakukan operasi
penangkapan ikan di wilayah perairan Kota Makassar, 2 orang
responden yang melakukan operasi penangkapan ikan di luar wilayah
perairan Kota Makassar dan 2 orang responden yang melakukan operasi
penangkapan ikan di luar wilayah perairan provinsi Sulawesi Selatan
- Jaring insang (jaring hanyut, jaring lingkar, jaring klitik, jaring tetap/lanra,
jaring tiga lapis/trammel net dengan jumlah 383) dipilih sebanyak 30 orang
sebagai responden
33
- Jaring angkat (bagan rambo, bagan perahu, bagan tancap, serok dengan
jumlah 29 unit) dipilih sebanyak 5 orang responden
- Pancing (rawai tuna, rawai hanyut, rawai tetap, rawai dasar dengan jumlah
225 unit) dipilih sebanyak 15 orang responden
- Pancing lainnya (pancing tonda, pancing ulur, pancing tegak, pancing cumicumi dengan jumlah 332 unit) dipilih sebanyak 15 orang responden
- Perangkap (sero, bubu, lainnya dengan jumlah 198 unit) dipilih sebanyak 10
orang responden
3.4 Metode Pengumpulan Data
3.4.1 Pengumpulan data primer
Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer
adalah data yang diperoleh langsung dari sumber data yang terkait langsung
dengan penelitian. Pengumpulan data primer akan dilakukan dalam 2 jenis: yaitu
pengamatan langsung dan pengambilan data, konfirmasi dan pengecekan ulang
atas jawaban dari responden.
a) Pengamatan langsung
Metode ini digunakan untuk mengamati kegiatan yang akan diteliti secara
langsung dengan menggunakan daftar pertanyaan (kuesioner). Setelah mendapat
persetujuan dari pemilik atau pengelola perusahaan yang menjadi obyek
penelitian, kemudian dilakukan pengamatan secara langsung.
b) Pengambilan data responden
Pengambilan data responden dilakukan dengan dua tahap yaitu penentuan
kelompok sampel dan wawancara kepada responden.
Penentuan kelompok sampel
Penetapan kelompok industri dilakukan berdasarkan kriteria berikut:
industri perikanan tangkap, industri perikanan pengolahan, industri perikanan
pemasaran meliputi: (nelayan, pengelola perusahaan, pedagang pengumpul dan
pengambil kebijakan).
Untuk mendapatkan hasil yang proporsional dan
mendekati kebenaran dilakukan pengambilan sampel dengan cara purposive,
random sampling. Metode ini adalah cara pengambilan sampel dari masingmasing kelompok industri perikanan yang dilakukan secara acak untuk mewakili
34
kelompoknya. Responden yang dipilih adalah yang mengetahui secara internal
dan eksternal kondisi industri perikanan dan mampu memberikan jawaban dan
konfirmasi tentang pertanyaan yang diajukan.
Wawancara responden
Metode ini dilakukan dengan menggunakan daftar pertanyaan dan
langsung melakukan wawancara kepada responden yang terpilih sebagai sampel
penelitian.
Data dan informasi yang diperoleh adalah hasil tatap muka dan
wawancara langsung dengan responden.
Keberhasilan mendapatkan data dan
informasi tergantung pada situasi dimana wawancara dilaksanakan dan faktor
kemampuan dari si pewawancara. Jawaban pertanyaan dengan memilih angka
yang berskala 1-5 (Skala Likert), nilai tergantung dari banyaknya item yang
dipenuhi pada setiap pertanyaan yang diajukan kepada responden, dimana
semakin banyak item yang dipenuhi maka semakin baik nilainya. Nilai jawaban
menggunakan pernyataan yang kurang sampai sangat baik.
kurang
sangat baik
1
2
3
4
5
3.4.2 Pengumpulan data sekunder
Metode pengumpulan data sekunder yaitu data yang diperoleh dari
beberapa catatan yang dipublikasikan atau yang tidak dipublikasikan. Data ini
diperoleh dari lingkungan obyek penelitian maupun di luar obyek penelitian atau
instansi pemerintah setempat yang terkait, seperti Dinas Perikanan dan Kelautan
Provinsi Sulawesi Selatan, Dinas Kelautan dan Ketahanan Pangan Kota Makassar,
Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Selatan dan Badan Pusat Statistik Kota
Makassar dan instansi lainnya yang terkait.
3.5 Analisis Data
3.5.1 Pengolahan data awal
Pengolahan data awal merupakan pengolahan terhadap data-data dari
kondisi lokasi penelitian saat ini (existing condition) tentang keadaan industri
35
perikanan yang ada di Kota Makassar.
Pengolahan data melalui kegiatan
pengelompokan data yang sejenis, tabulasi dan lain-lain.
3.5.2 Analisis persamaan struktural
Menurut (Hair et al. 1998) ada beberapa langkah dalam penggunaan SEM
dengan rincian sebagai berikut:
1) Pengembangan model berdasarkan teori dan existing condition
Prinsip di dalam SEM adalah menganalisis hubungan kausal antar variabel
eksogen dan endogen, hubungan kausal apabila terjadi perubahan nilai di dalam
suatu variabel akan menghasilkan perubahan dalam variabel lain.
Solimun (2002) yang diacu dalam Mustaruddin (2010) mengatakan bahwa
langkah awal SEM adalah pengembangan model teoritis yang dimaksudkan untuk
mendapatkan justifikasi terhadap konsep-konsep yang dikembangkan, sehingga
model akhir yang diperoleh dapat dipertanggungjawabkan dan mendapat
kebenaran secara ilmiah. Dalam kaitan ini, peneliti dalam mengembangkan teori
harus melakukan serangkaian eksplorasi ilmiah melalui telaah pustaka yang
berkaitan, dan diskusi pakar menjadi hal penting untuk dilakukan guna
mendapatkan justifikasi atas model teoritis yang dikembangkan.
Dengan
demikian tanpa dilandasi teoritis yang kuat maka SEM tidak dapat digunakan, hal
ini disebabkan karena SEM tidak digunakan untuk menghasilkan sebuah model
melainkan digunakan untuk mengkonfirmasi model melalui data empirik.
Berdasarkan telaah pendahuluan, beberapa komponen yang berinteraksi
dalam pengembangan industri perikanan berbasis pelabuhan perikanan di Kota
Makassar, adalah internal industri, eksternal industri, sumberdaya alam dan
lingkungan, lingkungan industri perikanan, kinerja industri perikanan, kebijakan
pemerintah, pelayanan pelabuhan dan daya saing industri perikanan.
Analisis SEM dalam penelitian ini akan dikembangkan untuk melihat
terjadinya interaksi diantara komponen-komponen tersebut dan mengetahui
interaksi mana yang paling berperan dalam pengembangan industri perikanan
berbasis pelabuhan perikanan di Kota Makassar. Gambaran interaksi diantara
komponen tersebut kemudian diilustrasikan dalam rancangan awal path diagram.
36
2) Penyusunan rancangan path diagram
Penyusunan rancangan path diagram merupakan kegiatan penggambaran
interaksi antar komponen yang dikembangkan secara teoritis dan kemudian
menjadi konstruk penelitian. Dalam penggambaran ini, konstruk/faktor/variabel
laten penelitian tersebut harus dilengkapi dengan dimensi/variabel manifes.
Setelah model teoritis diuraikan pada langkah pertama maka dikembangkan path
diagram.
Model path diagram dalam kajian model pengembangan industri
perikanan berbasis pelabuhan perikanan di Kota Makassar Sulawesi Selatan
disajikan pada Gambar 4.
KINERJA
INDUSTRI PRK
INTERNAL
INDUSTRI
DAYA SAING
INDUSTRI PRK
LINGKUNGAN
INDUSTRI PRK
EKSTERNAL
INDUSTRI
PELAYANAN
PELABUHAN PRK
SDA &
LINGKUNGAN
KEBIJAKAN
PEMERINTAH
Gambar 4 Hubungan antar faktor pada rancangan path diagram
Komponen yang berupa konstruk/variabel laten pada diagram di atas dapat
dibedakan menjadi 2 kelompok konstruk yaitu konstruk eksogen dan konstruk
endogen. Konstruk eksogen (independent variable) adalah variabel independen
yang mempengaruhi variabel dependen.
Pada model SEM, variabel eksogen
ditunjukkan dengan adanya anak panah yang berasal dari variabel tersebut menuju
ke variabel endogen.
Variabel endogen adalah variabel dependen yang
dipengaruhi oleh variabel independen (eksogen).
Pada model SEM, variabel
eksogen ditunjukkan dengan adanya anak panah yang menuju pada variabel
tersebut.
37
Penelitian ini akan menguji ada tidaknya pengaruh-pengaruh diantara
kedelapan faktor yang telah ditentukan di atas. Adapun rincian definisi setiap
faktor disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Definisi dari masing-masing faktor
Faktor
Definisi
Internal industri
Kegiatan atau usaha yang dilakukan untuk mencapai
tujuan dengan menggunakan atau mengkoordinasikan
kegiatan orang lain.
Eksternal industri
Faktor di luar industri yang menjadi obyek utama
penelitian, yang mempengaruhi kinerja industri baik
langsung maupun tidak langsung.
Sumberdaya alam dan Keadaan sumberdaya alam biasanya dilihat dari
lingkungan
ketersediaan sumberdaya ikan, keadaan daerah
penangkapan ikan serta energi pendukung.
Lingkungan
perikanan
industri Industri dan pemasok akan berada dalam suatu
lingkungan makro yang dapat menciptakan peluang
dan ancaman (Kotler 1997).
Kinerja
perikanan
industri Ukuran keberhasilan industri, biasanya dilihat dari
nilai keuangan, pemasaran, daya serap tenaga kerja
Kebijakan pemerintah
Pelayanan
perikanan
Daya saing
Keputusan yang dikeluarkan pemerintah dalam upaya
memberikan pelayanan umum kepada pengguna jasa
di bidang perikanan.
pelabuhan Pengguna jasa pelabuhan yang berorientasi pada
efisiensi, transparansi dan memberikan dampak positif
bagi perkembangan usaha perikanan.
Kemampuan suatu produk dalam memasuki pasar
untuk memenuhi kebutuhan dan memberikan
kepuasan pelanggan.
Penjelasan dari 8 faktor tersebut yaitu: Internal Industri (II), Eksternal
Industri (EI), Sumberdaya Alam dan Lingkungan (SAL), Lingkungan Industri
Perikanan (LIP), Kinerja Industri Perikanan, Kebijakan Pemerintah (KP),
Pelayanan Pelabuhan (PLP) dan Daya Saing Industri Perikanan (DIP) yang
digunakan sebanyak 33 variabel, dari masing-masing variabel diberi nilai.
Pemberian nilai variabel menggunakan skala Likert (skala 1 sampai 5).
38
3) Konversi diagram alir ke dalam persamaan
Setelah digambarkan dalam sebuah diagram pada langkah kedua, maka
langkah berikutnya dilakukan konversi kedalam rangkaian persamaan. Persamaan
yang dibangun ada dua macam:
a) Persamaan struktural
Persamaan ini menyatakan hubungan kausalitas antara berbagai konstruk
sebagai berikut:
Faktor endogen = Faktor eksogen + Error
Persamaan strukturnya adalah sebagai berikut:
Y1 = β1 Y2 + β2 Y3 + β3 Y4 + β4 Y5 + δ1
.......................................... (1)
Dimana:
Y1
= Faktor endogen
Y 2 ,Y 3 ,Y 4 ,Y 5 = Faktor eksogen
β
= Bobot regresi (regression weigth)
δ
= Disturbance term (error)
b) Persamaan spesifikasi model pengukuran
Pada spesifikasi ini peneliti akan menentukan variabel mana mengukur
faktor (konstruk) serta menentukan serangkaian matrik yang menunjukkan
korelasi yang dihipotesakan antar konstruk atau faktor. Persamaan untuk model
pengukuran dapat digambarkan sebagai berikut:
Variabel 1 (X 1 ) = λ 1 Y 1 + ε 1 .................................................................
(2)
Variabel 1 (X 2 ) = λ 2 Y 2 + ε 2 ................................................................
(3)
Variabel 1 (X 3 ) = λ 3 Y 3 + ε 3 .................................................................
(4)
Dimana:
X 1 , X 2 , X 3 = Variabel yang disurvei
λ
= Loading Factor
ε
= Error
4) Pemilihan matrik input dan estimasi model
39
SEM hanya menggunakan matrik kovarians atau matrik korelasi sebagai
data input untuk keseluruhan estimasi yang dilakukan.
SEM pada awalnya
sebagai alat analisis yang berbasis pada matrik kovarians.
Matrik kovarians
digunakan karena memiliki keunggulan dalam menyajikan perbandingan yang
valid antara populasi yang berbeda atau sampel yang berbeda, hal ini tidak dapat
digunakan analisis korelasi.
Menurut Kline et al. (2001) yang diacu dalam
Kusyanto (2006) menyarankan agar menggunakan matrik kovarians pada saat
pengujian teori, sebab kovarians lebih memenuhi asumsi metodologi dan
merupakan bentuk data yang lebih sesuai untuk memvalidasi hubungan kausalitas.
5) Antisipasi munculnya masalah identifikasi
Salah satu masalah yang dihadapi dalam penggunaan estimasi model
kausal ini adalah terletak pada masalah ketidakmampuan dari model yang
dikembangkan untuk menghasilkan estimasi model yang baik.
Gejala yang
muncul pada problem identifikasi adalah sebagai berikut:
1) Standar error untuk satu atau beberapa koefisien adalah sangat besar
2) Program tidak menghasilkan matrik informasi yang seharusnya disajikan
3) Muncul angka-angka yang aneh seperti adanya varian error yang negatif
4) Munculnya korelasi yang sangat tinggi antara koefisien estimasi yang didapat
(nilai lebih dari 0,9).
Langkah-langkah untuk menguji ada tidaknya problem identifikasi adalah
sebagai berikut:
1) Model diestimasi berulang-ulang, dan setiap estimasi dilakukan dengan
menggunakan starting value yang berbeda-beda. Bila ternyata hasilnya adalah
model tidak konvergen pada titik yang sama setiap kali re-estimasi dilakukan.
2) Model dicoba diestimasi, kemudian angka koefisien dari salah satu variabel
dicatat, berikutnya koefisien itu ditentukan sebagai sesuatu yang fix pada faktor
atau variabel kemudian dilakukan estimasi ulang. Apabila estimasi ulang ini
overall fit indeknya berubah total dan berbeda sangat besar dari sebelumnya
diduga ada masalah pada identifikasi.
muncul
masalah
pada
identifikasi
Disarankan apabila setiap estimasi
ini,
maka
model
ini
sebaiknya
dipertimbangkan ulang dengan mengembangkan lebih banyak konstruk.
40
6) Evaluasi kriteria goodness of fit
Tahapan ini merupakan kegiatan mengevaluasi kesesuaian model yang
dibuat menggunakan berbagai kriteria Goodness of Fit Index. Secara garis besar
tahapan ini terdiri dari 3 kegiatan besar, yaitu; 1) evaluasi data (digunakan untuk
mengetahui apakah data telah memenuhi asumsi-asumsi SEM atau tidak yang
meliputi evaluasi ukuran sampel, normalitas, outliers, dan lain-lain), 2) uji
kesesuaian dan uji statistik dan 3) effect analysis.
Peneliti harus menggunakan indikator-indikator goodness of fit dalam menilai
fit suatu model, namun peneliti tidak boleh hanya menggunakan satu indeks atau
beberapa indeks saja untuk menilai suatu model fit, akan tetapi harus
mempertimbangkan seluruh indeks (Bentler 1990). Wijaya (2010) mengatakan
ada sebanyak 38 program makro untuk menampilkan statistik Goodness of Fit
dalam Amos, namun penggunaan indeks dalam suatu penelitian hanya bisa
digunakan beberapa saja, karena semakin banyak indeks yang digunakan akan
mempengaruhi nilai-nilai goodness of fit lainnya.
Berikut disajikan beberapa
indeks sebagai kriteria goodness of fit (Ghozali dan Fuad 2005).
1) Chi-square (X2)
Tujuan pengujian Chi-square adalah untuk mengetahui apakah matriks
kovarians sampel berbeda secara signifikan dengan matriks kovarians
estimasi (Santoso 2007). Menurut Ghozali (2005), chi-square merupakan
ukuran mengenai buruknya fit suatu model. Nilai Chi-square diharapkan
kecil, apabila nilainya sebesar 0 (nol) menunjukkan bahwa model memiliki fit
yang sempurna (perfect fit), uji ini digunakan untuk mengukur overall fit atau
kesesuaian model yang dibangun dengan data yang tersedia. Semakin kecil
nilai chi-square, semakin baik model itu (karena dalam uji beda chi-square,
X 2 = 0, berarti benar-benar tidak ada perbedaan, H 0 , diterima).
2) Probabilitas signifikansi (significant probability)
Probabilitas digunakan untuk memperoleh penyimpangan (deviasi) besar
sebagaimana ditunjukkan oleh nilai chi-square, sehingga nilai chi-square
yang signifikan (kurang dari 0.05) menunjukkan bahwa data empiris yang
diperoleh memiliki perbedaan dengan teori yang telah dibangun berdasarkan
structural equation modelling.
Nilai probabilitas adalah signifikan (p =
41
0.05). Apabila hasil analisis didapat lebih besar dari p = 0.05 maka model
dikatakan tidak fit.
3) RMSEA (root mean square error of approximation)
RMSEA merupakan indikator model fit yang paling informatif. Hipotesis
dapat diterima apabila hasil evaluasi menunjukkan angka RMSEA lebih kecil
atau sama dengan 0.08 adalah good fit, sedang RMSEA < 0.05 adalah close
fit (Joreskog dan Sorbon 2005).
4) CFI (comparative fit index)
CFI merupakan index yang menunjukkan tingkat fit-nya model yang
dibangun.
Index ini pada dasarnya membandingkan angka NCP (non
centrality parameter) pada berbagai model. Nilai berkisar antara 0-1. Suatu
model dikatakan good fit apabila hasil analisis memiliki nilai CFI > 0.90,
sedang 0.80 < CFI < 0.90 adalah marginal fit (Wijanto 2008).
5) IFI (incremental fit index)
Nilai berkisar antara 0-1. Suatu model dikatakan fit apabila nilai IFI lebih
besar atau sama dengan 0.90, sedang 0.80 < IFI < 0.90 adalah marginal fit
(Wijanto 2008)
6) GFI (goodness of fit indices)
GFI merupakan suatu ukuran mengenai ketepatan model dalam menghasilkan
observed matriks kovarians. Untuk menghasilkan model yang fit nilai GFI
antar 0 sampai 1. GFI > 0.90 adalah good fit, sedang 0.80 < GFI < 0.90
adalah marginal fit (Wijanto 2008)
7) AGFI (adjusted goodness of fit index)
AGFI adalah sama seperti GFI, tetapi telah menyesuaikan pengaruh degree of
freedom pada suatu model (Ghozali 2005).
Secara teoritis nilai AGFI
berkisar antara 0 (poor fit) sampai 1 (perfect fit) , dengan nilai lebih tinggi
adalah lebih baik. AGFI > 0.90 adalah good fit, sedang 0.80 < AGFI < 0.90
adalah marginal fit (Wijanto 2008).
8) PGFI ( parsimony goodness of fit index)
42
Spesifikasi ulang dari GFI, dimana nilai lebih tinggi menunjukkan parsimoni
yang lebih besar. Ukuran ini digunakan untuk perbandingan model-model.
Nilai PGFI > 0.90 adalah good fit (Wijanto 2008).
Berdasarkan batasan dan kriteria untuk menilai suatu model di atas, maka
suatu model akan diuji melalui goodness of fit (Tabel 3).
Tabel 3 Goodness of fit statistics yang digunakan sebagai pedoman dalam menilai
fit-nya suatu model yang dianalisis
No.
Goodness of fit index
Cut-off value
1
2
3
4
5
6
7
8
Chi-square
Probability
RMSEA
CFI
IFI
GFI
AGFI
PGFI
Diharapkan kecil
> 0.05
< 0.08
> 0.90
> 0.90
> 0.90
> 0.90
> 0.90
Sumber: Wijanto (2008)
7) Modifikasi dan interpretasi model
Apabila langkah-langkah sebelumnya sudah dilaksanakan dan model
cukup baik maka langkah berikutnya dalam SEM melakukan interpretasi dan
modifikasi yaitu:
a) Interpretasi
Penggunaan SEM bukan untuk menghasilkan teori, tetapi menguji model
yang mempunyai pijakan teori yang benar dan baik. Berdasarkan pemikiran ini
maka interpretasi dari model dapat diterima atau tidak diperlukan kekuatan
prediksi dari model dibandingkan dengan residual yang dihasilkan.
Penggunaan standardized residual covariance matrik akan dihasilkan nilai
residual standar. Apabila interpretasi terhadap residual yang dihasilkan model
melalui pengamatan variabel mempunyai nilai residual standard lebih besar dari
besaran tertentu maka model dapat diterima sehingga tidak perlu dilakukan
modifikasi model.
b) Indeks modifikasi
43
Apabila model belum baik, perlu diadakan modifikasi dan di dalam
penggunaan indeks modifikasi ini adalah sebagai pedoman untuk melakukan
modifikasi terhadap model yang diujikan dengan syarat harus terdapat justifikasi
teoritis yang cukup kuat untuk modifikasi. Revisi model melalui suatu modifikasi
dilakukan dengan cara melihat niali covariance modification indices yang didapat
dari hasil analisis SEM.
Nilai modification indices (MI) pada covariance
menandakan akan turunnya nilai chi-square jika covariance dari indikatorindikator tersebut dikorelasikan.
Dimulai dengan nilai modification indices
tertinggi dengan menghubungkan covariance antar variabel yang dituju.
Selanjutnya langkah yang harus dilakukan adalah mengorelasikan variabel yang
mempunyai nilai MI yang lebih besar dari 4 (nilai MI > 4), sampai diperoleh
sebuah model yang dinilai benar-benar fit.
8) Perumusan strategi pengembangan industri perikanan
Berdasarkan dari delapan faktor (konstruk) yang dilihat, akan merumuskan
strategi pengembangan industri perikanan di Kota Makassar yang berbasis
Pelabuhan Perikanan.
Dasar dari hasil rumusan tersebut dapat dilihat dari
hubungan mana yang signifikan atau tidak signifikan, berhubungan positif atau
negatif, kemudian hubungan yang signifikan akan menjadi perhatian dalam
mengembangkan industri perikanan di Kota Makassar.
Download