PERBEDAAN PERILAKU AGRESIF ANTARA SISWA AKTIF DAN

advertisement
PERBEDAAN PERILAKU AGRESIF ANTARA SISWA AKTIF DAN TIDAK
AKTIF DALAM KEGIATAN EKSTRAKURIKULER
Rr. Evita Liliani Libria
Thobagus Moh. Nu’man
INTISARI
Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah ada perbedaan perilaku agresif antara siswa
aktif dan tidak aktif dalam kegiatan ekstrakurikuler. Dugaan awal yang dikemukakan pada penelitian
ini adalah ada perbedaan perilaku agresif antara siswa aktif dan tidak aktif dalam kegiatan
ekstrakurikuler.
Subjek dalam penelitian ini berjumlah 100 siswa SMU NEGERI 2 Nganjuk berusia antara 1518 tahun yang aktif dan tidak aktif dalam kegiatan ekstrakurikuler. Skala yang digunakan untuk
mengungkap perilaku agresif adalah skala perilaku agresif yang dibuat sendiri oleh peneliti
berdasarkan teori dari Brigham (1991) dan Berkowitz (1995).
Metode analisis data dalam penelitian adalah metode kuantitatif dengan menggunakan
statistik. Teknik statistik yang digunakan dalam menganalisis data adalah teknik statistik uji beda (ttest), dan perhitungan dilakukan dengan program SPSS 12.0 for windows. Hasil analisis menunjukkan
bahwa (t = 2,708 dengan p = 0.008) yang berarti terdapat perbedaan perilaku agresif antara siswa aktif
dan tidak aktif dalam kegiatan ekstrakurikuler. Jadi hipotesis penelitian diterima.
Kata kunci: Kegiatan Ekstakurikuler, Perilaku Agresif
1
Pengantar
Perkembangan dunia saat ini begitu cepat. Arus informasi yang sekarang mudah
diakses oleh para remaja serta kemajuan yang terus menerus dalam bidang ilmu
pengetahuan dan teknologi (IPTEK) menjadikan kehidupan para remaja semakin
kompleks. Hal ini mengakibatkan perubahan dalam diri remaja dengan membawa
segala dampaknya, baik itu positif maupun negatif.
Akhir-akhir ini di media massa, baik itu media cetak maupun media elektronika
sering memberitakan aksi-aksi kekerasan, baik itu yang bersifat individual maupun
massal. Bahkan beberapa media cetak ada yang mempunyai kolom khusus yang
memuat kasus-kasus kriminal. Begitu juga dengan media elektronika yang
menayangkan program-program khusus tentang aksi-aksi kekerasan, seakan-akan
berita-berita mengenai aksi kekerasan tersebut “makanan” sehari-hari para pemirsa.
Aksi kekerasan di kalangan remaja biasanya berupa tawuran, baik itu dari
seorang
individu
maupun
kelompok,
pengrusakan
barang,
penyerangan,
pemerkosaan, mencemooh, melawan orang tua sampai membunuh. Perilaku agresif
remaja saat ini dipandang oleh masyarakat luas semakin berani dan nekat serta
menunjukkan gejala yang semakin meningkat, baik dari segi kualitas maupun
kuantitas. Kasus nyata yang akhir-akhir ini sangat meresahkan masyarakat adalah
aksi brutal yang dilakukan geng motor yang menyerbu SMA 5 Bandung dimana aksi
tersebut mengakibatkan tiga siswa SMA 5 mangalami luka dan sebuah mobil milik
siswa mengalami kerusakan. Kasus yang tidak kalah menghebohkan adalah perilaku
agresif yang dilakukan oleh geng remaja putri di Pati, yang terkenal dengan sebutan
2
geng nero (www.pikiran-rakyat.com).
Keberadaan generasi muda sangat penting untuk kelangsungan hidup bangsa.
Remaja sebagai bagian generasi muda dituntut untuk mengembangkan diri secara
optimal agar kelak menjadi sumber daya manusia yang berguna bagi bangsa dan
negara. Remaja diharapkan mampu mengembangkan dirinya, mampu berpendapat,
mempunyai harga diri yang tinggi, tidak mudah putus asa, dapat berkomunikasi
dengan orang lain dari semua tingkatan, dan mempunyai pandangan yang positif
tentang hidup dalam arti mampu berusaha keras untuk mengejar keinginannya.
Menurut Havighurst (www.geocities.com) salah satu tugas perkembangan
remaja adalah berperilaku sosial yang bertanggung jawab. Idealnya, seseorang tentu
diharapkan untuk berpartisipasi demi kebaikan atau perbaikan di lingkungan
sosialnya, namun bila hal itu belum bisa dijalankan, minimal yang harus dilakukan
adalah tidak menjadi beban bagi masyarakat atau lingkungan sosialnya. Karena
itulah, remaja yang terlibat tawuran sampai menghancurkan fasilitas umum tentu
tidak dapat dianggap telah melampaui tugas perkembangan dengan sukses.
Remaja umumnya menghabiskan waktunya bersama teman-temannya sehingga
dalam pergaulan remaja cenderung mengikuti norma kelompok (to comform).
Kuatnya pengaruh teman ini sering dianggap sebagai biang keladi dari tingkah laku
remaja yang buruk (Sarwono, 2005). Hal ini didukung juga oleh tidak adanya
pedoman yang kuat bagi remaja sehingga dalam menghadapi dampak negatif dari
kemajuan pembangunan lebih nampak dari sikap dan perilakunya, dalam bentuk
antara lain berupa sikap berani menentang orang tua dan guru, melakukan kenakalan
3
dan kejahatan, bertindak agresif serta bentuk-bentuk perilaku agresif lainnya.
Berdasarkan catatan Kanwil Depdiknas Jakarta, selama tahun ajaran 1999/2000,
jumlah pelajar yang terlibat tawuran pelajar tercatat 1.369 orang. Dari jumlah itu
sebanyak 26 pelajar tewas, sedangkan yang luka berat 56 orang dan luka ringan 109
orang. Pada tahun 2008, rata-rata 5 kasus kriminalitas baik itu pencurian ataupun
penjambretan tiap bulan dilaporkan ke Polsek Ngaglik, Sleman Yogyakarta, dimana
pelaku tindak kriminalitas tersebut sebagian besar adalah para remaja. Kasus di
Ngaglik setiap tahun mengalami peningkatan namun hal ini tidak berlaku di daerah
lain, seperti di Nganjuk selama tahun 2004 sampai 2008 pelaku tindak kriminal yang
dilakukan oleh remaja cenderung menurun.
Kegiatan ekstrakurikuler sesungguhnya dapat digolongkan pula sebagai
kegiatan waktu senggang (leisure activities). Waktu senggang yang diisi dengan
kegiatan positif, akan memiliki banyak manfaat. Manfaat tersebut antara lain, dapat
memperkecil peluang masuknya unsur-unsur negatif (dalam Nuryanti, 1992) dan
bermanfaat untuk menyalurkan dorongan agresif siswa dalam kegiatan yang lebih
dapat diterima secara sosial. Hal ini sejalan dengan pendapat Bolman (dalam
Nuryanti, 1992) bahwa individu usia 14 sampai dengan dewasa dianggap sudah
mampu menyalurkan dorongan agresivitasnya ke dalam kegiatan yang bermanfaat
bagi dirinya dan orang lain. Selain itu kegiatan ekstrakurikuler juga dapat
menanamkan rasa keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa dan dapat
memberikan nilai-nilai akhlak dan budi pekerti luhur dalam setiap kegiatan maupun
sistem pembelajaran.
4
Remaja umumnya banyak menghabiskan waktunya bersama teman sesama
remaja daripada orang tua atau dengan anggota keluarga lain (www.bkkbn.go.id).
Remaja yang aktif dalam kegiatan ekstrakurikuler tentunya akan menghabiskan
waktu dari siang sampai sore untuk mengikuti serangkaian aktifitas yang terdapat di
dalamnya. Interaksi yang intensif ini juga disertai fenomena yang disebut peer
pressure atau tekanan teman sebaya. Remaja merasakan betapa besar pengaruh teman
sebaya dalam kehidupan mereka sehari-hari. Menurut Hurlock (1974) remaja yang
aktif dalam ekstrakurikuler khususnya adalah remaja yang ingin memperoleh
penilaian positif dari orang lain dan ingin mengembangkan potensi diri. Siswa yang
aktif dalam kegiatan ekstrakurikuler ini biasanya mendapatkan penghargaan yang
lebih dibanding siswa yang tidak ikut kegiatan ekstrakurikuler apapun. Terlebih jika
siswa yang aktif di dalam kegiatan ekstrakurikuler ini dapat menunjukkan prestasinya
baik prestasi akademik maupun prestasi dari kegiatan ekstrakurikuler yang diikutinya.
Menurut Henry (dalam Nuryanti, 1992) kegiatan yang terkandung dalam
ekstrakurikuler lebih menekankan pada work-group dimana salah satu fungsinya
adalah untuk menyalurkan gejolak atau dorongan agresif remaja menjadi bentuk yang
lebih dapat diterima lingkungan sosial. Sehingga dapat dikatakan bahwa remaja yang
aktif dalam kegiatan ekstrakurikuler akan lebih mudah terhindar dari berbagai
perilaku negatif dalam hal ini adalah perilaku agresif.
Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa kegiatan ekstrakurikuler
memiliki banyak manfaat yang positif bagi perkembangan kepribadian siswa.
5
Penelitian ini akan mencoba melihat perilaku agresif siswa kaitannya dengan
keaktifan siswa dalam kegiatan ekstrakurikuler.
B. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan perilaku agresif antara
siswa aktif dan tidak aktif dalam kegiatan ekstrakurikuler.
C. Manfaat Penelitian
1.
Secara teoritis yaitu dapat memperkaya khasanah psikologi yang sesuai dengan
kondisi Indonesia dan dapat sebagai tambahan bahan kajian mengenai mengenai
perilaku agresif pada remaja.
2.
Secara praktis yakni dapat memberikan sumbangan informasi mengenai
perilaku agresif siswa dalam kaitannya dengan kegiatan ekstrakurikuler di
sekolah.
Jika hipotesis dalam penelitian ini terbukti maka kegiatan ekstrakurikuler dapat
dijadikan salah satu alternatif pemecahan masalah yang sifatnya preventif terhadap
perilaku agresif siswa. Kegiatan ekstrakurikuler di sekolah dapat lebih ditingkatkan
agar dorongan agresif siswa dapat tersalurkan secara positif.
Perilaku Agresif
Baron (Koeswara, 1988) agresi adalah tingkah laku individu yang ditujukan untuk
melukai atau mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya tingkah
laku tersebut. Definisi agresi dari Baron ini mencakup empat faktor, tingkah laku,
6
tujuan untuk melukai atau mencelakakan (termasuk mematikan atau membunuh),
individu yang menjadi pelaku dan individu yang menjadi korban, dan ketidakinginan
korban menerima tingkah laku pelaku. Menurut Aroson (Koeswara, 1988) agresi
adalah tingkah laku yang dijalankan oleh individu dengan maksud melukai atau
mencelakakan individu lain dengan ataupun tanpa tujuan tertentu.
Sarason (Dayakisni, 2006) menyatakan agresi sebagai suatu serangan yang
dilakukan oleh organisme terhadap organisme lain, objek lain, atau bahkan pada
dirinya sendiri. Pendapat senada diungkap oleh Johnson dan Meddinus (1976)
mengemukakan bahwa agresi adalah perilaku yang ditujukan untuk melukai atau
mencederai. Anshari (dalam Martina, 2007) menyatakan agresi merupakan keinginan
untuk menyerang atau melukai orang lain, memerangi, memfitnah, menghakimi, atau
melangsungkan praktek kesadisan.
Kegiatan Ekstrakurikuler
Hamalik (1992) kegiatan ekstrakurikuler adalah kegiatan pendidikan di luar
ketentuan kurikulum yang berlaku, akan tetapi bersifat paedagogis dan menunjang
pendidikan dalam rangka ketercapaian tujuan sekolah. Menurut Ahmadi (1984)
ekstrakurikuler adalah kegiatan-kegiatan di luar sekolah yang mempunyai fungsi
pendidikan dan biasanya berupa klub-klub, misalnya: olahraga, kesenian, ekspresi
dan lain-lain. Menurutnya kegiatan ekstrakurikuler lebih mudah dijalankan di kota
daripada di desa-desa, sebab ekstrakurikuler itu hanya mengerjakan hal-hal atau
kegiatan yang bersifat ekspresi. Di daerah miskin ekstrakurikuler tidak mudah
berjalan atau macet, sebab murid-murid tidak sempat lagi berlibur diri, mereka
7
biasanya membantu orang tuanya mencari nafkah. Sementara itu kegiatan
ekstrakurikuler adalah kegiatan pendidikan di luar mata pelajaran dan pelayanan
konseling untuk membantu peserta didik sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat,
dan minat mereka melalui kegiatan yang secara khusus diselenggarakan oleh
pendidik dan atau tenaga kependidikan yang berkemampuan dan berkewenangan di
sekolah atau madrasah (David, 2007).
Perbedaan Perilaku Agresif Antara Siswa Aktif Dan Tidak Aktif Dalam
Kegiatan Ekstrakurikuler
Tindakan perkelahian merupakan salah satu bentuk perilaku agresif. Perilaku
agresif umumnya diartikan sebagai segala bentuk tingkah laku yang disengaja yang
bertujuan untuk melukai atau mencelakakan individu lain atau benda-benda. Menurut
Moore dan Fine (Koswara, 1988) perilaku agresif adalah tingkah laku kekerasan
secara fisik maupun verbal terhadap individu lain atau terhadap objek-objek.
Remaja juga sering digambarkan sebagai periode topan dan badai. Dalam kurun
ini timbul gejala emosi dan tekanan jiwa, sehingga perilaku mereka mudah
menyimpang. Dari situasi konflik dan problem ini remaja tergolong dalam sosok
pribadi yang tengah mencari identitas dan membutuhkan tempat penyaluran
kreativitas. Jika tempat penyaluran tersebut tidak ada atau kurang memadai, mereka
akan mencari berbagai cara sebagai penyaluran (Fakhruddin, 1999).
Banyaknya waktu luang (leissuretime) yang dimiliki oleh remaja bila mereka
tidak mendapat perhatian dan bimbingan dari orang tua untuk diisi dengan program
yang jelas dan bermanfaat, akan membuat remaja “kurang kerjaan”. Mereka sering
8
nongkrong dan bergerombol di halte, terminal, mulut gang dan pinggir jalan. Dalam
sebuah penelitian ditemukan data bahwa 89,5% terjadinya tawuran pelajar bermula
dari kondisi seperti itu (Fakhruddin, 1999). Mengadakan kegiatan yang bermanfaat
bagi siswa untuk mengisi waktu dengan diadakan kegiatan-kegiatan diluar sekolah
yang bervariasi dapat menarik minat siswa sehingga mereka dapat disibukkan dengan
aktivitasnya masing-masing. Jika mereka sudah sibuk, pasti mereka tidak akan
berkelahi lagi (Wiradikusuma, 2007).
Bagi remaja yang memiliki tingkat agresivitas yang besar dapat menyalurkan
naluri agresinya dengan masuk ke dalam kegiatan ekstrakurikuler bidang olahraga
sepertinya yang dikemukakan oleh Fakhruddin (1999), sehingga penyaluran
agresivitas lebih dapat bermanfaat. Didalam kegiatan ekstrakurikuler juga terdapat
unsur kompetisi, misalnya dalam pertandingan ekstrakurikuler olahraga maupun
ekstrakurikuler robotik. Kegiatan ekstrakurikuler olahraga dalam latihannya sering
mengadakan pertandingan persahabatan antar sekolah-sekolah, sedangkan kegiatan
ekstrakurikuler robotik juga sering mengikuti kompetisi-kompetisi yang diadakan
oleh perguruan tinggi. Artinya bahwa kegiatan ekstrakurikuler ini juga memastikan
keberlangsungan kompetisi, dimana hal ini menjadi pembuktian siapa yang berhak
menjadi juara. Menurut Lukmantoro (2007) proses untuk menjadi juara itu diraih
dengan cara mendominasi kekuatan untuk mengalahkan pesaing. Siswa yang mampu
memenangkan kompetisi akan dipuji dan diberi penghargaan yang lebih sedangkan
yang kalah akan mendapat kritik. Semua ini dapat terjadi karena kegiatan
ekstrakurikuler dalam hal ini olahraga dan robotik diposisikan sebagai sublimasi,
9
yaitu ekspresi untuk melampiaskan agresivitas yang dapat diterima secara sosial.
Dalam arena olahraga yang mengandalkan kekerasan (violent sport), diarahkan
menjadi insting untuk mengalahkan. Hal ini berarti olahraga menjadi solusi yang
paling tepat untuk melepaskan kebencian dan melampiaskan kemarahan. Olahraga
menjadi pelembagaan dari katarsis, yaitu ekspresi kemarahan sekaligus pembersihan
dendam membara yang menjurus ke arah agresivitas.
Keikutsertaan siswa dalam kegiatan ekstrakurikuler memiliki arti bahwa waktu
luang siswa dapat dimanfaatkan secara positif, sehingga semakin banyak waktu luang
diisi dengan kegiatan positif maka akan semakin kecil kesempatan siswa untuk
berbuat dan berperilaku negatif. Hal ini sama artinya dengan semakin aktif siswa
terlibat dalam kegiatan ekstrakurikuler, maka akan semakin banyak kesempatan siswa
untuk menyalurkan dorongan agresifnya ke dalam kegiatan-kegiatan yang lebih
bermanfaat. Dapat diambil kesimpulan bahwa kegiatan ekstrakurikuler sebagai
kegiatan pengisi waktu luang memiliki banyak manfaat, termasuk manfaatnya
sebagai media penyaluran agresivitas siswa.
Hipotesis
Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis yang diajukan adalah ada perbedaan
negatif perilaku agresif antara siswa aktif dan tidak aktif dalam kegiatan
ekstrakurikuler.
Metode Penelitian
Subjek yang digunakan dalam penelitian ini adalah siswa-siswi SMAN 2
Nganjuk, Jawa Timur kelas X dan XI dengan rentang usia 15-18 tahun.
10
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan skala perilaku
agresif yang disusun sendiri oleh penulis dengan mengacu pendapat dari Brigham
(1991), dan Berkowitz (1995), yaitu agresi menyerang, agresi membalas atau
emosional, dan agresi instrumental.
Metode analisis data dalam penelitian adalah metode kuantitatif dengan
menggunakan statistik. Teknik statistik yang digunakan dalam menganalisis data
adalah teknik statistik uji beda (t- test). Uji beda merupakan uji pasangan yaitu uji
perbedaan rerata antara dua kelompok. Proses analisis dilakukan dengan program
komputer Statistical Programme for Social Science (SPSS) for windows 12.0.
Hasil Penelitian
Hasil analisis dengan menggunakan SPSS 12.0 for windows menunjukkan bahwa
t = 2,708 ; p = 0,008 (p<0,005). Hal ini berarti terdapat perbedaan perilaku agresif
antara siswa aktif dan tidak aktif dalam kegiatan ekstrakurikuler, sehingga hipotesis
diterima.
Pembahasan
Setelah dilakukan analisis, data menunjukkan bahwa perilaku agresif antara siswa
aktif dan tidak aktif dalam kegiatan ekstrakurikuler menunjukkan skor yang berbeda
atau ada perbedaan. Dimana siswa yang ikut kegiatan ekstrakurikuler cenderung
memiliki perilaku agresif lebih rendah dibandingkan dengan siswa yang tidak ikut
kegiatan ekstrakurikuler. Hal ini dapat dilihat pada hasil rata-rata skor total perilaku
agresif yang diperoleh dari skala perilaku agresif.
11
Kegiatan ekstrakurikuler memiliki banyak manfaat yang positif. Manfaat yang
dapat diambil adalah siswa dapat mengisi waktu luangnya sehingga siswa dapat
terhindar dari kegiatan-kegiatan yang tidak berguna seperti hura-hura, tawuran atau
pergaulan bebas yang dapat menjerumuskan siswa pada hal-hal negatif. Siswa yang
memiliki penilaian positif akan mampu untuk selalu berkelakuan baik, mampu
menahan godaan negatif seperti minum-minuman keras serta mampu untuk selalu
menghindari perilaku negatif lainnya termasuk tindakan perkelahian atau tindakan
agresif lainnya.
Didalam kelompok sebaya, remaja berusaha menemukan dirinya. Disini remaja
dinilai oleh teman sebayanya tanpa mempedulikan sanksi-sanksi dunia dewasa.
Kelompok sebaya memberikan lingkungan yaitu dunia tempat remaja dapat
melakukan sosialisasi dimana nilai yang berlaku bukanlah nilai yang ditetapkan oleh
orang dewasa melainkan oleh teman seusianya. Disinilah letak berbahayanya bagi
perkembangan jiwa remaja, apabila nilai yang dikembangkan dalam kelompok
sebaya adalah nilai yang negatif.
Para siswa umumnya memiliki minat dan bakat yang luas, namun tidak semuanya
dapat disalurkan melalui program pengajaran didalam kelas. Menurut Direktorat
Jendral Pendidikan Menengah Umum (dalam Listianingsih, 1993) didalam kegiatan
ekstrakurikuler inilah remaja dapat menemukan dirinya dan bergaul dengan teman
sebayanya yang terbiasa dengan kesibukan-kesibukan positif. Nilai kegunaan lain
yang dapat diperoleh siswa dalam kegiatan ekstrakurikuler menurut Hamalik (1992)
adalah untuk menyalurkan bakat dan minat.
12
Didalam kegiatan ekstrakurikuler juga terdapat unsur kompetisi, misalnya dalam
pertandingan ekstrakurikuler olahraga maupun ekstrakurikuler robotik. Bagi remaja
yang memiliki tingkat agresivitas yang besar dapat menyalurkan naluri agresinya
dengan masuk ke dalam kegiatan ekstrakurikuler bidang olahraga sepertinya yang
dikemukakan oleh Fakhruddin (1999), sehingga penyaluran agresivitas lebih dapat
bermanfaat. Siswa yang mampu memenangkan kompetisi akan dipuji dan diberi
penghargaan yang lebih sedangkan yang kalah akan mendapat kritik. Semua ini dapat
terjadi karena kegiatan ekstrakurikuler dalam hal ini olahraga dan robotik diposisikan
sebagai sublimasi, yaitu ekspresi untuk melampiaskan agresivitas yang dapat diterima
secara sosial.
Hasil perilaku agresif pada penelitian ini tergolong rendah, hal ini berarti semakin
banyak waktu luang diisi dengan kegiatan positif maka akan semakin kecil
kesempatan siswa untuk berbuat dan berperilaku negatif. Hal ini sama artinya dengan
semakin aktif siswa terlibat dalam kegiatan ekstrakurikuler, maka akan semakin
banyak kesempatan siswa untuk menyalurkan dorongan agresifnya ke dalam
kegiatan-kegiatan yang lebih bermanfaat. semakin banyak waktu luang diisi dengan
kegiatan positif maka akan semakin kecil kesempatan siswa untuk berbuat dan
berperilaku negatif. Hal ini sama artinya dengan semakin aktif siswa terlibat dalam
kegiatan ekstrakurikuler, maka akan semakin banyak kesempatan siswa untuk
menyalurkan dorongan agresifnya ke dalam kegiatan-kegiatan yang lebih bermanfaat.
Berdasarkan analisis tambahan mengenai perilaku agresif antara siswa laki-laki
dan perempuan yang dilakukan oleh peneliti didapatkan hasil bahwa siswa laki-laki
13
memiliki perilaku agresif yang lebih tinggi dibandingkan dengan siswa perempuan.
Hal ini sesuai dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Larsen (Koswara,
1988) dan analisis silang budaya yang dilaksanakan oleh Whiting dan Pope
(Koswara, 1988).
Kesimpulan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada perbedaan tingkah laku agresif antara
siswa yang aktif dan tidak aktif dalam kegiatan ekstrakurikuler. Siswa yang aktif
dalam kegiatan ekstrakurikuler menunjukkan perilaku agresif lebih rendah
dibandingkan dengan siswa yang tidak aktif dalam kegiatan ekstrakurikuler.
Saran-saran
Penelitian ini merupakan salah satu wujud untuk memperkaya wacana
Psikologi, yaitu psikologi perkembangan dan psikologi sosial dalam kaitannya
dengan perilaku agresif. Diharapkan usaha ke arah ini terus dikembangkan guna
membenahi kekurangan yang ada pada penelitian-penelitian sebelumnya. Adapun
saran-saran dari hasil penelitian ini adalah:
1. Bagi subjek penelitian
Subjek dalam penelitian ini diharapkan untuk ikut berpartisipasi aktif dalam
kegiatan ekstrakurikuler sesuai dengan minat dan bakatnya. Siswa yang aktif dalam
kegiatan ekstrakurikuler waktu luangnya akan diisi dengan hal-hal positif sehingga
kecil kemungkinan munculnya perilaku agresif.
14
2. Bagi lembaga pendidikan
Dari hasil penelitian ini disebutkan bahwa perilaku agresif siswa (aktif dan tidak
aktif dalam kegiatan ekstrakurikuler) termasuk dalam kategori rendah. Kegiatan
ekstrakurikuler merupakan media yang baik sebagai penyalur dorongan perilaku
agresif. Sekolah seharusnya melakukan assesmen bagi para siswanya untuk
menentukan minat para siswanya. Sekolah diharapkan untuk mewajibkan dan
memfasilitasi kegiatan ekstrakurikuler untuk mengembangkan minat siswa. Selain itu
sekolah diharapkan selalu menjaga ketertiban dan kelancaran proses belajar mengajar
serta interaksi edukatif dapat dijalankan melalui manajemen kelas dan sekolah yang
efektif. Sementara untuk sekolah yang siswanya masih terlibat tawuran atau perilaku
agresif perlu menjalin komunikasi dan koordinasi yang terpadu untuk bersama-sama
mengembangkan pola penanggulangan dan penanganan kasus. Ada baiknya diadakan
pertandingan atau acara kesenian bersama di antara sekolah-sekolah yang secara
“tradisional bermusuhan” tersebut.
3. Bagi peneliti selanjutnya
Bagi para peneliti selanjutnya yang tertarik dan bermaksud melakukan
penelitian yang sama, diharapkan untuk lebih memperhatikan pemilihan sekolah pada
saat observasi maupun pengambilan data. Selain itu, perlu juga dilakukan
pengembangan alat ukur yang digunakan sehingga variabel yang diukur menjadi
lebih tepat.
15
Download