e-Journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Vol 3 No. 1 Tahun 2015) PENGARUH TINGKAT SUKU BUNGA SBI, KURS MATA UANG RUPIAH ATAS DOLLAR AS, DAN INDEKS DOW JONES TERHADAP INDEKS HARGA SAHAM GABUNGAN (IHSG) PADA BURSA EFEK INDONESIA (BEI) PERIODE 2010-2014 ¹Kadek Tias Raka Putri, ¹I Nyoman Ari Surya Darmawan, ²I Ni Luh Gede Erni Sulindawati Jurusan Akuntansi Program S1 Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia e-mail:{[email protected], [email protected], [email protected]} @undiksha.ac.id Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis adanya pengaruh Tingkat Suku Bunga SBI, Kurs Mata Uang Rupiah Atas Dollar, indeks dow jones terhadap Indeks Harga Saham Gabungan Pada Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2010-2014. Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif time series (runtut waktu) yang bersumber dari data sekunder, yaitu data yang diperoleh secara tidak langsung atau melalui informasi yang didapatkan dari buku, dokumen, maupun situs lembaga tertentu. sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah nilai IHSG pada setiap akhir bulan pengamatan periode 2010-2014 pada Bursa Efek Indonesia (BEI). Jumlah data ada setiap bulan selama 5 tahun sehingga ada 60 data tingkat suku bunga SBI, kurs mata uang Rupiah atas Dollar AS, Indeks Saham Dow Jones dan perkembangan IHSG. Teknik analisis data yang digunakan yaitu uji validitas dan reliabilitas, uji normalitas, uji multikolinearitas, uji heteroskedastisitas, dan uji hipotesis menggunakan analisis regresi linear berganda Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: 1) berpengaruh negatif dan siginifikan antara tingkat suku bunga SBI dengan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), 2) Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh yang positif dan signifikan antara kurs mata uang Rupiah atas Dollar AS terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), 3) Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh yang positif dan signifikan antara Indeks Dow Jones terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Kata Kunci: Suku Bunga SBI, Nilai Kurs Mata Uang Rupiah Terhadap Dollar AS), Indeks Dow Jones (DJIA), Dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Abstract This study was aimed at analyzing the effect of the effect of SBI interest rate, rate of exchange of rupiah into dollar, and Dow Jones index on Composite Share Price Index (IHSG) rate in Indonesia stock exchange (BEI) in the 2010-2014 period. This was a quantitative research. The type of data used was time series quantitative data obtained from secondary data, namely data obtained indirectly or through information accessed from books, documents, and the website of a certain organization. The sample was in the form of IHSG value at the end of the 2010-2014 month of observation period in Indonesia Stock Exchange (BEI). The number of data in e-Journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Vol 3 No. 1 Tahun 2015) each month within five years that resulted in 60 data of SBI interest rate, rate of exchange of rupiah into dollar , and Dow Jones index on development of IHSG. The study used validity testing and reliability testing, normality testing, multicolinearity testing, heteroscedasticity test, and hypothesis testing using multiple linear regression analysis. The results showed that 1) there is a negative and significant effect of SBI interest rate on Composite Share Price Index (IHSG) rate , 2) there is a positive and significant effect of rate of exchange of rupiah into dollar on IHSG, 3) there is a positive and significant effect of Dow Jones index on IHSG. Keywords: rate of exchange of rupiah into dollar, and Dow Jones index on IHSG rate PENDAHULUAN Salah satu penggerak perekonomian di Indonesia adalah pasar modal, suatu perusahaan dapat memperoleh dana untuk melakukan kegiatan pereknomiannya adalah melalui pasar modal. Menurut Husnan (2003)pasar modal adalah pasar untuk berbagai instrument keuangan berjangka. Pasar modal merupakan kegiatan yang berhubungan dengan penawaran umum dan perdagangan efek, di mana perusahaan publik yang berkaitan dengan efek akan dapat menerbitkan perdagangan, serta lembaga, dan profesi yang berkaitan dengan efek. Pasar modal juga merupakan salah satu penggerak perekonomian suatu negara dimana pasar modal dapat dijadikan tolak ukur dari perekonomian negara tersebut. Karena pasar modal merupakan sarana pembentuk modal dan akumulasi dana jangka panjang yang di arahkan untuk meningkatakan pergerakan partisipasi masyarakat dalam pergerakkan dana guna menunjang pembiayaan pembangunan nasional. Pasar modal memegang peranan sangat penting dalam perekonomian Indonesia, dimana nilai Indeks Harga Saham Gabungan dapat menjadi leading indicator economic pada suatu negara. Pergerakan indeks sangat dipengaruhi oleh ekspektasi investor atas kondisi fundamental negara maupun global. Adanya informasi baru akan berpengaruh pada ekspektasi investor yang akhirnya akan berpengaruh pada IHSG. Indeks harga saham adalah ukuran yang didasarkan pada perhitungan statistik untuk mengetahui perubahan-perubahan harga saham setiap saat terhadap tahun dasar. Indeks harga saham individual sering digunakan untuk investor untuk menentukan perkembangan suatu perusahaan yang terefleksi dari indeks harga sahamnya. Sedangkan indeks harga saham gabungan sering sekali dipakai sebagai indikator untuk mengukur situasi umum perdagangan efek (Lubis, 2006:157). Banyak teori dan penelitian mengungkapkan bahwa indeks harga saham gabungan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Salah satunya adalah penelitian yang dilakukan oleh Moradoglu, et al. (2000), dikemukakan bahwa penelitian tentang perilaku harga saham telah banyak dilakukan, terutama dalam kaitannya dengan variabel makro ekonomi, diantaranya Chen et al. (1986), dan Fama (1981). Hasil penelitian mereka mengatakan bahwa harga saham dipengaruhi oleh fluktuasi makro ekonomi. Beberapa variabel makro ekonomi yang digunakan antara lain; tingkat inflasi, tingkat suku bunga . Fenomena kenaikan maupun penurunan IHSG tentunya disebabkan oleh banyak faktor atau variabel yang dapat mempengaruhi perubahan IHSG tersebut, diantaranya tingkat suku bunga SBI, kurs mata uang rupiah atas dollar AS, dan indeks dow jones . SBI (Sertifikat Bank Indonesia) adalah surat berharga yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek (1-3 bulan) dengan sistem diskonto atau bunga. Tingkat suku bunga yang berlaku pada setiap penjualan SBI ditentukan oleh mekanisme pasar berdasarkan sistem lelang. Sejak awal Juli 2005, BI menggunakan mekanisme "BI rate" (suku bunga BI), yaitu BI mengumumkan target suku bunga SBI yang diinginkan BI untuk pelelangan pada masa periode tertentu. “Jika suku bunga ini lebih tinggi daripada return yang dihrapkan maka investor akan e-Journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Vol 3 No. 1 Tahun 2015) memilih deposito sebagai pilihan investasinya. Dalam penelitiannya, Lee (1992) dan Gan et al (2006) telah ditemukan bahwa perubahan tingkat bunga (interest rate) mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap indeks harga saham. Tingkat suku bunga SBI juga merupakan salah satu variabel yang dapat mempengaruhi harga saham. Secara umum, mekanismenya adalah bahwa suku bunga SBI bisa mempengaruhi suku bunga deposito yang merupakan salah satu alternatif bagi investor untuk mengambil keputusan dalam menanamkan modalnya. Jika suku bunga SBI yang ditetapkan meningkat, investor akan mendapat hasil yang lebih besar atas suku bunga deposito yang ditanamkan sehingga investor akan cenderung untuk mendepositokan modalnya dibandingkan menginvestasikan dalam saham. Hal ini mengakibatkan investasi di pasar modal akan semakin turun dan pada akhirnya berakibat pada melemahnya Indeks Harga Saham Gabungan. Nilai tukar mata uang (exchange rate) atau sering disebut kurs merupakan harga mata uang terhadap mata uang lainnya. Kurs merupakan salah satu harga yang terpenting dalam perekonomian terbuka mengingat pengaruh yang demikian besar bagi neraca transaksi berjalan maupun variabel-variabel makro ekonomi yang lainnya. Kurs ataupun nilai tukar inilah yang juga menjadi salah satu indikator yang mempengaruhi perdagangan di pasar uang dan saham, karena melemahnya kurs rupiah terhadap mata uang asing khususnya dollar AS, akan memiliki pengaruh negatif terhadap perekonomian dan pasar modal (Sitinjak dan Kurniasari, 2003). Sebagai salah satu kekuatan ekonomi terbesar, pengaruh Amerika (AS) sangat besar bagi negara-negara lain. Hal ini juga termasuk pengaruh dari perusahaan-perusahaan dan investornya sehingga pergerakan DJIA yang merupakan salah satu index dalam NYSE (New York Stock Exchange) akan berpengaruh pada pergerakan index harga saham negara-negara lain. Salah satu indeks harga saham yang kerap menjadi acuan dalam proses pengambilan keputusan investor di Bursa Efek Indonesia adalah Dow Jones Industrial Average. Dow Jones Industrial Average merupakan indeks pengukur kinerja pasar tertua di Amerika Serikat yang masih berjalan hingga saat ini. Indeks ini juga merupakan indeks yang paling sering digunakan sebagai acuan keadaan pasar saham di Amerika Serikat atau New York Stock Exchange (NYSE). Indeks ini dianggap dapat merepresentasikan pengaruh bursa saham Amerika Serikat yang besar terhadap bursa saham global, termasuk Indonesia. Eun dan Shim (1989) dalam Fajar (2009:13) juga menyatakan bahwa pasar Amerika Serikat adalah pasar modal yang paling berpengaruh, sehingga perubahan pasar Amerika Serikat akan dapat mempengaruhi pergerakan pasar modal lainnya. Berdasarkan pada latar belakang diatas, maka penulis dalam penulisan ini mengambil judul : Pengaruh Tingkat Suku Bunga SBI, Kurs Mata Uang Rupiah Atas Dollar AS dan indeks dow jones Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Pada Bursa Efek Indonesia (BEI) Periode 2010-2014” METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif. Jenis data yang digunakan dalam penelitian adalah data kuantitatif time series (runtut waktu)yang bersumber dari data skunder, yaitu data yang diperoleh secara tidak langsung atau melalui informasi yang yang didapatkan dari buku, dokumen, maupun situs lembaga tertentu. Data untuk penelitian ini bersumber dari situs www.yahoo.finance.com berupa data Indeks Harga Saham Gabungan dan Dow Jones (DJIA), kemudian dari www.bi.go.id berupa suku bunga SBI, dan nilai kurs dollar AS. Jumlah data ada setiap bulan selama 5 tahun sehingga ada 60 data tingkat suku bunga SBI, kurs mata uang Rupiah atas Dollar AS, Indeks Saham Dow Jones dan perkembangan IHSG . Dalam pengumpulan data penulis menggunakan metode dengan dua pendekatan yaitu : 1) Teknik Dokumentasi Teknik dokumentasi yaitu melalui pencatatan ataupun softcopy atas data-data e-Journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Vol 3 No. 1 Tahun 2015) yang diperlukan. 2) Pendekatan Pendekatan kepustakaan adalah pengumpulan data secara tidak langsung yaitu dengan cara membaca dan mempelajari buku-buku ataupun litelatur yang disusun oleh para ahli dan diterbikan oleh lembaga-lembaga tertentu serta penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian ini, kemudian akan ditarik Analisis Deskriptif membahas mengenai cara pengumpulan data, penyederhanaan angka-angka pengamatan yang diperoleh (meringkas dan menyajikan) serta melakukan pengukuran pemusatan dan penyebaran untuk memperoleh informasi yang lebih menarik, berguna dan lebih mudah dipahami. Tujuan penggunaan analisis deskriftif ini adalah mengetahui adanya pengaruh tingkat suku bunga SBI dan kurs rupiah per dollar AS dan indeks dow jones terhadap IHSG pada Bursa Efek Indonesia sehingga dapat dinilai dan di bandingkan dengan penelitian sebelumnya dan disesuaikan dengan teori yang telah ada. Analisis statistik pada penelitian ini antara lain : 1) Uji Asumsi Klasik Uji asumsi klasik digunakan untuk menguji apakah model regresi yang digunakan benar-benar menunjukan hubungan yang signifikan dan representatif. Jenis uji asumsi klasik yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut : 1) Uji Normalita, Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi variabel terikat dan variabel bebas keduanya mempunyai distribusi normal atau tidak. 2)Uji Multikolinearitas, Uji multikolinearitas bertujuan untuk melihat apakah model regresi yang digunakan atas korelasi antara variabel bebas. Model regresi yang baik seharusnya bebas multikolinearitas atau tidak terjadi kolerasi antara variabel independen. Uji multikolinearitas dapat dilihat dari (1) nilai tolerance dan lawannya (2) Variance Inflation Factor (VIF). Jika nilai tolerance lebih besar dari 0,1 atau nilai VIF lebih kecil dari 10, maka dapat disimpulkan tidak terjadi multikolinearitas pada data yang akan di olah. 3) Uji Autokorelasi, Uji autokorelasi bertujuan untuk mendeteksi ada atau tidaknya autokorelasi pada model ini akan digunakan uji Durbin-Watson (DWTest). Jika nilai DW-Test lebih lebih besar Kepustakaan (Library Research) menjadi suatu kesimpulan. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini untuk menganalisis permasalahan yang telah dirumuskan di perumusan masalah adalah sebagai Analisis Deskriptif membahas mengenai cara pengumpulan data, penyederhanaan angka-angka dan pengamatan. dari batas atas (du), maka tidak terjadi autokorelasi. Untuk menguji autokorelasi dalam penelitian ini digunakan statistik d dari Durbin-Watson (DW test) dimana angka-angka yang diperlukan dalam metode tersebut adalah dL (angka yang diperoleh dari tabel DW batas bawah), dU (angaka yang diperoleh dari tabel DW batas atas), 4-dL dan dU. Jika nilainya mendekati 2 maka tidak terjadi autokorelasi, sebaliknnya jika mendekati 0 atau 4 terjadi autokorelasi (+/-). 4) Uji Heteroskedatisitas, Uji heteroskedatisitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi terjadi kesamaan variance atau residual satu pengamatan yang lain. Jika variance dari residual satu pengamatan kepengamatan lain tetap, maka disebut heteoskedatisitas, sebaliknya jika tetap disebut Homokesdatisitas. Dasar analisis yang digunakan untuk mendeteksi heteroskedatisitas adalah sebagai berikiut: a) Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit) maka mengidentifikasikan telah terjadi heterokesdatisitas. b) Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskerdatisitas. Analisis regresi berganda bertujuan untuk meramalkan pengaruh empat variabel prediktor atau lebih terhadap satu variabel kriterium atau untuk membuktikan ada atau tidaknya hubungan fungsional antara tiga buah variabel bebas (X) atau lebih dari sebuah variabel terikat (Y). Dalam penelitian ini analisis tersebut digunakan untuk mengetahui pengaruh tingkat suku bunga SBI, kurs rupiah dan indeks dow jones terhadap IHSG. Seberapa besar variabel independen mempengaruhi variabel dependen dihitung dengan persamaan regresi berganda sebagai berikut : Y = a + bX1 + bX2 + bX3 + e e-Journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Vol 3 No. 1 Tahun 2015) Keterangan : Y = IHSG sektor pertambangan (a) = Nilai Konstanta (b) = Koefisien Regresi Berganda (X1) = Tingkat suku bunga SBI (X2) = Kurs Rupiah (X3) = indeks Dow Jones (e) = Standart Error. Uji hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan alat analisa statistic. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan dibahas data yang akan dianalisis tentang pengaruh tingkat suku bunga SBI, kurs mata uang Rupiah atas Dollar AS, dan Indeks Dow Jones terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada Bursa Efek Indonesia (BEI). Penarikan sampel penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling, yaitu pemilihan sampel dengan menggunakan pertimbangan dan kriteriakriteria tertentu sebagai berikut: (1) Data yang diambil merupakan perkembangan tingkat suku bunga SBI, kurs mata uang Rupiah atas Dollar AS, Indeks Saham Dow Jones dan perkembangan IHSG yang terbaru (audit). (2)Data yang diambil adalah 5 tahun (2010-2014) dikarenakan terjadinya berupa Uji t digunakan untuk mengetahui apakah secara individu masing-masing variabel bebas dalam penelitian mempunyai pengaruh terhadap variabel terikat dalam penelitian. Dasar pengambilan keputusan adalah: Ho ditolak atau Ha diterima jika nilai signifikan t atau p value < 5% suatu fenomena pada empat tahun terakhir pada setiap bulan pengamatan, yaitu dari tahun 2010-2014. Berdasarkan uraian diatas, yang menjadi sampel yang diambil penulis dalam penelitian ini adalah nilai IHSG pada setiap akhir bulan pengamatan periode 2010-2014 pada Bursa Efek Indonesia (BEI). Jumlah data ada setiap bulan selama 5 tahun sehingga ada 60 data tingkat suku bunga SBI, kurs mata uang Rupiah atas Dollar AS, Indeks Saham Dow Jones dan perkembangan IHSG. Deskripsi umum hasil penelitian yang dipaparkan pada bagian ini adalah deskripsi skor tingkat suku bunga SBI, kurs mata uang Rupiah atas Dollar AS, Indeks Dow Jones, dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang tersaji pada Tabel 1. Tabel 1 Deskripsi Skor Tingkat Suku Bunga SBI, Kurs Mata Uang Rupiah atas Dollar AS, Indeks Dow Jones, dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Statistik X1 X2 X3 Y Mean 0,0657 10414,94 13527,73 4100,75 Median 0,0650 9953,87 13058,21 4136,57 Deviasi Standar 0,0067 1219,73 2296,80 706,12 Minimum 0,0575 9032,00 9774,02 2549,03 Maksimum 0,0775 12938,29 17828,24 5226,95 (Sumber: data diolah, spss 19) Keterangan: X1 adalah tingkat suku bunga SBI, X2 adalah kurs mata uang Rupiah atas Dollar AS, X3 adalah Indeks Dow Jones, dan Y adalah Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Berdasarkan Tabel 1, dapat ditarik 4 tingkat suku bunga SBI sebaran nilainya deskripsi umum sebagai berikut. Data semakin dekat dari nilai rata-ratanya, yang tingkat suku bunga SBI memiliki nilai mengindikasikan data tingkat suku bunga minimum sebesar 0,0575 dan nilai SBI tidak bervariasi. Data kurs mata uang maksimum sebesar 0,0775. Nilai-nilai Rupiah atas Dollar AS memiliki nilai tersebut menunjukkan bahwa respon minimum sebesar 9032,00 dan nilai terhadap tingkat suku bunga SBI adalah maksimum sebesar 12938,29. Nilai-nilai antara 0,0575 sampai dengan 0,0775. Nilai tersebut menunjukkan bahwa respon rata-rata sebesar 0,0657 dengan nilai terhadap kurs mata uang Rupiah atas median sebesar 0,0650. Nilai rata-rata yang Dollar AS adalah antara 9032,00 sampai lebih besar dari nilai median menunjukkan dengan 12938,29. Nilai rata-rata sebesar bahwa nilai tingkat suku bunga SBI 10414,94 dengan nilai median sebesar cenderung condong ke arah nilai minimum. 9953,87. Nilai rata-rata yang lebih besar Deviasi standar sebesar 0,0067 lebih kecil dari nilai median menunjukkan bahwa nilai dari nilai rata-rata menunjukkan bahwa kurs mata uang Rupiah atas Dollar AS e-Journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Vol 3 No. 1 Tahun 2015) cenderung condong ke arah nilai minimum. Deviasi standar sebesar 1219,73 lebih kecil dari nilai rata-rata menunjukkan bahwa kurs mata uang Rupiah atas Dollar AS sebaran nilainya semakin dekat dari nilai rataratanya, yang mengindikasikan data kurs mata uang Rupiah atas Dollar AS tidak bervariasi. Data Indeks Dow Jones memiliki nilai minimum sebesar 9774,02 dan nilai maksimum sebesar 17828,24. Nilai-nilai tersebut menunjukkan bahwa respon terhadap Indeks Dow Jones adalah antara 9774,02 sampai dengan 17828,24. Nilai rata-rata sebesar 13527,73 dengan nilai median sebesar 13058,21. Nilai rata-rata yang lebih besar dari nilai median menunjukkan bahwa nilai Indeks Dow Jones cenderung condong ke arah nilai minimum. Deviasi standar sebesar 2296,80 lebih kecil dari nilai rata-rata menunjukkan bahwa Indeks Dow Jones sebaran nilainya semakin dekat dari nilai rata-ratanya, yang mengindikasikan data Indeks Dow Jones tidak bervariasi. Data Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) memiliki nilai minimum sebesar 2549,03 dan nilai maksimum sebesar 5226,95. Nilai-nilai tersebut menunjukkan bahwa respon terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) adalah antara 2549,03 sampai dengan 5226,95. Nilai rata-rata sebesar 4100,75 dengan nilai median sebesar 4136,57. Nilai rata-rata yang lebih kecil dari nilai median menunjukkan bahwa nilai Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) cenderung condong ke arah nilai maksimum. Deviasi standar sebesar 706,12 lebih kecil dari nilai rata-rata menunjukkan bahwa Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sebaran nilainya semakin dekat dari nilai rata-ratanya, yang mengindikasikan data Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tidak bervariasi. Sebelum dilakukan pengujian hipotesis, terlebih dahulu harus dipenuhi uji prasyarat. Uji prasyarat meliputi uji normalitas, uji multikolinearitas, uji heteroskedastisitas, dan uji autokorelasi. Uji normalitas dilakukan pada data tingkat suku bunga SBI, kurs mata uang Rupiah atas Dollar AS, Indeks Dow Jones, dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Rekapitulasi hasil uji normalitas data tersaji pada Tabel 2 di bawah ini Tabel 2 Rekapitulasi Hasil Uji Normalitas Data One-Sample Kolgomorov-Smirnov Test N Normal Parametersa,b Most Extreme Differences Mean Std. Deviation Absolute Positive Negative Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed) 60 0,0000000 5,52343444E2 0,076 0,076 -0,068 0,590 0,877 (sumber: data diolah, spss 19) Berdasarkan Tabel 2, ditunjukkan bahwa nilai Asymp. Sig. (2-tailed) sebesar 0,877. Nilai Asymp. Sig. (2-tailed) tersebut lebih besar dari 0,05 untuk statistik OneSample Kolmogorov-Smirnov. Berdasarkan kriteria uji normalitas, data terdistribusi normal jika nilai Asymp. Sig. (2-tailed) lebih besar dari 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa sebaran data berdistribusi normal. Uji multikoliniearitas bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara variabel bebas yang satu dengan variabel yang lainnya. Model yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi yang tinggi di antara variabel bebas. Uji multikolinieritas dapat diuji dengan menggunakan Variance Inflation Factor (VIF) untuk masing-masing variabelbebas. e-Journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Vol 3 No. 1 Tahun 2015) Tabel 3 Ringkasan Hasil Uji Multikolinieritas Collinearity Statistics Model Tolerance VIF (Constant) Tingkat Suku Bunga SBI Kurs Mata Uang Rupiah atas Dollar AS Indeks Dow Jones 0,846 0,784 0,921 1,183 1,276 1,086 (Sumber: data diolah spss 19) Berdasarkan Tabel 3, maka dapat diketahui nilai VIF untuk masing-masing variabel penelitian sebagai berikut: (1) Nilai VIF untuk variabel tingkat suku bunga SBI sebesar 1,183 < 10 dan nilai tolerance sebesar 0,846 > 0,10 sehingga variabel tingkat suku bunga SBI dinyatakan tidak terjadi gejala multikoliniearitas. (2) Nilai VIF untuk variabel kurs mata uang Rupiah atas Dollar AS sebesar 1,276 < 10 dan nilai tolerance sebesar 0,784 > 0,10 sehingga variabel kurs mata uang Rupiah atas Dollar AS dinyatakan tidak terjadi gejala multikoliniearitas. (3) Nilai VIF untuk variabel Indeks Dow Jones sebesar 1,086 < 10 dan nilai tolerance sebesar 0,921 > 0,10 Model 1 (Constant) X1 X2 X3 sehingga variabel Indeks Dow Jones dinyatakan tidak terjadi gejala multikoliniearitas. Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan yan lain tetap, maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda akan disebut heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah model yang tidak terjadi heteroskedastisitas. Untuk menguji hiteroskedastisitas dapat digunakan uji Glejser. Ringkasan hasil uji heteroskedastisitas disajikan pada Tabel 4 Tabel 4 Hasil Uji Heteroskedastisitas Unstandardized Standardized Coefficients Coefficients t B Std. Error Beta 1586,037 673,312 2,356 -11074,552 6486,522 -0,239 -1,707 -0,011 0,037 -0,044 -0,307 -0,021 0,018 -0,157 -1,175 Sig. 0,022 0,093 0,760 0,245 (Sumber: data diolah, spss 19) Keterangan: X1 adalah tingkat suku bunga SBI, X2 adalah kurs mata uang Rupiah atas Dollar AS, X3 adalah Indeks Dow Jones. Berdasarkan Tabel 4, diketahui apakah sebuah model regresi linier terdapat bahwa nilai signifikansi antara variabel korelasi antara kesalahan pengganggu bebas dengan absolut residual lebih besar pada suatu periode dengan kesalahan pada dari 0,05. Jadi, dapat disimpulkan bahwa periode sebelumnya. Untuk menguji tidak ditemukannya masalah autokorelasi dapat digunakan Durbin heteroskedastisitas pada model regresi. Uji Waston (DW). Ringkasan hasil uji autokorelasi digunakan untuk menguji autokorelasi disajikan pada Tabel 5. Tabel 5 Ringkasan Hasil Uji Autokorelasi Model R R Square Adjusted R Square Std, Error of the Estimate Durbin Watson 1 0,623 0,388 0,355 566,94535 2,146 e-Journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Vol 3 No. 1 Tahun 2015) (Sumber: data diolah, spss 19) Berdasarkan Tabel 5 diketahui bahwa nilai Durbin Watson sebesar 2,146. Nilai tabel Durbin Watson pada α = 5%, n = 60, k = 3 adalah dL = 1,480 dan dU = 1,688. Nilai Durbin Watson berada di antara dU dan (4 – dU) atau 1,688 < 2,146 < 2,312. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa dalam regresi linier tidak terdapat autokorelasi atau tidak terjadi korelasi di antara kesalahan pengganggu. Uji ini 1 digunakan untuk menentukkan analisis pengaruh tingkat suku bunga SBI, kurs mata uang Rupiah atas Dollar AS, Indeks Dow Jones terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) secara parsial, di mana dapat dilihat dari besarnya nilai probabilitas pada uji t. Hasil uji t dari variabel tingkat suku bunga SBI, kurs mata uang Rupiah atas Dollar AS, Indeks Dow Jones secara parsial disajikan pada Tabel 6. Tabel 6 Rekapitulasi Hasil Analisis Persamaan Regresi Linier Ganda Unstandardized Standardized Coefficients Coefficients Model T Sig. B Std. Error Beta (Constant) 3748,578 1243,646 3,014 0,004 X1 11980,977 -0,345 -3,038 0,004 36400,367 X2 0,141 0,068 0,244 2,070 0,043 X3 0,094 0,033 0,305 2,802 0,007 (Sumber:data diolah, spss 19) Keterangan: X1 adalah tingkat suku bunga SBI, X2 adalah kurs mata uang Rupiah atas Dollar AS, X3 adalah Indeks Dow Jones Berdasarkan perhitungan, maka didapat: : Yˆ 3748,578 - 36400,367 X1 0,141X 2 0,094 X 3 . Berdasarkan model regresi yang terbentuk, dapat diinterpretasikan hasil sebagai berikut: (1) Konstanta sebesar 3748,578 menunjukan jika variabel tingkat suku bunga SBI (X1), kurs mata uang Rupiah atas Dollar AS (X2), Indeks Dow Jones (X3) bernilai konstan, maka variabel Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) (Y) memiliki nilai positif sebesar 3748,578 satuan. (2) Variabel tingkat suku bunga SBI (X1) memiliki koefisien negatif sebesar 36400,367 dan nilai signifikan 0,004. Nilai probabilitas signifikan untuk tingkat suku bunga SBI (X1) adalah 0,004. Nilai ini lebih kecil dari nilai probabilitas α = 5%, maka dapat dinyatakan bahwa tingkat suku bunga SBI (X1) berpengaruh terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) (Y). Sedangkan, nilai koefisien regresi yang negatif menunjukkan bahwa tingkat suku bunga SBI (X1) terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) (Y) berpengaruh negative.Hal ini menggambarkan bahwa jika terjadi kenaikan tingkat suku bunga SBI (X1) sebesar 1 satuan, maka Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) (Y) akan mengalami penurunan sebesar 36400,367 satuan dengan asumsi variabel independen yang lain kurs mata uang Rupiah atas Dollar AS (X2) dan Indeks Dow Jones (X3) dianggap konstan. (3) Variabel kurs mata uang Rupiah atas Dollar AS (X2) memiliki koefisien positif sebesar 0,141 dan nilai signifikan 0,043. Nilai probabilitas signifikan untuk kurs mata uang Rupiah atas Dollar AS (X2) adalah 0,043. Nilai ini lebih kecil dari nilai probabilitas α = 5%, maka dapat dinyatakan bahwa kurs mata uang Rupiah atas Dollar AS (X2) berpengaruh terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) (Y). Sedangkan, nilai koefisien regresi yang positif menunjukkan bahwa kurs mata uang Rupiah atas Dollar AS (X2) terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) (Y) berpengaruh positif. Berpengaruh positif dan signifikan, jadi kurs mata uang rupiah berpengaruh positif terhadap indeks harga saham gabungan (IHSG). e-Journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Vol 3 No. 1 Tahun 2015) Model 1 Tabel 8 Rekapitulasi Hasil Analisis Koefisien Determinasi Adjusted R R R Square Std. Error of the Estimate Square 0,623 0,388 0,355 566,94535 (Sumber: diolah, spss19) Berdasarkan Tabel 8, diketahui bahwa hasil perhitungan koefisien determinasi sebesar 0,355. Hal ini menunjukkan bahwa 35,5% variabel Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dipengaruhi oleh variabel tingkat suku bunga SBI, kurs mata uang Rupiah atas Dollar AS, dan Indeks Dow Jones, sedangkan 65,5% dipengaruhi oleh faktor lain. Pengaruh Tingkat Suku Bunga SBI terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Hipotesis pertama yang menyatakan bahwa tingkat suku bunga SBI berpengaruh negatif dan signifikan terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) diterima. Hasil penelitian menunjukkan bahwa berpengaruh negatif dan siginifikan antara tingkat suku bunga SBI dengan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Persamaan regresi punya arah koefisien negatif. Pengaruh negatif menunjukkan bahwa hubungan tingkat suku bunga SBI dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) adalah berbanding terbalik. Jika tingkat suku bunga SBI semakin tinggi, maka Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) semakin rendah. Terdapat pengaruh yang signifikan tingkat suku bunga SBI terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), yang ditunjukkan dengan nilai probabilitas signifikan untuk tingkat suku bunga SBI adalah 0,004 lebih kecil dari 0,05. Berdasarkan hasil analisis regresi linier ganda, maka dapat diambil suatu justifikasi bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara tingkat suku bunga SBI terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Justifikasi diambil dengan mempertimbangkan kajian teori dan emperis. Berdasarkan teori, hukum besi pasar modal merumuskan bahwa jika tingkat suku bunga umum naik, maka IHSG akan turun dan begitu pula sebaliknya jika tingkat suku bunga umum turun, maka IHSG akan naik (Soedigno dan Nasution, 1997:6). Hal ini sejalan dengan pendapat yang diungkapkan oleh Maryana (1997:35), di mana penguatan IHSG dikarenakan adanya suku bunga yang turun dan rupiah yang menguat. Teori ini diperkuat oleh Bank Indonesia dalam buletinnya bahwa penurunan suku bunga SBI diharapkan dapat mendorong investasi dan penyediaan modal kerja yang sangat diperlukan dalam proses pemulihan ekonomi nasional (Bank Indonesia, 1999:9). Jadi, rasionalnya adalah tingkat suku bunga SBI mempunyai peranan yang besar terhadap harga saham. Kenaikan tingkat suku bunga dapat meningkatkan beban perusahaan yang lebih lanjut dapat menurunkan harga saham. Kenaikan ini juga potensial mendorong investor menjual saham dan mentransfer dana ke bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI). Apabila suku bunga SBI naik, maka investor akan mendapat hasil besar, sehingga akan menjual sahamnya dan ditukarkan dengan SBI. Dengan demikian naiknya suku bunga SBI akan mengakibatkan tur harga saham dan IHSG pun akan turun. Secara empiris hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Wulandari (2013), yang menyatakan bahwa tingkat suku bunga SBI berpengaruh negatif dan signifikan terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Pengaruh Kurs Mata Uang Rupiah atas Dollar AS terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Hipotesis kedua yang menyatakan bahwa kurs mata uang Rupiah atas Dollar AS berpengaruh positif dan signifikan terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) diterima. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh yang positif dan signifikan antara kurs mata uang Rupiah atas Dollar AS terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Persamaan regresi punya arah koefisien positif. Pengaruh positif menunjukkan bahwa hubungan kurs mata uang Rupiah atas Dollar AS dan Indeks e-Journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Vol 3 No. 1 Tahun 2015) Harga Saham Gabungan (IHSG) adalah searah. Jika kurs mata uang Rupiah atas Dollar AS semakin tinggi, maka Indeks harga saham gabungan (IHSG) juga semakin tinggi. Terdapat pengaruh yang signifikan kurs mata uang Rupiah atas Dollar AS terhadap kualitas laporan keuangan, yang ditunjukkan dengan nilai probabilitas signifikan untuk kurs mata uang Rupiah atas Dollar AS adalah 0,000 lebih kecil dari 0,05.Berdasarkan hasil analisis regresi linier ganda, maka dapat diambil suatu justifikasi bahwa terdapat pengaruh yang signifikan kurs mata uang Rupiah atas Dollar AS terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Justifikasi diambil dengan mempertimbangkan kajian teori dan emperis. Secara teori, penguatan IHSG dikarenakan adanya suku bunga yang turun dan rupiah yang menguat (Maryana, 1997:35). Teori ini menunjukkan bahwa IHSG akan melemah karena rupiah yang melemah. Sebab melemahnya rupiah dapat terjadi apabila faktor fundamental perekonomian Indonesia tidaklah kuat, sehingga dolar Amerika akan menguat dan akan menurunkan Indeks Harga Saham Gabungan di BEI (Sunariyah, 2006). Hal ini tentunya menambah resiko bagi investor apabila hendak berinvestasi di bursa saham Indonesia (Robert Ang, 1997). Investor tentunya akan menghindari resiko, sehingga investor akan cenderung melakukan aksi jual dan menunggu hingga situasi perekonomian dirasakan membaik. Aksi jual yang dilakukan investor ini akan mendorong penurunan indeks harga saham di BEI dan mengalihkan investasinya ke dolar Amerika (Jose Rizal, 2007). Jadi, rasionalnya adalah melemahnya kurs mata uang Rupiah atas Dollar AS akan melemahkan nilai IHSG. Ketika rupiah melemah dan dolar AS menguat, hal ini mengakibatkan naiknya biaya bahan baku terhadap sebagian besar perusahaan yang mengimpor dari luar negeri. Kenaikan ini mengurangi tingkat keuntungan perusahaan. Hal ini akan mendorong investor untuk melakukan aksi jual terhadap harga saham-saham yang dimilikinya. Apabila banyak investor yang melakukan hal tersebut tentunya akan mendorong penurunan IHSG. Secara empiris hasil penelitian ini konsisten dengan hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Novianto (2011), yang menunjukkan bahwa kurs mata uang Dollar AS atas Rupiah berpengaruh negatif dan signifikan terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Dengan demikian, kurs mata uang. Rupiah atas Dollar AS berpengaruh positif dan signifikan terhadap (IHSG). Pengaruh Indeks Dow Jones terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Hipotesis ketiga yang menyatakan bahwa Indeks Dow Jones berpengaruh positif dan signifikan terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) diterima. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh yang positif dan signifikan antara Indeks Dow Jones terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Persamaan regresi punya arah koefisien positif. Pengaruh positif menunjukkan bahwa hubungan Indeks Dow Jones dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) adalah searah. Jika Indeks Dow Jones semakin tinggi, maka Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) juga semakin tinggi. Terdapat pengaruh yang signifikan Indeks Dow Jones terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), yang ditunjukkan dengan nilai probabilitas signifikan untuk Indeks Dow Jones adalah 0,000 lebih kecil dari 0,05. Berdasarkan hasil analisis regresi linier ganda, maka dapat diambil suatu justifikasi bahwa terdapat pengaruh yang signifikan Indeks Dow Jones terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Justifikasi diambil dengan mempertimbangkan kajian teori dan emperis. Secara teoretis, Dengan naiknya Indeks Dow Jones berarti kinerja perekonomian Amerika Serikat juga ikut membaik. Amerika sebagai salah satu Negara tujuan ekspor Indonesia, pertumbuhan perekonomian Amerika dapat mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia melalui kegiatan ekspor maupun aliran modal masuk baik berupa investasi atau melalui pasar modal (Sunariyah, 2006). Karim et al., (2008) mengemukakan bahwa pasar modal Indonesia sudah terintegrasi dengan pasar modal dunia. Hal ini menimbulkan konsekuensi bahwa pergerakan pasar modal Indonesia akan dipengaruhi oleh pergerakan pasar modal e-Journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Vol 3 No. 1 Tahun 2015) dunia baik (Samsul, 2008). Sebagai akibat semakin luasnya globalisasi, maka tidak menutup kemungkinan investor-investor asing menanamkan modalnya pada pasar modal Indonesia sehingga indeks di Pasar modal Indonesia akan semakin meningkat. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan hipotesis terhadap pengaruh tingkat suku bunga SBI, kurs mata uang Rupiah atas Dollar AS, dan Indeks Dow Jones terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2010-2014 dapat ditarik simpulan sebagai berikut: 1)Variabel tingkat suku bunga SBI berpengaruh negatif terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), artinya apabila tingkat suku bunga SBI semakin tinggi, maka Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) akan semakin rendah. 2) Variabel kurs mata uang Rupiah atas Dollar AS berpengaruh positif terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), artinya apabila kurs mata uang Rupiah atas Dollar AS semakin tinggi, maka Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) juga semakin tinggi. 3) Variabel Indeks Dow Jones berpengaruh positif terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), artinya apabila Indeks Dow Jones semakin tinggi, maka Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) juga semakin tinggi. SARAN Bagi manajemen perusahaan, sebaiknya lebih memperhatikan aspek tingkat suku bunga SBI, kurs mata uang Rupiah atas Dollar AS, dan Indeks Dow Jones, karena sesuai dengan hasil penelitian ini keempat variabel tersebut menjadi acuan bagi investor dalam memilih saham yang masuk dalam daftar Bursa Efek Indonesia (BEI). Hal ini terjadi karena investor cenderung berkepentingan terhadap kemampuan perusahaan menghasilkan keuntungan di masa yang akan datang. Keterbatasan penelitian ini variabel independen yang digunakan hanya tiga variabel, yaitu tingkat suku bunga SBI, kurs mata uang Rupiah atas Dollar AS, dan Indeks Dow Jones sehingga bagi peneliti selanjutnya dapat menggunakan variable lain yang mempengaruhi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) namun tidak masuk dalam model yang diuji dalam penelitian ini DAFTAR PUSTAKA Adiningsih, Sri dkk. 1998. Perangkat Analisis dan Teknik Analisis Investasi di Pasar Modal Indonesia. Jakarta: PT Bursa Efek Jakarta. Anto, Dajan. 1996, Pengantar Metode Statistik jilid II, cetakan kedelapan belas. Jakarta: PT. Pustaka LP3ES. Bank Indonesia. 2006. Surat Ederan Bank Indonesia No.8/15/DNP/2006 tentang laporan berkala Bank umum ---------------------. 2004. Peraturan Bank Indonesia No.6/23/PBI/2004 tentang Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum Darmawi, H. 2006. Manajemen Asuransi. Jakarta: Bumi Aksara, Fabozzi, E.J. and Francis, J.C. 1996.Capital Markets and Institution and Instrument. New Jersey: Upper Saddle River Hamdy, Hady. 2010.Manajemen Keuangan Internasional. Jakarta: Penerbit Mitra Wacana Media. Samsul, Muhamad. 2006. Pasar Modal dan Manajemen Portofolio. Jakarta: Erlangga Samuelson, Paul A. dan William P. Nordhaus. 1997. Makro ekonomi. Edisi Keempat belas. Jakarta: Erlangga. Sitinjak, Elyzabeth Lucky Maretha dan Widuri Kurniasari. 2003. IndikatorIndikator Pasar Saham Dan Pasar Uang yang Saling Berkaitan Ditinjau Dari Pasar Saham Sedang Bullish dan Bearish. Jurnal Riset Ekonomi dan Manajemen, vol.3 no.3, 35-36. e-Journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Vol 3 No. 1 Tahun 2015) Suad, Husnan. 2003. Manajemen Keuangan Teori dan Penerapan (keputusan Jangka Pendek), Edisi keempat,Yogyakarta: BPFE. Sunariyah, 2006, Pengantar Pengetahuan Pasar Modal, Edisi Kelima, Yogyakarta: UPP STIM YKPN,