ANALISIS RISIKO INVESTASI SAHAM PADA SEKTOR PROPERTI DI BURSA EFEK INDONESIA PERIODE 2003-2008 Antonius Heru Santosa Universitas Gunadarma [email protected] Aris Budi Setiawan Universitas Gunadarma [email protected] ABSTRAKSI Pasca pemulihan kondisi ekonomi dari krisis moneter di tahun 2002, perlahan lingkungan perekonomian nasional telah memasuki kondisi normal (baik). Salah satu contoh dapat dilihat pada sektor bisnis properti yang kembali mengalami peningkatan ratarata pertumbuhan Index Harga Saham Gabungan pada sektor ini yang cukup signifikan per tahunnya (yoy). Namun di penghujung tahun 2008 telah terjadi gonjangan ekonomi global yang melanda hampir seluruh negara di dunia, tentunya hal ini juga akan berdampak dalam kondisi perekonomian di negara itu sendiri dalam hal ini adalah kondisi lingkungan investasi di pasar modal indonesia. Atas dasar masalah tersebut penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang dapat mempengaruhi tingkat risiko investasi saham di sektor properti baik itu faktor sistematis maupun faktor non sistematis khususnya dan kondisi lingkungan investasi saham di pasar modal pada umumnya. Metode pengambilan sampel menggunakan purposive sampling methode, dari dua puluh empat perusahaan hanya dipilih enam belas perusahaan karena memiliki data harga saham serta laporan keuangan lengkap. Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan selama proses penelitian, disimpulkan bahwa terdapat sebuah model yang cocok digunakan sebagai alat untuk memprediksi atau mengestimasi besar kecilnya tingkat risiko investasi saham pada sektor properti. Model tersebut adalah sebagai berikut: Yt = 0,386 + 0,019X2 + 0,045X 5 + 0,162X 6 – 0,065X7 Model tersebut terdiri dari suku bunga deposito (X2) (faktor sistematis) dan struktur modal (X5), struktur aktiva (X6) serta Rasio likuiditas (X7) (faktor non sistematis) sebagai variabel prediktor dari tingkat risiko investasi saham sektor properti. Hasil kesimpulan yang didapat bahwa secara simultan keempat variabel tersebut memilki pengaruh yang signifikan, sedangkan secara parsial hanya variabel struktur aktiva tidak memiliki pengaruh yang signifikan. Kemudian jika dilihat secara parsial dari masing-masing faktor sistematis disimpulkan bahwa suku bunga deposito memiliki pengaruh yang paling signifikan. Kata Kunci : Risiko Investasi Saham, Faktor Sistematis dan Non Sistematis, Sektor Properti. Analisis Risiko Investasi Saham Pada Sektor Properti Di Bursa Efek Indonesia Periode 2003-2008 1 PENDAHULUAN Global economic crisis atau krisis ekonomi/keuangan global sedang melanda hampir seluruh negara di dunia saat ini, bermula dari sebuah masalah di Amerika di mana para pelaku ekonomi (investment banks) melakukan kesalahan dalam hal kegiatan-kegiatan finansialnya hingga mengakibatkan menjalarnya permasalahan ke berbagai sektor lain bahkan sampai mempengaruhi kondisi perekonomian negara lain. Di Indonesia, penutupan selama beberapa hari serta penghentian sementara perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia merupakan salah satu dampak nyata dan pertama kalinya sepanjang sejarah tentunya dapat merefleksikan betapa besar dampak dari permasalahan yang bersifat global ini. Berdasarkan Laporan Kebijakan Moneter Bank Indonesia pada Triwulan IV-2008, gejolak keuangan global telah menyebabkan tekanan terhadap perekonomian Indonesia. Melemahnya ekspor, tekanan pada Neraca Pembayaran Indonesia (NPI), gejolak di pasar uang, terdepresiasinya pertumbuhan ekonomi Indonesia (PDB) dan semakin tingginya inflasi indonesia (IHK) yang mencapai 11,06% di tahun 2008 yang jauh lebih tinggi dibandingkan tahun 2007. Gambar 1. Grafik IHSG 1996-2008 Sumber: Data Bank Indonesia 2008 Di pasar keuangan, kondisi likuiditas keuangan global yang ketat dan pada waktu yang bersamaan persepsi risiko terhadap negara emerging market meningkat. Pada giliranya hal ini menyebabkan anjloknya IHSG hingga menyentuh level 1.111,39 pada 28 Oktober 2008 atau merupakan level yang terendah sejak tahun 2005. Analisis Risiko Investasi Saham Pada Sektor Properti Di Bursa Efek Indonesia Periode 2003-2008 Sementara melemahnya nilai tukar Rupiah secara tajam sejak awal triwulan IV-2008. selama 2008, tercatat Rupiah sempat tertekan hingga mencapai Rp. 12.150 per dollar AS di bulan November (Gambar 1) disertai melonjaknya persentase fluktuasi valas (volatilitas) yang mencapai 4,67% (Gambar 1.4), secara rata-rata Rupiah mencatat 2 pelemahan sebesar 5,4% hingga mencapai Rp. 9.666 per dollar AS. Di sisi lain pemerintah terus berusaha dan meminta seluruh pelaku ekonomi dan masyarakat untuk tetap tenang, rasional dan berfikir jernih dalam menghadapi permasalahan ini, karena pasar modal memang mempengaruhi perekonomian namun tidak menggambarkan keseluruhan situasi perekonomian Indonesia (pidato Presiden, 6 oktober 2008). Berbagai langkah/program dan kebijakan pun dilakukan untuk memastikan pengaruh dari krisis global dapat diminimalkan dan mendorong nilai pertumbuhan ekonomi tetap di atas enam persen. Besarnya perhatian pemerintah dalam hal menjaga serta berusaha meningkatkan gairah perekonomian kembali memang dinilai sangat wajar mengingat proses pembangunan yang sedang dilakukan bangsa Indonesia terus mengalami peningkatan terutama dalam segi biaya/cost. Di sisi lain, kemampuan pemerintah dalam menyediakan dana untuk membiayai pembangunan akhirakhir ini memang terbatas. Oleh sebab itu, kegiatan perdagangan harus tetap berlangsung khususnya kegiatan perdagangan dalam pasar modal dan pasar uang dimana penghimpunan dana/investasi secara efektif dan efisien dapat tersalurkan. Bagi seorang investor, investasi merupakan kegiatan yang menyangkut masa depan dan mengandung ketidakpastian, hal ini menandakan terdapat unsur risiko di dalamnya. Pengetahuan tentang risiko merupakan suatu hal yang penting dimiliki oleh para investor maupun calon investor. Sebelum mengambil keputusan investasi, seorang investor yang rasional paling tidak harus mempertimbangkan dua hal, yaitu Analisis Risiko Investasi Saham Pada Sektor Properti Di Bursa Efek Indonesia Periode 2003-2008 pendapatan yang diharapkan dan risiko yang terkandung dari alternatif investasi yang dilakukannya. Risiko investasi saham tercermin pada variabilitas pendapatan (return) saham, baik pendapatan saham individual maupun pendapatan saham secara komprehensip (market return) di pasar modal. Besar kecilnya risiko investasi pada saham dapat diukur dengan varians atau standart deviasi dari pendapatan saham tersebut. Risiko ini disebut risiko total yang terdiri dari risiko sistematis dan risiko tidak sistematis. Risiko sistematis ditentukan dari besar kecilnya koefisien beta yang menunjukan tingkat kepekaan harga suatu saham terhadap harga saham secara keseluruhan di pasar. Jenis risiko ini timbul karena faktorfaktor yang bersifat makro dan mempengaruhi semua perusahaan atau industri serta tidak dapat dikurangi walaupun dengan cara diversifikasi. Faktor-faktor tersebut adalah : Pertumbuhan Ekonomi, Tingkat Bunga (deposito), Tingkat Inflasi, Nilai Tukar Valuta Asing dan Kebijakan Pemerintah di bidang ekonomi (Halim, 2005: 41). Selanjutnya risiko tidak sistematis merupakan risiko yang timbul karena faktor-faktor mikro yang dijumpai pada perusahaan atau industri tertentu, sehingga pengaruhnya terbatas pada perusahaan atau industri tertentu atau dengan kata lain perubahan pengaruhnya tidak sama terhadap perusahaan satu dengan yang lainnya. Faktor-faktor tersebut adalah : Struktur Modal, Struktur Aktiva dan Tingkat Likuiditas perusahaan (Ahmad, 2005: 90). Sektor properti sebagai salah satu media investasi saat ini telah mengalami pertumbuhan yang sangat meyakinkan. Meskipun saat ini dunia sedang mengalami krisis global seolah tak 3 perbankan pun memberikan dukungan yang sangat besar kepada usaha properti. Bahkan pada tahun 2007 yang lalu, pertumbuhan kredit properti mencapai 43,2% jauh di atas pertumbuhan total kredit nasional yang hanya mencapai 26%. Tingginya pertumbuhan kredit properti ini sejalan dengan pertumbuhan sektor usaha properti yang juga sangat pesat pada dua tahun terakhir. Perkembangan kredit properti untuk periode 2003-2007 adalah sebagaimana dalam Gambar 2 berikut ini: menyurutkan niat para pengembang dan pelaku bisnis properti untuk tetap melakukan berbagai kegiatan-kegiatan pembangunan. Baik itu dalam hal pembangunan perumahan, apartemen dan mal-mal. Di samping itu, perkembangan sektor properti juga dapat dilihat dari menjamurnya real estate di kota-kota besar. Berdasarkan SEKI yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia pada Desember 2008, pertumbuhan kredit properti tumbuh sangat tinggi selama dua tahun terakhir sebagai bukti bahwa sektor 2003 2004 2005 2006 2007 Gambar 2. Perkembangan Kredit Properti 2003-2007 Sumber: SEKI, Bank Indonesia, 2008 TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Pasar Modal Pada dasarnya, pasar modal hampir sama dengan pasar-pasar lain. Untuk setiap pembeli yang berhasil, selalu harus ada penjual yang berhasil. Jika jumlah orang yang ingin membeli lebih banyak dibandingkan dengan orang yang ingin menjual, harga akan semakin tinggi dan bila sedikit orang yang ingin membeli dan banyak yang ingin menjual maka harga akan turun/jatuh. Yang membedakan pasar modal dengan pasar Analisis Risiko Investasi Saham Pada Sektor Properti Di Bursa Efek Indonesia Periode 2003-2008 lain adalah dalam hal komoditas yang diperdagangkan. Pasar modal dapat dikatakan sebagai pasar abstract, karena yang diperjual-belikan adalah dana-dana jangka panjang, yaitu dana yang keterikatannya dalam investasi lebih dari satu tahun. Menurut Kamaruddin Ahmad (2005: 18) memiliki tiga definisi : a. Definisi yang luas Pasar modal adalah kebutuhan akan sistem keuangan yang terorganisasi, termasuk bank-bank komersial dan 4 semua perantara di bidang keuangan, serta surat-surat kertas berharga/klaim jangka panjang dan jangka pendek, primer dan yang tidak langsung. b. Definisi dalam arti menengah Pasar modal adalah semua pasar yang terorganisasi dan lembaga-lembaga yang memperdagangkan warkatwarkat kredit (biasanya yang bejangka waktu lebih dari satu tahun), termasuk saham-saham, obligasiobligasi, pinjaman berjangka, hipotik, tabungan serta deposito berjangka. c. Definisi dalam arti sempit Pasar modal adalah tempat pasar terorgaisasi yang memperdagangkan saham-saham dan obligasi-obligasi dengan memakai jasa dari broker/pialang, komisioner dan underwriter. Sedangkan di Indonesia ada empat pengertian tentang pasar modal, yaitu : a. Menurut undang-undang No. 15 tahun 1952, yang dimaksud dengan bursa adalah bursa-bursa perdagangan di Indonesia yang didirikan untuk perdagangan uang dan efek, termasuk semua pelelangan efek-efek. b. Menurut Keppres No. 60 tahun 1988, bahwa pasar modal adalah bursa yang merupakan sarana untuk mempertemukan penawar dan peminta dana jangka panjang, sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang No. 15 tahun 1952 tentang bursa. c. Menurut Keppres No. 53 tahun 1990, bahwa bursa efek adalah suatu tempat pertemuan yang diorganisasikan dan digunakan untuk menyelenggarakan pertemuan penawaran jual-beli atau perdagangan efek. d. Menurut Undang-undang No. 8 tahun 1995 tentang pasar modal menyatakan bahwa pasar modal Analisis Risiko Investasi Saham Pada Sektor Properti Di Bursa Efek Indonesia Periode 2003-2008 adalah kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek. Sedangkan yang dimaksud dengan bursa efek adalah pihak yang menyelenggarakan dan menyediakan sistem dan atau sarana untuk mempertemukan penawaran jual dan beli efek pihak-pihak lain dengan tujuan memeperdagangkan efek diantara mereka. Penyelenggara bursa efek adalah perseroan yang telah mendapat izin dari Bapepam. Izin dari Bapepam merupakan hal yang mutlak karena perdagangan yang diselenggarakan oleh bursa efek menyangkut dana dari masyarakat yang diinvestasikan dalam efek. Pengertian Investasi Dan Investasi Saham Investasi pada hakikatnya merupakan penempatan sejumlah dana pada saat ini dengan harapan untuk memperoleh keuntungan dimasa yang akan datang. Selisih tingkat perolehan antara future consumption (future dollar) dan current consumption (current dollar) ini disebut dengan pure rate of interest. Keinginan untuk membayar perbedaan tingkat perolehan ini, baik untuk meminjam atau meminjamkan sering kali disebut pure time value of money. Menurut Tandelilin (2001: 3) mengatakan bahwa : “Investasi adalah komitmen atas sejumlah dana atau sumber daya lainnya yang dilakukan pada saat ini, dengan tujuan memperoleh sejumlah keuntungan di masa yang akan datang.” Menurut Bodie et al (2004: 4) investasi diartikan sebagai berikut : 5 “Investment is commitment of current resources in the expectation of deriving greater resources in the future.” Dan menurut Gitman dan Joenk (2005: 3) investasi adalah sebagai berikut: “Any vehicle into which funds can be placed with expectation that it will generate positive income and/or preserve on increased it’s value.” Dapat disimpulkan dari kedua definisi diatas bahwa suatu investasi adalah penanaman modal untuk memperoleh di masa yang akan datang serta memperhatikan kemakmuran dari investor itu sendiri. Saham adalah surat berharga yang menunjukan kepemilikan perusahaan sehingga pemegang saham memiliki hak klaim atas deviden atau distribusi lain yang dilakukan perusahaan kepada pemegang saham-nya, termasuk hak klaim atas asset perusahaan, dengan prioritas setelah hak klaim pemegang surat berharga lain dipenuhi, jika terjadi liquidasi. Coyle (2002: 112) mendefinisikan saham sebagai berikut : “A short-term unsecured promissory note. The issuer of the note promises to pay it’s holder a specified amount at a specified future date.” Artinya bahwa, saham merupakan suatu bukti kepemilikan jangka pendek. Surat perjanjian yang pembayarannya diberikan kepada pemilik (stock holder) dikemudian hari. Menurut Elton dan Gruber (2003: 17) adalah : “Common stock represent an owner claim on the earning and asset of a corporation. After holder of debt claims are paid, the management of the company can either pay out the remaining earning to stockholders in the form of dividends of Analisis Risiko Investasi Saham Pada Sektor Properti Di Bursa Efek Indonesia Periode 2003-2008 reinvest part or all of the earning in the business.” Kemudian menurut Schall and Halley (2000: 15) mendefinisikan saham debagai berikut : “Common stock represent the ownership of corporation. The owners of the firm. The extent of ownership by any person depends on number of share common stock held by the person relative to the total number of shares outstanding.” Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa saham menunjukan kepemilikan atas suatu perusahaan dan pemilik saham berhak atas keuntungan dari perusahaan dan besarnya keuntungan yang didapat sesuai dengan besarnya jumlah saham yang dimiliki. Disamping itu saham biasa juga memiliki hak untuk memilih (vote) dalam RUPS untuk keputusan-keputusan yang memerlukan pemungutan suara seperti pembagian deviden, pengangkatan direksi dan komisaris, dsb. Risiko Investasi Saham Dan Jenis-jenis Risiko Investasi Saham Di dalam kamus bahasa Indonesia, risiko didefinisikan sebagai kemungkinan untuk luka, rusak atau hilang. Dalam konteks manajemen investasi, risiko merupakan besarnya penyimpangan antara tingkat pengembalian yang diharapkan (expected return) dengan tingkat pengembalian aktual (actual return). Semakin besar penyimpangannya berarti semakin besar tingkat risikonya. Menurut Levy dan Sarnat (2006: 222) risiko investasi didefinisikan sebagai berikut : “The term risk or equivalenty will be used to describe an option whose profit is not known in advance with absolute certainly, but for which am array of alternative 6 outcomes and their probabities are known”. Secara umum jenis-jenis risiko dapat dikelompokan menjadi dua kelompok sebagai berikut : a. Risiko Sistematis, yaitu risiko yang berpengaruh terhadap semua investasi dan tidak dapat dikurangi atau dihilangkan dengan cara melakukan diversivikasi. Risiko yang termasuk dalam kelompok ini adalah risiko pasar, tingkat bunga, daya beli, politik, psikologis, dan risiko kegagalan karena kondisi ekonomi yang semakin memburuk. b. Risiko Tidak Sistematis, yaitu risiko yang melekat pada investasi tetentu karena kondisi yang unik dari suatu perusahaan atau industri tertentu. Risiko ini dapat dikurangi dengan cara melakukan diversivikasi, karena risiko ini hanya ada dalam satu perusahaan atau industri tertentu. Fluktuasi risiko ini basarnya berbedabeda antara saham satu dengan yang lainnya. Risiko yang termasuk dalam kelompok ini adalah risiko kegagalan karena kondisi intern perusahaan, risiko kredit atau finansial, risiko manajemen, callability risk dan convertability risk. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Risiko Investasi Saham Risiko investasi saham dipengaruhi oleh beberapa faktor yang bersifat makro dan mikro. Faktor-faktor yang bersifat makro merupakan faktorfaktor yang dapat mempengaruhi semua perusahaan atau industri serta tidak dapat dikurangi walaupun dengan cara diversivikasi, sedangkan faktor-faktor yang bersifat mikro adalah spesifik dan hanya mempengaruhi perusahaan tertentu saja atau dengan kata lain perubahan Analisis Risiko Investasi Saham Pada Sektor Properti Di Bursa Efek Indonesia Periode 2003-2008 pengaruhnya tidak sama terhadap perusahaan satu dengan yang lainnya. Sehingga dapat disimpulkan kedua jenis faktor tersebut dapat memepengaruhi besarnya tingkat risiko pada saham. Berikut adalah beberapa faktor makro dan mikro yang dapat mempengaruhi besarnya tingkat sebuah risiko saham : 1. Pertumbuhan Ekonomi (PDB) Pertumbuhan ekonomi merupakan gambaran keadaan dimana perekonomian mengalami masa resesi, berkembang atau stabil dan bagaimana perkiraan para pakar pada masa yang akan datang. Dalam keadaan resesi biasanya banyak perusahaan kesulitan melakukan pemasaran hasil produksinya karena daya beli masyarakat menurun. Keadaan seperti ini dapat mempengaruhi faktor-faktor lain seperti produksi, keuangan, dan tentu saja keuntungan perusahaan. Oleh karena itu para investor harus mampu mempertimbangkan dalam kondisi ekonomi tertentu, jenis saham yang bagaimana tepat untuk dibeli dan kapan saatnya untuk menjual. 2. Tingkat Bunga Deposito (12 bulan) Tingkat bunga merupakan harga yang harus dibayarkan oleh pihak bank kepada para penabung yang mendepositokan uangnya kepada bank tersebut. Secara teori apabila tingkat bunga deposito meningkat, maka para investor akan cenderung memilih deposito sebagai tempat untuk menginvestasikan uang/dananya. Sebaliknya jika tingkat bunga deposito menurun, maka para investor akan lebih cenderung menginvestasikan uang/dananya di dalam pasar modal. 7 3. Nilai Tukar Valuta Asing (Valas) Nilai tukar valuta asing adalah perbandingan antara harga mata uang suatu negara dengan mata uang negara lain. Misalnya nilai tukar rupiah terhadap USD menunjukan berapa rupiah yang diperlukan untuk memperoleh satu Dollar US. Fluktuasi nilai tukar valuta asing yang tinggi dapat mendorong para investor untuk memanfaatkannya dengan membeli valuta asing tersebut. Demikian juga jika investor menduga akan terjadi devaluasi, maka mereka akan cenderung mengalihkan investasinya ke dalam bentuk valuta asing tersebut. 4. Tingkat Inflasi (IHK) Tingkat inflasi merupakan petunjuk terjadinya kenaikan harga barangbarang. Informasi ini perlu diketahui oleh para investor untuk mempertimbangkan jenis efek yang akan dibeli. Dalam kondisi tingkat inflasi yang tinggi, kurang bijaksana bagi investor untuk membeli efekefek yang menghasilkan pendapatan tetap terutama bila pendapatn dari efek tersebut lebih rendah dari tingkat inflasi yang ada. 5. Struktur Modal Struktur modal suatu perusahaan ditunjukan dengan perbandingan penggunaan hutang jangka panjang dengan modal sendiri. Menurut Van Horne dan Wachowicz (2001: 137) rasio ini digunakan untuk menilai batasan yang digunakan perusahaan dalam meminjam uang. Pemberi pinjaman umumnya mengharapkan rasio ini semakin rendah. Semakin rendah rasio ini, berarti semakin tinggi tingkat pendanaan perusahaann yang disediakan oleh pemegang saham dan semakin besar batas pengaman pemberi pinjaman jika Analisis Risiko Investasi Saham Pada Sektor Properti Di Bursa Efek Indonesia Periode 2003-2008 terjadi penyusutan nilai aktiva atau kerugian. 6. Struktur Aktiva Struktu aktiva (operating leverage) mencerminkan kebijakan investasi perusahaan dalam berbagai unsur aktiva. Operating leverage muncul karena dalam melakukan operasinya, perusahaan mempergunakan aktiva dengan biaya tetap berupa biaya penyusutan. Untuk mengukur besar kecilnya operating leverage dapat dipergunakan beberapa cara. Menurut Ferri dan Jones (2001: 634), terdapat tiga cara pengukuran operating leverage, yaitu : a. Sebagai perbandingan persentase perubahan pendapatan sebelum bunga dan pajak (EBIT) dengan persentase perubahan penjualan. b. Perbandingan aktiva tetap bersih dengan total aktiva atas dasar nilai buku. c. Dan, perbandingan antara nilai rata-rata aktiva tetap bersih dalam beberapa periode dengan nilai rata-rata total aktiva atas dasar nilai buku dalam periode yang sama. Suatu perusahaan yang dalam operasinya mempergunakan aktiva dengan biaya tetap yang tinggi akan lebih peka terhadap gejolak ekonomi dibandingkan dengan perusahaan dengan biaya tetap yang rendah. Perusahaan dengan biaya tetap yang tinggi membutuhkan volume penjualan yang lebih besar untuk mencapai titik pulang pokok (break event point) dibandingkan dengan perusahaan yang biaya tetapnya rendah. 8 7. Tingkat Likuiditas Tingkat likuiditas digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajibankewajiban finansialnya yang bersifat jangka pendek. Tingkat likuiditas dapat diukur dengan mempergunakan current rasio, yaitu perbandingan nilai antara total aktiva lancar denag total hutang lancar. Tingkat likuiditas yang tinggi dapat memperkecil risiko kegagalan bagi perusahaan dalam memenuhi kewajiban-kewajiban jangka pendek kepada kreditur. Tetapi tingkat likuiditas yang tinggi akan menekan profitabilitas perusahaan, disebabkan banyaknya dana yang terikat pada unsur-unsur aktiva lancar yang umumnya kurang produktif. Konsep dasar pemikiran dari penelitian ini adalah berdasarkan pada penelitian-penelitian yang telah dilakukan oleh Tandelilin (1997) mencoba mengidentifikasi variabel fundamental dan makro ekonomi yang mempengaruhi beta. Variabel fundamental yang digunakan adalah 20 rasio keuangan yang dikelompokkan menjadi rasio likuiditas, rasio leverage, rasio aktivitas, rasio profitabilitas dan rasio pasar modal. Sedangkan variabel makro ekonomi menggunakan tingkat inflasi, product domestic brutto (PDB) dan tingkat suku bunga. Bever, Ketler dan Scholes (1970) menguji hubungan antara faktor fundamental dengan beta. Faktor fundamental yang menjadi variabel penelitiannya adalah devident payout, growth, leverage, liquidity, asset size, vaiability in earnings dan beta akuntansi. Sampel dari penelitian mereka adalah 307 perusahaan yang listing di NYSE dari periode 1947 sampai 1965. perhitungan beta menggunakan data saham Analisis Risiko Investasi Saham Pada Sektor Properti Di Bursa Efek Indonesia Periode 2003-2008 perusahaan individu yang juga membentuk portofolio saham. Hasil penelitian mereka menunjukan bahwa devident payout, leverage earnings variability dan beta akuntansi mempunyai hubungan yang signifikan dengan beta. Kemudian Widjaja (2004) meneliti mengenai pengaruh variabel makro yaitu inflasi terhadap tingkat risiko saham. Penelitian ini menggunakan saham-saham yang termasuk kategori LQ-45 secara terus menerus dari tahun 2001 hingga 2002. Risiko dinyatakan dalam pengukuran beta yang berasal dari hubungan antara tingkat keuntungan suatu saham dan pasar. METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini penulis menggunakan objek pada sektor properti dengan alasan telah terjadi peningkatan rata-rata pertumbuhan yang ditandai dengan meningkatnya IHSG sektor properti selama periode penelitian (20032008), kemudian pemilihan periode penelitian ialah tidak lepas dari pengaruh kondisi ekonomi nasional yang sudah kembali pulih atau telah memasuki kondisi normal selepas pemulihan ekonomi pasca krisis moneter (2002). Hasil observasi terhadap terdapat 24 perusahaan properti yang telah go public, kemudian dari jumlah populasi yang didapat akan dilakukan penyesuaian dengan menggunakan teknik purposesive sampling untuk mendukung proses penelitian. Perihal tenetang jenis data yang digunakan ialah sekunder dan peneliti peroleh melalui badan-badan ataupun instansi-instansi yang terkait, seperti BEI dan BI dengan cara observasi langsung ataupun studi pustaka. Dalam penelitian ilmiah ini adanya pengaruh/korelasi dan besarnya pengaruh dari variabel Pertumbuhan 9 Ekonomi, Tingkat Bunga (deposito), Nilai Tukar Valas, Tingkat Inflasi, Struktur Modal, Struktur Aktiva dan Tingkat Likuiditas terhadap variabel Risiko Investasi Saham pada Sektor Properti dihitung dan dianalisis dengan model Regresi Linear Berganda, Koefisien Korelasi Berganda, Koefisien Determinasi Berganda serta Uji Hipotesis secara komprehensip atau menyeluruh (uji F) dan secara parsial/bagian (uji t) menggunakan alat bantu berupa program software SPSS versi.15.0. Kemudian untuk mendapatkan kevalidnya hasil yang diperoleh dari model estimasi yang digunakan oleh penulis (Regresi Linier Berganda), maka model tersebut harus diuji terlebih dahulu dengan melewati beberapa uji asumsi klasik, antara lain : Uji Multikolinearitas, Uji Autokorelasi, Uji Heteroskedastisitas dan Uji Normalitas. Hal ini dilakukan semata-mata agar model Regresi yang digunakan untuk mengestimasi memenuhi kaidah/syarat BLUE (Best Linier Under Estimated). HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Normalitas Data Berdasarkan hasil uji normalitas di atas pada kolom Kolmogorov-Smirnov dapat diketahui bahwa nilai signifikansi untuk standar deviasi saham (SD), Pertumbuhan ekonomi (PDB), nilai rupiah terhadap dollar U.S (Valas), struktur modal (SM), struktur aktiva (SA) dan rasio likuiditas (RL) sebesar 0,200 sehingga dapat disimpulkan bahwa data keenam variabel ini berdistribusi normal dikarenakan memiliki nilai signifikansi lebih dari 0,05 (taraf signifikan), begitu pun juga pada data kedua variabel lainnya yaitu tingkat bunga deposito dan inflasi yang masing-masing memiliki nilai signifikansi sebesar 0,141 dan 0,122. Analisis Risiko Investasi Saham Pada Sektor Properti Di Bursa Efek Indonesia Periode 2003-2008 Pengujian Multikolinearitas Variabel Berdasarkan hasil Uji Multikolinearitas pada tabel 4.2 dapat disimpulkan bahwa penggunaan model yang akan digunakan oleh peneliti akan mengalami masalah multikolinearitas, hal ini dapat dilihat pada kolom VIF hanya terdapat beberapa variabel yang memenuhi kriteria uji multikolinearitas (VIF ≤ 5) yaitu PDB (3,696), Inflasi (3,215), Struktur Aktiva (2,035) dan Rasio Likuiditas (2,987). Sedangkan pada variabel lainnya yaitu Struktur Modal (7,925) tidak lolos dalam uji ini, bahkan terdapat dua variabel yang dikeluarkan (excluded) dalam uji ini yaitu Deposito dan nilai tukar rupiah (Valas). Pada dasarnya beberapa masalah tersebut sebelumnya sudah atau telah diprediksikan oleh penulis tentang hasil yang didapat, hal ini diperoleh penulis berdasarkan penelitian sebelumnya namun dalam hal ini penulis mencoba kembali untuk membuktikan dengan melakukan pengujian model tersebut pada periode yang berbeda namun hasil yang didapatkan tetap sama yaitu tidak dapatnya penggunaan model regresi menyeluruh secara langsung dikarenakan dalam penelitian ini terdapat penggunaan faktor makro secara bersama-sama dalam satu model regresi, yaitu : PDB, suku bunga deposito, nilai tukar rupiah dan Inflasi. Keempat faktor makro ini jelas akan saling berhubungan/berkorelasi antara satu dengan lainnya sehingga dapat menimbulkan masalah multikolinearitas (Widoatmojo, 2009:173-178). Untuk itu model tersebut diformulasikan menjadi sebagai berikut : Yt = b0 + b1X1t + b5X5t +b6X6t + b7X7t • + eit Yt = b0 + b2X2t + b5X5t +b6X6t + b7X7t • + eit 10 Yt = b0 + b3X3t + b5X5t +b6X6t + b7X7t + eit Yt = b0 + b4X4t + b5X5t +b6X6t + b7X7t • + eit Dimana : Yt = Risiko investasi saham properti pada periode t X1t = Tingkat pertumbuhan ekonomi pada periode t X2t = Tingkat bunga deposito pada periode t X3t = Nilai tukar rupiah pada periode t X4t = Tingkat inflasi pada periode t X5t = Struktur modal perusahaan pada periode t X6t = Struktur aktiva perusahaan pada periode t X7t = Rasio likuiditas perusahaan pada periode t b0 = Interception point / Konstanta b1-b8 = Koefisien regresi dari masingmasing variabel eit = Kesalahan random (Residual Error) periode t Dari hasil uji multikolinearitas pada model regresi I dapat disimpulkan bahwa keempat variabel yang digunakan pada model ini yaitu pertumbuhan ekonomi (PDB), struktur modal, struktur aktiva dan rasio likuiditas telah melewati/lolos dari uji multikolinearitas dikarenakan nilai VIF dari keempat variabel tersebut ≤ 5, dimana masingmasing nilai itu sendiri sebesar PDB (2,876), SM (4,173), SA (1,470) dan RL (1,758). Kemudian dari hasil uji multikolinearitas pada model regresi II juga dapat disimpulkan bahwa keempat variabel yang digunakan pada model ini yaitu suku bunga deposito, struktur modal, struktur aktiva dan rasio likuiditas telah melewati/lolos dari uji • Analisis Risiko Investasi Saham Pada Sektor Properti Di Bursa Efek Indonesia Periode 2003-2008 multikolinearitas dikarenakan nilai VIF dari keempat variabel tersebut ≤ 5, dimana masing-masing nilai itu sendiri sebesar deposito (2,491), SM (4,196), SA (1,271) dan RL (3,769). Dari hasil uji multikolinearitas pada model regresi III dapat disimpulkan bahwa keempat variabel yang digunakan pada model ini yaitu nilai tukar rupiah, struktur modal, struktur aktiva dan rasio likuiditas juga telah melewati/lolos dari uji multikolinearitas dikarenakan nilai VIF dari keempat variabel tersebut ≤ 5, dimana masing-masing nilai itu sendiri sebesar Valas (5,073), SM (4,687), SA (1,691) dan RL (1,696). Dari hasil uji multikolinearitas pada model regresi dapat disimpulkan bahwa keempat variabel yang digunakan pada model ini yaitu Inflasi, struktur modal, struktur aktiva dan rasio likuiditas juga telah melewati/lolos dari uji multikolinearitas dikarenakan nilai VIF dari keempat variabel tersebut ≤ 5, dimana masing-masing nilai itu sendiri sebesar Inflasi (2,503), SM (2,599), SA (2,031) dan RL (2,435). Pengujian Heteroskedastisitas Variabel Model I Masing-masing nilai t hitung variabel berada diantara nilai – t tabel dan t tabel (– t tabel ≤ t hitung ≤ t tabel) dimana nilai t tabel itu sendiri sebesar ± 2,776. Adapun nilai masing-masing t hitung variabel sebesar 0,982 untuk PDB (lnx1), - 0,643 untuk struktur modal (lnx5), - 0,297 untuk struktur aktiva (lnx6) dan – 1,557 untuk rasio likuiditas (lnx7). Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi masalah heteroskedastisitas pada model regresi I. 11 Model II Masing-masing nilai t hitung variabel berada diantara nilai – t tabel dan t tabel (– t tabel ≤ t hitung ≤ t tabel) dimana nilai t tabel itu sendiri sebesar ± 2,776. Adapun nilai masing-masing t hitung variabel sebesar -2,710 untuk bunga deposito (lnx2), - 0,796 untuk struktur modal (lnx5), - 1,402 untuk struktur aktiva (lnx6) dan 1,890 untuk rasio likuiditas (lnx7). Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada model regresi II ini juga tidak terjadi masalah heteroskedastisitas. Model III Tidak semua variabel memiliki nilai t hitung yang berada diantara nilai – t tabel dan t tabel (– t tabel ≤ t hitung ≤ t tabel) dimana nilai t tabel itu sendiri sebesar ± 2,776. Adapun nilai masingmasing t hitung variabel sebesar 3,034 untuk nilai tukar Rupiah (lnx3), 0,706 untuk struktur modal (lnx5), - 4,737 untuk struktur aktiva (lnx6) dan – 13,769 untuk rasio likuiditas (lnx7). Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada model regresi III ini terjadi masalah heteroskedastisitas. Model IV Masing-masing nilai t hitung variabel berada diantara nilai – t tabel dan t tabel (– t tabel ≤ t hitung ≤ t tabel) dimana nilai t tabel itu sendiri sebesar ± 2,776. Adapun nilai masing-masing t hitung variabel sebesar 0,322 untuk Inflasi (lnx4), - 0,355 untuk struktur modal (lnx5), 0,413 untuk struktur aktiva (lnx6) dan 0,676 untuk rasio likuiditas (lnx7). Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada model regresi IV ini juga tidak terjadi masalah heteroskedastisitas. Analisis Risiko Investasi Saham Pada Sektor Properti Di Bursa Efek Indonesia Periode 2003-2008 Pengujian Autokorelasi Variabel Model I Nilai DW-test yang dihasilkan dari model regresi I sebesar 2,538. Kemudian atas dasar kriteria yang digunakan pada uji autokorelasi maka dapat disimpulkan bahwa model regresi I mengalami masalah autokorelasi dikarenakan nilai DW-test yang dihasilkan berada di luar batas kriteria non autocorrelation. Model II Nilai DW-test yang dihasilkan dari model regresi II sebesar 0,792. Kemudian atas dasar kriteria yang digunakan pada uji autokorelasi maka dapat disimpulkan bahwa model regresi II juga tidak mengalami masalah autokorelasi dikarenakan nilai DW-test yang dihasilkan masih berada di dalam batas kriteria non autocorrelation. Model III Nilai DW-test yang dihasilkan dari model regresi III sebesar 1.521. Kemudian atas dasar kriteria yang digunakan pada uji autokorelasi maka dapat disimpulkan bahwa model regresi III juga tidak mengalami masalah autokorelasi dikarenakan nilai DW-test yang dihasilkan masih berada di dalam batas kriteria non autocorrelation. Model IV Nilai DW-test yang dihasilkan dari model regresi IV sebesar 0,813. Kemudian atas dasar kriteria yang digunakan pada uji autokorelasi maka dapat disimpulkan bahwa model regresi IV juga tidak mengalami masalah autokorelasi dikarenakan nilai DW-test yang dihasilkan masih berada di dalam batas kriteria non autocorrelation. 12 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan pada hasil-hasil analisa yang didapat dalam proses pembahasan, maka pada bagian ini penulis akan mengambil beberapa kesimpulan. Adapun hasil yang digunakan untuk menarik kesimpulan dalam penelitian ini hanya didasari pada penggunaan model regresi II, mengenai penjelasan mengapa penulis memilih menggunakan model ini telah dibahas pada bab sebelumnya (rangkuman pembahasan). Hasil kesimpulan yang dimaksud adalah sebagai berikut: 1. Variabel Suku Bunga Deposito (1 tahun), Struktur Modal, Struktur Aktiva dan Rasio likuiditas merupakan variabel yang cocok digunakan sebagai variabel prediktor dalam mengestimasi atau memprediksi besar kecilnya tingkat risiko investasi saham sektor properti (populasi). Hal ini dibuktikan dengan melihat nilai signifikansi pada Uji F, dimana didapat nilai f hitung yang dihasilkan jauh lebih besar daripada nilai F tabel yang telah ditentukan. 2. Dari hasil pengujian besarnya pengaruh (determinasi) atau uji R2 menunjukan 99,8 % Tingkat Risiko Investasi Saham Sektor Properti pada periode 2003-2008 dipengaruhi oleh Suku Bunga Deposito (1 tahun), Struktur Modal, Struktur Aktiva dan Rasio Likuiditas. 3. Sedangkan pada pengujian secara parsial pada uji t ditemukan bahwa Struktur Aktiva tidak memilki pengaruh yang signifikan terhadap Tingkat Risiko Investasi Saham Sektor Properti, hal tersebut diyakini oleh penulis bahwa para investor cenderung lebih terkonsentrasi pada masalah gejolak suku bunga deposito, Analisis Risiko Investasi Saham Pada Sektor Properti Di Bursa Efek Indonesia Periode 2003-2008 perubahan struktur modal serta kemampuan perusahaan membayar kewajibannya dalam jangka pendek (likuiditas) dimana masing-masing indikator tersebut lebih memilki dampak yang lebih tinggi dibandingkan dengan perubahan pada Struktur aktiva selama periode tersebut. 4. Dari beberapa variabel makro atau faktor risiko sistematis yang digunakan dalam penelitian ini, dapat diketahui pada masing-masing hasil uji korelasi (t-tes) menunjukan bahwa tidak semua variabel makro yang digunakan dalam penelitian ini memiliki pengaruh terhadap tingkat risiko investasi saham pada sektor properti periode 2003-2008. Seperti pada gambar 4.2 (PDB) dan gambar 4.17 (Inflasi) terlihat bahwa nilai thitung yang dihasilkan berada diantara nilai t-tabel, sehingga dapat disimpulkan bahwa secara parsial kedua variabel ini tidak memiliki pengaruh terhadap tingkat risiko saham sektor properti. Sedangakan pada gambar 4.7 (Suku Bunga Deposito) dan 4.12 (Nilai Tukar Rupiah) terlihat bahwa nilai t-hitung yang dihasilkan berada di luar daerah penerimaan Ha atau dengan kata lain telah melewati batas penerimaan nilai t-tabel, sehingga dapat disimpulkan bahwa kedua variabel ini memiliki pengaruh signifikan terhadap tingkat risiko saham sektor properti. Namun jika dilihat dari besar-kecilnya pengaruh yang dihasilkan maka secara jelas dapat dilihat bahwa Suku Bunga Deposito 1 tahun memiliki pengaruh signifikan yang jauh lebih besar dibandingkan Nilai Tukar Rupiah terhadap Dollar (Valas), maka dapat disimpulkan bahwa selama 13 periode 2003-2008 variabel/faktor makro yang paling berpengaruh terhadap tingkat risiko investasi saham sektor properti adalah Suku Bunga Deposito. Selain itu hal ini juga sekaligus membuktikan keempirisan hasil yang didapat dari penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh peneliti lain. Saran Berikut ini penulis akan mencoba mengemukakan beberapa saran sekirannya dapat dan mampu memberikan manfaat serta acuan dalam melihat prospek lingkungan kegiatan investasi terutama mengenai gambaran lingkungan tingkat risiko investasi saham pada sektor properti untuk kedepannya. Beberapa saran yang dimaksud adalah sebagai berikut: 1. Dalam rangka mengembangkan dan memasyarakatkan pasar modal melalui reksa dana dengan mengharapkan partisipasi masyarakat (investor kecil) untuk ikut serta berpartisipasi dalam kegiatan berinvestasi di pasar modal perlu difasilitasi informasi yang lengkap, cepat dan terjangkau kepada masyarakat luas tentang manfaat dan cara melakukan investasi saham di pasar modal. Kegiatan ini dapat ditempuh melalui pendidikan formal maupun informal. 2. Pemerintah diharapkan dapat mempertahankan stabilitas ekonomi dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi, terutama di bidang moneter dalam jangka panjang sehingga iklim investasi yang kondusif tetap dapat terwujud. 3. Diperlukannya peran pemerintah secara lebih dalam proses deregulasi moneter terutama dalam kebijakan Analisis Risiko Investasi Saham Pada Sektor Properti Di Bursa Efek Indonesia Periode 2003-2008 menaikan ataupun menurunkan suku bunga deposito dan suku bunga kredit, disebabkan telah terbukti didalam penelitian secara empiris bahwa faktor makro ini tetap memiliki pengaruh paling besar dibandingkan faktor makro lainnya seperti PDB, Nilai Tukar Rupiah (Valas) dan Inflasi. 4. Bagi investor maupun calon investor serta para pelaku pasar modal yang akan melakukan kegiatan investasi khususnya investasi saham pada sektor properti agar lebih memperhatikan tingkat suku bunga deposito yang berlaku. Disamping itu tidak lupa ataupun mengabaikan faktor mikro seperti Struktur Modal dan Rasio Likuiditas, disebabkan kedua faktor mikro ini juga mempunyai pengaruh signifikan terhadap tingkat risiko investasi saham pada sektor properti. 5. Bagi peneliti ataupun akademisi lain yang hendak melanjutkan atau mengembangkan penelitian yang sudah ada khususnya mengenai lingkungan tingkat risiko investasi saham pada sektor properti, diharapkan dapat menambah jumlah unit penelitian serta rentang atau periode penelitian yang akan digunakan sehingga keragaman hasil penelitian dapat terwujud dan dapat memberikan hasil analisis penelitian terbaru. DAFTAR PUSTAKA Abdul Halim. 2005. Analisis Investasi. Edisi kedua. Jakarta: Salemba Empat. Ade Fatma Lubis. 2008. Pasar Modal. Jakarta: Lembaga Penerbit FEUI. 14 Ahmad Kamarudin. 2004. Dasar-dasar Manajemen Investasi dan Portofolio. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Bank Indonesia. 2009. “Laporan Perekonomian Indonesia 2008”. Hal: 430. Gitman, Lawrence J. 2003. Principle of Managerial Finance. 10th edition. International Edition Financial Series. Boston: Addison-Wesley ____________. 2009. “Laporan Kebijakan Moneter Triwulan IV-2008”. Hal: 1-17. Husnan Suad. 2003. Dasar-dasar Teori Portofolio. Edisi kedua. Yogyakarta: AMP YKPN Bodie. et al. 2004. Essentials of Investments. United States of America: McgrawHill-Irwin. Munawir. 2002. Analisa Laporan Keuangan. Yogyakarta: Penerbit Liberty. Danang Sunyoto. 2009. Analisis Regresi dan Uji hipotesis. Yogyakarta: MedPress. Dwi Priyatno. 2008. Mandiri Belajar SPSS. Jakarta: MediaKom Eduardus Tandelilin. 2001. Analisis Investasi dan Manajemen Portofolio. Yogyakarta: Penerbit BPFE Elton, Edwin J and Martin J Gruber. 2003. Modern Portofolio, Theory and Investment Analysis. 5th edition. New york: John Willey & son’s inc. Ghozali, Iman. 2001. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS. Analisis Risiko Investasi Saham Pada Sektor Properti Di Bursa Efek Indonesia Periode 2003-2008 Nazir. 2003. Metodologi Penelitian. Jakarta: Graha Indonesia. Sawidji Widoatmojo. 2009. Pasar Modal Indonesia. Bogor: Ghalia Indonesia Sharpe, William. et al. 2005. Investment. 11th edition. New Jersey. Prentice Hill Sugiono. 2004. Statistik Untuk Penelitian. Bandung: Alfabet. Sundjaja, Ridwan S dan Inge Barhan. 2002. Manajemen Keuangan Satu. Edisi keempat. Jakarta: Prenhallindo. Sutrisno. 2003. Manajemen Keuangan Teori, Konsep dan Aplikasi. Edisi pertama. Yogyakarta: EKONISIA. 15