analisis risiko investasi saham pada sektor properti di bursa efek

advertisement
ANALISIS RISIKO INVESTASI SAHAM PADA SEKTOR PROPERTI
DI BURSA EFEK INDONESIA
PERIODE 2003-2008
Antonius Heru Santosa
Universitas Gunadarma
[email protected]
Aris Budi Setiawan
Universitas Gunadarma
[email protected]
ABSTRAKSI
Pasca pemulihan kondisi ekonomi dari krisis moneter di tahun 2002, perlahan
lingkungan perekonomian nasional telah memasuki kondisi normal (baik). Salah satu
contoh dapat dilihat pada sektor bisnis properti yang kembali mengalami peningkatan ratarata pertumbuhan Index Harga Saham Gabungan pada sektor ini yang cukup signifikan per
tahunnya (yoy). Namun di penghujung tahun 2008 telah terjadi gonjangan ekonomi global
yang melanda hampir seluruh negara di dunia, tentunya hal ini juga akan berdampak dalam
kondisi perekonomian di negara itu sendiri dalam hal ini adalah kondisi lingkungan
investasi di pasar modal indonesia. Atas dasar masalah tersebut penelitian ini dilakukan
dengan tujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang dapat mempengaruhi tingkat risiko
investasi saham di sektor properti baik itu faktor sistematis maupun faktor non sistematis
khususnya dan kondisi lingkungan investasi saham di pasar modal pada umumnya. Metode
pengambilan sampel menggunakan purposive sampling methode, dari dua puluh empat
perusahaan hanya dipilih enam belas perusahaan karena memiliki data harga saham serta
laporan keuangan lengkap. Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan selama proses
penelitian, disimpulkan bahwa terdapat sebuah model yang cocok digunakan sebagai alat
untuk memprediksi atau mengestimasi besar kecilnya tingkat risiko investasi saham pada
sektor properti. Model tersebut adalah sebagai berikut:
Yt = 0,386 + 0,019X2 + 0,045X 5 + 0,162X 6 – 0,065X7
Model tersebut terdiri dari suku bunga deposito (X2) (faktor sistematis) dan struktur
modal (X5), struktur aktiva (X6) serta Rasio likuiditas (X7) (faktor non sistematis) sebagai
variabel prediktor dari tingkat risiko investasi saham sektor properti. Hasil kesimpulan yang
didapat bahwa secara simultan keempat variabel tersebut memilki pengaruh yang
signifikan, sedangkan secara parsial hanya variabel struktur aktiva tidak memiliki pengaruh
yang signifikan. Kemudian jika dilihat secara parsial dari masing-masing faktor sistematis
disimpulkan bahwa suku bunga deposito memiliki pengaruh yang paling signifikan.
Kata Kunci : Risiko Investasi Saham, Faktor Sistematis dan Non Sistematis, Sektor
Properti.
Analisis Risiko Investasi Saham
Pada Sektor Properti Di Bursa Efek Indonesia
Periode 2003-2008
1
PENDAHULUAN
Global economic crisis atau krisis
ekonomi/keuangan
global
sedang
melanda hampir seluruh negara di dunia
saat ini, bermula dari sebuah masalah di
Amerika di mana para pelaku ekonomi
(investment banks) melakukan kesalahan
dalam hal kegiatan-kegiatan finansialnya
hingga
mengakibatkan
menjalarnya
permasalahan ke berbagai sektor lain
bahkan sampai mempengaruhi kondisi
perekonomian negara lain. Di Indonesia,
penutupan selama beberapa hari serta
penghentian sementara perdagangan
saham di Bursa Efek Indonesia
merupakan salah satu dampak nyata dan
pertama kalinya sepanjang sejarah
tentunya dapat merefleksikan betapa
besar dampak dari permasalahan yang
bersifat global ini.
Berdasarkan Laporan Kebijakan
Moneter Bank Indonesia pada Triwulan
IV-2008, gejolak keuangan global telah
menyebabkan
tekanan
terhadap
perekonomian Indonesia. Melemahnya
ekspor, tekanan pada Neraca Pembayaran
Indonesia (NPI), gejolak di pasar uang,
terdepresiasinya pertumbuhan ekonomi
Indonesia (PDB) dan semakin tingginya
inflasi indonesia (IHK) yang mencapai
11,06% di tahun 2008 yang jauh lebih
tinggi
dibandingkan
tahun
2007.
Gambar 1. Grafik IHSG 1996-2008
Sumber: Data Bank Indonesia 2008
Di pasar keuangan, kondisi
likuiditas keuangan global yang ketat dan
pada waktu yang bersamaan persepsi
risiko terhadap negara emerging market
meningkat. Pada giliranya hal ini
menyebabkan anjloknya IHSG hingga
menyentuh level 1.111,39 pada 28
Oktober 2008 atau merupakan level yang
terendah sejak tahun 2005.
Analisis Risiko Investasi Saham
Pada Sektor Properti Di Bursa Efek Indonesia
Periode 2003-2008
Sementara melemahnya nilai tukar
Rupiah secara tajam sejak awal triwulan
IV-2008. selama 2008, tercatat Rupiah
sempat tertekan hingga mencapai Rp.
12.150 per dollar AS di bulan November
(Gambar 1) disertai melonjaknya
persentase fluktuasi valas (volatilitas)
yang mencapai 4,67% (Gambar 1.4),
secara
rata-rata
Rupiah
mencatat
2
pelemahan sebesar 5,4% hingga mencapai
Rp. 9.666 per dollar AS.
Di sisi lain pemerintah terus
berusaha dan meminta seluruh pelaku
ekonomi dan masyarakat untuk tetap
tenang, rasional dan berfikir jernih dalam
menghadapi permasalahan ini, karena
pasar modal memang mempengaruhi
perekonomian
namun
tidak
menggambarkan keseluruhan situasi
perekonomian Indonesia (pidato Presiden,
6
oktober
2008).
Berbagai
langkah/program dan kebijakan pun
dilakukan untuk memastikan pengaruh
dari krisis global dapat diminimalkan dan
mendorong nilai pertumbuhan ekonomi
tetap di atas enam persen.
Besarnya perhatian pemerintah
dalam hal menjaga serta berusaha
meningkatkan
gairah
perekonomian
kembali memang dinilai sangat wajar
mengingat proses pembangunan yang
sedang dilakukan bangsa Indonesia terus
mengalami peningkatan terutama dalam
segi biaya/cost. Di sisi lain, kemampuan
pemerintah dalam menyediakan dana
untuk membiayai pembangunan akhirakhir ini memang terbatas. Oleh sebab
itu, kegiatan perdagangan harus tetap
berlangsung
khususnya
kegiatan
perdagangan dalam pasar modal dan
pasar uang dimana penghimpunan
dana/investasi secara efektif dan efisien
dapat tersalurkan.
Bagi seorang investor, investasi
merupakan kegiatan yang menyangkut
masa
depan
dan
mengandung
ketidakpastian, hal ini menandakan
terdapat unsur risiko di dalamnya.
Pengetahuan tentang risiko merupakan
suatu hal yang penting dimiliki oleh para
investor maupun calon investor. Sebelum
mengambil keputusan investasi, seorang
investor yang rasional paling tidak harus
mempertimbangkan dua hal, yaitu
Analisis Risiko Investasi Saham
Pada Sektor Properti Di Bursa Efek Indonesia
Periode 2003-2008
pendapatan yang diharapkan dan risiko
yang terkandung dari alternatif investasi
yang dilakukannya.
Risiko investasi saham tercermin
pada variabilitas pendapatan (return)
saham, baik pendapatan saham individual
maupun pendapatan saham secara
komprehensip (market return) di pasar
modal. Besar kecilnya risiko investasi
pada saham dapat diukur dengan varians
atau standart deviasi dari pendapatan
saham tersebut. Risiko ini disebut risiko
total yang terdiri dari risiko sistematis
dan risiko tidak sistematis. Risiko
sistematis ditentukan dari besar kecilnya
koefisien beta yang menunjukan tingkat
kepekaan harga suatu saham terhadap
harga saham secara keseluruhan di pasar.
Jenis risiko ini timbul karena faktorfaktor yang bersifat makro dan
mempengaruhi semua perusahaan atau
industri serta tidak dapat dikurangi
walaupun dengan cara diversifikasi.
Faktor-faktor
tersebut
adalah
:
Pertumbuhan Ekonomi, Tingkat Bunga
(deposito), Tingkat Inflasi, Nilai Tukar
Valuta Asing dan Kebijakan Pemerintah
di bidang ekonomi (Halim, 2005: 41).
Selanjutnya risiko tidak sistematis
merupakan risiko yang timbul karena
faktor-faktor mikro yang dijumpai pada
perusahaan atau industri tertentu,
sehingga pengaruhnya terbatas pada
perusahaan atau industri tertentu atau
dengan kata lain perubahan pengaruhnya
tidak sama terhadap perusahaan satu
dengan yang lainnya. Faktor-faktor
tersebut adalah : Struktur Modal, Struktur
Aktiva dan Tingkat Likuiditas perusahaan
(Ahmad, 2005: 90).
Sektor properti sebagai salah satu
media investasi saat ini telah mengalami
pertumbuhan yang sangat meyakinkan.
Meskipun saat ini dunia sedang
mengalami krisis global seolah tak
3
perbankan pun memberikan dukungan
yang sangat besar kepada usaha properti.
Bahkan pada tahun 2007 yang lalu,
pertumbuhan kredit properti mencapai
43,2% jauh di atas pertumbuhan total
kredit nasional yang hanya mencapai
26%. Tingginya pertumbuhan kredit
properti ini sejalan dengan pertumbuhan
sektor usaha properti yang juga sangat
pesat pada dua tahun terakhir.
Perkembangan kredit properti untuk
periode 2003-2007 adalah sebagaimana
dalam Gambar 2 berikut ini:
menyurutkan niat para pengembang dan
pelaku bisnis properti untuk tetap
melakukan berbagai kegiatan-kegiatan
pembangunan. Baik itu dalam hal
pembangunan perumahan, apartemen dan
mal-mal. Di samping itu, perkembangan
sektor properti juga dapat dilihat dari
menjamurnya real estate di kota-kota
besar.
Berdasarkan
SEKI
yang
dikeluarkan oleh Bank Indonesia pada
Desember 2008, pertumbuhan kredit
properti tumbuh sangat tinggi selama dua
tahun terakhir sebagai bukti bahwa sektor
2003
2004
2005
2006
2007
Gambar 2. Perkembangan Kredit Properti 2003-2007
Sumber: SEKI, Bank Indonesia, 2008
TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian Pasar Modal
Pada dasarnya, pasar modal
hampir sama dengan pasar-pasar lain.
Untuk setiap pembeli yang berhasil,
selalu harus ada penjual yang berhasil.
Jika jumlah orang yang ingin membeli
lebih banyak dibandingkan dengan orang
yang ingin menjual, harga akan semakin
tinggi dan bila sedikit orang yang ingin
membeli dan banyak yang ingin menjual
maka harga akan turun/jatuh. Yang
membedakan pasar modal dengan pasar
Analisis Risiko Investasi Saham
Pada Sektor Properti Di Bursa Efek Indonesia
Periode 2003-2008
lain adalah dalam hal komoditas yang
diperdagangkan. Pasar modal dapat
dikatakan sebagai pasar abstract, karena
yang diperjual-belikan adalah dana-dana
jangka panjang, yaitu dana yang
keterikatannya dalam investasi lebih dari
satu tahun.
Menurut
Kamaruddin
Ahmad
(2005: 18) memiliki tiga definisi :
a. Definisi yang luas
Pasar modal adalah kebutuhan akan
sistem keuangan yang terorganisasi,
termasuk bank-bank komersial dan
4
semua perantara di bidang keuangan,
serta surat-surat kertas berharga/klaim
jangka panjang dan jangka pendek,
primer dan yang tidak langsung.
b. Definisi dalam arti menengah
Pasar modal adalah semua pasar yang
terorganisasi dan lembaga-lembaga
yang memperdagangkan warkatwarkat
kredit
(biasanya
yang
bejangka waktu lebih dari satu tahun),
termasuk saham-saham, obligasiobligasi, pinjaman berjangka, hipotik,
tabungan serta deposito berjangka.
c. Definisi dalam arti sempit
Pasar modal adalah tempat pasar
terorgaisasi yang memperdagangkan
saham-saham dan obligasi-obligasi
dengan
memakai
jasa
dari
broker/pialang,
komisioner
dan
underwriter.
Sedangkan di Indonesia ada empat
pengertian tentang pasar modal, yaitu :
a. Menurut undang-undang No. 15 tahun
1952, yang dimaksud dengan bursa
adalah bursa-bursa perdagangan di
Indonesia yang didirikan untuk
perdagangan uang dan efek, termasuk
semua pelelangan efek-efek.
b. Menurut Keppres No. 60 tahun 1988,
bahwa pasar modal adalah bursa yang
merupakan
sarana
untuk
mempertemukan
penawar
dan
peminta dana jangka panjang,
sebagaimana
dimaksud
dalam
Undang-undang No. 15 tahun 1952
tentang bursa.
c. Menurut Keppres No. 53 tahun 1990,
bahwa bursa efek adalah suatu tempat
pertemuan yang diorganisasikan dan
digunakan untuk menyelenggarakan
pertemuan penawaran jual-beli atau
perdagangan efek.
d. Menurut Undang-undang No. 8 tahun
1995
tentang
pasar
modal
menyatakan bahwa pasar modal
Analisis Risiko Investasi Saham
Pada Sektor Properti Di Bursa Efek Indonesia
Periode 2003-2008
adalah kegiatan yang bersangkutan
dengan penawaran umum dan
perdagangan efek, perusahaan publik
yang berkaitan dengan efek yang
diterbitkannya, serta lembaga dan
profesi yang berkaitan dengan efek.
Sedangkan yang dimaksud dengan
bursa efek adalah pihak yang
menyelenggarakan dan menyediakan
sistem dan atau sarana untuk
mempertemukan penawaran jual dan
beli efek pihak-pihak lain dengan
tujuan
memeperdagangkan
efek
diantara mereka. Penyelenggara bursa
efek adalah perseroan yang telah
mendapat izin dari Bapepam. Izin dari
Bapepam merupakan hal yang mutlak
karena
perdagangan
yang
diselenggarakan oleh bursa efek
menyangkut dana dari masyarakat
yang diinvestasikan dalam efek.
Pengertian Investasi Dan Investasi
Saham
Investasi
pada
hakikatnya
merupakan penempatan sejumlah dana
pada saat ini dengan harapan untuk
memperoleh keuntungan dimasa yang
akan datang. Selisih tingkat perolehan
antara future consumption (future dollar)
dan current consumption (current dollar)
ini disebut dengan pure rate of interest.
Keinginan untuk membayar perbedaan
tingkat perolehan ini, baik untuk
meminjam atau meminjamkan sering kali
disebut pure time value of money.
Menurut Tandelilin (2001: 3)
mengatakan bahwa :
“Investasi adalah komitmen atas sejumlah
dana atau sumber daya lainnya yang
dilakukan pada saat ini, dengan tujuan
memperoleh sejumlah keuntungan di
masa yang akan datang.”
Menurut Bodie et al (2004: 4)
investasi diartikan sebagai berikut :
5
“Investment is commitment of
current resources in the expectation of
deriving greater resources in the future.”
Dan menurut Gitman dan Joenk
(2005: 3) investasi adalah sebagai berikut:
“Any vehicle into which funds can be
placed with expectation that it will
generate positive income and/or preserve
on increased it’s value.”
Dapat disimpulkan dari kedua
definisi diatas bahwa suatu investasi
adalah
penanaman
modal
untuk
memperoleh di masa yang akan datang
serta memperhatikan kemakmuran dari
investor itu sendiri.
Saham adalah surat berharga yang
menunjukan kepemilikan perusahaan
sehingga pemegang saham memiliki hak
klaim atas deviden atau distribusi lain
yang dilakukan perusahaan kepada
pemegang saham-nya, termasuk hak
klaim atas asset perusahaan, dengan
prioritas setelah hak klaim pemegang
surat berharga lain dipenuhi, jika terjadi
liquidasi.
Coyle (2002: 112) mendefinisikan
saham sebagai berikut :
“A short-term unsecured promissory
note. The issuer of the note promises to
pay it’s holder a specified amount at a
specified future date.”
Artinya bahwa, saham merupakan
suatu bukti kepemilikan jangka pendek.
Surat perjanjian yang pembayarannya
diberikan kepada pemilik (stock holder)
dikemudian hari.
Menurut Elton dan Gruber (2003:
17) adalah :
“Common stock represent an owner
claim on the earning and asset of a
corporation. After holder of debt claims
are paid, the management of the company
can either pay out the remaining earning
to stockholders in the form of dividends of
Analisis Risiko Investasi Saham
Pada Sektor Properti Di Bursa Efek Indonesia
Periode 2003-2008
reinvest part or all of the earning in the
business.”
Kemudian menurut Schall and
Halley (2000: 15) mendefinisikan saham
debagai berikut :
“Common stock represent the ownership
of corporation. The owners of the firm.
The extent of ownership by any person
depends on number of share common
stock held by the person relative to the
total number of shares outstanding.”
Dari beberapa definisi diatas dapat
disimpulkan bahwa saham menunjukan
kepemilikan atas suatu perusahaan dan
pemilik saham berhak atas keuntungan
dari perusahaan dan besarnya keuntungan
yang didapat sesuai dengan besarnya
jumlah saham yang dimiliki. Disamping
itu saham biasa juga memiliki hak untuk
memilih (vote) dalam RUPS untuk
keputusan-keputusan yang memerlukan
pemungutan suara seperti pembagian
deviden, pengangkatan direksi dan
komisaris, dsb.
Risiko Investasi Saham Dan Jenis-jenis
Risiko Investasi Saham
Di dalam kamus bahasa Indonesia,
risiko didefinisikan sebagai kemungkinan
untuk luka, rusak atau hilang. Dalam
konteks manajemen investasi, risiko
merupakan
besarnya
penyimpangan
antara tingkat pengembalian yang
diharapkan (expected return) dengan
tingkat pengembalian aktual (actual
return). Semakin besar penyimpangannya
berarti semakin besar tingkat risikonya.
Menurut Levy dan Sarnat (2006:
222) risiko investasi didefinisikan sebagai
berikut :
“The term risk or equivalenty will be used
to describe an option whose profit is not
known in advance with absolute certainly,
but for which am array of alternative
6
outcomes and their probabities are
known”.
Secara umum jenis-jenis risiko
dapat dikelompokan menjadi dua
kelompok sebagai berikut :
a. Risiko Sistematis, yaitu risiko yang
berpengaruh terhadap semua investasi
dan tidak dapat dikurangi atau
dihilangkan dengan cara melakukan
diversivikasi. Risiko yang termasuk
dalam kelompok ini adalah risiko
pasar, tingkat bunga, daya beli,
politik, psikologis, dan risiko
kegagalan karena kondisi ekonomi
yang semakin memburuk.
b. Risiko Tidak Sistematis, yaitu risiko
yang melekat pada investasi tetentu
karena kondisi yang unik dari suatu
perusahaan atau industri tertentu.
Risiko ini dapat dikurangi dengan
cara melakukan diversivikasi, karena
risiko ini hanya ada dalam satu
perusahaan atau industri tertentu.
Fluktuasi risiko ini basarnya berbedabeda antara saham satu dengan yang
lainnya. Risiko yang termasuk dalam
kelompok ini adalah risiko kegagalan
karena kondisi intern perusahaan,
risiko kredit atau finansial, risiko
manajemen, callability risk dan
convertability risk.
Faktor-faktor Yang Mempengaruhi
Risiko Investasi Saham
Risiko
investasi
saham
dipengaruhi oleh beberapa faktor yang
bersifat makro dan mikro. Faktor-faktor
yang bersifat makro merupakan faktorfaktor yang dapat mempengaruhi semua
perusahaan atau industri serta tidak dapat
dikurangi
walaupun
dengan
cara
diversivikasi, sedangkan faktor-faktor
yang bersifat mikro adalah spesifik dan
hanya mempengaruhi perusahaan tertentu
saja atau dengan kata lain perubahan
Analisis Risiko Investasi Saham
Pada Sektor Properti Di Bursa Efek Indonesia
Periode 2003-2008
pengaruhnya tidak sama terhadap
perusahaan satu dengan yang lainnya.
Sehingga dapat disimpulkan kedua jenis
faktor tersebut dapat memepengaruhi
besarnya tingkat risiko pada saham.
Berikut adalah beberapa faktor
makro
dan
mikro
yang
dapat
mempengaruhi besarnya tingkat sebuah
risiko saham :
1. Pertumbuhan Ekonomi (PDB)
Pertumbuhan ekonomi merupakan
gambaran
keadaan
dimana
perekonomian
mengalami
masa
resesi, berkembang atau stabil dan
bagaimana perkiraan para pakar pada
masa yang akan datang. Dalam
keadaan resesi biasanya banyak
perusahaan kesulitan melakukan
pemasaran hasil produksinya karena
daya beli masyarakat menurun.
Keadaan
seperti
ini
dapat
mempengaruhi faktor-faktor lain
seperti produksi, keuangan, dan tentu
saja keuntungan perusahaan. Oleh
karena itu para investor harus mampu
mempertimbangkan dalam kondisi
ekonomi tertentu, jenis saham yang
bagaimana tepat untuk dibeli dan
kapan saatnya untuk menjual.
2. Tingkat Bunga Deposito (12 bulan)
Tingkat bunga merupakan harga yang
harus dibayarkan oleh pihak bank
kepada
para
penabung
yang
mendepositokan uangnya kepada
bank tersebut. Secara teori apabila
tingkat bunga deposito meningkat,
maka para investor akan cenderung
memilih deposito sebagai tempat
untuk
menginvestasikan
uang/dananya. Sebaliknya jika tingkat
bunga deposito menurun, maka para
investor akan lebih cenderung
menginvestasikan uang/dananya di
dalam pasar modal.
7
3. Nilai Tukar Valuta Asing (Valas)
Nilai tukar valuta asing adalah
perbandingan antara harga mata uang
suatu negara dengan mata uang
negara lain. Misalnya nilai tukar
rupiah terhadap USD menunjukan
berapa rupiah yang diperlukan untuk
memperoleh satu Dollar US. Fluktuasi
nilai tukar valuta asing yang tinggi
dapat mendorong para investor untuk
memanfaatkannya dengan membeli
valuta asing tersebut. Demikian juga
jika investor menduga akan terjadi
devaluasi, maka mereka akan
cenderung mengalihkan investasinya
ke dalam bentuk valuta asing tersebut.
4. Tingkat Inflasi (IHK)
Tingkat inflasi merupakan petunjuk
terjadinya kenaikan harga barangbarang. Informasi ini perlu diketahui
oleh
para
investor
untuk
mempertimbangkan jenis efek yang
akan dibeli. Dalam kondisi tingkat
inflasi yang tinggi, kurang bijaksana
bagi investor untuk membeli efekefek yang menghasilkan pendapatan
tetap terutama bila pendapatn dari
efek tersebut lebih rendah dari tingkat
inflasi yang ada.
5. Struktur Modal
Struktur modal suatu perusahaan
ditunjukan dengan perbandingan
penggunaan hutang jangka panjang
dengan modal sendiri. Menurut Van
Horne dan Wachowicz (2001: 137)
rasio ini digunakan untuk menilai
batasan yang digunakan perusahaan
dalam meminjam uang. Pemberi
pinjaman umumnya mengharapkan
rasio ini semakin rendah. Semakin
rendah rasio ini, berarti semakin
tinggi tingkat pendanaan perusahaann
yang disediakan oleh pemegang
saham dan semakin besar batas
pengaman pemberi pinjaman jika
Analisis Risiko Investasi Saham
Pada Sektor Properti Di Bursa Efek Indonesia
Periode 2003-2008
terjadi penyusutan nilai aktiva atau
kerugian.
6. Struktur Aktiva
Struktu aktiva (operating leverage)
mencerminkan kebijakan investasi
perusahaan dalam berbagai unsur
aktiva. Operating leverage muncul
karena dalam melakukan operasinya,
perusahaan mempergunakan aktiva
dengan biaya tetap berupa biaya
penyusutan.
Untuk mengukur besar kecilnya
operating
leverage
dapat
dipergunakan beberapa cara. Menurut
Ferri dan Jones (2001: 634), terdapat
tiga cara pengukuran operating
leverage, yaitu :
a. Sebagai perbandingan persentase
perubahan pendapatan sebelum
bunga dan pajak (EBIT) dengan
persentase perubahan penjualan.
b. Perbandingan aktiva tetap bersih
dengan total aktiva atas dasar nilai
buku.
c. Dan, perbandingan antara nilai
rata-rata aktiva tetap bersih dalam
beberapa periode dengan nilai
rata-rata total aktiva atas dasar
nilai buku dalam periode yang
sama.
Suatu perusahaan yang dalam
operasinya mempergunakan aktiva
dengan biaya tetap yang tinggi akan
lebih peka terhadap gejolak ekonomi
dibandingkan dengan perusahaan
dengan biaya tetap yang rendah.
Perusahaan dengan biaya tetap yang
tinggi
membutuhkan
volume
penjualan yang lebih besar untuk
mencapai titik pulang pokok (break
event point) dibandingkan dengan
perusahaan yang biaya tetapnya
rendah.
8
7. Tingkat Likuiditas
Tingkat likuiditas digunakan untuk
mengukur kemampuan perusahaan
untuk
memenuhi
kewajibankewajiban finansialnya yang bersifat
jangka pendek. Tingkat likuiditas
dapat diukur dengan mempergunakan
current rasio, yaitu perbandingan
nilai antara total aktiva lancar denag
total hutang lancar. Tingkat likuiditas
yang tinggi dapat memperkecil risiko
kegagalan bagi perusahaan dalam
memenuhi
kewajiban-kewajiban
jangka pendek kepada kreditur. Tetapi
tingkat likuiditas yang tinggi akan
menekan profitabilitas perusahaan,
disebabkan banyaknya dana yang
terikat pada unsur-unsur aktiva lancar
yang umumnya kurang produktif.
Konsep dasar pemikiran dari
penelitian ini adalah berdasarkan pada
penelitian-penelitian yang telah dilakukan
oleh
Tandelilin
(1997)
mencoba
mengidentifikasi variabel fundamental
dan makro ekonomi yang mempengaruhi
beta.
Variabel
fundamental
yang
digunakan adalah 20 rasio keuangan yang
dikelompokkan menjadi rasio likuiditas,
rasio leverage, rasio aktivitas, rasio
profitabilitas dan rasio pasar modal.
Sedangkan variabel makro ekonomi
menggunakan tingkat inflasi, product
domestic brutto (PDB) dan tingkat suku
bunga.
Bever, Ketler dan Scholes (1970)
menguji
hubungan
antara
faktor
fundamental
dengan
beta.
Faktor
fundamental yang menjadi variabel
penelitiannya adalah devident payout,
growth, leverage, liquidity, asset size,
vaiability in earnings dan beta akuntansi.
Sampel dari penelitian mereka adalah 307
perusahaan yang listing di NYSE dari
periode 1947 sampai 1965. perhitungan
beta
menggunakan
data
saham
Analisis Risiko Investasi Saham
Pada Sektor Properti Di Bursa Efek Indonesia
Periode 2003-2008
perusahaan
individu
yang
juga
membentuk portofolio saham. Hasil
penelitian mereka menunjukan bahwa
devident payout, leverage earnings
variability dan beta akuntansi mempunyai
hubungan yang signifikan dengan beta.
Kemudian
Widjaja
(2004)
meneliti mengenai pengaruh variabel
makro yaitu inflasi terhadap tingkat risiko
saham. Penelitian ini menggunakan
saham-saham yang termasuk kategori
LQ-45 secara terus menerus dari tahun
2001 hingga 2002. Risiko dinyatakan
dalam pengukuran beta yang berasal dari
hubungan antara tingkat keuntungan
suatu saham dan pasar.
METODE PENELITIAN
Dalam penelitian ini penulis
menggunakan objek pada sektor properti
dengan alasan telah terjadi peningkatan
rata-rata pertumbuhan yang ditandai
dengan meningkatnya IHSG sektor
properti selama periode penelitian (20032008), kemudian pemilihan periode
penelitian ialah tidak lepas dari pengaruh
kondisi ekonomi nasional yang sudah
kembali pulih atau telah memasuki
kondisi normal selepas pemulihan
ekonomi pasca krisis moneter (2002).
Hasil observasi terhadap terdapat
24 perusahaan properti yang telah go
public, kemudian dari jumlah populasi
yang didapat akan dilakukan penyesuaian
dengan menggunakan teknik purposesive
sampling untuk mendukung proses
penelitian. Perihal tenetang jenis data
yang digunakan ialah sekunder dan
peneliti peroleh melalui badan-badan
ataupun instansi-instansi yang terkait,
seperti BEI dan BI dengan cara observasi
langsung ataupun studi pustaka.
Dalam penelitian ilmiah ini
adanya pengaruh/korelasi dan besarnya
pengaruh dari variabel Pertumbuhan
9
Ekonomi, Tingkat Bunga (deposito),
Nilai Tukar Valas, Tingkat Inflasi,
Struktur Modal, Struktur Aktiva dan
Tingkat Likuiditas terhadap variabel
Risiko Investasi Saham pada Sektor
Properti dihitung dan dianalisis dengan
model
Regresi
Linear
Berganda,
Koefisien Korelasi Berganda, Koefisien
Determinasi Berganda serta Uji Hipotesis
secara komprehensip atau menyeluruh
(uji F) dan secara parsial/bagian (uji t)
menggunakan alat bantu berupa program
software SPSS versi.15.0.
Kemudian untuk mendapatkan
kevalidnya hasil yang diperoleh dari
model estimasi yang digunakan oleh
penulis (Regresi Linier Berganda), maka
model tersebut harus diuji terlebih dahulu
dengan melewati beberapa uji asumsi
klasik, antara lain : Uji Multikolinearitas,
Uji Autokorelasi, Uji Heteroskedastisitas
dan Uji Normalitas. Hal ini dilakukan
semata-mata agar model Regresi yang
digunakan untuk mengestimasi memenuhi
kaidah/syarat BLUE (Best Linier Under
Estimated).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengujian Normalitas Data
Berdasarkan hasil uji normalitas
di atas pada kolom Kolmogorov-Smirnov
dapat diketahui bahwa nilai signifikansi
untuk standar deviasi saham (SD),
Pertumbuhan ekonomi (PDB), nilai
rupiah terhadap dollar U.S (Valas),
struktur modal (SM), struktur aktiva (SA)
dan rasio likuiditas (RL) sebesar 0,200
sehingga dapat disimpulkan bahwa data
keenam variabel ini berdistribusi normal
dikarenakan memiliki nilai signifikansi
lebih dari 0,05 (taraf signifikan), begitu
pun juga pada data kedua variabel lainnya
yaitu tingkat bunga deposito dan inflasi
yang masing-masing memiliki nilai
signifikansi sebesar 0,141 dan 0,122.
Analisis Risiko Investasi Saham
Pada Sektor Properti Di Bursa Efek Indonesia
Periode 2003-2008
Pengujian Multikolinearitas Variabel
Berdasarkan
hasil
Uji
Multikolinearitas pada tabel 4.2 dapat
disimpulkan bahwa penggunaan model
yang akan digunakan oleh peneliti akan
mengalami masalah multikolinearitas, hal
ini dapat dilihat pada kolom VIF hanya
terdapat
beberapa
variabel
yang
memenuhi kriteria uji multikolinearitas
(VIF ≤ 5) yaitu PDB (3,696), Inflasi
(3,215), Struktur Aktiva (2,035) dan
Rasio Likuiditas (2,987). Sedangkan pada
variabel lainnya yaitu Struktur Modal
(7,925) tidak lolos dalam uji ini, bahkan
terdapat dua variabel yang dikeluarkan
(excluded) dalam uji ini yaitu Deposito
dan nilai tukar rupiah (Valas).
Pada dasarnya beberapa masalah
tersebut sebelumnya sudah atau telah
diprediksikan oleh penulis tentang hasil
yang didapat, hal ini diperoleh penulis
berdasarkan
penelitian
sebelumnya
namun dalam hal ini penulis mencoba
kembali untuk membuktikan dengan
melakukan pengujian model tersebut pada
periode yang berbeda namun hasil yang
didapatkan tetap sama yaitu tidak
dapatnya penggunaan model regresi
menyeluruh secara langsung dikarenakan
dalam penelitian ini terdapat penggunaan
faktor makro secara bersama-sama dalam
satu model regresi, yaitu : PDB, suku
bunga deposito, nilai tukar rupiah dan
Inflasi. Keempat faktor makro ini jelas
akan saling berhubungan/berkorelasi
antara satu dengan lainnya sehingga dapat
menimbulkan masalah multikolinearitas
(Widoatmojo, 2009:173-178). Untuk itu
model tersebut diformulasikan menjadi
sebagai berikut :
Yt = b0 + b1X1t + b5X5t +b6X6t + b7X7t
•
+ eit
Yt = b0 + b2X2t + b5X5t +b6X6t + b7X7t
•
+ eit
10
Yt = b0 + b3X3t + b5X5t +b6X6t + b7X7t
+ eit
Yt = b0 + b4X4t + b5X5t +b6X6t + b7X7t
•
+ eit
Dimana :
Yt
= Risiko investasi saham
properti pada periode t
X1t
=
Tingkat
pertumbuhan
ekonomi pada periode t
X2t
= Tingkat bunga deposito pada
periode t
X3t
= Nilai tukar rupiah pada
periode t
X4t
= Tingkat inflasi pada periode t
X5t
= Struktur modal perusahaan
pada periode t
X6t
= Struktur aktiva perusahaan
pada periode t
X7t
= Rasio likuiditas perusahaan
pada periode t
b0
= Interception point / Konstanta
b1-b8
= Koefisien regresi dari masingmasing variabel
eit
= Kesalahan random (Residual
Error) periode t
Dari hasil uji multikolinearitas
pada model regresi I dapat disimpulkan
bahwa keempat variabel yang digunakan
pada model ini yaitu pertumbuhan
ekonomi (PDB), struktur modal, struktur
aktiva dan rasio likuiditas telah
melewati/lolos dari uji multikolinearitas
dikarenakan nilai VIF dari keempat
variabel tersebut ≤ 5, dimana masingmasing nilai itu sendiri sebesar PDB
(2,876), SM (4,173), SA (1,470) dan RL
(1,758).
Kemudian
dari
hasil
uji
multikolinearitas pada model regresi II
juga dapat disimpulkan bahwa keempat
variabel yang digunakan pada model ini
yaitu suku bunga deposito, struktur
modal, struktur aktiva dan rasio likuiditas
telah
melewati/lolos
dari
uji
•
Analisis Risiko Investasi Saham
Pada Sektor Properti Di Bursa Efek Indonesia
Periode 2003-2008
multikolinearitas dikarenakan nilai VIF
dari keempat variabel tersebut ≤ 5,
dimana masing-masing nilai itu sendiri
sebesar deposito (2,491), SM (4,196), SA
(1,271) dan RL (3,769).
Dari hasil uji multikolinearitas
pada model regresi III dapat disimpulkan
bahwa keempat variabel yang digunakan
pada model ini yaitu nilai tukar rupiah,
struktur modal, struktur aktiva dan rasio
likuiditas juga telah melewati/lolos dari
uji multikolinearitas dikarenakan nilai
VIF dari keempat variabel tersebut ≤ 5,
dimana masing-masing nilai itu sendiri
sebesar Valas (5,073), SM (4,687), SA
(1,691) dan RL (1,696).
Dari hasil uji multikolinearitas
pada model regresi dapat disimpulkan
bahwa keempat variabel yang digunakan
pada model ini yaitu Inflasi, struktur
modal, struktur aktiva dan rasio likuiditas
juga telah melewati/lolos dari uji
multikolinearitas dikarenakan nilai VIF
dari keempat variabel tersebut ≤ 5,
dimana masing-masing nilai itu sendiri
sebesar Inflasi (2,503), SM (2,599), SA
(2,031) dan RL (2,435).
Pengujian Heteroskedastisitas Variabel
Model I
Masing-masing nilai t hitung
variabel berada diantara nilai – t tabel dan
t tabel (– t tabel ≤ t hitung ≤ t tabel)
dimana nilai t tabel itu sendiri sebesar ±
2,776. Adapun nilai masing-masing t
hitung variabel sebesar 0,982 untuk PDB
(lnx1), - 0,643 untuk struktur modal
(lnx5), - 0,297 untuk struktur aktiva
(lnx6) dan – 1,557 untuk rasio likuiditas
(lnx7). Sehingga dapat disimpulkan
bahwa
tidak
terjadi
masalah
heteroskedastisitas pada model regresi I.
11
Model II
Masing-masing nilai t hitung
variabel berada diantara nilai – t tabel dan
t tabel (– t tabel ≤ t hitung ≤ t tabel)
dimana nilai t tabel itu sendiri sebesar ±
2,776. Adapun nilai masing-masing t
hitung variabel sebesar -2,710 untuk
bunga deposito (lnx2), - 0,796 untuk
struktur modal (lnx5), - 1,402 untuk
struktur aktiva (lnx6) dan 1,890 untuk
rasio likuiditas (lnx7). Sehingga dapat
disimpulkan bahwa pada model regresi II
ini
juga
tidak
terjadi
masalah
heteroskedastisitas.
Model III
Tidak semua variabel memiliki
nilai t hitung yang berada diantara nilai –
t tabel dan t tabel (– t tabel ≤ t hitung ≤ t
tabel) dimana nilai t tabel itu sendiri
sebesar ± 2,776. Adapun nilai masingmasing t hitung variabel sebesar 3,034
untuk nilai tukar Rupiah (lnx3), 0,706
untuk struktur modal (lnx5), - 4,737
untuk struktur aktiva (lnx6) dan – 13,769
untuk rasio likuiditas (lnx7). Sehingga
dapat disimpulkan bahwa pada model
regresi
III
ini
terjadi
masalah
heteroskedastisitas.
Model IV
Masing-masing nilai t hitung
variabel berada diantara nilai – t tabel dan
t tabel (– t tabel ≤ t hitung ≤ t tabel)
dimana nilai t tabel itu sendiri sebesar ±
2,776. Adapun nilai masing-masing t
hitung variabel sebesar 0,322 untuk
Inflasi (lnx4), - 0,355 untuk struktur
modal (lnx5), 0,413 untuk struktur aktiva
(lnx6) dan 0,676 untuk rasio likuiditas
(lnx7). Sehingga dapat disimpulkan
bahwa pada model regresi IV ini juga
tidak terjadi masalah heteroskedastisitas.
Analisis Risiko Investasi Saham
Pada Sektor Properti Di Bursa Efek Indonesia
Periode 2003-2008
Pengujian Autokorelasi Variabel
Model I
Nilai DW-test yang dihasilkan
dari model regresi I sebesar 2,538.
Kemudian atas dasar kriteria yang
digunakan pada uji autokorelasi maka
dapat disimpulkan bahwa model regresi I
mengalami
masalah
autokorelasi
dikarenakan
nilai
DW-test
yang
dihasilkan berada di luar batas kriteria
non autocorrelation.
Model II
Nilai DW-test yang dihasilkan
dari model regresi II sebesar 0,792.
Kemudian atas dasar kriteria yang
digunakan pada uji autokorelasi maka
dapat disimpulkan bahwa model regresi II
juga
tidak
mengalami
masalah
autokorelasi dikarenakan nilai DW-test
yang dihasilkan masih berada di dalam
batas kriteria non autocorrelation.
Model III
Nilai DW-test yang dihasilkan
dari model regresi III sebesar 1.521.
Kemudian atas dasar kriteria yang
digunakan pada uji autokorelasi maka
dapat disimpulkan bahwa model regresi
III juga tidak mengalami masalah
autokorelasi dikarenakan nilai DW-test
yang dihasilkan masih berada di dalam
batas kriteria non autocorrelation.
Model IV
Nilai DW-test yang dihasilkan
dari model regresi IV sebesar 0,813.
Kemudian atas dasar kriteria yang
digunakan pada uji autokorelasi maka
dapat disimpulkan bahwa model regresi
IV juga tidak mengalami masalah
autokorelasi dikarenakan nilai DW-test
yang dihasilkan masih berada di dalam
batas kriteria non autocorrelation.
12
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan pada hasil-hasil
analisa yang didapat dalam proses
pembahasan, maka pada bagian ini
penulis akan mengambil beberapa
kesimpulan.
Adapun
hasil
yang
digunakan untuk menarik kesimpulan
dalam penelitian ini hanya didasari pada
penggunaan model regresi II, mengenai
penjelasan mengapa penulis memilih
menggunakan model ini telah dibahas
pada bab sebelumnya (rangkuman
pembahasan). Hasil kesimpulan yang
dimaksud adalah sebagai berikut:
1. Variabel Suku Bunga Deposito (1
tahun), Struktur Modal, Struktur
Aktiva
dan
Rasio
likuiditas
merupakan variabel yang cocok
digunakan sebagai variabel prediktor
dalam
mengestimasi
atau
memprediksi besar kecilnya tingkat
risiko investasi saham sektor properti
(populasi). Hal ini dibuktikan dengan
melihat nilai signifikansi pada Uji F,
dimana didapat nilai f hitung yang
dihasilkan jauh lebih besar daripada
nilai F tabel yang telah ditentukan.
2. Dari hasil pengujian besarnya
pengaruh (determinasi) atau uji R2
menunjukan 99,8 % Tingkat Risiko
Investasi Saham Sektor Properti pada
periode 2003-2008 dipengaruhi oleh
Suku Bunga Deposito (1 tahun),
Struktur Modal, Struktur Aktiva dan
Rasio Likuiditas.
3. Sedangkan pada pengujian secara
parsial pada uji t ditemukan bahwa
Struktur Aktiva tidak memilki
pengaruh yang signifikan terhadap
Tingkat Risiko Investasi Saham
Sektor Properti, hal tersebut diyakini
oleh penulis bahwa para investor
cenderung lebih terkonsentrasi pada
masalah gejolak suku bunga deposito,
Analisis Risiko Investasi Saham
Pada Sektor Properti Di Bursa Efek Indonesia
Periode 2003-2008
perubahan struktur modal serta
kemampuan perusahaan membayar
kewajibannya dalam jangka pendek
(likuiditas) dimana masing-masing
indikator tersebut lebih memilki
dampak
yang
lebih
tinggi
dibandingkan dengan perubahan pada
Struktur aktiva selama periode
tersebut.
4. Dari beberapa variabel makro atau
faktor
risiko
sistematis
yang
digunakan dalam penelitian ini, dapat
diketahui pada masing-masing hasil
uji korelasi (t-tes) menunjukan bahwa
tidak semua variabel makro yang
digunakan dalam penelitian ini
memiliki pengaruh terhadap tingkat
risiko investasi saham pada sektor
properti periode 2003-2008. Seperti
pada gambar 4.2 (PDB) dan gambar
4.17 (Inflasi) terlihat bahwa nilai thitung yang dihasilkan berada
diantara nilai t-tabel, sehingga dapat
disimpulkan bahwa secara parsial
kedua variabel ini tidak memiliki
pengaruh terhadap tingkat risiko
saham sektor properti. Sedangakan
pada gambar 4.7 (Suku Bunga
Deposito) dan 4.12 (Nilai Tukar
Rupiah) terlihat bahwa nilai t-hitung
yang dihasilkan berada di luar daerah
penerimaan Ha atau dengan kata lain
telah melewati batas penerimaan nilai
t-tabel, sehingga dapat disimpulkan
bahwa kedua variabel ini memiliki
pengaruh signifikan terhadap tingkat
risiko saham sektor properti. Namun
jika dilihat dari besar-kecilnya
pengaruh yang dihasilkan maka
secara jelas dapat dilihat bahwa Suku
Bunga Deposito 1 tahun memiliki
pengaruh signifikan yang jauh
lebih besar dibandingkan Nilai Tukar
Rupiah terhadap Dollar (Valas), maka
dapat disimpulkan bahwa selama
13
periode 2003-2008 variabel/faktor
makro yang paling berpengaruh
terhadap tingkat risiko investasi
saham sektor properti adalah Suku
Bunga Deposito. Selain itu hal ini
juga
sekaligus
membuktikan
keempirisan hasil yang didapat dari
penelitian sebelumnya yang telah
dilakukan oleh peneliti lain.
Saran
Berikut ini penulis akan mencoba
mengemukakan
beberapa
saran
sekirannya
dapat
dan
mampu
memberikan manfaat serta acuan dalam
melihat prospek lingkungan kegiatan
investasi terutama mengenai gambaran
lingkungan tingkat risiko investasi saham
pada sektor properti untuk kedepannya.
Beberapa saran yang dimaksud adalah
sebagai berikut:
1. Dalam rangka mengembangkan dan
memasyarakatkan
pasar
modal
melalui
reksa
dana
dengan
mengharapkan partisipasi masyarakat
(investor kecil) untuk ikut serta
berpartisipasi
dalam
kegiatan
berinvestasi di pasar modal perlu
difasilitasi informasi yang lengkap,
cepat
dan
terjangkau
kepada
masyarakat luas tentang manfaat dan
cara melakukan investasi saham di
pasar modal. Kegiatan ini dapat
ditempuh melalui pendidikan formal
maupun informal.
2. Pemerintah
diharapkan
dapat
mempertahankan stabilitas ekonomi
dengan tingkat pertumbuhan yang
tinggi, terutama di bidang moneter
dalam jangka panjang sehingga iklim
investasi yang kondusif tetap dapat
terwujud.
3. Diperlukannya peran pemerintah
secara lebih dalam proses deregulasi
moneter terutama dalam kebijakan
Analisis Risiko Investasi Saham
Pada Sektor Properti Di Bursa Efek Indonesia
Periode 2003-2008
menaikan ataupun menurunkan suku
bunga deposito dan suku bunga
kredit, disebabkan telah terbukti
didalam penelitian secara empiris
bahwa faktor makro ini tetap memiliki
pengaruh paling besar dibandingkan
faktor makro lainnya seperti PDB,
Nilai Tukar Rupiah (Valas) dan
Inflasi.
4. Bagi investor maupun calon investor
serta para pelaku pasar modal yang
akan melakukan kegiatan investasi
khususnya investasi saham pada
sektor
properti
agar
lebih
memperhatikan tingkat suku bunga
deposito yang berlaku. Disamping itu
tidak lupa ataupun mengabaikan
faktor mikro seperti Struktur Modal
dan Rasio Likuiditas, disebabkan
kedua faktor mikro ini juga
mempunyai pengaruh signifikan
terhadap tingkat risiko investasi
saham pada sektor properti.
5. Bagi peneliti ataupun akademisi lain
yang hendak melanjutkan atau
mengembangkan penelitian yang
sudah ada khususnya mengenai
lingkungan tingkat risiko investasi
saham
pada
sektor
properti,
diharapkan dapat menambah jumlah
unit penelitian serta rentang atau
periode
penelitian
yang
akan
digunakan sehingga keragaman hasil
penelitian dapat terwujud dan dapat
memberikan hasil analisis penelitian
terbaru.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Halim. 2005. Analisis Investasi.
Edisi kedua. Jakarta: Salemba Empat.
Ade Fatma Lubis. 2008. Pasar Modal.
Jakarta: Lembaga Penerbit FEUI.
14
Ahmad Kamarudin. 2004. Dasar-dasar
Manajemen Investasi dan Portofolio.
Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Semarang: Badan Penerbit Universitas
Diponegoro.
Bank Indonesia. 2009. “Laporan
Perekonomian Indonesia 2008”. Hal: 430.
Gitman, Lawrence J. 2003. Principle of
Managerial Finance. 10th edition.
International Edition Financial Series.
Boston: Addison-Wesley
____________. 2009. “Laporan
Kebijakan Moneter Triwulan IV-2008”.
Hal: 1-17.
Husnan Suad. 2003. Dasar-dasar Teori
Portofolio. Edisi kedua. Yogyakarta:
AMP YKPN
Bodie. et al. 2004. Essentials of
Investments. United States of America:
McgrawHill-Irwin.
Munawir. 2002. Analisa Laporan
Keuangan. Yogyakarta: Penerbit Liberty.
Danang Sunyoto. 2009. Analisis Regresi
dan Uji hipotesis. Yogyakarta:
MedPress.
Dwi Priyatno. 2008. Mandiri Belajar
SPSS. Jakarta: MediaKom
Eduardus Tandelilin. 2001. Analisis
Investasi dan Manajemen Portofolio.
Yogyakarta: Penerbit BPFE
Elton, Edwin J and Martin J Gruber.
2003. Modern Portofolio, Theory and
Investment Analysis. 5th edition. New
york: John Willey & son’s inc.
Ghozali, Iman. 2001. Aplikasi Analisis
Multivariate Dengan Program SPSS.
Analisis Risiko Investasi Saham
Pada Sektor Properti Di Bursa Efek Indonesia
Periode 2003-2008
Nazir. 2003. Metodologi Penelitian.
Jakarta: Graha Indonesia.
Sawidji Widoatmojo. 2009. Pasar Modal
Indonesia. Bogor: Ghalia Indonesia
Sharpe, William. et al. 2005. Investment.
11th edition. New Jersey. Prentice Hill
Sugiono. 2004. Statistik Untuk
Penelitian. Bandung: Alfabet.
Sundjaja, Ridwan S dan Inge Barhan.
2002. Manajemen Keuangan Satu.
Edisi keempat. Jakarta: Prenhallindo.
Sutrisno. 2003. Manajemen Keuangan
Teori, Konsep dan Aplikasi. Edisi
pertama. Yogyakarta: EKONISIA.
15
Download