Penegakan Hukum Dalam Sistem Peradilan Pidana Berazaskan Pancasila Noenik Soekorini, S.H.,M.H [email protected] ABSTRACT The enforcement of criminal law starts from the legislative body that is the legislative body that makes the law and determines the norms in the form of orders and prohibitions. The legislation made by this legislative body can reflect the existence of the values of justice desired by the principle of Pancasila that is civilized or dignified justice. Criminal law enforcement is also done by the judiciary. That is the application of criminal law in the form of law by law enforcement officers either ranging from the police level to the courts. They are concrete justice enforcers. And the last is related to facilities and infrastructure that support the policy for criminal law enforcement. The process of criminal law enforcement can be effective if there is a harmony relationship starting from the investigation / investigation process at the police, prosecutor / prosecutor level until the court process and ending with the judges verdict. The legislator in this case is the legislative must be able to make regulations that can be implemented in the field. Law enforcers in carrying out their duties must be able to work professionally so as to create a sense of justice for the parties both for the perpetrator and for the victim of the crime. Key note : enforcement of criminal law, Pancasila ABSTRAK Penegakan hukum pidana dimulai dari badan legislatif yaitu badan legislatif yang membuat undang-undang dan menentukan norma dalam bentuk perintah dan larangan. Perundang-undangan yang dibuat oleh badan legislatif ini dapat mencerminkan adanya nilai-nilai keadilan yang diinginkan oleh asas Pancasila yang beradab atau bermartabat. Penegakan hukum pidana juga dilakukan oleh peradilan. Itulah penerapan hukum pidana dalam bentuk hukum oleh aparat penegak hukum baik mulai dari tingkat kepolisian sampai ke pengadilan. Mereka adalah penegak keadilan yang konkret. Dan yang terakhir terkait dengan sarana dan prasarana yang mendukung kebijakan penegakan hukum pidana. Proses penegakan hukum pidana bisa efektif bila ada hubungan harmonis mulai dari proses penyidikan / investigasi di tingkat kepolisian, jaksa / jaksa sampai proses peradilan dan diakhiri dengan putusan hakim. Legislator dalam hal ini adalah legislatif harus bisa membuat peraturan yang bisa diimplementasikan di lapangan. Penegak hukum dalam menjalankan tugasnya harus bisa bekerja secara profesional sehingga tercipta rasa keadilan bagi pihak baik untuk pelaku maupun korban tindak pidana. Kata Kunci : Penegakan Hukum Pidana, Pancasila *Noenik Soekorini SH.,MH. Dosen Fakultas Hukum Universitas Dr. Soetomo 1. Latar Belakang Sejarah bangsa hidup tumbuh dan berkembang di mencapai masyarakat disamping hukum kolonial kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus dan hukum Islam yang masih berlaku tidak tiba-tiba. di Indonesia akibat dari amanah UUD dilakukan NRI 1945 Aturan Peralihan pasal 1 Indonesia perjuangan untuk terjadi Sebelumnya dengan telah persiapan-persiapan antara lain yang menyatakan bahwa “ segala merumuskan dasar negara, lambang peraturan negara dan hukum apa yang akan masih tetap berlaku selama belum diberlakukan kelak setelah merdeka. diadakan yang baru menurut Undang Proklamasi Undang Dasar ini”. kemerdekaan telah dikumandangkan pada tanggal 17 perundangan yang Diberlakukannya telah undang- Agustus 1945 akan tetapi sebagai undang negara kemerdekaan yaitu hukum warisan yang baru merdeka baru yang ada Belanda Agustus 1945 Indonesia mempunyai memiliki dasar konstitusi yaitu UUD Negara pluralisme. Republik Indonesia Tahun 1945 yang terjadinya kendala dalam menegakan di dalam alenia ke4nya terdapat sila- hukum yang ada. Hukum pidana yang sila dari Pancasila. berlaku di Indonesia seperti KUHP segala sumber hukum yang masih yang negara sebelum keesokan harinya tepatnya tanggal 18 Pancasila sebagai sumber dari maka ada sistem Hal berazaskan Indonesia hukum ini yang menyebabkan legalitas yang menurut Moeljatno mengandung tiga dalam hukum yang hidup dalam pengertian yaitu : masyarakat banyak tersebar dan tidak 1. ” Tidak ada perbuatan yang (selalu) dirumuskan secara tertulis dilarang dan diancam dengan sebagaimana yang dikehendaki asas pidana kalau hal itu terlebih legalitas secara formil. Apabila ada dahulu dinyatakan persoalan hukum yang belum diatur dalam suatu aturan undang- dalam undang-undang hukum pidana undang. maka tidak akan dapat diselesaikan. 2. Untuk belum menentukan adanya Hal ini berbeda dengan apa yang perbuatan pidana tidak boleh sudah dirumuskan dalam rancangan digunakan analogi.(kiyas) KUHP pasal 1 ayat 3 dan 4 yang 3. Aturan-aturan hukum pidana 1. (3) tidak berlaku surut.”1 Asas legalitas yang terdapat di dalam KUHP keberadaan berbunyi : hanya mengakui undang-undang secara Ketentuan dimaksud dalam ayat (1) tidak mengurangi berlakunya hukum yang hidup dalam masyarakat tertulis (secara formil). Asas legalitas yang merupakan seseorang perwujudan dari nilai kepastian yang Indonesia yang keberadaan diterapkan tidak hukum sebagaimana menentukan bahwa patut dipidana di walaupun perbuatan tersebut mengakui tidak diatur dalam peraturan tidak tertulis. Sementara Indonesia sebenarnya juga perundang undangan. 2. (4) Berlakunya hukum yang memiliki ‘kepastian hukum’ yang hidup telah sebagaimana dimaksud pada hidup masyarakatnya.. lama dalam Kepastian hukum ayat dalam (3) dengan 1 Moeljatno, Azas-Azas Hukum Pidana, Bina Aksara, Jakarta, 1987, hlm. 25 masyarakat sepanjang nilai-nilai sesuai Pancasila dan/atau prinsip-prinsip hukum umum yang diakui oleh makmur. Prinsip Negara yang atas hukum, selain masyarakat bangsa-bangsa berdasarkan Rancangan sudah membawa pengertian bahwa hukum mengakui adanya hukum yang hidup membatasi secara tegas dan jelas mana dalam masyarakat banyak tersebar dan kekuasaan yang terbilang kewenangan tidak secara dan mana yang dibilang kesewenang- tertulis banyak terkandung nilai-nilai wenangan, juga bermakna hanya pada Pancasila bahkan ditambah dengan Negara yang berdasarkan pada hukum sesuai prinsip-prinsip hukum umum ada yang diakui oleh masyarakat bangsaa- kemanusiaan, bangsa Kelembagaan (selalu) KUHP dirumuskan Nilai-nilai hak-hak terwujudnya Negara yang terkandung demokratis, ada suatu sistem hukum pada Pancasila yang dimaksud adalah yang tertib dan ada suatu kekuasaan lima sila yang pada hakikatnya berisi kehakiman yang bebas. lima nilai dasar yang fundamental. Indonesia Nilai-nilai dasar yang perlindungan negara pancasila hukum seperti yang ditegaskan dalam tersebut adalah nilai Ketuhanan Yang pasal 1 (3) UUD NRI 1945 dengan Maha Esa, Nilai Kemanusiaan Yang berbagai keragaman peraturan yang Adil dan Beradab, nilai Persatuan ada harus berlandaskan pada nilai- Indonesia, nilai nilai dari sebagai Kerakyatan yang Pancasila. Sebagai negara dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan hukum yang berazaskan nilai-nilai dalan Pancasila permusyawaratan/perwakilan, menurut Bernard Arief dan nilai Keadilan sosial bagi seluruh Sidharta yang ditulis dalam bukunya rakyat indonesia. Teguh Prasetyo mempunyai tiga ciri Sebagai negara hukum maka utama yaitu : negara Indonesia juga mempunyai pertama, negara hukum tujuan. Adapun tujuan negara adalah : Pancasila didalamnya semua mewujudkan masyarakat adil dan penggunaan kekuasaan harus selalu ada landasan hukumnya pengkajian kritis oleh badan dan dalam kerangka batas- perwakilan batas yang ditetapkan oleh masyarakat berkenaan dengan hukum, kebijakan afortiory untuk rakyat dan dan tindakan- penggunaan kekuasaan publik. tindakannya. Jadi Ketiga, negara hukum dikehendaki adalah pemerintah Pancasila adalah organisasi berdasarkan dengan dan oleh seluruh rakyat yang menata hukum (rule by law and rule of diri law). dalam kebersamaan berikhtiar, pemerintahan Kedua, yang negara secara rasional untuk hukum dalam kerangka dan melalui Pancasila itu adalah negara tatanan kaidah hukum berlaku, yang demokratis yang dalam mewujudkan keseluruhan kegiatan lahir batin bagi seluruh rakyat menegaranya selalu terbuka dengan selalu mengacu pada bagi pengkajian rasional oleh nilai-nilai martabat manusia semua pihak dalam kerangka dan keTuhanan Yang maha tata nilai dan tatanan hukum Esa2 kesejahteraan yang berlaku, selain itu badan kehakiman menjalankan Jadi negara hukum Pancasila kewenangannya secara bebas adalah dan birokrasi hukum yang demokrasi, mengakui lain tunduk pemerintahan berdasarkan kepada putusan kekuasaan kehakiman yang bebas dan badan kehakiman serta warga bersama rakyat berikhtiar melalui masyarakat dapat mengajukan kaidah tindakan pada tetap mewujudkan birokrasi pemerintahan ke pengadilan. Pemerintah hukum terbuka bagi 2 Teguh Prasetyo dan Ari Purnomosidi, Membangun Hukum berdasarkan Pancasila, Nusa Media, Bandung, 2014, hlm, 59. kesejahteraan yang bermartabat dan berkeTuhanan Yang Maha Esa. Dari pendapat tersebut maka Hukum Pidana sebagai bagian hukum pidana sebagai hukum pidana dari hukum yang berlaku di negara materiil mengatur mengenai perbuatan Republik Indonesia adalah aturan yang yang mengatur mengenai ; ancaman pidananya dan menentukan 1. menentukan perbuatan- dilarang tentang dengan disertai pertanggungjawaban perbuatan mana yang tidak pidananya. Sebagai hukum pidana boleh yang formal maka hukum pidana mengatur disertai tentang bagaimana tatacara penegak ancaman atau sanksi yang hukum dalam melaksanakan tugasnya berupa pidana tertentu bagi dalam barangsiapa materiil. dilakukan, dilarang, dengan melanggar larangan tersebut, menegakan hukum pidana Penegak hukum yang mulai 2. menentukan kapan dan dalam dari aparat kepolisian hingga sampai hal - hal apa kepada mereka ke pengadilan dalam melaksanakan yang melanggar tugasnya untuk menegakan hukum larangan-larangan itu dapat pidana materiil dengan mendasarkan dikenakan atau dijatuhi pidana pada nilai-nilai luhur yang ada di sebagaimana dalam sila-sila Pancasila sehingga telah yang telah diancamkan, 3. menentukan akan dengan cara tercapai keadilan bermartabat. bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila 2. Rumusan Masalah ada orang yang disangka telah Bagaimanakah penegakan hukum melanggar larangan tersebut.3 dalam sistem peradilan pidana di Indonesia yang berlandaskan Pancasila ? 3 Moeljatno, Op.Cit, hlm. 1 yang tahap kebijakan yudikatif. 3. Konsepsi Teori ketiga tahap eksekusi yaitu a. Penegakan Hukum Pidana tahap Apabila berbicara mengenai penegakan hukum pidana pelaksanaan hukum pidana secara konkrit oleh maka aparat-aparat pelaksana hukum pandangan kita akan tertuju kepada pidana. Tahap ini dapat disebut badan pembuat tahap kebijakan eksekutif atau maupun aparat undang-undang penegak administrative.4 hukum. Seperti pendapat pendapat dari Teguh Prasetyo yang menyatakan bahwa Pendapat Penegakan hukum adalah apabila dilihat proses sejalan dengan pendapat dari Bagir Manan dari kebijakan penegakan tersebut hukum hakekatnya suatu maka yang menyatakan bahwa 1. Penegakan pada hukum hampir selalu hanya dikaitkan dengan merupakan proses peradilan. Bahkan penegakan kebijakan melalui kadang kadang dengan beberapa pengadilan. Penegakan hukum tahap. Pertama, Tahap formulasi, yaitu tahap tidak penegakan hukum in abstracto rangkaian oleh badan pembuat undang- Penegakan hukum dilakukan undang. Tahap ini dapat pula juga disebut administrasi tahap legislative. hanya terjadi proses oleh dalam peradilan. badan-badan negara seperti Kedua tahap aplikasi yaitu keimigrasian dan bea cukai. tahap penerapan hukum pidana Dalam dunia ilmu pengetahuan oleh dikenal pula badan peradilan aparat-aparat penegak hukum mulai dari kepolisian sampai ke pengadilan. Tahap kedua ini dapat pula disebut 4 Teguh Prasetyo Kriminalisasi Dalam Hukum Pidana, Nusamedia, Bandung, 2011, hlm. 111 semu (quasi administratieve undang dan menentukan norma-norma rechtspraak) yang seperti badan berupa perintah maupun penyelesaian sengketa pajak larangan. (sekarang menjadi lingkungan dibuat oleh badan legislative inilah peradilan murni yaitu peradilan yang pajak. tidaknya nilai-nilai keadilan yang 2. Penegakan hukum tidak hanya mengenai “manusianya” Undang-undanng dapat yang mencerminkan ada dikehendaki oleh azas Pancasila yaitu keadilan yang beradab atau (polisi, Jaksa, Hakim). Sebagai bermartabat. Penegakan hukum pidana system juga penegakan menyangkut subsistem, hukum bderbagai yaitu yudikatif.yaitu oleh badan penerapan hukum a. pidana yang berupa undang-undang penegakan oleh aparat penegak hukum baik mulai Sumber dari tingkat kepolisian sampai ke daya/penegak hukum; c. Tata pengadilan. Mereka adalah penegak cara (mekanisme) penegakan keadilan yang konkrit. Dan yang hukum; terakhir Kelembagaan hukum; : dilakukan b. d. Prasarana dan sarana penegakan hukum.5 adalah berkaitan dengan sarana dan prasarana yang mendukung kebijakan untuk penegakan hukum Penegakan hukum hukum pidana. Tanpa ada sarana dan pidana sendiri kalau kita simpulkan prasarana yang memadai terutama dari pendapat di atas maka penegakan sumber hukum pidana dimulai dari badan berkualitas mustahil hukum pidana legislative yaitu badan pembentuk dapat ditegakan. daya manusianya yang undang-undang yang membuat undang b. Sistem Peradilan Pidana (Criminal 5 Bagir Manan, Sistem Peradilan Berwibawa (Suatu Pencarian), FH UII Press, Yogyakarta, 2005, hlm. 14 Justice System) Penegakan hukum pidana tidak terlepas dari system peradilan pidana. struktur hukum dan subsistem budaya hukum.”7 Sistem peradilan pidana adalah “ Birokrasi system dalam suatu masyarakat untuk bekerjanya menanggulangi sentuh kejahatan, dengan dikaitkan hukum yang dengan memiliki titik bersesuaian, artinya harus mampu tujuan mencegah masyarakat menjadi birokrasi korban menyelesaikan mengakomodasi sistem hukum, itulah kasus kejahatan yang terjadi sehingga sebabnya Philippe Nonet dan Philip masyarakat puas bahwa keadilan telah Selznick ditegakan dan yang bersalah dipidana adanya 3 (tiga) tipe birokrasi sebagai dan yang “suatu bentuk kesinambungan yang pernah melakukan kejahatan tidak bersifat evolutif, yaitu pra-birokratik mengulangi lagi kejahatannya” 6 (prebureaucratic), kejahatan, mengusahakan “Penegakan mereka hukum pidana mengintroduksi (bureaucratic) dan tentang birokratik post-birokratik oleh lembaga peradilan sama dengan (postbureaucratic) sebagai perwujudan penegakan hukum pada umumnya perkembangan tipe hukum dari hukum yakni merupakan suatu sistem. Sistem represif, otonomos dan responsif.”8 tersebut berkaitan dengan sistem “Penegakan hukum pidana hukum yang tidak terlepas dari konteks organisasi dikemukakan oleh Friedman meliputi yang subsistem substansi hukum, subsistem mempermasalahkan dalam laku orang-orang, 7 6 Mardjono Reksodipuro, Kriminologi dan Sistem Peradilan Pidana Kumpulan Karangan Buku Kedua, Pusat Pelayanan Keadilan dan Pengabdian Hukum , Lembaga Kriminologi Universitas Indonesia, Jakarta, 1997, hlm. 12-13 hal ini orang, tingkah membicarakan Lawrence M. Friedman, 1975. The Legal System, A Social Science Perspective, Russell Sage Faundation, New York ,hlm. 1415. 8 Philippe, Nonet & Philip, Selznick. Hukum Responsif.Penerjemah Raisul Muttaqien. Penerbit Nusamedia, Bandung, 2008. hlm.27. fasilitas serta juga kultur suatu membicarakan organisasi. Sebagai hukum bersifat progresif “11 yaitu menegakkan hukum pidana dalam organisasi birokratis lembaga penegak rangka hukum akan selalu berusaha mencari kesejahteraan dan kepentingan rakyat. jalan sebaik-baiknya agar pekerjaan Supremacy lembaga bisa dilaksanakan secara diterjemahkan seksama.”9 lembaga undang-undang, melainkan supremacy suatu of justice. Cara kerja seperti itu sejalan jalannya dengan tuntutan cara kerja aparat Untuk itu didorong mengembangkan kebijakan mengamankan mewujudkan organisasi, yang oleh Chambliss dan peradilan Seidman Undang dirumuskan sebagai of yang keadilan, law sebagai bukan supremasi diamanatkan oleh “maximizing rewards and minimizing -Undang Nomor 48 Tahun 2009 strains on the organization”.10 tentang Kekuasaan Kehakiman, Pasal Penegakan hukum pidana tidak 5 ayat (1) bahwa hakim wajib dapat dilakukan secara total sebab menggali, mengikuti, dan memahami para penegak hukum dibatasi secara nilai-nilai hukum dan rasa keadilan ketat oleh aturan hukum acara pidana yang hidup dalam masyarakat. Cara dan kerja hukum “Penegakan pidana substantif. hukum pidana membutuhkan kinerja aparat penegak seperti itu merupakan perwujudan birokrasi peradilan pidana berbasis pelayanan publik yang diwujudkan dalam bentuk pelayanan prima dan pelayanan sepenuh hati. Menurut pendapat Ramington 9 Satjipto Rahardjo, 2009. Penegakan dan Ohlin dalam bukunya Romli Hukum Suatu Tinjauan Sosiologis, Genta 11 Publishing, Yogyakarta. hlm.15. 10 Satjipto Rahardjo, TT. Masalah Penegakan Hukum Suatu Tinjauan Sosiologis. BPHN. Jakarta. hlm. 22 Yudi Kristiana, Rekonstruksi Birokrasi Kejaksaan Dengan Pendekatan Hukum Progresif (Studi Penyelidikan, Penyidikan dan Penuntutan Tindak Pidana Korupsi). Disertasi PDIH Undip Semarang. 2005. hlm. xiii Atmasasmita penegakan menyatakan hukum atau bahwa criminal juctice system adalah sebagai berikut pidana yang digariskan KUHAP Undang Undang No 8 Tahun 1981 merupakan “sistem terpadu” Criminal justice sytem dapat (integrated criminal justice system). diartikan sebagai pemakaian Sistem terpadu tersebut diletakan di pendekatan terhadap atas landasan prinsip “diferensiasi administrasi fungsional” di antara aparat penegak peradilan pidana, dan peradilan hukum sesuai dengan “tahap proses pidana sebagai suatu sistem kewenangan” yang diberikan undang- merupakan undang sistem mekanisme hasil interaksi masing-masing.”13 kepada antara peraturan perundang- Dengan adanya sistem yang terpadu undangan, praktik administrasi maka sukses tidaknya suatu perkara dan sikap atau tingkah laku pidana dan mengandung nilai keadilan sosial. Pengertian sistem itu bagi para pihak dimulai dari tingkat sendiri mengandung implikasi penyidikan di suatu proses interaksi yang penuntutan serta dipersiapkan secara rasional pengadilan. Semua itu merupakan dan dengan cara efisien untuk suatu memberikan terpisahkan hasil dengan tertentu segala keterbatasannya.12 rangkaian berpendapat bahwa “sistem peradilan sesuai putusan yang tugas dan di tidak dan kewenangannya masing-masing. c. Sistem Pemidanaan . Seperti M. Yahya Harahap sendiri kepolisian yang dikemukakan oleh Hulsman yang dikutip oleh Barda Nawawi Arief, bahwa : 12 Romli Atmasasmita, Sistem Peradilan Pidana Kontemporer, (Jakarta: Kencana Prenada Media Grup, 2010, hlm. 2 13 M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP Penyidikan Dan Penuntutan, Sinar Grafika, Jakarta, 2004, hlm. 90 “Sistem pemidanaan (the sentencing pemidanaan system) adalah aturan perundang- pemikiran : undangan yang berhubungan dengan didasarkan pada -Sistem hukum merupakan satu sanksi pidana dan pemidanaan (the kesatuan statutory bertujuan (purposive system) rules relating to penal sanctions and punishment)”14 alat/sarana untuk mencapai atas dapat diartikan bahwa Sistem tujuan; Pemidanaan adalah semua peraturan -“tujuan mengatur yang dan pidana hanya merupakan Sesuai dengan pernyataan di yang sistem pidana merupakan tentang masalah bagian integral (sub-sistem) dari kebijakan sanksi pidana terhadap perbuatan yang dianggap sebagai pemidanaan (sistem hukum kejahatan atau pelanggaran. Selain itu, pidana) disamping sub-sistem sistem pemidanaan tidak bisa lepas lainnya, dari pemidanaan itu sendiri sebagai “tindak pidana”, “pertang- wujud dari sanksi pidana yang berupa gungjawaban pemberian atau penjatuhan pidana. (kesalahan)”, dan “pidana” Pemidanaan mempunyai keseluruhan yaitu sistem sub-sistem pidana -Perumusan tujuan dan pedoman serta tujuan tersendiri dan pedoman Barda Nawawi Arief menyatakan dimaksudkan sebagai fungsi bahwa pengendali/control/pengarah pedoman dan tujuan pemidanaan dan sekaligus memberikan dasar/landasan 14 Barda Nawawi A rief, Perkembangan Sistem Pemidanaan di Indonesia, cetakan ke-II, Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 2009, hlm. 1 rasionalitas, filosofis, motivasi, dan justifikasi pemidanaan; -Dilihat secara fungsional/opersional, sistem pemidanaan merupakan suuatu rangkaian proses melalui tahap dalam rangka menegakkan hukum “formulasi” (kebijakan pidana materiil, sedangkan formulasi “aplikasi” hukum pelaksanaan pidana diperlukan legislatif), tahap (kebijakan judicial /judikatif), untuk mencapai tujuan dari pidana. dan “eksekusi” Reformulasi hukum pidana materiil, administrative/ hukum pidana formil dan hukum eksekutif); oleh karena itu agar pelaksanaan pidana yang berasaskan ada Pancasila tahap (kebijakan keterjalinan dan keterpaduan antara ketiga tahap sebagai suatu itu kesatuan sistem pemidanaan, diperlukan guna membangun sistem hukum nasional Indonesia yang berlandaskan Ketuhanan. diperlukan perumusan tujuan dan pedoman pemidanaan.15 4. Hasil Dan Analisis Proses penegakan hukum Berdasarkan pada pemikiran pidana dapat berjalan efektif apabila yang terakhir, sistem pemidanaan ada hubungan keharmonisan yang merupakan suatu keterpaduan antara dimulai formulasi, penyidikan aplikasi dan eksekusi. dari proses di penyelidikan/ tingkat kepolisian, Formulasi tidak hanya terbatas pada kejaksaan /penuntut umum sampai hukum pidana materiil, namun juga proses termasuk hukum pidana formil dan dengan pemberian vonis oleh hakim. hukum pelaksanaan pidana. Formulasi pembuat undang-undang dalam hal ini hukum adalah pidana formil dibutuhkan pengadilan dan berakhir legislative membuat 15 Barda Nawawi Arief, Tujuan dan Pedoman Pemidanaan, Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 2009, hlm. 3 harus peraturan dilaksanakan di yang lapangan. mampu dapat Para penegak hukum dalam menjalankan tugasnya harus mampu bekerja secara professional sehingga dapat mewujudkan rasa keadilan bagi para dimiliki oleh Polri dalam hal ini pihak baik bagi pelaku maupun bagi penyidik harus dilaksanakan dengan korban tindak pidana. penuh kehati-hatian. Penangkapan dan Berikut ini penulis urai satu per satu penahanan aparat penegak melaksanakan dalam sistem yang dilakukan oleh hukum dalam penyidik mengandung resiko besar penegakan hukum karena berkaitan langsung dengan peradilan pidana perampasan hak asasi manusia yang berazaskan Pancasila. dapat dikatakan apabila ternyata a.Tingkat Kepolisian bukan orang yang diduga melakukan Kedudukan kepolisian dalam tindak pidana maka akan terjadi proses peradilan pidana adalah sebagai pelanggaran hak asasi manusia dan ini awal diduga juga akan bertentangan dengan sila terjadinya suatu tindak pidana. Polisi kemanusiaan yang adil dan beradab. mempunyai kewenangan yang diatur Walaupun dalam KUHAP untuk menentukan penangkapan suatu peristiwa yang terjadi diduga penahanan maka asas praduga tidak suatu tindak pidana atau bukan. bersalah (ppresumption of innocence) Apabila penyidik tetap harus dipegang karena nilai menentukan bahwa sesorang diduga kemanusiaan yang adil dan beradab melakukan tindak pidana maka polisi berlaku bagi tersangka. dilakukannya polisi proses selaku misalnya dan dilakukan kemudian mempunyai kewenangan untuk Tidakan kepolisian pertama melakukan penyidikan dan kali yang dilakukan adalah melakukan menggunakan alat paksa yang berupa penyelidikan. Penye lidikan dapat penangkapan, penahanan, dilakukan pemasukan terendah sampai tinggi. Penyelidikan rumah, penyitaan dan pemeriksaan menurut pasal 1 butir 5 KUHAP surat sebagaimana terdapat pada bab adalah V penyelidik penggeledahan KUHAP. badan, Kewenangan yang oleh POLRI “serangkaian untuk pangkat tindakan mencari dan menemukan suatu peristiwa yang No 2 Tahun 2002 pasal 16 ayat 2 diduga sebagai tindak pidana guna penyelidik/penyidik diberikan menentukan tidaknya kewenangan yaitu dapat melakukan diulakukan penyidikan menurut cara tindakan lain jika memenuhi syarat yang diatur dalam Undang-Undang.” sebagai berikut: dapat atau POLRI yang berpangkat serendah a. tidak bertentangan dengan rendahnya Brigadir polisi Satu dapat suatu aturan hukum; diangkat sebagai penyidik. Penyidikan b. selaras dengan kewajiban adalah “serangkaian tindakan penyidik hukum dalam hal dan menurut cara yang tindakan tersebut dilakukan; diatur dalam undang-undang ini untuk c. harus patut,masuk akal, dan mencari serta mengumpulkan bukti termasuk yang dengan bukti itu membuat terang jabatannya; tentang tindak pidana yang terjadi d. pertimbangan yang layak guna berdasarkan menemukan tersangkanya.” (pasal 1 butir 2 KUHAP). Jadi penyelidikan penyidikan. penyelidikan belum mengharuskan dalam lingkungan keadaan yang memaksa; dan adalah e. tindakan yang dilakukan sebelum dilakukan yang menghormati hak asasi manusia. Di tingkat Tindakan lain ini adalah lazim disebut tentu terjadi dengan tindakan diskresi. peristiwa pidana. Berbeda dengan beberapa penyidikan dimana penyidikan dapat pengertian dari diskresi. Kuntjoro dilakukan tanpa ada penyelidikan asal Purbopranoto mengatakan bahwa ; berdasarkan bukti permulaan yang “diskresi adalah cara bertindak alat cukup sudah membuat terang adanya pemerintahanyang harus berdasarkan tindak pidana. kebijaksanaan pada umumnya atau Berdasarkan Undang Undang Kepolisian yang tercantum dalam UU pendapat Ada denganmengingat asas mengenai freies Ermessen.”16 Udin dan Rusmaniah yang tinggi maka kewenangan untuk menyebutkan bahwa diskresi adalah misalnya memutuskan suatu perkara “kebebasan atau keleluasaan bagi alat tidak dilanjutkan atau tidak ke tingkat pemerintah selanjutnya akan menjadi tindakan untuk mempergunakan kewenangannya menghadapi konkrit. bertindak suatu Alat mengambil keadaan yang pemerintah keputusan harus berdasarkan sewenang-wenang. POLRI maupun selaku penyidik penyelidik dalam rangka melakukan penegakan hukum harus inisiatifnya sendiri dalam hal konkrit, mempunyai apakah tidak yang manusiawi tanpa mengorbankan yang ketentuan hukum dalam rangka untuk ia bertindak, bertindak dan atau apakah diharapkan dari tindakannya itu.” 17 Tindakan merupakan diberikan penyelidik/ penilaiannya melindungi pedoman harkat pelaksanaan dan martabat diskresi yang manusia sesuai dengan Pancasila. kewenangan yang Seperti yang diuraikan oleh Roeslan selaku Saleh dalam bukunya M. Yahya kepada polisi penyidik sendiri berdasarkan dilakukan semata-mata demi kepentingan umum. Harahap menyimpulkan tentang petunjuk pelaksanaan dalam rangka penegakan hukum antara lain : Tepat tidaknya penilaian tergantung 1. Perlakuan cara adil dan tepat moralitas yang didasari nilai-nilai (due process) luhur Pancasila. Tanpa ada moralitas Bagaimana mereka yang melakukan perbuatan pidana 16 Kuntjoro Purbopranoto, Beberapa Catatan Hukum Tata Pemerintahan, Bina Aksara, Jakarta, 1978. hlm.. 44 17 Udin Dan Rusmaniah, Hak hak asasi Manusia Dalam Pembangunan Hukum, Fak hukum Universitas airlangga, Surabaya,1987, hlm. 64 itu diperlakukan dalam penerapan hukum pidana, dia benar-benar diperlakukan, sehingga tersangka/terdakwa “merasa” dia diperlakukan secara adil dan tepat. Apabila telah merasa diperlakukan tersangka. Seolah-olah dia dengan cara adil dan tepat dihukum sebelum diadili. maka hukuman pidana yang 3. Hasil penyelidikan jangan ditimpakan dipublikasi kepadanya sekalipun hukuman itu memang tidak disukainya namun tersangka/terdakwa Terutama selama masih dalam proses pemeriksaan penyidikan, janganlah hasil akan merasakan hukuman itu pemeriksaan dipublikasi dalam sebagai reaksi wajar dan adil mass media, surat kabar atau atas kejahatan dan kesalahan majalah. Bukankah selama yang dilakukannya. masih dalam tingkat 2. Penjelasan yang terang atas pemeriksaan penyidikan belum tindakan yang dikenakan. jelas kejahatan dan kesalahan Setiap penangkapan dan apa yang akan dituduhkan penahanan harus dengan jelas kepadanya ? apalagi jika pihak disebutkan kepada tersangka, pers yang mempublikasikan dan cara penangkapan atau terlampau penahanan memerinciberita jangan sampai jauh acara dilakukan dengan cara cara pemeriksaan tindakan yang “demonstrative dengan dan dipertontonkan” kesimpulan sedemikian rupa sehingga Pelanggaran atas asas praduga seluruh kampong dan tetangga tak bersalah yang benar-benar berebut Cara sangat yang martabat menyaksikan. penangkapan , kemudian berani mengambil merendahkan sendiri. harkat seorang didemonstrasikan benar-benar tersangka/terdakwa menghancurkan 4. Hindari cara perlakuan yang harkat, martabat dan harga diri si kasar Untuk itu aparat hukum sepenuhnya sepenuhnya perhatian yang penegak mencurahkan dengan cara-cara “bersahabat” tersangka/terdakwa perelakuan lembut” dengan fdengan yang tanpa “lemah mengurangi mengutarakan dan mengemukakan apa-apa yang dianggapnya benar sesuai dengan relevansi pemeriksaan 6. Mengenal lebih dalam perihidup tersangka/terdakwa Cara perlakuan perlindungan harkat martabat selanjutnya ketegasan dalam pemeriksaan. agar sedapat mungkin sebelum Ciptakan persaudaraan yang pemeriksaan lemah lembut dalam suatu petugas pemeriksa sebaiknya keseimbangan lebih dulu memahami ketegasan dengan yang seperlunya, dimulai, para dan berusaha mengenal lebih dalam dalam suatu acuan hak dan perihidup dan perilaku martabatnya tetap dilindungi, terdakwa dalam lingkungan namun masyarakat hukum harus tetap dan dalam ditegakkan sehingga tercipta kehidupan sehari-hari. Dengan suasana cara ini para pemeriksa dapat dalam tingkat pemeriksaaan, si tersamngka/terdakwa merasakan hukum bahwa diri dengan tetap tindakan-tindakan yang tepat penegak dalam pemeriksaan dan dalam dihadapinya penilaian adalah manusia seperti dia dilanggar juga. tersangka/terdakwa. Pehaman 5. yang mempersiapkan Beri kesempatan perbuatan oleh dan pengenalan perilaku dan mengutarakan pendapat perikehidupan Berikan kesempatan yang luas dijadikan kepada pemeriksaan tersangka/terdakwa yang tersangka sebagai yang landasan lebih manusiawi tanpa mengorbankan realitas penuntutan dan dan melaksanakan objektivitas.18 penetapan hakim. b. Tingkat Penuntutan Apabila kita melihat “Penuntut umum adalah jaksa pengertian jaksa /penuntut umum yang diberi wewenang oleh undang- maka adalah undang melakukan penuntutan, melaksanakan ini untuk melakukan kewenangannya penuntutan dan melaksanakan putusan putusan pengadilan hakim.” (pasal 13 KUHAP). menurut memperoleh kekuatan hukum yang pasal 1 butir 6 KUHAP menyatakan tetap dan melaksanakan penetapan bahwa : hakim. Melaksanakan putusan yang berkekuatan hukum yang tetap yaitu yang diberi wewenang putusan akhir terhadap suatu perkara oleh undang-undang ini pidana baik di tingkat pengadilan untuk bertindak sebagai negeri maupun sampai tingkat kasasi penuntut umum serta di Mahkamah Agung. Melaksanakan melaksanakan putusan penetapan hakim seperti misalnya pengadilan yang telah mengeluarkan memperoleh penahanan, kekuatan jaksa yang wewenang penetapan dari penjualan diberi yang mudah rusak dan sebagainya. 1. Prapenuntutan oleh Penyidik setelah melakukan ini proses pemeriksaan dan menganggap melakukan sudah selesai maka selanjutnya adalah undang-undang untuk terdakwa pelelangan barang bukti benda sitaan b. Penuntut umum adalah penyerahan 75 telah a. Jaksa adalah pejabat hukum tetap. 18 yang M. yahya Harahap, Op.Cit, h.73- perkara ke tersangka dan berkas jaksa/penuntut umum. Penyerahan yang dilakukan oleh 2. Pemberitahuan penghentian penyidik akan diteliti dahulu apakah penyidikan (pasal 109 ayat 2 KUHAP) ada berkas yang kurang lengkap dan 3. Perpanjangan penahanan (pasal 24 apabila kurang lengkap maka dalam ayat 2 KUHAP)” jangka waktu 7 hari penyidik harus diberitahukan melengkapi Tugas kepolisian dan penuntut berkas yang kurang lengkap disertai umum adalah saling berhubungan, petunjuk dari penuntut umum. Berkas maka yang dikembalikan ke penuntut umum kerjasama akan ditunggu selama 14 hari dan lembaga apabila setelah dikembalikan maka untuk 14 ke penyidikan dianggap tidak Sebaliknya apabila mutlak diperlukan yang adanya harmonis. saling Kedua koordinasi dan hari belum kerjasama dengan dilandasi tanggung penuntut umum jawab moral. Kekuasaan yang ada di dan tangan kepolisian harus menunjang bukti. tugas penuntut umum, artinya tidak dihentikan cukup dalam jangka sekehendak hati menggunakan waktu 14 hari berkas perkara yang kekuasaan sudah diserahkan ke penuntut umum sekehendak tidak dikembalikan ke penyidik maka kekuasaan tersebut. Sebaliknya antara dianggap penyidikan telah selesai kedua lembaga itu seloalu diadakan (Pasal 110 KUHAP). konsultasi Hal-hal yang pokok berkaitan dengan masing mengambil inisiatif positif hubungan saling bertemu untuk memecahkan antara penyidik dan penuntut umum adalah “1. Pemberitahuan tindakan persoalan dimulainya penyidikan oleh tersebut hati artinya tidak menggunakan timbal balik. yang Masing- rumit dalam menangani suatu perkara. Prapenuntutan penyidik kepada penuntut umum menempatkan (pasal 109 ayat 1 KUHAP) Kepolisian, tidak Kejaksaan dan berarti di atas sebaliknya pula wewenang Kepolisian tidak berarti di atas Kejaksaan. Kejaksaan Kepolisian adalah merupakan dan b. Asas oportunitas (opportuni- sama-sama mitra teitsbeginsel) sejajar. asas oportunitas adalah asas Prapenuntutan pada hakekatnya suatu yang tuntutan jalur wewenang kepada penuntut dan umum untuk tidak melakukan Kejaksaan saling menghargai, saling penuntutan terhadap seseorang bertenggang rasa akan tugas dan yang tanggung hukum pidana dengan jalan moral, komunikasi, atau agar suatu Kepolisian jawab masing-masing yang melanggar dengan tetap menjunjung tinggi nilai mengesampingkan kemanusiaan . hal ini apabila kita yang kaitkan pembuktiannya dengan Pancasila adalah memberikan peraturan perkara sudah terang untuk kepentingan umum.19 merupakan cerminan dari sila ke dua Pancasila yaitu kemanusiaan yang adil dan beradab. asas legalitas yang ada dalam Penuntut umum dalam melakukan penuntutan dikenal 2 asas hukum acara pengertiannya pidana dengan berbeda asas asas yaitu : a. Asas legalitas (legaliteits- beginsel) asas yang penuntut umum melakukan terhadap mewajibkan untuk penuntutan sesorang yang melanggar peraturan hukum pidana. Asas ini merupakan penjelmaan dari asas equality before the law. 19 Hari Sasangka, Lily Rosita, August hadiwijono, penyidikan, Penahanan, Penuntutan Dan Praperadilan, DEharma Surya Berlian, Surabaya, 1996, hlm. 109 legalitas yang ada pada hukum pidana. yang Asas KUHAP Pelaksanaan KUHAP (halaman 88-89) menunjukkan adanya suatu kewajiban adalah didasarkan u7ntuk kepentingan untuk jaksa penuntut umum untuk negara dan masyarakat dan bukan melakukan penuntutan. Asas legalitas untuk kepentingan pribadi. di atas bertolak belakang dengan asas Selanjutnya legalitas dalam diatur dalam Pedoman tugas dan oportunitas. asas oportunitas justru kewenangan penuntut umum untuk dapat tidak melakukan penuntutan melakukan walaupun terbukti membuat apabila dakwaan adalah sebagai dasar untuk melakukan seseorang tindak kepentingan pidana umum penuntutan surat dengan dakwaan. menghendaki. hakim dalam asumsinya adalah penuntut umum pidana dan adalah wakil dari masyarakat untuk dakwaan mempunyai melakukan penuntutan tetapi apabila dalam usaha melakukan pembelaan. masyarakat yang diwakilinya tidak Hakim dalam melakukan pembuktian menghendaki dilanjutkannya perkara di persidangan dalam batas-batas yang pidana tersebut maka penuntut umum ada dalam surat dakwaan. akan memenuhi kehendak masyarakat. Asas oportunitas dalam KUHAP diatur dalam penjuelasan pasal 77 yang menyatakan bahwa “yang dimaksud dengan penghentian penuntutan penyampingan tidak termasuk perkara kepentingan umum untuk yang menjadi wewenang Jaksa Agung” Kriteria untuk kepentingan umum untuk asas oportunitas seperti memeriksa Surat bagi perkara terdakwa arti surat penting