Gerakan Misi Gereja-gereja Reformed di Indonesia Masa kini – (C) Pdt. Stevri Indra Lumintang, D.Th. MISSIOLOGIA KONTEMPORER Menunju Rekonstruksi Teologia Kontemporer Oleh: Pdt. Dr. Stevri Indra Lumintang © Penerbit Departmen Literatur PPII, Batu. ISBN: 979-3882-28-X 1 Gerakan Misi Gereja-gereja Reformed di Indonesia Masa kini – (C) Pdt. Stevri Indra Lumintang, D.Th. BAB 8 GERAKAN MISI GEREJA-GEREJA REFORMED DI INDONESIA MASA KINI Kesan pertama, saat kita menyebut Reformed, maka secara serta merta, kita langsung mengkaitkan Reformed dengan doktrin. Karena itu, saat penulis membahas misi kaum Reformed, maka bisa jadi orang akan menganggap sepi tulisan ini. Karena, Reformed lebih banyak dikenal dengan doktrinnya, dari pada misinya. Bahkan sudah bukan rahasia lagi, terdengar atau terucap bahwa doktrin reformed bertentangan dengan misi gereja-gereja masa kini. Mungkin pembaca menambahkan bahwa, sangat tidak lazim apabila membicarakan topik misi dalam kaitannya dengan Reformed, karena selain tidak ada tulisan kaum Reformed yang tampil terkemuka menjadi acuan misi gereja-gereja masa kini, juga karena pengenalan secara tidak memadai mengenai sistem dan isi doktrinal Reformed, akan langsung menilai bahwa Reformed sangat tidak bersahabat dengan misi dalam perspektif misiolog abad modern. Lebih jauh lagi, ada terlalu banyak orang yang telah menganggap bahwa Reformed tidak hanya sangat miskin dalam bidang misi,1 melainkan juga Reformed dengan sistem teologinya telah dianggap sebagai penyebab gereja-gereja mengalami kemunduran dalam misi. Apakah semua anggapan dan komentar di atas ini adalah benar? Semoga tulisan ini, memberikan jawabkan yang dapat mengurangi anggapan yang tidak benar dan meminimalisasikan penilaian yang subyektif, sekaligus mengevaluasi dan menantang gereja-gereja Reformed untuk mengatualisasikan misinya, bukan hanya dalam domain kognitif-theologis, 1 Seperti yang ditulis oleh Bosch, mengenai beberapa komentar para sarjana Katolik yang berpendapat bahwa para reformator tidak peduli bahkan membenci misi. Karena menurut mereka, bahwa para reformator hanya menyesatkan orang Kristen dan tidak mentobatkan orang kafir; pandangan-pandangan teologis mereka menghalangi mereka untuk memberikan arah misioner kepada kegiatan mereka; tugas misi gereja tidak ditemukan pada diri para reformator. David J. Bosch, Transforming Mission, Paradigm Shifts in Theology of Mission, (Maryknoll: Orbis Book, 1991), 244 2 Gerakan Misi Gereja-gereja Reformed di Indonesia Masa kini – (C) Pdt. Stevri Indra Lumintang, D.Th. doman afektif-theologis, melainkan juga dalam domain psikomotoristheologis. Tulisan ini tidak akan menjawab secara tuntas persoalan yang ada dalam pemikiran orang Kristen pada umumnya mengenai paradigma misi kaum Reformed di Indonesia khususnya, dan tidak akan memberikan jalan keluar yang memadai kepada kaum Reformed dalam menyikapi persoalan misiologis yang ada di gereja-gereja Indonesia. Karena bukan itu yang menjadi tujuan penulis menyajikan tulisan ini, namun setidaknya, tulisan ini menjadi bahan pertimbangan yang membuat kita mengetahui duduk masalah misi kaum Reformed yang sebenarnya sehingga tidak terlalu cepat menilai Reformed dengan sistem doktrinalnya sebagai penyebab mundurnya misi gereja-gereja Reformed di dunia, khususnya di Indonesia. Selain itu, tulisan ini kiranya menjadi bahan pertimbangan bagi kaum Reformed di Indonesia untuk mengevaluasi paradigma misinya apakah sesuai dengan paradigma misi Calvinisme dan dapat mengformulasi paradigma misi Reformed dalam konteks Indonesia khususnya, hingga dapat membangkitkan gerakan-gerakan misi gereja yang tekstual dalam pemahamannya dan yang kontekstual dalam penerapannya. Mari kita mencapainya dengan terlebih dahulu mendeskripsikan lebih jelas persoalan misi Reformed berdasarkan komentar, baik dari secara eksternal, yakni dari para misiolog dan para ahli sejarah misi non-Reformed, maupun komentar secara internal dari para misiolog dan ahli sejarah misi Reformed. Setelah itu, barulah penulis mengajak pembaca untuk menggali akar persoalan misi Reformed. A. Persoalan Misi Kaum Reformed: Komentar Para Ahli Sejarah Misi Mengapa misi kaum Reformed menjadi topik yang hangat didiskusikan pada empat abad terakhir ini? Apakah kaum Reformed telah mempengaruhi gerakan misi abad modern ini? Kalau kaum Reformed telah mempengaruhi, apa bentuk pengaruhnya bagi misi abad modern? Pertanyaan-pertanyaan pendahuluan ini sengaja dikemukakan untuk menggali persoalan misi kaum Reformed yang sesungguhnya. Pertanyaan pertama terjawab dengan banyaknya tulisan-tulisan yang mengenai kondisi 3 Gerakan Misi Gereja-gereja Reformed di Indonesia Masa kini – (C) Pdt. Stevri Indra Lumintang, D.Th. gerakan misi Reformed sejak abad ke-16 sampai abad ke-21 ini. Sedikitnya, ada dua isu yang dipersoalkan dalam tulisan-tulisan tersebut. Kedua isu tersebut adalah isu historis dan isu doktrinal. Isu historis ialah mengenai fakta adanya perubahan paradigma misi abad pertengahan dan abad reformasi,2 di mana paradigma misi abad reformasi telah membuang monastisisme yang menjadi metode utama misi abad pertengahan, dengan tidak memberikan alternatif lain seperti yang diungkapkan oleh Thomas.3 Selain itu, adanya dokumen-dokumen dari para reformator, khususnya Luther dan Calvin yang tidak memberikan dukungan bagi keberlangsungan dan kemajuan gerakan misi abad reformasi. Isu historis ini tidak bisa dipisahkan dengan isu doktrinal,di mana hampir semua tulisan yang mengkaji isu historis mengenai gerakan misi abad reformasi itu, dianggap sebagai akibat sistem doktrinal kaum Reformed (Calvinist), secara khusus berkenaan dengan pokok-pokok doktrin tertentu yang sangat dipegang kuat oleh kaum Reformed. Misalnya doktrin pembenaran oleh iman, menurut Bosch, doktrin ini dapat menjadi suatu dorongan yang kuat bagi keterlibatan dalam misi, namun ia pun dapat, seperti yang kadangkadang terjadi, melumpuhkan usaha misi manapun.4 Lebih lanjut, setelah Bosch mengemukakan kritik-kritikan yang tajam, terhadap paradigma misi para reformator, ia kemudian menyimpulkan paradigma misi Luther dan Lutheran (tidak lazim Bosch menarik kesimpulan), bahwa: pertama, protestan lebih melihat tugas utamanya adalah memperbaharui gereja pada zamannya; kedua, kaum protestan tidak mempunyai kontak langsung dengan orang-orang bukan Kristen (tidak seperti Katolik); ketiga, gereja-gereja Reformasi terlibat dalam pertempuran semata-mata untuk bertahan; keempai, para reformator meninggalkan monastisisme dan kehilangan sebuah agen misi yang sangat penting; kelima, orang-orang Protestan itu sendiri tercabik-cabik oleh pertikaian intern dan kehabisan tenaganya untuk berpaling kepada mereka 2 Perubahan paradigma misi abad pertengahan kepada paradigma misi abad reformasi, bukan berarti memutuskan hubungan paradigma kedua abad ini. Karena beberapa unsur misi abad pertengahan dilanjutkan pada abad reformasi, sekalipun dalam bentuk baru. Bandingkan dengan David J. Bosch, Transforming Mission, 240 3 Norman E. Thomas, Teks-Teks Klasik tentang Misi dan Kekristenan Sedunia, Gunung Mulia, 2000), 47 4 David J. Bosch, Transforming Mission ...242 4 Gerakan Misi Gereja-gereja Reformed di Indonesia Masa kini – (C) Pdt. Stevri Indra Lumintang, D.Th. yang berada di luar kekristenan.5 Belum lagi dengan komentar para ahli yang menganggap bahwa para reformator khususnya Luther, telah melumpuhkan gerakan misi gereja, karena pandangannya yang menganggap bahwa amanat agung Tuhan Yesus tidak lagi mengikat gereja, baginya tugas tersebut sudah diselesaikan pada masa para Rasul. Norman menegaskan bahwa teologi baru ini (maksudnya teologi para reformator) tidak menghasilkan dorongan misi yang besar.6 Berkenaan dengan paradigma misi Reformed (Calvinisme) berakar pada teologi Calvin, pandangan Bosch masih lebih bersifat positif dibandingkan dengan pandangan Thomas.7 Bosch memahami pikiran Reformed karena memang beliau adalah seorang missiolog Reformed.8 Dia mengemukakan tujuh posisi doktrinal Reformed sekaligus sebagai posisi misi: Pertama, Ciri dasariah dari Calvinisme ialah doktrin predestinasi, seringkali keliru dipahami dalam pengertian yang sangat kaku. Kedua, tujuan akhir misi ialah kemuliaan Allah, menjadi motif yang kuat bagi keterlibatan misi pada abad ke-17 dan ke-18. Ketiga, ialah doktrin kedaulatan Allah yang tidak bisa dipahami secara terpisah dari kasih karunia. Keempat, ialah misi kaum Reformed dilakukan dalam kerangka ekspansi kolonialis. Kelima, gagasan theokrasi kaum Reformed menjadi dasar bagi pemahaman misi yang bersifat eskatologis. Keenam, ialah para misionaris Barat, masih beranggapan bahwa budaya Barat masih lebih unggul dibandingkan dengan budaya non-Barat, sehingga usaha misi mereka dicap westernisasi. Ketujuh, topik misi di era kaum Reformed, bukanlah topik yang hangat dibicarakan dibandingkan dengan akhir abad ke-18 sampai sekarang ini.9 Pengamatan Bosch bersifat obyektif, 5 Ibid, 246: Luther telah menolak monastik sebagai strategi misi Katolik sejak abad 6 sampai abad 16. Gerakan pada umumnya para reformator, kecuali Kaum Anabaptis dan Adrianus Saravia, hanya berfokus pada gerakan pembaharuan gereja, dan tidak memberikan dorongan dalam gerakan misi. 6 Norman E. Thomas, Teks-Teks Klasik tentang Misi...47, 47,63 7 Thomas lebih banyak menduga pandangan Calvin yang katanya menyetujui gagasan Luther mengenai berakhirnya Amanat Agung pada era para Rasul, pada hal Calvin sendiri menegaskan bahwa Allah mengangkat jabatan-jubatan luar biasa dalam gereja sepanjang zaman, seperti pemberita Injil dan guru-guru Injil, Selain itu, Thomas lebih menekankan pada pengaruh negatif dari doktrin kedaulatan Allah yang menjadi prinsip dasar kaum Reformed. Norman E. Thomas, Teks-teks klasik ...47, 55-58. 8 Charles Van Engen, "The Reformation and Mission," Evangelical Dictionary of World Missions, edited by A. Scott Moreau, (Grand Rapids: Baker Books, 2000), 815 9 David J. Bosch, Transforming Mission ...258-260 5 Gerakan Misi Gereja-gereja Reformed di Indonesia Masa kini – (C) Pdt. Stevri Indra Lumintang, D.Th. menemukan kelemahan misi kaum Reformed, adalah berkenaan dengan dua fakta sejarah, yaitu misi berbarengan dengan kolonialisme dan ethnocentrisme para misionaris Barat. Bosch tidak mengemukakan bahwa sistem doktrin kaum Reformed telah menyebabkan kemunduran dalam gerakan misi gereja, bahkan dia menegaskan bahwa doktrin Reformed disalah mengerti oleh banyak orang. Pandangan Bosch di atas, berbeda dengan pandangan Hesselgrave yang memaparkan mengenai alasan mengapa gerakan reformasi tidak membangkitkan semangat misi, karena baginya: Para reformator diayikan dengan tugas membangun struktur mereka sendiri, menangkis serangan (kontra- reformasi) dan secara umum, mereka berjuang untuk mempertahankan eksistensi mereka sendiri. Pada sisi yang lain, beberapa dari pandangan theologi mereka, khususnya posisi eklesiologi mereka adalah tidak semuanya mengakibatkan atau menghasilkan suatu visi kegiatan yang mendunia.10 Memang selain alasan yang dikemukakan oleh Hesselgrave ini, sesungguhnya masih ada alasan yang justru sangat mendasar diakui oleh pada umumnya para missiolog dan ahli sejarah gereja bahwa alpanya semangat misi gereja abad reformasi dan gereja-gereja reformed abad kini adalah lebih banyak disebabkan oleh pengaruh dari sistem doktrin Reformed (Calvinisme). Misalnya, Greenway menulis bahwa: Sebagaimana suatu sistem doktrinal, Calvinisme menekankan kebenaran-kebenaran tertentu yang memiliki hubungan yang jelas dengan misi, dan ada tiga yang menonjol. Pertama, Calvinisme menekankan bahwa kemuliaan Allah adalah tujuan utama dari semua pemikiran dan tindakan, termasuk misi... Kedua, Calvinisme 10 "The reformers were preoccupied with the task of establishing their own structures, fending of the opposition (the Counter Reformation) and generally fighting for their own survival. On the other hand, some of their theological-and in particular their ecclesiological-positions were not all that conductive to a worldwide missionary vision". David J. Hesselgrave, Contextualization, Meanings, Methods, dan Models (Leicester: Apollos, 1989), 24. 6 Gerakan Misi Gereja-gereja Reformed di Indonesia Masa kini – (C) Pdt. Stevri Indra Lumintang, D.Th. menekankan doktrin kerajaan Allah yang mencakup semua, sebagai tema utama pengajaran Tuhan Yesus. Bagi kaum Calvinist, ketuhanan Kristus mencakup setiap inci dari bola dunia ini dan mencakup setiap wilayah kehidupan yang bersifat umum dan pribadi. Klaim ini diteguhkan dalam kata pengantar Amanat Agung Tuhan Yesus Yesus dalam Matius 28:18-19.... Klaim Kristus terhadap otoritas dunia memiliki implikasi yang kuat bagi pekerjaan misi dan pemuridan. ... Penekanan utama yang ketiga dari theologia kaum Calvinist yang memiliki keterkaian dengan misi adalah doktrin kedaulatan Allah. Calvinisme menekankan fakta bahwa pekerjaan misi adalah pertama dan selanjutnya adalah karya Allah, bukan karya kita. ... Ada kritikan yang menyatakan bahwa penekanan Calvinisme pada kedaulatan Allah melemahkan misi. Dan bahkan di antara kaum Calvinist, ada beberapa yang beralasan karena kelalaian mereka dalam misi, dengan argumentasi bahwa predestinasi Allah meniadakan perlunya usaha manusia untuk memenangkan orang yang terhilang.11 Ketiga sistem teologi yang dicermati oleh Greenway di atas, baginya menentukan paradigma misi kaum Reformed dan gereja-gereja Reformed sehingga mempengaruhi maju-mundurnya gerakan misi kaum Reformed. Memang, harus diakui, ada kesalahan yang diperangkan oleh segelintir 11 As a doctrinal system, Calvinism stresses certain truths that have a clear bearing on mission, three of which stand out. First, Calvinism insists that the glory of God is the primary goal of all thought and action, including mission... Second, Calvinism stresses the all-embracing doctrine of the Kingdom of God, which was the main theme of Jesus preaching. For Calvinists, Christ's lordship extends to every inch of the globe and to every area of public and privite life. This claim is affirmed in the very preface to Christ’s commission in Matthew 28:18-19... Chrit's claim to universal authority has powerful implications for mission work and discipleship. ... A third major emphasis of Calvinist theology that has a bearing on mission is the doctrine of Sovereignty of God. Calvinism m stresses the fact that mission work is first and foremost the Lord's work, not ours… There are critics who argue that Calvinism's emphasis on the sovereignty of God discourages mission. And even among Calvinists, there are a few who excuse their neglect of mission by arguing that divine predestination removes the need for human efforts to win the lost. Roger S. Greenway, “Calvinism,” Evangelical Dictionary of World Missions, edited by A. Scott Moreau, (Grand Rapids: Baker Books, 2000), 156 7 Gerakan Misi Gereja-gereja Reformed di Indonesia Masa kini – (C) Pdt. Stevri Indra Lumintang, D.Th. orang yang mengakui sebagai pengikuti theologia Reformed, sehingga Reformed dianggap kurang dalam hal misi. Sampai sekarang ini, bukan tidak sedikit para misiolog dari kelompok Injili, masih tetap menuduh bahwa sistem teologi Reformed (Calvinisme) membuat gereja-gereja Reformed masa kini tidak bergairah dalam aktivitas-aktivitas misi. Mereka menambahkan, bahwa kalaupun gereja-gereja Reformed masih terlibat dalam kegiatan misi, itu tidak lagi menyentuh kegiatan misi yang dimaksudkan oleh Alkitab, yaitu proklamasi Injil, tidak lagi mengerjakan misi dalam perspektif missio Dei, melainkan misi yang melulu hanya mengupayakan sentuhan sosial dengan proyek-proyek aksi sosial untuk kemanusiaan semata. Komentar mereka ini, tentu bukanlah komentar tanpa dasar, oleh karena pengaruh kaum Reformed liberal (teolog liberal) yang tentu telah menyimpang dari azasazas utama ajaran Reformed (Calvinisme). Selain itu, banyak misiolog memandang sistem teologi Reformed dengan sebelah mata, hal itu tidak bisa disalahkan oleh karena yang mereka lihat ialah apa yang ditampilkan oleh para penganut Hyper-Calvinist, yang memahami sistem teologi Reformed secara keliru dan ekstrim. Sedikitnya, inilah tantangan misi kaum Calvinist masa kini, khususnya di Indonesia. Mencermati akar yang esensial dari dua isu di atas, bahwa sistem doktrin Reformed telah mempengaruhi paradigma misi abad reformasi dan paradigma misi gereja-gereja reformed masa kini, telah mengstimulasi penulis untuk mengadakan penelitian. Dalam hal ini penulis menyoroti hubungan antara variabel pertama yaitu sistem doktrin Reformed dengan variabel kedua, yaitu paradigma misi gereja-gereja reformed di Indonesia pada masa kini. B. Akar Persoalan Misi Gereja-Gereja Reformed (Calvinist) Mendiskusikan mengenai paradigma misi gereja-gereja Reformed, tidaklah tepat untuk langsung membahas mengenai tulisan-tulisan yang muncul ke atas permukaan diskusi, melainkan adalah bijak untuk 8 Gerakan Misi Gereja-gereja Reformed di Indonesia Masa kini – (C) Pdt. Stevri Indra Lumintang, D.Th. mempertanyakan mengenai siapakah penulis tulisan-tulisan tersebut. Karena sudah terlalu banyak tulisan yang dijadikan acuan untuk mendiskusikan mengenai topik paradigma misi kaum Reformed dari para penulis yang tidak begitu bersahabat dengan doktrin John Calvin dan Calvinisme, maka hasilnya senantiasa melihat paradigma misi Reformed dengan sebelah mata saja. Kalau pun ada tulisan-tulisan yang ditulis oleh penulis dari kalangan Reformed, namun tidak memiliki pemahaman yang memadai, seperti yang dimiliki oleh Calvin dan Calvinisme, maka pokokpokok pembicaraan mengenai paradigma kaum Reformed hanyalah melulu dalam bentuk kritik-kritik yang tidak membangun. Dapatlah diringkas, kaum Reformed sepanjang usianya, berhadapan dengan tantangan dari empat golongan orang kristen yang berbeda. Pertama, ialah dari golongan non-reformed yang berada dalam garis teologi Pelagius sampai Arminianisme, yang konsep soteriologinya yang sinergis mempengaruhi misi yang anthroposentris, nampaknya lebih dekat dengan paradigma misi para misiolog modern masa kini. Kedua, dari golongan yang mulanya adalah penganut teologi Reformed, namun oleh pengaruh metode historis kritis, mereka menjadi penganut teologi liberal. Merekalah yang disebut oleh Susabda sebagai Liberal Culturalis, di antaranya seperti Karl Barth, Reinhold Niebuhr.12 yang memahami bahwa baik untuk orang Kristen, maupun non-Kristen sama-sama menjadi agen misi Allah dalam dunia ini. Ketiga ialah, dari golongan Reformed semula, namun tidak puas dengan beberapa pandangan Reformed secara khusus mengenai topiktopik diantaranya ialah mengenai asal mula dosa yang sulit dipecahkan, karena itu dianggap sebagai misteri Allah, dan Allah tidak bisa dianggap sebagai pencipta dosa, namun golongan ini mengakui bahwa Allah adalah pencipta dosa. Selain itu, golongan ini menekankan doktrin kedaulatan Allah sedemikian rupa, sehingga mengabaikan sisi tanggung tnanusia. 12 John H. Leith, Introduction to the Reformed Traditon, (Atlanta: John Knox Press, 1981), 130-131; Yakub B. Susabda, Pengantar Ke dalam Teologi Reformed, (Jakarta: Lembaga Reformed Injili Indonesia, 1994), 17 9 Gerakan Misi Gereja-gereja Reformed di Indonesia Masa kini – (C) Pdt. Stevri Indra Lumintang, D.Th. Golongan ini disebut penganut pandangan hyper-calvinisme.13 Tentu hal ini sudah jauh menyimpang dari yang dimaksudkan oleh Calvin dan Calvinisme. Namun, kelompok yang dicap Hyper-calvinisme tidak hanya mempromosikan ajaran-ajaran yang meniadakan tanggung jawab manusia, juga mempengaruhi seluruh doktrin dan praktek hidup Kristen, secara khusus mempengaruhi pelaksanaan tugas misi gereja.14 Hyper-calvinisme ini tidak hanya mempengaruhi kekristenan secara umum, melainkan juga telah menyebabkan doktrin kaum Calvinist ikut dianggap sebagai penyebab lumpuhnya gerakan misi gereja-gereja Reformed khususnya. Keempat, ialah golongan orang Kristen yang salah mengartikan dan menerapkan ajaran Calvin dalam konteks tertentu.15 Seperti pemahaman Calvin tentang Kerajaan Allah yang berimplikasi terhadap panggilan gereja untuk menggarami dan menerangi dunia dalam segala bidang. Ajaran ini disalah pahami dan disalah terapkan oleh orang dari golongan keempat ini, sehingga hanya menekankan pada salah satu bidang saja, misalnya ingin menggarami dunia politik, namun kehilangan 13 Peter Toon, "Hyper-calvinism," New Dictionary of Theology, edited by Sinclair B. Ferguson, (Leicester: InterVarsity Press, 1988), 324: Kelopok ini ada sejak abad ke-18, sekelompok Reformed (sebenarnya bukan Reformed) yang tidak seimbang teologinya, mulanya dari orang-orang Baptis di Inggris dan kelompok Reformed orang Belanda yang tinggal di Amerika. Sistem teologi mereka: 1). Terlalu menekankan kemuliaan Allah sehingga meminimalkan tanggung jawab moral dan spiritual manusia, imanensi perbuatan Allah - pembenaran kekal, adopsi kekal, perjanjian anugereah yang kekal…Kristus diberitakan hanya kepada orang pilihan. 2). Terlalu menekankan kehendak Allah yang dinyatakan dan kekekalan melampaui waktu, sehingga meminimalkan tanggung jawab orang berdosa. T.E. Watson, "Andrew fuller’s Conflict faith Hypercalvinism,” Puritan Papers, volume one, edited by D. Martyn Llyod-Jones, (Phillipsburg: P & R Publishing, 2000), 278: “God’s decree canceled man’s duty.” 14 Lihat kutipan 2 di atas, Hyper-Calvinisme dari orang-orang Baptis di Inggris. William Carey adalah dari gereja Baptis di Inggris, menjadi bapak misi modern setelah sekian tahun terlibat dalam pelayanan misi di India. Namun sebelumnya, para pelayan dan kaum awam yang dipengaruhi oleh pandangan Calvinist yang ekstrim, tidak menyetujui proposal Carey untuk misi ke India, dengan alasan kedaulatan Allah yang meniadakan tanggung jawab manusia. F. Deaville Walker, William Carey, Misionary Pioneer and Statesman, (Chicago: Moody Press, 1925), 98 15 Seperti komentar Bosch, bahwa: "Doktrin ini (predestinasi) telah sering kali keliru dipahami dalam pengertian yang sangat kaku: bila Allah telah menetapkan orang pada keselamatan (dan yang lainnya pada penghukuman, seperti yang diungkapkan oleh gagasan tentang predestinatio gemina atau predestinasi ganda), maka orang-orang Kristen harus menyerahkan kepada-nya untuk menyelamatkan siapa yang Ia ingin selamatkan, sesukanya sendiri. Jadi, keyakinan akan predestinasi dapat melumpuhkan keinginan untuk melakukan misi. Pandangan seperti itu memang benar-benar oleh sejumlah Puritan. Namun pandangan ini, bukanlah pandangan Bosch. David J. Bosch, Transformasi Misi Kristen (terj.), (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2000), 399 10 Gerakan Misi Gereja-gereja Reformed di Indonesia Masa kini – (C) Pdt. Stevri Indra Lumintang, D.Th. keseimbangan sehingga visi menggarami telah menjadi tawar.16 Dengan kasus seperti inipun, kaum Reformedlah yang kena getahnya, dituduh telah menyimpang dari panggilan Allah. Keempat golongan di atas telah mempengaruhi penilaian yang tidak menguntungkan kaum Reformed, sekaligus telah menambah berat pekerjaan kaum Reformed masa kini. Searah dengan itu, maka untuk memahami paradigma misi kaum Reformed, haruslah mempertimbangkan secara cermat dan bertanggung jawab mengenai empat kelompok tersebut. Dengan kata lain, pendapat keempat kelompok tersebut tentang paradigma misi kaum Reformed, hendaknya menjadi sumber sekunder atau pembanding, bukan sebagai sumber primer. Hal ini tentu merupakan penyimpangan dalam penelitian historis. Setelah kita mengetahui mengenai tulisan siapa yang menjadi sumber acuan dalam pembahasan topik diskusi paradigma misi gereja-gereja reformed pada masa kini, maka kita melanjutkan pada akar persoalan berikut. Mendiskusikan tentang paradigma misi kaum Reformed masa kini, tentu tidak boleh dilepaskan dari mendiskusikan mengenai paradigma misi gereja-gereja Reformed sejak abad 16 hingga abad yang lalu. Selama hampir lima abad, topik yang hangat diperbincangkan ialah mengenai tampilnya tema-tema doktrinal tertentu yang dipahami berimplikasi negatif terhadap kehidupan praktis rumusan-rumusan doktrinal dengan implementasinya dalam pengalaman praktis Kristen. Orang mempertanyakan mengenai hubungan antara rumusan-rumusan doktrinal dengan implementasinya dalam pengalaman praktis Kristen. Secara khusus, terkait dengan tulisan ini, ialah mempersoalkan hubungan antara pemahaman doktrinal dengan pengalaman praktis Kristen dalam pelaksanaan tugas dan panggilan gereja sebagai agen misi Allah satusatunya di dunia. Di mata kaum non-reformed, antara pemahaman doktrin Reformed dengan paradigma misi Reformed tidak ada hubungan. Dengan kata lain, bahwa pemahaman doktrinal tertentu seperti doktrin mengenai predestinasi dan doktrin kedaulatan Allah telah mempengaruhi konsep dan praktek misi gereja-gereja Reformed khususnya. Persoalannya, apakah sudah ada pembuktian yang akurat mengenai isu ini, bahwa satu-satunya 16 Bandingkan dengan tulisan Roger S. Greenway, "Calvinism," Evangelical Dictionary of World World Missions, edited by A. Scott Moreau. (Grand Ranids: Baker Books, 2000), 155. 11 Gerakan Misi Gereja-gereja Reformed di Indonesia Masa kini – (C) Pdt. Stevri Indra Lumintang, D.Th. sebab kemunduran gereja-gereja Reformed ialah sistem doktrinnya? Apakah tidak ada sebab lain? Pertimbangkanlah empat kelompok yang memiliki asal-usul atau memiliki kedekatan dengan kaum Reformed pada umumnya. Menurut pendapat penulis, bahwa merosot atau mundurnya gerakan misi gereja-gereja Reformed di Eropa dan di Indonesia, bukanlah karena sistem doktrin dan atau substansi doktrinal kaum Reformed, melainkan karena pengaruh hyper-calvinisme, teolog liberal yang tetap mengaku diri penganut teologi Reformed, kurang memadainya pandangan non-reformed tentang sistem doktrinal dan paradigma misi Reformed. Jadi dapatlah ditarik kesimpulan sementara, bahwa persoalan misi kaum Reformed adalah bertumpu pada dua persoalan pokok. Pertama, yaitu persoalan sistem doktrin yang diasumsikan mempengaruhi paradigma misi kaum Reformed, dan kedua ialah fenomena historis, bahwa gereja-gereja yang menganut ajaran-ajaran Calvinisme (Reformed) mengalami kemerosotan dalam kegiatan-kegiatan misi, dibandingkan dengan gerakan misi yang tidak menyebut diri dari golongan Reformed. Dua persoalan di atas, juga disoroti oleh Greenway, dengan berkomentar bahwa persolan misi kaum Reformed ialah berkenaan dengan persoalan sistem doktrin dan kenyataan historis bahwa gereja-gereja Reformed mengalami kemerosotan kegerakan misi.17 Persoalan ini juga terjadi di Indonesia. Di kalangan akademisi, baik di sekolah-sekolah tinggi teologi dan di antara para pendeta gereja-gereja, bahkan di antara para misiolog dan praktisi misi di Indonesia, banyak komentar diseputar paradigma misi Reformed masa kini. Mereka menganggap bahwa sistem doktrin Calvinisme telah menyebabkan pergeseran paradigma misi gereja-gereja Reformed di Indonesia. Mereka menambahkan bahwa sistem doktrin Calvinisme telah mempengaruhi gerakan misi di Indonesia, sehingga mengalami stagnansi dan kemerosotan, dibandingkan dengan sejarah pekabaran Injil gereja-gereja Reformed pada masa perintisannya di Indonesia. Di sisi lain dari yang dikemukakan di atas, harus diakui bahwa fenomena gereja-gereja yang berlatar belakang Reformed tidak banyak 17 Ibid. 12 Gerakan Misi Gereja-gereja Reformed di Indonesia Masa kini – (C) Pdt. Stevri Indra Lumintang, D.Th. berbicara dan terlibat dalam kegiatan-kegiatan misi, seperti penginjilan, penanaman dan pertumbuhan gereja, pengutusan tenanga-tenanga misionaris, penginjilan kepada orang bukan Kristen, aksi pengumpulan dana untuk kegiatan misi lintas budaya, pertemuan-pertemuan doa misi dan sebagainya. Inilah kondisi yang sedang terjadi dalam gereja-gereja di Indonesia. C. Paradigma Misi Reformed (Perspektif Sejarah Pemikiran) Misi kaum Calvinist adalah meliputi refleksi dan aksi gereja dalam dunia yang di dimulai pada abad enam belas, yang berasal dari pengajaranpengajaran John Calvin. Misi kaum Calvinist ini adalah berdasarkan pada perspektif Trinitarian, dalam hubungannya dengan gereja yang berorientasikan kepada kepentingan Kerajaan Allah. Memang gerakan misi gereja waktu itu, tidak sebanding dengan gerakan misi gereja setelah Calvin dan masa kini, karena Calvin memang berhadapan dengan konteks historis dimana gereja sedang dalam agenda reformasi gereja, pembaharuan gereja, secara khusus Calvin berhadapan dengan gereja Roma Katolik. Itu bukan berarti, Calvin tidak mempunyai peranan dalam misi gereja. Sekalipun Calvin tidak menulis secara khusus mengenai teori misi atau misiologi, namun pengajaran Calvin sangat mempengaruhi gerakan misi gereja pada waktu itu. Berdasarkan bukunya Institutes of Christian Religion, Calvin memaparkan mengenai misi dalam perspektif Trinitarian, yaitu Allah Bapa sebagai Perancang atau Pengasal mula misi penyelamatan manusia, Allah Anak sebagai Pelaksana misi penyelamatan dan Allah Roh Kudus sebagai penerap karya keselamatan sekaligus dinamisator mini. Misi kaum Calvinist dapat dicirikan sebagai misi yang bersifat theosentris, yaitu misi yang berangkat dan bertujuan kepada Allah Tritunggal semata-mata. Kerangka pikir misi kaum Calvinist ini, diambil dari kerangka pikir buku Institutio Calvin, dimana buku ini dibagi dalam empat bagian besar: Buku pertama diberi judul: "Allah sebagai Pencipta," 13 Gerakan Misi Gereja-gereja Reformed di Indonesia Masa kini – (C) Pdt. Stevri Indra Lumintang, D.Th. menekankan pada aspek karya Allah Bapa. Buku kedua berjudul: "Allah Sebagai Penyelamat", menekankan pada aspek karya Tuhan Yesus yang menebus. Dan Buku ketiga adalah berjudul: "Cara memperoleh keselamatan", menegaskan mengenai peranan Roh Kudus dalam pengaplikasian karya Kristus. Buku yang keempat berjudul: "Gereja”. Kerangka buku ini, menegaskan mengenai peranan Allah Tritunggal dalam misi, dimana Allah Bapa sebagai Perancang keselamatan, Allah Anak sebagai pelaksana keselamatan dengan cara mati di kayu salib dan Allah Roh Kudus sebagai penerap keselamatan kepada orang berdosa yang olehnya telah ditentukan Allah sebagai umat pilihan, dan gereja sebagai agen misi Allah Tritunggal dalam dunia ini. Memang ada Anggapan dari beberapa para ahli sejarah misi seperti Thomas, berpendapat bahwa Calvin dengan ajarannya menjadi penyebab kurangnya gerakan misi gereja abad reformasi. Anggapan seperti ini didasarkan pada penilaian mereka terhadap pendapat Luther mengenai Amanat Agung yang diamanatkan hanya kepada para rasul dan telah digenapi pada masa para rasul, disetujui oleh Calvin. Namun, Calvin sendiri tidak memaksudkan bahwa misi berakhir pada masa para rasul. Buktinya, ia berpendapat bahwa Allah dapat mengangkat para pelayan gereja, seperti pemberita Injil dan guru. Calvin menyetujui bahwa jabatan rasul sudah tidak ada lagi dalam gereja masa kini, namun tugas atau fungsi para rasul sebagai pemberita dan pengajar Injil masih berlaku. Sikap Calvin ini sangat diperkuat oleh seorang Calvinist yang hidup sedikit lebih muda dari Calvin, yakni Adrianus Saravia (1531-1631), yang menegaskan bukan hanya mengenai keabsahan Amanat Agung yang masih relevan untuk gereja masa kini, juga menegaskan mengenai jangkauan misi gereja adalah untuk seluruh dunia, untuk semua orang.18 Selain itu, kaum Calvinist merumuskan dalam Synod of Dort (the Canons of Dort) point Satu, artikel 3: "Pemberitaan Injil," point empat nomor 8: "Panggilan Injil yang serius," artikel 10: "pertobatan sebagai karya Allah," artikel 17: "Allah menggunakan dalam karya regenerasi," dan sebagainya. Pada intinya point-point dalam "The Canons of Dort" berbicara mengenai tugas 18 J. Verkuyl, Contemporary Missiology: An Introduction, (Grand Rapids: Wm. B. Eerdmans, 1978), 20: Saravia bukan hanya teolog Reformed pertama yang memperdulikan pekerjaan misi, tetapi juga mengembangkan ilmu misi (misiologi) 14 Gerakan Misi Gereja-gereja Reformed di Indonesia Masa kini – (C) Pdt. Stevri Indra Lumintang, D.Th. gereja adalah untuk memberitakan Injil kepada semua orang, tugas pemberitaan Injil yang dikerjakan oleh orang yang diangkat oleh Tuhan dalam gereja, pemberitaan Injil adalah kepada semua orang dengan serius, bukan hanya kepada orang yang dipilih (tidak diketahui) tapi untuk semua orang, dan Tuhan memakai alat-alat-Nya, yaitu rasul-rasul untuk mengajar. 19 Dalam perkembangan selanjutnya, kaum Calvinist semakin memperjelas teologi misi mereka, seperti yang dipelopori oleh G. Voetius (1589-1676) sebagai bapak ilmu misi kaum Reformed. Dialah yang pertama menyusun mengenai teori misi yang cukup komprehensif. Beliau menegaskan paradigma misi Calvin yang bersifat theosentris, bahwa Allah sebagai Pengutus misionaris (Missio Dei), dunia merupakan ladang misi Allah, gereja merupakan alat yang diutus oleh Allah. Voetius menetapkan tiga tujuan misi, yaitu 1). Conversion: pertobatan orang-orang kafir, penyembah berhala 2). Plantatio ecclesiae, penanaman gereja, dengan kata lain mendirikan gereja-gereja lokal untuk menampung orang-orang yang menjadi percaya. 3) Gloria et manifestatio gratie divinae: untuk menyatakan kemuliaan Allah dan kasih karunia, sebagaimana karakteristik teologi dan misi kaum Calvinist pada umumnya.20 Sumbangan kaum Calvinist dalam dunia misi, sangat nampak melalui pemikiran Abraham Kuyper dan H. Bavinck, J. Verkuyl yang telah menyusun buku misiologi yang lebih lengkap. Secara khusus, J.I. Packer, telah memberikan jalan keluar mengenai persoalan doktrin Kristen dan misi Kristen yang saling bergandengen satu dengan yang lain secara serasi, melalui tulisannya yang berjudul "The Sovereignity of God and Evangelism." Kaum Reformed tidak hanya berteori dalam misi, melainkan 19 The Canons of Dort: The decision of the Synod of Dort on the Five Main Points of doctrine in Dispute in the Netherlands. Dalam rumusan doktrinal, TULIP tidak ada artkel yang sifatnya memudarkan atau membendung kegiatan dan semangat misi, kecuali orang menafsirkan secara keliru. 20 J.H. Bavinck, An Introduction to the Science of Mimion, (Phillipsburg, New Jersey: Presbyterian and Reformed Publishing Co., 1960), 6: Gisbertus Voetius adalah seorang profesor di Universitas Utrecht yang mengajar misiologi. Banyak topik yang dia tulis mengenai misi, di antaranya ialah: Who does the sending? Voetius holds that God alone is the sender. To whome must missionaries be sent? To the whole world, to all people. Why must the be sent? Here Voetius treats the goal of missions, the conversion of the heathen, a goal which is subordinate to the planting of the Church plantatio ecclesiae), which is in turn subordinate to the highest aim, the glory of God. 15 Gerakan Misi Gereja-gereja Reformed di Indonesia Masa kini – (C) Pdt. Stevri Indra Lumintang, D.Th. juga terlibat langsung dalam pelayanan misi, John Elliot sebagai misionaris di antara suku asli Amerika, misi gereja-gereja Calvinist dari Belanda, yang mengutus misionarisnya ke beberapa bagian dunia, di antaranya ialah Indonesia. Paradigma misi kaum Reformed dapat disarikan paling sedikit dalam enam point seperti dalam pembahasan berikut ini. Pertama, Misi kaum Reformed menegaskan mengenai "Kedaulatan Allah" atas segala sesuatu, secara khusus dalam konteks keselamatan, Allah berdaulat atas keselamatan manusia. Dia berdaulat menentukan sebagian orang untuk menerima keselamatan dan sebagian lagi tidak menerima. Hal ini telah menyebabkan kaum Reformed dituduh sebagai fatalisme dan telah menyebabkan mandeknya misi Kristen. Namun sesungguhnya pemahaman mengenai kedaulatan Allah tidaklah meniadakan tanggung-jawab manusia. Masalah selamat atau tidak memang itu bukan urusan manusia, melainkan urusan Allah, ada dalam kedaulatan Allah. Inilah yang membuat kaum Reformed menegaskan bahwa pekerjaan misi adalah pekerjaan Allah, bukan pekerjaan kita (gereja). Ia memanggil dan melengkapi gereja-Nya untuk mengerjakan pekerjan yang diamanatkan-Nya. Tanggung jawab manusia (gereja) adalah mengerjakan apa yang Allah amanatkan kepadaNya, yaitu memberitakan Injil kepada semua orang, berusaha untuk menghadirkan Kerajaan Allah di bidang semua kehidupan manusia. J.I. Packer berargumentasi bahwa: (1) Kedaulatan Allah tidak mempengaruhi apa pun yang telah kita katakan tentang hakekat dan tugas penginjilan: tidak mempengaruhi urgensi penginjilan, tidak mempengaruhi ketulusan dari undangan mempengaruhi tanggung jawab orang berdosa dalam responnya terhadap undangan Injil. (2). Kedaulatan Allah memberikan pengharapan satu-satunya mengenai keberhasilan dalam penginjilan: keyakinan ini menimbulkan keberanian, kesabaran, dan berdoa.21 Jadi kedaulatan Allah tidak meniadakan tanggung-jawab manusia, sebaliknya memurnikan dan membangkitkan semangat misi di hati orang percaya, karena keyakinan kepada kedaulatan Allah menimbulkan kepastian bahwa Allah mampu membuat berhasil semua usaha misi. Selain itu, pemahaman tentang kedaulatan Allah memurnikan semua motif misi 21 J.I. Packer, Evangelism and The Sovereignty of God, (London: Inter-Varsity Fellowship, 1966),96-126 16 Gerakan Misi Gereja-gereja Reformed di Indonesia Masa kini – (C) Pdt. Stevri Indra Lumintang, D.Th. gereja semata-mata bagi kepentingan Kerajaan Allah. Selain itu, doktrin predestinasi tidaklah meniadakan semua usaha misi kita, karena memang tidak ada alasan untuk meniadakan misi.22 Kedua, Misi kaum Reformed adalah misi Kristosentris (sola kristo), bahwa Kristus menjadi sentralitas dalam semua kegiatan misi. Dengan kata lain, berita misi adalah Kristus, pimpinan misi gereja adalah Kristus, dan semua kegiatan misi gereja adalah demi kemuliaan Kristus. Pandangan seperti ini, akan memurnikan dan mengontrol semua aktivitas misi gereja, bukan kepada kepentingan gereja itu sendiri melainkan untuk kepentingan Kristus saja. Ketiga, Misi kaum Reformed menekankan mengenai doktrin Kerajaan Allah. Keyakinan Reformed bahwa ketuhanan Kristus di setiap sendi kehidupan manusia. Dengan kata lain, tidak ada wilayah kehidupan manusia yang tidak berada di bawah kekuasaan Kristus. Klaim ini diafirmasikan oleh pernyataan Yesus sendiri bahwa Ia memiliki segala kuasa baik di sorga maupun di bumi (Mat. 28:18). Dengan dasar ini, maka kaum Reformed percaya bahwa Amanat Agung adalah amanat Kerajaan Allah atas segala sesuatu. Hal ini berimplikasi bagi pelaksanaan misi Kristen di segala bidang, seperti budaya, ekonomi, sosial, politik, pendidikan, militer, keluarga dan sebagainya. Reformed telah merintis 22 Kita mempunyai keyakinan bahwa apa yang Allah putuskan pasti akan terjadi. Kehendak-Nya akan digenapi, dan orang pilihanNya pasti akan diselamatkan, hanya kita tidak tahu siapa-siapa mereka, dan itu bukan urusan kita. Selain itu, kita tidak perlu mengkritik diri kita, ketika beberapa orang menonal Kristus. Yesus sendiri tidak memenangkan setiap orang yang adalah pendengarNya (Yoh 6:37), dan hanya mereka yang akan datang (6:44). Ketika kita melakukan yang terbaik dari kita, kita dapat menyerahkan hal itu kepada Tuhan. Jadi: 1). Predestinasi tidak menghapuskan semangat dalam penginjilan dan misi. Sebab kita tidak tahu siapa yang dipilih atau siapa yang tidak dipilih, jadi kita harus terus memberitakan Injil. 2). Predestinasi akan mengontrol penginjilan yang murni (manipulasi), tanpa ada upaya sugesti atau penonjolan usaha manusia. 3). Penginjilan akan memuliakan Allah, karena hasilnya adalah oleh dan untuk Tuhan saja. 4). Maksud Allah berkenaan dengan usaha-usaha penginjilan kita adalah untuk membawa orang pilihan kepada keeelamatan. 5) Penginjilan dengan pemahaman yang benar tentang predestinasi ganda akan memotivasi kita untuk bersemangat dalam pelayanan, karena penginjilan yang kita lakukan adalah efektif, dan pasti; bukan berdasarkan pilihan orang yang diinjili, spekulasi. 6) Penentuan Allah atas segala sesuatu, dan atas akhir segala sesuatu, juga termasuk penentuan alat-alat dan caranya. (Kapan dan dengan cara apa orang bertobat adalah sesuai dengan penentuanNya). 7). Kita akan menekankan anugerah Allah adalah mutlak dalam hidup dan pelayanan kita. Maka tidak akan ada sikap berdosa, memberontak, dan mempersalahkan Allah atau orang lain. Tidak akan ada sungut-sungut dalam misi yang tidak menyenangkan (SIL). 17 Gerakan Misi Gereja-gereja Reformed di Indonesia Masa kini – (C) Pdt. Stevri Indra Lumintang, D.Th. misi yang bersifat holistik, yang baru dipropagandakan oleh misiolog dan misionaris abad ke-20. Keempat, Misi kaum Reformed bersifat Scriptural (sola scriptura), bahwa misi gereja harus dibangun di atas dasar Alkitab. Dalam hal ini, Alkitab sebagai dasar semua pertimbangan misi gereja, sekaligus sebagai pengevaluasi semua konsep dan praktek misi Kristen. Misi tanpa Alkitab, bukan lagi misi Kristen. Misi Kristen dibangun di atas Alkitab dan memberitakan Injil yang ditulis dalam Alkitab. Kelima, Misi kaum Reformed adalah bersifat ecclesiastical, yaitu misi yang bergerak dari gereja kepada dunia, dimana gereja sebagai missionaris Allah dalam dunia. Namun misi seperti ini bukan dalam pengertian ecclesias-centric, melainkan gereja dipandang sebagai agen tunggal misi Allah untuk dunia. Allah bekerja di dalam gereja, dan melalui gereja untuk dunia ini, secara khusus berkenaan dengan misi penyelamatan di dalam dan melalui Tuhan Yesus Kristus. Pandangan ini bertentangan dengan rumusan DGD yang menyatakan bahwa Allah bekerja langsung kepada dunia: God-World-Church. Keenam, Ecclesias reformanda samper reformata (gereja Reformed adalah gereja yang terus menerus memperbaharui). Dengan spirit ini, maka misi kaum Reformed juga tidak bersifat kaku, stagnansi, melainkan selalu mengupayakan kemajuan. Begitu juga, kaum Reformed tidak akan berhenti pada usaha misi yang telah dicapai. Karena apabila gereja Reformed sudah puas dengan usaha misi yang ada, maka gereja tersebut tidak lagi disebut gereja Reformed. Gereja dipanggil untuk menjadi agenagen perubahan/pembaharuan ditangan Allah, baik di dalam gereja maupun dalam masyarakat. Berdasarkan prinsip ini, misiolog Reformed, Verkuyl mendefinisikan misiologi, sebagai karya penyelamatan Allah Tritunggal, dan yang mengamanatkan misi penyelamatan ini melalui word and deed, gereja dengan bergantung pada Roh Kudus memberitakan Injil kepada semua manusia.23 23 J. Verkuyl, Contemporary Missiology: An Introduction ...5 18 Gerakan Misi Gereja-gereja Reformed di Indonesia Masa kini – (C) Pdt. Stevri Indra Lumintang, D.Th. Ketujuh, Misi kaum Reformed menekankan mengenai kemuliaan Allah, sebagai tujuan dari semua pemikiran dan kegiatan apapun termasuk misi. Westminster Shorter Catechism menyatakan bahwa tujuan hidup manusia ialah untuk memuliakan Allah. Karena itu Calvin menentang semua tendensi untuk menghormati manusia dan menjadikan kebahagiaan manusia sebagai pusat perhatian misi. Kendatipun demikian, bukan berarti Calvin tidak menghargai usaha manusia, yang baginya adalah penting demi kesejahteraan yang bersifat sementara dan kekal, namun tujuan tertinggi ialah untuk mewujudkan kemuliaan Allah. Sebagaimana misi Kristus dalam dunia, yaitu untuk menyatakan kemuliaan Bapa melalui melaksanakan sampai selesai tugasNya. (Yoh. 17:4, 17:18; 20:21). D. Kondisi Gereja-Gereja Reformed Indonesia dan Tanggapan Kaum Reformed Kaum Reformed di Indonesia tentu tidaklah lepas dari akarnya Reformed (Calvinisme) di dunia, yaitu berasal dari Eropa, khususnya kaum Calvinist Belanda. Reformed masuk ke Indonesia bersaamaan dengan masuknya kekristenan di beberapa daerah tertentu di Indonesia, seperti Kalimantan, Sulawesi, Sumba, Irian Jaya, Maluku dan Jawa Timur. Hanya para penginjil Reformed yang datang ke Indonesia, telah dipengaruhi oleh gerakan Pietis, sehingga warna Reformed di Indonesia lebih didominasi oleh warna Pietis. Selain itu, kaum Reformed yang datang ke Indonesia tidak memberitakan mengenai ajaran-ajaran Calvin secara penuh, khususnya ajaran-ajaran yang sangat menonjol dalam Calvinisme. Sekalipun gereja-gereja Calvinist di Indonesia, seperti Gereja Kristen Jawi Wetan (GKJW), Gereja Protestan di Indonesia Bagian Barat (GPIB), Gereja Masehi Injil Minahasa (GMIM), Gereja Protestan Maluku (GPM), Gereja Kristen Injili di Irian Jaya (GKI) dan Gereja Kristen Evangelis Kalimantan (GKE) mengakui bahwa mereka memiliki akar Reformed, namun kenyataannya gereja-gereja ini tidak begitu menekankan ajaranajaran Calvin. Ajaran-ajaran Calvin dan Calvinisme yang telah hilang dalam gerejagereja Reformed di Indonesia diantaranya ialah mengenai rumusan 19 Gerakan Misi Gereja-gereja Reformed di Indonesia Masa kini – (C) Pdt. Stevri Indra Lumintang, D.Th. doktrinal dari sidang gereja-gereja pada tahun 1618-1619 di Dort, yang disingkat dalam akronim TULIP: Total Depravity, Unconditional Election, and Limited Atonement, Irresistible Grace dan Perseverance of the Saint. Secara khusus mengenai point ketiga, yaitu Limited Atonement (pemilihan terbatas) selain disalahartikan, disalahterapkan, sehingga menimbulkan dampak negatif, juga tidak pernah menjadi materi pengajaran dalam katekisasi dan tidak pernah dikotbahkan dalam jemaat. Dikalangan jemaat telah beredar ajaran yang meragukan mengenai jaminan keselamatan orang Kristen, yaitu ajaran yang menegaskan adanya kemungkinan murtad bagi orang Kristen. Hal ini bertentangan dengan point Perseverance of the Saint dari Calvinisme. Pada hal, Alkitab bukan kurang sedikit membicarakan mengenai kepastian keselamatan orang percaya, karena telah dimeteraikan oleh Roh Kudus (Efs. 1:12-14), telah dipilih, ditetapkan, dipanggil, dibenarkan, pasti akan dimuliakan (Roma 8:28-30), dan tidak seorang pun yang akan memisahkan orang percaya dari kasih Kristus termasuk penganiayaan, kelaparan dan sebagainya (Roma 8:3135); selain itu oleh kuasa Allahlah yang memelihara iman orang percaya (I Petrus 1). Pengajaran seperti ini, telah hilang dalam kekeristenan Reformed khususnya. Selain itu, prinsip-prinsip Reformed yang menekankan "Sola Scriptura, Sola Fide, Sola Gratia, Sola Kristo dan Soli Deo Gloria" tidak lagi ditekankan dalam pengajaran jemaat. Selain karena adanya tuntutan pluralisme agama, juga karena merosotnya spiritualitas gereja Calvinist di Indonesia. Yang tertinggal sebagai ciri khas Calvinisme dalam gereja-gereja Calvinist di Indonesia masa kini, hanya berkenaan dengan sistem pemerintahan, tata ibadah dan disiplin gereja. Hal ini menyebabkan gerejagereja Calvinist di Indonesia berada dalam kondisi yang sangat memprihatinkan, dimana jemaat berada dalam kondisi iman yang menyedihkan. Kondisi iman yang demikian digambarkan dengan merosotnya moralitas jemaat, hilangnya spirit ibadah, dan lain-lain. Kondisi gereja-gereja Calvinist di Indonesia, bagi sebagian tokoh Calvinist, sangatlah memprihatinkan. Di mata mereka, gereja-gereja Reformed di Indonesia berada dalam persoalan yang sangat serius, di antaranya: Kondisi pertama: Salah satu keunikan gereja-gereja Calvinist di Indonesia, ialah gereja Calvinist memiliki jemaat yang mayoritas adalah 20 Gerakan Misi Gereja-gereja Reformed di Indonesia Masa kini – (C) Pdt. Stevri Indra Lumintang, D.Th. berasal dari suku-suku tertentu di Indonesia, seperti GMIM, GPM, GKJW, GKE. Karena itu, persoalan gereja suku ialah berkenaan dengan pengaruh kebudayaan dalam kehidupan jemaat. Dengan kata lain, tantangan yang dihadapi oleh gereja suku, gereja-gereja Calvinist ialah bahaya sinkritisme iman dan kebudayaan, seperti yang banyak terjadi di GPM, GMIM dan GKJW. Hal ini mendatangkan respon dari beberapa tokoh Calvinist di Indonesia. Kondisi kedua: Pada umumnya, gereja-gereja Reformed di lndonesia pada masa kini, telah kehilangan semangat Reformed, yaitu semangat pembaharuan gereja. Hal ini terbukti dengan gaya hidup jemaat dari gereja-gereja Reformed yang tidak mencirikan jiwa Reformed, masih terlibat dalam praktek-praktek okultisme, jauh dari kehidupan saleh, dan berkurangnya semangat beribadah dari jemaat. Kondisi ketiga: Pada umumnya gereja-gereja Reformed di Indonesia pada masa kini telah kehilangan semangat penginjilan, tidak seperti yang dialami pada masa awal kekristenan di bawa oleh kaum Reformed. Kalaupun masih ada program penginjilan di gereja-gereja Reformed, maka program penginjilan telah bergeser, bukan lagi menekankan proklamasi Injil di antara orang-orang tidak percaya, melainkan pembaruan anggota jemaat dan kegiatan-kegiatan sosial. Kondisi gereja-gereja Reformed Indonesia di atas, dianaliasa oleh beberapa tokoh Reformed, disebabkan oleh karena dua faktor, yaitu: 1). Faktor pengaruh teologi liberal dalam jemaat-jemaat Reformed di Indonesia dan 2). Pokok-pokok penting pengajaran Calvin telah hilang dalam pemberitaan dan pengajaran gereja. Hal ini, menjadi salah satu sebab bangkitnya gerakan "Reformed Injili" di Indonesia pada masa kini. Gerakan "Reformed Injili" ini dipelopori oleh Stephen Tong, Yakub Susabda. Mereka menegaskan bahwa gereja-gereja reformed di Indonesia telah kehilangan jiwa Reformed-nya, karena pengaruh teologi liberal. Sebab itu untuk memulihkannya, mereka - menggunakan istilah "Reformed Injili", suatu pengaktualisasian iman Reformed dengan semangat "Injili". 21 Gerakan Misi Gereja-gereja Reformed di Indonesia Masa kini – (C) Pdt. Stevri Indra Lumintang, D.Th. Gerakan Reformed Injili ini, kembali menegaskan ajaran-ajaran Calvin dan Calvinisme, dengan asumsi bahwa ajaran Calvin dan Calvinisme merupakan ajaran yang pada hakekatnya bukan baru, melainkan berakar pada ajaran gereja mula-mula, yang diselewengkan oleh teologi skolastik abad pertengahan, yang dikembalikan oleh para reformator, dan yang kembali diselewengkan oleh teologi liberal, dan yang dikembalikan lagi oleh kaum Injili masa kini. Dengan semangat tersebut, teolog Reformed Injili kembali menegaskan: Pertama, prinsip dasar teologi dan misi Reformed yang bergantung pada kedaulatan Allah atas segala sesuatu, hanya kedaulatan Allah dimengerti bukan dalam pengertian meniadakan tanggung-jawab manusia, seperti yang dikembangkan dan diselewengkan oleh Hyper-Calvinisme. Kedua, prinsip-prinsip dasar Teologi Reformed yang juga menjadi prinsip dasar kaum Injili, yang diungkapkan: Sola Gratia, Sola Fide, dan Sola Scriptura, Sola Kristo serta Soli Deo Gloria. Bahwa manusia mengetahui dari Alkitab saja bahwa dirinya adalah tidak berdaya secara total untuk menyelamatkan dirinya sendiri, namun Allah sesuai dengan kedaulatan anugerah-Nya saja, memberikan keselamatan kepada manusia di dalam dan melalui Tuhan Yesus Kristus saja, dan oleh pekerjaan Roh Kudus membuat manusia beriman hanya kepada penyelamatan Allah semata-mata, demi mewujudkan kemuliaan Allah saja di dalam dunia. Ketiga, sistem soteriologi yang monergis, yang terungkap dalam rumusan TULIP: Karena kejatuhan Adam, manusia pertama membuat manusia tidak berdaya secara total sehingga tidak mampu membuat dirinya sendiri untuk percaya kepada Injil yang menyelamatkan. Pilihan Allah atas pribadi-pribadi tertentu terjadi sebelum dunia dijadikan dan berdasarkan pada kehendak-Nya sendiri yang berdaulat semata-mata. Pihan-Nya atas orang-orang berdosa yang tertentu di dasarkan bukan pada tanggapan atau ketaatan yang dilihat jauh sebelumnya mengenai pertobatan dan iman mereka, melainkan didasarkan pada Allah sendiri. Pengorbanan Kristus cukup untuk semua orang dan efektif untuk umat pilihan saja. Anugerah Allah yang tidak dapat ditolak, sekalipun tidak diberikan dengan paksa kepada manusia. Allah memelihara orang percaya sehingga mereka tidak mungkin kehilangan anugerah Allah. 22 Gerakan Misi Gereja-gereja Reformed di Indonesia Masa kini – (C) Pdt. Stevri Indra Lumintang, D.Th. Keempat, selain menemukan kembali prinsip dan sistem teologi Reformed, kaum Reformed Injili juga menggali dari tradisi-tradisi Reformed, mengenai prinsip-prinsip praktis bagi kehidupan ibadah dan pelayanan Reformed. Karena itu, kaum Reformed Injili sangat produktif menterjemahkan buku-buku yang ditulis oleh penulis Reformed Barat ke dalam bahasa Indonesia, untuk memberikan dasar-dasar teologis mengenai kehidupan ibadah dan misi Reformed di Indonesia. Kelima, memperbaiki wajah misi gereja-gereja Reformed di Indonesia dengan kegiatan-kegiatan yang masih menekankan pada pembaharuan gereja yang meliputi pembaharuan pemahaman misi, pembaharuan moral jemaat melalui KKR dan Seminar-Seminar Misi. Selain itu, mengembangkan kegiatan-kegiatan misi dalam bentuk perintisan jemaat-jemaat lokal, dan Mission Trip untuk wilayah-wilayah tertentu. E. Paradigma Misi Kaum Reformed Indonesia Gereja-gereja Reformed di Indonesia memiliki keunikan tersendiri, dimana corak Reformed di Indonesia berbeda dengan corak Reformed di Eropa. Adapun pelbagai hal yang menyebabkan corak Reformed di Indonesia berbeda dengan Reformed di Eropa, diantaranya ialah karena gereja-gereja Reformed di Indonesia: 1). Hadir dalam konteks gereja suku yang sarat dengan muatan budaya masing-masing suku; 2). Dirintis oleh kaum Reformed Eropa yang dipengaruhi oleh gerakan pietisme di Eropa; 3). Tidak menekankan mengenai doktrin-doktrin yang terkemuka dalam ajaran Calvin dan Calvinisme; 4). Memiliki latar belakang sejarah penginjilan yang unik karena bersamaan dengan hadirnya kolonialisme Belanda di Indonesia.24 Perbedaan corak Reformed Indonesia dan Eropa juga memberikan indikasi yang sangat signifikan mengenai perbedaan paradigma misi 24 Band. David J. Bosch, Transforming Mission ...401: Usaha misi Calvinis, baik misi yang mewakili "Reformasi Kedua" Belanda ataupun yang mewakili Inggris, semunya dilakukan di dalam kerangka ekspansi kolonialis. 23 Gerakan Misi Gereja-gereja Reformed di Indonesia Masa kini – (C) Pdt. Stevri Indra Lumintang, D.Th. Calvinist di Indonesia dan di Eropa. Di Indonesia, paling sedikit ada dua paradigma misi kaum Reformed. Pertama ialah paradigma misi kaum Reformed yang berada di bawah payung Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia (PGI) atau yang menyebut gereja aliran arus utama (Oikumenikal). Kedua ialah paradigma Calvinist yang menyebut diri Reformed Injili Indonesia. 1. Paradigma Misi Kaum Reformed - Oikumenikal Paradigma misi kaum Reformed-Oikumenikal di Indonesia dapat dimengerti melalui perjalanan sejarah gereja-gereja Calvinist di Indonesia. Krisis tenaga misionaris yang terjadi setelah VOC dibubarkan, menyebabkan banyaknya jemaat yang tidak terlayani dan bangkitnya tenaga pelayan nasional. Kondisi seperti ini menyebabkan krisis kepemimpinan dan spiritualitas jemaat, sehingga praktek hidup kristen masih banyak diwarnai oleh praktek hidup agama-agama rakyat (folk religion). Belum lagi dengan pengaruh gaya hidup bukan Kristen yang disisakan oleh para penginjil karena pendekatan yang lebih terbuka kepada kebudayaan setempat. Sekalipun pada akhirnya, gereja-gereja Reformed di Indonesia berkembang sehingga menjadi gereja suku di Indonesia, namun pergumulan gereja untuk melepaskan dari pengaruh agama rakyat dan gaya hidup bukan Kristen masih menjadi tugas yang membutuhkan perhatian besar dari gereja. Sejak berdirinya sampai sekarang ini, kegiatan misi gereja-gereja Calvinist di Indonesia tidak lebih dari pada mengulangi kegiatan misi para zendeling NZG Belanda pada perintisan gereja di Indonesia, seperti: 1). Perkunjungan pendeta kepada gereja-gereja lokal yang berada dalam wilayah kerja kependetaan. 2). Pembinaan tenaga-tenaga majelis, seperti para penatua dan diaken gereja untuk terlibat dalam pelayanan. 3). Mengumpulkan para pendatang yang beragama Kristen di daerah-daerah bukan Kristen, kemudian mendirikan jemaat, khusus untuk melayani para pendatang Kristen tersebut. 4). Mempersiapkan para katekumen dalam kelas-kelas katekesasi untuk menjadi anggota gereja melalui pelayanan 24 Gerakan Misi Gereja-gereja Reformed di Indonesia Masa kini – (C) Pdt. Stevri Indra Lumintang, D.Th. sakramen baptisan dan perjamuan kudus. 5). Pelayanan bagi anak-anak yatim dan piatu, duda dan janda, serta orang-orang miskin. 6). Mendirikan sekolah-sekolah umum. Kegiatan yang mereka sebut sebagai kegiatan misi seperti di atas, selalu disesuaikan dengan paradigma misi PGI yang mengupayakan “Keselamata Masa Kini" seperti yang dicetuskan dalam sidang DGD di Bangkok tahun 1983. Pada beberapa tahun terakhir ini, paradigma misi gereja-gereja Reformed yang berada di bawah payung PGI ditantang untuk mengkaji ulang posisi teologi dan misi mereka karena fenomena pluralisme agama, sehingga gereja-gereja Reformed-Oikumenikal berada dalam bahaya ancaman theologia religionum yang sangat dikagumi oleh kaum pluralis. Misi tidak lagi dilihat sebagai proklamasi Injil, melainkan dialog antar iman, dalam rangka persekutuan bersama dan saling mempelajari guna melengkapi kebenaran yang ada dalam agama masingmasing. Akhirnya, paradigma misi gereja-gereja Reformed di Indonesia, mulai bergeser dari orientasi misi penginjilan kepada orang-orang bukan Kristen, seperti pada perintisan gereja-gereja Reformed dimasa penjajahan Belanda, pengutusan tenaga penginjil di daerah-daerah bukan Kristen, kepada orientasi misi sosial dalam rangka meningkatkan kepedulian kepada sesama yang menderita (Social Gospel). Selain itu, paradigma misi gereja-gereja Reformed di Indonesia, tidak lagi melihat orang-orang bukan Kristen sebagai ladang misi-penginjilan, melainkan sebagai teman untuk berdialog. Paradigma misi seperti ini, merupakan kecenderungan paradigma misi gereja-gereja arus utama yang berada di bawah wadah oikumenikal. Paradigma misi yang demikian, tentu sudah bergeser dari paradigma misi kaum Calvinist di Eropa. Karena bagi mereka, paradigma misi Reformed (Calvinisme) yang diformulasi dalam kerangka pikir Barat, tidak relevan dengan konteks Indonesia masa kini. Pada umumnya para teolog dan misiolog, baik dari kelompok Oikumenikal dan Evangelikal di Indonesia, terus-menerus dengan gencar menyerukan dan mengupayakan untuk membersihkan teologi dan misiologi gereja-gereja Indonesia dari pengaruh pemikiran dan budaya Barat. Karena, mereka beranggapan bahwa salah satu sebab mengapa 25 Gerakan Misi Gereja-gereja Reformed di Indonesia Masa kini – (C) Pdt. Stevri Indra Lumintang, D.Th. kekristenan di Indonesia sulit berkembang dan sulit diterima oleh orang Indonesia, ialah karena teologi dan misiologi yang ada di Indonesia, tidak sesuai dengan konteks Indonesia. Secara khusus, berkenaan dengan paradigma misi Reformed, yang diformulasi di Eropa, sarat dengan muatan pemikiran dan budaya Barat, katanya tidak sesuai dengan pemikiran dan budaya Indonesia. Persoalannya ialah apakah yang tidak sesuai dari paradigma misi kaum Reformed dengan konteks Indonesia? Apakah yang sesungguhnya dipersoalkan oleh teolog dan misiolog Indonesia dengan paradigma misi kaum Reformed? Apakah pikiran Barat atau budaya Barat yang ada dalam paradigma misi Reformed? Pikiran Barat apakah dalam Paradigma misi Reformed yang tidak sesuai dengan pikiran orang Indonesia? Budaya Barat apakah dalam paradigma misi Reformed, yang tidak sesuai dengan budaya Indonesia? Tentu, para misiolog Reformed Indonesia terbuka untuk melepaskan semua unsur budaya Barat yang ada dalam paradigma misi Reformed, hanya apa saja unsur-unsur budaya Barat yang ada paradigma misi Reformed? Masih berkenaan dengan pemikiran Barat yang harus diganti dengan pemikiran Indonesia, penulis bertanya, apa itu pemikiran Barat, dan yang mana itu pemikiran Indonesia? Penulis mencermati bahwa sesungguhnya, upaya untuk mengformulasi paradigma misi Reformed Barat, hanyalah alasan untuk membuang finalitas Kristus yang ada di dalam paradigma misi Reformed. Secara khusus, seperti apa yang sedang diperjuangkan oleh kaum pluralis Indonesia, yang sesungguhnya anti finalitas Kristus. Harus diakui bahwa paradigma misi Reformed yang penulis kemukakan pada bagian sebelum pokok ini, adalah paradigma misi yang bertentangan dengan paradigma misi kaum pluralis. Mereka hanya beralasan untuk merekonstruksi paradigma misi gereja-gereja di Indonesia, karena sesungguhnya mereka sedang membangun paradigma baru, yaitu paradigma misi dialogis yang berusaha membuang semua kebenarankebenaran yang absolut, final dari semua agama yang ada. Untuk lebih jelasnya, silahkan membaca buku "Teologi Abu-Abu: Pluralisme Iman.”25 25 Stevri Indra Lumintang, Teologi Abu-Abu: Pluralisme Iman, (Batu: Departemen Literatur YPPII, 2002), 189-211 26 Gerakan Misi Gereja-gereja Reformed di Indonesia Masa kini – (C) Pdt. Stevri Indra Lumintang, D.Th. Lalu, pertanyaan yang penulis ingin sampaikan kepada misiolog Indonesia yang berusaha membersihkan paradigma misi Reformed dari pemikiran dan budaya Barat, ialah paradigma misi jenis apakah yang sudah diformulasi oleh misiolog Indonesia, sehingga mudah diterima oleh alam pikir dan budaya Indonesia? Penulis sudahi di sini saja pokok ini, nanti diteruskan pada bagian paling akhir tulisan ini, saat membahas mengenai bagaimana merekonstruksi paradigma misi Reformed yang kontekstual dalam penerapannya. 2. Paradigma Misi Kaum Reformed Injili Paradigma misi kaum Calvinist yang menyebut diri Reformed Injili adalah berbeda dengan paradigma misi kaum Calvinist yang menyebut diri dari kubu Oikumenikal. Dengan dilatar belakangi oleh keprihatinan terhadap kondisi kekristenan pada umumnya di Indonesia dan kondisi gereja-gereja Calvinist di Indonesia pada khususnya (lihat kondisi gereja Calvinist yang digambarkan pada pertanyaan nomor dua di atas), maka kaum Reformed-Injili mengembangkan paradigma misi: 1) Meningkatkan kegiatan pengajaran di dalam jemaat, secara khusus dengan mengajarkan pokok-pokok doktrin Calvin clan Calvinisme. 2). Meningkatkan kegiatankegiatan berupa kebangunan rohani dalam bentuk Revival Meeting untuk mengatasi krisis kerohanian dan moral di dalam kekristenan masa kini. 3). Selain kedua proyek ini, kebetulan para pelopor Reformed Injili di Indonesia berlatar belakang etnis Tionghoa, sehingga banyak proyek misi mereka lebih terarah kepada penjangkauan orang-orang bukan Kristen dari suku Tionghoa, baik di Indonesia maupun di negeri Tiongkok. Misi mereka bersifat eksklusif kepada sesama suku mereka. Hal ini, nampak dengan beberapa gereja Reformed-Injili yang jemaatnya mayoritas bahkan seratus persen orang Tionghoa. Pertanyaannya, bagaimana dengan sukusuku terabaikan di Indonesia yang sangat banyak, belum mendapat sentuhan gereja Calvinis? 27 Gerakan Misi Gereja-gereja Reformed di Indonesia Masa kini – (C) Pdt. Stevri Indra Lumintang, D.Th. Berbicara mengenai doktrin-doktrin Calvin dan Calvinisme yang dianggap sebagai penghalang gerakan misi Kristen, saya melihat hal ini tidak dianggap sebagai penghalang oleh kaum Reformed-Injili di Indonesia khususnya. Dengan kata lain, kaum Reformed-Injili tidak melihat doktrin yang esensial dari Calvin dan Calvinisme sebagai penghambat atau pelemah gerakan misi. Melainkan, justru semua doktrin Calvin dan Calvinisme sangat berarti bagi pembangunan konsep atau paradigma misi Reformed yang kuat. Selain itu, paradigma misi kaum Reformed (Reformed-Injili) menggerakan dan membangkitkan semangat misi, serta mengontrol dan mengevaluasi semua konsep, motif dan praktek misi yang benar. Beberapa tulisan baik dari kaum Reformed di Eropa dan Amerika (J.I. Packer, Weyne Grudem) maupun kaum Reformed di Indonesia (Joseph Tong, Stephen Tong dan Yakub Susabda) mengungkapkan bahwa sistem doktrin Reformed yang menekankan pada perspektif Trinitarian, prinsip dasar doktrin yang bertumpu pada doktrin kedaulatan Allah (theo-centric) telah mempengaruhi Calvinist dalam membangun teologi misinya dan praktek misi (Berkenaan dengan pertanyaan nomor satu di atas). Paradigma misi kaum Reformed di Indonesia tentu berbeda dengan paradigma misi kaum Calvinist di Eropa dan Amerika. Namun perbedaan ini, bukanlah perbedaan konsep yang hakiki, melainkan hanyalah perbedaan konteks historis dan budaya. Perbedaan ini tidak seperti yang sedang dikembangkan oleh kaum Reformed-Oikumenekal yang berada di bawah wadah PGI dan DGD seperti yang sudah dikemukakan di atas, melainkan perbedaan dalam pengertian, bahwa paradigma misi Reformed di Indonesia dikemas dalam konteks kemajemukan agama, budaya dan etnis. Kaum Reformed Eropa dan Amerika, tentu bergumul dengan konteks tertentu dan berbeda dengan pergumulan misi kaum Reformed yang hidup dan menerapkan teologi misinya dalam konteks Indonesia yang kaya dengan kemajemukan. Berkenaan dengan pembahasan di atas dan sesuai dengan salah satu tujuan tulisan ini, maka sangatlah mendesak untuk merekonstruksi misi Reformed di Indonesia masa kini dalam paradigma misi Reformed, yaitu 28 Gerakan Misi Gereja-gereja Reformed di Indonesia Masa kini – (C) Pdt. Stevri Indra Lumintang, D.Th. berdasarkan tradisi-tradisi yang kuat dan dipegang oleh gereja-gereja Reformed di Eropa, yang dikenal di Indonesia dengan Reformed Injili,26 Dengan kata lain, gereja-gereja Reformed Indonesia harus kembali pada jiwa teologi dan misi kaum Reformed dengan semangat Ad Vontes (kembali pada sumber, yaitu tradisi Reformed) seperti yang sudah dikemukakan di bagian sebelumnya.27 Paradigma misi kaum Reformed yang tekstual (berdasarkan tradisi Reformed), tentu harus diteruskan dengan rekonstruksi misi Reformed yang kontekstual dalam penerapannya. Secara khusus, bagaimana paradigma misi Reformed diterapkan dalam konteks masyarakat Indonesia yang majemuk. Sekalipun teologi Reformed dan paradigma misi Reformed di Eropa tidak diformulasi dalam konteks kemajemukan agama dan budaya seperti di Indonesia, itu bukan berarti bahwa paradigma misi Reformed tidak sesuai dengan konteks Indonesia. Tidak ada yang harus dilenturkan dari 26 Sesungguhnya tidak ada yang baru dengan teologi Reformed. Karena, apa yang direformasi oleh para reformator, semuanya sudah ada dalam teologi gereja mula-mula, kita kenal dengan teologi tradisional atau orthodox. Hanya teologi gereja mula-mula ini diselewengkan dan dikotori oleh teologi gereja abad pertengahan. Para reformator dipakai oleh Tuhan untuk membersikan gereja dari pengaruh teologi skolastik abad pertengahan. Gerakan reformasi dan teologi reformasi, kemudian kembali dikotori atau diselewengkan oleh teologi liberal yang pada umumnya menganut teologi Reformed mulanya, sejak abad ke-18 sampai abad ke-21 ini. Karena itu kelompok Injili yang mulanya disebut konservatif kembali menegaskan mengenai prinsip-prinsip teologi reformasi. Jadi teologi Reformasi (Luther, Calvin, Swingli, dll) sama dengan teologi Injili. Secara khusus, teologi Reformed (Calvinisme) adalah teologi Injili. Teologi Injili dibangun di atas dasar teologi Reformed, sebagaimana teologi Reformed dibangun di atas dasar teologi orthodoksi gereja mulamula. Istilah Reformed Injili, hanya menegaskan perbedaan dengan Reformed Liberal yang sesungguhnya tidak lagi termasuk Reformed. 27 Paradigma misi kaum Reformed: 1). Misi adalah karya Allah Tritunggal. Allah yang memiliki dan yang mengerjakan misi penyelamatan. Karena itu, misi kaum Reformed adalah misi yang berdasarkan pada Kedaulatan Allah, misi yang berpusatkan pada Allah, bukan pada kedaulatan manusia, dan bukan juga misi yang meniadakan tanggung jawab manusia. Hanya tanggung jawab manusia berada dalam kedaulatan Allah. 2). Misi yang bersifat Kristosentris (Sola Kristo) bahwa Kristus menjadi sentralitas dalam semua kegiatan misi. 3). Misi kaum Reformed menekankan mengenai doktrin Kerajaan Allah. Keyakinan Reformed bahwa ketuhanan Kristus adalah di setiap sendi kehidupan manusia. 4). Misi kaum Reformed bersifat Scriptural (sofa criptura), bahwa misi gereja harus dibangun di atas dasar Alkitab. 5). Misi kaum Reformed adalah bersifat ecclesiastical, yaitu misi yang bergerak dari gereja sebagai agen tunggal misi Allah di dalam dunia kepada dunia, dimana gereja sebagai missionaris Allah dalam dunia. 6). Gereja Reformed adalah gereja yang terus menerus memperbaharui, maka itu, misi kaum Reformed juga tidak bersifat kaku, stagnansi, melainkan selalu mengupayakan kemajuan dan pembaharuan secara terus menerus. 7). Miss kaum Reformed menekankan mengenai kemuliaan Allah, sebagai tujuan dari semua pemikiran dan kegiatan apapun, termasuk pemikiran dan aktivitas misi. 29 Gerakan Misi Gereja-gereja Reformed di Indonesia Masa kini – (C) Pdt. Stevri Indra Lumintang, D.Th. paradigma misi Reformed, hanya karena tuntutan kontekstualisasi. Karena pokok ini merupakan kajian tersendiri, maka penulis hanya memberikan beberapa prinsip mengenai rekonstruksi misi Reformed yang kontekstual seperti pada pembahasan berikut ini. Kaum Reformed percaya bahwa Injil adalah berkuasa dan kuasa Injil tersebut berasal dari Injil itu sendiri. Injil tidak pernah dimengerti sebagai yang disebabkan, melainkan yang menyebabkan, karena itu dalam penginjilan, kaum Reformed tidak terikat, atau tidak diharuskan dengan metode tertentu. Metode tetap diupayakan, namun tidak menempatkannya sebagai penentu. Injil itu sendirilah yang berda Kaum Reformed, sesuai dengan pemahamannya tentang Kingdom of God, maka orang kristen dipanggil untuk mempengaruhi dunia secara total. Maka dalam perspektif Kristen, kaum Reformed mengupayakan pelayanan misi yang seutuhnya, yaitu pelayanan misi yang menyentuh keutuhan hidup manusia. Inilah yang disebut holistic ministry. Kaum Reformed mengupayakan mengenai pelayanan holistik, namun kaum Reformed tidak mengabaikan tugas dan panggilan utama dalam misi, bukan sentuhan sosial dengan kegiatan-kegiatan sosialnya (social Gospel), melainkan dengan pemberitaan Injil yang diharapkan mentransformasi manusia secara utuh dalam konteks kini dan nanti, dan berdampak pada transformasi masyarakat dan dunia. Pelayanan sosial dilihat sebagai akibat dari pelayanan Injil. Kaum Reformed berusaha untuk memahami konteks, baik konteks budaya, sosial, ekonomi, pendidikan, ras maupun konteks agama yang majemuk, namun kaum Reformed tidak mengupayakan untuk membangun pendekatan teologi dari bawah seperti yang sedang diupayakan oleh para misiolog dengan misiologi kontemporernya, melainkan kaum Reformed tetap konsisten memahami bahwa kebenaran Alkitab sebagai penyataan Allah yang final tetap relevan untuk segala zaman dan tempat, maka pendekatannya adalah dari tekstual ke kontekstual. Kontekslah yang harus bertanya pada teks, bukan sebaliknya. Kaum Reformed memahami bahwa manusia dengan lingkungannya (konteks) adalah tidak berdaya secara total untuk mengenal dan mencari 30 Gerakan Misi Gereja-gereja Reformed di Indonesia Masa kini – (C) Pdt. Stevri Indra Lumintang, D.Th. Allah, karena itu tidak ada unsur yang dapat diandalkan dalam diri manusia dan konteksnya untuk menolong manusia mengenal dan diperdamaikan dengan Allah, selain pemberitaan Injil yang dihidupkan oleh Roh Kudus sebagai dinamisator misi. Dalam pengertian ini, Kaum Reformed bukan tidak menggubris tuntutan dan kebutuhan konteks, melainkan kaum Reformed memahaminya dalam pengertian bahwa konteks adalah wadah bukan isi, maka itu dalam upaya untuk menterjemahkan paradigma misi Reformed di Indonesia, tidak boleh ada perubahan isi, kecuali perubahan cara dan bentuk. Bisa jadi istilah yang digunakan berubah, namun tidak merubah-susutkan arti yang sesungguhnya. Akhirnya, dalam menghadapi persoalan pluralitas agama, budaya, ras dan etnis di Indonesia, kaum Reformed tetap menggunakan metode dialog, namun bukanlah dialog yang dimaksudkan oleh kaum pluralis. Dialog untuk menyelesaikan konflik agama, budaya, ras dan etnis tetaplah diperjuangkan, bukan dengan pendekatan mencari kesamaan-kesamaan konsep atau kesamaan istilah semata, melainkan kesamaan sebagai manusia yang memiliki citra Gambar Allah. Dalam hal ini, kaum Reformed akan menggunakan kerangka kebenaran dari penyataan umum Allahh sebagai acuan berdialog untuk menyelesaikan persoalan kemajemukan. Ex Opere Operato - Soli Deo Gloria Pengutipan dari artikel ini harus mencantumkan: Dikutip dari: http://www.geocities.com/thisisreformedfaith/artikel/missiology04.html 31