Gerakan Misi Gereja-gereja Reformed di Indonesia

advertisement
Gerakan Misi Gereja-gereja Reformed di Indonesia Masa kini – (C) Pdt. Stevri Indra Lumintang, D.Th.
MISSIOLOGIA KONTEMPORER
Menunju Rekonstruksi Teologia
Kontemporer
Oleh: Pdt. Dr. Stevri Indra Lumintang
© Penerbit Departmen Literatur PPII,
Batu.
ISBN: 979-3882-28-X
1
Gerakan Misi Gereja-gereja Reformed di Indonesia Masa kini – (C) Pdt. Stevri Indra Lumintang, D.Th.
BAB 8
GERAKAN MISI GEREJA-GEREJA
REFORMED DI INDONESIA MASA KINI
Kesan pertama, saat kita menyebut Reformed, maka secara serta
merta, kita langsung mengkaitkan Reformed dengan doktrin. Karena itu,
saat penulis membahas misi kaum Reformed, maka bisa jadi orang akan
menganggap sepi tulisan ini. Karena, Reformed lebih banyak dikenal
dengan doktrinnya, dari pada misinya. Bahkan sudah bukan rahasia lagi,
terdengar atau terucap bahwa doktrin reformed bertentangan dengan misi
gereja-gereja masa kini. Mungkin pembaca menambahkan bahwa, sangat
tidak lazim apabila membicarakan topik misi dalam kaitannya dengan
Reformed, karena selain tidak ada tulisan kaum Reformed yang tampil
terkemuka menjadi acuan misi gereja-gereja masa kini, juga karena
pengenalan secara tidak memadai mengenai sistem dan isi doktrinal
Reformed, akan langsung menilai bahwa Reformed sangat tidak
bersahabat dengan misi dalam perspektif misiolog abad modern.
Lebih jauh lagi, ada terlalu banyak orang yang telah menganggap
bahwa Reformed tidak hanya sangat miskin dalam bidang misi,1
melainkan juga Reformed dengan sistem teologinya telah dianggap
sebagai penyebab gereja-gereja mengalami kemunduran dalam misi.
Apakah semua anggapan dan komentar di atas ini adalah benar? Semoga
tulisan ini, memberikan jawabkan yang dapat mengurangi anggapan yang
tidak benar dan meminimalisasikan penilaian yang subyektif, sekaligus
mengevaluasi dan menantang gereja-gereja Reformed untuk
mengatualisasikan misinya, bukan hanya dalam domain kognitif-theologis,
1
Seperti yang ditulis oleh Bosch, mengenai beberapa komentar para sarjana Katolik yang
berpendapat bahwa para reformator tidak peduli bahkan membenci misi. Karena menurut mereka,
bahwa para reformator hanya menyesatkan orang Kristen dan tidak mentobatkan orang kafir;
pandangan-pandangan teologis mereka menghalangi mereka untuk memberikan arah misioner
kepada kegiatan mereka; tugas misi gereja tidak ditemukan pada diri para reformator. David J.
Bosch, Transforming Mission, Paradigm Shifts in Theology of Mission, (Maryknoll: Orbis Book,
1991), 244
2
Gerakan Misi Gereja-gereja Reformed di Indonesia Masa kini – (C) Pdt. Stevri Indra Lumintang, D.Th.
doman afektif-theologis, melainkan juga dalam domain psikomotoristheologis.
Tulisan ini tidak akan menjawab secara tuntas persoalan yang ada
dalam pemikiran orang Kristen pada umumnya mengenai paradigma misi
kaum Reformed di Indonesia khususnya, dan tidak akan memberikan jalan
keluar yang memadai kepada kaum Reformed dalam menyikapi persoalan
misiologis yang ada di gereja-gereja Indonesia. Karena bukan itu yang
menjadi tujuan penulis menyajikan tulisan ini, namun setidaknya, tulisan
ini menjadi bahan pertimbangan yang membuat kita mengetahui duduk
masalah misi kaum Reformed yang sebenarnya sehingga tidak terlalu
cepat menilai Reformed dengan sistem doktrinalnya sebagai penyebab
mundurnya misi gereja-gereja Reformed di dunia, khususnya di Indonesia.
Selain itu, tulisan ini kiranya menjadi bahan pertimbangan bagi kaum
Reformed di Indonesia untuk mengevaluasi paradigma misinya apakah
sesuai dengan paradigma misi Calvinisme dan dapat mengformulasi
paradigma misi Reformed dalam konteks Indonesia khususnya, hingga
dapat membangkitkan gerakan-gerakan misi gereja yang tekstual dalam
pemahamannya dan yang kontekstual dalam penerapannya. Mari kita
mencapainya dengan terlebih dahulu mendeskripsikan lebih jelas
persoalan misi Reformed berdasarkan komentar, baik dari secara eksternal,
yakni dari para misiolog dan para ahli sejarah misi non-Reformed, maupun
komentar secara internal dari para misiolog dan ahli sejarah misi
Reformed. Setelah itu, barulah penulis mengajak pembaca untuk menggali
akar persoalan misi Reformed.
A. Persoalan Misi Kaum Reformed: Komentar Para Ahli Sejarah Misi
Mengapa misi kaum Reformed menjadi topik yang hangat
didiskusikan pada empat abad terakhir ini? Apakah kaum Reformed telah
mempengaruhi gerakan misi abad modern ini? Kalau kaum Reformed
telah mempengaruhi, apa bentuk pengaruhnya bagi misi abad modern?
Pertanyaan-pertanyaan pendahuluan ini sengaja dikemukakan untuk
menggali persoalan misi kaum Reformed yang sesungguhnya. Pertanyaan
pertama terjawab dengan banyaknya tulisan-tulisan yang mengenai kondisi
3
Gerakan Misi Gereja-gereja Reformed di Indonesia Masa kini – (C) Pdt. Stevri Indra Lumintang, D.Th.
gerakan misi Reformed sejak abad ke-16 sampai abad ke-21 ini.
Sedikitnya, ada dua isu yang dipersoalkan dalam tulisan-tulisan tersebut.
Kedua isu tersebut adalah isu historis dan isu doktrinal. Isu historis ialah
mengenai fakta adanya perubahan paradigma misi abad pertengahan dan
abad reformasi,2 di mana paradigma misi abad reformasi telah membuang
monastisisme yang menjadi metode utama misi abad pertengahan, dengan
tidak memberikan alternatif lain seperti yang diungkapkan oleh Thomas.3
Selain itu, adanya dokumen-dokumen dari para reformator, khususnya
Luther dan Calvin yang tidak memberikan dukungan bagi
keberlangsungan dan kemajuan gerakan misi abad reformasi. Isu historis
ini tidak bisa dipisahkan dengan isu doktrinal,di mana hampir semua
tulisan yang mengkaji isu historis mengenai gerakan misi abad reformasi
itu, dianggap sebagai akibat sistem doktrinal kaum Reformed (Calvinist),
secara khusus berkenaan dengan pokok-pokok doktrin tertentu yang sangat
dipegang kuat oleh kaum Reformed. Misalnya doktrin pembenaran oleh
iman, menurut Bosch, doktrin ini dapat menjadi suatu dorongan yang kuat
bagi keterlibatan dalam misi, namun ia pun dapat, seperti yang kadangkadang terjadi, melumpuhkan usaha misi manapun.4
Lebih lanjut, setelah Bosch mengemukakan kritik-kritikan yang
tajam, terhadap paradigma misi para reformator, ia kemudian
menyimpulkan paradigma misi Luther dan Lutheran (tidak lazim Bosch
menarik kesimpulan), bahwa: pertama, protestan lebih melihat tugas
utamanya adalah memperbaharui gereja pada zamannya; kedua, kaum
protestan tidak mempunyai kontak langsung dengan orang-orang bukan
Kristen (tidak seperti Katolik); ketiga, gereja-gereja Reformasi terlibat
dalam pertempuran semata-mata untuk bertahan; keempai, para reformator
meninggalkan monastisisme dan kehilangan sebuah agen misi yang sangat
penting; kelima, orang-orang Protestan itu sendiri tercabik-cabik oleh
pertikaian intern dan kehabisan tenaganya untuk berpaling kepada mereka
2
Perubahan paradigma misi abad pertengahan kepada paradigma misi abad reformasi, bukan berarti
memutuskan hubungan paradigma kedua abad ini. Karena beberapa unsur misi abad pertengahan
dilanjutkan pada abad reformasi, sekalipun dalam bentuk baru. Bandingkan dengan David J. Bosch,
Transforming Mission, 240
3
Norman E. Thomas, Teks-Teks Klasik tentang Misi dan Kekristenan Sedunia, Gunung Mulia,
2000), 47
4
David J. Bosch, Transforming Mission ...242
4
Gerakan Misi Gereja-gereja Reformed di Indonesia Masa kini – (C) Pdt. Stevri Indra Lumintang, D.Th.
yang berada di luar kekristenan.5 Belum lagi dengan komentar para ahli
yang menganggap bahwa para reformator khususnya Luther, telah
melumpuhkan gerakan misi gereja, karena pandangannya yang
menganggap bahwa amanat agung Tuhan Yesus tidak lagi mengikat
gereja, baginya tugas tersebut sudah diselesaikan pada masa para Rasul.
Norman menegaskan bahwa teologi baru ini (maksudnya teologi para
reformator) tidak menghasilkan dorongan misi yang besar.6
Berkenaan dengan paradigma misi Reformed (Calvinisme) berakar
pada teologi Calvin, pandangan Bosch masih lebih bersifat positif
dibandingkan dengan pandangan Thomas.7 Bosch memahami pikiran
Reformed karena memang beliau adalah seorang missiolog Reformed.8
Dia mengemukakan tujuh posisi doktrinal Reformed sekaligus sebagai
posisi misi: Pertama, Ciri dasariah dari Calvinisme ialah doktrin
predestinasi, seringkali keliru dipahami dalam pengertian yang sangat
kaku. Kedua, tujuan akhir misi ialah kemuliaan Allah, menjadi motif yang
kuat bagi keterlibatan misi pada abad ke-17 dan ke-18. Ketiga, ialah
doktrin kedaulatan Allah yang tidak bisa dipahami secara terpisah dari
kasih karunia. Keempat, ialah misi kaum Reformed dilakukan dalam
kerangka ekspansi kolonialis. Kelima, gagasan theokrasi kaum Reformed
menjadi dasar bagi pemahaman misi yang bersifat eskatologis. Keenam,
ialah para misionaris Barat, masih beranggapan bahwa budaya Barat masih
lebih unggul dibandingkan dengan budaya non-Barat, sehingga usaha misi
mereka dicap westernisasi. Ketujuh, topik misi di era kaum Reformed,
bukanlah topik yang hangat dibicarakan dibandingkan dengan akhir abad
ke-18 sampai sekarang ini.9 Pengamatan Bosch bersifat obyektif,
5
Ibid, 246: Luther telah menolak monastik sebagai strategi misi Katolik sejak abad 6 sampai abad
16. Gerakan pada umumnya para reformator, kecuali Kaum Anabaptis dan Adrianus Saravia, hanya
berfokus pada gerakan pembaharuan gereja, dan tidak memberikan dorongan dalam gerakan misi.
6
Norman E. Thomas, Teks-Teks Klasik tentang Misi...47, 47,63
7
Thomas lebih banyak menduga pandangan Calvin yang katanya menyetujui gagasan Luther
mengenai berakhirnya Amanat Agung pada era para Rasul, pada hal Calvin sendiri menegaskan
bahwa Allah mengangkat jabatan-jubatan luar biasa dalam gereja sepanjang zaman, seperti
pemberita Injil dan guru-guru Injil, Selain itu, Thomas lebih menekankan pada pengaruh negatif
dari doktrin kedaulatan Allah yang menjadi prinsip dasar kaum Reformed. Norman E. Thomas,
Teks-teks klasik ...47, 55-58.
8
Charles Van Engen, "The Reformation and Mission," Evangelical Dictionary of World Missions,
edited by A. Scott Moreau, (Grand Rapids: Baker Books, 2000), 815
9
David J. Bosch, Transforming Mission ...258-260
5
Gerakan Misi Gereja-gereja Reformed di Indonesia Masa kini – (C) Pdt. Stevri Indra Lumintang, D.Th.
menemukan kelemahan misi kaum Reformed, adalah berkenaan dengan
dua fakta sejarah, yaitu misi berbarengan dengan kolonialisme dan
ethnocentrisme para misionaris Barat. Bosch tidak mengemukakan bahwa
sistem doktrin kaum Reformed telah menyebabkan kemunduran dalam
gerakan misi gereja, bahkan dia menegaskan bahwa doktrin Reformed
disalah mengerti oleh banyak orang.
Pandangan Bosch di atas, berbeda dengan pandangan Hesselgrave
yang memaparkan mengenai alasan mengapa gerakan reformasi tidak
membangkitkan semangat misi, karena baginya:
Para reformator diayikan dengan tugas membangun struktur mereka
sendiri, menangkis serangan (kontra- reformasi) dan secara umum,
mereka berjuang untuk mempertahankan eksistensi mereka sendiri.
Pada sisi yang lain, beberapa dari pandangan theologi mereka,
khususnya posisi eklesiologi mereka adalah tidak semuanya
mengakibatkan atau menghasilkan suatu visi kegiatan yang
mendunia.10
Memang selain alasan yang dikemukakan oleh Hesselgrave ini,
sesungguhnya masih ada alasan yang justru sangat mendasar diakui oleh
pada umumnya para missiolog dan ahli sejarah gereja bahwa alpanya
semangat misi gereja abad reformasi dan gereja-gereja reformed abad kini
adalah lebih banyak disebabkan oleh pengaruh dari sistem doktrin
Reformed (Calvinisme). Misalnya, Greenway menulis bahwa:
Sebagaimana suatu sistem doktrinal, Calvinisme menekankan
kebenaran-kebenaran tertentu yang memiliki hubungan yang jelas
dengan misi, dan ada tiga yang menonjol. Pertama, Calvinisme
menekankan bahwa kemuliaan Allah adalah tujuan utama dari semua
pemikiran dan tindakan, termasuk misi... Kedua, Calvinisme
10
"The reformers were preoccupied with the task of establishing their own structures, fending of the
opposition (the Counter Reformation) and generally fighting for their own survival. On the other
hand, some of their theological-and in particular their ecclesiological-positions were not all that
conductive to a worldwide missionary vision". David J. Hesselgrave, Contextualization, Meanings,
Methods, dan Models (Leicester: Apollos, 1989), 24.
6
Gerakan Misi Gereja-gereja Reformed di Indonesia Masa kini – (C) Pdt. Stevri Indra Lumintang, D.Th.
menekankan doktrin kerajaan Allah yang mencakup semua, sebagai
tema utama pengajaran Tuhan Yesus. Bagi kaum Calvinist,
ketuhanan Kristus mencakup setiap inci dari bola dunia ini dan
mencakup setiap wilayah kehidupan yang bersifat umum dan pribadi.
Klaim ini diteguhkan dalam kata pengantar Amanat Agung Tuhan
Yesus Yesus dalam Matius 28:18-19.... Klaim Kristus terhadap
otoritas dunia memiliki implikasi yang kuat bagi pekerjaan misi dan
pemuridan. ... Penekanan utama yang ketiga dari theologia kaum
Calvinist yang memiliki keterkaian dengan misi adalah doktrin
kedaulatan Allah. Calvinisme menekankan fakta bahwa pekerjaan
misi adalah pertama dan selanjutnya adalah karya Allah, bukan karya
kita. ... Ada kritikan yang menyatakan bahwa penekanan Calvinisme
pada kedaulatan Allah melemahkan misi. Dan bahkan di antara kaum
Calvinist, ada beberapa yang beralasan karena kelalaian mereka
dalam misi, dengan argumentasi bahwa predestinasi Allah
meniadakan perlunya usaha manusia untuk memenangkan orang
yang terhilang.11
Ketiga sistem teologi yang dicermati oleh Greenway di atas, baginya
menentukan paradigma misi kaum Reformed dan gereja-gereja Reformed
sehingga mempengaruhi maju-mundurnya gerakan misi kaum Reformed.
Memang, harus diakui, ada kesalahan yang diperangkan oleh segelintir
11
As a doctrinal system, Calvinism stresses certain truths that have a clear bearing on mission, three
of which stand out. First, Calvinism insists that the glory of God is the primary goal of all thought
and action, including mission... Second, Calvinism stresses the all-embracing doctrine of the
Kingdom of God, which was the main theme of Jesus preaching. For Calvinists, Christ's lordship
extends to every inch of the globe and to every area of public and privite life. This claim is affirmed
in the very preface to Christ’s commission in Matthew 28:18-19... Chrit's claim to universal
authority has powerful implications for mission work and discipleship. ... A third major emphasis of
Calvinist theology that has a bearing on mission is the doctrine of Sovereignty of God. Calvinism m
stresses the fact that mission work is first and foremost the Lord's work, not ours… There are critics
who argue that Calvinism's emphasis on the sovereignty of God discourages mission. And even
among Calvinists, there are a few who excuse their neglect of mission by arguing that divine
predestination removes the need for human efforts to win the lost. Roger S. Greenway,
“Calvinism,” Evangelical Dictionary of World Missions, edited by A. Scott Moreau, (Grand Rapids:
Baker Books, 2000), 156
7
Gerakan Misi Gereja-gereja Reformed di Indonesia Masa kini – (C) Pdt. Stevri Indra Lumintang, D.Th.
orang yang mengakui sebagai pengikuti theologia Reformed, sehingga
Reformed dianggap kurang dalam hal misi.
Sampai sekarang ini, bukan tidak sedikit para misiolog dari
kelompok Injili, masih tetap menuduh bahwa sistem teologi Reformed
(Calvinisme) membuat gereja-gereja Reformed masa kini tidak bergairah
dalam aktivitas-aktivitas misi. Mereka menambahkan, bahwa kalaupun
gereja-gereja Reformed masih terlibat dalam kegiatan misi, itu tidak lagi
menyentuh kegiatan misi yang dimaksudkan oleh Alkitab, yaitu
proklamasi Injil, tidak lagi mengerjakan misi dalam perspektif missio Dei,
melainkan misi yang melulu hanya mengupayakan sentuhan sosial dengan
proyek-proyek aksi sosial untuk kemanusiaan semata. Komentar mereka
ini, tentu bukanlah komentar tanpa dasar, oleh karena pengaruh kaum
Reformed liberal (teolog liberal) yang tentu telah menyimpang dari azasazas utama ajaran Reformed (Calvinisme). Selain itu, banyak misiolog
memandang sistem teologi Reformed dengan sebelah mata, hal itu tidak
bisa disalahkan oleh karena yang mereka lihat ialah apa yang ditampilkan
oleh para penganut Hyper-Calvinist, yang memahami sistem teologi
Reformed secara keliru dan ekstrim. Sedikitnya, inilah tantangan misi
kaum Calvinist masa kini, khususnya di Indonesia.
Mencermati akar yang esensial dari dua isu di atas, bahwa sistem
doktrin Reformed telah mempengaruhi paradigma misi abad reformasi dan
paradigma misi gereja-gereja reformed masa kini, telah mengstimulasi
penulis untuk mengadakan penelitian. Dalam hal ini penulis menyoroti
hubungan antara variabel pertama yaitu sistem doktrin Reformed dengan
variabel kedua, yaitu paradigma misi gereja-gereja reformed di Indonesia
pada masa kini.
B. Akar Persoalan Misi Gereja-Gereja Reformed (Calvinist)
Mendiskusikan mengenai paradigma misi gereja-gereja Reformed,
tidaklah tepat untuk langsung membahas mengenai tulisan-tulisan yang
muncul ke atas permukaan diskusi, melainkan adalah bijak untuk
8
Gerakan Misi Gereja-gereja Reformed di Indonesia Masa kini – (C) Pdt. Stevri Indra Lumintang, D.Th.
mempertanyakan mengenai siapakah penulis tulisan-tulisan tersebut.
Karena sudah terlalu banyak tulisan yang dijadikan acuan untuk
mendiskusikan mengenai topik paradigma misi kaum Reformed dari para
penulis yang tidak begitu bersahabat dengan doktrin John Calvin dan
Calvinisme, maka hasilnya senantiasa melihat paradigma misi Reformed
dengan sebelah mata saja. Kalau pun ada tulisan-tulisan yang ditulis oleh
penulis dari kalangan Reformed, namun tidak memiliki pemahaman yang
memadai, seperti yang dimiliki oleh Calvin dan Calvinisme, maka pokokpokok pembicaraan mengenai paradigma kaum Reformed hanyalah melulu
dalam bentuk kritik-kritik yang tidak membangun.
Dapatlah diringkas, kaum Reformed sepanjang usianya, berhadapan
dengan tantangan dari empat golongan orang kristen yang berbeda.
Pertama, ialah dari golongan non-reformed yang berada dalam garis
teologi Pelagius sampai Arminianisme, yang konsep soteriologinya yang
sinergis mempengaruhi misi yang anthroposentris, nampaknya lebih dekat
dengan paradigma misi para misiolog modern masa kini.
Kedua, dari golongan yang mulanya adalah penganut teologi
Reformed, namun oleh pengaruh metode historis kritis, mereka menjadi
penganut teologi liberal. Merekalah yang disebut oleh Susabda sebagai
Liberal Culturalis, di antaranya seperti Karl Barth, Reinhold Niebuhr.12
yang memahami bahwa baik untuk orang Kristen, maupun non-Kristen
sama-sama menjadi agen misi Allah dalam dunia ini.
Ketiga ialah, dari golongan Reformed semula, namun tidak puas
dengan beberapa pandangan Reformed secara khusus mengenai topiktopik diantaranya ialah mengenai asal mula dosa yang sulit dipecahkan,
karena itu dianggap sebagai misteri Allah, dan Allah tidak bisa dianggap
sebagai pencipta dosa, namun golongan ini mengakui bahwa Allah adalah
pencipta dosa. Selain itu, golongan ini menekankan doktrin kedaulatan
Allah sedemikian rupa, sehingga mengabaikan sisi tanggung tnanusia.
12
John H. Leith, Introduction to the Reformed Traditon, (Atlanta: John Knox Press, 1981), 130-131;
Yakub B. Susabda, Pengantar Ke dalam Teologi Reformed, (Jakarta: Lembaga Reformed Injili
Indonesia, 1994), 17
9
Gerakan Misi Gereja-gereja Reformed di Indonesia Masa kini – (C) Pdt. Stevri Indra Lumintang, D.Th.
Golongan ini disebut penganut pandangan hyper-calvinisme.13 Tentu hal
ini sudah jauh menyimpang dari yang dimaksudkan oleh Calvin dan
Calvinisme. Namun, kelompok yang dicap Hyper-calvinisme tidak hanya
mempromosikan ajaran-ajaran yang meniadakan tanggung jawab manusia,
juga mempengaruhi seluruh doktrin dan praktek hidup Kristen, secara
khusus mempengaruhi pelaksanaan tugas misi gereja.14 Hyper-calvinisme
ini tidak hanya mempengaruhi kekristenan secara umum, melainkan juga
telah menyebabkan doktrin kaum Calvinist ikut dianggap sebagai
penyebab lumpuhnya gerakan misi gereja-gereja Reformed khususnya.
Keempat, ialah golongan orang Kristen yang salah mengartikan dan
menerapkan ajaran Calvin dalam konteks tertentu.15 Seperti pemahaman
Calvin tentang Kerajaan Allah yang berimplikasi terhadap panggilan
gereja untuk menggarami dan menerangi dunia dalam segala bidang.
Ajaran ini disalah pahami dan disalah terapkan oleh orang dari golongan
keempat ini, sehingga hanya menekankan pada salah satu bidang saja,
misalnya ingin menggarami dunia politik, namun kehilangan
13
Peter Toon, "Hyper-calvinism," New Dictionary of Theology, edited by Sinclair B. Ferguson,
(Leicester: InterVarsity Press, 1988), 324: Kelopok ini ada sejak abad ke-18, sekelompok Reformed
(sebenarnya bukan Reformed) yang tidak seimbang teologinya, mulanya dari orang-orang Baptis di
Inggris dan kelompok Reformed orang Belanda yang tinggal di Amerika. Sistem teologi mereka: 1).
Terlalu menekankan kemuliaan Allah sehingga meminimalkan tanggung jawab moral dan spiritual
manusia, imanensi perbuatan Allah - pembenaran kekal, adopsi kekal, perjanjian anugereah yang
kekal…Kristus diberitakan hanya kepada orang pilihan. 2). Terlalu menekankan kehendak Allah
yang dinyatakan dan kekekalan melampaui waktu, sehingga meminimalkan tanggung jawab orang
berdosa. T.E. Watson, "Andrew fuller’s Conflict faith Hypercalvinism,” Puritan Papers, volume
one, edited by D. Martyn Llyod-Jones, (Phillipsburg: P & R Publishing, 2000), 278: “God’s decree
canceled man’s duty.”
14
Lihat kutipan 2 di atas, Hyper-Calvinisme dari orang-orang Baptis di Inggris. William Carey
adalah dari gereja Baptis di Inggris, menjadi bapak misi modern setelah sekian tahun terlibat dalam
pelayanan misi di India. Namun sebelumnya, para pelayan dan kaum awam yang dipengaruhi oleh
pandangan Calvinist yang ekstrim, tidak menyetujui proposal Carey untuk misi ke India, dengan
alasan kedaulatan Allah yang meniadakan tanggung jawab manusia. F. Deaville Walker, William
Carey, Misionary Pioneer and Statesman, (Chicago: Moody Press, 1925), 98
15
Seperti komentar Bosch, bahwa: "Doktrin ini (predestinasi) telah sering kali keliru dipahami
dalam pengertian yang sangat kaku: bila Allah telah menetapkan orang pada keselamatan (dan yang
lainnya pada penghukuman, seperti yang diungkapkan oleh gagasan tentang predestinatio gemina
atau predestinasi ganda), maka orang-orang Kristen harus menyerahkan kepada-nya untuk
menyelamatkan siapa yang Ia ingin selamatkan, sesukanya sendiri. Jadi, keyakinan akan
predestinasi dapat melumpuhkan keinginan untuk melakukan misi. Pandangan seperti itu memang
benar-benar oleh sejumlah Puritan. Namun pandangan ini, bukanlah pandangan Bosch. David J.
Bosch, Transformasi Misi Kristen (terj.), (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2000), 399
10
Gerakan Misi Gereja-gereja Reformed di Indonesia Masa kini – (C) Pdt. Stevri Indra Lumintang, D.Th.
keseimbangan sehingga visi menggarami telah menjadi tawar.16 Dengan
kasus seperti inipun, kaum Reformedlah yang kena getahnya, dituduh telah
menyimpang dari panggilan Allah.
Keempat golongan di atas telah mempengaruhi penilaian yang tidak
menguntungkan kaum Reformed, sekaligus telah menambah berat
pekerjaan kaum Reformed masa kini. Searah dengan itu, maka untuk
memahami paradigma misi kaum Reformed, haruslah mempertimbangkan
secara cermat dan bertanggung jawab mengenai empat kelompok tersebut.
Dengan kata lain, pendapat keempat kelompok tersebut tentang paradigma
misi kaum Reformed, hendaknya menjadi sumber sekunder atau
pembanding, bukan sebagai sumber primer. Hal ini tentu merupakan
penyimpangan dalam penelitian historis.
Setelah kita mengetahui mengenai tulisan siapa yang menjadi sumber
acuan dalam pembahasan topik diskusi paradigma misi gereja-gereja
reformed pada masa kini, maka kita melanjutkan pada akar persoalan
berikut. Mendiskusikan tentang paradigma misi kaum Reformed masa
kini, tentu tidak boleh dilepaskan dari mendiskusikan mengenai paradigma
misi gereja-gereja Reformed sejak abad 16 hingga abad yang lalu. Selama
hampir lima abad, topik yang hangat diperbincangkan ialah mengenai
tampilnya tema-tema doktrinal tertentu yang dipahami berimplikasi negatif
terhadap kehidupan praktis rumusan-rumusan doktrinal dengan
implementasinya
dalam
pengalaman
praktis
Kristen.
Orang
mempertanyakan mengenai hubungan antara rumusan-rumusan doktrinal
dengan implementasinya dalam pengalaman praktis Kristen. Secara
khusus, terkait dengan tulisan ini, ialah mempersoalkan hubungan antara
pemahaman doktrinal dengan pengalaman praktis Kristen dalam
pelaksanaan tugas dan panggilan gereja sebagai agen misi Allah satusatunya di dunia. Di mata kaum non-reformed, antara pemahaman doktrin
Reformed dengan paradigma misi Reformed tidak ada hubungan. Dengan
kata lain, bahwa pemahaman doktrinal tertentu seperti doktrin mengenai
predestinasi dan doktrin kedaulatan Allah telah mempengaruhi konsep dan
praktek misi gereja-gereja Reformed khususnya. Persoalannya, apakah
sudah ada pembuktian yang akurat mengenai isu ini, bahwa satu-satunya
16
Bandingkan dengan tulisan Roger S. Greenway, "Calvinism," Evangelical Dictionary of World
World Missions, edited by A. Scott Moreau. (Grand Ranids: Baker Books, 2000), 155.
11
Gerakan Misi Gereja-gereja Reformed di Indonesia Masa kini – (C) Pdt. Stevri Indra Lumintang, D.Th.
sebab kemunduran gereja-gereja Reformed ialah sistem doktrinnya?
Apakah tidak ada sebab lain? Pertimbangkanlah empat kelompok yang
memiliki asal-usul atau memiliki kedekatan dengan kaum Reformed pada
umumnya. Menurut pendapat penulis, bahwa merosot atau mundurnya
gerakan misi gereja-gereja Reformed di Eropa dan di Indonesia, bukanlah
karena sistem doktrin dan atau substansi doktrinal kaum Reformed,
melainkan karena pengaruh hyper-calvinisme, teolog liberal yang tetap
mengaku diri penganut teologi Reformed, kurang memadainya pandangan
non-reformed tentang sistem doktrinal dan paradigma misi Reformed.
Jadi dapatlah ditarik kesimpulan sementara, bahwa persoalan misi
kaum Reformed adalah bertumpu pada dua persoalan pokok. Pertama,
yaitu persoalan sistem doktrin yang diasumsikan mempengaruhi
paradigma misi kaum Reformed, dan kedua ialah fenomena historis,
bahwa gereja-gereja yang menganut ajaran-ajaran Calvinisme (Reformed)
mengalami kemerosotan dalam kegiatan-kegiatan misi, dibandingkan
dengan gerakan misi yang tidak menyebut diri dari golongan Reformed.
Dua persoalan di atas, juga disoroti oleh Greenway, dengan berkomentar
bahwa persolan misi kaum Reformed ialah berkenaan dengan persoalan
sistem doktrin dan kenyataan historis bahwa gereja-gereja Reformed
mengalami kemerosotan kegerakan misi.17 Persoalan ini juga terjadi di
Indonesia.
Di kalangan akademisi, baik di sekolah-sekolah tinggi teologi dan di
antara para pendeta gereja-gereja, bahkan di antara para misiolog dan
praktisi misi di Indonesia, banyak komentar diseputar paradigma misi
Reformed masa kini. Mereka menganggap bahwa sistem doktrin
Calvinisme telah menyebabkan pergeseran paradigma misi gereja-gereja
Reformed di Indonesia. Mereka menambahkan bahwa sistem doktrin
Calvinisme telah mempengaruhi gerakan misi di Indonesia, sehingga
mengalami stagnansi dan kemerosotan, dibandingkan dengan sejarah
pekabaran Injil gereja-gereja Reformed pada masa perintisannya di
Indonesia.
Di sisi lain dari yang dikemukakan di atas, harus diakui bahwa
fenomena gereja-gereja yang berlatar belakang Reformed tidak banyak
17
Ibid.
12
Gerakan Misi Gereja-gereja Reformed di Indonesia Masa kini – (C) Pdt. Stevri Indra Lumintang, D.Th.
berbicara dan terlibat dalam kegiatan-kegiatan misi, seperti penginjilan,
penanaman dan pertumbuhan gereja, pengutusan tenanga-tenanga
misionaris, penginjilan kepada orang bukan Kristen, aksi pengumpulan
dana untuk kegiatan misi lintas budaya, pertemuan-pertemuan doa misi
dan sebagainya. Inilah kondisi yang sedang terjadi dalam gereja-gereja di
Indonesia.
C. Paradigma Misi Reformed (Perspektif Sejarah Pemikiran)
Misi kaum Calvinist adalah meliputi refleksi dan aksi gereja dalam
dunia yang di dimulai pada abad enam belas, yang berasal dari pengajaranpengajaran John Calvin. Misi kaum Calvinist ini adalah berdasarkan pada
perspektif Trinitarian, dalam hubungannya dengan
gereja
yang
berorientasikan kepada kepentingan Kerajaan Allah. Memang gerakan
misi gereja waktu itu, tidak sebanding dengan gerakan misi gereja setelah
Calvin dan masa kini, karena Calvin memang berhadapan dengan konteks
historis dimana gereja sedang dalam agenda reformasi gereja,
pembaharuan gereja, secara khusus Calvin berhadapan dengan gereja
Roma Katolik. Itu bukan berarti, Calvin tidak mempunyai peranan dalam
misi gereja. Sekalipun Calvin tidak menulis secara khusus mengenai teori
misi atau misiologi, namun pengajaran Calvin sangat mempengaruhi
gerakan misi gereja pada waktu itu.
Berdasarkan bukunya Institutes of Christian Religion, Calvin
memaparkan mengenai misi dalam perspektif Trinitarian, yaitu Allah Bapa
sebagai Perancang atau Pengasal mula misi penyelamatan manusia, Allah
Anak sebagai Pelaksana misi penyelamatan dan Allah Roh Kudus sebagai
penerap karya keselamatan sekaligus dinamisator mini.
Misi kaum Calvinist dapat dicirikan sebagai misi yang bersifat
theosentris, yaitu misi yang berangkat dan bertujuan kepada Allah
Tritunggal semata-mata. Kerangka pikir misi kaum Calvinist ini, diambil
dari kerangka pikir buku Institutio Calvin, dimana buku ini dibagi dalam
empat bagian besar: Buku pertama diberi judul: "Allah sebagai Pencipta,"
13
Gerakan Misi Gereja-gereja Reformed di Indonesia Masa kini – (C) Pdt. Stevri Indra Lumintang, D.Th.
menekankan pada aspek karya Allah Bapa. Buku kedua berjudul: "Allah
Sebagai Penyelamat", menekankan pada aspek karya Tuhan Yesus yang
menebus. Dan Buku ketiga adalah berjudul: "Cara memperoleh
keselamatan", menegaskan mengenai peranan Roh Kudus dalam
pengaplikasian karya Kristus. Buku yang keempat berjudul: "Gereja”.
Kerangka buku ini, menegaskan mengenai peranan Allah Tritunggal dalam
misi, dimana Allah Bapa sebagai Perancang keselamatan, Allah Anak
sebagai pelaksana keselamatan dengan cara mati di kayu salib dan Allah
Roh Kudus sebagai penerap keselamatan kepada orang berdosa yang
olehnya telah ditentukan Allah sebagai umat pilihan, dan gereja sebagai
agen misi Allah Tritunggal dalam dunia ini.
Memang ada Anggapan dari beberapa para ahli sejarah misi seperti
Thomas, berpendapat bahwa Calvin dengan ajarannya menjadi penyebab
kurangnya gerakan misi gereja abad reformasi. Anggapan seperti ini
didasarkan pada penilaian mereka terhadap pendapat Luther mengenai
Amanat Agung yang diamanatkan hanya kepada para rasul dan telah
digenapi pada masa para rasul, disetujui oleh Calvin. Namun, Calvin
sendiri tidak memaksudkan bahwa misi berakhir pada masa para rasul.
Buktinya, ia berpendapat bahwa Allah dapat mengangkat para pelayan
gereja, seperti pemberita Injil dan guru. Calvin menyetujui bahwa jabatan
rasul sudah tidak ada lagi dalam gereja masa kini, namun tugas atau fungsi
para rasul sebagai pemberita dan pengajar Injil masih berlaku.
Sikap Calvin ini sangat diperkuat oleh seorang Calvinist yang hidup
sedikit lebih muda dari Calvin, yakni Adrianus Saravia (1531-1631), yang
menegaskan bukan hanya mengenai keabsahan Amanat Agung yang masih
relevan untuk gereja masa kini, juga menegaskan mengenai jangkauan
misi gereja adalah untuk seluruh dunia, untuk semua orang.18 Selain itu,
kaum Calvinist merumuskan dalam Synod of Dort (the Canons of Dort)
point Satu, artikel 3: "Pemberitaan Injil," point empat nomor 8: "Panggilan
Injil yang serius," artikel 10: "pertobatan sebagai karya Allah," artikel 17:
"Allah menggunakan dalam karya regenerasi," dan sebagainya. Pada
intinya point-point dalam "The Canons of Dort" berbicara mengenai tugas
18
J. Verkuyl, Contemporary Missiology: An Introduction, (Grand Rapids: Wm. B. Eerdmans,
1978), 20: Saravia bukan hanya teolog Reformed pertama yang memperdulikan pekerjaan misi,
tetapi juga mengembangkan ilmu misi (misiologi)
14
Gerakan Misi Gereja-gereja Reformed di Indonesia Masa kini – (C) Pdt. Stevri Indra Lumintang, D.Th.
gereja adalah untuk memberitakan Injil kepada semua orang, tugas
pemberitaan Injil yang dikerjakan oleh orang yang diangkat oleh Tuhan
dalam gereja, pemberitaan Injil adalah kepada semua orang dengan serius,
bukan hanya kepada orang yang dipilih (tidak diketahui) tapi untuk semua
orang, dan Tuhan memakai alat-alat-Nya, yaitu rasul-rasul untuk
mengajar. 19
Dalam perkembangan selanjutnya, kaum Calvinist semakin memperjelas
teologi misi mereka, seperti yang dipelopori oleh G. Voetius (1589-1676)
sebagai bapak ilmu misi kaum Reformed. Dialah yang pertama menyusun
mengenai teori misi yang cukup komprehensif. Beliau menegaskan
paradigma misi Calvin yang bersifat theosentris, bahwa Allah sebagai
Pengutus misionaris (Missio Dei), dunia merupakan ladang misi Allah,
gereja merupakan alat yang diutus oleh Allah. Voetius menetapkan tiga
tujuan misi, yaitu 1). Conversion: pertobatan orang-orang kafir,
penyembah berhala 2). Plantatio ecclesiae, penanaman gereja, dengan kata
lain mendirikan gereja-gereja lokal untuk menampung orang-orang yang
menjadi percaya. 3) Gloria et manifestatio gratie divinae: untuk
menyatakan kemuliaan Allah dan kasih karunia, sebagaimana karakteristik
teologi dan misi kaum Calvinist pada umumnya.20
Sumbangan kaum Calvinist dalam dunia misi, sangat nampak
melalui pemikiran Abraham Kuyper dan H. Bavinck, J. Verkuyl yang telah
menyusun buku misiologi yang lebih lengkap. Secara khusus, J.I. Packer,
telah memberikan jalan keluar mengenai persoalan doktrin Kristen dan
misi Kristen yang saling bergandengen satu dengan yang lain secara serasi,
melalui tulisannya yang berjudul "The Sovereignity of God and
Evangelism." Kaum Reformed tidak hanya berteori dalam misi, melainkan
19
The Canons of Dort: The decision of the Synod of Dort on the Five Main Points of doctrine in
Dispute in the Netherlands. Dalam rumusan doktrinal, TULIP tidak ada artkel yang sifatnya
memudarkan atau membendung kegiatan dan semangat misi, kecuali orang menafsirkan secara
keliru.
20
J.H. Bavinck, An Introduction to the Science of Mimion, (Phillipsburg, New Jersey: Presbyterian
and Reformed Publishing Co., 1960), 6: Gisbertus Voetius adalah seorang profesor di Universitas
Utrecht yang mengajar misiologi. Banyak topik yang dia tulis mengenai misi, di antaranya ialah:
Who does the sending? Voetius holds that God alone is the sender. To whome must missionaries be
sent? To the whole world, to all people. Why must the be sent? Here Voetius treats the goal of
missions, the conversion of the heathen, a goal which is subordinate to the planting of the Church
plantatio ecclesiae), which is in turn subordinate to the highest aim, the glory of God.
15
Gerakan Misi Gereja-gereja Reformed di Indonesia Masa kini – (C) Pdt. Stevri Indra Lumintang, D.Th.
juga terlibat langsung dalam pelayanan misi, John Elliot sebagai
misionaris di antara suku asli Amerika, misi gereja-gereja Calvinist dari
Belanda, yang mengutus misionarisnya ke beberapa bagian dunia, di
antaranya ialah Indonesia.
Paradigma misi kaum Reformed dapat disarikan paling sedikit dalam
enam point seperti dalam pembahasan berikut ini. Pertama, Misi kaum
Reformed menegaskan mengenai "Kedaulatan Allah" atas segala sesuatu,
secara khusus dalam konteks keselamatan, Allah berdaulat atas
keselamatan manusia. Dia berdaulat menentukan sebagian orang untuk
menerima keselamatan dan sebagian lagi tidak menerima. Hal ini telah
menyebabkan kaum Reformed dituduh sebagai fatalisme dan telah
menyebabkan mandeknya misi Kristen. Namun sesungguhnya pemahaman
mengenai kedaulatan Allah tidaklah meniadakan tanggung-jawab manusia.
Masalah selamat atau tidak memang itu bukan urusan manusia, melainkan
urusan Allah, ada dalam kedaulatan Allah. Inilah yang membuat kaum
Reformed menegaskan bahwa pekerjaan misi adalah pekerjaan Allah,
bukan pekerjaan kita (gereja). Ia memanggil dan melengkapi gereja-Nya
untuk mengerjakan pekerjan yang diamanatkan-Nya. Tanggung jawab
manusia (gereja) adalah mengerjakan apa yang Allah amanatkan
kepadaNya, yaitu memberitakan Injil kepada semua orang, berusaha untuk
menghadirkan Kerajaan Allah di bidang semua kehidupan manusia. J.I.
Packer berargumentasi bahwa: (1) Kedaulatan Allah tidak mempengaruhi
apa pun yang telah kita katakan tentang hakekat dan tugas penginjilan:
tidak mempengaruhi urgensi penginjilan, tidak mempengaruhi ketulusan
dari undangan mempengaruhi tanggung jawab orang berdosa dalam
responnya terhadap undangan Injil. (2). Kedaulatan Allah memberikan
pengharapan satu-satunya mengenai keberhasilan dalam penginjilan:
keyakinan ini menimbulkan keberanian, kesabaran, dan berdoa.21
Jadi kedaulatan Allah tidak meniadakan tanggung-jawab manusia,
sebaliknya memurnikan dan membangkitkan semangat misi di hati orang
percaya, karena keyakinan kepada kedaulatan Allah menimbulkan
kepastian bahwa Allah mampu membuat berhasil semua usaha misi. Selain
itu, pemahaman tentang kedaulatan Allah memurnikan semua motif misi
21
J.I. Packer, Evangelism and The Sovereignty of God, (London: Inter-Varsity Fellowship,
1966),96-126
16
Gerakan Misi Gereja-gereja Reformed di Indonesia Masa kini – (C) Pdt. Stevri Indra Lumintang, D.Th.
gereja semata-mata bagi kepentingan Kerajaan Allah. Selain itu, doktrin
predestinasi tidaklah meniadakan semua usaha misi kita, karena memang
tidak ada alasan untuk meniadakan misi.22
Kedua, Misi kaum Reformed adalah misi Kristosentris (sola kristo),
bahwa Kristus menjadi sentralitas dalam semua kegiatan misi. Dengan
kata lain, berita misi adalah Kristus, pimpinan misi gereja adalah Kristus,
dan semua kegiatan misi gereja adalah demi kemuliaan Kristus. Pandangan
seperti ini, akan memurnikan dan mengontrol semua aktivitas misi gereja,
bukan kepada kepentingan gereja itu sendiri melainkan untuk kepentingan
Kristus saja.
Ketiga, Misi kaum Reformed menekankan mengenai doktrin
Kerajaan Allah. Keyakinan Reformed bahwa ketuhanan Kristus di setiap
sendi kehidupan manusia. Dengan kata lain, tidak ada wilayah kehidupan
manusia yang tidak berada di bawah kekuasaan Kristus. Klaim ini
diafirmasikan oleh pernyataan Yesus sendiri bahwa Ia memiliki segala
kuasa baik di sorga maupun di bumi (Mat. 28:18). Dengan dasar ini, maka
kaum Reformed percaya bahwa Amanat Agung adalah amanat Kerajaan
Allah atas segala sesuatu. Hal ini berimplikasi bagi pelaksanaan misi
Kristen di segala bidang, seperti budaya, ekonomi, sosial, politik,
pendidikan, militer, keluarga dan sebagainya. Reformed telah merintis
22
Kita mempunyai keyakinan bahwa apa yang Allah putuskan pasti akan terjadi. Kehendak-Nya
akan digenapi, dan orang pilihanNya pasti akan diselamatkan, hanya kita tidak tahu siapa-siapa
mereka, dan itu bukan urusan kita. Selain itu, kita tidak perlu mengkritik diri kita, ketika beberapa
orang menonal Kristus. Yesus sendiri tidak memenangkan setiap orang yang adalah pendengarNya
(Yoh 6:37), dan hanya mereka yang akan datang (6:44). Ketika kita melakukan yang terbaik dari
kita, kita dapat menyerahkan hal itu kepada Tuhan. Jadi: 1). Predestinasi tidak menghapuskan
semangat dalam penginjilan dan misi. Sebab kita tidak tahu siapa yang dipilih atau siapa yang tidak
dipilih, jadi kita harus terus memberitakan Injil. 2). Predestinasi akan mengontrol penginjilan yang
murni (manipulasi), tanpa ada upaya sugesti atau penonjolan usaha manusia. 3). Penginjilan akan
memuliakan Allah, karena hasilnya adalah oleh dan untuk Tuhan saja. 4). Maksud Allah berkenaan
dengan usaha-usaha penginjilan kita adalah untuk membawa orang pilihan kepada keeelamatan. 5)
Penginjilan dengan pemahaman yang benar tentang predestinasi ganda akan memotivasi kita untuk
bersemangat dalam pelayanan, karena penginjilan yang kita lakukan adalah efektif, dan pasti; bukan
berdasarkan pilihan orang yang diinjili, spekulasi. 6) Penentuan Allah atas segala sesuatu, dan atas
akhir segala sesuatu, juga termasuk penentuan alat-alat dan caranya. (Kapan dan dengan cara apa
orang bertobat adalah sesuai dengan penentuanNya). 7). Kita akan menekankan anugerah Allah
adalah mutlak dalam hidup dan pelayanan kita. Maka tidak akan ada sikap berdosa, memberontak,
dan mempersalahkan Allah atau orang lain. Tidak akan ada sungut-sungut dalam misi yang tidak
menyenangkan (SIL).
17
Gerakan Misi Gereja-gereja Reformed di Indonesia Masa kini – (C) Pdt. Stevri Indra Lumintang, D.Th.
misi yang bersifat holistik, yang baru dipropagandakan oleh misiolog dan
misionaris abad ke-20.
Keempat, Misi kaum Reformed bersifat Scriptural (sola scriptura),
bahwa misi gereja harus dibangun di atas dasar Alkitab. Dalam hal ini,
Alkitab sebagai dasar semua pertimbangan misi gereja, sekaligus sebagai
pengevaluasi semua konsep dan praktek misi Kristen. Misi tanpa Alkitab,
bukan lagi misi Kristen. Misi Kristen dibangun di atas Alkitab dan
memberitakan Injil yang ditulis dalam Alkitab.
Kelima, Misi kaum Reformed adalah bersifat ecclesiastical, yaitu
misi yang bergerak dari gereja kepada dunia, dimana gereja sebagai
missionaris Allah dalam dunia. Namun misi seperti ini bukan dalam
pengertian ecclesias-centric, melainkan gereja dipandang sebagai agen
tunggal misi Allah untuk dunia. Allah bekerja di dalam gereja, dan melalui
gereja untuk dunia ini, secara khusus berkenaan dengan misi penyelamatan
di dalam dan melalui Tuhan Yesus Kristus. Pandangan ini bertentangan
dengan rumusan DGD yang menyatakan bahwa Allah bekerja langsung
kepada dunia: God-World-Church.
Keenam, Ecclesias reformanda samper reformata (gereja Reformed
adalah gereja yang terus menerus memperbaharui). Dengan spirit ini, maka
misi kaum Reformed juga tidak bersifat kaku, stagnansi, melainkan selalu
mengupayakan kemajuan. Begitu juga, kaum Reformed tidak akan
berhenti pada usaha misi yang telah dicapai. Karena apabila gereja
Reformed sudah puas dengan usaha misi yang ada, maka gereja tersebut
tidak lagi disebut gereja Reformed. Gereja dipanggil untuk menjadi agenagen perubahan/pembaharuan ditangan Allah, baik di dalam gereja
maupun dalam masyarakat. Berdasarkan prinsip ini, misiolog Reformed,
Verkuyl mendefinisikan misiologi, sebagai karya penyelamatan Allah
Tritunggal, dan yang mengamanatkan misi penyelamatan ini melalui word
and deed, gereja dengan bergantung pada Roh Kudus memberitakan Injil
kepada semua manusia.23
23
J. Verkuyl, Contemporary Missiology: An Introduction ...5
18
Gerakan Misi Gereja-gereja Reformed di Indonesia Masa kini – (C) Pdt. Stevri Indra Lumintang, D.Th.
Ketujuh, Misi kaum Reformed menekankan mengenai kemuliaan
Allah, sebagai tujuan dari semua pemikiran dan kegiatan apapun termasuk
misi. Westminster Shorter Catechism menyatakan bahwa tujuan hidup
manusia ialah untuk memuliakan Allah. Karena itu Calvin menentang
semua tendensi untuk menghormati manusia dan menjadikan kebahagiaan
manusia sebagai pusat perhatian misi. Kendatipun demikian, bukan berarti
Calvin tidak menghargai usaha manusia, yang baginya adalah penting
demi kesejahteraan yang bersifat sementara dan kekal, namun tujuan
tertinggi ialah untuk mewujudkan kemuliaan Allah. Sebagaimana misi
Kristus dalam dunia, yaitu untuk menyatakan kemuliaan Bapa melalui
melaksanakan sampai selesai tugasNya. (Yoh. 17:4, 17:18; 20:21).
D. Kondisi Gereja-Gereja Reformed Indonesia dan Tanggapan Kaum
Reformed
Kaum Reformed di Indonesia tentu tidaklah lepas dari akarnya Reformed
(Calvinisme) di dunia, yaitu berasal dari Eropa, khususnya kaum Calvinist
Belanda. Reformed masuk ke Indonesia bersaamaan dengan masuknya
kekristenan di beberapa daerah tertentu di Indonesia, seperti Kalimantan,
Sulawesi, Sumba, Irian Jaya, Maluku dan Jawa Timur. Hanya para
penginjil Reformed yang datang ke Indonesia, telah dipengaruhi oleh
gerakan Pietis, sehingga warna Reformed di Indonesia lebih didominasi
oleh warna Pietis. Selain itu, kaum Reformed yang datang ke Indonesia
tidak memberitakan mengenai ajaran-ajaran Calvin secara penuh,
khususnya ajaran-ajaran yang sangat menonjol dalam Calvinisme.
Sekalipun gereja-gereja Calvinist di Indonesia, seperti Gereja Kristen Jawi
Wetan (GKJW), Gereja Protestan di Indonesia Bagian Barat (GPIB),
Gereja Masehi Injil Minahasa (GMIM), Gereja Protestan Maluku (GPM),
Gereja Kristen Injili di Irian Jaya (GKI) dan Gereja Kristen Evangelis
Kalimantan (GKE) mengakui bahwa mereka memiliki akar Reformed,
namun kenyataannya gereja-gereja ini tidak begitu menekankan ajaranajaran Calvin.
Ajaran-ajaran Calvin dan Calvinisme yang telah hilang dalam gerejagereja Reformed di Indonesia diantaranya ialah mengenai rumusan
19
Gerakan Misi Gereja-gereja Reformed di Indonesia Masa kini – (C) Pdt. Stevri Indra Lumintang, D.Th.
doktrinal dari sidang gereja-gereja pada tahun 1618-1619 di Dort, yang
disingkat dalam akronim TULIP: Total Depravity, Unconditional Election,
and Limited Atonement, Irresistible Grace dan Perseverance of the Saint.
Secara khusus mengenai point ketiga, yaitu Limited Atonement (pemilihan
terbatas) selain disalahartikan, disalahterapkan, sehingga menimbulkan
dampak negatif, juga tidak pernah menjadi materi pengajaran dalam
katekisasi dan tidak pernah dikotbahkan dalam jemaat. Dikalangan jemaat
telah beredar ajaran yang meragukan mengenai jaminan keselamatan orang
Kristen, yaitu ajaran yang menegaskan adanya kemungkinan murtad bagi
orang Kristen. Hal ini bertentangan dengan point Perseverance of the
Saint dari Calvinisme. Pada hal, Alkitab bukan kurang sedikit
membicarakan mengenai kepastian keselamatan orang percaya, karena
telah dimeteraikan oleh Roh Kudus (Efs. 1:12-14), telah dipilih,
ditetapkan, dipanggil, dibenarkan, pasti akan dimuliakan (Roma 8:28-30),
dan tidak seorang pun yang akan memisahkan orang percaya dari kasih
Kristus termasuk penganiayaan, kelaparan dan sebagainya (Roma 8:3135); selain itu oleh kuasa Allahlah yang memelihara iman orang percaya (I
Petrus 1). Pengajaran seperti ini, telah hilang dalam kekeristenan
Reformed khususnya. Selain itu, prinsip-prinsip Reformed yang
menekankan "Sola Scriptura, Sola Fide, Sola Gratia, Sola Kristo dan Soli
Deo Gloria" tidak lagi ditekankan dalam pengajaran jemaat. Selain karena
adanya tuntutan pluralisme agama, juga karena merosotnya spiritualitas
gereja Calvinist di Indonesia.
Yang tertinggal sebagai ciri khas Calvinisme dalam gereja-gereja
Calvinist di Indonesia masa kini, hanya berkenaan dengan sistem
pemerintahan, tata ibadah dan disiplin gereja. Hal ini menyebabkan gerejagereja Calvinist di Indonesia berada dalam kondisi yang sangat
memprihatinkan, dimana jemaat berada dalam kondisi iman yang
menyedihkan. Kondisi iman yang demikian digambarkan dengan
merosotnya moralitas jemaat, hilangnya spirit ibadah, dan lain-lain.
Kondisi gereja-gereja Calvinist di Indonesia, bagi sebagian tokoh
Calvinist, sangatlah memprihatinkan. Di mata mereka, gereja-gereja
Reformed di Indonesia berada dalam persoalan yang sangat serius, di
antaranya: Kondisi pertama: Salah satu keunikan gereja-gereja Calvinist di
Indonesia, ialah gereja Calvinist memiliki jemaat yang mayoritas adalah
20
Gerakan Misi Gereja-gereja Reformed di Indonesia Masa kini – (C) Pdt. Stevri Indra Lumintang, D.Th.
berasal dari suku-suku tertentu di Indonesia, seperti GMIM, GPM, GKJW,
GKE. Karena itu, persoalan gereja suku ialah berkenaan dengan pengaruh
kebudayaan dalam kehidupan jemaat. Dengan kata lain, tantangan yang
dihadapi oleh gereja suku, gereja-gereja Calvinist ialah bahaya sinkritisme
iman dan kebudayaan, seperti yang banyak terjadi di GPM, GMIM dan
GKJW. Hal ini mendatangkan respon dari beberapa tokoh Calvinist di
Indonesia.
Kondisi kedua: Pada umumnya, gereja-gereja Reformed di lndonesia
pada masa kini, telah kehilangan semangat Reformed, yaitu semangat
pembaharuan gereja. Hal ini terbukti dengan gaya hidup jemaat dari
gereja-gereja Reformed yang tidak mencirikan jiwa Reformed, masih
terlibat dalam praktek-praktek okultisme, jauh dari kehidupan saleh, dan
berkurangnya semangat beribadah dari jemaat.
Kondisi ketiga: Pada umumnya gereja-gereja Reformed di Indonesia
pada masa kini telah kehilangan semangat penginjilan, tidak seperti yang
dialami pada masa awal kekristenan di bawa oleh kaum Reformed.
Kalaupun masih ada program penginjilan di gereja-gereja Reformed, maka
program penginjilan telah bergeser, bukan lagi menekankan proklamasi
Injil di antara orang-orang tidak percaya, melainkan pembaruan anggota
jemaat dan kegiatan-kegiatan sosial.
Kondisi gereja-gereja Reformed Indonesia di atas, dianaliasa oleh
beberapa tokoh Reformed, disebabkan oleh karena dua faktor, yaitu: 1).
Faktor pengaruh teologi liberal dalam jemaat-jemaat Reformed di
Indonesia dan 2). Pokok-pokok penting pengajaran Calvin telah hilang
dalam pemberitaan dan pengajaran gereja. Hal ini, menjadi salah satu
sebab bangkitnya gerakan "Reformed Injili" di Indonesia pada masa kini.
Gerakan "Reformed Injili" ini dipelopori oleh Stephen Tong, Yakub
Susabda. Mereka menegaskan bahwa gereja-gereja reformed di Indonesia
telah kehilangan jiwa Reformed-nya, karena pengaruh teologi liberal.
Sebab itu untuk memulihkannya, mereka - menggunakan istilah
"Reformed Injili", suatu pengaktualisasian iman Reformed dengan
semangat "Injili".
21
Gerakan Misi Gereja-gereja Reformed di Indonesia Masa kini – (C) Pdt. Stevri Indra Lumintang, D.Th.
Gerakan Reformed Injili ini, kembali menegaskan ajaran-ajaran
Calvin dan Calvinisme, dengan asumsi bahwa ajaran Calvin dan
Calvinisme merupakan ajaran yang pada hakekatnya bukan baru,
melainkan berakar pada ajaran gereja mula-mula, yang diselewengkan
oleh teologi skolastik abad pertengahan, yang dikembalikan oleh para
reformator, dan yang kembali diselewengkan oleh teologi liberal, dan yang
dikembalikan lagi oleh kaum Injili masa kini. Dengan semangat tersebut,
teolog Reformed Injili kembali menegaskan:
Pertama, prinsip dasar teologi dan misi Reformed yang bergantung
pada kedaulatan Allah atas segala sesuatu, hanya kedaulatan Allah
dimengerti bukan dalam pengertian meniadakan tanggung-jawab manusia,
seperti yang dikembangkan dan diselewengkan oleh Hyper-Calvinisme.
Kedua, prinsip-prinsip dasar Teologi Reformed yang juga menjadi
prinsip dasar kaum Injili, yang diungkapkan: Sola Gratia, Sola Fide, dan
Sola Scriptura, Sola Kristo serta Soli Deo Gloria. Bahwa manusia
mengetahui dari Alkitab saja bahwa dirinya adalah tidak berdaya secara
total untuk menyelamatkan dirinya sendiri, namun Allah sesuai dengan
kedaulatan anugerah-Nya saja, memberikan keselamatan kepada manusia
di dalam dan melalui Tuhan Yesus Kristus saja, dan oleh pekerjaan Roh
Kudus membuat manusia beriman hanya kepada penyelamatan Allah
semata-mata, demi mewujudkan kemuliaan Allah saja di dalam dunia.
Ketiga, sistem soteriologi yang monergis, yang terungkap dalam
rumusan TULIP: Karena kejatuhan Adam, manusia pertama membuat
manusia tidak berdaya secara total sehingga tidak mampu membuat
dirinya sendiri untuk percaya kepada Injil yang menyelamatkan. Pilihan
Allah atas pribadi-pribadi tertentu terjadi sebelum dunia dijadikan dan
berdasarkan pada kehendak-Nya sendiri yang berdaulat semata-mata.
Pihan-Nya atas orang-orang berdosa yang tertentu di dasarkan bukan pada
tanggapan atau ketaatan yang dilihat jauh sebelumnya mengenai
pertobatan dan iman mereka, melainkan didasarkan pada Allah sendiri.
Pengorbanan Kristus cukup untuk semua orang dan efektif untuk umat
pilihan saja. Anugerah Allah yang tidak dapat ditolak, sekalipun tidak
diberikan dengan paksa kepada manusia. Allah memelihara orang percaya
sehingga mereka tidak mungkin kehilangan anugerah Allah.
22
Gerakan Misi Gereja-gereja Reformed di Indonesia Masa kini – (C) Pdt. Stevri Indra Lumintang, D.Th.
Keempat, selain menemukan kembali prinsip dan sistem teologi Reformed,
kaum Reformed Injili juga menggali dari tradisi-tradisi Reformed,
mengenai prinsip-prinsip praktis bagi kehidupan ibadah dan pelayanan
Reformed. Karena itu, kaum Reformed Injili sangat produktif
menterjemahkan buku-buku yang ditulis oleh penulis Reformed Barat ke
dalam bahasa Indonesia, untuk memberikan dasar-dasar teologis mengenai
kehidupan ibadah dan misi Reformed di Indonesia.
Kelima, memperbaiki wajah misi gereja-gereja Reformed di
Indonesia dengan kegiatan-kegiatan yang masih menekankan pada
pembaharuan gereja yang meliputi pembaharuan pemahaman misi,
pembaharuan moral jemaat melalui KKR dan Seminar-Seminar Misi.
Selain itu, mengembangkan kegiatan-kegiatan misi dalam bentuk
perintisan jemaat-jemaat lokal, dan Mission Trip untuk wilayah-wilayah
tertentu.
E. Paradigma Misi Kaum Reformed Indonesia
Gereja-gereja Reformed di Indonesia memiliki keunikan tersendiri,
dimana corak Reformed di Indonesia berbeda dengan corak Reformed di
Eropa. Adapun pelbagai hal yang menyebabkan corak Reformed di
Indonesia berbeda dengan Reformed di Eropa, diantaranya ialah karena
gereja-gereja Reformed di Indonesia: 1). Hadir dalam konteks gereja suku
yang sarat dengan muatan budaya masing-masing suku; 2). Dirintis oleh
kaum Reformed Eropa yang dipengaruhi oleh gerakan pietisme di Eropa;
3). Tidak menekankan mengenai doktrin-doktrin yang terkemuka dalam
ajaran Calvin dan Calvinisme; 4). Memiliki latar belakang sejarah
penginjilan yang unik karena bersamaan dengan hadirnya kolonialisme
Belanda di Indonesia.24
Perbedaan corak Reformed Indonesia dan Eropa juga memberikan
indikasi yang sangat signifikan mengenai perbedaan paradigma misi
24
Band. David J. Bosch, Transforming Mission ...401: Usaha misi Calvinis, baik misi yang
mewakili "Reformasi Kedua" Belanda ataupun yang mewakili Inggris, semunya dilakukan di dalam
kerangka ekspansi kolonialis.
23
Gerakan Misi Gereja-gereja Reformed di Indonesia Masa kini – (C) Pdt. Stevri Indra Lumintang, D.Th.
Calvinist di Indonesia dan di Eropa. Di Indonesia, paling sedikit ada dua
paradigma misi kaum Reformed. Pertama ialah paradigma misi kaum
Reformed yang berada di bawah payung Persekutuan Gereja-Gereja
Indonesia (PGI) atau yang menyebut gereja aliran arus utama
(Oikumenikal). Kedua ialah paradigma Calvinist yang menyebut diri
Reformed Injili Indonesia.
1. Paradigma Misi Kaum Reformed - Oikumenikal
Paradigma misi kaum Reformed-Oikumenikal di Indonesia dapat
dimengerti melalui perjalanan sejarah gereja-gereja Calvinist di Indonesia.
Krisis tenaga misionaris yang terjadi setelah VOC dibubarkan,
menyebabkan banyaknya jemaat yang tidak terlayani dan bangkitnya
tenaga pelayan nasional. Kondisi seperti ini menyebabkan krisis
kepemimpinan dan spiritualitas jemaat, sehingga praktek hidup kristen
masih banyak diwarnai oleh praktek hidup agama-agama rakyat (folk
religion). Belum lagi dengan pengaruh gaya hidup bukan Kristen yang
disisakan oleh para penginjil karena pendekatan yang lebih terbuka kepada
kebudayaan setempat. Sekalipun pada akhirnya, gereja-gereja Reformed di
Indonesia berkembang sehingga menjadi gereja suku di Indonesia, namun
pergumulan gereja untuk melepaskan dari pengaruh agama rakyat dan
gaya hidup bukan Kristen masih menjadi tugas yang membutuhkan
perhatian besar dari gereja.
Sejak berdirinya sampai sekarang ini, kegiatan misi gereja-gereja
Calvinist di Indonesia tidak lebih dari pada mengulangi kegiatan misi para
zendeling NZG Belanda pada perintisan gereja di Indonesia, seperti: 1).
Perkunjungan pendeta kepada gereja-gereja lokal yang berada dalam
wilayah kerja kependetaan. 2). Pembinaan tenaga-tenaga majelis, seperti
para penatua dan diaken gereja untuk terlibat dalam pelayanan. 3).
Mengumpulkan para pendatang yang beragama Kristen di daerah-daerah
bukan Kristen, kemudian mendirikan jemaat, khusus untuk melayani para
pendatang Kristen tersebut. 4). Mempersiapkan para katekumen dalam
kelas-kelas katekesasi untuk menjadi anggota gereja melalui pelayanan
24
Gerakan Misi Gereja-gereja Reformed di Indonesia Masa kini – (C) Pdt. Stevri Indra Lumintang, D.Th.
sakramen baptisan dan perjamuan kudus. 5). Pelayanan bagi anak-anak
yatim dan piatu, duda dan janda, serta orang-orang miskin. 6). Mendirikan
sekolah-sekolah umum.
Kegiatan yang mereka sebut sebagai kegiatan misi seperti di atas,
selalu disesuaikan dengan paradigma misi PGI yang mengupayakan
“Keselamata Masa Kini" seperti yang dicetuskan dalam sidang DGD di
Bangkok tahun 1983. Pada beberapa tahun terakhir ini, paradigma misi
gereja-gereja Reformed yang berada di bawah payung PGI ditantang untuk
mengkaji ulang posisi teologi dan misi mereka karena fenomena
pluralisme agama, sehingga gereja-gereja Reformed-Oikumenikal berada
dalam bahaya ancaman theologia religionum yang sangat dikagumi oleh
kaum pluralis. Misi tidak lagi dilihat sebagai proklamasi Injil, melainkan
dialog antar iman, dalam rangka persekutuan bersama dan saling
mempelajari guna melengkapi kebenaran yang ada dalam agama masingmasing.
Akhirnya, paradigma misi gereja-gereja Reformed di Indonesia,
mulai bergeser dari orientasi misi penginjilan kepada orang-orang bukan
Kristen, seperti pada perintisan gereja-gereja Reformed dimasa penjajahan
Belanda, pengutusan tenaga penginjil di daerah-daerah bukan Kristen,
kepada orientasi misi sosial dalam rangka meningkatkan kepedulian
kepada sesama yang menderita (Social Gospel). Selain itu, paradigma misi
gereja-gereja Reformed di Indonesia, tidak lagi melihat orang-orang bukan
Kristen sebagai ladang misi-penginjilan, melainkan sebagai teman untuk
berdialog. Paradigma misi seperti ini, merupakan kecenderungan
paradigma misi gereja-gereja arus utama yang berada di bawah wadah
oikumenikal. Paradigma misi yang demikian, tentu sudah bergeser dari
paradigma misi kaum Calvinist di Eropa. Karena bagi mereka, paradigma
misi Reformed (Calvinisme) yang diformulasi dalam kerangka pikir Barat,
tidak relevan dengan konteks Indonesia masa kini.
Pada umumnya para teolog dan misiolog, baik dari kelompok
Oikumenikal dan Evangelikal di Indonesia, terus-menerus dengan gencar
menyerukan dan mengupayakan untuk membersihkan teologi dan
misiologi gereja-gereja Indonesia dari pengaruh pemikiran dan budaya
Barat. Karena, mereka beranggapan bahwa salah satu sebab mengapa
25
Gerakan Misi Gereja-gereja Reformed di Indonesia Masa kini – (C) Pdt. Stevri Indra Lumintang, D.Th.
kekristenan di Indonesia sulit berkembang dan sulit diterima oleh orang
Indonesia, ialah karena teologi dan misiologi yang ada di Indonesia, tidak
sesuai dengan konteks Indonesia. Secara khusus, berkenaan dengan
paradigma misi Reformed, yang diformulasi di Eropa, sarat dengan
muatan pemikiran dan budaya Barat, katanya tidak sesuai dengan
pemikiran dan budaya Indonesia. Persoalannya ialah apakah yang tidak
sesuai dari paradigma misi kaum Reformed dengan konteks Indonesia?
Apakah yang sesungguhnya dipersoalkan oleh teolog dan misiolog
Indonesia dengan paradigma misi kaum Reformed? Apakah pikiran Barat
atau budaya Barat yang ada dalam paradigma misi Reformed? Pikiran
Barat apakah dalam Paradigma misi Reformed yang tidak sesuai dengan
pikiran orang Indonesia? Budaya Barat apakah dalam paradigma misi
Reformed, yang tidak sesuai dengan budaya Indonesia? Tentu, para
misiolog Reformed Indonesia terbuka untuk melepaskan semua unsur
budaya Barat yang ada dalam paradigma misi Reformed, hanya apa saja
unsur-unsur budaya Barat yang ada paradigma misi Reformed?
Masih berkenaan dengan pemikiran Barat yang harus diganti dengan
pemikiran Indonesia, penulis bertanya, apa itu pemikiran Barat, dan yang
mana itu pemikiran Indonesia? Penulis mencermati bahwa sesungguhnya,
upaya untuk mengformulasi paradigma misi Reformed Barat, hanyalah
alasan untuk membuang finalitas Kristus yang ada di dalam paradigma
misi Reformed. Secara khusus, seperti apa yang sedang diperjuangkan
oleh kaum pluralis Indonesia, yang sesungguhnya anti finalitas Kristus.
Harus diakui bahwa paradigma misi Reformed yang penulis kemukakan
pada bagian sebelum pokok ini, adalah paradigma misi yang bertentangan
dengan paradigma misi kaum pluralis. Mereka hanya beralasan untuk
merekonstruksi paradigma misi gereja-gereja di Indonesia, karena
sesungguhnya mereka sedang membangun paradigma baru, yaitu
paradigma misi dialogis yang berusaha membuang semua kebenarankebenaran yang absolut, final dari semua agama yang ada. Untuk lebih
jelasnya, silahkan membaca buku "Teologi Abu-Abu: Pluralisme Iman.”25
25
Stevri Indra Lumintang, Teologi Abu-Abu: Pluralisme Iman, (Batu: Departemen Literatur YPPII,
2002), 189-211
26
Gerakan Misi Gereja-gereja Reformed di Indonesia Masa kini – (C) Pdt. Stevri Indra Lumintang, D.Th.
Lalu, pertanyaan yang penulis ingin sampaikan kepada misiolog
Indonesia yang berusaha membersihkan paradigma misi Reformed dari
pemikiran dan budaya Barat, ialah paradigma misi jenis apakah yang
sudah diformulasi oleh misiolog Indonesia, sehingga mudah diterima oleh
alam pikir dan budaya Indonesia? Penulis sudahi di sini saja pokok ini,
nanti diteruskan pada bagian paling akhir tulisan ini, saat membahas
mengenai bagaimana merekonstruksi paradigma misi Reformed yang
kontekstual dalam penerapannya.
2. Paradigma Misi Kaum Reformed Injili
Paradigma misi kaum Calvinist yang menyebut diri Reformed Injili
adalah berbeda dengan paradigma misi kaum Calvinist yang menyebut diri
dari kubu Oikumenikal. Dengan dilatar belakangi oleh keprihatinan
terhadap kondisi kekristenan pada umumnya di Indonesia dan kondisi
gereja-gereja Calvinist di Indonesia pada khususnya (lihat kondisi gereja
Calvinist yang digambarkan pada pertanyaan nomor dua di atas), maka
kaum Reformed-Injili mengembangkan paradigma misi: 1) Meningkatkan
kegiatan pengajaran di dalam jemaat, secara khusus dengan mengajarkan
pokok-pokok doktrin Calvin clan Calvinisme. 2). Meningkatkan kegiatankegiatan berupa kebangunan rohani dalam bentuk Revival Meeting untuk
mengatasi krisis kerohanian dan moral di dalam kekristenan masa kini. 3).
Selain kedua proyek ini, kebetulan para pelopor Reformed Injili di
Indonesia berlatar belakang etnis Tionghoa, sehingga banyak proyek misi
mereka lebih terarah kepada penjangkauan orang-orang bukan Kristen dari
suku Tionghoa, baik di Indonesia maupun di negeri Tiongkok. Misi
mereka bersifat eksklusif kepada sesama suku mereka. Hal ini, nampak
dengan beberapa gereja Reformed-Injili yang jemaatnya mayoritas bahkan
seratus persen orang Tionghoa. Pertanyaannya, bagaimana dengan sukusuku terabaikan di Indonesia yang sangat banyak, belum mendapat
sentuhan gereja Calvinis?
27
Gerakan Misi Gereja-gereja Reformed di Indonesia Masa kini – (C) Pdt. Stevri Indra Lumintang, D.Th.
Berbicara mengenai doktrin-doktrin Calvin dan Calvinisme yang
dianggap sebagai penghalang gerakan misi Kristen, saya melihat hal ini
tidak dianggap sebagai penghalang oleh kaum Reformed-Injili di
Indonesia khususnya. Dengan kata lain, kaum Reformed-Injili tidak
melihat doktrin yang esensial dari Calvin dan Calvinisme sebagai
penghambat atau pelemah gerakan misi. Melainkan, justru semua doktrin
Calvin dan Calvinisme sangat berarti bagi pembangunan konsep atau
paradigma misi Reformed yang kuat. Selain itu, paradigma misi kaum
Reformed (Reformed-Injili) menggerakan dan membangkitkan semangat
misi, serta mengontrol dan mengevaluasi semua konsep, motif dan praktek
misi yang benar. Beberapa tulisan baik dari kaum Reformed di Eropa dan
Amerika (J.I. Packer, Weyne Grudem) maupun kaum Reformed di
Indonesia (Joseph Tong, Stephen Tong dan Yakub Susabda)
mengungkapkan bahwa sistem doktrin Reformed yang menekankan pada
perspektif Trinitarian, prinsip dasar doktrin yang bertumpu pada doktrin
kedaulatan Allah (theo-centric) telah mempengaruhi Calvinist dalam
membangun teologi misinya dan praktek misi (Berkenaan dengan
pertanyaan nomor satu di atas).
Paradigma misi kaum Reformed di Indonesia tentu berbeda dengan
paradigma misi kaum Calvinist di Eropa dan Amerika. Namun perbedaan
ini, bukanlah perbedaan konsep yang hakiki, melainkan hanyalah
perbedaan konteks historis dan budaya. Perbedaan ini tidak seperti yang
sedang dikembangkan oleh kaum Reformed-Oikumenekal yang berada di
bawah wadah PGI dan DGD seperti yang sudah dikemukakan di atas,
melainkan perbedaan dalam pengertian, bahwa paradigma misi Reformed
di Indonesia dikemas dalam konteks kemajemukan agama, budaya dan
etnis. Kaum Reformed Eropa dan Amerika, tentu bergumul dengan
konteks tertentu dan berbeda dengan pergumulan misi kaum Reformed
yang hidup dan menerapkan teologi misinya dalam konteks Indonesia
yang kaya dengan kemajemukan.
Berkenaan dengan pembahasan di atas dan sesuai dengan salah satu
tujuan tulisan ini, maka sangatlah mendesak untuk merekonstruksi misi
Reformed di Indonesia masa kini dalam paradigma misi Reformed, yaitu
28
Gerakan Misi Gereja-gereja Reformed di Indonesia Masa kini – (C) Pdt. Stevri Indra Lumintang, D.Th.
berdasarkan tradisi-tradisi yang kuat dan dipegang oleh gereja-gereja
Reformed di Eropa, yang dikenal di Indonesia dengan Reformed Injili,26
Dengan kata lain, gereja-gereja Reformed Indonesia harus kembali pada
jiwa teologi dan misi kaum Reformed dengan semangat Ad Vontes
(kembali pada sumber, yaitu tradisi Reformed) seperti yang sudah
dikemukakan di bagian sebelumnya.27 Paradigma misi kaum Reformed
yang tekstual (berdasarkan tradisi Reformed), tentu harus diteruskan
dengan rekonstruksi misi Reformed yang kontekstual dalam penerapannya.
Secara khusus, bagaimana paradigma misi Reformed diterapkan dalam
konteks masyarakat Indonesia yang majemuk.
Sekalipun teologi Reformed dan paradigma misi Reformed di Eropa
tidak diformulasi dalam konteks kemajemukan agama dan budaya seperti
di Indonesia, itu bukan berarti bahwa paradigma misi Reformed tidak
sesuai dengan konteks Indonesia. Tidak ada yang harus dilenturkan dari
26
Sesungguhnya tidak ada yang baru dengan teologi Reformed. Karena, apa yang direformasi oleh
para reformator, semuanya sudah ada dalam teologi gereja mula-mula, kita kenal dengan teologi
tradisional atau orthodox. Hanya teologi gereja mula-mula ini diselewengkan dan dikotori oleh
teologi gereja abad pertengahan. Para reformator dipakai oleh Tuhan untuk membersikan gereja
dari pengaruh teologi skolastik abad pertengahan. Gerakan reformasi dan teologi reformasi,
kemudian kembali dikotori atau diselewengkan oleh teologi liberal yang pada umumnya menganut
teologi Reformed mulanya, sejak abad ke-18 sampai abad ke-21 ini. Karena itu kelompok Injili
yang mulanya disebut konservatif kembali menegaskan mengenai prinsip-prinsip teologi reformasi.
Jadi teologi Reformasi (Luther, Calvin, Swingli, dll) sama dengan teologi Injili. Secara khusus,
teologi Reformed (Calvinisme) adalah teologi Injili. Teologi Injili dibangun di atas dasar teologi
Reformed, sebagaimana teologi Reformed dibangun di atas dasar teologi orthodoksi gereja mulamula. Istilah Reformed Injili, hanya menegaskan perbedaan dengan Reformed Liberal yang
sesungguhnya tidak lagi termasuk Reformed.
27
Paradigma misi kaum Reformed: 1). Misi adalah karya Allah Tritunggal. Allah yang memiliki
dan yang mengerjakan misi penyelamatan. Karena itu, misi kaum Reformed adalah misi yang
berdasarkan pada Kedaulatan Allah, misi yang berpusatkan pada Allah, bukan pada kedaulatan
manusia, dan bukan juga misi yang meniadakan tanggung jawab manusia. Hanya tanggung jawab
manusia berada dalam kedaulatan Allah. 2). Misi yang bersifat Kristosentris (Sola Kristo) bahwa
Kristus menjadi sentralitas dalam semua kegiatan misi. 3). Misi kaum Reformed menekankan
mengenai doktrin Kerajaan Allah. Keyakinan Reformed bahwa ketuhanan Kristus adalah di setiap
sendi kehidupan manusia. 4). Misi kaum Reformed bersifat Scriptural (sofa criptura), bahwa misi
gereja harus dibangun di atas dasar Alkitab. 5). Misi kaum Reformed adalah bersifat ecclesiastical,
yaitu misi yang bergerak dari gereja sebagai agen tunggal misi Allah di dalam dunia kepada dunia,
dimana gereja sebagai missionaris Allah dalam dunia. 6). Gereja Reformed adalah gereja yang terus
menerus memperbaharui, maka itu, misi kaum Reformed juga tidak bersifat kaku, stagnansi,
melainkan selalu mengupayakan kemajuan dan pembaharuan secara terus menerus. 7). Miss kaum
Reformed menekankan mengenai kemuliaan Allah, sebagai tujuan dari semua pemikiran dan
kegiatan apapun, termasuk pemikiran dan aktivitas misi.
29
Gerakan Misi Gereja-gereja Reformed di Indonesia Masa kini – (C) Pdt. Stevri Indra Lumintang, D.Th.
paradigma misi Reformed, hanya karena tuntutan kontekstualisasi. Karena
pokok ini merupakan kajian tersendiri, maka penulis hanya memberikan
beberapa prinsip mengenai rekonstruksi misi Reformed yang kontekstual
seperti pada pembahasan berikut ini.
Kaum Reformed percaya bahwa Injil adalah berkuasa dan kuasa Injil
tersebut berasal dari Injil itu sendiri. Injil tidak pernah dimengerti sebagai
yang disebabkan, melainkan yang menyebabkan, karena itu dalam
penginjilan, kaum Reformed tidak terikat, atau tidak diharuskan dengan
metode tertentu. Metode tetap diupayakan, namun tidak menempatkannya
sebagai penentu. Injil itu sendirilah yang berda
Kaum Reformed, sesuai dengan pemahamannya tentang Kingdom of
God, maka orang kristen dipanggil untuk mempengaruhi dunia secara
total. Maka dalam perspektif Kristen, kaum Reformed mengupayakan
pelayanan misi yang seutuhnya, yaitu pelayanan misi yang menyentuh
keutuhan hidup manusia. Inilah yang disebut holistic ministry.
Kaum Reformed mengupayakan mengenai pelayanan holistik,
namun kaum Reformed tidak mengabaikan tugas dan panggilan utama
dalam misi, bukan sentuhan sosial dengan kegiatan-kegiatan sosialnya
(social Gospel), melainkan dengan pemberitaan Injil yang diharapkan
mentransformasi manusia secara utuh dalam konteks kini dan nanti, dan
berdampak pada transformasi masyarakat dan dunia. Pelayanan sosial
dilihat sebagai akibat dari pelayanan Injil.
Kaum Reformed berusaha untuk memahami konteks, baik konteks
budaya, sosial, ekonomi, pendidikan, ras maupun konteks agama yang
majemuk, namun kaum Reformed tidak mengupayakan untuk membangun
pendekatan teologi dari bawah seperti yang sedang diupayakan oleh para
misiolog dengan misiologi kontemporernya, melainkan kaum Reformed
tetap konsisten memahami bahwa kebenaran Alkitab sebagai penyataan
Allah yang final tetap relevan untuk segala zaman dan tempat, maka
pendekatannya adalah dari tekstual ke kontekstual. Kontekslah yang harus
bertanya pada teks, bukan sebaliknya.
Kaum Reformed memahami bahwa manusia dengan lingkungannya
(konteks) adalah tidak berdaya secara total untuk mengenal dan mencari
30
Gerakan Misi Gereja-gereja Reformed di Indonesia Masa kini – (C) Pdt. Stevri Indra Lumintang, D.Th.
Allah, karena itu tidak ada unsur yang dapat diandalkan dalam diri
manusia dan konteksnya untuk menolong manusia mengenal dan
diperdamaikan dengan Allah, selain pemberitaan Injil yang dihidupkan
oleh Roh Kudus sebagai dinamisator misi. Dalam pengertian ini, Kaum
Reformed bukan tidak menggubris tuntutan dan kebutuhan konteks,
melainkan kaum Reformed memahaminya dalam pengertian bahwa
konteks adalah wadah bukan isi, maka itu dalam upaya untuk
menterjemahkan paradigma misi Reformed di Indonesia, tidak boleh ada
perubahan isi, kecuali perubahan cara dan bentuk. Bisa jadi istilah yang
digunakan berubah, namun tidak merubah-susutkan arti yang
sesungguhnya.
Akhirnya, dalam menghadapi persoalan pluralitas agama, budaya, ras
dan etnis di Indonesia, kaum Reformed tetap menggunakan metode dialog,
namun bukanlah dialog yang dimaksudkan oleh kaum pluralis. Dialog
untuk menyelesaikan konflik agama, budaya, ras dan etnis tetaplah
diperjuangkan, bukan dengan pendekatan mencari kesamaan-kesamaan
konsep atau kesamaan istilah semata, melainkan kesamaan sebagai
manusia yang memiliki citra Gambar Allah. Dalam hal ini, kaum
Reformed akan menggunakan kerangka kebenaran dari penyataan umum
Allahh sebagai acuan berdialog untuk menyelesaikan persoalan
kemajemukan.
Ex Opere Operato - Soli Deo Gloria
Pengutipan dari artikel ini harus mencantumkan:
Dikutip dari:
http://www.geocities.com/thisisreformedfaith/artikel/missiology04.html
31
Download