LAPORAN AKHIR TIM PEMANTAUAN DAN INVENTARISASI

advertisement
LAPORAN AKHIR
TIM PEMANTAUAN DAN INVENTARISASI
PERKEMBANGAN HUKUM ADAT
BADAN PEMBINAAN HUKUM NASIONAL
Kata Pengantar
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah S.W.T. yang
dengan izinnya tim telah dapat menyelesaikan laporan akhir Tim
Pemantauan Dan Inventarisasi Perkembangan Hukum Adat Suku
Tengger Di Malang, Jawa Timur. Tim ini dibentuk berdasarkan Surat
Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia
No: PHN-71-HN.01.05 Tahun 2011 tanggal 1 Maret 2011 tentang
Disusun Oleh Tim Kerja
Di bawah Pimpinan
“Pemantauan Dan Inventarisasi Perkembangan Hukum Adat Suku
Tengger Di Malang, Jawa Timur”
Noor M. Aziz, S.H., M.H., M.M.
Sesuai tugas yang diberikan kepada tim, anggota tim telah
melakukan tugasnya dengan baik dengan melakukan pemantauan dan
evaluasi tentang perkembangan hukum adat suku tengger Jawa Timur,
baik dengan pengambilan data di Balai Besar Taman Nasional Bromo
Tengger Semeru maupun di Fakultas Hukum Universitas Brawijaya.
Namun untuk lebih dalam lagi dalam melakukan pemantauan dan
inventarisasi perkembangan hukum adat suku Tengger tim juga telah
mengadakan pemantauan langsung di desa Ngadisari kecamatan
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA RI
BADAN PEMBINAAN HUKUM NASIONAL
JAKARTA
2011
Sukapura Kabupaten Probolinggo.
Pada kesempatan penyampaian laporan akhir ini, atas nama
seluruh anggota tim, kami mengucapkan terima kasih kepada Kepala
Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum dan Hak Asasi
DAFTAR ISI
Halaman
Manusia yang telah memberi kepercayaan kepada kami, untuk melakukan
Kata Pengantar
tugas pemantauan dan evaluasi hukum Adat Tengger ini.
Daftar Isi
Laporan akhir dari pemantauan dan evaluasi hukum adat Tengger
BAB I
:
BAB II
:
BAB III
:
GAMBARAN UMUM MASYARAKAT ADAT
SUKU TENGGER DI MALANG JAWA
TIMUR
A. Bidang Perkawinan
B. Bidang Hukum Waris
C. Bidang Pertanahan
:
PERKEMBANGAN MASYARAKAT DAN
HUKUM ADAT SUKU TENGGER DI
MALANG JAWA TIMUR
A. Keberadaan Masyarakat dan Hukum
Adat Suku Tengger
B. Perlindungan
Hukum
Masyarakat
Hukum Adat Tengger
C. Pelaksanaan Hukum Adat Tengger
ini dapat diselesaikan adalah atas kerjasama yang baik dari semua
anggota tim. Untuk itu kami mengucapkan terimakasih dengan harapan,
nilai-nilai budaya masyarakat hukum adat dapat menjadi inspirasi dan
masuk dalam pembinaan dan pembangunan hukum nasional, sehingga
hukum yang terbentuk benar-benar dapat diterima oleh masyarakat.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Permasalahan
C. Maksud dan Tujuan
D. Ruang Lingkup
E. Metodologi
F. Susunan Keanggotaan
G. Jadwal Kegiatan
EKSISTENSI, PERKEMBANGAN, DAN
PERAN HUKUM ADAT DALAM
PEMBANGUNAN HUKUM NASIONAL
A. Eksistensi dan Perkembangan Hukum
Jakarta, 27 Agustus 2011.
Adat Dewasa Ini
Pemantauan Dan Inventarisasi Perkembangan Hukum Adat
B. Peran
Hukum
Adat
Dalam
Suku Tengger Di Malang, Jawa Timur Ketua,
Pembangunan Hukum Nasional
NOOR M. AZIZ, S.H.,M.H.,M.M.
BAB IV
Dewasa Ini
D. Hukum Adat Masyarakat Tengger
Dalam Tata Hukum di Indonesia
E. Faktor-faktor
Yang
Mempengaruhi
Perubahan dan Perkembangan Hukum
Masyarakat Suku Tengger
1. Faktor Yuridis
2. Faktor Sosiologis
3. Faktor Politis
4. Faktor Ekonomis
BAB V
:
Hukum Adat. Hukum Adat merupakan hukum yang tidak tertulis
yang
bersumber
dari
adat
istiadat
dan
kebiasaan.
Dalam
perkembangan-nya, hukum yang tumbuh dan berkembang dari nilainilai dan kaedah-kaedah yang ada di dalam masyarakat tersebut
dapat diibaratkan sebagai dua sisi mata uang yang tidak dapat
dipisahkan. Pada satu sisi Hukum Adat berfungsi untuk melanjutkan
tradisi leluhur dengan cara mempertahankan nilai-nilai dan pola-pola
yang terbentuk dalam budaya dan masyarakatnya, di sisi lain hukum
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
adat harus mampu mengikuti perkembangan masyarakat itu sendiri.
Dalam sejarah perkembangannya, keberadaan hukum adat
Daftar Pustaka
di Indonesia diakui dalam system hukum nasional. Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pasal 18B ayat (2)
menyebutkan bahwa negara mengakui dan menghormati kesatuankesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya
sepanjang masih hidup, dan sesuai dengan perkembangan
BAB I
masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.
PENDAHULUAN
Keberadaan budaya masyarakat adat di Indonesia merupakan salah
satu kekayaan bangsa Indonesia yang perlu dilestarikan. Dari
A.
Latar Belakang
sekian banyak budaya yang ada serta penerapan hukum adat yang
Di dalam Ilmu Hukum dikenal adanya adagium “ubi societas
ibi ius” yang artinya bahwa di dalam masyarakat, walaupun sekecil
apapun, pasti ada hukum yang hidup dan tumbuh di dalamnya.
Keberadaan hukum sama usianya dengan keberadaan manusia
yang ada di bumi ini. Dalam masyarakat adat, aturan-aturan yang
mengarahkan
perbuatan
anggota
kelompok
untuk
menjamin
keharmonisan dan keteraturan hidup kelompok disebut dengan
diperlukan bagi masyarakat adat itu sendiri, hingga saat ini masih
dipatuhi dan dilaksanakan oleh para penguasa adat maupun
lembaga-lembaga adat setempat.
Masyarakat hukum adat beserta norma-norma hukum adat
yang ada di dalamnya, berkembang dinamis sejalan dengan
perkembangan zaman, Jumlah masyarakat hukum adat yang benarbenar asli dan belum tersentuh peradaban dari luar, dalam
kenyataannya telah berkurang. Faktor yang mempengaruhi hal
Kegiatan adat Suku Tengger dipimpin oleh dukun adat yang
tersebut tidak lain adalah akibat dari adanya kemajuan di bidang
memiliki peranan dan pengaruh yang sangat besar dalam
teknologi komunikasi dan informasi.
masyarakat. Masyarakat sangat percaya dan mau mengikuti
Keberadaan
suku-suku
bangsa
terkait
erat
dengan
perkataan dukun adat. Dukun adat dipilih secara turun temurun dan
keberadaan adat istiadat, tradisi dan seni budaya. Namun demikian
diangkat melalui upacara adat yang dilaksanakan di Gunung Bromo.
tidak semua tradisi seni dan budaya serta nilai-nilai dalam
Selain upacara pengangkatan dukun adat, berbagai upacara adat
masyarakat tersebut dapat dikatakan mengandung hukum yaitu
lainnya seringkali dilaksanakan di sekitar Gunung Bromo dan Laut
hukum adat. Hukum adat, sebagai adat yang normatif, yaitu adat
Pasir yang berada dalam kawasan TNBTS.
yang mengandung sifat hukum, yang dihormati, dihargai dan
Bahasa yang digunakan oleh masyarakat adalah bahasa
dipatuhi oleh masyarakat adat yang bersangkutan. Pelanggaran
Jawa dengan dialek Tengger. Ciri yang paling mencolok dari bahasa
terhadap norma-norma hukum adat itu akan mendapatkan sanksi
ini yaitu masih mempergunakan kata-kata di dalam bahasa Jawa
sesuai dengan norma hukum adat yang ada.
1
kuno seperti ingsun (aku), rika (kamu), paran (apa). Dalam
Karakteristik Masyarakat Suku Tengger
masyarakat berlaku dua salam, yaitu salam yang mendapat
Masyarakat Suku Tengger yang mendiami desa-desa di
dalam enclave taman nasional masih memegang tradisi nenek
pengaruh Hindu yakni “Om Swastyastu” dan salam yang bersifat
adat yakni “Hong Ulun Basuki Langgeng”.
moyangnya sehingga masih banyak kegiatan upacara adat dan
Ciri masyarakat Tengger lainnya adalah penggunaan
keagamaan Suku Tengger yang dilakukan oleh masyarakat hingga
sarung oleh hampir semua masyarakat mulai usia muda sampai tua,
sekarang. Masyarakat Suku Tengger umumnya memeluk agama
laki-laki dan perempuan. Sarung dipercaya memiliki fungsi untuk
Hindu Tengger, namun berkembang pula agama Islam, Kristen dan
mengendalikan perilaku dan ucapan masyarakat, selain fungsinya
Budha. Toleransi dan kerukunan yang tinggi antar pemeluk agama
untuk menahan udara dingin di pegunungan. Kesenian campur sari
terlihat dari warga yang saling menghormati antar pemeluk agama
dan jaranan masih hidup dan digemari masyarakat Suku Tengger.
yang
berbeda
dan
partisipasi
semua
warga
dalam
2
setiap
pelaksanaan kegiatan adat.
2
1
Forum Dialog: Perencanaan Hukum tentang Peran Hukum Tidak
Tertulis Pasca Perubahan UUD 1945. BPHN: Yogyakarta, Agustus 2010.
Tri Sayektiningsih, Resti Meilani dan E.K.S. Harini Muntasih,
“Strategi Pengembangan Pendidikan Konservasi pada Masyarakat Suku
Tengger di Desa Enclave Taman Nasional, Bromo Tengger, Departemen
Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan IPB,
Kampus Darmaga, Bogor 16680, Indonesia, hlm. 32, Februari 2008.
Untuk melihat perkembangan masyarakat adat Suku
tugas dan fungsi antara lembaga pemuka agama dan lembaga
Tengger dapat dilihat dari 6 hal, yaitu:
dukun adat yaitu adanya konsepsi ruang yang membagi wilayah
1. Sistem Ilmu Pengetahuan
menjadi wilayah administrasi dan wilayah adat. Seperti desa lain
Untuk melihat perkembangan ilmu pengetahuan dalam
pada umumnya, wilayah administrasi Desa Ngadisari dikepalai
masyarakat, dapat dilihat misalnya mereka telah mempunyai
oleh seorang kepala desa, namun yang membedakan dengan
zona-zona batas wilayah, dan juga dalam menentukan batas
desa kebanyakan adalah dukun/tertua adat yang berperan
dan kepemilikan mereka telah menggunakan teknologi dan
penting dalam memimpin wilayah adat sebagai seorang kepala
sertifikat hak milik atas tanah milik mereka. Masyarakat adat
adat.
yang
dahulunya
dalam
pelaksanaan
upacara-upacara
Masyarakat Suku Tengger yang terbagi dalam dua
keagamaan yang tadinya menggunakan simbol-simbol tertentu
wilayah adat, yakni sabrang kulon (diwakili oleh Desa Tosari,
untuk mengumpulkan masyarakatnya, saat ini masyarakat adat
kecamatan Tosari, Kabupaten Pasuruan) dan sabrang wetan
telah menggunakan teknologi modern untuk mengumpulkan
(diwakili oleh Desa Ngadisari, Wanatara, Jetak, Kecamatan
warganya.
Sukapura, Kabupaten Probolinggo) terdiri atas kelompok-
2. Sistem Ekonomi
Masyarakat
kelompok desa yang masing-masing dipimpin oleh kepala adat.
Adat
Tengger
sebagai
mata
Dengan demikian yang menjadi batas wilayah kerja dukun adat
pencahariannya bertani, hasil pertanian tidak hanya sekedar
adalah wilayah adat dan umat masyarakat yang terdapat di
untuk dimakan atau dikomsumsi keluarga tapi hasil pertanian
desa tempat ia menjabat sebagai dukun adat. Di masing-masing
mereka juga sudah diperjual belikan dipasar-pasar tradisional
kabupaten terdapat dukun koordinator wilayah yang bertugas
dan modern.
mengkoordinir dukun adat di wilayahnya.
3. Sistem Organisasi Sosial
Dukun adat yang berada di masing-masing wilayah
Dalam perkembangannya masyarakat adat saat ini telah
desa komunitas Suku Tengger umumnya dihormati dan sangat
menginterasikan keberadaan organisasi sosial mereka dengan
dipercaya karena peranannya yang sangat berpengaruh dalam
dunia luar di luar masyarakat adatnya ataupun penyesuaian
kehidupan masyarakat Suku Tengger. Secara struktural dukun
dengan organisasi sosial modern saat ini.
adat dalam kehidupan Masyarakat Suku Tengger tergolong
Hal unik yang terdapat dalam pranata kehidupan
kemasyarakatan masyarakat Suku Tengger selain pembagian
sebagai orang-orang terpandang yang menjadi tokoh panutan
masyarakat dan lebih dihormati dibanding lembaga aparatur
desa.
Dalam
konsep
Hindu
Tengger
terdapat
adanya
pengelompokan antara sistem religi yang bersumber dari ajaran
Sebagai seorang kepala adat, dukun adat memiliki
Ketuhanan berdasarkan agama Hindu dengan sistem adat yang
fungsi spiritual dan fungsi sosial. Fungsi spiritual dukun adat
bersumber dari kepercayaan dan tradisi yang turun temurun dari
yaitu memimpin upacara adat. Sedangkan fungsi sosialnya
nenek moyang Suku Tengger. Namun demikian dalam tahap
adalah sebagai mediator antara masyarakat dan urusan yang
pelaksanaannya dilakukan asimilasi ajaran agama Hindu
berhubungan dengan pemerintahan. Selain itu, dukun adat juga
dengan ajaran adat-istiadat/kepercayaan Suku Tengger. Hal ini
memiliki kewenangan tertentu dalam pengambilan keputusan,
tercermin dari selain melakukan aktivitas-aktivitas keagamaan
aturan, sanksi, atau denda sosial bagi pelanggar peraturan dan
berdasarkan ajaran agama Hindu, masyarakat Suku Tengger
hukum adat. Sebagai contoh kewenangan dukun adat dalam
Desa Ngadisari juga secara patuh melaksanakan berbagai
pengambilan keputusan adalah pada waktu terjadi bencana,
upacara adat.
dukun adat berhak menentukan kapan masyarakatnya harus
mengungsi atau tetap mendiami desa.
4. Sistem Relegius
Adanya
pengelompokan kegiatan religi
dan adat
berpengaruh terhadap pembagian tugas dan fungsi dari masingmasing lembaga pemuka agama dan lembaga dukun adat.
Lembaga pemuka agama merupakan lembaga agama
5. Sistem Bahasa
yang mewadahi ketua dan pengurus kegiatan keagamaan di
Bahasa
yang
digunakan
yang
dahulu
masih
Desa Ngadisari. Menurut Kepala Desa Ngadisari Bapak Supoyo
menggunakan bahasa mereka, kini karena terpengaruh dengan
tata kelola (kelembagaan) pada suatu masyarakat merupakan
perkembangan wilayah dan masyarakat, disamping mereka
salah satu bentuk kearifan lokal, berperan sebagai sistem
menggunakan
kemasyarakatan yang mengatur struktur hirarki sosial dan
menggunakan
kelompok masyarakat. Tata kelola (kelembagaan) pada suatu
masyarakat luar.
masyarakat tertentu dapat berupa organisasi adat yang terdiri
dari beberapa kelompok adat. Demikian halnya yang terdapat
pada Suku Tengger Desa Ngadisari, dimana terdapat organisasi
adat yang bertugas mengelola kehidupan masyarakat yaitu
lembaga pemuka agama dan lembaga dukun adat.
bahasa
bahasa
6. Sistem Kesenian
mereka
lain
untuk
sendiri
juga
berkomunikasi
mereka
dengan
Disamping mereka mempunyai kesenian sendiri yang
menunjukan identitas mereka, tidak luput juga kesenian luar
berpengaruh juga terhadap perkembangan kesenian mereka.
3
Beberapa gejala yang tampak antara lain adalah,
dengan
adanya
sentuhan
langsung
pembangunan
yang
terprogram dan datangnya para wisatawan yang berkunjung ke
Ketinggian Gunung Bromo adalah 2392 m, di sebelah
daerah Tengger ini mereka mulai memanfaatkan kesempatan
selatannya berdiri Gunung Vulkanik Semeru yang masih aktif,
itu, antara lain dengan menyewakan rumah mereka untuk
dengan ketinggian 3676 m. Secara legendaris kedua gunung
penginapan, menyewakan kuda yang semua sebagai alat
tersebut mempunyai kaitan, seperti telah dilukiskan dalam
angkut hasil pertanian untuk alat transportasi para wisatawan
legenda pada uraian terdahulu. Di sekitar Gunung Bromo dan
yang memerlukan. Meskipun telah banyak bergaul dengan para
sebagian wilayah Gunung Semeru inilah masyarakat Tengger
pendatang, namun sikap keaslian mereka masih tampak jelas
bermukim.
dalam memperlakukan para wisatawan, yaitu sikap ramah, jujur
Ditinjau secara sosial-budaya, masyarakat Tengger
dan gotong royong.
4
memiliki sifat khas tradisi dan budaya, yang secara historis
Pengembangan
menjadi
suatu
atau
tetap
dan sampai saat ini mampu bertahan. Sejak ditetapkan pada
mempertahankan keberadaannya dengan mengembangkan
tahun 1982 sebagai daerah penyangga Taman Nasional Bromo-
kemampuan dan kondisi masyarakat untuk mampu mandiri
Tengger-Semeru, Tengger selalu dikunjungi oleh banyak
serta menjadi lebih bermanfaat dan lebih sempurna. Penetapan
wisatawan dari dalam dan luar negeri. Di samping itu sejak
Bromo-Tengger-Semeru menjadi taman nasional bermakna
tahun 1973 dengan ditetapkannya masyarakat Tengger sebagai
bahwa
pemeluk agama Hindu, maka mulai diadakan pembinaan
dikembangkan agar lebih semarak dan menarik. Tengger
intensif tentang keagamaan, namun masyarakat Tengger
sebagai daerah penyangga juga bermakna bahwa budaya
tampaknya belum banyak terpengaruh oleh nilai-nilai budaya
masyarakat Tengger perlu dilestarikan dan dikembangkan
yang lain.
menjadi lebih sempurna, terutama adat istiadat dan nilai-nilai
telah
ada
lain,
akan
mengubah
yang
yang
berarti
merupakan peninggalan nenek moyang dan zaman Majapahit,
kondisi
sesuatu
masyarakat
akan
dilindungi
dan
budayanya yang relevan dengan kemajuan zaman, dan tidak
3
Wawancara Tim pada tanggal 13 Juli 2011 di Desa Ngadisari oleh
Bapak Supoyo.
4
Laporan Hasil Penelitian Program Research Grent I-Mhere, oleh
Universitas Brawijaya, Agustus 2008.
bertentangan dengan nilai-nilai luhur Pancasila sebagai filsafat
bangsa dan negara. Dengan masuknya para wisatawan ke
daerah Tengger, tidak mustahil akan terjadi pergeseran nilai-
nilai instrumental, namun apabila terus diadakan pembinaan
a. Mampu
menyediakan
berbagai
kebutuhan
dasar
sikap mental dengan tetap berpegang kepada nilai tradisional
masyarakat sekitarnya, baik untuk memenuhi kebutuhan
yang relevan, maka pergeseran nilai-nilai instrumental itu akan
sehari-hari maupun memberikan kepuasan dan kesenangan
tetap dapat dicegah dan sekaligus dapat dipertahankan sifat
yang lain;
keasliannya.
b. Dapat menyelamatkan dari berbagai gangguan
Hubungan antara masyarakat Tengger dengan taman
nasional sangat erat karena daerah Bromo-Tengger-Semeru
berasal dari manusia, binatang ataupun gangguan lainnya;
c.
sebagian besar dihuni oleh masyarakat Tengger. Apabila
kondisi alamnya akan dikembangkan menjadi taman nasional
yang
Mampu mengembangkan sikap masyarakat untuk mencintai
alam dan taman nasional;
d. Mampu
melindungi
manusia
dan
daerah
pertanian
maka masyarakat sekitarnya pun dituntut untuk mampu
sekitarnya dari gangguan binatang yang datang dari daerah
menyelamatkan, memelihara dan ikut mengembangkannya.
penyangga itu sendiri;
Apabila masyarakat Tengger tidak diberi kesempatan untuk
e. Mampu meningkatkan kondisi sosial-ekonomi masyarakat
mengambil keuntungan dan taman nasional itu, tidak mustahil
sekitarnya, termasuk masyarakat Tengger, dan kesadaran
akan terjadi sikap masa bodoh terhadapnya, tidak ikut menjaga
akan pentingnya taman nasional itu;
ataupun menyelamatkannya. Masyarakat Tengger sebagai
f.
Mampu menumbuhkan dan mengembangkan organisasi
penyangga, sudah tentu berperan besar untuk menjaga
swadaya masyarakat dalam kaitannya dengan usaha-usaha
kelestarian taman nasional. Demi kelestarian taman nasional itu,
pelestarian sumber daya alam dan lingkungannya;
masyarakat
Tengger
diharapkan
merasa
ikut
memiliki
g. Mampu membina eksistensi adat dan budaya masyarakat
(handarbeni), membina (hamengkoni) dan sekaligus dapat
Tengger yang dapat memberikan konsumsi penyemarakan
memanfaatkannya.
wisatawan yang datang untuk menikmati keindahan taman
Di sekeliling taman nasional itu akan dikembangkan
nasional itu.
berbagai macam tumbuhan penyangga sebagai daerah buffer
Pembangunan hukum nasional merupakan konsekuensi
zone untuk melestarikan alam dan keindahannya, yang
adanya
kondisinya perlu dijaga oleh masyarakat lingkungannya. Hal itu
ketatanegaraan
akan berhasil apabila lingkungan alamnya:
akuntabilitas, dan hak asasi manusia. Tegaknya hukum serta
system
perubahan
hukum
yang
paradigma
dalam
mengedepankan
merupakan
landasan
kehidupan
prinsip
utama
politik
transparansi,
dalam
proses
demokrasi. Hukum tidak semata-mata dibentuk dan dilaksanakan
terserap di dalam hukum nasional. Dari kesimpulan tersebut
serta penegakkannya hanya didasarkan atas interpretasi sepihak,
menunjukkan ada tiga hal yang berkenaan dengan hukum adat yang
yaitu oleh penguasa tetapi harus memperhatikan kepentingan dan
perlu mendapat perhatian secara khusus, yaitu;
partisipasi masyarakat.
a. Hukum nasional Indonesia akan dirumuskan dalam bentuk
Hukum sebagai salah satu bidang yang fungsinya mengatur
hukum
kehidupan berbangsa dan bernegara harus terus dibentuk dan
tertulis
yang
dilakukan
dengan
menyerap
dan
mengandung di dalamnya unsur hukum adat.
dikembangkan sesuai dengan kebutuhan masyarakat akan adanya
b. Dengan terserapnya hukum adat ke dalam hukum nasional,
penegakan hukum yang mampu memberi rasa kedamaian dan
maka kedudukan dan peranan hukum adat sudah menjadi
keadilan dalam menyelesaikan suatu permasalahan yang timbul.
bagian yang tidak terpisahkan dari hukum nasional.
Salah satu hal yang sangat penting yang perlu dilakukan saat ini
c.
Sekalipun
demikian,
tidak
diabaikan
tumbuh
dan
adalah dengan menggali pemikiran-pemikiran yang timbul dari
berkembangnya hukum kebiasaan dalam masyarakat sebagai
masyarakat yang sifatnya tidak tertulis, baik itu dari pelaksanaan
bentuk
hukum
masyarakat. Dengan demikian “Hukum Adat yang Baru” akan
adat
dan
kebiasaan-kebiasaan
yang
dilakukan
oleh
masyarakat.
Adat
baru
hukum
yang
hidup
dalam
selalu ditemukan dalam masyarakat Indonesia yang selalu
Mengacu pada kesimpulan pertama Seminar mengenai
Hukum
perkembangan
dan
Pembinaan
Hukum
Nasional
mengalami proses perkembangan.
5
yang
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka perlu dilakukan
diselenggarakan di Yogyakarta pada tanggal 15 - 17 Januari 1975,
pemantauan dan inventarisasi hukum adat, khususnya terhadap
maka hukum adat merupakan salah satu sumber yang penting untuk
hukum adat yang berlaku pada masyarakat Tengger di Malang Jawa
memperoleh bahan-bahan bagi pembangunan hukum nasional,
Timur. Hal tersebut didasarkan pada pemikiran bahwa masyarakat
yang menuju kepada unifikasi hukum yang terutama akan dilakukan
Tengger sampai sekarang keberadaannya masih sangat eksis,
melalui pembuatan peraturan perundang-undangan, dengan tidak
walaupun banyak mengalami kontak dengan masyarakat luar,
mengabaikan timbul/tumbuhnya dan perkembangannya hukum
termasuk wisatawan dari manca negara.
kebiasaan dan pengadilan dalam pembinaan hukum. Sedangkan
dalam kesimpulan keempat ditegaskan pula bahwa dengan
terbentuknya hukum nasional yang mengandung unsur-unsur
hukum adat, maka kedudukan dan peranan hukum adat itu telah
5
Hukum Adat Dalam Perundang-undangan. Jakarta: BPHN
Departemen Hukum dan HAM RI, Majalah Hukum Nasional Nomor 1
Tahun 2006.
B.
Permasalahan
E.
Metodologi
1. Apakah asas-asas dan nilai-nilai yang terkandung dalam hukum
Metode kerja yang digunakan dalam kegiatan ini adalah
adat masyarakat Suku Tengger masih hidup atau sudah
sebagai berikut:
mengalami
1. Melalui studi kepustakaan dengan melakukan penelusuran
perubahan
akibat
perkembangan
zaman/globalisasi?
terhadap bahan-bahan pustaka, seperti buku/literatur, disertasi,
2. Apakah ada asas-asas atau nilai-nilai hukum adat pada
makalah, internet, dan peraturan perundang-undangan.
masyarakat suku Tengger yang diangkat atau ditransformasikan
ke
dalam
peraturan
perundang-undangan,
baik
2. Melalui
nasional
studi
lapangan
dengan
cara
menyampaikan
kuesioner/daftar pertanyaan yang telah dipersiapkan terlebih
maupun daerah?
dahulu kepada beberapa pejabat di Pemda Kota/Kabupaten
Malang.
C.
Maksud dan Tujuan
Maksud dilakukan kegiatan ini adalah untuk melakukan
D.
F.
Susunan Keanggotaan
pemantauan dan inventarisasi perkembangan hukum adat Suku
Ketua
:
Noor M. Aziz, S.H., M.H., MM.
Tengger yang hidup di daerah Malang Provinsi Jawa Timur.
Sekretaris
:
Artiningsih, S.H., M.H
Sedangkan tujuannya adalah agar data yang telah dikumpulkan
Anggota
:
1. Ahyar Ary Gayo, S.H., M.H.
dapat dipergunakan sebagai bahan masukan dalam rangka
2. Hesty Hastuti, S.H., M.H.
pembaharuan dan pengembangan hukum nasional.
3. Purwanto, S.H., M.H.
Ruang Lingkup
4. Hajerati, S.H., M.H.
Ruang lingkup kegiatan ini mencakup pemantauan dan
5. Arfan Faiz Muchlizi, S.H., M.H.
inventarisasi hukum adat yang ada pada Suku Tengger di Malang
6. Heru Wahyono, S.H., M.H.
dan lebih khusus lagi di desa Ngadisari, kecamatan Sukapura
7. Adharinalti, S.H., M.H.
Kabupaten Probolinggo Provinsi Jawa Timur, khususnya bidang
perkawinan, waris, keluarga, dan pertanahan.
G.
Jadwal Kegiatan
memiliki hak-hak adat tersebut di dalam kerangka Negara Kesatuan
1. Maret 2011
:
Pembuatan proposal
Republik
2. April s.d Juli 2011
:
Pembahasan proposal, pengumpulan
menghormati atau tidak keberadaan dari MHA tersebut dengan
dan
segala hak-hak tradisional dan hukum adat yang melekat padanya.
pengolahan
bahan
pustaka,
penelitian lapangan, pengolahan data
3. Agustus 20111
:
Indonesia
(NKRI).
Apakah
negara
mengakui
dan
Hal berikutnya yang akan dikaji selanjutnya adalah tentang
hasil penelitian
hak-hak adat atas apa saja yang melekat dan yang dipunyai oleh
Penyusunan laporan akhir.
MHA tersebut. Apakah hak-hak adat semacam itu sekarang ini
masih eksist dan diakui serta dihormati pula oleh negara. Segala
macam pengakuan dan penghormatan tersebut akan dapat kita
simpulkan dengan melakukan analisis
terhadap
seperangkat
peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan oleh negara yang
BAB II
mengatur mengenai MHA dan penguasaan serta pemanfaatan
EKSISTENSI, PERKEMBANGAN, DAN PERAN HUKUM ADAT
tanah dan sumber daya alam lainnya, disamping juga melakukan
DALAM PEMBANGUNAN HUKUM NASIONAL
studi lapangan dengan mengamati dan mewawancarai tokoh-tokoh
masyarakat dari kalangan akademisi, praktisi (LSM), dan juga tokoh-
A.
Eksistensi dan Perkembangan Hukum Adat Dewasa Ini
tokoh Adat yang berpengaruh.
Berbicara tentang hukum adat dalam kaitannya dengan
Adanya pengakuan dan penghormatan negara terhadap hak
eksistensi dan perkembangan dewasa ini, hal pertama yang harus
ulayat atas tanah yang dimiliki oleh MHA merupakan titik tolak yang
kita lakukan adalah tentang posisi dan kedudukan Masyarakat
membawa implikasi hukum yang lebih jauh terhadap diakui atau
Hukum Adat (MHA)
6
itu sendiri sebagai subyek hukum yang
dihormatinya pula hak-hak MHA atas penguasaan terhadap sumbersumber agraria lainnya.
6
Istilah Masyarakat Hukum Adat (MHA) ini di dalam pelbagai
literatur dan tulisan-tulisan serta peraturan perundang-undangan lainnya
sering disebut pula dengan istilah yang lain. Misalnya; Masyarakat Adat,
Masyarakat Tradisional, Masyarakat Terasing, Masyarakat lokal, dan lain
sebagainya. Dalam tulisan ini kami lebih cenderung menggunakan istilah
Masyarakat Hukum Adat, yang menurut hemat kami istilah itu lebih
menunjukan pada dimilikinya sejumlah hak-hak yang bersifat yuridis
Dengan demikian dilihat dari sudut Hak Asasi Manusia
(HAM) maka pengakuan dan penghormatan negara terhadap
keberadaan MHA dan hak-hak adat yang melekat padanya itu
terhadap sumber daya agraria dan hak-hak sosial budaya lainnya oleh
MHA.
mengandung arti bahwa, negara melakukan penjaminan dan
Perkembangan
akhir-akhir
ini
memperlihatkan
bahwa,
pemenuhan terhadap hak-hak sipil-politik, social, ekonomi dan hak-
fungsi dan peran hukum adat di dalam masyarakat adat, menjadi
hak budaya dari warga negaranya, yang oleh undang-undang dasar
agak kendor, sehingga dapat dikatakan menjadi kurang berdaya
dinyatakan, bahwa itu adalah memang menjadi tugas dan kewajiban
menghadapi berbagai kebijakan pemerintah yang lebih berorientasi
negara untuk melindungi dan menjamin hak-hak tersebut.
pada
Sebagaimana yang telah kita ketahui bersama atas dasar
hasil penelitian para pakar baik dari kalangan akademisi maupun
pembangunan
dan
pengembangan
ekonomi
sehingga
mengabaikan prinsip-prinsip dasar dari sebuah persekutuan hukum
yang sudah lama mapan, sering terabaikan.
paraktisi dari kalangan Ornop/NGO dan lain sebagainya kondisi
Hukum adat adalah hukum yang sebagian besar tidak
MHA lebih dari tiga dasawarsa berada dalam kondisi yang sangat
tertulis dan merupakan asas-asas atau prinsip-prinsip yang tumbuh
memprihatinkan. Eksistensi MHA dengan segala hak-hak tradisionil
dan
yang
hubungan-hubungan antar
dimilikinya
itu
selalu
berada
dalam
posisi
marginal.
berkembang
dalam
masyarakat
adat,
untuk
mengatur
anggota masyarakat dalam
suatu
Pelanggaran terhadap hak-hak MHA ini terjadi pada hampir semua
pergaulan hidup. Hukum adat adalah bagian dari hukum yang
bidang kehidupan, baik di bidang ekonomi, politik, dan hukum,
berasal dari adat istiadat yakni kaidah-kaidah sosial yang dibuat dan
maupun di bidang sosial dan budaya. Perampasan terhadap tanah-
dipertahankan oleh para fungsionaris hukum (penguasa yang
tanah ulayat dan sumber agraria lainnya oleh penguasa (negara)
berwibawa) dan berlaku serta dimaksudkan untuk mengatur
dan juga pengusaha atas dasar izin dari negara kerap dan selalu
hubungan-hubungan hukum dalam masyarakat Indonesia.
terjadi. Tindakan perampasan dan pemerkosaaan terhadap hak-hak
Menurut van Vollenhoven, untuk terbentuknya hukum
adat itu atas nama pembangunan - kemudian seringkali memicu
adat janganlah menggunakan suatu teori, tetapi haruslah
terjadinya konflik baik yang bersifat vertikal antara MHA dengan
melihat kenyataan. Ter Haar Bzn mengatakan bahwa hukum
penguasa (negara) dan pengusaha, maupun konflik yang bersifat
adat yang berlaku hanya dapat dilihat dari petugas hukum
horizontal dengan sesama MHA, terutama yang terkait dengan
seperti kepala adat, hakim adat, rapat adat dan perabot desa
persoalan penguasaan dan pengelolaan sumber daya alam sebagai
melalui
implikasi terhadap pemberlakuan seperangkat peraturan perundang-
peraturan itu dikatakan sebagai hukum dilihat dari aspek
undangan di bidang keagrariaan yang tumpang tindih, inkonsisten,
sanksinya. Soepomo mengatakan bahwa hukum adat adalah
dan yang sama sekali tidak memperhatikan hak-hak rakyat tersebut.
peraturan mengenai tingkah laku manusia di dalam masyarakat
suatu
penetapan
hukum.
Logeman,
mengatakan
hukum adat yang merupakan suatu bentuk kehidupan bersama
yang warga-warganya hidup bersama untuk jangka waktu yang
cukup
lama,
sehingga
menghasilkan
kebudayaan.
a. Di dalam masyarakat tersebut ada aturan-aturan
Ternyata
normatif, rumusan-rumusan dalam bentuk peribahasa
kebudayaan itu ada dan terlihat pada struktur-struktur yang secara
tradisional diakui untuk mengatur tatanan kehidupan masyarakat.
atau asas-asas hukum yang tidak tertulis.
b. Ada keteraturan di dalam melaksanakan rumusan-
Menurut Hazairin, masyarakat hukum adat seperti desa di
rumusan dalam bentuk peribahasa atau asas-asas
Jawa, marga di Sumatera, manua di Sulawesi Selatan, Nagari di
hukum yang tidak tertulis tersebut melalui keputusan-
Minangkabau, Kuria di Tapanuli adalah kesatuan kemasyarakatan
keputusan kepala adat, musyawarah adat masyarakat
yang mempunyai kelengkapan-kelengkapan untuk sanggup berdiri
adat setempat (keputusan dewan adat).
sendiri yaitu mempunyai kesatuan hukum, kesatuan penguasa, dan
c.
Ada proses atau tata cara yang diakui masyarakat
kesatuan lingkungan hidup berdasarkan hak bersama atas tanah
tentang penyelesaian suatu masalah khususnya suatu
dan
sengketa.
air
(patrilineal,
bagi
semua
matrilineal
pemerintahannya
anggotanya.
atau
terutama
bilateral)
Bentuk
kekeluargaannya
mempengaruhi
berlandaskan
atas
sistem
d. Ada pengenaan sanksi maupun paksaan terhadap
pertanian,
pelanggaran aturan-aturan normatif tersebut pada butir
peternakan, perikanan, dan pemungutan hasil hutan dan hasil air
ditambah sedikit dengan perburuan binatang liar, pertambangan dan
kerajinan tangan, semua anggotanya sama dalam hak dan
kewajibannya. Penghidupan mereka berciri komunal, dimana
gotong-royong, tolong-menolong, sangat terasa dan semakin
mempunyai peran yang besar.
1 diatas.
e. Ada lembaga-lembaga khusus dibidang sosial, ekonomi
maupun politik.
1. Pengakuan terhadap Masyarakat Hukum Adat (MHA)
Jauh sebelum dikenalnya konsep kesatuan politik yang
disebut negara (state), entah itu dalam wujud kerajaan-kerajaan
Tanda-tanda yang dapat dipergunakan untuk melihat
kecil dan besar, pemerintahan kolonial Belanda maupun
apakah masyarakat masih menggunakan hukum adat atau tidak
Jepang, terlebih lagi pada era Negara Kesatuan Republik
adalah sebagai berikut :
7
Indonesia sekalipun, individu-individu yang menjadi warga
persekutuan-persekutuan politik dimaksud telah hidup dan
menjadi warga- dalam berbagai wujud persekutuan sosial yang
7
Lihat http://pengertian-definisi.blogspot.com/2011/03/hukum-adatdan-masyarakat -hukum-adat.html
8
“Masyarakat-masyarakat Hukum Adat seperti desa di
jawa, Marga di Sumatra Selatan, Nagari di
Minangkabau, Kuria di Tapanuli, Wanua di Sulawesi
Selatan adalah kesatuan-kesatuan kemasyarakatan
yang mempunyai kesatuan hukum, kesatuan penguasa,
dan kesatuan lingkungan hidup berdasarkan hak
bersama atas tanah dan air bagi semua anggotanya.
Bentuk hukum kekeluargaannya (patrilinial, matrilineal
atau bilateral) mempengaruhi sistim pemerintahannya
dan
sistim
umum
kemasyarakatannya.
Sistim
perekonomiannya
terutama
berlandaskan
atas
pertanian, peternakan, perikanan dan pemungutan hasil
hutan dan air, ditambah sedikit dengan perburuan
binatang liar, pertambangan dan kerajinan tangan.
11
Semua anggotanya sama dalam hak dan kewajiban” .
amat beragam coraknya . Salah satu wujud persekutuan sosial
yang penting jika tidak dapat dikatakan terpenting - adalah apa
yang kemudian disebut sebagai komuniti (community), yang
didefinisikan sebagai kesatuan hidup manusia, yang menempati
suatu wilayah yang nyata, dan yang berinteraksi menurut suatu
sistem adat-istiadat, serta yang terikat oleh suatu rasa identitas
komuniti.
9
Soepomo dengan mengutip pandangan Ter Haar dalam
bukunya yang berjudul “ Beginselen en stelsel van Het
Adatrecht (1939) menyatakan:
“bahwa di seluruh kepulauan Indonesia pada tingkatan
rakyat jelata, terdapat pergaulan hidup di dalam
golongan-golongan yang bertingkah laku sebagai
kesatuan terhadap dunia luar, lahir dan batin.
Golongan-golongan itu mempunyai susunan yang tetap
dan kekal, dan orang-orang segolongan itu masingmasing mengalami kehidupannya sebagai hal yang
sewajarnya, hal menurut kodrat alam. Tidak ada
seorang pun dari mereka yang mempunyai pikiran akan
kemungkinan pembubaran golongan itu. Golongan
manusia tersebut mempunyai pula pengurus sendiri dan
mempunyai harta benda, milik keduniaan dan milik
ghaib. Golongan-golongan demikianlah yang bersifat
10
persekutuan hukum”.
Berbeda dengan Soepomo yang menyebut persekutuan
Atas dasar uraian tersebut di atas, dan juga didasarkan
atas pelbagai macam
literatur
yang membahas tentang
pengertian masyarakat hukum adat atau persekutuan hukum
adat atau yang disebut dengan nama lain itu, keberadaanya
jauh mendahului terbentuknya Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI).Bahkan jika kita lihat dari unsur yang
membentuknya, maka pada hakekatnya MHA telah mendahului
bentuk sebuah negara modern (nation-state). Dilihat dari studi
ilmu Negara, - salah satu cabang ilmu dalam ilmu hukum yang
mempelajari segala sesuatunya tentang Negara - maka
hukum adat, Hazairin memakai istilah “masyarakat hukum adat”
menyatakan bahwa:
8
R.Yando Zakaria, “abih tandeh” masyarakat Desa di bawah Rejim
Orde Baru, (Jakarta: Elsam, 2000), hlm. 33.
9
Ibid.
10
Soepomo, “Bab Bab Tentang Hukum Adat”, (Jakarta: Pradnya
Paramita, 1983), cet.ke-8, hlm. 49-50.
11
Hazairin, Demokrasi Pancasila, (Jakarta: Bina Aksara, 1985), Cet.
ke-5, hlm. 69.
terbentuknya
MHA
adalah
memenuhi
unsur-unsur
terbentuknya suatu negara modern (Nation-state).
untuk
12
Madura. Sedangkan untuk hal yang sama bagi daerahdaerah
a. Masa Pemerintahan Kolonial Belanda
luar Jawa dan Madura diberlakukan berbagai
macam ordonansi yang berpedoman pada IGO. Kemudian
Pada masa pemerintahan Kolonial Belanda pada
pada tahun 1938 semua ordonansi yang mengatur tentang
awalnya pengaturan tentang keberadaan MHA sebagai
pemerintahan terendah untuk daerah luar jawa dan madura
persekutuan
dalam
tersebut disatukan ke dalam satu ordonansi yang kemudian
pengaturan tentang Inlansche Gemeente. Pengaturannya
diberi nama dengan Inlansche Gemeente Ordonantie
dituangkan ke dalam pasal 71 Regering Reglement (RR)
Buitengewesten (IGOB) yang diundangkan dalam stbl: 1938
dan pasal 128/129 Indische Staatsregeling (IS). Dalam
No. 490, yang efektif berlaku sejak tanggal 1 Januari 1939.
hukum,
secara
tersirat
terdapat
aturan tersebut disebutkan bahwa, kepala desa berhak
Hal yang terpenting yang diatur dalam
untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya dengan
adalah
memperhatikan peraturan yang dikeluarkan oleh Gubernur
penyeragaman
Jenderal, residen atau pemerintah otonom yang ditunjuk
pemerintahan lokal yang ada di luar Jawa dan Madura
13
oleh ordonansi .
Pengaturan
bahwa,
tersebut,
tentang
MHA
sebagai
inlansche
tetapi
ordonansi
terhadap
itu
struktur
membiarkan
tidak
IGOB ini
dan
melakukan
bentuk-bentuk
pemerintahan
lokal
itu
menggunakan bentuk-bentuk aslinya seperti nagari, marga,
gemeente ini kemudian disempurnakan sejalan dengan
dan
terjadinya
perubahan
kebijakan
kolonial
dimilikinya. Pemberlakuan IGO dan IGOB oleh pemerintah
terhadap
pemerintahan
daerah
bersifat
Kolonial
pemerintah
yang
lebih
huta
dengan
merupakan
segala
suatu
kewenangan
bentuk
(adat)
pengakuan
yang
dan
desentralisasi. Hal mana tertuang di dalam De Inlansche
penghormatan terhadap struktur dan bentuk pemerintahan
Gemeente Ordonantie (IGO) yang diundangkan pada tahun
adat yang selama ini telah dipraktekan oleh MHA.
1906 (stbl:1906 No.83) yang berlaku untuk Jawa dan
Dengan demikian dilihat dari sudut legalitasnya oleh
pemerintah Kolonial Belanda MHA yang semula hanya
12
Para pakar hukum dan ketatanegaraan bahkan menyatakan MHA
adalah republik-republik kecil yang memberikan andil yang besar dalam
terbentuknya NKRI.
13
Rikardo Simarmata, Pengakuan Hukum terhadap Masyarakat
Adat di Indonesia, UNDP Regional Initiative on Indigenous Peoples Right
and Development (RIPP), 2006, hlm. 37.
merupakan
kesatuan-kesatuan
kemasyarakatan
yang
bersifat sosiologis semata dengan IGO dan IGOB diubah
menjadi
kesatuan-kesatuan
kemasyarakatan
yang
berbentuk persekutuan hukum yang bersifat yuridis yang
dapat dibebani dengan hak dan kewajiban di dalam lalu
daerah atau pemerintahan desa (MHA) yang baru untuk
lintas hukum, dan yang memiliki harta kekayaan tersendiri,
menggantikan IGO dan IGOB tersebut. Untuk memenuhi hal
khususnya pemilikan terhadap harta komunal (hak ulayat).
tersebut kemudian dibentuklah UU No. 1 tahun 1945
Dengan begitu dapat dikatakan bahwa, pada zaman
yang didalamnya juga
pemerintahan kolonial Belanda, struktur pemerintahan desa,
memuat aturan mengenai kedudukan desa. Namun karena
pemerintahan adat di Indonesia menjadi sangat heterogen.
dipandang belum sesuai dengan isi pasal 18 UUD 1945, UU
Kedua peraturan tersebut - IGO dan IGOB – tidak berusaha
itu diganti dengan
menciptakan suatu struktur pemerintahan desa baru bagi
Pemerintahan Daerah. Dalam UU tersebut dinyatakan
masyarakat desa, tetapi memberikan pengakuan hukum
bahwa, desa merupakan suatu daerah otonom yang berhak
terhadap struktur pemerintahan adat di pedesaan dengan
mengatur dan mengurus pemerintahannya sendiri.
tujuan agar mereka legal mewakili kepentingan Hinda
Belanda.
14
Pada
UU No 22 Tahun 1948 tentang
Kemudian UU No. 22 Tahun 1948 diubah oleh UU.
No.1 Tahun 1957 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan
b. Masa Indonesia Merdeka
masa
Indonesia
Daerah. UU ini tetap mengakui keberlakuan pemerintahan
merdeka,
UUD
1945
dijadikan sebagai landasan konstitusional dalam bernegara
dan bermasyarakat. Pasal 18 dan pejelasan pasal 18 UUD
14
tentang Komite Nasional Daerah
desa (adat) tanpa perubahan sebagaimana pada kondisi
masih berlakunya IGO dan IGOB.
Kemudian melalui Dekrit 5 Juli 1959
UUD 1945
1945 itu mengakui eksistensi dari MHA (zelfbesturende
kembali diberlakukan, dan kita memasuki era Demokrasi
landschappen dan volks/ rechtsgemeenschappen) sebagai
terpimpin.
daerah istimewa yang mempunyai susunan asli, dan negara
mengeluarkan Penpres Nomor 6 Tahun 1959 tentang
wajib melindunginya, sehingga semua peraturan yang dbuat
Pemerintahan
oleh pemerintah yang berkenaan dengan daerah istimewa
pemusatan kekuasaan ke dalam satu garis birokrasi yang
tersebut harus mengingati hak asal-usulnya itu.
bersifat sentralistis. Atas dasar Penpres 1959 disusunlah
Sejalan
dengan
Daerah
kondisi
yang
tersebut
menghendaki
presiden
adanya
Dalam rangka menafsirkan dan mengatur lebih
RUU tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Desa untuk
lanjut isi pasal 18 UUD 1945 itu maka perlu dibuat undang-
menggantikan UU yang lama (kolonial dan nasional) yang
undang organik yang mengatur tentang pemerintahan
dianggap belum sempurna mengatur kedudukan desa
R. Yando Zakaria, Op. Cit, hlm. 48.
dalam kerangka Ketatanegaraan yang berlaku pada masa
itu
dengan
kemungkinan-kemungkinan
pembangunan
Desapraja itu dinyatakan sebagai kesatuan hukum
badan-badan kesatuan pemerintahan desa yang sekarang
yang punya batas-batas tertentu, berhak mengurus rumah
ini menjadi satu pemerintahan yang otonom.
tangganya sendiri dan memiliki harta benda sendiri. Dengan
Pada tahun 1965 Pemerintahan Desa diatur oleh
demikian
struktur
dan
isi
serta
bentuknya
corak
UU No.19 Tahun 1965 tentang Desapraja. Desapraja
pemerintahan desa (desa, nagari, dusun dan marga, huta
adalah kesatuan masyarakat hukum yang tertentu batas-
dan lain sebagainya) itu relatif tidak banyak berubah dengan
batas
keadaan ketika IGO dan IGOB berlaku.
daerahnya,
berhak
mengurus
rumah-tangganya
sendiri, memilih penguasanya, dan mempunyai harta benda
sendiri. Dalam
UU ini kemudian dinyatakan bahwa,
kesatuan-kesatuan
kemasyarakatan
rechtsgemeenschappen)
(minangkabau),
dusun
seperti
dan
yang
desa
marga
Karena dipandang tidak sesuai dengan cita-cita
nasional
untuk
mewujudkan
suatu
desa
dengan
ada
(volks/
pemerintahannya yang lebih kuat, lebih mantap, lebih
(jawa),
nagari
teratur, lebih tertib serta lebih berdaya guna dan lebih
(palembang)
dan
berhasil guna, yang dapat memberikan kehidupan yang
sebagainya adalah desapraja. Pada tahap ini terjadi
lebih baik kepada desa dan masyarakat, UU No. 19 Tahun
penyatuan penyebutan secara seragam atas MHA yang
1965 tentang Desapraja itu dibekukan berlakunya.
ada, dan tidak lagi disebut dengan nama asli daerahnya
Dalam
rangka
untuk
mewujudkan
gagasan
masing-masing. Dengan berlakunya kedua UU tersebut,
sebagaimana tersebut di atas, pemerintah kemudian
dan khususnya UU No. 19 Tahun 1965 tentang Desapraja
memberlakukan
itu, maka keberlakuan IGO dan IGOB menjadi hapus dan
Pemerintahan
Desa.
tidak berlaku lagi.
pemerintahan
desa
UU.No.
5
Tahun
Pemerintah
(adat)
yang
1979
tentang
memandang
bahwa
selama
besifat
ini
Dipandang dari sudut kepentingan MHA ketentuan-
heterogen--harus diseragamkan. Penyeragaman mana tidak
ketentuan yang dituangkan di dalam UU No. 19 Tahun 1965
hanya pada tataran penyebutan semata, tetapi lebih jauh
tentang Desapraja tersebut cukup memuaskan, karena UU
daripada
itu hanya menyeragamkam formalitas penyebutan dari
struktur dan isi dari pemerintahan desa itu sendiri.
itu
adalah
penyeragaman terhadap bentuk,
kesatuan-kesatuan kemasyarakatan itu. Desa, Nagari,
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 mengartikan
dusun dan Marga, Huta, Wanua dan lain sebagainya itu kini
Desa sebagai suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah
disebut dengan desapraja.
penduduk
sebagai kesatuan masyarakat termasuk di
dalamnya kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai
menjalankan segala macam kebijakannya. Hal yang lebih
organisasi terendah langsung di bawah Camat dan berhak
penting lagi bahwa pemerintah pusat bersamaan dengan
menyelenggarakan rumah-tangganya sendiri dalam ikatan
pemberlakuan
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Undang-Undang
menguasai dan menggerogoti sumber-sumber kekayaan
tersebut menempatkan desa tidak lebih hanya sebagai
warga desa melalui penerapan peraturan perundang-
tingkatan terendah dari unit pemerintahan NKRI yang
undangan sektoral. Misalnya melakukan “perampasan” hak-
berada
hak
dalam
koordinasi
pemerintahan
Kecamatan,
UU
atas tanah
tersebut
yang
dapat
dengan
dikuasai warga desa
mudah
melalui
sehingga di dalam setiap tindakan pemerintahan kepala
penerapan Undang-undang pokok Agraria (UU. No. 5 tahun
desa harus sepengetahuan dan mendapat izin Camat.
1960), Perampasan atas kekayaan hutan dan hasil-hasil
Pemerintah atas dasar pertimbangan tertentu, dapat
hutan melalui penerapan UU. No. 5 tahun 1967 tentang
melakukan pemekaran desa, atau penggabungan beberapa
Pokok-Pokok Kehutanan, kekayaan pertambangan melalui
desa, atau bahkan menghapuskannya. Pemekaran dan
UU No. 11 tahun 1967 dan lain sebagainya.
penggabungan
(regrouping)
dimaksud
seringkali
tidak
Namun bagi warga masyarakat hukum adat (MHA),
memperhatikan batas-batas wilayah secara adat sesuai
khususnya yang berada di luar Jawa, pemberlakuan UU No.
dengan hak dan asal-usul dari desa tersebut.
5 tahun 1979 tersebut
jelas-jelas sangat merugikan.
Kepala desa adalah orang yang dipilih langsung
Konsekuensi logis dari pemberlakukan UU tersebut adalah,
oleh penduduk desa setelah ia memenuhi syarat-syarat
bahwa negara menghapuskan keberadaan mereka sebagai
yang telah ditentukan (pasal 4 dan 5). Kepala desa terpilih
kesatuan-kesatuan kemasyarakatan yang memiliki hak dan
kemudian
oleh
asal–usul yang istimewa yang harus dilindungi oleh negara
nama
sesuai dengan maksud pasal 18 dan penjelasan pasal 18
Gubernur/KDH tingkat I untuk masa jabatan 8 tahun dan
UUD 1945 . Dengan kata lain, bahwa kesatuan-kesatuan
dapat dipilih kembali untuk 1 masa jabatan berikutnya (pasal
MHA seperti Nagari, Dusun dan Marga, Huta, Kuria,
6 dan 9).
Gampong, Wanua dan lain sebagainya itu sebagai subyek
diangkat
Bupati/walikotamadya/
Dilihat
dari
dan
KDH
juga
diberhentikan
Tingkat
kepentingan
II
atas
pemerintah
pusat,
pemberlakuan UU tersebut sangat menguntungkan, karena
pemerintah pusat dapat dengan mudah dan leluasa
hukum atas hak ulayat atas tanah , dan atas sumber daya
agraria lainnya dihapuskan oleh negara.
Karenanya perampasan
terhadap hak-hak adat
c. Masa Reformasi
atas tanah dan sumber-sumber daya agraria itupun menjadi
Oleh karena pemberlakuan UU No. 5 tahun 1979
sah dan legal adanya, bukankah dengan dihapusnya
tersebut mengandung banyak cacat yuridis, dan yang juga
subyek hukum pemegang haknya itu, maka secara otomatis
secara sosiologis tidak mengindahkan nilai-nilai budaya
hak-hak kekayaan itu sebagai obyeknya pun menjadi hapus
masyarakat (MHA), terutama MHA yang ada di luar Jawa,
pula.
maka keberlakuan UU itu tidaklah efektif. Daerah-daerah
MHA yang ada di seluruh Indonesia tidak berdaya
luar Jawa seringkali mengajukan tuntutan agar UU itu
untuk melakukan perlawanan terhadap pemberlakuan UU
dicabut dan direvisi karena dampaknya yang sangat luas
No. 5 tahun 1979 tersebut, dan mau tidak mau, terpaksa
terhadap hancurnya nilai-nilai adat-istiadat, dan budaya
ataupun secara suka rela mereka harus menyesuaikan diri
lokal yang selama ini terbukti dapat menjadi unsur perekat
dengan isi dan maksud dari ketentuan UU tersebut, meski
terhadap utuhnya Negara Kesatuan republik Indonesia.
dengan resiko kehilangan atas kuasa dan kontrol terhadap
Maraknya tuntutan beberapa daerah yang ingin
hak-hak atas tanah dan sumber-sumber daya agraria
memisahkan diri dengan NKRI, dan juga maraknya
lainnya itu, dan mereka tidak mempunyai pilihan lain.
sengketa atau konflik yang berbau SARA seperti terjadinya
Namun dalam kenyataannya, meskipun secara
peristiwa perang antar suku Dayak dan Madura beberapa
yuridis formal MHA itu telah hapus dalam tataran sistem
tahun lalu di Kalimantan, serta konflik berdarah yang terjadi
ketatanegaraan
sosiologis
di Maluku dapat dijadikan indikator untuk mengukur dampak
keberadaannya dalam masyarakat tidak pernah hilang.
negatif yang ditimbulkan oleh pemberlakuan UU No.5 tahun
Pada masyarakat Minangkabau misalnya, Nagari tidak
1979 itu terhadap keutuhan bangsa dan negara.
kita,
tetapi
secara
pernah dihapuskan. Pemerintahan Desa dan Pemerintahan
Seiring dengan terjadinya reformasi yang ditandai
Nagari dengan dibentuknya lembaga Kerapatan Adat Nagari
dengan lengsernya Soeharto dari tampuk kekuasaanya,
(KAN) oleh Peraturan Daerah Sumatra Barat No. 13 tahun
terjadilah perubahan yang cukup mendasar pada tatanan
1983 berjalan berdampingan dengan tugas kewenangan
bermasyarakat dan bernergara. Sistim pemerintahan yang
yang
sentralistis
berbeda.
Desa
untuk
urusan
adminisratif
pemerintahan sedangkan KAN berwenang menyelesaikan
segala masalah adat-istiadat yang timbul dalam nagari.
berubah
kearah
prinsip
desentralisasi
kekuasaan. Sifat Negara yang diwakili oleh Orde Baru yang
otoriter berubah menjadi Negara demokratis yang multi
beragam itu, menimbulkan pelbagai kesulitan tersendiri bagi
partai.
Pemerintah Daerah di mana MHA itu berada untuk benarDalam kerangka suasana kebathinan semacam
itulah kemudian diberlakukan UU No. 22 tahun 1999 tentang
Pemerintahan
Daerah
yang
secara
tegas
benar dapat menghidupkan kembali kesatuan-kesatuan
MHA itu seperti sediakala.
mencabut
Senafas dengan jiwa UU No 22 tahun 1999 tersebut
berlakunya UU. No. 5 tahun 1974 tentang Pemerintah
di atas, dalam bidang hukum pertanahan, Menteri Negara
Daerah dan UU No. 5 tahun 1979 tentang Pemerintahan
Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional menerbitkan
Desa. UU No. 22 tahun 1999 yang kemudian diperbaharui
peraturan menteri nomor 5 tahun 1999 tentang Pedoman
oleh UU No. 32 tahun 2004 menghapuskan adanya
Penyelesaian Masalah Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat.
penyeragaman nama, bentuk, susunan, dan kedudukan
Pasal 1 ayat (3) peraturan menteri agraria itu mengakui
pemerintahan desa karena dipandang tidak sesuai dengan
dengan tegas adanya MHA sebagai sekelompok orang yang
jiwa dan semangat UUD 1945. Negara wajib untuk
terikat oleh tatanan hukum adatnya sebagai warga bersama
mengakui serta menghormati keberadaan MHA yang
suatu persekutuan hukum karena kesamaan tempat tinggal
memiliki hak dan asal-usul daerah yang bersifat istimewa.
ataupun atas dasar keturunan.
Sejak saat itu desa, nagari, dusun dan marga, huta,
Kemudian
kuria,wanua dan lain sebagainya itu yang memiliki susunan
tertanggal
asli, hak dan
Penjelasan
asal usul yang istimewa dinyatakan hidup
24
dalam
Juni
suratnya
1999
Peraturan
tentang
Menteri
nomor
400-2626
Penyampaian
Negara
dan
Agraria/Kepala
kembali. UU tersebut juga menyatakan bahwa, kewenangan
Badan Pertanahan Nasional No. 5 tahun 1999 itu yang
Desa (nagari, dusun dan marga dan lain-lain) itu mencakup
ditujukan
semua kewenangan yang sudah ada berdasarkan susunan
Bupati/Walikotamadya KDH TK II, Kepala Kantor wilayah
asli dan hak asal-usulnya masing-masing, disamping
BPN
kewenangan
Kabupaten/Kotamadya, tegas dinyatakan bahwa, “Subyek
lainnya
yang
ditentukan
oleh
peraturan
perundang-undangan (pasal 99).
Namun demikian dampak negatif dari pemberlakuan
kepada
Propinsi,
Gubernur
dan
Kepala
KDH
Kantor
TK
I,
Pertanahan
hak ulayat ini adalah masyarakat hukum adat, baik yang
merupakan persekutuan hukum yang didasarkan pada
UU No. 5 tahun 1979 tersebut, yaitu rusaknya susunan dan
kesamaan
tempat
tinggal
(territorial),
maupun
yang
struktur asli dari MHA yang mempunyai bentuk yang
didasarkan pada keturunan (genealogis), yang dikenal
dengan berbagai nama yang khas di daerah yang
Pasal 28I ayat (3): Identitas budaya dan hak masyarakat
bersangkutan, misalnya suku, marga, dati, dusun, nagari
tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan
dan sebagainya”.
peradaban.
Dengan demikian menjadi jelas bahwa Masyarakat
Berbeda dengan perumusan Pasal 18 UUD 1945 lama,
Hukum Adat (MHA) dengan segala hak ulayat (atas tanah)
dalam perumusan Pasal 18B ayat (2) UUD 1945 hasil
yang melekat padanya itu oleh UU No.22 Tahun 1999 dan
amandemen
Peraturan Menteri Negara Agraria itu diakui dan ditegaskan
terhadap pengakuan dan penghormatan atas keberadaan
kembali eksistensinya. Namun sayang sejarah kembali
kesatuan-kesatuan MHA tersebut. Asal-usul dan kedudukan
terulang, pengingkaran terhadap pengakuan eksistensi
istimewa
MHA kembali terjadi, bahkan pada periode ini pengingkaran
sebagaimana diakui oleh Pasal 18 UUD 1945 lama tidak lagi
terhadapnya lebih mendasar secara konstitusional.
diakui sehingga harus dihapuskan dengan tidak dicantumkan
2. Konstitusionalisasi
Pengakuan
Bersyarat
terhadap
tersebut
yang
dicantumkan
dimiliki
oleh
sejumlah
persyaratan
daerah-daerah
tersebut
kembali hal tersebut di dalam UUD 1945 amandemen II.
Masyarakat Hukum Adat
Terdapatnya sejumlah persyaratan dimaksud dapat
Pada tahun 2000 MPR melakukan amandemen II
ditafsirkan bahwa UUD pasca amandemen
menaruh rasa
terhadap UUD 1945 dan pengaturan tentang keberadaan MHA
curiga dan prasangka buruk , bahwa keberadaan MHA akan
kemudian diatur di dalam Pasal 18B ayat (2) dalam Bab tentang
menjadi faktor penghambat untuk tercapainya cita-cita dan
Pemerintahan Daerah dan Pasal 28 I ayat (3) berada dalam Bab
tujuan dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Atau
tentang Hak Asasi Manusia. Bunyi lengkap kedua pasal
mungkin
tersebut:
menganggu jalannya demokrasi modern atau tatanan negara
Pasal 18B ayat (2): Begara mengakui dan menghormati
saja
karena
berbentuk republik
15
ada
semacam
kekhawatiran
bisa
Oleh karenanya adanya persyaratan-
kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak
persyaratan yang membatasi keberadaannya itu yang pada
tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan
dasarnya memang sulit atau bahkan mustahil dapat dipenuhi
perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan
MHA dapat kian dibatasi, jika tidak dapat kita katakan
republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang.
dihapuskan sama sekali eksistensinya.
15
Rikardo Simarmata, Op. C it., hlm. 301.
Persyaratan
UUD
1945
hasil
amandemen
yang
Terhadap Pasal 18B itu harus dilakukan amandemen
kembali. Seharusnya pasal dalam konstitusi negara itu
merujuk pada kesepakatan Internasional yang tidak
memberikan syarat pada pengakuan terhadap ada
tidaknya MHA, melainkan hanya memberikan kriteriakriterianya saja. Oleh karena dalam pandangan badan
dunia (PBB) kesatuan-kesatuan MHA (Indigenous
people) yang ada di dunia itu sangat beragam sekali,
sehingga tidak mungkin diberikan syarat-syarat yang
18
bersifat membatasi terhadap pengakuannya itu.”
membatasi itu adalah bahwa, adanya MHA itu diakui bilamana
(1).sepanjang masih ada; (2).sesuai dengan perkembangan
zaman; (3) sesuai dengan prinsip Negara Kesatuan Republik
Indonesia; dan (4) diatur dalam undang-undang.
16
Dikatakan “menghapuskan” keberadaan MHA, karena
jika dikaitkan dengan MHA yang memiliki susunan asli dan hak
asal-usul istimewa yang memiliki tradisi hukum yang tidak
Syarat pertama misalnya, “sepanjang masih hidup atau
tertulis (unwritten law) yang kita kenal dengan hukum adat itu,
masih ada (garis miring dari penulis), menimbulkan beberapa
maka sangat sulit jika tidak dapat dikatakan mustahil keempat
pertanyaan yang mendasar. Pertama, siapa yang harus
syarat yuridis-konstitusional untuk mengakui keberadaan MHA
menyatakan dan sekaligus membuktikan, bahwa MHA itu masih
17
itu dapat dipenuhi .
John
Bamba,
hidup atau masih ada, Negara atau MHA itu sendiri, kemudian
Direktur
Eksekutif
dari
Institute
apa yang menjadi alat bukti dari keberadaannya itu. Kedua, Apa
Dayakologi, tegas menyatakan, bahwa:
kriterianya untuk menyatakan MHA itu masih atau sudah tidak
“Adanya empat (4) syarat pengakuan itu sangat rancu
dan membingungkan dan tidak mungkin dapat dipenuhi.
Pengakuan tersebut bersifat conditional sehingga tidak
applicable, akibatnya harus ditinjau ulang dan dirubah.
ada lagi.
Negara dengan menggunakan logika hukum terbalik
memang ingin menyatakan bahwa MHA itu memang tidak ada
atau
16
Empat (4) Persyaratan yuridis yang harus dipenuhi oleh MHA
untuk dapat diakui keberadaanya secara konstitusional menurut KOMNAS
HAM di dalam pelbagai pertemuan ilmiah yang difasilitasinya. Salah
satunya dalam Loka Karya Nasional tentang “Inventarisasi dan
Perlindungan Hak Masyarakat Hukum Adat”, Jakarta pada bulan Juni
2005.
17
Hal senada pernah pula disampakan oleh Prof. Soetandyo
Wignjosoebroto dalam diskusi dengan penulis dalam Lokakarya Nasional
Nasional tentang Inventarisasi dan perlindungan Hak Masyarakat Hukum
Adat, yang diselenggarakan oleh Mahkamah Konstitusi RI (MK-RI) bekerja
sama dengan Departemen Dalam Negeri, dan Komisi Nasional Hak Asasi
Manusia (KOMNAS-HAM) yang diadakan d Jakarta tanggal 14 dan 15
Juni 2005.
sudah
tidak
ada
lagi.
Dengan
menggunakan gaya bahasa eufisme
18
19
perumusan
yang
… ” sepanjang masih
Wawancara penulis dengan John Bamba, Direktur Institute
Dayakologi, di Pontianak, 9 November 2007.
19
Gaya bahasa eufisme atau pelembutan sering dan selalu
digunakan oleh Negara (pemerintah) di dalam men-sosialisasi-kan dan
sekaligus men-justifikasi-kan segala kebijakannya yang membebankan
atau yang menghilangkan hak-hak dan kewajiban-kewajiban masyarakat
atau warga negaranya. Misalnya digunakannya kata-kata “
DISESUAIKAN” untuk menggantikan kata “ DINAIKKAN” atau sebaliknya
Negara menggunakan gaya bahasa hiperbolisme bilamana kebijakan
hidup …”atau masih ada (garis miring dari penulis) itu negara
MHA dan Hukum Adat yang lokal-regional berhadapan dengan
sebenarnya ingin menyatakan hal yang sebaliknya, bahwa MHA
Negara (nation-state) yang bersifat kebangsaan dan nasional
itu memang sudah tidak ada (lagi).
itu, karena “nasionalisasi” terhadap MHA dan Hukum Adat
Persyaratan kedua, …’”sesuai dengan perkembangan
zaman dan peradaban …”, perumusan inipun tidak jelas
dengan sendirinya akan menghapuskan keberadaan MHA dan
Hukum adat itu.
arahnya dan sangat membingungkan , karena dapat berarti
Demikian pula halnya dengan syarat yang terakhir
bahwa terhadap MHA yang masih hidup terasing atau bahkan
“…diatur dengan undang-undang…”, juga merupakan syarat
yang secara sadar dan sengaja mengasingkan dirinya (Suku
pengakuan yang sulit dan bersifat dilemmatis untuk dapat
Badui, Kajang, Suku Anak Dalam, Suku Dayak dan lain
dipenuhi oleh MHA tersebut. Hukum Adat adalah hukumnya
sebagainya) yang masih menjalani hidup dan kehidupannya
masyarakat yang lahir dari akar budaya lisan (bertutur)
secara tradisionil itu tidak diakui sebagai MHA, karena dianggap
berbentuk
tidak sesuai dengan perkembangan zaman dan peradaban
termasuk terhadap pembentukkan dan eksistensi dan hak-hak
modern sekarang ini. Sementara itu dilain pihak, terhadap MHA
serta kewajiban-kewajiban yang dimiliki MHA pun dijiwai dan di
yang sudah maju dan sudah berbaur bahkan sudah menyatu
atur oleh ketentuan-ketentuan hukum adat yang tidak tertulis itu.
dengan perkembangan zaman dan peradaban modern, juga
Pengaturan dan pengakuan MHA ke dalam bentuk
tidak diakui keberadaannya sebagai MHA dengan alasan,
peraturan perundang-undangan (Perda) dengan sifatnya yang
bahwa MHA itu tidak lagi hidup dengan menempati kesatuan
tertulis itu pastinya akan menghilangkan jati diri asli dari MHA
wilayah tertentu sebagai ”lebensraum” nya, dan juga dianggap
yang pada akhirnya akan berakibat pada hapus dan hilangnya
sudah tercerabut dan/atau sudah tidak lagi terikat pada tatanan
nilai-nilai adat-istiadat dan juga Hukum Adat mereka. Tambahan
dan nilai-nilai adat-istiadat dan hukum adatnya sendiri.
pula bahwa UUD 1945 hasil amandemen II itu tidak lagi
tidak
tertulis.Pengaturan-pengaturan
apapun
Persyaratan ketiga, “… sesuai dengan prinsip negara
menyatakan MHA sebagai kesatuan-kesatuan kemasyarakatan
kesatuan republik Indonesia…”, juga merupakan hal yang agak
yang mempunyai hak dan asal-usul yang istimewa, dimana
gamang untuk dapat dipenuhi oleh MHA, mengingat bahwa sifat
setiap peraturan dan kebijakan pemerintah harus mengingati
yang akan diambilnya itu bersifat menguntungkan masyarakat. Misalnya
gaji PNS “DINAIKKAN” dan tidak menggunakan kata “DISESUAIKAN.
Penggunaan gaya bahasa tersebut tentunya terkait dengan adanya legalculture tertentu yang dimiliki oleh bangsa kita.
hak dan asal-usul istimewa tersebut.
Sebenarnya keempat persyaratan pengakuan terhadap
MHA itu pada awalnya hanya ada pada berbagai undang-
undang
sektoral
yang
mengatur
tentang
pemanfaatan
3. Agenda Formulasi Hukum Perlindungan Hak Masyarakat
Adat
SDA/agraria dan pemerintahan desa. Misalnya tercantum di
dalam UUPA, UU Pertambangan, UU Pokok Kehutanan, UU
Persoalan hukum bagi masyarakat adat seringkali
Pengairan, dan lain sebagainya. Dengan demikian UUD 1945
muncul ketika hak-hak yang melekat padanya tidak mampu
pasca amandemen melakukan konstitusionalisasi pengakuan
dilindungi oleh hukum negara. Hak-hak masyarakat adat yang
bersyarat
selama ini samar tercantum
terhadap
keberadaan
MHA.
Bila
sebelumnya
dalam
berbagai peraturan-
pengakuan bersyarat itu tidak memiliki landasan konstitusional,
peraturan yang tersebar, secara realita tergambar dari tidak
maka dengan amandemen tersebut ia telah memiliki landasan
diindahkannya
tersebut.
hak-hak
mereka
pembangunan yang ada selama ini.
Dengan demikian sejak saat itu, penghapusan terhadap
keberadaan
MHA
dengan
penguasaan
sumber-sumber
segala
daya
hak-hak
agraria
adat
yang
dalam
pelaksanaan
20
Mengangkat dan mengimplementasikan kembali hak-
atas
hak
melekat
masyarakat
ini
dari
berbagai
pandangan
yang
menginginkan hak-hak masyarakat adat merupakan keharusan.
padanya itu, kini telah mendapatkan landasan konstitusionalnya
Namun
di dalam UUD 1945. Maka bukan saja proses marjinalisasi atau
nasionalisme juga mempertanyakan siapa masyarakat adat itu?
peminggiran terhadapnya pun menjadi kian sah, bahkan proses
Bukankah masyarakat adat sekarang ini sudah terlebur kedalam
dan mekanisme terhadap penghapusannnya pun sah dan legal
suatu bangsa, yaitu bangsa Indonesia, yang terdiri dari seluruh
pula adanya. Negara melihat sosok MHA hanya pada lembaga
suku-suku yang ada.
adat, adat istiadat dan hukum adat semata oleh karena MHA
benturan-benturan antara masyarakat (atas nama msyarakat
sebagai
adat) dan negara dalam skala nasional.
persekutuan
tidak hidup dalam sebuah wilayah
sikap
dari
21
kelompok
yang
mengedepankan
Kelompok ini menghawatirkan akan ada
tersendiri melainkan menumpang dalam wilayah Negara, maka
Negara berwenang
untuk membatasi (menghapuskan) MHA
dalam rangka pelaksanaan terhadap hak-hak adat tradisionilnya
tersebut.
20
Kasus yang mencuat adalah adanya penunjukkan kawasan hutan
Bukit Duabelas menjadi taman nasional melalui Surat Keputusan Menteri
Kehutanan dan Perkebunan Nomor 258/Kpts-II/2000, menjadikan
Komunitas Adat Orang Rimbo terancam terusir dari hutan Bukit Duabelas
yang telah mereka tempati secara turun temurun. Belum lagi kasus-kasus
lain sebagai akibat dibukanya pertambangan dsb.
21
Perhatikan pandangan Sunaryati Hartono, Diskusi Rapat
Perlindungan Hak-hak Sipil dan Politik, BPHN, 10 Oktober 2007 di BPHN.
Konstitusi kita telah mengamanatkan bahwa masyarakat
Pengembangan Kebudayaan yang berlandaskan Nilai-
dilindungi oleh negara. Bunyi Pasal tersebut tertera nyata dalam
nilai Luhur, secara nyata ditegaskan dalam arahannya yaitu
pasal
bersamaan
dengan : reaktualisasi nilai-nilai kearifan lokal. Dengan
kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib
mengaktualkan nilai-nilai kearifan lokal ini diharapkan dapat
menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada
menjadikan dasar dalam pengembangan etika pergaulan sosial
kecualinya, dan (2) tiap-tiap warga negara berhak atas
dalam kerangka memperkuat identitas nasional.
pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
halnya dengan arahan mengenai Penghormatan, Pengakuan,
27,
yaitu:
(1)
segala
warga
negara
22
Demikian pula
Selainnya itu dalam konstitusi kita (setelah amandemen)
dan Penegakan Atas Hukum dan Hak Asasi Manusia, yang
dimasukan juga hal berkaitan dengan hak asasi manusia, yaitu
menyatakan bahwa untuk meningkatkan pemahaman dan
dalam BAB XA pasal 28 A yang mengatakan: Setiap orang
menciptakan penegakan dan kepastian hukum yang konsisten
berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya.
terhadap hak asasi manusia, perlakuan yang adil dan tidak
Konsekuensi
dari
hal
tersebut,
tentu
perlu
ada
diskriminatif
dilakukan dengan langkah antaranya adalah
pengaturan yang lebih rinci yang mengatur tentang manusia dan
mengenai “penggunakan nilai-nilai budaya daerah sebagai
masyarakat atas mempertahankan hidup dan kehidupannya.
salah satu sarana untuk mewujudkan terciptanya kesadaran
Implementasi
yang
nyata
adalah
dalam
program
hukum nasyarakat; dan peningkatan kerjasama yang harmonis
pembangunan diarahkan pada kebijakan yang mendukung
antara kelompok atau golongan dalam masyarakat, agar
bentuk perlindungan terhadap masyarakat. Hal ini nyata dapat
mampu saling memahami dan menghormati keyakinan dan
dilihat dalam Rencana Pembangunan Nasional Jangka
pendapat masing-masing.
23
Menengah 2005-2009 yang diatur dalam Peraturan Presiden
Tantangan yang dihadapi adalah bahwa negara sampai
No. 7 tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Nasional
saat ini belum maksimal memberikan jaminan dari seluruh
Jangka Menengah Nasional, yaitu dalam Bab 3 tentang
aspek kehidupan masyarakat, seperti masalah kesehatan,
Pengembangan Kebudayaan yang berlandaskan Nilai-nilai
pendidikan, perumahan dan pekerjaan yang layak serta
Luhur dan Bab 11 tentang Penghormatan, Pengakuan, dan
Penegakan Atas Hukum dan Hak Asasi Manusia, yang
kemudian juga dijadikan landasan Rencana Pembangunan
Nasional Jangka Panjang 2010-2014.
22
Lihat Peraturan Presiden No. 7 tahun 2005 tentang Rencana
Pembangunan Nasional Jangka Menengah Nasional, (Bab 3) tentang
Pengembangan Kebudayaan yang berlandaskan Nilai-nilai Luhur.
23
Ibid., (Bab 11) tentang
Penghormatan, Pengakuan, dan
Penegakan Atas Hukum dan Hak Asasi Manusia.
perekonomian,
yang
kesemuanya
nyata-nyata
menjadi
mengingat
pula oleh masyarakat pribumi atau masyarakat adat (Indigenous
pelaksanaan hak ulayat dan hak-hak yang serupa itu dari
Peoples).
masyarakat-masyarakat hukum adat sepanjang kenyataan
masyarakat
ketentuan-ketentuan
dalam
pasal
1
dan
2,
pribumi
masih ada, harus sedemikian rupa sehingga sesuai dengan
senyatanya telah ada. Dan, dasar hukum pengakuan tersebut
kepentingan nasional dan negara yang berdasarkan atas
telah tertuang dalam Konstitusi maupun berbagai peraturan.
persatuan bangsa serta tidak boleh bertentangan dengan
Pengaturan tersebut sesungguhnya merupakan pemberian
undang-undang dan peraturan-peraturan yang lebih tinggi”.
perlindungan terhadap pada masyarakat asli pribumi atau
Demikian pula dengan Undang-undang No. 41 tahun
masyarakat adat. Adapun bentuk dasar hukum Perlindungan
1999 tentang Kehutanan yang kemudian diubah dengan
Hak-hak Masyarakat Adat tersebut dapat diketahui dalam
Undang-undang No. 19 tahun 2004 tentang Perubahan Atas
Undang-undang dasar 1945, Undang-undang Pokok Agraria,
Undang-undang No. 41 tahun 1999, dalam pasal 5 ayat (3)
Undang-undang Kehutanan, Undang-undang tentang Hak Asasi
dikatakan
Manusia, Undang-undang Tentang Otonomi Khusus Bagi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dan hutan
Provinsi Papua, dan sebagainya.
adat ditetapkan sepanjang kenyataannya masih ada dan diakui
Dalam Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 18 B ayat (2)
UUD
1945
24
menghormati
dikatakan
bahwa
kesatuan-kesatuan
Negara
mengakui
masyarakat
hukum
pemerintah
menetapkan
status
hutan
keberadaannya.
Undang-undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
adat
Manusia, dalam Pasal 6 ayat (1) menyatakan bahwa dalam
sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip negara
kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam undangundang.
bahwa
dan
beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan
25
Lihat Perubahan kedua UUD 1945.
Perlu diperhatikan bahwa pengakuan ini diberikan oleh negara
kepada suatu masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisional yang
25
3-nya
“dengan
dinikmati oleh seluruh masyarakat Indonesia. Tidak terkecuali
terhadap
pasal
bahwa
1960,
pengakuan
dalam
merumuskan
tanggung jawab negara. Keseluruhan tersebut tentu harus bisa
Bentuk
24
Sedangkan Undang-undang Pokok Agraria No. 5 tahun
dimiliknya. Eksistensi yang diakui adalah eksistensi kesatuan-kesatuan
masyarakat hukum adat, artinya pengakuan ini diberikan kepada satu per
satu dari kesatuan-kesatuan tersebut, dan karenanya masyarakat hukum
adat itu haruslah bersifat tertentu. Masyarakat hukum adat itu memang
hidup (masih hidup) dalam lingkungannya yang tertentu pula. Pengakuan
dan penghormatan itu diberikan tanpa mengabaikan ukuran-ukuran
kelayakan bagi kemanusiaan sesuai dengan tingkat perkembangan
peradaban bangsa. Pengakuan dan penghormatan ini tidak boleh
mengurangi makna Indonesia sebagai negara yang berbentuk Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
rangka
penegakan
hak
asasi
manusia,
perbedaan
dan
ketentuan
hukum
adat
setempat,
dengan
menghormati
kebutuhan dalam masyarakat hukum adat harus diperhatikan
penguasaan tanah bekas hak ulayat yang diperoleh pihak lain
26
secara sah menurut tata cara dan berdasarkan peraturan
Selanjutnya dalam pasal 6 ayat (2) dikatakan bahwa identitas
perundang-undangan, (4) Penyediaan tanah ulayat dan tanah
budaya masyarakat hukum adat termasuk hak atas tanah ulayat
perorangan warga masyarakat hukum adat untuk keperluan
dan dilindungi oleh hukum masyarakat dan pemerintah.
dilindungi selaras dengan perkembangan zaman.
27
apapun, dilakukan melalui musyawarah dengan masyarakat
Dalam Undang-undang No. 21 tahun 2001 tentang
hukum adat dan warga yang bersangkutan untuk memperoleh
Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua, misalnya mengatur
kesepakatan mengenai penyerahan tanah yang diperlukan
perlindungan khusus untuk masyarakat asli Papua. Hal ini
maupun
seperti terlihat dalam alam Pasal 43 dikatakan bahwa: (1)
Kabupaten/Kota
Pemerintah Provinsi Papua wajib mengakui, menghormati,
penyelesaian sengketa tanah ulayat dan bekas hak perorangan
melindungi, memberdayakan dan mengembangkan hak-hak
secara adil dan bijaksana, sehingga dapat dicapai kesepakatan
masyarakat
yang memuaskan para pihak yang bersangkutan.
adat
dengan
berpedoman
pada
ketentuan
imbalannya,
dan
memberikan
(5)
Pemerintah
mediasi
aktif
Provinsi,
dalam
usaha
peraturan hukum yang berlaku, (2) Hak-hak masyarakat adat
Beberapa pengaturan yang lain mengenai hal ini juga dapat
tersebut pada ayat (1) meliputi hak ulayat masyarakat hukum
dilihat dari:
adat dan hak perorangan para warga masyarakat hukum adat
Pelaksanaan hak ulayat, sepanjang
a. Deklarasi PBB tentang Hak Orang-orang yang Termasuk
menurut kenyataannya masih ada, dilakukan oleh penguasa
dalam Bangsa atau Sukubangsa, Agama, dan Bahasa
adat masyarakat hukum adat yang bersangkutan menurut
Minoritas
yang bersangkutan, (3)
26
Artinya adalah bahwa hak adat yang secara nyata masih berlaku
dan dijunjung tinggi di dalam lingkungan masyarakat hukum adat harus
dihormati dan dilindungi dalam rangka perlindungan dan penegakan hak
asasi manusia dalam masyarakat yang bersangkutan dengan
memperhatikan hukum dan peraturan perundang-undangan.
27
Dalam rangka penegakan HAM, identitas budaya nasional
masyarakat hukum adat yang masih secara nyata dipegang teguh oleh
masyarakat hukum adat setempat tetap dihormati dan dilindungi
sepanjang tidak bertentangan dengan asas-asas negara hukum yang
berintikan keadilan dan kesejahteraan.
Pasal 1 tentang Perlindungan oleh Negara atas
eksistensi dan identitas kebangsaan, sukubangsa, budaya,
agama dan bahasa mereka.
Pasal 2 ayat (1) tentang Hak untuk menikmati
kebudayaan mereka, hak untuk menganut dan menjalankan
agama mereka dan menggunakan bahasa mereka sendiri
baik dalam kelompok mereka maupun dalam masyarakat.
Pasal 2 ayat (2) tentang Hak untuk berpartisipasi
prinsip saling menguntungkan dan hukum internasional.
dalam kehidupan budaya, agama, sosial, ekonomi, dan
Dalam hal apapun tidak dibenarkan untuk merampas hak-
publik.
hak suatu bangsa atas sumber-sumber penghidupannya
Pasal 2 ayat (3) tentang Hak untuk turut serta dalam
keputusan-keputusan
yang
mempengaruhi
mereka
di
tingkat nasional dan regional.
sendiri.
c. Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik (UndangUndang No. 12 tahun 2005)
Pasal 2 ayat (5) tentang Hak untuk mengadakan
Pasal 1 ayat (1) Semua bangsa mempunyai hak
dan mempertahankan hubungan damai dengan anggota-
menentukan nasib sendiri. Berdasarkan hak tersebut
anggota lain dalam kelompok mereka dan dengan orang-
mereka bebas menentukan status politik mereka dan bebas
orang yang termasuk dalam kelompok minoritas lain, baik
berupaya mencapai pembangunan ekonomi, sosial dan
dalam wilayah Negara mereka sendiri maupun melampaui
budayanya. (2) Semua bangsa, demi tujuan mereka sendiri,
batas-batas Negara.
dapat secara bebas mengelola kekayaan dan sumber daya
Pasal (3) tentang Kebebasan untuk melaksanakan
alam mereka tanpa mengurangi kewajiban apapun yang
hak mereka tanpa diskriminasi, baik secara individu maupun
muncul dari kerjasama ekonomi internasional berdasarkan
dalam masyarakat dengan anggota-anggota lain dalam
prinsip saling menguntungkan dan hukum internasional.
kelompok mereka.
Dalam hal apapun tidak dibenarkan untuk merampas hak-
b. Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan
Budaya (Undang-Undang No. 11 tahun 2005)
hak suatu bangsa atas sumber-sumber penghidupannya
sendiri.
Pasal 1 ayat (1): Semua bangsa mempunyai hak
Pasal 26: “Semua orang berkedudukan sama di
menentukan nasib sendiri. Berdasarkan hak tersebut
depan hukum dan berhak, tanpa diskriminasi apapun, atas
mereka bebas menentukan status politik mereka dan bebas
perlindungan hukum yang sama. Dalam hal ini hukum harus
berupaya mencapai pembangunan ekonomi, sosial dan
melarang diskriminasi apapun, dan menjamin perlindungan
budayanya. (2) Semua bangsa, demi tujuan mereka sendiri,
yang sama dan efektif bagi semua orang terhadap
dapat secara bebas mengelola kekayaan dan sumber daya
diskriminasi atas dasar apapun seperti ras, warna kulit, jenis
alam mereka tanpa mengurangi kewajiban apapun yang
kelamin, bahasa, agama, politik atau pendapat lain, asal-
muncul dari kerjasama ekonomi internasional berdasarkan
usul kebangsaan atau sosial, harta benda, status kelahiran
diakui. Sebagai tambahan, langkah-langkah harus diambil
atau status lainnya.
dalam kasus yang tepat untuk melindungi hak para
Pasal 27: “Di Negara-negara di mana terdapat
penduduk yang bersangkutan untuk menggunakan tanah-
golongan minoritas berdasarkan etnis, agama atau bahasa,
tanah yang tidak secara ekslusif ditempati mereka, tetapi
orang-orang yang tergabung dalam kelompok-kelompok
secara tradisonal mereka telah memiliki akses untuk mata
minoritas tersebut tidak dapat diingkari haknya, dalam
pencaharian dan aktifitas-aktifitas tradisional mereka.
komunitas bersama anggota lain dari kelompok mereka,
Perhatian khusus harus diberikan pada situasi penduduk
untuk menikmati budaya mereka sendiri, untuk menjalankan
yang berpindah-pindah dan petani yang berpindah-pindah
dan mengamalkan agama mereka sendiri, atau untuk
dalam hal ini”.
menggunakan bahasa mereka sendiri”.
d. Konvensi
Bangsa
Pribumi
dan
Senyatanya dalam masyarakat yang pluralis seperti
Masyarakat
Adat
Indonesia,
(Indigenous and Tribal Peoples Convention)
28
mendapatkan
terdapat
masyarakat
perlindungan.
adat
Karena
yang
perlu
masing-masing
Pasal 5: “negara harus menghargai dan melindungi
masyarakat mempunyai cara berpikir atau mindset-nya
nilai-nilai sosial, budaya, religi dan spiritual yang dimiliki oleh
sendiri-sendiri sehingga mungkin saja cara berfikirnya
bangsa pribumi dan masyarakat adat, dan menghargai
bertolak belakang antara satu kelompok masyarakat dengan
integritas dari institusi, praktek dan nilai-nilai bangsa pribumi
kelompok lainnya.
dan masyarakat adat”.
Pasal
13:
4. Peta Perkembangan Hukum Adat
“Mengharuskan
pemerintah
untuk
Hukum
menghormati pentingnya budaya dan nilai-nilai spiritual
akan
selalu
menyesuaian
dengan
perkembangan dan kebutuhan masyarakat yang senantiasa
bangsa pribumi dan masyarakat adat dalam hubungan
mereka dengan tanah atau wilayah tempat mereka tinggal”.
e. Kovenan Internasional tentang Penduduk Asli dan
Penduduk Suku di Negara-negara Merdeka
Pasal 14 ayat (1): “Hak-hak atas hak milik dan
pemilikan para penduduk yang bersangkutan atas tanahtanah yang secara tradisional mereka tempati harus
28
Sunaryati Hartono, Menentukan Politik Hukum Ekonomi Bagi
Indonesia Dalam Kurun Waktu Tahun 2004-2009, (makalah) Forum Dialog
Hukum dan Non Hukum, Jakarta 7-9 September 2004. Menurut Sunaryati
Hartono, bangsa Indonesia hidup dalam 5 gelombang sekaligus, yaitu :
mayoritas penduduk Indonesia masih berada dalam kelompok masyarakat
agraris, sebagian penduduk sudah beralih ke masyarakat industri,
sebagian yang lebih kecil hidup dalam suasana masyarakat pasca
industri, sebagian yang terkecil hidup di alam masyarakat informasi, dan
hanya puluhan peneliti ilmiah sudah menginjak masyarakat bioteknologi.
terus berubah. Perkembangan dalam Hukum Adat pada
perlu
dirumuskan
konsepnya
secara
jelas,
dengan
dasarnya mencakup : 1. Pengertian Hukum Adat; 2. Kedudukan
menyegarkan kembali pemahaman atas akar hakekat sumber
Hukum Adat; dan 3. Isi dan lingkungan kuasa atas orang dan
hukum adat, dengan skema, sebagai berikut:
ruang. Dengan bertitik tolak dari hal ini, maka dapat dibuat
tabulasi perkembangan hukum adat sebagai berikut:
Ranah
Nilai
Penyelesian
Genus
Nilai Primer
Harmoni
Species
Nilai Sekunder
Rukun, patut, laras
Table 1
1
Perkembangan
Adat yang mempunyai sanksi
awal
2
Berkembang
Segala
keputusan-keputusan
yang
diambil
Corak hukum adat diubah dari relegio-magis, komun,
penguasa adat dalam lingkungan masyarakat dan
dalam
hubungannya
dengan
ikatan
konkrit, kontan yang bersifat tradisional- agraris, maka guna
structural
memenuhi
masyarakatnya.
kebutuhan
dan
tuntutan
perkembangan
masyarakatnya, oleh Achid Masduki diharapkan mengarah
kepada dan menjadi religius-rasional, keseimbangan individu
3
Setelah itu
dan masyarakat, konsensual, abstrak.
Hukum Adat dilihat sebagai hukum yang lahir
29
langsung dari pikiran dan cita-cita serta kebutuhan
rakyat Indonesia;
4
Akhirnya
Hukum
yang
lahir
dari
kepribadian
bangsa
Indonesia, singkatnya hukum nasional bangsa kita
atau hukum asli Indonesia
PERKEMBANGAN PENGERTIAN HUKUM ADAT
29
Mencari pengertian baru mengenai hukum adat sebagai
hukum nasional bangsa Indonesia, atau hukum asli Indonesia
Achid Masduki, Peranan Hukum Adat Dalam Mengatasi Masalah
Pemilikan pada Masyarakat Industri, dalam , Hukum Adat Dan
Modernisasi Hukum, UII, Jogyakarta, hlm. 226
1
Perkemban
Diisi dalam taraf ilmu pengetahuan sesuai dengan waktunya,
gan awal
dengan ketentuan yang letaknya pada taraf kebiasaan dari
PERKEMBANGAN ATAS KEDUDUKAN HUKUM ADAT
golongan suku-suku yang ada
Table 3
2
3
Perkemban
Ditarik
kepada
pokok-pokok
ketentuan
yang
abstrak,
gan
sehingga diversitas isinya menjadi tampak berkurang
Perkemban
Ditarik lebih jauh lagi yakni kepada azas-azas hukum adat.
PERKEMBANGAN HUKUM ADAT ATAS LINGKUNGAN KUASA
ATAS ORANG DAN RUANG
gan
selanjutnya
4
Akhirnya
B.
Diarahkan kepada nilai-nilai hukum yang hidup di dalam
masyarakat. Semakin abstrak pengisiannya, semakin lebih
luas daya mencakup lingkungan kuasa atas orang dan
ruangnya sehingga akhirnya berlaku secara Nasional
Table 2
Peran
Hukum
Adat
Dalam
Pembangunan
Hukum
Nasional
1. Arah Pembangunan Hukum Nasional
Pembangunan pada hakekatnya adalah perubahan
yang terencana dan terus menerus untuk menuju pada suatu
perbaikan yang telah ditetapkan sebelumnya. Pelaksanaan
pembangunan
tersebut
adalah
merupakan
upaya
untuk
mencapai tujuan negara sebagaimana yang tercakup dalam
1
Perkembangan
Hukum untuk golongan tertentu; golongan
alinea keempat UUD 1945, yaitu melindungi segenap bangsa
awal
masyarakat asli, timur asing tertentu
dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan
Perkembangan
Hukum yang membawa bentuk semangat
umum,
2
kebangsaan
3
Perkembangan
Hukum Nasional
mencedasakan
kehidupan
bangsa
dan
ikut
melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Dalam kaitannya dengan pelaksanaan pembangunan,
hukum mempunyai fungsi sebagai pemelihara dalam ketertiban
selanjutnya
dan keamanan, sebagai sarana pembangunan, sebagai sarana
4
Akhirnya
Hukum Pancasila
penegak
keadilan,
dan
sebagai
sarana
pendidikan
30
masyarakat . Oleh karena itu apabila dalam pelaksanaan
Sedangkan kaitannya sebagai obyek pembangunan,
pembangunan, hukum diartikan sebagai sarana untuk mencapai
hukum harus dipandang sebagai suatu sistem. Dalam hal ini
tujuan negara, maka politik hukum nasional harus berpijak pada
hukum nasional harus dianggap sebagai suatu sistem, karena:
kerangka dasar, yaitu:
31
a. Terdiri
a. Politik hukum nasional harus selelu mengarah pada cita-cita
sejumlah
unsur
atau
komponen
atau
fungsi/variable yang selalu pengaruh mempengaruhi dan
bangsa yaitu masyarakat adil dan makmur berdasarkan
terkait satu sama lain oleh satu atau beberapa asas.
Pancasila.
b. Asas
b. Politik hukum harus ditujukan untuk mencapai tujuan
c.
dari
utama
yang
mengkaitkan
semua
unsur
atau
komponen Hukum Nasioal adalah Pancasila dan UUD 1945,
negara.
disamping sejumlah asas hukum yang lain, yang berlaku
Politik hukum harus dipandu oleh nilai-nilai Pancasila
universal maupun berlaku lokal, atau berlaku di dalam dan
sebagai dasar negara, yaitu: berbasis moral agama,
bagi disiplin hukum yang tertentu.
menghargai dan melindungi hak asasi manusia tanpa
diskriminasi,
mempersatukan
seluruh
unsur
Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM)
bangsa,
Tahun
2004-2009
sebagai
dokumen
32
perencanaan
meletakkan kekuasaan di bawah kekuasaan rakyat, dan
pembangunan nasional untuk lima tahun, menyatakan bahwa
membangun keadilan sosial.
unsur–unsur hukum yang menjadi sasaran pembangunan
d. Apabila dikaitkan dengan cita hukum negara Indonesia,
adalah substansi hukum, struktur hukum dan budaya hukum.
maka politik hukum harus melindungi semua unsur bangsa
Ketiga unsur tersebut sejalan dengan pendapat Friedmen yang
demi integrasi atau keutuhan bangsa, mewujudkan keadilan
menyebutkan adanya tiga unsur hukum yaitu substance
sosial dalam ekonomi dan kemasyarakatan, mewujudkan
(materi/substansi), structure (struktur) dan culture (budaya).
demokrasi (kedaulatan rakyat) dan nomokrasi (kedaulatan
Sebelumnya, Indonesia pada masa orde baru, di GBHN
hukum) serta menciptakan toleransi hidup beragama
menyebutkan adanya empat unsur hukum yaitu isi, aparat,
berdasar keadaban dan kemanusiaan.
budaya dan sarana prasarana. Tidak ada yang salah dengan
perbedaan mengenai jumlah unsur hukum yang menjadi obyek
30
Sunaryati Hartono, Hukum Ekonomi Pembangunan Indonesia,
Binacipta, Bandung.
31
Mahfud MD, ibid. Dalam konteksi ini politik hukum diartikan
sebagai arah yang harus ditempuh dalam pembuatan dan penegakan
hukum guna mencapai cita-cita dan tujuan negara.
pembangunan hukum. Perbedaan tersebut hanya dikarenakan
32
Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005
ada yang menguraikan secara lebih detail, dan ada yang yang
lebih ringkas sehingga detail-detail yang tidak diekplisitkan.
penting yang harus diperhatikan adalah bahwa hukum harus
Terkait dengan pelaksanaan pembangunan hukum,
RPJM
2004-2009
telah
mengidentifikasi
Dalam melaksanakan pembangunan hukum, satu hal
permasalahan-
dipahami dan dikembangkan
sebagai satu kesatuan sistem
dalam negara hukum. Oleh karena itu pembangunan hukum di
permasalahan dalam pelaksanaan pembangunan hukum :
Indonesia harus dilakukan melalui pendekatan kesisteman
a. Dalam bidang substansi hukum.
Peraturan perundang-
tersebut. Grand Design Sistem dan Politik Hukum Nasional
undangan, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah
(GDSPHN) dapat menjadi sarana untuk dapat mewujudkan
masih
dan
pelaksanaan pembangunan hukum secara efektif dan efisien.
bertentangan baik peraturan yang sederajat, maupun
Dalam hal ini GDSPHN adalah merupakan sebuah desain
peraturan yang rendah dengan peraturan diatasnya. Selain
komprehensif yang menjadi pedoman bagi seluruh stake
itu adanya implementasi peraturan perundang-udangan
holders dan mencakup seluruh unsur dari dari sistem hukum.
yang terhambat peraturan pelaksanaannya dan sedikitnya
Salah satu pilar Grand Design Sistem dan Politik Hukum
perjanjian ekstradisi dan perjanjian bantuan hukum timbal
Nasional
balik
antara indonesia dengan negara yang berpotensi
kepentingan bangsa untuk memajukan negara dan menciptakan
sebagi tempat pelarian khususnya pelaku tindak pidana
kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu produk hukum yang
korupsi adalah juga merupakan permasalahan di bidang
dihasilkan adalah hukum yang konsisten dengan falsafah
substansi hukum.
Negara, mengalir dari landasan konstitusi UUD 1945 dan secara
banyak
yang
tumpang
tindih,
inkosisten
b. Dalam bidang struktur hukum. Kurangnya independensi dan
akuntabilitas kelembagaan hukum menjadi permasalahan di
bidang struktur hukum. Selain itu kualitas sumber daya
c.
adalah
prinsip
bahwa
hukum
mengabdi
pada
sosiologis menjadi sarana untuk tercapainya keadilan dan
ketertiban masyarakat.
Sebagai suatu proses yang dinamis yang terus menerus
manusia di bidang hukum juga perlu di tingkatkan.
mengalami perubahan sesuai dengan dinamika masyarakat,
Dalam bidang budaya hukum. Timbulnya degradasi budaya
penataan
hukum yang ditandai dengan meningkatnya apatisme dan
perundang-undangan
menurunnya apresiasi masyarakat terhadap substansi
pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik, proses
hukum dan struktur hukum menjadi permasalahan serius
tersebut juga harus memperhatikan 3 (tiga) hal, yaitu:
yang harus segera dibenahi.
a. Masa lalu yang terkait dengan sejarah perjuangan bangsa.
substansi
hukum.
selain
Pembentukan
memperhatikan
peraturan
asas-asas
Pertimbangan mengenai masa lalu tidak boleh dihilangkan
sistem hukum yang ada di seluruh dunia, hukum internasional,
agar pembentukan peraturan perundang-undangan tetap
maupun fenomena sosiologis yang terjadi. Persoalannya adalah
selalu sejalan dengan tujuan dibentuknya negara Indonesia
bagaimana
(memenuhi unsur filosofis);
Indonesia
b. Masa kini yang berkaitan dengan kondisi obyektif yang
terjadi saat ini.
c.
tanpa
melingkupinya.
hukum
meninggalkan
yang
trends
berstruktur
globalisasi
sosial
yang
34
Pemikiran tentang pembaharuan hukum ini terutama
Perhatian terhadap masa kini diperlukan agar peraturan
bergantung pada konservatif atau tidaknya golongan yang
perundang-undangan
berkuasa.
yang
dibentuk
sesuai
dengan
35
Negara-negara
otokratis
yang
dikuasai
oleh
peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau
golongan yang ekslusif cenderung untuk menolak perubahan
sederajat hirarkinya dan dapat sesuai dengan kebutuhan riil
dan hanya melihat hukum sebagai sarana untuk menjaga
masyarakat, sehingga dapat diterapkan secara efektif dan
keamanan dan ketertiban, sementara negara-negara maju yang
efisien.
telah mencapai suatu keseimbangan dalam kehidupan politik,
Masa yang akan datang sesuai dengan yang dicita-citakan.
ekonomi dan kemasyarakatan juga akan cenderung untuk
Perspektif
konservatif dalam pemikirannya tentang hukum.
terhadap
masa
datang
diperlukan
agar
pembentuk peraturan perundang-undangan dapat berpikir
secara
futuristik
untuk
mengantisipasi
36
Hal ini juga
37
akan berpengaruh pada politik hukum yang akan dijalankan .
perkembangan
masyarakat yang berjalan seiring dengan perkembangan
teknologi dan globalisasi.
Dalam era global seperti sekarang ini misalnya,
pembangunan hukum nasional tidak lagi dapat melepaskan diri
33
dari pengaruh sekelilingnya . Pengaruh itu dapat berasal dari
33
membangun
Anthony Giddens bahkan menyebut era global ini dengan
“pemerintahan global”, karena ia melihat mulai sangat besarnya pengaruh
dari lembaga-lembaga dunia seperti PBB, IMF dan World Bank. Di
samping itu pembentukan Uni Eropa mengindikasikan makin menguatnya
kemungkinan untuk terciptanya pemerintahan global. Lebih jauh tentang
ini lihat Anthony Giddens, The Third Way, Jalan Ketiga: Pembaruan
Demokrasi Sosial, diterjemahkan oleh Ketut Arya Mahardika, (Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama, 2002) hlm.168.
34
Zudan Arif Fakrullah, Membangun Hukum Yang Berstruktur Sosial
Indonesia Dalam Kancah Trends Globalisasi, Dalam Wajah Hukum Di Era
Reformasi: Kumpulan Karya Ilmiah Menyambut 70 Tahun Prof. Dr. Satjipto
Rahardjo, S.H., (Bandung: P.T. Citra Aditya Bakti, 2000) hlm. 51.
35
C.F.G. Sunaryati Hartono, Politik Hukum Menuju Satu Sistem
Hukum Nasional, (Bandung: Alumni, 1991) hlm. 82.
36
Ibid.
37
Menurut Satjipto Raharjo, politik hukum yaitu adanya keharusan
untuk menentukan suatu pilihan mengenai tujuan maupun cara-cara yang
hendak dipakai untuk mencapai tujuan tersebut. Lihat Satjipto Raharjo,
Ilmu Hukum, (Bandung: Alumni, 1986) hlm. 34. Padmo Wahyono
mengartikan politik hukum sebagai suatu kebijaksanaan dasar yang
menentukan arah, bentuk maupun isi dari hukum yang akan dibentuk.
Secara sederhana pertentangan antara dua konsepsi pemikiran
pembaharuan
hukum merupakan pertentangan antara legisme (termasuk
memperhatikan kesadaran hukum masyarakat.
aliran positivisme) dan aliran mazhab sejarah.
38
peraturan
perundang-undangan
ini
harus
Di dalam dunia pemikiran (atau filsafat) hukum, sikap ini
dianjurkan oleh Eugen Erlich, pemuka dari aliran Sociological
Aliran legisme menyamakan hukum dengan undang-
40
undang dan menyangka bahwa segala pembuatan hukum
Jurisprudence.
(termasuk pebaharuannya) dapat begitu saja dilakukan dengan
pemikirannya di bidang hukum adalah apa yang ia namakan
undang-undang.
menentang
sebagai living law. Hukum positif yang baik (dan karenanya
perundang-undangan (legislation) sebagai suatu cara untuk
efektif) adalah hukum yang sesuai dengan living law yang
membuat (dan memperbaharui) hukum karena hukum itu tidak
merupakan inner order dari masyarakat yang mencerminkan
mungkin
nilai-nilai yang hidup di dalamnya.
dibuat,
Sebaliknya,
mahzab
melainkan
(harus)
sejarah
tumbuh
sendiri
dari
39
kesadaran hukum masyarakat.
Yang
Masyarakat
Namun sebenarnya pertentangan ini bisa didamaikan
pemerintahan
menjadi
adat
negara
konsepsi
sebagai
pada
bagian
umumnya,
dasar
dari
harus
dari
struktur
diposisikan
dengan mengakomodasi keduanya. Artinya, Indonesia yang
sebagai bagian integral dalam proses pembangunan. Artinya
sudah terlanjur menganut sistem hukum civil law, yang berarti
partisipasi aktif masyarakat harus direspons secara positif oleh
lebih menekankan hukum sebagai undang-undang, selayaknya
pemerintah sebagai pengambil kebijakan dan keputusan-
melakukan pembaharuan hukum lewat pembaharuan peraturan
keputusan politik maupun hukum. Masyarakat adat jangan
perundang-undangan (termasuk undang-undang). Hanya saja
dibangun berdasarkan kemauan pemerintah semata-mata,
tetapi harus diberikan kebebasan untuk berkreasi sesuai potensi
yang
Lihat Padmo Wahjono, Indonesia Negara Berdasar Atas Hukum, (Jakarta:
Ghalia Indonesia, 1986) hlm. 60. Sedangkan menurut Teuku Mohamad
Radie, politik hukum adalah pernyataan kehendak penguasa negara
mengenai hukum yang berlaku di wilayahnya, dan mengenai kemana
hukum hendak dikembangkan. Lihat Tunggul Anshari Setia Negara, Politik
Hukum Nasional Terhadap Hukum Administrasi Negara, dalam S.F.
Marbun (ed), Dimensi-dimensi Pemikiran Hukum Administrasi Negara,
(Yogyakarta: UII Press, 2001) hlm.162.
38
Mochtar Kusumaatmadja, Konsep-konsep Hukum Dalam
Pembangunan, (Bandung: Alumni, 2002) hlm. 77.
39
Ibid.
dimiliki,
sehingga
ada
keseimbangan.
Kebijakan
pembangunan harus integrated (terpadu) dengan tetap berbasis
pada masyarakat adat yang mempunyai hukum adat, sebagai
bagian
dari
eksistensinya.
40
Ibid, hlm. 78.
sistem
hukum
nasional
yang
patut
diakui
2. Peran Hukum Adat Dalam Pembangunan Hukum Nasional
Sumbangsih Hukum adat bagi pembentukan hukum
nasional, adalah dalam hal pemakaian azas-azas, pranatapranata
dan
pendekatan
dalam
pembentukan
41
hukum .
Sumbangsih hukum adat misalnya dalam kontrak bagi hasil
(bidang perminyakan), bidang hukum tanah dan hukum
perumahan (khususnya rumah susun) dan azas pemisahan
horizontal
dapat
digunakan
dalam
pembentukan
hukum
nasional.
“Hukum
adat
dalam
hubungannya
dengan
industrialisasi, maka bisa menggunakan pendekatan
fungsional. Artinya, kehadiran hukum dalam masyarakat
menjalankan fungsinya sebagai sarana penyalur
proses-proses dalam masyarakat sehingga tercipta
suasana ketertiban tertentu. Hukum lalu menjadi
kerangka bagi berlangsungnya berbagai proses
tersebut
sehingga
tercipta
suatu
suasana
kemasyarakatan yang produktif”.
Dalam Perundang-undangan pun demikian. Perundangundang merupakan produk formil hukum yang dibuat oleh
badan yang berwenang, muatan materi yang diatur dalam
Hukum adat dengan ciri dan sifatnya serta unsur-unsur
perundang-undangan adalah termasuk mengatur hukum yang
yang melekat dalam hukum tersebut, maka hukum adat mampu
bersumber pada hukum adat. Hal ini tercermin dalam banyak
berkembang sesuai dengan serta mengikuti kebutuhan dan
produk perundang-undangan.
perkembangan jaman. Perkembangan hukum adat dalam dilihat
Hukum adat juga banyak memberikan kontribusi dalam
dari substansinya dan melalui sumber-sumber hukum yang
bentuk yurisprudensi. Dalam hukum adat, yurisprudensi hukum,
tersedia. Misalnya dalam Dokrin, Perundang-undangan, atau
selain merupakan keputusan pengadilan yang telah menjadi
Yurisprudensi.
tetap dalam bidang hukum adat, juga merupakan sarana
Salam satu contributor terbesar dalam perkembangan
hukum adat adalah Satjipto Raharjo. Beliau misalnya
mengatakan bahwa:
42
pembinaan hukum adat, sesuai cita-cita hukum, sekaligus dari
yurisprudensi dari masa ke masa dapat dilacak perkembanganperkembangan hukum adat, baik yang masih bersifat local
maupun yang telah berlaku secara nasional. Perkembanganperkembangan
41
Achid Masduki, Peranan Hukum Adat Dalam Mengatasi Masalah
Pemilikan pada Masyarakat Industri, dalam , Hukum Adat Dan
Modernisasi Hukum, UII, Jogyakarta, hlm. 175.
42
Lebih jauh lihat: Satjipto Rahardjo, Sisi-sisi Lain dari Hukum Di
Indoensia, Kompas, 2003, hal 23,24; Satjipto Rahardjo: Penafsiran Hukum
Yang Progresif, dalam: Anthon Freddy Susanto, Semiotika Hukum,
Dekontruksi Teks Menuju Progresifitras Makna, Efika Aditama, Bandung,
hlm. 3; Satjipto Rahardjo: Modernisasi Dan Perembangan Kesadaran
hukum
adat
melalui
yurisprudensi
akan
memberikan pengetahuan tentang pergeseran dan tumbuhnya
hukum adat, melemahnya hukum adat lokal dan menguatnya
hukum adat yang kemudian menjadi bersifat dan mengikat
Hukum Masyarakat, Jurnal Masalah-masalah Hukum, FH Undip, No.1-6
Tahun X/ 1980, hlm. 18.
secara
nasional.
Perkembangan
hukum
adat
melalui
Perkembangannya ternyata semakin kuat dan diakuinya
yurisprudensi dapat dilacak dalam beberapa hal antara lain:
pergeseran system kekeluargaan dalam masyarakat adat
a. Prinsip Hukum Adat
matrilineal dan masyarakat adat matrilineal ke arah system
Hukum adat antara lain bersandarkan pada azas: rukun,
parental atau bilateral. Yurisprudensi tanggal 17 Januari
patut,
1959b Nomor 320K/ Sip/ 1958 sebagai berikut:
laras,
hal
ini
ditegaskan
dalam
yurisprudensi
Mahkamah Agung-RI Nomor: 3328/Pdt/1984 tanggal 29
1) Si istri dapat mewarisi harta pencaharian sang suami
April 1986.
yang meninggal dunia;
Dalam Putusan MA-RI Nomor 2898 K/Pdt/1989 tanggal 19
2) Anak yang belum dewasa dipelihara dan berada dalam
Nomember 1989, berdasarkan sengketa adat yang dimbul
di
Pengadilan
Kefamenanu,
Nusa
Tenggara
pengampuan ibu;
Timur,
3) Karena anak berada dalam pengampuan ibu, maka
Mahkamah Agung menegaskan:
“Dalam
menghadapi
kasus
harta kekayaan anak dikuasai dan diurus oleh ibu.
gugatan
perdata
yang
fondamentum petendi dan petitumnya berdasarkan pada
c.
Kedudukan sama laki dan perempuan
d. Menguatnya Perlindungan kepada Perempuan Dalam
pelanggaran hukum adat dan penegasan sanksi adat; Bila
Hukum Waris:
dalam persidangan penggugat dapat membuktikan dalil
1) Kedudukan anak Perempuan Dalam Hukum Waris
gugatannya, maka hakim harus menerapkan hukum adat
Semula
menurut
hukum
adat
dalam
masyarakat
mengenai pasal tersebut yang masih berlaku di daerah
patrilineal, anak perempuan bukan ahli waris. Namun
bersangkutan, setelah mendengar Tetua adat setempat“.
dalam perkembangannya diakui oleh yurisprudensi
Kaedah hukum selanjutnya: “Penyelesaian pelanggaran
bahwa anak perempuan sebagai ahli waris almarhum
hukum adat, disamping melalui gugatan perdata tersebut di
orang tuanya.
atas, dapat pula ditempuh melalui tuntutan pidana ig pasal 5
(3)b UU No. 1 Drt/1951“.
b. Menguatnya Kedudukan Keluarga Inti (Gezin)
2) Kedudukan Janda dalam Hukum Waris
Golongan masyarakat adat di Indonesia terdiri dari golongan
Perkembangan awal seorang janda bukan ahli waris,
masyarakat patrilineal, golongan masyarakat matrilineal dan
dalam
golongan
menderita sepeninggal suaminya, kemudian timbul
masyarakat
parental
(bilateral).
Dalam
kenyataannya
kemudian
janda
menjadi
praktek pemberian hibah oleh suami kepada istrinya
melanggar hukum yang dihupo di wilayah banggai, Sulawesi
untuk melindungi dan mempertahankan kehidupan
Tengah, berdasarkan unsur pidana dalam pasal 5 ayat 3 sub b
sosial ekonomi sepeninggal suaminya, praktek demikian
UU Drt 1/ drt/1951, yang unsurnya adalah:
semakin lama semakin melembaga. Perkembangan
Unsur pertama, suatu perbuatan melanggar hukum yang hidup;
hukum adat berikutnya adalah, janda sebagai ahli waris
Unsur kedua, perbuatan pelanggaran tersebut tidak ada
bersama-sama dengan anak-anak almarhum suaminya.
bandingannya dalam KUHP;
Selanjutnya
janda
kedudukannya
sebagai
sama
dengan
ahli
waris
yang
Unsur ketiga, perbuatan pelanggaran tersebut masih tetap
ahli
waris
anak.
berlaku untuk kaula-kaula dan oarng-orang yang bersangkutan.
Perkembangan selanjutnya janda sebagai ahli waris
Putusan PT Palu No. 6/Pid/1984 tanggal 9 April 1984
kelompok keutamaan, yang menutup ahli waris lainnya.
menguatkan putusan PN Luwuk, dengan menambahkan bahwa,
Yurisprudensi Putusan MA No. 387K/Sip/1956 tanggal
untuk memenuhi rasa keadilan masyarakat, yang menganggap
29 Okt0ber 1958, Janda dapat tetap menguasai harta
perbuatan
gono gini sampai ia meninggal dunia atau kawin lagi.
memutuskan terdakwa telah melakukan kejahatan bersetubuh
Puncaknya adalah Yurisprudensi Putusan Mahkamah
dengan seorang wanita di luar nikah. Mahkamah Agung,
Agung No. 3190K/ Pdt/`985, tanggal 26 Oktober 1987,
dengan putusan No. 666K/ Pid/ 1984 tanggal 23 februari 1985,
janda memiliki hak waris dari harta peninggalan
perbuatan yang dilakukan terdakwa dikatagorikan sebagai
suaminya,
perbuatan zinah menurut hukum adat.
dan
haknya
sederajad
dengan
anak
tersebut
adalah
perbuatan
pidana,
hakim
kandungnya, jika tidak memiliki anak, ia jadi penghalang
Mahkamah Agung dalam putusan Nomor 3898K/Pdt/1989,
ahli waris saudara suaminya, terhadap harta gawan dan
tanggal 19 Nopember 1992, mengenai pelanggaran adat serupa
harta gono gini.
di daerah Kafemenanu, mamun diajukan secara perdata dengan
Dalam hukum pidana, hukum adat juga memberikan
gugatan, intinya: Jika dua orang dewasa melakukan hubungan
pengaruh melalui yurisprudensi. Beberapa Yurisprudensi penting
kelamin atas dasar suka sama suka yang mengakibatkan di
mengenai Hukum pidana adat adalah:
perempuan hamil, dan si laki-laki tidak bertanggung jawab atas
1. Perbuatan melawan Hukum.
kehamilan tersebut, harus ditetapkan suatu sanksi adat berupa
Misalnya PN Luwuk No. 27/Pid/ 1983, mengadili perkara
hubungan kelamin di luar perkawinan, hakim memutus terdakwa
pembayaran belis (biaya atau mas kawin) dari pihak laki-laki
kepada pihak perempuan (di kenal dengan nama Pualeu
b. Gadis tersebut menjadi hamil karenanya
Manleu).
Pria tersebut tidak bersedia mengawini gadis tersebut
2. Perbuatan melanggar hukum adat Logika Sanggraha di Bali.
sebagai istrinya yang sah.
Dalam perkara Nomor 854K/Pid/1983 tanggal 30 Oktober 1984,
3. Putusan Pengadilan negeri Mataram NO. 051/Pid.Rin/1988
Menurut Mahkamah Agung, seorang laki-laki yang tidur
tanggal 23 Maret 1988 . Pengadilan mempertimbangkannnya
bersama dengan seorang perempuan dalam satu kamar dan
telah menyebut pelanggaran terhadap hukum adat delik
pada satu tempat tidur, merupakan bukti petunjuk bahwa laki-
Nambarayang atau Nagmpesake.
43
laki tersebut telah bersetubuh dengan wanita itu. Berdasarkan
4. MA-RI Nomor 481 K/Pid/1986 tanggal 31 Agustus 1989 dari PN
keterangan saksi korban dan adanya bukti petunjuk dari para
Ende Problematika organ tubuh wanita , beberapa kali
saksi-saksi lainnya, terdakwa telah bersetubuh dengan saksi
diterapkan ketentuan pasal 378 KUHP, menempatkan organ
korban sebagaimana dimaksud dalam dakwaan subsider.
tubuh peremuan sebagai barang. Solusinya diterapkan pasal 5
Mengenai dakwaan primer, Mahkamah Agung berpendirian
(3) b Undang-undang Drt Nomor 1 Tahun 1951 LN. Nomor 9
bahwa dakwaan ini tidak terbukti dengan sah , karena unsur
Tahun 1950 tanggal 13 Januari 1951. Dalam kasus serupa di
barang dalam pasal 378 KUHP tidak terbukti dengan sah dan
pengadilan Negeri Medan Nomor 571/KS/1980 tanggal 5 Maret
meyakinkan,
harus
1980 pernah diterapkan ketentuan pasal 378 KUHP dan
dibebaskan datri dakwaaan primer ex pasal 378 KUHP.
dikuatkan oleh PT Nomor 144/Pid/ 1983 tanggal 8 Agustus
Berdasarkan pertimbangan di atas Mahkamah Agung dalam
1983. Barang ditafsirkan secara luas , sehingga barang
diktum putusannya berbunyi:
termasuk juga jasa. Barang sesuatu yang melekat bersatu pada
a. Membebaskan terdakwa dari dakwaan primer;
diri seseorang ( kemaluan) juga termasuk pengertian barang,
dengan
b. Menyatakan
c.
demikian
terdakwa
maka
bersaklah
terdakwa
terhadap
44
yang dalam bahasa Tapanuli dikenal dengan ” Bonda” yang
dakwaan
subsider melakukan tindak pidana adat Logika Sanggraha;
artinya ” barang” yang tidak lain adalah ”kemaluan”. Sehingga
Menghukum terdakwa dengan hukuman penjara dua bulan.
bilamana seorang gadis menyerahkan kehormatannya kepada
Hukum adat pidana Logika Sanggraha di Bali Peswara Bali,
pria, maka samalah artinya gadis tersebut menyerahkan barang
merupakan suatu perbuatan seorang pria yang memiliki unsur-
kepada pria tersebut. Dengan penafsiran secara luas tersebut,
unsur:
a. bersetubuh dengan seorang gadis;
43
44
Varia Peradilan Nomor 39 Desember 1988.
Varia Peradilan Nomor 55 April 1990.
maka telah terpenuhi unsur barang dalam pasal 378 KUHP.
b. Unsur membujuk dalam kasus ini berupa : ” Janji terdakwa
Dalam praktek kemudian banyak diikuti penegak hukum (jaksa)
untuk mengawini gadis setelah keinginanya bersetubuh
Untuk menjerat seorang pria yang berhasil menyetubuhi gadis
tercapai, tidak ditepainya;
yang akan dikawini, tetapi akhirnya pria ingkar janji, dan gadis
menjadi korban yang merana seumur hidup. Dalam putusan
45
Kwalifikasi dirumuskan oleh judex factie (pertama maupun
banding) dengan kata-kata: ” perempuan yang belum
MA-RI Nomor 61 K/ Pid/ 1988 tanggal 15 Maret 1990 ,
dewasa” sedangkan MARI merumuskan : ”seorang yang
berdasarkan
belum dewasa”;
perkara
yang
diputus
pengadilan
Negeri
Pamekasan, penyelesaian tidak dapat menggunakan ketentuan
d. Diktum Putusan PT dijumpai perumusan hukuman : Pidana
pasal 378 KUHP, melainkan dengan melalui jalur delik adat zina
penjara selama 2, 5 tahun ( dua setengah tahun). Menururt
ex pasal 5 (3) sub bUndang-undang Drt Nomor 1 Ytahun 1951
psal 27 KUHP dengan menyebut banyaknya hari, bulan dan
yang ada bandingannya dalam KUHP, yaitu pasal 381 KUHP,
tahun..”, maka seharusnya: ” dua tahun enam bulan”.
sehingga pria si pelaku dapat dipidana. Sikap MA-RI terhadap
persoalan tersebut sejak putusannya Nomor 93K/Ke/1976,
menjadi yurisprudensi tetap.
5. Penerapan delik pasal 293 KUHP Pria yang ingkar janji kawin,
MA menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan
bersalah melakukan kejahatan:
”Penyesatan dengan sengaja , membujuk seorang yang belum
dewasa untuk melakukan perbuatan cabul, padahal tentang
belum cukup umurnya itu dihitung selayaknya harus diduganya;
Dalam Kasus ini ada beberapa hal yang patut dicatat:
a. Bahwa batasan umur ” belum dewasa ” Mahkamah Agung
tetap berpendirian seperti putusan sebelumnya, gadis yang
belum mencapai umur 21 tahun; dalam kasus ini gadis
tersebut berumur 20 tahun.;
45
c.
Varia Peradilan Nomor 65 Fanruari 1991.
BAB III
sama, yaitu menjadi mayat. Hal ini mengandung makna bahwa baik-
GAMBARAN UMUM MASYARAKAT ADAT SUKU TENGGER
buruk, senang-susah, sehat-sakit, adalah ada pada manusia dan tak
DI MALANG JAWA TIMUR
dapat dihindari. Kesempurnaan hidup manusia apabila dapat
menyeimbangkan kedua hal itu. Hubungan Badan dan Roh Menurut
A.
Perkawinan Masyarakat Tengger
Falsafah Tengger Masyarakat Tengger beranggapan bahwa badan
Berbicara masalah perkawinan masyarakat tengger tak bisa
manusia itu hanya merupakan pembungkus sukma(roh). Sukma
dilepaskan dari Falsafah Tengger Ajaran tentang asal-usul manusia
adalah
dan pandangan hidup masyarakat tengger seperti terdapat pada
meninggal, badannya
mantra purwa bhumi.
sukmanya terbebas dari mengalami suatu proses penyucian di
Pada hakikatnya manusia adalah ciptaan Tuhan, yang
dalam
badan
neraka,
halus
dan
yang
pulang
selama
bersifat
ke
itu
pertiwi
abadi.
(bumi),
Jika
orang
sedangkan
mereka mengembara
tidak
dilahirkan dari tidak ada menjadi ada atau dari alam gaib, untuk
mempunyai tempat berhenti. Cahaya, api dan air dari arah timur
mengemban tugas di dunia ini melaksanakan lima perintah-Nya
akan melenyapkan semua kejahatan yang dialami sukma sewaktu
46
dengan menyatukan diri pada tugasnya , agar didunia ini tumbuh
berada didalam badan. Masyarakat Tengger percaya bahwa neraka
keterbukaan dan perkembangan menuju kesempurnaan. Masih ada
itu terdiri dari beberapa bagian. Bagian terakhir ialah bagian timur
lagi tafsiran tentang aksara Jawa yang dikaitkan dengan cerita
yang disebut juga kawah candra dimuka, yang akan menyucikan
tentang Aji Saka, yaitu bahwa ada utusan, yang keduanya saling
sukma sehingga menjadi bersih dan suciserta masuk surga. Hal ini
bertengkar (berebut kebenaran). Keduanya sama kuatnya (sama-
terjadi pada hari ke-1000 sesudah kematian dan melalui upacara
sama berjaya), yang akhirnya keduanya mengalami nasib yang
Entas-entas. Hubungan Antar-manusia Menurut Falsafah Tengger
Sesuai dengan ajaranyang hidup di masyarakat Tengger seperti
46
Sedangkan tugas manusia di dunia ini dapat dipelajari melalui
cara masyarakat Tengger member makna kepada aksara Jawa yang
mereka kembangkan. Adapun makna yang dimaksudkan adalah seperti
tersebut dibawah ini.h.n.c.r.k : hingsun nitahake cipta, rasa karsa, d,t,s,w,l
: dumadi tetesing sarira wadilaksana, p, dh, j, y, ny : panca dhawuh jagad
yekti nyawiji, m, g, b, th, ng :marmane gantia binuka thukul
ngakasa.Apabila diartikan secara harfiah kurang lebih sebagai berikut:
³TuhanYang Maha Esa menciptakan cahaya, rasa dan kehendak pada
manusia, (manusia)dijadikan melalui badan gaib untuk melaksanakan lima perintah di
dunia dengan kesungguhan hati, agar saling terbuka tumbuh (berkembang)
penuh kebebasan(ngakasa menuju alam bebas angkasa).
terkandung dalam ajaran tentang sikap hidup dengan sesanti panca
setia, yaitu:
1. setya budaya artinya, taat, tekun,mandiri;
2. setya wacana artinya setia pada ucapan;
3. setya semàya artinya setia pada janji;
4. setya laksana artinya patuh, tuhu, taat;
5. setya mitra artinya setia kawan.
Ajaran tentang kesetiaan berpengaruh besar terhadap perilaku
masyarakat Tengger. Hal ini tampak pada sifat taat, tekun bekerja,
Mereka mengembangkan pandangan hidup yang disebut
pengetahuan tentang watak yaitu:
47
toleransi tinggi, gotong-royong , serta rasa tanggung jawab.
1. prasaja berarti jujur, tidak dibuat-buat apa adanya;
umpamanya menunjukkan bahwa pada umumnya mereka bekerja di
2. prayoga berarti senantiasa bersikap bijaksana;
ladangnya dari jam 6 pagi sampai jam 6 sore setiap hari secara
3. pranata berarti senantiasa patuh pada raja, berarti
tekun. Demikian pula tanggung jawab mereka terhadap lingkungan
pimpinan atau pemerintah;
sosial tercermin pada kesadaran rakyat untuk ikut serta menjaga
4. prasetya berarti setya;
keamanan, serta merelakan sebagian tanahnya apabila terkena
5. prayitna berarti waspada.
pembangunan jalan. Sifat lain yang positif adalah kemampuan
Atas dasar kelima pandangan hidup tersebut, masyarakat
menyesuaikan diri terhadap perkembangan, yaitu kesediaan mereka
Tengger mengembangkan sikap kepribadian tertentu sesuai dengan
untuk menerima orang asing atau oranglain, meskipun mereka tetap
kondisi dan perkembangan yang ada. Antara lain mengembangkan
pada sikap yang sesuai dengan identitasnya sebagai orang
sikap
Tengger.
dikembangkan pula sikap lain sebagai perwujudannya. Mereka
seperti
kelima pandangan
hidup
tersebut,
di
samping
Hubungan antara pria dan wanita tercermin pada sikap
mengembangkan sikap rasa malu dalam arti positif, yaitu rasa malu
bahwa pria adalah sebagai pengayom bagi wanita, yaitu ngayomi,
apabila tidak ikut serta dalam kegiatan sosial . Sikap toleransi
ngayani, ngayemi, artinya memberikan perlindungan, memberikan
mereka tercermin pada kenyataan bahwa mereka dapat bergaul
nafkah, serta menciptakan suasana tenteram dan damai. Sikap dan
dengan orang beragama lain, ataupun kedatangan orang beragama
Pandangan
Sikap
lain.Dalam keagamaan mereka tetap setia kepada agama yang
dan pandangan hidup orang Tengger tercermin pada harapannya,
telah dimiliki namuntoleransi tetap tinggi, sebab mereka lebih
yaitu waras (sehat), wareg (kenyang), wastra (memiliki pakaian,
berorientasi pada tujuan, bukan padacara mencapai tujuan. Pada
sandang), wisma (memiliki rumah, tempat tinggal), dan widya
dasarnya manusia itu bertujuan satu, yaitu mencapai Tuhan,
(menguasai ilmu dan teknologi, berpengetahuan danterampil).
meskipun jalannya beraneka warna. Sikap toleransi itu tampak pula
Hidup
Pandangan
tentang
Perilaku
48
dalam hal perkawinan, yaitu sikap orang tua yang memberikan
47
Sikap
gotong-royongnya
terlihat
pula
pada
waktu
mendirikan pendopo agung di Tosari, adalah sebagai hasil jerih payah
rakyat membuat jalan sepanjang 15 km dari Tosari menuju Bromo (tahun 19711976).
48
Begitu mendalamnya rasa malu itu, sehingga pernah ada kasus
(di Tosari) seorang warga masyarakat yang bunuh diri hanya karena tidak ikut
serta dalam kegiatan gotong-royong. (hasil wawancara dengan Camat……..tgl…..)
kebebasan bagi para putra-putrinya untuk memilih calon istri atau
depan yang lebih baik dan berkeyakinan akan datangnya kejayaan
suaminya. Pada dasarnya perkawinan bersifat bebas. Mereka tetap
dan kesejahteraan masyarakatnya.
dapat menerima apabila anak-anaknya ada yang berumah tangga
Siklus Hidup Menurut Falsafah Tengger Ada 3 (tiga) tahap
dengan wanita atau pria yang berlainan agama sekalipun. Namun
penting siklus kehidupan menurut pandanganmasyarakat Tengger,
dalam hal melaksanakan adat, pada umumnya para generasi muda
yakni:
masih tetap melakukannya sesuai dengan adat kebiasaan orang
1. umur 0 sampal 21 (wanita) atau 27 (pria), dengan lambang
tuanya.Sikap hidup masyarakat Tengger yang penting adalah tata
tentrem
(tidak banyak
risiko),
aja
jowal-jawil
(jangan
suka
mengganggu orang lain), kerja keras,dan tetap mempertahankan
tanah milik secara turun-temurun. Sikap terhadap kerja adalah
positif
dengan
titi
luri-nya,
yaitu
meneruskan
sikap
nenek
moyangnya sebagai penghormatan kepada leluhur. Sikap terhadap
bramacari yaitu masa yang tepat untuk pendidikan;
2. usia 21 (wanita)atau 27 (pria) sampai 60 tahun lambing griasta,
masa yang tepat untuk membangun rumah dan mandiri;
3. 60 tahun ke atas, dengan lambang biksuka, membangun diri sebagai
manusia usia lanjut untuk lebih mementingkan masa akhir
hidupnya.
hasil kerja bukanlah semata-mata hidup untuk mengumpulkan harta
Pada masa griasta ada ungkapan yang berbunyi kalau
demi kepentingan pribadi, akan tetapi untuk menolong sesamanya.
masih mentah sama adil, kalau sudah masak tidak ada harga, yang
Dengan demikian, dalam masyarakat Tengger tidak pernah terjadi
dimaksudkan adalah hendaklah manusia itu pada waktu mudanya
kelaparan. Untuk mencapai keberhasilan dalam hidup semata-marta
bersikap adil dan masa dewasa menyiapkan dirinya untuk masa
diutamakan pada hasil kerjasendiri, dan mereka menjauhkan diri
tuanya dan hari akhirnya.Pertunangan dan Perkawinan Pada
dari sikap nyadhong (menengadahkan telapak tangan ke atas).
umumnya masyarakat Tengger mempunyai pendirian yang cukup
Masyarakat Tengger mengharapkan generasi mudanya mampu
bermoral atas perkawinan. Poligami dan perceraian boleh dikatakan
mandiri seperti ksatria Tengger. Orang tua tidak ingin mempunyai
tidak pernah terjadi. Perkawinan di bawah umur juga jarang terjadi.
anak yang memalukan,dengan harapan agar anak mampu untuk
Perkawinan dalam masyarakat ini akan dibicarakan tentang Pra
mikul dhuwur mendhem jero, yaitu memuliakan orang tuanya. Sikap
Perkawinan yaitu melalui proses Pertunangan/ Pacangan dan
mereka terhadap perubahan cukup baik, terbukti mereka dapat
Prosesi/Upacara Perkawinan itu sendiri.
menerima pengaruh model pakaian, dan teknologi, serta perubahan
1. Pertunangan/Pacangan.
lain yang berkaitan dengan cara mereka mengharapkan masa
Dalam pertunangan (pacangan), lamaran dilakukan oleh orang
tua pria. Sebelumnya didahului dengan pertemuan antara kedua
calon, atas dasar rasa senang kedua belah pihak. Apabila
Pada upacara pasrah pengantin, masing-masing pihak diwakili
kedua belah pihak telah sepakat, maka orang tua pihak wanita
oleh seorang utusan. Para wakil mengadakan pembicaraan
(sebagai calon) berkunjung ke orangtua pihak pria untuk
mengenai kewajiban dalam perkawinan dengan disaksikan oleh
menanyakan persetujuannya atau notok. Selanjutnya apabila
seorang dukun. Pada upacara pernikahan dibuatkan petra
orangtua pihak pria telah menyetujui, diteruskan dengan
(petara: boneka sebagai tempat roh nenek moyang) supaya roh
kunjungan dari pihak orangtua pria untuk menyampaikan ikatan
nenek moyangnya bisa hadir menyaksikan. Biasanya setelah
(peningset) dan menentukan hari perkawinan yang disetujuioleh
melakukan perkawinan kemanten pria harus tinggal dirumah
kedua belah pihak. Sesudah itu barulah upacara perkawinan
(mengikuti) kemanten wanita. Maka dari itu biasanya rumah dari
dilakukan.
orang tengger besar-besar karena dihuni oleh beberapa
2. Prosesi/Upacara Perkawinan.
kluarga.
Sebelum acara perkawinan biasanya telah dimintakan nasihat
Mengenai
pelaku
akan
dikenakan sanksi bersih desa yaitu berupa selametan bersih desa,
hari yang baik dan tepat, tempat pelaksanaan perkawinan, dan
maka kedua keluarga dikumpulkan terlebih dahulu bila kedua pelaku
perkawinan
masih dibawah umur kemudian dilakukan upacara selametan bersih
ditentukan, maka diawali selamatan kecil (dengan sajian bubur
desa, apabila kedua pelaku tersebut sudah dewasa maka akan di
merah
nikahkan
dan
hari
bubur putih).
untuk
Sebagai
upacara
maka
dan
dilaksanakan. Dukun akan memberikan saran (menetapkan)
Setelah
hamil,
laki-laki
perempuan
sebagainya .
mengakibatkan
hubungan
kepada dukun mengenai kapan sebaiknya hari perkawinan itu
49
yang
penyimpangan
kelengkapan
upacara
sesuai
dengan
1
Tahun
1974,
untuk
diluar
nikah,
kepala
desa
mengantisipasi
keliling, diikuti oleh empat gadis dan empat jejaka dengan
mengadakan posyandu remaja dan posyandu lansia, dukun bayi
diiringi gamelan. Pada upacara perkawinan pengantin wanita
yang memeriksa secara berkala para remaja putri untuk mengetahui
memberikan hadiah bokor tembaga berisi sirih lengkap dengan
kondisi remaja putri. Apabila ada remaja putri yang berhenti haid
tembakau,
pria
maka bidan desa akan meneruskan ke Dokter kandungan. Dan bila
memberikan hadiah berupa sebuah keranjang berisi buah-
terbukti hamil akan dilanjutkan dengan investikasi siapa yang
buahan, beras dan mas kawin
menghamili dan akan mempertemukan kedua belah keluarga
dan
lain,
sedangkan
pengantin
hamil
No.
perkawinan, maka pasangan pengantin diarak (upacara ngarak)
rokok
terjadinya
UU
pelakunya demikian cara pemerintah desa untuk antisipasi agar
49
2011.
Hasil wawancara dengan Kepala Desa Ngadisari Tgl. 20 Juli
tidak terjadi hamil diluar nikah karena menghindari pengotoran desa.
Mereka melakukan seperti itu dengan alasan dari pada berburuk
Anggota
Tim
Pemantaua
n
BPHN
sedang
mewawanc
arai Kepala
Desa
Ngadisari,
Bapak
Supoyo
Tanggal 20
Juli 2011.
sangka, dan hal tersebut disetujui para orang tua yang ada di desa
50
tersebut .
Sebelum ada Undang-Undang perkawinan banyak anakanak sukuTengger yang kawin dalam usia belia, misalnya pada usia 10-14
tahun. Namun, pada masa sekarang hal tersebut sudah banyak
berkurang dan pola perkawinannya endogami. Adat perkawinan
yang diterapkan oleh suku Tengger tidak berbeda jauh dengan adat
perkawinan
orang
Jawa
hanya
saja
yang
bertindak
sebagai penghulu dan wali keluarga adalah dukun Pandita. Adat
menetap setelah menikah adalah neolokal, yaitu pasangan suamiistri bertempat tinggal di lingkungan yang baru. Untuk sementara
pasangan pengantin berdiam terlebih dahulu dilingkungankerabat
istri.
Perceraian
Apapun karena keuntungan yang nyata dan daya tariknya
yang ideal, perkawinan yang stabil tidak selalu dapat kita raih,
terutma pada perkawinan pertama. Sebagaimana di bagian lain
Jawa
51
banyak pasangan muda yang bercerai sekali, dua kali, atau
bahkan beberapa kali sampai mencapai hubungan yang mapan.
Secara tradisional, penduduk daerah Lereng, atau kawin muda,
pada usia 17 tahun atau 18 tahun untuk anak laki-laki dan 14 tahun
51
50
Hasil wawancara denga kepala desa Ngadisari.
Hildred Geertz (1961: 69) melaporkan bahwa hamper setengah
dari seluruh perkawinan berakhir dengan perceraian. Dalam penelitiannya
di Jawa Tengah bagian Barat Daya, bagaimanapun, Jennifer Alexander
19987:20) berkata bahwa tingkat perceraian di wilayah yang beragama
Islam dengan kuat lebih rendah secara signifikan. Pertumbuhan pengaruh
dari Islam di dekat Malaysia juga dilaporkan memainkan peran dalam
penurunan tingkat perceraian di sana (Peletz, 1988:251).
atau 15 tahun untuk anak perempuan. Untuk penduduk desa, hal ini
daerah lereng tengah sudah akrab dengan aturan Agama Islam
kenyataan yang bias diterima dan lumrah bahwa remaja sudah
tentang Perceraian. Hal ini membuat laki-laki lebih mudah untuk
mempunyai hasrat seks, dan mempertimbangkan kemungkinan
memulai perceraian dengan mengucapkan kalimat talak yang
bahwa si gadis akan hamil di luar ikatan perkawinan menjadi
sederhana “Aku menalak Engkau” (lihat Peletz, 1988:251). Pada
motivasi perkawinan dini.
prakteknya sebagian besar penduduk daerah lereng tengah
Pada generasi terakhir, usia rata-rata perkawinan telah naik.
beragama Islam mengikuti kebiasaan yang sama dengan penduduk
Meskipun seringkali diabaikan, peraturan pemerintah sekarang
daerah lereng atas beragama Hindu, yaitu perceraian dilakukan
mengharuskan pemuda berusia minimal 16 tahun pada saat
dengan tindakan sederhana, meninggalkan pasangannya.
perkawinan. Sebagai tambahan mereka yang berasal dari keluarga
Karena tukar menukar mas kawin kebanyakan dilakuan
yang terpandang telah mulai melanjutkan pendidikan mereka lebih
hanya untuk formalitas (Hefner, 1985:149) dan harta benda yang
dari sekedar sekolah dasar (SD), menunda perkawinan lebih lama
termask dalam ikatan perkawinan dikembalikan ketka perceraian
lagi (lihat bawah). Di antara mereka tidak lagi aneh bagi laki-laki
terjadi, akibat ekonomis dari perceraian di masa muda bukanlah
untuk menunda perkawinannya sampai pertengahan usia 20 dan
sesuatu yang patut ditangisi. Bercerai bukanlah sesuatu yang susah
pada usia 18 tahun atau 19 tahun bagi perempuan. Setelah
ataupun dikecam masyarakat dengan keras, selama tidak da anak
menyelesaikan pendidikan mereka, anak-anak muda tertentu masih
hsail perkawinan. Akhir-akhir ini Kantor Urusan Agama telah
diharapkan untuk berbalik mengerjakan tugas membangun sebuah
mengetatkan peraturan dengan meminta paling tidak kepala dan
keluarga.
petugas agama untuk menandatangani permintaa cerai. Uang
Mayoritas
perceraian
pertama
pendaftaran cerai telah naik dari (menggunakan rupiah tahun 1985)
perkawinan, beberapa terjadi setelah tiga atau empat tahun.
Rp 1.500,00,- menjadi Rp 6.000,00 (US$5,45). Sebagai tambahan,
Perbedaan
sekarang tidak aneh lagi bagi pemerintah untuk meminta si
temperamen
ketidaksepakatan
atas
terjadi
dan
kekayaan
pada
tahun
kepribadian,
keluarga
sebagaimana
adalah
penyebab
pemohon cerai untuk menunggu selama suatu kurun waktu tertentu
perceraian paling utama. Disebabka oleh para tinggal yang
atau menemui orang tuanya sebelum meluluskan permintaan
cenderung uxorilocal berlebihan, perceraian seringkali terjadi
pasangan itu. Inisiatif ini tampaknya akan mempunyai dampak pada
dengan cara meninggalkan rumah orang tua si istri tanpa
perilaku umum, dan, meski saya kekurangan bukti statistic,
pemberitahuan dan berlangsung tiba-tiba. Biasanya ini kemudian
penduduk desa membantah bahwa kasus perceraian telah turun.
disahkan oleh pejabat pemerintah di Desa. Penduduk Muslim di
B.
Waris Dalam Masyarakat Tengger
b. barang milik bersama atau barang perkawinan.
Sebaiknya sebelum kita membicarakan masalah Waris
Sedangkan berdasarkan pendapat Surojo Wignjodipuro,
dalam masyarakat Tengger, kita pahami dulu istilah-istilah yang
harta perkawinan harus diadakan pemisahan. Ada 4 (empat)
berkaitan erat dengan masalah waris, beberapa istilah tersebut
golongan:
antara lain:
a. barang-barang yang diperoleh suami atau istri secara
1. Waris, istilah ini berarti orang yang berhak menerima pusaka
waris atau penghibahan dari kerabat (family) masing-
(peninggalan orang yang meninggal dunia).
2. Ahli Waris, yaitu sekalian orang yang
masing dibawa dalam perkawinan;
menjadi waris atau
b. barang-barang yang diperoleh suami atau istri untuk diri
orang-orang yang berhak atas harta warisan.
sendiri serta atas jasa diri sendiri sebelum perkawinan
3. Warisan, berarti harta peninggalan, pusaka dan surat wasiat.
4. Pewaris, adalah orang yang member pusaka, yaitu orang yang
telah meninggal dunia dan meninggalkan sejumlah harta
kekayaan, pusaka, maupun surat wasiat.
atau dalam masa perkawinan;
c.
barang-barang yang dalam masa perkawinan diperoleh
suami dan istri sebagai milik bersama, dan
d. barang-barang yang dihadiahkan kepada suami atau
5. Proses pewarisan, istilah ini mempunyai dua pengertian yaitu
istri bersama pada waktu perkawinan.
berarti penerusan atau penunjukan para waris ketika pewaris
Pengertian warisan secara umum adalah semua harta
masih hidup; dan berarti pembagian warisan setelah pewaris
benda yang ditinggal oleh seseorang yang meninggal dunia
meninggal
52
Menurut
(pewaris) baik harta benda itu sudah dibagi-bagi atauu belum
Djojodiguno
dan
Tirtawinata
mengadakan
terbagi-bagi atau memang tidak terbagi-bagi. Jadi apabila berbicara
pemisahan harta perkawinan atau harta peninggalan dalam 2 (dua)
tentang hukum waris khususnya bicara tentang harta warisan maka
golongan, yaitu:
berarti kita mempersoalkan harta kekayaan seorang (pewaris)
a. barang asal atau yang dibawa ke dalam perkawinan,
atau
karena telah wafat dan, apakah harta kekayaan seorang itu akan
(dapat) dibagi, atau belum dapat dibagi atau memang tidak dapat
dibagi. Sebenarnya harta warisan tersebut dibagi oleh pemiliknya
52
Berkaitan dengan beberapa istilah tersebut diatas Hilman
Hadikusumah berpendapat bahwa “warisan menunjukkan harta kekayaan
dari orang yang telah meninggal (pewaris), baik harta itu telah dibagi-bagi
ataupun masih dalam keadaan tidak terbagi-bagi”. (lihat Hilman
Hadikusumah, Hukum Waris Adat, Bandung: Alumni, 1980, hlm. 23.
kepada warga (ahli waris), akan tetapi dalam hal pembagian harta
warisan itu menurut hukum adat dipengaruhi oleh sifat-sifat
kerukunan dan kebersamaan, juga msaih dipengaruhi oleh rasa
persatuan keluarga dan rasa keutuhan persaudaraan.
benda
(immateriels
goderen)
dan
(generatie) kepada keturunannya
suatu
angkatan
manusia
54
Menurut Undang Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Banyak rumusan hukum waris yang telah didevinisikan oleh
Perkawinan, khususnya Pasal 35 menyatakan bahwa harta benda
para pakar hukum yang sangat beragam, namun pada intinya
yang diperoleh dalam perkawinan selama perkawinan menjadi harta
bahwa “Hukum Waris itu merupakan perangkat kaidah yang
bersama, sedangkan harta bawaan dari masing-masing suami istri
mengatur tentang cara atau proses peralihan harta kekayaan dari
dan harta benda yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah
pewaris kepada ahli waris atau para ahli warisnya” .
atau
warisan
adalah
di
bawah
penguasaan
55
masing-masing
Bentuk dan system hukum waris sangat erat kaitannya
sepanjang para pihak tidak menentukan. Sedangkan di dalam
dengan bentuk masyarakat dan sifat kekeluargaan. Sedangkan
penjelasan pasal tersebut dikatakan apabila perkawinan putus,
system
maka harta bersama tersebut diatur menurut hukumnya masing-
pangkal pada system menarik garis keturunan, seperti diketahui di
masing yaitu hukum agama, hukum adat dan hukum-hukum lainnya.
Indonesia secara umum setidak-tidaknya dikenal tiga macam
Menurut hukum adat, harta perkawinan adalah semua harta
kekeluargaan
pada
masyarakat
Indonesia,
berpokok
56
system keturunan , yaitu:
yang dikuasai suami istri selama mereka terikat dalam ikatan
1. Sistem Patrilinial /Sifat Kebapakan; system ini pada prinsipnya
perkawinan baik harta kerabat yang dikuasai maupun harta
adalah system yang menarik garis keturunan atau garis
perseorangan yang berasal dari harta warisann, harta hibah, harta
keturunan nenek moyangnya yang laki-laki. System ini banyak
penghasilan sendiri, harta pencaharian harta dari suami istri dan
terdapat pada masyarakat di daerah Tanah Gayo, Alas, Batak,
53
barang-barang hadiah .
Hukum Waris Adat adalah meliputi norma-norma yang
Ambon, Irian Jaya, Timor dan Bali.
2. Sistem
mengatur mengenai proses meneruskan serta mengoperkan
Matrilinial/Sifat
Keibuan;
system
yang
menarik
garisketurunan ibu dan seterusnya keatas mengambil garis
barang-barang harta benda dan barang-barang yang tida terwujud
54
53
Hadikusumo, Hilman Hukum Waris Adat. Cetakan V, Citra Aditya
Bhakti, Bandung, 1993, hlm. 56.
Soepomo, Bab-bab tentang Hukum Adat. Cetakan XIV, Pradnya
Paramita, Jakarta 1996, hlm. 79
55
Eman Suparman, Hukum Waris Indnesia dalam Perspektif Islam,
Adat dan BW, Bandung: Refika Aditama, cet.III 2011, hlm. 5.
56
M. Idris Ramulyo, Suatu Perbandingan antara Ajaran Syafi’I dan
Wasiat Wajib di Mesir, tentang Pembagian Harta Warisan untuk Cucu
Menurut Islam, Majalah Hukum dan PPembangunan No. 2 Th.XII Maret
1982, Jakarta: FH UI, 1982, hlm. 155.
keturunan dari nenek moyang perempuan. System ini terdapat
cukup umur, artinya telah dianggap dewasa oleh orang tuanya,
pada masyarakat Minangkabau.
maka anak-anak tersebut akan diberikan harta warisan berupa
3. Sistem Bilateral atau Parental/ sifat kebapak-Ibuan; merupakan
tanah yang ada pada masyarakat Tengger.
system yg menarik garis keturunan baik melalui garis bapak
Berkaitan dengan masalah tanah yang ada di dalam
maupun garis ibu, sehingga dalam kekeluargaan semacam ini
masyarakat Tengger mempunyai keunikan tersendiri, tanah-tanah
pada hakekatnya tidak ada perbedaan antara pihak ibu dan
yang ada di daerah Tengger harus diwaris secara turun temurun
pihak bapak, system ini di Indonesia terdapat pada masyarakat
dan mereka tidak akan menjual tanahnya selain kepada masyarakat
Jawa, Madura, Sumatera Timur, RRiau, Aceh, Sumatera
Tengger itu sendiri dan itupun harus sebatas pada kerabatnya atau
Selatan, Seluruh Kalimantan, Sulawesi, Ternate dan Lombok.
penduduk Asli Tengger. Hal ini karena ada
aturan-aturan yang
Masyarakat Tengger yang merupakan masyarakat yang
menyatakan melarang menjual tanah atau menyewakan tanah
berdiam di Pulau Jawa maka seperti orang Jawa lainnya, orang
kepada masyarakat pendatang atau masyarakat di luar masyarakat
Tengger menarik garis keturunan berdasarkan prinsip bilateral yaitu
Tengger. Masyarakat Tengger sangat memegang teguh aturan-
garis keturunan pihak ayah dan ibu. Kelompok kekerabatan yang
aturan tersebut, karena tanah-tanah yang ada di kawasan Tengger
terkecil adalah keluarga inti yang terdiri dari suami, istri, dan anak-
merupakan warisan leluhur yang nantinya akan diwaris secara turun
anak.
temurun pada generasi berikutnya (mendatang) atau penduduk asli
Tengger. Masyarakat Tengger tidak ingin tanahnya dimiliki dan
Warisan Tanah
Harta perkawinan dalam masyarakat Tengger dikenal juga
dikuasai oleh masyarakat pendatang.
Pewarisan
kepada
anak-turunannya
ditentukan
oleh
harta asal dan harta bersama atau harta gono-gini. Harta bersama
kerelaan pihak orang tua, bukan atas dasar aturan ketat yang
atau gono-gini yang diperoleh selama perkawinan atas usaha
dibakukan. Seperti tanah yang dimiliki oleh masyarakat Suku
bersama, baik suami maupun istri, namun uniknya harta goni-gini
Tengger Desa Wonokitri umumnya diperoleh dari hasil warisan
atau harta bersama pada masyarakat Tengger janda tidak mewaris
orang tuanya. Sistem pembagian tanah warisan juga masih
yang berhak mewris semua harta gono-gini adalah harta yang
dipertahankan sejak saat ini dengan ketentuan pembagian yang
didapat dari hibah atau dari warisan leluhurnya, nenek moyangnya
sama rata antara anak laki-laki maupun perempuan. Aturan adat
atau mungkin dari orang tuanya yang diwaris turun temurun. Pada
dalam hidup dengan pembagian tanah warisan setelah orang tua
masyarakat Tengger apabila mempunyai anak yang telah dianggap
meninggal. Sistem pembagian tanah warisan saat orang tua masih
hidup, misalnya memiliki 3 orang anak, orang tua terlebih dahulu
lagi dan tidak melakukan perzinahan dengan orang lain. Kedudukan
mengambil 1/3 bagian dari luasan tanahnya. Lalu sisanya sebesar
janda mempunyai keturunan dengan almarhum suaminya atau tidak
2/3 bagian dibagi sama rata ke dua orang anaknya. Apabila orang
mempunyai keturunan, sama saja dalam hal system pewarisan
tua tidak mampu lagi bekerja menggarap ladang/tegalannya maka
hukum adat Tengger.
orang tua tersebut ikut ke salah satu anaknya, kemudian setelah
Khusus harta peninggalan berupa tanah, pada masyarakat
meninggal hak waris atas tanah jatah orang tua sebesar 1/3 bagian
Tengger yang berhak mewaris adalah keturunannya apabila orang
tersebut akan diberikan kepada anak yang serumah atau yang
tua masih dikuasai oleh orang tuanya. Dan jika orang tuanya
57
mengurusnya .
meninggal dunia salah satu saja, maka janda atau duda ikut
Pada prinsipnya masyarakat Tengger tergolong dalam
menumpang pada salah satu dari anak-anak mereka, sedangkan
system kekeluargaan bilateral atau parental, di mana pada dasarnya
anak yang diikuti, ditumpangi atau merawat ibunya (janda) atau
system tersebut tidak membedakan jenis kelamin laki-laki dan
ayahnya (duda) tersebut mendapat hak atau seluruhnya sisa tanah
perempuan. Kedudukan anak lelaki dan anak perempuan dalam hal
yang milik orang tuanya apabila orang tuanya meninggal dunia.
membagi harta warisan dibagi secara seimbang atau sama baik
Semua itu dianggap sebagai hal yang wajar karena merupakan
anak lelaki atau anak perempuan. Akan tetapi menurut Sri Hajati
bentuk bhaktinya terhadap orang tua dan pengganti biaya
dan Abd. Shomal, pembagian harta warisan yang dibagi sama rata
kehidupan selama merawat orang tuanya.
(balance) sebenarnya terkadang akan merugikan salah satu pihak,
apabila pihak yang lain terlalu pasif dalam aktifitas mengumpulkan
harta benda.
Proses Pewarisan
Proses pewarisan atau jalannya pewarisan menurut hukum
Pada umumnya masyarakat Tengger khususnya hak waris
adat adalah cara bagaimana perwaris berbuat untuk meneruskan
janda sebenarnya janda bukan ahli waris dari harta peninggalan
atau mengalihkan harta kekayaan yang ditinggalkan kepada para
suaminya, walaupun jadinya bukan ahli waris dari suaminya, tetapi
ahli waris ketika masih hidup, dan bagaimana cara warisan itu
janda berhak menikmati atas harta peninggalan dari almarhum
diteruskan penguasaannya dan pemakaiannya atau cara bagaimana
suaminya dengan syarat janda harus tetap setia melaksanakan
melaksanakan pembagian warisan pada para waris setelah pewaris
dharma baktinya dan janda tidak berkelakuan tercela, tidak kawin
meninggal dunia (wafat).
Pada
57
Lihat http://antariksaarticle.blogspot.com/2011/03/kearifan-lokalmasyarakat-suku-tengger.html
masyarakat
Tengger
yang
dikenal
sebagai
masyarakat yang cinta damai, tenteram, sederhana dan hampir
tidak ada perselisihan, sehingga dalam pembagian harta warisan
(anak kandung) dari orang yang meninggalkan warisan (orang tua),
atau harta peninggalan mereka menggunakan dasar musyawarah
karena pada kenyataannya mereka satu-satunya ahli waris, dan
dan kerukunan bersama ahli warisnya dan bersikap seadil-adilnya
sanak keluarga tidak menjadi ahli waris. Apabila orang tua yang
dalam membagi harta peninggalan atau harta warisan. Adapun
mneinggal
Proses pewarisannya sebagai berikut:
mneunjukkan selain anak keturunan pewaris sebagai ahli waris
1. Proses pewarisan sebelum pewaris meninggal dunia
warisan itu
tidak
mempunyai keturunan,
hal
ini
masih terdapat ahli waris yang lainnya, hanya saja jika terdapat
Jika sebelum pewaris meninggal dunia adakalanya
anak keturunan pewaris, maka ahli waris lain tidak memperoleh
pewaris telah melakukan penerusan atau pengalihan
bagian harta peninggalan.
harta, kedudukan, atau jabatan adat, hak dan kewajiban
Berdasarkan ketentuan di atas menunjukkan bahwa hukum
dan kekayaan kepada ahli waris, dalam hal ini juga
adat yang dapat menjadi ahli waris adalah orang-orang yang hidup
sering dilakukan pada masyarakat Tengger, apabila
terlama dan mempunyai hubungan darah dengan pewaris. Pada
anak-anak sudah dewasa dan kawin, maka orang
perkembagannya yang bertindak sebagai ahli waris adalah janda
tuanya memberikan modal kepada anak-anaknya.
atau duda dari pewaris. Dengan demikian hak waris menurut hukum
2. Proses pewarisan setelah pewaris meninggal dunia
Sedangkan
proses
pewarisan
setelah
pewaris
meninggal dunia, maka persoalan yang timbul adalah
adat tidak hanya didasakan pada hubungan darah dengan pewaris,
melainan disebabkan adanya suatu hubungan perkawinan dengan
si pewaris.
harta kekayaan yang dibagi-bagi dan tidak terbagi.
Menurut Hukum Adat bahwa anak angkat adalah bukan ahli
Maka siapa saja yang berhak menerima harta warisan
waris terdapat harta asal orang tuanya. Melainkan anak angkat
dan
harta
mendapat keuntungan sebagai anggota rumah tangga, juga setelah
warisan tersebut. Pada harta yang tidak terbagi, maka
orang tuanya meninggal dunia. Hal ini memang benar, karena anak
yang terjadi adalah penguasaan harta dan pada harta
angkat sepantasnya meskipun dianggap sebagai anak kandung
yang dibagi dilaksanakan dengan pembagian harta.
orang tua angkatnya, namun mereka tida ada hubungan dengan si
bagaimana
pelaksanaannya
membagi
pewaris dan tidak ada hubungan perkawinan dengan si pewaris.
Anak Angkat Sebagai Ahli Waris
Sehingga menurut pendapat Berling, mengemukakan bahwa: “anak
Di lingkungan masyarakat Tengger, berkaitan siapa sebagai
angkat bukan ahli waris dan tidak mempunyai hak untuk mewaris
penguasaan terhadap harta warisan adalah adanya keturunannya
harta peninggalan orang tua angkatnya. Meskipun bukan ahli waris
dari orang tua angkatnya, anak angkat mempunyai hak memperoleh
sumber, maksudnya anak angkat memperoleh hak waris dari orang
bagian dari harta gono gini orang tua angkatnya”.
tua angkatnya maupun dari orang tua kandungnya.
Menurut Hukum Adat yang berhak mewaris harta goni-gini
Pada masyarakat Tengger kedudukan anak angkat dengan
adalah semua anak kandung, anak angkat (jika ada) dan janda.
anak
kandung
sama
kedudukannya
dalam
memperoleh
Sedangkan pada masyarakat Tengger juga ada kesamaan dalam
kesejahteraan, perlindungan dan pendidikan dari orang tuanya.
membagi harta peninggalan khususnya harta goni-gini atau harta
Hanya saja dalam hal pewarisan, kedudukan dan hak anak angkat
bersama hanya saja kedudukan janda dalam masyarakat Tengger
dengan anak kandung tidak sama, anak angkat hanya sebatas
tidak diperhitungkan dalam pembagian harta gono-gini, tetapi janda
berhak mendapat harta gono-gini dari orang tua angkatnya,
hanya berhak dirawat pada salah satu anaknya yang mau
sedangkan harta asal dari orang tuanya tidak. Jadi pada dasanya
ditumpangi selama hidupnya sampai janda tersebut meninggal
antara anak kandung dan anak angkat dalam hal pembagian harta
dunia.
pewarisan (khususnya harta gono-gini) mempunyai hak yang sama,
Pada masyarakat hukum adat Tengger apabila dalam
memperoleh air dari dua sumber, maksudnya anak angkat
perkawinan suami dan istri mempunyai anak angkat, maka
memperoleh hak waris dari orang tua angkatnya maupun dari orang
kedudukan anak angkat dengan anak kandung sama kedudukannya
tua kandungnya.
dalam memperoleh kesejahteraan, perlindungan dan pendidikan
dari orang tuanya. Hanya saja dalam hal pewarisan, kedudukan dan
hak anak angkat dengan anak kandung tidak sama, anak angkat
hanya sebatas berhak mendapat harta gono-gini dari orang tua
angkatnya, sedangkan harta asal dari orang tuanya. Jadi pada
dasanya antara anak kandung dan anak angkat dalam hal
pembagian
harta
pewarisan
(khususnya
harta
gono-gini)
mempunyai hak yang sama, mereka saling bersekutu dengan
pembagian yang sama. Juga adakalanya anak angkat dalam
masyarakat Tengger memperoleh harta peninggalan dari orang tua
kandungnya apabila tergolong mampu. Hal ini juga dikemukakan
oleh Djojodiguno, di jawa anak angkat itu memperoleh air dari dua
C.
Bidang Pertanahan
Berdasarkan hasil penelitian Tim, sikap hidup Suku Tengger
yang penting adalah tata tentrem (tidak banyak resiko), ojo jowaljawil (jangan suka mengganggu orang lain), kerja keras dan tetap
mempertahankan
tanah
milik
secara
turun-temurun.
Sistem
penguasaan dan kepemilikan tanah yang berlaku pada masyarakat
Suku Tengger Desa Ngadisari mengikuti ketentua adat Tengger.
Seperti pada masyarakat Suku Tengger lainnya, sistem penguasaan
dan kepemilikan tanah diatur oleh aturan adat yang menyatakan
larangan atau pantangan terhadap penjualan tanah di luar
masyarakat Suku Tengger. Apapun alasannya penjualan tanah atau
tanah warisan hanya boleh dilakukan antar sesama masyarakat
yang mengakui dan menerapkan ketentuan-ketentuan persekutuan
Suku Tengger, biasanya penjualan tanah atau tanah warisan
tersebut dalam kehidupannya sehari-hari; (2) unsur wilayah, yaitu
58
diutamakan ke keluarga dekat.
terdapatnya tanah ulayat tertentu yang menjadi lingkungan hidup
Tanah yang dimiliki oleh masyarakat Suku Tengger Desa
para warga persekutan hukum tersebut dan tempatnya mengambil
Ngadisari umumnya diperoleh dari hasil warisan orang tuanya.
keperluan hidupnya sehari-hari, dan (3) unsur hubungan antara
Sistem pembagian tanah warisan juga masih dipertahankan sejak
masyarakat tersebut dengan wilayahnya, yaitu adanya tatanan
saat ini dengan ketentuan pembagian yang sama rata antara anak
hukum adat mengenai pengurusan penguasaan, dan penggunaan
laki-laki maupun perempuan. Aturan adat dalam pembagian tanah
tanah yang masih berlaku dan ditaati oleh warga masyarakat
warisan ini mengatur dua kondisi, yaitu pembagian tanah warisan
tersebut.
saat orang tua masih hidup dengan pembagian tanah warisan
setelah orang tua meninggal. Sistem pembagian tanah warisan saat
orang tua masih hidup, misalnya memiliki 3 orang anak, orang tua
1. Sistem Penguasaan dan Pemilikan Tanah
terlebih dahulu mengambil 1/3 bagian dari luasan tanahnya. Lalu
Luas kepemilikan lahan tegal atau tegalan rata-rata
sisanya sebesar 2/3 bagian dibagi sama rata ke dua orang anaknya.
59
bersikar
Apabila
menggarap
seorang menyebut dengan istilah “tempat kerukunan”. Dalam
ladang/tegalannya maka orang tua tersebut ikut ke salah satu
perkembangannya, tanah-tanah ini dibagikan kepada individu-
anaknya, kemudian setelah meninggal hak waris atas tanah jatah
individu
orang tua sebesar 1/3 bagian tersebut akan diberikan kepada anak
kepemilikan pribadi. Dalam kaitannya dengan pemilikan lahan
yang serumah atau yang mengurusnya.
tanah khususnya tegal atau tegalan terdapat ketentuan bahwa
orang
tua
tidak
mampu
lagi
bekerja
Hubungan masyarakat adat dengan tanah dan sumberdaya
antara 1 sampai 2 hektar, kepemilikan tanah kolektif
yang
kemudian
menjadi
tanah
dengan
status
tanah milik pribadi tidak diperbolehkan untuk dijual kepada
alam yang kompleks dan menjadi bagian dari identitas mereka,
orang
dibatasi
diperkenankan untuk dijual kepada sesama warga desa dan
oleh
sekurang-kurangnya
tiga
syarat:
(1)
unsur
masyarakatlah yang masih merasa terikat oleh tatanan hukum
lain.
Bila
terpaksa
harus
menjual
tanah,
hanya
dusun yang sama.
adatnya sebagai warga bersama suatu persekutuan hukum tertentu,
58
Wawancara Tim pada tanggal 20 Juli 2011 dengan Supoyo
Kepala Desa Ngadisari.
59
Laporan Hasil Penelitian Program Research Grent I - Mhere,
Universitas Brawijaya, Agustus, 2008.
Masyarakat Adat Tengger melihat bahwa tanah sebagai
orang saling terhubungkan melalui ikatan-ikatan diantara
induk kehidupan bagi setiap makluk, jika tidak ada tanah, maka
penduduk. Hingga sekarang pembagian yang umum yang
akan terputuslah rantai kehidupan masyarakat Tengger itu
terjadi dalam bagi hasil adalah sebuah aturan sederhana yang
sendiri. Oleh karena itu, tanah harus diperlukan dengan sangat
disebut maro atau paron, yang berarti “membagi masing-masing
hati-hati untuk menjaga keberlanjutan fungsinya. Pembelian
separoh”. Dalam aturan yang terdapat dalam peryanjian
tanah juga melainkan peranan penting dalam akses penduduk
tersebut, pemilik tanah menyediakan tanah, dan kadang-kadang
desa terhadap tanah. Kenyataannya peranannya lebih besar
ia akan turut dalam penanaman atau saat panen, walaupun hal
dari pada sistem sewa atau bagi hasil, dua macam pola
ini lebih merupakan suatu kemurahan hati dari pada sebuah
pengaturan penggunaan tanah paling umum yang berlangsung
kewajiban yang tercantum dalam kontrak, sedangkan penyewa
dalam rumah tangga- rumah tangga di dataran rendah.
bertanggung jawab dalam penyediaan bebet dan pekerja yang
Tanah biasanya dibeli oleh suami dan istri bersamasama pada peristiwa perceraian, tanah dibagi rata di antara
kedua pasangan tersebut sebagai harta gono-gini. Pada daerah
yang padat populasinya dimana hanya ada sedikit pekerjaan
menguntungkan di luar pertanian, tanah merupakan faktor yang
paling penting dalam produksi, dan akses terhadap tanah
memungkinkan seseorang untuk meningkatkan penghasilan
yang diperlukan untuk membeli lebih banyak.
2. Sistem Sewa dan Sistem Bagi Hasil
Sebelum kemerdekaan, sistem sewa tanah tidaklah
seumum itu, kecuali di beberapa komunitas di dataran tinggi
dengan populasi orang-orang Belanda yang menetap dan
sebuah komunitas pendatang yang mempekerjakan orangorang asli tersebut. Bagi hasil bukanlah suatu cara yang umum.
Sebagai mana harus yang masih juga terjadi saat ini, orang-
dibutuhkan.
BAB IV
satu-satunya wilayah Jawa di masa modern ini yang masih memiliki
PERKEMBANGAN MASYARAKAT DAN HUKUM ADAT
tradisi keagamaan Hindu yang asli. Setelah kerajaan Hindu
SUKU TENGGER DI MALANG JAWA TIMUR
Majapahit runtuh pada awal abad XVI M, pusat-pusat kekuasaan di
pulau jawa bergeser ke Barat; ke keratin-keraton Islam di Jawa
A.
Keberadaan Masyarakat dan Hukum Adat Suku Tengger
Tengah. Pengaaruh kekuasaan berpusat di dataran rendah di
Suku Tengger adalah sebuah suku yang tinggal di sekitar
wilayah pegunungan timur, surut.
Menurut mitologi, mereka
Gunung Bromo, Jawa Timur, yakni menempati sebagian wilayah
melarikan diri dari dataran rendah dan identitas budaya yang
Kabupaten Pasuruan, Lumajang, Probolinggo, dan Malang. Dataran
berbeda dari Islam Jawa.
61
tinggi Tengger merupakan suatu rangkaian pegunungan yang luas
Sekalipun terisolasi dari pengaruh keratin yang telah
(kira-kira 600 km persegi) yang memisahkan Jawa tengah dengan
mengubah kebudayaan masyarakat jawa tengah pada abad XVII M,
wilayah yang dikenal dengan “ujung timur”.
60
Luas daerah Tengger
masyarakat Tengger terbangun pada abad XIX M ketika mereka
kurang lebih 40km dari utara ke selatan; 20-30 km dari timur ke
dipaksa bergabung dengan suatu kekuasaan baru yang lebih besar,
barat, di atas ketinggian antara 1000m - 3675 m. Tipe permukaan
pemerintah kolonial Belanda. Pemerintah kolonial inilah, lebih dari
tanahnya
lembaga lain manapun, yang membangun politik dan komunitas di
bergunung-gunung
dengan
tebing-tebing
yang
curam. Kaldera Tengger adalah lautan pasir yang terluas, terletak
pegunungan Tengger pada awal zaman modern.
62
pada ketinggian 2300 m, dengan panjang 5-10 km. Kawah Gunung
Pada abad ke X M, pusat-pusat kekuasaan bergeser ke
Bromo, dengan ketinggian 2392 m, masih aktif mengeluarkan asap
timur; semula ke Kediri di bagian barat propinsi Propinsi Jawa Timur
yang menggelembung ke angkasa. Di sebelah selatan menjulang
sekarang. Kemudian pada awal abad XIII M ke Singasari, sebuah
puncak Gunung Semeru dengan ketinggian 3676 m.
kota yamg terletak di ujung barat Pegunungan Tengger. Pada tahun
Tidak banyak wilayah Jawa yang menyimpan jejak-jejak
yang dapat dilihat dari sejarah Asia Tenggara yang kompleks seperti
Pegunungan Tengger. Sebagai bagian dari negara Hindu-Budha
yang berpusat di dataran rendah seribu tahun lalu, ia merupakan
60
Robert W. Hefner, geger Tengger; Perubahan Sosial dan
Perkelahian Politik, Cet. I, diterjemahkan dari The Political Economy of
Mountain Java: An interpretive History, (Yogyakarta: LKiS, 1999), hlm. 9.
61
Robert W. Hefner, op.cit., hlm. 49-50.
Hal ini ditandai dengan penguasaan penuh atas hampir sekluruh
peisisr uatara Jawa serta seluruh ujung timur pulau Jawa menyusul
ditaklukkannya Trunojaya dan Surapati pada bulan November 1973. Dari
tahun 1743-1751, mereka membuka kebun sayuran di sana untuk
memenuhi kebutuhan garnisun Pasuruan. Pada akhir tahun 1760-an para
petani setempat diberi benih sayuran dan disuruh menanamnya. Antar
tahun 1722 sampai 1790,seorang Jerman sebeagai penyuluh pertanian
Lihat Robert W. Hefner, op.cit., hlm. 59.
62
1222, Kediri ditaklukkan oleh Singasari, sebuah negara yang
Tengah untuk dijadikan pelayan di keratin atau dipekerjakan di
didirikan oleh orang kebanyakan yang tidak memiliki darah biru.
hutan.
63
Tujuhpuluh tahun kemudian, tentara Kediri kembali untuk menebus
Menurut tradisi lokal, sebagian penduduk bergama Hindu
kekealahan dengan merebut istana Singasari. Akan tetapi, Singasari
melarikan diri ke Bali yang masih tetap Hindu sampai sekaranag.
kembali datang mengalahkan Singasari. Sesudai dengan tradisi
Sementar
Jawa, para pemimipin Singasari tidak mau membangun kembali
itu,
sejumlah
kecil
orang
pegunungan Tengger. Menurut legenda,
mengasingkan
64
diri
ke
dari sekelompok orang
ibukotanya yang pernah direbut musuh mereka. Karena itu sebuah
istana baru kemudian dibangun 90 km kea rah barat lau (garis
lurus), di tempat yang dikenal dengan Majapahit. Selama dua abad
berikutnya, Singasari-Majapahit menjadi kerajaan yang paling kuat
di Jawa; kini dikenang sebagai kerajaan yang paling jaya di pulau ini
di masa sebelum Islam. Namun kerajaan ini merosot pada
dasawarsa terakhir abad XV M, dan kekalahannya oleh kekuatankekuatan Islam pada tahun 1520-an merupakan tonggak penting
sejarah Jawa pra-modern.
Kejatuhan Majapahit menandai dimulainya proses Islamisasi
di wilayah timur Jawa yang panjang dan tak merata. Sebagai
komunitas non-Islam, penduduk pegunungan Tengger merupakan
calon budak yang baik bagi orang Islam. Antara tahun 1617 dan
1650, pasukan Mataram melakukan sejumlah serbuan ke wilayah
sekitar gunung Bromo dan gunung Kawi untuk menangkap budak.
Para tawanan itu menjadi bagian dari penduduk yang terkenal
dengan sebutan ‘gajah mati’ dari Jawa Timur yang dibaawa ke Jawa
63
Robert W. Hefner, ibid., hlm. 57-58.
Ada berbagai macam versi legenda terbentukinya suku tengger
ini. Menurut mitos masyarakat Tengger, tentang suami istri sebagai cikal
bakal atau yang pertama menghuni daerah itu, yaitu Roro Anteng, dan
Joko Seger. Dalam legenda, Rara Anteng merupakan putri seorang raja
Kerajaan Majapahit. Karena situasi kerajaan Majapahit yang kacau maka
atas saran dan nasihat dari para pini sepuh kerajaan Rara Anteng disuruh
mencari tempat yang lebih aman, tenteram dan damai. Kemudian ia dan
para punggawa pergi ke daerah Tengger, tepatnya di daerah Pananjakan.
Di sana ia diangkat sabagai anak oleh seorang resi yang bernama Resi
Dadap Putih yang juga berasal dari Majapahit, keduanya hidup bahagia.
Sementara itu di Kediri juga dalam keadaan kacau, sebagai akibat dari
situasi politik di Majapahit. Jaka Seger putra seorang Brahmana
mengasingkan diri ke Desa Keduwung sambil mencari pamannya yang
tinggal di dekat Gunung Bromo, yang ternyata di Pananjakan pula. Singkat
cerita bertemulah Jaka Seger dan Rara Anteng yang kemudian terjadi
perkawinan diantara mereka. Meskipun usia perkawinan mereka sudah
sewindu tetapi belum dikaruniai anak. Setelah mereka bersemedi
(bertapa) selama enam tahun datanglah sebuah tanda bahwa
permohonan mereka akan dikabulkan dengan syarat bahwa anak
bungsunya nanti harus dikorbankan ke kawah Gunung Bromo. Setelah itu
mereka hidup dalam keadaan damai, aman, tenteram, sejahtera dan
kemudian dikaruniai putra sebanyak 25 orang. Bertahun-tahun kemudian
Gunung Bromo berguncang dan mengeluarkan semburan api, yang
merupakan tanda bahwa sudah saatnya Rara Anteng dan Jaka Seger
menepati janjinya. Namun mereka masih keberatan untuk mengorbankan
putra bungsunya yang bernama R Kusuma tersebut. Maka R. Kusuma
disembunyikan di daerah Ngadas. Walapun demikian semburan api
Gunung Bromo itu sampai juga di tempat persembunyiannya R. Kusuma,
64
inilah yang merupakan cikal bakal orang Tengger sekarang atau
dengan kata lain orang Jawa Tengger, yakni penduduk bukan Islam
di lereng atas.
65
Suku Tengger memiliki wilayah adat yang terbagi menjadi
yang akhirnya R. Kusuma tertarik ke kawah Gunung Bromo. Dari kawah
tersebut terdengar suara yang ditujukan kepada saudara-saudaranya
supaya hidup rukun. Ia rela sebagai wakil dari saudara-saudaranya dan
masyarakat setempat untuk berkorban demi kesejahteraan dan
kedamaian orang tua dan saudara-saudaranya. Ia juga berpesan bahwa
setiap tanggal 14 Kasada minta upeti hasil bumi.
Namun menurut penduduk Ngadas yang menjadi ibu dari Raden
Kusumo bukan Rara Anteng tetapi Dewi Mutrim, adik dari Rara Anteng.
Dahulu ada seorang yang bernama Tunggul Wulung yang berasal dari
Malang. Dia mempunyai tiga orang anak yaitu Pandu, Rara Anteng dan
Dewi Mutrim. Kemudian Dewi Mutrim dilamar oleh seorang laki-laki tua
yang bernama Kyai Bimo. Sebetulnya terjadi penolakan atas lamaran
tersebut, tetapi untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan dan atas
saran Kyai Hadi Mulyo, Dewi Mutrim menerima lamaran tersebut dengan
beberapa syarat. Syarat itu adalah Dewi Mutrim minta dibuatkan laut pasir
dari batok (tempurung kelapa) dalam satu malam, akhirnya Kyai Bimo
menyanggupi. Pada saat pekerjaan itu hampir selesai Dewi Mutrim
menabuh lesung dan membunyikan suara ayam berkokok yang dibantu
oleh murid seorang Kyai Hadi Mulyo. Kyai Bimo kecewa, dan dia
menendang tempurung atau batok kelapa tersebut. Batok yang ditendang
oleh Kyai bimo tersebut oleh masyarakat setempat diyakini sebagai
Gunung Batok, yaitu gunung yang letaknya tidak jauh dari Gunung Bromo.
Setelah terbebas dari dari Kyai Bimo, Dewi Mutrim mengabdikan diri
kepada Kyai Hadi Mulyo yang menolongnya. Kepada Kyai Hadi Mulyo dia
mengajukan permintaan diberi anak tetapi tanpa memiliki suami. Setelah
bertapa di lautan pasir permintaan itu dikabulkan dengan syarat Dewi
Mutrim harus berjanji untuk mempersembahkan anak yang terakhirnya,
yaitu Raden Kusumo ke kawah Gunung Bromo. Itulah awal dari upacara
persembahan yang setiap tanggal 14 Kasada selalu diperingati oleh
Masyarakat Tengger. Lihat Yayuk Yuliati, Disertasi tentang Perubahan
Ekologis Dan Strategi Adaptasi Masyarakat Di Wilayah Pegunungan
Tengger (Suatu Kajian Gender Dan Lingkungan), Malang , Tahun 2008,
hlm. 137.
dua wilayah yaitu Sabrang Kulon (Brang Kulon diwakili oleh Desa
Tosari Kecamatan Tosari Kabupaten Pasuruan )dan Sabrang Wetan
(Brang Wetan
diwakili
oleh
Desa
Ngadisari,Wanantara,Jetak
Kecamatan Sukapura Kabupaten Probolinggo ). Perwakilan oleh
Desa T osari dan tiga Desa tersebut mengacu pada Prosesi
Pembukaan Upacara Karo yang sekaligus membuka Jhodang
Wasiat/Jimat Klontong. yang dimasukkan ke dalam “desa Tengger”
adalah desa-desa dalam wilayah 4 kabupaten yang mayoritas
penduduknya beragama Hindu dan masih memegang teguh adatistiadat Tengger. Desa-desa yang dimaksud adalah Ngadas, Jetak,
Wonotoro,
Ngadirejo,
dan
Ngadisari
(Kecamatan
Sukapura,
Kabupaten Probolinggo), Ledokombo, Pandansari, dan Wonokerso
(Kecamatan Sumber, Kabupaten Probolinggo), Tosari, Wonokitri,
Sedaeng, Ngadiwono, Podokoyo (Kecamatan Tosari, Kabupaten
Pasuruan), Keduwung (Kecamatan Puspo, Kabupaten Pasuruan),
Ngadas (Kecamatan Poncokusumo, Kabupaten Malang), dan
Argosari serta Ranu Pani (Kecamatan Senduro, Kabupaten
Lumajang).
65
66
Robert W. Hefner, op.cit., hlm. 14.
Ayu
Sutarto,
“Sekilas
tentang
Masyarakat
Tengger”,
httpwww.bpsnt-jogja.infobpsntdownloadMASYARAKAT_TENGGER.pdf ,
Didownload pada tanggal 20 Agustus 2011.
66
Wilayah Tengger dapat dikatakan sebagai wilayah yang
1. Dongeng Terjadinya Pegunungan di Kawasan Tengger
masyarakatnya masih tradisional. Sifat-sifat tradisional itu biasanya
Kecantikan dan keluhuran budi Roro Anteng terkenal
mengandung unsur-unsur: adanya alam pikiran yang magis-animitis;
luas,
adanya ikatan individu yang masih kuat; dan adanya rupa-rupa
berdatangan orang yang ingin melamarnya. Salah seorang
larangan dan rupa-rupa kewajiban yang membawa konsekuensi
pelamar berwatak raksasa (buta) bernama Kyai Bima, Dia
dalam kehidupan sehari-hari.
Masyarakat
Suku
67
sebagai
titisan
Dewi,
sehingga
banyak
adalah seorang penjahat ulung dan sakti. Roro Anteng tidak
dualisme
dapat menolak begitu saja lamaran itu, maka ia menerimanya
kepemimpinan, walaupun ada yang namanya Dukun adat. Tetapi
dengan syarat, Kyai Bima harus membuatkan lautan di atas
secara formal pemerintahan dan adat. Suku Tengger dipimpin oleh
gunung dan selesai dalam waktu satu malam. Kyai Bima
seorang Kepala Desa (Petinggi yang sekaligus adalah Kepala Adat.
menyanggupi persyaratan tersebut dan bekerja keras menggali
Sedangkan Dukun diposisikan sebagai pemimpin ritual/upacara
tanah untuk membuat lautan dengan menggunakan tempurung
adat. Proses pemilihan seorang Petinggi ,dilakukan dengan cara
(bathok) yang bekasnya sekarang menjadi Gunung Batok, dan
pemilihan langsung oleh masyarakat, melalui proses pemilihan
lautan pasir (segara wedhi) terhampar luas di sekitar puncak
petinggi. Sedang
melalui
Gunung Bromo. Untuk mengairi lautan dibuatkan sumur raksasa
beberapa tahapan–tahapan (menyangkut diri pribadi calon Dukun)
yang saat ini bekasnya menjadi kawah Gunung Bromo. Dengan
yang pada akhirnya akan diuji melalui ujian Mulunen (ujian
rasa cemas Roro Anteng melihat kesaktian Kyai Bima yang
pengucapan mantra yang tidak boleh terputus ataupun lupa ) yang
hampir dapat menyelesaikan pernyataannya. Roro Anteng mulai
waktunya pada waktu Upacara Kasada bertempat di Poten Gunung
gelisah lalu ia berusaha menggagalkan pekerjaan Kyai Bima
Bromo.
dengan menumbuk jagung seolah-olah fajar sudah akan
untuk
Tengger
dianggap
pemilihan
tidak
Dukun
mengenal
,dilakukan
Alam pikiran yang magis-animitis itu tercermin dari adanya
menyingsing,
meskipun
bersahutan seakan-akan fajar sudah menyingsing.Mendengar
(baca: Dongeng) tersebut antara lain
kicauan burung-burung itu Kyai Bima terkejut. Disangkanya fajar
“Kepemimpinan Masyarkat Tengger”, www.damandiri.or.id/file/
mochamahhariadiunairbab6.pdf, Didownload pada tanggal 20 Agustus
2011.
padahal
jagung,
malam.
cerita yang terkait dengan nenek moyang mereka. Cerita-cerita
menyingsing,
menumbuk
masih
Mendengar
67
orang
hari
kepercayaan dan keyakinan masyarakat Tengger terhadap cerita-
telah
suara
sebenarnya
ayam-ayam
pekerjaannya
belum
selesai. Dengan sangat menyesal Kyai Bima meninggalkan
bukit Penanjakan karena merasa tidak mampu menyelesaikan
untuk
pekerjaannya sebagai syarat pinangannya.
meninggalkan sebuah keris yang diberi nama Sarutama,
Tanda bekas hasil karya Kyai Bima seperti diceritakan
menjaga
adalah
Dora. Sebelum
berangkat,
Saka
dengan sebuah pesan agar jangan diberikan kepada siapa pun
dalam legenda itu adalah : (1) segara wedhi, berupa hamparan
kecuali kepada Saka.
pasir di bawah Gunung Bromo; (2) Gunung Batok, sebuah bukit
Saka
bersama
Sembada
meneruskan
yang terletak di sebelah selatan Gunung Bromo, yang berbentuk
perjalanan. Akhirnya sampailah mereka di Pulau Jawa. Di pulau
seperti tempurung yang ditengkurapkan; (3) gundukan tanah
ini mereka bertemu suami istri yang sudab tua dan tidak
yang tersebar di daerah Tengger; yaitu: Gunung Pundak-lembu,
mempunyai anak. Saka dan Sembada tinggal bersama mereka
Gunung Ringgit, Gunung Lingga, Gunung Gendera, dan lain-
dan diangkat menjadi anak. Di Medang, tempat mereka tinggal,
lain.
ada seorang raja raksasa bernama Dewata Cengkar, yang
2. Aji Saka
memiliki kebiasaan buruk, yaitu makan daging manusia setiap
Pada zaman dahulu (abad pertama Masehi?), ada
hari.
seorang pengembara sakti bernama Saka ke bumi Nusantara.Ia
Pada suatu hari tibalah giliran bagi orang tua angkat
adalah seorang anak muda yang baru saja menyelesaikan
Saka untuk mengirimkan seorang korban. Oleh karena keluarga
pelajaran tentang kesusastraan di sebuah padepokan, yang
itu tidak mempunyai anak, maka sang Ibu yang menjadi
dipimpin oleh seorang Resi. Ia mengembara bersama dua orang
korban. Saka mendengar berita buruk itu dan ia bersedia
muridnya, yaitu Dora dan Sembada.
menjadi penggantinya. Berangkatlah ia ke Medang untuk
Perjalanan mereka sangat panjang dan melalui hutan
belantara. Dalam perjalanan mereka sudah singgah di tempat-
menjadi korban, disertai doa oleh kedua orangtua angkatnya
agar dapat mengalahkan Dewata Cengkar.
tempat suci dan keramat. Atas pengalamannya itu, mereka
Sesampai di Medang Saka diterima oleh patih dan
menjadi sakti. Akhirnya sampailah mereka di sebuah pulau
diantar kepada Dewata Cengkar. Melihat pemuda tampan dan
bernama Majesti. Lingkungan alam pulau itu sangat indah dan
cukup sehat itu, Dewata Cengkar sangat senang dan segera
membuat mereka terpesona. Karena perjalanan masih panjang
ingin memakannya. Sebelum dijadikan korban Saka minta agar
dan bawaan mereka cukup berharga dan jumlahnya banyak,
kedua orang tua angkatnya diberi tanah seluas ikat kepalanya
maka Saka mengadakan undian untuk menentukan siapa yang
dan pemberian itu disaksikan oleh rakyatnya. Permintaan itu
harus menjaga barang-barang tersebut. Yang mendapat tugas
dikabulkan. Maka digelarlah ikat kepala itu di atas tanah,
disaksikan banyak orang. Ikat kepala Saka digelar dengan
lama ditunggu dan kedua muridnya tidak datang, maka Aji Saka
dibuka lipatannya. Ternyata lipatan itu tidak habis-habisnya,
sendiri menuju ke tempat Dora di Pulau Majesti. Setiba di
sehingga akhirnya sampai di tepi laut selatan. Dewata Cengkar
Majesti diketahuinya bahwa kedua orang utusannya telah
terus tergiring oleh penggelaran ikat kepala itu. Akhirnya
meninggal dengan bekas tusukan pusaka Sarutama. Melihat
sampailah ia pada sebuah tebing, dan terjatuhlah ia ke laut.
kenyataan tersebut Prabu Aji Saka tergerak hatinya untuk
Sepeninggal
Dewata
Cengkar,
negara
Medang
memperingati pengabdian kedua muridnya dengan menciptakan
diperintah oleh Saka dengan gelar Aji Saka. Rakyat merasa
Aksara Jawa, yang berbunyi: HA-NA CA-RA-KA ada utusan DA-
hidup tenteram, aman dan sejahtera. Pada suatu hari Saka
TA SA-WA-LA: saling bertengkar PA-DHA JA-YA-NYA : sama-
ingat pada muridnya yang menjaga keris dan barang-barang
sama berjaya (kuat dan sakti) MA-GA BA-THA-NGA : mereka
berharga miliknya di Pulau Majesti. Ia mengutus Sembada untuk
menjadi bangkai.
mengambil keris dan barang-barangnya itu dan Dora.
3. Klambi Antrakusuma
Sesampai di Pulau Majesti, Sembada bertemu dengan
Ada dua orang, bernama mbah Tunggak dan mbah
Dora. Mereka sangat senang dan berbahagia, saling berpelukan
Tampa, bertapa di gua Purwana, sebelah timur pedukuhan
untuk menyatakan rindunya. Kemudian Sembada mengatakan
Baledono. Pada waktu tengah malam mereka melihat sebentuk
bahwa kedatangannya atas utusan Saka, yang sekarang
benda terbang di angkasa. Benda itu diikutinya dan akhirnya
menjadi raja di Medang, untuk mengambil keris yang dititipkan
turun di Tunggul Wulung, kurang lebih sejauh 1 km dari Tosari
kepada
ke arah Ngadiwono. Benda itu berhasil dipegang, tetapi
Dora. Namun
Dora
menolak
memberikannya,
sebagaimana pesan Saka bahwa tidak boleh diambil oleh siapa
kemudian
pun kecuali oleh Saka sendiri. Keduanya bertengkar dan tidak
mengikutinya sampai akhirnya benda itu turun di Cemara
ada yang mengalah untuk menyatakan kebenaran pesan yang
Gading, jurusan Kaliteja, dan dipegang kembali. Ternyata benda
diterima.Terjadilah
untuk
itu berupa klambi antakusuma.Pada saat itu terdengar suara
memperebutkan pusaka Sarutama. Kedua saling memukul
yang mengatakan : “aku gelem digawe, ning rumaten sing
saling menusuk tanpa mempedulikan rasa sakit. Kedua sama
apik” (saya boleh dipakai, tetapi peliharalah baik-baik). Namun
kuat dan sama Jayanya, tidak ada yang menang dan tidak ada
sekarang benda itu sudah tidak ada lagi. Konon katanya telah
yang kalah. Akhirnya keduanya mati bersama. Anehnya setelah
dijual orang-orang dukun Tosari, yang bernama Pak Kamar,
mati Dora roboh ke barat, dan Sembada roboh ke timur. Setelah
kepada orang Belanda. Dan sewaktu meninggal dunia, badan
perkelahian
antara
keduanya
lepas
dan
terbang
kembali. Pertapa
itu
terus
Pak Kamar hancur membusuk dalam waktu singkat. Selain
Tengger ke Bromo bukan hanya untuk berdoa, melainkan juga
disebut sebagai antrakusuma, benda ini kadang-kadang disebut
untuk minta berkah kepada yang menjaga Gunung Bromo.
juga sebagai antakusuma. Istilah antakusuma dipergunakan di
Permintaan itu ditujukan kepada Sang Dewa Kusuma yang
wilayah Kabupaten Probolinggo, seperti Ngadas, Ngadisari, dan
dikurbankan (dilabuh) di Kawah Bromo. Selain meminta
Sukapura. Sedangkan istilah antrakusuma dipakai di wilayah
sesuatu, dukun Tengger juga memberi sesuatu, yaitu
Kabupaten Pasuruan, seperti di Tosari, Wanakitri, Sedaeng dan
melaksanakan amanat Raden Kusuma yang diucapkan pada
Ngadiwono.
masa lalu yang berbunyi sebagai berikut:
Untuk
menghormati
leluhurnya,
masyarakat
“Dulurku sing isih urip ana ngalam donya, ngalam
padang, mbesuk aku saben wulan Kasada kirimana
barang samubarang sing ana rupa tuwuh, rupa
sandhang pangan, saanane sandhang pangan sing
rika pangan ana ngalam donya, weruh rasane, apa
sing rika suwun mesti keturutan kekarepane rika, ya
keturutan panjaluke rika ya mesti kinabulna.”
Tengger
melakukan upacara-upacara adat. Orang Tengger kaya akan
upacara adat. Upacara adat
yang samapi saat ini masih
diselenggarakan antara lain adalah:
1.
Upacara Kasada
Perayaan Kasada atau hari raya Kasada atau
(“Saudara-saudaraku yang masih hidup di dunia, di
alam terang, kelak setiap bulan Kasada, kirimkan
kepadaku hasil pertanianmu, dan makanan yang
kalian makan di dunia, agar aku dapat merasakannya.
Keinginanmu dan permintaanmu pasti kukabulkan”).
Kasodoan yang sekarang disebut Yadnya Kasada, adalah hari
raya kurban orang Tengger yang diselenggarakan pada
tanggal 14, 15, atau 16, bulan Kasada, yakni pada saat bulan
purnama sedang menampakkan wajahnya di lazuardi biru.
2.
Upacara Karo
Hari raya kurban ini merupakan pelaksanaan pesan leluhur
orang Tengger yang bernama Raden Kusuma alias Kyai
Kusuma alias Dewa Kusuma, putra bungsu Rara Anteng dan
Jaka Seger, yang telah merelakan dirinya menjadi kurban
demi kesejahteraan ayah, ibu, serta para saudaranya.
Kasodoan merupakan sarana komunikasi antara orang
Tengger dengan Hyang Widi Wasa dan roh-roh halus yang
menjaga Tengger. Komunikasi itu dilakukan melalui dukun
Tengger, pewaris aktif tradisi Tengger. Kepergian dukun
Perayaan Karo atau hari raya Karo orang Tengger
yang jatuh pada bulan ke-2 kalender Tengger (bulan Karo)
sangat mirip dengan perayaan Lebaran atau hari raya Fitri
yang dirayakan umat Islam. Pada hari berbahagia tersebut
orang Tengger saling berkunjung, baik ke rumah sanak
saudara
maupun
tetangga,
untuk
memberikan
ucapan
selamat Karo dan bermaaf-maafan. Perayaan ini berlangsung
selama satu sampai dua minggu. Selama waktu itu berpuluhpuluh ternak, kebanyakan ayam, kambing, sapi, dan babi
disembelih untuk dinikmati dagingnya. Bagi keluarga yang
dari gangguan makhluk halus dan menyucikan para arwah
kurang mampu, pengadaan ternak yang akan disembelih
yang belum sempurna agar dapat kembali ke alam asal yang
dilakukan secara patungan. Bagi orang Tengger, hari raya
sempurna, yaitu Nirwana. Kata unan-unan berasal dari kata
Karo adalah hari yang ditunggu-tunggu. Perayaan yang
tuna
berlangsung hampir dua minggu tersebut merupakan saat
kekurangan-kekurangan yang diperbuat selama satu windu.
yang penuh suka cita dan pesta pora, seolah-olah orang
Dalam upacara ini orang Tengger menyembelih kerbau
Tengger ingin menebus seluruh kecapekan dan kejenuhan
sebagai kurban.
kerja seharian penuh di ladang yang telah mereka jalani
4.
maksudnya
upacara
ini
dapat
melengkapi
Upacara Entas-Entas
selama satu tahun. Seluruh lapisan masyarakatTengger, tua-
Upacara ini dimaksudkan untuk menyucikan roh orang
muda, besar-kecil, Hindu, Kristen, Budha maupun Islam
yang telah meninggal dunia pada hari ke-1000 agar supaya
menyatu dalam suka cita perayaan Karo. Hari Raya Karo
dapat masuk surga. Biaya upacara ini sangat mahal karena
akan makin meriah apabila hasil panen orang Tengger bagus.
penyelenggara harus mengadakan selamatan besar-besaran
Sebagian pewaris aktif tradisi Tengger dengan tegas
dengan menyembelih kerbau. Sebagian daging kerbau
mengatakan bahwa perayaan dan selamatan Karo merupakan
hasil
3.
‘rugi’,
kesepakatan
Kanjeng
Nabi
dan
Ajisaka
untuk
tersebut dimakan dan sebagian dikurbankan.
5.
Upacara Pujan Mubeng
mengenang gugurnya dua abdi yang bernama Setya atau Alif
Upacara ini diselenggarakan pada bulan kesembilan
dan Satuhu atau Hana, pengikut setia kedua tokoh tersebut.
atau Panglong Kesanga, yakni pada hari kesembilan sesudah
Menurut mereka, makna Karo adalah nylameti wong loro
bulan purnama. Warga Tengger, tua-muda, besar-kecil,
“mengadakan selamatan untuk dua orang”, si Hana dan si Alif
berkeliling desa bersama dukun mereka sambil memukul
atau si Setya dan si Satuhu. Sebagian lagi mengatakan
ketipung. Mereka berjalan dari batas desa bagian timur
bahwa kisah kesepakatan Kanjeng Nabi dan Ajisaka tersebut
mengelilingi empat penjuru desa. Upacara ini dimaksudkan
hanya kisah yang dibuat-buat.
untuk membersihkan desa dari gangguan dan bencana.
Upacara Unan-Unan
Perjalanan keliling tersebut diakhiri dengan makan bersama di
Upacara ini diselenggarakan sekali dalam sewindu.
rumah dukun. Makanan yang dihidangkan berasal dari
Sewindu menurut kalender Tengger bukan 8 tahun melainkan
5 tahun. Upacara ini dimaksudkan untuk membersihkan desa
sumbangan warga desa.
6.
Upacara Kelahiran
Upacara ini merupakan rangkaian dari enam macam
7.
Upacara Tugel Kuncung atau Tugel Gombak.
Upacara ini
upacara yang berkait. Pertama, ketika bayi yang berada
dalam
kandungan
telah
berumur
tujuh
bulan,
yang
diselenggarakan oleh orang Tengger
ketika anak mereka berusia 4 tahun. Rambut bagian depan
bersangkutan mengadakan selamtan nyayut atau upacara
anak
sesayut. Maksud upacara adalah agar bayi lahir dengan
mendapat keselamatan dari Hyang Widhi Wasa.
selamat dan lancar. Setelah bayi lahir dengan selamat yang
8.
yang bersangkutan dipotong agar ia senantiasa
Upacara Perkawinan orang Tengger
bersangkutan mengadakan upacara sekul brokohan. Ari-ari
Upacara ini dilaksanakan berdasarkan perhitungan
bayi yang mereka sebut batur ‘teman’ disimpan dalam
waktu yang ditentukan oleh dukun yang harus sesuai dengan
tempurung, kemudian ditaruh di sanggar. Pada hari ketujuh
saptawara atau pancawara kedua calon pengantin. Selain
atau
bersangkutan
menggunakan perhitungan saptawara dan pancawara, dukun
mengadakan upacara cuplak puser, yakni pada saat pusar
juga menggunakan perhitungan nasih berdasarkan sandang
telah kering dan akan lepas. Upacara ini dimaksudkan untuk
(pakaian),
menghilangkan kotoran yang masih tersisa di tubuh bayi agar
(kematian). Hari perkawinan harus menghindari lara dan pati.
bayi selamat. Pada waktu diberi nama, keluarga bayi
Jika terpaksa jatuh pada lara dan pati, harus daidakan
mengadakan selamatan jenang abang dan jenang putih
upacara ngepras, yaitu membuat sajian yang telah diberi
(bubur merah dan bubur putih yang terbuat dari beras).
mantra oleh dukun dan kemudian dikurbankan. Agar tetap
Maksud dari upacara ini juga untuk memohon keselamtan.
selamat, mereka yang hari perkawinannya jatuh pada lara dan
Upacara kekerik diadakan setelah bayi berumur 40 hari.
pati harus melaksanakan upacara ngepras setiap tahun.
Dalam upacara ini lidah bayi “dikerik” dengan daun rumput
Puncak dari upacara perkawinan adalah upacara walagara,
ilalang. Maksud dari upacara ini adalah agar kelak sang anak
yakni akad nikah yang dilaksanakan oleh dukun. Dalam
pandai
yang
upacara walagara dukun membawa secawan air yang dituang
keenam adalah upacara among-among, yang dilaksanakan
ke dalam prasen, diaduk dengan pengaduk yang terbuat dari
setelah bayi berusia 44 hari. Maksud dari upacara ini adalah
janur atau daun pisang dan kemudian diberi mantra.
agar bayi terbebas dari gangguan roh jahat. Bayi tersebut
Selanjutnya mempelai wanita mencelupkan telunjuk jarinya ke
harus “dilindungi”, yaitu diberi mantra pada waktu ia sudah
dalam air tersebut dan mengusapkannya pada tungku, pintu,
kedelapan
berbicara.
setelah
kelahiran,
Rangakaian
yang
upacara
mampu membalik dirinya (tengkurap).
kelahiran
pangan
(makanan),
lara
(sakit),
dan
pati
9.
serta tangan para tamu, dengan maksud agar pada tamu
sengkala) yang bakal datang. Sebaliknya apabila kejadian-
memberi doa restu.
kejadian alam tersebut menurut ramalan berakibat baik,
Upacara Kematian
upacara barikan juga diadakan sebagai tanda terima kasih
Upacara ini diselenggarakan secara gotong royong.
kepada Hyang Maha Agung. Dalam upacara barikan seluruh
Para tetangga memberi bantuan perlengkapan dan keperluan
warga berkumpul dipimpin oleh kepala desa dan dukun
untuk upacara penguburan. Bantuan spontanitas tersebut
mereka. Biaya upacara barikan ditanggung oleh seluruh
berupa tenaga, uang, beras, kain kafan, gula, dan lain-lain
warga desa.
yang disebut nglawuh. Setelah dimandikan mayat diletakkan
Upacara Liliwet
di atas balai-balai kemudian dukun memercikkan air suci dari
Merupakan upacara untuk kesejahtaraan keluarga.
prasen kepada jenazah sambil mengucapkan doa kematian.
Upacara ini diadakan di setiap rumah penduduk. Dalam
Sebelum kuburan digali, dukun lebih dulu menyiramkan air
upacara ini dukun memberi mantra seluruh bagian rumah
dalam bumbung yang telah diberi mantra. Tanah yang
termasuk pekarangan agar terhindar dari malapetaka. Tempat
tersiram air itulah yang digali untuk liang kubur. Mayat orang
tempat yang diberi mantra adalah dapur, pintu, tamping,
Tengger dibaringkan dengan kepala membujur ke selatan ke
sigiran dan empat penjuru pekarangan. Sebelum upacara
arah
liliwet diadakan biasanya orang Tengger tidak memulai
Gunung
Bromo.
Petang
harinya
keluarga
yang
ditinggalkan mengadakan selamatan. Orang yang telah
10.
11.
menggarap ladangnya.
meninggal tersebut diganti dengan boneka yang disebut
Kehidupan pada masyarakat Tengger penuh dengan
bespa, terbuat dari bunga dan dedaunan. Bespa diletakkan di
kedamaian dan kondisi masyarakatnya sangat aman. Segala
atas balai-balai bersama berbagai macam sajian.
masalah dapat diselesaikan dengan mudah atas peranan
Upacara Barikan
orang yang berpengaruh pada masyarakat tersebut dengan
Diadakan setelah terjadi gempa bumi, bencana alam,
sistem musyawarah. Pelanggaran yang dilakukan cukup
gerhana, atau peristiwa lain yang mempengaruhi kehidupan
diselesaikan oleh lurah dan biasanya mereka patuh. Apabila
orang Tengger. Jika kejadian-kejadian alam tersebut memberi
cara ini tidak juga menolong, maka si pelaku pelanggaran itu
pertanda buruk maka lima atau tujuh hari setelah peristiwa
cukup
tersebut orang Tengger mengadakan upacara barikan agar
penduduk. Mereka
diberi keselamatan dan dapat menolak
bahaya (tolak
disatru
(tidak
juga
diajak
bicara)
oleh
seluruh
sangat
patuh
dengan
segala
peraturan pemerintah yang ada, seperti kewajiban membayak
g. Genten kuwat artinya saling membantu.
pajak, kerja bakti dan sebagainya.
Masyarkat Tengger juga syarat dengan kata-kata
mutiara (sesanti) sebagai acuan pembentukan sikap, dan
biasanya sangat berpengaruh terhadap ciri kepribadian
manusia. Antara lain adalah seperti tersebut di bawah ini:
68
a. Dalam adat ada japa mantra dalam agama ada puja
mantra;
Perlindungan Hukum Masyarkat Hukum Adat Tengger
Daya
tarik
Tengger
bukan
hanya
terletak
pada
pemandangan alamnya yang mempesona saja, melainkan juga
kekhasan status keagamaan dan adat-istiadatnya. daya tarik
Tengger bukan hanya terletak pada pemandangan alamnya yang
mempesona saja, melainkan juga kekhasan status keagamaan dan
b. Tat twam asi artinya aku adalah engkau dan engkau
adalah aku;
c.
B.
adat-istiadatnya.
Kehidupan masyarakat Tengger sangat dekat dengan
Kalau masih mentah sama adil, kaiau sudah masaic tidak
keagamaan dan adat- istiadat yang telah diwariskan oleh nenek
ada harga;
moyangnya secara turun-temurun. Isi ajaran yang dianut sangat
d. Titi luri artinya meneruskan adat istiadat nenek moyang;
dekat dengan agama Hindu bercampur Budha dan adat istiadat
e. Mikul dhuwur mendhem jero artinya menghormati orang
setempat. Prasasti batu yang pertama kali ditemukan, berangka
f.
tua;
tahun 851 Saka (929 M), menyebutkan bahwa sebuah desa
Yen wis ana pasar ilang kumandharige, yen wis ana
bernama Walandhit, yang terletak di kawasan pegunungan Tengger,
kedhung ilang banyune, yen wis donya iki diarani
adalah sebuah tempat suci yang dihuni oleh hulun hyang, yakni
sagodhong kelor iku wis katene ana rejane jaman, artinya
orang yang menghabiskan hidupnya sebagai abdi dewata. Prasasti
apabila
apabila
kedua yang ditemukan, masih dalam abad yang sama, menyatakan
kedhung kehilangan airnya, apabila dunia tinggal selebar
bahwa di kawasan ini penduduknya melakukan peribadatan yang
daun kelor, itu pertanda kesejahteraan sudah mendatang;
berkiblat kepada Gunung Bromo, dan menyembah dewa yang
pasar
sudah
kehilangan
gemanya,
bernama Sang Hyang Swayambuwa, atau yang dalam agama Hindu
68
Simanhadi Widyaprakosa, “Mengenal Masyarakat Tengger (3):
Sambungan
WHD
No.
471)”,
http://translate.google.com/
translate?hl=en&sl=id&tl=en&u=http%
3A%2F%2Fwww.parisadaorg%2Findex.php%3Foption%3Dcom_content%
26task%3Dview%26id%3D590%26Itemid%3D121&anno=2, Didownload
pada tanggal 20 Agustus 2011.
dikenal sebagai Dewa Brahma.
Pada tahun 1880 seorang perempuan Tengger menemukan
sebuah prasasti yang terbuat dari kuningan di daerah penanjakan
yang termasuk Desa Wonokitri, Kabupaten Pasuruan. Prasasti ini
berangka tahun 1327 Saka atau 1407 M (1405 M?). Prasasti ini
ulang. Ada dua kemungkinan yang perlu dipertimbangkan, pertama
menyebutkan bahwa sebuah desa bernama Walandhit dihuni oleh
meskipun orang Walandhit bukan keturunan Majapahit, kegiatan
hulun hyang atau abdi dewata, dan tanah di sekitar Walandhit
beragama mereka tidak berbeda jauh atau mungkin sama dengan
disebut hila-hila atau suci. Warga desa Walandhit dibebaskan dari
warga kerajaan Majapahit pada umumnya, yaitu melakukan
kewajiban membayar titileman, yakni pajak upacara kenegaraan
kegiatan-kegiatan
karena mereka berkewajiban melakukan pemujaan terhadap
Kemungkinan kedua, orang Walandhit dengan suka cita menerima
Gunung Bromo, sebuah gunung yang dikeramatkan. Prasasti
para pengungsi dari Majapahit yang terdesak oleh ekspansi
tersebut dihadiahkan oleh Bathara Hyang Wekas in Sukha (Hayam
Kerajaan Islam Demak, terutama setelah Karsyan Prawira dan
Wuruk) pada bulan Asada.
daerah sekitarnya berhasil diislamkan oleh tentara Demak pada
keagamaan
yang
bercorak
Hindu-Budha.
Nama Walandhit disebut juga oleh Prapanca, seorang
abad ke-16 M. Para pengungsi dari Majapahit tersebut kemudian
pujangga kenamaan dari kerajaan Majapahit dalam Kakawin
menyatu dan menurunkan orang Tengger yang kita kenal sampai
Nagarakertagama. Walandhit adalah nama sebuah tempat suci
sekarang. Pada waktu itu daerah pedalaman termasuk dataran
yang sangat dihormati oleh kerajaan Majapahit. Di tempat ini
tinggi Tengger, belum sempat direbut oleh tentara Demak.
bermukim kelompok masyarakat yang beragama Buddha dan
Hubungan antara orang Walandhit dengan agama Hindu
Saiwa. Kemungkinan besar Walandhit pada waktu itu merupakan
bukan hanya terlihat dari prasasti kuno yang telah ditemukan, tetapi
salah satu mandala yang dipimpin oleh seorang dewa guru. Dewa
juga dari naskah-naskah kuno yang ditulis pada zaman Majaphit.
guru adalah seorang siddhapandita (pendeta yang sempurna
Dalam naskah Tantri Kamandaka, misalnya, segara wedhi atau laut
ilmunya) yang memimpin sebuah mandala. Sebenarnya mandala
pasir digambarkan sebagai jalan lintasan arwah manusia yang harus
adalah tempat tinggal pendeta di hutan atau di tempat yang sangat
disucikan dulu sebelum naik ke kahyangan. Proses penyucian
jauh dari keramaian, yang biasanya disebut wanasrama. Tempat
arwah tersebut juga digambarkan dalam mantera upacara entas-
seperti ini mungkin juga dihuni oleh para resi atau kaum pertapa
entas, sebuah upacara adat Tengger. Dalam upacara adat ini api
yang hidup mengasingkan diri.
penyucian dari Dewa Siwa dan Dewi Uma digunakan untuk
Prasasti Walandhit menunjukkan bahwa kawasan Bromo-
menyucikan arwah manusia agar sang arwah dapat naik ke
Tengger-Semeru sudah berpenghuni sejak Kerajaan Majapahit
kahyangan. Sebelum diberangkatkan, sang arwah ditempatkan di
masih berjaya. Oleh karena itu, adanya keyakinan bahwa nenek
dalam sebuah kuali maron yang merupakan simbolisasi dari kawah
moyang orang Tengger adalah pengungsi dari Majapahit perlu dikaji
Gunung Bromo.
Perhatian dan ketertarikan kepada kekhasan peribadatan
Kasada, Karo, Entas-entas, Unan-unan, dan beberapa upacara
orang Walandhit, yang kemudian disebut orang Tengger, bukan
lainnya
yang
bersifat
tradisional. Mereka
masih
belum
hanya terjadi pada zaman Majapahit saja, melainkan juga pada
melaksanakan ibadah agama sebagaimana ditentukan oleh agama-
zaman penjajahan, dan bahkan sampai pada zaman internet
agama besar.
sekarang ini. Tentang sejak kapan komunitas yang tinggal di
Padahal berdasar bukti-bukti prasasti yang ada di dataran
kawasan Bromo-Tegger-Semeru tersebut disebut orang Tengger,
tinggi Tengger, menguatkan pernyataan bahwa secara historis dan
belum ada keterangan yang jelas. Orang Tengger sendiri sekarang
antropologis sejak dahulu sudah beragama, yakni agama Hindu.
begitu yakin bahwa nama Tengger berasal dari paduan dua suku
Sayang pengakuan pemerintah terhadap Hindu minoritas ini pada
kata teakhir dari nama nenek moyang mereka, yaitu Rara Anteng
waktu itu tidak ada.
(TENG) dan Jaka Seger (GER). Rara Anteng dipercaya sebagai
Menurut
kepercayaan
dari
Parisada
Jawa
Timur,
putri Raja Brawijaya V dari Kerajaan Majapahit dan Jaka Seger,
masyarakat Tengger digolongkan pemeluk agama Budha Mahayana
putra seorang brahmana yang bertapa di dataran tinggi Tengger. Di
dengan surat keputusan No. 00/PHB Jatim/Kept/III/73, tanggal 6
samping itu, orang Tengger juga menegaskan bahwa kata Tengger
Maret 1973. Namun demikian, ditilik dari cara ibadah dan upacara
mengacu
keagamaannya, agama tersebut kurang menunjukkan tanda sifat
kepada
pengertian
Tengering
Budi
Luhur
(Tanda
Keluhuran Budi Pekerti).
ke-Budha-annya, kecuali pada setiap mantra yang dimulai dengan
Kehidupan adat masyarakat Tengger tidak lepas dari agama
yang mereka anut. Sebelum tahun 1973, masih belum jelas agama
kata Hong, yang biasanya dipakai oleh masyarakat Tengger sebagai
berikut:
69
Abdi dalem sangep sumpah pandamelan ingkang
kapasrahaken, lan andadosaken apisir, nindakaken
penimbangan ingkang kalayan leres, pendamelanpendamelan ingkang katekakaken miturut dateng agami
BUDA sarana lisan, inggih punika damel jawab ingkang
leres, tampia bra utami boten, kenging dhateng sepinten
kemawon.
yang dianut masyarakat Tengger , kecuali mereka secara patuh
melaksanakan berbagai upacara adat, antara lain: “Upacara
69
Awal tahun 1965 adalah masa kebingungan orang Tengger
“mencari” agama. Atheis adalah anggapan orang luar pada masa tersebut
kepada orang Tengger. Hal ini disebabkan, agama “Buddha Tengger”
tidak pernah diakui pemerintah. Sehingga memeluk agama adalah pilihan
yang tidak bisa ditawar lagi agar sebutan ateis tidak lagi disandangkan
orang Tengger. Lihat Wiwit Mujiastuti, Jk, “Teguh Tegar Hindu Tengger
(Synopsis Buku Saya Orang Tengger, Saya Punya Agama, Penulis Ayu
Sutarto), http://saradbali.com/edisi109/pustaka.htm, Didownload pada
tanggal 20 Agustus 2011.
Untuk tetap mempersatukan masyarakat Tengger, pada
tahun 1973 oleh para sesepuhnya diadakan musyawarah di balai
desa
Ngadisari
(Probolinggo). Pada
kesempatan
itu
mereka
menetapkan diri memeluk agama Hindu dan secara khusus
melestarikan ucapan Hong, seperti terdapat pada setiap permulaan
punarbawa. Mereka akan berada pada tempat kedamaian
mantra tradisionalnya, sebagai permulaan salam. Salam khusus
abadi.
yang disetujui berbunyi Hong ulun basuki langgeng yang berarti:
Maraknya revitalisasi Hindu tidak sedikitpun mengubah
“Semoga Tuhan tetap memberikan keselamatan atau kemakmuran
tradisi,
yang kekal abadi kepada kita”.
mendorong orang Tengger untuk mengubah tradisi mereka. Agama
Dengan demikian, secara resmi sejak tahun 1973 masuklah
agama Hindu Dharma di wilayah Tengger, dan salam agama Hindu
adat
kebiasaan
orang
Tengger
atau
bahkan
Hindu dan tradisi Tengger tetap berjalan berdampingan, bangkit
bersama-sama dan saling mengisi.
70
Om swasti astu. Dewasa ini telah diajarkan keimanan terhadap
Salah satu bukti pendukung yang penting bahwa dahulu
Tuhan Yang Maha Esa seperti tersebut berikut ini, yaitu : Panca
hingga saat ini orang Tengger beragama Hindu dapat dilacak
Sradha.
dari japa mantra yang masih dipegang teguh hingga sekarang dan
1) Percaya kepada Sang Hyang Widhi Wasa, Tuhan pencipta
digunakan dalam setiap pelaksanaan upacara. Mantra Tengger
alam.
adalah doa-doa suci yang digunakan oleh para dukun Tengger
2) Percaya adanya Atma (n) yaitu roh leluhur atau rohnya sendiri.
dalam pelaksanaan setiap upacara dan mantra ini diyakini
3) Percaya adanya karmapala, yaitu hukum sebab-akibat.
mempunyai
kekuatan
melindungi
masyarakat
Tengger
dari
Kepercayaan pada karma pala ini merupakan inti ajaran agama
intervensi atau gangguan dari luar. Selain mantra, keteguhan hati
Hindu maupun agama Budha, bahwa semua perbuatan
orang Tengger dalam mempertahankan agama juga tampak pada
manusia itu pasti terikat pada hukum sebab-akibat. Setiap
setiap pelaksanaan upacara adat dan agama yang masih hidup di
perbuatan pasti ada akibatnya, yang akan dialami oleh manusia
tengah maraknya perebutan komunitas Hindu Tengger atas dua
baik sekarang maupun pada hidup yang akan datang.
agama besar.
4) Percaya pada punarbawa (reinkarnasi).
Dari sekian banyak desa-desa di Tengger, hanya Desa
Kepercayaan ini adalah dan agama Hindu dan Budha, bahwa
Ngadas (kidul), Kecamatan Poncokusumo, Kabupaten Malang yang
manusia itu terikat pada hukum hidup berkali-kali sesuai
memiliki keragaman keagamaan.
71
Warga desa ini setidaknya
dengandharma hidup sebelumnya.
5) Percaya pada moksa (sirna), yaitu bahwa apabila manusia telah
mencapai
moksa
tidak
akan
terikat
kembali
pada
70
Wiwit Mujiastuti, Jk, “Teguh Tegar Hindu Tengger (Sinopsis Buku
Saya Orang Tengger, Saya Punya Agama, Penulis Ayu Sutarto), loc.cit.
71
Berdasarkan arsip desa, penduduk Desa Ngadas mencapai 1.724
jiwa. Sebesar 30% diantaranya menganut ajaran Islam, 10% penganut
Agama Hindu, 60% penganut Agama Budha. Namun dari jumlah 60%
memeluk Agama Islam, Hindu, Budha, Katolik, dan Budo Jawa
(Tengger) sebagai pegangan hidupnya.
72
Walau menganut banyak agama, namun segenap elemen
kepercayaan, bukan hal-hal supranatural. Dukun berperan dalam
segala pelaksanaan adat, baik mengenai perkawinan, kematian atau
kegiatan-kegiatan lainnya. Dukun sebagai tempat bertanya untuk
masyarakat desa memiliki komitmen untuk menjaga adat Tengger.
mengatasi
Mereka berkeyakinan dengan taat dan tunduk pada adat Tengger
kehidupan. Masyarakat Tengger menempatkan sosok pemimpin
sejatinya tidak bertentangan dengan ajaran agama formalnya
ritual itu sebagai sosok yang sangat terhormat dan disegani. Bahkan
masing-masing.
mereka lebih memilih tidak memiliki kepala pemerintahan desa
adat Tengger.
Mereka semua berkomitmen untuk tunduk pada
73
kesulitan
ataupun
berbagai
masalah
daripada tidak memiliki pemimpin ritual.
Masyarakat Tengger sampai sekarang mampu menjaga
Sebagai wilayah yang memiliki daya tarik alam tersendiri
adat mereka yang diturunkan dari nenek moyang mereka dari
berikut dengan keunikan adat istiadatnya, maka pemerintah
zaman Majapahit. Tokoh kunci langgengnya suku Tengger adalah
menetapkan Bromo Tengger Semeru (selanjutnya disebut dengan
Dukun Tengger. Mereka menyebut dukun sebagai dukun pandita.
BTS) sebagai taman nasional dan kawasan pelestarian alam. Hal
Dukun dalam masyarakat Tengger tidak sama dengan dukun dalam
tersebut sesuai dengan Pasal 1 butir 13 dan 14 UU No. 5 Tahun
masyarakat Jawa yang lebih lekat dengan hal-hal supranatural.
1990
Dukun di Tengger lebih dekat dengan masalah agama dan
yang menganut Agama Budha itu, sebagian besar dari mereka adalah
penganut Budo Jawa yang berbeda secara prinsipil dengan Agama
Budha. Lihat “Beragam Agama, Satu Adat”, http://www.simpuldemokrasi.
com/dinamika-demokrasi/wacana-demokrasi/2362-beragam-agama-satuadat.html, Didownload pada tanggal 20 Agustus 2011.
72
Pemerintah tidak mengakui eksistensi Budo Budo Jawa {Tengger}
sebagai sebuah agama sehingga kebudhaan sebagian warga Ngadas
(kidul) hanya sebatas administratif. Lihat “Beragam Agama, Satu Adat”,
loc.cit.
73
Staf pengajar Jurusan Antropologi FISIP Universitas Airlangga
Surabaya Pudjio Santoso yang pernah mengadakan penelitian mengenai
masyarakat Tengger mengatakan bahwa agama yang berlaku di Tengger
diistilahkan dengan agama tradisional. Lihat ‘Tokoh Kunci Langgengnya
Suku
Tengger”,
http://www2.kompas.com/
kompascetak/0410/29/tanahair/ 1353264.htm, didownload pada tanggal 20
Agustus 2011.
tentang
Ekosistemnya.
74
Konservasi
Sumber
Daya
Alam
Hayati
dan
BTS merupakan salah satu dari 9 (sembilan)
wilayah di Pulau Jawa yang ditetapkan sebagai taman nasional.
75
Sebagai Kawasan Taman Nasional, BTS dinilai sebagai kawasan
pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan
sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu
74
Indonesia, Undang-undang tentang Konservasi Sumber Daya
Alam Hayati dan Ekosistemnya, UU No. 5, LN No. 49 Tahun 1990, TLN.
No. 3419.
75
Kesembilan Taman Nasional di Pulau Jawa tersebut meliputi
Ujung Kulon, Kepulauan Seribu, Gunng Halimun, Gunung Gede
Pangrango, Karimunjawa, Bromo Tengger Semeru (BTS), Meru Batiri,
Baluran, Alas Purwo, Gunung Merapi, Gunung Merbabu, dan Gunung
Ciremai.
Lihat
“50
Taman
Nasional
Di
Indonesia”,
http://www.dephut.go.id/INFORMASI/TN%20INDOENGLISH/tn_index.htm, didownload pada tanggal 25 Agustus 2011.
pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata, dan
menaruh nadar yang sekaligus sebagai tempat bersemedi
rekreasi.
khususnya masyarakat Tengger untuk memohon kepada Sang
Selain
itu,
BTS
juga
termasuk
dalam
Kawasan
Hyang Widi. Masih di sekitar gua, tepatnya di bagian samping
Pelestarian Alam (KPA). Hal ini dikarenakan kawasan ini memiliki
gua terdapat sumber air yang tak pernah kering. Menurut
ciri khas tertentu, baik di darat maupun di perairan yang mempunyai
kepercayaan masyarakat Tengger air dari sumber tersebut
fungsi perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan
merupakan air suci yang mutlak diperlukan bagi peribadatan
keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan
mereka, sebagai contoh adalah upacara pengambilan air suci
secara lestari sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya.
dari Gua Widodaren (Medhak Tirta) yang dilakukan sebelum
Pada tahun 1997, Menteri Kehutanan mengeluarkan Surat
Upacara Kasada. Disamping itu air dari gua ini dipercaya
Keputusan bernomor 278/Kpts-VI/1997 tertanggal 23 Mei 1997.
masyarakat Tengger berkhasiat dapat membuat awet muda
Keputusan tersebut berisi tentang Penyempurnaan Data Potensi
serta mendekatkan jodoh bagi yang lajang.
ODTWA Taman Nasional Bromo Tengger Semeru di area seluas
50.267,20 Hektar. Menurut surat keputusan tersebut, Taman
3. Sumur Pitu/Gua Lava
Nasional BTS (TN BTS) selain memiliki potensi obyek wisata alam,
Sumur lava ini berada di tengah Kaldera Tengger
juga memiliki potensi obyek wisata budaya. Lebih lanjut lagi menurut
tepatnya di laut pasir Blok Kutho, dari kejauhan tampak seperti
surat keputusan tersebut bahwa ada 8 (delapan) potensi obyek
tumpukan
wisata budaya di BTS, yaitu:
menamakan sumur/gua lava ini sebagai Sumur Pitu. Sumur
1. Pure Agung Poten
Pitu/Gua Lava ini terbentuk dari proses geo vulkanik yang
Pura Agung Poten yang berada di tengah-tengah lautan
pasir ini merupakan salah satu pusat peribadatan umat Hindu
Tengger.
2. Gua Widodaren
bata
bekas
kerajaan.
Masyarakat
setempat
merupakan proses dari letusan Gunung Bromo.
4. Pura/Padanyangan Rondo Kuning
Pura kecil atau disebut Pedanyangan ini merupakan
tempat peribadatan umat Hindu Tengger yang ada di Ranu
Gua Widodaren merupakan salah satu tempat penting
Pani. Jika dilihat dari arah utara, pemandangannya sangat
dalam ritual masyarakat Tengger. Pada bagian dalam gua
bagus, karena lokasinya berada pada tanah yang menjorok ke
terdapat tempat yang agak luas dan didalamnya terdapat batu
danau (seperti tanjung). Pure ini dibangun pada tahun 1996 dan
besar (sebagai altar) untuk menempatkan sesajian atau
direhabilitasi tahun 2001 oleh Pengelola Pura Mandara Giri
Semeru Agung - Senduro bersama-sama dengan umat Hindu di
memeluk agama Hindu. Salah satu tempat peribadatan
Ranu Pani. Pada waktu-waktu tertentu (hari besar umat Hindu)
masyarakat Tengger di Ngadas adalah Pure Ngadas.
penganut Hindu setempat dan luar kota melakukan ibadah di
8. Vihara Ngadas
Pure Rondo Kuning. Menurut pengelola/pengurus Pure tersebut
Selain agama Hindu, masyarakat Ngadas juga banyak
(Mandara Giri Semeru Agung), rangkaian upacara ritual Hindu
yang menganut agama lain. Salah satu agama yang dianut
di Ranu Pani berbeda dengan rangkaian upacara di Gunung
masyarakat setempat adalah agama Budha dengan aliran
Bromo, namun pada upacara besar (Kasada) salah satu lokasi
Budha Kejawen. Vihara ini merupakan tempat beribadah
pengambilan air suci adalah Ranu Pani.
penganut Budha di Ngadas. Di malam hari dapat didengar lagu
5. Prasasti Ranu Kumbolo
pujian terhadap sang Budha.
Prasasti ini terletak di tepi danau Ranu Kumbolo.
Sekitar tahun 2004-2007, Dukuh Seruni di Desa
Diduga prasasti ini masih terkait dengan peninggalan Kerajaan
Ngadisari,
76
Kecamatan
Sukapura,
dijadikan
rintisan
desa
Majapahit, yang menceritakan perjalanan Mpu Kameswara
wisata.
untuk mencapai kesucian atau kesempurnaan diri.
gedung rumah adat Tengger, makanan khas nasi aron, kue
6. Prasasti Arcopodo
Arcopodo/recopodo
Di Dukuh Seruni, wisatawan bisa melihat dari dekat
tradisional kucur dan pasung serta kesenian Jathilan Tengger.
terletak
diantara
Kalimati
dan
Adanya
Gunung Semeru. Ditempat ini terdapat dua buah arca kembar
desa
wisata
ini
menambah
keragaman
tujuan
kunjungan ke BTS ini.
yang dalam bahasa Jawa dinamakan arcopodo/recopodo.
Dengan adanya TN BTS dan potensi obyek wisata
Disamping itu juga terdapat beberapa monumen korban
budaya ini, menandakan bahwa pemerintah baru sekedar
meninggal atau hilang pada saat pendakian G. Semeru. Tempat
mengakui bahwa BTS sebagai wilayah yang harus dilindungi
ini sering dimanfaatkan pendaki untuk beristirahat sejenak
sebelum melanjutkan perjalannya ke puncak Mahameru.
7. Pure Ngadas
Desa Ngadas merupakan enclave TN-BTS yang berada
di Seksi Konservasi Wilayah III tepatnya di Resort Ngadas.
Penduduk asli Ngadas adalah suku Tengger yang mayoritas
76
Menurut Kepala Desa Ngadisari, Supoyo, pembentukan Desa
Wisata Ngadisari dimulai tahun 2004 silam. Gagasan tersebut dibuat
berdasarkan permintaan dari Dinas Budaya dan Pariwisata Permerintah
Daerah Kabupaten Probolinggo. Saat itu, infrastruktur seperti akses jalan
menuju ke kawasan Dukuh Seruni, terutama ke Seruni Point masih belum
ada. Baru pada tahun 2007, infrastruktur jalan dan gedung rumah adat
Tengger mulai dibangun. Lihat “Dari Seruni Melihat Rumah Adat Tengger”,
http://www.kraksaan-online.com/2011/06/dari-seruni-melihat-rumah-adattengger.html, didownload pada tanggal 30 Agustus 2011.
karena
keunikan
ekosistem
alamnya
demi
kepentingan
Kabupaten Malang. Kecamatan Poncokusomo (sebagai satu-
penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya,
satunya kecamatan di Kabupaten Malang yang memiliki desa
pariwisata,
dan rekreasi. Perlindungan pemerintah pusat
Tengger yaitu Desa Ngadas), berhasil merealisasikan PBB nya
maupun daerah terhadap budaya suku tengger baru sebatas
sebesar 973,012,940 dari nilai baku sebesar 970,030,856. Ini
pada situs budaya nya saja. Secara substantif, belum ada
berarti indeks PBB di Kecamatan ini mencapai 100.31 persen.
inventarisir hukum adat mereka yang diadopsi ke dalam hukum
Secara konstitusional, hukum adat masyarakat Tengger
yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah (selanjutnya disebut
mendapatkan pengakuan dan pengormatan melalui Pasal 18 B
dengan pemda) setempat.
77
ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Desa
Tahun 1945.
79
Pengakuan dan penghormatan tersebut diakui
Ngadisari, ditemukan data empiris bahwa masyarakat Tengger
dan dihormati sepanjang masih hidup dan sesuai dengan
di desa ini memiliki ketaatan tinggi terhadap pembayaran pajak
Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam
bumi dan bangunan.
78
Hal ini seharusnya menjadi catatan
undang-undang.
tersendiri bagi pemda maupun pemerintah pusat untuk segera
mengadopsi aturan adat mereka sehingga mereka taat dalam
C.
Pelaksanaan Hukum Adat Tengger Dewasa Ini
membayar pajak menyusul kampanye pemerintah pusat untuk
Sistem hukum adat di Hindia Belanda menurut Hurgronye
menghidupkan kembali semangat membayar pajak untuk
dibagi dalam tiga kelompok , yaitu: 1. Hukum Adat mengenai tata
pembangunan daerah dan nasional.
Negara; 2. Hukum Adat mengenai warga (hukum pertalian sanak,
Padahal ketaatan mereka dalam menjalankan peraturan
80
hukum tanah, hukum perhutangan); dan 3. Hukum Adat mengenai
dan kebijakan nasional maupun pemerintah daerah, dinilai relatif
memuaskan. Hal ini terlihat dari data statistik tentang Pajak
Bumi dan Bangunan (PBB) yang dikeluarkan oleh Pemerintah
77
Hal tersebut sebagaiman terungkap dalam hasil wawancara
dengan salah satu staf di Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten
Malang pada tanggal 21 Juli 2011.
78
Hal tersebut sebagaiman terungkap dalam hasil wawancara
dengan Bapak Supoyo, Kepala Desa Ngadisari pada tanggal 20 Juli
2011.
79
Pasal tersebut merupakan hasil perubahan kedua UUD 1945
pada tanggal 18 Agustus 2000.
80
Istilah Hukum Adat pertama kali diperkenalkan secara ilmiah oleh
Prof. Dr. C Snouck Hurgronje, Kemudian pada tahun 1893, Prof. Dr. C.
Snouck Hurgronje dalam bukunya yang berjudul "De Atjehers"
menyebutkan istilah hukum adat sebagai "adat recht" (bahasa Belanda)
yaitu untuk memberi nama pada satu sistem pengendalian sosial (social
control) yang hidup dalam Masyarakat Indonesia. Istilah ini kemudian
dikembangkan secara ilmiah oleh Cornelis van Vollenhoven yang dikenal
sebagai pakar Hukum Adat di Hindia Belanda (sebelum menjadi
Indonesia).
83
delik (hukum pidana). Dan, menurut hukum adat, wilayah yang
dan khusus di Indonesia hukum “adat“ . Bagaimana tempat dan
dikenal sebagai Indonesia sekarang ini dapat dibagi menjadi
bagaimana perkembangannya hukum adat dalam masyarakat
81
beberapa lingkungan atau lingkaran adat (Adatrechtkringen) .
tergantung kesadaran, paradigma hukum, politik hukum dan
82
Dalam penelitian yang dilaksanakan sekarang , focus yang
pemahaman para pengembannya- politisi, hakim, pengacara,
dikedepankan adalah hukum adat berkenaan dengan hukum
birokrat dan masyarakat itu sendiri. Hukum ada dan berlakunya
pertalian, hukum tanah, dan hukum perutangan. Karena itu
tergantung kepada dan berada dalam masyarakat.
pembahasan untuk pelaksanaan hukum adat masyarakat tengger
Bagi penganut Paham Etatis, yang mengklaim negara
adalah berkisar dengan perkawinan, waris dan Pertanahan.
sebagai satu-satunya secara sentral sebagai sumber produksi
Untuk mengetahui pelaksanaan hukum adat masyarakat
hukum, maka di luar negara tidak diakui adanya hukum. Paham
tengger dewasa ini, terlebih dahulu akan dikemukakan mengenai
Etatisme berujud sentralisme hukum, dipengaruhi positivisme
apa sebenarnya perkembangan hukum adat itu? Kemudian
hukum dan teori hukum murni, maka secara struktural dan
bagaimana kedudukan hukum adat pada masyarakat tengger, dan
sistimatik ujud hukum adalah bersumber dan produksi dari
bagaimana pelaksanaannya sekarang ini.
negara secara terpusat termasuk organ negara di bawahnya.
1. Perkembangan Hukum Adat
Paham sentralisme hukum ini menempatkan posisi hukum adat
Ada banyak istilah yang dipakai untuk menamai hukum
tidak memperoleh tempat yang memadahi. Etatis hukum timbul
lokal: hukum tradisional, hukum adat, hukum asli, hukum rakyat,
yang didasarkan pada teori modernitas yang memisahkan dan
menarik garis tegas antara zaman modern dan zaman pra
modern. Zaman modern ditandai adanya sistem hukum
nasional, sejak timbulnya senara nasional, sebagai kesatuan
81
Seorang pakar Belanda, Cornelis van Vollenhoven adalah yang
pertama mencanangkan gagasan seperti ini. Menurutnya daerah di
Nusantara menurut hukum adat bisa dibagi menjadi 23 lingkungan adat
berikut: 1. Aceh, 2. Gayo dan Batak, 3. Nias dan sekitarnya,
4.Minangkabau, 4.Mentawai, 5.Sumatra Selatan, 6.Enggano, 7.Melayu,
8.Bangka dan Belitung, 9.Kalimantan (Dayak), 10. Sangihe-Talaud,
11.Gorontalo. 12.Toraja, 13.Sulawesi Selatan (Bugis/Makassar),
14.Maluku Utara, 15.Maluku Ambon, 16.Maluku Tenggara, 17. Papua, 18,
Nusa Tenggara dan Timor, 19.Bali dan Lombok, 20.Jawa dan Madura
(Jawa Pesisiran), 21.Jawa Mataraman.
82
Perkembangan Hukum Adat Jawa Timur, khususnya masyarakat
Tengger.
yang berlaku dalam seluruh teritorialnya. Paham ini timbul dari
warisan revolusi kaum borjuis dan hegemoni liberal- karena
kuatnya liberalisme, sehingga tumbuh apa yang disebut
sentralisme hukum (legal centralism), dimaknai hukum sebagai
83
Keebet von Benda-Beckmann: Pluraisme Hukum, Sebuah Sketsa
Genealogis dan Perdebatan Teoritis, dalam: Pluralisme Hukum, Sebuah
Pendekatan Interdisipliner, Ford Fondation, Huma, Jakarta, 2006 hlm. 21.
hukum negara yang berlaku seragam untuk semua pribadi yang
sebagai suatu aturan hukum jika sesuai dengan lapisan (norma,
berada di wilayah jurisdiksi negara tersebut. Menurut Max
kaedah ) yang di atasnya. Khusus kaedah utama yang berada di
Weber
Rahardjo,
puncak lapisan – disebut grundnorm, yaitu suatu kaedah dasar,
pertumbuhan sistem hukum modern tidak dapat dilepaskan dari
nilai dasar yang sudah ada dalam masyarakat, digunakan
kemunculan industrialisasi yang kapitalis.yang memberikan
sebagai kaedah pembenar oleh negara dalam mengukur
rasionalitas dan prediktabilitas dalam kehidupan ekonomi.
kaedah yang berada di bawahnya. Maka hukum dan penalaran
Hukum modern yang dipakai di mana-mana di dunia sekarang
hukum yang berlangsung adalah sebagaimana William Twining
ini pada intinya mengabdi dan melayani masyarakat industri-
menyebutnya sebagai proses a finite closed scheme of
dikutip
David
Trubrek
dan
Satipto
84
permissible justification. Apa yang merupakan hukum ditentukan
Kaedah hukum negara berada di atas kaedah hukum
oleh legislatif dalam bentuk rumusan yang abstrak untuk
kapitalis .
lain, dan karenanya harus tunduk kepada negara beserta
kemudian
lembaga hukum negara. Pemahaman ideologi sentralisme
(kongkritisasi secara bertingkat dari atas- ke bawah, Hans
hukum, memposisikan hukum adalah sebagai kaedah normatif
Kelsen),
yang bersifat memaksa, ekslusif, hirarkis, sistimatis, berlaku
kongkrit.
melalui
akhirnya
proses
hukum
stufenweise
konkretisierung
yang semula abstrak
menjadi
85
seragam, serta dapat berlaku; pertama, dari atas ke bawah (top
Sentralisme hukum yang juga disebut hukum modern,
downwards) di mana keberlakuannya sangat tergantung kepada
dicirikan oleh beberapa sarjana: misalnya oleh Marc Galanter
penguasa (Bodin: 1576; Hobbes: 1651; Austin: 1832) atau,
menyebut tidak kurang dari 11 karakteristik hukum modern itu.
kedua dari bawah ke atas (bottom upwards) di mana hukum
Beberapa di antaranya adalah: (1) hukum itu lebih bersifat
dipahami sebagai suatu lapisan kaedah-kaedah normatif yang
teritorial daripada personal, dalam arti penerapannya tidak
hirarkis, dari lapisan yang paling bawah dan meningkat ke
terikat pada kasta, agama atau ras tertentu; (2) sistemnya
lapisan-lapisan yang lebih tinggi hingga berhenti di puncak
diorganisir secara hirarkhis dan birokratis; (3) sistem juga
lapisan yang dianggap sebagai kaedah utama (Kelsen: 1949;
rasional yang artinya, tehnik-tehniknya dapat dipelajari dengan
Hart: 1961). Sistem hukum yang dipengaruhi idiologi ini, seluruh
menggunakan logika dan bahan-bahan hukum yang tersedia
lapisan kaedah normatif ini baru dianggap sah keberlakuannya
85
84
Satjipto Rahardjo, Sisi-sisi Lain dari Hukum Di Indoensia,
Kompas, 2003, 23, 24.
Satjipto Rahardjo: Penafsiran Hukum Yang Progresif, dalam :
Anthon Freddy Susanto,SH,MH: Semiotika Hukum, Dekontruksi Teks
Menuju Progresifitras Makna, Efika Aditama, Bandung, hlm. 3.
dan (4) disamping itu hukum dinilai dari sudut kegunaannya
berakibat pada suatu keadaan hukum telah cacat sejak lahirnya,
sebagai sarana untuk menggarap masyarakat, tidak dari
ini sebagai tragedi hukum.
kwalitas formalnya; (5) hukum itu bisa diubah-ubah dan bukan
Idiologi sentralisme hukum inilah sebagai ibu kandung
merupakan sesuatu yang keramat – kaku; ekssistensi hukum
positivisme hukum yang sering disebut hukum modern, pada
86
paham yang paling ekstrim adalah hukum harus dibebaskan –
dikaitkan pada (kedaulatam) negara .
Sedangkan Lawrence M. Friedman, yang membagi
dimurnikan - dari nilai-nilai non hukum (etika, moral, agama),
unsur sistem hukum dalam tiga macam: (1) Struktur, (2)
sehingga hukum sebagai bebas nilai (value free), yang
substansi dan (3) kultur, maka hukum modern lebih tepat
dipositipkan dalam bentuk peraturan dan yang bersumberkan
menggunakan tolok ukur kultur hukum, maka hukum lebih dilihat
dari negara dalam bentuk tertulis. Hukum jenis ini dewasa ini
dari sudut kegunaan (utilitarian), sehingga ia mencirikan hukum
sangat dominan dan sebagai penopang negara penganut
modern sebagai: (1) sekuler dan pragmatis; (2) berorientasi
modern-liberal, bahkan negara ultra-modern-neoliberal, dengan
pada kepentingan dan merupakan suatu usaha yang dikelola
didukung
secara sadar oleh manusia (enterprise); (3) bersifat terbuka dan
profesional dengan standarnisasi yang ketat)
mengandung unsur perubahan yang dilakukan secara sengaja.
oleh
para
Sebaliknya
pengembannya
yang
(pendidikan
berlawanan
dengan
hukum,
paham
Sehingga Lawrence M. Friedman lebih dekat dengan
sentralisme hukum adalah paham pluralisme hukum. Paham
pendapat David M. Trubek, yang memerinci konsepsi hukum
pluralisme hukum menempatkan sistem hukum yang satu
modern sebagai: (1) sistem peraturan-peraturan; (2) berupa
berada sama dengan sistem hukum lain. Menurut Satjipto
karya manusia dan (3) bersifat otonom, artinya merupakan
Rahardjo sejak saat timbulnya hukum modern yang sentral dari
87
bagian dari negara tetapi sekaligus juga terlepas daripadanya .
negara, maka mulai tergusurnya jenis hukum lain seperti hukum
Pada posisi (sebagai hukum modern- pen) ini hukum
adfat dan kebiasaan lainnya. Kalaupun toh jenis-jenis hukum itu
memperoleh penyempitan makna, karena hukum semakin
masih berlaku di sana sini, maka itus emua terjadi karena “
menjadi sesuatu yang otonom, lepas dari realitas dan nilai yang
kebaikan hati” hukum negara ( by the grace of state law) . Ada
seharusnya sebagai substansi dan pendukungnya. Hal ini
beberapa tipe pluralisme hukum. Tipe pertama disebut:
88
Pluralisme Relatif (Vanderlinden 1989), Pluralisme Lemah
86
Satjipto Rahardjo: Modernisasi Dan Perembangan Kesadaran
Hukum Masyarakat, Jurnal Masalah-masalah Hukum, FH Undip, No.1-6
Tahun X/ 1980, hlm. 18.
87
Ibid, hlm. 19.
(J.Griffith
88
1986)
atau
Puralisme
Satjipto Raharjo, 2003, hlm. 23.
hukum
hukum
negara
(Woodman 1995:9) menunjuk pada kontruksi hukum yang di
a. Kajian yang tidak lagi melihat sistem hukum suatu negara
dalamnya aturan hukum yang dominan memberi ruang, implisit
berupa hukum negara, namun juga hukum adat hukum
atau eksplisit, bagi jenis hukum lain, misalnya hukum adat atau
agama serta hukum kebiasaan;
hukum agama. Hukum negara mengesahkan dan mengakui
b. Pemahaman hukum (adat) tidak hanya memahami hukum
adanya hukum lain dan memasukkannya dalam sistem hukum
adat yang dalam berada dalam komunitas tradisional-
negara. Tipe kedua, yang disebut : Pluralisme Kuat atau
masyarakat pedesaan, tetapi juga hukum yang berlaku
Deskriptif
dalam lingkungan masyarakat lingkungan tertentu (hybrid
(Griffiths,
atau
Pluralisme
Dalam
(Woodman)
law atau unnamed law);
pluralisme hukum menunjuk situasi yang di dalamnya dua atau
lebih sistem hukum hidup berdampingan, dengan masing89
c.
Memahami gejala trans nasional law sebagaimana hukum
masing dasar legitimasi dan keabsahannya . Esmi Warasih
yang dibuat oleh organisasi multilateral, maka adanya
dalam
hubungan interdependensi antara hukum internasional,
pidato
pengukuhan
beliau
sebagai
guru
besar
bahwa;“Penerapan suatu sistem hukum yang tidak berasal atau
hukum nasional dan hukum lokal.
ditumbuhkan dari kandungan masyarakat merupakan masalah,
Dengan pemahaman holistik dan intregratif maka
khususnya di negara-negara yang sedang berubah karena
perkembangan dan kedudukan hukum adat akan dapat
terjadi
dipahami dengan memadahi.
ketidakcocokan
antara
nilai-nilai
yang
menjadi
pendukung sistem hukum dari negara lain dengan nilai-nilai
yang dihayati oleh anggota masyarakat itu sendiri
Paradigma
pemahaman
hukum
90
Maka studi hukum adat dalam perkembangan mengkaji
hukum adat sepanjang perkembanganya di dalam masyarakat,
adat
dan
dilakukan secara kritis obyektif analitis, artinya hukum adat akan
perkembangannya harus diletakkan pada ruang yang besar,
dikaji secara positif dan secara negative. Secara positif artinya
dengan mengkaji secara luas:
hukum adat dilihat sebagai hukum yang bersumber dari alam
pikiran dan cita-cita masyarakatnya. Secara negatif hukum adat
89
Op cit, hlm. 28.
90
Eman Suparman, ASAL USUL SERTA LANDASAN
PENGEMBANGAN ILMU HUKUM INDONESIA (Kekuatan Moral Hukum
Progresif sebagai das Sollen), Esmi Warassih Pujirahayu,
“Pemberdayaan Masyarakat Dalam Mewujudkan Tujuan Hukum (Proses
Penegakan Hukum dan Persoalan Keadilan)”; Pidato Pengukuhan Guru
Besar Fakultas Hukum Undip, Semarang, 14 April 2001.
dilihat dari luar, dari hubungannya dengan hukum lain baik yang
menguatkan
perkembangan
maupun
politik
yang
melemahkan
kenegaraan.
dan
Perkembangan
interaksi
hukum
secara positif artinya hukum adat akan dilihat pengakuannya
dalam masyarakat dalam dokrin, perundang-undangan, dalam
yurisprudensi maupun dalam kehidupan masyarakat sehari hari.
hukum nasional itu harus berjiwa Pancasila. Maknanya, jiwa
Sebaliknya perkembangan secara negative bagaimana hukum
dari kelima sila Pancasila harus dapat memenuhi kebutuhan
adat dikesampingkan dan tergeser atau sama sekali tidak
masyarakat Indonesia di masa sekarang dan sedapat-
berlaku oleh adanya hukum positif yang direpresentasikan oleh
dapatnya juga di masa yang akan datang;
Negara baik dalam perundang-undangan maupun dalam
b. Hukum nasional Indonesia bukan hanya akan berkisar pada
putusan pengadilan. Sebagaimana dinyatakan: hukum adat
persoalan pemilihan bagian-bagian antara hukum adat dan
sebenarnya berpautan dengan suatu masyarakat yang masih
hukum barat, melainkan harus terdiri atas kaidah-kaidah
hidup dalam taraf subsistem, hingga kecocokannya untuk
ciptaan yang baru sesuai dengan kebutuhan dalam
kehidupan kota modern mulai dipertanyakan.
menyelesaikan persoalan yang baru pula;
Hukum adat dalam perkembangannya dewasa ini
c.
Pembentukan
peraturan
hukum
nasional
hendaknya
dipengaruhi oleh: Politik hukum yang dianut oleh Negara dan
ditentukan secara fungsional. Maksudnya, aturan hukum
metode pendekatan yang digunakan untuk menemukan hukum
yang baru itu secara substansial harus benar-benar
adat.
memenuhi kebutuhan masyarakat. Selanjutnya, hak atau
Hukum adat dalam tulisan ini dilihat sebagai suatu
kewajiban yang hendak diciptakan itu juga sesuai dengan
system. Sistem sesuai dikemukakan oleh Scholten, disetujui
tujuan kita untuk mencapai masyarakat yang adil dalam
Soepomo, berpendapat: bahwa tiap hukum merupakan suatu
kemakmuran serta makmur dalam keadilan .
system,
yaitu
peraturan-peraturannya
merupakan
suatu
92
2. Masyarakat Adat Tengger
91
kebulatan berdasarkan atas kesatuan alam pikiran . Dalam
Untuk
mengetahui gambaran umum
hukum
adat
kaitan itu, Sunarjati Hartono, merekomendasikan beberapa hal
masyarakat tengger, tentu tidak terlepas dari karakteristik
dalam
hukum
masyarakat tengger, yaitu gambaran terbentuknya, gambaran
mendapatkan
agama, dan perubahan-perubahan masyarakat tengger itu
nasional
rangka
pembentukan
Indonesia
dan
dan
harus
pengembangan
betul-betul
perhatian yaitu hal-hal sebagai berikut:
a. Hukum
Nasional
harus
merupakan
sendiri.
lanjutan
a. Gambaran terbentuknya Masyarakat Tengger
(inklusif
modernisasi) dari hukum adat, dengan pengertian bahwa
92
91
Sorjono Soekanto, Masalah Kedudukan dan Peranan Hukum
Adat, Academica, Jakarta 1979, hlm. 14.
Dr. Eman Suparman, SH, MH, ASAL USUL SERTA LANDASAN
PENGEMBANGAN ILMU HUKUM INDONESIA(Kekuatan Moral Hukum
Progresif sebagai das Sollen
Suku tengger adalah suku yang tinggal disekitar
Disekitar gunung itu juga lahir bayi perempuan
gunung bromo, Jawa Timur yakni menempatati sebagian
titisan dewa, wajahnya cantik dan elok, waktu dilahirkan
wilayah kabupaten pasuruan, kabupaten probolinggo, dan
bayi itu tidak menangis, diam dan begitu tenang.
kabupaten malang. Komunitas suku tengger berkisar antara
Sehingga anak tersebut diberi nama Roro Anteng, yang
500 ribu orang yang tersebar di tiga kabupaten tersebut.
artinya Roro yang tenang dan pendiam. Semakin hari
Etnis yang paling terdekat dengan suku tengger adalah
Joko Seger tumbuh menjadi seorang lelaki dewasa
suku jawa namun terdapat
menonjol
antara
keduanya,
perbedaan
yang
sangat
begitupun Roro Anteng juga tumbuh menjadi seorang
terutama
dari
sistem
perempuan yang cantik dan baik hati. Roro Anteng telah
93
kebudayaannya .
terpikat pada Joko Seger, namun pada suatu hari ia
1) Asal usul terbentuknya Suku Tengger
dipinang oleh seorang Raja yang terkenal sakti, kuat,
Suku tengger terbentuk sekitar abad ke sepuluh
dan
jahat.
Sehingga
ia
tidak
Kemudian
Roro
berani
saat kerajaan majapahit mengalami kemunduran dan
lamarannya.
saat Islam mulai menyebar. Pada saat itu kerajaan
persyaratan pada pelamar itu agar dibuatkan lautan di
majapahit diserang dari berbagai daerah, sehingga
tengah gunung dalam waktu satu malam. Pelamar itu
bingung mencari tempat pengungsian. Demikian juga
mengerjakan dengan alat sebuah tempurung kelapa
dengan dewa-dewa mulai pergi bersemayam di sekitar
(batok kelapa). Dan pekerjaan itu hampir selesai,
gunung bromo, yaitu dilereng gunung pananjakan, di
melihat kenyataan itu hati Roro Anteng gelisah dan
sekitar situ juga tinggal seorang pertapa yang suci.
memikirkan cara menggagalkannya, Kemudian Roro
Suatu hari istrinya melahirkan seorang bayi laki-laki
Anteng
yang
menampakan
Sehingga membangunkan ayam-ayam, ayam-ayam pun
kesehatan dan kekuatan yang luar biasa. Untuk itu anak
mulai berkokok seolah-olah fajar sudah menyingsing.
tersebut diberi nama Joko Seger, yang artinya joko yang
Raja itu marah karena tidak bisa memenuhi permintaan
sehat dan kuat.
Roro Anteng tepat pada waktunya. Akhirnya batok yang
tampan,
wajahnya
bercahaya,
mulai
menumbuk
Anteng
menolak
padi
mengajukan
ditengah
malam.
ia gunakan untuk mengeruk pasir tersebut dilemparnya
hingga tertelungkup di dekat gunung bromo dan
93
Lihat
:
Suku
http://tlingus.wordpress.com.
Tengger
Jawa
Timur
dalam
:
berubah menjadi sebuah gunung yang dinamakan
gunung batok. Dengan kegagalan raja tadi akhirnya
bulan kasada pada hari ke empat belas mengadakan
Roro Anteng menikah dengan Joko Seger. Dan
sesaji ke kawah gunung bromo, dan kebiasaan tersebut
membangun sebuah pemukiman kemudian memerintah
diikuti sampai sekarang oleh masyarakat tengger
dikawasan tengger tersebut dengan nama Purbowasesa
dengan mengadakan upacara yang disebut Kesada
Mangkurat
setiap tahunnya.
Ing
Tengger.
Yang
artinya
Penguasa
Tengger yang budiman. Nama tengger di ambil dari
2) Sistem Kebudayaan Suku Tengger
gabungan akhir suku kata Roro Anteng dan Joko Seger.
Menurut C Kluckhon dalam bukunya categories
Tengger juga berarti moral tinggi, simbol perdamaian
of culture menemukakan sistem kebudayaan yang
abadi.
secara Universal dimiliki oleh seluruh masyarat didunia,
Roro Anteng dan Joko Seger belum juga
yang unsur-unsurnya meliputi sistem bahasa, sistem
dikaruniai momongan setelah sekian tahun menikah,
kesenian,
sistem
teknologi,
sistem
religi,
sistem
maka diputuskan untuk naik kepuncak gunung bromo.
kemasyarakatan, sistem pengetahuan dan sistem mata
Tiba-tiba ada suara gaib menyatakan jika mereka ingin
pencarian. Pada masyarakat suku Tengger Unsur-unsur
mempunyai anak mereka harus bersemedi agar doa
kebudayaan universial itu sebagai berikut :
nya terkabul dengan syarat apabila mendapatkan
a) Sistem Bahasa
keturunan anak bungsu harus dikorbankan ke kawah
Bahasa yang digunakan oleh suku tengger adalah
gunung bromo. Akhirnya merekapun mendapatkan
bahasa jawa tapi dialek yang digunakan berbeda
keturunan 25 orang putra dan putri. Namun Roro
yaitu dialek tengger. Dialek tengger dituturkan di
Anteng mengingkari janjinya maka terjadilah gunung
daerah
bromo menyemburkan api, dan anak
bungsunya
pasuruan, probolinggo, malang dan lumanjang.
“Kesuma” dijilat api dan masuk ke kawah gunung
Dialek ini dianggap turunan bahasa kawi, dan
bromo, kemudian terdengarlah suara gaib, bahwa
banyak mempertahankan kalimat-kalimat kuno yang
kesuma telah dikorbankan, dan Hyang Widi telah
sudah tidak digunakan dalam bahasa jawa modern.
menyelamatkan seluruh penduduk, maka penduduk
harus hidup tentram damai dengan menyembah Hyang
Widi, selain penduduk juga di peringatkan bahwa setiap
gunung
b) Sistem Kesenian
Seni Tari
bromo
termasuk
di
wilayah
Tari yang biasa dipentaskan adalah tari Roro
Mereka yakin merupakan keturunan langsung dari
Anteng dan Joko Seger yang dimulai sebelum
majapahit. Gungung brahma (Bromo) dipercayai
pembukaan upacara Kasada.
sebagai gunung suci dengan mengadakan berbagai
Seni bangunan
macam upacra-upacara yang dipimpin oleh seorang
Bangunan untuk peribadatan berupa pura disebut
dukun
punden,
adalah
Masyarakat tengger bahkan lebih memilih tidak
sebidang tanah dilautan pasir sebagai tempat
mempunyai kepala pemerintahan desa dari pada
danyam,
dan
poten.
Poten
94
berlangsungnya upacara Kasada .
c) Sistem Teknologi
sangat
dihormati
dan
disegani.
tidak memiliki pemimpin ritual. Para dukun pandita
tidak bisa di jabat oleh sembarang orang, banyak
Seiring dengan banyak pengaruh yang masuk
persyaratan yang harus dipenuhi sebagai perantara
kedalam masyarakat tradisional seperti melalui
doa-doa mereka. Upacara-upacara yang dilakukan
pariwisata atau teknolgi komunikasi terilah culturual
masyarakat tengger diantaranya:
change
(1)
dan
perubahan
kebudayaan sehingga
Yahya kasada, Upacara ini ilakukan pada 14
sistem teknologi juga berkembang seperti halnya
bulan kasada, mereka membawa ongkek
masyarakat jawa modern.
yang berisi sesaji dari hasil pertanian, ternak
d) Sistem Religi
dan sebagainya. Lalu dilemparkan kekawah
Agama yang dianut sebagian besar suku tengger
gunung bromo agar mendapatkan berkah dan
adalah Hindu, Islam dan Kristen. Masyarakat
diberikan keselamatan oleh yang maha kuasa
tengger dikenal taat dengan aturan agama Hindu.
94
yang
Poten dibagi menjadi tiga mandala atau zone yaitu :
• Mandala utama disebut jeroan yaitu tempat pelaksanaan
pemujaan yang terdiri dari padma, bedawang, nala, bangunan sekepat,
dan kori agung candi bentar.
• Mandala madya atau zone tengah, disebut juga jaba tengah yaitu
tempat persiapan pengiring upacara yang terdiri dari kori agung candi
bentar bale kentongan, dan Bale Bengong.
• Mandala nista atau zone depan, disebut juga jaba sisi yaitu tempat
peralhian dari luar kedalam pura yang terdiri dari bangunan candi bentar
dan bangunan penunjang lainnya.
(2)
Upacara Karo, Hari raya terbesar masyarakat
tengger adalah upacara karo atau hari raya
karo. Masyarakat menyambutnya dengan
suka cita dengan membeli pakaian baru,
perabotan,
dengan
makan,
tujuan
minuman,
melimpah,
mengadakan
pemujaan
terhadap sang Hyang Widi Wasa.
(3)
Upacara Kapat, jatuh pada bulan ke empat,
tidak berbeda jauh dengan adat perkawinan orang
bertujuan
brekah
Jawa hanya saja yang bertindak sebagai penghulu
yaitu
dan wali keluarga adalah dukun Pandita. Adat
untuk
keselamatan
(4)
(5)
kiblat,
menetap setelah menikah adalah neolokal, yaitu
Upacara kawalu, jatuh pada bulan kedelapan,
pasangan
masyarakat mengirimkan sesaji ke kepala
lingkungan yang baru. Untuk sementara pasangan
desa, dengan tujuan untuk kesehatan Bumi,
pengantin berdiam terlebih dahulu dilingkungan
air, api, angin, matahari, bulan dan bintang.
kerabat istri.
Upacara
dengan
(7)
selamat
pemujaan terhadap arah mata angin.
kasanga,
kesembilan.
(6)
serta
memohon
jatuh
Masyarakat
membunyikan
pada
suami-istri
bertempat
tinggal
di
bulan
berkelilling
desa
kentongan
dan
f)
Sistem Kemasyarakatan
membawa obor tujuannya adalah memohon
Masyarakat suku Tengger terdiri atas kelompok-
keselamatan.
kelompok desa yang masing-masing kelompok
Upacara kasada, Jatuh pada saat bulan
tersebut
Purnama (ke dua belas) tahun saka, Upacara
perkampungan ini dipimpin oleh seorang kepala
ini isebut sebagai upacara kuban.
adat. Masyarakat suku Tengger amat percaya dan
Upacara Unan, Unan, diadakan lima tahun
menghormati
sekali
dibandingkan pejabat administratif karena dukun
dengan
tujuan
mengaaan
penghormatan terhadap roh leluhur.
e) System Perkawinan
dipimpin
oleh
dukun
tetua.
di
Dan
wilayah
seluruh
mereka
sangat berpengaruh dalam kehidupan masyarakat
Tengger.
Masyarakat
Tengger
mengangkat
Sebelum ada Undang-Undang perkawinan banyak
masyarakat lain dari luar masyarakat Tengger
anak-anak suku Tengger yang kawin dalam usia
sebagai warga kehormatan dan tidak semuanya
belia, misalnya pada usia 10-14 tahun. Namun,
bisa menjadi warga kehormatan di masyarakat
pada masa sekarang hal tersebut sudah banyak
Tengger. Masyarakat muslim Tengger biasanya
berkurang dan pola perkawinannya endogami. Adat
tinggal di desa-desa yang agak bawah sedangkan
perkawinan yang diterapkan oleh suku Tengger
Hindu Tengger tinggal didesa-desa yang ada di
atasnya.Masyarakat tengger menjungjung tinggi
sedangakan
nilai
kehidupan
ditambang adalah pasir dan belerang. Pada masa
pemimpin spritual
kini masyarakat Tengger umumnya hidup sebagai
seperti duun lebih disegani dari pada pemimpin
petani di ladang. Prinsip mereka adalah tidak mau
administratif. Masyarakat tengger memunyai hukum
menjual tanah (ladang) mereka pada orang lain.
sendiri diluar hukum formal yang berlaku alam
Macam hasil pertaniannya adalah kentang, kubis,
negara. Dengan hukum itu mereka sudah bisa
wortel, tembakau, dan jagung. Jagung adalah
mengatur an mengendalikan berbagi persoalan
makanan pokok suku Tengger. Selain bertani, ada
dalam kehidupan masyarakatnya.
sebagian masyarakat Tengger yang berprofesi
persamaan,
demokrasi,
masyarakat, sosok
seorang
dan
g) Sistem Pengetahuan
dalam
hal
penambangan,
yang
menjadi pemandu wisatawan di Bromo. Salah satu
Sistem Pengetahuan masyarakat tengger pada
cara yang digunakan adalah dengan menawarkan
umumnya masih tradisional, dan masih berorientasi
kuda yang mereka miliki untuk disewakan kepada
pada kebudayan lama, namun karena pengaruh
wisatawan.
dari luar melalui pariwisata maupun komunikasi
maka
sistem
mengacu
pengetahuannya
ke
sistem
modern.Pendidikan
pada
b. Agama dan Kepercayaan Masyarakat Tengger
sudah
mulai
pengetahuan
yang
menganut kepercayaan yang bersifat tradisional dengan
Tengger
melakukan berbagai upacara, seperti Upacara Karo,
masyarakat
Semenjak
dulu
Masyarakat
Entas-Entas,
sekolah-sekolah,
maupun
Pendirian Rumah dan sebagainya. Berbagai upacara itu
menengah disekitar kawasan Tengger. Sumber
pada hakekanya untuk meminta keselamatan kepada
pengetahuan lain adalah mengenai penggunaan
Tuhan Yang Maha Esa. Keselamatan di dunia berkaitan
mantra-mantra tertentu oleh masyarakat Tengger.
dengan memohon keselamatan kelangsungan hidup
tingkat
dasar
h) Sistem Mata Pencarian
dalam
berumah
tangga,
Perkawinan,
Tengger
sudah mulai terlihat dan maju dengan dibangunnya
baik
Unan-Unan,
Adat
bertetangga,
Kematian,
menempati
Sistem mata pencarian masyarakat suku tengger
rumah, keberhasilan dalam bertani, pembersihan dari
kebanyakan
penambang,
dosa dan sebagainya. Sedangkan keselamatan akhirat
tanaman yang diusahakan adalah sayur-sayuran
berkaitan dengan terbebasnya dari kesengsaraan dunia
adalah
petani
dan
untuk masuk surga atau moksa.
yang berkaitan dengan Gunung Bromo dan Gunung
Masyarakat Adat Tengger percaya pada dewa-
Semeru. Kedua tempat itu dianggap sebagai tempat
dewa, salah satu dewa yang mereka sembah adalah
yang suci dalam melaksanakan upacara keagamaan.
Dewa Bumi Truka Syang Hyang Dewata Batur. Agama
Tempat suci yang utama adalah laut pasir (Segara
yang dianut oleh Masyarakat Adat Tengger masih
Wedhi). Nah, berkaitan dengan sistem kepercayaannya
belum jelas. Artinya mereka belum melaksanakan
tersebut,
ibadah agama sebagaimana ditentukan oleh agama-
upacara-upacara,
agama besar.
kemasyarakatan maupun kepentingan pribadi.
Meskipun Masyarakat Adat Tengger belum
Masyarakat
Setelah
baik
tahun
Adat
Tengger
upacara
1973,
melakukan
yang
bersifat
berdasarkan
Surat
melaksanakan ibadah sebagaimana yang ditentukan
Keputusan Parisada Hindu Dharma Prop. Jawa Timur
oleh
mempunyai
tanggal 6 Maret 1973 No. 00/PHD.Jatim/Kept./III/73,
kepercayaan yang tinggi terhadap adanya roh, arwah
ditetapkan bahwa agama yang dianut orang Tengger
orang meninggal, makhluk halus yang mereka sebut
adalah Budha Mahayana. Namun demikian, ditilik dari
Adma. Adma mereka personifikasikan sebagai dan
cara beribadah dan upacara keagamaannya, agama
yang atau penunggu desa. Dalam sistem kepercayaan
tersebut
terhadap danyang, mereka memperlakukannya dengan
Budhaan kecuali pada mantra yang dimulai dengan
hormat supaya tidak marah. Tempat khusus yang
kata Hong, biasa memang dipakai oleh Umat Budha.
mereka sediakan untuk melakukan penghormatan
Walaupun demikian Masyarakat Adat Tengger tetap
kepada danyang adalah pundhen danyang. Pundhen
menyebut dirinya sebagai pemeluk Agama Hindu
adalah tempat yang dikeramatkan, macamnya ada dua
Dharma. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Bapak
yaitu
Mudjono, ketua Parisada Hindu Dharma Probolinggo di
agama-agama
pundhen
Pundhen
besar,
danyang,
danyang
dan
mereka
pundhen
merupakan
tempat
sanggar.
adanya
tanda
ke-
Tengger .
“Upacara-upacara yang kami lakukan lebih
menunjukkan adanya salah satu upacara
menghormati adma, sedangkan pundhen sanggar
merupakan tempat untuk melakukan Upacara Unan95
Kepercayaan tersebut tercermin pada legenda
menunjukkan
95
untuk
unan.
kurang
Lihat : Prof. Dr. Simanhadi Widyaprakosa, Mengenal Masyarakat
Tengger, dalam : http://www.parisada.org/
agama Hindu, seperti Upacara Galungan,
Kuningan, Nyepi, Saraswati dan lain-lain.
Disamping itu sejumlah mantra yang kami
ucapkan pada setiap upacara adat banyak
mengandung ajaran agama Hindu. Kami
menyebut Tuhan dengan sebutan Syang Hyang
Widhi Wasa. Dan kami juga percaya pada
Syang Hyang Agung sebagai pencipta alam
semesta, penguasa alam raya, penentu segala
kehendak dan perbuatan manusia, dan sebagai
penguasa atas segalanya”
adalah Hong Ulun Basuki Langgeng, artinya Semoga
Tuhan
Tuhan Yang Maha Esa, yaitu ajaran Panca Sradha.
Ajaran ini adalah percaya kepada :
1) Syang Hyang Widhi Wasa, Tuhan Pencita Alam.
2) Adanya Adma(n), yaitu roh leluhur atau rohnya
sendiri.
96
3) Adanya karmapala, yaitu hukum sebab akibat .
97
4) Punarbawa (reinkarnasi) .
Bahasa Jawa Kuno dan Bahasa Sansekerta. Kitab ini
5) Moksa (Sirna), yaitu bila manusia telah mencapai
tidak bisa dimiliki oleh siapa pun kecuali Dukun atau
moksa maka tidak akan terikat pada Punarbawa.
pemangku adat.
Mereka akan berada pada tempat kedamaian
Agama Masyarakat Adat Tengger sebenarnya
abadi.
dianggap cenderung kepada agama Budha Mahayana,
ditinjau
dari
cara
beribadah
Ajaran keimanan pada Syang Hyang Widhi
dan
Wasa ini tidak didasarkan pada konsep religius avatara
kepercayaannya lebih cenderung pada perpaduan
yang berarti percaya akan adanya perwujudan Tuhan.
antara Budha, Hindu, dan kepercayaan tradisional.
Tetapi mereka tetap percaya bahwa Syang Hyang
Untuk menghindari perpecahan karena polemik ini,
Widhi tidak dapat dilihat secara konkret dan nyata.
diadakan pertemuan antar sesepuh Masyarakat Adat
Tengger di Balai Desa Ngadisari untuk mencapai kata
tentang
atau
masuk di Tengger, mereka diajari keimanan pada
lontar, sedangkan bahasa yang digunakan adalah
sepakat
Keselamatan
Setelah secara resmi agama Hindu Darma
adalah Primbon. Isi Primbon ini dituliskan di atas daun
bila
Memberkati
Kemakmuran Yang Kekal Abadi Pada Kita.
Sebagai pedoman kitab agama atau buku suci
meskipun
Tetap
agama
mereka.
Pada
saat
itu
diputuskan bahwa mereka memeluk Agama Hindu dan
secara khusus mereka melestarikan ucapan Hong
sebagai permulaan salam. Salam khusus yang disetujui
96
Percaya pada adanya karmapala merupakan inti ajaran
Agama Hindu dan Budha yang bermakna bahwa semua perbuatan
manusia pasti terikat pada hukum sebab akibat yang di alami oleh
manusia baik sekarang maupun hidup yang akan datang.
97
Kepercayaan ini berasal dari agama Hindu dan Budha, bahwa
manusia terikat pada hukum hidup berkali-kali sesuai dengan dharma
hidup sebelumnya.
tersebut meliputi
1) konsep monoisme, yaitu segalanya adalah Tuhan, 2)
1) Dari segi keagamaan masih tidak jelas posisi agama
konsep monoteisme immanent, yaitu Tuhan meliputi
yang dianut masyarakat Tengger, apakah mengikuti
segala ciptaannya, 3) konsep Personal God, yaitu
agama Hindu, atau Islam. Karena agama Tengger tidak
Tuhan dapat berwujud sebagai makhluk hidup seperti
termaktub
dewa.
Indonesia, maka masyarakat Tengger lalu menjadi obyek
Untuk
melaksanakan
kegiatan
:
dalam
kamus
resmi
agama-agama
di
upacara
rebutan agama-agama resmi. Misalnya pemaksaan
keagamaan, Masyarakat Adat Tengger mempunyai
nama agama dalam KTP, pencatatan data statistik dan
kalender tersendiri. Satu tahun dibagi dalam dua belas
seterusnya.
Agama
animismenya
bulan, yaitu Kasa, Karo, Katiga, Kapat, Kalima, Kanem,
ditinggalkan
karena
masyarakat
Kapitu, Kawolu, Kasanga, Kasepuluh, Kadesta, dan
perubahan sosial melalui televisi dan media massa
Kasuda. Mengenai hari dalam seminggu menurut
lainnya.
sudah
sudah
mulai
melihat
Masyarakat Adat Tengger adalah Dite (Minggu), Soma
2) Dari segi sosial, beberapa pranata, seperti upacara-
(Senin), Anggara (Selasa), Budha (Rabu), Respati
upcara adat sudah mulai ditinggalkan oleh generasi
(Kamis),
Sukro’
(Jum’at),
dan
Tumpuk
(Sabtu).
Sedangkan hari-hari pasarannya adalah Petakan (Legi
dalam Bahasa Jawa), Abritan (Pahing dalam Bahasa
Jawa), Jene (Pon dalam Bahasa Jawa), Cemengan
(Wage dalam Bahasa Jawa), dan Manca Warna (Kliwon
dalam Bahasa Jawa).
c.
98
Adapun konsep-konsep religi yang mereka anut adalah
Perubahan-perubahan Sosial Masyarakat Tengger
Beberapa sisi perubahan sosial telah terjadi pada
masyarakat Tengger dewasa ini, perubahan-perubahan
98
Lihat : Legenda Ajisaka: Resistensi Gaya Tengger
http://www.averroes.or.id. HEFNER (1990) menyatakan segi-segi
masyarakat Tengger yang damai, sejahtera tanpa adanya konflik. Namun
penelitian Hefner 20 tahun yang lalu saat ini sudah kurang relevan
mengingat perubahan yang sangat drastis dialami oleh penduduk
Tengger. Proses hinduisasi oleh Parisada Hindu Dharma atau islamisasi
oleh kelompok-kelompok tertentu, serta pembantaian yang dilakukan
rezim kepada warga Tengger yang dikomuniskan merupakan unsur-unsur
dendam yang bisa meledak kapanpun. Kaum elit Tengger, dalam berbagai
penelitian, menyatakan bahwa mereka tidak beragama Hindu, begitu pula
cukup repot menghadapi proses islamisasi kelompok tertentu. Begitu pula
proses budhaisasi yang memasukkan secara “paksa” orang-orang
Tengger menjadi penganut Budha Mahayana melalui SK No. 00/PHB
Jatim/Kept/III/73. Akibatnya tradisi lokal masyarakat Tengger semakin
lama semakin tercerabut dan hanyan menjadi cerita sejarah saja.
penerusnya. Mereka yang masih memelihara adat
desa Ngadisari Kecamatan Sukapura. Dalam penelitian ini,
tersebut hanya sedikit, itupun dari kalangan tua. Mereka
Sukapura menjadi kecamatan yang dikunjungi (Camat Sukapura
yang muda dan berpendidikan umumnya sudah menilai
sebagai informan). Dan, Ngadisari adalah desa yang dijadikan
warisan leluhur kurang penting. Kaum muda cenderung
sampel (Kades Ngadisari sebagai informan) penelitian ini.
ahistoris.
Sukapura adalah ibukota kecamatan Sukapura, Kabupaten
3) Dari segi struktur sosial, masyarakat Tengger tampaknya
sering
terganggu
dengan
aturan-aturan
formal
Probolinggo, Jawa Timur. Desa yang ada di Sukapura meliputi
Desa Jetak, Kedasih, Ngadas, Ngadirejo , Ngadisari, Ngepung,
pemerintah seperti dalam UU Pemerintah Desa yang
Pakel,
Sapikerep,
harus ada “ini” dan “itu”. Karena itulah kendati struktur
Wonotoro.
Sariwani,
Sukapura ,
Wonokerto,
dan
sosial di mana masyarakat Tengger dipimpin oleh dukun
Wilayah hukum yang menjadi obyek penelitian adalah
turun temurun yang dibuktikan dengan keahliannya
berkiras pada masalah keperdataan, yaitu perkawinan dan waris
melindungi masyarakat sudah kurang diperhatikan.
serta pertanahan.
4) Dari segi ekonomi, terdapat peningkatan yang cukup
a. Perkawinan
signifikan bukan hanya karena di daerah Tengger
Pada umumnya masyarakat Tengger mempunyai
terdapat kawasan wisata Gunung Bromo, melainkann
pendirian yang cukup bermoral atas perkawinan. Poligami
juga
dan perceraian boleh dikatakan tidak pernah terjadi.
karena
pertaniannya,
produktivitas
serta
yang
adanya
meningkat
usaha-usaha
dalam
lain.
Di
Perkawinan di bawah umur juga jarang terjadi. Dalam
kalangan masyarakat kita terdapat asumsi kuat bahwa
pertunangan (pacangan), lamaran dilakukan oleh orangtua
mereka adalah masyarakat yang cukup berada.
pria. Sebelumnya didahului dengan pertemuan antara
5) Dari segi budaya dan adat terdapat pergeseran menuju
kedua calon, atas dasar rasa senang kedua belah pihak.
hal-hal yang lebih komersial (generasi muda) di tengah
Apabila kedua belah pihak telah sepakat, maka orangtua
upaya
pihak wanita (sebagai calon) berkunjung ke orangtua pihak
sebagian
kecil
generasi
tua
untuk
terus
melestarikan warisan leluhurnya.
3. Pelaksanaan Hukum Adat Tengger Dewasa Ini
pria
untuk
menanyakan
persetujuannya
atau
notok.
Selanjutnya apabila orangtua pihak pria telah menyetujui,
Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan hukum adat
diteruskan dengan kunjungan dari pihak orangtua pria untuk
yang ada pada sekarang ini, tim melakukan pemantauan di
menyampaikan ikatan (peningset) dan menentukan hari
perkawinan yang disetujui oleh kedua belah pihak. Sesudah
Biasanya setelah melakukan perkawinan kemanten
itu barulah upacara perkawinan dilakukan.
Sebelum
dimintakan
acara
nasihat
perkawinan
kepada
dukun
pria harus tinggal dirumah (mengikuti) kemanten wanita.
biasanya
mengenai
telah
b. Hak Waris
kapan
Pada
dasarnya
masyarakat
Tengger
sebaiknya hari perkawinan itu dilaksanakan. Dukun akan
mempertahankan hak waris tanah untuk anak keturunan
memberikan saran (menetapkan) hari yang baik dan tepat,
mereka saja. Apabila ada keluarga yang terpaksa menjual
‘papan’ tempat pelaksanaan perkawinan, dan sebagainya.
hak tanah, diusahakan untuk dibeli oleh keluarga yang
Setelah hari untuk upacara perkawinan ditentukan, maka
terdekat. Pewarisan kepada anak-turunannya ditentukan
diawali selamatan kecil (dengan sajian bubur merah dan
oleh kerelaan pihak orang tua, bukan atas dasar aturan
bubur putih).
ketat yang dibakukan.
Sebagai kelengkapan upacara perkawinan, maka
pasangan pengantin diarak (upacara ngarak) keliling, diikuti
c.
Pertanahan
oleh empat gadis dan empat jejaka dengan diiringi gamelan.
Dalam masalah pertanahan Masyarakat tengger
Pada upacara perkawinan pengantin wanita memberikan
masih mengakui hukum adat mereka dibidang pertanahan,
hadiah
dengan
namun demikian atas perintah dan kebijakan kepala desa
tembakau, rokok dan lain, sedangkan pengantin pria
masyarakat juga mengakui dan menerapkan UU Agraria.
memberikan hadiah berupa sebuah keranjang berisi buah-
Misalnya melakukan pensertifikatan tanah.
buahan, beras dan mas kawin.
Keterangan Informan:
bokor
tembaga
berisi
sirih
lengkap
Pada upacara Pasrah pengantin, masing-masing
Berdasarkan
informasi
yang
dikumpulkan
dari
pihak diwakili oleh seorang utusan. Para wakil mengadakan
informan, yaitu Camat Sukapura, Kepala Desa Ngadisari,
pembicaraan
perkawinan
dan beberapa warga, Perkawinan yang dilaksanakan oleh
dengan disaksikan oleh seorang dukun. Pada upacara
suku tengger telah mengikuti aturan seperti yang diatur
pernikahan dibuatkan petra (petara: boneka sebagai tempat
dalam Undang-undang Perkawinan (UU No. 1 Tahun 1974
roh nenek moyang) supaya roh nenek moyangnya bisa
tentang Perkawinan). Pada masyarakat didaerah sukapura,
hadir menyaksikan.
khususnya di desa Ngadisari, telah ada kebijakan kepala
mengenai
kewajiban
dalam
desa, berupa perkawinan dapat dilaksanakan minimal tamat
sekolah menengah pertama (SMP). Bahkan kebijakan
masyarakat hukum adat Tengger bersifat terbuka yakni,
baruyang dikeluarkan oleh kepala desa Ngadisari adalah
mengikuti perkembangan jaman. Hukum adat dan hukum
minimal tamat SLTA. Konsekuensi dari hal ini adalah desa
Negara berjalan beriringan, sehingga masyarakat hukum
Ngadisari harus menyiapkan sarana pendidikan berupa
adat Tengger selalu mematuhi hukum-hukum Negara.
sekolahan setingkat SLTA.
Keputusan Kepala Desa/Adat
99
pada masyarakat
Perkawinan yang dilangsungkan oleh masyarakat
Tengger di desa Ngadisari merupakan “Hukum” yang harus
Tengger umumnya bersifat Terbuka dalam arti setiap orang
dipatuhi. Kepala Desa dipilih oleh Masyarakat berdasarkan
boleh menikah dengan orang lain walaupun mereka bukan
Peraturan Daerah. Kepala Desa terpilih menjadi kepala adat
dari
yang selanjutnya dilantik dan juga melakukan upacara
suku
Tengger.
Dan,
bahkan
dapat
melakukan
perkawinan dengan Agama manapun.
Semangat
toleransi
bersih diri. Bentuk hukum adat di Tengger (Desa Ngadisari)
masyarakat
Tengger,
adalah Tidak Tertulis.
khususnya yang tinggal di Desa Ngadisari, Kecamatan
Pelanggaran terhadap hukum adat akan dikenai
Sukapura, Kabupaten Probolinggo. Di desa itu, terdapat
sanksi sesuai dengan ketentuan adat yang berlaku.
belasan
berbeda
Misalnya ada perempuan Hamil diluar nikah, maka orang
keyakinan. Misalnya, pria muslim dari luar suku Tengger
yang hamil itu dikenakan sanksi berupa “bersih desa”
menikah dengan wanita Hindu dari suku Tengger. Mereka
berupa selamatan bersih desa.
pasangan
yang
menikah,
meski
menetap di Ngadisari. Atas dasar itu pula maka terjadi suatu
Tata cara yang dilakukan adalah : Kedua keluarga
akulturasi pada masyarakat tengger.
dikumpulkan untuk dilakukan sebuah kesepakatan, apabila
Masalah atas perkawinan berupa Perceraian di
sepakat maka dilakukan
akad sesuai dengan UU no. 1
tengger relatif cukup rendah. Mereka terikat oleh nilai-nilai
Tahun 1974 tentang Perkawinan. Pertanggungjawaban
adat bahwa perceraian adalah sesuatu yang buruk. Oleh
lainnya adalah bersih desa.
karena itu tingkat perceraian relatif kecil karena masih ada
Berkaitan
hukum adat yang mengikatnya.
dengan
adanya
pergaulan
dalam
masyarakat tengger yang seringkali menimbulkan konflik,
Hukum Adat Masyarakat Tengger sangat kuat,
dengan demikian nilai-nilai hukum perkawinan dan waris
sampai
saat
ini
tetap
terjaga,
meskipun
demikian
99
Di Ngadisari Kepala Desa merangkap sebagai Kepala Adat. (hasil
wawancara dengan Kepala Desa Ngadisari, tgl 20 Juli 2011.
maka dalam hal terjadi konflik, penyelesaian yang utama
a. Hukum sesungguhnya merupakan aturan yang tidak lepas
dilakukan secara musyawarah.
Pada
masyarakat
dari
tengger,
tingkat
kepatuhan
sistem
perundang-undangan
yang
membatasi
masyarakat dalam menjalankan kewajiban berinteraksi
diwujudkan melalui kepatuhan kepada Tuhan, Kepatuhan
sehari-hari.
Kepada Negara, Kepatuhan kepada pimpinan adat, dan
b. Semua hukum bersumber dari komitmen bersama yang
kepatuhan kepada orang tua. Oleh karena itu setiap
dibuat dengan tujuan yang sama yang dikumpulkan melalui
kebijakan yang dikeluarkan oleh Adat maupun Negara
norma dan hukum. Dan, hukum dapat berubah sesuai
selalu dipatuhi oleh mereka.
dengan perkembangan zaman.
"Sistem kekerabatan yang ada pada suku Tengger
c.
Nilai-nilai hukum adat tidak pernah berubah, walau waktu
yang bisa menjaga perbedaan itu," kata Supoyo, kepala
terus berjalan. Untuk nilai-nilai yang dianggap baik dan
desa Ngadisari. Menurut dia, suku Tengger punya prinsip
diterima secara universal, maka nilai-nilai tersebut dapat
mengayomi siapa saja. Dengan demikian, sebagai orang
diangkat dan diresepsi menjadi hukum nasional.
Tengger, mereka dituntut melestarikan adat istiadat dan
budaya tanpa melihat latar belakang agama.
Berkenaan
dengan
Penataan
d. Perubahan-perubahan masyarakat pada daerah tertentu
termasuk
Ruang
masyarakat
tengger
akan
mempengaruhi
dan
pemikiran-pemikiran terhadap hukum adatnya. Perubahan
Pertanahan, dengan kesadaraan yang tinggi masyarakat
yang ada pada masyarakat adat tengger secara umum
Tengger sudah mengikuti peraturan di bidang penataan
dipengaruhi
ruang sepertu UU pemanfaatan dan pengelolaan Sumber
masyarakat tengger yang semakin meluas (pendatang, baik
Daya Alam, UU Kehutanan, UU Agraria dan sebagainya
turis maupun warga lain yang berada disekitar Kecamatan
yang berkaitan dengan pengelolaan lingkungan.
Sukapura).
4. Penutup
factor
pendidikan
dan
pergaulan
e. Berdasarkan pergaulan masyarakat dan pendidikan yang
Berdasarkan literatur yang kami kumpulkan dan hasil
diskusi
oleh
dengan
masyarakat
di
daerah
Tengger
(Camat
Sukapura, Kades Ngadisari, dan beberapa masyarakat), dapat
ditarik suatu kesimpulan berikut :
ada di masyarakat tengger, nilai-nilai yang dianggap baik
sampai saat ini tetap dipelihara dan dapat dijadikan sebagai
kearifan local .
D.
Hukum Adat Masyarakat Tengger Dalam Tata Hukum di
Indonesia
Masyarakat ini juga membawa akibat dalam pola pikir, pola sikap
Masyarakat Tengger adalah masyarakat tradisional yang ini
dapat
diidentifikasikan
Berkaitan dengan ini pula maka Sikap hidup tradisional
melalui
pandangan
bahwa
dan pola tindak masyarakat Tengger. Pola demikan ini pula yang
segala
menentukan nilai-nilai untuk mengukur siapa-siapa yang pantas jadi
kegiatannya itu dianggap baik apabila sesuai norma-norma yang
petinggi atau pimpinan. Petinggi di daerah masyarakat Tengger
telah diwariskan oleh nenek moyang secara turun menurun.
tidak lepas dari pimpinan informal, karena petinngi sebagai pejabat
Pada dasarnya tata hukum sama dengan sistem hukum suatu
tertinggi di tingkat desa haruslah diakui keabsahannya oleh
cara atau sistem dan susunan yang membentuk keberlakukan suatu
masyarakat Tengger dengan melalui nilai-nilai tradisional yang
hukum disuatu wilayah tertentu dan pada waktu tertentu. (Ridwan
masih berlaku. Oleh sebab itu peranan petinggi di Desa masyarakat
Halim)
Tengger memiliki peranan ganda. Di satu sisi sebagai petinggi
Tata hukum suatu negara (ius constitutum = hukum positif)
pimpinan formal harus tunduk dan patuh terhadap peraturan-
adalah tata hukum yang diterapkan atau disahkan oleh negara itu.
peraturan yang ditetapkan oleh pemerintah. Disisi yang lain, petinggi
Dalam kaitannya di Indonesia, yang ditata itu adalah hukum positif
harus memenuhi aturan dan norma-norma yang berlaku pada
yang berlaku di Indonesia.
masyarakat. Sedangkan bentuk kepemimpinan yang kedua di
Hukum yang sedang berlaku artinya apabila ketentuan-
masyarakat Tengger adalah kepemimpinan tradisional. Artinya
ketentuan hukum itu dilanggar maka bagi si pelanggar akan
suatu bentuk kepemimpinan yang keabsahannya diakui oleh
dikenakan sanksi yang datangnya dari badan atau lembaga
masyarakat karena sifat-sifat ketradisionalan yang disandang oleh
berwenang.
pimpinan tersebut. Di Tengger kepemimpinan semacam itu disebut
Dengan demikian dapat disimpulkan tata hukum Indonesia
adalah hukum (peraturan-peraturan hukum) yang sekarang berlaku
di Indonesia (Prof. Soediman Kartihadiprojo, SH).
Dukun.
Sehingga petinggi di Desa Ngadisari (Petinngi Tengger)
adalah seseorang yang ditugasi untuk
dapat menjembatani
Dengan kata lain Tata Hukum Indonesia itu menata,
hubungan anatara masyarakat tengger dengan kepala desa yang
menyusun, mengatur tertib kehidupan masyarakat Indonesia. Tata
menjadi kepanjangan pemerintah pusat. Sehubungan dengan itu,
Hukum Indonesia diterapkan oleh masyarakat hukum Indonesia
maka UU No 22 Tahun 2009 juga berlaku di Tengger dalam
(Negara Republik Indonesia).
menentukan atas hak dan kuasa untuk mengatur dan mengurus
rumah tangganya sendiri.
Konsep kekuasan dan kewenangan yang diberikan oleh
luas atau secara ekonomi tergolong kaya, barulah wong Tengger
Negara Kesatuan Republik Indonesia saat ini menyebabkan yang
secara umum. Sementara itu, ikatan-ikatan sosial masyarakat
ditunjuk sebagai pucuk pimpinan ditingkat desa dijabat oleh seorang
Tengger
kepala desa (petinggi), sehingga kekuasaan dan kewenangan
kekerabatan yang sangat erat dan kuat.
tradisional yang dijabat oleh dukun tergeser oleh jabatan baru yaitu
menunjukan
Dalam
bahwa
kehidupan
mereka
sehari-hari,
mempunyai
perilaku
hubungan
dan
tindakan
petinggi. Namun demikan sebagai daerah yang memegang teguh
masyarakat Suku Tengger Desa Wonokitri diatur oleh ketentuan
adat istiadat dan ajaran agamanya, dukun sebagai pimpinan
adat berupa aturan-aturan adat dan hukum adat yang berfungsi
tradisional, jabatannya dimasukkan dalam struktur organisasi desa,
sebagai sistem pengendalian sosial dalam masyarakat. Hal ini
sehingga dukun sebagai pimpinan tidak lagi mencakup seluruh
seperti yang diungkapkan Salvina (2003:91-92) bahwa ada sebuah
kehidupan dan tergeser pada bidang keagamaan. Hal semacam ini
sistem
mengakibatkan kepemimpinan tradisional masyarakat Tengger yang
kelestariannya oleh masyarakat Tengger, yaitu adanya hukum adat
berpusat pada dukun tergeser oleh arus transisi.
untuk mencegah timbulnya ketegangan sosial yang terjadi dalam
Petinggi
sebagai
pimpinan
tertinggi
di
tingkat
desa,
sedangkan dukun hanya mencakup adat istiadat dan keagamaan
pengendalian
sosial
yang
disepakati
dan
dijaga
masyarakat.
Aturan-aturan adat yang harus ditaati masyarakat Suku
masyarakat tengger maupun para dukun tidak melakukan usulan
Tengger Desa Wonokitri antara lain:
atau keberatan tentang keberadaanya kepada Negara Kesatuan
1. Tidak boleh menyakiti atau membunuh binatang (kecuali untuk
Republik Indonesia agar pucuk pimpinan desa-desa Tengger
korban dan dimakan);
dikembalikan pada para dukun sebagaimana keadaan sebelumnya.
2. Tidak boleh mencuri;
Keadaan ini sudah menjadi kesadaran warga Tengger terutama
3. Tidak boleh melakukan perbuatan jahat;
para dukun, bahwa apa yang dijabatnya adalah suatu perjalanan
4. Tidak boleh berdusta; dan
sejarah kepemimpinan Tengger. Nampak bahwa Masyarakat
5. Tidak boleh minum minuman yang memabukkan.
Tengger masih menjunjung tinggi masalah norma, aturan atau nilai
Fungsi hukum adat sebagai sistem pengendalian sosial dalam
yang berupa adat istiadat dan ajaran agama Hindu. Hal itu
masyarakat adalah:
diperlihatkan dari pola pelapisan masyarakat Tengger, bahwa
1. Memberikan keyakinan pada anggota masyarakat tentang
seorang pimpinan agama atau dukun menduduki peringkat paling
atas, kemudian disusul wong sepuh dan legen, pemilik tanah yang
kebaikan adat-istiadat Tengger yang berlaku;
lingkungan
2. Memberi ganjaran pada anggota masyarakat yang tidak pernah
alam
(air,tanah,hutan,tegalan)
sebagai
sumbere
panguripan mengatur hubungan manusia dengan lingkungan alam.
melakukan kejahatan;
3. Mengembangkan rasa malu; dan
Selain itu masih terdapat kepercayaan bahwa tanah atau
pekarangan
4. Mengembangkan rasa takut dalam jiwa anggota masyarakat
yang hendak menyimpang dari ketentuan adat.
Pada kehidupan masyarakat Suku Tengger Desa Wonokitri
“angker”
sehingga
sembarangan
menebang
mengganggu
lingkungan.
pohon,
muncul
kecuali
Hubungan
sikap
tidak
kalau
manusia
boleh
pohon
dengan
itu
alam
terdapat konsep yang menjadi landasan sikap hidup masyarakat
diwujudkan dalam suatu slogan yang berbunyi “tebang satu tanam
yaitu konsep anteng-seger (Tengger) yang berarti damai dan
dua”, artinya jika masyarakat menebang satu pohon, maka dia harus
makmur. Selain itu, juga terdapat konsep yang mendasari hubungan
menanam minimal dua pohon yang jenisnya sama.
tiga arah yaitu hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan
manusia
dengan
manusia,
dan
hubungan
manusia
dengan
lingkungan alam (tryadic relationship) berdasarkan hasil penelitian
Sukari et al. (2004:47-51) sebagai berikut: 1. Konsep Tri Sandya,
E.
Faktor-faktor
Yang
Mempengaruhi
Perubahan
dan
Perkembangan Hukum Masyarakat Suku Tengger
konsep karma pahala, dan hukum tumimbal lahir mengatur
Masyarakat Tengger merupakan salah satu bentuk atau
hubungan manusia dengan Tuhan. Konsep Tri Sandya diaplikasikan
jenis masyarakat Adat di Indonesia yang menurut Sensus Nasional
dengan melakukan sembahyang tiga kali sehari (pagi, sore, malam).
tahun 2000 saat ini di Indonesia terdapat 1072 jenis masyarakat
Konsep karma pahala menyatakan bahwa hidup atau nasib
Adat sehingga Indonesia dapat disebut sebagai Negara “Mega
manusia tergantung dari pahalanya, sedangkan hukum tumimbal
Culture Divercity” karena banyaknya suku, etnis atau masyarakat
lahir adalah hukum hidup yang harus dipatuhi, berbunyi ”Sapa
Adat.
nandur kebecikan bakal ngundhuh kabecikan. Sapa nandur barang
Disebut masyarakat Adat Tengger karena dari faktor
ora becik bakal ngundhuh kacilaka”; 2. Sikap hidup sesanti panca
sejarah telah menunjukkan terdapatnya kesatuan:
setia, guyub rukun, sanjan-sinanjan (saling mengunjungi), sayan
-
Manusia (rakyat) yang teratur
(gotong royong, saling bantu membantu) yang didasari semboyan
-
Menetap di suatu daerah tertentu dalam kesatuan wilayah
“sepi ing pamrih, rame ing gawe”, dan genten kuat (saling tolong
-
Mempunyai penguasa (pimpinan) dalam komunitasnya
menolong) merupakan dasar ketentuan yang mengatur hubungan
-
Mempunyai haknya baik berujud maupun tidak berujud
manusia dengan manusia; dan 3. Sikap hidup yang menganggap
-
Memiliki nilai dan religi yang diyakini.
Yaitu masyarakat Adat Tengger yang sampai saat ini jumlahnya +
lambat membuka peluang untuk dinaifkan masyarakat hukum Adat
600 orang dan mendiami wilayah di sekitar lereng tengger yang
tersebut (Saafroeddin Bahar, 2008:7).
terletak di Desa Sendiro (Lumajang), Desa Ngadisari (Probolinggo),
1. Faktor yuridis / politis
Desa Tosari (Pasuruan), dan Desa Ngadas (Malang).
Eksistensi masyarakat adat Indonesia secara umum telah
Pluralisme masyarakat Indonesia telah membuktikan sedemikian
mendapatkan pengakuannya secara konstitusi demikian pula
besarnya jumlah masyarakat Adat. Apabila pada masa Kolonialisme
halnya
telah diketemukannya 19 wilayah Hukum Adat (Adatrechtbingen),
Pengakuan tersebut telah dituangkan dalam konstitusi yaitu
oleh Prof. Mr. Van Vollen Hoven, dan dimana hal tersebut juga telah
UUD Tahun 1945 baik setelah Amandemen maupun sesudah
dikukuhkan dalam Penjelasan Pasal 18 angka 11 UUD 1945
amandeman UUD 1945, di mana pada Amandemen ke IV
(sebelum Amandemen) oleh para pendiri Negara kita yang
(tahun 2000) menambahkan dua pasal tentang masyarakat
menyatakan bahwa:
HUKUM ADAT.
“Dalam Negara Indonesia terdapat lebih kurang 250
Selfbesturende Lanschappen dan Volks gemeenschappen
seperti desa di Jawa dan Bali, nagari di Minangkabau, dusun
dan marga di Pelambang dan sebagainya...”
Dari penjelasan tersebut menunjukkan terdapatnya pluralism
masyarakat hukum adat dengan hak-hak tradisionalnya yang
memerlukan pengaturan lebih lanjut mengenai hal-hal tersebut,
dalam rangka memberikan pengakuan serta perlindungan terhadap
mereka.
dengan
eksistensi
masyarakat
Adat
Tengger.
Pasal 18 B ayat (2):
“negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan
masyarakat Hukum Adat baik hak-hak tradisionalnya sepanjang
masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan
prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia diatur oleh UU”.
Pasal 28 I ayat (3):
“identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati
selama dengan perkembangan zaman dan peradaban”.
Keberadaan masyarakat Tengger seperti masyarakat hukum Adat
lain di Indonesia masih saja termarjinalkan, bahkan pengakuan
terhadap hukum Adat beserta hak-hak masyarakat hukum Adatnya
secara yuridis cenderung bersifat ambivalen yaitu di satu sisi
memberikan pengakuannya namun di sisi lain eksistensi masyarakat
hukum Adat yang merupakan konteks sosio cultural lahirnya hukum
adat tersebut dibebani berbagai kondisionalitas, yang cepat atau
Penjabaran mengenai pengakuan dan penghormatan terhadap
kesatuan-kesatuan masyarakat Hukum Adat, dituangkan antara
lain dalam pasal dan ayat (g) Undang Undang No. 32 Tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah, yang memberikan otonomi
kepada Pemerintah Daerah. Pada prinsipnya pelaksanaan
otonomi
daerah
adalah
memberikan
desentralisasi
dan
dekosentrasi. Untuk melakukan pengaturan dan pengkondisian
1. Dalam
rangka
penegakan
dalam
HAM,
masyarakat
perbedaan
Hukum
Adat
dan
sendiri aspirasi yang berkembang di daerahnya, supaya tidak
kebutuhan
harus
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan nasional
diperhatikan dan dilindungi oleh hukum, masyarakat dan
(Husein Alting, 2002:39)
pemerintah.
2. Identitas budaya masyarakat hukum adat termasuk Hak
Dengan demikian masyarakat Adat Tengger berhak pula untuk
Atas
Tanah
Ulayat
membuat peraturan sendiri di bidang perkawinan, waris, dan
perkembangan zaman.
dilindungi
selaras
dengan
pertanahan pada khususnya sesuai dengan kondisi masyarakat
Penegasan hukum Adat beserta hak-hak atas tanah ulayat pada
setempat. Dimana pada kenyataannya perlakuan hukum yang
masyarakat adat sebagai hak dasar (asasi) tersebut merupakan
bersifat nasional pada masyarakat Tengger. Seolah telah
suatu kemajuan yang tentunya, tidak saja dalam pengaturan
melakukan pengingkaran (inkonsistensi) terhadap asas, nilai,
tapi juga dalam implementasi.
atau system kearsifan lokal masyarakat Adat Tengger yang
2. Faktor Ekonomi Dan Budaya Masyarakat Tengger
selama ini telah diyakini dan dilakukan sesuai dengan ajaran
Bagi masyarakat Adat Tengger yang sudah secara
nenek moyangnya sehingga melahirkan konflik hukum dalam
turun-temurun mendiami wilayah disekitar gunung Bromo Jawa
pengelaan tanah, sumber daya alam dan sumber daya
Timur, sampai saat ini masih nampak eksistensi masyarakat
pertanian.
adatnya. Dimana mereka secara turun temurun masih konsisten
Hal-hal tersebut di atas apabila dikaitkan dengan pengaturan
melakukan kegiatan-kegiatannya untuk menunjang ekonomi
hak-hak asasi manusia juga sangat bertentangan.
masyarakat adat Tengger yaitu dengan menyampaikan tanahtanah mereka dengan mendasarkan kepada kearsipan lokal
Penghormatan dan pengakuan eksistensi hukum adalah dalam
yang mereka peroleh sejak nenek moyang, sehingga untuk itu
harta ulayat sebagai hak asasi manusia, serta identitas budaya
perlindungan yang memadai dari pemerintah sangat diperlukan
dan hak masyarakat tradisional selaras dengan perkembangan
terhadap hak-hak atas tanah atau sumber daya alam di wilayah
zaman dan peradaban (Moh. Koesnoe, 1974:102).
masyarakat
Seperti yang terdapat dalam pasal 6 UU No. 39 tahun 1999
mempunyai keterkaitan yang tinggi dengan alam lingkungannya.
tentang HAM
adat
Tengger,
karena
masyarakat
Tengger
Pada masyarakat Adat Tengger terdapat norma-norma
Adat yang mengatur bagaimana hutan, ladang, pertanian dan
sumber daya air dikelola, dengan melakukan ritual-ritual yang
kepercayaan. Mereka masih sangat taat dengan ajaran-ajaran
dilakukan terkait pembukaan dan pemanfaatan tanah-tanah
agama Hindu karena mereka meyakini merupakan keturunan
pertanian sejak masih menanam padi (upacara keliwet) sampai
langsung dari Majapahit. Dalam memohon keselamatan kepada
panen (upacara jopomantera) masih konsisten mereka jalankan.
yang Maha Kuasa masyarakat Adat Tengger melakukan
Masyarakat Adat Tengger menggarap lahan pertanian mereka
berbagai upacara yang masih tetap dijalankan sampai saat ini
dengan model terasseringvertical (gegulut) sesuai dengan
seperti upacara Kasodo (Hari Raya Kurban), Karo (Hari Raya),
ajaran turun temurun nenek moyang. Namun demikian saaat ini
dan lain-lain.
terjadi konflik yang terjadi antara norma-norma adat yang telah
Dari
segi
komersial
pelaksanaan
upacara
dalam
lama mereka kukuhi dalam pengelolaan sumber daya alam
kehidupan alam sekitar gunung Bromo juga mempunyai nilai
berhadapan dengan hukum Negara, baik yang berasal dari
ekonomi yang secara tidak langsung juga sangat menunjang
pemerintah pusat maupun daerah dimana dianggap model
eksistensi masyarakat Adat Tengger, karena tidak hanya
pertanian masyarakat Adat Tengger tersebut mengakibatkan
mengundang
tanah mudah longsor dan merusak kesuburan tanah (Rachmat
mancanegara. Demikian pula sejak ditetapkannya daerah
Safaat: 525).
Tengger pada tahun 1982 sebagai daerah penyangga Taman
lokal
tetapi
juga
wisatawan
Nasional Bromo – Tengger – Semeru, sebagian kawasan
3. Faktor Sosial
Demikian juga di bidang sosial, masyarakat Adat masih
menunjukkan
wisatawan
eksistensinya
dengan
tetap
mempunyai
organisasi sediri yang dipimpin oleh Ketua Adat dan pembantu-
tersebut akan dilestarikan dan dikembangkan berbagai macam
tumbuhan penyangga sebagai bufferzone untuk melestarikan
alam.
pembantunya di samping Kepala Desa (Pemerintah) dan
mempunyai norma sendiri dalam menjalankan hidupnya di
Perkawinan Masyarakat Tengger, dilakukan dengan
samping dalam pergaulan sehari-hari mereka mempunyai
didasarkan pada falsafah-falsafah masyarakat tengger yang
bahasa jawa Kawi yang agak berbeda dengan bahasa Jawa
sesuai dengan ajaran-ajaran tentang sikap hidup masyarakat
Modern pada umumnya.
seperti yang terkandung dalam Sesanti Pancasetia (ajaran-
Ajaran yang dianut sebagian besar masyarakat Adat
ajaran tentang kesetiaan), Sesanti tentang watak (sikap-sikap
Tengger adalah agama Budha Mahayana, yang merupakan
yang baik). Oleh karena itu dalam masyarakat tengger jarang
perpaduan antara (Hindu dan Budha) dan Hindu, serta
terjadi perceraian. Sikap toleransi juga tercermin pada sikap
orang tua yang memberikan kebebasan bagi anak-anaknya
untuk memilih pasangan masing-masing.
Sikap Toleransi masyarakat
Janda dan anak angkat bukan merupakan ahli waris,
namun dapat menikmati harta peninggalan almarhum.
Tengger juga dilakukan
Secara nasional, kaitan dengan kearifan lokal yang
terhadap sesama umat muslim, agama, kebudayaan, adat
berhubungan dengan sosial budaya, Pasal 18B UUD 45
kebiasaan sehingga dilemma perkawinan bukanlah masalah
menentukan bahwa: “Negara mengakui dan menghormati
walaupun dasar agamanya berbeda. Hal tersebut merupakan
kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak
keistimewaan
tradisionalnya …”, yang diatur dalam undang-undang.
masyarakat
Tengger
dibandingkan
dengan
daerah adat lainnya di Indonesia.
Sedangkan pada
perubahan keempat UUD 45
Proses pernikahan diawali dengan lamaran dan masa
ditetapkan dalam Pasal 32 ayat (1) bahawa Negara memajukan
pertunangan. Pertunangan adalah janji, pengingkaran janji
kebudayaan nsaional Indonesia di tengah peradaban dunia
merupakan perbuatan penghinaan, namun demikian ada juga
dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara
pertunangan yang harus dibatalkan apabila terdapat hubungan
dan mengembangkan nilai-nilai budaya.
keluarga yang berdasarkan garis lurus ke atas (Dadung
Hal tersebut ditataran kebijakan telah ditindaklanjuti
Kapuntir) dan hubungan nasab (Ngarang wulu) batasan umur
dengan penandatanganan Konvensi internasional mengenai
untuk melakukan pertunangan disyaratkan pemuda 18 tahun
Hak-hak
dan gadis 16 tahun.
pemerintah melalui Undang Undang Nomor 11 Tahun 2005.
Pembagian Waris Masyarakat Tengger
Sangat erat kaitannya dengan bentuk masyarakat dan
sifat kekeluargaan yaitu sistem parental yang mendasarkan
garis dari bapak dann ibu, dan kedudukan anak laki-laki dan
secara turun temurun dan tidak boleh dijual ke masyarakat luar
Sosial
dan
Budaya
(ECOSOC)
oleh
Hak ECOSOC merupakan hak yang paling esensial
bagi masyarakat Adat dalam konteks hak ekonomi sosial
budaya yang meliputi (bagian 1 paragraf 1 ayat 1):
1.
Hak untuk menentukan nasib sendiri
(rights to self
determination)
anak perempuan sama. Berkaitan dengan masalah tanah,
tanah-tanah yang ada di daerah Tengger harus diwariskan
Ekonomi,
2.
Hak atas tanah dan sumber daya alam (rights to land
and natural) (recourses).
Tengger karena ada larangan untuk menjual atau menyewakan
Pentingnya kedua hak itu karena kedua hak tersebut dapat
tanah di luar masyarakat Tengger.
disebut sebagai hak kolektif (Ridha Saleh, 2007) yang menjadi
semangat bagi masyarakat Adat untuk tetap eksis.
Dengan demikian pembangunan suatu masyarakat
Sehingga dengan demikian Hukum
berarti akan mengubah menjadi sesuatu yang lain, atau tetap
memberikan
mempertahankan
ketertiban yang adil serta menopang usaha masyarakat adat
keberadaan
dengan
mengembangkan
kemampuan dan kondisi masyarakat untuk mandiri serta
perlindungan,
menciptakan
Adat mampu
kedamaian
dan
tersebut dalam mencapai kesejahteraan.
menjadi lebih bermanfaat dan lebih sempurna.
Untuk
Eksistensi masyarakat Adat Tengger saat ini semakin
itu
apabila
pemerintah
akan
mengatur
masyarakat Tengger secara nasional asas-asasnya saja yang
berkembang dengan semakin menguatnya kemampuan faktor
diatur
jangan normanya yang diatur sehingga norma-norma
ekonomi, sosial, budaya di samping itu eksistensi masyarakat
yang mereka anut selama ini dapat tetap hidup
100
.
Adat Tengger semakin menguat meningkat adanya ikatan dan
pengaruh kuat masyarakat dalam konsistensinya mendukung
adat istiadat yang berpangkal dari perasaan kebersamaan,
idealisme yang mampu membuahkan keadilan.
Masyarakat Adat Tengger akan selalu hidup dan
berhubungan
karena
hukum
Adat
masyarakatnya
dapat
memberikan rasa aman dan menciptakan ketertiban dalam
hubungan sosial di antara mereka. Hal tersebut diperkuat
seperti pandangan Husen Alting, Hukum Adat mengandung:
-
Unsur-unsur yang bentuknya seperti terdapat dalam adat
istiadat
-
Sebagai nilai-nilai yang melembaga dalam masyarakat
melalui perbuatan-perbuatan masyarakat
-
Mengandung norma yang disepakati bersama secara tidak
tertulis
-
Memiliki inisiatif atau organisasi yang menegakkan
-
Memiliki sanksi serta dipengaruhi oleh agama yang dianut
masyarakatnya
100
Juli 2011.
Hasil wawancara dengan Prof. Nyoman Nurjaya, tanggal 27
BAB V
diperbolehkan menikah dengan orang luar tengger, bahkan
PENUTUP
menikah dengan berbeda agama sekalipun, yang demikian ini
tentunya akan membawa dampak pada pergeseran hukum adat
A.
Kesimpulan
Tengger.
Dari uraian dan studi dilapangan yang dilakukan oleh Tim
dengan
melakukan
pemantauan
secara
langsung
2. Pada dasarnya nilai-nilai hukum adat seperti tidak boleh
maupun
menyakiti atau membunuh binatang (kecuali untuk korban dan
wawancara ke nara sumber, maka dapat di simpulkan sebagai
dimakan);
tidak
boleh
mencuri;
tidak
boleh
melakukan
berikut:
perbuatan jahat; tidak boleh berdusta; dan tidak boleh minum
1. Bahwa asas-asas dan nilai yang terkandung dalam hukum adat
minuman yang memabukkan pada hakekatnya memang sudah
masyarakat tengger khususnya desa Ngadisari sampai saat ini
masuk dalam peraturan perundang-undangan baik pusat
masih hidup dan ditaati oleh masyarakat adat Tengger di satu
maupun daerah namun khusus untuk di adopsi dalam perda
sisi. Disisi lain dikarenakan masyarakat tengger merupakan
setempat memang belum.
gambaran masyarakat yang senantiasa patuh pada pimpinan
atau pemerintah atau raja,
dengan demikian sedikit banyak
akan mempengaruhi adanya pergeseran hukum karena adanya
hukum
dari
mempengaruhi perubahan yang ada pada masyarakat adat
Indonesia, atau hukum asli Indonesia, dengan menyegarkan
tengger adalah factor pendidikan dan pergaulan masyarakat
kembali pemahaman atas akar hakekat sumber hukum adat itu.
semakin
pemerintah.
meluas.
Factor
Berdasarkan
lain
1. Perlu dirumuskan konsepnya secara jelas pengertian baru
mengenai hukum adat sebagai hukum nasional bangsa
yang
ada
Saran
yang
tengger
yang
B.
pergaulan
3. Perlunya penggalian nilai-nilai hukum adat yang tidak pernah
masyarakat dan pendidikan yang ada di masyarakat tengger,
berubah, walau terus berjalan. Untuk nilai-nilai yang dianggap
nilai-nilai yang dianggap baik sampai saat ini tetap dipelihara
baik dan diterima secara universal, maka nilai-nilai tersebut
dan dapat dijadikan sebagai kearifan local. Disamping itu juga
dapat diangkat dan diresepsi menjadi hukum nasional.
masyarakat Tengger (desa Ngadisari khususnya) juga dikenal
sebagai
masyarakat
yang
terbuka,
khususnya
3. Untuk itu apabila pemerintah akan mengangkat nilai-nilai hokum
masalah
adat masyarakat Tengger secara nasional, sebaiknya asas-
perkawinan awalnya masyarakat Tengger hanya diperbolehkan
asasnya saja yang diatur, dan bukan normanya, sehingga
menikah dengan sesama masyarakat Tengger, tetapi sekarang
norma-norma yang mereka anut selama ini dapat tetap hidup.
---------------, Hukum Perkawinan Adat. (Bandung: Citra Aditya Bhakti,
1995)
DAFTAR PUSTAKA
Harahap, M. Yahya, Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan
Agama, UU No. 7 Tahun 1989, Pusaka Kartini, Jakarta 1993
Buku
Anshari Setia Negara, Tunggul, Politik Hukum Nasional Terhadap Hukum
Administrasi Negara, dalam S.F. Marbun (ed), Dimensi-dimensi
Pemikiran Hukum Administrasi Negara, (Yogyakarta: UII Press,
2001) hal.162
BPHN, Laporan Forum Dialog: Perencanaan Hukum tentang Peran
Hukum Tidak Tertulis Pasca Perubahan UUD 1945. BPHN:
Yogyakarta, Agustus 2010
Benda-Beckmann, Keebet von, Pluraisme Hukum, Sebuah Sketsa
Genealogis dan Perdebatan Teoritis, dalam: Pluralisme Hukum,
Sebuah Pendekatan Interdisipliner, (Jakarta: Ford Fondation,
Huma, 2006 )
Freddy,
Susanto, Semiotika Hukum, Dekontruksi Teks
Progresifitras Makna,( Bandung:Efika Aditama, 2002)
Menuju
Giddens, Anthony, The Third Way, Jalan Ketiga: Pembaruan Demokrasi
Sosial, diterjemahkan oleh Ketut Arya Mahardika, (Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama, 2002)
Geertz, C. (1992) Kebudayaan dan Agama, (Yogyakarta: Kanisius Press,
1992)
Hefner, R.W., (1985) Hindu Javanese Tengger Tradition and Islam, New
York.
Hazairin, Demokrasi Pancasila, (Jakarta: Bina Aksara, 1985), Cet. ke-5.
Hadikusumo, Hilman, Hukum Waris Adat. Cetakan V, (Bandung: Citra
Aditya Bhakti, 1993)
---------------, Kedudukan Janda, Duda, Anak Angkat Dalam Hukum Adat.
Citra Aditya Bhakti, Bandung 1993
Hartono, Sunaryati, Hukum Ekonomi Pembangunan Indonesia, (Bandung:
Binacipta, 2002)
---------------, Politik Hukum Menuju Satu Sistem Hukum Nasional,
(Bandung: Alumni, 1991)
Hadikusumo, Hilman, Hukum Waris Adat, (Bandung: Alumni, 1980)
---------------, Hukum Waris Adat. Cetakan V, (Bandung: Citra Aditya Bhakti,
1993)
Koesnoe, Moh, Tiga Model Pendekatan Study Hukum Adat: Suatu
Laporan Penataran. (Banda Aceh: Syiah Kuala University Press,
1993).
Kusumaatmadja, Mochtar, Konsep-konsep Hukum Dalam Pembangunan,
(Bandung: Alumni, 2002)
Laporan Hasil Penelitian Program Research Grent I-Mhere, oleh
Universitas Brawijaya, Agustus 2008.
Laporan Loka Karya Nasional tentang “Inventarisasi dan Perlindungan
Hak Masyarakat Hukum Adat”, Jakarta pada bulan Juni 2005.
Masduki, Achid, Peranan Hukum Adat Dalam Mengatasi Masalah
Pemilikan pada Masyarakat Industri, dalam , Hukum Adat Dan
Modernisasi Hukum, (Jogyakarta: UII, 2002)
Prodjodikoro, Wirjono, Hukum Perkawinan di Indonesia., (Jakarta: Sumur,
1974)
R.Yando Zakaria, “abih tandeh” masyarakat Desa di bawah Rejim Orde
Baru, (Jakarta: Elsam, 2000)
Raharjo, Satjipto Ilmu Hukum, (Bandung: Alumni, 1986)
Robert W. Hefner, geger Tengger; Perubahan Sosial dan Perkelahian
Politik, Cet. I, diterjemahkan dari The Political Economy of
Mountain Java: An interpretive History, (Yogyakarta: LKiS, 1999)
Rikardo Simarmata, Pengakuan Hukum terhadap Masyarakat Adat di
Indonesia, UNDP Regional Initiative on Indigenous Peoples Right
and Development (RIPP), 2006,
Soeripto, K.R.M., Beberapa Bab Tentang Hukum Adat Waris Jawa dan
Madura.(Jember: FH. Universitas Jember. 1973).
Soepomo, “Bab Bab Tentang Hukum Adat”, (Jakarta: Pradnya Paramita,
1983), cet.ke-8,
Soepomo, Bab-bab tentang Hukum Adat. Cetakan XIV, (Jakarta: Pradnya
Paramita, 1996)
Soekanto, Sorjono, Masalah Kedudukan dan Peranan Hukum Adat,
(Jakarta: Academica, 1979).
Suparman, Eman, Hukum Waris Indnesia dalam Perspektif Islam, Adat
dan BW, (Bandung: Refika Aditama, cet.III 2011)
Tri Sayektiningsih, Resti meilani dan E.K.S. Harini Muntasih, “Strategi
Pengembangan Pendidikan Konservasi pada Masyarakat Suku
Tengger di Desa Enclave Taman Nasional, Bromo Tengger,
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata,
Fakultas Kehutanan IPB, Kampus darmaga, Bogor 16680,
Indonesia, Februari 2008.
Tafal, B. Bastian, Pengangkatan Anak Menurut Hukum Adat. Cet. I,
(Bandung : Rajawali, 1983)
Yayuk Yuliati, Disertasi tentang Perubahan Ekologis Dan Strategi Adaptasi
Masyarakat Di Wilayah Pegunungan Tengger (Suatu Kajian
Gender Dan Lingkungan), (Malang: Tahun 2008)
Zudan Arif Fakrullah, Membangun Hukum Yang Berstruktur Sosial
Indonesia Dalam Kancah Trends Globalisasi, Dalam Wajah
Hukum Di Era Reformasi: Kumpulan Karya Ilmiah Menyambut 70
Tahun Prof. Dr. Satjipto Rahardjo, S.H., (Bandung: P.T. Citra
Aditya Bakti, 2000)
Widyaprakoso, Simanhadi, Masyarakat Tengger: Latar Belakang Daerah
Taman Nasional Bromo. (Yogyakarta: Kanisius, 1994).
Wingnjodipuro, Surojo, Pengaturan Asas-Asas Hukum Adat.
Gunung Agung, 1986)
(Jakarta:
Wahjono, Padmo, Indonesia Negara Berdasar Atas Hukum, (Jakarta:
Ghalia Indonesia, 1986)
Majalah, Jurnal dan Koran
BPHN, Hukum Adat Dalam Perundang-undangan. Jakarta: BPHN
Departemen Hukum dan HAM RI, Majalah Hukum Nasional
Nomor 1 Tahun 2006.
Hartono, Sunaryati, Diskusi Rapat Perlindungan Hak-hak Sipil dan Politik,
BPHN, 10 Oktober 2007 di BPHN
Poesposari, Ellyne Dwi, Hak dan Kedudukan Anak Angkat DalamSistem
Pewrisan Hukum Adat. Amerta, Vol.1 No. 2, September, Majalah
Hukum, Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Surabaya 2003
---------------, Kedudukan dan Hak Janda Terhadap Harta Perkawinan
Menurut Hukum Adat. Yuridhika Vol. 18 No. 1, Januari, Majalah
Hukum Universitas Airlangga, Surabaya 2003.
---------------, Kedudukan Janda Dalam Sistem Pewarisan Masyarakat
Asing. Laporan Penelitian Dik Suplemen UNAIR, November,
Pengembangan Hukum Universitas Airlangga, Surabaya 2004
Rahardjo, Satjipto, Modernisasi Dan Perembangan Kesadaran Hukum
Masyarakat, Jurnal Masalah-masalah Hukum, FH Undip, No.1-6
Tahun X/ 1980
---------------, Sisi-sisi Lain dari Hukum Di Indoensia, Kompas, 2003
Ramulyo, M. Idris. Suatu Perbandingan antara Ajaran Syafi’I dan Wasiat
Wajib di Mesir, tentang Pembagian Harta Warisan untuk Cucu
Menurut Islam, Majalah Hukum dan Pembangunan No. 2 Th.XII
Maret 1982, (Jakarta: FH UI, 1982).
Varia Peradilan Nomor 39 Desember 1988
Varia Peradilan Nomor 55 April 1990
Varia Peradilan Nomor 65 Fanruari 1991.
Makalah dan Pidato
Sunaryati Hartono, Menentukan Politik Hukum Ekonomi Bagi Indonesia
Dalam Kurun Waktu Tahun 2004-2009, (makalah) Forum Dialog
Hukum dan Non Hukum, Jakarta 7-9 September 2004.
Ayu Sutarto, “Sekilas tentang Masyarakat Tengger”, httpwww.bpsntyogja.infobpsntdownload
MASYARAKAT_TENGGER.pdf,
Didownload pada tanggal 20 Agustus 2011.
“Beragam Agama, Satu Adat”, http://www.simpuldemokrasi.com/
dinamika-demokrasi/wacana-demokrasi/2362-beragam-agamasatu-adat.html, Didownload pada tanggal 20 Agustus 2011.
“Kepemimpinan
Masyarkat
Tengger”,
www.damandiri.or.id/file/
mochamahhariadiunairbab6.pdf, Didownload pada tanggal 20
Agustus 2011.
Simanhadi Widyaprakosa, “Mengenal Masyarakat Tengger (3):
Sambungan
WHD
No.
471)”,http://translate.google.com/
translate?hl=en&sl=id&tl=en&u=http%3A%2F%2Fwww.
parisadaorg%2Findex.php%3Foption%3Dcom_content%26task%
3Dview%26id%3D590%26Itemid%3D121&anno=2,
Didownload
pada tanggal 20 Agustus 2011.
Wiwit Mujiastuti, Jk, “Teguh Tegar Hindu Tengger (Synopsis Buku Saya
Orang Tengger, Saya Punya Agama, Penulis Ayu Sutarto),
http://saradbali.com/edisi109/pustaka.htm,
Didownload
pada
tanggal 20 Agustus 2011.
Tokoh
Warassih Pujirahayu, Esmi, “Pemberdayaan Masyarakat Dalam
Mewujudkan Tujuan Hukum (Proses Penegakan Hukum dan
Persoalan Keadilan)”; Pidato Pengukuhan Guru Besar Fakultas
Hukum Undip, Semarang, 14 April 2001.
Kunci Langgengnya Suku Tengger, http://www2.kompas.
com/kompas-cetak/0410/29/tanahair/ 1353264.htm, didownload
pada tanggal 20 Agustus 2011.
Simanhadi Widyaprakosa, Mengenal Masyarakat Tengger, dalam :
http://www.parisada.org/
“Legenda Ajisaka: Resistensi Gaya Tengger” http://www.averroes.or.id
Suku Tengger Jawa Timur dalam : http://tlingus.wordpress.com
Internet.
“50
Taman
Nasional
Di
Indonesia”,
http://www.dephut.go.id/
INFORMASI/TN%20INDO-ENGLISH/tn_index.htm,
didownload
pada tanggal 25 Agustus 2011.
“Dari Seruni Melihat Rumah Adat Tengger”, http://www.kraksaanonline.com/2011/06/dari-seruni-melihat-rumah-adat-tengger.html,
didownload pada tanggal 30 Agustus 2011.
Kearifan Lokal http://antariksaarticle.blogspot.com /2011/03/kearifan-lokalmasyarakat-suku-tengger.html
Masyarakat hokum adat http://pengertian-definisi. blogspot.com/
2011/03/hukum-adat-dan-masyarakat-hukum-adat.html
Gobyah, I. Ketut (2003) ‘Berpijak Pada Kearifan lokal’, www.balipos.co.id
Peraturan Perundang-undangan.
Indonesia, Undang-Undang Dasar Negera Republik Indonesia 1945
perubahan ke empat.
---------------, Undang-undang tentang Konservasi Sumber Daya Alam
Hayati dan Ekosistemnya, UU No.5, LN No.49 Tahun 1990, TLN.
No.3419.
---------------, Peraturan Presiden No. 7 tahun 2005 tentang Rencana
Pembangunan Nasional Jangka Menengah Nasional.
Download